6. SKENARIO CERITA PROGRAM INTERPRETAS1
Bila kiia ingin melihat hutan dari dekat tanpa pergi ke luar kota Jakarta, maka kiia clapat pergi ke sebelah Utara Jakarta, yaitu hutan mangrove Muara Angke. Di tengah hiruk pikuknya kota Jakarta, ternyata masih tersisa sedikit kawasan hutan seteleh bertahun-tahun lamanya lokasi hutan di sekitarnya habis dibabat untuk kawasan pemukiman dan kepeliuan pembangunan kota lainnya.
Kiia masih bisa
menyaksikan bukti-buMi peninggalan hutan bakau Tegal Alur Angke Kapuk. Di hutar~yang masih tersisa itu kiia juga dapat melihat sejumlah jenis burung dan sekelompok kera serta jenis-jenis ikan. Sebenamya sudah sejak jaman pendudukan Hindia Belanda telah dipikirkan untuk,mempertahankan kedudukan hutan Angke dengan hewan dan tumbuhan yang hiiup di dalamnya. Pemikiran demikian dibuktikan dengan diieiapkannya hutan Angk'e sebagai Cagar Alam dengan Keputusan Gouvenour General Hindia Belanda (GB) di Jakarta Nomor 24 pada tanggal 18 Juni 1939 seluas 15,40 ha. Kebijakan Pemerintah Belanda ini kemudian ditetapkan kembali oleh Pemerintah Indonesia dengian Keputusan Menteri Pertanian Nomor 16/Um/6/1977tanggal 10 Juni 1977. Hutan Angke berada di muara Sungai Angke dan tempat bermuaranya beberapa sungai, seperti Sungai Kamal dan Cengkareng Drain. Muara Sungai Angke termasuk kategori daerah estuaria. Estuaria rnerupakan badan air pantai yang semi tertutup yang berhubungan bebas dengan laut terbuka, air laut dalam ha1 ini termasuk air tawar yang berasal dari drainase tanah (Pritchard, 1967 dalam Nair and 'Thampy, 1980).
Kebanyakan estuaria didominasi oleh substrat Lumpur.
Subsl~atberlumpur ini merupakan endapan yang dibawa oleh air tawar dan air laut. Akibatnya substrat ini kaya bahan organik. Bahan organik inilah yang nantinya
menjadi cadangan makanan bagi organisme estuaria.
Kiia dapat mengenali
estue~riadilihat dari rendahnya produktivitas primer di kolom air, sedikinya herbivora, dan terdapatnya sejumlah besar detritus. Secara nyata ha1 ini menunjukkan bahwa jaring-jaring makanan pada ekosistem estuaria merupakan rantai makanan detritus. Pengertian detritus tersebut termasuk partikel organik, bakteri, alga, bahkan protozoa yang berasosiasi. Jadi estuaria cenderung lebih produkti daripada laut ataupun pembuangan air tawar. Sebagai daerah pesisir di muara tepi kota besar, banyak nelayan dari daerah lain clatang. Para nelayan tersebut kebanyakan datang dari Cirebon, Inderamayu, dan lids juga yang dari Makasar dan Madura dengan membawa perbekalan yang cukup. Pada awalnya nelayan pendatang ini hanya datang untuk mengambil dan menjual ikan hasil tangkapan mereka, lama kelamaan mereka merasa lebih mudah bila nienetap di sekiar muara. Akhirnya terbentuklah kampung nelayan yang cukup padat di bantaran Sungai Angke dengan berbagai macam penduduknya. Di kawasan Cagar Alam Muara Angke masih tellihat sekelompok kera ekor panjang (Macacafdmlh*)
den jenis-jenis burung merandai. Akan tetapi, habitat
mereka di cagar alam tenebut kurang mendukung kehidupan fauna yang ada. Tempat hidup kera ekor panjang, burung-burung merandai, dan biota lain yang hidup di kawasan telah banyak mengalami kerusakan yang disebabkan adanya penusmaran dari berbagai sumber dan media yang d'ierima oleh kawasan. Faunafauna tersebut bisa hidup, tetapi pertumbuhan mereka tidak optimal dibandingkan bila mereka hidup pada kawasan yang masih alami dan tidak tercemar. Keadaan kawasan yang demikian, membutuhkan upaya perbaikan (rehabilisi) dan pengl3lolaan lebih intensif. Agar fauna-fauna yang ada di kawasan tetap bisa hidup
fungsii kawasan dari cagar alam menjadi suaka margasatwa. Kebijakan ini tertuang dalarn keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 7551Kpts-1111998 tanggal 26 November 1998. Kelompok hutan Angke termasuk Suaka Margasatwa Muara Angke pada saat ini pengelolaannya berada di bawah Sub Balai Konservasi Sumberdaya Alam DKI Jakarta. Saat ini sedang dikembangkan rencana pengelolaan kawasan yang salah satunya pengembangan dan pembangunan renmna kawasan wisata terbatas oleh Tim Rencana Pengelolaan IPB.
6.1.
Jalur darat sebelah Barat kawasan Untuk melihat Suaka Margasatwa Muara Angke dapat diempuh dengan
beberapa jalur. Jalur yang pertama adalah jalan darat untuk melihat bagian Selatan dan Barat kawasan. Jalan ini dimulai dari pos jaga keluar dari kawasan kemudian berbelok ke kanan sejajar dengan jalan raya sejauh kurang lebih 50 - 100 meter ke arah Barat. Sesaat setelah berbelok, kita dapat melihat areal rehabilitasi mangrove setuas kurang lebih 30 meter. Sepanjang sisi kanan jalur dapat kiia lihat satu lapis pohoii-pohon yang tinggi dan memberikan kesan teduh. Jenis-jenis pohon itu antara
lain kmcang 'rugnueragyrnnolfriza)), ara (Ficus idrca)), pakis laut ( S t e n o c f ~ m p C 1 ( J t k ) . Di bagian lapisan bawah pohon tersebut dapat kita lihat beberapa kumpulan eceng gondak (Euhmia msq,m) yang tumbuh dengan subur dan berbunga ungu yang indah.
Sebenamya, eceng gondok ini akan lebih menarik dan memiliki nilai
keindahan yang tinggi bila dipelihara dengan baik. Beberapa langkah berikutnya, kita akan menemukan papan nama yang menginformasikan tentang status kawasan
dan papan himbauan di antara pepohonan tadi. Pada jam-jam makan siang atau waktu para pekerja pulang, tak jarang tukang ojek, penjaja mainan atau makanan, buruh, dan tukang bangunan singgah
sejer~akuntuk melepaskan lelah, berteduh, atau bahkan tidur di bawah pepohonan yang memang teduh tersebut. Didukung dengan adanya gundukan berumput hijau sebagai pembatas kawasan dengan trotoar membuat semakin nyaman untuk rnenjedi ternpat duduk atau alas tidur yang dilengkapi dengan pelepah pohon ara, 'tambah dengan hembusan angin yang membuat segar badan. Jika kits datang pada hari Sabtu atau Minggu, kiia dapat melihat beberapa orang mernancing di antara kumpulan eceng gondok di bawah pepohonan tadi. Bita para pemancing Ftu bernasib rnujur, rnaka sekali memancing rnereka dapat rnembawa pulang lebih dari 5 ekor ikan sepat dengan ukuran yang tidak terialu besar. Akan tetapi bila mereka kurang beruntung, ikan yang berhasil dipancing hanyia ikan-ikan berukuran kecil yang biasanya mereka lepaskan kembali. Beberapa meter dari lokasi yang biasanya digunakan sebagai tempat rnem;ancing, r i a akan tiba pad* belokan he kanan (ke arah Utara) yaw berupaialan tanah berdebu lebar kurang lebih 3 meter. Pemandangan sebelah kanan jalan yang pelts!makali bisa dilihat adalah areal persemaian mangrove dengan latar belakang pidada (Saneratia ccl~eolhris)dan nipah (Fpafiuticans), Sepanjangjalan kita &pat rnelihat burung-burung Merbangan atau bertengger di dahan-dahan pohon. Kita akan mendengar berbagai kicauan suara burung dan hewan lain yang rnungkin tidak dapai kita lihat langsung. Sebelah kiri jalan kita hanya bisa rnelihat lapisan tipis pepolwnan dengan latar belakang bangunan dan lapangan milik PT. Mandara Permai. Di antara pepohonan juga akan kiia temui papan perinqatan dan papan petunjuk. Kondisi sebagian papan-papan tersebut sudah rusak dan tidak layak dipasang.
Kurang lebih 10 meter di depan, terdapat ssdikii hbelkan yang ditandai eceng w o k yang tumbuh subur dan latar belakang serumpun tebal nipah. Di ujung belokan akan terlihat jalan setapak, yang juga merupakan tanggul, terbuat dari karun~g-karunggoni selebar kurang dari satu meter yang membatasi empang. Kanan kin jalan setapak itu ditumbuhi oleh waru laut. Bila kia meniti jalan setapak itu dengan hati-hati, kita dapat melihat ikan-ikan mujahir (Oreocliromis mossam6icus) bergemmbol pada tepi tanggul di bawah permukaan air yang hijau dan tenang. Kadangkala kita iuga dapat menyaksikan bururtg-burung air yang berenang atau mematuk ikan di air tersebut. Bila kita berur~tung,kiia akan melihat bebek berwarna coklat berenang dengan tenang di tengah empang itu.
Di tengah jalan setapak tersebut ada papan batas yang
menandakan perbatasan antara kawasan suaka margasatwa dengan hutan lindung. Bila dilanjutkan meniti jalan setapak tersebut kita tiba pada empang yang berada di kawajan hutan lindung, atau dapat berbelok ke arah jalan darat. Jauh di sebelah kiri jalan, kita dapat melihat kolam atau empang yang sengaja dibuat sebagai tempat pemancingan. Tempat itu ramai dikunjungi, apalagi bila sore hari pada waMu libur. Sekitar 3 meter dari ujung belokan tadi, jalan akan kembali ke arah Utara. Sisi s.ebelah kanan jalan terlihat pohon bakau (aizopora mucrmta), nyamplung
(Cahphyaum inophyaum), dan api-api @vicenia marim). Pepohonan itu cukup rindar~gdan tebal seolah menyembunyikan empang-empang di belakangnya. Empe~ng-empangtersebut dibatasi dengan tanggul-tanggul yang dikelilingi dengan sebaris tipis bakau sehingga menyamarkan empang di belakangnya. Di antara akar-akar pepohonan tersebut, bila diamati dengan teliii, maka kiia dapat melihat luban'g-lubang dangkal berdiameter kurang lebih 7-10 cm.
Lubang ini diduga
meruloakan pintu masuk kepiting Sesam sp., sebab di antara akar dan batang pepohonan yang masih terendam air terlihat kepiting-kepiting tersebut. Jalan tanah ini berakhir kurang lebih 10 meter setelah kita berjalan dari ujung belokan. Sebenamya masih bisa meneruskan perjalanan tersebut, namun batas di situ terdapat pal yang menyatakan batas antara kawasan suaka margasatwa dengin hutan lindung. Selanjutnya kita akan melewati jalur yang sama untuk kembali ke jalan raya.
6.2.
Jalur air Untuk melihat sisi sebelah Timur dan bagian tengah kawasan dapat
ditempuh melalui jalur air. Jalur ini dimulai dari depan pos jaga dengan menyewa sebuah perahu berukuran panjang 3-4 meter, lebar 1 meter dengan kapasitas maksimal6 orang termasuk juru dua orang juru mudi perahu. Jalur air ini menyusuri Sungisi Angke ke arah muara sejauh kurang lebih 10 menit berperahu untuk sampai ke pitrtu (titik) masuk menuju ke tengah kawasan. Saat kiia berperahu, kiia dapat melihat deretan perahu nelayan dan rumah-rumah sederhana mereka dengan berbagai aktivitas penghuninya di belakang deretan perahu. Panjang perahu para nelayisn tersebut beragam, ada yang berukuran besar sekiiar 10-13 meter x 3-4 meter lengkap dengan peralatan musik (sound system) dan layar, ada yang berukuran kecil berukuran 3-4 meter x 1 meter. Perahu yang berukuran besar tersebut biasanya dihias dengan berbagai gambar dengan warna terang menwlok dan cliberi nama. Perahu yang berukuran kecil pada umumnya hanya diberi satu macam warna yang tidak terlalu menwlok. Di dalam perahu itu pun kita dapat melihiat para nelayan yang membereskan dan memperbaiki jala setelah pulang melaut, mengangkut ikan hasil tangkapan untuk dibawa ke TPI di sekiiar lokasi itu,
nelayan yang sedang beristirahat di perahu, tak jarang para nelayan terlihat tidur di perahu. Seringkali anak-anak juga bermain di atas deretan perahu. Di sisi lain, kia akan melihat areal rehabiliasi mangrove sepanjang kurang lebih 5 meter dari pos jaga. Bila kiia melihat ke permukaan air, akan nampak ikan julung-julung (Xyoramplius negbtus) dan ikan sapu kaca (Xjpostomus) yang ment?mpeldi sisi sungai.
Di tengah badan sungai yang berair, sering terlihat
kumpulan eceng gondok yang mengikuti aliran air dari hulu menuju ke muara. Kuml)ulan eceng gondok ini seringkali menimbulkan masalah bagi para nelayan, sebalb akan menutupi badan sungai menyebabkan perahu sulit berlayar di sungai. Selanjutnya kita akan melihat deretan rotan yang berbatasan dengan waru laut (Xi6iscus Ciataceus) dan perumpung Mndropogon nardus). Berbatasan dengan waru laut itu terlihat belokan sungai, yang pada awalnya dapat dilalui perahu namun lama kelamaan menjadi dangkal dan tertutup tumbuhan seperti eceng gondok, perurnpung, dan dodotan. Saat ini bekas belokan sungai terebut sudah menjadi temp.at penambatan perahu-perahu nelayan. Sering terlihat burung-burung sejenis kuntu\lberterbangan atau hinggap di antara tumbuhan-tumbuhan tersebut. Mungkin burur~gitu merasa terusik dengan kehadiran kita, atau bahkan mereka sudah terbialsa dengan manusia di sekiiarnya. Setelah sampai pada ujung bekas befokan sungai sedikii ke depan, kita sampai pada tanggul atau pintu masuk jalur menuju areal tengah kawasan. Mulailah kia clengan petualangan yang sedikii menegangkan. Dan tanggul itu, yang juga merupakan salah satu tiik masuknya air sungai ke bagian tengah kawasan, kita berbeilok ke kiri melewati jalur air yang lebarnya hanya satu setengah meter di antaria tumbuhan pidada. Jalannya perahu tidak terlalu mulus seperti saat kiia
menyusuri Sungai Angke, karena sering kali jalur itu tertutup eceng gondok atau tanarnan lain. Di permukaan air, tampak terlihat gerombolan ikan julung-julung, kepaia timah dan ikan seribu. Setelah deretan pidada akan terlihat sedikit rumpun nipah yang suasana dingin dan sedikii gelap. Setelah melewati serumpun nipah, kiia berbelok ke kanan ditengah pohon waru laut untuk menemukanjalan masuknya air ke empang. Perahu dapat berhenti sejenak di pintu air tersebut. Selanjutnya kiia dapai: meniti jalan pematang yang terbuat dari karung goni mengikuti tanggultanggiul empang. Kiia dapat melalui pematang yang sama atau mengelilingi empang untuk dapat sampai ke tempat perahu menunggu.
Di sekitar perahu menunggu
dapal: kia lihat segerombolan ikan kepala timah dan julung berenang di permukaan air yang sedikit dingin. Perjalanan dilanjutkan berbelok ke arah kanan menembus pepohonan pidada. Bila kiia melintasi wilayah itu antara jam 10 - 11 siang kita dapat melihat kelompok kera ekor panjang (Macaca fkculhris) terjun dari pohon ke air untuk mandi sambil bergurau dan bermain. Tidak sedikit burung yang terbang di atas atau di sa~npingperahu. Setelah pidada, kita sampai pada lautan eceng gondok yang tumbl~hsangat subur dan tinggi, nyaris perahu tidak dapat melanjutkan perjalanan. Seja~~h mata memandang, yang tampak hanyalah hamparan permadani hijau bercampur kuning dan ungu muda dari tumbuhan eceng gondok. Setelah beberapa menit menembus hamparan ecceng gondok itu, kits akan sampai pada lokasi kebun nipah. Saat berada di tengah lokasi ini, udara terasa dingin, gelap dan terdengar suara-suara binatang. Pohon-pohon nipah tumbuh dengan lebat dan ruas daunnya sering membentuk kanopi dengan 1%- 2 meter dari p~rml~kaan air, sehingga sinar matahari tidak dapat sampai ke perairan. Bentuk
buah nipah sangat unik bergerombol pada satu batang membentuk bulatan menyerupai senjata gada yang besar. Daging buah nipah ini berwarna putih bening dan temyata enak dirnakan bila kia tepat memilihnya, yaitu yang tidak tetlalu tua atau tidak terlalu rnuda. Buah nipah ini juga menjadi makanan bagi kera ekor panja~ngdi sekiiarnya. Terkadang kita akan melihat biawak di antara pohon-pohon nipah tersebut. Kita dapat mengakhiri perjalanan tersebut dengan meminta perahu untuk menepi ke darat (jalan tanah di sebalah Barat kawasan) atau kiia memilih terus melanjutkan perjalanan dengan perahu.
Apabila kiia memilih terus
melanjutkan perjalanan dengan perahu, rnaka
dapat melihat lagi hamparan
eceng gondok bercampur dengan tanaman prumpung di depan mata untuk beberapa menit. Sayangnya jalur perahu berakhir hanya sampai di sini. Perjalanan tidak mungkin diteruskan sebab jalur di depannya belum pernah den sulii dibuka. Kesulitan itu dikarenakan bukan eceng gondok yang akan disingkirkan, tetapi pohon-pohon besar sehingga membutuhkan peralatan dan energi yang lebih banynk. Untuk saat ini kiia kembali melalui jalur yang sama untuk dapat sampai ke pos jaga. Ketika perahu sudah menyusuri Sungai Angke untuk kembali ke pos jaga, kiia dapat melihat tiga gedung tinggi berdiri di belakang jembatan. Di kaki gedung itu berderet perahu para nelayan dengan rumah mereka yang mirip gubuk dari barnbu. Di bawah jembatan nampak mengalir Sungai Angke dan di kanan kiri badan sungai tertutupi dengan eceng gondok.
6.3.
Jalan papan di atas air (boardwalk) Jalur ini masih dalam perencanaan dan belum direalisasikan yang tujuannya
untuk melihat S e l ~ kawasan. ~h Jalur akan dibuat dari papan dengan lebar 1 meter. Sesuai dengan rencana pengembangan wisata terbatas tersebut, kiia dapat
rnemasuki kawasan Suaka Margasatwa Muara Angke rnelalui pintu gerbang utarna yang berbentuk gapura. Gapura pintu rnasuk juga dilengkapi dengan pos jaga sedernana berukuran 2 m x 2 rn. Sebelah kanan dari pintu gerbang tersebut tersedia areal parkir yang cukup luas dan teduh.
Di belakang pintu gerbang dan
pos jsga tadi, terdapat bangunan pusat informasi seluas 12 m x 12 rn terbuat dari papan. Pusat inforrnasi ini terdiri atas ruang penjaga, ruang parner dan souvenir, ruang informasi, dan toilet. Dengan adanya pusat inforrnasi ini dimaksudkan agar kia niendapatkan garnbaran secara umum tentang kawasan atau dapat rnencari infomiasi tersebut pada media informasi yang disediakan. Dari pusat inforrnasi, kita berbelok ke kin rnenuju pendopo. Di sebelah kanan jalan papan sebelum tiba di pendopo dilengkapi dengan papan inforrnasi yang berisi kondisi kawasan dilengkapi dengan peta. Tidak jauh dari papan pertama, terdapat papan petunjuk segala sesuatu yang diperbolehkan dan yang tidak diperbolehkan untuk dilakukan saat berada di kawasan. Tepat di depan papan-papan inforrnasi tersebut, ada areal terbuka yang tidak terialu has, tertutup hamparan rumput hoau halus berfungsi sebagai areal 'berrnain' yang membawa suasana hati senang saat rnemasuki kawasan. Beberapa langkah di depan, bila kia berbelok ke kanan, maka kiia elkan bisa rnelihat pernandangan deretan perahu para nelayan sepanjang bantaran sungai dengan dengan latarnya tiga buah gedung rnegah.
Suatu
pemandangan yang tirnpang sekali. Tidak jauh dari lokasi tersebut, kiia akan sarnpai di pendopo yang rnerupakan bangunan terbuka dilengkapi dengan aula dan toilet. Sejenak kia bisa beristirahat di pendopo ini atau melakukan diskusi sebelurn benar-benar mengikuti jalur yang telah disediakan. Agak ke sarnping depan bangunan pendopo ini terdapat sejenis dermaga kecil untuk rnenyandarkan perahu saat kita ingin mengikuti jalur air
menggunakan perahu. Di depan pendopo ada persimpangan jalur, simpangan pertarna adalah jalan papan menuju ke lokasi keong mas. Di lokasi keong mas ini nantinya dapat kita lihat keong mas yang hidup di dasar perairan dan menempel pada akar pohon. Kia juga menemukan telur-telur keong mas yang mengumpul dan rnenempel di akar atau daun pohon.
Lokasi keong mas juga dilengkapi
akuanum yang berisi keong mas agar kia lebih jelas melihat tingkat langkuhnya. Bila diamati dengan teliti, di lokasi itu juga akan kita temukan sekumpulan ikan kepale timah, ikan julung-julung dan ikan seribu. Lokasi tersebut juga dilengkapi dengan papan interpretasi yang bersisi tentang keong mas. Simpangan kedua adalah jalur eceng gondok. Jalur ini direncanakan dibuat di atas eceng gondok yang terpel~hara,yang maksudnya memperlihatkan kepada kiia bahwa selain dikenal sebagiai tumbuhan penganggu, eceng gondok juga dapat dipelihara untuk dimanfaatkan. Keterangan dan inforrnasi lebih jelas dicantumkan dalam papan interpl-tasi yang diletakkan pada site di tengah jalur. Sepuluh meter pertama (HM 1) dilimgkapi dengan papan interpretasi yang berisi informasi tentang hewan lain
yang bisa kia lihat, seperti ular air, ikan gabus, ikan seribu, dan sidat cacing. Sekiiar sepuluh meter ke depan, kia dapat melihat ikan sepat, ikan gabus, gapi, julung-julung bermunculan di permukaan air untuk mengambil oksigen dari udara bebas. Jalur eceng gondok ini sejauh kurang lebih 40 meter berakhir dengan adanya dek diskusi dan interpretasi 1 yang juga merupakan persimpangan jalur berikutnya. Di dekat dek itu ada sebuah menara pemantau yang fungsinya untuk melihiat burung atau mengambil gambar dari atas. Banguan menara terdiri dari dari empat lantai. Dan dek 1 ini dapat beristirahat sejenak, atau berdiskusi tentang obyek yang telah dan akan dilihat selanjutnya.
Lebih lanjut, dek ini nantinya
dig~n~akan oleh pemandu 1 interpreter untuk menunjukkan atraksinya kepada kita.
Dan dek 1, bila kita memilih jalan yang lurus ke arah utara berati kita mengambil jalur nipah. Dikatakan jalur nipah karena jalur ini akan berujung pada lokasi kebun nipah yang tumbuh bejajar sepanjang 10 -12 meter. Dahandahan nipah ini terlihat membentuk kanopi yang menaungi jalur, sehingga nyaris mirip koridor. Ketika berada di kebun nipah, kiia dapat menyaksikan dari dekat bentuk pohori dan buah nipah. Di lokasi ini kita mendapatkan informasi tentang manfaat nipah dari penjelasan pemandu atau papan interpretasi. Suasana saat memasuki kawasan nipah ini sangat mengesankan bagi k i yang tidak terbiasa dengan hutan. karena hawanya yang lebih dingin dan teduh. Sepanjang jalur menuju ke kebun nipah k i dapat melihat papan-papan interpretasi yang berisi informasi tentang ikan gabus, sidat cacing, mujahir, dan ikan julungl-julung dan awetannya. Lokasi tempat papan tersebut merupakan tempat ikan-ilcan tersebut dapat dilihat kia di sela-sela pohon. Jalur setelah jalur nipah adalah jalur kepiting sekiir 10-20 meter berikutnya. Disebut jalur kepiting karena sepanjang jalur ini kita dapat melihat kepiting Sesam sp., sekaligus dengan jejak-jejak dan liang tempat tinggalnya di antara akar pohon. Kita yisng kebetulan tidak dapat menemukan kepiting ini saat melintasi jalur tersebut, tidak perlu merasa kecewa, karena jalur ini dilengkapi dengan papan-papan interpl-etasi tentang kepiting jenis itu, gambar-gambar dan foto, untuk memberikan gambaran. Di awal dan di ujung jalur, ditempatkan kamera perekam yang dipasang permenen. Kamera ini dimaksudkan agar kita dapat menyaksikan tingkah laku atau kebiariaan hidup kepiting atau hewan lain yang kebetulan terekam.
Kamera
perekim ini dilengkapi dengan pelindung untuk menghindari cuaca buruk dan serangan mahluk atau pencurian. Kita juga dapat melihat kepiting dan hewan lain
yang ada di situ menggunakan teropong binokuler yang dapat dibawa sendiri atau disediakan oleh pengelola. Di ujung jalur terdapat pendopo yang berfungsi sebagai tempat istirahat sejenak atau berdiskusi. Bangunan pendopo ini bahan, ukuran, dan kelengkapannya sama dengan pendopo pertama. Di depan pendopo ada menara pantau. Dari arah jalan darat, tersedia pintu gerbang kedua yang merupakan altermatif memasuki kawasan. Pintu masuk altematii ini dapat dilalui setelah kita rnenylusuri jalur jalan darat. Sepuluh meter dari pendopo, kiia dapat menemukan jalan tiian menuju ke empang yang berair hijau. Jalur ini disebut jalur Rhizophora, karena kita dapat menyaksikan dan membedakan bakau dan pidada, ikan mujahir, dan juga sedikii kepitirig yang kadang-kadang muncul.
Setelah berbelok ke kanan, kita dapat
menemukan sekelompok kera ekor panjang bergelantungan di pohon pidada atau waru laut.
Selama itu kiia dapat memberi makan kepada kera-kera tersebut
sehingga dapat memancing kera mendekat. Kera yang ada di jalur ini terlihat jinak dan sangat terbiasa dengan kehadiran manusia di sekiiarnya. Di jalur ini kiia juga dapat melihat dan mendengar suara burung-burung air.
Jalur ini berujung pada
persinipanganjalur yang diandai dengan dek diskusi dan interpretasi 2. Di samping dek a'da jembatan kayu menuju ke jalur berikutnya. Di sisi lain ada titian jala yang akan ~nenghubungkandek dengan jalur ke kebun nipah atau melihat eceng gondok. Bila kita meniti jembatan kayu dan memilih jalur ikan, kiia dapat melihat ikanikan tsrenang di air. Atau bila mereka yang tidak dapat melihat jelas di air, dapat melihil ikan-ikan itu di akuarium yang terletak sekiiar 20 meter dari dek 2. Selanjutnya kiia dapat menyaksikan atraksi kampung nelayan dan kesibukan mereka, serta deretan perahu yang berwama-warni sebelum kita sampai ke pos jaga sebagai tanda berakhirnya petualangan meniti jalur yang ada di kawasan.