BAB I PENDAHULUAN
B
alai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit (BBTKLPP) Yogyakarta merupakan Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia yang berada di bawah dan
bertanggungjawab kepada Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor : 2349/Menkes/PER/XI/2011 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di Bidang Teknis Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit. Peraturan ini dikeluarkan dengan pertimbangan adanya perubahan pada organisasi dan tata kerja Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan sehingga perlu dilakukan penyesuaian pada Unit Pelaksana Teknis di bawahnya. Perubahan ini juga mengingat Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1144/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan. A. TUGAS POKOK DAN FUNGSI BBTKLPP Yogyakarta mempunyai fungsi: 1. Pelaksanaan surveilans epidemiologi 2. Pelaksanaan analisis dampak kesehatan lingkungan (ADKL) 3. Pelaksanaan laboratorium rujukan 4. Pelaksanaan pengembangan model dan teknologi tepat guna 5. Pelaksanaan uji kendali mutu dan kalibrasi 6. Pelaksanaan
penilaian
respon
cepat,
kewaspadaan
dini
dan
penanggulangan KLB/wabah dan bencana 7. Pelaksanaan surveilans faktor risiko penyakit tidak menular 8. Pelaksanaan pendidikan dan pelatihan 9. Pelaksanaan kajian dan pengembangan teknologi pengendalian penyakit dan kesehatan lingkungan serta kesehatan matra. 10. Pelaksanaan ketatausahaan dan kerumahtanggaan BBTKLPP
Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
1
Di samping fungsi tersebut di atas, BBTKLPP Yogyakarta juga menjalankan fungsi yang lain dengan dasar hukum sebagai berikut: 1. Rekomendasi Kepala PUSARPEDAL Kementrian Negara Lingkungan Hidup No: B-47/PS-VII/LH/03/2006 tanggal 2 Maret 2006 tentang Rekomendasi BBTKLPP Yogyakarta sebagai Laboratorium Lingkungan. 2. Keputusan Gubernur DIY No: 97/KEP/2014 tanggal 25April 2014 tentang Penunjukan BBTKLPP Yogyakarta Sebagai Laboratorium Lingkungan di Propinsi D.I. Yogyakarta. 3. Keputusan Gubernur Jawa Tengah No:660.1/23/2007 tanggal 27 Agustus 2007 tentang penunjukan Laboratorium Lingkungan BBTKLPP Yogyakarta sebagai Laboratorium Lingkungan di Propinsi Jawa Tengah. Dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya BBTKLPP Yogyakarta dilengkapi dengan struktur organisasi yang terdiri dari satu Kepala Balai Besar, satu Bagian Tata Usaha, tiga Bidang, enam seksi, dua subbag, dan kelompok jabatan fungsional. Untuk menunjang pelaksanaan tugas dan fungsi khususnya BBTKLPP Yogyakarta dilengkapi 19 instalasi sesuai SK Dirjen PP dan PL No OT.01.01.01/I/632/2007, yaitu: 1. Instalasi Laboratorium Fisika Kimia Air 2. Instalasi Laboratorium Fisika Kimia Gas dan Radiasi 3. Instalasi Laboratorium Biologi Lingkungan 4. Instalasi Laboratorium Parasitologi 5. Instalasi Laboratorium Entomologi dan Pengendalian Vektor 6. Instalasi Laboratorim Virologi 7. Instalasi Laboratorium Serologi dan Imunologi 8. Instalasi Laboratorium Mikrobiologi Klinis 9. Instalasi Laboratorium Biomarker 10. Instalasi Laboratorium Padatan dan Bahan Berbahaya Beracun
Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
2
11. Instalasi Laboratorium Pengkajian dan Pengembangan TTG 12. Instalasi Sarana dan Prasarana 13. Instalasi Pengendalian Mutu, Pemeriksaan dan Kalibrasi 14. Instalasi Pelayanan Teknis 15. Instalasi Bencana dan Kejadian Luar Biasa 16. Instalasi Pendidikan dan Pelatihan 17. Instalasi Pengelolaan Teknologi Informasi 18. Instalasi Pengelolaan Media dan Reagensia Instalasi Pengelolaan Hewan
Percobaan
Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
3
B. STRUKTUR ORGANISASI Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor : 2349/Menkes/PER/XI/2011 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di Bidang Teknis Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit, BBTKLPP Yogyakarta dipimpin oleh seorang Kepala Balai dengan 1 Bagian Tata Usaha dan 3 Bidang dengan masing-masing 2 sub bagian atau Kepala Seksi serta kelompok Jabatan Fungsional serta instalasi. Struktur organisasi BBTKLPP Yogyakarta adalah sebagai berikut :
Gambar 1 Struktur Organisasi BBTKLPP Yogyakarta
Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
4
C. LINGKUNGAN STRATEGIS YANG BERPENGARUH Keberhasilan pelaksanaan tugas BBTKLPP Yogyakarta mencapai visi, misi, dan tujuan yang telah ditetapkan dalam Rencana Strategis sangat dipengaruhi oleh lingkungan strategis baik eksternal maupun internal. Lingkungan strategis eksternal dapat diidentifikasi berupa: 1. Komitmen pemerintah untuk menyelenggarakan Negara yang bersih, tertib dan bertanggungjawab (good governance and clean government) Sesuai
dengan
Ketetapan
MPR
Nomor:
XI/MPR/1998
tentang
Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas KKN serta UndangUndang Nomer 28 tahun 1999 tentang penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas KKN, maka penyelenggaraan Negara yang bersih dan berwibawa menjadi komitmen pemerintah untuk mewujudkannya, termasuk BBTKLPP Yogyakarta tidak lepas dari kewajiban. 2. Birokrasi yang dituntut makin profesional dalam melayani publik. Pada era reformasi sekarang ini, masyarakat menjadi semakin kritis dan menginginkan adanya pelayanan prima yang transparan dalam setiap kegiatan birokrasi. Hal ini mengharuskan para birokrat di pemerintahan untuk bekarja secara profesional dan memberikan pelayanan yang sebaikbaiknya 3. Nilai-nilai etis atau kepantasan dan moral Dalam pelaksanaan setiap kegiatan, BBTKLPP Yogyakarta dituntut untuk tetap mengedepankan nilai-nilai etis atau kepantasan dan moral, sehingga dapat dipertanggungjawabkan setiap kegiatan kepada Tuhan Yang Maha Esa dan tidak menyimpang dari nilai-nilai etis atau kepantasan dan moral yang ada dalam masyarakat Indonesia. Adapun lingkungan stratagis internal berupa : 1. Dukungan dan komitmen penuh dari Pimpinan BBTKLPP Yogyakarta. 2. Tugas dan fungsi yang jelas 3. Kualitas sumber daya manusia (SDM) yang memadai 4. Ketersediaan sarana dan prasarana yang memadai. 5. Pedoman-pedoman pelaksanaan tugas yang jelas. Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
5
BAB II PERENCANAAN KINERJA
P
erencanaan kinerja merupakan proses penetapan kegiatan tahunan dan indikator kinerja berdasarkan program, kebijakan dan sasaran yang telah ditetapkan
dalam
sasaran
strategis.
Rencana
Kinerja
BBTKLPP
Yogyakarta ditetapkan berdasarkan Rencana Aksi Kegiatan 2010-2014 BBTKLPP Yogyakarta yang mengacu kepada Rencana Aksi Program 2010-2014 Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan yang didasarkan pada Rencana Strategis Kementerian Kesehatan RI 2010-2014. Dalam rencana kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014, telah disusun Indikator Kinerja dan target masing-masing indikator untuk mencapai sasaran strategis organisasi. Perjanjian kinerja merupakan tekad dan janji rencana kinerja tahunan yang akan dicapai antara pimpinan instansi pemerintah/unit kerja yang menerima tanggung jawab dengan pihak yang memberi tanggung jawab. Dengan demikian, perjanjian kinerja ini merupakan suatu janji kinerja yang akan diwujudkan oleh seorang pejabat penerima amanah kepada atasan langsungnya. Pernyataan perjanjian kinerja merupakan suatu pernyataan kesanggupan dari pimpinan instansi/unit kerja penerima amanah kepada atasan langsungnya untuk mewujudkan suatu target kinerja tertentu. Pernyataan ini ditandatangani oleh penerima amanah sebagai tanda suatu kesanggupan untuk mencapai target kinerja yang telah ditetapkan dan pemberi amanah atau atasan langsungnya sebagai persetujuan atas target kinerja yang ditetapkan tersebut. Dalam hal atasan langsung tidak sependapat dengan target kinerja yang diajukan tesebut, maka pernyataan ini harus diperbaiki hingga kedua belah pihak sepakat atas materi dan target kinerja yang telah ditetapkan. Visi, misi, sasaran strategis, arah kebijakan dan strategi untuk mencapai target kinerja tahun 2014 di lingkungan BBTKLPP Yogyakarta termuat dalam Rencana Aksi Kegiatan (RAK) Lima Tahunan BBTKLPP Yogyakarta. Adapun penjabaran visi, misi, sasaran strategis, arah kebijakan dan strategi untuk mencapai target kinerja tahun 2014 di lingkungan BBTKLPP Yogyakarta adalah sebagai berikut :
Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
6
A.
VISI DAN MISI 1. Visi BBTKLPP Yogyakarta mengikuti visi unit utama yaitu: ”Masyarakat Sehat yang Mandiri dalam Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan serta Berkeadilan”. 2. Misi Untuk mewujudkan visi tersebut, BBTKLPP Yogyakarta berupaya menata dan meningkatkan peranannya dalam rangka ikut mewujudkan masyarakat sehat dengan misi: a. Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui pemberdayaan masyarakat,
termasuk
swasta
dan
masyarakat
madani
dalam
pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan b. Melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin tersedianya upaya kesehatan
yang
paripurna,
merata,
bermutu
dan
berkeadilan
pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan c. Menjamin
ketersediaan
dan
pemerataan
sumberdaya
kesehatan
pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan d. Menciptakan tata kelola kepemerintahan yang baik pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan
B. TUJUAN DAN SASARAN 1. Tujuan Tujuan merupakan penjabaran dari visi dan misi yang telah ditentukan dan menggambarkan kondisi yang diinginkan pada akhir periode. Tujuan yang ingin dicapai oleh BBTKLPP Yogyakarta dalam periode tahun 2010 – 2014 adalah: a. Tujuan Umum Terselenggaranya pembangunan kesehatan secara berhasil guna dan berdaya guna dalam rangka mencapai derajat kesehatan masyarakat yangsetinggi-tingginya. Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
7
b. Tujuan Khusus Terselenggaranya pengujian laboratorium dan pengamatan lingkungan sebagai faktor risiko penyakit potensial wabah, penyakit menular/tidak menular prioritas untuk mendukung pencapaian derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya C. PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA Perencanaan dan perjanjian kinerja tahun 2014 merupakan salah satu bentuk implementasi (pemanfaatan) Rencana Aksi dalam perencanaan tahunan BBTKLPP Yogyakarta. 1. Perencanaan Kinerja
Perencanaan kinerja tahun 2014 diperlukan untuk memberikan fokus pada penyusunan kegiatan dan pengalokasian sumber daya yang dimiliki. Setiap sasaran strategis yang telah ditetapkan dijabarkan lebih lanjut ke dalam sejumlah program. Di dalam setiap program terdapat sejumlah kegiatan yang
merupakan
tindakan
nyata
untuk
dilaksanakan
pada
bersangkutan dengan memanfaatkan sumber daya yang ada.
tahun Dalam
lingkup BBTKLPP Yogyakarta yang merupakan unit kerja eselon II, perencanaan kinerja diwujudkan dalam bentuk Rencana Kegiatan Tahunan (RKT) tahun 2014 yang memuat enam kelompok kegiatan yaitu : a. Pembinaan Surveilans, Imunisasi, Karantina dan Kesehatan Matra. b. Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang. c. Pengendalian Penyakit Menular Langsung. d. Pengendalian Penyakit Tidak Menular. e. Penyehatan Lingkungan. f. Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya pada Program Pengendalian penyakit dan Penyehatan Lingkungan RKT tersebut adalah salah satu bentuk implementasi (pemanfaatan) dokumen perjanjian kinerja dan Renstra/Rencana Aksi Kegiatan dalam perencanaan kinerja tahunan.
Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
8
2. Perjanjian Kinerja
Perjanjian Kinerja BBTKLPP Yogyakarta tahun 2014 merupakan dokumen tahunan yang berisi pernyataan kinerja/kesepakatan kinerja/perjanjian kinerja antara Kepala BBTKLPP Yogyakarta dengan Direktur Jenderal Pengendalian
Penyakit
dan
Penyehatan
Lingkungan
Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia untuk mewujudkan target kinerja tertentu berdasarkan sasaran strategis, indikator kinerja yang telah ditetapkan dalam Renstra/Rencana Aksi Kegiatan, dan didukung sumber daya dan dana yang dimiliki oleh BBTKLPP Yogyakarta. Pada tahun 2014, BBTKLPP Yogyakarta telah menetapkan Perjanjian Kinerja sebagai berikut : Tabel 1. Penetapan Perjanjian Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014 NO
PROGRAM/ KEGIATAN/ KEGIATAN POKOK
OUTCOME/OUTPU T
INDIKATOR
TARGET 2014
(1)
(2)
(3)
(4)
(9)
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Penyelenggaraan PP dan PL Berbasis Laboratorium
Terlaksananya pemeriksanaan laboratorium dan lingkungan untuk penyakit berpotensi wabah, penyakit menular/ tidak menular prioritas dan factor risiko lingkungan
Peningkatan Surveilans Epidemiologi
Meningkatnya Kinerja Surveilans Epidemiologi
Jumlah presentase pemeriksaan laboratorium dan lingkungan untuk penyakit berpotensi wabah, penyakit menular/tidak menular prioritas dan factor risiko lingkunganya 1. Persentase KLB yang direspon < 24 jam 2. Persentase kemampuanp engamatan factor risiko penyakit potensial
1
Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
85
85
70
9
3.
2
Peningkatan Kemampuan Analisis Dampak Kesehatan Lingkungan ( ADKL)
Meningkatnya Kinerja Bidang ADKL
1.
2.
3
Peningkatan dan Pengembangan Teknologi Laboratorium (PTL)
Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
Meningkatnya Kinerja Bidang PTL
1.
wabah, penyakit menular/ tidak menular pada kabupaten/ kota Persentase cakupan jejaring kerja dan kemitraan surveilan sepidemiologi di wilayah kerja Jumlah kawasan kajian dan evaluasi dampak kesehatan lingkungan Persentase peningkatan kajian dan evaluasi pengendalian penyakit dan factor risikonya Persentase peningkatan kemampuan uji laboratorium penyakit potensi wabah, penyakit menular/ tidak menular prioritas dan factor risikonya
90
50
70
85
10
4
Dukungan Administrasi dan Manajemen
Meningkatnya Dukungana dministrasi dan manajemen
2. Persentase peningkatan kemampuan uji kendali mutu dan kalibrasi 3. Jumlah jenis rancang bangun model dan teknologi tepat guna pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan
85
1. Persentase kelengkapan dokumen perencanaan/ laporan/ pengelolaan keuangan/ kepegawaian/ BMN 2. Persentase ketepatan waktu pengiriman laporan pengelolaan keuangan/ kepegawaian/ BMN 3. Jumlah penyelenggar aan pelatihan teknis Bidang PP dan PL
100
25
95
8
3. Sasaran
Sebagai unit kerja eselon II BBTKLPP Yogyakarta berkewajiban untuk melaporkan akuntabilitas pencapaian sasaran strategisnya sebagaimana telahditargetkan dalam dokumen Perjanjian Kinerja. Di samping itu, karena Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
11
di dalam Renstra/Rencana Aksi Kegiatan (RAK) juga telah ditetapkan Indikator Kinerja sebagai ukuran keberhasilan pencapaian program, maka dalam Laporan Kinerja ini juga disajikan sejauh mana tingkat pencapaian atas Indikator Kinerja tersebut. Adapun penjelasan dan uraian lebih lanjut atas pengukuran capaian indikator kinerja sasaran tersebut adalah sebagai berikut : a. Persentase KLB yang direspon < 24 jam Persentase KLB yang direspon < 24 jam adalah Frekuensi KLB yang direspon < 24 oleh BBTKLPP Yogyakarta dihitung sejak mulai diterimanya laporan dari stake holders terkait sampai adanya respon atas laporan yang dilakukan oleh BBTKLPP Yogyakarta. Indikator kinerja ini dapat diukur dengan cara membandingkan jumlah kejadian luar biasa (KLB) yang direspon <24 jam oleh BBTKLPP Yogyakarta dengan target kejadian luar biasa (KLB) yang direspon <24 jam oleh BBTKLPP Yogyakarta. b. Persentase kemampuan pengamatan faktor risiko penyakit potensial wabah, penyakit menular/ tidak menular pada kabupaten/ kota. Persentase kemampuan pengamatan faktor risiko penyakit potensial wabah, penyakit menular/tidak menular pada kabupaten/kota adalah jumlah prosesntase kemampuan BBTKLPP Yogyakarta dalam hal pengamatan faktor risiko penyakit potensial wabah, penyakit menular/tidak menular pada kabupaten/kota di wilayah kerjanya. Indikator kinerja ini dapat diukur dengan cara membandingkan jumlah pengamatan faktor risiko penyakit potensial wabah, penyakit menular/ tidak menular pada kabupaten/ kota oleh BBTKLPP Yogyakarta dengan target pengamatan faktor risiko penyakit potensial wabah, penyakit menular/
tidak
menular
pada
kabupaten/
kota
oleh
BBTKLPP
Yogyakarta.
Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
12
c. Persentase cakupan jejaring kerja dan kemitraan surveilan sepidemiologi di wilayah kerja Persentase cakupan jejaring kerja dan kemitraan surveilans epidemiologi di wilayah kerja didefinisikan sebagai persentase jumlah kabupaten/kota yang mendapat paparan informasi dari BBTKLPP Yogyakarta. Indikator kinerja ini dapat diukur dengan cara membandingkan jumlah kabupaten/kota yang mendapat paparan informasi dari BBTKLPP Yogyakarta dengan jumlah kabupaten/kota di wilayah kerja BBTKLPP Yogyakarta. d. Jumlah kawasan kajian dan evaluasi dampak kesehatan lingkungan. Jumlah kawasan kajian dan evaluasi dampak kesehatan lingkungan adalah
jumlah
wilayah/lokasi/lingkup
yang
menjadi
tempat
dilaksanakannyakegiatan kajian evaluasi dampak kesehatan lingkungan oleh BBTKLPP Yogyakarta. Indikator kinerja ini dapat diukur dengan cara menghitung jumlah kawasan yang dijadikan sebagai tempat kajian dan evaluasi dampak kesehatan lingkungan. e. Persentase peningkatan kajian dan evaluasi pengendalian penyakit dan faktor risikonya Persentase peningkatan kajian dan evaluasi pengendalian penyakit dan faktor risikonya adalah jumlah persentase peningkatan kajian dan evaluasi pengendalian penyakit dan faktor risikonya yang dilaksanakan oleh BBTKLPP Yogyakarta. pengendalian penyakit dan faktor risikonya dengan target Indikator kinerja ini dapat diukur dengan cara membandingkan antara jumlah pelaksanaan kajian dan evaluasi pengendalian penyakit dan faktor risikonya dengan target kajian dan evaluasi pengendalian penyakit dan faktor risikonya f. Persentase peningkatan kemampuan uji laboratorium penyakit potensi wabah, penyakit menular/ tidak menular prioritas dan faktor risikonya. Persentase peningkatan kemampuan uji laboratorium penyakit potensi wabah, penyakit menular/ tidak menular prioritas dan faktor risikonya Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
13
adalah Jumlah peningkatan prosentase kemampuan uji laboratorium dengan dukungan ketersediaan bahan, alat, hewan coba serta perbaikan pemeliharaan peralatan laboratorium melalui kegiatan Jejaring kerja Antar Laboratorium, Pertemuan JASA BALAB DIY, Pemeliharaan Peralatan
Laboratorium,
Pengelolaan
Limbah,
Bimbingan
Teknis
Laboratorium Penguji, Pengembangan Metode Uji, Pemeliharaan hewan percobaan,
Pengadaan
Peralatan
laboratorium,
Pengadaan
Glassware/Bahan Habis Pakai Lainnya dan Pengadaan Reagensia. Indikator kinerja ini dapat diukur dengan cara menjumlahkan bobot kegiatan pendukung dibandingkan dengan target. g. Persentase peningkatan kemampuan uji kendali mutu dan kalibrasi. Persentase peningkatan kemampuan uji kendali mutu dan kalibrasi adalah jumlah peningkatan persentase kemampuan uji kendali mutu dan kalibrasi yang dikerjakan BBTKLPP Yogyakarta. Indikator ini dapat diukur dengan cara menilai upaya laboratarium dalam hal
peningkatan
kemampuan
kendali
mutu
dan
kalibrasi
untuk
menghasilkan data yang valid melalui kegiatan Asesmentakreditasi lab penguji dan lab kalibrasi, Pelaksanaan Kalibrasi Peralatan Laboratorium, Uji Profisiensi dan penyelenggaraan Kaji Ulang Manajemen. h. Jumlah jenis rancang bangun model dan teknologi tepat guna pengendalianpenyakit dan penyehatan lingkungan. Jumlah jenis rancang bangun model dan teknologi tepat guna pengendalianpenyakit dan penyehatan lingkungan adalah banyaknya jenis rancang bangun model dan teknologi tepat guna pengendalian penyakit dan
penyehatan
lingkungan
yang dihasilkan
BBTKLPP
Yogyakarta selama satu tahun. Indikator ini dapat diukur dengan cara menghitung seluruh hasil karya rancang bangun model dan teknologi tepat guna pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan selama satu tahun.
Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
14
i. Persentase kelengkapan dokumen perencanaan/ laporan/ pengelolaan keuangan/ kepegawaian/BMN Persentase kelengkapan dokumen perencanaan/ laporan/ pengelolaan keuangan/ kepegawaian/BMN adalah dokumen yang harus ada dan tersedia sebagai kelengkapan perencanaan, laporan dan pengelolaan keuangan, laporan kepegawaian dan laporan BMN. Indikator ini dapat diukur dengan cara membandingkan jumlah kelangkapan dokumen perencanaan/ laporan/ pengelolaan keuangan/ kepegawaian/BMN dibandingkan dengan target kelengkapan dokumen perencanaan/ laporan/ pengelolaan keuangan/ kepegawaian/BMN j. Persentase ketepatan waktu pengiriman laporan pengelolaan keuangan/ kepegawaian/BMN Persentase ketepatan waktu pengiriman laporan pengelolaan keuangan/ kepegawaian/BMN
adalah
jumlah persentase
pengiriman
laporan
pengelolaan keuangan/ kepegawaian/BMN yang tepat waktu. Indikator ini dapat diukur dengan membandingkan jumlah pengiriman laporan pengelolaan keuangan/ kepegawaian/BMN yang tepat waktu dengan
target
pengiriman
laporan
pengelolaan
keuangan/
kepegawaian/BMN yang tepat waktu k. Jumlah penyelenggaraan pelatihan teknis Bidang PP dan PL Jumlah penyelenggaraan pelatihan teknis Bidang PP dan PL adalah banyaknya penyelenggaraan pelatihan teknis Bidang PP dan PL yang dilaksanakan BBTKLPP Yogyakarta selama 1 tahun. Indikator ini dapat diukur dengan cara menghitung jumlah pelatihan teknis Bidang PP dan PL yang dilaksanakan BBTKLPP Yogyakarta
Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
15
BAB III AKUNTABILITAS KINERJA
A
kuntabilitas
kinerja
merupakan
media
untuk
menguraikan
hasil
pengukuran kinerja serta evaluasi dan analisis akuntabilitas kinerja. Dalam bab
ini
akan
diuraikan
mengenai
keberhasilan,
kegagalan,
hambatan/kendala dan permasalahan yang dihadapi, serta langkah-langkah antisipatif yang akan diambiloleh BBTKLPP Yogyakarta untuk lebih meningkatkan kinerja BBTKLPP Yogyakarta dimasa yang akan datang. A. CAPAIAN KINERJA ORGANISASI Pengukuran
kinerja
adalah
kegiatan
manajemen
khususnya
membandingkan tingkat kinerja yang dicapai dengan standar, rencana atau target melalui indikator kinerja yang telah ditetapkan. Pengukuran kinerja ini diperlukan untuk mengetahui sampai sejauh mana realisasi atau capaian kinerja yang dilakukan oleh BBTKLPP Yogyakarta dalam kurun waktu bulan Januari – Desember 2014. Tahun 2014 merupakan tahun kelima pelaksanaan dari Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2010–2014 yang menjadi acuan dalam penyusunan RAP Ditjen PP dan PL maupun RAK BBTKLPP Yogyakarta. Adapun pengukuran kinerja yang dilakukan adalah dengan membandingkan realisasi capaian dengan rencana tingkat capaian (target)
pada
setiap
indikator
sehingga
diperoleh
gambaran
tingkat
keberhasilan pencapaian masing-masing indikator. Berdasarkan pengukuran kinerja tersebut diperoleh informasi menyangkut masing-masing indikator sehingga dapat ditindaklanjuti dalam perencanaan program/kegiatan di masa yang akan datang agar setiap program/ kegiatan yang direncanakan dapat lebih berhasil guna dan berdaya guna. Selain untuk mendapat informasi mengenai masing-masing indikator, pengukuran kinerja ini juga dimaksudkan untuk mengetahui kinerja BBTKLPP Yogyakarta tahun 2014. Manfaat pengukuran kinerja antara lain untuk Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
16
memberikan gambaran kepada pihak-pihak internal dan eksternal tentang pelaksanaan misi organisasi dalam rangka mewujudkan tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan dalam dokumen Rencana Aksi Kegiatandan Perjanjian Kinerja. Sasaran merupakan hasil yang akan dicapai secara nyata oleh BBTKLPP Yogyakarta dalam rumusan yang lebih spesifik, terukur dalam kurun waktu 1 (satu) tahun. Dalam ranga mencapai sasaran, perlu ditinjau indikatorindikator BBTKLPP Yogyakarta yang telah ditetapkan. Target dan realisasi Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014 dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:
Tabel 2. Target dan Realisasi Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
Sasaran Strategis
Indikator Kinerja
a. Persentase KLB yang direspon < 24 jam (85%) Tercapainya peningkatan kinerja surveilans b. Persentase epidemiologi yang kemampuan diindikasikan melalui pengamatan faktor kemampuan respon KLB, risiko penyakit pengamatan faktor risiko potensial wabah, penyakit, dan kemampuan penyakit menular/tidak jejaring dan advokasi SKD, menular pada Pemantauan Wilayah kabupaten/kota Setempat (PWS), dan c. Persentase cakupan penanggulangan KLB serta jejaring kerja dan kejadian dalam situasi matra kemitraan surveilans epidemiologi di wilayah kerja a. Jumlah kawasan kajian Tercapainya peningkatan dan evaluasi dampak kinerja Analisis Dampak kesehatan lingkungan Kesehatan Lingkungan
Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
Tahun 2014 Target 85
Realisasi 120
70
100
90
100
50
50
17
(ADKL) yang diindikasikan melalui peningkatan kajian dan evaluasi dampak kesehatan lingkungan, kemampuan kajian dan evaluasi pengendalian penyakit dan faktor risiko, serta kajian adaptasi perubahan iklim dan dampaknya terhadap kesehatan Tersedianya akses masyarakat dalam pemanfaatan kemampuan uji laboratorium dan kalibrasi dengan pengembangan kemampuan teknologi pengujian, kendali mutu dan kalibrasi serta pengembangan teknologi tepat guna, dan meningkatnya dukungan kinerja pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan
Terselenggaranya dukungan administrasi dan manajemen dalam pengelolaan manajemen SDM, keuangan dan barang milik negara serta penyelenggaraan pelatihan teknis untuk tenaga fungsional dan pemeliharaan sarana maupun prasarana
Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
b. Persentase peningkatan kajian dan evaluasi pengendalian penyakit dan faktor risikonya
70
100
a. Persentase peningkatan kemampuan uji laboratorium penyakit potensial wabah, penyakit menular/tidak menular b. Persentase peningkatan kemampuan uji kendali mutu dan kalibrasi c. Jumlah jenis rancang bangun model dan teknologi tepat guna pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan a. Persentase kelengkapan dokumen perencanaan/laporan/ pengelolaan keuangan/kepegawaia n/BMN b. Persentase ketepatan waktu pengiriman laporan pengelolaan keuangan/kepegawaia n/BMN c. Jumlah penyelenggaraan pelatihan teknis Bidang PP dan PL
85
85
85
85
25
27
100
100
95
100
8
9
18
B. EVALUASI DAN ANALISIS CAPAIAN KINERJA TAHUN 2014 Evaluasi dan analisis capaian kinerja tahun 2014 dilakukan terhadap masing-masing indikator pada sasaran strategis sebagai berikut: 1. Peningkatan kinerja surveilans epidemiologi Peningkatan
kinerja
Surveilans
Epidemiologi
diindikasikan
melalui
kemampuan respon KLB, pengamatan faktor risiko penyakit, kemampuan jejaring dan advokasi SKD, Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) dan penanggulangan KLB serta kejadian dalam situasi matra, dengan indikator kinerja: Tabel 3 Indikator Kinerja Peningkatan Kinerja Surveilans Epidemiologi BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
Sasaran Strategis
Indikator Kinerja
Tercapainya peningkatan kinerja surveilans epidemiologi yang diindikasikan melalui kemampuan respon KLB, pengamatan faktor risiko penyakit, dan kemampuan jejaring dan advokasi SKD, Pemantauan Wilayah Setempat (PWS), dan penanggulangan KLB serta kejadian dalam situasi matra
a. Persentase KLB yang direspon < 24 jam b. Persentase kemampuan pengamatan faktor risiko penyakit potensial wabah, penyakit menular/tidak menular pada kabupaten/kota c. Persentase cakupan jejaring kerja dan kemitraan surveilans epidemiologi di wilayah kerja
Target
Realisasi (%)
Capaian (%)
85
120
141,2
70
100
142,9
90
100
111,1
Analisis atas capaian kinerja sasaran dikaitkan dengan indikator kinerjanya dapat diuraikan sebagai berikut: Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
19
Sasasaran 1
Tercapainya peningkatan kinerja surveilans epidemiologi yang diindikasikan melalui kemampuan respon KLB, pengamatan faktor risiko penyakit, dan kemampuan jejaring dan advokasi SKD, Pemantauan Wilayah Setempat (PWS), dan penanggulangan KLB serta kejadian dalam situasi matra
Sasaran ini diukur dengan tiga indikator kinerja, yang terdiri atas: Tabel 4. Capaian Indikator Kinerja Persentase KLB yang direspon < 24 jam BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2010-2014
Indikator Kinerja
Capaian tahun 2014 Reali Target sasi
Satuan
Persentase KLB yang direspon < 24 jam
Kali
85
120
Prosentase Capaian Tahun 2014
2013
2012
2011
2010
141,2
120
88,9
166.7
166.7
Target kegiatan KLB yang direspon < 24 jam pada tahun 2014 sebesar 20 kejadian dan sampai dengan akhir tahun terealisasi sebanyak 24 kejadian (120%), sementara target Persentase KLB yang direspon < 24 jam pada tahun 2014 sebesar 85% yang terdiri atas kegiatan Penguatan Sistem Kewaspadaan Dini serta Investigasi dan Penanggulangan KLB yang berarti capaian kinerja sebesar 141,2%, sehingga melebihi 56,2% dari target yang ditetapkan. Capaian ini apabila dibandingkan dengan tahun 2013 mengalami peningkatan sebesar 21,2%. Kebijakan dan upaya yang dilaksanakan untuk memenuhi capaian indikator ini dengan melaksanakan kegiatan sebagai berikut : a. Penanggulangan bencana banjir di Kabupaten Pekalongan, Jawa
Tengah Pendahuluan: Banjir di Pekalongan terjadi mulai tgl.13-14 Januari 2014, tetapi masih merupakan banjir ROB sehingga warga merasa belum perlu mengungsi.
Karena
hujan
terus
mengguyur,
pada
hari
Jum’at
(17/01/2014) kondisi banjir terus meluas dengan ketinggian air bervariasi sehingga
terjadi
Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
pengungsian.
Untuk
itu
BBTKLPP
Yogyakarta 20
melakukan komunikasi dengan Dinas Kesehatan setempat untuk mengetahui adanya permasalahan kesehatan di lokasi banjir dan pengungsian. Pelaksanaan kegiatan: Dilakukan komunikasi via telepon dengan Dinas Kesehatan Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah untuk memperoleh data dan informasi mengenai permasalahan kesehatan yang dihadapi masyarakat di lokasi bencana dan pengungsian. Pengiriman dan pemberian bantuan logistik untuk pengolahan air kepada Dinas Kesehatan setempat tanggal 21 Januari 2014. Hasil:
Hasil
komunikasi
dengan
Dinas
Kesehatan
Kabupaten
Pekalongan diketahui wilayah yang terkena banjir mencakup 5 Kecamatan
yaitu
Kecamatan
Tirto,
Kecamatan
Wonokerto,
KecamatanWiradesa, Kecamatan Sewalan, dan Kecamatan Sragi. Kecamatan dengan proporsi wilayah paling besar terkena dampak banjir yaitu Kecamatan Wonokerto. Ada 6 pos pengungsian yang dibentuk BPBD Kabupaten Pekalongan. Kebutuhan air bersih di pengungsian dipenuhi dari PDAM yang kadang-kadang suplainya terhambat karena kondisi jalan yang banjir. Sebagian besar pengungsi yang memanfaatkan sarana pelayanan kesehatan diagnosa dermatitis, myalgia, dan common cold. Kasus diare juga sudah mulai muncul tetapi jumlahnya tidak besar. Permasalahan yang muncul adalah adanya gangguan pada kualitas air bersih. Untuk itu telah diserahkan bantuan logistik yaitu; Tawas (50kg), Kaporit 60%(3 kaleng @ 15 kg), Polibag vol 50 l (50 lembar), Lisol (50 liter), Gayung mandi (25 buah) kepada Dinas Kesehatan setempat. b. Penanggulangan bencana banjir di Kabupaten Pati, Jawa Tengah
Pendahuluan: Curah hujan yang tinggi membuat Sungai meluap dan menyebabkan Banjir sejak Sabtu tanggal 18 Januari 2014 di 29 desa yang tersebar di 8 kecamatan di Kabupaten Pati. Tanggal 23 Januari 2014 banjir semakin meluas dengan jumlah desa yang terkena banjir meningkat menjadi 108 Desa dari 18 Kecamatan. Sampai dengan tanggal 27 Januari dilaporkan banjir masih menggenangi puluhan desa di Kabupaten Pati. Untuk itu BBTKLPP Yogyakarta melakukan komunikasi dengan
Dinas
Kesehatan
setempat
untuk
mengetahui
adanya
permasalahan kesehatan di lokasi banjir dan pengungsian. Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
21
Pelaksanaan kegiatan: Dilakukan komunikasi via telepon dengan Dinas Kesehatan Kabupaten Pati untuk memperoleh data dan informasi mengenai permasalahan kesehatan yang dihadapi masyarakat di lokasi bencana dan pengungsian. Pengiriman dan pemberian bantuan logistik untuk pengolahan air kepada Dinas Kesehatan setempat tanggal 23 Januari 2014. Hasil: Hasil komunikasi dengan Dinas Kesehatan Kabupaten Pati diketahui lokasi banjir terparah di Desa Banjarsari kecamatan Gabus. Ketinggian air bervariasi antara 50-100 cm Jumlah KK beresiko terdampak sebanyak 7.350 KK, jumlah KK yang mengungsi sebanyak 700 KK, tempat pengungsian mereka di sekitar rumah yang tidak terkena banjir (dataran tinggi) beserta ternak mereka. Dari hasil pantauan yang dilakukan DKK setempat dilaporkan bahwa penyakit yang diderita oleh masyarakat yang terkena banjir didominasi oleh penyakit gatal-gatal. Permasalahan kesehatan yang dihadapi adalah turunnya kualitas air di daerah banjir. Untuk itu pada tanggal 23 Januari 2014 Tim dari BBTKLPP Yogyakarta menyerahkan bantuan ke DKK Pati sebagai berikut: Ember (30 liter) sejumlah 7 Buah, Tawas sejumlah 5 Kg, PAC sejumlah 2 Kg, Gayung sejumlah 5 buah, Lisol sejumlah 12 liter, Kaporit sejumlah 3 Kg, Kapur sejumlah 3 kg, PAK sejumlah 5 dus, Poly bag sejumlah 30 buah. Selain itu tim BBTKLPP juga melakukan pelatihan singkat dan praktis mengenai pengolahan air dengan menggunakan teknologi sederhana dilapangan yang diikuti oleh Kasie PL, petugas sanitarian, petugas lain yang sedang piket serta masayarakat pengungsi c. Penanggulangan bencana banjir di Kabupaten Jepara, Jawa Tengah
Pendahuluan:
Intensitas
curah
hujan
yang
tinggi
dan
naiknya
permukaan air laut menyebabkan banjir di Kabupaten Jepara. Air memasuki rumah warga mulai hari sabtu (18/01/2014) dan semakin tinggi dengan ketinggian mencapai satu meter pada hari Senin (20/01/2014). Pelaksanaan kegiatan: Kunjungan ke lokasi banjir dan pengungsian untuk mengidentifikasi permasalahan kesehatan yang terjadi dan pemberian bantuan logistik untuk pengolahan air kepada Dinas Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
22
Kesehatan setempat. Kegiatan dilaksanakan pada tanggal 24-25 Januari 2014. Hasil: Hasil koordinasi dengan Dinas Kesehatan setempat diketahui Kecamatan yang terkena banjir yaitu Kecamatan Welahan (5 desa), Kecamatan Kalinyamatan (2 desa), Kecamatan Pecangaan (3 desa), Kecamatan Tahunan (5 desa), Kecamatan Kota Jepara (4 kelurahan), dan Kecamatan Donorejo (3 desa). Penyakit yang banyak diderita masyarakat
korban
banjir
yaitu
gatal-gatal.
observasi
ke
pos
pengungsian yang ada di Kecamatan Welahan menunjukkan sarana MCK jumlahnya kurang mencukupi dan sumber air bersih diperoleh dari dropping air bersih yang dilakukan PDAM setempat. Pengungsian dalam skala kecil tersebar di seluruh kecamatan yang terkena banjir. Pada kesempatan tersebut dilakukan pemberian bantuan logistic kepada Dinas Kesehatan setempat meliputi: Ember (30 liter) sejumlah 7 Buah, Tawas sejumlah 5 Kg, PAC sejumlah 2 Kg, Gayung sejumlah 5 buah, Lisol sejumlah 12 liter, Kaporit sejumlah 3 Kg, Kapur sejumlah 3 kg, PAK dejumlah 5 dus, Poly bag sejumlah 20 buah. Pada kesempatan tersebut tim melakukan bimbingan teknis pengolahan
air di Pos Kecamatan
Welahan yang diikuti oleh Kasie PL, Kepala Puskesmas Sowan, petugas sanitarian Puskesmas, Petugas PMI,SAR, tokoh masyarakat setempat, Kemandan Koramil sebagian warga yang mengungsi di dapur umum. d. Konfirmasi Laboratorium KLB keracunan makanan dari Dinas Kesehatan
Kabupaten Kebumen Pendahuluan: Pada tanggal 27 Januari 2014 8 orang warga RT04/03 desa Giritirto Kecamatan Karanggayam diduga keracunan makanan berupa udang yang goreng dan di masak kuah. Kemudian Tim KLB Dinas Kesehatan Kabupaten Kebumen dan Puskesmas Karanggayam II melaksanakan Penyelidikan epidemiologi dan ditemukan ada 10 orang yang mengkonsusmsi udang tersebut, dari 10 orang 8 orang dinyatakan sakit, 2 orang sehat dan 3 orang di rujuk ke Puskesmas Karangsambung. Selanjutnya dilakukan pengambilan sampel berupa muntahan penderita sedangkan sisa makanan sudah tidak diperoleh selanjutnya dikirim ke BBTKLPP Yogyakarta untuk dilakukan pengujian. Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
23
Pelaksanaan kegiatan: Untuk mengetahui etiologi penyakit dilakukan pemeriksaan laboratorium terhadap sampel muntahan penderita untuk menentukan agent penyebab KLB. Pemeriksaan laboratorium ini dilakukan oleh BBTKL-PP Yogyakarta. Hasil: Hasil pengujian menunjukkan adanya kandungan CN sebesar 0,255 mg/l dan K sebesar 32 mg/l pada sampel muntahan. Untuk pestisida tidak ditemukan (negatif) dalam sampel muntahan korban keracunan makanan. e. Penanggulangan KLB Bencana banjir di Kabupaten Pekalongan, Jawa
Tengah Pendahuluan: Banjir yang melanda pekalongan di pertengahan Januari 2014 sempat diberitakan mulai surut pada tanggal 22 Januari 2014, dan jumlah pengungsi juga mulai berkurang. Namun hujan deras yang mengguyur pada akhir Januari 2014 menyebabkan banjir kembali melanda pekalongan dan tanggal tanggal 3 Februari 2014 banjir dilaporkan meluas ke 10 kecamatan yaitu Kecamatan Kajen, Kesesi, Kedungwuni, Buaran, Bojong, Tirto, Wiradesa, Siwalan, Sragi, dan Wonokerto. Desa yang terendam air paling tinggi ada di Kecamatan Sragi
dan
Bojong.
Karena
itu
BBTKLPP
Yogyakarta
kembali
mengirimkan tim ke Pekalongan pada tanggal 3-5 Februari 2014. Pelaksanaan kegiatan: Kunjungan ke lokasi banjir dan pengungsian untuk mengidentifikasi permasalahan kesehatan yang terjadi dan pemberian bantuan logistik untuk pengolahan air kepada Dinas Kesehatan setempat. Kegiatan dilaksanakan tanggal 3-5 Februari 2014. Hasil: Pengumpulan data di lapangan diperoleh informasi dari posko induk (Gudang rokok Sukun) jumlah pengungsi saat itu sebanyak 9.492 pengungsi yang tersebar di 11 titik pengungsian. Suplai air bersih di pengungsian berasal dari PDAM. Pada kunjungan kedua ini, tim BBTKLPP Yogyakarta kembali memberi bantuan logistik sbb: Penjernih Air Cepat (20 box @ 10 sachet), Oralit (6 dos @ 100 sachet), Zink Dispersibel (6 dos @ 10 strip), Polybag hitam Vol 50 L ( 150 LEMBAR), Karbol (12 LITER). Selain itu Tim BBTKLPP Yogyakarta juga memberi bimbingan teknis mengenai penjernihan air dan praktek penyemprotan desinfectant untuk membunuh bakteri pasca banjir. Bimbingan teknis Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
24
dilakukan di pusk. Wiradesa dengan peserta petugas HS dari 7 puskesmas yang terkena banjir, petugas Dinas Kesehatan Kabupaten Pekalongan, pramuka, mahasiswa Stikes Muh, BNPB, BPBD, anggota TNI & Polri. f.
Investigasi dan penanggulangan KLB Erupsi Gunung Kelud Pendahuluan: Gunung Kelud meletus tanggal 13 Februari 2014. Tercatat paling tidak ada empat kali letusan dengan letusan paling besar terjadi pukul 23.29 WIB. Letusan Gunung Kelud menyebabkan hujan abu yang
menyelimuti
hampir
seluruh
wilayah
di
Yogyakarta
dan
menyebabkan Jarak pandang berkurang menjadi sekitar 2-6m. Sebagai respon cepat menghadapi situasi yang ada BBTKLPP Yogyakarta melakukan
beberapa
kegiatan
penanggulangan
dan
pemantauan
kualitas lingkungan. Pelaksanaan kegiatan: Dilakukan pembagian masker sejumlah 120 box (@50
pcs).
Distribusi
masker
melalui
instansi
daerah
yang
membutuhkan, organisasi masyarakat dan langsung ke masyarakat di sekitar kantor BBTKLPP Yogyakarta. Selain itu BBTKLPP Yogyakarta juga melakukan pemantauan kualitas lingkungan. Media lingkungan yang dipantau yaitu udara ambien, air tanah dan abu gunung kelud. Pemantauan dilakukan tanggal 14, 17, 19 dan 21 Maret atau sampai kadar bahan pencemar di lingkungan telah memenuhi baku mutu. Hasil: Konsentrasi gas NO2, SO2, O3, Suhu dan Kelembaban udara masih memenuhi BMUA berdasarkan SK Gub DIY nomor 153 tahun 2002. Kadar TSP di tiga titik pantau (barat, timur, dan utara) menunjukkan kecenderungan yang sama yaitu adanya peningkatan yang cukup tajam pada tanggal 15 februari 2014 dibandingkan kadar TSP pada tanggal 14 Februari 2014 dan terus menurun sampai dengan tanggal 24 Februari 2014. Kadar TSP terukur tertinggi mencapai 10.4503,63 µg/m3 hasil pengukuran tanggal 15 Februari dan kadar TSP terukur terendah yaitu 158,55 µg/m3hasil pengukuran tanggal 24 Februari 2014. Hasil pengujian abu vulkanik menunjukkan kandungan Selenium abu vulkanik Gunung Kelud melebih baku mutu berdasarkan PP RI No 18 Th 1999 Jo No 85. Kualitas air tanah secara fisik mengalami peningkatan nilai kekeruhan pada pengukuran ke-2 (17 Februari). Secara Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
25
kimiawi semua sampel yang diperiksa tidak memenuhi syarat kimia khususnya parameter pH, sedangkan parameter kimia lain semuanya masih memenuhi persyaratan. Hanya terdapat beberapa parameter yang perlu mendapat perhatian karena terjadi peningkatan pada pengukuran ke-2 yaitu: parameter Fluorida (F), Seng (Zn), dan Silica (Si). g. Penanggulangan Bencana banjir di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah
Pendahuluan: Telah terjadi banjir di Kabupaten Klaten pada hari Sabtu tanggal 22 Februari 2014 Pukul 17.15 WIB yang disebabkan jebolnya tanggul sungai Slenggerengan dan sungai Dengkeng. Banjir melanda 5 Kecamatan yaitu: Gantiwarno, Wedi, Bayat, Paseban, Trucuk, dan Cawas dan terjadi pengungsian di 2 kecamatan yaitu: Kecamatan Wedi sebanyak 2 titik pos pengungsian dan Kecamatan Gantiwarno terdapat 1 titik pos pengungsian. Berdasarkan hal tersebut dan sesuai dengan Permenkes
RI.
No.
2349/Menkes/Per/XI/2011
maka
BBTKLPP
Yogyakarta mengirim tim ke lapangan untuk melakukan kegiatan Penanganan Banjir di Kabupaten Klaten pada tanggal 24 dan 25 Februari
2014. Dengan tujuan untuk memperoleh informasi tentang
permasalahan kesehatan yang muncul dan melakukan penanggulangan masalaha kesehatan. Pelaksanaan kegiatan: Tim datang ke Kabupaten Klaten tanggal 24 dan 25 Februari 2014. Tim datang dengan membawa logistik untuk pengolahan air dan sekaligus memberikan bimbingan teknis untuk pengolahan air. Selain itu dilakukan pengambilan sampel air yang ada di dua pos pengungsingan (Dsn. Muker lor dan Dsn. Balong Kragilan) dan dua rumah warga (Dsn. Muker kidul dan Dsn. Balong Kulon) untuk mengetahui kualitas air. Hasil: Logistik yang diserahkan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Klaten berupa: Kaporit 60 % (1 pail/15 kg), PAC (6 Kg), Kapur Tohor (6 Kg), PAK vol 50 liter (5 dus), PAK Vol 100 liter (5 dus), Chlor diffuser (2 buah), Polybag vol 50 liter (50 lembar). Berdasarkan hasil pengamatan dilapangan tentang kondisi air bersih yang ada di pos pengungsi dan pemukiman warga, maka Tim BBTKLPP Yogyakarta melakukan bimbingan teknik penjernihan air untuk memenuhi kebutuhan air bersih yang memenuhi syarat kualitas air bersih. Bimbingan teknik diikuti oleh Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
26
petugas Dinas Kesehatan Kabupaten Klaten, petugas sanitarian pusk Wedi dan pusk Gantiwarno, petugas BPBD dan warga masyarakat. Dari empat sampel air yang diperiksa tiga diantaranya mengandung bakteri Coliform. h. Investigasi
dan Penanggulangan KLB Hepatitis A di Kabupaten
Magelang Pendahuluan: Telah terjadi KLB yang diduga HepA di Ponpes Modern Gontor 6, Gadingsari, Mangunsari, Sawangan, Magelang. Dinas Kesehatan
Kabupaten
Magelang
memohon
bantuan
BBTKLPP
Yogyakarta melalui surat nomor 440/289/21/2014 tertanggal 17 Februari 2014 untuk melakukan fasilitasi penanggulangan KLB Hepatitis A di Pondok Modern Gontor 6 tersebut. Untuk itu tim BBTKLPP Yogyakarat mengunjungi lokasi KLB untuk memastikan apakah benar telah terjadi KLB Hepatitis A. Pelaksanaan
kegiatan:
Tim
BBTKLPP
Yogyakarta
melakukan
pengumpulan data dan wawancara terhadap penderita, pengolah dan penyaji makanan serta pengurus balai kesehatan pondok untuk mengetahui kronologis kejadian. Selain itu dilakukan pengambilan sampel serum darah untuk penegakan diagnosa HepA sejumlah 17 sampel terdiri dari 4 penderita, 7 penyaji makanan dan 6 pengolah makanan. Hasil: Jumlah penderita yang dilaporkan sakit sejumlah 103 orang, sebagian besar pulang ke asalnya dan hanya tersisa 5 penderita yang masih ada di pondok. Perilaku santri berisiko besar dalam transmisi penyakit HepA seperti minum air mentah, tidak mencuci tangan dengan sabun dan menggunakan peralatan makan secara bersama-sama. Pengujian 17 sampel serum darah menunjukkan hasil negatif HepA sehingga penetapan KLB HepA belum bisa dilakukan. Sebagai langkah antisipasi dilakukan desinfeksi terhadap air bersih dan peralatan makan yang digunakan di pondok. Selain itu bantuan berupa chlorine diffuser 4 unit dan Chlorine 60% 2 Kg telah diserahkan kepada pengurus pondok dan bimbingan teknis terhadap pengurus pondok mengenai desinfeksi peralatan makan dengan menggunakan kaporit. Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
27
i.
Investigasi dan penanggulangan KLB Leptospirosis di Kabupaten Demak, Jawa Tengah Pendahuluan: Berdasarkan pemberitahuan dari Dinas Kesehatan Kabupaten Demak pada tanggal 17 Februari 2014 dengan nomor surat 440/176 mengenai permohonan bantuan fasilitasi KLB Leptospirosis di Kabupaten Demak, bahwa terjadi KLB Leptopsirosis dengan jumlah kasus 16 orang dan 4 orang diantaranya meninggal dunia. Untuk itu Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit Yogyakarta
(BBTKLPP
Yogyakarta)
melakukan
investigasi
dan
penanggulangan KLB Leptospirosis untuk memastikan terjadinya KLB Leptospirosis di Kabupaten Demak. Pelaksanaan kegiatan: Kegiatan dilaksanakan tanggal 25-26 Februari 2014 di Kecamatan dengan kasus Leptospirosis terbanyak yaitu Kecamatan Demak. Kegiatan yang dilakukan adalah wawancara dengan kasus/keluarga, Pemeriksaan Population at risk menggunakan RDT dengan kriteria adanya riwayat kontak dan gejala klinis untuk mengetahui adanya kasus baru, pengamatan kondisi lingkungan di sekitar rumah kasus, Pengambilan sampel lingkungan untuk memastikan keberadaan bakteri leptospira di lingkungan sekitar rumah kasus Hasil: Kasus Leptospirosis di Kecamatan Demak sampai dengan tanggal 12 Februari 2014 sebanyak 8 orang satu diantaranya meninggal dunia dan tersebar di 6 desa yaitu Desa Singorejo, Mangunjiwan, Bolo, Nanggulan, Betokan dan Karanrejo. Jenis kelamin kasus sebagian besar laki-laki (87%) dan masih masuk dalam usia produktif yaitu antara 25-55 tahun. Pekerjaan kasus yaitu pedagang di pasar dan petani masingmasing 2 orang (25%), pembuat jok motor 1 org, Pedagang swikee 1 orang, pedagang rosok 1 org dan Guru 1 org. Hasil pemeriksaan RDT terhadap kasus yang dilakukan oleh RS maupun Dinas Kesehatan setempat menunjukkan hasil positif leptospirosis. Hasil pemeriksaan population at risk menunjukkan dari 50 orang 5 diantaranya positif leptospirosis. Hasil pengambilan sampel lingkungan yang berupa tanah dan air di 15 titik (15 sampel) dari 4 lokasi rumah kasus menunjukkan 2 sampel air yang diambil di 2 lokasi rumah kasus positif bakteri leptospira. Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
28
j.
Pelaksanaan kegiatan Investigasi dan Penanggulangan KLB erupsi Gunung Merapi di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah Pendahuluan: Gunung Merapi diberitakan mengeluarkan hembusan pada hari Kamis Siang tanggal 27 Maret 2014. Dampak hembusan Merapi mengarah ke selatan dan timur yaitu Kabupaten Klaten dan Sleman. Dampak hembusan Gunung Merapi di Kabupaten Klaten terjadi di 3 desa yang paling berdekatan dengan Gunung Merapi yaitu Desa Balerante dan Desa Panggang Kecamatan Kemalang serta Ds.Kranggan KecamatanManisrenggo. Untuk itu BBTKLPP Yogyakarta menurunkan Tim ke Kabupaten Klaten dengan tujuan mengetahui kualitas lingkungan pasca hembusan Gunung Merapi serta melakukan penanggulangan dampak. Pelaksanaan kegiatan: Tim BBTKLPP Yogyakarta turun ke Kabupaten Klaten tanggal 27 Maret 2014 dan menyerahkan bantuan masker yang diterima oleh Kepala Desa Balerante di posko 2 di Banjarrejo sebanyak 500 lembar. Selanjutnya tim BBTKLPP Yogyakarta juga melakukan pemantauan kualitas lingkungan yaitu pengambilan sampel debu dan udara di tiga titik pengambilan sampel udara yang terkena dampak hembusan
merapi yaitu
di
Dsn.
Sambungrejo,
Desa
Balerante
Kecamatan Kemalang, Dsn.Banjarrejo, Desa Panggang, Kecamatan Kemalang, Dsn.Kranggan, Ds.Kranggan Kecamatan Manisrenggo Hasil: Hasil pengujian sampel udara menunjukkan menunjukkan kadar enam bahan pencemar udara yaitu SO2, CO, NO2, O3, NH3 dan H2S di tiga titik pengambilan sampel udara masih memenuhi Baku mutu berdasarkan Kep.Gub.Jateng No: 8Th.2001 dan Kep.Men.LH Nomor 50/MenLH/1996.
Sedangkan
untuk
parameter
TSP
tidak
bisa
dibandingkan dengan baku mutu karena waktu pengukuran hanya satu jam kurang dari yang dipersyaratkan yaitu 24 jam. Kadar Debu terukur yang berkisar antara 88,93-288,62 µg/m3 tidak memperlihatkan adanya kecenderungan peningkatan atau penurunan berdasarkan jarak titik pengambilan sampel dari puncak Merapi. Hasil pengujian menunjukkan unsur dominan abu vulkanik yang berasal dari Kabupaten Klaten adalah Tembaga (CU). Karakteristik abu vulkanik tidak memenuhi baku mutu limbah B3 berdasarkan PP RI No 18 Th 1999 Jo No 85 karena Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
29
konsentrasi Tembaga terukur yaitu 0,3113 mg/l melebihi baku mutu yang ada yaitu 0,19 mg/l. Hal ini mengindikasikan abu vulkanik bersifat toksik. k. Pelaksanaan kegiatan Investigasi dan Penanggulangan KLB erupsi
Gunung Merapi di Kabupaten Sleman, DIY Pendahuluan: Gunung Merapi diberitakan mengeluarkan hembusan pada hari Kamis Siang tanggal 27 Maret 2014. Dampak hembusan Merapi mengarah ke selatan dan timur yaitu Kabupaten Klaten dan Sleman. Hembusan Merapi sempat membuat panik warga Desa Glagahharjo Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman sehingga warga mengungsi ke Balai Desa Glagah harjo selama kurang dari 1 jam. Untuk itu BBTKLPP Yogyakarta menurunkan Tim ke Kabupaten Sleman dengan tujuan mengetahui kualitas lingkungan pasca hembusan Gunung Merapi serta melakukan penanggulangan dampak. Pelaksanaan kegiatan: Tim BBTKLPP Yogyakarta turun ke Kabupaten Sleman tanggal 27 Maret 2014 dan menyerahkan bantuan masker diterima oleh petugas paramedis puskesmas Cangkringan (Suhartono) sebanyak 500 lembar. Selanjutnya tim BBTKLPP Yogyakarta juga melakukan pemantauan kualitas lingkungan yaitu pengambilan sampel debu dan udara di tiga titik pengambilan yaitu Dsn.Kalitengah Kidul, Ds. Glagah harjo Kecamatan Cangkringan, Pustu Cangkringan yang berlokasi di Dsn.Singklar Desa Glagah harjo dan Pos pengungsian Balai Desa Glagah harjo, Dsn.Banjarsari Hasil: Hasil pengujian sampel udara menunjukkan kadar enam bahan pencemar udara yaitu SO2, CO, NO2, O3, NH3 dan H2S di tiga titik pengambilan sampel udara masih memenuhi Baku mutu berdasarkan KepGub DIY Nomor 153 tahun 2002 dan KepGub DIY Nomor 176 tahun 2003. Sedangkan untuk parameter TSP tidak bisa dibandingkan dengan baku mutu karena waktu pengukuran hanya satu jam kurang dari yang dipersyaratkan yaitu 24 jam. Kadar Debu terukur yang berkisar antara 97,16-127,06 µg/m3 tidak memperlihatkan adanya kecenderungan peningkatan atau penurunan berdasarkan jarak titik pengambilan sampel dari puncak Merapi. Hasil pengujian menunjukkan unsur dominan abu vulkanik yang berasal dari Kabupaten Sleman adalah Tembaga (CU). Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
30
Karakteristik abu vulkanik memenuhi baku mutu limbah B3 berdasarkan PP RI No 18 Th 1999 Jo No 85. l.
Pelaksanaan kegiatan Investigasi dan Penanggulangan dugaan KLB Leptospirosis di Kabupaten Pati, Jawa Tengah Pendahuluan: Berdasarkan informasi dari Dinas Kesehatan Kabupaten Pati bahwa terjadi KLB Leptopsirosis dengan jumlah kasus 31 orang dan 4 orang diantaranya meninggal dunia. Sesuai surat permohonan fasilitasi dari Kabupaten Pati tertanggal 25 Februari 2014 dengan nomor surat 443/339/2014,
Balai
Besar
Teknik
Kesehatan
Lingkungan
dan
Pengendalian Penyakit (BBTKLPP) Yogyakarta mengirimkan tim ke lapangan untuk memberikan fasilitasi. Pelaksanaan kegiatan: Tim melakukan investigasi kasus leptospirosis di Kecamatan Trangkil Kabupaten Pati karena di Kecamatan Trangkil dilaporkan ada 5 kasus sejak awal Januari 2014 s.d. Maret 2014. Sebelumnya belum pernah dilaporkan adanya kasus Leptospira di Kecamatan Trangkil. Berdasarkan hal tersebut maka dipastikan telah terjadi KLB leptospirosis di Kecamatan Trangkil. Tim melakukan investigasi pada tanggal 4-5 Maret 2014. Yaitu dengan melakukan wawncara dengan penderita/keluarga, pencarian kasus baru dan pengambilan sampel lingkungan. Hasil: Hasil pengambilan sampel lingkungan berupa 3 sampel tanah dan 2 sampel air (genangan air) menunjukkan satu sampel positif leptospira yaitu sampel air diambil dari sekitar rumah kasus positif lepto yang ketiga di Kecamatan Trangkil. Berdasarkan hasil wawancara dan pemeriksaan sampel lingkungan disimpulkan bahwa sumber penularan adalah media lingkungan yang tercemar bakteri leptospira dengan cara penularan melalui bagian tubuh yang terluka seperti kaki atau tangan. Hasil pencarian kasus baru menemukan ada 3 penderita baru leptospirosis yang berasal dari Desa Tegalharjo dan masih satu keluarga dengan dua kasus lepto yang terakhir di kecamatan Trangkil. m. Pelaksanaan kegiatan Investigasi dan Penanggulangan KLB erupsi
Gunung Slamet di Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah Pendahuluan: Pada hari Rabu Tanggal 12 Maret 2014 telah terjadi hujan abu di wilayah Desa Sikapat dan Desa Limpakuwus Kecamatan Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
31
Sumbang
Kabupaten
Banyumas.
Tim
BBTKLPP
Yogyakarta
mengirimkan tim ke lapangan untuk mengetahui dampak erupsi Gunung Slamet di wilayah Kabupaten Banyumas Jawa Tengah. Pelaksanaan
kegiatan:
Tim
BBTKLPP
Yogyakarta
datang
ke
Kabupaten Banyumas tanggal 13-14 Maret 2014 dan melakukan pemantauan kualitas udara dan air di daerah yang terkena dampak erupsi Gunung Slamet yaitu Kecamatan Sumbang dan Kecamatan Baturaden. Selain itu juga dilakukan pengambilan sampel abu vulkanik untuk mengetahui komposisi kimia abu vulkanik. Hasil: Hasil pemantauan kualitas udara menunjukkan kadar enam parameter pencemar udara yaitu (SO, CO, NO2, O3, H2S, dan NH3) di Kecamatan Sumbang dan Baturaden masih memenuhi baku mutu udara ambien berdasarkan SK Gubernur Prov.Jateng Nomor 8 tahun 2001. Sedangkan kadar TSP tidak bisa dibandingkan dengan baku mutu udara karena waktu pengukuran hanya satu jam sedangkan dalam baku mutu waktu pengukuran ditetapkan 24jam, tetapi dengan kadar TSP terukur yaitu 52,71-65,25 µg/m3 bisa dikategorikan normal dibandingkan dengan kadar TSP hasil pemantauan data pasif dari Provinsi Jawa Tengah yang dilakukan BBTKLPP Yogyakarta tahun 2010 yaitu 26,71-207,62 µg/m3. Kualitas air yang diambil dari Kecamatan Baturaden dan Sumbang secara fisik masih memenuhi persyaratan air bersih, tetapi secara kimiawi 50% sampel air mempunyai pH dibawah persyaratan air bersih. Komposisi kimia abu vulkanik dari Gunung Slamet didominasi unsur Zn sampai melebihi baku mutu berdasarkan PP RI Nomor 18 tahun 1999 Jo No 85. Pada kesempatan tersebut BBTKLPP Yogyakarta memberikan bantuan berupa masker ke Kecamatan Sumbang sebanyak 1000 lembar dan Kecamatan Baturaden sebanyak 1000 lembar. n. Pelaksanaan kegiatan Investigasi dan Penanggulangan KLB dugaan
pencemaran lingkungan dari pengolahan limbah pertambangan emas di Kabupaten Kulon Progo, DIY Pendahuluan:
Dinas
kesehatan
kabupaten
Kulon
progo
menginformasikan adanya dugaan pencemaran lingkungan dari tempat pengolahan limbah penambangan emas di Desa Kalirejo Kecamatan Kokap Kabupaten Kulon Progo melalui surat permohonan bantuan Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
32
pemeriksaan lingkungan sekitar penambangan emas tertanggal 13 Maret 2014 nomor surat 658/1391. Pencemaran tersebut menyebabkan ribuan ikan mati dan meresahkan masyarakat terkait keamanan air bersih yang mereka gunakan. Untuk itu BBTKLPP Yogyakarta menurunkan tim untuk melakukan investigasi dan penanggulangan kejadian pencemaran tersebut. Pelaksanaan
kegiatan:
Tim
BBTKLPP
Yogyakarta
datang
ke
Kabupaten Kulon Progo tanggal 14 Maret 2014 untuk melakukan investigasi dan pengambilan sampel lingkungan untuk mengidentifikasi bahan pencemar potensial dan keamanan air bersih yang digunakan penduduk setempat. Hasil: Hasil pengujian sampel lingkungan menunjukkan Kadar sianida pada air limbah dari kolam penampungan pengolahan emas di atas baku mutu dan berpotensi menyebabkan kematian ikan jika masuk ke air badan air, Kadar merkuri air limbah dari kolam penampungan pengolahan emas di atas baku mutu dan berpotensi mencemari air badan air dan biotanya jika masuk ke air badan air, dan Sumur yang berlokasi dipinggir sungai aman untuk dikonsumsi masyarakat memenuhi persyaratan fisika-kimia air bersih sesuai dengan Permenkes 416 tahun 1990. o. Konfirmasi Laboratorium KLB Keracunan makanan di Kabupaten
Boyolali, Jawa Tengah Pendahuluan: Berdasarkan surat yang dikirim oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali tanggal 16 Mei 2014 Nomor 443.3/2132/15/2014, diketahui bahwa telah terjadi keracunan makanan di Desa Jembungan, KecamatanBanyudono, Kabupaten Boyolali. Keracunan makanan dicurigai disebabkan oleh hidangan yang disajikan pada saat hajatan pernikahan salah satu warga Desa Jembungan, Kecamatan Banyudono, Kabupaten Boyolali. Untuk mengetahui agen penyebab dan sumber keracunan pangan tersebut, Dinas Kesehatan Boyolali mengirim sampel sisa makanan dan tinja penderita ke BBTKLPP Yogyakarta tanggal 16 Mei 2014. Hasil: Hasil pengujian sampel yang dilakukan oleh BBTKLPP Yogyakarta menunjukkan sampel makanan yang berupa terik daging dan sup buah Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
33
dan tinja penderita negatif E. Coli, Salmonella dan Shigella. Sedangkan sampel air baku mengandung E. Coli 240 jumlah/100 ml sampel. Sampel makanan diterima BBTKLPP Yogyakarta tanggal 16 Mei 2014 dan diambil dari rumah pemilik hajat tanggal 12 Mei 2014 sedangkan tinja penderita diambil tanggal 14 Mei 2014, sehingga kualitas sampel diragukan. Walaupun berdasarkan informasi dari pengirim sampel bahwa sampel sudah diamankan dengan disimpan di lemari pendingin tetapi waktu pengambilan dan pengujian sampel sudah terpaut cukup lama sehingga kemungkinan banyak kontaminan dalam sampel yang mempengaruhi hasil pengujian sampel. Berdasarkan hasil pengujian tidak diketahui agen penyebab dan sumber keracunan makanan yang terjadi di Desa Jembungan, KecamatanBanyudono, Kabupaten Boyolali pada Bulan Mei 2014. p. Investigasi dan penanggulangan KLB leptospirosis di Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah Pendahuluan: Menurut laporan dari Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali melalui surat bernomor 443/2949/15/2014 tertanggal 30 Juni 2014, telah terjadi peningkatan kasus Leptospirosis di Kabupaten Boyolali pada tahun 2014. Jumlah kasus leptospirosis sampai bulan Juni 2014 telah dilaporkan sebanyak 15 kasus dengan 7 kasus diantaranya meninggal dunia (CFR=46,67 %). Penentuan diagnosis berdasarkan pemeriksaan lab RDT dilakukan oleh rumah sakit yang merawat. Berdasarkan hal tersebut di atas maka tim Surveilans BBTKL-PP Yogyakarta pada tanggal 5 s.d. 7 Juli 2014 melakukan kegiatan Intensifikasi Surveilans Epidemiologi dan SKD KLB Leptospirosis di Kabupaten Boyolali Provinsi Jawa Tengah untuk memperoleh informasi tentang kejadian KLB leptospirosis. Pelaksanaan kegiatan: Penyelidikan dilakukan di 2 Kecamatan dengan kasus terbesar, yaitu Kecamatan Nogosari (8 kasus, dengan 3 kasus meninggal dunia) dan Kecamatan Ngemplak (3 kasus, dengan 2 kasus meninggal dunia). Subyek penyelidikan adalah penderita leptospirosis yang sudah dinyatakan sembuh/berobat jalan di pelayanan kesehatan serta kelompok individu yang dicurigai mempunyai risiko tertular leptospirosis. Penyelidikan dilakukan dengan melakukan pengamatan langsung terhadap faktor risiko Leptospirosis, pencarian kasus baru dan pengambilan sampel lingkungan. Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
34
Hasil: Telah terjadi KLB Leptospirosis (sesuai kriteria kerja KLB) di Kabupaten Boyolali. Kasus menyebar di beberapa kecamatan (konsentrasi di Kecamatan Nogosari dan Ngemplak), dengan kondisi dan perilaku masyarakat sangat potensial untuk terjadinya endemisitas leptospirosis. Sumber penularan “utama” diduga kuat berada disekitar rumah/pemukiman. Hasil pemeriksaan dengan menggunakan RDT menunjukkan 12 dari 15 orang positif leptospirosis. Enam sampel air dan tanah menunjukkan negatif leptospirosis. q. Konfirmasi Laboratorium KLB Diare di Desa Kutawaru Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah Pendahuluan: Disampaikan dari Dinas Kesehatan Cilacap melalui surat permohonan tanggal 14 Agustus 2014 nomor 440/114/15.3 bahwa telah terjadi KLB Diare di Kelurahan Kutawaru Kecamatan Cilacap Tengah. Penderita mengalami gejala muntah, berak encer (diare non spesifik), panas, sakit perut. Sampai dengan tanggal 14 Agustus 2014 jumlah kasus mencapai 87 orang. Kasus terbanyak ada di RW 6 dan RW 7. Kecurigaan mengarah pada adanya pencemaran bakteri pada air yang digunakan dan dikonsumsi masyarakat kelurahan Kutawaru. Oleh karena itu dilakukan pengambilan sampel usap dubur, air bersih (air tanah) dan air minum oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Cilacap. Sampel tersebut dikirim ke BBTKLPP Yogyakarta untuk dilakukan pengujian laboratorium untuk parameter Salmonella, Vibrio, E. Coli dan Shigella. Hasil: Hasil pengujian laboratorium menunjukkan sampel usap dubur positif E. Coli tetapi belum bisa dipastikan apakah E. Coli yang terdeteksi patogen atau non patogen. r. Konfirmasi Laboratorium KLB Keracunan makanan di Desa Menek Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah Pendahuluan: Disampaikan dari Dinas Kesehatan Kabupaten Cilacap melalui surat permohonan tanggal 26 Agustus 2014 nomor 443.3/117/15.3 bahwa telah terjadi KLB Keracunan makanan di Desa Menek Kabupaten Cilcacap pada tanggal 24 Agustus 2014. Jumlah kasus sebanyak 30 orang yang merupakan tamu hajatan yang dilakukan salah seorang warga Desa Menek pada tanggal 23 Agustus 2014 malam. Setelah Untuk itu dilakukan pengambilan sampel makanan hajatan tetapi yang tersisa hanya daging mentah dan daging olahan. Sedangkan sampel klinis dari penderita tidak diperoleh karena sebagian besar Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
35
penderita sudah sembuh dan hanya rawat jalan. Sampel makanan selanjutnya dikirim ke BBTKLPP Yogyakarta untuk dilakukan pengujian laboratorium. Hasil: Hasil pengujian sampel makanan menunjukkan negatif E. Coli, Shigella dan Vibrio tapi ditemukan koloni yang dicurigai koloni Streptococcus, tetapi hasil pengujian menunjukkan negatif streptococcus. s. Konfirmasi Laboratorium KLB Tifoid di Kabupaten Sleman, DIY Pendahuluan: Informasi dari Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman melalui surat nomor 443/5107 tanggal 22 September 2014 bahwa di MIN Tempel telah terdapat 30 siswa yang tidak masuk sekolah yang diduga menderita typhoid. Hasil Penyelidikan Epidemiologi yang dilakukan oleh FETP UGM pada tanggal 25 September 2014 telah tercatat 59 siswa yang dilaporkan sakit dan sebagian besar didiagnosis typoid. Selanjutnya dilakukan pengambilan sampel oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman berupa makanan yang diduga sering dikonsumsi oleh siswa dan Sampel tinja penderita yang selanjutnya dikirim ke BBTKLPP Yogyakarta untuk konfirmasi laboratorium Hasil: Satu contoh uji feses penderira positif bakteri Salmonella thyposa dan Eschericia coli sedangkan Empat contoh uji makanan negatif bakteri Salmonella thyposa dan Eschericia coli t. Konfirmasi laboratorium keracunan susu kedelai di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah Pendahuluan: Disampaikan dari Dinas Kesehatan Cilacap melalui surat permohonan tanggal September 2014 nomor 443.3/125/15.3 bahwa telah terjadi keracunan makanan pada hari Jumat 5 September 2014 di SD Pagubugan. Dari hasil PE yang dilakukan Dinas Kesehatan Cilacap diketahui bahwa korban keracunan mengalami gejala sakit perut, mual, muntah dan sakit kepala setelah sekitar 15’-60’ mengkonsumsi makanan yang dicurigai. makanan yang diduga menjadi penyebab keracunan adalah Susu Kedelai. Untuk itu dilakukan pengambilan sampel susu kedelai yang dicurigai termasuk bahan mentahnya. Sampel tersebut dikirim ke BBTKLPP Yogyakarta untuk dilakukan pengujian laboratorium. Hasil: Hasil Pengujian laboratorium menunjukkan sampel susu kedelai dan bahan mentah tidak mengandung risk agent kimia yang dicurigai yaitu Arsen, Sianida dan Nitrit. Sedangkan secara mikrobiologis susu
Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
36
kedelai dan bahan mentahnya (gula, susu dan kedelai) mengandung Kapang dan Bacillus Cereus. u. Investigasi dan Penanggulangan KLB gas di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah Pendahuluan: Informasi dari Dinas Kesehatan Kabupaten Klaten melalui surat tertanggal 18 September 2014 nomor 443/4187/04/12 bahwa pada tanggal 14 September 2014 warga Desa Tlebukan dan Corocanan yang jumlah penduduknya 304 orang merasa pusing dan mual setelah menghirup gas yang mempunyai aroma seperti gas LPG. Puncaknya sekitar 36 orang dilarikan ke Puskesmas dan Rumah Sakit terdekat. Dari investigasi yang dilakukan tim Dinas Kesehatan Klaten dicurigasi gas beracun tersebut berasal dari proses produksi berupa pembakaran ban bekas oleh PT Sukses Sejahtera Energi (PT SSE). Untuk itu BBTKLPP Yogyakarta mengirimkan tim ke lokasi tanggal 18 September 2014 untuk melakukan pemantauan kualitas udara. Hasil: Kadar Karbon monoksida (CO) dan Hidrokarbon (HC) pada beberapa titik di lingkungan sekitar lokasi industri PT Sukses Sejahtera Energi Solodiran Manisrenggo Klaten melebihi BMUA. Sedangkan pada pengujian sampel darah dari 5 responden 3 diantaranya dinyatakan positif mengandung COHb dalam darahnya jika dibandingkan kadar COHb orang yang tidak tinggal di wilayah tersebut. v. Investigasi dan PenanggulanganKLB Malaria di Kota Yogyakarta, DIY Pendahuluan: Pada bulan Oktober 2014 ditemukan satu orang penderita positif malaria yang berdomisili di Kecamatan Jetis, Kota Yogyakarta. Sebagaimana diketahui di Kota Yogyakarta selama tiga tahun berturut-turut tidak ditemukan adanya kasus indigenous malaria sehingga pada bulan April 2014 Kota Yogyakarta mendapatkan sertifikat eliminasi malaria. Untuk itu Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta bersurat ke BBTKLPP Yogyakarta pada tanggal 10 November 2014 dengan nomor surat 443/7161 memohon bantuan melakukan survei entomologi malaria untuk memastikan keberadaan vektor nyamuk malaria baik larva maupun nyamuk dewasa disekitar lokasi penderita. Investigasi mengenai keberadaan vektor nyamuk baik larva maupun nyamuk dewasa diwilayah tersebut untuk memastikan potensi adanya penularan malaria setempat Metode: Metode Survei yang dilakukan meliputi Survei Larva dengan menggunakan alat cidukan jentik dan survei Nyamuk Dewasa Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
37
menggunakan metode HLC (human landing colection) dan nyamuk hinggap/resting colection (RC). Hasil: Hasil investigasi kegiatan survei larva tidak ditemukan larva nyamuk Anopheles spp tetapi dapat ditemukan dua genera nyamuk lain yaitu Culex spp dan Aedes spp dengan jenis Aedes spp adalah Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Sedangkan tempat perindukan yang ditemukan berjumlah 21 buah yang terdiri dari kubangan air/mata air/mbelik dipinggir sungai Code sebagai tempat pemandian oleh warga, pot tanaman air, kolam, drum, akuarium bekas, ban bekas, guci dan keseran bekas. Hasil survei nyamuk dewasa didapatkan jenis nyamuk Culex sp dan Aedes sp w. Penanggulangan Bencana Longsor di Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah Pendahuluan: Tanah longsor terjadi di Kabupaten Banjarnegara tanggal 12 desember 2014. Longsor menutup seluruh wilayah Dusun Jemblung dan akses jalan yang ada di sekitarnya. Diperkirakan jumlah korban yang tertimbun sebanyak 108 jiwa, hingga saat ini (18.00 wib, 15 Des 2014) sudah ditemukan 55 korban meninggal yang terdiri pada tanggal 14 des ditemukan 39 korban dan pada tanggal 15 des hingga pukul 18.00 ditemukan 16 korban. Terjadi pengungsian warga di beberapa tempat. Untuk itu BBTKLPP Yogyakarta mengirimkan tim ke lapangan untuk melakukan penanggulangan masalah kesehatan di lokasi Bencana Pelaksanaan kegiatan: Tim berangkat ke lokasi bencana pada tanggal 14-16 Desember 2014 dan melakukan kegiatan penanggulangan bencana longsor di Dusun Jemblung Desa Sampang Kecamatan Karangkobar dan bencana banjir di Kecamatan Susukan sebagai berikut: 1) Desinfeksi di beberapa tempat yang berpotensi menyebarkan infeksi 2) Pengendalian vektor 3) Pembuatan larutan kaporit untuk cuci tangan relawan yang menangani korban/jenazah secara langsung 4) Pemberian bantuan logistik yang diperlukan Hasil: Masalah kesehatan yang muncul akibat longsor di Dusun Jemblung diantaranya meningkatnya jumlah lalat dan potensi terjadinya infeksi karena limbah domestik dari pengungsian dan proses evakuasi korban. Untuk itu telah dilakukan desinfeksi di tempat evakuasi korban Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
38
dan di pengungsian. Selain itu untuk menjaga personal hygeine BBTKLPP Yogyakarta juga menyediakan larutan antiseptik bagi relawan yang menangani korban longsor. Masalah kesehatan yang muncul karena banjir di Kecamatan Susukan yaitu air sumur yang keruh dan sampah yang berserakan terbawa banjir. Untuk itu BBTKLPP Yogyakarta telah memberikan bimbingan teknis penjernihan air dan pengendalian lalat sekaligus memberikan bantuan logistik berupa alat dan bahan penjernih air. Logistik yang diserahkan antara lain: Hygiene kit, Ember Vol 20L, Polybag, Serok sampah, gayung, ember kecil, minyak kayu puti, kaporit, tawas, Vitamin B dan C, Kasa hdirofil, betadhine, OBH, Oxide plester, Kapur tohor dan PAK. x. Konfirmasi Laboratorium KLB Hepatitis A di Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah Pendahuluan: Berdasarkan surat permohonan dari Kabupaten banyumas tertanggal 11 Februari 2014 bernomor 443.2/597/2104 mengenai mengenai permohonan pemeriksaan sampel, diketahui adanya peningkatan kasus tersangka Hepatitis A di minggu pertama Februari 2014 yaitu sebanyak 8 siswa dari SDN-3 Sumpiuh dan 3 orang dari Pondok Pesantren Al-Falah. Untuk penegakan diagnosis maka dilakukan pengambilan sampel kasus sebanyak 10 orang dan dikirim ke BBTKLPP Yogyakarta untuk pengujian laboratorium. Hasil: Hasil pengujian laboratorium dengan menggunakan RDT menunjukkan dari 10 sampel yang diperiksa ditemukan 7 sampel (70%) dinyatakan IgM HAV (+) positif Dalam pencapaian indikator kinerja Persentase KLB yang direspon < 24 jam,kendala yang dihadapi adalah : 1) Masih adanya keterlambatan informasi kejadian luar biasa di Kabupaten/Kota ke BBTKLPP Yogyakarta. 2) Metode pengujian sampel klinis KLB masih mengandalkan RDT sehingga hasil masih kurang akurat sebagai penegakan diagnosis. 3) Pada kondisi bencana, medan yang dilalui untuk menuju lokasi bencana sulit. 4) Informasi KLB atau bencana tidak cukup/lengkap sehingga menyulitkan dalam menyusun rencana tindak lanjut penanganan KLB/bencana. Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
39
Untuk mengatasi masalah tersebut perlu diupayakan: 1) Penguatan jejaring kerja surveilans epidemiologi di wilayah kerja. 2) Mengembangkan metode pengujian dengan menggunakan metode Elisa. 3) Kerjasama dengan instansi setempat yang mempunyai sarana transportasi yang memadai. 4) Melakukan verifikasi KLB/RHA untuk mengumpulkan data yang diperlukan atau mengidentifikasi permasalahan yang muncul. Tabel 5. Capaian Indikator Kinerja Persentase Kemampuan Pengamatan Faktor Risiko Penyakit Potensial Wabah, Penyakit Menular/Tidak Menular Pada Kabupaten/Kota BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2010-2014
Indikator Kinerja
Satuan
Persentase kemampuan pengamatan faktor risiko penyakit potensial wabah, penyakit menular/tidak menular pada kabupaten/kota
Kajian
Capaian tahun 2014 Realis Target asi
70
100
Prosentase Capaian Tahun 2014
2013
2012
2011
2010
142,9
150
34
100
100
Target kegiatan pengamatan faktor risiko penyakit potensial wabah, penyakit menular/tidak menular pada kabupaten/kota sebanyak 27 kegiatan dan dapat diselesaikan sebanyak 27 kegiatan (100%), sementara target Indikator kinerja pada tahun 2014 sebesar 70%, yang berarti capaian kinerja sebesar 142,9% sehingga kinerja melebihi 72,9% dari target yang telah ditetapkan. Capaian kinerja ini apabila dibandingkan dengan tahun 2013 mengalami sedikit penurunan 7,1%. Kebijakan dan upaya yang dilaksanakan untuk memenuhi capaian indikator ini dengan melaksanakan kegiatan sebagai berikut :
Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
40
Tabel 6 Kegiatan Pengamatan Faktor Risiko BBTKLPP Yogyakarta tahun 2014
No
1
2 3
Kegiatan Pengamatan faktor risiko penyakit Demam Berdarah Dengue Surveilans Epidemiologi Molekuler Virus Dengue Pengamatan faktor risiko penyakit Malaria Pengamatan faktor risiko penyakit Kecacingan
4
Pengamatan faktor risiko penyakit TB
5
Pengamatan faktor risiko PPTM JUMLAH
Jumlah Lokasi
Keterangan
5 Lokasi
4 lokasi di DIY 1 lokasi Jawa Tengah
4 Lokasi
4lokasi Jawa Tengah
5 Lokasi
5 lokasi di DIY
6 Lokasi
7 lokasi/event
3 lokasi di DIY 3 lokasi Jawa Tengah 4 lokasi di DIY 3 lokasi Jawa Tengah
27
Adapun rincian hasil kegiatan Pengamatan faktor risiko penyakit potensial wabah, penyakit menular/tidak menular pada kabupaten/kota adalah sebagai berikut : a. Kegiatan pengamatan faktor risiko penyakit Demam Berdarah Dengue.
Surveilans Epidemiologi Molekuler Virus Dengue dilakukan di 5 lokasi yaitu 1 lokasi di Jawa Tengah dan 4 lokasi di DIY, dengan uraian kegiatan sebagai berikut : 1) Jejaring Kerja/ Advokasi Pengendalian Penyakit Demam Berdarah Dengue Surveilans Epidemiologi Molekuler Virus Dengue Di Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah Hasil dari Jejaring Kerja/ Advokasi Pengendalian Penyakit Demam Berdarah Dengue Surveilans Epidemiologi Molekuler Virus Dengue di Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah adalah dari 17 spesimen yang dilakukan pemeriksaan RDT hanya 1 spesimen yang positif NS1 dan 7 spesimen yang positif PCR. Dari 7 spesimen yang positif PCR tidak ada satu pun yang positif RDT. Serotipe yang berhasil di Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
41
identifikasi pada 7 spesimen tersebut merupakan multipel Den yang berbeda (1 spesimen didapatkan serotipe ganda) Den-1 sebanyak 4 spesimen, Den-2 sebanyak 5 spesimen, Den-3 sebanyak 3 spesimen dan Den-4 sebanyak 2 spesimen. Kombinasi serotipe terbanyak adalah Den-1+Den-2 dan Den-2+Den-3 masing-masing sebesar 28,6 %. Distribusi serotipe menurut wilayah tersebar di 5 kecamatan yaitu; Gombong (Den-1, Den-2, Den-3 dan Den-4), Sempor (Den-1, Den-2 dan Den-4), Rowolele (Den-1 dan Den-2), Buayan (Den-2 dan Den-3) dan Sruweng (Den-2 dan Den-3). 2) Jejaring Kerja/Advokasi Pengendalian Penyakit Demam Berdarah Dengue Surveilans Epidemiologi Molekuler Virus Dengue Di Kota Yogyakarta, DIY Hasil dari Jejaring Kerja/ Advokasi Pengendalian Penyakit Demam Berdarah Dengue Surveilans Epidemiologi Molekuler Virus Dengue di Kota Yogyakarta adalah dari 25 spesimen dengan menggunakan RDT didapatkan 1 spesimen positif NS1. Hasil pemeriksaan RTPCR memberikan hasil 8 spesimen positif.Serotipe yang berhasil di identifikasi (multipel serotipe pada 4 spesimen dan serotipe tunggal pada 4 spesimen) adalah Den-1 (3 spesimen), Den-2 (3 spesimen), Den-3 (7 spesimen) dan Den-4 (1 spesimen). 3) Jejaring Kerja/ Advokasi Pengendalian Penyakit Demam Berdarah Dengue Surveilans Epidemiologi Molekuler Virus Dengue di Kabupaten Sleman, DIY Hasil dari kegiatan Jejaring Kerja/ Advokasi Pengendalian Penyakit Demam Berdarah Dengue Surveilans Epidemiologi Molekuler Virus Dengue di Kabupaten Sleman adalah dari 20 spesimen dengan menggunakan RDT didapatkan
2 spesimen positif NS1 dan
1
spesimen positif NS1/IgG. Hasil pemeriksaan RT-PCR memberikan hasil 9 spesimen positif.Serotipe yang berhasil di identifikasi (multipel serotipe pada 7 spesimen dan serotipe tunggal pada 2 spesimen) adalah Den-1 (6 spesimen), Den-2 (6 spesimen), Den-3 (5 spesimen) dan tidak ditemukan Den-4.
Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
42
4) Jejaring Kerja/ Advokasi Pengendalian Penyakit Demam Berdarah Dengue Surveilans Epidemiologi Molekuler Virus Dengue di Kabupaten Bantul, DIY Hasil dari kegiatan Jejaring Kerja/ Advokasi Pengendalian Penyakit Demam Berdarah Dengue Surveilans Epidemiologi Molekuler Virus Dengue di Kabupaten Bantul, DIY adalah dari 20 spesimen dengan menggunakan RDT didapatkan
2 spesimen positif NS1. Hasil
pemeriksaan RT-PCR memberikan hasil 6 spesimen positif.Serotipe yang berhasil di identifikasi (multipel serotipe pada 5 spesimen dan serotipe tunggal pada 1 spesimen) adalah Den-1 (3 spesimen), Den-2 (3 spesimen), Den-3 (5 spesimen) dan Den-4 (2 spesimen). 5) Jejaring Kerja/ Advokasi Pengendalian Penyakit Demam Berdarah Dengue Surveilans Epidemiologi Molekuler Virus Dengue di Kabupaten Gunung Kidul, DIY Adapun hasil dari kegiatan Jejaring Kerja/ Advokasi Pengendalian Penyakit Demam Berdarah Dengue Surveilans Epidemiologi Molekuler Virus Dengue di Kabupaten Gunung Kidul, DIY adalah dari
24 spesimen dengan menggunakan RDT didapatkan
3
spesimen positif IgM dan 6 spesimen positif IgG. Hasil pemeriksaan RT-PCR memberikan hasil 14 spesimen positif.Serotipe yang berhasil di identifikasi (multipel serotipe pada 7 spesimen dan serotipe tunggal pada 7 spesimen) adalah Den-1 (6 spesimen), Den-2 (5 spesimen), Den-3 (8 spesimen) dan Den-4 (3 spesimen). b. Kegiatan pengamatan faktor risiko penyakit Malaria dilakukan di 4 lokasi
di Jawa Tengah. Kegiatan pengamatan faktor risiko penyakit Malaria di Provinsi Jawa Tengah dilakukan di 4 lokasi kegiatan. Adapun rincian kegiatan tersebut adalah sebagai berikut : 1) Kegiatan pengamatan faktor risiko penyakit Malaria di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah Tujuan MDGs ke-6 menurunkan kasus malaria hingga 50% (2‰ menjadi 1‰) pada tahun 2015, sedangkan tujuan akhir dari PMG adalah tercapainya eliminasi malaria dengan kriteria tiga tahun berturut-turut tidak ditemukan adanya kasus indigenous (kasus Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
43
penularan setempat); dan tidak ditemukan lagi desa dengan angka kasus malaria > 1‰. Provinsi Jawa Tengah dalam skala nasional masuk dalam kategori endemis rendah karena data API untuk tingkat provinsi telah berada pada angka < 1‰. Pada tahap eliminasi
yang
disepakati
pada
tahun
2013
menuju
tahap
pemeliharaan dibutuhkan syarat tidak terdapat kasus indigenous malaria selama 3 tahun berturut-turut sehingga selain peran surveilans rutin, peran surveilans migrasi serta identifikasi kasus impor atau indigenous sangat dibutuhkan. Tujuan kajian ini adalah untuk mengetahui jenis Plasmodium yang ditemukan dalam manusia dengan gejala klinis malaria serta memberikan informasi karakteristik genetik Plasmodium sp. yang ada di kawasan Bukit Menoreh. Cara pengumpulan data adalah mengambil sediaan darah tepi untuk identifikasi plasmodium dalam bentuk slide sediaan tebal dan tipis (mikroskopis) serta dalam bentuk blood spot (PCR). Lokasi kajian di Kabupaten Magelang dengan jumlah total 30 sampel. Hasil kajian mendapatkan
3 sampel positif dari Kabupaten
Magelang dari hasil pembacaan mikroskopis puskesmas. Hasil crosscheck
di
Laboratorium
Parasitologi
dan
pemeriksaan
menggunakan PCR di BBTKLPP menyatakan 1 sampel positif dari Kabupaten
Magelang.
Terdapat
1
jenis
plasmodium
yang
menginfeksi masyarakat di Kabupaten Magelang yaitu Plasmodium vivax.. 2) Kegiatan pengamatan faktor risiko penyakit Malaria di Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah Lokasi kajian di Kabupaten Kebumen dengan jumlah total 33 sampel. Hasil kajian mendapatkan 8 sampel positif dari hasil pembacaan mikroskopis
puskesmas.
Hasil
crosscheck
di
Laboratorium
Parasitologi dan pemeriksaan menggunakan PCR di BBTKLPP menyatakan 7 sampel positif dari Kabupaten Kebumen. Terdapat 2 jenis plasmodium yang menginfeksi masyarakat yaitu Plasmodium falciparum dan Plasmodium vivax di Kabupaten Kebumen. Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
44
3) Kegiatan pengamatan faktor risiko penyakit Malaria di Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah Lokasi kajian di Kabupaten Banyumas, dengan jumlah total 23 sampel. Hasil kajian tidak ditemukan sampel positif dari Kabupaten Banyumas dari hasil pembacaan mikroskopis puskesmas 4) Kegiatan pengamatan faktor risiko penyakit Malaria di Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah Total jumlah sampel yaitu 46. Dari hasil pembacaan mikroskopik Puskesmas, dikirimkan negatif.Dari
hasil
19
sediaan
crosscheck
di
positif
dan
Laboratorium
27
sediaan
Parasitologi
BBTKLPP, 18 sediaan dinyatakan positif, namun pada pemeriksaan dengan PCR hanya didapatkan 13 sampel positif.Teridentifikasi 2 jenis plasmodium yang menginfeksi masyarakat di Kabupaten Banjarnegara, yaitu Plasmodium vivax dan Plasmodium falciparum. c. Kegiatan pengamatan faktor risiko penyakit Kecacingan dilakukan di 5
lokasi di DIY. Metode penelitian yang digunakan dalam Kegiatan pengamatan faktor risiko penyakit Kecacingan adalah observasional dengan melakukan deteksi keberadaan telur cacing pada kuku dan tangan responden dan lingungan sekolah serta melakukan pengukuran perilaku responden, serta kualitas sanitasi lingkungan sekolah. Adapun kegiatan pengamatan faktor risiko penyakit kecacingan dilaksanakan di 5 lokasi kegiatan sebagai berikut : 1) Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta Kajian ini bersifat observasional deskriptif dengan desain cross sectional. Jumlah sampel ada 30 anak yang terbagi dalam 2 SD yang di tentukan mengunakan metode purposive random sampling. Hasil kajian range umur subyek berkisar antara umur 6 hingga 8 tahun. Sebagian besar subyek (86,7%) berumur 7 tahun. Rata-rata kadar Hb subyek di kedua SD termasuk anami sedang (8-10,9 g/dL),
SD di wilayah perkotaan 10,51 mg/dL dan pedesaan 10
mg/dL.
Status gizi subyek sebagian besar berstatus gizi
normal.Proporsi anak yang berisiko menderita kecacingan di SD yang mewakili perkotaan dan pedesaan (0%).Tidak terdapat risiko Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
45
kecacingan akibat lingkungan antara SD yang mewakili perkotaan dan pedesaan, karena hasil pemeriksaan telur cacing di lingkungan sekolah di kedua SD negatif. Fakor risiko dominan kecacingan akibat perilaku pada SD yang mewakili perkotaan adalah suka jajan dan suka bermain di tanah, tidak mencuci kaki dengan sabun sebelum tidur dan suka jajan (masing-masing 13,33%), sedangkan pada SD di pedesaan yang dominan (>50 %) adalah suka jajan dan suka bermain di tanah. Kondisi lingkungan SD di perkotaan dan pedesaan di bawah nilai standar yang disarankan.Perlu fasilitas bermain yang tidak kontak dengan tangan, fasiltas mencuci tangan dengan sabun.Memantau kasus-kasus kecacingan dan melakukan pembinaan terhadap sekolah mengenai kondisi sanitasi sekolah agar mendekati nilai standar. 2) Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta Jumlah sampel dalam kegiatan pengamatan faktor risiko penyakit Kecacingandi Kota Yogyakarta ada 30 anak yang terbagi dalam 2 SD yang di tentukan mengunakan metode purposive random sampling. Hasil kajian range umur subyek berkisar antara umur 6 hingga 8 tahun. Sebagian besar subyek (86,7%) berumur 7 tahun. Rata-rata kadar Hb subyek di kedua SD termasuk anemi sedang (8-10,9 g/dL),
SD di wilayah perkotaan 10 mg/dL dan pedesaan 10,03
mg/dL. Status gizi subyek sebagian besar berstatus gizi normal. Proporsi anak yang berisiko menderita kecacingan di SD yang mewakili perkotaan (6,67%) dan pedesaan (7,69%). Spesies telur cacing yang ditemukan adalah Ascaris lumbricoides dan Enterobius vermicularis.Anak
SD
terutama
kelas
1
dan
2
berisiko
terkontaminasi telur nematoda usus melalui telur cacing yang terdapat pada usap tangan.Tidak terdapat risiko kecacingan akibat lingkungan antara SD yang mewakili perkotaan dan pedesaan karena hasil pemeriksaan telur cacing di lingkungan sekolah di kedua SD negatif. Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
46
3) Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta Metode penelitian yang digunakan adalah observasional dengan melakukan deteksi keberadaan telur cacing pada kuku dan tangan responden dan lingungan sekolah serta melakukan pengukuran perilaku responden, serta kualitas sanitasi lingkungan sekolah. Data diambil dari 30 responden anak SD kelas 1 dari 2 SD di Kabupaten Gunung Kidul, yaitu SDN Nglipar 2, dan SDN Gari 2. Alat pengumpul data adalah kuesioner dan pedoman observasi Hasil kajian menunjukkan risiko terjadinya kontaminasi telur cacing pada anak sekolah dasar di wilayah Kabupaten Gunung Kidul tergolong tinggi. Hasil identifikasi karakteristik responden, 70% lakilaki; 80% berusia 7 tahun; 40% kadar Hb responden dikategorikan kurang dan 34% status gizi responden dikategorikan abnormal. Hasil pemeriksaan spesimen kuku dan usap tangan responden teridentifikasi 1 anak positif telur cacing dengan jenis Ascaris lumbricoides dan 1 anak positif telur cacing dengan jenis Trichuris trichiura, sedangkan spesimen tanah dari lingkungan sekolah negatif telur cacing. Perilaku anak sekolah yang berhubungan dengan penularan penyakit kecacingan secara umum dikategorikan baik; khusus untuk kebiasaan kontak dengan tanah dan cuci tangan pakai sabun setelah bermain masih dikategorikan kurang. Kualitas sanitasi lingkungan sekolah pada umumnya baik; sedangkan untuk lingkungan rumah terutama halaman tempat bermain anak selama di rumah masih berupa tanah 4) Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta Kegiatan dilakukan di 2 (dua) sekolah dasar yang mewakili sekolah di daerah pedesaan dan perkotaan, yaitu SDN Tegalsari di Kecamatan Sanden yang mewakili wilayah pedesaan dan SDM Senggotan Kecamatan Kasihan II yang mewakili wilayah perkotaan Adapun hasil pemeriksaan potongan kuku dan usap tangan kanan dan kiri menunjukkan seluruh siswa di kedua sekolah adalah (100%) hasilnya negatif (-); begitu juga halnya dengan hasil pemeriksaan spesimen tanah menunjukkan negatif telur cacing baik pada tanah yang berasal dari halaman SDN Tegalsari maupun SDM Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
47
Senggotan; hasil pemeriksaan haemoglobin (Hb) dengan metode Talquist setelah dikonfersi menunjukkan rerata 10,83 pada siswa SDN Tegalsari dan 10,6 pada siswa SDM Senggotan, Seluruh siswa, baik dari SDN Tegalsari maupun SDM Senggotan (100%) masih memiliki kadar Hb yang kurang dari batas normalnya (12 mg%); SDM Senggotan secara perseorangan siswanya yang melaksanakan 10 hal PHBS lebih banyak yaitu 7 siswa (46,7%) dibandingkan SDN Tegalsari dibandingkan
SDN. Tegalsari
sebanyak 3 siswa (20%); Seluruh siswa SDN Tegalsari (100%) memiliki kegemaran suka bermain di tanah, tidak berbeda jauh dengan siswa di SDM Senggotan (86,7%) atau ada 2 siswa yang tidak suka bermain di tanah; Faktor risiko lingkungan di sekolah memiliki perbedaan pada jenis halaman sekolahnya, halaman sekolah SDM Senggotan sudah di conblock, sehingga peluang anak kontak langsung dengan tanah saat bermain dihalaman sekolah sangat kecil. Kesamaan yang dimiliki adalah pada sumber air bersih yang digunakan yaitu keduanya masih menggunakan air sumur sebagai sumber air bersih dan belum menggunakan PDAM. 5) Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta Pengambilan sampel dilakukan di sekolah dasar yang mewakili perkotaan dan pedesaan yaitu di wilayah Kecamatan Pengasih (perkotaan) dan Kecamatan Samigaluh (pedesaan).Jumlah subyek kegiatan adalah 30 anak, dengan pembagian masing-masing SD sebanyak 15 anak. Uji laboratorium dilaksanakan di Laboratorium Parasitologi BBTKLPP Yogyakarta. Adapun hasil dari kegiatan tersebut adalah Positif telur cacing Enterobius vermicularis ditemukan dari usap tangan kanan pada 1 anak
(3%)
yang
berasal
dari
SD
yang
mewakili
sekolah
pedesaan.Masih ditemukan status gizi dengan kriteria sangat kurus dan obesitas pada siswa SD perkotaan dan pedesaan. Selain itu kadar Hb siswa SD perkotaan maupun pedesaan berada di bawah batas normal kadar Hb. Faktor risiko lingkungan yang mungkin menjadi penyebab masih ditemukannya kasus kecacingan pada anak sekolah dasar di Kabupaten Kulon Progo antara lain lantai Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
48
rumah dan halaman yang masih terbuat dari tanah, tidak memiliki jamban, sumber air bersih belum dari PAM dan tempat sampah yang belum tertutup. Faktor risiko perilaku yang mungkin menjadi penyebab masih ditemukannya kasus kecacingan pada anak sekolah dasar di Kabupaten Kulon Progo antara lain suka bermain di tanah, tidak menggunakan alas kaki ketika bermain/berjalanjalan, tidak mencuci tangan setelah bermain dan sebelum makan, tidak memotong kuku secara rutin 1 minggu sekali, BAB tidak di jamban dan perilaku suka jajan. Kondisi sanitasi sekolah dasar yang mewakili perkotaan dan pedesaan secara keseluruhan sudah baik. d. Kegiatan pengamatan faktor risiko penyakit TB.
Kegiatan pengamatan faktor risiko penyakit TBdilakukan di 6 lokasi yang terdiri dari 3 Kabupaten/Kota Daerah Istimewa Yogyakarta dan 3 Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah. Penyakit Tuberkulosis paru merupakan penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberkulosis yang telah menginfeksi hampir sepertiga penduduk dunia. Indonesia menduduki urutan ke 3 dunia setelah India dan Cina untuk jumlah penderita TBC di dunia. Faktor risiko yang berperan terhadap timbulnya kejadian penyakit tuberkulosis paru dikelompokkan menjadi 2 kelompok faktor risiko, yaitu faktor risiko kependudukan (jenis kelamin, umur, status gizi, kondisi sosial ekonomi) dan faktor risiko lingkungan (kepadatan, lantai ponpes, ventilasi, pencahayaan, kelembaban, dan ketinggian). Pondok pesantren atau sering disingkat Ponpes adalah sebuah asrama pendidikan tradisional, dimana para siswanya tinggal bersama dan belajar di bawah bimbingan guru yang lebih dikenal dengan sebutan Kiai dan mempunyai asrama sebagai tempat menginap santri.Ponpes bisa dapat berpotensi dalam peningkatan kejadian penyakit tuberkulosis apabila tidak perilaku hidup sehat di antara santri atau pengelola Ponpes dan lingkungan Ponpes yang kurang bagus. Tujuan: memperoleh gambaran karakteristik responden dengan tingkat pengetahuan santri, perilaku santri dan lingkungan Ponpes berupa kepadatan
hunian,
Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
kelembaban,
pencahayaan,
suhu,
ventilasi, 49
keberadaan bakteri BTA di udara yang dapat mendukung terjadinya penularan TB di Pondok Pesantren. Jenis kajian ini adalah deskriptif dan analitik dengan pendekatan cross sectional study. Adapun rincian hasil Kajian Pengamatan faktor risiko Penyakit Tb adalah sebagai berikut : 1) Ponpes A, Sentolo, Kulon Progo, DIY Pengumpulan specimen dilakukan di A Kecamatan Sentolo. Kegiatan pengumpulan specimen dilakukan pada tanggal 4 s.d 6 September
2014. Kegiatan yang dilakukan berupa: penyuluhan
kesehatan pada pengelola A dan seluruh santri dilakukan oleh petugas dari Dinas Kesehatan Kabupaten Kulon Progo dan Puskesmas Sentolo II; penyuluhan kesehatan dititk beratkan pada penularan TB dan penyehatan lingkungan; Inspeksi sanitasi, pengambilan dan pemeriksaan kualitas air bersih dilakukan oleh petugas BBTKLPP Yogyakarta, didampingi oleh petugas Puskesmas Sentolo II; Pengambilan sputum dilakukan oleh petugas perawat dan laboratorium Pusk. Sentolo II didampingi oleh petugas BBTKLPP Yogyakarta pada 21 santri yang berisiko tertular penyakit TB dari 28 responden, sampel sputum kemudian di periksa dengan metode direct dan kultur di Lab. Pusk. Sentolo I yang merupakan pusk satelit untuk TB di wilayah Kabupaten Kulon Progo; Pengukuran tingkat pengetahuan pengelola/pengurus ponpes, santri yang menderita TB dan Santri berisiko tentang terjadinya penularan TB dilakukan oleh petugas BBTKLPP Yogyakarta berdasarkan panduan pertanyaan (kuesioner) yang telah disusun sebelumnya; Pengambilan sampel udara dilakukan di 5 titik ruangan Ponpes A oleh petugas BBTKLPP Yogyakarta, dan diperiksa dengan metode direct di Lab. Biologi Lingkungan BBTKLPP Yogyakarta. Responden dalam kegiatan ini adalah pengelola/pengurus dan Santri A sebanyak 28 responden yang ditentukan berdasarkan riwayat kontak dengan penderita TB.Pengurus pesantren adalah santri senior yang ditunjuk oleh pemilik ponpes Santri dalam kegiatan ini adalah orang yang belajar dan tinggal ponpes A yang berjumlah 365 santri yang terdiri dari 111 Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
50
santri wanita dan 254 santri laki-laki. termasuk didalamnya adalah pengurus ponpes. Tidak ditemukan penderita TB Paru baru pada santri di A pada Bulan September 2014. Penderita yang ada di A adalah penderita pada tahun 2013 yang telah dinyatakan sembuh oleh Puskesmas Sentolo II dan kemungkinan terkena TB setelah masuk sebagai santri di A. Dengan tidak ditemukannya kasus baru yang dilihat dari seluruh sputum dan sampel udara yang diperiksa secara kultur di Lab. BLK Yogyakarta menunjukkan hasil negative menunjukkan bahwa tidak terjadi penularan penyakit TB dari penderita kepada santri yang lainnya, tetapi kondisi lingkungan di A sangat mendukung untuk terjadinya penularan penyakit menular, sehingga jika terdapat santri yang mempunyai penyakit menular dan tidak segera ditangani akan berpotensi untuk terjadinya cross infection. Tidak ada hubungan anatara tingkat pengetahuan santri tentang penyakit TB dengan jenis kelamin santri, umur santri, tingkat pendidikan dan lama tinggal di ponpes. 2) Pondok Pesantren B, Sleman, Yogyakarta Karakteristik responden meliputi jenis kelamin (p=0,319), umur (p=0,730), pendidikan (0,694) dan lama tinggal (p=0.093) tidak ada hubungan
yang
pengetahuan.
signifikan
Karakteristik
secara responden,
statistik
dengan
meliputi
jenis
faktor kelamin
(p=0,281), umur (p=0,167), pendidikan (0,694) dan lama tinggal (p=0.749) tidak ada hubungan yang signifikan secara statistik dengan
faktor
perilaku.
Pada
pondok
putra,
pengukuran
pencahayaan melebihi yang dipersyaratkan karena terdapat ventilasi dan jendela yang bisa dibuka dan ada genteng kaca sehingga sinar matahari bisa masuk ke dalam ruangan. Pada pondok putri, pencahayaan masih kurang karena jendela dan ventilasi selalu tertutup sehingga
sinar matahari tidak bisa masuk langsung ke
dalam ruangan. Kelembaban di pondok putri karena sinar matahari tidak bisa langsung masuk ke dalam ruangan dan jendela jarang dibuka. Ruang pengelola/pengurus untuk pencahayaan melibihi yang Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
51
disyaratkan karena ada jendela, ventilasi dan genteng kaca sehingga sinar matahari bisa langsung masuk ke dalam ruangan. Kesimpulan: Faktor pengetahuan dan perilaku tidak ada hubungan secara statistik dengan karakteristik responden Ponpes. Faktor lingkungan Ponpes sudah bagus meskipun ada beberapa yang harus diperbaiki. 3) Pondok Pesantren C Kotagede, Yogyakarta Kajian yang dilakukan adalah observasional analitik dengan desain potong lintang. Kegiatan penemuan kasus baru TB pada penghuni pondok, pengukuran kualitas lingkungan yang berpotensi sebagai faktor risiko penularan TB, yaitu:, kelembaban, suhu, ventilasi, dan kepadatan penghuni, serta sanitasi dasar lingkungan pondok, yaitu: sarana air bersih, sarana pembuangan air limbah, dan sarana pembuangan sampah ini dilakukan di C Kotagede, Yogyakarta. Sebagai subjek kajian adalah para santri ponpes sebanyak 15 orang sebagai sampel. Hasil kajian keberadaan kuman TB di sputum responden tersangka dan udara ruang adalah negatif.Namun perilaku penghuni ponpes dan sanitasi lingkungan ruang ponpes mempunyai potensi tinggi terhadap terjadinya penularan penyakit TB. 4) Pondok Pesantren D, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah Kegiatan ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang karakteristik pengetahuan santri tentang penyakit TB dan faktor risiko lingkungan berupa kepadatan hunian kelembaban, pencahayaan, ventilasi, keberadaan bakteri BTA di udara yang dapat mendukung terjadinya penularan TB di Ponpes D, Kecamatan Ambarawa, Kabupaten Semarang Jawa Tengah. Jenis kajian yang digunakan adalah deskriptif, yaitu suatu metode yang dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh gambaran atau deskriptif karakteristik umum (jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan dan lama tinggal) santri ditinjau dari tingkat pengetahuan santri tentang penyakit TB di Ponpes D Kabupaten Semarang Jawa Tengah.Pengumpulan spesimen dilakukan di Pondok D. Kegiatan pengumpulan specimen dilakukan pada tanggal 21-22 Mei 2014. Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
52
Kegiatan yang dilakukan meliputi : Penyuluhan kesehatan pada pengelola Pondok Pesantren D dan seluruh santri dilakukan oleh petugas dari BKPM, Dinas Kesehatan Kabupaten Semarang dan Puskesmas Ambarawa; Penyuluhan kesehatan dititk beratkan pada penularan TB dan penyehatan lingkungan; Inspeksi sanitasi, pengambilan dan pemeriksaan kualitas air bersih dilakukan oleh petugas BBTKLPP Yogyakarta, didampingi oleh petugas Puskesmas Ambarawa; Pengambilan sputum dilakukan oleh petugas perawat dan laboratorium Pusk. Ambarawa didampingi oleh petugas BBTKLPP Yogyakarta pada 22 santri yang berisiko tertular penyakit TB dari 36 responden, sampel sputum kemudian di periksa dengan metode kultur di Lab. BLK Yogyakarta; Pengukuran tingkat pengetahuan pengelola/pengurus ponpes, santri yang menderita TB dan Santri berisiko tentang terjadinya penularan TB dilakukan oleh petugas BBTKLPP Yogyakarta berdasarkan panduan pertanyaan (kuesioner) yang telah disusun sebelumnya; Pengambilan sampel udara dilakukan di 5 titik ruangan Ponpes D oleh petugas BBTKLPP Yogyakarta, dan diperiksa dengan metode kultur di Lab. BLK Yogyakarta.
Responden
dalam
kegiatan
ini
adalah
pengelola/pengurus dan Santri Pondok Pesantren D. Sebanyak 36 responden yang ditentukan berdasarkan riwayat kontak dengan penderita TB.Pengurus pesantren adalah santri senior yang ditunjuk oleh pemilik ponpes, Santri dalam kegiatan ini adalah orang yang belajar dan tinggal Ponpes D yang berjumlah 98 santri yang terdiri dari 49 santri wanita dan 49 santri laki-laki. termasuk didalamnya adalah pengurus ponpes Tidak ditemukan penderita TB Paru baru pada santri di Ponpes D pada Bulan Mei 2014.Penderita yang ada di Ponpes D adalah penderita pada tahun 2013 yang telah dinyatakan sembuh oleh BKPM KabupatenSemarang dan kemungkinan terkena TB sebelum masuk sebagai santri di Ponpes D. Dengan tidak ditemukannya kasus baru yang dilihat dari seluruh sputum dan sampel udara yang diperiksa secara kultur di Lab. BLK Yogyakarta menunjukkan hasil negative menunjukkan bahwa tidak terjadi penularan penyakit TB Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
53
dari penderita kepada santri yang lainnya, tetapi kondisi lingkungan di Ponpes D sangat mendukung untuk terjadinya penularan penyakit menular, sehingga jika terdapat santri yang mempunyai penyakit menular dan tidak segera ditangani akan berpotensi untuk terjadinya cross infection. Tidak ada hubungan anatara tingkat pengetahuan santri tentang penyakit TB dengan jenis kelamin santri, umur santri, tingkat pendidikan dan lama tinggal di ponpes. 5) Pondok Pesantren Terpadu E, Kecamatan Grobogan Di Kabupaten Grobogan Jenis kajian ini adalah deskriptif dan analitik dengan pendekatan cross sectional study.Pada kajian ini dilakukan pengumpulan data berupa tingkat pengetahuan santri, perilaku santri dan kondisi lingkungan pondok pesantren. Hasil: Faktor pengetahuan berdasarkan jenis kelamin, umur dan pendidikan tidak ada hubungannya secara statistik dengan kejadian tuberkulosis. Faktor perilaku berdasarkan jenis kelamin, umur dan pendidikan ada hubungannya secara statistik dengan kejadian tuberkulosis. Berdasarkan hasil observasi lingkungan Ponpes, bahwa di pondok putra, pengukuran pencahayaan melebihi yang dipersyaratkan karena terdapat ventilasi dan jendela yang bisa dibuka dan ada genteng kaca sehingga sinar matahari bisa masuk ke dalam ruangan. Pada pondok putri, pencahayaan masih kurang karena jendela dan ventilasi selalu tertutup sehingga sinar matahari tidak bisa masuk langsung ke dalam ruangan. Kelembaban di pondok putri karena tempatnya di bawah dan sinar matahari tidak bisa langsung masuk ke dalam ruangan. Ruang di kelas SMP, untuk pencahayaan melibihi yang disyaratkan karena ada jendela, ventilasi dan genteng kaca sehingga sinar matahari bisa langsung masuk ke dalam ruangan. 6) Pondok Pesantren F, Kemranjen, Banyumas Jenis kajian adalah observasional deskriptif dengan desain potong lintang. Kegiatan penemuan kasus baru TB pada penghuni pondok, pengukuran kualitas lingkungan yang berpotensi sebagai faktor risiko penularan TB, yaitu: pencahayaan, kelembaban, suhu, ventilasi, dan Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
54
kepadatan penghuni, serta sanitasi dasar lingkungan pondok, yaitu: sarana air bersih, sarana pembuangan air limbah, dan sarana pembuangan sampah ini dilakukan di Ponpes F Kebarongan, Kemranjen, Banyumas. Sebagai subjek kajian adalah para santri ponpes sebanyak 30 orang sebagai sampel. Hasil kajian menunjukkan keberadaan kuman TB di sputum responden tersangka dan udara ruang negatif.Namun perilaku penghuni ponpes dan sanitasi lingkungan ruang ponpes mempunyai potensi tinggi terhadap terjadinya penularan penyakit TB. e. Kegiatan pengamatan faktor risiko Pengendalian Penyakit Tidak Menular
(PPTM). Kegiatan pengamatan faktor risiko PPTM dilakukan di 7 lokasi/event dengan uraian kegiatan sebagai berikut: 1) Surveilans
Epidemiologi
PPTM
Kabupaten
Gunung
Kidul,
DI.Yogyakarta Kegiatan Surveilans Faktor RisikoPenyakit Tidak Menular (FR PTM) dilaksanakan dengan pengumpulan data faktor risiko PTM kelompok sasaran di Posbindu PTM dengan cara wawancara, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan biokemis. Kelompok sasaran adalah penduduk usia>15th. Data diolah dan dianalisa secara deskriptif. Posbindu PTM yang menjadi lokasi kegiatan di Kabupaten Gunung Kidul yaitu Posbindu Desa Ngestiharjo dan Desa Beji. Adapun hasil dari kegiatan Surveilans Epidemiologi PPTM Kabupaten Gunung Kidul, DIY sebagai berikut: a) Pemeriksaan Posbindu Desa Ngestiharjo dihadiri 69 orang dengan faktor risiko utama PTM di Posbindu Desa Ngestiharjo adalah kurang hiperkolesterol (84%), hipertensi (41%), obesitas (36%), dan obesitas sentral (30%), sedangkan faktor risiko perilaku yang menonjol kurang konsumsi buah dan sayur (58%), dan kurang aktivitas fisik (71%). Jumlah anggota posbindu Desa Ngestiharjo berdasarkan kelompok FR PTM untuk kelompok merah 97%, kuning 3% dan Hijau 0%. Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
55
b) Pemeriksaan di Posbindu Desa Beji dihadiri oleh 84 orang dengan faktor risiko utama PTM konsumsi makanan tinggi garam >1x/hari (69%), kurang aktivitas fisik (65%), obesitas (51%), obesitas sentral (46%) dan hiperkolesterol (57%). Jumlah anggota posbindu Desa Beji berdasarkan kelompok FR PTM untuk kelompok merah 63% dan kuning 37%. Dan kelompok hijau 0%. 2)
Surveilans Epidemiologi PPTM Kabupaten Kulon Progo, DIY Ada dua Posbindu PTM yang menjadi lokasi kegiatan di Kabupaten Kulon Progo yaitu Posbindu Edelweiss di Desa Banaran dan Posbindu Ceria di Desa Bumirejo. Hasil Surveilans FR PTM adalah sebagai berikut: a)
Hasil Surveilans FR PTM di Posbindu Edelweiss dihadiri 93 orang dengan faktor risiko utama adalah makan makanan berlemak >1x/hari (60%), tidak pernah aktivitas fisik (100%), Obesitas (40%), Obesitas sentral (34%), Hipertensi (30,1%), dan
Hiperkolesterol
(67,7%).
Jumlah
anggota
posbindu
Edelweiss berdasarkan kelompok FR PTM untuk kelompok merah 79,6%, kuning 20,4% dan Hijau 0%. b)
Hasil Pemeriksaan di Posbindu Ceria dihadiri oleh 98 orang dengan faktor risiko utama PTM makan makanan berlemak >1x/hari (54,1%), tidak pernah aktivitas fisik (100%), Obesitas (57,1%),
Obesitas
(64,3%).
Jumlah
sentral
(65,3%),
anggota
posbindu
dan
Hiperkolesterol
Ceria
berdasarkan
kelompok FR PTM untuk kelompok merah 68,4% dan kuning 31,6%. Dan kelompok hijau 0%. 3) Surveilans Epidemiologi PPTM Kota Surakarta, Jawa Tengah Ada Tiga Posbindu PTM di Kota Surakarta yang menjadi lokasi kegiatan
yaitu
Posbindu
Purwobakti
Husada
Kelurahan
Purwodiningratan, Posbindu Sehat Bugar Kelurahan Danukusuman, Posbindu Mars Kelurahan Sangkrah. Adapun hasil dari kegiatan ini sebagai berikut: a)
Hasil Surveilans FR PTM di Posbindu Purwobakti Husada dihadiri 45 orang dengan faktor risiko utama adalah merokok
Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
56
(35,56%), Konsumsi buah dan sayur <5porsi perhari (53,33%), Obesitas
(82,22%)
dan
Obesitas
sentral
(62,22%),
Hiperkolesterol (71,11%), dan Hiperglikemi (6,67%). Jumlah anggota posbindu Purwobakti husada berdasarkan kelompok FR PTM untuk kelompok merah 75,56%, kuning 24,44% dan Hijau 0%. b)
Hasil Pemeriksaan di Posbindu Sehat Bugar dihadiri oleh 66 orang dengan faktor risiko utama PTM adalah Merokok (50%), Makan makanan asin, berlemak dan manis >1x/hari masingmasing 53,03%, 80,3%, dan 53,03%, tidak pernah aktivitas fisik 63,64%
dan
Obesitas,
obesitas
sentral,
Hipertensi,
Hiperkolesterol dan Hiperglikemi masing-masing 80,3%, 77,27%, 51,52%, 84,85%, dan 13,64%. Jumlah anggota posbindu Sehat Bugar berdasarkan kelompok FR PTM untuk kelompok merah 90,91% dan kuning 9,09% dan kelompok hijau 0%. c)
Hasil Pemeriksaan di Posbindu Mars dihadiri oleh 77 orang dengan faktor risiko utama PTM adalah Merokok (31,17%), tidak pernah aktivitas fisik (66,23%) dan Obesitas, obesitas sentral, Hipertensi, Hiperkolesterol dan Hiperglikemi masing-masing 63,64%, 59,74%, 45,45%, 74,03%, dan 7,79%. Jumlah anggota posbindu Mars berdasarkan kelompok FR PTM untuk kelompok merah 83,12% dan kuning 16,88%. Dan kelompok hijau 0%.
4) Surveilans Epidemiologi PPTM Kota Semarang, Jawa Tengah Ada dua Posbindu PTM di Kota Semarang yaitu Posbindu Tunas Galar di Desa Tlogosari Kulon dan Posbindu Sehat Sejahtera di Desa Tambakaji. Adapun hasil dari kegiatan tersebut sebagai berikut: a)
Hasil Surveilans FR PTM di Posbindu Tunas Galar dihadiri 89 orang dengan faktor risiko utama PTM di Posbindu Tunas Galar adalah kurang aktifitas fisik (88%), obesitas (72%), obesitas sentral (79%), hiperkolesterol (56%), dan hiperglikemi (12%). Jumlah anggota posbindu Tunas Galar berdasarkan kelompok FR PTM untuk kelompok merah 94%, kuning 6% dan Hijau 0%.
Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
57
b)
Hasil Pemeriksaan di Posbindu Sehat Sejahtera dihadiri oleh 55 orang dengan faktor risiko utama PTM konsumsi tinggi lemak (65%), konsumsi tinggi gula (58%), kurang makan buah dan sayur (62%), kurang aktifitas fisik (55%), obesitas (64%), obesitas sentral (78%), hiperkolesterol (36%), dan hiperglikemia (15%). Jumlah anggota posbindu Sehat sejahtera berdasarkan kelompok FR PTM untuk kelompok merah 50,9% dan kuning 49,1%. Dan kelompok hijau 0%.
5) Surveilans Epidemiologi PPTM Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah Ada dua Posbindu PTM di Kabupaten Banyumas yaitu Posbindu Reksomardisiwi di Desa Karanglo dan Posbindu Melati 2 di Desa Sumpiuh. Adapun hasil dari kegiatan tersebut sebagai berikut : a)
Hasil Surveilans FR PTM di Posbindu Reksomardisiwi dihadiri 123 orang dengan faktor risiko utama PTM adalah makan makanan berlemak >1x/hari (51%), kurang aktifitas fisik (61%), obesitas (57%), obesitas sentral (69%), Hipertensi (31%) dan hiperkolesterol (53%). Jumlah anggota posbindu Reksomardisiwi berdasarkan kelompok FR PTM untuk kelompok merah 66%, kuning 33% dan Hijau 1%.
b)
Hasil Pemeriksaan di Posbindu Melati 2 dihadiri oleh 58 orang dengan faktor risiko utama PTM kurang konsumsi buah dan sayur (72,4%), obesitas (53,4%), obesitas sentral (36,2%), dan hiperkolesterol
(63,8%).
Jumlah
anggota
posbindu
Sehat
sejahtera berdasarkan kelompok FR PTM untuk kelompok merah 86,2% dan kuning 13,8%. Dan kelompok hijau 0%. 6) Surveilans Epidemiologi PPTM pada Kegiatan HKN di DIY Pada kegiatan tersebut adalah pada kegiatan pameran HKN (Hari Kesehatan Nasional), pemeriksaan dilakukan terhadap 50 yang terdiri dari laki-laki 10 orang (20%) dan perempuan sebanyak 40 orang (80.%). Hasil pemeriksaan FR PTM memperoleh hasil bahwa sampel dengan IMT normal (≤23) pada acara pameran HKN sebanyak 21 orang (42%), tekanan darah/tensi normal sejumlah 38 Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
58
orang (76%), kadar gula darah normal sebanyak 49 orang (98%), sedangkan kadar kolesterol diatas normal sebanyak 44 orang (88%). 7) Surveilans Epidemiologi PPTM Pada Kegiatan Sekaten di DIY Pemeriksaan FR PTM dilaksanakan pada tanggal 28 Nopember s/d 12 Desember 2014 di lokasi pelaksanaan sekaten yaitu alun-alun utara Keraton Yogyakarta. Adapun hasil dari kegiatan tersebut yaitu pada kegiatan sekaten jumlah responden yang diperiksa berjumlah 338 orang terdiri dari laki-laki 129 orang (38%) dan perempuan sebanyak 209 orang (62%). Hasil pemeriksaan FR PTM memperoleh hasil responden dengan IMT normal (≤23) sebanyak 129 orang (38,2%), tekanan darah/tensi normal sebanyak 247 orang (73,1%), kadar gula darah (sewaktu) normal sebanyak 326 orang (96,4%), sedangkan kadar kolesterol diatas normal sebanyak 206 orang (60,9%). Masalah yang dihadapi dalam pencapaian indikator kinerja ini adalah pelaksanaan kegiatan mengalami penundaan jadwal menyesuaikan instansi terkait. Untuk
mengatasi
permasalahan
tersebut
telah
diupayakan
adanya
sinkronisasi jadwal pelaksanaan dengan instansi terkait secara terpadu.
Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
59
Tabel 7. Capaian Indikator Kinerja Persentase Cakupan Jejaring Kerja dan Kemitraan Surveilans Epidemiologi Di Wilayah Kerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2010-2014
Indikator Kinerja
Satuan
Persentase cakupan jejaring kerja dan kemitraan surveilans epidemiolog i di wilayah kerja (90%)
Jejaring kerja
Capaian tahun 2014 Reali Target sasi
36
40
Prosentase Capaian Tahun (%) 2014
2013
2012
2011
2010
111,1
100
60
100
104
Target kegiatan jejaring kerja dan kemitraan surveilans epidemiologi di wilayah kerja adalah 90% dari wilayah kerja BBTKLPP Yogyakarta (40 kab/kota di DIY dan Provinsi Jateng) yaitu 36 kabupaten/kota, realisasi kegiatan jejaring kerja dan kemitraan surveilans epidemiologi telah dilaksanakan di seluruh wilayah kerja BBTKLPP Yogyakarta yaitu 40 kabupaten/kota sehingga capaian kinerja untuk indikator tersebut di atas adalah 111,1%, dengan demikian realisasi capaian lebih besar sebesar 21,1% dari target capaian yang ditetapkan. Angka capaian kinerja indikator ini apabila dibandingkan dengan tahun sebelumnya mengalami peningkatan sebesar 11,1%. Kebijakan dan upaya yang dilaksanakan untuk memenuhi capaian indikator ini dengan melaksanakan kegiatanjejaring kerja sebagai berikut : a. Fasilitasi SKD KLB dilaksanakan/disampaikan ke 4 kabupaten/kota di
DIY dan 13 kabupaten/kota di Jawa Tengah b. Human Media dilaksanakan/disampaikan ke 5 kabupaten/kota di DIY dan
35 kabupaten/kota di Jawa Tengah c. Buletin Epidemiologi dilaksanakan/disampaikan ke 5 kabupaten/kota di
DIY dan 35 kabupaten/kota di Jawa Tengah
Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
60
d. Desinfo
Kegiatan
Tahun
2013
dilaksanakan/disampaikan
ke
5
kabupaten/kota di DIY dan 35 kabupaten/kota di Jawa Tengah e. Pengamatan FR DBD dilaksanakan/disampaikan ke 4 kabupaten/kota di
DIY dan 1 kabupaten/kota di Jawa Tengah f.
Pengamatan FR Malaria dilaksanakan/disampaikan ke 4 kabupaten/kota di Jawa Tengah
g. Pengamatan FR TB dilaksanakan/disampaikan ke 3 kabupaten/kota di
DIY dan 2 kabupaten/kota di Jawa Tengah h. Pengamatan
FR
Kecacingan
dilaksanakan/disampaikan
ke
5
kabupaten/kota di DIY i.
Pengamatan FR PTM dilaksanakan/disampaikan ke 3 kabupaten/kota di DIY dan 3 kabupaten/kota di Jawa Tengah
Dalam pencapaian indikator kinerja ini tidak mengalami kendala. 2. Peningkatan Kemampuan Analisis Dampak Kesehatan Lingkungan ( ADKL)
Peningkatan kinerja Analisis Dampak Kesehatan Lingkungan (ADKL) yang diindikasikan melalui peningkatan kajian dan evaluasi dampak kesehatan lingkungan, kemampuan kajian dan evaluasi pengendalian penyakit dan faktor risiko, serta kajian adaptasi perubahan iklim dan dampaknya terhadap kesehatan, dengan indikator kinerja : Tabel 8. Indikator Peningkatan Kemampuan Analisis Dampak Kesehatan LingkunganBBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014 Sasaran Strategis
Indikator Kinerja
Tercapainya peningkatan kinerja Analisis Dampak Kesehatan Lingkungan (ADKL) yang diindikasikan melalui peningkatan kajian dan evaluasi dampak kesehatan lingkungan, kemampuan kajian dan evaluasi pengendalian penyakit dan faktor risiko, serta kajian adaptasi perubahan iklim dan dampaknya terhadap kesehatanpenanggulangan KLB serta kejadian dalam situasi matra
a. Jumlah kawasan kajian
Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
dan evaluasi dampak
Target
Realisasi
Capaian (%)
50
50
100
70
100
142,9
kesehatan lingkungan
b. Persentase peningkatan kajian dan evaluasi pengendalian penyakit risikonya
dan
faktor
61
Analisis atas capaian kinerja sasaran dikaitkan dengan indikator kinerjanya dapat diuraikan sebagai berikut:
Sasaran 2
Tercapainya peningkatan kinerja Analisis Dampak Kesehatan Lingkungan (ADKL) yang diindikasikan melalui peningkatan kajian dan evaluasi dampak kesehatan lingkungan, kemampuan kajian dan evaluasi pengendalian penyakit dan faktor risiko, serta kajian adaptasi perubahan iklim dan dampaknya terhadap kesehatan.
Sasaran ini diukur dengan dua indikator kinerja, yang terdiri atas : Tabel 9. Capaian Indikator Kinerja Jumlah kawasan kajian dan evaluasi dampak kesehatan lingkunganBBTKLPP Yogyakarta tahun 2010-2014
Indikator Kinerja Jumlah kawasan kajian dan evaluasi dampak kesehatan lingkungan
Satuan
Kajian
Capaian tahun 2014
Prosentase Capaian Tahun (%)
Target
Realisasi
2014
2013
2012
2011
2010
50
50
100
111
36.1
58.6
155
Target jumlah kawasan kajian dan evaluasi dampak kesehatan lingkungan pada tahun 2014 berjumlah 50 kawasan dan tercapai 50 kawasan (100%). Capaian indikator kinerja ini apabila dibandingkan tahun 2013 mengalami penurunan sebesar 11%, namun apabila dibandingkan dengan tahun 2012 mengalami peningkatan sebesar 63.9% Kebijakan dan upaya yang dilaksanakan dalam mencapai indikator kinerja ini dapat dilihat dalam tabel di bawah ini:
Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
62
Tabel 10. Jumlah Kawasan Kajian dan Evaluasi Dampak Kesehatan Lingkungan BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
No 1
Jenis Kegiatan
Jumlah (Kawasan)
DOKUMEN PELAKSANAAN ADAPTASI DAMPAK PERUBAHAN IKLIM Kajian Perubahan Musim Terhadap Kepadatan Vektor Nyamuk di DIY dan Jawa
3
Tengah 2
DOKUMEN PELAKSANAAN PERMUKIMAN Penyehatan Perumahan di Jawa Tengah
3
DOKUMEN PELAKSANAAN PENGAMANAN LIMBAH, UDARA, DAN RADIASI Monitoring Kajian Dampak Penggunaan Merkuri
4
3
4
DOKUMEN PELAKSANAAN TEMPATTEMPAT UMUM Kajian Kondisi Kesehatan Lingkungan Sebagai FR Nosokomial Pada Sarana
4
Pelayanan Kesehatan Kajian Situasi Potensi Risiko Penyakit Menular di Pasar
6
Dampak Pb dari Pengolahan Accu Bekas (Komponen Transportasi) di DIY terhadap
4
Lingkungan dan Kesehatan Kajian Faktor Legionellosis di Tempat-tempat Umum Peningkatan Kesehatan Haji 5
6 1
DOKUMEN PELAKSANAAN PENGAWASAN KUALITAS AIR
Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
63
Analisis Risiko Air Minum/PDAM
4
Analisis Risiko Kualitas Air PAMMASKARTA
5
Analisis Risiko Depot Air Minum (DAM)
5
Studi Limbah Cair dan Dampaknya Terhadap
4
Lingkungan 6
DOKUMEN EVALUASI ASPEK KESMAS DALAM AUDIT LINGKUNGAN Kajian Dampak Pembangunan Model
1
Kawasan Industri Sehat Jumlah (kawasan)
50
Untuk mencapai capaian indikator kinerja ini tidak mengalami kendala. Tabel 11. Capaian Indikator Kinerja Persentase Peningkatan Kajian dan Evaluasi Pengendalian Penyakit dan Faktor Risikonya BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2010-2014 Indikator Kinerja Persentase peningkatan kajian dan evaluasi pengendalian penyakit dan faktor risikonya (70%)
Satuan
Capaian tahun 2014
Prosentase Capaian Tahun (%)
Target
Realisasi
2014
2013
2012
2011
2010
50
50
142,9
98
72.2
78.6
120
Kajian
Target peningkatan kajian dan evaluasi pengendalian penyakit dan faktor risikonya pada tahun 2014 sebesar 70% dari 50 kajian dan terealisasi sebanyak 50 kajian (100%), yang berarti capaian indikator kinerja sebesar 142,9%, sehingga capaian indikator kinerja melebihi 72,9%. Capaian indikator kinerja ini apabila dibandingkan dengan capaian tahun-tahun sebelumnya
mengalami
kecenderungan
peningkatan
dan
apibila
dibandingkan dengan tahun 2013 mengalami kenaikan sebesar 44,9%.
Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
64
Kebijakan dan upaya yang dilaksanakan untuk mencapai indikator persentase peningkatan kajian dan evaluasi pengendalian penyakit dan faktor risikonya pada tahun 2014 adalah kegiatan sebagai berikut: a.
Pelaksanaan Adaptasi Dampak Perubahan Iklim 1) Kajian Perubahan Musim Terhadap Kepadatan Nyamuk Aedes sp di Kawasan Kota Semarang Salah satu dampak dari perubahan iklim adalah kemungkinan peningkatan kejadian yang terus menerus dari vector borne disease. Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit berbasis vektor yang berpotensi menjadi KLB/wabah yang seringkali menjadi penyebab kematian utama di banyak negara tropis. Perubahan iklim makro dan mikro dapat mempengaruhi penyebaran penyakit menular.Peningkatan kelembaban dan curah hujan berbanding lurus dengan peningkatan kepadatan nyamuk. Kajian ini bertujuan mengetahui gambaran dan hubungan antara perubahan musim (musim penghujan dan musim kemarau) dengan kepadatan larva/jentik (HI, CI dan BI) di Kelurahan Sambiroto, Kecamatan Tembalang, Kota Semarang, Provinsi Jawa Tengah Tahun 2014. Jenis kajian ini adalah observasional analitik dengan rancangan penelitian cross sectional. Variabel yang diukur dalam kajian ini yaitu curah hujan, suhu dan kelembaban pada musim penghujan dan kemarau dibandingkan dengan angka bebas jentik (ABJ), HI, CI dan BI.Data yang diperoleh dalam kajian ini dianalisis secara univariat, dengan
menggunakan
distribusi
frekuensi
untuk
mengetahui
gambaran variabel bebas dan variabel terikat. Berdasarkan analisis uji korelasi Pearson pada taraf signifikan pvalue <0,05, tidak ada hubungan antara perubahan musim (penghujan dan kemarau) berdasarkan perubahan curah hujan, suhu udara dan kelembaban udara dengan angka bebas jentik (ABJ), maupun dengan kepadatan vektor nyamuk (HI, CI dan BI)
di
Kelurahan Sambiroto, Kecamatan Tembalang, Kota Semarang, Provinsi Jawa Tengah. Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
65
Perlu dilakukan pemantauan dan pengendalian tingkat kepadatan larva/jentik Aedes aegypti pada tempat penampungan air di dalam rumah di Kelurahan Sambiroto dalam rangka mengendalikan penyakit DBD di Kelurahan Sambiroto, Kecamatan Tembalang, Kota Semarang, Provinsi Jawa Tengah. 2) Kajian Perubahan Musim Terhadap Kepadatan Nyamuk Aedes sp di Kawasan Kabupaten Kebumen Kajian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran dan hubungan antara perubahan musim (musim penghujan dan musim kemarau) dengan kepadatan larva/jentik (HI, CI dan BI) di Kelurahan Tamanwinangun,
Kecamatan
Kebumen, Kabupaten
Kebumen,
Provinsi Jawa Tengah Tahun 2014. Berdasarkan analisis uji korelasi Pearson pada taraf signifikan pvalue
<0,05 tidak ada hubungan antara
perubahan musim
(penghujan dan kemarau) berdasarkan perubahan curah hujan, suhu udara dan kelembaban udara dengan angka bebas jentik (ABJ), maupun dengan kepadatan vektor nyamuk (HI, CI dan BI) di Kelurahan Tamanwinangun,
Kecamatan Kebumen,
Kabupaten
Kebumen, Provinsi Jawa Tengah.Perlu dilakukan pemantauan dan pengendalian tingkat kepadatan larva/jentik Aedes aegypti pada tempat
penampungan
air
di
dalam
rumah
di
Kelurahan
Tamanwinangundalam rangka mengendalikan penyakit DBD di Kelurahan Tamanwinangun,
Kecamatan Kebumen,
Kabupaten
Kebumen, Provinsi Jawa Tengah. 3) Kajian Perubahan Musim Terhadap Kepadatan Nyamuk Aedes sp di Kawasan Kabupaten Bantul Kajian ini ingin mengetahui gambaran dan hubungan antara perubahan musim (musim penghujan dan musim kemarau) dengan kepadatan larva/jentik (HI, CI dan BI) di Desa Baturetno, Kecamatan Banguntapan, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2014. Berdasarkan analisis uji korelasi Pearson pada taraf signifikan pvalue <0,05, tidak ada hubungan antara perubahan musim (penghujan dan kemarau) berdasarkan perubahan curah hujan, suhu Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
66
udara dan kelembaban udara dengan angka bebas jentik (ABJ), maupun dengan kepadatan vektor nyamuk (HI, CI dan BI) di Desa Baturetno, Kecamatan Banguntapan, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.Perlu dilakukan pemantauan dan pengendalian tingkat
kepadatan
larva/jentik
Aedes
aegypti
pada
tempat
penampungan air di dalam rumah di Desa Baturetno dalam rangka mengendalikan penyakit DBD di Desa Baturetno, Kecamatan Banguntapan, Kabupaten Bantul. b. Pelaksanaan Permukiman
1) Penyehatan Perumahan di Kawasan Kabupaten Wonogiri Rumah merupakan kebutuhan utama setiap manusia disamping sandang dan pangan. Masalah rumah merupakan masalah yang mempunyai pengaruh didalam kehidupan manusia sehari-hari. Kabupaten Wonogiri mempunyai jumlah rumah sebanyak 271.393 rumah dan dari sejumlah rumah tersebut yang sudah diperiksa kaitannya dengan rumah sehat baru 78.504 rumah (28,93%). Berkaitan dengan hal tersebut diatas, Kegiatan pengembangan wilayah sehat dalam hal penyehatan perumahan dan lingkungannya di Kabupaten Wonogiri dipandang perlu diadakan guna mewujudkan kualitas perumahan dan lingkungannya yang lebih sehat. Dan mendukung pencapaian Millenium Development Goals 2015 terkait pemenuhan cakupan rumah sehat. Jenis kajian yang digunakan adalah deskriptif, pengambilan sampel rumah
menggunakan
metode
Area
sampling/sampling
daerah/multistage random sampling, jumlah rumah yang disurvei sebanyak 400 rumah, meliputi 4 kecamatan yaitu: Kecamatan Girimarto, Kecamatan
Jatipurno, Kecamatan Ngadirojo, dan
Kecamatan Eromoko, Kabupaten Wonogiri. Berdasarkan hasil survei didapatkan 65,5% digolongkan dalam kriteria rumah kurang sehat, 7,7% termasuk rumah tidak sehat, sedangkan yang termasuk rumah sehat hanya sebanyak 26,8%. Hasil pemeriksaan kualitas air bersih dari 28 sampel yang diperiksa menunjukkan 96,43% tidak memenuhi syarat biologi, 46,43% tidak memenuhi syarat kimia, tetapi secara fisika 100% memenuhi syarat. Hasil inspeksi sanitasi menunjukkan Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
67
bahwa dari
400 rumah, tingkat risiko pencemaran 76,5% risiko
rendah, 1,7% risiko sedang, 0,5% risiko tinggi,
dan 21,3% tidak
memiliki sarana air bersih. Gambaran kualitas udara ruang dari 16 titik yang diperiksa tidak memenuhi syarat ditinjau dari parameter fisik yaitu kelembaban (50%, melebihi baku mutu), suhu (37,50%, melebihi baku mutu), pencahayaan (56,25, dibawah baku mutu) dan dari parameter biologi yaitu ALT (100%). Udara lingkungan (1 titik) memenuhi syarat dan kualitas tanah semuanya (4 sampel) memenuhi syarat. 2) Penyehatan Perumahan di Kawasan kota Semarang, Jawa Tengah Kota Semarang mempunyai jumlah rumah sebanyak 357.551 rumah dan dari sejumlah rumah tersebut yang sudah diperiksa kaitannya dengan rumah sehat sebanyak 319.615 rumah (89,39%) dan sebanyak 284.445 rumah (89%) memenuhi syarat. Berkaitan dengan hal tersebut di atas, kegiatan pengembangan wilayah sehat dalam hal penyehatan perumahan dan lingkungannya di Kota Semarang masih perlu diadakan guna mewujudkan kualitas perumahan dan lingkungannya
agar lebih sehat dan
mendukung pencapaian
Millenium Development Goals 2015 terkait pemenuhan cakupan rumah sehat. Jenis kajian yang digunakan adalah deskriptif dengan pengambilan sampel rumah menggunakan metode Area sampling/sampling daerah/multistage random sampling, jumlah rumah yang disurvei sebanyak 400 rumah, meliputi 4 kecamatan yaitu: Kecamatan Pedurungan, Kecamatan Semarang Timur, Kecamatan Semarang Tengah, dan Kecamatan Gunung Pati, Kota Semarang. Berdasarkan hasil survei didapatkan 45% digolongkan dalam kriteria rumah kurang sehat, 3% termasuk rumah tidak sehat, sedangkan yang termasuk rumah sehat sebanyak 52%. Hasil pemeriksaan kualitas air bersih dari 28 sampel yang diperiksa menunjukkan 64% tidak memenuhi syarat biologi, 18% tidak memenuhi syarat fisika, dan 14% tidak memenuhi syarat kimia. Hasil inspeksi sanitasi menunjukkan bahwa dari
400 rumah, tingkat risiko pencemaran
73,5% risiko rendah, 1,5% risiko sedang, dan 25% tidak memiliki Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
68
sarana air bersih. Gambaran kualitas udara ruang dari 16 titik yang diperiksa tidak memenuhi syarat ditinjau dari parameter fisik yaitu kelembaban (75%, melebihi baku mutu), suhu (69%, melebihi baku mutu), pencahayaan (69%, di bawah baku mutu) dan dari parameter biologi yaitu ALT (63%). Udara lingkungan (1 titik) tidak memenuhi syarat untuk Kebisingan, sedangkan kualitas tanah semuanya (4 sampel) memenuhi syarat. 3) Penyehatan Perumahan di Kawasan Kabupaten Bantul Jenis kajian yang digunakan adalah deskriptif, pengambilan sampel rumah
menggunakan
metode
Area
sampling/sampling
daerah/multistage random samplingdengan jumlah rumah yang disurvei
sebanyak
400
rumah,
meliputi
4
kecamatan
yaitu
Kecamatan Banguntapan dilakukan di Kelurahan Wiyoro, Kecamatan Bantul di Kelurahan Sabdodadi, Kecamatan Sanden di Kelurahan Srigading dan Kecamatan Pandak di Kelurahan Triharjo. Berdasarkan hasil survei didapatkan rumah sehatsebanyak 23,2%, rumah kurang sehat 72,0%, sedangkan yang termasuk rumah tidak sehat sebanyak 4,8%. Hasil pemeriksaan kualitas air bersih dari 28 sampel yang diperiksa menunjukkan 53,57% tidak memenuhi syarat biologi, 14,29% tidak memenuhi syarat fisik dan 57,14% tidak memenuhi syarat kimia dibandingkan
dengan
baku
mutu
Permenkes
RI
No.
416/Menkes/Per/IX/1990.Gambaran kualitas udara ruang dari 12 titik yang diperiksa tidak memenuhi syarat ditinjau dari parameter fisik yaitu suhu 75,0%, kelembaban 100,0%, Pencahayaan 66,7%, SO2 0,0% dan ALT 41,7%, dibandingkan dengan baku mutu Permenkes Nomor 1077/Menkes/Per/V/2011.Udara lingkungan pada 1 lokasi, semua parameter yang diperiksa memenuhi syarat baku mutu Kep. Menkes No. 829/MENKES/SK/VII/1999.Kualitas tanah, dari semua parameter yang diperiksa semuanya (4 sampel) memenuhi syarat baku mutu Kep. Menkes No. 829/MENKES/SK/VII/1999.
Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
69
c. Pelaksanaan Pengamanan Limbah, Udara dan Radiasi
1) Monitoring Kajian
Dampak Penggunaan Merkuri di Kawasan
Penambangan Emas H Kabupaten Kulon Progo Potensi endapan emas terdapat di hampir setiap daerah di Indonesia. Emas yang tersisa ditambang dari bumi memerlukan biaya pemulihan lingkungan yang sangat tinggi dan tidak jarang lokasi penambangan tersebut berada di negara yang miskin. Karena ketidaktahuan mereka masyarakat menggunakan cara-cara yang terkadang membahayakan lingkungan dan bahkan membahayakan diri sendiri. Metode ekstraksi emas menggunakan merkuri dipakai dalam komunitas penambang emas tradisional karena lebih murah cepat dan mudah daripada metode alternatif yang lain. Mereka mengolah tanpa mengunakan alat pelindung diri serta tanpa mengerti efek yang ditimbulkan dari kontak merkuri tersebut terhadap tubuh maupun terhadap lingkungan. Merkuri berada di lingkungan dalam berbagai bentuk dan sementara itu semua bentuk merkuri yang ada beracun bagi manusia. Pola toksisitas bervariasi dengan bentuk kimianya, rute paparan, jumlah, durasi dan waktu pemaparan
serta
kerentanan
seseorang
yang
terpapar
Terabaikannya aspek kesehatan dan lingkungan, menimbulkan dampak bagi lingkungan, pekerja dan keluarga hingga pada kondisi terburuk yang belum disadari oleh para penambang. Saat ini, aspek lingkungan belum menjadi landasan berpikir apakah pada suatu saat nanti akumulasi merkuri di lingkungan dapat membahayakan kesehatan, baik kesehatan pekerja maupun keluarganya atau populasi secara umum. Oleh karena itu perlu dilakukan monitoring dampak penggunaan maerkuri ini pada lingkungan maupun pada kesehatan masyarakat. Tujuan dari kajian ini adalah mengetahui dampak penggunaan merkuri pada penambangan emas tradisional terhadap kesehatan lingkungan Khususnya untuk mengetahui kadar merkuri di limbah, di lingkungan pada populasi studi serta mengetahui gangguan kesehatan pada populasi studi yang berkaitan dengan merkuri. Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
70
Hasil kajian menunjukkan bahwa Kadar merkuri limbah cair bekas penggelondongan
berada di bawah baku mutu, sedimennya
menunjukkan kadar merkuri yang cukup tinggi dengan kadar bervariasi, apabila dibandingkan dengan persyaratan Kualitas Air Bersih, maka kadar merkuri pada air mata air, air sumur di dekat lokasi mendekati baku mutu sedangkan air sumur yang lebih jauh tak terdeteksi. Kadar merkuri pada air badan air yang diperiksa di bawah baku mutu, sedangkan pada semua tanaman dikonsumsi yang diperiksa
mengandung kadar merkuri tinggi dibandingkan
dengan baku mutu Keputusan Dirjen POM tentang batas maksimum cemaran logam dalammakanan. Merkuri telah berdampak pada populasi baik penambang maupun penduduk berupa kadar yang tinggi pada darah. Ditemukan gangguan kesehatan pada populasi penambang dan penduduk akan tetapi belum pasti disebabkan oleh merkuri. 2) Monitoring Kajian
Dampak Penggunaan Merkuri di Kawasan
Penambangan Emas K Kabupaten Kulon Progo Penambangan emas tradisional yang ada di Kabupaten Kulon Progo (DIY) mempergunakan merkuri elementer dalam amalgamisasi, yaitu proses pengikatan dan pemisahan partikel emas dari partikel lainnya (penggelondongan). Merkuri yang terkandung dalam tailing dapat mencemari tanah di sekitar tempat penampungan limbah dan diserap oleh tanaman yang tumbuh di tanah tersebut. Limbah penggelondongan ini, disebut juga tailing, mengandung merkuri dan berisiko menimbulkan pencemaran lingkungan Jenis kajian ini adalah deskriptif dan pengumpulan data dilakukan sesaat atau point time approach dan pada waktu yang bersamaan. Sampel lingkungan adalah limbah, tanah, air sumur, air badan air, tumbuhan dan populasi studi adalah penambang emas tradisional (penggelondong) dan orang yang ikut terpapar merkuri (masyarakat) dengan jumlah 30 orang. Hasil kajian menunjukkan bahwa telah terdeteksi merkuri pada sampel lingkungan yaitu: Air Limbah mengandung 0,00816 mg/L, dalam sludge 14,585 mg/kg, Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
sedimen sungai sebelum terkena 71
limbah 15,621 mg/kg dan sesudah terkena limbah 15,380 mg/kg, pada Air Badan Air sebelum terkena limbah 0,00467 mg/L dan Air Badan Air sesudaht terkena libah 0,00273 mg/L. Pada Air Bersih kandungan merkuri berkisar : ttd – 0,006 mg/L, sedangakan pada tanah : 22,845 – 30,807 mg/kg, pada Ikan : 165,914 mg/kg dan pada tanaman : 11,934 – 171,551 mg/kg. Kadar merkuri dalam darah pada masyarakat berkisar antara 42,197-185,980 µg/L, sedangkan pada penambang berkisar antara 45,329 - 184,403 µg/L sehingga kisaran berada diatas baku mutu. Kadar merkuri dalam urin masyarakat dan penambang masih dalam batas normal yaitu antara <0,0015 – 0,0106 dan <0,0015 – 0,0129 µg/g kreatinin 3) Monitoring Kajian
Dampak Penggunaan Merkuri di Kawasan
Penambangan Emas Kabupaten Purworejo Potensi endapan emas terdapat di hampir setiap daerah di Indonesia. Emas yang tersisa ditambang dari bumi memerlukan biaya pemulihan lingkungan yang sangat tinggi dan tidak jarang lokasi penambangan tersebut berada di negara yang miskin. Karena ketidaktahuan mereka, masyarakat menggunakan cara-cara yang terkadang membahayakan lingkungan dan bahkan membahayakan diri sendiri. Metode ekstraksi emas menggunakan merkuri dipakai dalam komunitas penambang emas tradisional karena lebih murah cepat dan mudah daripada metode alternatif yang lain. Mereka mengolah tanpa mengunakan alat pelindung diri serta tanpa mengerti efek yang ditimbulkan dari kontak merkuri tersebut terhadap tubuh maupun terhadap lingkungan. Merkuri berada di lingkungan dalam berbagai bentuk dan sementara itu semua bentuk merkuri yang ada beracun bagi manusia. Pola toksisitas bervariasi dengan bentuk kimianya, rute paparan, jumlah, durasi dan waktu pemaparan
serta
kerentanan
seseorang
yang
terpapar
Terabaikannya aspek kesehatan dan lingkungan, menimbulkan dampak bagi lingkungan, pekerja dan keluarga hingga pada kondisi terburuk yang belum disadari oleh para penambang. Saat ini, aspek lingkungan belum menjadi landasan berpikir apakah pada suatu saat nanti akumulasi merkuri di lingkungan dapat membahayakan Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
72
kesehatan, baik kesehatan pekerja maupun keluarganya atau populasi secara umum. Oleh karena itu perlu dilakukan monitoring dampak penggunaan maerkuri ini pada lingkungan maupun pada kesehatan masyarakat. Tujuan dari kajian ini adalah mengetahui dampak penggunaan merkuri pada penambangan emas tradisional terhadap kesehatan lingkungan Khususnya untuk mengetahui kadar merkuri di limbah, di lingkungan, pada populasi studi serta mengetahui gangguan kesehatan pada populasi studi yang berkaitan dengan merkuri.. Hasil kajian menunjukkan bahwa Kadar merkuri limbah cair bekas penggelondongan dan air badan air berada di bawah baku mutu, sedimennya telah terkontaminasi, kadar merkuri pada air mata air berada pada batas baku mutu. Kadar merkuri pada semua tanaman dikonsumsi yang diperiksa
mengandung kadar merkuri tinggi
dibandingkan dengan baku mutu Keputusan Dirjen POM tentang batas maksimum cemaran logam dalam makanan. Merkuri telah berdampak pada populasi baik penambang maupun penduduk berupa kadar yang tinggi pada darah. Ditemukan gangguan kesehatan pada populasi penambang dan penduduk akan tetapi belum pasti disebabkan oleh merkuri. 4) Monitoring Kajian
Dampak Penggunaan Merkuri di Kawasan
Penambangan Emas Kabupaten Wonogiri Penambangan emas tradisional di yang ada di Kabupaten Wonogiri mempergunakan merkuri elementer dalam amalgamisasi, yaitu proses pengikatan dan pemisahan partikel emas dari partikel lainnya (penggelondongan). Merkuri yang terkandung dalam tailing dapat mencemari tanah di sekitar tempat penampungan limbah dan diserap oleh tanaman yang tumbuh di tanah tersebut. Limbah penggelondongan ini, disebut juga tailing, mengandung merkuri dan berisiko menimbulkan pencemaran lingkungan Jenis kajian ini adalah deskriptif dan pengumpulan data dilakukan sesaat atau point time approach dan pada waktu yang bersamaan. Sampel lingkungan adalah limbah, tanah, air sumur, air badan air, Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
73
tumbuhan dan populasi studi adalah penambang emas tradisional (penggelondong) dengan jumlah 30 orang. Hasil kajian menunjukkan bahwa telah terdeteksi merkuri pada sampel lingkungan yaitu: Air Limbah mengandung 0,0042 mg/L, dalam sludge 23,575 mg/kg,
sedimen sungai sebelum terkena
limbah 16,886 mg/kg dan sesudah terkena limbah 27,568 mg/kg, pada Air Badan Air sebelum
dan sesudah terkena limbah adalah
Ttd. Pada Air Bersih kandungan merkuri berkisar : ttd – 0,0025 mg/L, sedangkan pada tanah berkisar antara 29,065 – 31,722 mg/kg, dan pada tanaman : 24,406 – 127,670 mg/kg. Kadar merkuri dalam darah responden berkisar antara 29,836 - 262,958
µg/L,
sehingga kisaran berada diatas baku mutu. Kadar merkuri dalam urin responden masih dalam batas normal yaitu antara <0,0015 – 0,0164 µg/g kreatinin. d. Pelaksanaan Tempat-Tempat Umum
1) Kajian Kondisi Kesehatan Lingkungan Sebagai FR Nosokomial Pada Sarana Pelayanan Kesehatan a)
Kajian Kondisi Kesehatan Lingkungan Sebagai FR Nosokomial Pada Kawasan Pelayanan Kesehatan di Kabupaten Sleman Penyakit infeksi merupakan penyebab utama tingginya angka kesakitan dan kematian di dunia. Infeksi nosokomial atau infeksi di dapat di rumah sakit berkembang sebagai akibat dari masuknya pasien ke rumah sakit. Pengendalian terhadap infeksi nosokomial telah dilakukan oleh setiap rumah sakit dengan melakukan pendataan penyakit yang muncul akibat infeksi nosokomial, melaksanakan setiap tindakan sesuai dengan prosedur tetap, serta penanganan segera terhadap kejadian infeksi nosokomial akan tetapi perlu dilaksanakan evaluasi terhadap kondisi di ruangan dan proses sterilisasinya yang juga berpotensi menyebabkan infeksi nosokomial. ILO (infeksi luka operasi), ISK (infeksi saluran kencing), flebitis, dan VAP (Ventilator
Associated
Pneumonia)
adalah
jenis
infeksi
nosokomial yang dapat terjadi dan belum ada data yang tepat di Indonesia. Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
74
Tujuan dari kajian ini adalah mengetahui kondisi fisik dan mikrobiologis ruang operasi, ruang perawatan, dan ruang perawatan intensif serta sterilisasi linen dan alat medis, mengetahui pelaksanaan sistem surveilans infeksi nosokomial di rumah sakit mengetahui upaya desinfeksi dan sterilisasi ruang dan peralatan rumah sakit. Kajian ini dilakukan di di dua rumah sakit di Kabupaten Sleman. Hasil kajian menunjukkan bahwa apabila dibandingkan dengan baku mutu yang tertera pada Keputusan Menteri Kesehatan 1204/Menkes/SK/X/2004 maka kondisi fisik ruangan kedua rumah sakit sesuai persyaratan, kecuali ventilasi di kedua rumah sakit. Kondisi mikrobiologis ruangan kedua rumah sakit melebihi baku mutu, yaitu parameter ALT udara di ICU di RS X dan parameter ALT udara serta ditemukan bakteri patogen Klebsiella pneumoniae pada usap lantai ruang operasi RS Y. Kondisi mikrobiologis linen dan alat medis di kedua rumah sakit sesuai baku mutu. Telah dibentuk tim PPI di kedua rumah sakit, untuk salah satu RS angka infeksi nosokomial masih melebihi 1,5% dan sedangkan untuk RS yang lain tim PPI belum berjalan. Upaya sterilisasi dan desinfeksi juga telah dilaksanakan.akan tetapi dosis desinfektan dan waktu kontak yang digunakan belum optimal. Perlu pelatihan atau refreshing mengenai sanitasi dan sterilisasi ruangan khusus di rumah sakit sehingga pelaksanaan desinfeksi dan sterilisasi optimal dan rumah sakit terhindar dari risiko infeksi nosokomial. b) Kajian Kondisi Kesehatan Lingkungan Sebagai FR Nosokomial
Pada Kawasan Pelayanan Kesehatan di Kabupaten Bantul Kajian ini dilaksanakan di dua rumah sakit di Kabupaten Bantul. Hasil kajian menunjukkan bahwa apabila dibandingkan dengan baku mutu yang tertera pada Keputusan Menteri Kesehatan 1204/Menkes/SK/X/2004 maka kondisi
fisik ruangan kedua
rumah sakit sesuai persyaratan, kecuali ventilasi (kedua rumah Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
75
sakit) dan rasio luas lantai di ruang perawatan kelas III salah satu RS. Kondisi mikrobiologis ruangan kedua rumah sakit melebihi baku mutu, yaitu parameter ALT udara ruang operasi dan ICU, parameter ALT usap lantai ruang operasi, serta ditemukan bakteri patogen Staphylococcus aureus pada usap lantai ruang operasi salah satu RS, parameter ALT udara dan usap lantai ruang perawatan klas III, serta ditemukan bakteri patogen Pseudomonas aeruginosa pada usap lantai ruang operasi RS yang lainnya. Kondisi mikrobiologis linen dan alat medis di kedua rumah sakit sesuai baku mutu. Surveilans infeksi nosokomial telah dilaksanakan oleh tim PPI di kedua rumah sakit, tidak ada penyakit infeksi nosokomial yang melebihi standar pelayanan
mutu,
upaya
sterilisasi dan
desinfeksi juga telah dilaksanakan.akan tetapi dosis desinfektan dan waktu kontak yang digunakan belum optimal. Perlu pelatihan atau refreshing mengenai sanitasi dan sterilisasi ruangan khusus di rumah sakit sehingga pelaksanaan desinfeksi dan sterilisasi optimal dan rumah sakit terhindar dari risiko infeksi nosokomial. c)
Kajian Kondisi Kesehatan Lingkungan Sebagai FR Nosokomial Pada Kawasan Pelayanan Kesehatan di Kabupaten Wonosobo Infeksi nosokomial adalah suatu infeksi yang didapatkan karena perawatan di rumah sakit yang terjadi setelah 48 jam atau lebih. Di Indonesia Infeksi nosokomial merupakan salah satu penyebab utama kematian ibu dan bayi baru lahir. Keputusan Menteri
Kesehatan
No.
1204/Menkes/SK/X/2004
tentang
Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit memuat upaya penyehatan ruang dan bangunan yang meliputi antara lain persyaratan kualitas udara, pencahayaan, kebisingan, tingkat kebersihan lantai dan dinding, dan konstruksi bangunan. Oleh karena ruang operasi dikategorikan sebagai zona berisiko sangat tinggi bagi terjadinya penularan penyakit, ditetapkan persyaratan kontaminasi. Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
mikrobiologis Kajian
ini
yang
ketat
bertujuan
untuk untuk
mencegah mengetahui 76
pelaksanaan sistem surveilans infeksi luka operasi, mengetahui kondisi fisik dan mikrobiologis ruang operasi, perawatan, ruang ICU, ruang bersalin, mengetahui kualitas ruang CSSD dan sterilitas linen dan alat medis yang digunakan di dua rumah sakit di di Kabupaten Wonosobo. Angka kuman udara dan usap lantai di ruang operasi, ruang perawatan dan ruang ICU di rumah sakit yang diperiksa lebih tinggi daripada persyaratan. Ventilasi di ruang operasi dan perawatan tidak sesuai karena tidak ada filter bakteri. Rumah sakit telah melaksanakan surveilans infeksi nosokomial, namun kondisi tata ruang operasi kurang mendukung upaya sterilisasi ruangan karena masih ada bagian-bagian ruangan yang sulit untuk dibersihkan. d)
Kajian Kondisi Kesehatan Lingkungan Sebagai FR Nosokomial Pada Kawasan Pelayanan Kesehatan di Kota Semarang Infeksi nosokomial merupakan dampak negatif perawatan di rumah sakit yang paling sering terjadi. Infeksi luka operasi (ILO) merupakan salah satu jenis infeksi nosokomial yang paling banyak dipantau. Terjadinya ILO dipengaruhi oleh berbagai macam hal, antara lain teknik operasi dan tingkat kontaminasi luka. Walaupun kondisi lingkungan tidak secara langsung berpengaruh dalam kejadian ILO, lingkungan ruang operasi seperti permukaan lantai, dinding, dan peralatan dapat menjadi reservoir bagi bakteri penyebab ILO. Untuk mengetahui kondisi lingkungan yang berkaitan dengan kejadian ILO, upaya surveilans ILO, dan upaya sterilisasi dan disinfeksi
yang
telah
dilakukan
oleh
sarana
pelayanan
kesehatan, dilakukan kajian di 2 (dua) rumah sakit di Kota Semarang, Jawa Tengah. Pengumpulan data dilakukan dengan mewawancarai Tim Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (PPI) mengenai pelaksanaan surveilans ILO, mewawancarai petugas sanitarian mengenai upaya sterilisasi dan disinfeksi, melaksanakan Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
observasi
dan
pengambilan
contoh 77
uji
lingkungan di ruang operasi, perawatan, ICU, dan CSSD, dan pengujian usap alat dan linen. Kedua rumah sakit telah melaksanakan surveilans ILO, dan angka prevalensi ILO di kedua rumah sakit masih memenuhi persyaratan. Kondisi fisik dan tata ruang ruang operasi, perawatan, dan CSSD di salah satu RS di Kota Semarang kurang memadai, dan hasil pengujian contoh uji menunjukkan angka kuman di ruang operasi, perawatan, ICU dan usap alat belum memenuhi persyaratan, dan upaya sterilisasi ruang operasi belum optimal. Kondisi fisik dan tata ruang di salah satu RS sudah memadai, walaupun angka kuman udara di ruang perawatan masih melebihi baku mutu. Upaya sterilisasi di RS tersebut sudah optimal. 2) Kajian Situasi Potensi Risiko Penyakit Menular di Pasar a)
Kajian Situasi Potensi Risiko Penyakit Menular di Kawasan Pasar di Kabupaten Kebumen Tujuan penyelenggaraan pasar sehat adalah terwujudnya pasar yang bersih, aman, nyaman, dan sehat melalui kemandirian komunitas infrastruktur
pasar,
dengan:
yang
terselenggaranya
tersedianya
memenuhi pengelolaan
pasar
persyaratan pasar
yang
dengan
kesehatan, memenuhi
persyaratan kesehatan dan kesinambungan, dan terwujudnya perilaku pedagang, pengelola, dan pengunjung untuk hidup bersih, sehat, dan higienis. Tujuan dari kajian ini adalah mendukung
terciptanya
pasar
sehat
dengan
melakukan
pengawasan kualitas lingkungan pasar melalui inspeksi sanitasi aspek kesehatan dan pemeriksaan laboratorium. Jenis kajian adalah deskriptif cross sectional. Tahapan kegiatan terdiri atas persiapan berupa koordinasi dan rapat lintas sektor, pelaksanaan
terdiri
atas
survei/observasi
pasar
dan
pengambilan dan pengujian sampel, serta evaluasi berupa analisis data, sosialisasi dan penyelenggaraan peningkatan kualitas lingkungan. Survei/observasi berupa inspeksi sanitasi pasar menggunakan formulir penilaian sanitasi pasar dan Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
78
perilaku hidup bersih dan sehat pedagang, pengunjung dan pengelola. Pengambilan sampel lingkungan dilakukan di salah satu pasar di Kabupaten Kebumen untuk pengujian agen biologis dan fisik kimia pada makanan minuman siap saji, jajanan pasar, air bersih, air minum, usap alat, usap tenggorok, dan udara. Keseluruhan kegiatan dilaksanakan pada bulan Maret-November 2014. Berdasarkan hasil inspeksi sanitasi di pasar tersebut, dijumpai penjual
makanan
minuman
di
kamar
mandi
dan
WC,
penyediaan wastafel dan sabun cuci tangan, jumlah tempat sampah, pemilahan dan pengolahan sampah,
pengujian air
bersih, desinfeksi pasar, dan kondisi binatang penular penyakit belum memenuhi syarat kesehatan. Selain itu Perilaku Hidup Bersih dan Sehat masih perlu ditingkatkan. Selain itu, perilaku hidup bersih dan sehat masyarakat pasar masih perlu ditingkatkan. Pemeriksaan sampel di salah satu pasar di Kabupaten Kebumen menemukan agen biologi berupa E. Coli dan K. Pneumonia pada makanan siap saji, total Coliform dan angka kuman yang tinggi pada alat makan, Total Coliform dan E. Coli pada air minum, total Coliform pada air bersih, serta angka kuman udara yang tidak memenuhi syarat yang dapat menjadi risiko kejadian penyakit menular. Pemeriksaan agen kimiawi di pasar tersebut menemukan formalin, rhodamin B, dan boraks pada makanan jajanan dan bahan pangan, parameter bau, warna dan zat organik pada air minum yang tidak memenuhi syarat, parameter bau, rasa dan zat organik pada air bersih, serta kurangnya kandungan Iodium dalam garam yang dijual di pasar, yang berpotensi terhadap kejadian penyakit tidak menular. Dalam pelaksanaan sosialisasi hasil dihasilkan rencana tindak lanjut dari pihak-pihak terkait. Kegiatan penyelenggaraan peningkatan kualitas kesehatan lingkungan pasar di pasar di Kebumen yang menjadi lokasi kegiatan tersebut dilakukan dengan pemberian overview metode PHAST kepada pedagang Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
79
dan pengelola pasar dan diperoleh kesepakatan janji pedagang. Rencana tindak lanjut dan janji pedagang yang telah disepakati bersama memerlukan komitmen yang kuat dari semua pihak yang terlibat dalam upaya menjadikan pasar tersebut menjadi pasar sehat. b)
Kajian Situasi Potensi Risiko Penyakit Menular di Kawasan Pasar di Kabupaten Sukoharjo Pasar memiliki peran penting dalam kesehatan masyarakat karena banyak masyarakat terhubung dengan pasar baik secara langsung maupun tidak langsung. Pasar sebagai penyedia bahan pangan dan makanan berpotensi menularkan penyakit yang dapat menyebabkan kesakitan, kematian, kecacatan, atau penurunan daya tahan tubuh. Untuk mengetahui risiko terjadinya dampak kesehatan pada masyarakat yang berhubungan dengan keadaan pasar ini, perlu diketahui kondisi sanitasi dan agen biologis dan kimia dalam lingkungan pasar. Pasar yang menjadi lokasi kegiatan adalah salah satu pasar di Kabupaten Sukoharjo dengan asumsi sekitar 18.000 orang yang terhubung baik langsung maupun tidak langsung di pasar tersebut. Oleh karena itu, diperlukan adanya kajian situasi potensi risiko penyakit menular dan tidak menular di pasar. Tujuan dari kajian ini adalah mendukung
terciptanya
pasar
sehat
dengan
melakukan
pengawasan kualitas lingkungan pasar melalui inspeksi sanitasi aspek kesehatan dan pemeriksaan laboratorium. Jenis kajian adalah deskriptif cross sectional. Kegiatan ini terdiri atas empat tahap yaitu tahap persiapan berupa koordinasi dan rapat
lintas
sektor,
tahap
pelaksanaan
terdiri
atas
survei/observasi pasar dan pengambilan dan pengujian sampel, tahap evaluasi dan pelaporan berupa analisis data dan sosialisasi, serta tahap penyelenggaraan peningkatan kualitas lingkungan. Survei/observasi berupa inspeksi sanitasi pasar menggunakan formulir penilaian sanitasi pasar dan perilaku hidup bersih dan sehat pedagang, pengunjung, dan pengelola. Pengambilan sampel lingkungan agen biologis dan fisik kimia Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
80
pada makanan minuman siap saji, jajanan pasar, air bersih, air minum, usap alat makan, usap tenggorok/nasofaring manusia, dan udara.Kegiatan dilaksanakan pada bulan April-November 2014. Berdasarkan hasil inspeksi sanitasi di salah satu pasar di Kabupaten Sukoharjo tersebut, perilaku hidup bersih dan sehat, sarana
mencuci
bahan
pangan,
peralatan,
dan
tangan,
pengelolaan air limbah, pengelolaan sampah, keberadaan vektor, serta jarak toilet dengan tempat penjualan makanan dan bahan pangan belum memenuhi persyaratan. Pemeriksaan sampel menemukan agen biologi berupa Klebsiella pneumonia pada makanan, jumlah kuman dan E. coli yang tidak memenuhi syarat pada usap alat makan, serta total coliform yang tidak memenuhi syarat kesehatan pada air minum dan bersih yang dapat menjadi risiko kejadian penyakit menular. Pemeriksaan agen kimiawi di pasar tersebut menemukan adanya Rhodamine B, Formalin, dan Borak pada makanan jajanan, parameter kimia pada air bersih berupa Natrium dan Mangan yang tidak memenuhi syarat, serta kurangnya kandungan Iodium dalam garam yang dijual di pasar, yang berpotensi terhadap kejadian penyakit tidak menular. Dalam pelaksanaan sosialisasi hasil dihasilkan rencana tindak lanjut dari pihak-pihak terkait. Kegiatan penyelenggaraan peningkatan kualitas kesehatan lingkungan pasar dilakukan dengan pemberian overview metode PHAST kepada pedagang dan pengelola pasar dan diperoleh kesepakatan janji pedagang. Rencana tindak lanjut dan janji pedagang yang telah disepakati bersama memerlukan komitmen yang kuat dari semua pihak yang terlibat dalam upaya menjadikan pasar menjadi pasar sehat. c)
Kajian Situasi Potensi Risiko Penyakit Menular di Kawasan Pasar di Kota Surakarta Pasar memiliki peran penting dalam kesehatan masyarakat karena banyak masyarakat terhubung dengan pasar baik secara langsung maupun tidak langsung. Pasar sebagai penyedia
Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
81
bahan pangan dan makanan berpotensi menularkan penyakit yang dapat menyebabkan kesakitan, kematian, kecacatan atau penurunan daya tahan tubuh. Untuk mengetahui risiko terjadinya dampak kesehatan pada masyarakat yang berhubungan dengan keadaan pasar ini, perlu diketahui kondisi sanitasi dan agen biologis dan kimia dalam lingkungan pasar. Pasar yang menjadi lokasi kegiatan di Kota Surakarta diasumsikan terhubung baik langsung maupun tidak langsung dengan sekitar 4.380 orang. Oleh karena itu, diperlukan adanya kajian situasi potensi risiko penyakit menular dan tidak menular di pasar. Tujuan dari kajian ini
adalah
mendukung
terciptanya
pasar
sehat
dengan
melakukan pengawasan kualitas lingkungan pasar melalui inspeksi
sanitasi
aspek
kesehatan
dan
pemeriksaan
laboratorium. Jenis kajian adalah deskriptif cross sectional. Tahapan kegiatan terdiri atas persiapan berupa koordinasi dan rapat lintas sektor, pelaksanaan
terdiri
atas
survei/observasi
pasar
dan
pengambilan dan pengujian sampel, serta evaluasi berupa analisis data, sosialisasi dan penyelenggaraan peningkatan kualitas lingkungan. Survei/observasi berupa inspeksi sanitasi pasar menggunakan formulir penilaian sanitasi pasar dan perilaku hidup bersih dan sehat pedagang, pengunjung, dan pengelola. Pengambilan sampel lingkungan agen biologis dan fisik kimia pada makanan minuman siap saji, jajanan pasar, air bersih, air minum, usap alat, usap tenggorok, dan udara. Kegiatan dilaksanakan pada bulan April-Oktober 2014. Berdasarkan hasil inspeksi sanitasi, penyediaan tempat sampah dan sabun cuci tangan, pemilahan dan pengolahan sampah, desinfeksi pasar, dan pemeriksaan kualitas lingkungan baik air dan udara belum memenuhi syarat kesehatan. Pemeriksaan sampel di pasar tersebut menemukan agen biologi berupa E.Coli dan Klebsiella pneumonia pada makanan dan minuman, serta total Coliform dan E. Coli pada air bersih dan air minum, yang dapat menjadi risiko kejadian penyakit menular. Pemeriksaan Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
82
agen kimiawi di pasar menemukan adanya Rhodamine B, Formalin, dan Borak pada makanan jajanan, parameter kimia berupa Fe yang tidak memenuhi syarat pada air minum, serta kurangnya kandungan Iodium dalam garam yang dijual di pasar, yang berpotensi terhadap kejadian penyakit tidak menular. Dalam pelaksanaan sosialisasi hasil dihasilkan rencana tindak lanjut dari pihak-pihak terkait. Kegiatan penyelenggaraan peningkatan kualitas kesehatan lingkungan pasar dilakukan dengan pemberian overview metode PHAST kepada pedagang dan pengelola pasar dan diperoleh kesepakatan janji pedagang. Rencana tindak lanjut dan janji pedagang yang telah disepakati bersama memerlukan komitmen yang kuat dari semua pihak yang terlibat dalam upaya menjadikan pasar menjadi pasar sehat. d)
Kajian Situasi Potensi Risiko Penyakit Menular di Kawasan Pasar di Kabupaten Kulon Progo Penyelenggaraan pasar sehat adalah terwujudnya pasar yang bersih,
aman,
nyaman,
dan
sehat
melalui
kemandirian
komunitas pasar, dengan tersedianya pasar dengan infrastruktur yang
memenuhi
persyaratan
kesehatan,
terselenggaranya
pengelolaan pasar yang memenuhi persyaratan kesehatan dan kesinambungan, dan terwujudnya perilaku pedagang, pengelola, dan pengunjung untuk hidup bersih, sehat dan higienis. Tujuan dari kajian ini adalah mendukung terciptanya pasar sehat dengan melakukan pengawasan kualitas lingkungan pasar melalui inspeksi sanitasi aspek kesehatan dan pemeriksaan laboratorium. Jenis kajian adalah deskriptif cross sectional. Kegiatan ini dilakukan di salah satu pasar di Kabupaten Kulon Progo. Tahapan kegiatan terdiri atas persiapan berupa koordinasi dan rapat lintas sektor, pelaksanaan terdiri atas survei/observasi pasar dan pengambilan dan pengujian sampel, serta evaluasi berupa
analisis
peningkatan Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
data,
kualitas
sosialisasi
lingkungan.
dan
penyelenggaraan
Survei/observasi
berupa 83
inspeksi sanitasi pasar menggunakan formulir penilaian sanitasi pasar
dan
perilaku
hidup
bersih
dan
sehat
pedagang,
pengunjung, dan pengelola. Pengambilan sampel lingkungan agen biologis dan fisik kimia pada makanan minuman siap saji, jajanan pasar, air bersih, air minum, usap alat, usap tenggorok, dan udara. Keseluruhan kegiatan dilaksanakan pada bulan Maret-November 2014. Berdasarkan hasil inspeksi sanitasi di salah satu pasar di Kabupaten Kulon Progo tersebut, keadaan kantor pengelola pasar, penyediaan tempat sampah dan sabun cuci tangan, pemilahan dan pengolahan sampah, dan desinfeksi pasar belum memenuhi syarat kesehatan. Selain itu, perilaku hidup bersih dan
sehat
masyarakat
pasar
masih
perlu
ditingkatkan.
Pemeriksaan sampel di pasar menemukan agen biologi berupa Klebsiella pneumonia pada makanan, total Coliform dan E. Coli pada air minum, total Coliform pada air bersih, serta angka kuman udara yang dapat menjadi risiko kejadian penyakit menular. Pemeriksaan agen kimiawi menemukan formalin pada makanan jajanan, parameter kimia berupa pH dan deterjen yang tidak memenuhi syarat pada air minum, parameter kimia berupa Fe dan Mn yang tidak memenuhi syarat pada air bersih, serta kurangnya kandungan Iodium dalam garam yang dijual di pasar, yang berpotensi terhadap kejadian penyakit tidak menular. Dalam pelaksanaan sosialisasi hasil dihasilkan rencana tindak lanjut dari pihak-pihak terkait. Kegiatan penyelenggaraan peningkatan kualitas kesehatan lingkungan pasar dilakukan dengan pemberian overview metode PHAST kepada pedagang dan pengelola pasar dan diperoleh kesepakatan janji pedagang. Rencana tindak lanjut dan janji pedagang yang telah disepakati bersama memerlukan komitmen yang kuat dari semua pihak yang terlibat dalam upaya menjadikan pasar menjadi pasar sehat. e)
Kajian Situasi Potensi Risiko Penyakit Menular di Kawasan Pasar di Kabupaten Sleman
Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
84
Tujuan penyelenggaraan pasar sehat adalah terwujudnya pasar yang bersih, aman, nyaman, dan sehat melalui kemandirian komunitas infrastruktur
pasar, yang
terselenggaranya
dengan:
tersedianya
memenuhi pengelolaan
pasar
persyaratan pasar
yang
dengan
kesehatan, memenuhi
persyaratan kesehatan dan kesinambungan, dan terwujudnya perilaku pedagang, pengelola, dan pengunjung untuk hidup bersih, sehat, dan higienis. Tujuan dari kajian ini adalah mendukung
terciptanya
pasar
sehat
dengan
melakukan
pengawasan kualitas lingkungan pasar melalui inspeksi sanitasi aspek kesehatan dan pemeriksaan laboratorium. Jenis kajian adalah deskriptif cross sectional. Kegiatan ini dilakukan di salah satu pasar di Kabupaten Sleman. Tahapan kegiatan terdiri atas persiapan berupa koordinasi dan rapat lintas sektor, pelaksanaan terdiri atas survei/observasi pasar dan pengambilan dan pengujian sampel, serta evaluasi berupa analisis data, sosialisasi dan penyelenggaraan peningkatan kualitas lingkungan. Survei/observasi berupa inspeksi sanitasi pasar menggunakan formulir penilaian sanitasi pasar dan perilaku hidup bersih dan sehat pedagang, pengunjung, dan pengelola.Pengambilan sampel lingkungan agen biologis dan fisik kimia pada makanan minuman siap saji, jajanan pasar, air bersih, air minum, usap alat, usap tenggorok, dan udara. Keseluruhan kegiatan dilaksanakan pada bulan Maret-November 2014. Berdasarkan
hasil
inspeksi
sanitasi
di
pasar
tersebut,
penyediaan tempat dan sabun cuci tangan, jumlah tempat sampah, pemilahan dan pengolahan sampah, dan jarak sumber air bersih dengan septik tank belum memenuhi syarat, belum dilakukan pengujian air bersih 6 bulan sekali, belum dilakukan desinfeksi pasar, dan masih terdapat binatang penular penyakit, selain itu Perilaku Hidup bersih dan Sehat masih perlu ditingkatkan. Selain itu, perilaku hidup bersih dan sehat masyarakat pasar masih perlu ditingkatkan. Pemeriksaan Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
85
sampel di salah satu pasar di Kabupaten Sleman tersebut menemukan agen biologi berupa E. Coli pada makanan siap saji angka kuman dan E.coli pada alat makan, total Coliform dan E. Coli pada air minum, total Coliform pada air bersih, serta angka kuman udara yang tidak memenuhi syarat yang dapat menjadi risiko kejadian penyakit menular. Pemeriksaan di pasar tersebut menemukan formalin, rhodamin B, dan boraks pada makanan jajanan dan bahan pangan, parameter pH, deterjen dan NO3 yang tidak memenuhi syarat pada air minum, serta kurangnya kandungan Iodium dalam garam yang dijual di pasar, yang berpotensi terhadap kejadian penyakit tidak menular. Dalam pelaksanaan sosialisasi hasil dihasilkan rencana tindak lanjut dari pihak-pihak terkait. Kegiatan penyelenggaraan peningkatan kualitas kesehatan lingkungan pasar dilakukan dengan pemberian overview metode PHAST kepada pedagang dan pengelola pasar dan diperoleh kesepakatan janji pedagang. Rencana tindak lanjut dan janji pedagang yang telah disepakati bersama memerlukan komitmen yang kuat dari semua pihak yang terlibat dalam upaya menjadikan pasar menjadi pasar sehat. f)
Kajian Situasi Potensi Risiko Penyakit Menular di Kawasan Pasar di Kabupaten Bantul Pasar memiliki peran penting dalam kesehatan masyarakat karena banyak masyarakat terhubung dengan pasar baik secara langsung maupun tidak langsung. Pasar sebagai penyedia bahan pangan dan makanan berpotensi menularkan penyakit yang dapat menyebabkan kesakitan, kematian, kecacatan, atau penurunan daya tahan tubuh. Untuk mengetahui risiko terjadinya dampak kesehatan pada masyarakat yang berhubungan dengan keadaan pasar ini, perlu diketahui kondisi sanitasi serta keberadaan agen biologis dan kimia yang beredar di lingkungan pasar. Salah satu pasar di Kabupaten Bantul terhubung baik langsung maupun tidak langsung dengan sekitar 700-1000
Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
86
orang. Oleh karena itu, diperlukan adanya kajian situasi potensi risiko penyakit menular dan tidak menular di pasar tersebut. Tujuan dari kajian ini adalah mendukung terciptanya pasar sehat dengan melakukan pengawasan kualitas lingkungan pasar melalui inspeksi sanitasi aspek kesehatan dan pemeriksaan laboratorium. Jenis kajian deskriptif cross sectional. Kegiatan ini dilaksanakan di salah satu pasar di Kabupaten Bantul. Tahapan kegiatan terdiri atas persiapan berupa koordinasi dan rapat lintas sektor, Pelaksanaan
terdiri
atas
survei/observasi
pasar
dan
pengambilan dan pengujian sampel, serta evaluasi berupa analisis data, sosialisasi dan penyelenggaraan peningkatan kualitas lingkungan. Survei/observasi berupa inspeksi sanitasi pasar menggunakan formulir penilaian sanitasi pasar serta perilaku hidup bersih dan sehat pedagang, pengunjung, dan pengelola. Pengambilan sampel lingkungan agen biologis dan fisik kimia dilakukan pada makanan minuman siap saji, jajanan pasar, air bersih, air minum, usap alat, usap tenggorok dan udara.Kegiatan dilaksanakan pada bulan Maret s.d. Oktober 2014. Berdasarkan hasil inspeksi sanitasi di salah satu pasar di Kabupaten Bantul tersebut, penyediaan tempat sampah tertutup, sabun cuci tangan yang memadai di tiap tiap tempat cuci tangan, pemilahan
dan
pengolahan
sampah,
desinfeksi
pasar,
pemeriksaan rutin pada pedagang, dan pemeriksaan kualitas lingkungan baik air dan udara belum memenuhi syarat kesehatan, dan pemeriksaan kualitas lingkungan baik air dan udara belum memenuhi syarat kesehatan. Pemeriksaan sampel di pasar tersebut menemukan agen biologi berupa Klebsiella pneumonia pada makanan siap saji, total coliform dan E. Coli melebihi baku mutu pada pemeriksaan usap alat makan, dan total coliform yang tidak memenuhi syarat pada air bersih dan air minum, yang dapat menjadi risiko kejadian penyakit menular. Pemeriksaan agen kimiawi di pasar menemukan adanya Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
87
Rhodamine B, Formalin, dan Borak pada makanan jajanan, parameter kimia berupa pH dan NO3 yang tidak memenuhi syarat pada air bersih dan air minum, serta kurangnya kandungan Iodium dalam garam yang dijual di pasar, yang berpotensi terhadap kejadian penyakit tidak menular. Dalam pelaksanaan sosialisasi hasil dihasilkan rencana tindak lanjut dari pihak-pihak terkait. Kegiatan penyelenggaraan peningkatan kualitas kesehatan lingkungan pasar dilakukan dengan pemberian overview metode PHAST kepada pedagang dan pengelola pasar dan diperoleh kesepakatan janji pedagang. Rencana tindak lanjut dan janji pedagang yang telah disepakati bersama memerlukan komitmen yang kuat dari semua pihak yang terlibat dalam upaya menjadikan pasar menjadi pasar sehat. 3) Dampak Pb dari Pengolahan Accu Bekas (Komponen Transportasi) di
DIY terhadap lingkungan dan kesehatan a)
Dampak
Pb
dari
Pengolahan
Accu
Bekas
(Komponen
Transportasi) di Kawasan Sukunan, Banyuraden, Gamping, Sleman terhadap Lingkungan dan Kesehatan Berdasarkan dokumentasi Badan Pusat Statistik DIY, tercatat sebanyak 1.488.033 kendaraan telah melayani kebutuhan perjalanan masyarakat Yogyakarta, dan meningkat 8,76% di tahun 2011 menjadi 1.618.457 kendaraan. Dengan semakin meningkatnya jumlah kendaraan, maka juga akan menghasilkan accu bekas yang meningkat pula. Peningkatan jumlah accu bekas secara tidak langsung juga meningkatkan potensi pencemaran logam pb. sampai saat ini komponen utama accu masih terbuat dari logam Pb (pb). Tujuan kajian ini adalah untuk mengetahui kualitas air sumur penduduk di sekitar pengelolaan accu bekas, mengetahui konsentrasi Pb dalam tanah di sekitar pengelolaan accu bekas, mengetahui konsentrasi
Pb dalam
darah masyarakat di sekitar lokasi pengelolaan Accu bekas. Kegiatan dilakukan di Dusun Sukunan RT 05, RW 9 terletak di Kelurahan Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
Banyuraden,
Kecamatan
Gamping,
Kabupaten 88
Sleman. Jenis contoh uji yang diambil berupa air tanah berjumlah 10 sampel, padatan berjumlah 8 sampel dan sampel darah (biomarker) berjumlah 17 sampel. Berdasarkan
hasil
pengujian
di
laboratorium
BBTKLPP
Yogyakarta sebanyak 30% contoh uji air tanah tidak memenuhi syarat
kimia
(pH
<
6,5)
menurut
416/Menkes/Per/IX/1990, sebanyak
Permenkes
25 %
RI
No.
kadar Pb dalam
contoh uji tanah tidak memenuhi syarat (> 300 mg/Kg) menurut Kepmenkes RI No. 829/Menkes/SK/VII/1989 dan tidak ada (0%) contoh uji biomarker yang melebihi rekomendasi WHO tentang kadar Pb dalam darah(< 100 µg/l). b)
Dampak
Pb
dari
Pengolahan
Accu
Bekas
(Komponen
Transportasi) di Kawasan Kanggotan, Pleret, Bantul terhadap Lingkungan dan Kesehatan Berdasarkan dokumentasi Badan Pusat Statistik DIY, tercatat sebanyak 1.488.033 kendaraan telah melayani kebutuhan perjalanan masyarakat Yogyakarta, dan meningkat 8,76% di tahun 2011 menjadi 1.618.457 kendaraan. Dengan semakin meningkatnya jumlah kendaraan, maka juga akan menghasilkan accu bekas yang meningkat pula. Peningkatan jumlah accu bekas secara tidak langsung juga meningkatkan potensi pencemaran logam Pb. sampai saat ini komponen utama accu masih terbuat dari logam Pb(pb).Tujuan kajian ini adalah untuk mengetahui kualitas air sumur penduduk di sekitar pengelolaan accu bekas, mengetahui konsentrasi Pb dalam tanah di sekitar pengelolaan accu bekas, mengetahui konsentrasi
Pb dalam
darah masyarakat di sekitar lokasi pengelolaan Accu bekas. Kegiatan dilakukan di
Kanggotan, RT 9,
Kelurahan Pleret,
Kecamatan Pleret, Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Jenis contoh uji yang diambil berupa air tanah berjumlah 10 sampel, padatan berjumlah 10 sampel dan sampel darah (biomarker) berjumlah 16 sampel. Berdasarkan
hasil
pengujian
di
laboratorium
BBTKLPP
Yogyakarta sebanyak 20% contoh uji air tanah tidak memenuhi Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
89
syarat kimia (parameter pH, NO3-N) menurut Permenkes. RI No. 416/Menkes/Per/IX/1990.Sebanyak 25 % contoh uji tanah tidak memenuhi syarat (>300mg/Kg) menurut Kepmenkes RI No 829/Menkes/SK/VII/1989. Tidak ada (0%) contoh uji biomarker yang melebihi rekomendasi WHO tentang kadar Pb dalam darah (< 100 µg/dl). c)
Dampak
Pb
dari
Pengolahan
Accu
Bekas
(Komponen
Transportasi) di Kawasan Kedunggong, Wates, Kulon Progo terhadap Lingkungan dan Kesehatan Kegiatan ini dilakukan di
Kendunggong, RT 80, RW 36,
Kelurahan Wates, Kecamatan Wates, Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta. Jenis contoh uji yang diambil
berupa air tanah
berjumlah 10 sampel, padatan berjumlah 4 sampel dan sampel darah (biomarker) berjumlah 16 sampel. Berdasarkan
hasil
pengujian
di
laboratorium
BBTKLPP
Yogyakarta sebanyak 30% contoh uji tidak memenuhi syarat fisik ( berasa) dan 30 % tidak memenuhi syarat kimia (Mn) menurut Permenkes RI No. 416/Menkes/Per/IX/1990. Sebanyak 20 % contoh uji tanah tidak memenuhi syarat (Pb <300 mg/Kg) menurut Kepmenkes RI No. 829/Menkes/SK/VII/1989tentang kesehatan perumahan.
Tidak ada (0%) contoh uji biomarker
yang melebihi rekomendasi WHO tentang kadar Pb dalam darah(< 100 µg/l). d)
Dampak
Pb
dari
Pengolahan
Accu
Bekas
(Komponen
Transportasi) di Kawasan Siangan, Triharjo, Pandak, Bantul terhadap Lingkungan dan Kesehatan Kegiatan ini dilakukan di Siangan, RT 06, Kelurahan Triharjo, Kecamatan Pandak , Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Jenis contoh uji yang diambil berupa air tanah berjumlah 8 sampel, padatan berjumlah 5 sampel dan sampel darah
(biomarker)
berjumlah 16 sampel. Berdasarkan
hasil
pengujian
di
laboratorium
BBTKLPP
Yogyakarta seluruh (100%) contoh uji tidak memenuhi menurut Permenkes RI No. 416/Menkes/Per/IX/1990.Seluruh (100%) Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
90
contoh uji tanah memenuhi syarat menurut Kepmenkes RI No. 829/Menkes/SK/VII/1989, tentang kesehatan perumahan (<300 mg/Kg). Tidak ada (0%) contoh uji biomarker yang melebihi rekomendasi WHO tentang kadar Pb dalam darah(< 100 µg/l). 4) Kajian Faktor Legionellosis di tempat-tempat umum a)
Kajian Faktor Legionellosis di Kawasan Hotel Kota Semarang Legionellosis adalah suatu penyakit infeksi bakterial akut yang disebabkan oleh bakteri Legionella. Legionella berkembang biak dengan baik pada suhu 20oC - 45oC, dan mampu bertahan hidup pada air yang mengandung klorin dengan kadar rendah. Nutrisi untuk perkembangbiakan Legionella didapat dari protozoa yang hidup di air, sehingga keberadaan Legionella sangat terkait dengan kemampuannya menginvasi protozoa/bakteri lain dan keberadaan biofilm. Penularan Legionella murni bersumber dari lingkungan, manusia terinfeksi Legionella karena menghirup aerosol atau mengaspirasi air yang mengandung Legionella. Menyadari bahwa keberadaan Legionella di tempat-tempat umum berpotensi untuk menimbulkan dampak kesehatan pada masyarakat umum, BBTKLPP Yogyakarta melakukan kajian faktor risiko Legionellosis di tempat-tempat umum di Provinsi Jawa Tengah, khususnya di Kota Semarang, sebagai upaya deteksi
awal
keberadaan
Legionella
di
lingkungan
dan
peningkatan kesadaran terhadap masalah legionellosis. Kajian ini bersifat deskriptif. Objek kajian adalah pengetahuan unit terkait sektor perhotelan, serta kondisi lingkungan artifisial yang
berpotensi
sebagai
tempat
perkembangbiakan
Legionellapneumophila. Tahap pelaksanaan survei, observasi, dan pengambilan sampel lingkungan dilaksanakan pada bulan Mei 2014. Pengujian sampel dilakukan di Laboratorium Biologi Lingkungan BBTKLPP Yogyakarta. Adapun lokasi yang menjadi objek kajian adalah tiga hotel di Kota Semarang. Berdasarkan wawancara, petugas hotel belum mengetahui mengenai
Legionella
dan
risikonya
terhadap
kesehatan,
sehingga pengawasan terhadap fasilitas yang dimungkinkan Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
91
menjadi tempat penyebaran Legionella dan kesiapan untuk menghadapi legionellosis masih minimal. Berdasarkan pengujian spesimen
lingkungan
tidak
ditemukan
bakteri
Legionella
pneumophila. b)
Kajian Faktor Legionellosis di Kawasan Hotel Kota Surakarta Legionellosis adalah suatu penyakit infeksi bakterial akut yang disebabkan oleh bakteri Legionella. Terdapat dua penampakan klinis dari penyakit ini, yaitu Legionnaire's disease, yang merupakan suatu pneumonia akut, dan Pontiac fever, yang gejalanya menyerupai flu ringan. Di Indonesia, Legionnare's disease tidak termasuk dalam golongan penyakit yang dipantau keberadaannya, namun demikian tidak berarti penyakit ini tidak dikenal. Pada tahun 2011 terbit travel warning bagi turis Australia untuk berkunjung ke Indonesia dikarenakan 11 turis terdiagnosis mengidap Legionellosis pasca berlibur di Bali. Beberapa penelitian yang dilaksanakan di Indonesia juga menunjukkan bahwa infeksi legionella terjadi di masyarakat. Bakteri Legionella hidup di air, terutama di lingkungan air buatan, berkembangbiak secara optimal pada suhu
20 oC-45oC, dan
mampu bertahan pada air dengan kadar klorin rendah. Habitat Legionella meluputi air menara pendingin, whirlpool, spa, air mancur/kolam buatan, mesin pengembun, dan jaringan distribusi air. Populasi yang berisiko terinfeksi Legionella adalah perokok, orang yang berusia >50 tahun, penderita kelainan fungsi paru kronis, dan pengidap penurunan fungsi daya tahan tubuh. Kejadian luar biasa legionellosis biasanya terkait dengan perjalanan dengan kapal pesiar, menginap di hotel dan resort, atau di gedung-gedung dengan menara pendingin. Kejadian luar biasa legionellosis dapat berdampak pada sektor pariwisata. Kajian yang dilakukan di kawasan Kota Surakarta mengambil sampel di tiga hotel. Dilakukan kajian terhadap keberadaan Legionella dan pengetahuan stakeholder di bidang pariwisata dan kesehatan tentang legionellosis dan Legionella. Pengujian dilakukan pada contoh uji air perpipaan, air kolam buatan, usap Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
92
kran,usap outlet AC, dan usap cold storage. Tidak diketemukan Legionella di semua contoh uji yang diperiksa. Namun demikian, pengetahuan pihak-pihak yang berkaitan dengan masalah legionellosis masih kurang, sehingga perlu dilakukan sosialisasi mengenai keberadaan Legionella di lingkungan dan risikonya terhadap kesehatan masyarakat. c)
Kajian Faktor Legionellosis di Kawasan Hotel Kabupaten Sleman Legionellosis adalah penyakit berupa pneumonia, disebabkan oleh bakteri Legionella pneumophila, yang dapat ditemukan dalam air yang dapat diminum maupun tidak diminum. Penularan Legionellosis ke dalam tubuh manusia dapat melalui sumber-sumber air yang tercemar Legionella pneumophila dan dengan cara menghirup udara yang tercemar (aerosol). Perkembangan tempat wisata yang pesat membawa dampak yang besar terhadap risiko kontak Legionella pneumophila. Sebagai kota wisata, D.I. Yogyakarta memiliki banyak hotel yang dilengkapi dengan sistem AC sentral, air panas, spa, air kolam renang dan air mancur buatan yang bisa menjadi reservoir Legionella pneumophila jika perawatan tidak dilakukan secara rutin dan memadai. Kajian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran mengenai keberadaan bakteri Legionella pneumophila di tempat-tempat umum. Sampel diambil di tiga hotel di kawasan Kabupaten Sleman. Data kajian diperoleh melalui wawancara dan pengujian contoh uji lingkungan di Laboratorium BBTKLPP Yogyakarta. Berdasarkan pengujian di laboratorium, tidak didapatkan bakteri Legionella pneumophila dalam semua contoh uji lingkungan yang diambil di hotel di kawasan Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, namun hasil pengujian contoh uji air spa menunjukkan bahwa parameter Total Coliform dan Angka Lempeng Total (ALT) melebihi baku mutu.
d)
Kajian Faktor Legionellosis di Kawasan SPA dan Salon Kota Semarang
Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
93
Legionellosis adalah suatu penyakit infeksi bakterial akut yang disebabkan oleh bakteri Legionella. Legionella berkembang biak dengan baik pada suhu 20oC - 45oC, dan mampu bertahan hidup pada air yang mengandung klorin dengan kadar rendah. Nutrisi untuk perkembangbiakan Legionella didapat dari protozoa yang hidup di air, sehingga keberadaan Legionella sangat terkait dengan kemampuannya menginvasi protozoa/bakteri lain dan keberadaan biofilm. Penularan Legionella murni bersumber dari lingkungan, manusia terinfeksi Legionella karena menghirup aerosol atau mengaspirasi air yang mengandung Legionella. Menyadari bahwa keberadaan Legionella di tempat-tempat umum berpotensi untuk menimbulkan dampak kesehatan pada masyarakat umum, BBTKLPP Yogyakarta melakukan kajian faktor risiko Legionellosis di tempat-tempat umum di Provinsi Jawa Tengah, khususnya di Kota Semarang, sebagai upaya deteksi awal keberadaan Legionella pneumophila di lingkungan dan peningkatan kesadaran terhadap masalah legionellosis. Kajian ini bersifat deskriptif. Objek kajian adalah pengetahuan petugas Salon dan SPA di Kota Semarang tentang Legionella dan Legionellosis, serta kondisi lingkungan artifisial yang berpotensi
sebagai
pneumophila.
Tahap
tempat
perkembangbiakan
pelaksanaan
survei/
Legionella
observasi,
dan
pengambilan sampel lingkungan dilaksanakan pada bulan MeiJuni 2014. Pengujian sampel dilakukan di Laboratorium Biologi Lingkungan BBTKLPP Yogyakarta. Berdasarkan wawancara, petugas di salah satu Salon dan SPA di Kota Semarang belum mengetahui mengenai Legionella dan risikonya terhadap kesehatan, sehingga pengawasan terhadap fasilitas umum yang dimungkinkan menjadi tempat penyebaran Legionella dan kesiapan untuk menghadapi legionellosis masih minimal. Berdasarkan pengujian sampel lingkungan yang diambil di
Salon
dan
SPA
tidak
ditemukan
bakteri
Legionella
pneumophila. Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
94
e)
Kajian Faktor Legionellosis di Kawasan SPA dan Salon Kota Surakarta Terdapat dua penampakan klinis dari penyakit ini, yaitu Legionnaire's disease, yang merupakan suatu pneumonia akut, dan Pontiac fever, yang gejalanya menyerupai flu ringan. Di Indonesia, Legionnare's disease tidak termasuk dalam golongan penyakit yang dipantau keberadaannya, namun demikian tidak berarti penyakit ini tidak dikenal. Pada tahun 2011 terbit travel warning bagi turis Australia untuk berkunjung ke Indonesia dikarenakan 11 turis terdiagnosis mengidap Legionellosis pasca berlibur di Bali. Beberapa penelitian yang dilaksanakan di Indonesia juga menunjukkan bahwa infeksi legionella terjadi di masyarakat. Bakteri Legionella hidup di air, terutama di lingkungan air buatan, berkembangbiak secara optimal pada suhu
20 oC-45oC, dan
mampu bertahan pada air dengan kadar klorin rendah. Habitat Legionella meluputi air menara pendingin, whirlpool, spa, air mancur/kolam buatan, mesin pengembun, dan jaringan distribusi air. Populasi yang berisiko terinfeksi Legionella adalah perokok, orang yang berusia >50 tahun, penderita kelainan fungsi paru kronis, dan pengidap penurunan fungsi daya tahan tubuh. Kejadian luar biasa legionellosis biasanya terkait dengan perjalanan dengan kapal pesiar, menginap di hotel dan resort, atau di gedung-gedung dengan menara pendingin. Kejadian luar biasa legionellosis dapat berdampak pada sektor pariwisata. Dilakukan kajian terhadap keberadaan Legionella di salah satu salon dan spa di Kota Surakarta dan terhadap pengetahuan stakeholder di bidang pariwisata dan kesehatan tentang legionellosis dan Legionella. Pengujian dilakukan terhadap lima contoh uji yang terdiri atas air perpipaan, air kolam buatan, dan usap kran/shower head. Tidak diketemukan Legionella di semua contoh uji yang diperiksa. Namun demikian, pengetahuan pihakpihak yang berkaitan dengan masalah legionellosis masih kurang, Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
sehingga
perlu
dilakukan
sosialisasi
mengenai 95
keberadaan Legionella di lingkungan dan risikonya terhadap kesehatan masyarakat. f)
Kajian Faktor Legionellosis di Kawasan SPA dan Salon Kabupaten Sleman Legionellosis adalah penyakit berupa pneumonia, disebabkan oleh bakteri Legionella pneumophila, yang dapat ditemukan dalam air yang dapat diminum maupun tidak diminum. Penularan Legionellosis ke dalam tubuh manusia dapat melalui sumber-sumber air yang tercemar Legionella pneumophila dan dengan cara menghirup udara yang tercemar (aerosol). Perkembangan tempat wisata yang pesat membawa dampak yang besar terhadap risiko kontak Legionella pneumophila. Sebagai kota wisata, Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki banyak fasilitas spa yang dilengkapi dengan sistem AC sentral, air panas, spa, air kolam renang dan air mancur buatan yang bisa menjadi reservoir Legionella pneumophila jikaperawatan tidak dilakukan secara rutin dan memadai. Kajian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran mengenai keberadaan bakteri Legionella pneumophila di tempat-tempat umum khususnya hotel dan spa yang berada di Daerah Istimewa Yogyakarta..Data kajian diperoleh melalui wawancara dan pengujian contoh uji lingkungan di Laboratorium BBTKLPP Yogyakarta. Berdasarkan pengujian di laboratorium tidak didapatkan bakteri Legionella pneumophila dalam semua contoh uji lingkungan yang diambil di salah satu spa dan salon di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Hasil pengujian contoh uji air menunjukkan bahwa parameter Angka Lempeng Total (ALT) melebihi baku mutu.
5) Peningkatan Kesehatan
a) Peningkatan Kesehatan Haji di Kawasan Asrama Haji Dalam pelaksanaan ibadah haji, perlu dilakukan pemantauan kesehatan masyarakat yang terlibat, khususnya jemaah haji, untuk mencegah kemungkinan besar terjadinya penularan Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
96
penyakit atau KLB (Kejadian Luar Biasa) yang disebabkan oleh mikroorganisme
yang
terdapat
di
lingkungan,
khususnya
lingkungan asrama haji. Kegiatan dilakukan di asrama haji di Provinsi Jawa Tengah antara lain meliputi pemantauan kualitas air, makanan, minuman, usap peralatan makan, masak, penjamah, udara ruang, udara tempat tidur, limbah dan vektor yang dilakukan 2 (dua) kali periode. Kegiatan ini dilakukan karena Pemerintah mempunyai kewajiban untuk melakukan perlindungan yang sebaik-baiknya kepada calon jamaah haji agar dalam melakukan ibadah dapat berjalan dengan lancar, aman, dan nyaman. Tujuan dari kajian ini adalah untuk mengetahui gambaran kualitas lingkungan, sanitasi makanan, minuman dan bahan mentah pada musim haji di salah satu asrama haji di Provinsi Jawa Tengah, serta mengetahui gambaran proses penyehatan lingkungan untuk meminimalkan potensi risiko terhadap dampak karena pencemaran dari cotoh uji
yang diambil secara
Mikrobiologi, Fisika Kimia dan Fisika Gas dan Radiasi. Hasil uji: (i) Air bersih secara fisika kimia 100% TMS, secara mikrobiologi 50% TMS. (ii) Air minum secara fisika kimia 35,3% TMS, secara mikrobiologi parameter total coliform 52,9% TMS dan E. Coli 35,3% TMS. (iii) Kualitas bahan mentah, makanan, minuman secara kimia 100% tidak terdeteksi pestisida dan cyanida, bahan pengawet/pewarna 7,1% TMS borak, secara mikrobiologi makanan siap saji dan jajanan 50% TMS, minuman 100% MS. (iv) Kualitas udara ruang tidur Makkah lantai I, II, III, dan Madinah, secara mikrobiologi BTA negatif, secara fisika kimia gas dan radiasi kelembaban TMS 50%, pencahayaan 16,7% TMS, suhu 100% MS. (v) Ruang dapur secara mikrobiologi parameter ALT 50% TMS, secara fisika kimia gas dan radiasi kelembaban 50% TMS, suhu dan pencahayaan 100% MS. (vi) Ruang poliklinik parameter ALT 100% TMS, suhu 100% TMS, kelembaban 50% TMS, pencahayaan 100% MS. (vii) Usap tangan penjamah penyaji parameter ALT 100% TMS, Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
97
parameter E. coli 50% TMS, usap alat masak, makan dan minum parameter ALT 100% TMS, parameter E. coli 60% TMS. (viii) Kualitas limbah cair secara kimia 100% TMS. (ix) Pemantuan keberadaan vektor 100% MS. e. Pelaksanaan Pengawasan Kualitas Air
1) Analisis Risiko Air Minum/PDAM a)
Analisis Risiko Air Minum/PDAM di Kawasan Kabupaten Batang Mengingat pentingnya kebutuhan air bersih, sudah selayaknya penanganan di sektor ini patut mendapat perhatian dari pihak pemerintah karena menyangkut kehidupan orang banyak. Pemenuhan kebutuhan air bersih dilakukan dengan berbagai cara disesuaikan dengan sumber daya yang ada. Sistem penyediaan air bersih bisa dilakukan dengan dua cara yakni sistem perpipaan dan non perpipaan. Di daerah perkotaan, sistem perpipaan lebih banyak dilakukan dan biasanya di kelola oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). PDAM Kabupaten Batang adalah salah satu Badan Usaha Milik Daerah Kabupaten Batang, yang mempunyai tugas untuk mengelola penyediaan air bersih bagi masyarakat. Pada Januari 2014 PDAM Kabupaten Batangmemiliki 29.959 pelanggan
dan tingkat cakupan
pelayanan 40% dari total penduduk kabupaten Batang. Tujuan kajian ini adalah diketahuinya kualitas air baku dan kualitas air minum yang didistribusikan oleh PDAM Kabupaten Batang dan diperoleh gambaran potensi risiko kesehatan dari air minum yang dikonsumsi pelanggan PDAM. Jenis kajian ini deskriptif yaitu suatu metode yang dilakukan dengan tujuan membuat gambaran atau deskripsi tentang suatu keadaan secara obyektif.Pada kajian ini dilakukan pengumpulan data berupa inspeksi sanitasi, persepsi pelanggan dan kualitas air PDAM sehingga dapat dibuat gambaran mengenai kualitas secara fisika, kimia, maupun mikrobiologi. Hasil inspeksi sanitasi sumber air bersih dari tiga unit produksi PDAM Kabupaten Batang dalam kategori sanitasi yang baik dengan tingkat risiko pencemaran kategori rendah. Kualitas air Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
98
baku PDAM kabupaten Batang yang dipantau di tiga unit produksi, secara fisika kimia sudah memenuhi syarat air bersih menurut
Permenkes
No.
416/Menkes/Per/IX/1990
tentang
syarat-syarat dan pengawasan kualitas air, namun secara mikrobiologi
belum
memenuhi
baku
syarat
karena
diketemukanTotal Coliform. Kualitas air PDAM Kabupaten Batang di distribusi/pelanggan yang tidak memenuhi syarat (TMS) air minum menurut Permenkes RI No.492/Menkes/Per/IV/2010 adalah sebagai berikut: secara mikrobiologi 30 dari 30 sampel (100%) TMS karena diketemukan total coliform dan E. coli, secara fisika 6 dari 30 sampel (20%) TMS karena berbau kaporit dan secara kimia
20
dari
30
sampel
(66,7%)
TMS,
jika
sesuai
Per.Menkes.RI No.736/Menkes/Per/VI/2010 karena parameter sisa khlor (70% dibawah baku mutu dan 30% diatas baku mutu). Tingkat kepercayaan terhadap kinerja PDAM Kabupaten Batang tinggi
terbukti,
81%
menyatakan
sumber
air
bersih
menggunakan air PDAM untuk keperluan sehari-hari, 89% menggunakannya sebagai sumber air minum, penggunaan air PDAM per KK setiap bulan 10-20 m3 sebanyak 64,7%, lama berlangganan lebih dari 6 tahun sebesar 63,6%. Hasil perhitungan analisis risiko untuk parameter Mangan dan Fluorida pada air PDAM Kabupaten Batang dikategorikan berisiko rendah terhadap kesehatan karena nilai RQ < 1 b)
Analisis Risiko Air Minum/PDAM di Kawasan Kabupaten Blora Mengingat pentingnya kebutuhan air bersih, sudah selayaknya penanganan di sektor ini patut mendapat perhatian dari pihak pemerintah karena menyangkut kehidupan orang banyak. Pemenuhan kebutuhan air bersih dilakukan dengan berbagai cara disesuaikan dengan sumber daya yang ada. Sistem penyediaan air bersih bisa dilakukan dengan dua cara yakni sistem perpipaan dan non perpipaan. Di daerah perkotaan, sistem perpipaan lebih banyak dilakukan dan biasanya di kelola oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM).PDAM Kabupaten
Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
99
Blora adalah salah satu Badan Usaha Milik Daerah Kabupaten Blora, yang mempunyai tugas untuk mengelola penyediaan air bersih bagi masyarakat. Kajian ini merupakan kajian survei dengan desain cross sectional, untuk membuat deskripsi kualitas air baku yang digunakan serta air minum hasil produksi PDAM Kabupaten Blora. Unit produksi yang dipantau meliputi unit produksi Blora, Cepu dan Randublatung. Baku mutu mengacu pada Permenkes 416/Per/IX/1990 tentang Syarat Air Bersih dan Permenkes RI No.492/Menkes/Per/IV/2010 tentang persyaratan air minum. Untuk menggali informasi sebagai data pendukung, dilakukan interview terhadap responden. Responden yang terpilih mewakili pelanggan PDAM berjumlah 97 orang. Diperoleh gambaran umum kualitas air baku yang digunakan, belum memenuhi baku mutu parameter fisika, kimia dan bakteriologi sesuai Permenkes 416/Per/IX/1990. Kualitas air produksi belum memenuhi syarat fisika, kimia dan bakteriologi, seperti
yang
disyaratkan
Permenkes
RI
No.
492/Menkes/Per/IV/2010. Kesimpulan yang didapat dari hasil kajian ini, (1).tiga sumber air baku di tiga unit produksi PDAM Blora dalam kategori kualitas yang baik, dan tingkat risiko pencemaran kategori rendah (2). Kualitas air baku yang terpantau di empat unit produksi belum memenuhi baku mutu sesuai syarat, kimia dan bakteriologi seperti yang disyaratkan oleh Permenkes 416/Per/IX/1990, sehingga masih harus ada perlakuan untuk digunakan sebagai sumber air baku (3). Kualitas air produksi setelah masuk jaringan
distribusi,
menurut
baku
mutu
sesuai
dengan
Permenkes RI No.492/Menkes/Per/IV/2010, secara fisik telah memenuhi syarat (58,62%),
secara kimia tidak memenuhi
syarat (3,45% parameter pH, Zat organik 37,93%, Natrium 34,48% dan 93,10% untuk sisa khlor),
secara bakteriologi
belum memenuhi baku mutu, terutama parameter total coliform E coli (100% tidak memenuhi syarat) (4). Karakteristik Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
100
responden berdasarkan waktu berlangganan dan
jumlah
konsumsi air, memberi penilaian cukup baik atas kinerja dan pelayanan PDAM Kabupaten Blora . (5). Semua unit produksi yang dikaji tidak mengandung bahan kimia yang mempunyai tingkat risiko (berpotensi) menimbulkan gangguan kesehatan, kecuali secara bakteriologis,
semua titik di unit produksi
mengandung total coliform
dan E coli yang berpotensi
menimbulkan penyakit water borne diseases. c)
Analisis Risiko Air Minum/PDAM di Kawasan Kota Surakarta Mengingat pentingnya kebutuhan air bersih, sudah selayaknya penanganan di sektor ini patut mendapat perhatian dari pihak pemerintah karena menyangkut kehidupan orang banyak. Pemenuhan kebutuhan air bersih dilakukan dengan berbagai cara disesuaikan dengan sumber daya yang ada. Sistem penyediaan air bersih bisa dilakukan dengan dua cara yakni sistem perpipaan dan non perpipaan. Di daerah perkotaan, sistem perpipaan lebih banyak dilakukan dan biasanya di kelola oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). PDAM Kota Surakarta adalah salah satu Badan Usaha Milik Daerah Kota Surakarta, yang mempunyai tugas untuk mengelola penyediaan air
bersih
bagi
melaksanakan
masyarakat,
pembangunan
dan
bertujuan
daerah
dan
turut
serta
pembangunan
ekonomi nasional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat, dengan usaha menyediakan air minum yang sehat dan memenuhi syarat bagi masyarakat daerah Kota Surakarta. Hingga Maret 2014, jumlah pelanggan PDAM Kota Surakarta sebanyak 59.028 sambungan rumah. Tujuan kajian ini adalah diketahuinya kualitas air baku dan kualitas air minum yang didistribusikan oleh PDAM Kota Surakarta dan diperoleh gambaran potensi
risiko kesehatan dari air minum yang
dikonsumsi pelanggan PDAM Jenis kajian ini deskriptif yaitu suatu metode yang dilakukan untuk membuat gambaran atau deskripsi tentang suatu keadaan secara obyektif).Pada kajian ini dilakukan pengumpulan data Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
101
berupa inspeksi sanitasi, keluhan pelanggan dan kualitas air PDAM sehingga dapat dibuat gambaran mengenai kualitas secara fisik, kimia, maupun mikrobiologi. Hasil inspeksi sanitasi sumber air PDAM Kota Surakarta menunjukkan kualitas fisik air termasuk dalam kategori baik dan tingkat risiko pencemaran semua sumber termasuk dalam kategori risiko rendah. Kualitas air baku yang diambil di Mata Air Cokrotulung dan sumur dalam Manahan sudah memenuhi baku mutu
air
bersih
menurut
Permenkes
RI
No.
416/Menkes/Per/IX/1990, baik secara fisik kimia maupun mikrobiologi. Adapun untuk air baku sungai Bengawan Solo sebelum diolah di IPA Jurug tidak memenuhi baku mutu air badan air kelas I menurut PP RI No 82 Tahun 2001. Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan kualitas mikrobiologi air PDAM Surakarta yang memenuhi syarat (MS) untuk parameter mikrobiologi 26,7%, fisik dan kimia 63,3% sesuai Permenkes RI No 492/Menkes/Per/IV/2010. Secara total kualitas air minum/air PDAM di Kota Surakarta baru mencapai 26,7% yang memenuhi syarat
menurut
Indonesia
Peraturan
Menteri
No.492/Menkes/Per/IV/2010
Kesehatan
Republik
(berdasarkan
hasil
perhitungan total parameter fisik, kimia, mikrobiologi). Adapun untuk parameter sisa klor hanya 16,7% yang memenuhi syarat sesuai Permenkes RI No. 736/Menkes/Per/VI/2010. Hasil wawancara
dengan
pelanggan
PDAM
Kota
Surakarta
menunjukkan sebagian besar pelanggan menggunakan air PDAM sebagai sumber air bersih (92%) dan air minum (89%). Sebanyak 73% pelanggan mengeluhkan kualitas air PDAM, terutama dikarenakan berbau kaporit, aliran tidak lancar, dan keruh.Hasil perhitungan analisis risiko untuk parameter boron pada air PDAM Kota Surakarta dikategorikan berisiko rendah terhadap kesehatan karena nilai RQ kurang dari 1. d)
Analisis Risiko Air Minum/PDAM di Kawasan Kabupaten Bantul Mengingat pentingnya kebutuhan air bersih, sudah selayaknya penanganan di sektor ini patut mendapat perhatian dari pihak
Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
102
pemerintah karena menyangkut kehidupan orang banyak. Pemenuhan kebutuhan air bersih dilakukan dengan berbagai cara disesuaikan dengan sumber daya yang ada. Sistem penyediaan air bersih bisa dilakukan dengan dua cara yakni sistem perpipaan dan non perpipaan. Di daerah perkotaan, sistem perpipaan lebih banyak dilakukan dan biasanya di kelola oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM).PDAM Kabupaten Bantul adalah salah satu Badan Usaha Milik Daerah Kabupaten bantul, yang mempunyai tugas untuk mengelola penyediaan air bersih bagi masyarakat. Sampai tahun 2014 PDAM
Bantul
dengan 16 unit produksi memiliki 18.660 pelanggan. Jenis kajian ini deskriptif yaitu suatu metode yang dilakukan dengan tujuan membuat gambaran atau deskripsi tentang suatu keadaan secara obyektif.Pada kajian ini dilakukan pengumpulan data berupa inspeksi sanitasi, keluhan pelanggan dan kualitas air PDAM sehingga dapat dibuat gambaran mengenai kualitas secara fisik, kimia, maupun mikrobiologi. Kualitas
air
PDAM
kabupaten
Bantul
D.I.Yogyakarta
berdasarkan hasil inspeksi sanitasi, sumber air bersih dari empat unit produksi PDAM Kabupaten Bantul, 2 dalam kategori sanitasi yang baik dengan tingkat risiko pencemaran kategori rendah sedangkan 2 dengan tingkat risiko pencemaran kategori sedang. Kualitas air baku PDAM kabupaten Bantul yang dipantau di empat sumber air, belum memenuhi syarat menurutPersyaratan Kualitas Air Bersih menurut Per.Menkes RI No. 416/Menkes/Per/IX/1999 (parameter terbatas) danBaku Mutu Air badan Air SK Gub.DIY No 20/tahun 2008.Kualitas air PDAM Bantul di distribusi/pelanggan yang tidak memenuhi syarat
(TMS)
air
minum
No.492/Menkes/Per/IV/2010 Permenkes.RI
menurut
(parameter
No.736/Menkes/Per/VI/2010
Permenkes.RI wajib) adalah
dan sebagai
berikut: secara mikrobiologi 30 dari 30 (100%) TMS karena terdeteksi total coliform dan E. coli, secara fisik 6 dari 30 (20%) TMS karena berbau dan berasa dan secara kimia 9 dari 30 Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
103
(30%) TMS karena Fe, Mn dan sisa chlor tidak sesuai syarat.Gambaran potensi risiko kesehatan pelanggan PDAM berdasarkan analisis tingkat risiko untuk parameter Mangan dan Fluorida dikategorikan berisiko rendah terhadap kesehatan karena nilai RQ kurang dari 1 2) Analisis Risiko Kualitas Air PAMMASKARTA. a)
Analisis Risiko Kualitas Air PAMMASKARTA di Kawasan Kota Yogyakarta Sistem penyediaan air minum (SPAM) di Kota Yogyakarta dalam wujud Kelompok Pemakai Air (POKMAIR) merupakan upaya penyediaan air minum khususnya bagi kelompok masyarakat yang
tidak
mendapat
pelayanan
air
minum
melalui
jaringan/PDAM. Program POKMAIR juga merupakan program peningkatan sarana sanitasi, dan peningkatan derajat kesehatan masyarakat terutama dalam menurunkan angka penyakit diare dan
penyakit
lainnya
yang
ditularkan
melalui
air
dan
lingkungan.Tujuan dari kajian ini adalah mendukung terciptanya sistem penyediaan air minum yang berkualitas baik dengan melakukan pengawasan kualitas sanitasi sumber air POKMAIR dan pengawasan kualitas air POKMAIR melalui pemeriksaan laboratorium. Jenis kajian adalah deskriptif dengan desain cross sectional. Kegiatan dilakukan di 10 kecamatan di Kota Yogyakarta dengan jumlah sampel ditetapkan sesuai kuota sebanyak 12 POKMAIR. Tahapan kegiatan terdiri atas persiapan berupa koordinasi lintas sektor, survei/observasi kondisi sanitasi sumber air dan pengambilan dan pengujian sampel, serta evaluasi berupa analisis data, sosialisasi dan penyusunan laporan. Kegiatan observasi kondisi sanitasi sumber air dan pengambilan sampel air untuk pemeriksaan kualitas air dilaksanakan pada Juni 2014. Berdasarkan hasil observasi kondisi sanitasi sumber air, 58% sumber air POKMAIR dikategorikan berada pada kondisi kurang baik, sehingga risiko terjadinya kontaminasi air POKMAIR Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
104
tergolong tinggi. Berdasarkan hasil pemeriksaan kualitas air, 58% air POKMAIR yang diuji tidak memenuhi syarat, dengan parameter yang tidak memenuhi syarat didominasi oleh NO3-N dan Total Coliform. Sehingga perlu dilakukan tindak lanjut berupa perlindungan dan pengamanan sumber air POKMAIR dan pengolahan air POKMAIR sebelum didistribusikan ke konsumen. b)
Analisis Risiko Kualitas Air PAMMASKARTA di Kawasan Kabupaten Sleman Program PAMMASKARTA merupakan salah satu program sistem penyediaan air minum (SPAM) perdesaan di Daerah Istimewa Yogyakarta dimana pengelolaannya dilakukan oleh organisasi SPAM berbasis masyarakat. Pemerintah (pusat dan daerah) selain untuk meningkatkan penyediaan air minum khususnya bagi kelompok masyarakat yang tidak mendapat pelayanan air minum melalui jaringan, program ini juga merupakan
upaya
peningkatan
sarana
sanitasi,
dan
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat terutama dalam menurunkan angka penyakit diare dan penyakit lainnya yang ditularkan melalui air dan lingkungan. Ruang lingkup kegiatan mencakup: 1) Pemberdayaan masyarakat dan pengembangan kelembagaan lokal; 2) Peningkatan kesehatan, perilaku higienis dan pelayanan sanitasi; 3) Penyediaan sarana air bersih. Jenis kajian Analisis Risiko Kualitas Air PAMMASKARTA di Daerah Istimewa Yogyakarta adalah observasional dengan menggunakan desain potong lintang. Tujuan kajian ini adalah mengetahui karakteristik sumber air, mengetahui potensi risiko pencemaran air baku dan mengetahui kualitas air baku PAMMASKARTA. Hasil dari kajian ini adalah Karakteristik sumber air baku PAMMASKARTA berasal dari mata air, air sungai, dan sumur gali/dangkal yang sebagian besar baru melayani selama kurang dari 5 tahun, dengan jumlah keluarga yang dapat dilayani antara 50 sampei dengan 500 KK. Potensi risiko pencemaran air baku Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
105
PAMMASKARTA sebagian besar tergolong tinggi dengan terdapatnya bakteri Coli. Kualitas air baku PAMMASKARTA di Kabupaten Sleman sebagian besar tidak memenuhi syarat, dengan parameter yang harus dikendalikan adalah fisik: bau, kimia: pH, Fe, dan biologi: golongan Coliform. c)
Analisis Risiko Kualitas Air PAMMASKARTA di Kawasan Kabupaten Bantul Program PAMMASKARTA merupakan salah satu program sistem penyediaan air minum (SPAM) pedesaan dimana pengelolaannya dilakukan oleh organisasi SPAM berbasis masyarakat
yang
biasa
disebut
Penyediaan
Air
Minum
Pedesaan (PAMDes), yang bertujuan untuk meningkatkan penyediaan air minum khususnya bagi kelompok masyarakat yang
tidak
mendapat
pelayanan
air
minum
melalui
jaringan/PDAM. Dalam perkembangannya PAMDes diharapkan juga
mengupayakan
peningkatan
sarana
sanitasi,
dan
peningkatan derajat kesehatan masyarakat terutama dalam menurunkan angka penyakit diare dan penyakit lainnya yang ditularkan melalui air dan lingkungan. Tujuan dari kajian ini adalah mendukung terciptanya sistem penyediaan air minum yang berkualitas baik dengan melakukan pengawasan kualitas sanitasi sumber air PAMDes dan pengawasan kualitas air PAMDes melalui pemeriksaan laboratorium. Jenis kajian adalah deskriptif dengan desain cross sectional. Kegiatan dilakukan di 3 kecamatan di Kabupaten Bantul dengan jumlah sampel ditetapkan sesuai kuota sebanyak 12 PAMDes. Tahapan kegiatan terdiri atas persiapan berupa koordinasi lintas sektor, survei/observasi kondisi sanitasi sumber air dan pengambilan dan pengujian sampel, serta evaluasi berupa analisis data, sosialisasi dan penyusunan laporan. Kegiatan observasi kondisi sanitasi sumber air dan pengambilan sampel air untuk pemeriksaan kualitas air dilaksanakan pada Juni 2014. Berdasarkan hasil observasi kondisi sanitasi sumber air, 75% sumber air PAMDes Kabupaten Bantul dikategorikan berada Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
106
pada kondisi kurang baik, sehingga risiko terjadinya kontaminasi air PAMDes tergolong tinggi. Berdasarkan hasil pemeriksaan kualitas air, 50% air PAMDes yang diuji tidak memenuhi syarat, dengan parameter yang harus dikendalikan adalah pH, Na, dan Total Coliform. Sehingga perlu dilakukan tindak lanjut berupa perlindungan dan pengamanan sumber air PAMDes dan pengolahan air PAMDes sebelum didistribusikan ke konsumen. d)
Analisis Risiko Kualitas Air PAMMASKARTA di Kawasan Kabupaten Kulon Progo Program PAMMASKARTA merupakan salah satu program sistem penyediaan air minum (SPAM) pedesaan dimana pengelolaannya dilakukan oleh organisasi SPAM berbasis masyarakat yang biasa disebut PAMDes (Penyediaan Air Minum Pedesaan). PAMDes bertujuan untuk meningkatkan penyediaan air minum khususnya bagi kelompok masyarakat yang tidak mendapat pelayanan air minum melalui jaringan/PDAM.Dalam perkembangannya PAMDes diharapkan juga mengupayakan peningkatan sarana sanitasi, dan peningkatan derajat kesehatan masyarakat terutama dalam menurunkan angka penyakit diare dan penyakit lainnya yang ditularkan melalui air dan lingkungan. Tujuan dari kajian ini adalah mendukung terciptanya sistem penyediaan air minum yang berkualitas baik dengan melakukan pengawasan
kualitas
sanitasi
pengawasan
kualitas
air
sumber
PAMDes
air
melalui
PAMDes
dan
pemeriksaan
laboratorium. Jenis kajian adalah deskriptif dengan desain cross sectional. Kegiatan dilakukan di 7 kecamatan di Kabupaten Kulonprogo dengan jumlah sampel ditetapkan sesuai kuota sebanyak 12.Tahapan kegiatan terdiri atas persiapan berupa koordinasi lintas sektor, survei/observasi kondisi sanitasi sumber air dan pengambilan dan pengujian sampel, serta evaluasi berupa analisis data, sosialisasi dan penyusunan laporan. Kegiatan observasi kondisi sanitasi sumber air dan pengambilan sampel Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
107
air untuk pemeriksaan kualitas air dilaksanakan pada bulan Juni 2014. Berdasarkan hasil observasi kondisi sanitasi sumber air, 50% sumber air PAMDes Kabupaten Kulonprogo dikategorikan berada pada kondisi kurang baik, sehingga risiko terjadinya kontaminasi air PAMDes tergolong tinggi. Berdasarkan hasil pemeriksaan kualitas air, 50% air PAMDes yang diuji tidak memenuhi syarat, dengan parameter yang harus dikendalikan adalah bau, kekeruhan, dan Total Coliform. Sehingga perlu dilakukan tindak lanjut berupa perlindungan dan pengamanan sumber air PAMDes dan pengolahan air PAMDes sebelum didistribusikan ke konsumen.
e)
Analisis Risiko Kualitas Air PAMMASKARTA di Kawasan Kabupaten Gunungkidul Program PAMMASKARTA merupakan salah satu program sistem penyediaan air minum (SPAM) perdesaan di Daerah Istimewa Yogyakarta dimana pengelolaannya dilakukan oleh organisasi SPAM berbasis masyarakat. Pemerintah (pusat dan daerah) selain untuk meningkatkan penyediaan air minum khususnya bagi kelompok masyarakat yang tidak mendapat pelayanan air minum melalui jaringan, program ini juga merupakan
upaya
peningkatan
sarana
sanitasi,
dan
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat terutama dalam menurunkan angka penyakit diare dan penyakit lainnya yang ditularkan melalui air dan lingkungan. Ruang lingkup kegiatan mencakup : Pemberdayaan Masyarakat dan Pengembangan Kelembagaan Lokal; Peningkatan Kesehatan dan Perilaku Higienis dan Pelayanan Sanitasi serta Penyediaan Sarana air bersih. Jenis kajian Analisis Risiko Kualitas Air PAMMASKARTA di Daerah Istimewa Yogyakarta adalah observasional dengan menggunakan desain potong lintang. Tujuan kajian ini adalah Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
108
mengetahui karakteristik sumber air, mengetahui potensi risiko pencemaran air baku dan mengetahui kualitas air baku PAMMASKARTA. Hasil dari kajian ini adalah karakteristik sumber air baku PAMMASKARTA berasal dari mata air, sumur bor/dalam, dan sumur gali/dangkal telah melayani lebih dari 100 KK dan telang berlangsung puluhan tahun. Potensi risiko pencemaran air baku PAMMASKARTA sebagian besar tergolong tinggi dengan adanya bakteri Coli pada air. Kualitas air baku PAMMASKARTA sebagian tidak memenuhi syarat, dengan parameter yang harus dikendalikan adalah fisik: bau, warna, rasa, kimia: Mn, dan biologi: golongan Coliform.
3) Analisis Risiko Depot Air Minum (DAM) a)
Analisis Risiko Depot Air Minum (DAM) di Kawasan Kota Yogyakarta Air adalah salah satu komponen lingkungan yang dibutuhkan oleh setiap mahluk hidup yang ada di bumi. Manusia sangat tergantung oleh keberadaan air. Manfaat air diantaranya untuk keperluan hygiene dan sanitasi seperti mandi, cuci, dan lain-lain maupun untuk dikonsumsi (memasak dan minum). Sumber air antara lain air angkasa (hujan), air permukaan (misal: sungai, danau), dan air tanah (mata air, sumur dangkal, sumur dalam). Pertumbuhan Depot Air Minum (DAM) di Kota Yogyakarta semakin bertambah tiap tahunnya. Menurut data dari Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta sampai dengan tahun 2014 jumlah DAM yang ada di Kota Yogyakarta sebanyak 83 DAM. DAM merupakan badan usaha yang melakukan proses pengolahan air baku menjadi air minum dan menjual langsung kepada konsumen. Setiap DAM perlu dilakukan pengawasan dari instansi terkait, yang bertanggung jawab untuk menjamin keamanan kesehatan masyarakat sebagai konsumen
Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
109
Jenis kajian yang digunakan adalah deskriptif, dengan jumlah sampel yang disurvei sebanyak 15 DAM dari populasi sebanyak 83 DAM berlokasi di Kota Yogyakarta. Untuk mengetahui kualitas lingkungan DAM dilakukan pemeriksaan fisik, untuk mengetahui kualitas air baku dan air minum dilakukan pemeriksaan air baku dan air minum masing-masing sebanyak 14
sampel
(baku
mutu
Permenkes.
RI
No.
416/Menkes/Per/IX/1990 tentang Persyaratan kualitas air bersih, Keputusan
Menteri
492/Menkes/Per/IV/2010
Kesehatan tentang
RI
Persyaratan
Nomor Kualitas
Air
Minum). Berdasarkan hasil survei didapatkan air bersih yang digunakan 13 (87%) DAM menggunakan sumber air baku yang berasal dari mata air, sedangkan yang 2 (13%) DAM menggunakan sumber air baku dari air tanah, dengan kualitas 100% sampel tidak memenuhi syarat. Ditinjau dari parameter fisika, kimia dan biologi kualitas air baku terdapat 100% memenuhi syarat secara kimia maupun secara fisika tetapi 100% tidak memenuhi syarat secara biologi. Hasil pemeriksaan kualitas air minum hasil olahan DAM yang diperiksa terdapat 10 (71%) dari 14 sampel tidak memenuhi syarat. Ditinjau dari parameter fisika, kimia dan biologi hasil pemeriksaan sampel air minum terdapat 1 DAM (7%) tidak memenuhi syarat secara kimia dan fisika, dan 10 DAM (71%) tidak memenuhi syarat secara biologi. Jenis-jenis alat yang dipergunakan dalam pengolahan air minum terdiri dari: tabung filter sejumlah 15 (100%), reservoir air minum sejumlah 13 (87%), mikro filter sejumlah 15 (100%), sterilisasi sejumlah 15 (100%) menggunakan UV. Sedangkan untuk pompa seluruh DAM menggunakan pompa yang terbuat dari besi sejumlah 11 (73%),
dan
4
(27%)
terbuat
dari
stainless
steel.Hasil
pemeriksaan fisik berdasarkan perhitungan skor, 15 DAM (100%) dinyatakan memenuhi persyaratan kelaikan fisik. b)
Analisis Risiko Depot Air Minum (DAM) di Kawasan kabupaten Sleman
Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
110
Pertumbuhan Depot Air Minum (DAM) di Kabupaten Sleman semakin bertambah tiap tahunnya. Menurut data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman sampai dengan tahun 2013 jumlah DAM yang terdaftar 126 DAM yang tersebar di 17 kecamatan. Semakin banyaknya DAM yang airnya dikonsumsi masyarakat akan mempengaruhi kesehatan masyarakat, maka perlu
dilakukan
pengawasan
dari
instansi
terkait,
yang
bertanggung jawab untuk menjamin keamanan kesehatan masyarakat sebagai konsumen. Jenis kajian yang digunakan adalah deskriptif, dengan jumlah sampel yang disurvei sebanyak 15 DAM dari populasi sebanyak 126 DAM berlokasi di Kabupaten Sleman. Untuk mengetahui kualitas lingkungan DAM dilakukan pemeriksaan fisik, untuk mengetahui kualitas air baku dan air minum dilakukan pemeriksaan air baku dan air minum masing-masing sebanyak 14
sampel
(baku
mutu
Permenkes
RI
No.
416/Menkes/Per/IX/1990 tentang Persyaratan kualitas air bersih, Keputusan
Menteri
492/Menkes/Per/IV/2010
Kesehatan tentang
RI
Persyaratan
Nomor Kualitas
Air
Minum. Berdasarkan hasil survei didapatkan air bersih yang digunakan sebagai air baku DAM adalah mata air sebanyak 11 (73,3%) dan air tanah sebanyak 4 (26,7%). Hasil pemeriksaan kualitas air bersih sebagai air baku DAM dari 14 sampel yang diperiksa terdapat 14 DAM (100,0%) tidak memenuhi syarat (TMS), Permenkes
RI
No.
416/Menkes/Per/IX/1990,
tentang
Persyaratan Kualitas Air Bersih. Secara terperinci dari 14 sampel tersebut terdapat 0 (0,0%) tidak memenuhi syarat secara fisika, 5 (35,7%) tidak memenuhi syarat secara kimia dan 14 (100,0%) tidak memenuhi syarat secara biologi. Hasil pemeriksaan kualitas air minum hasil pengolahan DAM yang diperiksa semua (100,0%) dari 14 sampel tidak memenuhi syarat (TMS) sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 492/Menkes/Per/IV/2010 tentang Persyaratan Kualitas Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
111
Air Minum. Secara terperinci dari 14 sampel tersebut terdapat 0 (0,0%) tidak memenuhi syarat secara fisika, 4 (28,6%) tidak memenuhi syarat secara kimia dan 14 (100,0%) tidak memenuhi syarat secara biologi. c)
Analisis Risiko Depot Air Minum (DAM) di Kawasan Gunung Kidul Pertumbuhan Depot Air Minum (DAM) di Kabupaten Gunung Kidul semakin bertambah tiap tahunnya. Menurut data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Gunung Kidul sampai dengan tahun 2014 jumlah DAM yang ada di Kabupaten Gunung Kidul sebanyak 30 DAM. DAM merupakan badan usaha yang melakukan proses pengolahan air baku menjadi air minum dan menjual langsung kepada konsumen. Setiap DAM perlu dilakukan pengawasan dari instansi terkait, yang bertanggung jawab untuk menjamin keamanan kesehatan masyarakat sebagai konsumen Jenis kajian yang digunakan adalah deskriptif, dengan jumlah sampel yang disurvei sebanyak 15 DAM dari populasi sebanyak 30
DAM
berlokasi di
Kabupaten
Gunung
Kidul.
Untuk
mengetahui kualitas lingkungan DAM dilakukan pemeriksaan fisik, untuk mengetahui kualitas air baku dan air minum dilakukan pemeriksaan air baku dan air minum masing-masing sebanyak
15
sampel
(baku
mutu
Permenkes.
RI
No.
416/Menkes/Per/IX/1990 tentang Persyaratan kualitas air bersih, Keputusan
Menteri
Kesehatan
RI
Nomor
492/MENKES/PER/IV/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum). Berdasarkan hasil survei didapatkan air bersih yang digunakan sebagai air baku DAM adalah: mata air sebanyak 14 (93,3%) dan air tanah sebanyak 1 (6,7%), dengan kualitas 7 DAM (46,7%) dari 15 sampel tidak memenuhi syarat. Ditinjau dari parameter fisika, kimia dan biologi kualitas air baku terdapat 4 DAM (26,7%) tidak memenuhi syarat secara kimia dan 6 DAM (40,0%) tidak memenuhi syarat secara biologi, sedangkan Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
112
ditinjau dari parameter fisika 100% memenuhi syarat. Hasil pemeriksaan kualitas air minum hasil olahan DAM yang diperiksa terdapat 15 DAM (100%) dari 15 sampel tidak memenuhi syarat. Ditinjau dari parameter fisika, kimia dan biologi hasil pemeriksaan sampel air minum terdapat 1 DAM (6,7%) tidak memenuhi syarat secara fisika, 5 DAM (33,3%) tidak memenuhi syarat secara kimia, dan 15 DAM (100%) tidak memenuhi syarat secara biologi. d)
Analisis Risiko Depot Air Minum (DAM) di Kawasan Kabupaten Banyumas Pertumbuhan Depot Air Minum (DAM) di Kabupaten Banyumas semakin bertambah tiap tahunnya. Menurut data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas sampai dengan tahun 2014 jumlah DAM yang terdaftar 420 DAM yang tersebar di 27 kecamatan. Semakin banyaknya DAM yang airnya dikonsumsi masyarakat akan mempengaruhi kesehatan masyarakat, maka perlu
dilakukan
pengawasan
dari
instansi
terkait,
yang
bertanggung jawab untuk menjamin keamanan kesehatan masyarakat sebagai konsumen. Jenis kajian yang digunakan adalah deskriptif, dengan jumlah sampel yang disurvei sebanyak 15 DAM dari populasi sebanyak 420 DAM berlokasi di Kabupaten Banyumas. Untuk mengetahui kualitas lingkungan DAM dilakukan pemeriksaan fisik, untuk mengetahui kualitas air baku dan air minum dilakukan pemeriksaan air baku dan air minum masing-masing sebanyak 15
sampel
(baku
mutu
Permenkes
RI
No.
416/Menkes/Per/IX/1990 tentang Persyaratan kualitas air bersih, Keputusan
Menteri
492/Menkes/Per/IV/2010
Kesehatan tentang
RI
Persyaratan
Nomor Kualitas
Air
Minum). Berdasarkan hasil survei didapatkan air bersih yang digunakan sebagai air baku DAM adalah: 9 (60%) DAM menggunakan sumber air baku yang berasal dari PAM, sedangkan yang 6 (40%) DAM menggunakan sumber air baku dari air sumur gali. Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
113
Dari 15 sampel yang diperiksa terdapat 15 DAM (100,0%) tidak memenuhi
syarat
(TMS),
416/Menkes/Per/IX/1990,
Permenkes
tentang Persyaratan
RI
No.
Kualitas Air
Bersih. Secara terperinci dari 15 sampel tersebut terdapat 2 (13,3%) parameter berbau, kimia ada 2 (13,3%) parameter pH dan mikrobiologi ada 15 (100%). Hasil pemeriksaan kualitas air minum hasil pengolahan DAM yang diperiksa semua 14 DAM dari 15 sampel tidak memenuhi syarat (TMS) sesuai dengan Keputusan
Menteri
492/Menkes/Per/IV/2010
Kesehatan tentang
RI
Persyaratan
Nomor Kualitas
Air
Minum. Secara terperinci dari 15 sampel tersebut terdapat 100% memenuhi syarat secara fisika, sedangkan secara kimia ada 3 DAM (20%) yang tidak memenuhi syarat (deterjen dan pH) sedangkan secara mikrobiologi ada 14 DAM (93,3%) yang tidak memenuhi syarat e)
Analisis Risiko Depot Air Minum (DAM) di Kawasan Kabupaten Grobogan Laju pertambahan penduduk membuat perkembangan teknologi menjanjikan banyak kemudahan bagi manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Salah satunya adalah banyak ditawarkan alat pengolah air yang menjanjikan dapat mengolah berbagai jenis air sehingga aman untuk diminum. Depot air minum (DAM) merupakan badan usaha yang melakukan proses pengolahan air baku menjadi air minum dan menjual langsung kepada konsumen
(Peraturan
Menteri
Kesehatan
RI
Nomor
736/Menkes/Per/VI/2010 tentang Tata Laksana Pengawasan Kualitas Air Minum). Kualitas air produksi Depot Air Minum (DAM) akhir-akhir ini ditengarai semakin menurun, dengan permasalahan secara umum antara lain pada peralatan DAM yang tidak dilengkapi alat sterilisasi, atau mempunyai daya bunuh
rendah
mengetahui
terhadap
peralatan
bakteri, DAM
atau yang
pengusaha baik
dan
belum cara
pemeliharaannnya. Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
114
Jenis kajian ini deskriptif yaitu suatu metode yang dilakukan dengan tujuan membuat gambaran kualitas fisik, kimia dan bakteriologis air minum setelah melalui proses pengolahan Depot Air Minum. Pada kajian ini dilakukan pengumpulan data berupa inspeksi sanitasi, keluhan pelanggan dan kualitas air DAM sehingga dapat dibuat gambaran mengenai kualitas secara fisik, kimia, maupun mikrobiologi. Hasil kajian DAM Kabupaten Grobogan Provinsi Jawa Tengah dari 15 DAM yang menggunakan air baku dari mata air sebanyak 14 DAM (93,3%). Berdasarkan hasil pemeriksaan kualitas baku dari 15 DAM ada 1 (6,7 %) tidak memenuhi syarat fisika, 3 (20%) tidak memenuhi syarat kimia dan 14 (93,3%) tidak memenuhi syarat secara biologi menurut Permenkes RI No. 416/Menkes/Per/IX/1990
tentang
Persyaratan
Kualitas
Air
Bersih. Hasil pemeriksaan kualitas air minum hasil pengolahan DAM yang diperiksa dari 15 sampel terdapat 2 (13,3%) tidak memenuhi syarat secara kimia dan 100% tidak memenuhi syarat secara biologi, sedangkan ditinjau dari parameter fisika 0% tidak memenuhi syarat sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 492/Menkes/Per/IV/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum. 4) Studi Limbah Cair dan Dampaknya Terhadap Lingkungan a)
Studi Limbah Cair dan Dampaknya Terhadap Lingkungan di Kawasan kabupaten Pekalongan Kota Pekalongan memiliki potensi batik yang cukup besar. Sebaran lokasinya hampir ada di seluruh wilayah Kota Pekalongan. Salah satu yang mengalami perkembangan pesat adalah sentra industri batik Kelurahan Pringlangu Kecamatan Pekalongan. Pesatnya pertumbuhan industri batik tersebut telah meningkatkan perekonomian Kota Pekalongan. Namun di sisi lain dampak nyata terhadap lingkungan sangat memprihatinkan. Kondisi saluran kota di hampir seluruh wilayah Kota Pekalongan terlihat keruh, berwarna kehitaman dan berbau yang merupakan indikator bahwa telah terjadi pencemaran. Pembuangan limbah
Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
115
dari industri batik diduga menjadi penyebab utama tercemarnya kondisi lingkungan tersebut. Jenis kajian adalah deskriptif dengan desain cross sectional. Kegiatan dilakukan di salah satu sentra industri batik di Kabupaten Pekalongan. Jumlah sampel sebanyak 3 industri dan 20 sumur penduduk di sekitar industri dan sekitar aliran limbah.Tahapan
kegiatan
terdiri
atas
persiapan
berupa
koordinasi lintas sektor, survei/observasi kondisi sanitasi sumber air dan pengambilan dan pengujian sampel, serta evaluasi berupa analisis data, sosialisasi dan penyusunan laporan. Kegiatan observasi kondisi sanitasi sumur, kondisi perairan saluran air pemukiman dan perairan sawah dan pengambilan sampel air limbah, air di saluran air/selokan pemukiman, air sawah dan air sumur dilakukan uji laboratorium dilaksanakan pada bulan Oktober 2014. Hasil kajian menunjukkan limbah cair 2 dari 3 industri batik yang dialirkan ke selokan pemukiman telah melebihi baku mutu. Kualitas air selokan dan air sawah setara dengan kualitas limbah cair. Kondisi sanitasi 65% sumur di sekitar industri dan sekitar aliran selokan pemukiman dikategorikan kurang baik, sehingga potensi pencemaran sumur penduduk dikategorikan tinggi. Kualitas 55% air sumur sekitar aliran selokan pemukiman dikategorikan tidak memenuhi syarat, sehingga perlu dilakukan tindak lanjut berupa perlindungan lingkungan dari limbah batik dengan pengolahan air limbah sebelum dialirkan ke lingkungan. b)
Studi Limbah Cair dan Dampaknya Terhadap Lingkungan di Kawasan kabupaten Sragen Air adalah salah satu unsur yang sangat penting bagi lingkungan hidup.Air yang memenuhi persyaratan fisik adalah tidak keruh, tidak berbau, tidak berasa, tidak berwarna dan terasa sejuk atau tidak hangat. Berdasarkan peraturan Departemen Kesehatan RI tahun 2005 bahwa kondisi fisik sumur harus memenuhi syarat: tinggi dinding sumur, tinggi bibir, kondisi lantai,dan jarak dari sumber pencemar. Pencemaran air dapat terjadi karena
Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
116
buangan limbah cair yang dihasilkan oleh industri atau pabrik yang tidak dikelola sebagaimana mestinya dan dibuang begitu saja ke aliran air atau permukaan tanah disekitarnya. Kerajinan batik merupakan salah satu sektor industri kreatif yang berpotensi dalam memberikan kontribusi dan solusi pada persoalan-persoalan lingkungan, sosial dan ekonomi bangsa. Umumnya polutan yang terkandung dalam limbah industri batik dapat berupa logam berat, padatan tersuspensi, atau zat organik. Oleh karena itu perlu dilakukan kajian studi limbah cair dan dampaknya terhadap lingkungan yang meliputi: Inspeksi sanitasi (IS) industri, sumur, kualitas limbah industri, kualitas air sumur. Kajian studi limbah cair dan dampaknya terhadap lingkungan di Kabupaten Sragen Jawa Tengah, bertujuan untuk memperoleh data inventarisasi kegiatanbatik yang berpotensi terjadinya penurunan kualitas lingkungan, kualitas limbah cair kegiatan indutri batik dibandingkan dengan Baku MutuLingkungan. Hasil analisis dapat disimpulkan bahwa, limbah cair industri batik “D” dan “T”langsung di buang ke lingkungan, dalam bekerja karyawan tidak menggunakan APD, bahan batik terdiri: kain, soda, air keras, kaporit, indigosol. Keluhan masyarakat pada musim hujan air sumur berwarna dan berbau. Konstruksi sumur > 78% memenuhi syarat. Kualitas fisik kimia limbah cair industri batik “D” dan “T” melampaui baku mutu menurut Perda Propinsi Jawa Tengah Nomor 5 Tahun 2012: parameter TSS nilai terendah 4,0 mg/L tertinggi 975,0 mg/L, BOD terendah 11,2 mg/L tertinggi 747,5 mg/L, COD cterendah 26,8 mg/L tertinggi 290,2 mg/L dan phenol terendah 0,0724 mg/L tertinggi 0,827 mg/L, Cu terendah 0,0424 mg/L tertinggi 0,0656 mg/L, Zn<0,0022mg/L tertinggi 0,0262 mg/L, Pb,Ni dan Cd kadarnya terukur pada limit deteksi dan terdeteksi zar warna Rhodamin B serta
Methyl
Yellow.
Menurut
Pemenkes
RI
No416/MENKES/PER/IX/1990 air sumur di sekitar industri batik “T”tidak Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
memenuhi
baku
mutu
untuk
parameter
bau 117
22%(n=9),rasa 11%9(n=9). Kualitas fisik kimia air sumur di sekitar industri “D”memenuhi syarat 100% (n=11). Belum terjadi dampak limbah cair terhadap lingkungan (sumur) c)
Studi Limbah Cair dan Dampaknya Terhadap Lingkungan di Kawasan Kabupaten Bantul Berkembangnya usaha laundry, di sisi lain akan menimbulkan dampak buruk terhadap lingkungan. Limbah laundry berupa cairan deterjen dalam jumlah akan berisiko mencemari kualitas air tanah di sekitarnya jika tidak diolah dan hanya diresapkan ke dalam tanah. Kajian Studi Limbah Cair dan Dampaknya terhadap Lingkungan dan Kesehatan Masyarakat tahun 2014 bertujuan untuk mengetahui kualitas limbah laundry yang dibuang ke lingkungan, mengetahui potensi pencemaran sumber air baku air minum sekitar sumber limbah laundry dan untuk mengetahui kondisi kualitas air baku air minum sekitar sumber limbah laundry. Jenis kajian ini adalah observasional yang bersifat deskriptif. Lokasi kajian berada di sebuah kawasan di Kabupaten Bantul. Berdasarkan hasil BBTKLPP
observasi dan pengujian di laboratorium
Yogyakarta,
sebanyak
27
titik
(55%)
sumur
mempunyai potensi resiko tercemardari lingkungan sekitar. Sebanyak 14 titik (27%) risiko tinggi terjadi cemaran, sebanyak 25 (48 %) contoh uji air tanah tidak memenuhi syarat sebagai air bersih menurut Permenkes RI No. 416/Menkes/Per/IX/1990, Semua contoh uji limbah cair 100 % tidak memenuhi syarat Per Gub. DIY No. 7 tahun 2010 tentang kualitas limbah laundry dan Per Gub.DIY No. 7 tahun 2010 tentang kegiatan usaha lainnya. d)
Studi Limbah Cair dan Dampaknya Terhadap Lingkungan di Kawasan Kota Yogyakarta Perkembangan industri dan usaha ekonomi produktif lainnya yang berlangsung secara terus menerus pada sisi lain telah menghasilkan limbah baik itu dalam bentuk padat, cair, maupun gas, baik yang bersifat bahan beracun berbahaya (B3) maupun yang bukan B3. Pengelolaan limbah yang sebagian besar
Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
118
berupa
pembuangan
yang
bebas
ke
lingkungan
dapat
mengancam daya dukung lingkungan hidup hingga akhirnya menganggu kesehatan dan kelangsungan hidup manusia.Usaha laundry saat ini mulai marak di Kota Yogyakarta, karena kebutuhan untuk mencuci tanpa harus mengeluarkan banyak tenaga dan mengganggu aktifitas kerja sehari-hari membuat para pengguna jasa tersebut lebih memilih menitipkan pakaian kotor mereka untuk dicuci di penyedia pelayanan jasa tersebut. Kajian Studi Limbah Cair dan Dampaknya terhadap Lingkungan dan Kesehatan Masyarakat tahun 2014 (Studi Kasus Limbah Laundry) bertujuan untuk mengetahui distribusi/sebaran sumber limbah laundry, mengetahui kualitas limbah laundry yang dibuang ke lingkungan, mengetahui potensi pencemaran sumber air baku air minum sekitar sumber limbah laundry, mengetahui kondisi kualitas air baku air minum sekitar sumber limbah laundry
khususnya
di
Kota
Yogyakarta.
Jenis
Kajian
observasional yang bersifat deskriptif terhadap pencemaran limbah laundryberdasarkan pengujian contoh uji yang diambil di beberapa usaha laundry dan sumur penduduk serta dampaknya terhadap kesehatan masyarakat sekitar usaha laundry.Data kajian diperoleh melalui wawancara dan pengujian contoh uji lingkungan di Laboratorium BBTKLPP Yogyakarta. Berdasarkan pengujian di laboratorium, diperoleh data kualitas limbah cair industry laundry di 3 (tiga) kecamatan di Kota Yogyakarta untuk parameter BOD, COD, TSS, Detergen dan fosfat (PO4) melampaui Baku Mutu Air Limbah sesuai Peraturan Gubernur DIY No.7 Tahun 2010. Kualitas Air sumur penduduk untuk parameter Bau, Rasa, Detergen, Mangan, Nitrat dan pH tidak
memenuhi
persyaratan
sesuai
Permenkes
416/MENKES/PER/IX/1990 tentang persyaratan kualitas air bersih, sedangkan fosfat tidak memenuhi persyaratan dalam PP RI No. 82 tahun 2001. Untuk mengetahui kondisi lingkungan penduduk di sekitar usaha laundry Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
dilakukan
inspeksi
sanitasi
terhadap
penduduk 119
sekitar.Hasil Inspeksi sanitasi (IS) sumur penduduk di sekitar usaha laundry dapat diambil kesimpulan bahwa rata-rata sumur penduduk memenuhi persyaratan fisik sumur sesuai yang ditetapkan Kemenkes.Namun yang perlu diperhatikan adalah pengelolaan limbah laundry yang selama ini langsung dibuang ke sumur resapan, maka perlu dilakukan kerjasama lintas sektor beserta masyarakat untuk pengelolaan/pengolahan limbah laundry sebelum dibuang ke lingkungan. f.
Evaluasi Aspek Kesmas dalam Audit Lingkungan 1) Kajian Dampak Pembangunan Model Kawasan Industri Sehat a)
Kajian Dampak Pembangunan Model Kawasan Industri Sehat di Kabupaten Karanganyar Perkembangan industri yang pesat dapat menyebabkan pencemaran lahan pertanian melalui pemanfaatan air badan air yang tercemar oleh limbah cair industri. Masalah ini seringkali timbul di daerah-daerah yang memiliki kawasan industri berdekatan dengan lahan pertanian produktif. Kajian BBTKLPP Yogyakarta tahun 2013 menunjukkan bahwa kadar Cd dan Cr tanah sawah di beberapa lokasi di Kabupaten Karanganyar melebihi batas kritis tanah persawahan di Indonesia, sedangkan kadar Pb, Cd, dan Cr beras berada di atas kadar maksimum cemaran logam berat dalam pangan. Sayuran, umbi dan buah yang diperiksa juga mengandung Pb, Cd, dan Cr di atas kadar maksimum cemaran logam berat dalam pangan. Untuk memverifikasi kandungan Pb, Cd, dan Cr di lingkungan dan mengidentifikasi dampaknya terhadap kesehatan masyarakat, BBTKLPP Yogyakarta melakukan pengambilan dan pengujian contoh uji lingkungan berupa 13 sampel sedimen badan air, 37 sampel tanah pertanian berikut beras yang ditanam di tanah tersebut, dari 4 desa di Jaten dan 1 desa di Kebakkramat. Selain itu dilakukan pemeriksaan terhadap 102 responden untuk mengidentifikasi kadar Pb di darah, Cd dan Cr di urin, serta tekanan darah, kadar Hb, dan kadar ureum dan kreatinin darah.
Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
120
Hasil pemeriksaan lingkungan menunjukkan bahwa sedimen badan air memiliki kandungan logam berat di bawah baku mutu TCLP zat pencemar dalam limbah, kadar Pb dan Cd di tanah persawahan dan beras di beberapa lokasi berada di atas nilai acuan. Kadar Cd urin responden melebihi kisaran nilai normal, sedangkan kadar Pb masih berada dalam kisaran populasi normal. Sebagian besar responden menderita anemia, sedangkan sekitar 25% responden memiliki tekanan darah tinggi. Dua responden memiliki kadar kreatinin di atas nilai normal. Berdasarkan hasil kajian, disimpulkan bahwa dampak pencemaran logam berat telah menyebabkan peningkatan kadar cadmium dalam tubuh. Direkomendasikan untuk melakukan kajian lebih lanjut untuk mengidentifikasi sumber pencemar, pemberian tablet Fe kepada masyarakat, dan menerapkan teknologi tepat guna untuk menurunkan kadar logam berat di tanah persawahan dan beras. Untuk pencapaian indikator kinerja tersebut tidak mengalami kendala. 3. Peningkatan dan Pengembangan Teknologi Laboratorium (PTL) Peningkatan dan Pengembangan Teknologi Laboratorium (PTL) melalui Tersedianya akses masyarakat dalam pemanfaatan kemampuan uji laboratorium dan kalibrasi dengan pengembangan kemampuan teknologi pengujian, kendali mutu dan kalibrasi serta pengembangan teknologi tepat guna, dan meningkatnya dukungan kinerja pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan, dengan indikator kinerja : Tabel 12. Indikator Kinerja Peningkatan dan Pengembangan Teknologi Laboratorium BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014 Sasaran Strategis
Tersedianya akses masyarakat dalam pemanfaatan Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
Indikator Kinerja
a. Persentase peningkatan kemampuan uji
Target
Realisasi
% Realisasi
85
85
100
121
kemampuan uji laboratorium dan kalibrasi dengan pengembangan kemampuan teknologi pengujian, kendali mutu dan kalibrasi serta pengembangan teknologi tepat guna, dan meningkatnya dukungan kinerja pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan
laboratorium penyakit potensial wabah, penyakit menular/tidak menular b. Persentase peningkatan kemampuan uji kendali mutu dan kalibrasi c. Jumlah jenis rancang bangun model dan teknologi tepat guna pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan
85
85
100
25
27
108
Analisis atas capaian kinerja sasaran dikaitkan dengan indikator kinerjanya dapat diuraikan sebagai berikut:
Sasaran 3
Tersedianya akses masyarakat dalam pemanfaatan kemampuan uji laboratorium dan kalibrasi dengan pengembangan kemampuan teknologi pengujian, kendali mutu dan kalibrasi serta pengembangan teknologi tepat guna, dan meningkatnya dukungan kinerja pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan
Sasaran ini diukur dengan tiga indikator kinerja, yang terdiri atas: Tabel 13. Capaian Indikator Kinerja Persentase Peningkatan Kemampuan Uji Laboratorium Penyakit Potensial Wabah, Penyakit Menular/Tidak Menular BBTKLPP Yogyakarta tahun 2010-2014 Indikator Kinerja
Persentase peningkatan kemampuan uji laboratorium penyakit
Satuan
Uji
Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
Capaian tahun 2014
Prosentase Capaian Tahun
Target
Realisasi
2014
2013
2012
2011
2010
85
85
100
100
80
133.3
100
122
potensial wabah, penyakit menular/tidak menular
Target Persentase peningkatan kemampuan uji laboratorium penyakit potensial wabah, penyakit menular/tidak menular prioritas dan faktor risikonya pada tahun 2014 sebesar 85% dan dapat tercapai 85% (100%). Capaian kinerja ini sama apabila dibandingkan capaian tahun 2013. Kebijakan dan upaya yang dilaksanakan untuk memenuhi capaian indikator ini adalah : Tabel 14. Kegiatan Peningkatan Kemampuan Uji Laboratorium Penyakit Potensial Wabah, Penyakit Menular/Tidak Menular Prioritas Dan Faktor Risikonya BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014 NO 1
KEGIATAN Jejaring kerja Antar
RENCANA
REALISASI
1
5%
1
5%
Laboratorium 2
Pertemuan JASA BALAB DIY
1
5%
1
5%
3
Pemeliharaan Peralatan
1
5%
1
5%
Laboratorium 4
Pengelolaan Limbah
1
5%
1
5%
5
Bimbingan Teknis Laboratorium
1
5%
1
5%
Penguji 6
Pengembangan Metode Uji
1
5%
1
5%
7
Pemeliharaan hewan percobaan
1
5%
1
5%
8
Pengadaan Peralatan
5
25%
5
25%
1
5%
1
5%
4
20%
4
20%
laboratorium 9
PengadaanGlassware/Bahan Habis Pakai Lainnya
10
Pengadaan Reagensia
Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
123
Jumlah
85%
85%
Berdasarkan tabel di atas secara rinci kegiatan peningkatan kemampuan uji laboratorium penyakit potensial wabah, penyakit menular/tidak menular prioritas dan faktor risikonya adalah sebagai berikut : a.
Jejaring kerja Antar Laboratorium Jejaring kerja dan kemitraan antar laboratorium dilakukan melalui berbagai kegiatan di wilayah kerja maupun di luar wilayah kerja oleh personil yang berkompeten serta terlibat dalam penyelenggaraan akreditasi laboratorium maupun kegiatan lainnya sesuai fungsinya sebagai laboratorium rujukan. Beberapa kegiatan yang dilaksanakan adalah dengan mengikuti pertemuan/rapat, kunjungan, evaluasi, dan konsultasi
di
dalam
maupun
di
luar
wilayah
kerja,
yang
dilaksanakan/diikuti oleh personil yang terkait kegiatan laboratorium. Secara rinci kegiatan yang sudah dilaksanakan adalah: 1) Pertemuan Persiapan Pelaksanaan Pemantauan dan Evaluasi Radiasi Kegiatan diselenggarakan oleh Direktur JendEral Penyehatan Lingkungan serta dihadiri oleh tujuh B/BTKLPP (Batam, Medan, Jakarta, Yogyakarta, Surabaya, Banjarbaru, Makasar) dan Institusi terkait
BATAN,
MENKOINFO,
LITBANGKES
dan
ESDM di
Jakartapada tanggal 3 - 4 April 2014 di Hotel Lumire, Jalan Senen Raya no. 135, Jakarta Pusat. Tujuannya adalah teridentifikasinya faktor risiko radiasi terhadap kesehatan masyarakat. Sasaran pengukuran pajanan radiasi dari sumber radiasi non pengion, misalnya yang dilalui SUTET, dekat BTS atau Permukiman sekitar pertambangan, sedangkan sasaran responden adalah pekerja sekitar lokasi pemantauan, dan masyarakat yang bermukim di sekitar lokasi pemantauan atau disekitar sumber radiasi. Hasil pertemuan adalah rangkaian kegiatan pemantauan radiasi dimulai dari: pengadaan Peralatan Radiasi Pengion dan Non Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
124
Pengion,
pelatihan
penggunaan
peralatan,
pelaksanaan
Pemantauan dan Evaluasi. Lingkup Pelaksanaan pemantauan meliputi menyiapkan Instrumen, pengambilan data/pengukuran pajanan radiasi, wawancara dengan masyarakat yang terpajan, data penyakit di puskemas di sekitar lokasi pengambilan sampel, pengolahan data, diseminasi dan pelaporan. Kegiatan ini akan dilaksanakan oleh 7 B/BTKL PP di wilayah kerja masing-masing). 2) Pertemuan teknis dan pengambilan sampel uji profisiensi Pusat Penelitian Kimia LIPI tahun 2014 Kegiatan ini dilaksanakan padatanggal 3-4 Juni 2014 di Gedung Graha Widya Bakti, Kompleks Puspiptek Serpong, Tangerang Selatan, Banten.Metode berupa penyajian materi oleh narasumber, diskusi dan penyampaian sampel. Materi pertemuan sebagai berikut: a) Program uji profisiensi PP Kimia LIPI tahun 2014 b) Certified Reference Materials dan Evaluasi hasil pengukuran
laboratorium menggunakan Certified Reference Materials c) The Role of Proficiency Testing in Analytical Quality Assurance:
The Case Study in Thailand. d) Cara pengisian data hasil uji oleh e) Penjelasan teknis komoditi air minum dan air limbah
3) Pertemuan Teknis Lembaga Penilaian Kesesuaian dan Pertemuan Teknis Uji Profisiensi oleh BSN Kegiatan Pertemuan Teknis Lembaga Penilaian Kesesuaian dan Pertemuan Teknis Uji Profisiensi tanggal 10 Juni 2014 di Kuta, Bali dengan tema Hari Akreditasi Sedunia yaitu ”Dukungan Sistem Penilaian Kesesuaian Dalam Peningkatan Efisiensi Energi”. Adapun materi pertemuan adalah sebagai berikut: a)
Mendukung energi efisiensi melalui penerapan sistem penilaian kesesuaian
b)
Uji profisiensi untuk mendukung kegiatan penjaminan mutu hasil pengujian.
c)
Uji Banding antarlaboratorium dan Investigasinya
4) Jejaring dengan BP2GAKI Magelang Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
125
Kunjungan Jejaring Kerja Antar Laboratorium dalam rangka membina kerjasama antara Balai Penelitian dan Pengembangan Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (BP2GAKI) Kapling Jayan, Borobudur, Magelang, Jawa Tengah dengan BBTKLPP Yogyakarta tanggal 25 Maret 2014 dalam rangka mensinergikan kegiatan untuk mendukung penanganan permasalahan tentang Gangguan Akibat Kekurangan Iodium. Salah satu kegiatan yang dilakukan oleh
BP2GAKI yang dapat
terkait dengan BBTKLPP Yogyakarta adalah kegiatan yang terkait dengan lingkungan, yaitu kegiatan pemetaan kadar Iodium dan logam berat di lingkungan dan identifikasifaktor fisik lingkungan, pengaruh ketersediaan iodium lingkungan, kondisi lingkungan kewilayahan.Beberapa kegiatan yang terkait lingkungan tersebut, BBTKLPP dapat berperan dalam pemetaan Blocking agent dan bahan pencemar di lingkungan baik memberikan data pasif yang sudah ada di BBTKLPP Yogyakarta maupun dengan melakukan pemetaan melalui beberapa kajian. 5) Jejaring dengan BPOM dan BBTPPI Semarang Kegiatan jejaring kerja dengan Badan Pemeriksaan Obat dan Makanan (BPOM) dan Balai Besar Teknologi Pengendalian Pencemaran
Industri
(BBTPPI)
tahun
2014
dilaksanakan
padatanggal 12-13 November 2014. a) Hasil kunjungan ke BPOM, Blok AA-BB No 8 Semarang
Diskusi tentang pemeriksaan makanan dan minuman dengan kepala Bidang Pengujian Mikrobiologi, Ibu Woro Puji Hastuti. Disampaikan bahwa kegiatan pemeriksaan makanan/minuman dilakukan oleh BPOM saat SKD KLB sehingga ada beberapa institusi
yang
melakukan
hal
yang
sama.
Pemeriksaan
makanan/minuman penyebab KLB dilakukan oleh BBPOM maupun BBTKLPP sedangkan pemeriksaan muntahan dan feses
dilakukan
oleh
Laboratorium
kesehatan
dan
BBTKLPP.Beberapa kegiatan BBPOM diantaranya melakukan pemantauan arus mudik terutama untuk yang teregistrasi. Untuk itu diharapkan ke depan ada MoU lintas sektor supaya Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
126
tidak terjadi kegiatan yang sama dilakukan oleh 2 instansi. Program kegiatan rutin: makanan/minuman, kosmetik, obat yg teregistrasi yang beredar di pasaran. Diskusi dengan
kepala
Bidang Sertifikasi dan Layanan
Infcormasi Konsumen tentang program kegiatan BPOM. Selain itu ada kegiatan DFI (District food instruction) untuk PIRT. Program pasar Bebas Bahan Berbahaya dilakukan tahun 2013 untuk melengkapi/kegiatan pendamping Pasar Sehat Dinas Kesehatan.
Promosi
menggunakan
leaflet
cara
memilih
makanan yang sehat, radio komunitas di pasar yang distel berulang-ulang
supaya
diketahui
masyarakat.Pembinaan
dilakukan pada beberapa katering untuk pengawasan. JIka ada keluhan masyarakat maka BPOM akan mengambil sampel sendiri ke lapangan untuk diuji. Target PNBP bukan prioritas untuk dicapai, sehingga lebih mengutamakan
program
kegiatan. b) Hasil kunjungan ke BBTPPI Semarang
Informasi dari Bagian Teknologi Pengendalian Pencemaran di BBTPPI Semarang sudah ada beberapa teknologi yang sudah dipatenkan yaitu :teknologi media indikator untuk proses pembuatan garam, penelitian ini merupakan penelitian Kepala BBTPPI Semarang.Instansi ini menangani pencemaran udara seperti emisi, ambien dan kebisingan serta pencemaran limbahlimbah industry diantaranya mengadakan kerja sama dengan Pertamina
Balikpapan
dalam
penanganan
pencemaran
lingkungan (air, tanah dan udara) serta social budaya lokal.Selain itu BBTPPI melakukan penelitian untuk efisiensi energi Informasi dari Bagian Pengurusan Proses Hak Paten.Dalam pengajuan Hak Paten di mulai dengan pengisian formulir dari Dirjen paten yang dilampiri gambar/hasil produk.Produk yang di patenkan akan di verifikasi di dalam negeri dan luar negeri. Proses penyelesaian Hak Paten ± 2 s.d 3 tahun. Setelah Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
127
mendapatkan Hak Paten ada biaya pemeliharaan Hak Paten ± Rp. 2.000.000,-. Kesimpulan: Persamaan fungsi antara BBTKLPP, BPOM dan BLK
dalam
memeriksa
makanan
dan
minuman
dapat
diselaraskan sehingga dapat memperluas cakupan wilayah pemantauan dan penanganan KLB. Proses Paten yang diperoleh di BBTPPI dapat menambah wawasan dalam rangka melanjutkan upaya untuk mempatenkan teknologi produk BBTKLPP. 6) Jejaring dengan Laboratorium Kesehatan Wonogiri Kegiatan jejaring kerja antar laboratorium Bidang PTL dilaksanakan di UPTD Laboratorium Kesehatan Dinas Kesehatan Wonogiri Jl. Ahmad Yani No 44 Wonogiri dan Kunjungan ke Pelanggan di Jalan Perumahan RT.10 Pokoh Kidul, Wonogiri padatanggal 26 November 2014. Kegiatan meliputi memberi
informasi kemampuan pengujian dan
kalibrasi di BBTKLPP Yogyakarta, mencari informasi kemampuan uji laboratorium kesehatan Wonogiri dan memberi jenis bimbingan teknis yang dapat diberikan oleh BBTKLPP Yogyakarta. Kesimpulan: Laboratorium memerlukan bimbingan teknis untuk pengembangan laboratorium. 7) Jejaring Laboratorium Kesehatan Surakarta Kegiatan jejaring kerja antar laboratorium dengan materi evaluasi bimbingan teknis laboratorium di UPTD Laboratorium Kesehatan Dinas Kesehatan Kota Surakarta yang beralamat di Jl. Jamsaren No. 39, Kelurahan Serengan, Kecamatan Serengan, Kota Surakarta, Jawa Tengah pada tanggal 27 Nopember 2014. Kegiatan dimulai dengan
dengan menyampaikan maksud dan
tujuan kegiatan jejaring kerja antar laboratorium dan selanjutnya tim melakukan
wawancara
dan
diskusi
mengenai
tindak
lanjut
bimbingan teknis yang pernah dilakukan sebelumnya dan pengisian kuisioner.Tim
melakukan
pengamatan
terhadap
laboratorium
dengan mengacu pada hasil laporan bimbingan teknis sebelumnya. UPTD Laboratorium Kesehatan Dinas Kesehatan Kota Surakarta Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
128
telah berupaya untuk menindaklanjuti hasil bimbingan teknis sebelumnya dengan melakukan beberapa perubahan yaitu penataan ruangan, penataan reagensia, perbaikan beberapa rekaman pada lembar hasil uji sudah mencantumkan uraian contoh uji dan catatan bahwa hasil uji hanya berlaku untuk contoh yang diuji, Beberapa rekaman baru juga sudah dibuat diantaranya yaitu rekaman riwayat alat untuk alat mufle furnace.Selain melakukan evaluasi bimbingan teknis sebelumnya, tim juga menyampaikan beberapa materi yang diperlukan oleh laboratorium antara lain tentang cara melakukan pengendalian mutu pengujian dan cara menghitung nilai bias dari rata-rata suatu hasil pengujian. 8) Jejaring dengan BPPKK&Hiperkes Jawa Tengah dan Laboratorium Mikrobiologi Klinik RSUP Dr. Kariadi Semarang Jejaring kerja antar laboratorium dilaksanakan selama 2 (dua) hari pada tanggal 13 – 14 Nopember 2014. Dalam kegiatan tersebut dilakukan
sharing
informasi
tentang
upaya
pengembangan
laboratorium penguji udara khusunya pelaksanaan uji banding udara dan jejaring laboratorium Afian Influenza. a) Hasil Kegiatan Jejaring Kerja diBPPKK&Hyperkes Provinsi Jawa
Tengah Informasi
uji
Laboratorium
banding
udara
Hiperkesdiprakarsai
yang oleh
dilaksanakan
antar
BPPKK&Hiperkes
Provinsi Jawa Timur, dilaksanakan 1 tahun sekali pada akhir tahun dan diikuti kurang lebih 20 Laboratorium Hiperkes yang telah terakreditasi. Parameter uji banding adalah parameter udara ambien.Tempat pelaksanaan dilakukan bergiliran dengan metode pengambilan dan pengujian sampel bersama-sama seluruh peserta dilanjutkan dengan pembahasan hasil. BPPKK & Hyperkes Provinsi Jawa Tengah juga memiliki program pelatihan K3 akan tetapi masih K3 secara umum belum ada pelatihan khusus K3 laboratorium. Ada 6 parameter udara yang telah terakreditasi yaitu SO2, NO2, CO, H2O, O3, dan Kebisingan.Konsumen BPPKK&Hiperkes Provinsi Jawa Tengah Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
129
adalah industri - industri di wilayah Provinsi Jawa Tengah bukan masyarakat umum. Selain itu didiskusikan tentang desain penataan pembuatan TPS Limbah B3 yang ada di BPPKK & Hyperkes Provinsi Jawa Tengah.
b) Hasil KegiatandiLaboratorium Mikrobiologi Klinik RSUP Dr.
Kariadi Semarang Jejaring kerja antar laboratorium ke Laboratorium Mikrobiologi Klinik RSUP Dr. Kariadi Semarang membahas masalah yang terkait jejaring Afian Influensa. Beberapa
kendala
yang
sering
dihadapi
Laboratorium
Mikrobiologi diantaranya terkait ketersediaan primer dan kontrol positif. 9) Jejaring dengan Laboratorium Kesehatan Kabupaten Magelang, Jawa Tengah Jejaring kerja dilakukan di Dinas Kesehatan Kabupaten Magelang dan Laboratorium UPTD Laboratorium Kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten Magelang pada tanggal 28 November 2014. Kunjungan ke Dinas Kesehatan Kabupaten Magelang menemui Kepala Seksi Kesehatan Lingkungan untuk menyampaikan maksud dan tujuan kunjungan, serta monitoring kegiatan yang sudah dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Magelang bekerja sama dengan BBTKLPP Yogyakarta dan membahas tindak lanjut dan evaluasi dari bimbingan teknis yang telah dilaksanakan pada tanggal 19-20 Juni 2014 lalu, antara lain : a)
Telah mulai direncanakan susunan organisasi sesuai jabatan dan fungsi susunan organisasi akreditasi, dan Uraian tugas yang terinci sesuai tugas sebenarnya yang dilakukan,
b)
Telah mulai dibuat beberapa Instruksi Kerja/SOP di unit laboratorium kimia dan fisika yang dilengkapi dengan pembuatan reagen, deret standar, kurve kalibrasi dan pengendalian mutu sesuai acuan yang digunakan..
Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
130
c)
Telah mulai diubah formulir untuk penerimaan sampel hanya kurang ditambahkan nomor formulir.
d)
Penataan ruangan secara keseluruhan menunggu anggaran tahun 2016 antara lain : Tata ruang pengujian mikrobiologi, Ruang sterilisasi, Ruang timbang Ruang penyimpanan contoh uji, Ruang penyimpanan bahan kimia Ruang instrument, Bio Savety Cabinet dan Laminair Air Flow.
e)
Sudah mulai dicatat pemeliharaan peralatan laboratorium (kondisi alat, nama dan paraf yang menggunakan), sehingga segera dapat diketahui jika alat tersebut rusak.
f)
Telah direncanakan kalibrasi secara berkala sesuai jenis alatnya (Misal: Spektrofotometer, Autoclave, Inkubator, Timbangan Analitik, dll).
g)
Telah
mencari
referensi
metode
pengujian
parameter
menggunakan Standar Nasional dan Internasional edisi yang termutakhir. h)
Telah diusulkan pengadaan alat pelindung diri (APD).
i)
Telah direncakan area Pengolahan limbah laboratorium yang dilengkapi dengan out let untuk mengontrol proses hasil IPAL.
j)
Telah diusulkan tambahan personil untuk pelayanan penerimaan contoh uji dan personil administrasi.
k)
Telah direncakan untuk pengadaan tahun 2016 autoclave untuk sterilisasi peralatan dan media, dan alat sentrifuge untuk preparasi sampel.
l)
Telah diusulkan pengadaan media tahun 2015 untuk pengujian biologi agar dilengkapi untuk serangkaian uji (Media untuk serangkaian uji yaitu untuk uji perkiraan, uji penegasan, uji gulagula, uji biokimia, aglutinasi, dan media identifikasi), agar pengujian dapat berjalan sesuai SOP.
m) Telah dicari melalui internet beberapa buku sebagai referensi
metode uji yang termutakhir/terbaru. n)
Direncakan mulai awal tahun 2015 menggunakan buku kerja pengujian parameter yang dipisahkan setiap parameter, untuk memudahkan penelusuran data hasil pengujian.
Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
131
o)
Direncakan
mulai
awal
tahun
2015
pelabelan
yang
dilengkapil/ditulis: tanggal, dan nama yang pembuat reagen tersebut. p)
Telah direncakan pengadaan tahun 2016 alat Incubator (Water Cooler) untuk pengeraman parameter BOD.
q)
Direncakan mulai awal tahun 2015 untuk contoh uji air yang tidak bisa segera dilakukan pengujian, maka perlu dilakukan pengawetan.
10) Jejaring Kerja Antar Laboratorium di Dinas Kesehatan Kabupaten Klaten dan Laboratorium Kesehatan Klaten Jejaring kerja dilaksanakan di Dinas Kesehatan Kabupaten Klaten, Jalan Pemuda No.313 Karanganyar Provinsi Jawa Tengah pada tanggal 18 November 2014. Dalam kegiatan tersebut dilaksanakan monitoring terhadap kegiatan yang sudah dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Klaten bekerja sama dengan
BBTKLPP
Yogyakarta, antara lain: a)
Kegiatan pengolahan limbah kotoran sapi menjadi biogas di daerah Jogonalan Manisrenggo masih berjalan.
b)
Air sumur bor yang pernah bermasalah dan dikelola BP-SPAMS Pamsimas Banyu Agung di Desa Ringin Putih, Kecamatan Karangdowo, Kabupaten Klaten yang mengandung natrium dan klorida tinggi (payau), belum dilakukan pengolahan karena terkendala pada biaya pengolahan yang mahal.
c)
Dinas Kesehatan Kabupaten Klaten membutuhkan beberapa dukungan dari BBTKLPP Yogyakarta, yaitu: Produk Penjernih Air Keruh (PAK), Pelatihan pengolahan limbah
d)
Air dengan kandungan Fe dan Mn yang terlalu tinggi dapat diatasi dengan cara aerasi (air berkontak dengan udara), maka akan terbentuk gumpalan yang mudah mengendap, sehingga dapat diperoleh air jernih.
e)
Pengelolaan limbah B3 di daerah Kabupaten Klaten mayoritas bekerja sama dengan PT.Arah. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan limbah B3 adalah penyimpanan dan
pengangkutan.
Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
Penyimpanan
limbah
B3
maksimal 132
diperbolehkan 3 bulan (90 hari) untuk kapasitas lebih dari 50 kg, sedangkan untuk kapasitas kurang dari 50 kg bisa disimpan tetapi dengan ijin. Kegiatan jejaring yang dilaksanakan di UPTD Laboratorium Kesehatan “Solusi” Kabupaten Klaten menemui Kepala UPTD Laboratorium Kesehatan. Dalam kunjungan ini disampaikan maksud dan tujuan kunjungan antara lain: a) Pada akhir tahun 2014 ini, BBTKLPP Yogyakarta masih
mempunyai program Bimbingan Teknis (Bimtek) Laboratorium Penguji. b) BBTKLPP Yogyakarta akan melakukan Bimtek ke Laboratorium
Kesehatan Kabupaten Klaten, diharapkan bimbingan yang diberikan dapat meningkatkan kualitas laboratorium kesehatan daerah. c) Laboratorium Kesehatan “Solusi” Kabupaten Klaten mempunyai
sumber daya manusia 9 orang yaitu: 2 orang sarjana S2, 5 orang analis dari SMAK, D3 dan D4, 1 orang Sanitarian dan 1 orang tenaga teknis dari SMA. d) Sampel yang diperiksa berasal dari kegiatan internal daerah
atau dari Dinas Kesehatan, dari masyarakat (PIRT) dan dari mahasiswa. e) Pemeriksaan
yang dilakukan di Laboratorium Kesehatan
Kabupaten Klaten antara lain: pemeriksaan kimia lingkungan, toksikologi, mikrobiologi, dan pemeriksaan laboratorium kimia sebagai penunjang diagnosa penyakit. 11) Fakultas Teknik Universitas Gajah Mada Yogyakarta Kegiatan jejaring di Fakultas Teknik UGM pada tanggal 11 November 2014 bertujuan untuk meningkatkan kerjasama antara BBTKLPP Yogyakarta dan Fakultas Teknik Universitas Gajah Mada Yogyakarta,
dalam
rangka
mendukung penanganan
mensinergikan
permasalahan
kegiatan
untuk
kesehatan lingkungan
diantaranya rangkasharing kemampuan laboratorium dan konsultasi materi pengolahan dan teknologi tepat guna untuk Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
In House 133
Training TTG dan In House Training Lab Penguji dan Kalibrasi tahun 2015.
a)
Hasil Jejaring di Jurusan Teknik Kimia Materi yang dibahas pada kegiatan jejaring di Jurusan Teknik Kimia antara lain: (1) Kemampuan uji laboratorium teknik kimia lebih ke arah hasil
uji proses produksi misalnya minyak bumi. Selain itu, jurusan teknik kimia sudah beberapa kali kerja sama dengan BBTKLPP Yogyakarta dalam pemeriksaan limbah cair dan air bersih. (2) Beberapa teknologi pengolahan limbah udara yang dipelajari
diantaranya siklon, scrubber dan lain-lain. Mata kuliah produksi
bersih
sudah
ada
sehingga
diharapkan
kedepannya setiap limbah yang dihasilkan dari proses produksi tidak perlu diolah sudah memenuhi syarat baku mtu sehingga tidak mencemari lingkungan. (3) Untuk peningkatan kompetensi personil, dapat mengirimkan
personil terkait untuk mengikuti pendidikan S2 jurusan Teknik Pengendalian Pencemaran Lingkungan. b) Hasil Jejaring di Jurusan Teknik Sipil
Kunjungan dalam rangka sharing dan konsultasi ke Jurusan Teknik Sipil menemui dosen Teknik Lingkungan. Dalam sharing diperoleh informasi beberapa tim dosen yang mempunyai keahlian dalam pengolahan air bersih dan air limbah sesuai kebutuhan diantaranya: (1) Ir. Budi Kamulyan: ahli pengolahan air minum/air bersih (2) Ir. Puji Saraswati : ahli pengolahan limbah cair (ahli dalam
bidang teoritis) (3) Ir. Darmanto : ahli dalam bidang aplikasi pengolahan limbah
dan teknologi tepat guna secara umum. (4) Bapak Eko Agus Suyono (dosen Jurusan Biologi): terkait
dalam pemeriksaan limbah secara biologi. Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
134
(5) Ibu Wiratni, Bapak Agus Prasetyo dan Pak Imam (dosen
Teknik Kimia UGM): ahli dalam pemodelan Saran perlu merintis kerjasama dalam menangani masalahmasalah yang terjadi yang terkait dengan tupoksi BBTKLPP Yogyakarta dan Fakultas Teknik Universitas Gajah Mada Yogyakarta. 12) Jejaring dengan BBKKP Yogyakarta dan BPIPBPJK Yogyakarta Jejaring kerja antar laboratorium pada tanggal 11 November 2014 di Balai Besar Kulit Karet dan Plastik (BBKKP) Yogyakarta bertujuan untuk meningkatkan/membina kerja sama yang lebih baik di bidang kalibrasi peralatan laboratorium, konsultasi terkait penerapan ISO 9001:2008, pengembangan parameter terakreditasi dan tata cara pelaksanaan
evaluai
pelayanan
pelanggan
(umpan
balik
pelanggan). a) Jejaring Kerja Antar Laboratorium di BBKKP Yogyakarta
BBKKP Yogyakarta sudah menerapkan ISO 9001:2008 sejak tahun 2008 dengan sertifikat akreditasi No.LSSM-001-IDN. Dokumen yang harus disiapkan menuju ISO 9001:2008 adalah Dokumen Level I (Manual Mutu), Dokumen Level II (Prosedur Kerja), Dokumen Level III (Instruksi Kerja), dan Dokumen Level IV (Formulir). Struktur Organisasi sesuai struktur organisasi kantor ditambahkan wakil manajemen. Untuk Kalibrasi, sertifikat akreditasi No. LK-085-IDN, dengan kelompok pengukuran terakreditasi: suhu, massa, gaya, volume, instrumen analitik, panjang. b)
Jejaring Kerja Antar Laboratorium di Balai Pengujian Informasi Permukiman
dan
Bangunan,
dan
Pengembangan
Jasa
Konstruksi (BPIPBPJK) Yogyakarta Dari kunjungan ke BPIPBPJK
diketahui bahwa jumlah
parameter 15, antara lain Suhu, DHL, Deterjen, Permanganat, Sulfat, BOD, Besi, Mangan, TSS, pH, Nitrit, Kesadahan, Klorida, COD dan Phosphate. 13) Jejaring dengan BBPOM Yogyakarta Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
135
Kegiatan jejaring kerja antar laboratorium di Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Yogyakarta dilaksanakan pada tangal 14 November 2014 bertujuan untuk meningkatkan/ membina kerja sama yang lebih baik dan mensinergikan tugas pokok dan fungsi BBPOM dan BBTKLPP Yogyakarta. Dalam pertemuan jejaring ini diperoleh beberapa informasi tentang peranan BBPOM Yogyakarta dalam kegiatan pemeriksaan kejadian KLB.Wilayah kerja BBPOM Yogyakarta khusus untuk wilayah D.I. Yogyakarta. Untuk kejadian KLB pada anak sekolah, sampel yang menjadi ranah BBPOM Yogyakarta selain sampel kemasan yang memiliki ijin BBPOM juga jajanan lainnya berupa apapun yang dijajakan di sekitar sekolah. BBPOM Yogyakarta mempunyai kegiatan pemeriksaan secara berkala pada makanan-makanan yang dijajakan di seluruh wilayah DIY, sebagai bentuk kegiatan SKD KLB, dan akan dilakukan pada saat menghadapi lebaran dan event-event tertentu. BBPOM Yogyakarta mengharapkan jejaring kerja dengan BBTKLPP Yogyakarta
dapat
ditingkatkan,
tidak
hanya
pada
masalah
penanganan KLB saja, tetapi juga jejaring kerja di bidang lainnya. 14) Laboratorium Kesehatan Kabupaten Bantul Kegiatan
Jejaring
kerja
antar
laboratorium
di
Laboratorium
kesehatan Kabupaten Bantul dilaksanakan pada tanggal 19 November 2014 bertujuan untuk membina kerja sama yang lebih baik di bidang pengujian dan kalibrasi peralatan laboratorium. Tarif
pengujian
yang
digunakan
di
laboratorium
kesehatan
Kabupaten Bantul berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Bantul No.14 Tahun 2010. 15) Jejaring Kerja Antar Laboratorium di Laboratorium Kesehatan Kabupaten Sleman Kegiatan jejaring kerja antar laboartorium di laboratorium kesehatan kabupaten Sleman dilaksanakan pada tanggal 20-21 November 2014. Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
136
b.
Tarif pengujian yang digunakan di Lab. Kes.Kabupaten Sleman berdasarkan Peraturan Bupati No 74 Tahun 2011. Apabila ada Bimbingan Teknis yang diselenggarakan oleh BBTKLKPP Yogyakarta maka parameter yang diinginkan adalah parameter Kapang, Fungi/Jamur, Streptococus, Staphilococus, Colera, Cadmium, Crom, Pb, CN, Zn dan metode pengambilan sampel. Pertemuan Jaringan Kerjasama Berbagai Laboratorium (JASABALAB) DIY Pertemuan Jaringan Kerjasama Berbagai Laboratorium (JASABALAB) diselenggarakan di BBTKLPP Yogyakarta pada tanggal 2 September 2014. Tujuan untuk
meningkatkan komunikasi dalam kerjasama
laboratorium di wilayah D.I. Yogyakarta menuju akreditasi laboratorium dan sebagai media diskusi memecahkan berbagai permasalahan yang dihadapi oleh masing-masing laboratorium. Materi pertemuan antara lain Peranan BBTKLPP Yogyakarta Dalam Menunjang
Pengelolaan
Lingkungan,
Lingkungan di D.I. Yogyakarta,
Kebijakan
Proses Akreditasi dan Re-Akreditasi
Laboratorium Penguji dan Kalibrasi Lingkungan dan Kalibrasi
Peralatan
Dalam
Laboratorium
Menunjang
Pengelolaan
Laboratorium
Penguji
Terakreditasi. Peserta sebanyak 50 orang diantaranya dari: BATAN, BBVet Wates, Balai Hyperkes dan Keselamatan Kerja, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi DIY, BLK DIY, BBKKP, PIPBPJK, BBPBPTH, BBPOM,
Laboratorium
Universitas,
BLH,
Dinas
Kesehatan
dan
Laboratorium Dinas Kesehatan. Pertemuan menghasilkan kesepakatan mengenai Inventaris Kebutuhan Laboratorium di Tahun 2015, Usulan untuk Forum JASABALAB, dan Materi Pertemuan Forum JASABALAB pada Selasa, 15 Oktober 2014 di BLH DIY c.
Pemeliharaan Peralatan Laboratorium Aktivitas laboratorium tidak terlepas dari penggunaan peralatan yang mempunyai tingkat akurasi yang tinggi serta peralatan pendukung lainnya sehingga kerusakan atau menurunnya fungsi peralatan dapat menghambat kegiatan di laboratoriumsehingga perlu
dilakukan
pemeliharaan peralatan laboratorium. Kegiatan ini meliputi perbaikan Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
137
alat yang rusak, penggantian/penambahan peralatan pendukung dan atau
spare part untuk meningkatkan fungsi maupun pemeliharaan
secara rutin untuk mengioptimalkan fungsi yang sudah menurun. Beberapa pemeliharaan yang dilakukan adalah perbaikan high volume air sampler, BD Phoenix, ICP, timbangan, lemari asam. d.
Pengelolaan Limbah BBTKLPP Yogyakarta mempunyai tugas pokok dan fungsi dalam pelaksanaan laboratorium rujukan, sehingga dalam pelaksanaan tugasnya
menggunakan
bahan-bahan
tertentu
yang
kemuadian
menghasilkan limbah. Limbah dari kegiatan pelayanan kesehatan ini harus dilakukan pengelolaan secara tepat agar tidak mencemari lingkungan sekitar. Selain itu, perlu dilakukan pemantauan atau pemeriksaan secara berkala terhadap kualitas air limbah (inlet dan outlet), air sumur di kantor BBTKLPP dan air sumur penduduk sekitar BBTKLPP serta air irigasi sebelum dan sesudah melalui kantor BBTKLPP Yogyakarta. Tujuan kegiatan pengelolaan limbah adalahuntuk mengelola dan memeriksa kualitas limbah yang dihasilkan dalam pelaksanaan tupoksi BBTKLPP Yogyakarta. Kegiatan ini terdiri dari Pengelolaan limbah B3 yang dilaksanakan pada bulan Maret – Desember 2014 dan Pemeriksaan
Kualitas
Lingkungan
BBTKLPP
Yogyakarta
yang
dilaksanakan 4 kali pada bulan Maret, Juni, September, Desember 2014. Pengelolaan limbah B3 dilakukan melalui kerjasama dengan pihak ketiga yaitu PT. Medivest. Limbah B3 di kantor BBTKLPP Yogyakarta disimpan sementara kemudian diambil oleh PT. Medivest secara berkala. Selain
limbah
B3,
dilakukan
Pemeriksaan
Kualitas
Lingkungan
BBTKLPP Yogyakarta bekerja sama dengan Balai Laboratorium Kesehatan (BLK) Yogyakarta. Jenis contoh uji yang diambil yaitu: Limbah cair (Inlet dan Outlet), Air bersih (sumur BBTKLPP Yogykarta, sumur warga di utara dan selatan kantor BBTKLPP) dan Air sungai / Air Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
138
irigasi (utara dan selatan BBTKLPP Yogyakarta), parameter diperiksa berdasarkan baku mutu, antara lain: 1) Limbah Cair berdasarkan Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan
Pelayanan Kesehatan Peraturan Gubernur Propinsi DIY No. 7 Tahun 2010 (Kelas D) : Suhu, TSS, TDS, BOD, COD, Amonia bebas (NH3-N), Deterjen, Fenol, pH, dan DHL. 2) Air Bersih berdasarkan Baku Mutu No. 416/MENKES/PER/IX/1990:
Rasa, Suhu, Warna, Kekeruhan, TDS, pH, Klorida, Kesadahan (CaCO3), Zat Organik (KMnO4), Sulfat (SO4), Fluorida (F), Nitrit (NO2), Nitrat (NO3), Arsen (As), Besi (Fe), Kadmium (Cd), Krom val 6 (Cr6+), Mangan (Mn), Timbal (Pb), Sianida (CN), Seng (Zn) dan Deterjen. 3) Air sungai / air irigasi berdasarkan Baku Mutu Peraturan Gubernur
DIY No. 20 Tahun 2008 tentang Baku Mutu Air Di Propinsi DIY (Kelas II): Suhu, Tembaga (Cu), Klorida (Cl), TDS, Fosfat (PO 4), pH, Fluorida (F), Nitrit (NO2), Nitrat (NO3), Arsen (As), Besi (Fe), Kadmium (Cd), Krom total, Mangan (Mn), Timbal (Pb), Sianida (CN), Seng (Zn), COD, Sulfida (H2S), BOD, DO, dan TSS. e. Bimbingan Teknis Laboratorium Penguji Laboratorium penguji merupakan instrumen sangat penting dalam pemantauan kualitas lingkungan.Dengan semakin meningkatnya kasuskasus lingkungan, maka diperlukan laboratorium-laboratorium yang mampu melaksanakan pengujian serta dapat melayani kebutuhan permintaan uji. Terbatasnya parameter pengujian
laboratorium akan
menjadi salah satu hambatan teknis dalam pemecahan kasus pencemaran tersebut.
Penegakan hukum (law inforcement) kasus-
kasus lingkungan yang akhir-akhir ini sering muncul di Indonesia, harus didukung dengan data hasil uji yang absah tak terbantahkan yang dihasilkan oleh laboratorium yang mempunyai kompetensi sehingga dapat dipercaya dan diakui kemampuan teknisnya. Sehubungan dengan hal di atas maka Laboratorium BBTKLPP Yogyakarta
yang
telah
terakreditasi
perlu
melakukan
kegiatan
peningkatan jejaring kerja dan kemitraan antar laboratorium, baik melalui Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
139
pembinaan di dalam wilayah kerja, yang dilaksanakan/diikuti oleh personil yang terlibat dalam penyelenggaraan akreditasi laboratorium, yang dapat mendukung terselenggaranya laboratorium yang mumpuni. Salah satu kegiatannya yaitu dengan
Bimbingan teknis laboratorium
penguji di 5 Kabupaten/Kota DIY (Bantul, Sleman, Kulon Progo, Kota Yogyakarta dan Gunung Kidul) dan di 15 Kabupaten Jawa Tengah (Banjarnegara,
Surakarta,
Wonosobo,
Kota
Semarang,Kabupaten
Magelang, Kabupaten Banyumas, Kabupaten Kebumen, Kabupaten Demak,
Kabupaten
Boyolali,
Kabupaten
Grobogan,
Kabupaten
Temanggung, Kabupaten Kendal, Kabupaten Batang, Kabupaten Cilacap, dan Kabupaten Klaten). Materi yang disampaikan yaitu Persiapan akreditasi laboratorium kesehatan berdasarkan SNI ISO/IEC 17025:2008, Pengambilan sampel air secara kimia dan biologi, Pengawetan sampel kimia air, Mikrobiologi makanan, Cara Pengujian BOD dan COD dalam air, Penggunaan alat food contamination kit, Penggunaan Spektrofotometer, Penentuan Baku Mutu Pemeriksaan Sampel, Bimbingan Cara Pengujian Jumlah Kuman dalam Air, dan Pengolahan Limbah. f.
Pengembangan Metode Uji Pengujian
minyak
dan
lemak
sudah
lama
tidak
dilakukan
di
Laboratorium Fisika Kimia Air BBTKLPP Yogyakarta, hal ini disebabkan karena metode pengujian lama menggunakan alat FTIR membutuhkan reagen Klorofluorokarbon (CFC) dimana pada pada saat ini bahan tersebut dilarang digunakan karena merusak lingkungan.
Salah satu
metode pengujian minyak dan lemak yang mutakhir adalah metode SNI 6989.10:2011. Oleh karena itu BBTKLPP Yogyakarta perlu melakukan uji coba pengujian minyak dan lemak metode SNI 6989.10:2011 tersebut, selain itu juga perlu mengembangkan metode tersebut agar lebih mudah, menghemat waktu dan tenaga. Tujuan dilakukan pengembangan metode pengujian minyak dan lemak adalah melakukan verifikasi metode pengujian minyak dan lemak sesuai SNI 6989.10:2011, melakukan validasi metode pengujian SNI 6989.10:2011 yang sudah dimodifikasi dengan mengurangi langkah distilasi dan mengetahui kadar minyak dan lemak beberapa kegiatan/industri di Kota Yogyakarta. Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
140
g. Pemeliharaan hewan percobaan Pengelolaan hewan coba di Instalasi Hewan Percobaan di BBTKLPP Yogyakarta, selama tahun 2014, berupa pemeliharaan beberapa jenis hewan coba, yaitu kelinci, domba, merpati, tikus mencit, ikan dan angsa. Kegiatan tersebut dilakukan untuk memenuhi ketersediaan hewan coba yang secara langsung digunakan sebagai percobaan di Instalasi laboratorium. Pemberian
makan dan minuman, dilakukan minimal sehari dua kali.
Makanan hewan coba dibuat bervariasi. Ragam variasi makanan yang diberikan terhadap hewan coba, diantaranya : 1) Mencit putih berupa beras merah, kecambah dan jagung manis 2) Domba berupa rumput hijau, dedaunan dan sesekali bekatul 3) Merpati , jagung, kacang-kacangan, beras dan beras merah. 4) Angsa, berupa biji-bijian, sayuran hijau dan bekatul 5) Kelinci rumput hijau, dedaunan dan sesekali bekatul 6) Ikan, berupa pellet h. Pengadaan Peralatan laboratorium 1) Alat dan Bahan Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang
Pengadaan alat dan Bahan Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang
bertujuan
laboratorium
untuk
agar
mencukupi
BBTKLPP
kebutuhan
Yogyakarta
peralatan
tetap
dapat
mempertahankan mutu hasil pengujian laboratorium terutama untuk pengendalian penyakit bersumber binatang agar sesuai dengan standar dan menjaga kelancaran hasil uji yang dikirim ke pelanggan, stake
holder
terkait
dan
kegiatan
internal
BBTKLPP
Yogyakarta.Jumlah pengadaan alat ini sebanyak 6 unit. 2) Alat pengendalian penyakit menular langsung
Pengadaan alat pengendalian penyakit menular langsungbertujuan untuk mencukupi kebutuhan peralatan laboratorium agar BBTKLPP Yogyakarta tetap dapat mempertahankan mutu hasil pengujian laboratorium khususnya untuk pengendalian penyakit menular langsung dan menjaga kelancaran hasil uji yang dikirim ke pelanggan, stake holder terkait dan kegiatan internal BBTKLPP Yogyakarta.Jumlah pengadaan alat ini sebanyak 5 unit. Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
141
3) Peralatan Pengendalian PTM Pengadaan
peralatan
pengendalian
PTM
bertujuan
untuk
mencukupi kebutuhan peralatan laboratorium agar BBTKLPP Yogyakarta tetap dapat mempertahankan mutu hasil pengujian laboratorium khususnya untuk pengendalian penyakit tidak menular. Jumlah pengadaan alat PTM sebanyak 27 unit. 4) Alat kesehatan penyehatan lingkungan Pengadaan alat kesehatan penyehatan lingkungan bertujuan untuk mencukupi kebutuhan peralatan laboratorium agar BBTKLPP Yogyakarta tetap dapat mempertahankan mutu hasil pengujian laboratorium sesuai dengan standar akreditasi Komite Akreditasi Nasional (KAN) dan menjaga kelancaran hasil uji yang dikirim ke pelanggan, stake holder terkait dan kegiatan internal BBTKLPP Yogyakarta. Pengadaan alat kesehatan penyehatan lingkungan yaituPengadaan Peralatan Laboratorium Lingkungan sebanyak 4 unit. 5) Pengadaan Peralatan Laboratorium Penguji Pengadaan
Peralatan
Laboratorium
Penguji
bertujuan
untuk
mencukupi kebutuhan peralatan laboratorium agar BBTKLPP Yogyakarta tetap dapat mempertahankan mutu hasil pengujian laboratorium sesuai dengan standar akreditasi Komite Akreditasi Nasional (KAN) dan menjaga kelancaran hasil uji yang dikirim ke pelanggan, stake holder terkait dan kegiatan internal BBTKLPP Yogyakarta. Pengadaan Peralatan Laboratorium Penguji sebanyak 4 unit i.
PengadaanGlassware/Bahan Habis Pakai Lainnya PengadaanGlassware/Bahan Habis Pakaibertujuan untuk mendukung pelaksanaan kegiatan di Laboratorium penguji dan kalibrasi di BBTKLPP Yogyakarta.
j.
Pengadaan Reagensia Pengadaan Bahan/Reagen/Logistik Kegiatan terdiri dari: 1) Media & Reagensia Pengendalian Penyakit 2) Media & Reagensia Kesehatan Lingkungan
Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
142
3) Media & Reagensia Standar Acuan 4) Precursor/PPI
Beberapa masalah yang dihadapi dalam pencapaian indikator kinerja ini adalah : a. Terbatasnya jumlah peralatan laboratorium yang dimiliki serta adanya beberapa peralatan laboratorium yang rusak laboratorium sehingga belum optimalnya pelayanan laboratorium. b. Belum sinkronnya jadwal kegiatan dengan instansi terkait lokasi kegiatan c. Belum meratanya jejaring kemitraan dengan stake holders di wilayah layanan BBTKLPP Yogyakarta, terutama di Provinsi Jawa Tengah yang terdiri 35 kabupaten/ kota. d. Meningkatnya jumlah sampel karena banyaknya kegiatan internal dan permintaan pelanggan tidak seimbang dengan jumlah peralatan serta personil laboratorium. Untuk mengatasi permasalah tersebut beberapa usulan pemecahan masalah adalah sebagai berikut : a. Membuat usulan peralatan laboratorium dan perbaiakan peralatan pada tahun anggaran berikutnya. b. Mengoptimalkan koordinasi dan komunikasi antar bidang dan koordinasi dengan institusi lain yang lebih intensif. c. Mengoptimalkan jejaring ke institusi/instansi di wilayah kerja. d. Pembatasan jumlah Contoh Uji dari pelanggan yang masuk ke BBTKLPP Yogyakarta disesuaikan kapasitas alat laboratorium dan SDM yang ada. Tabel 15. Capaian Indikator Kinerja Persentase peningkatan kemampuan uji kendali mutu dan kalibrasiBBTKLPP Yogyakarta tahun 2010-2014 Indikator Kinerja
Satuan
Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
Capaian tahun 2014
Prosentase Capaian Tahun (%) 143
Persentase peningkatan kemampuan uji kendali mutu dan kalibrasi
Target
Realisasi
2014
2013
2012
2011
2010
85
85
100
100
124.7
108.3
130
Uji
Target Pencapaian kinerja peningkatan kemampuan uji kendali mutu dan kalibrasi pada tahun 2014 adalah 85% dan realisasi tercapai 85%, hal ini berarti kinerja peningkatan kemampuan uji kendali mutu dan kalibrasi BBTKLPP Yogyakarta tahun 2014 tercapai 100%, Kebijakan dan upaya yang dilaksanakan dalam pencapaian indikator kinerja ini adalah: Tabel 16. Pencapaian Kinerja Peningkatan Kemampuan Uji Kendali Mutu dan Kalibrasi BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014 NO RENCANA REALISASI KEGIATAN Jml % Jml % 1
Asesment akreditasi lab
2
34%
2
34%
1
17%
1
17%
penguji dan lab kalibrasi 2
Pelaksanaan Kalibrasi Peralatan Laboratorium
3
Uji Profisiensi
1
17%
1
17%
4
Penyelenggaraan Kaji Ulang
1
17%
1
17%
5
85%
5
85%
Manajemen Jumlah
Berdasarkan tabel di atas uraian kegiatan kinerja peningkatan kemampuan uji kendali mutu adalah sebagai berikut : a. Asesmen akrediatasi lab penguji dan lab kalibrasi Dalam
rangka
mempertahan
status
akreditasi
dan
atau
penambahan ruang lingkup terakreditasi dilaksnakan asesmen oleh KAN dengan waktu yang tidak bersamaan antara laboratorium penguji dan kalibrasi. Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
144
1) Assesment laboratorium kalibrasi
Assesment laboratorium kalibrasi dilaksanakan pada tanggal 67 Maret 2014 oleh asesor dari KAN dengan hasil sebagai berikut: Laboratorium kalibrasi Balai Besar Teknologi Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit Yogyakarta telah menetapkan dan memelihara sistem manajemen sesuai dengan SNI ISO/IEC 17025:2008 dalam pengelolaan laboratorium dan memiliki kompetensi yang diperlukan untuk pekerjaan kalibrasi di dalam ruang lingkup akreditasinya serta ruang lingkup baru yang diajukan. Laboratorium kalibrasi BBTKLPP Yogyakarta memiliki
potensi
untuk
ketertelusuran pengukuran
dikembangkan
sebagai
sumber
untuk mendukung pencapaian
sasaran mutu BBTKLPP Yogyakarta. Dalam kunjungan asesmen ulang ini ditemukan potensi untuk melaksanakan peningkatan berkelanjutan bila Laboratorium menindaklanjuti hasil kunjungan asesmen ulang yang terdiri dari: (1) 2 (dua) ketidaksesuaian terhadap persyaratan manajemen SNI ISO/IEC 17025, dan (2) 30 (tiga puluh) ketidaksesuaian terhadap persyaratan teknis SNI/ISO 17025 Secara umum ruang lingkup akreditasi yang telah diberikan oleh KAN dapat direkomendasikan untuk dipertahankan dan perluasan ruang lingkup yang diajukan dapat direkomendasikan untuk diterima, apabila Laboratorium dapat menindaklanjuti hasil-hasil asesmen ini secara efektif sesuai dengan batas waktu tindakan perbaikan yang telah dispakati. Setelah perbaikan ditindaklanjuti maka sertifikat akreditasi laboratorum kalibrasi Nomor LK-131-IDN diterbitkan dan berlaku tanggal 2 September 2014-1 1 September 2014 2)
Assesment Laboratorium Penguji
Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
145
Assesment Laboratorium Penguji dilaksanakan pada tanggal 27 Oktober 2014 dengan asesor KAN dengan hasil sebagai berikut: Secara umum Laboratorium BBTKLPP telah menerapkan sistem manajemen mutu laboratorium SNI ISO/IEC 17025:2008 secara konsisten dalam melakukan kegiatan pengujian sesuai lingkup yang diakreditasi. Penerapan sistem manajemen mutu tersebut didukung oleh sumberdaya manusia yang kompeten, peralatan, metode pengujian dan sarana pendukung yang memadai dan rekaman penerapan tersebut didokumentasikan dengan baik. Komitmen pimpinan pundak dalam peningkatan sistem manajemen mutu tercermin dari program peningkatan kompetensi personel, validasi metode uji, uji profisiensi dan kegiatan lain yang mendukung. Namun demikian, pada surveilen ini masih ditemukan 8 ketidaksesuaian terdiri dari 3 temuan kategori 3 yang berhubungan dengan persyaratan manajemen dan 1 temuan kategori 3 serta 4 temuan kategori 2 yang berhubungan dengan persyaratan teknis. b. Pelaksanaan Kalibrasi Peralatan Laboratorium Kalibrasi
adalah
kegiatan
untuk
menentukan
kebenaran
konvensional nilai penunjukkan alat ukur dan bahan ukur dengan cara membandingkan terhadap standar ukur yang mampu telusur (traceable) ke standar nasional untuk satuan ukuran dan/atau internasional.
Tujuan
ketertelusuran
kalibrasi
pengukuran.
adalah Hasil
untuk
mencapai
pengukuran
dapat
dikaitkan/ditelusur sampai ke standar yang lebih tinggi/teliti (standar primer nasional dan/ internasional), melalui rangkaian perbandingan yang tak terputus yang semuanya memiliki nilai ketidakpastian (uncertainty). Instalasi Laboratorium Pengendalian Mutu Pemeriksaan dan Kalibrasi (PMPK) kalibrasi
peralatan
telah
melaksanakanprogram
laboratorium.
Laboratorium
kerja
berupa
Penguji
dan
Kalibrasi BBTKLPP Yogyakarta mempunyai banyak peralatan yang harus
dikalibrasi
Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
sehingga
tidak
semua
peralatan
mampu 146
dikalibrasi sendiri oleh Laboratorium PMPK. Kalibrasi yang tidak mampu dilakukan oleh Laboratorium PMPK dikalibrasikan ke laboratorium kalibrasi lain yang sudah diakreditasi oleh KAN. Laboratorium kalibrasi tersebut yaitu Laboratorium Kalibrasi Pengawasan dan Pengendalian Mutu Barang (PPMB) di Jakarta, Kalibrasi, Instrumentasi dan Metrologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (KIM LIPI) di Tangerang, Balai Termodinamika Motor dan Propulsi (BTMP) di Tangerang, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) di Jakarta, PT. Multi Instrumentasi Mandiri (PT. MIM) di Semarang, dan Balai Besar Karet Kulit dan Plastik (BBKKP) di Yogyakarta. Kalibrasi eksternal dengan mengkalibrasikan ke laboratorium kalibrasi
yang
sudah
diakreditasi
yang
sudah
ditetapkan
sebelumnya berdasarkan kemampuan, rentang ukur dan CMC (Calibration and Measurement Capability) laboratorium.Kalibrasi insitu untuk peralatan incubator, oven, waterbath, autoclave dilakukan di tempat peralatan tersebut berada. Pelaksanaan kalibrasi insitu dilakukan oleh petugas dari laboratorium kalibrasi yang sudah diakreditasi. Laboratorium kalibrasi tersebut adalah Laboratorium Kalibrasi BBKKP Yogyakarta dan PT MIM Semarang. Kalibrasi Internal dilakukan oleh Laboratorium PMPK dengan melakukan kalibrasi terhadap peralatan yang ada di BBTKLPP Yogyakarta sesuai ruang lingkup yang sudah diakreditasi yaitu timbangan elektronik dan mekanik, alat gelas, spektrofotometer, pH Meter, Turbidimeter dan anak timbangan. Pelayanan kalibrasi internal dilakukan melalui Instalasi Pelayanan Teknik yang kemudian didistribusikan ke Laboratorium PMPK.Dengan adanya kemampuan kalibrasi internal ini dapat menghemat biaya kalibrasi setiap tahunnya.Selain melakukan kalibrasi untuk peralatan sendiri Laboratorium PMPK juga melayani kalibrasi peralatan dari luar BBTKLPP Yogyakarta sehingga dapat menambah pendapatan. Untuk kalibrasi alat gelas, turbidimeter dan pH meter dilakukan di BBTKLPP Yogyakarta, sedangkan untuk kalibrasi timbangan dan Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
147
spektrofotometer
dilakukan
di
tempat
peralatan
tersebut
ditempatkan. Kesimpulan Kalibrasi peralatan laboratorium secara eksternal terjadi peningkatan sebesar 2,1 % karena terdapat penambahan beberapa alat baru yang belum bisa dikalibrasi sendiri oleh Laboratorium PMPK, sedangkan kalibrasi internal yang dilakukan oleh Laboratorium PMPK juga terjadi peningkatan yaitu sebesar 71 % dibanding tahun 2013 karena adanya penambahan lingkup baru yang
sudah
diakreditasi
oleh
KAN
sehingga
kemampuan
kalibrasinya bertambah. c.
Uji Profisiensi Kegiatan uji profisiensi tahun 2014 dilaksanakan sebanyak 3 kali yaitu dari Pusat Penelitian Kimia Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (PPKimia LIPI), Komite Akreditasi Nasional (KAN) dan Badan Lingkungan Hidup Yogyakarta (BLH DIY). Pelaksanaan kegiatan uji profisiensi dapat diuraikan sebagai berikut : Tabel.17 Program Uji profisiensi PP Kimia LIPI Komoditi Uji Parameter Uji Profisiensi
No 1
Air Limbah
1
Pb, Cr, Zn, pH Parameter pH diperingatkan, yang lain memuaskan
Tabel.18 Program Uji Profisiensi KAN XVII/2014 Contoh Uji Parameter
No
Tanah
Hasil
a. pH H2O
Hasil
Belum ada
b. pH KCl c. C-Organik Tabel.19 Uji Banding Antar Laboratorium Penguji 2014 (BLH DIY) No 1
Contoh Uji Air
Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
Parameter a. Mangan (Mn)
Hasil Parameter
Nitrat 148
b. Besi (Fe)
(NO3) diperingatkan
c. Nitrat (NO3)
yang
d. Nitrit (NO2)
memuaskan
lain
e. Sulfat (SO4) f. Klorida (Cl)
d.
Penyelenggaraan Kaji Ulang Manajemen Kaji Ulang Manajemen untuk evaluasi kegiatan selama 1 tahun dalam rangka untuk memastikan kesinambungan, kecocokan dan efektivitas Sistem Manajemen Mutu Laboratorium, serta untuk mengetahui perubahan dan rencana peningkatan/pengembangan organisasi. Kaji ulang manajemen diselenggarakan di Aula BBTKLPP Yogyakarta pada tanggal 1-2 Desember 2014. Kegiatan kaji ulang manajemen
diantaranya melaksanakan
pertemuan dalam rangka evaluasi perbaikan kinerja laboratorium dengan meninjau dan mempertimbangkan hal-hal berikut : 1) Kecocokan Kebijakan dan Prosedur Pelaksanaan, 2) Laporan dari Personil Manajerial, 3) Hasil Audit Internal yang terakhir, 4) Tindakan Perbaikan dan Pencegahan, 5) Asesmen oleh Badan Eksternal, 6) Hasil uji banding antar laboratorium dan uji profisiensi, 7) Perubahan Jenis dan volume pekerjaan, 8) Umpan balik dari pelanggan atau pihak lain, 9) Pengaduan dari pelanggan atau pihak lain, 10) Rekomendasi tentang peningkatan,
Masalah yang dihadapi dalam pencapaian indikator kinerja ini adalah masih sedikitnya permintaan kalibrasi peralatan dari pelanggan. Untuk mengatasi masalah tersebut dilaksanakan promosi kalibrasi dan meningkatkan ruang lingkup kemampuan kalibrasi sehingga pelanggan Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
149
lebih tertarik mengkalibrasikan alat di laboratorium kalibrasi di BBTKLPP Yogyakarta
Tabel 20. Prosentase Capaian Kinerja Indikator Jumlah Jenis Rancang Bangun Model Dan Teknologi Tepat Guna Pengendalian Penyakit Dan Penyehatan Lingkungan BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2010-2014 Indikator Kinerja
Satuan
Jumlah jenis rancang bangun model dan teknologi tepat guna pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan
Model/te knologi
Capaian tahun 2014
Prosentase Capaian Tahun (%)
Target
Realisasi
2014
2013
2012
2011
2010
25
27
108
120
62.5
123.
230
Target jumlah jenis rancang bangun model dan teknologi tepat guna pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan tahun 2014 sebanyak 25 jenis dan terealisasi sebanyak 27 jenis (108%), hal ini berarti sudah melebihi target yang diharapkan sebesar 8%. Capaian indikator kinerja ini 12% lebih kecil dibandingkan dengan capain tahun 2013. Kebijakan dan upaya yang dilaksanakan dalam rangka mencapai indikator kinerja ini dengan menciptakan model dan teknologi sebagai berikut : a.
Model/Teknologi Perangkap Nyamuk Dewasa Model perangkap nyamuk dewasa terdiri dari 4 Model/Teknologi yaitu: 1)
Model Resting Box Trapplus ember warna gelap
2)
Model Resting Box Trapplus botol air mineral.
Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
150
3)
Teknologi dengan larutan fermentasi gula (dengan attractant)
4)
Teknologi tanpa menggunakan larutan fermentasi gula (non attractant).
b.
Model/Teknologi Untuk Buffer Stock Larutan/Bubuk Penjernih Air Cepat Untuk SKD-KLB Model/TeknologiBuffer Stock Larutan/Bubuk Penjernih Air Cepat Untuk SKD-KLB terdiri dari 3 model/teknologi yaitu: 1)
Model Sachet untuk 50 liter
2)
Model Sachet untuk 100 liter.
3)
Teknologi koagulasi, flokulasi (menggunakan kapur tohor dan PAC), desinfeksi (menggunakan larutan kaporit)
c.
Model/Teknologi Bufferstock Alat Chlorine Diffuser Untuk SKD KLB Model/TeknologiBuffer Stock Alat Chlorine Diffuseruntuk SKD/KLB terdiri dari 4 model/teknologiyaitu : 1)
Model Chlorine Diffuser menggunakan PVC berdiameter 2 inchi panjang 40 cm (Model 1 Tutup),
2)
Model Chlorine Diffuser menggunakan PVC berdiameter 2 inchi panjang 60 cm (Model 2 Tutup),
3)
Model Chlorine Diffuser menggunakan PVC berdiameter 3 inchi panjang 80 cm (Model 1 tutup).
4)
d.
Teknologi Desinfeksi air menggunakan kaporit
Model/Teknologi Pengolahan Air Dalam Rangka SKD KLB Model/Teknologi Pengolahan Air Dalam Rangka SKD KLB terdiri dari 2 model/teknologi yaitu
e.
1)
Teknologi secara koagulasi dan filtrasi.
2)
Model drum volume -/+ 250 liter dengan filter dakron.
Model/Teknologi Pengolahan Air Kadar Fe, Mn Tinggi Pada Air Baku di Desa Binaan DIY dan Jawa Tengah Model/Teknologi Pengolahan Air Kadar Fe, Mn Tinggi Pada Air Baku terdiri dari 2 model/teknologi, yaitu : 1)
Teknologi Pengolahan air secara koagulasi dan filtrasi
2)
Model drum volume -/+ 250 liter dengan filter REFILL carbon active dan pasir.
f.
Pelaksanaan Penyehatan Kawasan Sanitasi Darurat
Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
151
Model/Teknologi Pelaksanaan Penyehatan Kawasan Sanitasi Darurat terdiri dari 8 model/teknologi, yaitu : 1)
Teknologi Pengolahan air kadar Fe tinggi secara koagulasi
2)
Teknologi Pengolahan air kadar Fe tinggi secara aerasi
3)
Teknologi Pengolahan IPAL secara anaerob
4)
Teknologi Pengolahan IPAL secara aerob
5)
Model Desain pengolahan zat besi dan mangan dengan debit ±1,0 liter/detik
Model Desain pengolahan zat besi dan mangan dengan debit ±1,2 liter/detik 7) Model Desain pengolahan limbah puskesmas rawat inap menggunakan bakteri anaerob dengan debit ±10 m 3 /hari 8) Model Desain pengolahan limbah puskesmas rawat inap menggunakan bakteri aerob dengan debit ±10 m3 /hari g. Model/Prototype Pengolahan Limbah Home Industry/Usaha Jasa Model/Prototype Pengolahan Limbah Home Industry/Usaha Jasa terdiri dari 4 model/prototype, yaitu : 1) Teknologi Koagulasi menggunakan PAC+FeSO4+Polimer+Kapur 2) Teknologi Koagulasi menggunakan PAC+KApur+Polimer 3) Teknologi Koagulasi menggunakan FeSO4+Soda Kue+Polimer 4) Modeldrum volume ± 250 liter dengan filter batuan zeolit Tidak ada kendala dalam pencapaian indikator kinerja ini. 4. Dukungan administrasi dan manajemen Dukungan administrasi dan manajemen melalui terselenggaranya dukungan administrasi dan manajemen dalam pengelolaan manajemen SDM, keuangan, dan barang milik negara serta penyelenggaraan pelatihan teknis untuk tenaga fungsional dan pemeliharaan sarana maupun prasarana, dengan indikator kinerja: Tabel 21. Indikator Kinerja Dukungan Administrasi dan Manajemen BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014 6)
Sasaran Strategis
Indikator Kinerja
Terselenggaranya a. Persentase dukungan administrasi kelengkapan dan manajemen dalam dokumen pengelolaan manajemen perencanaan/laporan/ SDM, keuangan dan pengelolaan Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
Target
Realisasi
% Capaian
11
11
100
152
barang milik negara serta penyelenggaraan pelatihan teknis untuk tenaga fungsional dan pemeliharaan sarana maupun prasarana
keuangan/kepegawai an/BMN b. Persentase ketepatan waktu pengiriman laporan pengelolaan keuangan/kepegawai an/BMN c. Jumlah penyelenggaraan pelatihan teknis Bidang PP dan PL
5
5
100
8
9
112,5
Analisis atas capaian kinerja sasaran dikaitkan dengan indikator kinerjanya dapat diuraikan sebagai berikut:
Sasaran 4
Terselenggaranya dukungan administrasi dan manajemen dalam pengelolaan manajemen SDM, keuangan dan barang milik negara serta penyelenggaraan pelatihan teknis untuk tenaga fungsional dan pemeliharaan sarana maupun prasarana
Sasaran ini diukur dengan tiga indikator kerja, yang terdiri dari : Tabel 22. Capaian Indikator Kinerja Persentase Kelengkapan Dokumen Perencanaan/Laporan/ Pengelolaan Keuangan/Kepegawaian/BMN BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2010-2014 Indikator Kinerja
Satuan
Persentase kelengkapan dokumen perencanaan/ laporan/ pengelolaan keuangan/ke pegawaian/B MN (95%)
Dokumen
Capaian tahun 2014
Prosentase Capaian Tahun (%)
Target
Realisasi
2014
2013
2012
2011
2010
11
11
100
100
100
90.8
100
Target Persentase kelengkapan dokumen perencanaan/laporan/pengelolaan keuangan/ kepegawaian/BMN pada tahun 2014 sebesar 95 % dan Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
153
terealisasi sebesar 100 %, yang berarti sudah melebihi dari target yang diharapkan. Capaian indikator ini sama dengan capaian tahun 2013. Kebijakan dan upaya yang dilaksanakan untuk pencapaian indikator Persentase
kelengkapan
dokumen
perencanaan/laporan/pengelolaan
keuangan/ kepegawaian/BMN dengan rincian kegiatan sebagai berikut : a. Pembayaran gaji dan tunjangan b. Penyelenggaraan operasional dan pemeliharaan perkantoran c. Penyusunan dokumen perencanaan dan anggaran d. Penyusunan dokumen data dan informasi e. Penyusunan dokumen evaluasi dan pelaporan f. Penyusunan laporan keuangan dan BMN g. Rehabilitasi rumah jabatan Kepala Balai BBTKLPP Yogyakarta h. Pengadaan alat kesehatan penyehatan lingkungan i. Pengadaan perangkat pengolah data dan komunikasi j. Peningkatan kapasitas SDM/Tenaga Kesehatan Terlatih k. Pengadaan fasilitas perkantoran
Beberapa masalah yang dihadapi dalam pencapaian indikator ini adalah : a. Adanya kegagalan lelang pengadaan yang mengakibatkan kemunduran
jadwal pelaksanaan lelang pengadaan barang b. Sulitnya kepastian jadwal pengadaan/kegiatan yang mempergunakan
sumber dana PNBP Untuk mengatasi masalah tersebut telah diupayakan langkah-langkah sebagai berikut : a. Menjadwalkan pengadaan yang menggunakan proses lelang di awal
tahun. b. Menetapkan kegiatan/pengadaan menggunakan sumber dana rupiah
murni. Tabel 23. Capaian Indikator Kinerja Persentase Ketepatan Waktu Pengiriman Laporan Pengelolaan Keuangan/Kepegawaian/BMN BBTKLPP Yogyakarta tahun 2010-2014 Indikator Kinerja
Satuan
Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
Capaian tahun 2014 Target
Realisasi
Prosentase Capaian Tahun (%) 2014
2013
2012
2011
2010
154
Persentase ketepatan waktu pengiriman laporan pengelolaan keuangan/ke pegawaian/B MN (95%) Target
-
5
5
100
100
100
100
100
Persentase ketepatan waktu pengiriman laporan pengelolaan
keuangan/ kepegawaian/BMN pada tahun 2014 sebesar 95 % yang tercapai 100%, berarti sudah melebihi dari target yang diharapkan. Kebijakan dan upaya pencapaian indikator persentase ketepatan waktu pengiriman laporan pengelolaan keuangan/ kepegawaian/BMN dengan rincian kegiatan sebagai berikut : a.
Pengelolaan UAPPA/B-W
b.
Pengelolaan laporan keuangan
c.
Pengelolaan laporan PNBP
d.
Pengelolaan laporan kepegawaian
e.
Pengelolaan laporan BMN Tabel 24. Capaian Indikator Kinerja Jumlah Penyelenggaraan Pelatihan Teknis Bidang PP dan PL BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2010-2014 Indikator Kinerja
Satuan
Jumlah penyelenggar aan pelatihan teknis Bidang PP dan PL
Jenis pelatihan
Capaian tahun 2014
Prosentase Capaian Tahun (%)
Target
Realisasi
2014
2013
2012
2011
2010
8
9
112.5
114
66.7
140
100
Target jumlah penyelenggaraan pelatihan teknis Bidang PP dan PL pada tahun 2014 sebanyak 8 jenis pelatihan dan terealisasi sebanyak 9 jenis pelatihan (112,5%), yang berarti melebihi dari target yang ditetapkan
Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
155
sebesar
12,5%.
Capaian
indikator
kinerja
ini
1,5%
lebih
rendah
dibandingkan capaian tahun 2013. Kebijakan dan upaya yang dilaksanakan untuk mencapai indikator kinerja adalah sebagai berikut : a.
In house training Laboratorium Penguji dan Kalibrasi In house training ini dilaksanakan dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan SDM kesehatan khususnya tenaga laboratorium dalam melakukan pengujian dan kalibrasi di laboratorium. Pelatihan diselenggarakan selama 3 hari yakni pada tanggal 19 – 21 Maret 2014. Tempat kegiatan di BBTKLPP Yogyakarta.Jumlah peserta sebanyak 35 orang BBTKLPP Yogyakarta. Dalam In house training laboratorium penguji dan kalibrasi disampaikan narasumber dan materi terkait laboratorium sebagai berikut: 1) Teori
dan Praktek Pengambilan dan Pengujian E. Coli, Total
Coliform, Fecal Coliform, Jumlah Kuman (Prof. Drs. L. Sembiring, M.Sc., Ph.D dari Fakultas Biologi UGM), 2) Teori dan Praktek Pengambilan sampel dan pengujian minyak lemak (Maulana Kusumardani dari Pusarpedal KLH), 3) Teori dan praktek pengukuran radiasi pengion (Mahrus Salam, S.Si dari PTAPB BATAN), 4) Teori dan praktek pengukuran radiasi non pengion (Heru Wibowo dari PT. PLN), 5) Teori Toksikologi Logam (Dra. Nurlaila Indarto, M.Si., Apt. dari Fakultas Farmasi UGM). b.
In House Training Laboratorium Pengendalian Penyakit In house training ini dilaksanakan dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan SDM kesehatan khususnya tenaga laboratorium dalam melakukan pemeriksaan di laboratorium serta penunjangnya. Pelatihan diselenggarakan selama 3 hari yakni pada tanggal 22 – 24 April 2014. Tempat kegiatan di Kantor BBTKLPP Yogyakarta, Jl. Wiyoro Lor No.21 Baturetno, Banguntapan, Bantul, Yogyakarta. Jumlah peserta sebanyak 17 orang BBTKLPP Yogyakarta. Dalam In house training laboratorium pengendalian penyakit ini disajikan materi terkait laboratorium dan penunjangnya yaitu:
Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
156
1) Pengamatan
dan
Pemantauan
Vektor
pada
TTU
dan
Cara
Pengendalian Vektor pada TTU (Dra. Widiarti, M.Kes dari B2P2VRP Salatiga); 2) Epidemiologi
dan
Surveilans
Penyakit
Legionellosis,
Cara
Pemeriksaan Laboratorium Diagnostik untuk Legionella, Cara Pemeriksaan Legionella dengan metode Elisa, Cara Pemeriksaan Legionella dengan
metode kultur (Kambang Sariadji, S.Si,
M.Biomed dari Pusat Biomedis dan Teknologi Dasar Kesehatan Litbangkes); 3) Prinsip-prinsip pemeriksaan dengan Elisa (Dr. Umi Solekhah Intansari, M.Kes., SpPK(K) dari Patologi Klinik Fak. Kedokteran UGM); 4) Teori Jenis-jenis Protozoa, Teori teknik pengambilan sampel yang tepat dari manusia dan lingkungan, Praktek identifikasi jenis-jenis protozoa (Dr. dr. Mahardika Agus Wijatanti, DTM&H, M.Kes dari Parasitologi UGM); 5) Epidemiologi dan surveilans penyakit leptospirosis, Cara kultur bakteri leptospira, Cara pemeriksaan bakteri leptospira dengan MAT (dr. Bambang Isbandrio, Sp.MK dari RSUP Dr.Karyadi Semarang). c.
Sosialisasi Perbaikan Kualitas Air PAMMASKARTA Kegiatan Sosialisasi Perbaikan Kualitas Air PAMMASKARTA bertujuan untuk meningkatkan wawasan dan keterampilan bagi sumber daya manusia
BBTKLPP
Yogyakarta
dan
anggota
kelompok
PAMMASKARTA di wilayah Kabupaten Bantul. Kegiatan ini dilaksanakan pada tanggal 27 Agustus 2014 di Hotel Inna Garuda, Jalan Malioboro No.60 Yogyakarta dengan jumlah peserta sebanyak 55 orang yaitu 14 orang dari BBTKLPP Yogyakarta, 2 orang Dinas Kesehatan Bantul, 1 orang Dinas Kesehatan DIY, dan 38 orang dari kelompok PAMMASKARTA di Kabupaten Bantul. Adapun materi terdiri dari : Peran BBTKLPP dalam Mendukung Penyediaan Kualitas Air Bersih/Air Minum, Strategi Percepatan Pencapaian Tujuan dan Target Nomor 7 MDG’s Tahun 2015, Pengolahan Air Baku Menjadi Air Bersih, serta Praktek Pengolahan Air Keruh yang isinya terkait regulasi/kebijakan yang berperan dalam penyediaan air minum, Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
157
pengelolaan distribusi air minum dan pengolahan airminum kepada para pengurus dan anggota PAMMASKARTA yang bertugas menangani pengelolaan sumber air. d.
Bimbingan Teknis Akreditasi Laboratorium Penguji dan Kalibrasi Bimbingan teknis ini bertujuan untuk memberikan wawasan personil laboratorium di BBTKLPP Yogyakarta khususnya dalam pelaksanaan laboratorium berdasarkan SNI ISO/IEC 17025:2008. Kegiatan ini dilaksanakan pada tanggal 17 September 2014 di Aula BBTKLPP Yogyakarta dengan jumlah peserta sebanyak 10 orang yang berasal dari Bagian Manajerial, Laboratorium Fisika Kimia Air, Laboratorium
Biologi
Lingkungan,
Bagian
Pelayanan
Teknik
di
BBTKLPP Yogyakarta. Adapun materi dan narasumber pada Bimbingan Teknis ini yaitu: 1) Pengenalan SNI ISO/IEC 17025:2008 dan Implementasinya di BBTKLPP Yogyakarta 2) Pelayanan kepada Pelanggan e. Bimbingan Teknis Kalibrasi
Bimbingan teknis ini bertujuan untuk memberikan wawasan personil laboratorium di BBTKLPP Yogyakarta khususnya dalam kalibrasi peralatan laboratorium. Kegiatan ini dilaksanakan pada tanggal 22 Januari 2014 di Aula BBTKLPP Yogyakarta dengan jumlah peserta sebanyak 28 orang yang berasal dari Laboratorium Penguji dan Kalibrasi di BBTKLPP Yogyakarta. Adapun materi yang disampaikan berkaitan dengan Interpretasi Sertifikat Kalibrasi Peralatan. f.
Pelatihan Safety Laboratory K3 Oleh PT. DIPA PUSPA LABSAINS Pelatihan ini dilaksanakan bekerjasama dengan PT. DIPA Lovibond sebagai distributor produk analisa air dari Lovibond German di wilayah Indonesia Presentasi dilaksanakan pada tanggal 19 November 2014 di Aula BBTKLPP Yogyakarta dengan peserta sebanyak 28 orang dari laboratorium BBTKLPP Yogyakarta. Adapun materi yang disampaikan antara lain: simbol-simbol bahaya, contoh-contoh bahan berbahaya, prosedur penanganan bahan-bahan
Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
158
kimia dan beberapa contoh kasus kecelakaan kerja di laboratorium yang pernah terjadi. Diharapkan dengan refreshing materi tentang K3 laboratorium ini dapat membuat personil di laboratorium lebih cermat dalam bekerja sehingga tetap aman dan selamat selama bekerja.
g.
Training/Workshop
Penerapan
Sterilisasi
Limbah
Medis
Dengan
Autoclave Oleh Dinas Kesehatan DIY Kegiatan Workshop Pengolahan Limbah Medis Non incenerasi dengan Alat Autoclave yang dilaksanakan selama tiga hari pada tanggal 22-24 Oktober 2014 di Goebog Resto, Jalan Wonosari KM 5 Kompleks Ruko Tandanraya Yogyakarta. Peserta kegiatan ini berjumlah 17 orang yang terdiri dari 15 orang dari RSUD Kota Yogyakarta, IPRS, Sanitarian sampai koordinator cleaning service, 1 orang perwakilan dari Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta dan 1 orang dari BBTKLPP Yogyakarta. Dalam workshop tersebut disampaikan upaya Kementerian Kesehatan didukung oleh WHO untuk mengurangi bahaya emisi yang dihasilkan dari incenerator. WHO mendukung dengan memberikan hibah alat autoclave untuk ditempatkan di Semarang, Bali, dan D.I Yogyakarta. RSUD Kota Yogyakarta yang ditunjuk sebagai pilot project untuk wilayah D.I. Yogyakarta. h.
Pelatihan Penggunaan Alat Radiasi Pelatihan Penggunaan Alat Radiasi ini bertujuan untuk memberikan keterampilan kepada personil laboratorium di BBTKLPP Yogyakarta khususnya dalam penggunaan peralatan radiasi. Pelatihan ini dilaksanakan di Aula BBTKLPP Yogyakarta pada tanggal 2 Juni 2014 dengan jumlah peserta sebanyak 10 orang yang berasal dari Laboratorium Fisika Kimia Gas dan Radiasi BBTKLPP Yogyakarta. Adapun narasumber pelatihan ini dari Subdit PLUR Direktorat Penyehatan Lingkungan Ditjen PP dan PLdan Technical Trainer.
i.
Workshop Evaluasi Crosschecker Malaria Tingkat Provinsi Tahun 2014
Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
159
Workshop Evaluasi Crosschecker Malaria Tingkat Provinsi bertujuan untuk monitoring pemantapan mutu diagnostik malaria di daerah dan evaluasi petugas uji silang tingkat provinsi. Kegiatan dilaksanakan selama 4 (empat) hari pada tanggal 17-20 Juni 2014 di Best Western Premier The Hive (Jl. D.I. Panjaitan Kav.3-4, Cawang, Jakarta Timur). Jumlah perserta undangan yaitu 15 orang yang berasal dari instansi kesehatan Provinsi DKI Jakarta, Provinsi Jawa Barat, Provinsi Jawa Tengah, Jawa Timur, D.I. Yogyakarta, Provinsi Banten, Provinsi Bali, Provinsi Kalimantan Utara, Provinsi Lampung, Provinsi Gorontalo, Provinsi Papua, BBTKLPP Surabaya, BBTKLPP Yogyakarta, BTKL Makasar, dan BBTKLPP Banjarbaru. Adapun materi dan narasumber workshop antara lain: 1) Kebijakan
Program
Pengendalian
Malaria
(Kasubdit
Malaria,
Dit.P2B2) 2) Jejaring Laboratorium Mikroskopis Malaria dan Quality Assurance Mikroskopis Malaria (Kasubdit Mikrobiologi dan Imunologi, Dit. P2B2) 3) Peran Institusi Pendidikan pada Program Malaria khususnya Mikroskopis/Laboratroium (FKUI) 4) Pemeriksaan PCR (Badan Litnangkes) 5) Penelitian Malaria (Lembaga Eijkman) 6) Peran Laboratorium pada Program Pengendalian Malaria (BBLK Jakarta) 7) Assesment petugas uji silang profisiensi Berdasarkan capaian indikator kinerja sesuai dengan Rencana Kerja BBTKLPP Yogyakarta tahun 2014 rata-rata pencapaian 103,68 % dengan rincian sebagai berikut: Tabel 25. Prosentase Realisasi dan Capaian Kinerja BBTKLPP YogyakartaTahun 2014 Sasaran Tercapainya peningkatan kinerja surveilans Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
Indikator Kinerja a. Persentase KLB yang direspon < 24 jam (85%)
Prosentase Realisasi
Capaian
120
141,2
160
epidemiologi yang diindikasikan melalui kemampuan respon KLB, pengamatan faktor risiko penyakit, dan kemampuan jejaring dan advokasi SKD, Pemantauan Wilayah Setempat (PWS), dan penanggulangan KLB serta kejadian dalam situasi matra
b. Persentase kemampuan pengamatan faktor risiko penyakit potensial wabah, penyakit menular/tidak menular pada kabupaten/kota (70%) c. Persentase cakupan jejaring kerja dan kemitraan surveilans epidemiologi di wilayah kerja (90%) a. Jumlah kawasan kajian dan evaluasi dampak kesehatan lingkungan (50 kawasan)
Tercapainya peningkatan kinerja Analisis Dampak Kesehatan Lingkungan (ADKL) yang diindikasikan melalui peningkatan kajian dan evaluasi dampak kesehatan lingkungan, b. Persentase kemampuan kajian peningkatan kajian dan evaluasi dan evaluasi pengendalian penyakit pengendalian dan faktor risiko, serta penyakit dan faktor kajian adaptasi risikonya (70%) perubahan iklim dan dampaknya terhadap kesehatan Tersedianya akses a. Persentase masyarakat dalam peningkatan pemanfaatan kemampuan uji kemampuan uji laboratorium laboratorium dan penyakit potensial kalibrasi dengan wabah, penyakit pengembangan menular/tidak kemampuan teknologi menular (85%) pengujian, kendali b. Persentase mutu dan kalibrasi peningkatan serta pengembangan kemampuan uji teknologi tepat guna, kendali mutu dan Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
100
142,9
100
111,1
100
100
100
142,9
100
100
100
100
161
dan meningkatnya kalibrasi (85%) dukungan kinerja c. Jumlah jenis pengendalian penyakit rancang bangun dan penyehatan model dan teknologi lingkungan tepat guna pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan (25 jenis) Terselenggaranya a. Persentase dukungan administrasi kelengkapan dan manajemen dokumen dalam pengelolaan perencanaan/lapora manajemen SDM, n/ pengelolaan keuangan dan barang keuangan/kepegaw milik negara serta aian/BMN (100%) penyelenggaraan b. Persentase pelatihan teknis untuk ketepatan waktu tenaga fungsional dan pengiriman laporan pemeliharaan sarana pengelolaan maupun prasarana keuangan/kepegaw aian/BMN(95%) c. Jumlah penyelenggaraan pelatihan teknis Bidang PP dan PL (8 jenis) RERATA
108
108
100
100
100
105,3
112,5
112,5
103,68
114,9
C. ASPEK KEUANGAN DAN PENUNJANG LAINNYA 1. Sumber Daya Anggaran Dalam melaksanakan seluruh kegiatan untuk mencapai sasaran yang ditetapkan,BBTKLPP Yogyakarta telah menyusun anggaran yang diperlukan sesuai dengan target kinerja yang telah disepakati bersama. Alokasi anggaran BBTKLPP Yogyakarta pada tahun 2014 sebesar 17,141,142,000.-. Alokasi anggaran ini jika dibandingkan tahun 2013 mengalami penurunan 20,25%, sementara jika dibandingkan tahun 2012 mengalami penurunan sebesar 16,53%, hal ini disebabkan karena pada tahun anggaran 2012, BBTKLPP Yogyakarta mendapat alokasi anggaran pembangunan gedung Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
162
tahap I dan pada tahun 2013 mendapatkan alokasi anggaran untuk rehabilitasi gedung lama dan penyelesaian pembangunan gedung tahap II serta pengadaan peralatan Laboratorium. Adapun perbandingan jumlah anggaran tahun 2010-2014 adalah sebagai berikut :
Gambar 2. Perbandingan Alokasi Anggaran BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2010-2014
Sumber anggaran DIPA BBTKLPP Yogyakarta tahun 2010-2014 berasal dari dua sumber dana, yaitu dana Rupiah Murni dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dengan proporsi besaran yang bervariasi antar tahun. Pada tahun 2014 anggaran yang berasal dari sumber PNBP sebesar 10,82%. Nilai ini hampir dua kali lebih besar dibandingkan tahun 2013 sebesar 5,82%. Untuk melihat proporsi anggaran berdasarkan sumber dana dapat dilihat pada gambar berikut :
Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
163
Alokasi anggaran BBTKLPP Yogyakarta terdiri atas belanja pegawai, belanja barang dan belanja modal dengan proporsi dari tahun 2010 sampai dengan 2014 terbesar berturut-turut untuk anggaran belanja pegawai, belanja barang dan modal. Proporsi ini terjadi perubahan pada tahun 2012 dimana belanja modal menduduki proporsi terbesar, hal ini dikarenakan pada tahun tersebut BBTKLPP Yogyakarta mendapatkan alokasi anggaran untuk pembangunan gedung tahap I. Adapun gambaran proporsi anggaran berdasarkan jenis belanja dapat dilihat pada gambar berikut :
Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
164
Gambar 4. Alokasi Anggaran Berdasarkan Jenis Belanja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2010-2014
Pada tahun 2014 dari alokasi anggaran yang tersedia Rp. 17,141,142,000.-. dapat terealisasi
penyerapan anggaran sebesar Rp. 15,487,575,000.-
(90,35%), sesuai gambar berikut :
Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
165
Gambar 5. Realisasi Anggaran BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014 Adapun proporsi penyerapan anggaran BBTKLPP Yogyakarta pada tahun 2014berdasarkan jenis belanja terbesar dipergunakan untuk belanja pegawai 46%, belanja barang 40% dan belanja modal 14% seperti pada gambar berikut :
Gambar 6. Proporsi Penyerapan Anggaran Berdasarkan Jenis Belanja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
Distribusi penggunaan anggaran BBTKLPP Yogyakarta pada tahun 2014 seluruhnya dipergunakan untuk mendukung pencapaian kinerja melalui enam kegiatan dengan pemanfaatan anggaran untuk belanja pegawai
Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
166
7,148,748,883.-, belanja barang Rp. 6,183,101,677.- dan belanja modal Rp. 2,155,724,500.-, dengan perincian sebagai berikut : Tabel 26. Distribusi Pagu Dan Penyerapan Anggaran Berdasarkan Kegiatan di BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
Rata-rata realisasi anggaran berdasarkan jenis belanja tahun 2010 – 2014 di BBTKLPP Yogyakarta berkisar pada 90%, kecuali untuk belanja modal pada tahun 2012 hanya terserap 69,43%, hal ini merupakan anggaran sisa lelang dari kegiatan pengadaan pembangunan gedung tahap I.
Secara keseluruhan anggaran di BBTKLPP Yogyakarta pada tahun 2014 mengalami penurunan dibandingkan pada tahun 2013, sementara untuk penyerapan anggaran sedikit lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya, Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
167
hal ini disebabkan karena pada pelaksanaan kegiatan sedikit mengalami kendala sebagai akibat tidak tercapainya penerimaan PNBP dari target tahun 2014
Gambar. 8 Perbandingan Jumlah dan Realisasi Angggran di BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2013-2014 Target PNBP BBTKLPP Yogyakarta pada tahun 2014 mengalami kenaikan yang sangat tinggi hampir 44% dari tahun 2013. Adapun pencapaian PNBP walaupun sudah meningkat dibanndingkan tahun 2013, namun belum dapat memenuhi dari target yang diharapkan, hal ini disebabkan karena keberhasilan dari kegiatan asistensi terhadap laboratorium daerah, sehingga beberapa parameter yang bisa dikerjakan di Laboratorium Daerah sudah tidak perlu lagi diperikasakan di Laboratorium BBTKLPP Yogyakarta. Adapun gambaran target dan realisasi PNBP dapat dilihat pada gambar berikut :
Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
168
Gambar. 9 Target dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2013-2014 2. Sumber Daya Manusia Jumlah sumber daya manusia (SDM) kesehatan BBTKLPP Yogyakarta per 1 Januari 2014 seluruhnya 123 orang. Situasi ketenagaan ini dapat dikelompokan sebagai berikut: a) Distribusi Pegawai BBTKLPP Yogyakarta berdasarkan umur.
Gambar 10. Jumlah Pegawai Berdasarkan Kelompok Umur Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
169
di BBTKLPP Yogyakarta per 1 Januari 2014 Dari Gambar 10 terlihat bahwa kelompok paling besar pegawai di BBTKLPP Yogyakarta berada pada kelompok umur >52 tahun sebanyak 26 orang (21.14%) diikuti kelompok umur 48-52 tahun sebanyak 26 orang (21.14%), kemudian kelompok umur pegawai 38 – 42 tahun sebanyak 25 orang (20.33%), lalu kelompok umur pegawai yang berumur 43 – 47 tahun
sebanyak 17 orang (13.82%) dan
kelompok umur pegawai yang berumur 33 – 37 tahun sebanyak 15 orang (12.20%) dan pegawai dengan umur 28-32 tahun sebanyak 9 (7.32%), pegawai dengan umur <27 tahun sebanyak 5 (4.07%). b) Distribusi Pegawai BBTKLPP Yogyakarta berdasarkan jenis kelamin Pengelompokkan berdasar jenis kelamin pegawai yang ada di BBTKLPP Yogyakarta adalah sebagai berikut:
Gambar 11. Jumlah Pegawai Berdasarkan Jenis Kelamin di BBTKLPP Yogyakarta per 1 Januari 2014 Dari Gambar 11 terlihat bahwa sebagian besar pegawai di BBTKLPP Yogyakarta berjenis kelamin laki-laki sebanyak 62 orang (50,4%) dan pegawai dengan jenis kelamin perempuan lebih sedikit yaitu 61 orang (49,6%). c) Distribusi
Pegawai
BBTKLPP
Yogyakarta
berdasarkan
tingkat
pendidikan Pengelompokkan berdasarkan pendidikan pegawai yang ada di BBTKLPP Yogyakarta adalah sebagai berikut:
Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
170
Gambar 12. Jumlah Pegawai Berdasarkan Pendidikan di BBTKLPP Yogyakarta per 1 Januari 2014 Dari Gambar 12 terlihat bahwa kelompok paling besar pegawai di BBTKLPP
Yogyakarta
di
awal
tahun
2014
berpendidikan
SLTA/sederajat sebanyak 38 orang (30.9%), disusul pegawai dengan pendidikan sarjana sebanyak 35 orang (28.5%), kemudian pegawai dengan pendidikan pasca sarjana sebanyak 29 orang (23.6%), dan akademi (D-III) sebanyak 18 orang (14.6%), disusul jumlah pegawai dengan pendidikan S3 sebanyak 1 orang (0.8%), dan jumlah pegawai dengan pendidikan SLTP/sederajat sebanyak 1 orang (0.8%) dan pegawai dengan pendidikan SD satu orang (0.8%). d) Distribusi Pegawai BBTKLPP Yogyakarta berdasarkan Golongan pangkat Pengelompokkan berdasarkan Golongan pegawai yang ada di BBTKLPP Yogyakarta adalah sebagai berikut:
Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
171
Gambar 13. Jumlah Pegawai Berdasarkan Golongan di BBTKLPP Yogyakarta per 1 Januari 2014 Dari Gambar 13 terlihat bahwa pada awal tahun 2014 kelompok paling besar pegawai di BBTKLPP Yogyakarta adalah Golongan III sebanyak 87 orang (70.7%), disusul kelompok pegawai golongan II sebanyak 25 orang (20.3%), lalu pegawai dengan golongan IV sebanyak 8 orang (6.5%) dan terakhir pegawai dengan golongan I sebanyak 3 orang (2.5%) Sepanjang tahun 2014 terdapat: tiga orang pegawai memasuki masa pensiun, kemudian ada dua orang CPNS dan dua orang pegawai mutasi dari luar instansi sehingga di akhir tahun 2014 jumlah pegawai BBTKLPP Yogyakarta adalah 124 orang. 3. Sumber Daya Sarana dan Prasarana Kendaraan bermotor sampai pada tahun 2014 BBTKL ada 12 unit kendaraan bermotor roda empat yang dipergunakan sebagai sarana operasional sehari-hari sejumlah 11 unit kendaraan bermotor roda empat, namun dari 11 unit, terdapat 2 unit dengan tahun pembuatan di bawah tahun 1990 sehingga sudah kurang layak untuk operasional, terutama untuk perjalanan jauh. Di samping kendaraan roda empat, tersedia pula 21 unit kendaraan bermotor roda dua. Untuk melancarkan operasional kantor sehari-hari dan pelaksanaan tugas pokok dan fungsi, tersedia dukungan alat kantor berupa satu unit mesin fotocopi, 25 unit pesawat intercom dengan tiga jaringan nomor telepon yang salah satunya digunakan untuk faksimili, lemari kerja, meja kerja, filing cabinet, AC split, Personal Computer, laptop, notebook, printer, LCD, dan berbagai peralatan laboratorium. Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
172
BAB IV PENUTUP
L
aporan kinerja BBTKLPP Yogyakarta tahun 2014 merupakan perwujudan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas pokok dan fungsi, kebijakan, program, dan kegiatan BBTKLPP Yogyakarta kepada pimpinan (Direktur
Jenderal PP dan PL) dan seluruh stakeholders yang terlibat baik langsung maupun tidak langsung dalam pelaksanaan pembangunan kesehatan khususnya di bidang kesehatan lingkungan dan pemberantasan pengendalian penyakit. Selama tahun 2014, BBTKLPP Yogyakarta telah melaksanakan tugas dan fungsinya semaksimal mungkin, terutama dalam merealisasikan target yang telah ditetapkan dengan kondisi anggaran atau pembiayaan yang sangat terbatas dan di bawah standar yang berlaku. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi BBTKLPP Yogyakarta, karena seluruh tupoksi yang dilaksanakan, hampir sebagan besar memerlukan dana untuk perjalanan dinas dalam negeri. Ketercapaian target yang terealisasi tidak terlepas dari adanya dukungan manajemen BBTKLPP Yogyakarta yang selalu ikhlas dan menerima, serta melaksanakan seluruh tugas dan fungsi yang diembannya dengan penuh tanggung jawab meskipun dalam kondisi yang terbatas Tingkat keberhasilan atas indikator kinerja dapat disimpulkan dalam 2 kategori: 1. Indikator capaian kinerja sesuai target yang ditetapkan sebanyak 8 indikator 2. Indikator capaian kinerja di atas target yang ditetapkan sebanyak 3 indikator Rerata prosentase realisasi indikator kinerja BBTKLPP Yogyakarta pada tahun 2014 dari 11 indikator sebesar 103,68 % dengan penggunaan anggaran sebesar 90,35 % dengan capaian kinerja rata-rata 114,9%.
Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2014
173