HUBUNGAN KEPATUHAN MENJALANI HEMODIALISA DENGAN QUALITY OF LIFE PASIEN CHRONIC KIDNEY DISEASE DI RUANG HEMODIALISA RUMKITAL Dr. RAMELAN SURABAYA Muhammad Afan Abrory., Ns. Christina Yuliastuti,M.Kep ABSTRACT Compliance can affect health status, extend life expectancy and affect social relations change, so that it can affect the quality of life in patients with chronic kidney disease. This study aims to determine the relationship of compliance undergoing hemodialysis quality of life of patients with chronic kidney disease in Hemodialysis room Rumkital Dr. Ramelan Surabaya. This study design using correlational. The independent variables were undergoing hemodialysis and variable compliance depedent are quality of life of patients chronic kidney disease. The sample was 96 patients with chronic kidney disease, using purposive sampling, this research instrument using the WHOBREEF questionnaire and observation sheet. Analysis of data using Chisquare with significance p <0.05. Results showed the majority of patients with chronic kidney disease undergoing hemodialysis obedient, most patients with chronic kidney disease have a high quality of life and their relationships undergo hemodialysis compliance with the quality of life of patients chonic kidney disease In Space Hemodilisa Rumkiital Dr. Ramelan Surabaya (p = 0.000 <α 0.05). Nurses should develop knowledge relating to hemodialysis in order to provide knowledge about compliance undergoing hemodialysis quality of life of patients with chronic kidney disease. In addition to other researchers could be further study in managing patients with hemodialysis therapy. Keywords: Compliance hemodialysis, quality of life, patient, chronic kidney disease
Pendahuluan Penyakit ginjal kronik (PGK) atau
untuk mempertahankan metabolisme
chronic kidney disease (CKD) adalah
dan
suatu proses patofisiologis dengan
elektrolit
etiologi
uremia (Black & Hawk, 2009;
mengakibatkan
yang
beragam,
penurunan
keseimbangan sehingga
cairan
dan
menyebabkan
fungsi
Smeltzer & Bare, 2008; Sudoyo
ginjal yang irreversible dan progresif
dkk,2006). Salah satu masalah besar
dimana kemampuan tubuh gagal
yang berkontribusi pada kegagalan
1
hemodialisis
adalah
kepatuhan.
Cvengros et al 2004 dalam Kamerrer,
Kepatuhan (adherence) didefinisikan
2007). Peneliti melakukan observasi
sebagai tingkatan perilaku seseorang
di ruang hemodialisa Rumkital Dr.
yang
pengobatan,
Ramelan
dan
atau
beberapa pasien CKD yang tidak
melaksanakan perubahan gaya hidup
patuh dalam menjalanihemodialisa,
sesuai dengan rekomendasi pemberi
sehingga
pelayanan kesehatan (WHO. 2003).
hipertensi,
Kepatuhan
komplikasi lainnya.
mendapatkan
mengikuti
diet,
pasien
terhadap
rekomendasi dan perawatan dari
Surabaya
pasien edema
Indonesia
mengalami dan
berbagai
Renal
Registry,
pemberi pelayanan kesehatan adalah
suatu
penting
suatu
Perhimpunan Nefrologi Indonesia,
intervensi. Ketidakpatuhan menjadi
pada tahun 2008 jumlah pasien
masalah yang besar terutama pada
hemodialisis (cuci darah) mencapai
pasien yang menjalani hemodialisis
2260 orang. tahun 1991 dan 2002
dan dapat berdampak pada berbagai
dijumpai ± 45 % dari 14 klien
aspek perawatan pasien, termasuk
dengan status gizi kurang. CKD
konsistensi
disebabkan
untuk
kunjungan,
pengobatan makanan
kesuksesan
serta dan
regimen pembatasan
oleh
registrasi
banyak
dari
faktor.
Faktor utama penyebab CKD di
telah
Indonesia
menurut
persatuan
diperkirakan bahwa sekitar 50 %
nefrologi
Indonesia
(Pernefri)
pasien
mematuhi
dengan presentasi terbanyak adalah
setidaknya sebagian dari regimen
Glomerulonefritis 46,39%, Diabetes
hemodialisis mereka (Kutner 2001,
Melitus
HD
cairan.
kegiatan
mendapati
tidak
2
18,65%,
Obstruksi
dan
infeksi 12,85%, Hipertensi 8,46%,
DR. Ramelan Surabaya, didapatkan
penyebab lain yang tidak diketahui
jumlah
13,65% (Lubis, 2006). Sebuah studi
mengalami
yang dipublikasikan oleh Saran et al
tahunnya yaitu pada tahun 2013
(2003), pasien dianggap tidak patuh
sekitar 120 orang dan pada tahun
jika mereka sudah melewatkan satu
2014 sebanyak 128 orang.
atau lebih sesi dialisis dalam satu bulannya,
memperpendek
penderita
CKD
peningkatan
Hemodialisis
juga setiap
merupakan
waktu
salah satu terapi pengganti ginjal
dialisis dengan satu atau lebih sesi
(TPG) yang paling umum dijalani
dengan lebih dari 10 menit perbulan,
oleh pasien CKD (United States
memiliki tingkat kalium serum lebih
Renal Data System [USRDS], 2009
besar dari 6 mEq/L, kadar fosfat
pada Kim, 2010). Ketika seseorang
serum lebih besar dari 7,5 mg/ dl,
memulai
atau IDWG lebih besar dari 5,7 %
(hemodialisis) maka ketika itulah
dari berat badan. Melewatkan satu
klien harus merubah seluruh aspek
atau lebih dialisis dalam sebulan
kehidupannya.
dihubungkan
persen
mendatangi unit hemodialisa secara
peningkatan risiko kematian, dan
rutin 2-3 kali seminggu, konsisten
memperpendek
terhadap obat-obatan yang harus
dengan
30
waktu
dialisis
terapi ginjal
Klien
pengganti
harus
dikaitkan dengan 11 % lebih tinggi
dikonsumsinya,
memodifikasi
Risiko Relatif (RR) dari kematian
dietnya
besar-besaran,
(Kamerrer,
2007).
mengatur asupan cairan hariannya
observasi
pendahuluan
Berdasarkan
secara
yang
serta mengukur balance cairan setiap
dilakukan peneliti data di Rumkital
harinya. Masalah lainnya berupa
3
pengaturan-pengaturan
sebagai
melaksanakan perubahan gaya hidup
dampak penyakit ginjalnya seperti
sesuai dengan rekomendasi pemberi
dampak penurunan hemoglobin yang
pelayanan kesehatan (WHO. 2003).
lazim terjadi pada pasien gagal
Kepatuhan
ginjal, pengaturan kalium, kalsium,
rekomendasi dan perawatan dari
Fe
pemberi pelayanan kesehatan adalah
dan
lain-lain.
Hal
tersebut
menjadi beban yang sangat berat
penting
bagi
intervensi,
klien
yang
menjalani
pasien
untuk
terhadap
kesuksesan
tetapi
suatu
ketidakpatuhan
hemodialisis. Termasuk pula masalah
menjadi masalah yang besar terutama
psikososial tentunya
dan akan
menyebabkan
ekonomi
yang
pada
berdampak
besar
hemodialisis. Dan dapat berdampak
klien
seringkali
pada
pasien
yang
berbagai
aspek
perawatan
menderita kelelahan yang luar biasa.
pasien,
Sehingga
menyebabkan
kunjungan, regimen pengobatan serta
kegagalan terapi dan memperburuk
pembatasan makanan dan cairan.
prognosis klien dengan CKD (Kim,
Secara
2010).
diperkirakan bahwa sekitar 50 %
akhirnya
Masalah
besar
berkontribusi
pada
hemodialisis
adalah
yang
kegagalan
pasien
termasuk
menjalani
konsistensi
keseluruhan,
HD
tidak
telah
mematuhi
masalah
setidaknya sebagian dari regimen
umum
hemodialisis mereka (Kutner 2001,
kepatuhan (adherence) didefinisikan
Cvengros et al 2004 dalam Kamerrer,
sebagai tingkatan perilaku seseorang
2007).
yang
pengobatan,
tersebut,
dan
kualitas hidup klien, meningkatnya
kepatuhan
klien.
Secara
mendapatkan
mengikuti
diet,
atau
4
Dampak
ketidakpatuhan
dapat
mempengaruhi
biaya
perawatan
meningkatnya
kesehatan,
morbiditas
penting agar klien tetap merasa nyaman pada saat sebelum, selama dan sesudah terapi hemodialisa (Imelda, 2010). Kepatuhan berarti pasien harus meluangkan waktu dalam menjalani pengobatan yang dibutuhkan seperti dalam pengaturan diet maupun cairan (Potter & Perry, 2006). Pang et al (2001) dalam Barnet et al (2007) kepatuhan terhadap regimen terapi dan mencegah atau meminimalkan komplikasi adalah faktor penting yang berkontribusi untuk bertahan dan kualitas hidup. Perawat sebagai satu profesi yang menggunakan proses keperawatan dalam menangani pasien, telah memiliki serangkaian intervensi dalam mencegah dan menangani masalah adherence. Intervensi keperawatan yang digunakan pada masalah adherence, yang telah tertuang dalam Nursing Intervention Classification (NIC), meliputi : pendidikan kesehatan, petunjuk sistem kesehatan, menetapkan tujuan bersama, pengaturan nutrisi, kontrak dengan pasien, bantuan modifikasi diri, fasilitasi tanggung-jawab pribadi, dan mengajar pasien (Dochterman & Bulechek, 2004). Perawat bersama pasien dapat mengenali faktor pendukung dan penghambat kepatuhan, mengenali harapan dan keinginan pasien dalam mematuhi anjuran kesehatan, serta mampu memotivasi pasien untuk patuh (Dochterman & Bulechek, 2004). Anees, (2011) mengungkapkan bahwa kualitas hidup 89 pasien CKD yang menjalani hemodialisis berada pada level rendah untuk domain kesehatan fisik, domain psikologis, sedangkan untuk domain hubungan sosial dan lingkungan berada pada level sedang. Salah satu syarat keberhasilan terapi
dan
mortilitas klien(Block et al., 2004; Leggat et al., 1998; Saran et al., 2003; Sezer et al, 2002; Szczech et al., 2003 pada Kim, 2010). Penelitian yang dilakukan oleh Drennan & Cleary (2005), terhadap 97 pasien CKD
yang
sedang
menjalani
hemodialisis, menunjukkan adanya penurunan
kualitas
hidup
diantaranya: keterbatasan vitalitas, fungsi fisik dan peran fisik. Mereka juga melaporkan fungsi fisik jauh lebih rendah, dan skor kesehatan mental yang kurang baik. komplikasi dapat
mengakibatkan
timbulnya
masalah baru yang lebih kompleks antara
lain
menjngkatkan mempengaruhi
ketidaknyamanan, stress
dan
kulitas
hidup,
memperburuk kondisi pasien bahkan menimbulkan kematian. Kepatuhan dalam menjalani hemodialisa dan pembatasan tersebut
5
gagal ginjal kronik adalah kerjasama yang baik antara pasien, keluarga, dengan dokter yang mengobati. Disamping perlu kerja sama antara pasien, keluarga dan dokter, juga masing-masing pihak perlu meningkatkan kepatuhan dalam terapi hemodialisa dibidang gagal ginjal kronik agar tujuan pengobatan tecapai. Hemodialisa yang adekuat dapat meningkatkan kelangsungan hidup dengan komplikasi yang minimal, meningkatkan kualitas hidup sehingga hidup lebih sehat dan lebih baik. Rendahnya kualitas hidup pasien hemodialisa dilaporkan oleh pasien dengan kesehatan fisik yang buruk. Kualitas hidup pasien
hemodialisa berfluktuasi, karena dipengaruhi oleh kesehatan fisik, psokologis, tingkat kemandirian, hubungan social, kepercayaan pribadi dan hubungan mereka dengan lingkungan. Komplikasi ini perlu diantisipasi, dikendalikan serta diatasi agar kualitas hidup pasien tetap optimal dan kondisi yang lebih buruk tidak terjadi. Dengan latar belakang di atas, maka perlu dilakukan penelitian guna mengetahui hubungan kepatuhan menjalani hemodialisa dengan quality of life pasien chronic kidney disease di ruangan Hemodialisa Rumkital Dr. Ramelan Surabaya
Bahan Dan Metode penelitian Penelitian ini menggunakan desain penelitian analitik korelatif dengan pendekatan cross sectional, dimana akan diteliti tentang hubungan kepatuhan menjalani hemodialisa dengan quality of life pasien chonic kidney disease di ruang hemodialisa rumkital dr. ramelan surabaya Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 28 juni – 1 juli 2015 di ruang hemodialisa rumkital dr. ramelan Surabaya. Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien Chronic Kidney Disease di Ruang Hemodialisa Rumkital Dr. Ramelan Surabaya periode satu tahun terakhir (November 2014 - Januari 2015) dengan jumlah 127 orang. dengan menggunakan purposive sampling, maka sampel pada penelitian ini adalah seluruh pasien chronic kidney disease di ruang hemodialisa rumkital dr. ramelan Surabaya sejumlah 96 pasien sebagai populasi. Teknik pengumpulan data yang dilakukan peneliti yaitu pengumpulan data dilakukan setelah
peneliti mendapatkan ijin dan persetujuan dari bagian akademik Program Studi STIKES Hang Tuah Surabaya. Setelah mendapatkan ijin dari bagian akademik, peneliti mengajukan surat ijin studi pendahuluan untuk mengambil data pendahuluan mengenai jumlah pasien chronic kidney disease di Ruang hemodialisa Rumkital Dr. Ramelan Surabaya dari STIKES Hang Tuah Surabaya yang ditujukan kepada pimpinan Rumkital Dr. Ramelan surabaya. Setelah mengajukan ijin, peneliti mencari data mengenai pasien chronic kidney disease dari buku registrasi pasien di Ruang hemodialisa Rumkital Dr. Ramelan surabaya. Peneliti mengajukan surat permohonan ijin untuk penelitian dari STIKES Hang Tuah Surabaya yang ditujukan kepada pimpinan Rumkital Dr. Ramelan Surabaya. Setelah mendapatkan balasan surat ijin penelitian dari Rumkital Dr. Ramelan Surabaya kemudian peneliti menjelaskan tujuan penelitian kepada
6
kepala ruangan atau tenaga kesehatan yang bertanggung jawab terhadap pasien chronic kidney disease. Peneliti memperkenalkan diri kepada calon responden kemudian melakukan pengkajian dan menetapkan calon responden sesuai kriteria inklusi dan eksklusi yang telah ditetapkan sebagai responden yang layak untuk diteliti dengan menggunakan metode purposive sampling. Memberikan penjelasan dan memberikan waktu pada calon responden untuk bertanya seputar penelitian kemudian ketika calon responden setuju maka peneliti meminta calon responden untuk menandatangani inform consent. Pada minggu pertama hari pertama dan kedua reponden diberikan kuesioner. Pada minggu ketiga peneliti memantau kehadiran responden selama 3 minggu terakhir dengan melihat absen dan daftar pasien
b. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Hasil Penelitian 1. Data Umum Responden a. Karakteristik Berdasarkan Usia
Tabel 5.3 menunjukkan bahwa dari 96 pasien chronic kidney disease, didapatkan rata–rata adalah SMA sebanyak 37 pasien (38,1%), S1 sebanyak 21 pasien (21,6%), tidak tamat SD sebanyak 15 pasien (15,5%), SD sebanyak 10 pasien (10,3%), SMP sebanyak pasien (8,2%) dan Diploma sebanyak 5 pasien (5,2%)
Usia 18-35 36-55 56-60 Total
Frekuensi 14 50 32 96
Jenis kelamin laki-laki Perempuan Total
Frekuensi 58 38 96
Prosentase 60.4 39.6 100.0
Tabel 5.2 menunjukkan bahwa dari 96 pasien chronic kidney disease, didapatkan rata – rata adalah lakilaki yaitu sebanyak 58 pasien (60,4%) dan sebanyak 38 pasien (39,6%) adalah perempuan c. Karakteristik Responden Berdasarkan pendidikan
Demografi Responden
Prosentase 14.6 52.1 33.3 100.0
Tabel 5.1 menunjukkan bahwa dari 96 pasien chronic kidney disease, didapatkan rata – rata adalah usia 36 - 55 tahun sebanyak 50 pasien (52,1), usia 56 – 60 tahun sebanyak 32 pasien (33,3%), usia 18 – 35 tahun sebanyak 14 pasien (14,6%)
7
Pendidikan
Frekuensi
Prosentase
tidak tamat SD
15
15.5
SD SMP SMA Diploma
10 8 37 5
10.3 8.2 38.1 5.2
S1 Total
21 96
21.6 99.0
d. Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan pekerjaan tidak bekerja pegawai negeri karyawan swasta Wirausaha Pensiunan Pedagang lain-lain Total
f.Karakteristik Berdasarkan lama hemodialisa
frekuensi prosentase 17 17.7 16 16.7 16 16.7 8 8.3 20 20.8 2 2.1 17 17.7 96 100.0
Status belum menikah Menikah Janda Duda Total
Prosentase 5.2 85.4 8.3 1.0 100.0
2. Data Khusus 1. Kepatuhan menjalani hemodialisa dengan quality of life pasien chronic kidney disease Di Ruang Hemodialisa Rumkital Dr. Ramelan Surabaya
e. Karakteristik Responden Berdasarkan Status Pernikahan frekuensi 5 82 8 1 96
Frekuensi 5 82 8 1 96
Tabel 5.5 menunjukkan bahwa dari 96 pasien chronic kidney disease, didapatkan rata-rata pada pasien yang menikah sebanyak 82 orang(85,4%), pada pasien janda sebanyak 8 orang (8,3%), pada pasien yang belum menikah sebanyak 5 orang (5,2%) dan pada pasien berstatus duda sebanyak 1 pasien (1,0%).
Tabel 5.4 menunjukkan bahwa dari 96 pasien chronic kidney disease, didapatkan rata–rata adalah pada pensiunan 20 pasien (20,8%), yang tidak bekerja sebanyak 17 pasien (17,7%), pekerjaan yang lainnya (17,7%), pegawai negeri dan karyawan swasta sebanyak 16 pasien (16,7%) dan wirausaha terdapat 8 pasien (8,3%).
Status pernikahan belum menikah Menikah Janda Duda Total
Responden menjalani
prosentase 5.2 85.4 8.3 1.0 100.0
Kepatuhan
Frekuensi
Prosentase
Patuh
80
83.3
Tidak Patuh
16
16.7
Total
96
100.0
Berdasarkan tabel 5.7 hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 96 pasien chronic kidney disease yang bersedia menjadi responden, 81 orang (84,4%) patuh dalam menjalani terapi hemodialisa dan 15 orang (15,6%) tidak patuh dalam menjalani terapi hemodialisa.
Tabel 5.5 menunjukkan bahwa dari 96 pasien chronic kidney disease, didapatkan rata-rata pada pasien yang menikah sebanyak 82 orang(85,4%), pada pasien janda sebanyak 8 orang (8,3%), pada pasien yang belum menikah sebanyak 5 orang (5,2%) dan pada pasien berstatus duda sebanyak 1 pasien (1,0%).
8
2. Quality of life pasien chornic kidney disease Di Ruang Hemodialisa Rumkital Dr. Ramelan Surabaya Quality of Life Quality of Life tinggi Quality of Life rendah Total
Frekuensi
Prosentase
81
84.4
15
15.6
96
100.0
untuk hubungan keptuahn menjalani hemodialisa dengan quality of life pasien chronic kidney disease Di Ruang Hemodialisa Rumkital Dr. Ramelan Surabaya, bahwa hasil kuesioner diperoleh nilai signifikan uji Chisquare yang didapat sebesar 0,000. Berdasarkan uji statistik Chisquare Test didapatkan nilai 0,000<α (0.05), artinya ada hubungan kepatuhan menjalani hemodialisa dengan quality of life pasien chronic kidney disease Di Ruang Hemodialisa Rumkital Dr. Ramelan Surabaya
Berdasarkan tabel 5.8 menunjukkan bahwa 81 pasien (84,4%) orang bersedia menjadi responden mempunyai quality of life yang tinggi dan yang mempunyai quality of life rendah sebanyak 15 pasien (15,6%).
Pembahasan 1. Kepatuhan Menjalani Hemodialisa Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar pasien patuh menjalani hemodialisa. Hal ini dapat dijelaskan dari faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa proporsi responden berdasarkan usia didapatkan lebih banyak responden yang berusia dewasa atau kurang dari dengan 36 tahun dibandingkan responden yang berusia lebih dari 36 tahun. Responden yang berusia lebih dari 36 tahun sebanyak 85,4 % (82 orang), sedangkan responden yang berusia kurang dari atau sama dengan 36 tahun sebanyak 14,6% (14 orang). Hasil penelitian ini mendukung studi DOPPS (the Dialysis Outcomes and Practice Patterns Study) yang menemukan bahwa prediktor peluang ketidakpatuhan lebih tinggi mengenai usia yang lebih muda (saran et al, 2003). Berdasarkan model perilaku Green, usia merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi perilaku, yang termasuk dalam kategori
3. Hubungan kepatuhan menjalani hemodialisa dengan quality of life pasien chronic kidney disease Quality Of Life Kepatuha n
Patuh Tidak Patuh Total
Total
Tinggi
Rendah
f
%
f
%
8 0
100
0
0
1 93. 5 8 8 84. 1 15. 1 4 5 6 P = Chisquare = 0,000 1
6.2
f
%
8 0 1 6
10 0 10 0
Tabel 5.9 menunjukkan bahwa dari 80 pasien yang patuh menjalani hemodialisa, didapatkan semua pasien (100%) memiliki quality of life tinggi. Sedangkan dari 16 pasien yang tidak patuh menjalani hemodialisa didapatkan sebanyak 1 pasien (6,2) memiliki quality of life tinggi dan 15 pasien (93,8%) memiliki quality of life rendah. Berdasarkan pengujian chisquare
9
predisposing factors (Green, 1980 dalam Notoatmodjo, 2007). Sedangkan dalam Model Kepatuhan Kamerrer (2007), usia termasuk dalam salah satu komponen dari faktor pasien yang mampu mempengaruhi kepatuhan seseorang. Seperti yang dikemukakan oleh Azwar (2005) dalam 1 dari 2 hipotesisnya, yang beranggapan bahwa semakin lama (tua) individu akan semakin tahan terhadap persuasi. Dalam hipotesis ini dinyatakan bahwa orang akan lebih rawan terhadap persuasi sewaktu masih muda dan kemudian dengan bertambahnya usia akan semakin kuat sehingga menjadi semakin stabil (Rohman, 2007). Usia dewasa pada umumnya merupakan seseorang yang aktif dengan memiliki fungsi peran yang banyak, mulai dari perannya sebagai dindividu itu sendiri, keluarga, di tempat kerja, maupun dalam kelompok-kelompok social mereka. Ketika seorang yang dewasa mengalami sakit kronis, maka akan terdapat konflik, sehingga individu dewasa beresiko untuk menjadi tidak patuh. Berdasarkan hasil penelitian ini, diketahui bahwa prediktor ketidakpatuhan pada usia adalah bahwa usia muda beresiko untuk tidak patuh dibandingkan usia yang lebih tua. Kondisi ini dapat dikaji ulang berdasarkan tugas perkembangan yang terjadi pada dewasa tua. Menurut Erikson, 1982 tugas perkembangan utama usia dewasa adalah mencapai generativitas. Generativitas adalah keinginan keinginan untuk merawat dan membimbing orang lain. Dewasa tengah dapat mencapai generativitas dengan anak-anaknya atau anak-anak sahabat atau melalui bimbingan dalam interaksi sosial dengan generasi selanjutnya. Jika pada masa
ini gagal mencapai generativitas, akan terjadi stagnasi, yang dapat ditunjukkan dengan perilaku merugikan diri sendiri ataupun orang lain. Havighurts, 1972 juga mengatakan bahwa usia dewasa merupakan masa pencapaian tanggung jawab sosial, membantu anak-anak menjadi orang dewasa yang bertanggung jawab.(Perry & Potter, 2005). Penting bagi perawat dalam memahami berbagai karakteristik usia dalam upaya meningkatkan kepatuhan pasien hemodialisa, mengingat mayoritas pasien hemodialisa adalah usia muda, dan juga mengingat prosentase terbanyak pasien yang tidak patuh adalah usia muda. Pendidikan kesehatan yang sampai saat ini diyakini sebagai intervensi baku emas, perlu memperhatikan strategi pendidikan kesehatan berdasarkan usia. Misalnya untuk lansia harus (1) memperbanyak percobaan untuk mentransfer materi pelajaran baru untuk memori jangka panjang, (2) memberi kesempatan untuk lebih sering mempelajari materi baru, dan (3) menggunakan self-paced. Pada faktor jenis kelamin didapatkan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa proporsi responden berdasarkan jenis kelamin didapatkan lebih banyak responden laki-laki yang berjumlah 58 orang (60,4 %) dibandingkan responden perempuan yang berjumlah 38 (39,6 %). Hasil penelitian ini mendukung studi DOPPS (the Dialysis Outcomes and Practice Patterns Study) yang menemukan bahwa prediktor peluang ketidakpatuhan lebih tinggi mengenai perempuan (Saran et al, 2003). Hasil penelitian ini juga memperlihatkan bahwa responden laki-laki yang berjumlah 48 orang
10
(60,0%) memiliki peluang untuk patuh lebih besar dibandingkan dengan responden perempuan yang berjumlah 32 orang (40,0%). Menurut pendapat peneliti hal tersebut dikarenakan perempuan umumnya dipengaruhi banyak faktor dalam mempertahankan suatu perilaku disamping biasanya perempuan lebih labil dibandingkan laki-laki lebih stabil dalam mempertahankan keyakinan maupun perilakunya. Pada faktor pendidikan Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa proporsi mayoritas responden adalah berlatar belakang pendidikan menengah (SMA) yaitu berjumlah 33 orang (41,2 %). Adapun responden sisanya berlatar belakang pendidikan tinggi yaitu sebesar 21 orang (20,0 %) dan pendidikan rendah/ dasar (SMP dan dibawahnya) yaitu berjumlah 27 orang (33,7 %). Beberapa bukti menunjukkan bahwa tingkat pendidikan pasien berperan dalam kepatuhan, tetapi memahami instruksi pengobatan dan pentingnya perawatan mungkin lebih penting daripada tingkat pendidikan pasien (Krueger et al, 2005 dalam Kamerrer, 2007). Menurut peneliti fenomena kepatuhan yang banyak ditemukan pada responden yang justru berpendidikan rendah, agaknya menunjukkan bahwa tidak selalu pendidikan tinggi menjamin seseorang untuk patuh. Faktor lamanya hemodialisa menunjukkan Hasil penelitian bahwa mayoritas responden telah menjalani hemodialisis lebih dari 1 tahun, yaitu sebanyak 46 pasien (55,0 %). Sedangkan sisanya menjalani hemodialisa kurang dari 1 tahun yaitu sebanyak 34 pasien (42,5 %). Periode sakit dapat mempengaruhi kepatuhan. Beberapa penyakit yang
tergolong penyakit kronik, banyak mengalami masalah kepatuhan. Pengaruh sakit yang lama, belum lagi perubahan pola hidup yang kompleks serta komplikasi-komplikasi yang sering muncul sebagai dampak sakit yang lama mempengaruhi bukan hanya pada fisik pasien, namun lebih jauh emosional, psikologis dan social pasien. Pada pasien hemodialisis didapatkan hasil riset yang memperlihatkan perbedaan kepatuhan pada pasien yang sakit lebih dari 1 tahun dengan yang kurang dari 1 tahun. Semakin lama sakit yang diderita, maka resiko terjadi penurunan tingkat kepatuhan semakin rendah (Kamerrer, 2007). 2. Quality Of Life Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar pasien memiliki quality of life yang tinggi. Hal ini dapat dijelaskan dari faktor-faktor yang mempengaruhi quality of life. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa proporsi responden berdasarkan usia didapatkan lebih banyak responden yang berusia dewasa atau kurang dari dengan 36 tahun dibandingkan responden yang berusia lebih dari 36 tahun. Responden yang berusia lebih dari 36 tahun sebanyak 85,4% (82 orang), sedangkan responden yang berusia kurang dari atau sama dengan 36 tahun sebanyak 14,6% (14 orang). Hal ini dapat dijelaskan dalam teori Avis (2005) bahwa peningkatan usia mempengaruhi tingkat kematangan sesorang untuk mengambil keputusan yang terbaik untuk dirinya. Orang dewasa cenderung mampu mempertahankan peningkatan kepatuhan terhadap program terapi yang diberikan terkait pembatasan cairan terutama pada pasien CKD. Hal ini dapat
11
berimplikasi terhadap peningkatan quality of life pasien chronic kidney disease. Pada faktor jenis kelamin didapatkan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa proporsi responden berdasarkan jenis kelamin didapatkan lebih banyak responden laki-laki yang berjumlah 49 orang (60,5 %) dibandingkan responden perempuan yang berjumlah 32 (39,5 %). Banyaknya air dalam tubuh akan berdampak pada peningkatan berat badan dan mempengaruhi aktifitas dan kegiatan seseorang yang menderita CKD dengan terapi hemodialisis. Igbokwe & Obika (2007), mengungkapkan bahwa perempuan dan laki-laki mempunyai perbedaaan ambang haus, Ambang haus laki laki lebih rendah dibanding dengan perempuan yang menyebabkan laki-laki lebih banyak mengalami peningkatan berat badan diantara dua waktu hemodialysis dan akan mempengaruhi quality of life pasien chronic kidney disease Pada faktor pendidikan Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa proporsi mayoritas responden adalah berlatar belakang pendidikan menengah (SMA) yaitu berjumlah 33 orang (40,7 %). Adapun responden sisanya berlatar belakang pendidikan tinggi yaitu sebesar 21 orang (25,9 %) dan pendidikan rendah/ dasar (SMP dan dibawahnya) yaitu berjumlah 27 orang (33,1 %). Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia dan sebagai wahana pengembang sumber daya manusia. Melalui pendidikan manusia dapat melepaskan diri dari keterbelakangan. Pendidikan juga mampu menanamkan kapasitas baru bagi manusia dalam mempelajari pengetahuan dan keterampilan baru,
sehingga dapat diperoleh manusia yang produktif (Tilaar,2005). Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka dia akan cenderung untuk berperilaku positif karena pendidikan yang diperoleh dapat meletakkan dasar-dasar pengertian dalam diri seseorang (Azwar, 2007). Sehingga semakin tinggi pendidikan pasien akan berpengaruh dengan quality of life pasien chronic kidney disease Pada faktor pekerjaan didapatkan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa proporsi responden berdasarkan pekerjaan didapatkan lebih banyak responden bekerja yang berjumlah 67 orang (82,7 %) dibandingkan responden yang tidak bekerja yang berjumlah 14 (17,3 %). Memiliki pekerjaan pada usia dewasa muda akan mempengaruhi kualitas hidup serta mempengaruhi kebahagiaan individu. Bekerja sebagai salah satu faktor demografi yang penting mempengaruhi kebahagiaan dibandingkan faktor demografi lain. Pekerjaan menjadi hal yang utama karena pekerjaan memberikan aktivitas yang menghabiskan sepertiga waktu individu (8 jam perhari), dimana waktu ini setara dengan waktu yang dihabiskan individu untuk tidur dan melakukan berbagai aktivitas lainnya. Selain itu, bila dikaitkan dengan fenomena pengangguran, berbagai dampak negatif dan positif dari kondisi tidak bekerja tentu juga akan berpengaruh terhadap kebahagiaan yang ia rasakan dan lebih jauh lagi dapat mempengaruhi kualitas hidupnya Penelitian yang dilakukan di negaranegara Eropa menunjukkan bahwa seseorang yang tidak bekerja memiliki tingkat kebahagiaan dan kualitas hidup yang paling rendah
12
dibandingkan dengan kelompok yang lain (pegawai swasta, wirausaha, pedagang, petani, dan lain-lain) dan pekerja full time memiliki tingkat kebahagiaan yang paling tinggi (Kurtus, 2005). Clark dan Oswald (2001), dalam Dowling, (2005) mengemukakan bahwa kehilangan pekerjaan memiliki dampak yang lebih buruk pada kesejahteraan dan kebahagiaan daripada peristiwa lain, seperti perceraian dan perpisahan. Sehingga peneliti berpendapat bahwa semakin pasien tidak bekerja maka quality of life pasien akan rendah dan bila pasien mempunyai kegiatan bekerja maka pasien akan memilki quality of life tinggi dan terhindarkan dari perceraian dan perpisahan. Pada faktor status pernikahan didapatkan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa proporsi responden berdasarkan status pernikahan didapatkan lebih banyak responden telah menikah yang berjumlah 69 orang (82,7 %) dibandingkan responden yang tidak menikah yang berjumlah 5 (6,2 %). Didukunga oleh teori dari (Clark dan Oswald (2001), dalam Dowling, (2005) bahwa Manusia senantiasa hidup, berkembang sesuai dengan pengalaman yang diperoleh melalui proses belajar dalam hidupnya. Manusia tercipta sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial manusia senantiasa membutuhkan orang lain, selalu berinteraksi, saling bersosialisasi maupun bertukar pengalaman serta untuk meneruskan keturunan. Meneruskan keturunan dapat ditempuh melalui proses pernikahan, yang kemudian terbentuklah sebuah keluarga. Pada dasarnya manusia terpanggil untuk hidup berpasangpasangan. Manusia dapat menemukan makna hidupnya dalam
pernikahan. Sebagian orang menganggap bahwa pernikahan membatasi kebebasannya, tetapi bagaimanapun juga sebagian besar dari masyarakat mengakui bahwa pernikahan memberikan jaminan ketentraman hidup, meningkatkan kualitas hidup. Bagi mereka yang telah menyandang status nikah Ia merasa hidupnya lebih berarti dan lebih lengkap dibandingkan dengan sebelumnya, sehingga peneliti berpendapat bahwa pasien yang sudah menikah cenderung lebih memiliki quality of life tinggi dan kehidupannya lebih berarti. Faktor lamanya hemodialisa menunjukkan Hasil penelitian bahwa mayoritas responden telah menjalani hemodialisis lebih dari 1 tahun, yaitu sebanyak 47 pasien (58,0 %). Sedangkan sisanya menjalani hemodialisa kurang dari 1 tahun yaitu sebanyak 34 pasien (42,0 %). Semakin lama pasien menjalani hemodialisis adaptasi pasien semakin baik karena pasien telah mendapat pendidikan kesehatan atau informasi yang diperlukan semakin banyak dari petugas kesehatan. Hal ini didukung oleh pernyataan bahwa semakin lama pasien menjalani hemodialisis, semakin patuh dan pasien yang tidak patuh cenderung merupakan pasien yang belum lama menjalani hemodialisis, karena pasien sudah mencapai tahap accepted (menerima) dengan adanya pendidikan kesehatan dari petugas kesehatan. Tahap accepted memungkinkan sesorang menjalani program hemodialisis dengan penuh pemahanan pentingnya pembatasan cairan dan dampak dari peningkatan berat badan diantara dua hemodialisa terhadap kesehatan dan kualitas hidupnya (Avis, 2005). Sehingga peneliti berpendapat bahwa pasien yang lebih
13
lama menjalani akan memiliki quality of life yang tinggi atau bagus. Faktor lain yang mempengaruhi quality of life tinggi. Skor quality of life ttinggi yaitu 410 dimana terbanyak responden puas dengan dukungan yang diberikan oleh keluarga. Hal ini dapat dijelaskana pada teori Hakim (2005) bahwa keberadaan keluarga mampu memberikan motivasi yang sangat bermakna pada pasien disaat pasien memiliki berbagai permasalahan perubahan pola kehidupan yang demikian rumit, menjenuhkan dengan segala macam program kesehatan dan dapat akan berpengaruh terhadap quality of life. Skor tertinggi ke-2 adalah 402 dimana responden puas terhadap akses pelayanan kesehatan. Hal ini dapat dalam Sarah et al (2003) bahwa faktor akses pelayanan kesehatan meliputi : fasilitas unit hemodialisis, kemudahan mencapai pelayanan kesehatan (termasuk didalamnya biaya, jarak, ketersediaan transportasi, waktu pelayanan dan keterampilan petugas), sehingga pasien merasa puas dengan akses pelayanan pada saat terapi hemodilisa akan dilakukan. Sedangkan quality of life yang rendah bisa dilihat dari skor quality of life yaitu 216 dimana pasien tidak merasakan feeling blue (kesepian), putus asa, cemas dan deperesi. Hal ini dapat dijelaskan dalam teori Hakim (2005) bahwa keberadaan keluarga mampu memberikan motivasi yang sangat bermakna pada pasien disaat pasien memiliki berbagai permasalahan perubahan pola kehidupan yang demikian rumit, menjenuhkan dengan segala macam program
kesehatan dan dapat akan berpengaruh terhadap quality of life. Quality of life terendah kedua bisa dilihat dari skor yaitu 253 dimana pasien ridak memiliki vitalitas yang cukup untuk beraktivitas sehari-hari. Hal ini dapat dijelaskan bahwa fungsi ginjal menurun 20-25 % dari normal, hiperpospatemia dan hipocalsemia terjadi sehingga timbul hiperparathyroidisme sekunder. Metabolisme vitamin D terganggu. Dan bila hiperparathyroidisme berlangsung dalam waktu lama dapat mengakibatkan osteorenaldystrophy (Suwitra,2006). Sehingga akan berpengaruh terhadap aktivitas sehari-hari. SIMPULAN Hasil penelitian yang dilakukan di ruang hemodialisa rumkital dr. ramelan Surabaya pada tanggal 28 juni – 1 juli 2015, dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Sebagian besar pasien chronic kidney disease patuh menjalani hemodialisa. 2. Sebagian besar besar pasien chronic kidney disease memiliki quality of life tinggi 3. Terdapat hubungan kepatuhan menjalani hemodialisa dengan quality of life pasien chronic kidney disease di ruang hemodialisa Rumkital Dr. Ramelan Surabaya. SARAN 1. Perawat ruang hemodialisa hendaknya memberi sarana seperti shuttle car untuk pasien hemodialisa yang tidak dapat menjalani hemodialisa karena masalah transportasi
14
2. Pasien chronic kidney disease hendaknya mempertahankan dalam kepatuhan dengan cara selalu menaati jadwal terapi hemodialisa. 3. Peneliti selanjutnya hendaknya bisa mengembangkan judul ini, seperti “Hubungan Ketidakpatuhan Menjalani Hemodialisa Dengan Quality Of Life Pasien Kanker Ginjal Di Ruang Hemodialisa Rumkital Dr. Ramelan Surabaya”
Drennan & Cleary. (2005). Quality Of Life Of Patients On Haemodialysis For End-Stage Renal Disease Journal Of Advanced Nursing Volume 51, Issue 6, Pages 577–586, September 2000. Diperoleh Tanggal 18 February 2015 Doengoes, M.E., Moorhouse, M.F., Geisster, Ac, 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Alih Bahasa : I Mode Kariasa Dan Ni Made Sumarwati, Jakarta : Egc.
DAFTAR PUSTAKA Almatsier, Sunita. (2006). Pemilihan Diet Edisi Baru, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Farquahan, M. (1995), Elderly People Definitions Of Quality Of Life, Social Science And Medicine. 41 : 1436 – 1446
Anees, Hameed F, Mumtaz, Ibrahim M., & Khan S. (2011). Dialysis-Related Factors Affecting Quality Of Life In Patients On Hemodialysis. Iranian Journal Of Kidney Diseases (Ijkd). 5(1), 9-14.
Hudak, C.M., Gallo, B.M., Fontaine, D.K., & Morton, P.G. (2006). Critical Care Nursing: A Holistic Approach. (8thed). Lippincott:Williams & Wilkins.
Black & Hawks (2009). Medical Surgical Nursing : Clinical Management For Positive Outcome. 8 Ed. St Louis Missouri : Elsevier Saunders
Kallenbach Et Al. 2005, Review Of Hemodialysis For Nursing And Dialysis Personnel 7th Edition. Elsevier Saunders. St Louis Missouri.
Black, J.M. & Hawks, J.H.. (2005). Medical-Surgical Nursing. Clinical Management For Positive Outcomes. 7th Edition. St. Louis. Missouri. Elsevier Saunders.
Kammerer J., Garry G., Hartigan M., Carter B., Erlich L., (2007), Adherence In Patients On Dialysis: Strategies For Succes, Nephrology Nursing Journal: Sept-Okt 2007, Vol 34, No.5, 479-485.
Brenner, B.M. (2004). Brenner & Rector’s The Kidney. 7th Edition. Philadelphia: Elsevier
15
Kurtus. R. (2005). University Of Toronto Quality Of Life Model. Http://Www.Schoolforchamp ions.Com/Life/Toronto_Univ _Quality_Life Htm Diperoleh Tanggal 18 February 2015
Rahardjo P., Susalit E., Suhardjon (2006). Hemodialisis. Dalam Sudoyo, Dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Lubis, A.J. (2006). Dukungan Sosial Pada Pasien Gagal Ginjal Terminal Yang Melakukan Terapi Hemodialisa. Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan. Morgan, Lois. Bsn, Rn, (2000): A Decade Review: Methods To Improve Adherence To The Treatment Regimen Among Hemodialysis Patients, Nephrology Nursing Journal; Jun 2000; 27,3; Academic Research Library, Pg 299.
Roesli. R (2006). Terapi Pengganti Ginjal Berkesinambungan. Dalam Sudoyo, Dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Rohman (2007), Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Asuhan Spiritual Oleh Perawat Di Rs Islam Jakarta, Tesis, Jakarta: Universitas Indonesia, Tidak Dipublikasikan.
Muttaqin, A., & Sari, K. (2011). Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika. Potter & Perry. (2006). Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta : Egc.
Smeltzer, S.C., Bare, B.G., Hinkle, J.L., & Cheever, K.H. (2008). Textbook Of Medical Surgical Nursing. 12 Ed Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
Price, S.A. & Wilson, L.M. (2006). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi Ke- 6. (Brahm U. Pendit & Huriawati Hartanto, Terj.). Jakarta: EGC. (Naskah Asli Dipublikasikan Tahun 2002).
Suwitra, K (2006). Penyakit Ginjal Kronik. Dalam Sudoyo, Dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Thomas. (2002). Renal Nursing 2 Nd Edition. Elsevier Saunders. St Louis Missouri.
16
Tilaar.
(1999). Pendidikan Kebudayaan Dan Masyarakat Madani Indonesia, Bandung : Remaja Rosyda Karya.
U.S Renal Data System. (2005). Usrds 2005 Annual Data Report : Atlas Of End Stage Renal Disease In The United State WHO. (2003). Adherence LongTerm Therapies. Evidence For Action, Diperoleh Dari Http:// Www.Emro.Who.Int/Ncd/Pub licity/Adherence Report In Diabetic Patient/Pada Tanggal. 18 February 2015 WHO
Quality Of Life-BREF. (1994). Http://Www.Who.Int/Substan ce_ Abuse/Research_Tool /Whoqolbref/En. Diperoleh Tanggal 18 February 2015
17