OPTIMALISASI Lactococcus lactis ssp lactis 2 SEBAGAI FEED ADDITIVE PADA RANSUM LOKALAYAM BURAS (Optimization of Lactococcus lactis ssp lactis2 as a Feed Additive on local ration of Local Chicken) A. Mujnisa, Laily Agustina dan Efrain Japin Tandi Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin Makassar Jalan Perintis Kemerdekaan km 10 Tamalanrea, Makassar 90245 email:
[email protected]
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengurangi dan menekan penggunaan antibiotik sintetik sebagai feed additive dalam ransum, memperbaiki produktivitas ayam buras dan memiliki nilai ekonomis yang tinggi serta menghasilkan produk probiotik bakteri asam laktat (BAL) Lactococcus lactis ssp lactis 2 sebagai feed additive alami. Manfaat penelitian adalah dapat membantu peternak untuk memperoleh feed additive alami yang aman, murah dan mudah didapat serta menjadi suatu produk yang dapat diterima dipasar global, selain itu sebagai sumber informasi bagi industri peternakan khususnya di Sulawesi selatan dalam pemanfaatan bakteri asam laktat Lactococcus lactis ssp lactis 2 sebagai salah sumber agensia probiotik Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa: Penambahan Lactococcus lactis ssp lactis2 pada ransum tidak mempengaruhi konsumsi ransum dan kadar lemak abdominal ayam buras, tetapi mampu meningkatkan pertambahan bobot badan, menurunkan konversi ransum, menurunkan kolesterol darah, kolesterol daging, dan trigliserida serum darah serta meningkatkan persentase karkas daging ayam buras. Kata kunci : Probiotik, Lactococcus lactis ssp lactis 2, ayam buras PENDAHULUAN Peningkatan produktivitas ayam kampung/buras dapat dilakukan melalui perbaikan kuantitas dan kualitas pakan yang diberikan dengan sistem pemeliharaan intensif. Usaha yang sering digunakan peternak dalam memperbaiki produktivitas adalah penggunaan feed additive seperti antibiotik sintetik yang dimaksudkan sebagai upaya memacu pertumbuhan dan mencegah timbulnya penyakit. Penggunaan antibiotik sintetik perlu mendapat perhatian lebih terutama kaitannya dengan dampak berupa produk baik daging maupun telur yang mengandung residu antibiotik. Dalam perkembangannya, persyaratan keamanan pangan membatasi penggunaan antibiotik sebagai feed additive, karena selain sifat positifnya yang dapat menekan infeksi bakteri patogen, antibiotik juga dapat membunuh mikroba lain pada saluran pencernaan yang sifatnya menguntungkan (Purwadaria, dkk., 2003). Sehingga adopsi teknologi sangat dibutuhkan untuk mendukung produksi yang maksimal dan berkelanjutan, dengan memperhatikan keamanan dan kesehatan produk. Salah satu adopsi teknologi yang dapat dilakukan dalam mengatasi masalah tersebut diatas adalah dengan pemanfaatan BAL Lactococcus lactis ssp lactis 2 yang telah berhasil diisolasi pada rangkaian penelitian sebelumnya dan telah dilakukan pengujian secara
122
in vitro memenuhi syarat untuk dijadikan sebagai probiotik dan pengujian secara in vivo sebagai feed additive pada ransum ayam broiler mampu memperbaiki performa broiler (Mujnisa, 2012). Penelitian ini bertujuan untuk mengurangi dan menekan penggunaan antibiotik sintetik sebagai feed additive dalam upaya untuk memperbaiki produktivitas ayam buras pedaging dan bernilai ekonomis tinggi dan menghasilkan produk probiotik BAL kultur tunggal Lactococcus lactis ssp lactis 2 yang berperan sebagai feed additive pengganti antibiotik sintetik pada ransum ayam buras dalam memperbaiki produktivitas ayam buras pedaging. Manfaat penelitian adalah membantu peternak untuk mendapatkan feed additive alami yang aman, murah dan mudah didapat sehingga dapat menjadi suatu produk alami yang diterima dipasar global, serta sebagai sumber informasi bagi industri peternakan khususnya di Sulawesi selatan dalam pemanfaatan kultur tunggal Lactococcus lactis ssp lactis 2 sebagai salah sumber agensia probiotik. MATERI DAN METODE Sebanyak 100 ekor ayam buras berkelamin campuran/ unsex, untuk mengetahui level penggunaan BAL Lactococcus lactis ssp lactis 2 yang paling optimal dalam memperbaiki produktivitas dan performa ayam buras. Day Old Child (DOC) ayam buras diperoleh dari PT Ayam Kampung Indonesia (AKI) dipelihara di dalam brooder house selama 2 minggu dengan pakan crumble AD-1 dan air minum secara adlibitum. Pada hari keempat diadakan vaksinasi ND dan Gumboro, sedangkan vaksinasi ND AI dilaksanakan pada minggu kedua. Sebelum diberi perlakuan, ayam buras ditimbang untuk mendapatkan berat awal yang homongen sebanyak 100 ekor dan secara acak dimasukkan ke dalam petak masing-masing sebanyak 5 ekor. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap dengan 4 (empat) perlakuan dengan 5 (lima) ulangan. Setiap unit perlakuan terdiri dari lima ekor ayam dengan lama pemeliharaan 10 minggu. Dosis pemberian kultur kering BAL untuk setiap perlakuan adalah sebagai berikut : P0 P1 P2 P3
= = = =
Tanpa pemberian tepung probiotik Lactococcus lactis ssp lactis 2 (control) PemberianLactococcus lactis ssp lactis 2 sebanyak 0,5% Pemberian Lactococcus lactis ssp lactis 2 sebanyak 1 % PemberianLactococcus lactis ssp lactis 2 sebanyak 1,5 %
Tabel 1. Komposisi dan Zat Nutrisi Ransum penelitian Bahan Pakan Jumlah (%) Jagung 56 Bungkil Kedele 10 Bungkil Kelapa 4 Tepung Ikan 12 Dedak 18 Total 100 Kandungan zat nutrisi Protein kasar (%)* 16,05 Lemak kasar (%)* 5,80 Serat kasar (%)* 4,50 Energi metabolism (kkal/kg)* 2799,6 Ca (%)* 0,93 P (%)* 0,76 Keterangan :*Perhitungan berdasarkan nilai nutrisi dan komposisi bahan pakan dalam ransum
123
Ransum dan air minum diberikan secara ad libitum selama penelitian berlangsung. Pakan lokal yang digunakan dalam menyusun ransum terdiri dari jagung kuning, dedak padi, tepung ikan, bungkil kedelai, dan bungkil kelapa dengan komposisi dan kandungan nutrisi dapat dilihat pada Tabel 1. Ransum disusun dengan kandungan protein 16% dan energi metabolisme 2800 % kkal/kg selama periode pemeliharaan. HASIL DAN PEMBAHASAN Pertambahan berat badan, konsumsi pakan, dan konversi ransum ayam buras Hasil analisis statistik pertambahan berat badan (PBB), konsumsi ransum, dan konversi pakan ayam buras pada berbagai perlakuanselama penelitian dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Rataan pertambahan berat badan (pbb), konsumsi komulatif, dan konversi pakan ayam buras selama penelitian. Perlakuan
PBB (gram/ekor)
Konsumsi (gram/ekor)
P0 P1 P2 P3
572,50 ± 60,75a 669,78 ± 55,89b 660,47 ± 43,39b 668,.50 ± 52,38b
4233,5± 240,65 4397,5± 652,99 4489,5± 578,03 3801,5± 367,80
Konversi Pakan 7,4 ± 0,77a 6,6 ± 0,86ab 6,8 ± 0,88a 5,6 ± 0,92b
Keterangan: Superskrip berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05)
Konsumsi kumulatif perlakuan kontrol (P0) tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan semua perlakuan yang mendapatkan BAL Lactococcus lactis ssp lactis 2. Rata-rata konsumsi kumulatif yang tidak berbeda diantara keempat perlakuan disebabkan ransum penelitian yang digunakan adalah sama, baik komposisi bahan makanan maupun kandungan zat nutrisinya, khususnya kandungan energi dan protein yang sama. Faktor paling utama mempengaruhi konsumsi ransum adalah kandungan energi metabolisme dan ayam akan berhenti makan apabila kebutuhan akan energi sudah terpenuhi. Jumlah konsumsi ransum sangat ditentukan oleh kandungan energi dalam ransum. Konsumsi ransum akan turun jika kandungan energi dalam ransum tinggi dan sebaliknya konsumsi pakan akan naik jika kandungan energi dalam ransum rendah guna memenuhi kebutuhan akan energi, selanjutnya dikatakan ayam akan berhenti makan jika kebutuhan energinya sudah tercukupi. Data pertambahan bobot badan dalam penelitian ini dapat digunakan untuk menilai pertumbuhan ternak karena pertambahan bobot badan merupakan manifestasi dari pertumbuhan yang dicapai selama penelitian. Berdasarkan Tabel 3, pertambahan bobot badan pada perlakuan P0 nyata lebih rendah (P<0,05) dibandingkan dengan perlakuan P1, P2, dan P3 yang mendapatkan Lactococcus lactis ssp lactis 2 dalam ransum. Tidak terdapat perbedaan pertambahan berat badan ayam diantara perlakuan P1, P2, dan P3 selama penelitian. Rata-rata pertambahan bobot badan broiler yang lebih tinggi pada perlakuan dengan penambahan Lactococcus lactis ssp lactis 2(P1, P2, dan P3) dibanding P0 (kontrol) memberi indikasi bahwa BAL Lactococcus lactis ssp lactis 2 mampu memperbaiki penggunaan nutrisi makanan melalui peningkatan efisiensi proses
124
pencernaan atau peningkatan kecernaan senyawa-senyawa yang awalnya tidak tercerna, dapat menjaga keseimbangan komposisi mikroorganisme dalam sistem pencernaan dengan kemampuannya menghasilkan senyawa antimikroba antara lain asam laktat yang berpengaruh terhadap penurunan pH saluran pencernaan yang mencegah kolonisasi bakteri patogen dalam usus, sehingga absorbsi zat makanan dalam usus meningkat dan berpengaruh terhadap meningkatnya daya cerna yang akhirnya akan meningkatkan pertambahan bobot badan. Pemberian BAL dapat meningkatkan jumlah vili – vili usus dan meningkatkan penyerapan zat makanan dalam usus, yang berakibat meningkatnya daya cerna bahan pakan dan menjaga kesehatan ternak, serta menyediakan beberapa enzim yang mampu mencerna serat kasar, protein dan lemak (Wahyudi dan Hendraningsih, 2007) Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa pemberian bakteri asam laktat juga berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap konversi ransum. Konversi ransum P1, P2, dan P3 lebih rendah dibandingkan perlakuan P0. Konversi ransum merupakan salah satu indikator yang dapat memberikan gambaran tingkat efisiensi penggunaan ransum. Semakin tinggi nilai konversi ransum menunjukkan semakin banyak ransum yang dibutuhkan untuk meningkatkan bobot badan per satuan berat, sehingga makin rendah tingkat efisiensi penggunaan ransum. Sebaliknya, semakin rendah nilai konversi ransum maka semakin tinggi tingkat efisiensi penggunaan ransumnya. Persentase karkas dan berat lemak abdominal Data persentase karkas dalam penelitian ini berasal dari karkas kosong yaitu karkas tanpa kepala, leher, bulu, darah, kaki dan isi organ dalam. Hasil analisis statistik berat lemak abdominal dan persentase karkas selama penelitian pada berbagai perlakuan dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Rataan persentase lemak Abdominal dan persentase karkas Ayam Buras Selama Penelitian Perlakuan P0 P1 P2 P3
Lemak Abdominal (%) 1.3 ± 0,64 1.7 ± 0,68 1.4 ± 0,56 1.3 ± 0,62
Karkas (%) 69.6 ± 2,62a 76.4 ± 4,79b 77.2 ± 3,82b 74.4 ± 2,40b
Keterangan: Superskrip berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05)
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap lemak abdominal ayam buras. Lemak abdominal yang tidak berbeda antara kelima perlakuan didukung oleh tingkat konsumsi ransum yang tidak berbeda dan kandungan energi ransum yang digunakan dalam penelitian ini adalah sama antar perlakuan, sehingga jumlah konsumsi energi juga sama untuk semua perlakuan, Hal ini menunjukkan bahwa ayam mengkonsumsi energi tidak melebihi kebutuhannya dan tidak terjadi penghamburan energi secara berlebihan yang akhirnya akan ditimbun dalam bentuk lemak tubuh. Selain itu, lemak belum banyak terbentuk karena zat-zat makanan yang diserap oleh tubuh masih digunakan untuk pertumbuhan murni, sehingga belum terjadi kelebihan energi. Kelebihan energi dalam pakan dapat dirubah menjadi lemak tubuh dan deposisi lemak broiler umumnya dalam lemak bawah kulit dan lemak rongga
125
tubuh termasuk lemak abdominal. Diduga efek pemberian probiotik dalam menurunkan kadar lemak akan jelas terlihat pada saat timbunan lemak tubuh terbentuk. Persentase lemak abdominal ayam buras pada penelitian ini berkisar antara 1,3 % sampai dengan 1,7 % dan masih berada dalam kisaran normal. Sebagian besar lemak abdominal yang diperoleh pada penelitian ini terdapat pada bagian bawah dari alat pencernaan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Leeson dan Summer (1996) bahwa pada rongga dada dan alat pencernaan bawah merupakan tempat penimbunan lemak abdominal. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa persentase karkas perlakuan kontrol (P0) lebih rendah dibandingkan perlakuan dengan penambahan BAL Lactococcus lactis ssp lactis 2 (perlakuan P1, P2, dan P3), Persentase karkas yang lebih tinggi pada perlakuan P1, P2, dan P3 sejalan dengan peningkatan bobot badan yang lebih tinggi dibanding perlakuan kontrol. Persentase karkas yang diperoleh pada penelitian ini berkisar 69,6% sampai dengan 77,2 % dan masih berada pada kisaran normal. Kadar kolesterol darah, kolesterol daging, HDL,LDL dan trigliserida serum darah Hasil pengukuran kolesterol, HDL, LDL, dan trigliserida serum darah serta kolesterol daging dan trigliserida daging pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Rataan Hasil Kolesterol, Trigliserida, HDL, dan LDL serum Darah Ayam Buras Penelitian. Peubah
Perlakuan P0
P1
P2
P3
145,0 ± 13,55a
135,6 ± 10,89a
123,4 ± 5,03b
124,4 ±6,23b
3,16 ± 0,31
3,04 ± 0,32
2,8 ± 0,33
2,08 ± 0,30
151,4 ±11,55a
121,4 ± 16,47b
104,5± 14,57b
100,6 ± 14,98b
HDL (mg/dL)
69 ±14,5
68 ± 3,94
68 ± 2,77
75 ± 6,39
LDL (mg/dL)
45,72 ± 19,12
42,52 ± 9,49
33,72 ± 6,79
28, 68± 11,33
Kolesterol darah (mg/dL) Kolesterol daging (mg/dL) Trigliserida (mg/dL)
Keterangan: Superskrip berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05)
Tabel 5 menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kolesterol darah, kolesterol daging, dan kadar trigliserida darah ayam buras. Ayam dengan perlakuan kontrol (P0) menunjukkan kadar kolesterol darah dan kolesterol daging yang lebih tinggi dibanding perlakuan dengan penambahan BAL (P1, P2, dan P3). Demikian halnya dengan kadar trigliserida perlakuan kontrol lebih tinggi dibanding dengan perlakuan penambahan BAL. Penurunan kolesterol darah pada penelitian ini diikuti oleh penurunan kadar kolesterol dalam daging ayam buras pada perlakuan penambahan BAL ( P1,P2, dan P3), hal ini menunjukkan bahwa BAL mampu menurunkan kadar kolesterol dalam darah. BAL dalam saluran pencernaan mempunyai kemampuan dalam menurunkan kolesterol di dalam tubuh inangnya melalui dua cara yaitu asimilasi kolesterol dan dekonyugasi garam empedu. Pada mekanisme asimilasi kolesterol, BAL akan mengambil atau menyerap kolesterol misel yang ada pada lumen usus selanjutnya
126
kolesterol akan berinkorperasi pada membran seluler bakteridan menyebabkan kolesterol tidak terabsorbsi oleh dinding usus tetapi justru keluar melalui feses, yang akan berakibat turunnya kadar kolesterol dalam tubuh. Sedangkan mekanisme penurunan kolesterol secara tidak langsung yaitu melalui dekonjugasi garam empedu dan terjadi selama siklus enterohepatik. Dekonyugasi garam empedu menyebabkan peningkatan pembentukan asam empedu baru untuk mengganti yang terbuang pada siklus enterohepatik (Harmayani dkk., 2003; Liong dan Shah, 2005; Gilliland, 1990; Sanders, 2000). Kemampuan BAL dalam mendekonyugasi garam empedu karena adanya aktivitas enzim BSH (bile salt hidrolase) yang dihasilkan oleh BAL yang mampu mendekonyugasi garam empedu primer menjadi asam empedu sekunder yang akan terbuang ke dalam feses, sehingga jumlah asam empedu yang dapat diabsorbsi kembali untuk sintesa garam empedu menjadi berkurang. Pembentukan asam empedu membutuhkan kolesterol sebagai prekursor, sehingga dekonyugasi garam empedu secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap penurunan kolesterol (Moser dan Savage, 2001). Kadar kolesterol darah ayam buras pada penelitian ini berkisar 123,4-145 mg/dL dan masih berada dalam kisaran yang normal. Menurut Swenson (1984), kadar normal kolesterol darah ayam berkisar antara 125-200 mg/dL.Meskipun Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap kadar HDL dan LDL darah ayam buras. Namun dari hasil penelitian dapat dilihat penurunan kolesterol darah pada pemberian BAL Lactococcus lactis ssp lactis 2 diikuti oleh peningkatan kolesterol HDL dan penurunan kolesterol LDL darah. High density lipoprotein (HDL) merupakan lipoprotein yang membantu membawa kolesterol dari jaringan ke hati dan selanjutnya diubah menjadi asam empedu. Level HDL yang tinggi dalam darah dapat mengurangi tumpukan kolesterol, sedangkan kolesterol LDL berfungsi mentransfer kolesterol dari hati ke jaringan tubuh, sehingga level LDL yang tinggi dalam darah dapat menyebabkan kolesterol terdeposit dalam pembuluh darah yang dapat memicu terjadinya atherosklerosis. Oleh karena itu semakin kecil perbandingan kolesterol LDL dan HDL, maka semakin kecil resiko terjadinya penumpukan kolesterol dalam pembuluh darah atau atherosclerosis KESIMPULAN Penggunaan BAL Lactococcus lactis ssp lactis 2 sebagai feed additives dalam ransum ayam buras mampu meningkatkan pertambahan bobot badan, menurunkan konversi ransum, menurunkan kolesterol darah, kolesterol daging, dan trigliserida serum darah serta meningkatkan persentase karkas. Penggunaan 0,5 % BAL Lactococcus lactis ssp lactis 2 sebagai feed additives dalam ransum ayam buras mampu meningkatkan pertambahan bobot badan, menurunkan konversi ransum, menurunkan kolesterol darah, kolesterol daging, dan trigliserida serum darah serta meningkatkan persentase karkas.
127
DAFTAR PUSTAKA Gilliland, S.E. 1990. Bacterial Starter Culture for Food.5th Ed. CRC Press Inc. Florida. Harmayani, E., E.S. Rahayu, dan Y. Marsono. 2003. Pengaruh pemberian sel Lactobacillus sp Dad13 pada profil lipida tikus sprague dawley yang diberi diet hiperkolesterol. PATPI. Yogyakarta. Liong, M. T, and N. P. Shah. 2005. Bile salt deconjugation ability, bile salt hydrolase activity and cholesterol co-precipitation ability of Lactobacilli Strain. Int.J. Dairy. Sci., 15: 391-398. Moser, S.A, and D.C. Savage. 2001. Bile salt hydrolase activity and resistance to toxicity of conjugated bile salt are unrelated properties in Lactobacilli. J. App.Environ. Microbiol., 67:3476-3480. Mujnisa, A. 2012. Disertasi : Potenbsi Bakteri Asam Laktat Hasil Isolasi dari Feses Broiler Sebagai Imbuhan Pakan terhadap Produktivitas Broiler. Purwadaria, T., I.P.Kompiang., J. Darma, dan Supriyati. 2003. Penapisan bakteri yang tahan terhadap antibiotika untuk digunakan sebagai probiotik unggas. JITV, 8(3): 151-156. Sanders, M.E. 2000.Consideration for use of probiotic bacteria to modulate human health.J. Nut., 130: 384-390. th
Swenson, M. J. 1984. Duke’s Phsiology of Domestic Animals. 10 Edition.Publishing Assocattes a Division of Cornell University. Ithaca and London. Leeson, S. and Summer, J.D. 1996. Commercial Poultry Nutrition.2nd Ed. University Books.University of Guelph. Guelph, Ontario, Canada. Wahyudi, A. dan L.Hendraningsih. 2007. Probiotik, Konsep dan Penerapan pada Ternak ruminansia. UMM Press. Malang.
128