a. Ada kebutuhan tanah (pengadaan tanah) pihak lain yang belum memiliki tanah b. Pemilik Tanah tidak mau mengalihkan (menjual) hak atas tanahnya c. Penggunaan-pemanfaatan tanahnya bukan untuk kepentingan umum, lazimnya dalam dunia bisnis, contoh: praktek BOT, BOO, BO
1.
2. 3.
Ada norma-norma hukum yang memungkinkan dalam ranah hukum adat, pemanfaatan tanah oleh pihak lain, misal: Bagi Hasil Ada norma-norma hukum di dalam Hukum Tanah Nasional : UUPA, PP Nomor 40 Thn.1997, PP Nomor 24 Thn.1997 Ada norma-norma hukum yg memungkinkan dalam ranah hukum perdata, khususnya kebebasan berkontrak
1) Perikatan mengenai tanah, misal: jual beli tanah 2) Perikatan yang berhubungan dengan tanah berkenaan dgn.pengolahan dan pemanfaatannya sesuai dengan maksud dan tujuan penggunaan yang diperjanjikan, tanpa ada peralihan hak kepemilikan tanah kepada pembelinya. Dapat berbentuk sewa/jual tahunan, jual/sewa satu/dua panen, ataupun gadai tanah.
1.
UUPA: 1. 2. 3. 4. 5.
PASAL 6 :TANAH HARUS BERFUNGSI SOSIAL PASAL 10: TANAH HARUS DIKERJAKAN SENDIRI PASAL 11: PERLINDUNGAN GOL.EKONOMI LEMAH PASAL 12: USAHA BERSAMA ATAS KEPENTINGAN BERSAMA PASAL 13:PRODUKTIVITAS DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL (KEMAKMURAN RAKYAT)
2. PP NO.40/1996: • Pasal 21 Tanah yang dapat diberikan dengan Hak Guna Bangunan adalah: a. Tanah Negara; b. Tanah Hak Pengelolaan; c. Tanah Hak Milik. •
Pasal 41
Tanah yang dapat diberikan dengan Hak Pakai adalah: a. Tanah Negara; b. Tanah Hak pengelolaan; c. Tanah Hak Milik.
3. PP No.24/1997 (Pasal 44): (1) Pembebanan hak tanggungan pada hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun, pembebanan hak guna bangunan, hak pakai dan hak sewa untuk bangunan atas hak milik, dan pembebanan lain pada hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun yang ditentukan dengan peraturan perundang-undangan, dapat didaftar jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku.
4. PMNA/KA.BPN NO.3 THN.1997: Pasal 120 Pembebanan Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai atas Hak Milik harus didaftarkan ke Kantor Pertanahan setempat oleh pemegang Hak Milik atau penerima Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai, dengan melampirkan : a. surat permohonan pendaftaran Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai atas Hak Milik; b. sertipikat Hak Milik yang dibebani dengan Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai; c. akta PPAT yang bersangkutan; d. identitas penerima Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai; e. surat kuasa tertulis dari pemohon, apabila permohonan tersebut diajukan oleh orang lain; f. bukti pelunasan pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 1997, dalam hal bea tersebut terutang; g. bukti pelunasan pembayaran PPh sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 dan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1996, dalam hal pajak tersebut terutang.
4. PMNA/KA.BPN NO.3 THN.1997: Pasal 120: (2) Pendaftaran pembebanan hak dimaksud dicatat dalam buku tanah hak atas tanah pada kolom yang telah disediakan, dengan kalimat sebagai berikut : "Hak atas tanah ini dibebani dengan Hak Guna Bangunan/Hak Pakai berdasarkan Akta Pemberian Hak Guna Bangunan/Hak Pakai Nomor .... Tanggal ..………. atas nama …………… yang dibuat oleh PPAT ………………. dan di daftar sebagai Hak Guna Bangunan/Hak Pakai Nomor ………………“, yang dibubuhi tanda tangan pejabat yang berwenang menandatangani buku tanah pada waktu pencatatan dan cap dinas Kantor Pertanahan yang bersangkutan. (3) Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dibuatkan buku tanah, surat ukur tersendiri dan diterbitkan sertipikatnya atas nama pemegang Haknya.
KEGIATAN BISNIS • PENGADAAN TANAH
FORMAT PERJANJIAN BISNIS • BOT • BOO • BO
PEMANFAATAN • BANGUNAN KANTOR • KONDOMINIUM • MIXED USE
PERJANJIAN PENGGUNAAN TANAH (PEMBEBANAN HAK) AKTA PPAT
PENDAFTARAN OLEH PPAT KE KANTOR PERTANAHAN
TERBIT HGB/HAK PAKAI DIATAS TANAH HAK MILIK
CONTOH : PT SP masalah privatisasi dan spin off. • Dalam dua dasawarsa terakhir, kasus yang menguat adalah rencana pembangunan pabrik Indarung VI pada tanah ulayat 412,03 ha. Konflik ini bukan hanya antara korporasi dan masyarakat adat melainkan telah berkembang menjadi konflik anta rkorporasi, masyarakat adat, dan pemerintah. • Konflik tanah ulayat 412,03 ha bermula dari pemberian izin pertambangan daerah oleh Pemerintah Provinsi Sumbar. PT SP mendapatkan izin melalui SK Gubernur Sumbar perihal Surat Pemberian Izin Pertambangan Daerah (SIPD) Eksploitasi No 503.545/9/EXPL/DTB-1997 tanggal 6 Juni 1997 dimana lokasi tanahnya merupakan tanah ulayat Nagari Lubuk Kilangan. Belakangan diketahui bahwa Pemprov Sumbar dan PT SP tidak melibatkan Nagari Lubuk Kilangan dalamproses pemberian izin tersebut.
Sudah menjadi realita praktek, misal di Bali antara penduduk-masyarakat dengan investor di bidang tourism (kawasan wisata,atraksi wisata, hotel,restoran, dll.) Bernuansa melanggar prinsip tujuan pemilikan dan pengusaan tanah dlm UUPA (penyelundupan hukum), karena ada pemberian kuasa pembebanan HT dari pemilik tanah untuk keperluan investor.