PIT PDFI, Balikpapan 9-10 September 2015
Aborsi pada Kehamilan akibat perkosaan: Ketentuan perundangundangan dan Fikih Islam
Budi Sampurna
amanat UU 36/2009 Frasa “kesehatan reproduksi” muncul di pasal 48 yang kemudian diuraikan dalam Pasal 71-77 Amanat UU 36/2009 : membentuk PP yg mengatur: • Aborsi (75 dan 76) • Pelayanan Kesehatan IBU (126) • Upaya Kehamilan di luar cara alamiah (127) atau reproduksi dengan bantuan (74)
Hak Reproduksi Pasal 72 UU 36/2009 Setiap orang ber hak: a. menjalani kehidupan reproduksi dan kehidupan seksual yang sehat, aman, serta bebas dari paksaan dan/atau kekerasan dengan pasangan yang sah. b. menentukan kehidupan reproduksinya dan bebas dari diskriminasi, paksaan, dan/atau kekerasan yang menghormati nilai-nilai luhur yang tidak merendahkan martabat manusia sesuai dengan norma agama.
Pasal 72 UU 36/2009 (lanjutan) a. menentukan sendiri kapan dan berapa sering ingin bereproduksi sehat secara medis serta tidak bertentangan dengan norma agama. b. memperoleh informasi, edukasi, dan konseling mengenai kesehatan reproduksi yang benar dan dapat dipertanggungjawabkan. Pasal 74 UU 36/2009 • (1) Setiap pelayanan kesehatan reproduksi yang bersifat promotif, preventif, kuratif, dan/atau rehabilitatif, termasuk reproduksi dengan bantuan dilakukan secara aman dan sehat dengan memperhatikan aspek-aspek yang khas, khususnya reproduksi perempuan
Aborsi Pasal 75 UU 36/2009 Kesehatan 1) Setiap orang dilarang melakukan aborsi. 2) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan berdasarkan: – a. indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan; atau – b. kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan.
Pasal 76 UU 36/2009 Aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 hanya dapat dilakukan: a. sebelum kehamilan berumur 6 (enam) minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir, kecuali dalam hal kedaruratan medis; b. oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan yang memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh menteri; c. dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan; d. dengan izin suami, kecuali korban perkosaan; dan e. penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Menteri.
Pengecualian Larangan Aborsi Pasal 31 PP • (1) Tindakan aborsi hanya dapat dilakukan berdasarkan: – a. indikasi kedaruratan medis; atau – b. kehamilan akibat perkosaan.
• (2) Tindakan aborsi akibat perkosaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b hanya dapat dilakukan apabila usia kehamilan paling lama berusia 40 (empat puluh) hari dihitung sejak hari pertama haid terakhir.
Indikasi Korban Perkosaan Pasal 34 • (1) Kehamilan akibat perkosaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) huruf b merupakan kehamilan hasil hubungan seksual tanpa adanya persetujuan dari pihak perempuan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. • (2) Kehamilan akibat perkosaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan: a. usia kehamilan sesuai dengan kejadian perkosaan, yang dinyatakan oleh surat keterangan dokter; dan b. keterangan penyidik, psikolog, dan/atau ahli lain mengenai adanya dugaan perkosaan.
Penyelenggaraan Aborsi Pasal 35 • harus dilakukan dengan aman, bermutu, dan bertanggung jawab. a. dilakukan oleh dokter sesuai dengan standar; b. dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Menteri; c. atas permintaan atau persetujuan perempuan hamil yang bersangkutan; d. dengan izin suami, kecuali korban perkosaan; e. tidak diskriminatif; dan f. tidak mengutamakan imbalan materi
• Dalam hal ibu hamil tak dapat beri persetujuan, atau suami tak dapat dihubungi, persetujuan diberikan oleh keluarga ybs
Dokter dan Faskes pelaksana (Pasal 36-39) • Harus telah mendapat pelatihan • Bukan anggota tim kelayakan aborsi atau penerbit surat keterangan usia kehamilan akibat perkosaan (kecuali jumlah dokter tidak mencukupi) • Pasien harus telah melalui konseling pra-tindakan • Pasien harus memperoleh konseling pasca tindakan • Bila pasien batal aborsi, berhak memperoleh pendampingan selama hamil dan bersalin – Anak yg dilahirkan dapat diasuh keluarganya
• Pencatatan dan Pelaporan ke dinkes
Pengertian Perkosaan • “kehamilan hasil hubungan seksual tanpa adanya persetujuan dari pihak perempuan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan” • Mengandung unsur-unsur: – Hasil hubungan seksual • Dalam arti yg memungkinkan hamil (penis-vagina) – Tanpa persetujuan pihak perempuan (jangan hanya lihat KUHP, tapi juga UU Perlindungan anak) • Bagaimana dengan date-rape, ingkar janji, penyesatan, pembohongan, bujuk rayu? – Ketentuan peraturan perundang-undangan • Apakah harus ada kekerasan / ancaman kekerasan?
Dibuktikan dengan: • “Bukti bahwa usia kehamilan sesuai dengan kejadian perkosaan, yang dinyatakan oleh surat keterangan dokter” • Dokter membuktikan: – – – –
Hamil Usia kehamilan sesuai dugaan saat kejadian “janin adalah anak pelaku” (DNA)? Perlukah adanya “indikasi /kebutuhan aborsi”?
• Polisi/Psikolog/Ahli lain membuktikan: – Dugaan kejadian “perkosaan”, cukupkah “forensic interview”, haruskah ada bukti obyektif, dll
• Harus sebelum 40 hari
Pelaksana Aborsi • Haruskah SpOG? Ataukah cukup dokter terlatih? (pelatihan akan diatur dengan Permen) • Tim, konseling, pendampingan, pelaporan • Faskes akan diatur dengan Permen • Tarif akan diatur • Permintaan atau persetujuan ibu hamil (haruskah didukung dengan adanya indikasi?) • Wanita tanpa suami tak perlu persetujuan suami • Wanita bersuami haruskah ada persetujuan suami? (UU mengecualikannya)
Fikih Islam: Larangan Aborsi • Perkembangan Janin dalam kandungan telah diuraikan dalam Al-Qiyamah 37-38, Al-Sajdah 7-9, Al-Hajj 5, Al-Mu’minun 12-14, • Informasi tentang adanya ruh di dalam janin dikemukakan hadis Al-Bukhari dari Ibnu Mas’ud: – Setelah itu Allah Swt mengutus malaikat yang diperintah menulis empat hal, yaitu tentang amalnya, rejekinya, ajalnya dan nasibnya celaka atau bahagia, kemudian kepadanya ditiupkan ruh. *
• Aborsi thd janin sesudah ditiupkan ruh: haram (Al-Isra’ 31 dan Al-An’am 151) * Terdapat dua pandangan: 120 hari dan 40 hari, Ahmad Zahro: Fiqh Kontemporer, 2012 in Siti Maryam Qurotul Aini
Fikih Islam: Aborsi yang diperbolehkan dan yang dilarang • Al-Baqarah 173: “pembolehan karena” dalam keadaan terpaksa, tidak menginginkannya, tidak melampaui batas • Al-Ma’idah 3: “terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa” • Al-Isra’ 31: Dan janganlah kamu membunuh anakanakmu karena takut kemiskinan – Juga akibat zina, kebebasan seks
• Ahmad Zahro: Fikih Kontemporer – aborsi terhadap janin hasil pemerkosaan dapat dibenarkan dengan alasan darurat, bukan karena malu atau takut kemiskinan dan lainnya, jika janin belum berumur 120 hari
Fikih Islam: Aborsi dibolehkan • Al-Haskafi, salah seorang pengikut Hanafi mengatakan, “Ya, sepanjang belum terjadi penciptaan dan penciptaan itu hanya terjadi sesudah 120 hari kehamilan”. • Al-Musili dalam (Al-Bûtî, 1979) berpendapat bahwa aborsi dibolehkan sebelum janin melewati usia 42 hari. • Ibn Jauzî (mazhab Hambali) bahwa aborsi hukumnya haram mutlak, baik sebelum atau setelah persenyawaan pada usia 40 hari • sebagian besar dari fuqahâ’ Syafi’iyah menyepakati bahwa aborsi haram sebelum usia kehamilan 40-42 hari
Fikih Islam: aborsi yg dibolehkan Argumen pembolehan, antara lain: • (1) setiap yang belum diberi nyawa tidak akan dibangkitkan Allah pada hari kiamat. Setiap yang tidak dibangkitkan, keberadaannya tidak diperhitungkan. Dengan demikian, tidak ada larangan untuk menggugurkan kandungan; dan (2) janin sebelum diberi nyawa tidak tergolong sebagai manusia. Oleh karena itu, tidak ada larangan untuk menggugurkannya
Abd Gani Jumat: Aborsi dalam hukum islam
• Pada umumnya, aborsi pada hasil konsepsi adalah kejahatan, tetapi pidananya berbeda tergantung usia kehamilannya. • semakin besar kandungan yang digugurkan, semakin besar pula jinayahnya (tindak pidananya), • MUI: Aborsi diperbolehkan dalam mengatasi darurat bila dilakukan sebelum usia 40 hari
Fatwa MUI tgl 21 Mei 2005: 1 Aborsi haram hukumnya sejak terjadinya implantasi blastosis pada dinding rahim ibu (nidasi). 2 Aborsi dibolehkan karena adanya uzur, baik yang bersifat darurat ataupun hajat. a. Keadaan darurat yang berkaitan dengan kehamilah yang membolehkan aborsi adalah: 1 Perempuan hamil menderita sakit fisik berat seperti kanker stadium lanjut, TBC dengan caverna dan penyakit-penyakit fisik berat lainnya yang harus ditetapkan oleh Tim Dokter. 2 Dalam keadaan di mana kehamilan mengancam nyawa si ibu.
Fatwa MUI tgl 21 Mei 2005: b. Keadaan hajat yang berkaitan dengan kehamilan yang dapat membolehkan aborsi adalah: 1. Janin yang dikandung dideteksi menderita cacat genetic yang kalau lahir kelak sulit disembuhkan. 2. Kehamilan akibat perkosaan yang ditetapkan oleh Tim yang berwenang yang didalamnya terdapat antara lain keluarga korban, dokter, dan ulama. d. Kebolehan aborsi sebagaimana dimaksud huruf b harus dilakukan sebelum janin berusia 40 hari.
• 3. Aborsi haram hukumnya dilakukan pada kehamilan yang terjadi akibat zina.
TAKE HOME MESSAGES • PP 61/2014 sudah berlaku, namun masih memerlukan Peraturan Menteri yang mengatur secara teknis. • Selain itu juga diperlukan: – – – – – –
Standar faskes Standar Prosedur Standar kompetensi dan Pedoman Pelayanan Medis Standar pelatihan (profesi??) Standar tarif (pola tarif???) Rincian persyaratan kasus (teknis medis)
• Pembolehan aborsi pada korban perkosaan adalah darurat, sehingga harus sesuai syarat