7 PENGEMBANGAN KEBIJAKAN STRATEGIS DENGAN KONSEP MICRO-MACRO LINK
7.1 Model Micro-Macro Link Pembangunan Perikanan Tangkap Model micro-macro link (MML) ini dikembangkan untuk memudahkan penyusunan rekomendasi kebijakan strategis trade-off ekonomi yang terkendali, yaitu menjadikan kegiatan pembangunan perikanan tangkap terpadu Kabupaten Belitung sebagai primadona dan andalan dalam meningkatkan perekonomian kawasan, namun diharapkan dapat dikelola dengan baik sehingga tidak sampai merusak kontribusi sektor lain yang sudah ada. Agar mencapai sasarannya, maka pembangunan perikanan tangkap di Kabupaten Belitung perlu peran serta masyarakat nelayan dengan mengarahkan pada peningkatan produktivitas yang akan memberikan manfaat bagi kesejahteraan rakyat, sehingga masalah kemiskinan yang selalu melilit masyarakat nelayan dapat ditanggulangi dengan mengikut-sertakan semua potensi yang ada.
Untuk maksud ini, maka
penyusunan rekomendasi tersebut akan didasarkan pada kondisi nyata pola interaksi (link) komponen terkait, baik dalam lingkup mikro maupun lingkup makro sehingga terjadi sinergi dengan arah pengembangan ekonomi kawasan dan berkorelasi dengan kebijakan pembangunan nasional. Dalam analisis model micro-macro link yang dikembangkan dalam penelitian ini, semua komponen tersebut diinteraksikan satu sama lain sesuai struktur dan ruang lingkup interaksinya dalam kondisi nyata pengelolaan perikanan tangkap di Kabupaten Belitung baik dalam merespon kondisi lokal, regional maupun kondisi yang lebih luas secara nasional. Dalam sektor perikanan, beberapa faktor yang harus dijadikan perhatian adalah : kontributor pembangunan ekonomi skala lokal, regional dan nasional, sumber penyerap surplus tenaga kerja skala lokal, regional dan nasional, sumber penerimaan negara dan pendapatan skala lokal, regional dan nasional serta sumber
penyedia
pangan
bagi
penduduk
wilayah
pesisir.
Dengan
mempergunakan metode micro-macro link,faktor-faktor tersebut dapat dianalisis secara terperinci, sehingga perencanaan ke depan yang lebih terarah dan tepat sasaran bisa dicapai.
7.1.1 Model Micro-Macro Link I Model micro-macro link I ini merupakan model yang dikembangkan dengan menggunakan structural equation modelling (SEM) mengacu kepada rancangan logic framework MML pada metodologi yang interaksi komponennya disesuaikan dengan pola data, namun tanpa terlalu banyak melakukan modifikasi link. Modifikasi yang dilakukan pada tahap ini hanya untuk mengakomodasi pola data lapangan sehingga nilai interaksi (link) dalam model bisa dibaca. Model micro-macro link ini dan hasil pengembangannya disusun mengikuti pola interaksi nyata komponen di lokasi. Menurut Martosubroto (2002),dalam pengelolaan perikanan dibutuhkan persiapan yang mencakup menyediakan dokumen, baik formal maupun informal yang mencakup proses yang terintegrasi mulai
dari
pengumpulan
informasi,
analisis,
perencanaan,
konsultasi,
pengambilan keputusaan, alokasi sumber daya, formulasi dan implementasinya, disertai dengan pengamanan seperlunya terhadap peraturan yang berlaku demi menjaga kelangsungan produksi dan pencapaian tujuan lainnya. Menurut publikasi FAO tentang pelaksanaan perikanan yang bertanggungjawab, dinyatakan bahwa Rencana Pengelolaan Perikanan (RPP) mencakup penjelasan tentang bagaimana dan oleh siapa suatu kegiatan perikanan tersebut akan dikelola, termasuk di dalamnya penjelasan rinci tentang prosedur dan bagaimana keputusan pengelolaan yang bersangkutan diambil, terutama yang menyangkut perubahan dan perkembangan kondisi sumber daya dari tahun ke tahun. Berdasarkan hasil identifikasi lapangan, komponen-komponen yang terkait dengan pengelolaan perikanan tangkap di Kabupaten Belitung, dari perbagai komponen yang mempunyai hubungan langsung maupun tidak langsung, dijadikan sebagai sumber rujukan untuk menyusun rekomendasi yang akan dijadikan bahan analisis micro-macro link, baik dalam lingkup mikro maupun makro adalah: a. Dalam lingkup usaha perikanan tangkap dapat mencakup faktor produksi, tenaga kerja, profit, produktivitas, dan wilayah basis. b. Dalam lingkup pasar (market) dapat mencakup pasar barang-barang kebutuhan produksi perikanan tangkap (market input) dan barang-barang hasil produksi perikanan tangkap (market output).
124
c. Dalam lingkungan kebijakan nasional terutama di bidang keuangan dapat mencakup kebijakan fiskal dan kebijakan moneter. d. Dalam lingkup perdagangan produk skala lokal, regional maupun yang lebih luas dapat mencakup pertumbuhan dan interaksinya dengan komponen kebijakan, market input dan lainnya. e. Dalam lingkup ekonomi regional Bangka Belitung dapat mencakup basis komponen sumberdaya (resource base), wilayah basis dan basis komponen jasa penunjang (service base). Hasil analisis model micro-macro link I pembangunan perikanan tangkap di Kabupaten Belitung disajikan pada Gambar 32. Chi-Square=233.395 Probability = .000 CMIN/DF=4.404 RMSEA = .137 .35 GFI = .825 TLI = .643 Market CFI = .757 Output
.03
.41
X5
.24 Fiskal
1 .17
.16 d1
1
-.02
d3
1 .20 1
X2 .22 .68
Usaha Perikanan Belitung
X3
.26 1
.00
.27 -.03
X4
.22
1.00
.14 e1
.01 -.07
GDP .22
1.15
.13 e5
5.95
Z1
Moneter
1
1 .05 e4
-.04
1
.21 e2
Kebijakan Nasional
3.62
Res Base
1
1
1.00 d4
Z2 .00 1
1.00
Ser Base
.27
1.00 -.38
.16
e3
X1 .32
d2
Ekonomi Regional Babel
-.07
1.00
-.03
2.35
Wilayah Basis
.16
Grow th
2.85
1.00
X6 -.10
Market Input
MICRO
.00
Trade
MACRO
Gambar 32 Model micro-macro link I pembangunan perikanan tangkap
Pada Gambar 32, faktor X1, X2, X3, X4, X5, dan X6, masing-masing merupakan faktor produksi, tenaga kerja, profit, produktivitas, pertumbuhan market output, dan pertumbuhan market input yang satu sama lainnya punya keterkaitan dengan usaha perikanan tangkap di Kabupaten Belitung. Untuk mengukur apakah model micro-macro link pembangunan perikanan tangkap 125
tersebut sudah fit atau belum untuk dapat digunakan dalam analisis kebijakan pembangunan perikanan terpadu di Kabupaten Belitung, maka terhadap model tersebut perlu dilakukan analisis kesesuaian menggunakan kriteria goodness-of-fit dalam analisis structural equation modelling (SEM) (Ferdinand, 2002). Tabel 11 menyajikan hasil uji kesesuaian model micro-macro link tersebut dengan kriteria goodness-of-fit menurut SEM.
Tabel 11 Hasil uji kesesuaian model micro-macro link I terhadap kriteria goodness-of-fit Kinerja Kriteria Goodness-ofSyarat Keterangan Model Fit Diharapkan Kecil
233,395
Cukup baik
Significance probability
≥ 0,05
0,000
Kurang baik
CMIN/DF
≤ 2,50
4,404
Kurang baik
RMSEA
≤ 0,08
0,137
Kurang baik
GFI
≥ 0,80
0,825
Baik
TLI
≥ 0,90
0,643
Kurang baik
CFI
≥ 0,90
0,757
Cukup baik
Chi-square
Sumber: Hasil analisis model (2010)
Berdasarkan Tabel 11, dapat diuraikan sebagai berikut: Berdasarkan Kriteria Goodness-of-Fit ternyata hasil significance probability, CMIN/DF, RMSEA
mempunyai
perbedaan yang
cukup
besar dengan
nilai
yang
dipersyaratkan. Dalam persyaratan yang telah ditentukan, apakah hasil kinerja model mendekati syarat, dimana itu dapat menjelaskan bahwa hasil yang diperoleh sudah mendekati kondisi riil di lapangan. Seperti hasil significance probability, kinerja modelnya mempunyai nilai 0,000 sedangkan syaratnya > 0,05 sehingga hasilnya kurang baik, sedangkan CMIN/DF yaitu perbandingan chisquare dengan derajat bebas juga memperlihatkan hasil yang jauh berbeda dengan yang telah dipersyaratkan, yaitu hasil kinerja model dengan nilai 4,404 sedangkan syaratnya <
2,50. Begitu juga dengan RMSEA yang menyatakan kedekatan
angka-angka model dengan angka sitem nyatanya, terlihat nilai kinerja modelnya 0,137 sedangkan dalam kategori syaratnya < 0,08. Dari hasil analisis micro-
126
macro link I ini, sudah dapat dipastikan bahwa model tidak mencerminkan data yang ada dan ada perbedaan antara matriks kovarian data dengan matriks yang diestimasi. Kriteria fit lainnya menghasilkan nilai yang belum layak namun bisa diperbaiki dengan melakukan modifikasi yang sesuai adalah TLI, dimana kinerja model menunjukkan nilai 0,643 sedangkan yang dipersyaratkan > 0,90. Salah satu penyebab mengapa model tidak fit adalah interaksi (link) komponen yang masih terbatas sehingga banyak modification index yang belum di follow up. Hasil analisis ini sekaligus memberi petunjuk mengapa model micro-macro link I ini belum ideal (belum fit) digunakan untuk membuat rekomendasi kebijakan strategis untuk pembangunan perikanan di Kabupaten Belitung. Pada Tabel 12 disajikan nilai modification index untuk kovarian dari model micro-macro link I pembangunan perikanan tangkap Kabupaten Belitung. Tabel 12 Nilai modification index (MI) kovarian dari model micro-macro link I Covariances: Z2 Z1 d2 e5 e4 Z1 e2 e2
<--> <--> <--> <--> <--> <--> <--> <-->
GDP e3 d3 e3 GDP Z2 e3 e5 Market_ e2 <--> Output e1 <--> e3 e1 <--> e5 d1 <--> d4 d1 <--> Z2 d2 <--> e5 d3 <--> e4 d4 <--> d3 d4 <--> e2 Sumber: Hasil analisis model (2010)
M.I.
Par Change
4.862 4.473 17.28 4.352 5.56 33.423 7.248 29.864
0.001 -0.019 0.072 0.026 0.009 0.11 0.038 0.075
14.027 6.108 7.777 25.514 9.956 4.431 5.162 14.071 8.294
0.057 0.027 0.029 0.061 0.001 0.026 0.01 -0.073 -0.062
Untuk meningkatkan kinerja model, maka komponen dengan nilai modification index (MI) tinggi dalam hubungan timbal baliknya (covariances) harus dinteraksikan satu sama lain, sehingga nilai modification index (MI) dapat digunakan dan tidak menjadi sumber deviasi/penyimpangan model. Hal yang
127
sama juga perlu dilakukan untuk hubungan antar komponen model dalam bentuk regresi. Hubungan antara komponen model dengan nilai modification index (MI) tinggi dalam hubungan regresinya harus dimodifikasi lebih dahulu sehingga kinerja model dapat meningkat tajam. Keterkaitan nilai modification index (MI) dengan faktor-faktor yang ikut dianalisis, baik yang bersifat lokal, regional dan kebijakan nasional yang dapat mempengaruhi hasil analisis, adalah bagian dari model yang dikembangkan dan saling berkaitan seperti fiskal, moneter dan gross domestic product dalam perekonomian nasional. Tabel 13 menyajikan nilai modification index untuk hubungan regresi dalam model micro-macro link I pembangunan perikanan tangkap Kabupaten Belitung.
Tabel 13 Nilai modification index (MI) regresi dari model micro-macro link I Regression Weights: Kebijakan_Nasional Fiskal Usaha_Perikanan_Belitung X5 X5 X1 X5 Growth Growth Growth Growth Growth Growth Moneter Ser Base Ser Base Ekonomi_Regional Babel Ser Base Ser Base Ser Base Ser Base Ser Base Res Base Res Base Res Base Res Base
128
M.I. <-<-<-<-<-<-<-<-<-<-<-<-<-<-<-<-<-<-<-<-<-<-<-<-<-<--
GDP Usaha_Perikanan_Belitung Fiskal GDP Growth X3 Res Base Market_Output Fiskal X5 Ser Base Res Base X2 GDP GDP Market_Input GDP Fiskal X6 X5 Growth Res Base Market_Output Fiskal X5 Growth
5.454 13.038 4.414 7.224 35.751 33.316 17.691 15.913 4.273 19.426 29.834 6.27 4.948 5.51 4.119 4.042 31.792 7.114 5.285 17.931 25.929 24.176 15.284 6.014 19.697 6.754
Par Change 0.003 -0.241 -0.109 -0.246 0.405 0.538 0.441 0.2 0.146 0.213 0.349 0.18 0.155 0.045 -0.147 0.148 0.327 0.218 0.168 0.343 0.411 0.409 0.173 0.153 0.188 0.16
Res Base X1 X1 X1 X1 X1 X1 X4 X4 X4 X4 X4
<-<-<-<-<-<-<-<-<-<-<-<--
Ser Base Trade Kebijakan_Nasional Ekonomi_Regional Babel Growth Moneter Wilayah Basis Fiskal X5 Growth Moneter Ser Base
25.334 9.598 9.651 9.598 6.027 10.553 9.688 15.367 6.979 5.739 4.938 9.211
0.283 0.667 1.912 0.582 0.177 0.261 0.251 -0.438 -0.201 -0.264 -0.272 -0.306
dirancang
untuk
Sumber: Hasil analisis model (2010)
7.1.2 Model Micro-Macro Link II Hasil
dari
model
micro-macro
link
I
yang
mengembangkan kebijakan pembangunan perikanan tangkap di Kabupaten Belitung dengan melakukan modifikasi untuk mengakomodir pola data lapang sehingga nilai interaksi (link) dalam model bisa dibaca, kemudian dilanjutkan dengan Model micro-macro link II . Ini merupakan model hasil pengembangan dari model micro-macro link I dengan mengembangkan link lanjutan untuk hubungan komponen model yang mempunyai nilai modification index (MI) tinggi dalam lingkup micro seperti : usaha perikanan Kabupaten Belitung, wilayah basis, market output dan market input serta dalam lingkup macro seperti fiskal, moneter, ekonomi regional Bangka Belitung, gross domestic product (GDP), perdagangan dan kebijakan nasional. Dengan melakukan modifikasi pada model micro-macro link II ini, semua data-data yang diperoleh dari lapang dan telah diakomodir pada model micromacro link I, memberikan gambaran bahwa terlihat ada kesempatan yang cukup signifikan bagi Kabupaten Belitung untuk mengembangkan potensi perikanan tangkap
yang
selama
ini
masih
dikelola
secara
tradisional
dengan
mengembangkan wilayah basis, sesuai dengan potensi perikanannya dan alat tangkap yang dipergunakan oleh nelayan setempat. Hasil analisis model micro-macro link II pembangunan perikanan tangkap di Kabupaten Belitung disajikan pada Gambar 33.
129
.08
Chi-Square=114.403 Probability = .000 CMIN/DF=2.600 RMSEA = .094 GFI = .915 TLI = .832 CFI = .905
.33 Market Output
.25
Wilayah Basis -.07
1.00
-.03 .01
.30
X5
.56 Fiskal
1 .15
.18 d1
1
-.03 d2 .08
1
.02 d3
X2 .42 .38
.19 .33 1
Usaha Perikanan Belitung
X3
.20 d4
1.00 Z2 27.82-.04 1
.44 -2.11
.54 1
1 .07 .18 e1 e2 -.26
.02 -.02
X4
-.03 .22
.01 GDP
1.00
-.05
.22 .05
1
1.00
Res Base
1
Kebijakan Nasional
-.40
1.00
Ser Base
e3 -17.07
X1 -.36
.17
Ekonomi Regional Babel
1.85
.08 1.09
Z1 .06
e5
Moneter
1
1 .11 e4
.15
Grow th
.96
1.00
X6 -.05
Market Input
MICRO
-.06
Trade
MACRO
Gambar 33 Model micro-macro link II pembangunan perikanan tangkap
Bila dibandingkan dengan model micro-macro link I, maka model micromacro link II ini dimodifikasi lebih lanjut dengan mengembangkan enam link antar komponen model dalam bentuk kovarian yaitu : d1 - d2, d2 - d3, d3 - d4, e2 - e5, Market output - e2 dan z1 - z2 serta tiga link antar komponen model dalam bentuk regresi, yaitu antara X3 - X1, Growth - X5, dan GDP - Ekonomi Regional Babel. Hasil modifikasi yang dikembangkan dalam model micro-macro link II dengan sejumlah data yang dimasukkan kedalam model yang saling berhubungan seperti hubungan regresi antara profit (x3) dengan produksi (x1) memperlihatkan bahwa dengan bertambahnya produksi, akan menambah profit yang bisa diterima. Itu dilihat dalam sekala lokal. Dari segi pertumbuhan dalam skala regional dapat dilihat hubungan antara growth dengan pertumbuhan market output,sebagai hasil produksi yang dapat menambah penghasilan nelayan, sedangkan dalam skala nasional dapat dilihat dari hasil regresi Gross Domestic Product (GDP) dengan Ekonomi Regional mempunyai pengaruh yang cukup signifikan. Hal ini 130
menunjukkan bahwa model micro-macro link II merupakan model yang bisa dikembangkan untuk mengetahui hubungan antara situasi lokal, regional dan nasional dalam suatu analisis trade-off ekonomi berbasis lokal. Hasil uji terhadap kriteria goodness-of-fit yang dipersyaratkan untuk model micro-macro link II pembangunan perikanan tangkap ini disajikan pada Tabel 14. Tabel 14 Hasil uji kesesuaian model micro-macro link II terhadap kriteria goodness-of-fit Syarat
Kinerja Model
Keterangan
Diharapkan Kecil
114,403
Baik
Significance probability
≥ 0,05
0,100
Cukup baik
CMIN/DF
≤ 2,50
2,600
Cukup baik
RMSEA
≤ 0,08
0,094
Cukup baik
GFI
≥ 0,80
0,915
Baik
TLI
≥ 0,90
0,832
Cukup baik
CFI
≥ 0,90
0,905
Baik
Kriteria Goodness-ofFit Chi-square
Sumber: Hasil analisis model (2010)
Berdasarkan Tabel 14 Hasil uji kesesuaian model micro-macro link II ternyata hasil Chi-square sebagai salah satu kriteria model fit menunjukkan penurunan dari 233,935 pada model micro-macro link I menjadi 114,403 pada model micro-macro link II yang berarti lebih baik dari sebelumnya. Selain itu, jika dilihat dari nilai kriteria goodness-of-fit lainnya, yaitu CMIN/DF = 2,600, RMSEA = 0,094, dan TLI = 0,832, maka model yang dikembangkan dapat dikatakan sudah berada pada jalur kesesuaian (fitting). Sedangkan bila dilihat dari nilai GFI = 0,915 dan CFI =905, maka model yang dikembangkan sudah memenuhi kriteria goodness-of-fit yang dipersyaratkan. Oleh karena secara umum model micro-macro link II ini sudah masuk jalur kesesuaian (fitting) dan sudah mempunyai keserupaan yang tinggi dengan sistem nyatanya, maka model relatif dapat diterima dan dapat digunakan untuk menjelaskan interaksi (link) komponen terkait dalam pembangunan perikanan baik dalam lingkup mikro usaha perikanan
131
tangkap di Kabupaten Belitung maupun lingkup makro terkait perekonomian nasional. 7.2 Pengembangan Kebijakan Strategis Pembangunan Perikanan Tangkap 7.2.1
Pengembangan kebijakan teknis berbasis kewilayahan Pengembangan kebijakan teknis berbasis kewilayahan ini dikaji untuk
menyusun pola interaksi (link) antara komponen usaha perikanan tangkap di Kabupaten Belitung berdasarkan potensi setiap wilayah basis, sehingga dapat menjadi andalan bagi Kabupaten Belitung. Beberapa tradisi kebiasaan yang berkembang dalam suatu wilayah, mempengaruhi kebijakan teknis berbasis kewilayahan, karena dengan kuatnya basis usaha perikanan tangkap ini dapat diharapkan mengangkat kontribusi sektor perikanan dalam lingkup lebih luas yang kemudian menjadi primadona dan sektor andalan utama di regional Propinsi Bangka Belitung umumnya dan Kabupaten Belitung pada khususnya Dalam hal ini, situasi Trade-off ekonomi yang menjadi titik tolak penelitian di Kabupaten Belitung, merupakan suatu hal yang baru untuk mengetahui, apakah kondisi basis kewilayahan dapat dikembangkan dan bukanlah suatu hal yang mustahil untuk dapat dilaksanakan, bila pengelolaan perikanan dilakukan secara maksimal dengan menjadikan wilayah yang memiliki potensi sebagai basis pengembangan perikanan tangkap dan pelaksanaannya didukung oleh kebijakan teknis perikanan yang tepat, serta tidak deskriminatif terhadap sektor lainnya yang ada di lokasi penelitian. Dalam hal pengelolaan berbasis kewilayahan, maka komunitas wilayah setempat menjadi pertimbangan utama untuk dijadikan prioritas pengembangan wilayah. Dengan pengelolaan berbasis komunitas, pengaturan dengan aturan masyarakat setempat nampaknya akan cenderung lebih efektif karena pelaksanaan peraturan dilakukan oleh masyarakat sendiri dan adanya keuntungan langsung dengan
keberhasilan
yang
mereka
rasakan
secara
berkelanjutan.
(Murdiyanto,2004). Dengan demikian, pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Belitung yang selama ini dilaksanakan dengan pola tradisional, dapat bergerak ke arah yang lebih fokus untuk peningkatan ekonomi masyarakat nelayan, baik secara lokal maupun regional yang didukung oleh pemerintah
132
daerah dan sinergikan dengan pihak-pihak yang mempunyai kepentingan yang sama seperti para penanam modal Tabel 15 Koefisien pengaruh langsung, tidak langsung, dan pengaruh total dalam interaksi (link) usaha perikanan Belitung Direct Effects (DE) Trade 0 Kebijakan_Nasional 0 Ekonomi_Regional Babel 0 Usaha_Perikanan_Belitung 0 Fiskal 0 Growth 0 X3 0.378 X6 0 X5 0 Moneter 0 Ser Base 0 Res Base 0 Wilayah Basis -2.114 X1 -0.359 X2 0.425 X4 1 Sumber: Hasil analisis model (2010) Komponen
Indirect Effects (IE) 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.07 0 0
Total Effects (TE) 0 0 0 0 0 0 0.378 0 0 0 0 0 -2.114 -0.288 0.425 1
Kebijakan perikanan yang tepat bagi usaha perikanan tangkap di Kabupaten Belitung
merupakan
kebijakan
yang
dapat
mengakomodasi
kebutuhan
pengembangan pancing tonda, payang, jaring insang hanyut (JIH), sero, pukat pantai, bubu, dan trammel net sebagai usaha perikanan tangkap yang layak dan unggulan di Kabupaten Belitung. Pada Tabel 15 disajikan koefisien pengaruh langsung (direct effect), pengaruh tidak langsung (indirect effect), dan pengaruh total (total effect) untuk setiap komponen yang berinteraksi dengan usaha perikanan di Kabupaten Belitung. Koefisien pengaruh tersebut merupakan respon interaksi yang terjadi pada model micro-macro link II sebagai model yang dinyatakan layak dan memenuhi kesesuaian (fitting). Dari pengaruh tersebut, ada empat komponen yang dipengaruhi secara langsung dan ada satu komponen yang dipengaruhi secara tidak langsung. Faktor produksi (X1) merupakan yang
133
dipengaruhi secara tidak langsung oleh usaha perikanan Kabupaten Belitung, yaitu dengan koefisien 0,07. Pengaruh langsung merupakan pengaruh yang langsung diterima oleh suatu komponen sistem dari link atau interaksinya dengan komponen sistem lainnya, dimana pengaruh tersebut terlihat dan terasa secara langsung. Oleh karena sifat pengaruhnya yang demikian, maka link tersebut menjadi perhatian dominan. Berdasarkan Tabel 15 pengaruh langsung usaha perikanan di Kabupaten Belitung dalam link terjadi terhadap faktor produksi (X1), tenaga kerja (X2), profit (X3), produktifitas (X4), dan wilayah basis masing-masing dengan koefisien – 0,359, 0,425, 1,000, 0,378, dan -2,114. Pengaruh positif usaha perikanan di Kabupaten Belitung terhadap tenaga kerja (X2), profit (X3), dan produktivitas (X4) memberi indikasi bahwa jika usaha perikanan berkembang di Kabupaten Belitung, maka ada kecenderungan terjadi peningkatan dalam penyerapan tenaga kerja, keuntungan atau profit usaha yang meningkat, dan produktifitas dari usaha perikanan tersebut juga meningkat karena adanya adopsi beberapa
teknologi
baru
dalam
usaha
penyediaan
alat
tangkap
yang
dikembangkan diperairan Kabupaten Belitung. Diantara komponen yang dipengaruhi secara positif tersebut, pengaruh terhadap profit termasuk yang signifikan. Pengaruh usaha perikanan di Kabupaten Belitung terhadap faktor produksi (X1) dan wilayah basis yang negatif menunjukkan bahwa jika usaha perikanan di Kabupaten Belitung berkembang, maka ada kecenderungan akan meninggalkan (trade-off) faktor produksi yang tumbuh dan berkembang secara lokal dan basis kegiatan perikanan yang ada ditinggalkan. Namun demikian, apakah kecenderungan tersebut berpengaruh signifikan dan serius dalam pembangunan perikanan tangkap di Kabupaten Belitung dan regional Propinsi Bangka Belitung? Hal ini dapat ditentukan oleh probabilitas (P) pengaruh interaksi (link) usaha perikanan Kabupaten Belitung terhadap setiap komponen tersebut. Menurut Ferdinand (2001), suatu pengaruh dikatakan signifikan atau berdampak serius bila mempunyai probabilitas < 0,05, artinya probabilitas pengaruh interaksi (link) usaha perikanan dikatakan mirip dengan sistem nyata kalau nilai model yang dikembangkan tersebut kecil dari 0,05.
134
Pada Tabel 16 dapat dilihat nilai probabilitas pengaruh interaksi (link) atas usaha perikanan Kabupaten Belitung terhadap profit (x3), produktifitas (x4), ketersediaan tenaga kerja (x2) dan wilayah basis yang dapat diandalkan untuk pengembangan pembangunan perikanan di Kabupaten Belitung.
Tabel 16 Probabilitas pengaruh interaksi (link) usaha perikanan Kab. Belitung. X3
<--
X4
<--
X2
<--
X1
<--
Wilayah Basis
<--
Link Usaha_Perikanan_ Belitung Usaha_Perikanan_ Belitung Usaha_Perikanan_ Belitung Usaha_Perikanan_ Belitung Usaha_Perikanan_ Belitung
Berdasarkan
Tabel
16,
Estimate
S.E.
C.R.
P
Label
0.378
0.246
1.541
0.123
par-1
0.425
0.235
1.806
0.071
par-2
-0.359
0.255
-1.406
0.16
par-3
-2.114
0.794
-2.664
0.008
par-4
1
usaha
perikanan
Kabupaten
Belitung
mempengaruhi wilayah basis dengan probabilitas (P) < 0,05, yaitu 0,008, sedangkan tiga komponen lainnya dipengaruhi dengan probabilitas >0,05. Hal ini menunjukkan bahwa hanya wilayah basis yang dipengaruhi signifikan oleh usaha perikanan Kabupaten Belitung. Terkait dengan ini, maka kebijakan teknis pembangunan perikanan di Kabupaten Belitung perlu diperhatian dengan serius, terutama terhadap pengembangan wilayah basis, yang dilakukan dengan mengembangkan usaha perikanan tangkap yang telah menjadi sektor basis di masing-masing wilayah. Koefisien pengaruh dengan nilai -0,359 menunjukkan bahwa pengembangan perikanan yang terjadi cenderung meninggalkan usaha perikanan lokal unggulan yang berkembang pada wilayah basis perikanan bila tidak ada kebijakan teknis yang mengatur dan mengendalikannya. Pembahasan pada Bab 6 menunjukan usaha perikanan unggulan (sektor basis) pada empat wilayah basis yang ada di Kabupaten Belitung, yaitu pancing tonda, sero dan bubu dengan wilayah basis Kecamatan Sijuk, payang dan jaring insang hanyut (JIH) dengan wilayah basis Kecamatan Tanjung Pandan, trammel net dengan wilayah basis Kecamatan Badau, dan pukat pantai dengan wilayah basis Kecamatan Membalong.
135
Terkait dengan ini, maka kebijakan teknis perikanan harusnya dibuat berbasiskan kewilayahan sehingga usaha perikanan yang menjadi unggulan dan basis ekonomi masyarakat nelayan dapat berkembang dengan baik. Bila hal ini dilakukan, maka usaha perikanan tangkap dapat terus menjadi andalan dan primadona Kabupaten Belitung maupun Provinsi Bangka Belitung, karena bersesuaian dan mendapat dukungan penuh dari masyarakat nelayan sekitar sebagai pelaku utamanya.
7.2.2
Pengembangan kebijakan terkait moneter dan fiskal Supaya kegiatan perikanan Kabupaten Belitung dapat bertahan terutama
pada kondisi ekonomi yang tidak stabil, maka kegiatan perikanan tersebut harus dapat mensiasati berbagai kemungkinan terburuk yang dapat menimpa perekonomian nasional maupun regional Provinsi Bangka Belitung. Kebijakan fiskal dan moneter merupakan kebijakan yang sering dikendalikan oleh Pemerintah tatkala kondisi ekonomi global terpuruk. Fiskal adalah hal yang berkenaan dengan urusan pajak dan pendapatan negara, sedangkan moneter berhubungan dengan uang atau keuangan yang beredar. Sehubungan dengan itu, kegiatan perikanan tangkap Kabupaten Belitung perlu memiliki struktur kebijakan yang kuat untuk mensiasati kondisi tersebut, sehingga dalam kondisi ekonomi global yang kurang menguntungkan kegiatan perikanan tangkap, hal tersebut masih dapat diatasi. Menurut Elfindri (2002), kebijakan fiskal tersebut merupakan kebijakan keuangan yang diambil pemerintah untuk mengatasi kondisi ekonomi yang terpuruk dalam bentuk pengurangan pajak dan retribusi sehingga kegiatan usaha dan industri tetap bisa bertahan, sedangkan kebijakan moneter merupakan kebijakan keuangan yang diambil pemerintah untuk mengendalikan jumlah uang yang beredar di masyarakat, misalnya dalam bentuk penjualan obligasi dan surat berharga lainnya kepada masyarakat. Dalam implementasinya, kebijakan fiskal dan moneter yang terkait kegiatan perikanan di Kabupaten Belitung dengan pancing tonda, payang, jaring insang hanyut (JIH), sero, pukat pantai, bubu, dan trammel net sebagai andalannya, dapat dikembangkan dan dikendalikan oleh Pemerintah Daerah. Dimana Pemerintah Daerah dapat menerbitkan beberapa kebijakan perikanan yang melindungi usaha
136
perikanan tangkap tersebut, sehingga tidak terpengaruh oleh berbagai perubahan ekonomi dan keuangan yang terjadi di luar. Dalam model micro-macro link II yang dikembangkan dalam penelitian ini (Gambar 33),
kondisi fiskal dapat mempengaruhi beberapa hal yang terkait
dengan pembangunan perikanan tangkap di Kabupaten Belitung. Kondisi moneter tidak mempunyai hubungan langsung terhadap pembangunan perikanan tangkap di Kabupaten Belitung. Moneter lebih mengarah pada pengaturan jumlah uang yang beredar, dan pelaku usaha perikanan tangkap di Kabupaten Belitung tidak peduli hal-hal seperti itu, begitu juga masyarakat setempat yang menjadi konsumen perikanan tangkap Kabupaten Belitung, sehingga tidak begitu berpengaruh dengan perubahan kebijakan pemerintah di bidang moneter. Tabel 17 menyajikan koefisien pengaruh langsung (direct effect), pengaruh tidak langsung (indirect effect), dan pengaruh total (total effect) dalam interaksi (link) kondisi fiskal.
Tabel 17
Koefisien pengaruh langsung, tidak langsung, dan pengaruh total dalam interaksi (link) kondisi fiskal
Direct Effects (DE) Trade 0 Kebijakan_Nasional 0 Ekonomi_Regional Babel 0 Usaha_Perikanan_Belitung 0 Fiskal 0 Growth 0 X3 0 X6 0.079 X5 0.301 Moneter 0 Ser Base 0 Res Base 0 Wilayah Basis -0.073 X1 0 X2 0 X4 0 Sumber: Hasil analisis model (2010) Komponen
Indirect Effects (IE) 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Total Effects (TE) 0 0 0 0 0 0 0 0.079 0.301 0 0 0 -0.073 0 0 0
137
Berdasarkan Tabel 17, dalam lingkup makro, kebijakan fiskal Indonesia berpengaruh terhadap pertumbuhan market output (X5), pertumbuhan market input (X6), dan wilayah basis di Kabupaten Belitung, yaitu dengan koefisien pengaruh masing-masing 0,079 ; 0,301 ; dan -0,073. Oleh karena pengaruh tidak langsung tidak ada, maka pengaruh langsung tersebut menjadi pengaruh total kebijakan fiskal pada pembangunan perikanan tangkap di Kabupaten Belitung. Pengaruh
kebijakan
fiskal
terhadap
pertumbuhan
market
output
(X5),
pertumbuhan market input (X6) bersifat positif, sehingga menunjukkan bahwa kebijakan fiskal yang ada cenderung mendukung pemasaran produk perikanan Kabupaten Belitung baik dalam bentuk segar maupun olahan, dan juga pemasaran barang-barang kebutuhan produksi perikanan seperti pemasaran bahan alat tangkap, pendukung penangkapan, bahan bakar minyak, perbekalan melaut dan lainnya. Pengaruh kebijakan fiskal bersifat negatif terhadap wilayah basis, yang menunjukkan bahwa kebijakan fiskal yang mendiskreditkan kepentingan usaha perikanan yang berkembang dengan basis wilayah dan lokal di Kabupaten Belitung. Menurut Nikijuluw (2002) dan Fauzi (2005), kebijakan perikanan perlu mengayomi kepentingan utama perikanan yang ada di kawasan perikanan sehingga lebih membawa manfaat di lokasi. Tabel 18 menyajikan probabilitas pengaruh interaksi (link) kebijakan fiskal.
Tabel 18 Probabilitas pengaruh interaksi (link) kondisi fiskal Link X5 X6 Wilayah Basis
Estimate
S.E.
C.R.
P
Label
<-<--
Fiskal Fiskal
0.301 0.079
0.099 0.134
3.059 0.591
0.002 par-14 0.555 par-15
<--
Fiskal
-0.073
0.026
-2.816
0.005 par-20
Berdasarkan Tabel 18, probabilitas pengaruh interaksi (link) kondisi fiskal terhadap pertumbuhan market output (X5) dan wilayah basis bersifat signifikan (P < 0,05), sedangkan terhadap pertumbuhan market input (X6) tidak signifikan (P > 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan fiskal yang diambil pemerintah sangat berpengaruh terhadap pemasaran produksi perikanan dan perkembangan usaha perikanan unggulan di wilayah basis.
138
Terkait dengan ini, maka Pemerintah Daerah perlu mengembangkan kebijakan yang menyelamatkan pemasaran produk perikanan daerah bila kondisi ekonomi dan keuangan global tidak stabil, seperti dengan mengurangi pajak dan retribusi perikanan sehingga nelayan dapat menjual produk perikanan tersebut dengan harga yang bersaing namun tetap mendapatkan keuntungan yang layak. Menurut Sen (1991), masyarakat kecil termasuk dari kalangan nelayan, umumnya tekun menjalankan suatu pekerjaan selama kebutuhan keluarganya layak. Bila hal ini dilakukan, maka kegiatan perikanan di Kabupaten Belitung akan berkembang pesat dan secara nyata menjadi andalan perekonomian kawasan. Nilai koefisien pengaruh 0,301 (paling tinggi diantara 3 pengaruh lainnya) menunjukkan kemungkinan tersebut. Secara khusus, pemerintah daerah juga perlu menyelamatkan tujuh usaha perikanan unggulan (pancing tonda, payang, jaring insang hanyut (JIH), sero, pukat pantai, bubu, dan trammel net) yang ada pada wilayah basis misalnya dengan memudahkan pengurusan perijinan usaha dan pengurangan biaya administrasinya sehingga usaha perikanan unggulan tersebut dapat terus berkembang terutama pada kondisi ekonomi dan keuangan global yang terpuruk. Hal ini perlu dilaksanakan dengan serius oleh pemerintah daerah bila pembangunan perikanan tangkap dilakukan di lokasi. Perlindungan yang lemah pada usaha perikanan unggulan di wilayah basis dapat menjadi sumber demotivasi nelayan yang berakibat pada enggannya nelayan untuk melaut. Bila hal ini terjadi, tentu akan dapat menurunkan secara drastis kontribusi perikanan bagi pembangunan Kabupaten Belitung. Wilayah basis merupakan wilayah yang saat ini menjadi basis atau tempat berkumpulnya banyak nelayan untuk menjalankan usaha perikanan tangkap tertentu, bila mereka tidak dilindungi, maka dampaknya akan besar bagi perekenomian kawasan. Kebijakan yang melindungi usaha perikanan yang mereka jalankan menjadi hal penting dan perlu dilakukan segera, termasuk dalam mensiasati kondisi keuangan global yang tidak menentu.
7.2.3
Pengembangan kebijakan yang mendukung kebijakan nasional yang sudah ada
139
Dalam kaitan dengan kebijakan nasional yang sudah ada, pengembangan kebijakan strategis terkait pembangunan perikanan tangkap di Kabupaten Belitung hendaklah seirama dan mendukung kebijakan nasional, seiring dengan era globalisasi yang telah mulai tampak mempengaruhi percepatan perkembangan teknologi, kecuali adanya kondisi khusus, misalnya adanya bencana alam, peperangan, konflik sosial, pemekaran daerah, dan lainnya. Pada kondisi khusus tersebut, kebijakan nasional tertentu bisa saja tidak diberlakukan untuk memberi ruang bagi penanganan yang lebih cepat dan tepat. Globalisasi menyebabkan kebijakan nasional yang diterapkan tidak dapat dibatasi hanya berlaku pada tataran tertentu saja, apalagi kalau kaitannya dengan ekonomi nasional, yang akan terintegrasi dalam ekonomi global. Persaingan nanti bukan lagi antar negara, melainkan antar unit ekonomi/ produksi karena dalam ekonomi global pengertian asal-muasal suatu produk akan menjadi kabur dan merupakan rangkaian unit-unit produksi yang mata rantai proses produksinya
bisa saja berada di perbagai
penjuru dunia. (Ginandjar Kartasasmita, 1996) Kondisi yang disebutkan di atas merupakan kondisi ideal pelaksanaan suatu kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Namun demikian, menurut Saaty (1993) dan Kusumastanto (2003), kebijakan nasional bisa saja dikoreksi bila dianggap kurang relevan dengan perkembangan normal yang ada di suatu kawasan. Dalam pengelolaan sumberdaya laut secara berkesinambungan, perlu dirumuskan suatu kebijakan yang memihak kepada kepentingan masyarakat nelayan
dengan
asumsi
untuk
meningkatkan
kesejahteraan
masyarakat
nelayan.Terlebih dalam pemanfaatan kawasan oleh berbagai pihak, yang sering menimbulkan
konflik
kepentingaan,
sehingga
masyarakat
lokal
harus
menghadapi kenyataan pahit, karena tidak memiliki kuasa untuk menolak penetrasi kepentingan pemilik modal. Akibatnya, perubahan-perubahan struktural yang terjadi di kawasan, justru memarginalkan posisi sosial masyarakat nelayan setempat. Hal ini menjadi tanggung jawab semua pihak termasuk kalangan peneliti untuk memberikan masukan yang dibutuhkan. Mengenai kebijakan nasional yang ada hubunganya dengan pendapatan nasional, secara terus menerus akan terjadi fluktuasi pendapatan yang disebabkan oleh pergeseran permintaan dan penawaran jangka pendek, sehingga akan berpengaruh dengan penggunaan
140
pengeluaran pemerintah dan kebijakan pajak untuk mencapai sejumlah tujuan pemerintah, karena setiap kebijakan yang berusaha untuk menstabilkan pendapatan nasional pada atau mendekati tingkat yang diinginkan. (Richard G.Lipsey dkk, 1990) Dalam model micro-macro link II yang dikembangkan dalam penelitian ini, pengaruh kebijakan nasional terhadap komponen lainnya terkait pembangunan perikanan tangkap akan dikaji ulang sehingga menjadi masukan berarti bagi pelaksanaan kebijakan nasional tersebut di Kabupaten Belitung dan regional Provinsi Bangka Belitung. Tabel 19 menyajikan koefisien pengaruh langsung (direct effect), pengaruh tidak langsung (indirect effect), dan pengaruh total (total effect) dalam interaksi (link) kebijakan nasional.
Tabel 19
Koefisien pengaruh langsung, tidak langsung, dan pengaruh total dalam interaksi (link) kebijakan nasional
Direct Effects (DE) Trade 0.963 Kebijakan_Nasional 0 Ekonomi_Regional Babel 0 Usaha_Perikanan_Belitung -0.398 Fiskal 1 Growth 0 X3 0 X6 0 X5 0 Moneter 1.088 Ser Base 0 Res Base 0 Wilayah Basis 0 X1 0 X2 0 X4 0 Komponen
Indirect Effects (IE) -0.932 -0.968 0.057 0.385 -0.968 0.031 -0.005 0.003 0.023 -1.053 0.031 0.057 0.039 0.004 -0.005 -0.013
Total Effects (TE) 0.031 -0.968 0.057 -0.013 0.032 0.031 -0.005 0.003 0.023 0.035 0.031 0.057 0.039 0.004 -0.005 -0.013
Berdasarkan Tabel 19, kebijakan nasional mempengaruhi semua komponen lainnya terkait pembangunan perikanan tangkap di Kabupaten Belitung, meskipun ada yang bersifat langsung (direct effect) dan tidak langsung (indirect effect). Baik yang berpengaruh langsung maupun tidak langsung, kebijakan nasional berpengaruh besar terhadap kondisi moneter, dimana pengaruh langsungnya bersifat positif (koefisien pengaruh = 1,088) dan pengaruh
141
tidak langsungnya bersifat negatif (koefisien pengaruh = -1,053). Pengaruh tidak langsung yang negatif memberi indikasi bahwa bila kebijakan nasional yang terlalu berlebihan dalam mengatur komponen pembangunan perikanan tangkap dapat menurunkan kepercayaan masyarakat kepada usaha perikanan tangkap dan juga perbankkan mitra usahanya sehingga menarik dana investasinya. Menurut Murdiyanto (2004), kepercayaan masyarakat nelayan merupakan kunci utama keberhasilan program pembangunan di bidang perikanan. Bila hal ini terjadi, maka usaha perikanan pancing tonda, payang, jaring insang hanyut (JIH), sero, pukat pantai, bubu, dan trammel net yang dianggap unggulan tapi kekurangan modal, sementara uang yang beredar di masyarakat bertambah banyak. Hasil analisis model micro-macro link II pada Tabel 19 menunjukkan bahwa kebijakan nasional berpengaruh langsung terhadap trade, usaha perikanan Belitung, kondisi fiskal, dan kondisi moneter, yaitu masing-masing dengan koefisien 0,963 ; -0,398 ; 1,00 ; dan 1,000. Probabilitas pengaruh interaksi (link) kebijakan nasional tersebut disajikan pada Tabel 20.
Tabel 20 Probabilitas pengaruh interaksi (link) kebijakan nasional Link Usaha_ Perikanan_ Belitung
<--
Fiskal
<--
Moneter
<--
Trade
<--
Kebijakan_ Nasional Kebijakan_ Nasional Kebijakan_ Nasional Kebijakan_ Nasional
Estimate
S.E.
C.R.
P
Label
-0.398
0.291
-1.369
0.171
par-7
1
Fix
1.088
0.358
3.041
0.002
par-6
0.963
0.36
2.675
0.007
par31
Berdasarkan Tabel 20, kebijakan nasional yang ada saat ini berpengaruh signifikan terhadap kondisi moneter dan trade (perdagangan), sedangkan pengaruh terhadap dua komponen lainnya tidak signifikan. Hal ini berarti bahwa setiap kebijakan nasional terkait dengan ekonomi dan pembangunan, termasuk pada usaha perikanan tangkap, akan mempunyai dampak langsung yang serius terhadap kondisi moneter dan perdagangan. Bila kebijakan tersebut pro-ekonomi, maka kondisi moneter dan perdagangan produk termasuk produk perikanan
142
stabil. Bila sebaliknya, maka moneter dan perdagangan terganggu, dan hal ini akan dirasakan secara nyata oleh pelaku usaha perikanan tangkap di Kabupaten Belitung. Terkait dengan ini, maka Pemerintah Daerah perlu mengembangkan kebijakan yang bersifat mengantisipasi kondisi kontroversial suatu kebijakan nasional bila diberlakukan di lokasi. Meskipun pada analisis sebelumnya kondisi moneter tidak mempengaruhi interaksi mikro kegiatan perikanan tangkap di Kabupaten Belitung, tetapi secara regional (makro) hal ini harus tetap diantisipasi sehingga dampaknya tidak meluas. Dalam kaitannya dengan trade (perdagangan), pemerintah daerah juga perlu membuat kebijakan sektoral yang merupakan turunan dari kebijakan nasional terkait usaha ekonomi, sehingga tidak terjadi trade-off effect yang luas dan juga pelaku trade (perdagangan) produk perikanan di lokasi mempunyai panduan dalam melaksanakan bisnis perikanan. Terhadap kebijakan nasional yang dianggap terlalu kaku, pemerintah daerah harus dapat memberi pemecahan yang tepat sesuai dengan kewenangannya sehingga kegiatan trade (perdagangan) tersebut dapat terus berjalan dan mendukung pembangunan perikanan tangkap Kabupaten Belitung dan regional Provinsi Bangka Belitung.
7.2.4
Pengembangan kebijakan terkait trade produk Trade (perdagangan) produk merupakan kegiatan yang sangat vital dalam
suatu kegiatan bisnis termasuk di bidang perikanan. Menurut Johnson, et al (1989), perdagangan akan menentukan maju-mundurnya dan bertahan tidaknya suatu kegiatan bisnis hingga di masa mendatang. Bila trade produk baik sehingga memberikan jaminan pasar bagi suatu produk perikanan yang dihasilkan nelayan, maka usaha perikanan yang dilakukannya akan tetap terus dilakukan untuk mendapatkan kesejahteraan keluarga nelayan dan masyarakat sekitar. Terkait dengan ini, maka pengembangan kebijakan trade (pemasaran) produk menjadi hal penting dalam interaksi pembangunan perikanan tangkap di Kabupaten Belitung baik dalam lingkup lokal (micro link) maupun dalam lingkup regional dan nasional (macro link). Salah satu pengembangan kebijakan terkait dengan perdagangan atau pemasaran adalah pengembangan kebijakan ke arah revitalisasi perdagangan
143
(pemasaran) hasil-hasil perikanan tangkap. Sebab perdagangan hasil ini yang akan mempengaruhi bagaimana meningkatkan kesejahteraan nelayan, sekaligus meningkatkan penghasilan daerah tingkat kabupaten. Terlebih pengembangan kebijakan tersebut terkait dengan perdagangan yang dapat mencakup sistem perdagangan di dalam negeri dan di luar negeri, serta kebijakan yang mempermudah dalam pelaksanaannya (Somantri dan Nikijuluw, 2007). Tabel 21 menyajikan koefisien pengaruh langsung (direct effect), pengaruh tidak langsung (indirect effect), dan pengaruh total (total effect) dalam interaksi (link) trade produk. Tabel 21
Koefisien pengaruh langsung, tidak langsung, dan pengaruh total dalam interaksi (link) trade produk
Komponen Trade Kebijakan_Nasional Ekonomi_Regional Babel Usaha_Perikanan_Belitung Fiskal Growth X3 X6 X5 Moneter Ser Base Res Base Wilayah Basis X1 X2 X4
Direct Effects (DE) 0 0 1.846 0 0 1.000 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Indirect Effects (IE) -0.968 -1.006 -1.787 0.4 -1.006 -0.968 0.151 -0.08 -0.289 -1.094 0.033 0.059 -0.758 -0.115 0.17 0.4
Total Effects (TE) -0.968 -1.006 0.059 0.4 -1.006 0.032 0.151 -0.08 -0.289 -1.094 0.033 0.059 -0.758 -0.115 0.17 0.4
Berdasarkan Tabel 21, pengaruh trade produk sebagian besar bersifat tidak langsung (indirect effect). Pengaruh tidak langsung terhadap ekonomi regional Bangka Belitung merupakan yang paling tinggi diantara komponen lainnya, yaitu dengan koefisien -1,787. Hal ini menunjukkan bahwa secara tidak langsung pemasaran produk perikanan Kabupaten Belitung dapat membawa ekses negatif bagi perekonomian regional di lokasi. Dalam lingkup regional, perkembangan perikanan tersebut bisa menjadi pesaing bagi sektor ekonomi lainnya seperti
144
pertambangan dan pariwisata di kawasan tersebut, sehingga perhatian pemerintah dan masyarakat beralih ke perikanan dan sektor lainnya ditinggalkan. Secara ekonomi, sektor yang tidak berkembang dan ditinggalkan merupakan suatu kerugian bagi pengembangan ekonomi kawasan secara keseluruhan (Glass, 1991), dan kondisi trade-off ekonomi seperti ini kurang disukai. Dalam lingkup internal perikanan, ekses negatif tersebut dapat terjadi, misalnya pemasaran produk timpang, dimana produk pancing tonda, sero dan jaring insang hanyut (JIH) karena skalanya yang besar, dapat lebih cepat berkembang dan punya pengumpul yang pasti. Tentu hal ini dapat menimbulkan kecemburuan pada usaha perikanan yang lebih kecil lainnya seperti bubu yang kemudian menjadi sumber konflik antar nelayan dan ancaman bagi perekonomian. Hal-hal seperti ini perlu dihindari sehingga keberlanjutan kegiatan perikanan tangkap di lokasi dapat dipertahankan. Terlepas dari pengaruh negatif tersebut, dari analisis koefisien pengaruh langsung, tidak langsung dan pengaruh total dalam interaksi (link) pengaruh trade produk, yang dapat dilihat pada Tabel 21, ternyata trade berpengaruh positif dan langsung terhadap ekonomi regional Bangka Belitung, yaitu dengan koefisien 1,846. Pengaruh langsung lainnya dari trade adalah terhadap growth (pertumbuhan) dari trade (perdagangan) itu sendiri, yaitu dengan koefisien 1,000. Tabel 22 menyajikan probabilitas pengaruh interaksi (link) trade produk
di
Kabupaten Belitung.
Tabel 22 Probabilitas pengaruh interaksi (link) trade produk S.E.
C.R.
P Fix
Label
<--
Estimate Trade 1
<--
Trade
0.625
2.952
0.003
par-22
Link Growth Ekonomi_Regional Babel
1.846
Bila melihat Tabel 22, maka pengaruh positif langsung trade terhadap ekonomi regional Bangka Belitung bersifat signifikan (P = 0,003). Hal ini berarti, disamping ada dampak negatif, pengembangan trade perikanan di Kabupaten Belitung memberi manfaat yang besar dan terasa secara jelas bagi perbaikan
145
ekonomi masyarakat di regional Bangka Belitung. Usaha perikanan tangkap yang dijalankan dengan baik di Kabupaten Belitung dapat secara nyata mengangkat perekonomi regional. Hal ini dapat dipahami karena Kabupaten Belitung merupakan penghasil utama (tertinggi) produk perikanan di regional Provinsi Bangka Belitung, dimana pada 2008 nilai produksinya mencapai Rp 441.500.690.000. Kabupaten lain berada di bawahnya, antara lain adalah Kabupaten Bangka Selatan dan Kabupaten Belitung Timur masing-masing dengan nilai produksi Rp 332.758.115.000 dan Rp 284.638.410.980 pada tahun 2008. Terhadap growth, trade tidak memberi pengaruh signifikan. Terkait dengan hal ini, maka kebijakan dalam hal trade produk harus dilakukan dengan mengembangkan jalur-jalur perdagangan produk perikanan yang permanen dan jangka panjang, dimana Pemerintah Daerah harus mengambil peran lebih, tidak hanya sebagai pengawas perdagangan produk, tetapi juga bisa membuat Memorandum of Understanding (MoU) atau kesepakatan perdagangan produk dengan pasar-pasar strategis seperti dengan Singapura, Batam, dan Jakarta. Menurut Panorel (2000) dan Muchtar (1985), jalur dan tujuan perdagangan yang permanen penting agar semua usaha perikanan yang ada baik besar maupun kecil mempunyai kepastian pasar terhadap produk perikanan yang dihasilkannya. Pemerintah Daerah kemudian secara intensif mensosialisasikan standar dan ketentuan penanganan produk yang dipersyaratkan. Bila hal ini bisa dilakukan, maka potensi perikanan regional seperti dari Kabupaten Bangka Selatan, Kabupaten Belitung Timur dan lainnya dapat ditarik untuk memanfaatkan jalur perdagangan tersebut. Bila demikian, maka sektor perikanan Kabupaten Belitung secara nyata dapat menjadi penggerak tumbuhnya ekonomi regional yang berbasis perikanan di kawasan. Dengan didukung oleh pengertian yang mendalam tentang peran sektor perikanan ini dan kualitas SDM yang semakin baik, maka secara jangka panjang, perkembangan ekonomi di sektor perikanan tersebut tidak lagi menjadi penghambat perkembangan sektor lain, tetapi mendukung kegiatan ekonomi lainnya terutama di sektor pariwisata. Jalur perdagangan dan transportasi yang semakin aktif, ekonomi masyarakat dari sektor perikanan yang semakin berkembang akan meningkatkan minat masyarakat dan wisatawan luar untuk 146
berlibur dan memanfaatkan potensi wisata yang ada di kawasan Kabupaten Belitung, ini terlihat dengan mulai banyaknya pemilik modal membangun hotel dan fasilitas yang memadai untuk keperluan parawisata, apalagi pantai-pantai yang terdapat di pesisir Kabupaten Belitung mempunyai keindahan tersendiri dengan pasir putihnya yang membentang sepanjang pantai.
7.2.5 Pengembangan kebijakan terkait ekonomi regional Bila pada bagian sebelumnya, ekonomi regional menjadi komponen yang menerima pengaruh dari trade produk, maka pada bagian ini ekonomi regional menjadi komponen yang mempengaruhi komponen lainnya dalam interaksi micro-macro link pembangunan perikanan tangkap. Kebutuhan kebijakan pada bagian ini akan dikembangkan dengan mengakomodasi interaksi komponen ekonomi regional dengan komponen lainnya yang mempunyai koefisien pengaruh yang tinggi dan bersifat signifikan. Tabel 23 menyajikan koefisien pengaruh langsung (direct effect), pengaruh tidak langsung (indirect effect), dan pengaruh total (total effect) dalam interaksi (link) ekonomi regional.
Tabel 23
Koefisien pengaruh langsung, tidak langsung, dan pengaruh total dalam interaksi (link) ekonomi regional Bangka Belitung
Komponen Trade Kebijakan_Nasional Ekonomi_Regional Babel Usaha_Perikanan_Belitung Fiskal Growth X3 X6 X5 Moneter Ser Base Res Base Wilayah Basis X1 X2 X4
Direct Effects (DE) 0 -17.072 0 0 0 0 0 0 0 0 0.555 1.000 0.255 0 0 0
Indirect Effects (IE) -0.524 16.527 -0.968 0.217 -0.545 -0.524 0.082 -0.043 -0.396 -0.592 -0.538 -0.968 -0.665 -0.063 0.092 0.217
Total Effects (TE) -0.524 -0.545 -0.968 0.217 -0.545 -0.524 0.082 -0.043 -0.396 -0.592 0.018 0.032 -0.411 -0.063 0.092 0.217
147
Berdasarkan Tabel 23, ekonomi regional mempunyai pengaruh tidak langsung (indirect effect) dengan komponen lainnya dalam interaksi micro-macro link. Sedangkan pengaruh langsung (direct effect) terjadi hanya terhadap empat komponen, yaitu kebijakan nasional, service base, resource base, dan wilayah basis. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi regional akan menentukan perkembangan komponen lainnya dalam pembangunan perikanan tangkap Kabupaten Belitung, meskipun hal itu tidak terjadi atau dirasakan secara langsung. Hal ini wajar karena menurut Nataatmadja (1991), kondisi ekonomi yang dimiliki merupakan penentu utama setiap orang untuk berbuat dan mengambil keputusan dalam hidupnya termasuk dalam mendukung suatu kegiatan pembangunan kawasan. Terlepas dari itu, pengaruh langsung tetap diberi perhatian serius karena akan langsung dirasakan setiap pengaruh tersebut diberikan. Bila mengacu kepada Tabel 23, pengaruh langsung ekonomi regional Bangka Belitung terhadap kebijakan nasional merupakan pengaruh paling besar namun bersifat negatif, yaitu dengan koefisien sekitar -17.072. Pengaruh makro ini memberi indikasi bahwa kondisi ekonomi regional di Provinsi Bangka Belitung saat ini mempunyai potensi menghambat terhadap beberapa kebijakan dari pusat. Hal ini mungkin karena Provinsi Bangka Belitung termasuk provinsi muda (baru terbentuk) di Indonesia, sehingga banyak terjadi penyesuaian kebijakan dalam rangka peningkatan status wilayah dari kabupaten menjadi provinsi. Namun apakah pengaruh ekonomi regional tersebut mempunyai dampak serius di kawasan, ataukah justru pengaruh terhadap komponen lainnya yang berdampak serius dan signifikan, Tabel 24 tentang probabilitas menunjukkan hal tersebut.
Tabel 24 Probabilitas pengaruh interaksi (link) ekonomi regional Link Ekonomi_Regional Babel Ekonomi_Regional Wilayah Basis <-Babel Res Base <-- Ekonomi_Regional Ser Base
148
<--
Estimate
S.E.
C.R.
P
Label
0.555
0.156
3.56
0
par-5
0.255
0.408
0.624
1
0.533 par-13 Fix
Kebijakan_ Nasional
Babel Ekonomi_Regional <--17.072 Babel
289.418 -0.059 0.953 par-30
Berdasarkan Tabel 24, pengaruh ekonomi regional Provinsi Bangka Belitung terhadap kebijakan nasional bersifat tidak signifikan karena mempunyai probabilitas (P) > 0,05, yaitu sekitar 0,953. Hal ini berarti bahwa pengaruh langsung dengan koefisien -17,072 tersebut tidak berdampak nyata mengganggu ekskalasi nasional di kawasan, sehingga pengembangan kebijakan terkait tidak perlu difokuskan pada pemulihan ekses kegiatan ekonomi yang berhubungan dengan pelaksanaan kewenangan pusat dan daerah. Pada daerah pemekaran termasuk di Provinsi Bangka Belitung yang baru terbentuk, berbagai penyesuaian sangat lumrah terjadi (Roger, 1990 dan Elfindri, 2002), dan penyesuaian tersebut tidak bisa disamakan dengan provinsi yang pelaksanaan kewenangan dan kebijakan sudah stabil. Pengaruh ekonomi regional Provinsi Bangka Belitung hanya berpengaruh signifikan terhadap basis komponen jasa penunjang (service base). Hal ini menunjukkan bahwa pengembangan sektor jasa seperti jasa pelabuhan, jasa penerbangan, jasa komunikasi, dan lainnya sangat dipengaruhi oleh kondisi ekonomi regional Provinsi Bangka Belitung. Dalam kaitan ini, maka kebijakan strategis yang dianggap terkait ekonomi regional ini adalah perlu diciptakannya kondisi yang kondusif untuk terlaksananya kegiatan pelayanan jasa di kawasan, baik jasa pelabuhan, transportasi udara, darat, dan laut, jasa komunikasi, dan jasa pelayanan lainnya. Secara langsung terkait ekonomi, hal ini dapat dilakukan dengan menciptakan produk kualitas terbaik yang bisa dilepas ke pasar nasional dan global, pemberian jaminan usaha kepada investor terutama yang berasal dari luar untuk menggerakkan aktivitas ekonomi terutama di sektor di kawasan, meningkatkan intensitas perdagangan antar daerah dalam regional Provinsi Bangka Belitung, mengintensifkan kegiatan promosi potensi daerah terutama di sektor perikanan kepada masyarakat luas, dan lainnya. Bila hal ini dapat dilakukan, tentu akan memberi peluang untuk lebih berkembanganya kegiatan jasa penunjang terutama di bidang transportasi dan komunikasi.
149
Menurut Cochrane (2002) secara jangka panjang, perkembangan sektor jasa penunjang akan memberi feedback yang nyata bagi ekonomi regional karena aktivitas ekonomi apapun yang dikembangkan akan selalu mendapatkan kemudahan dalam pelayanan oleh sektor jasa penunjang yang memadai. Pengiriman produk perikanan hasil tangkap pancing tonda, payang, jaring insang hanyut (JIH), sero, pukat pantai, bubu, dan trammel net dapat dilakukan dengan mudah karena transportasinya lancar, kesepakatan transaksi via telepon, internet, dan bank juga semakin mudah dilakukan termasuk di wilayah pelosok karena jaringan komunikasinya lancar. Kebijakan yang memberi ruang luas bagi berkembangnya kegiatan pelayanan jasa penunjang sangat memungkinkan untuk terwujudnya hal tersebut dalam mendukung pembangunan perikanan tangkap di kawasan.
7.3 Rumusan Kebijakan Strategis Pembangunan Perikanan Tangkap Rumusan
kebijakan
strategis
ini
merupakan
rangkuman
dari
pengembangan kebijakan menggunakan model micro-macro link yang dibahas pada bagian sebelumnya. Rumusan kebijakan ini diharapkan dapat memberi arahan bagi pengambilan kebijakan pembangunan perikanan tangkap terpadu sebagai trade-off ekonomi yang tepat di kawasan yang mengandalkan pancing tonda, payang, jaring insang hanyut (JIH), sero, pukat pantai, bubu, dan trammel net sebagai usaha unggulan. Rumusan kebijakan strategis ini merupakan hasil analisis pengaruh setiap komponen terkait dalam interaksinya pembangunan perikanan tangkap, dimana tingkat pengaruh, lingkup pengaruh, dan signifikasi pengaruh dalam interaksi (link) menjadi perhatian penting dalam penetapan kebijakan strategis yang diambil.
Adapun rumusan kebijakan strategis tersebut adalah : a. Perlu dikembangkan kebijakan teknis pembangunan perikanan tangkap yang memberikan perhatian serius terhadap pengembangan perikanan berdasarkan wilayah basis. Hal ini dapat dilakukan dengan mengembangkan usaha perikanan tangkap unggulan (pancing tonda, payang, jaring insang hanyut (JIH), sero, pukat pantai, bubu, dan trammel net) yang telah menjadi sektor
150
basis di empat wilayah/kecamatan potensial di Kabupaten Belitung. Pengembangan perikanan seperti ini dapat berkembang pesat karena mempunyai kesesuaian wilayah dan mendapat dukungan penuh dari masyarakat nelayan sekitar sebagai pelaku utamanya. b. Pemerintah Daerah perlu mengembangkan kebijakan yang menyelamatkan pemasaran produk perikanan daerah, terutama bila kondisi ekonomi dan keuangan global tidak stabil. Hal ini dapat dilakukan antara lain dengan mengurangi pajak dan retribusi perikanan sehingga nelayan dapat menjual produk perikanan tersebut dengan harga yang bersaing namun tetap mendapatkan keuntungan yang layak. c. Perlu dilakukan penyelamatan terhadap usaha perikanan unggulan yang ada pada wilayah basis terutama pada kondisi ekonomi dan keuangan global yang terpuruk, sehingga dapat terus bertahan. Hal ini misalnya dengan memberi kemudahan pengurusan perijinan usaha dan pengurangan biaya administrasi usaha. Perlindungan yang lemah pada usaha perikanan unggulan dapat menurunkan secara drastis kontribusi perikanan bagi pembangunan di Kabupaten Belitung. Salah satu instrumen deteksi pengaruh kebijakan regional yang dapat digunakan untuk penyelamatan usaha perikanan adalah dengan pendekatan minimum requirement approach (MRA) sebagaimana dikemukakan oleh Fauzi (2010). Instrumen ini dapat melengkapi instrumen location quotion (LQ) yang telah dikemukakan sebelumnya dan biasa dikenal di ekonomi regional. Pada prinsipnya konsep MRA berhubungan dengan teori basis ekonomi (economic base theory), karena salah satu output dari MRA adalah pengganda basis yang menunjukan koefisien basis ekonomi. Nilai tersebut dapat dijadikan dasar bagi pengambilan keputusan atau kebijakan disektor perikanan. d. Perlu dikembangkan kebijakan yang bersifat mengantisipasi kondisi kontroversial suatu kebijakan nasional bila diberlakukan di kawasan. Dalam lingkup regional, perlu ditetapkan langkah antisipasi terhadap kebijakan moneter yang kontroversial, sedangkan dalam lingkup mikro (Kabupaten Belitung) perlu diambil langkah antisipasi terhadap kebijakan fiskal yang dapat merugikan usaha perikanan tangkap yang dilakukan nelayan sekitar.
151
Dalam kaitan dengan trade (perdagangan), Pemerintah Daerah juga perlu membuat kebijakan sektoral yang merupakan turunan dari kebijakan nasional terkait usaha ekonomi, sehingga pelaku trade (perdagangan) produk perikanan di kawasan mempunyai panduan dalam melaksanakan bisnis perikanan. Terhadap kebijakan nasional yang dianggap terlalu kaku, Pemerintah Daerah harus dapat memberi pemecahan yang tepat sesuai dengan kewenangannya sehingga kegiatan trade (perdagangan) tersebut dapat terus berjalan dan mendukung pembangunan perikanan tangkap Kabupaten Belitung dan regional Provinsi Bangka Belitung. e. Pemerintah Daerah perlu mengembangkan jalur-jalur perdagangan produk perikanan yang permanen dan jangka panjang, dimana Pemerintah Daerah harus mengambil peran lebih baik tidak hanya sebagai pengawas perdagangan produk, tetapi juga bisa membuat Memorandum of Understanding (MoU) atau kesepakatan perdagangan produk dengan pasar-pasar strategis seperti dengan Singapura, Batam, dan Jakarta. Hal ini penting agar semua usaha perikanan yang ada baik besar maupun kecil mempunyai kepastian pasar terhadap produk perikanan yang dihasilkannya. Pemerintah Daerah kemudian secara intensif mensosialisasikan standar dan ketentuan penanganan produk yang dipersyaratkan. Bila hal ini bisa dilakukan, maka potensi perikanan regional seperti dari Kabupaten Bangka Selatan, Kabupaten Belitung Timur dan lainnya dapat ditarik untuk memanfaatkan jalur perdagangan tersebut. f. Perlu diciptakannya kondisi yang kondusif untuk terlaksananya kegiatan pelayanan jasa di kawasan, baik jasa pelabuhan, transportasi udara, darat, dan laut, jasa komunikasi, dan jasa pelayanan lainnya. Dalam konteks ekonomi regional, hal ini dapat dilakukan dengan pemberian jaminan usaha kepada investor terutama yang berasal dari luar untuk menggerakkan aktivitas ekonomi kawasan terutama di sektor perikanan, mengembangkan produk berkualitas yang bisa dilepas ke pasar nasional dan global, meningkatkan intensitas perdagangan antar daerah dalam regional Provinsi Bangka Belitung, mengintensifkan kegiatan promosi potensi daerah terutama di sektor perikanan kepada masyarakat luas, dan lainnya.
152
g. Menciptakan iklim investasi yang kondusif dan mendorong investasi ramah sosial, terutama dalam soal stabilitas keamanan, kelengkapan infrastruktur, aturan birokrasi serta mudahnya untuk mendapatkan data dan informasi yang akurat, baik menyangkut data potensi produk, wilayah dan pasar, sehingga pihak investor tidaklah menjadi sulit untuk mengembangkan usahanya terutama di bidang perikanan. h. Dalam perencanaan pengembangan perikanan yang berkelanjutan ke depan, pemerintah daerah juga perlu mengamati indikator kapasitas perikanan melalui pengukuran pemanfaatan kapasitas (Capacity Utilization=CU) seperti yang dikemukakan Fauzi (2010). CU merupakan rasio antara output aktual (observed output) dengan output sesuai kapasitas (capacity output). Jika rasionya lebih kecil dari satu (CU<1) menunjukkan terjadinya excess capacity (kapasitas lebih, yaitu perbedaan antara ouput potensial maksimum dengan produksi aktual), sedangkan bila kebalikannya yaitu 1/CU menunjukkan ouput yang dapat dihasilkan jika kapasitas eksistensi digunakan secara optimal. Dengan melakukan pengukuran capacity utilization (CU), maka dapat ditentukan investasi yang tepat bagi pengembangan sektor perikanan. Selain itu daya dorong sektor perikanan perlu dikembangkan dengan memberikan insentif fiskal bagi sektor perikanan.
153