Istiqlallia Seorang Laki – Laki 52 Tahun Dengan Efusi Pleura Yang Disebabkan Karena Empyema
Seorang Laki – Laki 52 Tahun Dengan Efusi Pleura Yang Disebabkan Karena Empyema Istiqlallia Fakultas Kedokteran Universitas Lampung Abstrak Empiema adalah kumpulan nanah dalam rongga antara paru-paru dan membran yang mengelilinginya. Saat ini terdapat 6500 penderita empiema di Amerika dan Inggris dengan mortalitas sebanyak 20%. Laki-laki, 52 tahun datang ke Rumah Sakit Abdul Moeloek (RSAM) dengan keluhan batuk sejak 3 bulan Sebelum Masuk Rumah Sakit (SMRS), sesak napas sejak 2 bulan yang semakin memberat sejak 2 hari yang lalu. Pasien juga mengeluh demam yang tidak terlalu tinggi dan nyeri dada sejak 1 minggu yang lalu. Pada pemeriksaan fisik didapatkan Keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran compos 0 mentis, TD 120/70 mmHg, N 86 x/menit, RR 28 x/menit, T 36,9 C. Pada pemeriksaan thoraks didapatkan pergerakan dada kanan tertinggal, fremitus kanan menurun, perkusi dada kanan redup dan asuklutasi vesikuler menurun. Pemeriksaan laboratorium didapatkan leukositosis dengan peningkatan neutrofil, Hasil pemeriksaan rontgen toraks AP didapatkan efusi pluera dextra. Cairan cavum pleura didapatkanpus seroxantokrom. Pasien didiagnosis Right pleural effusion e.c empyema, selanjutnya diberikan terapi berupa O2 2-4 L/menit, IVFD RLXX tpm, Inj. Ceftriaxone 2x1 g, Racikan berupa Salbutamol 1 mg/ teofilin 75 mg/ GG 1tab/ Ceftrizini ½ tab/ metil prednison 2 mg (2x1 capsul), Omeprazole 2x1 tab. Kata Kunci: empiema,efusi pleura
A 52 Years Old Man With Pleural Effusion Et Causa Empyema Abstract Empyema is a condition that pus was collected in the lung cavity.Nowadays,there are 6500 patients with empyema in the America and England with mortality rate is 20%. A 52 years old man complaints had cough since 3 months before entering hospital, shortness of breath since 2 months before entering hospial that become heavier since 2 days ago, patients had fever that nothigh and chest pain and since one week ago. On physical examination found moderate sick in general 0 condition,compos mentis, BP 120/70 mmHg, Pulse 86 x min, Respiration 28 x/min, T 36.9 C. On examination found asymetris in chest movement on right, right fremitus decreased, Right chest percussion was dim and from auskultation found vesicular sound was decreased. Laboratory tests showed leukocytosis with increased neutrophils, AP X-ray showed pluera dextra effusion. Pleural cavity fluid obtained seroxantokrom pus. Patients diagnosed with empyema ec Right pleural effusion. Patients received O2 2-4 L/min, IVFD RL XX tpm, Inj.ceftriaxone 2x1 g, Pulves that contained salbutamol 1 mg/theophylline 75 mg/GG 1tab/Ceftrizini ½ tab /methyl prednisone 2 mg (2x1 capsules), Omeprazole tab 2x1. Keyword: empyema, pleural effusion Korespondensi: Istiqlallia, Alamat Rajabasa Permai, Hp 085279055505, email
[email protected]
Pendahuluan Empiema merupakan keadaan terdapatnya nanah dalam rongga pleura yang biasanya merupakan kelanjutan dari proses efusi pleura. Empiema juga dapat terjadi akibat komplikasi torakotomi, trauma thorak, perforasi esofagus, maupun aspirasi cairan paru.1 Empiema disebabkan oleh infeksi yang menyebar dari paru-paru dan menyebabkan akumulasi nanah dalam rongga pleura. Empiema merupakan salah satu penyakit yang sudah lama ditemukan dan berat.2,3 Di negara maju empiema sudah jarang terjadi. Dengan adanya antibiotika menyebabkan menurunnya jumlah penyakit empiema. Namun, di negara berkembang jumlah kasus empiema masih tetap banyak. Saat ini terdapat 6500 penderita di Amerika dan Inggris yang menderita empiema dan
efusi parapneumonia tiap tahun, dengan mortalitas sebanyak 20% dan menghabiskan dana rumah sakit sebesar 500 juta dolar. Di India terdapat 5 – 10% kasus anak dengan empiema toraks. Di rumah sakit di Indonesia terdapat 91 kematian yang disebabkan oleh empiema4,5,16. Pus ini berisi sel sel darah putih yang berperan untuk melawan agen infeksi (sel sel polimorfonuklear) dan juga berisi protein darah yang berperan dalam pembekuan (fibrin). Ketika pus terkumpul dalam ruang pleura maka terjadi peningkatan tekanan pada paru sehingga pernapasan menjadi sulit dan terasa nyeri.6 Seiring dengan berlanjutnya perjalanan penyakit maka fibrin-fibrin tersebut akan memisahkan pleura menjadi kantong kantong (lokulasi). Pembentukan
J Medula Unila | Volume 4| Nomor 4| Januari 2016 | 81
Istiqlallia Seorang Laki – Laki 52 Tahun Dengan Efusi Pleura Yang Disebabkan Karena Empyema
jaringan parut dapat membuat sebagian paru tertarik dan akhirnya mengakibatkan kerusakan yang permanen. Empiema biasanya merupakan komplikasi dari infeksi paru (pneumonia) atau abses yang terlokalisasi dalam paru.7,8. Kasus Laki-laki, 52 tahun datang ke Rumah Sakit Abdul Moeloek pada tanggal 27 Januari 2015 dengan keluhan mengalami batuk sejak 3 bulan sebelum masuk rumah sakit. Batuk berdahak dengan konsistensi kental, warna dahak kehijauan, strip darah tidak ada. Pasien juga merasa sesak napas sejak 2 bulan SMRS dan semakin memberat sejak 2 hari SMRS. Penderita juga merasakan nyeri dada sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dirasa seperti ditusuk-tusuk yang hilang timbul. Nyeri tidak menjalar sampai ke tangan dan keluhan dada berdebar – debar disangkal. Selain itu, pasien merasakan demam yang tidak terlalu tinggi sejak 1 minggu SMRS yang bersifat terus menerus dan hanya berkurang jika diberikan obat penurun panas. Sebelumnya pasien tidak pernah mengalami keluhan batuk lama, sesak, dan nyeri dada. Pasien juga menyangkal pernah melakukan pengobatan rutin 6 bulan. Pasien juga menyangkal mempunyai riwayat darah tinggi dan penyakit kencing manis. Dalam keluarga korban tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan serupa. Pasien merupakan seorang buruh yang memiliki kebiasaan merokok sejak masih muda. Pasien merokok dalam satu hari dapat menghabiskan 1 bungkus rokok setiap harinya. Pada pemeriksaan umum didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis, tekanan darah120/70 mmHg, nadi86 x/menit, pernafasan28 x/menit, suhu36,90 C. Pada pemeriksaan thoraks, inspeksi dada terlihat asimetris dimana dada bagian kanan tertinggal jika dibandingkan kiri, tidak ada retraksi, tidak ada kelainan kulit.Pada inspeksi punggung terlihat asimetris dimana dada bagian kanan tertinggal jika dibandingkan kiri, tidak ada kelainan kulit. Pada pemeriksaan paru dari inspeksi terlihat asimetris, gerakan pernapasan sebelah kanan tertinggal daripada sebelah kiri.Saat palpasi, stem fremitus kanan lebih kurang teraba dibandingkan sebelah
kiri.Perkusi paru kanan terdengar redup pada hampir seluruh hemitoraks kanan, sedangkan perkusi di hemitoraks kiri adalah sonor.Pada auskultasi di hemitoraks kanan suara vesikuler menurun tidak terdapat ronki dan wheezing tidak ada.Pada auskultasi di hemithoraks kiri suara pernapasan normal, vesikuler, ronkhi tidak ada, wheezing tidak ada.Pada pemeriksaan status generalisnya lainnya dalam batas normal. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb 11,2 gr/dl, leukosit meningkat menjadi 15.310/µl dengan peningkatan hitung jenis pada neutrofil segmen 77%, trombosit 348.000/ µl, ureum 22 mg/dl, creatinin 0,5 mg/dl, GDS 124 mg/dL. Pada pemeriksaan sputum BTA didapatkan hasil negatif. Dari hasil cairan pada pemasangan WSD didapatkan cairan pus seroxantokrom dari cavum pleura sebanyak 500 cc, tidak ada buble dan undulasi. Berikut adalah hasil pemeriksaan rontgen toraks AP:
Gambar 1. Hasil Rontgen Toraks AP pasien
Pasien didiagnosis efusi pleura dextra e.c empyema, selanjutnya diberikan terapi berupa Oksigen (O2) 2-4 L/menit, IVFD RL:XX tpm, Inj. Ceftriaxone 2x1 g, Racikan berupa Salbutamol 1 mg/ teofilin 75 mg/ GG 1tab/ Ceftrizini ½ tab/ metil prednison 2 mg (2x1 capsul), Omeprazole 2x1 tab. Pembahasan Pada kasus ini penegakkan diagnosis didapatkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Gejala klinis empiema yang disebabkan kuman biasanya bersifat akut dengan keluhan demam, sesak nafas, nyeri
J Medula Unila | Volume 4| Nomor 4| Januari 2016 | 82
Istiqlallia Seorang Laki – Laki 52 Tahun Dengan Efusi Pleura Yang Disebabkan Karena Empyema
dada, produksi sputum. Gejala lain dijumpai juga seperti penurunan berat badan.Dari anamnesis pada pasien ini, gejala-gejala yang mendukung diagnosis empiema adalah ditemukan batuk sejak 3 bulan sebelum masuk rumah sakit. Batuk berdahak dengan konsistensi kental, warna dahak kehijauan, strip darah tidak ada. Pasien juga merasa sesak napas sejak 2 bulan yang lalu dan semakin memberat sejak 2 hari belakangan ini. Penderita juga merasakan nyeri dada sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dirasa seperti ditusuk-tusuk yang hilang timbul. Pasien merasakan demam yang tidak terlalu tinggi sejak 1 minggu yang lalu, demam bersifat terus menerus dan hanya berkurang jika diberikan obat penurun panas.9,10 Menurut kepustakaan, pada pemeriksaan fisik dijumpai dada yang asimteris, sela iga melebar pada sisi efusi bila tekanan pleura meningkat.11,12 Saat dilakukan palpasi dijumpai stem fremitus yang melemah pada sisi efusi, saat diperkusi dijumpai suara redup pada sisi efusi, sedangkan saat pada auskultasi dijumpai suara pernapasan yang melemah atau menghilang pada sisi efusi.Pada pasien ini ditemukan terdapat dada yang asimetris, pada palpasi vokal fremitus di sisi kanan lebih lemah dibandingkan sisi kiri. Hal yang sama juga ketika dilakukan perkusi, yakni dijumpai suara redup pada sisi kanan dimana dicurigai terjadi efusi, dan pada auskultasi ditemukan adanya penurunan suara vesikuler pada sisi kanan.13,14 Menurut kepustakaan dari foto toraks AP dan lateral dapat dilihat bayangan cairan di rongga pleura. Bila bayangan tersebut dikaburkan dengan bayangan infiltrat, sebaiknya dilakukan foto lateral dekubitus untuk membedakannya.15,16 Selanjutnya cairan pleura dikirim ke laboratorium untuk dilakukan analisa cairan pleura.Hasil pemeriksaan foto thoraks menunjukkan efusi pleura dekstra.Diagnosis empiema biasanya ditegakkan dengan cara analisis sampel cairan yang diambil dari rongga pleura.17,18 Sampel diambil dengan suatu prosedur yang disebut torakosintesis atau penggunaan WSD. Pada prosedur ini, pasien diberikan anestesi lokal, dengan suatu jarum yang ditusukkan ke rongga pleura di antara iga pada sisi yang terinfeksi, dan sampel cairan ditarik keluar.19,20Pada pasien
ini, dilakukan pemasangan WSD. Cairan yang keluar berupa pus seroxantrokrom sebanyak 500 cc.Seharusnya pada pasien dilakukan pemeriksaan mikrobiologi untuk mencari kuman penyebab dan menguji sensitifitas antibiotik.21-23 Penatalaksanaan pada pasien empiema dilakukan dengan menggunakan kombinasi farmakologi dan pembedahan.24Penanganan dengan farmakologi melibatkan pemberian antibiotik secara intravena selama dua minggu.Penting untuk memberikan antibiotik sedini mungkin untuk mencegah empiema fase awal berlanjut ke fase akhir atau fase berikutnya.Paling baik bila dengan antibiotika yang terbukti sensitif dengan hasil kultur.25,26 Pasien dengan sesak napas juga diberikan terapi oksigen. Terapi pembedahan pada empiema memiliki dua tujuan: drainase cairan yang terinfeksi dan menutup cela yang tertinggal pada rongga pleural. Jika infeksi masih dalam fase awal, cairan dapat didrainase dengan cara torakosintesis. Pada fase kedua, akan diperlukan pemasangan selang (tube) atau mengangkat sebagian iga (reseksi iga) dengan tujuan untuk mengalirkan cairan. Pada fase ketiga, atau fase organisasi, diperlukan pemotongan dan pengangkatan lapisan fibrosa tebal yang menyelubungi paru.26,27 Untuk penatalaksaan inisial pada pasien ini diberikan oksigen (O2) 2-4 L/menit, IVFD RL:XX tpm, Inj. Ceftriaxone 2x1 g, Racikan berupa Salbutamol 1 mg/ teofilin 75 mg/ GG 1tab/ Ceftrizini ½ tab/ metil prednison 2 mg (2x1 capsul), Omeprazole 2x1 tab. Ceftriaxone adalah antibiotik golongan sefalosporin yang memiliki cakupan spektrum antibakteri yang luas, yang mencakup bakteri gram negatif dan gram positif dengan masa kerja yang panjang dimana efek bakterisidal dapat bertahan selama 24 jam. Selain itu juga ceftriaxone dapat secara cepat berdifusi ke dalam jaringan dan cairan tubuh.Pemberian racikan obat yang terdiri atas Salbutamol 1 mg/ teofilin 75 mg/ GG 1tab/ Ceftrizini ½ tab/ metil prednison 2 mg merupakan obat yang digunakan merupakan terapi simtopmatik untuk mengurangi gejala pasien berupa sesak nafas, batuk dan untuk mengurangi inflamasi yang terjadi. Pemberian omeprazole yang merupakan golongan obat proton pump inhibitor digunakan untuk mengobati dyspepsia pada pasien.15,25,27
J Medula Unila | Volume 4| Nomor 4| Januari 2016 | 83
Istiqlallia Seorang Laki – Laki 52 Tahun Dengan Efusi Pleura Yang Disebabkan Karena Empyema
Selain pengobatan farmakologi, penanganan pasien empiema adalah juga dengan terapi bedah.Pada pasien ini dilakukan torakosintesis sebagai usaha untuk mengeluarkan cairan yang ada di dalam rongga pleura.Pada pasien dipasangkan chest tube (WSD—water seal drainage) sebagai usaha untuk mengalirkan cairan pus yang ada di rongga pleura.25,26 Penderita dengan efusi parapneumonia yang tanpa disertai komplikasi ditangani dengan antibiotika, cairan pleura dan fagosit akan resorbsi melalui sistem limfa di subpleura, sedangkan membran mesotelial akan mengalami perbaikan. Jika tidak ditangani dengan antibiotika, respons inflamasi dini tidak cukup untuk mencegah penyebaran bakteri, dan efusi parapneumonia dapat terus berkembang menjadi empiema dan berakhir ke stadium kronik. Selama empiema terus berlanjut, akan terjadi perkembangan fibrosis pada ruang pleura. Adanya fibrosis dalam ruang pleura menggambarkan suatu keadaan yang paling menyebabkan kelemahan pada penderita empiema toraks. Bila fibrosis pleura terus berlanjut akhirnya akan terjadi fibrotoraks.15,16,24 Prognosis pada pasien empiema biasanya baik bila pus yang ada di rongga pleura dapat berhasil dikeluarkan sepenuhnya.Pada pasien ini pus berhasil dikeluarkan dengan volume yang cukup banyak, dan pada pemeriksaan klinis menunjukkan perbaikan yang jelas yaitu demam yang sudah turun dan keadaan umum yang terus membaik, begitu juga dengan pemeriksaan laboratorium dengan perbaikan penanda infeksi. Simpulan Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik diagnosis pasien pada kasus ini sudah tepat.Penatalaksanaan pada pasien sudah tepat. Penanganan empiema adalah dengan terapi medis, yakni dengan pemberian antibiotik spektrum luas, dan terapi bedah, yang dapat berupa drainase dengan torakosintesis atau dengan torakotomi terbuka.
Daftar Pustaka 1. Spencer DA, Cliff D. The changing epidemiology of parapneumonic empyema in children. Paediatr Child Health. 2008; 18:513-18. 2. Grijalva CG, Zhu Y, Nuorti JP, Griffin MR. Emergence of parapneumonic empyema in the USA. Thorax. 2011; 66:663-68. 3. Hernández-Bou S, García-García JJ, Esteva C, Gené A, Luaces C, Muñoz Almagro C. Pediatric parapneumonic pleural effusion: epidemiology, clinical characteristics, and microbiological diagnosis. Pediatr Pulmol. 2009; 44:1192-94. 4. Roxburgh CS, Youngson GG. Childhood empyema in North-East Scotland over the past 15 years. Scott Med J. 2007; 52:25-7. 5. Grijalva CG, Nuorti JP, Zhu Y, Griffin MR. Increasing incidence of empyema complicating childhood communityacquired pneumonia in the United States. Clin Infect Dis. 2010; 50:805-13. 6. Burgos J, Lujan M, Falcó V, Sánchez A, Puig M, Borrego A, et al. The spectrum of pneumococcal empyema in adults in the early 21st century. Clin Infect Dis. 2011; 53:254-61. 7. Byington CL, Hulten KG, Ampofo K, Sheng X, Pavia AT, Blaschke AJ, et al. Molecular epidemiology of pediatric pneumococcal empyema from 2001 to 2007 in Utah. J Clin Microbiol. 2010; 48(1):520-25. 8. Nyambat B, Kilgore PE, Yong DE, Anh DD, Chiu CH, Shen X, et al. Survey of childhood empyema in Asia: implications for detecting the unmeasured burden of culture-negative bacterial disease. BMC Infect Dis.2008; 8(1):90. 9. Lin TY, Hwang KP, Liu CC, Tang RB, Lin CY, Gilbert GL, et al. Etiology of empyema thoracis and parapneumonic pleural effusion in Taiwanese children and adolescents younger than 18 years of age. Pediatr Infect Dis J. 2013; 32:419-21. 10. Lisboa T, Waterer GW, Lee YCG. Pleural infection: changing bacteriology and its implications. Respirology. 2011; 16:59803. 11. Lee JH, Kim SH, Lee J, Choi EH, Lee HJ. Diagnosis of pneumococcal empyema using immunochromatographic test on pleural fluid and serotype distribution in
J Medula Unila | Volume 4| Nomor 4| Januari 2016 | 84
Istiqlallia Seorang Laki – Laki 52 Tahun Dengan Efusi Pleura Yang Disebabkan Karena Empyema
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
Korean children. Diagn Microbiol Infect Dis. 2012; 72(1):119-24. Ramphul N, Eastham KM, Freeman R, Eltringham G, Kearns AM, Leeming JP, et al. Cavitatory lung disease complicating empyema in children. Pediatr Pulmonol. 2006; 41:750–53. Obando I, Camacho-Lovillo MS, Porras A, Gandía-González MA, Molinos A, VazquezBarba I, et al. Sustained high prevalence of pneumococcal serotype 1 in paediatric parapneumonic empyema in southern Spain from 2005 to 2009. Clinical Microbiology and Infection. 2012; 18(8):763-8. Fernandez-Cotarelo MJ, Lopez-Medrano F, Juan R, Az-Pedroche C, Lizasoain M, Chaves F, et al. Protean manifestations of pleural empyema caused by Streptococcus pneumoniae in adults. European Journal of Internal Medicine. 2007; 18:141-5. Fauci, Braunwald, Kasper, Hause, Longo, Jameson, et al. Harrison’s Manual Medicine. Edisi 17. United States Of America: McGraw-hill Companies; 2008. Dahlan Z. Pneumonia.Dalam : Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi A, et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta: Pembantu Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007. hlm. 974-9. Rani A, Soegondo S, Nasir UA, Wijaya IP, Mansjoer A. Panduan Pelayanan Medik. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI; 2008. hlm. 902. Langley JM, Kellner JD, Solomon N, Robinson JL, Le Saux N, McDonald J, et al. Empyema associated with communityacquired pneumonia: a Pediatric Investigator’s Collaborative Network on Infections in Canada (PICNIC) study. BMC Infect Dis. 2008; 8:129. Strachan RE, Cornelius A, Gilbert GL, Gulliver T, Martin A, McDonald T, et al.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
Bacterial causes of empyema in children, Australia, 2007–2009. Emerg Infect Dis. 2011; 17:1839–1845. Ceyhan M, Ozsurekci Y, Gürler N, Ozkan S, Sensoy G, Belet N, et al. Distribution of Streptococcus pneumoniae serotypes that cause parapneumonic empyema in Turkey. Clin Vaccine Immunol. 2013; 20:972–976. Ahmed R, Marri T, Huang J. Thoracic empyema in patients with communityacquired pneumonia. American Journal of Medicine. 2006; 119(10):877-83. Li S, Tancredi D. Empyema hospitalizations increased in US children despite pneumococcal conjugate vaccine.Pediatrics. 2010; 125(1):26-3. Le Monnier A, Carbonnelle E, Zahar JR, Le Bourgeois M, Abachin E, Quesne G, et al. Microbiological diagnosis of empyema in children: comparative evaluations by culture, polymerase chain reaction, and pneumococcal antigen detection in pleural fluids. Clinical Infectious Diseases. 2006; 42(8):1135-40. Grijalva CG, Nuorti JP, Zhu Y, Griffin MR. Increasing incidence of empyema complicating childhood communityacquired pneumonia in the United States. Clinical Infectious Diseases. 2010; 50(6):805-13. Balfour-Lynn IM, Abrahamson E, Cohen G, Hartley J, King S, Parikh D, Spencer D, et al. BTS guidelines for the management of pleural infection in children. Thorax. 2005; 60(1):1-21. Davies H, Davies R, Davies C. Management of pleural infection in adults: British Thoracic Society Pleural Disease Guideline 2010. Thorax. 2010; 65(2):41-53. Sahn SA. Diagnosis and management of parapneumonic effusions and empyema. Clin Infect Dis.2007; 45:148086.
J Medula Unila | Volume 4| Nomor 4| Januari 2016 | 85