II. TINJAUAN PUSTAKA
A. TINJAUAN UMUM KOTA BOGOR Letak geografis Kota Bogor berada pada 106º 43' 30" Bujur Timur (BT) sampai dengan 106º 51' 00" BT dan 6º 30' 30" Lintang Selatan (LS) sampai dengan 6º 41' LS dengan jarak ± 56 km dari Kota Jakarta, Ibukota Negara Indonesia. Kota Bogor terletak di bagian tengah Propinsi Jawa Barat. Jumlah penduduk kota secara administratif sebanyak 855,085 jiwa dengan wilayah kota sebesar 11,850 ha. Adapun batas – batas administratif Kota Bogor adalah sebagai berikut : 1) Di sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Sukaraja, Kecamatan Bojong Gede, dan Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor. 2) Di sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Ciomas dan Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. 3) Di sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Cijeruk dan Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor. 4) Di sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Sukaraja dan Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor. Kota Bogor terdiri atas 6 kecamatan dan terbagi dalam 68 kelurahan. Kecamatan tersebut adalah Kecamatan Bogor Barat, Kecamatan Bogor Timur, Kecamatan Bogor Selatan, Kecamatan Bogor Utara, Kecamatan Bogor Tengah dan Kecamatan Tanah Sareal. Kecamatan dengan wilayah terluas adalah Kecamatan Bogor Barat dan tersempit adalah Kecamatan Bogor Tengah. Kota Bogor dibatasi di sebelah utara oleh Sungai Cipakancilan, sebelah timur oleh Sungai Ciater, sebelah selatan oleh Sungai Cipaku dan Sungai Cisadane dan sebelah barat oleh Sungai Cisadane. Kondisi iklim di Kota Bogor termasuk tipe iklim Af (Tropika Basah) menurut klasifikasi Koppen. Suhu rata – rata tahunan sebesar 25 ºC dengan suhu udara maksimum sebesar 33.1 ºC dan suhu minimum 21.4 ºC. Suhu udara secara umum tinggi pada musim kemarau dan rendah pada musim hujan. Pada wilayah ini terjadi perubahan bentuk permukaan dari lahan bervegetasi menjadi lahan terbuka yang tidak bervegetasi yang menyebabkan
terjadinya peningkatan suhu udara. Setiap tahunnya curah hujan cukup besar berkisar antara 3500 - 4000 mm dengan menyebabkan kelembaban udara mencapai 70 persen. Jenis tanah hampir diseluruh wilayah adalah latosol coklat kemerahan, dengan kedalaman efektif tanah lebih dari 90 cm dengan tekstur tanah yang halus serta bersifat agak peka terhadap erosi. Kegiatan atau bidang usaha penduduk Kota Bogor dapat digolongkan menjadi beberapa sektor yaitu sektor pertanian (pertanian, peternakan, perikanan dan perkebunan), sektor industri, sektor perdagangan, jasa dan sektor lainnya. Data yang ada menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk Kota Bogor bekerja di sektor perdagangan dan jasa yaitu sebesar 86.3 persen (Anonim, 1988 di dalam Subono, 1988). Kegiatan masyarakat Kota Bogor dalam sektor pertanian kecil sekali yaitu hanya satu persen sehingga relatif sama dengan sektor industri yang memberi andil sebesar 1.5 persen. Kegiatan industri ini terdiri dari 980 unit industri dan mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 8344 jiwa. Menurut daerahnya, industri sedang (menengah) terkonsentrasi di Bogor Selatan, sedangkan industri ringan dan kecil ada di Bogor Timur (Subono, 1988). Pembangunan perumahan di Kota Bogor tergolong pesat, hampir di setiap kecamatan terdapat komplek perumahan formal. Hingga tahun 2005 tercatat 101 komplek perumahan yang tersebar di Kota Bogor, baik yang berskala kecil maupun besar. Di Kecamatan Tanah Sareal pada tahun 2004 terdapat 32 komplek perumahan yang telah dibangun (Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota Bogor, 2006). Jumlah sampah yang dihasilkan oleh Kota Bogor tahun 2008 perharinya sebanyak 2,224 meter kubik. Sampah tersebut bersumber dari pemukiman (sampah rumah tangga), pasar, sapuan jalan, pertokoan atau restoran, fasilitas umum dan industri.
B. SAMPAH PADAT KOTA DAN PENGGOLONGANNYA Menurut Hadiwiyoto (1983) Sampah adalah sisa-sisa bahan yang ditinjau dari segi ekonomi sudah tidak ada harganya lagi. Sedangkan menurut Kastaman dan Kramadibrata (2007) sampah merupakan limbah yang bersifat
padat, terdiri atas zat atau bahan organik dan anorganik yang dianggap sudah tidak memiliki manfaat lagi dan harus dikelola dengan baik sehingga tidak membahayakan lingkungan. Limbah padat atau sampah adalah bahan-bahan yang dibuang ke alam karena sudah tidak dikehendaki oleh pemiliknya atau sudah tidak dapat difungsikan lagi (Status Lingkungan Hidup Daerah (SLHD) Kota Bogor, 2006).
Gambar 2. Sampah padat kota
Jenis sampah dapat digolongkan atas dasar beberapa kriteria yaitu didasarkan atas asal, komposisi, bentuk, lokasi, proses terjadinya dan sifatnya. Penggolongan jenis sampah tersebut adalah sebagai berikut: 1. Penggolongan sampah berdasarkan asalnya Sampah dapat dijumpai di segala tempat dan hampir di semua kegiatan. Sumber sampah yang terbanyak dari pemukiman dan pasar tradisional (Sudradjat, 2007). Menurut Syahrul dan Ollich (1984) berdasarkan asalnya, maka dapat digolongkan sampah-sampah sebagai berikut: a. Sampah dari hasil kegiatan rumah tangga. Termasuk dalam hal ini adalah sampah dari asrama, rumah sakit, hotel-hotel dan kantor. b. Sampah dari hasil kegiatan industri/pabrik. c. Sampah dari hasil kegiatan pertanian. Kegiatan pertanian meliputi perkebunan, kehutanan, perikanan dan peternakan. Sampah dari kegiatan pertanian sering disebut limbah hasil-hasil pertanian.
d. Sampah dari hasil kegiatan perdagangan, misalnya sampah pasar, sampah toko. e. Sampah dari hasil kegiatan pembangunan. f. Sampah jalan raya. Menurut WHO (1971) di dalam Syahrul dan Ollich (1984) yang menjadi sumber sampah secara umum adalah: 1. Sampah rumah tangga (Domestic Waste) 2. Sampah pasar (Commercial Waste) 3. Sampah jalan (Street-Cleaning Waste) 4. Sampah industri (Industrial Waste) 5. Sampah binatang dan pertanian (Agricultural and Animal Waste) 6. Sampah pertambangan (Mining Waste). Menurut Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kota Bogor sumber sampah di Kota Bogor (2005) di dalam Kurniah (2008) meliputi: sampah rumah tangga atau pemukiman, sampah pasar, sampah sapuan jalan, sampah pertokoan atau restoran, sampah fasilitas umum dan sampah industri. 2. Penggolongan sampah berdasarkan komposisinya Pada suatu kegiatan mungkin akan menghasilkan jenis sampah yang sama, sehingga komponen-komponen penyusunnya juga akan sama. Misalnya sampah yang hanya terdiri atas kertas, logam atau daun-daunan saja. Setidaknya apabila tercampur dengan bahan-bahan lain, maka sebagian besar komponennya adalah seragam. Karena itu berdasarkan komposisinya, sampah dibedakan menjadi dua macam: a. Sampah yang seragam. Sampah dari kegiatan industri pada umumnya termasuk dalam golongan ini. Sampah dari kantor sering hanya terdiri atas kertas, karton, kertas karbon dan masih dapat digolongkan dalam golongan sampah yang seragam. b. Sampah yang tidak seragam (campuran), misalnya sampah yang berasal dari pasar atau sampah dari tempat-tempat umum (Syahrul dan Ollich, 1984).
Hasil survai di Jakarta, Bogor, Bandung dan Surabaya pada tahun 1987 menunjukkan komposisi sampah rata-rata sebagai berikut. Volume sampah
: 2 – 2.5 lt/kapita/hari
Berat sampah
: 0.5 kg/kapita/hari
Kerapatan
: 200 - 300 kg/m3
Kadar air
: 65 - 75%
Sampah organik
: 75 - 95%
Komponen lain: a. Kertas
: 6%
b. Kayu
: 3%
c. Plastik
: 2%
d. Gelas
: 1%
e. Lain-lain
: 4% (Sudradjat, 2007).
Limbah padat organik di Kota Bogor memiliki persentase yang paling tinggi sebesar 72.88 %. Secara keseluruhan komposisi komponen sampah di Kota Bogor meliputi: sampah organik 72.88 %, kertas 5.98 %, plastik 11.11 %, logam 1.74 %, kaca atau gelas 2.07 %, karet 1.65 %, kain/tekstil 1.88 %, kayu 1.18 % dan lain-lainnya 1.51 % (DLHK Kota Bogor, 2005 di dalam Kurniah, 2008). 3. Penggolongan sampah berdasarkan bentuknya Sampah dari rumah-rumah makan pada umumnya merupakan sisasisa air pencuci, sisa-sisa makanan yang bentuknya berupa cairan atau seperti bubur. Sedangkan beberapa pabrik menghasilkan sampah berupa gas, uap air, debu, atau sampah-sampah berbentuk padatan. Dengan demikian berdasarkan bentuknya ada tiga macam sampah, yaitu: a. Sampah berbentuk padatan (solid), misalnya daun, kertas, karton, kaleng dan plastik. b. Sampah berbentuk cairan (termasuk bubur), misalnya bekas air pencuci, bahan cairan yang tumpah. Limbah industri banyak juga yang berbentuk cair atau bubur, misalnya blotong (tetes) yaitu sampah dari pabrik gula tebu.
c. Sampah berbentuk gas, misalnya karbon dioksida, ammonia dan gasgas lainnya (Syahrul dan Ollich, 1984). 4. Penggolongan sampah berdasarkan lokasinya Baik di kota atau di luar kota, banyak dijumpai sampah bertumpuktumpuk. Berdasarkan lokasi terdapatnya sampah, dapat dibedakan: a. Sampah kota (urban), yaitu sampah yang terkumpul di kota-kota besar. b. Sampah daerah, yaitu sampah yang terkumpul di daerah-daerah di luar perkotaan, misalnya di desa, di daerah pemukiman dan di pantai (Syahrul dan Ollich, 1984). 5. Penggolongan sampah berdasarkan proses terjadinya Berdasarkan atas proses terjadinya, dibedakan antara: a. Sampah alami, ialah sampah yang terjadinya karena proses alami, misalnya rontoknya daun-daunan di pekarangan rumah. b. Sampah non-alami, ialah sampah yang terjadi karena kegiatan-kegiatan manusia (Syahrul dan Ollich, 1984). 6. Penggolongan sampah berdasarkan sifatnya Terdapat dua macam sampah yang sifat-sifatnya berlainan yaitu: a. Sampah organik, yang terdiri atas daun-daunan, kayu, kertas, karton, tulang, sisa-sisa makanan ternak, sayur, buah. Sampah organik adalah sampah yang mengandung senyawa-senyawa organik, dan oleh karenanya tersusun oleh unsur-unsur karbon, hidrogen dan oksigen. Bahan-bahan ini mudah didegradasi oleh mikrobia dan dapat dibakar. b. Sampah anorganik, yang terdiri atas kaleng, plastik, besi dan logamlogam lainnya, gelas, mika atau bahan-bahan yang tidak tersusun oleh senyawa-senyawa organik. Sampah ini tidak dapat didegradasi oleh mikrobia dan tidak dapat dibakar (Syahrul dan Ollich, 1984). Menurut Sudradjat (2007) sampah pasar khusus seperti pasar sayur mayur, pasar buah, atau pasar ikan, jenisnya relatif seragam, sebagian besar (95%) berupa sampah organik sehingga lebih mudah ditangani. Sampah yang berasal dari pemukiman umumnya sangat beragam, tetapi secara umum minimal 75% terdiri dari sampah organik dan sisanya anorganik.
Meskipun hanya bahan organik yang bisa terurai oleh mikroba, tetapi setiap jenis bahan berbeda tingkat kemudahan dalam penguraiannya (degradibilitas). Pada Tabel 1 terlihat bahwa kertas koran, hemiselulosa, dan karbohidrat mudah terdegradasi. Kertas bungkus, bambu, lemak dan protein agak sulit terdegradasi, sedangkan kayu, lignin dan plastik hampir sama sekali tidak terdegradasi.
Tabel 1. Degradibilitas dari komponen sampah kota No
Komponen sampah kota
Degradibilitas (%)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Selulosa dari kertas koran Selulosa dari kertas bungkus Kayu/ranting berkulit Bambu Hemiselulosa Karbohidrat Lignin Lemak Protein Plastik
90 50 5 50 70 70 0 50 50 0
Sumber: Sudradjat dkk, 1987 di dalam Sudradjat, 2007
C. MODEL PENGELOLAAN SAMPAH DI INDONESIA Model pengelolaan sampah di Indonesia ada dua macam, yaitu urugan dan tumpukan. Model pertama merupakan cara yang paling sederhana, yaitu sampah dibuang di lembah atau cekungan tanpa memberikan perlakuan. Urugan atau model buang dan pergi ini bisa saja dilakukan pada lokasi yang tepat, yaitu bila tidak ada pemukiman di bawahnya, tidak menimbulkan polusi udara, polusi pada air sungai, longsor, atau estetika. Model ini umum dilakukan untuk suatu kota yang volume sampahnya tidak begitu besar. Pengelolaan sampah yang kedua lebih maju dari cara urugan, yaitu tumpukan. Model ini bila dilaksanakan secara lengkap sebenarnya sama dengan teknologi aerobik. Hanya saja tumpukan perlu dilengkapi dengan unit saluran air buangan, pengolahan air buangan (leachate) dan pembakaran ekses gas metan (flare). Model yang lengkap ini telah memenuhi prasyarat kesehatan lingkungan. Model seperti ini banyak diterapkan di kota-kota besar. Namun, sayangnya model tumpukan ini umumnya tidak lengkap, tergantung
dari kondisi keuangan dan kepedulian pejabat daerah setempat akan kesehatan lingkungan dan masyarakat. Aplikasinya ada yang terbatas pada tumpukan saja atau tumpukan yang dilengkapi saluran air buangan, jarang yang membangun unit pengolah air buangan. Meskipun demikian, ada suatu daerah yang mengelolanya dengan kreatif (Sudradjat, 2007). Menurut Prajudi, 1980 di dalam Mustika, 2006 Pengelolaan adalah pengendalian dan pemanfaatan suatu faktor dan sumber daya, yang menurut suatu perencanaan diperlukan untuk mencapai atau menyelesaikan suatu tujuan kerja yang tertentu. Dari limbah yang dihasilkan di beberapa daerah dapat dilakukan penanganan dengan beberapa kemungkinan yaitu didaur ulang menjadi bahan baku pada suatu proses produksi (kertas, karton, plastik, logam, botol dan sebagainya), diolah menjadi kompos (umumnya dari jenis sampah organik), ditumpuk di tempat pembuangan akhir sampah. Penanganan sampah yang tepat, selain dapat menjadi jalan keluar dari masalah keterbatasan lahan untuk penumpukan/pembuangan sampah, juga dapat memberikan manfaat atau nilai ekonomis. Menurut Hadiwiyoto (1983), penanganan sampah dilakukan dengan beberapa tahap yaitu: 1. Pengumpulan Sampah Sampah yang akan dibuang atau dimanfaatkan harus dikumpulkan terlebih dahulu dari berbagai tempat asalnya. Pengumpulan sampah dilakukan dengan pengambilan sampah dari bak sampah milik masyarakat, kemudian dengan menggunakan kendaraan-kendaraan pengangkut sampah dipindahkan ke lokasi pembuangan akhir. 2. Pemisahan Pemisahan ialah memisahkan jenis-jenis sampah baik berdasarkan sifatnya, maupun berdasarkan jenis dan keperluannya. 3. Pembakaran (insinerasi) Pembakaran yang paling baik dikerjakan pada suatu instalasi pembakaran, karena dapat diatur prosesnya sehingga tidak mengganggu lingkungan sekitar. 4. Pembuangan (penimbunan) sampah
Pembuangan (penimbunan) sampah adalah menempatkan sampah pada suatu tempat yang rendah, kemudian menimbunnya dengan tanah. Menurut Ismawati (2001) di dalam Mustika (2006) penanganan sampah dengan cara pembakaran mengakibatkan kerugian-kerugian antara lain membangkitkan pencemaran, mengancam kesehatan masyarakat, memberi beban finansial yang cukup berat bagi masyarakat yang berada di sekitar lokasi insinerator, menguras sumber daya finansial masyarakat setempat, memboroskan energi dan sumber daya material, mengganggu dinamika pembangunan ekonomi setempat, meremehkan upaya minimisasi sampah dan pendekatan-pendekatan rasional dalam pengelolaan sampah, memiliki pengalaman operasional bermasalah di negara-negara industri, sering kali melepaskan polusi ke udara yang melebihi standar/baku mutu, menghasilkan abu yang beracun dan berbahaya dan dapat terancam bangkrut apabila jumlah tonase sampah yang disetorkan kurang dari perkiraan awal. Menurut Apriadji (2004) di dalam Kurniawan (2006) bahwa untuk melakukan penanganan masalah sampah dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaraanya penimbunan tanah (landfill), penimbunan tanah secara cepat
(sanitary
(pulverization),
landfill),
pembakaran
pengomposan
(incineration),
(composting),
untuk
penghancuran
makanan
ternak
(hogfeeding), pemanfaatan ulang (recycling) dan pembuatan briket arang sampah.
D. SISTEM PENGOLAHAN SAMPAH Ada tiga konsep pengolahan sampah yang ideal yaitu pengolahan sampah di sumber sampah, pengolahan sampah di TPS dan pengolahan sampah di TPA. Sistem sentralisasi adalah pemusatan pembuangan sampah kota di satu lokasi atau TPA. Sementara sistem desentralisasi adalah membagi tempat pembuangan sampah kota di beberapa TPS. Adapun sistem sentradesentralisasi atau disingkat se-desentralisasi adalah menggabungkan kedua sistem tersebut dengan keberadaan TPA dan TPS.
1. Pengolahan sampah di sumber sampah Dua hal yang perlu dilakukan oleh produsen sampah. Pertama, memisahkan sampah organik dan anorganik dengan menempatkan di bak sampah yang berbeda. Hal yang kedua yaitu membakar sampah organik setiap hari minimal sekitar 10 persen dari total volume sampah yang ada hari itu. Untuk sampah anorganik sebaiknya dijual ke pemulung. Namun, jika tidak bisa dijual maka perlu dibakar atau dipisahkan dengan karung untuk dibawa oleh truk sampah. Pengolahan sampah organik menjadi kompos secara teoritis bisa dilakukan di sumber sampah. Namun, dalam praktiknya akan memerlukan banyak waktu, tempat, serta menghasilkan bau yang tidak sedap di lingkungan sekitarnya. 2. Pengolahan sampah di TPS Lokasi TPS bila mungkin berada di dalam lingkungan lokasi sumber sampah. Namun, bila tidak mungkin maka harus diupayakan lokasinya berada di kecamatan. Adapun manfaat dari PS-TPS ini adalah sebagai berikut: a. Mengurangi arus sampah kota menuju TPA b. Menjadikan model pengolahan sampah untuk setiap pasar tradisional c. Mewujudkan lingkungan pasar yang bersih d. Memberikan lapangan kerja tambahan bagi masyarakat ekonomi lemah di sekitar lokasi pasar e. Memacu semangat berkarya mengolah limbah dan mengubahnya menjadi bahan yang laku dijual f. Merupakan show window bagi para calon produsen kompos untuk dapat ditiru karena lokasi pasar yang srategis g. Memberikan kontribusi positif pada penyediaan pupuk organik sebagai alternatif lain yang kualitasnya lebih baik, harganya lebih murah, dapat dibuat sendiri dan pasokan terjamin dibandingkan pupuk kimia h. Secara tidak langsung ikut berperan dalam mewujudkan pertanian organik.
Produksi sampah (Sampah rumah tinggal, non-rumah tinggal, sampah pasar)
Diangkut oleh dinas kebersihan atau lainnya
Proses pemilihan oleh pemulung atau lainnya
Proses pemilihan Sampah taman/rumput Sampah buah/sayuran Sampah makan sisa dan lain-lain
komposting
Sampah daur ulang - karet/plastik/kulit - kayu - Botol plastik - Kaleng, kaca -
Recycling/daur ulang
Sampah non-daur ulang - batuan - tanah - keranjang bambu dan lain-lain
Bakar/buang
Gambar 3. Diagram alir pengolahan sampah di TPS
3. Pengolahan sampah di TPA Permasalahan yang umumnya terjadi pada pengelolaan sampah kota di TPA, khususnya di kota-kota besar adalah adanya keterbatasan lahan, polusi, masalah sosial dan lain-lain. Oleh karena itu, pengolahan sampah di TPA harus memenuhi prasyarat sebagai berikut : a. Memanfaatkan lahan TPA yang terbatas dengan efektif b. Memilih teknologi yang mudah, murah dan aman terhadap lingkungan c. Memilih teknologi yang memberikan produk yang bisa dijual dan memberikan manfaat sebesar-besarnya kepada masyarakat d. Produk harus dapat terjual habis (Sudradjat, 2007).
E. PEMANFAATAN SAMPAH Menurut Hadiwiyoto (1983) sampah memang dapat dimanfaatkan untuk berbagai macam bahan yang berguna, tergantung teknologi yang
digunakan. Antara lain sampah dapat dibuat untuk pupuk, gas metana, alkohol dan lain sebagainya. Berikut ini beberapa pemanfaatan sampah. a. Sampah untuk biogas Biogas banyak dibuat dari sampah hasil peternakan, yaitu dari sisasisa makanan ternak dan kotoran hewan. Tetapi pada prinsipnya biogas dapat dibuat dari segala jenis sampah organik. Yang disebut biogas sebenarnya adalah senyawa metana (CH4). Sering pula disebut dengan nama “sewerage gas”, bioenergi, RDF (refuse-derived fuel = bahan bakar dari sampah) dan merupakan bahan bakar masa datang. Penggunaan biogas untuk keperluan rumah tangga sebagai sumber energi sangat menguntungkan. Apabila dibandingkan dengan bahan bakar tradisional (misalnya kayu). Sadar akan keuntungan yang dapat diperoleh dari biogas disamping dapat memanfaatkan sampah yang seharusnya dibuang, maka sekarang banyak negara yang memproduksi biogas termasuk Indonesia. b. Sampah untuk alkohol Metanol dan etanol pada dasarnya adalah senyawa yang tergolong alkohol, yang dapat digunakan sebagai bahan bakar. Metanol dapat dibuat dengan cara sintesa, sedangkan etanol umumnya dengan cara fermentasi. Dengan cara sintesa, metanol dibuat dengan mereaksikan metana dan uap air sehingga terjadi gas karbon monoksida dan gas hidrogen. Dari prinsip dasar ini, metanol dapat pula dibuat dari bahan-bahan berkarbohidrat termasuk sampah. Sampah banyak mengandung selulosa yang berarti merupakan sumber karbon, hidrogen dan oksigen. c. Pengomposan sampah Kompos adalah hasil proses pengomposan, yaitu suatu cara untuk mengkonversikan bahan-bahan organik menjadi bahan yang telah dirombak lebih sederhana dengan menggunakan aktivitas mikroba, semacam perombakan yang terjadi pada bahan organik dalam tanah oleh bakteria tanah. Kompos dapat dibuat dari sampah padatan maupun sampah cairan.
Kompos adalah bahan-bahan organik (sampah organik) yang telah mengalami
proses
pelapukan
karena
adanya
interaksi
antara
mikroorganisme (bakteri pembusuk) yang bekerja di dalamnya. Kompos yang dihasilkan dari pengomposan sampah dapat digunakan untuk menguatkan struktur lahan kritis, menggemburkan kembali lahan pertanian, menggemburkan kembali tanah pertamanan, sebagai bahan penutup sampah di TPA, reklamasi pantai pasca penambangan dan sebagai media tanam, serta mengurangi penggunaan pupuk kimia. Penggunaan kompos sebagai pupuk sangat baik karena dapat memberikan beberapa manfaat, antara lain: a. Menyediakan unsur hara bagi tanah b. Menggemburkan tanah c. Memperbaiki struktur dan tekstur tanah d. Meningkatkan porositas, aerasi dan komposisi mikroorganisme tanah e. Meningkatkan daya ikat tanah terhadap air f. Memudahkan pertumbuhan akar tanaman g. Menyimpan air tanah lebih lama h. Mencegah lapisan kering pada tanah i. Mencegah beberapa penyakit akar j. Menghemat pemakaian pupuk buatan k. Menurunkan aktivitas mikroorganisme yang merugikan (Deddy, 2005 di dalam Rohendi, 2005). Deddy (2005) di dalam Rohendi (2005) mengatakan bahwa Indonesia sebagai negara bercorak agraris didominasi kegiatan-kegiatan usaha yang banyak membutuhkan pupuk. Kompos yang bersifat dan berfungsi sebagai pupuk memiliki potensi pasar yang besar. Sementara bahan baku yang tersedia berupa sampah dengan sebagian besar komposisinya adalah bahan organik, cukup melimpah. Gambaran timbulan sampah di Kota Metropolitan dan kota-kota lainnya dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Timbulan sampah dan pengomposan di kota metropolitan dan kota lainnya. Pengomposan (ton/hari)
komposisi No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Kota/Kabupaten
DKI Jakarta Kota Bogor Kota Depok Kota Tangerang Kota Bekasi Kab. Bekasi Kota Bandung Kab. Bandung Kota Cirebon Kab. Serang Jumlah
Timbulan Ton/hari 6,400 526 675 784 1,063 287 1,625 1,857 150 1,062 14,429
Organik (%) 65 75.27 66 80 76 70 60 65 93 80 730.27
Non organik (%) 35 24.73 34 20 24 30 40 25 7 20 259.73
Bahan
Hasil
220 80 120
55 20 30
120 108
30 27 19
76 724
181
d. Sampah untuk makanan ternak dan macam-macam kegunaan lainnya Semua sampah organik yang berasal dari pasar, restoran/hotel dan rumah tangga dapat dijadikan pakan bagi ternak kambing dan sapi potong. Sampah organik tersebut dapat diberikan langsung atau diproses terlebih dahulu (Djajakirana et al, 2005 di dalam Rohendi, 2005). Pemanfaatan lainnya dari sampah antara lain dapat pula digunakan untuk makanan ternak (babi) (Sinar Harapan, 27 Nopember 1981 di dalam Hadiwiyoto, 1983) dan beberapa macam bahan bangunan misalnya batu tiruan (brick), papan, atau bahan-bahan pengisi, terutama untuk jenis-jenis sampah tertentu yang biasanya merupakan sampah hasil pertanian atau agroindustri, misalnya sekam, batang jagung, jerami, bagasse dan sebagainya. Tetapi cara pemanfaatan seperti ini baru dalam taraf skala penelitian belum merupakan skala industri.
F. ANALISIS ENERGI Analisis energi merupakan analisis yang sifatnya obyektif dengan melalui perhitungan jumlah fisik energi yang terdapat pada suatu proses, sistem dan lain-lainnya (Beardsworth, 1975 di dalam Budianto, 1990). Analisis energi bertujuan menghitung nilai energi yang digunakan dalam
setiap tahap di dalam suatu sistem secara keseluruhan. Banyak ahli mengatakan bahwa analisa energi merupakan suatu alat dalam menentukan kebijakan. Akhir-akhir ini analisis energi banyak digunakan untuk memahami dan memperbaiki bagaimana, dimana dan kapan energi digunakan secara efisiensi dan efektif terutama energi yang dalam bentuk bahan bakar yang nantinya dipakai sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan. Oleh karena itu informasi yang diperoleh dari analisa dapat membantu proses pengambilan keputusan dengan: a. Pengukuran dampak suatu kebijakan konsumsi energi secara umum, pespesifikasian perubahan konsumsi yang dapat diantisipasi dalam bentuk, tipe, jumlah dan laju pemakaian energi. b. Perbandingan kelayakan sosial ekonomi energi (prioritas investasi, pelestarian lingkungan, tenaga kerja dan lain-lain) yang dikaitkan dengan teknologi produksi energi alternatif. c. Pengidentifikasian perubahan proses yang mungkin akan meningkatkan atau menurunkan konsumsi energi. d. Melengkapi dengan ukuran dampak perubahan proses laju produksi dan konsumsi energi. e. Pengidentifikasian kemungkinan substitusi bahan bakar minyak dan dampaknya terhadap laju produksi dan konsumsi energi (Abdullah dkk, 1998).