BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Penyalahgunaan Minuman Beralkohol Pada Remaja 1. Pengertian Penyalahgunaan adalah proses, cara, perbuatan menyeleweng untuk melakukan sesuatu yang tidak sepatutnya atau menggunakan sesuatu tidak sebagaimana mestinya (Salim dan Salim, 1991). Penyalahgunaan NAZA termasuk didalamnya alkohol adalah penggunaan obat atau zat tanpa petunjuk dokter atau ahli kesehatan (Wulandari, 1999). Hal ini didukung oleh Chaplin (1999) bahwa penyalahgunaan minuman alkohol adalah keadaan atau kondisi seseorang yang minum-minuman yang mengandung alkohol berkadar tinggi terlalu banyak dan dijadikan kebiasaan minumminuman adalah baik jika sesuai aturan, namun apabila terlalu banyak atau berlebihan menjadi tidak baik lagi. Menurut The American Psychiatric Diagnostic and Statistical Manual (dikutip Rivers, 1994) bahwa alcohol abuse atau penyalahgunaan alkohol adalah penyakit yang didapat paling tidak 1 bulan yang mengarah pada kerusakan sosial atau pekerjaan. 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi Ada beberapa faktor yang mempengaruhi penyalahgunaan minuman beralkohol (Karamoy, 2004).
8
a. Faktor internal individu 1) Faktor kepribadian anak, antara lain adanya gangguan kepribadian, kurang rasa percaya diri atau rendah diri adanya kepahitan, gangguan emosi dan kehendak dan cara berfikir yang keliru. 2) Pengaruh usia, remaja anak masih kurang pengalaman, kurang pengertian dan penalaran. Mudah terpengaruh oleh lingkungan dan hal-hal yang baru dialami. 3) Pandangan atau keyakinan yang keliru, karena kurangnya pengertian yang dimiliki dan anak mendapatkan informasi yang keliru namun tidak disadari, maka anak akan terjerumus kedalam kekeliruan sehingga membahayakan diri sendiri. 4) Religiusitas yang rendah, kurang pengertian Allah Tuhannya maka anak kurang mengenal kontrol diri dan etika moral yang terkandung didalam ajaran agama. 5) Ego yang tidak realistis, yang tidak mengenal diri sendiri dengan baik, tidak ada keyakinan akan dirinya, tidak tahu dimana tempatnya biasanya akan mudah terombang-ambing oleh keadaan dan mudah hanyut oleh pengaruh lingkungan. b. Faktor eksternal individu atau faktor lingkungan 1) Faktor keluarga Keluarga yang tidak harmonis dan suasana keluarga yang tidak baik, tidak ada perhatian cinta dan kasih sayang, tidak ada ketenangan membuat anak tidak nyaman di rumah dan akibatnya
9
anak mencari kesenangan di luar rumah atau di lingkungan sekitarnya. 2) Lingkungan tempat tinggal Lingkungan hidup sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan jiwa anak. Di daerah hitam atau lampu merah, anak akan menganggap kejahatan atau perbuatan asusila adalah hal yang wajar. Terlebih lagi kalau sampai anak berkelompok dengan orang-orang yang nakal, pasti anak akan menjadi nakal pula. 3) Keadaan di sekolah Sekolah adalah tempat para sebaya remaja bertemu dan bergaul dengan leluasa. Banyak anak menjadi nakal akibat di sekolah tidak dapat membina hubungan dengan anak yang baik, akan tetapi malahan akrab atau mendapatkan teman yang nakal sehingga anak menjadi nakal bersamanya. 4) Pendidikan Selain ilmu pengetahuan anak juga perlu mendapatkan pendidikan moral dan kepribadian, yang dasarnya di peroleh dari keluarga dan di sekolah. Tidak pandai membawa diri, dan awal dari sikap tidak bersahabat atau anti sosial. Dampak
sosial
dari
penyalahgunaan
alkohol
terhadap
penyalahgunaan seperti menurunnya efektifitas dan kemampuan belajar dan bekerja, menurunnya produktifitas kerja. Dampak pada keluarga dapat merusak hubungan kekeluargaan, sedangkan bagi masyarakat, dampak
10
yang paling dirasakan adalah meningkatnya tindak kriminalitas, gangguan ketertiban dan keamanan. Hal ini dikarenakan untuk memenuhi kebutuhannya akan alkohol. Pemakai tidak segan-segan untuk berbohong mencuri, melacurkan diri, melakukan tindak kekerasan. Selain itu penyalahgunaan alkohol juga berkontribusi terhadap meningkatnya angka kecelakaan lalu lintas yang disebabkan oleh pengemudi dibawah pengruh alkohol. 3. Pengaruh Alkohol Pengaruh alkohol menurut Martono (2006), antara lain: a. Pengaruh segera alkohol setelah pemakaian 1). Kemampuan mengendarai motor terganggu, kehilangan koordinasi, salah menilai, refleksi lambat. 2). Pusing, kulit menjadi merah, merasa gembira dan rileks 3). Perasaan dan ingatan menjadi tumpul 4). Dosis tinggi menyebebkan mabuk, bicara cedal, penglihatan ganda, inveral tumpul, kendali diri berkurang, dan tidak sadarkan diri. b. Pengaruh jangka panjang Terjadi “hangover” (pengaruh sisa) sehingga merasa mual, sakit kepala, pencernaan terganggu, pikiran tidak jernih, seluruh tubuh sakit, dehidrasi (kehilangan cairan).
11
c. Pengaruh pada system tubuh manusia 1). Susunan syaraf pusat : memperlambat fungsi otak yang mengontrol pernafasan dan denyut jantung sehingga dapat menimbulkan kematian. Dapat menyebabkan hilangnya memori (amnesia), sakit jiwa, kerusakan tetap pada otak dan system syaraf. 2). System pernafasan Memperlambat pernafasan dan denyut jantung, sehingga dapat menimbulkan kematian. 3). Sistem pencernaan a). Dapat menyebabkan luka dan radang lambung serta hati. b). Dapat
menyebabkan kanker
mulut, kerongkongan dan
lambung. c). Selera makan hilang dan kekurangan vitamin d). Menyebabkan peradangan dan pengerasan (serosis) hati. 4). System jantung dan pembuluh darah a). Dapat menyebabkan pembengkakan pada jantung. b). Dapat menyebabkan kegagalan fungsi jantung. 5). System reproduksi dan pengaruh pada bayi a). Dapat menyebabkan cacat pada bayi yang dikandung ibu peminum
alkohol,
meningkatnya
aborsi
dan
kelahiran
premature. b). Dapat menyebabkan impotensi pada pria.
12
Semua orang tahu tentang pengaruh buruknya minuman keras. Minuman keras menghancurkan manusia karena dapat merusak pikiran, mental,
kesehatan
dan
kemampuan
bekerja
serta
menyebabkan
keputusasaan, kemiskinan dan bunuh diri. Minuman keras dapat menghancurkan
kehidupan
keluarga
karena
merangsang
perilaku
berbahaya, seperti ketidakpedulian dan kekerasan. Keppres No.3 tahun 1997 tentang pengawasan dan pengendalian minuman beralkohol pasal 3 ayat (1): minuman beralkohol dibagi menjadi 3 golongan: Golongan A yaitu kadar etanol 1-5% (contohnya bir bintang, green sand), Golongan B yaitu kadar 5-20% (contohnya anggur, malaga), Golongan C yaitu kadar etanol 20-55% (contohnya brandy, whisky). Pasal 3 ayat (2): untuk golongan B dan C produksi, pengedaran dan penjualannya ditetapkan sebagai barang dalam pengawasan. Pasal 5 ayat (1): Golongan B dan C tidak boleh dijual ditempat umum kecuali di hotel, bar, restoran dan tempat yang ditentukan oleh Bupati,/Walikota, kepala daerah tingkat II dan Gubernur DKI (khusus DKI). Pasal 5 ayat (2): yang dimaksud tempat tertentu itu tidak boleh dekat tempat ibadah, sekolahan, rumah sakit, dan tempat tertentu lain yang ditentukan oleh pejabat tersebut diatas (Istiqomah, 2005). 4. Tingkat pemakaian alkohol Menurut Konsensus Fakultas Kedokteran Unversitas Indonesia tahun 2000, tingkat pemakaian alkohol dikategorikan dalam 5 kelompok:
13
Wresniwiro (2000), mengklasifikasikan penyalahgunaan alkohol diantaranya sebagai berikut: a. Tingkat Eksperimental (Experimental User) Adalah tingkat pemakaian dengan tujuan hanya mencoba untuk memenuhi rasa ingin tahu atau karena sebab lain (misalnya pengaruh teman). Mereka memakai sekali atau beberapa kali. Sebagian besar kemudian berhenti dan tidak memakai lagi. b. Tingkat Sosial atau Rekreasi (Social User) Adalah penggunaan zat dengan tujuan untuk bersenangsenang, misalnya pada saat rekreasi, pesta atau sedang santai. Dalam tahap ini pemakai telah merasa memperoleh manfaat tertentu dari pemakaian alcohol ini. Sebagian tidak melanjutkan pemakaiannya menjadi kebiasaan menetap dan sebagian lagi meningkat pada tahap selanjutnya. c. Tingkat Situasional (Situational User) Adalah pemakaian dengan tujuan menghilangkan perasaan yang tidak menyenangkan (kekecewaan, kesedihan, ketegangan) atau melarikan diri dari situasi tersebut. d. Tingkat Penyalahgunaan (Abuse User) Merupakan pemakaian yang dilakukan secara teratur diluar batas yang wajar dengan pola patologis dan telah terjadi gangguan fungsi social atau pekerjaan.
14
e. Tingkat Ketergantungan (Kompulsive Dependent User) Adalah pemakaian zat yang menimbulkan toleransi dan gejala putus zat apabila dihentikan atau dikurangi. Dalam tahap ini penderita tidak dapat melepaskan diri dari zat dan terpaksa harus memakai karena ia tidak dapat menanggulangi gejala putus zat. Akibat ia memakai alkohol untuk jangka panjang, walaupun ia sudah merasakan dampak negatif dari pemakaian zat tersebut. 5. Aspek-aspek perilaku penyalahgunaan alkohol Perilaku penyalahgunaan alkohol seperti perilaku pada umumnya, dibentuk dari aspek-aspek perilaku sebagai berikut: (Twiford, dikutip Indarsih, 2003). a. Frekuensi. Frekuensi dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia diartikan sebagai kekerapan
(Poerwadarminta,
1995),
sedangkan
Badudu
mengungkapkan frekuensi adalah kekerapan atau ketinggian jumlah (Badudu, 1994). Pendapat lain yang dituangkan pada kamus Bahasa Indonesia Kontemporer adalah sejumlah pengulangan kejadian tertentu yang teratur (Salim, 1991). Pengertian kekerapan akan lebih diperjelas artinya sebagai seberapa sering sesuatu hal atau kejadian mengalami perulangan (Poerwadarminta, 1995). Frekuensi sangatlah bermanfaat untuk mengetahui sejauh mana perilaku penyalahgunaan alkohol sering muncul atau tidak.
15
b. Lamanya berlangsung. Waktu yang di perlukan seseorang dalam melakukan setiap tindakan dari pertama menggunakan alkohol hingga sekarang. c. Intensitas. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Poerwadarminta, 1999) intensitas adalah suatu keadaan, tingkatan, atau ukuran intensnya. Irwanto (1994) menambahkan intensitas adalah kuat lemahnya penginderaan terhadap rangsang tertentu. Aspek ini digunakan untuk mengukur kuat lemahnya dan seberapa dalam remaja mengkonsumsi alkohol.
B. Remaja Istilah Adolescence atau remaja berasal dari kata adolescere (kata bendanya adolescentia yang berarti remaja) yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa (Hurlock, 1996). Remaja adalah individu yang sedang mengalami masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju ke masa dewasa, yang pada masa tersebut terjadi perkembangan-perkembangan baik fisik, psikologis, dan sosial. Hal serupa juga dikemukakan oleh Atkinson (1991) bahwa masa remaja adalah masa transisi atau masa peralihan dari masa kanakkanak ke masa dewasa. Piaget (dikutip Hurlock, 1992) mengatakan secara psikologis masa remaja adalah usia saat individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak-anak tidak lagi meras dibawah tingkat orang-orang yang lebih
16
tua, melainkan berada dalam tingkat yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak. Mereka tidak dapat dan tidak mau lagi diperlakukan sebagai kanak-kanak karena mereka sekarang hidup dengan orang dewasa, didalam masyarakat orang dewasa menuntut penyesuaian dengan orang dewasa. Remaja memiliki proses perkembangan yang sangat kompleks, sehingga sering menimbulkan permasalahan baik pada remaja itu sendiri maupun lingkungannya. Hal ini didukung oleh Tambun (dikutip Hartanti, 2002) bahwa remaja adalah masa perkembangan yang penuh dinamik, warna dan gejolak. Hal senada juga diutarakan oleh Monks (1992) bahwa masa remaja merupakan salah satu tahap dalam perkembangan manusia, seperti dalam masa perkembangan yang lainnya, masa ini mempunyai ciri-ciri khusus seperti susah diatur, mudah terangsang perasaannya, dan lain sebagainya. WHO menetapkan batasan usia 10-20 tahun sebagai batasan usia remaja (Sarwono, 1995). Kaplan dan Sadock dalam bukunya Sinopsis Psikiatri, menyebutkan fase remaja terdiri atas remaja awal (11-14 tahun), remaja tengah (14-17 tahun), dan remaja akhir (17-20 tahun). Hurlock (dikutip Hartanti, 2002) menyatakan bahwa masa remaja dimulai sekitar usia 12 tahun sampai dengan usia 21 tahun. Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Gunarsa, bahwa rentang usia remaja berlangsung antara 12 tahun sampai dengan 21 tahun. Rentang ini disebabkan karena masa remaja dibagi menjadi 3 periode yaitu : a. Masa remaja awal, dimulai dari usia 12 tahun sampai usia 15 tahun. b. Masa remaja tengah, dimulai dari usia 15 tahun sampai usia 17 tahun.
17
c. Masa remaja akhir, dimulai dari usia 17 tahun sampai usia 21 tahun.
C. Konsep Diri Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepecayaan dan pendirian yang diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam berhubungan dengan orang lain (Stuart dan Sundeen, 1998). Hal ini termasuk persepsi individu akan sifat dan kemampuannya, interaksi dengan orang lain dan lingkungannya, nilai-nilai yang berkaitan dengan pengalaman dan objek, tujuan serta keinginannya. Sedangkan menurut Beck, Willian dan Rawlin (1986) menyatakan bahwa konsep diri adalah cara individu memandang dirinya secara utuh, baik fisikal, emosional intelektual, sosial dan spiritual 1. Faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri Menurut Stuart dan Sundeen ada beberapa faktor – faktor yang mempengaruhi perkembangan konsep diri . Faktor – faktor tersebut terdiri dari teori perkembangan, Significant Other (orang yang terpenting atau yang terdekat) dan Self Perception (persepsi diri sendiri). a. Teori perkembangan Konsep diri belum ada waktu lahir, kemudian berkembang secara bertahap sejak lahir, seperti mulai mengenal dan membedakan dirinya dan orang lain. Dalam melakukan kegiatan memiliki batasan diri yang terpisah dari lingkungan dan berkembang melalui kegiatan eksplorasi lingkungan melalui bahasa, pengalaman atau pengenalan
18
tubuh,
nama
panggilan,
pengalaman
budaya
dan
hubungan
interpersonal, kemampuan pada area tertentu yang dinilai oleh diri sendiri atau masyarakat serta aktualisasi diri dengan merealisasi potensi yang nyata. 1). Significant Other (orang yang terpenting atau yang terdekat ) Dimana konsep diri dipelajari melalui kontak dan dengan orang lain, belajar diri sendiri melalui cermin orang lain yaitu dengan cara pandangan diri merupakan interprestasi diri pandangan orang lain terhadap diri, anak sangat dipengaruhi orang yang dekat, remaja dipengaruhi oleh orang lain yang dekat dengan dirinya, pengaruh orang dekat atau orang penting sepanjang siklus hidup, pengaruh budaya dan sosialisasi. 2). Self Perception ( persepsi diri sendiri ) Yaitu persepsi individu terhadap diri sendiri dan penilaiannya, serta persepsi individu terhadap pengalamannya akan situasi tertentu. Konsep diri dapat dibentuk melalui pandangan diri dan pengalaman yang positif. Sehingga konsep merupakan aspek yang kritikal dan dasar dari perilaku individu. Individu dengan konsep diri yang positif dapat berfungsi lebih efektif
dilihat dari kemampuan interpersonal, kemampuan
intelektual dan penguasaan lingkungan. Sedangkan konsep diri yang negatif dapat dilihat dari hubungan individu dan sosial yang terganggu.
19
Menurut Stuart dan Sundeen (1991) penilaian tentang konsep diri dapat dilihat berdasarkan rentang respon konsep diri yaitu : Respon Adaptif .
Respon Maladaptif
Aktualisasi Konsep diri Harga diri diri positif rendah
Kekacauan identitas
Depersonalisasi
Respon konsep diri sepanjang rentang sehat sakit berkisar dari status aktualisasi diri yang paling adaptif sampai status kerancuan identitas yang lebih maladaptif serta depersonalisasi. Kerancuan identitas merupakan suatu kegagalan individu untuk mengintegrasikan berbagai
identifikasi
masa
kanak-kanak
kedalam
kepribadian
psikososial dewasa yang harmonis. Depersonalisasi ialah suatu perasaan tak realistis dan keasingan dari diri sendiri. 2. Pembagian konsep diri Konsep diri terbagi menjadi beberapa bagian. Pembagian konsep diri tersebut di kemukakan oleh Stuart dan Sundeen (1991), yang terdiri dari : a. Gambaran diri (body Gambaran diri adalah sikap seseorang
terhadap tubuhnya
secara sadar dan tidak sadar. Sikap ini mencakup persepsi dan perasaan tentang ukuran, bentuk, fungsi penampilan dan potensi tubuh saat ini dan masa lalu yang secara berkesinambungan dimodifikasi dengan pengalaman baru setiap individu (Stuart dan Sundeen, 1991).
20
Sejak lahir individu mengeksplorasi bagian tubuhnya, stimulus dari orang lain, kemudian mulai memanipulasi lingkungan dan mulai sadar dirinya terpisah dari lingkungan (Keliat, 1992 ). Gambaran
diri
(Body
Image)
berhubungan
dengan
kepribadian. Cara individu memandang dirinya mempunyai dampak yang penting pada aspek psikologinya. Pandangan yang realistis terhadap dirinya menerima dan mengukur bagian tubuhnya akan lebih rasa aman, sehingga terhindar dari rasa cemas dan meningkatkan harga diri (Keliat, 1992). Individu yang stabil, realistis dan konsisten terhadap gambaran diri akan memperlihatkan kemampuan yang mantap terhadap realisasi yang akan memacu sukses dalam kehidupan. Beberapa gangguan
pada gambaran diri tersebut dapat
menunjukan tanda dan gejala, seperti : 1). Syok Psikologis. Syok Psikologis merupakan reaksi emosional terhadap dampak perubahan dan dapat terjadi pada saat pertama tindakan. Syok psikologis digunakan sebagai reaksi terhadap ansietas. Informasi yang terlalu banyak dan kenyataan perubahan tubuh membuat klien menggunakan mekanisme pertahanan diri seperti mengingkari, menolak dan proyeksi untuk mempertahankan keseimbangan diri.
21
2). Menarik diri. Klien menjadi sadar akan kenyataan, ingin lari dari kenyataan, tetapi karena tidak mungkin maka klien lari atau menghindar secara emosional. Klien menjadi pasif, tergantung, tidak ada motivasi dan keinginan untuk berperan dalam perawatannya. 3). Penerimaan atau pengakuan secara bertahap. Setelah klien sadar akan kenyataan maka respon kehilangan atau berduka muncul. Setelah fase ini klien mukai melakukan reintegrasi dengan gambaran diri yang baru. Tanda dan gejala dari gangguan gambaran diri diatas adalah proses yang adaptif, jika tampak gejala dan tanda – tanda berikut secara menetap maka respon klien dianggap maladaptif sehingga terjadi gangguan gambaran diri yaitu : Menolak untuk melihat dan menyentuh bagian yang berubah, tidak dapat menerima perubahan struktur dan fungsi tubuh, mengurangi kontak sosial sehingga terjadi menarik diri, perasaan atau pandangan negatif terhadap tubuh, preokupasi dengan bagian tubuh atau fungsi tubuh yang hilang, mengungkapkan keputusasaan, mengungkapkan ketakutan ditolak, depersonalisasi, menolak penjelasan tentang perubahan tubuh.
22
b. Ideal diri Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaimana ia harus berperilaku berdasarkan standart , aspirasi, tujuan atau penilaian personal tertentu (Stuart and Sundeen, 1991). Standart dapat berhubungan dengan tipe orang yang akan diinginkan atau sejumlah aspirasi, cita – cita, nilai – nilai yang ingin dicapai. Ideal diri akan mewujudkan cita – cita, nilai – nilai yang ingin dicapai. Ideal diri akan mewujudkan cita – cita dan harapan pribadi berdasarkan norma sosial (keluarga budaya) dan kepada siapa ingin dilakukan. Ideal diri mulai berkembang pada masa kanak – kanak yang dipengaruhi orang yang penting pada dirinya yang memberikan keuntungan dan harapan pada masa remajaideal diri akan dibentuk melalui proses identifikasi pada orang tua, guru dan teman. Menurut
Keliat
(1998)
ada
beberapa
faktor
yang
mempengaruhi ideal diri yaitu kecenderungan individu menetapkan ideal pada batas kemampuannya, faktor budaya akan mempengaruhi individu menetapkan ideal diri, ambisi dan keinginan untuk melebihi dan berhasil, kebutuhan yang realistis, keinginan untuk mengklaim diri dari kegagalan, perasaan cemas dan rendah diri, kebutuhan yang realistis, keinginan untuk menghindari kegagalan, perasaan cemas dan rendah diri.
23
Agar individu mampu berfungsi dan mendemonstrasikan kecocokan anyara persepsi diri dan ideal diri. Ideal diri ini hendaknya ditetapkan tidak terlalu tinggi, tetapi masih lebih tinggi dari kemampuan agar tetap menjadi pendorong dan masih dapat dicapai (Keliat,1992). c. Harga diri Harga diri adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai dengan menganalisa seberapa jauh prilaku memenuhi ideal diri (Stuart and Sundeen, 1991). Frekuensi pencapaian tujuan akan menghasilkan harga diri yang rendah atau harga diri yang tinggi. Jika individu sering gagal, maka cenderung harga diri rendah. Harga diri diperoleh dari diri sendiri dan orang lain. Aspek utama adalah di cintai dan menerima penghargaan dari orang lain (Keliat, 1992). Biasanya harga diri sangat rentan terganggu pada saat remaja dan usia lanjut. Dari hasil riset ditemukan bahwa masalah kesehatan fisik mengakibatkan harga diri rendah. Harga diri tinggi terkait dengan ansietas yang rendah, efektif dalam kelompok dan diterima oleh orang lain. Sedangkan harga diri rendah terkait dengan hubungan interpersonal yang buruk dan beresiko terjadi depresi dan skizofrenia.
24
d. Peran Peran adalah sikap dan perilaku nilai serta tujuan yang diharapkan dari seseorang berdasarkan posisinya di masyarakat (Keliat, 1992). Peran yang ditetapkan adalah peran dimana seseorang tidak punya pilihan, sedangkan peran yang diterima adalah peran yang terpilih atau dipilih oleh individu. Posisi dibutuhkan oleh individu sebagai aktualisasi diri. Harga diri yang tinggi merupakan hasil dari peran yang memenuhikebutuhan dan cocok dengan ideal diri. Posisi di masyarakat dapat merupakan stressor terhadap peran karena struktur sosial yang menimbulkan kesukaran, tuntutan serta posisi yang tidak mungkin dilaksanakan (Keliat, 1992). e. Identitas Identitas adalah kesadaran akan diri sendiri yang bersumber dari observasi dan penilaian yang merupakan sintesa dari semua aspek konsep diri sendiri sebagai satu kesatuan yang utuh (Stuart and Sundeen, 1991). Seseorang yang mempunyai perasaan identitas diri yang kuat akan yang memandang dirinya berbeda dengan orang lain. kemandirian timbul dari perasaan berharga (aspek diri sendiri), kemampuan dan penyesuaian diri. Seseorang yang mandiri dapat mengatur dan menerima dirinya. Identitas diri terus berkembang sejak masa kanak-kanak bersamaan
25
dengan perkembangan konsep diri. Hal yang penting dalam identitas adalah adalah jenis kelamin (Keliat, 1992). Identitas jenis kelamin berkembang sejak lahir secara bertahap dimulai dengan konsep lakilaki dan wanita banyak dipengaruhi oleh pandangan dan perlakuan masyarakat terhadap masing-masing jenis kelamin tersebut. Perasaan dan perilaku yang kuat akan identitas diri individu dapat ditandai dengan memandang dirinya secara unik, merasakan dirinya berbeda dengan orang lain, merasakan otonomi : menghargai diri, percaya diri, mampu diri, menerima diri dan dapat mengontrol diri, mempunyai persepsi tentang gambaran diri, peran dan konsep diri. 3. Bentuk perubahan terkait dengan gangguan konsep diri a. Perilaku yang berhubungan dengan harga diri Perilaku yang berhubungan dengan harga diri menurut Stuart dan Sundeen (1998) terdiri dari mengkritik diri sendiri atau orang lain, penurunan produktivitas, destruksi yang diarahkan pada orang lain, gangguan dalam berhubungan, rasa diri penting yang berlebihan, perasaaan tidak mampu, rasa bersalah, mudah tersinggung atau marah yang
berlebihan,
ketegangan bertentangan,
peran
perasaan yang
negatif
dirasakan,
keluhan fisik,
mengenai
gambaran
pandangan
hidup
diri, yang
penolakan terhadap kemampuan
personal, destruksi terhadap dirinya sendiri, pengurangan diri, menarik
26
diri secara social, penyalahgunaan zat, menarik dari realitas dan khawatir. b. Perilaku yang berhubungan dengan kerancuan identitas(Stuart dan Sundeen, 1998): tak ada kode moral, sikap kepribadian yang bertentangan, hubungan interpersonal eksploitatif, perasaan hampa, perasaan mengambang, kerancuan gender, tingkat ansietas yang tinggi, ketidakmampuan untuk empati dengan orang lain, masalah intimasi. c. Perilaku yang berhubungan dengan depersonalisasi 1) Afektif, meliputi: mengalami kehilangan identitas, perasaan terpisah dari diri sendiri, perasaan tidak aman, rendah, takut dan malu, perasaan tidak realistis, rasa tergolong yang kuat, kurang rasa kesinambungan dalam diri, ketidakmampuan untuk mencari kesenangan atau perasaan untuk mencapai sesuatu. 2) Perseptual, meliputi: halusinasi pendengaran dan penglihatan, kesulitan membedakan diri sendiri dengan orang lain, gangguan citra tubuh, menganggap dunia seperti dalam mimpi. 3) Kognitif, meliputi: bingung, disorientasi waktu, gangguan berfikir, gangguan daya ingat, gangguan penilaian, adanya kepribadian yang tidak terpisah dalam diri orang yang sama. 4) Perilaku, meliputi: afek yang tumpul, keadaan emosi yang pasif dan
tidak
berespon,
komunikasi yang
tidak serasi
atau
idiosinkratik, kurang spontanitas dan animasi, kehilangan kendali
27
terhadap impuls, kehilangan kemampuan untuk memulai dan membuat kepuasan, menarik diri secara sosial.
D. Hubungan konsep diri remaja dengan penyalahgunaan alkohol. Era yang modern ini sangatlah penting bagi seorang remaja untuk memahami maupun untuk mengenal konsep diri. Melalui pemahaman dapat mengenal siapa dirinya yang sebenarnya, seperti apakah dia, dan bagaimana cara dia menjaga diri serta mempebaiki diri menjadi lebih baik lagi. Menurut C.J Rogers konsep diri merupakan gambaran tentang diri sendiri terhadap evaluasi terhadap gambaran tersebut. Menurut Hurlock, E.B, konsep diri merupakan jumlah total dari ide-ide atau gagasan tentang apa dan siapa dia. Kondisi keluarga yang kurang harmonis juga merupakan faktor yang sangat berperan terhadap penyalahgunaan alkohol pada remaja. Kondisi keluarga yang tidak baik atau disfungsi keluarga memberikan kontribusi yang sangat besar dalam penyalahgunaan alkohol (Rutter dalam Irwan, 1995). Tidak bisa disangkal bahwa penyalahgunaan alkohol memberikan dampak negatif bagi banyak orang. Beberapa dampak sosial yang bisa ditimbulkan pada penyalahgunaan alkohol adalah memacu tindakan tidak bermoral, merusak hubungan kasih sayang antar anggota keluarga, menimbulkan beban ekonomi dan sosial yang sangat besar di masyarakat (anonim, 2007, http://www.kadin-indonesia.gi.id, 06-04-2009). Semua itu tidak lepas dari peran orang tua, lingkungan keluarga. Orang tua diharapkan
28
dapat mengkomunikasikan tentang betapa pentingnya kesehatan terutama di masa remaja yang merupakan masa pencarian jati diri. Hasil penelitian Alaina (2002) menemukan bahwa konsep diri yang negatif atau rendah berbanding terbalik dengan gaya hidup hedonisme, dimana tingginya gaya hidup hedonisme salah satunya yang diberikan oleh konsep diri negatif. Gaya hidup hedonisme yang banyak dianut oleh kawula muda dan bahkan orang dewasa saat ini, sangat mengagung-agungkan segala bentuk kesenangan, foya-foya dan hura-hura, meski tak jarang pesta atau hura-hura yang di gelar oleh mereka yang berseberangan dengan pranata sosial dan norma-norma agama, misalnya adalah perilaku dengan minuman beralkohol. Kegagalan
remaja
dalam
menguasai
keterampilan
sosial
akan
menyebabkan mereka sulit menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar. Sehingga timbul rasa rendah diri, dikucilkan dari pergaulan, cenderung berperilaku normatif, misalnya asosial ataupun antisosial. Bahkan yang lebih ekstrem bisa menyebabkan gangguan jiwa, kenakalan remaja, tindakan kriminal, tindakan kekerasan dsb (Apriyanti, 2006). Proses terbentuknya konsep diri seseorang, evaluasi dan penilaian orang lain sangat mempengaruhi terbentuknya pandangan atau penilaian individu terhadap dirinya sendiri. Di samping itu, dalam diri individu terdapat konsep diri yang ideal atau gambaran diri yang sesungguhnya didambakan oleh individu. Artinya , konsep diri yang ideal ini sangat berpengaruh dalam diri individu, karena bila reaksi lingkungan memiliki intensitas yang tinggi, maka
29
akan semakin kuat pula konsep diri tersebut. Sebaliknya bila reaksi lingkungan menjadi lemah, maka akan semakin berkurang atau lemah konsep diri tersebut (Hurlock dalam Ismail, 2001). E. Kerangka Teori Penyebab penyalahgunaan p alkohol: a. Faktor internal •
Kepribadian anak
•
Pengaruh usia
•
Pandangan atau keyakinan yang keliru
•
Religiusitas yang rendah
•
Ego yang tidak realistis
Tingkat pemakaian alkohol pada remaja
b. Faktor eksternal •
Keluarga
•
Lingkungan tempat tinggal
•
Sekolah
•
Pendidikan
Menurut Karamoy (2004) Gambar 2.1 Kerangka Teori
30
F. Kerangka Konsep Konsep Diri
Tingkat pemakaian alkohol pada remaja
Gambar 2.2 Kerangka Konsep G. Variabel penelitian Variabel bebas
: konsep diri
Variabel terikat : Tingkat pemakaian alkohol H. Hipotesis Ha
:
Ada hubungan antara konsep diri remaja dengan tingkat pemakaian alkohol di SMK Sepuluh Nopember Semarang.
Ho
:
Tidak ada hubungan antara konsep diri remaja dengan tingkat pemakaian alkohol di SMK Sepuluh Nopember Semarang.
31