BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1
Statistik Deskriptif Tabel 5.1 Deskripsi Variabel Penelitian Variabel CR ROA DER TATO PER SGR Return
Minimum 0 0 0,21 0,33 1,83 -15,29 0,96
Maximun 10,64 0,46 3,94 2,18 138,19 11,5 2,19
Mean 2,3848 0,1237 1,1468 1,0057 22,84 2,4375 0,367
Sumber : Hasil Pengolahan Data Penelitian (2014)
Hasil statistik deskriptif pada Tabel 5.1 menunjukkan nilai minimum, maksimum, mean yang digunakan dalam penelitian ini. Pada variabel Current Ratio menunjukkan bahwa nilai CR terkecil terdapat pada perusahaan batubara PTRO pada tahun 2009 sebesar 0,00 dan nilai CR terbesar terdapat pada perusahaaan logam dan mineral ANTM pada tahun 2011 sebesar 10,64. Rata-rata Current Ratio perusahaan pertambangan dari 15 sampel adalah 2,3848 atau 2,38. Hal ini menunjukkan bahwa setiap Rp. 100 kewajiban lancar dijamin oleh Rp. 238 aktiva lancar. Nilai Current Ratio pada PTRO periode 2008-2012 menunujukkan terjadinya fluktuasi setiap tahunnya. Nilai CR terendah terdapat pada tahun 2009 karena terjadi penurunan pada aktiva lancar dari Rp. 996.111 (juta) pada tahun 2008 menjadi Rp. 775 (juta) pada tahun 2009. Hal ini karena pada tahun 2009
62 http://digilib.mercubuana.ac.id/
63
perusahaan PTRO diakuisisi oleh PT. Indika Energy Tbk dan perusahaan memutuskan untuk menghapus bukukan piutang yang berasal dari kontrak sebesar Rp. 28,8 juta. Nilai Current Ratio terbesar terdapat pada Antam Tbk pada tahun 2011 yaitu 1064% karena jumlah hutang lancar berkurang 676% dari Rp. 1.938.448 (juta) menjadi sebesar Rp. 855.830 (juta). Selain itu struktur keuangan Antam pada tahun 2011 tercatat sangat kuat. Antam memiliki kas dan setara kas sebesar Rp. 5,6 triliun, naik 33% dibandingkan tahun 2010 yang berjumlah Rp. 4,2 triliun. Di tahun 2011, Antam membukukan obligasi berdenominasi Rupiah senilai Rp. 3 triliun yang diterbitkan pada akhir tahun 2011 yang sebagian besar akan digunakan untuk mendanai proyek modernisasi dan optimasi pabrik feronikel Pomalaa. Nilai Return on Assets (ROA) terendah terdapat pada perusahaan minyak dan gas alam RUIS dan perusahaan batu-batuan CTTH pada tahun 2011 yaitu sebesar 0,00. Sedangkan nilai ROA terbesar terdapat pada perusahaan batubara KKGI pada tahun 2011 yaitu sebesar 0,46. Rata-rata Return on Assets (ROA) adalah 0,1237. Hal ini menunjukkan bahwa setiap Rp. 100 aktiva, akan memperolah laba Rp. 12,37. Rendahnya nilai ROA pada perusahaan RUIS pada tahun 2011 disebabkan oleh peningkatan beban bunga dan kerugian kurs mata uang asing yang meningkat dari tahun sebelumnya. Besarnya beban bunga tahun 2011 sebesar Rp. 43.741.604 (juta) meningkat 56% dari tahun 2010 sebesar Rp. 28.053.049 (juta) dan kerugian
http://digilib.mercubuana.ac.id/
64
kurs mata uang asing tahun 2011 sebesar Rp. 14.647.412.021 meningkat 1.174% dari tahun 2010 sebesar Rp. 1.150.102.351. Rendahnya nilai ROA juga terdapat pada perusahaan CTTH pada tahun 2011. Hal ini karena terjadinya penjualan bersih sepanjang tahun 2011 tercatat lebih rendah 2,7% yaitu Rp. 148.502 juta (2010: Rp. 152.560 juta) terutama disebabkan oleh kekurangan hasil tambang yang mengakibatkan turunnya pengiriman ekspor. Di samping itu, pendapatan ekspor terpengaruh oleh apresiasi dollar AS terhadap rupiah dan peningkatan jumlah beban usaha sebesar 22,5% dari Rp. 34,9 milyar meningkat menjadi Rp. 42,7 milyar, lebih lengkapnya Citatah menambah biaya pemasarannya dengan 17% menjadi Rp. 23.334 juta untuk mendukung pengembangan rangkaian produk dengan produk bahan impor penutup permukaan ternama. Pada tahun ini, Perusahaan menyelesaikan out)) ruang pamernya di Jakarta Pusat, yang tercermin pada perlengkapan ((fitting out kenaikan biaya sewa dan kenaikan biaya penyusutan. Perusahaan juga melipatgandakan tim penjualan domestiknya, dan kenaikan gaji, tunjangan, serta manfaat pensiun adalah faktor-faktor utama penyebab meningkatnya biaya umum dan administrasi sebesar Rp. 19.403 juta. Sebagai akibatnya, laba usaha tahun 2011 turun menjadi Rp. 3.336 juta (2010: Rp. 10.491 juta) dan marjin laba usaha mengecil dari 7,0% menjadi 2,2%. Besarnya nilai ROA KKGI pada tahun 2011 menunjukkan peningkatan kinerja perusahaan dalam memperdayakan aktiva untuk menghasilkan laba. Kenaikan laba bersih ini dipacu oleh meningkatnya penjualan bersih perseroan menjadi Rp. 2,12 triliun dibanding periode hingga akhir 2010 sebesar Rp. 969,35
http://digilib.mercubuana.ac.id/
65
miliar. Kenaikan ini dikontribusikan oleh penjualan ekspor batubara sebesar Rp. 1,93 triliun, sisanya berasal dari penjualan batubara domestik dan lain-lain yang mencapai Rp. 201,21 miliar. Seiring kenaikan penjualan bersih, beban pokok penjualan juga mengalami kenaikan menjadi Rp. 1,25 triliun atau naik dibanding periode yang sama 2010 sebesar Rp. 638,50 miliar. Untuk laba usaha hingga akhir 2011 tercatat senilai Rp. 633,05 miliar atau tumbuh 166,96% dibanding periode akhir 2010 sebesar Rp. 237,13 miliar. Hingga 31 Desember 2011 perseroan membukukan nilai aset sebesar Rp. 977,89 miliar, naik dibanding perolehan aset periode sebelumnya sebesar Rp. 527,24 miliar. Nilai DER terendah terdapat pada perusahaan ANTM pada tahun 2009 yaitu sebesar 0,21 dan nilai DER tertinggi terdapat pada perusahaan RUIS pada tahun 2012 sebesar 3,94. Rata-rata nilai DER adalah 1,15 menunjukkan bahwa pihak luar (kreditor) menempatkan dana Rp. 115 atas setiap Rp. 100 modal yang dikeluarkan oleh pemilik perusahaan. Dengan kata lain, secara rata-rata perusahaan dalam menjalankan bisnis lebih banyak dibiayai oleh utang dibandingkan dengan modal sendiri. Rendahnya nilai DER pada perusahaan ANTAM pada tahun 2009 karena kewajiban lancar ANTAM mengalami penurunan 24% menjadi Rp.667 miliar yang dipicu oleh penurunan komponen hutang pajak sebesar 88% menjadi Rp14 miliar seiring dengan turunnya laba perusahaan serta penurunan komponen biaya masih harus dibayar sebesar 46% menjadi Rp.209 miliar antara lain akibat turunnya biaya jasa penambangan dan pengangkutan sebesar 43% menjadi Rp. 125 miliar, gaji dan kesejahteraan karyawan sebesar 69% menjadi Rp. 17 miliar
http://digilib.mercubuana.ac.id/
66
dan biaya penutupan tambang sebesar 96% menjadi Rp. 1,4 miliar. Untuk komponen hutang usaha pihak ketiga mengalami kenaikan 84% menjadi Rp. 107 miliar seiring dengan adanya kenaikan hutang kepada perusahaan jasa penambangan yakni PT. Yudhistira Bumi Bhakti serta hutang baru kepada beberapa pemasok baru ANTAM. Pada kewajiban tidak lancar untuk sembilan bulan pertama tahun 2009, ANTAM membukukan posisi kewajiban tidak lancar sebesar Rp. 1,178 triliun atau turun 14% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Posisi pinjaman investasi jangka panjang (lancar dan tidak lancar) mengalami penurunan sebesar 25% yaitu dari Rp. 807 miliar pada sembilan bulan pertama tahun 2008 menjadi Rp. 607 miliar. Dalam US Dollar, jumlah pinjaman investasi ANTAM turun 27% atau US$23 juta dari US$86 juta pada sembilan bulan pertama tahun 2008 menjadi US$62,7 juta. Meningkatnya nilai DER pada perusahaan RUIS tahun 2012 sebesar 395% disebabkan bertambahnya utang bank jangka pendek kepada beberapa perbankan sebesar 85,3% dari Rp. 160.939 juta tahun 2011 menjadi Rp. 298.172 juta, meningkatnya utang usaha kepada beberapa perusahaan sebesar 68,5% dari 51. 681 juta tahun 2011 menjadi 87.059 juta dan meningkatnya biaya yang masih harus dibayar sebesar 47,3% dari Rp 64.744.680 milyar tahun 2011 menjadi Rp. 95.357.565 milyar. Pada variabel Total Turnover Ratio (TATO) menunjukkan bahwa nilai TATO perusahaan terkecil adalah 0,33 terdapat pada perusahaan MEDC tahun 2009 dan nilai TATO terbesar terdapat pada perusahaan KKGI tahun 2011 sebesar 2,18. Secara rata-rata TATO dari keseluruhan sampel adalah 1,0057. Hal
http://digilib.mercubuana.ac.id/
67
ini menunjukkan bahwa Rp. 100 yang dikeluarkan dapat menghasilkan 101 penjualan. Secara umum dapat dikatakan bahwa semakin besar rasio ini akan semakin
bagus
karena
merupakan
pertanda
bahwa
manajemen
dapat
memanfaatkan setiap rupiah aktiva untuk menghasilkan penjualan. Dilihat dari nilai Total Assets Turn Over MEDC tahun 2009-2012 maka dapat terlihat bahwa perputaran persediaan perusahaan terendah pada tahun 2009 karena pada tahun 2010 penjualan dan pendapatan usaha seluruh segmen usaha MedcoEnergi mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2009. Jumlah penjualan dan pendapatan usaha lain MedcoEnergi pada tahun 2010 adalah AS$929,9 juta, meningkat 39,2% dari AS$667,8 juta pada tahun 2009. Peningkatan jumlah penjualan minyak tanah dan gas alam yang berasal dari kegiatan operasi di Indonesia adalah AS$549,61 juta, meningkat sebesar AS$ 89,59 juta atau 19,5 % dari AS$460,02 juta di tahun 2009. Peningkatan ini terutama disebabkan oleh tingginya harga rata-rata minyak mentah yang terealisasi dan kenaikan volume penjualan gas alam di tahun 2010 dibanding 2009. Di Amerika Serikat jumlah penjualan minyak dan gas bersih di 2010 mencapai AS$19,78 juta, naik 94,1% dibanding AS$10,19 juta di 2009. Peningkatan ini disebabkan oleh produksi dan penjualan kembali beroperasinya jalur pipa sea robin serta tingginya harga minyak dan gas bumi di 2010 dibandingkan 2009. Pendapatan dari kontrak penyedia jasa eksplorasi dan produksi di Oman pada tahun 2010 juga meningkat 21,2% menjadi AS$ 90,29 juta dibandingkan AS$ 74,48 juta pada 2009. Peningkatan produksi dan harga
http://digilib.mercubuana.ac.id/
68
rata-rata minyak mentah yang terealisasi di 2010 merupakan penyebab utama tingginya pendapatan dari kontrak jasa eksplorasi dan produksi di Oman. Nilai TATO tertinggi terdapat pada perusahaan KKGI pada tahun 2011 sebesar 2,18. Hal ini karena terjadi peningkatan jumlah penjualan sebesar Rp 1.158.400 atau 119,52% dari tahun sebelumnya. Produksi batubara perseroan tahun ini mengalami peningkatan yang signifikan dibandingkan dengan tahun lalu. Volume produksi meningkat sebesar 8,77% dari 2,2 juta ton ditahun 2010 menjadi 4,2 juta ton tahun 2011. Hasil tersebut sukses melampui target awal perseroan sebesar 3,5 jt ton untuk tahun 2011. Kinerja yang positif ini dapat dicapai dengan adanya prosedur perencanaan penambangan yang baik didukung oleh kerjasama yang kuat antara tim internal perseroan dengan pihak kontraktor pertambangan. Selain itu harga jual rata-rata mengalami kenaikan sebesar 22.00% dari US$48,1/ton tahun lalu menjadi US$58,5/ton ditahun 2011. Hal ini disebabkan oleh harga jual batubara yang lebih tinggi dipasar internasional dan ketentuan kontrak penjualan yang lebih menguntungkan dengan mayoritas pengiriman dilakukan secara FOB Vessel ditahun 2011. Berdasarkan data deskriptif nilai Price Earning Ratio (PER) terkecil terdapat pada perusahaan MEDC pada tahun 2011 sebesar 1,83, sedangkan nilai PER terbesar terdapat pada perusahaan BYAN pada tahun 2009 sebesar 138,19. Rata-rata PER adalah 22,7. Rata-rata PER menunjukkan bahwa harga saham 22,7 kali laba bersih yang dihasilkan perusahaan. Rasio PER mengindikasikan besarnya rupiah yang harus dibayarkan investor untuk memperoleh satu rupiah
http://digilib.mercubuana.ac.id/
69
earning perusahaan. Dengan kata lain PER menunjukkan besarnya harga setiap satu rupiah earning perusahaan. Rendahnya nilai PER MEDC tahun 2011 karena kinerja keuangan tahun 2011 dengan pertumbuhan pendapatan yang tinggi sebesar 23% dari AS$930 juta di tahun 2010 menjadi AS$1.143 juta. Untuk tahun 2011 Perseroan mencatat laba bersih yang lebih tinggi sebesar AS$89,2 juta dibandingkan dengan AS$88,2 dengan laba yang diatribusikan kepada pemegang saham tercatat sebesar AS$85,1 juta, lebih tinggi dari AS$83,1 juta pada tahun sebelumnya. Dengan demikian, jumlah laba per saham meningkat ke AS$0,0289, dari AS$0,0282 pada tahun 2010. Laba bersih Perseroan tahun 2011 seluruhnya berasal dari laba bersih bisnis minyak & gas yang mencapai AS$109,9 juta. Laba bersih bisnis minyak & gas meningkat signifikan dari AS$5,7 juta pada 2010. Peningkatan ini disebabkan oleh kenaikan harga minyak terealisasi tahun 2011 menjadi AS$113,68/barel, dibandingkan dengan AS$81,41/barel pada tahun 2010, dan keberhasilan perseroan dalam melakukan efisiensi biaya. Tingginya nilai PER perusahaan BYAN pada tahun 2009 karena laba bersih perseroan meningkat sebesar 558,5% dari Rp. 20,7 miliar pada tahun 2008 menjadi Rp. 136,3 miliar pada tahun 2009. Peningkatan ini disebabkan oleh kombinasi antara peningkatan laba usaha, peningkatan pendapatan bunga dari pinjaman ke PT. Kaltim Supacoal (KSC) dan berkurangnya beban bunga dan beban pajak penghasilan, yang diimbangi oleh penurunan laba dalam penjualan aset tetap. Rata-rata tertimbang jumlah saham biasa yang beredar (dalam ribuan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
70
lembar) laba bersih persaham dasar meningkat dari Rp. 7 tahun 2008 menjadi Rp. 41. Pada variabel Sustainable Growth Ratio (SGR) menunjukkan bahwa nilai SGR terendah terdapat pada perusahaan KKGI pada tahun 2012 sebesar -15,29, Sedangkan nilai SGR terbesar terdapat pada perusahaan KKGI pada tahun 2011, ANTM pada tahun 2012 dan TINS pada tahun 2011 dan 2012 adalah sebesar 11,5. Rata-rata nilai SGR 15 perusahaan pertambangan adalah sebesar 2,44. Hal ini menunjukkan rata-rata tingkat pertumbuhan maksimum yang dapat dicapai perusahaan pertambangan tanpa membutuhkan dana eksternal atau tingkat pertumbuhan yang hanya dipicu oleh tambahan atas laba ditahan. Rendahnya nilai Sustainable Growth Ratio (SGR) pada perusahaan KKGI tahun 2012 karena pendapatan bersih sebesar USD 215 juta ditahun 2012 menurun dibandingkan dengan tahun 2011 sebesar USD 243 juta. Penurunan pendapatan sebesar11,6%, hal ini terutama disebabkan karena harga jual rata-rata batubara yang lebih rendah yaitu USD 52/MT pada tahun 2012 dibandingkan dengan tahun sebelumnya USD 58/MT (penurunan 10,34%). Struktur permodalan KKGI terus menguat, ekuitas untuk akhir tahun 2012 tercatat sebesar USD73,3 juta. Struktur permodalan yang kuat ini akan memungkinkan fleksibilitas dalam pencarian pinjaman dana yang diperlukan, apabila ada peluang kesempatan yang menjanjikan, sesuai dengan kriteria kebijaksanaan investasi dan strategi ekspansi. Nilai SGR terbesar terdapat pada perusahaan KKGI Tbk tahun 2011, ANTM tahun 2012 dan TINS tahun 2011 dan 2012 memiliki SGR tertinggi
http://digilib.mercubuana.ac.id/
71
sebesar 11,5. Hal ini menunjukkan tingkat pertumbuhan maksimum yang dapat dicapai tiga perusahaan pertambangan tanpa membutuhkan dana eksternal atau tingkat pertumbuhan yang hanya dipicu oleh tambahan atas laba ditahan. Peningkatan SGR pada perusahaan KKGI pada tahun 2011 karena retained earning meningkat 137% dari 255.694 juta tahun 2010 menjadi 605.898 juta dan peningkatan laba bersih setelah pajak sebesar Rp 450,2 milyar atau meningkat 171,2% bila dibandingkan dengan tahun 2010 sebesar Rp 166,0 milyar. Peningkatan yang signifikan karena volume produksi meningkat dan harga jual batubara yang lebih tinggi dipasar internasional. Secara permodalan pada tahun 2011 posisi sangatlah kuat, modal ekuitas tercatat berjumlah Rp. 657,2 milyar meningkat 114,2% dibanding tahun sebelumnya sekitar Rp 306,8 milyar. Pada perusahaan ANTAM tahun 2012 tingginya nilai SGR karena meningkatnya retained earning sebesar 21,11% dari Rp. 9.700.471 juta tahun 2011 menjadi Rp. 11.748.920 juta dan laba yang meningkat dari Rp. 1.927.889.549 tahun 2011 menjadi Rp. 2.993.114.982 ditahun 2012. Peningkatan laba terjadi karena penghasilan lain-lain naik dari 555.902.960 tahun 2011 menjadi 2.999.631.005 ditahun 2012. Dari segi permodalan pada tahun 2012 terjadi
peningkatan
ekuitas
dari
10.772.043.139
tahun
2011
menjadi
12.832.316.696. Nilai SGR tertinggi juga terdapat pada perusahaan TINS tahun 2011 dan tahun 2012. Pada perusahaan TINS tahun 2011 memiliki total ekuitas Perusahaan per 31 Desember 2011 mencapai Rp 4,6 triliun, mengalami kenaikan sebesar Rp 395 miliar atau 9% dibandingkan dengan posisinya per 31 Desember 2010.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
72
Kenaikan ini berasal dari laba bersih yang dibukukan Perusahaan selama tahun 2011 sebesar Rp. 897 miliar, dikurangi dengan pembayaran dividen sebesar Rp. 474 miliar dan cadangan Program Kemitraan dan Bina Lingkungan sebesar Rp 28 miliar. Meskipun pada tahun 2012 mengalami penurunan laba bersih dari 896.806 tahun 2011 menjadi 431.558. Penurunan ini dilatarbelakangi penurunan drastis harga logam timah mengacu ke LME di triwulan kedua dan ketiga tahun 2012, perolehan harga jual rata-rata logam timah perusahaan pun lebih rendah dibandingkan tahun 2011. Dengan volume penjualan logam yang sedikit lebih tinggi di tahun 2012 dibandingkan 2011, perusahaan dapat membukukan pendapatan senilai Rp. 7.822 miliar dan meraup laba bersih sebesar Rp. 431,6 miliar.Harga logam timah di London Metal Exchange (LME) mengalami penurunan yang signifikan, dengan titik terendahnya untuk tahun 2012 tercapai di bulan Agustus, yaitu pada nilai USD 17.650/metrik ton. Turunnya harga ini ditengarai merupakan akibat dari penyimpanan timah dalam jumlah besar oleh para pedagang bursa (trader), dan turut berdampak pada pendapatan TIMAH (Persero) Tbk di tahun 2012. Dari segi ekuitas PT. Timah pada tahun 2012 tergolong kuat meskipun total ekuitas TIMAH mengalami penurunan sebesar 7%, dari Rp. 6,570 miliar per akhir 2011 menjadi Rp. 6,101 miliar per 31 Desember 2012. Modal saham Perusahaan terdiri atas modal ditempatkan dan disetor penuh sebesar Rp. 252 miliar dan tambahan modal disetor sebesar Rp. 121 miliar. Keduanya tidak mengalami perubahan dari tahun sebelumnya. Saldo laba yang telah ditentukan penggunaannya meningkat dari Rp. 3.319 miliar menjadi Rp. 3.740 miliar,
http://digilib.mercubuana.ac.id/
73
sementara saldo laba yang belum ditentukan penggunaannya turun nilainya dari Rp. 897 miliar menjadi Rp.432 miliar. Dividen yang dibayarkan oleh TIMAH kepada pemegang saham pada tahun 2012 nilainya Rp.448 miliar, dibandingkan Rp. 474 miliar pada tahun 2011. Dengan demikian, ekuitas yang diatribusikan kepada pemilik entitas adalah Rp. 4.558 miliar, sementara entitas yang diatribusikan
kepada
kepentingan
non-pengendali
adalah
Rp.349
juta.
kepentingan non-pengendali yang dimaksud terkait dengan PT. Timah Investasi Mineral, entitas anak. 5.1.1 Uji Asumsi Klasik 5.1.1.1 Uji Normalitas Uji normalitas data sebaiknya dilakukan sebelum data diolah berdasarkan model-model statistik parametrik. Model regresi dapat dikatakan memenuhi asumsi normalitas jika residual yang disebabkan oleh model regresi berdistribusi normal. Untuk menguji asumsi ini, dapat digunakan metode KolmogorovSmirnov. Berikut ini adalah hasil uji normalitas. Tabel 5. 2 Hasil Uji Normalitas Unstandardiz ed Residual Asymp. Sig. (2-tailed) 0,318 Sumber: Hasil Pengolahan Data Penelitian (2014) Berdasarkan hasil uji normalitas diatas, didapatkan nilai signifikan sebesar 0,318, dimana nilai tersebut lebih besar daripada α = 0,05. Nilai signifikansi lebih besar daripada α = 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa asumsi normalitas residual telah terpenuhi. Jika nilai residual dikelompokkan dalam sebuah
http://digilib.mercubuana.ac.id/
74
histogram, maka residual-residual tersebut akan membentuk suatu pola kurva distribusi normal, yakni residual tersebut mengelompok pada bagian tengah dengan titik puncaknya berada pada rata-rata sama dengan 0,000. 5.1.1.2 Uji Multikolinearitas Untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolinearitas dapat dilihat dari Variance Inflation Factor (VIF). Apabila nilai VIF > 10 maka menunjukkan adanya multikolinearitas dan apabila sebaliknya VIF < 10 maka tidak terjadi multikolinearitas. Tabel 5.3 Hasil Uji Multikolinearitas Variabel Tolerance VIF CR 0.587 1.705 ROA 0.54 1.851 DER 0.526 1.903 TATO 0.749 1.334 PER 0.841 1.189 SGR 0.763 1.311 Sumber: Hasil Pengolahan Data Penelitian (2014) Dari hasil perhitungan yang ada di Tabel 5.3 masing-masing variabel independen menunjukkan nilai VIF yang tidak lebih dari nilai 10, maka asumsi tidak terjadi multikolinearitas telah terpenuhi. Berdasarkan Gambar 5.1 tersebut terlihat bahwa titik-titik menyebar secara acak serta tersebar baik di atas maupun di bawah angka 0 pada sumbu Y. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi heterokedastisitas pada model regresi.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
75
5.1.1.3 Uji Heteroskedastisitas Gambar 5.1 Scatter Plot Uji Heteroskedasitas
Sumber: Hasil Pengolahan Data dengan SPSS, 2014
5.1.1.4 Uji Autokorelasi Untuk menguji ada tidaknya autokorelasi, digunakan statistik uji DurbinWatson. Pengujian ini dilakukan dengan membandingkan antara nilai hitung Durbin Watson dengan nilai tabel Durbin Watson (d l dan d u). Berikut ini adalah hasil uji autokorelasi.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
76
Koefisien DW 2.133
Tabel 5.4 Hasil Uji Asumsi Autokorelasi dL dU 4-du Keterangan Tidak terdapat autokorelasi 1.334 1.850 2.273 positif atau negatif Sumber: Hasil Pengolahan Data (2014)
Berdasarkan pada Tabel 5.4 diatas, didapatkan koefisien Durbin-Watson sebesar 2.133. Dalam tabel Durbin-Watson diketahui dL = 1.334 dan dU = 1.850. Dari tabel diatas ditunjukkan bahwa nilai d U < d < 4- d U (1.850 < 2.133 < 2.150). Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat autokorelasi positif atau negatif antar residual dan asumsi non-autokorelasi sudah terpenuhi. Hasil Analisis Tabel 5.5 Pengaruh CR, ROA, DER, TATO, PER dan SGR terhadap return saham Variabel Koefisien t-hitung Signifikan Keterangan Konstanta -0.072 -0.26 0.796 CR -0.015 -0.392 0.697 ROA -0.694 -0.898 0.373 DER -0.073 -0.77 0.445 TATO 0.16 1.088 0.282 PER 0.009 3.598 0.001 *** SGR -0.01 -0.633 0.53 2 R = 0.269 F-Hitung = 3.258 Sig = 0.008 *** Sumber: Hasil Pengolahan Data Penelitian (2014) Keterangan : *** signifikan pada tingkat α = 1% Dari Tabel di atas hasil regresi linier berganda, maka hasil persamaannya yaitu :
http://digilib.mercubuana.ac.id/
77
Return = -0.072 – 0.015(CR) – 0.694(ROA) – 0.073(DER) + 0.16(TATO) + 0.009(PER) – 0.01(SGR) Interprestasi dari persamaan regresi berganda di atas yaitu : 1. Konstanta -0.072 nilai ini memberikan arti adanya penurunan return saham dengan asumsi CR, ROA, DER, TATO, PER dan SGR bernilai nol. 2. Koefisien regresi CR nilainya -0.015, artinya bahwa setiap kenaikan CR sebesar 1 maka akan diikuti dengan penurunan return saham sebesar 0.015. Hal ini dapat diartikan bahwa CR mempunyai pengaruh negatif terhadap return saham dengan asumsi variabel lain bersifat konstan. 3. Koefisien regresi ROA nilainya -0.694, artinya bahwa setiap kenaikan ROA sebesar 1 maka akan diikuti dengan penurunan return saham sebesar 0.694. Hal ini dapat diartikan bahwa ROA mempunyai pengaruh negatif terhadap return saham dengan asumsi variabel lain bersifat konstan. 4. Koefisien regresi DER nilainya -0.073, artinya bahwa setiap kenaikan DER sebesar 1 maka akan diikuti dengan penurunan return sebesar 0.073. Hal ini dapat diartikan bahwa DER mempunyai pengaruh negatif terhadap return saham dengan asumsi variabel lain bersifat konstan. 5. Koefisien regresi TATO nilainya 0.16, artinya bahwa setiap kenaikan TATO sebesar 1 maka akan diikuti dengan kenaikan return saham sebesar 0.16. Hal ini dapat diartikan bahwa TATO mempunyai pengaruh positif terhadap return saham dengan asumsi variabel lain bersifat konstan. 6. Koefisien regresi PER nilainya 0.009, artinya bahwa setiap kenaikan PER sebesar 1 maka akan diikuti dengan kenaikan return saham sebesar 0.009. Hal
http://digilib.mercubuana.ac.id/
78
ini dapat diartikan bahwa PER mempunyai pengaruh positif terhadap return saham dengan asumsi variabel lain bersifat konstan. 7. Koefisien regresi SGR nilainya -0,01, artinya bahwa setiap kenaikan SGR sebesar 1 maka akan diikuti dengan penurunan return sebesar 0,01. Hal ini dapat diartikan bahwa SGR mempunyai pengaruh negatif terhadap return saham dengan asumsi variabel lain bersifat konstan. 8. Nilai (R squared) sebesar 0.269 atau 26,9% adalah besarnya pengaruh CR, ROA, DER, TATO, PER dan SGR terhadap return saham yang ditunjukkan dengan koefisien determinasi R Square sebesar 0.269 atau 26.9%. 9. CR, ROA, DER, TATO, PER dan SGR mempunyai pengaruh signifikan terhadap return saham. Hal ini berdasarkan hasil perhitungan dihasilkan nilai Sig F sebesar 0.008 yang berarti Ho ditolak dan Ha tidak ditolak karena lebih kecil dari 0.05. Dengan demikian terdapat pengaruh secara signifikan antara CR, ROA, DER, TATO, PER dan SGR terhadap return saham.
5.2 Pembahasan 5.2.1 Pembahasan Pengaruh Current Ratio (CR) terhadap Return Saham Dari hasil analisis yang telah dilakukan bahwa variabel Current Ratio (CR) berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap return saham perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2009-2012. CR merupakan salah satu ukuran likuiditas yang bertujuan untuk mengukur kemampuan perusahaan untuk melunasi kewajiban jangka pendeknya dengan aset lancar yang dimilikinya. Rasio ini sering disebut dengan rasio modal kerja yang
http://digilib.mercubuana.ac.id/
79
menunjukkan jumlah aset lancar yang tersedia yang dimiliki oleh perusahaan untuk merespon kebutuhan-kebutuhan bisnis dan meneruskan kegiatan bisnis hariannya. Pada saat terjadinya krisis keuangan global dan sesudah terjadinya krisis keuangan global perekonomian di Indonesia masih dalam kondisi yang belum terlalu stabil yang berdampak pada kemampuan perusahaan pertambangan dalam melunasi utang lancar dengan menggunakan aset lancarnya menurun. Pada saat terjadi krisis keuangan global, perusahaan-perusahaan pertambangan di Indonesia secara umum mengurangi produksinya, khususnya pada perusahaan yang menghasilkan minyak, gas, dan batubara yang merupakan kebutuhan yang sangat strategis dan vital bagi semua negara. Hal ini terjadi karena adanya kelebihan produksi komoditas tersebut di pasar internasional. Selain itu, sekitar tahun 2010 perusahaan-perusahaan pertambangan khususnya yang menghasilkan timah dan biji besi mengalami penurunan hasil produksi. Penurunan hasil produksi biji besi dan timah pada tahun 2010 sebagian besar disebabkan karena faktor cuaca ekstrim yang terus terjadi di wilayah Indonesia (www.datacon.co.id). Jumlah produksi komoditas perusahaan pertambangan yang menurun mengakibatkan jumlah persediaan yang dimiliki perusahaan pertambangan juga mengalami penurunan, akibatnya komponen dari aset lancar perusahaan pertambangan yang secara umum didominasi oleh persediaan mengalami penurunan sehingga kemampuan perusahaan dalam melunasi utang lancar dengan menggunakan aset lancar yang dimiliki juga menurun.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
80
Rendahnya kemampuan perusahaan pertambangan dalam melunasi utang lancar dengan menggunakan aset lancar yang dimiliki mengakibatkan investor cenderung tidak menaruh perhatian yang lebih terhadap saham-saham perusahaan pertambangan tersebut. Hal ini berdampak pada tidak berpengaruhnya CR terhadap return saham perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) karena investor yang menjatuhkan pilihan berdasarkan pada proses analisis tentu sudah lebih dahulu dapat mempredikasi bahwa perusahaan dengan tingkat likuiditas yang rendah akan kesulitan dalam melunasi utangutangnya. Hal ini menegaskan bahwa perubahan CR perusahaan pertambangan pada tahun 2009-2012 tidak memberikan pengaruh terhadap return saham perusahaan pertambangan. Penjelasan-penjelasan diatas mendukung hasil penelitian yang menunujukkan bahwa CR tidak berpengaruh terhadap return saham perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2009-2012. Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Farkha, Ika (2012) dan Rio Malintan (2013) yang menyatakan bahwa CR tidak berpengaruh terhadap return saham. 5.2.2 Pembahasan Pengaruh Return on Asset (ROA) terhadap Return saham Dari hasil analisis yang telah dilakukan, diketahui bahwa variabel Return on Asset (ROA) berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap return saham perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2009-2012. ROA (Return on Asset) adalah rasio keuntungan bersih setelah pajak untuk menilai seberapa besar tingkat pengembalian dari aset yang dimiliki oleh
http://digilib.mercubuana.ac.id/
81
perusahaan. Rendahnya ROA dapat disebabkan oleh banyaknya aset perusahaan yang menganggur, investasi dalam persediaan yang terlalu banyak, kelebihan uang kertas, aset tetap beroperasi dibawah normal dan lain-lain. Pada tahun 2010 dan 2011, perusahaan pertambangan di Indonesia mengalami kesulitan dalam mempertahankan untuk memberikan tingkat pengembalian yang baik kepada pemegang saham. Adanya penurunan tingkat pengembalian ini disebabkan oleh peningkatan biaya operasional, yang tidak dapat diperoleh kembali dalam kondisi harga komoditas yang lebih rendah akibat krisis ekonomi global 2008-2009. Dengan adanya krisis global dinegara maju perusahaan banyak yang mengalami kebangkrutan ini sangat berdampak bagi industri tambang yang ada di Indonesia yang nota bene sebagai penghasil bahan baku industri besar. Indonesia merupakan salah satu negara pemasok bahan baku industri pada negara maju dengan bangkrutnya industri yang ada dinegara maju maka berdampak pada berkurangnya kebutuhan bahan baku industri yang yang selama ini dipenuhi oleh industri dalam negeri. Dengan kasus ini perusahaan sektor industri pertambangan mengalami penurunan pendapatan yang pada akhirnya berdampak pada laba yang dibagikan kepada
pemegang
saham
serta
menurunnya
harga
saham
perusahaan
pertambangan (Muis Murtadho, 2013). Hal ini menunjukkan bahwa ROA tidak semata-mata dijadikan ukuran dalam menilai kinerja perusahaan oleh investor dalam memprediksi harga saham dipasar modal. Kondisi ini menggambarkan bahwa kemampuan perusahaan memperoleh laba dan untuk mengendalikan seluruh biaya-biaya operasional sangat rendah sehingga kurang berpengaruh terhadap harga saham.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
82
Hal
ini
menyebabkan
rendahnya
kepercayaan
investor
terhadap
perusahaan pertambangan sehingga permintaan atas saham perusahaan akan menjadi rendah yang pada akhirnya akan menurunkan harga saham sehingga return saham ikut rendah. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Desy Arista (2012) bahwa Return on Asset (ROA) berpengaruh negatif terhadap return saham. Akan tetapi, hasil penelitian ini bertolak belakang dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rio Malintan (2013), Farkhan dan Ika (2012) yang menyatakan ROA berpengaruh positif terhadap return saham. 5.2.3 Pembahasan Pengaruh Debt To Equity Ratio (DER) terhadap Return Saham Dari hasil analisis yang telah dilakukan, diketahui variabel Debt To Equity Ratio (DER) berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap return saham perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2009-2012. DER negatif dan tidak berpengaruh signifikan pada penelitian ini karena adanya perbedaan persepsi investor terhadap nilai DER perusahaan. Investor beranggapan bahwa dalam melakukan pengembangan perusahaan hutang diperlukan, karena mampu mendatangkan manfaat antara lain dalam mengurangi pajak sehingga pendapatan investor pada perusahaan yang menggunakan hutang lebih besar dibandingkan dengan perusahaan yang tidak menggunakan hutang. Sedangkan oleh sebagian investor nilai DER dipandang sebagai besarnya tanggung jawab perusahaan terhadap pihak ketiga yaitu kreditor yang memberikan pinjaman kepada perusahaan. Sehingga semakin besar nilai DER akan memperbesar tanggungan perusahaan. DER yang terlalu tinggi mempunyai
http://digilib.mercubuana.ac.id/
83
dampak buruk terhadap kinerja perusahaan, karena dengan tingkat utang yang semakin tinggi berarti beban bunga perusahaan akan semakin besar dan akan mengurangi keuntungan. Dengan tingkat utang yang tinggi dan dibebankan kepada pemegang saham, tentu akan meningkatkan risiko investasi kepada pemegang saham. Dengan demikian tidak berpengaruhnya DER terhadap return saham menunjukkan bahwa stuktur modal perusahaan sangat tergantung pada pihak ketiga sehingga mengurangi minat investor. Rata-rata nilai DER perusahaan pertambangan sebesar 1,15 artinya perusahaan pertambangan memiliki tingkat ketergantungan yang tinggi terhadap utang dalam proses bisnisnya, hal ini tentu akan mengakibatkan tingkat risiko yang diterima investor yang berinvestasi pada saham perusahaan pertambangan juga akan tinggi. Hal ini tentu akan mengurangi minat investor untuk berinvestasi pada perusahaan tersebut, terlebih lagi kondisi perekonomian yang belum terlalu menunjukkan tren positif hingga tahun 2010 memaksa kreditor untuk lebih selektif dalam memberikan dukungan pendanaan. Investor yang menjatuhkan pilihannya berdasarkan pada hasil analisis tentu tidak akan membeli saham perusahaan dengan risiko yang lebih tinggi dari saham perusahaan lainnya. Hal ini berimbas pada tidak berpengaruhnya DER terhadap return saham perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2009-2012. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian lain seperti Rio Malintan (2013), Desy Arista (2012), Bobby Ardiansyah (2012), Farkha dan Ika (2012)
http://digilib.mercubuana.ac.id/
84
yang menyatakan bahwa DER berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap return saham. 5.2.4 Pembahasan Pengaruh Total Turnover Ratio (TATO) terhadap Return Saham Dari hasil analisis yang telah dilakukan, diketahui bahwa variabel Total Turnover Ratio (TATO) berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap return saham perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2009-2012. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan perusahan untuk mengoptimalkan aktivanya secara efektif dan efisien ternyata tidak berpengaruh terhadap minat investor untuk membeli saham perusahaan tersebut, hal ini dapat terjadi karena beberapa perusahan yang mampu mendapatkan TATO yang tinggi pada periode yang sama tidak diikuti dengan laba bersih yang lebih besar. Hal ini dikarenakan pada tahun 2010 dan 2011 sektor pertambangan mengalami hambatan dalam produksinya akibat faktor cuaca yang kurang mendukung bagi akitivitas kegiatan produksi. Curah hujan tinggi yang membatasi kegiatan produksi seperti yang terjadi pada daerah produksi utama batubara di Kalimantan Timur. Selain itu, terdapat gangguan produksi emas dan tembaga yang terjadi pada pertengahan dan penghujung tahun akibat aksi pemogokan karyawan yang berkepanjangan di wilayah Papua dan Nusa Tenggara. Keadaan ini membuat profitabilitas tidak dipengaruhi oleh tingkat pertumbuhan penjualan tinggi. Dengan demikian, meskipun adanya pertumbuhan penjualan pada periode 2009-2011, hal ini tidak mempengaruhi nilai perusahaan secara signifikan. (Natalia dan Juniarti, 2014). Selain itu harga logam timah di pasar
http://digilib.mercubuana.ac.id/
85
dunia yang selalu fluktuatif dan sulit diprediksi, antara lain karena berlanjutnya krisis global khususnya di Eropa yang menekan permintaan logam, serta adanya persaingan dari produk logam timah baik dari Indonesia maupun luar negeri, dapat menghambat kegiatan pemasaran logam timah perusahaan. Dengan demikian, meskipun adanya pertumbuhan penjualan pada periode 2009-2011, hal ini tidak mempengaruhi nilai perusahaan secara signifikan. Pada tahun 2012 penurunan ekspor terutama terjadi pada komoditas batu bara, biji tembaga, bauksit, dan granit. Nilai ekspor batubara yang merupakan komoditas ekspor utama dengan pangsa pasar sebesar 17,2% turun dibandingkan dengan periode tahun lalu (2011) akibat merosotnya harga batubara dipasar internasional. Meskipun secara volume masih mengalami peningkatan. Ekspor batubara terutama ditujukan ke negara asia yaitu China, India, Jepang, dan Korea Selatan dengan total pangsa mencapai 70% dari total ekspor batubara. Penurunan harga jual komoditas menyebabkan pendapatan menurun yang membuat investor tidak tertarik untuk membeli saham perusahaan itu, sehingga menyebabkan harga saham perusahaan tersebut mengalami penurunan yang berakibat terhadap turunnya return saham. Hasil penelitian menunjukkan bahwa TATO tidak berpengaruh signifikan terhadap return saham. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Farkhan dan Ika (2012). 5.2.5 Pembahasan Pengaruh Price Earning Ratio (PER) terhadap Return Saham Dari hasil analisis yang telah dilakukan, diketahui bahwa variabel Price Earning Ratio (PER) berpengaruh positif dan signifikan terhadap return saham
http://digilib.mercubuana.ac.id/
86
perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2009-2012. Arah positif menunjukkan jika PER mengalami kenaikan maka return akan mengalami kenaikan. Begitupun sebaliknya, jika PER mengalami penurunan maka return saham akan mengalami penurunan. PER merupakan rasio harga saham terhadap laba bersih per lembar saham. Rasio PER dilihat oleh investor sebagai suatu ukuran kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba masa depan. Angka dari PER digunakan untuk memprediksi kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba ((earning power)) di masa yang akan datang. Semakin tingginya PER menunjukkan prospektus harga saham dinilai semakin tinggi oleh investor terhadap pendapatan per lembar sahamnya, sehingga PER yang tinggi juga menunjukkan semakin mahal saham tersebut terhadap pendapatannya. Jika harga saham semakin tinggi maka selisih harga saham periode sekarang dengan periode sebelumnya semakin besar, sehingga capital gain juga semakin meningkat. Seorang investor harus memperhatikan nilai PER saham yang wajar, tidak overpriced/overvalued. mengalami underpriced atau overpriced/ overpriced overvalued. Namun cara yang paling mudah adalah dengan mencari nilai median dari nilai PER yang telah dirangking dan diurutkan dengan menganggap nilai median itu sebagai nilai wajar PER. Price earning ratio (PER) merupakan suatu ukuran yang penting bagi investor dalam berinvestasi karena PER diakui sebagai metode penilaian yang baik serta mencakup keseluruhan perusahaan termasuk dalam memperkirakan nilai atau pun harga saham. Keinginan investor melakukan analisis saham melalui rasio-rasio
http://digilib.mercubuana.ac.id/
87
keuangan seperti PER, dikarenakan adanya keinginan investor atau calon investor akan hasil (return) yang layak dari suatu investasi saham (Dorothea et al, 2013). Dengan produksi timah terbesar ke dua di dunia, tembaga terbesar ke empat, nikel terbesar ke lima, emas terbesar ke tujuh dan produksi batu bara terbesar ke delapan di dunia, Indonesia merupakan salah satu negara penting dalam bidang pertambangan. Menurut survey tahunan dari Price Waterhouse Coopers (PWC), ekspor produk pertambangan menyumbangkan 11 persen nilai ekspor di tahun 2002, sementara sektor ini juga menyumbangkan 2,7% dari produk domestik bruto (PDB) dan US$ 920 juta dalam bentuk pajak dan pungutan bukan pajak bagi berbagai tingkat pemerintahan. Sektor pertambangan juga memberikan lapangan pekerjaan yang cukup besar, baik yang terlibat secara langsung dalam proses produksi, maupun dalam berbagai produk dan jasa pendukung pertambangan. Salah satu cara untuk meningkatkan investasi saham adalah dengan menarik perhatian investor untuk membeli saham di sektor pertambangan. Jika
investasi bisa
meningkat maka kinerja perusahaan
pertambangan juga akan meningkat dan hal itu juga akan mempengaruhi pendapatan negara dan pendapatan masyarakat di Indonesia. Semakin
menurunnya
peranan
sektor
pertambangan
terhadap
perekonomian nasional berimplikasi pula pada rendahnya minat investor berinvestasi di saham pertambangan. Hal tersebut dapat dikoreksi melalui data harga saham pada akhir tahun 2011 dibandingkan data 2010 dapat diketahui bahwa terdapat 10 perusahaan sektor pertambangan mengalami peningkatan indeks harga saham dari tahun 2010 menuju 2011 dengan rata-rata kenaikan tidak
http://digilib.mercubuana.ac.id/
88
terlalu besar dan pada jangka waktu yang sama terdapat 19 perusahaan sektor pertambangan mengalami penurunan indeks harga saham dan 1 perusahaan tidak mengalami perubahan harga saham, yang bisa diartikan bahwa 63% sektor pertambangan pada tahun 2010 menuju 2011 mengalami penurunan harga saham, melihat prosentase penurunan harga saham yang berada di atas 50% dari keseluruhan itu merupakan hal yang perlu dikhawatirkan oleh perusahaan dan para investor. Sektor pertambangan merupakan sektor yang berperan penting bagi perekonomian nasional karena pertambangan menjadi sektor primer bagi banyak sektor, karena tidak sedikit hasil yang diproduksi oleh sektor pertambangan juga diperlukan oleh sektor lain. Perubahan yang terjadi pada harga saham pada 30 perusahaan sektor pertambangan tersebut merupakan dasar yang paling penting untuk mempelajari perilaku investor dalam melakukan dan membuat keputusan investasi di pasar saham sektor pertambangan. Perubahan harga saham yang terjadi pada 30 perusahaan tersebut akan mempengaruhi pula pada besar kecilnya potensi keuntungan dan potensi kerugian yang mungkin akan terjadi pada investor jika investor tidak mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan harga saham ini. Perubahan harga saham dalam merespon perubahan kondisi perekonomian yang terjadi berbeda-beda antara satu perusahaan dengan perusahaan lain meskipun perusahaan tersebut bergerak dalam bidang industri yang sama. Besarnya penurunan yang dialami oleh hampir seluruh perusahaan pertambangan pada tahun 2010-2012 menjadi permasalahan tersendiri bagi pengusaha maupun calon investor, untuk itu diperlukan perluasan penelitian yang didukung oleh teori yang mendasar, maka diajukan permasalahan faktor-faktor
http://digilib.mercubuana.ac.id/
89
yang mampu memprediksi perubahan harga saham, dimana terdapat salah satu variabel yang diduga berpengaruh terhadap perubahan harga saham yaitu price to earning ratio (PER) (Dorothea, et al 2013). Perusahaan yang memiliki PER yang tinggi biasanya memiliki peluang tingkat pertumbuhan yang tinggi, akibatnya banyak investor yang memilih untuk membeli saham perusahaan tersebut. Hal ini berdampak pada naiknya harga saham sehingga menjadikan return saham akan naik. Sejalan dengan hasil penelitian yang menunjukkan PER berpengaruh positif terhadap return saham perusahaan pertambangan, yang artinya semakin tinggi PER perusahaan pertambangan maka return perusahaan pertambangan akan semakin naik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa PER berpengaruh positif dan signifikan terhadap return saham. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Aras, et al (2008), Aono dan Iwaisako (2011), Pinradee dan Suppanunta (2013). 5.2.6 Pembahasan Pengaruh Sustainable Growth Ratio (SGR) terhadap Return Saham Dari hasil analisis yang telah dilakukan, diketahui bahwa variabel Sustainable Growth Ratio (SGR) berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap return saham perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2009-2012. Tingkat pertumbuhan yang dapat dipertahankan atau Sustainable Growth Ratio (SGR) merupakan tingkat pertumbuhan maksimal yang dapat dicapai tanpa pendanaan ekuitas eksternal sambil tetap mempertahankan rasio utang-ekuitas yang konstan. Pertumbuhan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
90
yang berkelanjutan dapat diidentifikasi sebagai kemampuan untuk memfasilitasi keseimbangan dan ekspansi yang berkelanjutan dan membantu tidak hanya bertahan hidup tetapi juga menjaga daya saing dalam industri. Setiap perusahaan sering menetapkan tujuan untuk pertumbuhan yang berkelanjutan dan mengejar tujuan-tujuan ini dapat memperbaiki kondisi keuangan dari suatu perusahaan atau meningkatkan kesulitan keuangan perusahaan dan tekanan membutuhkan perubahan dalam operasi dan / atau kebijakan keuangan. Setiap perusahaan selalu menginginkan adanya pertumbuhan sehingga laba ditahan menjadi sangat berarti bagi pemenuhan kebutuhan dana intern dan di pihak lain perusahaan juga ingin tetap dapat membayarkan dividen kepada pemegang saham demi tercapainya peningkatan nilai perusahaan melalui peningkatan harga saham perusahaan. Apabila semakin besar tingkat dividen yang dibayarkan, berarti semakin kecil saldo laba yang ditahan dan sebagai akibatnya dapat menghambat tingkat pertumbuhan perusahaan. Jika perusahaan ingin menahan sebagian besar dari pendapatan agar tetap didalam perusahaan, berarti jumlah yang tersedia untuk membayar dividen semakin kecil. Selain itu, kepentingan kreditur juga dapat mempengaruhi besarnya dividen kas yang dibayarkan. Hutang yang meningkat akan mempengaruhi besar kecilnya laba bersih yang tersedia bagi para pemegang saham termasuk dividen yang diterima karena kewajiban tersebut lebih diprioritaskan daripada pembagian dividen. Oleh karena itu, manajemen harus memperhatikan kesejahteraan para pemegang saham, selain
harus
menjaga
pertumbuhan
perusahaan
dan
kelangsungan hidupnya dalam menentukan kebijakan dividen.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
mempertahankan
91
Prospek usaha dicerminkan oleh prospek usaha perusahaan. Prospek usaha dicerminkan oleh pertumbuhan laba perusahaan dari waktu ke waktu yang dapat dipengaruhi harga saham dan nilai kapitalisasi saham perusahaan secara keseluruhan. Oleh karena itu secara teoritis apresiasi investor terhadap saham perusahaan akan lebih banyak didasarkan pada kinerja keuangan yang menghasilkan SGR positif dari waktu kewaktu. Pelaku pasar modal Indonesia memiliki karakter spekulatif, oportunisty dan time horizone investasinya pendek. Para spekulator hampir tidak memperhatikan analisis fundamental perusahaan, tetapi pada kecenderungan pasar atau analisis teknikal. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Achmad (2005) yang menyatakan bahwa sebagian
besar
investor
memiliki
karakter
spekulatif
memperhatikan analisis teknikal.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
dan
cenderung