Lailatus | Pria 55 Tahun dengan Penyakit Ginjal Kronis
Pria 55 Tahun dengan Penyakit Ginjal Kronis
Lailatus Syifa Selian
FakultasKedokteran, Universitas Lampung
Abstrak Penyakit ginjal kronis adalah kerusakan ginjal ≥3 bulan, berupa kelainan struktural atau fungsional dan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus dengan manifestasi kelainan patologis dan terdapat tanda-tanda kelainan ginjal. Tn. UY, usia 55 tahun, datang dengan keluhan perut membesar disertai dengan bengkak pada tungkai bawah. Keluhan ini dirasakan sejak 4 bulan yang lalu, awalnya bengkak pada kaki. Sejak 4 bulan terakhir pasien mengaku buang air kecil hanya satu kali sehari dan jumlahnya sedikit. Pasien juga mengeluh nafsu makan berkurang, mual dan muntah, kulit terasa kering, dan terkadang muncul rasa gatal. Pasien mengakui adanya riwayat darah tinggi sejak 5 tahun yang lalu, namun pasien tidak pernah control dan tidak pernah minum obat darah tinggi. Hasil pemeriksaan fisik dan laboratorium: tekanan darah 160/100 mmHg, respirasi 22 kali/menit, nadi 0 92 kali/menit, dan suhu 36,5 C. Asites (+), edema tungkai (+), hemoglobin 10 mg/dl, hematokrit 16,2 %, ureum 234 mg/dl, 2. dancreatinin 10,8 mg/dl. Pada perhitungan laju filtrasi glomerulus didapatkan hasil 6,12 ml/menit/1,73m Pasien didiagnosa dengan gagal ginjal kronik (GGK) derajat 5danhipertensi derajat II. Pada pasien ini diberikan terapi diet ginjal 1900 kal/hari, diet rendah protein 40 gram/hari, injeksi furosemid 2 ampul/8 jam, kaptopril 2x12,5 mg. Tindakan yang dilakukan pada pasien ini adalah hemodialisis cito. Kata kunci: gagal ginjal kronik
A 55 Years Old Man with Chronic Kidney Disease Abstract Chronic kidney disease (CKD) is defined as the presence of kidney damage, or a decreased level of kidney function, for three months or more, either structural or functional abnormalities, with or without decreased glomerular filtration rate. Mr. UY, 55 years old, came with complaints of abdominal bloating accompanied by swelling in the lower limbs. This complaint is felt since four months ago, initially legs swelling. For last 4 months, the patients admitted to urinate only once a day and few in number. Patient also complained of poor appetite, nausea and vomiting, dry skin, and sometimes he felt itching. This patient has untreated hypertension since 5 years ago. Physical and laboratory examination obtained blood pressure 160/100 mmHg, 0 respiration rate 22 times/min, pulse 92 beats/min and the temperature 36,5 C, ascites, both legs swelling, hemoglobin 10 2 mg/dl, hematocrit 16.2%, urea 234 mg/dl, creatinine 10.8 mg/dl. His glomerular filtration rate was 6.12 ml/min/1,73m . Patients diagnosed as CKD grade 5 + hypertension grade II. The patient got renal diet therapy of 1900 cal/d, low protein diet of 40 gr/d, intravenous furosemide 2 amp/8 h, captopriltab 2 x12.5 mg. He also had hemodialysis cito. Keyword: chronic kidney disease
Korespondensi: Lailatus Syifa Selian, S.Ked, alamat Jl. Pelita 2 no 29 Labuhan Ratu Bandar Lampung, HP 08117257700, email
[email protected]
Pendahuluan Ginjal adalah salah satu organ utama sistem kemih atau tractus urinarius yang berfungsi menyaring dan membuang cairan sampah metabolisme dari dalam tubuh.1 Fungsi ginjal secara umum antara lain yaitu sebagai ultrafiltrasi yaitu proses ginjal dalam menghasilkan urin, keseimbangan elektrolit, pemeliharaan keseimbangan asam basa, eritropoiesis atau fungsi ginjal dalam produksi eritrosit, regulasi kalsium dan fosfor atau mengatur kalsium serum dan fosfor, regulasi tekanan darah, ekresi sisa metabolik, dan toksin.2,3
Gagal Ginjal Kronik (GGK) merupakan suatu keadaan patologis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal dengan penyebab yang beragam. GGK dianggap sebagai salah satu masalah kesehatan yang dapat berkembang menjadi epidemi pada dekade yang akan datang dikarenakan angka insidensi yang terus meningkat dan intervensinya yang membutuhkan biaya besar.4 GGK tahap akhir adalah dimana penderita memerlukan terapi pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal.5 Kasus GGK semakin bertambah tiap tahunnya, prevalensi GGK di Amerika adalah 10J Medula Unila|Volume 4|Nomor 1|November 2015|95
Lailatus | Pria 55 Tahun dengan Penyakit Ginjal Kronis
13% atau sekitar 25 juta orang dan meningkat sekitar 8% setiap tahunnya. Prevalensi GGK di Indonesia tahun 2009 sebesar 12,5%atau 18 juta jiwa, sedangkan di negara–negara berkembang lainnya, diperkirakan sekitar 40–60 kasus perjuta penduduk pertahun.4-6 Faktor risiko penyakit ginjal kronik diantaralain: pasien dengan diabetes melitus atau hipertensi, obesitas atau perokok, berusialebih dari 50 tahun, individu dengan riwayat diabetes mellitus, dan hipertensi serta penyakit ginjal dalam keluarga.2,7 Penyakit ginjal kronik dapat menyebabkan timbulnya berbagai manifestasi yang komplek diantaranya penumpukan cairan, edema paru, edema perifer, kelebihan toksik uremik, pericarditis, iritasi sepanjang saluran gastrointestinal dari mulut sampai anus, gangguan keseimbangan biokimia berupa hiperkalemia, hiponatremi, asidosis metabolik, gangguan keseimbangan kalsium fosfat lama kelamaan mengakibatkan demineralisasi tulang neuropati perifer, pruritus, pernafasan dangkal, anoreksia, mual, muntah, kelemahan, dan keletihan.1,2,7 Timbulnya berbagai manifestasi klinis pada gangguan penyakit ginjal kronik menyebabkan timbulnya masalah biopsikososio-kultural spiritual. 7 Kasus Tn. UY, usia 55 tahun, datang dengan keluhan perut membesar disertai dengan bengkak pada tungkai bawah. Keluhan ini dirasakan sejak 4 bulan yang lalu, awalnya bengkak pada kaki, bengkak terjadi sepanjang hari tidak berkurang meskipun kaki diposisikan lebih tinggi. Pasien mengatakan buang air kecil hanya satu kali sehari dan jumlahnya sedikit, berwarna kuning jernih, tidak ada darah, tanpa mengedan serta tanpa demamsejak 4 bulan terakhir. Dalam 1 bulan terakhir pasien merasa perut semakin membesar, perut terasa seperti penuh, tidak tegang dan terasa berisi cairan, pasien tidak merasa kembung. Pasien juga merasa cepat lelah, lemah, letih, nafsu makan berkurang, mual dan muntah, kulit terasa kering, dan terkadang muncul rasa gatal. Pasien mengakui adanya riwayat darah tinggi sejak 5 tahun yang lalu, namun pasien tidak pernah
J Medula Unila|Volume 4|Nomor 1|November 2015|96
kontrol dan tidak pernah minum obat darah tinggi. Pada pemeriksaan fisik dan laboratorium didapatkan kesadaran komposmentis keadaan umum tampak sakit sedang, berat badan 56 kg, tinggi badan 165cm, kesan gizi normal, indeks massa tubuh (IMT) normal yaitu 20,5 kg/m2, tekanan darah 160/100 mmHg, frekuensi napas 22 kali/menit, nadi 92 kali/menit, dan suhu 36,50C. Kepala normosefal, perut asites,dan kedua tungkai edema. Hemoglobin 10 mg/dl, hematokrit 16,2%, ureum 234 mg/dl, dan kreatinin 10,8 mg/dl. Pada perhitungan laju filtrasi glomerulus didapatkan hasil 6,12 ml/menit/1,73m2. Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, makapada pasien ini dapat di tegakkan diagnosa gagal ginjal kronik derajat 5 dan hipertensi derajat II. Kemudian pasien diberikan tatalaksana berupadiet ginjal 1900 kal/hari, diet rendah protein 40 gram, infuse RL X gtt, injeksi ranitidin 1 ampul/12 jam, injeksi furosemide 2 ampul/8 jam, captopril 12,5 mg 3x1. Tindakan yang dilakukan pada pasien ini adalah hemodialisis cito. Pembahasan Masalah kesehatan yang dibahas pada kasus ini adalah seseorang yang berusia 55 tahun yang menderita hipertensi sejak 5 tahun yang lalu yang mengakibatkan gagal ginjal kronik. Kriteria diagnosis GGK yaitu kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3 bulan berupa kelainan struktural atau fungsional dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus. Manistasi dari GGK dapat berupa kelainan histopatologis, kelainan fungsi ginjal termasuk kelainan dalam komposisi darah, urin dan kelainan dalam tes pencitraan. Selain itu laju filtrasi glomerulus <60 ml/menit/1,73 m3 selama 3 bulan dengan atau tanpa kerusakan ginjal. 2,5,8,9 Berdasarkan anamnesis pasien mengeluhkan mual muntah setiap akan makan, mulutnya terasa pahit sehingga pasien malas makan, akhirnya badan terasa lemas, tidak bergairah dan tidak mampu beraktivitas normal. Berdasarkan pemeriksaan fisik regio abdomen, didapatkan inspeksi cembung, shifting dullness,
Lailatus | Pria 55 Tahun dengan Penyakit Ginjal Kronis
kesan asites, dan nyeri tekan epigastrium. Pemeriksaan ekstremitas didapatkan pitting edema pada ekstremitas inferior. Hal tersebut menandakan bahwa terdapat edema pada seluruh tubuh pasien yang mengarahkan pada beberapa kelainan, seperti kelainan organ jantung, hepar, ginjal, dan kelainan lain. Kelainan organ jantung dapat disingkirkan pada pasien ini karena pasien tidak memiliki riwayat sesak napas yang dirasakan pada saaat aktivitas maupun istirahat, serta tidak terdapat gejala sesak pada malam hari, orthopnea maupun dyspneu on effort. Kriteria framingham pada pasien ini pun tidak ditemukan.9,10 Derajat 1 2 3 4 5
Keluhan edema pada pasien ini mengarahkan pada penyakit ginjal. Pasien diketahui memiliki penyakit hipertensi sejak 5 tahun yang lalu. Hal ini dapat mengarahkan penyebab dari bengkak pada ekstremitas yaitu gagal ginjal kronik yang merupakan komplikasi dari penyakit hipertensi.6,11,12 Kriteria diagnosis penyakit ginjal kronik adalah laju filtrasi glomerulus <60 2 ml/menit/1,73 m selama 3 bulan dengan atau tanpa kerusakan ginjal.9 Pada pasien ini perhitungan laju filtrasi glomerulus didapatkan hasil 6,12 ml/menit/1,73m2.
6,9-11 Tabel 1. Klasifikasi penyakit ginjal kronik berdasarkan derajat penyakit 2 Penjelasan GFR (ml/mnt/1,73m ) Kerusakan ginjal dengan GFR normal atau ↓ ≥90 Kerusakanginjaldengan ↓ ringan 60-89 Kerusakanginjaldengan ↓ sedang 30-59 Kerusakanginjaldengan ↓ berat 15-29 End Stage Renal Diesease <15
Klasifikasi penyakitberdasarkan GFR, dihitung dengan mempergunakan rumus Cockcroft-Gault sebagai berikut: = (140-umur) X berat badan *) 72 X kreatinin plasma (mg/dl) *) pada perempuan dikalikan 0,85.
9,11
Pada pasien ini didapatkan hasil GFR-nya adalah 6,12 ml/menit/1,73m2. Berdasarkan anamnesis, pasien mengeluhkan lemas, keluhanini dikarenakan pasien merasa tidak enak pada perutnya, mual dan muntah sehingga pasien tidak mau makan. Mual tersebut kemungkinan merupakan komplikasi dari penyakit GGK yang berupa gastropati uremikum berupa akumulasi ureum dalam darah. Bakteri dalam saluran gastrointestinal dapat menguraikan urea menjadi ammonia,
ammonia ini bersifat iritasi kuat, sehingga menimbulkan keluhan mual dan muntah. Keluhan tersebut dapat menyebabkan pasien tidak nafsu makan sehingga membuat pasien lemas.10,13 Berdasarkan hasil pemeriksaan tekanan darah, didapatkan hasilnya adalah 160/100 mmHg. Berdasarkan kategori tekanan darah yang dikeluarkan oleh Joint National Committe (JNC) VII menyebutkan bahwa pasien termasuk dalam kategori hipertensi derajat II karena sistol ≥160 mmHg dan diastol ≥100 mmHg. Klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa menurut JNC VII terbagi menjadi kelompok normal, prahipertensi, hipertensi derajat 1, dan derajat 2.6,11
6,11
Tabel 2. Klasifikasi hipertensi Klasifikasi TD sistolik TD diastolik Normal Prehipertensi Hipertensi derajat I Hipertensi derajat II
< 120 120-139 140-159 >160
<80 80-89 90-99 >100
J Medula Unila|Volume 4|Nomor 1|November 2015|97
Lailatus | Pria 55 Tahun dengan Penyakit Ginjal Kronis
Hipertensi merupakan faktor risiko penting untuk perkembangan penyakit ginjal. Target tekanan darah yang harus diturunkan pada pasien dengan gagal ginjal kronik, diabetes mellitus adalah ≤130/85 mmHg.2,11 Obat anti hipertensi yang baik untuk pasien gagal ginjal adalah golongan angiotensin converting enziminhibitor (ACEI) dan angiotensin receptor blocker (ARB) karena menurunkan tekanan darah kapiler glomerulus dan filtrasi protein. Dosis pemberian captopril pada pasien ini kurang, seharusnya diberikan 3x25 mg. untuk pasien gagal ginjal kronik, selain itu juga di tambahkan obat anti hipertensi golongan ARB seperti candesartan dan valsartan. Untuk pasien hipertensi derajat II, menurut JNC VII harus diberikan dua obat anti hipertensi kombinasi. Akhirnya obat golongan ARB tersebut digantikan dengan obat golongan calcium channel blocker (CCB), diberikan amlodipin 1x10 mg.6,7,11,12 Pemberian ACEI efektif dalam memperlambat perkembangan insufisiensi ginjal pada pasien dengan atau tanpa diabetes. Golongan CCB juga menghambat progresi insufisiensi ginjal pada pasien dengan diabetes tipe 2. Akhir-akhir ini, ARB berupa irbesartan dan losartan telah terbukti memiliki efek perlindungan nefropati diabetikum.6 Menurut penelitian, ARB tampaknya memiliki efektivitas yang sama seperti ACEI dalam mengurangi proteinuria. Kombinasi terapi ARB dan ACEI menyebabkan penurunan proteinuria lebih besar daripada monoterapi. Pemberian ARB dapat mengurangi ekskresi protein dalam urin sekitar 35% dibandingkan dengan golongan CCB. Inhibitor dari sistem renin-angiotensin mengurangi proteinuria dengan mengurangi tekanan arteri sistemik dan tekanan filtrasi intraglomerular dan dengan mengubah pori-pori ukuran dari filtrasi glomerulus.4 Pemberian ACEI dan ARB merupakan lini pertama untuk pasien hipertensi, diabetes melitus (DM) tipe 1 atau 2, dan proteinuria atau awal gagal ginjal kronis. Kedua obat ini mengurangi tekanan darah dan proteinuria, memperlambat perkembangan dari penyakit ginjal, dan memberikan perlindungan kardiovaskular jangka panjang. Obat ACEI dan J Medula Unila|Volume 4|Nomor 1|November 2015|98
ARB menghambat sistem renin-angiotensinaldosteron, sehingga menyebabkan pelebaran eferen arteriol. Hal ini dapat menyebabkan penurunan akut pada GFR lebih dari 15 persen dari baseline dengan peningkatan proporsional dalam kreatinin serum dalam minggu pertama memulai terapi.4,6,8 Diuretik tiazid atau HCT merupakan lini pertama untuk mengobati hipertensi, tetapi tidak dianjurkan jika tingkat serum kreatinin lebih tinggi dari 2,5 mg per dL. Obat loop diuretik atau furosemid yang paling umum digunakan untuk mengobati hipertensi tanpa komplikasi pada pasien dengan gagal ginjal kronis. Diuretik hemat kalium harus dihindari karena meningkatkan jumlah kalium pada pasien dengan gagal ginjal kronik.6,12 Pemberian antasida atau ranitidin untuk mengatasi masalah gastropati uremikum tidak tepat. Antasida memiliki efek samping terutama untuk pasien gagal ginjal kronik. Alumunium yang diabsorpsi dalam jumlah kecil dapat tertimbun dalam otak, diduga mendasari sindroma ensefalopati yang terjadi pada pasien gagal ginjal kronik. Alumunium hidroksida dapat membentuk senyawa yang sukar larut, sehingga bisa menimbulkan batu saluran kemih. Pasien dengan GGK derajat V harus melakukan hemodialisis untuk mengurangi keluhan mual muntahnya, agar kadarureum dalam darahnya berkurang. Jika tidak, terapi alternatif lainnya adalah dengan melakukan transplantasi ginjal.8,13 Pasien disarankan untuk mengonsumsi makanan yang rendah garam yaitu 2-3 gr/hari. Untuk pasien gagal ginjal tidak diperbolehkan banyak minum sehingga dilakukan pembatasan cairan 500-800 ml/hari agar tidak menyebabkan pembengkakan di tubuh pasien.3 Pasien gagal ginjal kronik beresiko mengalami malnutrisi sehingga menurunkan kualitas hidup serta memiliki morbiditas dan mortalitas yang lebih tinggi dibandingkan populasi normal.Beberapa faktor penyebab malnutrisi pasien gagal ginjal kronik adalah keluhan uremia, asupan protein dan kalori yang menurun, dan inflamasi kronik. Untuk itu monitoring status gizi pasien gagal ginjal kronik sangat penting.3,8
Lailatus | Pria 55 Tahun dengan Penyakit Ginjal Kronis
Standar diet pada Penyakit Ginjal Kronik Pre Dialisis dengan terapi konservatif adalah sebagai berikut: 1. Syarat dalam menyusun diet energi orang dewasa adalah 35 kkal/kg BB, sedangkan padageriatri umur lebih dari 60 tahun cukup 30 kkal/kg BB, dengan ketentuan dan komposisi sebagai berikut: a. Karbohidrat sebagai sumber tenaga, 50-60% dari total kalori b. Protein untuk pemeliharaan jaringan tubuh dan mengganti sel-sel yang rusak sebesar 0,6 g/kg BB. Apabila asupanenergi tidak tercapai, protein dapat diberikan sampai dengan 0,75 g/kg BB. Protein diberikan lebih rendah dari kebutuhan normal, oleh karena itu diet ini biasa disebut diet rendah protein. Pada waktu yang lalu, anjuran protein bernilai biologi tinggi/hewani hingga ≥60%, akan tetapi pada saat ini anjuran cukup 50%. Saat ini protein hewani dapat dapat disubstitusi dengan protein nabati yang berasal dari olahan kedelai sebagai lauk pauk untuk variasi menu. c.Lemak untuk mencukupi kebutuhan energi diperlukan ± 30% diutamakan lemak tidak jenuh. d. Kebutuhan cairan disesuaikan dengan jumlah pengeluaran urin sehari ditambah IWL ± 500 ml. e. Garam disesuaikan dengan ada tidaknya hipertensi serta penumpukan cairan dalam tubuh. Pembatasan garam berkisar 2,5-7,6 g/hari setara dengan 1000-3000 mg Na/hari. f. Kalium disesuaikan dengan kondisi ada tidaknya hiperkalemia 40-70 meq/hari. g. Fosfor yang dianjurkan ≤10 mg/kg BB/hari. h. Kalsium 1400-1600 mg/hari.3,9,10 Asupan protein yang disarankan bagi pasien gagal ginjal kronik 0,75 gr/kgBB/hari untuk pasien GFR ≥30 mL/min/1,73 m2 untuk GGK derajat 1-3, sedangkan untuk GFR yang lebih rendah untuk GGK derajat 4–5 asupan
proteinnya adalah 0,6 gr/kgBB/hari. Perlu dilakukan pemantauan setiap 1-3 bulan untuk GGK derajat 4–5, dan monitoring setiap 6-12 bulan untuk GGK derajat 1–3. Berarti pasien berat badan 55 kg dengan GGK derajat 5, asupan protein per harinya adalah 33 gram. Jika ada satu potong daging ukuran sedang, maka harus dibagi untuk 3 kali makan. Pembatasan asupan protein menurunkan progresifitas penyakit gagal ginjal kronik. Salah satu hasil metabolisme protein adalah ureum dan juga zat toksin lainnya, jika terlalu banyak asupan protein akan semakin menimbulkan sindrom uremik.3,10 Kebutuhan kalori untuk pasien gagal ginjal kronik adalah 30-35 kkal/kgbb/hari. Asupan kalori perkilogram berat badan pada pasien ini seharusnya 1650-1925 kkal/hari atau 412-480 gram/hari, artinya jika memasak nasi ½ kg dapat dibagi untuk 3 kali makan. Asupan protein dan kalori harus diperhitungkanagar pasien tidak mengalami malnutrisi, karena kebanyakan dari pasien gagal ginjal mengalami malnutrisi akibat sindrom uremik. 3,13 Penatalaksanaan penyakit ginjal kronik meliputi: 1. Terapi spesifik terhadap penyakit dasar, dilakukan sebelum terjadi penurunan GFR, sehingga perburukan fungsi ginjal tidak terjadi. Jika GFR menurun sampai 20-30% terapi penyakit dasar sudah tidak bermanfaat. 2. Pencegahan dan terapi terhadap kondisi kormobid. Faktor-faktor kormobid ini antaralain gangguan keseimbangan cairan, hipertensi yang tidak terkontrol, infeksi traktus urinarius, obstruksi traktus urinarius, obat-obat nefrotoksik, bahan radiokontras, atau peningkatan penyakit dasarnya. 3. Menghambat perburukan fungsi ginjal, dengan dua cara yaitu pembatasan asupan protein, seperti yang sudah dijabarkan diatas, dan terapi farmakologis, yaitu pemberian obat antihipertensi untuk mengurangi hipertensi intraglomerulus. Obat antihipertensi juga bermanfaat untuk memperkecil risiko kardiovaskular juga sangat penting untuk memperlambat J Medula Unila|Volume 4|Nomor 1|November 2015|99
Lailatus | Pria 55 Tahun dengan Penyakit Ginjal Kronis
pemburukan kerusakan nefron dengan mengurangi hipertensi intra-glomerulus dan hipertrofi glomerulus. Beberapa obat antihipertensi, terutama ACE Inhibitor. 4. Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular. 5. Pencegahan dan terapi terhadap komplikasi.1,8,10,11 Pada GGK derajat 5 atau pada GFR <15 ml/mnt/1,73 m2 terapinya adalah pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal, pada pasien ini sudah direncanakan dilakukan hemodialisa.9,10 Simpulan Prognosis untuk ad vitam pada pasien ini dipikirkan dubia ad bonam karena keadaan tanda vital pasien baik dalam pengontrolan. Prognosis untuk ad functionam pada pasien ini dipikirkan dubia ad malam karena pasien menderita gagal ginjal kronik sehingga yang membutuhkan tatalaksana cuci darah seminggu 2 kali. Hal tersebut mengganggu aktivitas dan fungsional pasien sehari-hari. Prognosis untuk ad sanationam pada pasien dipikirkan dubia ad malam karena pada pasien ini sudah terjadi penurunan berat dari fungsi ginjalnya.6,10 Daftar Pustaka 1. Almualm Y, Huri ZH. Chronic kidney disease screening methods and its implication for Malaysia: An in depth review. Global Journal of Health Science. 2015; 7(4):96109. 2. Su SL, Lin C, Kao S, Wu CC, Lu KC, Lai CH, et al. Risk factor and their interaction on chronic kidney disease: A multi-center case control study in Taiwan. BMC Nephrology. 2015; 16:83-92. 3. Palmer SC, Ruospo M, Campbell KL, Larsen VC, Saglumbene V, Natale P, et al. Nutrition and dietary intake and their association with mortality and hospitalisation in adults with chronic kidney disease treated with haemodialysis: protocol for DIET-HD, a prospective multinational cohort study.BMJ Open. 2015; 5(1):1-7 4. Kunz R, Friedrich C, Wolbers M, Mann JFE. Meta-Analysis: Effect of monotherapy and combination therapy with inhibitors of the J Medula Unila|Volume 4|Nomor 1|November 2015|100
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
renin-angiotensin system on proteinuria in renal disease. Ann Intern Med. 2008; 148(1):30-48. Turner JM, Bauer C, Abramowitz MK, Melamed ML, Hostetter TH. Treatment of chronic kidney disease. Kidney Int. 2012; 81(4):351-62. Judd E, Calhoun DA. Management of hypertension in CKD: Beyond the Guidelines. Adv Chronic Kidney. 2015; 22(2):116-22. Wang C, Deng WJ, Gong WY, Zhang J, Tang H, Peng H, et al. High prevalence of isolated nocturnal hypertension in chinese patients with chronic kidney disease. J Am Heart Association. 2015; 4(2):351-62. Lopez-Giacoman S, Madero M. Biomarkers in chronic kidney disease, from kidney function to kidney damage. World J Nephrol. 2015; 4(1):57-73. Kamaludin A. Penyakit ginjal kronik. Jakarta: Bagian Ilmu Penyakit Dalam Universitas Pelita Harapan; 2010. hlm. 47. Suwitra K. Penyakit ginjal kronik. Dalam: Sudoyo AW, et al. eds. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-5. Jakarta: Pusat Penerbitan IPD FK UI; 2009. hlm. 1035-40. Cohen D, Townsend RR. Hypertension and kidney disease: What do the data really show?. CurrHypertens Rep. 2012; 14(5):462-7. Ravera M, Re M, Deferrari L, VettorettiS, Deferrari G. Importance of blood pressure control in chronic kidney disease. J Am Soc Nephrol. 2006; 17(4 Suppl 2):S98-103. Nand P, Malhotra P, Bala R. Evaluation of upper gastrointestinal symptoms and effect of different modalities of treatment in patients of chronic kidney disease. JIACM. 2014; 15(3-4):182-7.