Pengantar Teknologi Energi Terbarukan
Topik Substansi
Tujuan Pembelajaran
Waktu
Modul Ajar 5
: Pemanfaatan Energi Angin : Teori dasar pemanfaatan energi angina (Ketersediaan sumber energi angin, formula dasar pemanfaatan sumber energi angin, peralatan/instalasi pemanfataan sumber energi angin) : Dapat: (1) menjelaskan substansi topik (2) menemukan potensi peningkatan pemanfaatan energi angin di lapangan : 2 sks (2 x 50 menit)
5.1. Ketersediaan dan Sifat 5.1.1. Pola Angin Global dan Lokal Sekitar satu hingga dua persen energi matahari yang diterima bumi dikonversi menjadi energi angin. Karena berbagai faktor terjadi ketidakseragaman pemanasan permukaan bumi oleh matahari. Hal ini menjadi penyebab utama timbulnya perbedaan tekanan udara. Angin yang bertiup di bumi ini adalah pergerakan massa udara yang timbul sebagai akibat perbedaan tekanan tersebut. Semakin besar perbedaan tekanan yang muncul akan memperbesar gaya pada udara yang akhirnya akan memperbesar kecepatan angin. Setiap benda akan menyerap lebih banyak energi matahari jika permukaannya terletak tegak lurus terhadap sinar matahari dibanding jika posisi permukaannya miring terhadap sinar matahari. Sementara itu diketahui bahwa selain bumi bergerak mengelilingi matahari, poros bumi yang bulat tidak sepenuhnya tegak. Oleh sebab itu sinar matahari diterima oleh tempat-tempat di permukaan bumi dengan sudut yang berbeda-beda. Setiap tahunnya, per meter persegi permukaan bumi di daerah khatulistiwa dan sekitarnya menerima radiasi matahari dengan intensitas lebih tinggi dibanding yang diterima daerah-daerah lainnya. Di daerah sekitar khatulistiwa ini temperatur tinggi sebagai akibat
Modul Ajar 5 – halaman 1
Pengantar Teknologi Energi Terbarukan
Modul Ajar 5
intensitas sinar matahari yang tinggi tersebut relatif tetap. Sementara itu makin tinggi garis lintang suatu daerah, makin miring sudut datang sinar matahari yang diterima oleh daerah tersebut. Di kutub, sinar matahari bahkan diterima dengan sudut yang sangat datar sehingga daerah tersebut hanya mengalami pemanasan dalam tingkat yang lemah. Ketika mengalami pemanasan, volume udara akan meningkat. Udara dengan suhu lebih tinggi menjadi menjadi lebih ringan dan mempunyai kepadatan yang lebih rendah ketimbang udara dengan suhu yang lebih rendah. Dalam atmosfer, udara yang relatif hangat tersebut akan bergerak naik. Udara sekitar khatulistiwa yang relatif hangat akan bergerak naik dan menuju kedua kutub dimana terdapat suhu rendah. Akibatnya, daerah-daerah dekat kutub mendapat tekanan udara ke bawah sehingga udara di sini bergerak ke arah khatulistiwa yang mempunyai tekanan lebih rendah. Jadi jika bumi tidak melakukan rotasi, maka gerakan udara hanya akan menuju dua kutub bumi kemudian turun dan dari sana kembali ke daerah khatulistiwa. Namun demikian hal tersebut tidak terjadi. Rotasi bumi mempengaruhi pola global angin. Udara dingin yang bergerak di dekat permukaan bumi menuju khatulistiwa cenderung berbelok ke arah barat, sedang udara hangat yang bergerak di lapisan atas atmosphere menuju kutub cenderung ke timur. Fakta ini menunjukkan bahwa pola angin global tidak hanya disebabkan oleh pemanasan tidak merata yang diterima bumi namun juga oleh rotasi bumi. Angin yang berpola global seperti di atas biasa disebut juga sebagai angin geostropik. Selain pola global, dikenal pula pola-pola lokal angin, seperti angin laut-darat dan angin gunung-lembah. Pada siang hari, udara di atas lautan atau danau terjaga relatif dingin. Hal itu disebabkan karena energi matahari banyak dipakai untuk keperluan penguapan udara atau terserap oleh badan air. Sebaliknya, udara di atas daratan mengalami pemanasan dengan intensitas lebih tinggi karena kemampuan daratan untuk menyerap panas matahari lebih tinggi ketimbang kemampuan yang dimiliki oleh badan air. Selain itu di daerah tersebut penguapan yang terjadi juga lebih rendah. Selanjutnya, udara hangat di atas daratan yang menjadi lebih ringan bergerak ke atas. Sementara itu udara di atas
Modul Ajar 5 – halaman 2
Pengantar Teknologi Energi Terbarukan
Modul Ajar 5
laut atau danau yang lebih dingin sehingga menjadi lebih berat bergerak menuju tempat yang ditinggalkan udara hangat tadi. Mekanisme ini menimbulkan angin laut. Pada malam hari pola angin tadi berbalik arah menjadi angin daratan. Hal itu disebabkan karena daratan dan udara di atasnya lebih cepat menjadi dingin dibandingkan laut beserta udara di atasnya (lihat gambar 5.2). Di antara perpindahan arah angin di atas terdapat satu periode dimana nyaris tidak ada angin bertiup karena terjadinya suhu yang relatif sama antara di darat dan di laut.
Gambar 5.1. Pola angin global (http://need-media.smugmug.com)
Fenomena yang mirip juga menjadi sebab terjadinya angin gunung dan lembah. Pada siang hari terjadi angin lembah karena udara di sekitar sisi lereng gunung yang menghadap matahari menjadi lebih hangat (lihat gambar 5.3a). Kemudian pada malam hari udara pada sisi itu lebih cepat menjadi dingin dan mengalir ke arah lembah sebagai angin gunung (lihat gambar 5.3b)
Modul Ajar 5 – halaman 3
Pengantar Teknologi Energi Terbarukan
Modul Ajar 5
Gambar 5.2 Angin darat – angin laut
(a)
(b)
Gambar 5.3 (a) Angin lembah – (b) angin gunung (Boyle, 2004)
5.1.2. Variasi terhadap Waktu dan Arah Data kecepatan angin merupakan faktor vital dalam penentuan potensi energi yang bisa dimanfaatkan, calon tapak turbin angin, dan rancang bangun turbin. Dalam meteorologi kecepatan angin sering diekspresikan dalam skala Beaufort
(lihat
tabel
5.1).
Skala
tersebut
memungkinkan
seseorang
memperkirakan kecepatan angin dengan mengamati pengaruh fisik yang
Modul Ajar 5 – halaman 4
Pengantar Teknologi Energi Terbarukan
Modul Ajar 5
diakibatkannya tanpa memakai alat yang memadai. Namun tentu saja untuk keperluan perancangan teknis kehandalan metode tersebut bisa dipertanyakan. Data hasil pengukuran atau pengukuran kecepatan angin biasa diperlukan sebagai dasar pembangungan fasilitas turbin angin.
Tabel 5.1 Angin menurut skala Beaufort Skala Beaufort
Kecepatan Angin m/s km/jam
Sebutan
Kondisi Tenang, asap naik secara vertikal Asap mulai condong menunjuk arah angin Angin terasa di wajah, daun bergerak menimbulkan suara Dedaunan dan ranting bergerak-gerak, bendera kecil berkibar Debu, dedaunan, dan kertas-kertas lepas beterbangan, cabang pohon bergerak-gerak Pohon kecil mulai bergerak Cabang besar terus bergerak, kabel-kabel berbunyi Seluruh pohon bergerak terus, angin terasa menghambat pejalan kaki Ranting dan cabang kecil patah, menghambat apa-apa yang bergerak Kerusakan ringan pada struktur ringan, genting jatuh dari atap Pohon bertumbangan, sebagian tercerabut akarnya, kerusakan hebat pada struktur Pohon besar tercerabut akarnya, kerusakan skala luas Kehancuran skala luas
0 1
0 – 0,2 0,3 – 1,5
<1 1–5
Calm Light air
2
1,6 – 3,3
6 – 11
Light breeze
3
3,4 – 5,4
12 – 19
Gentle breeze
4
5,5 – 7,9
20 – 28
Moderate breeze
5
8,0 – 10,7
29 – 38
Fresh breeze
6
10,8 – 13,8
39 – 49
Strong breeze
7
13,9 – 17,1
50 – 61
Near gale
8
17,2 – 20,7
62 – 74
Gale
9
20,8 – 24,4
75 – 88
Strong gale
10
24,5 – 28,4
89 – 102
Storm
11
28,5 – 32,6
103 – 117
Violent storm
12
> 32,6
> 117
Hurricane
Pada suatu lokasi tidak akan pernah dijumpai angin yang bertiup tanpa fluktuasi. Selalu dijumpai variasi kecepatan angin, baik dari sisi waktu maupun arah. Kecepatan angin bervariasi, dari detik ke detik (gambar ), menit ke menit, hari ke hari, bulan ke bulan, dan tahun ke tahun. Padahal untuk pemanfaatan energi angin dengan memakai turbin diperlukan pasok energi angin yang menerus. Pada suatu lokasi tertentu bisa jadi biasa bertiup angin dengan kecepatan belasan km/jam yang tentunya merupakan nilai yang besar untuk turbin angin. Namun, kecepatan yang tinggi tersebut bisa tidak berarti apa-apa jika hanya bertiup selama perioda pendek dalam sehari. Boleh jadi di lokasi tersebut justru lebih sering terjadi perioda dimana kecepatan angin yang bertiup lebih rendah
Modul Ajar 5 – halaman 5
Pengantar Teknologi Energi Terbarukan
Modul Ajar 5
atau jauh lebih rendah. Tidak tertutup kemungkinan pula terjadi perioda dimana tidak bertiup angin sama sekali.
Gambar 5.5 Contoh variasi kecepatan angin terhadap waktu (www.wind-power-program.com)
Untuk mendapatkan perata-rataan kecepatan angin, jika dimungkinkan, sebaiknya dilakukan dengan memakai data sepanjang sepuluh tahun atau lebih. Hal itu untuk menjamin kehandalan penetapan potensi pemanfaatan energi angin di suatu lokasi tinjauan. Namun tentu pengukuran dalam perioda panjang seperti itu membutuhkan banyak dana dan waktu yang panjang; suatu persyaratan yang bagi berbagai proyek sulit untuk dipenuhi. Untuk kasus seperti itu, hasil pengukuran jangka pendek pada suatu lokasi tinjauan bisa dibandingkan dengan data dengan angin tahunan perioda panjang pada lokasi-lokasi di sekitarnya. Variasi kecepatan angin dalam satu periode tertentu dapat diwakili oleh suatu fungsi distribusi probabilitas. Yang banyak dipakai dalam perancangan pemanfaatan energi angin adalah distribusi Weibull dan Rayleigh.
Modul Ajar 5 – halaman 6
Pengantar Teknologi Energi Terbarukan
Modul Ajar 5
Gambar 5.6 Distribusi Weibull dan Rayleigh (Quaschning, 2003)
Selain variasi kecepatan terhadap waktu, angin juga bervariasi terhadap arah. Variasi tersebut dapat digambarkan oleh distribusi kecepatan angin dan frekuensi berbagai arah bertiupnya angin. Distribusi tersebut bisa dinyatakan dalam bentuk mawar angin. Gambar 5.7 menunjukkan empat contoh mawar gelombang. Pada gambar 5.7.a panjang anak panah pada mawar gelombang proporsional terhadap lamanya angin bertiup dari arah tersebut, angka pada kepala anak panah menunjukkan kecepatan rerata angin yang bertiup di arah tersebut.
(a)
(b)
Gambar 5.7 Contoh berbagai mawar gelombang (Hunt, 1981 dan Broesicke, 2000)
Mawar angin tidak akan pernah sama untuk daerah satu dengan yang lain. Namun bisa saja untuk daerah yang berdekatan dijumpai mawar angin yang mirip. Modul Ajar 5 – halaman 7
Pengantar Teknologi Energi Terbarukan
Modul Ajar 5
Itu sebabnya untuk suatu satu lokasi tertentu bisa saja kondisi angin bisa dikenali dengan melakukan interpolasi data daerah-daerah sekitarnya. Tapi untuk daerahdaerah yang, misalnya yang memiliki gunung-gunung, atau sejumlah lembah, atau pantai yang arah konfigurasi fisiknya berlainan, biasanya asumsi seperti di atas tidak akan memadai.
5.1.3. Variasi terhadap Ketinggian dan Tempat Untuk keperluan pencatatan data kecepatan dan arah angin telah tersedia data dari Badan Meteorologi. Data-data tersebut diperoleh dari stasiun-stasiun meteorologi di lokasi-lokasi dekat kota atau airport. Di stasiun-stasiun tersebut pengukuran angin biasanya dilakukan pada ketinggian 10 m. Untuk keperluan perancangan pembangunan turbin angin di suatu lokasi tertentu data dari stasiun meteorologi terdekat dapat digunakan sebagai dasar estimasi awal potensi energi angin yang tersedia. Untuk keperluan perancangan rinci yang baik, biasanya tetap harus dilakukan pengukuran pada calon-calon lokasi yang direncanakan. Kondisi angin pada suatu lokasi tertentu sangat dipengaruhi oleh suhu setempat, bentuk topografi, tetumbuhan dan pepohonan, serta berbagai jenis bangunan yang ada. Kombinasi pengaruh faktor-faktor tersebut sangat ikut membentuk arah dan kecepatan angin lokal. Angin yang berada pada ketinggian antara 1 – 3 km sangat dipengaruhi oleh kondisi permukaan dan apa-apa yang ada di sana yang bisa menjadi penghalang/hambatan. Semakin banyak dan tinggi pepohonan dan bangunan di permukaan, makin besar gaya gesek yang dialami oleh angin. Hal ini akan makin mengurangi kecepatan angin. Gambar (5.8) yang memperlihatkan variasi kecepatan angin terhadap ketinggian yang juga menunjukkan pengaruh kekasaran permukaan.
Modul Ajar 5 – halaman 8
Pengantar Teknologi Energi Terbarukan
Modul Ajar 5
Gambar 5.8 Variasi kecepatan angin terhadap ketinggian (www.windmission.dk)
Kecepatan angin sangat tergantung pada ketinggian. Semakin tinggi, makin berkurang kekasaran permukaan bumi yang menghambat kecepatan angin. Hal ini sangat penting dikenali untuk menetapkan tinggi pemasangan turbin angin yang paling menguntungkan. Data kecepatan angin pada ketinggian 20 hingga 120 m sangat diperlukan untuk menentukan jenis turbin angin yang akan dipasang di lokasi tertentu. Namun seringkali, data tersebut tidak tersedia. Untuk mengatasinya dapat dipakai data hasil pengukuran kecepatan angin pada ketinggian 10 m. Persamaan berikut bisa dipakai untuk mendapatkan kecepatan angin pada ketinggian yang diinginkan berdasar kecepatan angin pada ketinggian lain, biasanya yang lebih rendah. α
v2 z 2 = , v1 z1
(5.1)
dengan v1 = kecepatan angin pada ketinggian referensi z1 (biasa sekitar 10 m), v2 = kecepatan angin pada ketinggian z2, dan α = koefisien gesek permukaan tanah.
Modul Ajar 5 – halaman 9
Pengantar Teknologi Energi Terbarukan
Modul Ajar 5
Persamaan tersebut dapat dimanfaatkan untuk penetapan kecepatan angin dari ketinggian 10 hingga 100 atau bahkan 150 m. Asalkan tidak ada kondisi batas aliran udara yang tajam persamaan tersebut mampu memberi hasil yang cukup baik. Koefisien kekasaran ditetapkan secara empirik sedang nilainya rendah untuk permukaan yang rata dan menjadi lebih tinggi untuk permukaan yang kasar, seperti yang ditampilkan pada tabel 5.9 berikut.
Tabel 5.2 koefisien gesek berbagai jenis permukaan (Patel, 1999) Jenis permukaan Danau, lautan, daratan keras dan rata Lahan dengan ilalang tinggi Tanaman pertanian tinggi dan pepohonan rendah Desa atau pemukiman dengan banyak pepohonan Kota kecil dengan sejumlah pepohonan Daerah kota dengan bangunan-bangunan tinggi
Koefisien gesek 0,10 0,15 0,20 0,25 0,30 0,40
Sementara itu, gambar (5.9) berikut memperlihatkan variasi kecepatan angin terhadap tinggi yang dipengaruhi oleh jenis permukaan. Jenis permukaan di sini diwakili oleh koefisien gesek.
Gambar 5.9 Variasi kecepatan angin terhadap tinggi untuk berbagai jenis permukaan (Patel, 1999)
Modul Ajar 5 – halaman 10
Pengantar Teknologi Energi Terbarukan
Modul Ajar 5
Gambar 5.8 memperlihatkan variasi kecepatan angin terhadap ketinggian yang juga menunjukkan pengaruh kekasaran permukaan terhadap kecepatan angin. Dalam arah lintasan angin, variasi kekasaran permukaan akan merubah profil variasi kecepatan angin terhadap ketinggian. Hal tersebut diperlihatkan oleh gambar 5.10. Dalam gambar tersebut ditampilkan pola variasi kecepatan angin terhadap ketinggian jika angin bertiup dari daerah dengan permukaan halus ke daerah dengan permukaan kasar dan sebaliknya.
Gambar 5.10 Pengaruh perubahan kekasaran permukaan terhadap variasi kecepatan angin (Hunt, 1981)
Bangunan, pohon atau bentuk lainnya yang menjadi penghalang aliran udara akan mempengaruhi angin yang bertiup melewatinya. Pengaruh tersebut muncul tidak hanya di daerah di belakang penghalang, namun telah muncul di daerah di depan penghalang tersebut, seperti yang ditampilkan dalam gambar 5.11.
Modul Ajar 5 – halaman 11
Pengantar Teknologi Energi Terbarukan
Modul Ajar 5
Gambar 5.11 Daerah yang dipengaruhi oleh penghalang (Hunt, 1981)
Bentuk pengaruh yang muncul berupa peningkatkan turbulensi dan reduksi kecepatan angin. Gambar 5.12 memberi ilustrasi turbulensi yang meningkat akibat suatu bangunan dan pepohonan. Sementara itu reduksi kecepatan angin sebagai akibat adanya halangan diilustrasikan oleh gambar 5.13.
Gambar 5.12 Peningkatan turbulensi akibat penghalang (Hunt, 1981)
Modul Ajar 5 – halaman 12
Pengantar Teknologi Energi Terbarukan
Modul Ajar 5
Gambar 5.13 Reduksi kecepatan dan peningkatan turbulensi akibat penghalang (Hunt, 1981)
Lebih jauh lagi, bentuk permukaan bumi semacam bukit, pegunungan, lembah dan berbagai bentuk topografi lainnya dapat pula menimbulkan variasi pola angin. Berbagai bentuk permukaan bumi dapat menimbulkan konsentrasi angin dan meningkatkan kecepatan angin. Bukit memanjang, misalnya, akan merubah kecepatan angin yang melewatinya (gambar 5.14). Terlihat dalam gambar tersebut daerah-daerah sekitar bukit memanjang yang mengalami peningkatan kecepatan angin.
Modul Ajar 5 – halaman 13
Pengantar Teknologi Energi Terbarukan
Modul Ajar 5
Gambar 5.14 Bukit memanjang dan perubahan kecepatan yang ditimbulkannya (Hunt, 1981)
Jika angin menabrak tidak hanya bukit memanjang namun juga secara umum kombinasi naik turunnya elevasi permukaan bumi, maka akan terjadi penurunan dan kenaikan kecepatan angin. Hal tersebut diilustrasikan dalam gambar 5.15.
Gambar 5.15 Variasi kecepatan angin akibat naik turunnya elevasi permukaan bumi (Boyle, 2004)
Seperti bukit dengan bentuk memanjang, bukit terisolasi juga akan menimbulkan peningkatan kecepatan angin. Namun demikian, pola peningkatan kecepatan tersebut berbeda. Hal itu disebabkan karena angin yang melewati bukit terisolasi tersebut cenderung akan membelok ke sisi-sisi bukit tersebut, seperti
Modul Ajar 5 – halaman 14
Pengantar Teknologi Energi Terbarukan
Modul Ajar 5
terlihat dalam gambar 5.16. Arsiran dalam gambar tersebut menunjukkan daerah yang mengalami peningkatan kecepatan angin.
Gambar 5.16 Tampak atas pola aliran angin di sekitar bukit terisolasi (Hunt, 1981)
5.2. Garis Besar Cara Pemanfaatan Angin yang bergerak memiliki energi kinetik. Suatu sistem pemanfaatan energi angin dibangun untuk merubah energi yang dikandung oleh angin tersebut menjadi bentuk energi yang bisa digunakan untuk kepentingan tertentu. Energi angin tersebut bisa diubah menjadi energi mekanik, misalnya untuk menjalankan pompa air. Lebih lanjut energi mekanik tersebut bisa dirubah menjadi listrik. Pada pembangkitan listrik dengan memanfaatkan tenaga angin, putaran turbin dipakai untuk menjalankan generator. Energi angin per satuan waktu (= daya) yang dapat dimanfaatkan oleh suatu turbin dinyatakan oleh persamaan (5.2).
Pt = C p
1 ρ. A.v03 2
(5.2)
Modul Ajar 5 – halaman 15
Pengantar Teknologi Energi Terbarukan
Modul Ajar 5
Daya yang dapat dimanfaatkan tersebut berbanding lurus dengan pangkat tiga kecepatan awal angin yang belum terusik v0. Artinya, apabila kecepatan angin yang tersedia meningkat dua kali lipat saja, maka daya yang dapat dimanfaatkan akan naik setinggi delapan kali lipat. Daya angin yang dapat dimanfaatkan tergantung pula pada luas sapuan turbin angin A. Dalam gambar 5.17 dapat dilihat bahwa luas sapuan tersebut berbentuk lingkaran. Oleh sebab itu jika diameter turbin diperbesar hingga dua kalinya, maka akan diperoleh peningkatan daya yang dapat dimanfaatkan hingga empat kali lipat. Selain itu peubah yang juga berpengaruh adalah massa jenis udara. Sebagaimana terlihat dalam tabel 5.3, massa jenis udara tersebut bervariasi terhadap suhu. Karena udara massa jenis udara relatif kecil, maka agar bisa memanfaatkan energi kinetik pada angin dalam jumlah besar turbin angin harus dibangun dengan luas sapuan yang besar pula.
Tabel 5.3 Variasi Massa Jenis Udara terhadap Suhu (dalam Quaschning, 2003) Suhu udara (°C) Massa jenis udara ρ
-3
(kgm )
-20 1,377
-10 1,324
0 1,275
10 1,230
20 1,188
30 1,149
40 1,112
Catatan: p = 1 bar
Secara teoritis, jika seluruh energi kinetik angin dapat diambil untuk dimanfaatkan oleh turbin angin, maka di belakang turbin tersebut tidak ada lagi angin yang bertiup. Hal tersebut dapat disamakan dengan mobil berjalan yang kemudian berhenti sama sekali sehingga energi kinetiknya menjadi nol berubah menjadi bentuk energi lainnya setelah menabrak tembok. Dalam kenyataan, hal tersebut tidak terjadi. Di belakang turbin yang memanfaatkan energi angin, masih terdapat sisa angin yang bertiup dengan kecepatan tertentu yang lebih rendah dibanding kecepatan awalnya. Hukum Betz menyatakan batas maksimal efisiensi Cpmaks yang bisa dicapai oleh turbin ideal sebesar 0,593. Namun batas efisiensi Cp yang bisa dicapai oleh turbin komersial mencapai sekitar 0,4 hingga 0,5 (Quaschning, 2003). Efisiensi ini merupakan hasil pembagian antara daya yang
Modul Ajar 5 – halaman 16
Pengantar Teknologi Energi Terbarukan
Modul Ajar 5
dapat diekstraksi dengan daya yang dikandung oleh angin yang bertiup dengan kecepatan awal yang belum terusik melewati daerah lingkaran dengan luas sama dengan luas sapuan turbin angin.
Gambar 5.17 Luas sapuan turbin angin (ec.europa.eu)
Persamaan (5.2) memformulasikan kapasitas terpasang suatu turbin dan komponen lainnya yang membangun sistem utuh pembangkit daya. Peubah load factor turbin angin yang perlu dikalikan pada persamaan tersebut untuk mendapatkan energi yang benar-benar dihasilkan dalam satu waktu tinjauan berkisar antara sedikit di atas 20% hingga hampir mencapai 40%.
5.2.1. Ekstraksi Energi dalam Angin Energi kinetik angin dapat diekstraksi dan kemudian dimanfaatkan dalam berbagai bentuk, semisal menjadi listrik atau sebagai energi mekanik. Energi kinetik massa udara m yang mengalir dengan kecepatan v0 dapat dinyatakan sebagai
Modul Ajar 5 – halaman 17
Pengantar Teknologi Energi Terbarukan
Ek=
1
2
2
mv0
Modul Ajar 5
(5.3)
Anggap massa udara mengalir dengan kecepatan 5 ms-1 melalui bidang lingkaran A seluas 100 m2 (lihat gambar).
Gambar 5.21 Tabung lintasan angin (Boyle, 2004)
Dengan kecepatan seperti itu dapat dibayangkan bahwa sebuah silinder udara dengan panjang 5 m melintasi bidang lingkaran tersebut tiap detiknya. Volume silinder udara ini tentunya adalah 100 x 5 = 500 m2. Selanjutnya jika volume tersebut dikalikan dengan massa jenis udara (lihat tabel 5.3) akan didapatkan massa udara yang melintasi lingkaran tersebut tiap detiknya. Oleh sebab itu, massa udara per detiknya bisa ditulis sebagai
= ρ.A.v0 m
(5.4)
Jika persamaan (5.4) disubstitusikan ke dalam persamaan (5.3) maka akan didapatkan energi kinetik angin tiap detik (Joule), yaitu
Ek =
1 ρ. A.v03 2
(5.5)
Namun demikian, karena energi per satuan waktu adalah daya, maka persamaan (5.5) tidak lain mengekspresikan daya yang dikandung angin (Watt) sehingga bisa juga ditulis sebagai
P0 =
1 ρ. A.v03 2
(5.6)
Modul Ajar 5 – halaman 18
Pengantar Teknologi Energi Terbarukan
Modul Ajar 5
Dari persamaan (5.6) didapatkan pula kepadatan daya angin, yang diekspresikan sebagai P0/A dengan satuan Watt/m2. Kepadatan daya angin ini merupakan fungsi massa jenis udara dan kecepatan angin. Peubah luas sapuan turbin angin, efisiensi dan berbagai sifat turbin angin lainnya tidak memberi pengaruh pada besarnya nilai kepadatan daya angin. Penyederhanaan aliran udara melalui turbin angin yang dilukiskan pada gambar (5.21) di atas tidak akan terjadi pada kenyataan. Di lapangan, akibat intervensi yang dilakukan turbin pada lintasan angin, angin akan terdefleksi (kadang diistilahkan sebagai terusik) bahkan sebelum angin tersebut sampai pada turbin (lihat gambar 5.22). Hal ini menyebabkan tidak seluruh daya pada angin bisa dimanfaatkan oleh turbin.
Gambar 5.22 Tabung lintasan angin terusik
Gambar
(5.22)
menunjukkan
turbin
angin
yang
dipakai
untuk
memanfaatkan energi yang dikandung angin yang mengalir di suatu tabung angin imajiner dari arah kanan ke kiri. Lingkaran seluas A1 adalah bidang sapuan turbin angin, A0 adalah luasan pada tabungan aliran di depan turbin angin, dan A2 mewakili luasan di belakang turbin. Oleh turbin angin, energi yang dikandung oleh angin ditangkap dan diubah menjadi rotasi. Hal ini membuat penurunan energi kinetik angin; angin di sebelah kiri turbin mempunyai kecepatan lebih rendah ketimbang angin di sebelah kanan. Karena dalam setiap satuan waktunya massa udara yang masuk di sisi kanan harus
Modul Ajar 5 – halaman 19
Pengantar Teknologi Energi Terbarukan
Modul Ajar 5
sama dengan yang masuk di sisi kiri turbin, maka dalam tabung aliran tersebut aliran udara di sisi kanan harus melewati suatu luasan yang lebih besar. Itu sebabnya A2 > A1 > A0 . Di belakang turbin kecepatan angin akan turun secara gradual hingga mencapai kecepatan yang relatif konstan. Turbin yang dipasang dalam aliran udara tersebut akan mengalami gaya yang besarnya sama dengan peluruhan momentum aliran massa udara per satuan
waktu m
v0 m v2 . F=m
(5.7)
Dari pengertian di atas maka daya yang didapat oleh turbin angin adalah
v0 v2 v1 . Pt = Fv1 = m
(5.8)
Sementara itu peluruhan energi kinetik per satuan waktu yang dialami oleh aliran udara dinyatakan sebagai
1 1 1 Pw = m v02 m v22 = m v02 v22 . 2 2 2
(5.9)
Peluruhan energi kinetik tersebut sama dengan daya yang didapatkan oleh turbin angin, Pt = Pw , sehingga
v0 v2 v1 = 1 v02 v22 = 1 v0 v2 v0 + v2 . 2
2
(5.10)
Dari persamaan (5.10) diperoleh
v1 =
v0 + v2 . 2
(5.11)
Modul Ajar 5 – halaman 20
Pengantar Teknologi Energi Terbarukan
Modul Ajar 5
Ingat bahwa persamaan (5.4) mewakili aliran udara yang melewati turbin per satuan waktu. Substitusi persamaan tersebut ke persamaan (5.8) akan menghasilkan
Pt = ρ.A1v12 v0 v2 .
(5.12)
Dari persamaan (5.11) diketahui bahwa
v2 = 2v1 v0
(5.13)
sehingga persamaan (5.12) menjadi
Pt = 2ρA1v12 v0 v1
(5.14)
Selanjutnya diperkenalkan faktor interferensi a yang mewakili penurunan kecepatan angin di turbin dan dinyatakan sebagai
a = v0 v1 / v0
(5.15)
Yang dengan memakai persamaan (5.11) dapat pula dituliskan sebagai
a = v0 v2 /2v 0 .
(5.16)
Jika persamaan (5.15) ditata ulang dan kemudian dimasukkan ke dalam persamaan (5.14) maka akan diperoleh
Pt = 2ρρA1 1 a2 v02 v0 1 av0 1 = 4a1 a2 . ρ. A1v03 . 2
(5.17)
Modul Ajar 5 – halaman 21
Pengantar Teknologi Energi Terbarukan
Modul Ajar 5
Jika suku suku 4a1 a = C p dan persamaan (5.6) ditampilkan kembali maka 2
diperoleh
Pt = C p P0 ,
(5.18)
dengan P0 adalah daya yang dimiliki angin sebelum terkena pengaruh turbin dan Cp mewakili daya yang bisa dimanfaatkan oleh turbin. Peubah Cp ini disebut pula koefisien daya dan mencapai nilai maksimal Cpmaks = 16/7 atau sekitar 0,593 jika a = 1/3. Nilai Cpmaks ini mewakili hukum Betz yang menyatakan maksimal daya angin yang dapat diekstraksi oleh suatu turbin angin ideal. Namun, pada prakteknya koefisien daya suatu turbin angin yang baik hanya mencapai antara 0,4 dan 0,5 (Quaschning, 2003). Hukum Betz ini berlaku pula untuk semua turbin serupa yang dipasang dalam aliran fluida, seperti turbin pada arus sungai dan arus pasang surut.
5.2.5. Kurva Daya Daya
turbin
angin
sebagai
fungsi
dari
kecepatan
angin
yang
dimanfaatkannya ditampilkan dalam kurva daya (lihat gambar di bawah). Secara umum kurva daya suatu turbin angin dapat dibagi menjadi empat bagian kecepatan angin. Bagian I mewakili kondisi dimana turbin tidak beroperasi karena tidak ada kecepatan angin yang cukup untuk memutar rotor, sementara bagian IV turbin dihentikan kerjanya karena kecepatan angin melebihi batas kecepatan maksimal yang ditentukan rancangan. Pembangkitan listrik terjadi pada bagian II dan III. Bagian II mewakili kondisi terjadinya cut-in wind speed, yaitu kecepatan angin yang membuat turbin angin mulai membangkitkan listrik. Dalam bagian ini daya meningkat seiring dengan meningkatnya kecepatan angin. Ini akan terus meningkat hingga mencapai rated wind speed, yaitu kecepatan angin yang membuat turbin angin mencapai daya sesuai dengan rancangannya (rated power).
Modul Ajar 5 – halaman 22
Pengantar Teknologi Energi Terbarukan
Modul Ajar 5
Dalam bagian III daya dipertahankan konstan pada rated power. Ini bisa dilakukan dengan berbagai metode, antara lain passive stall control atau dengan active blade pitch angle adjustments. Sistem kontrol seperti itu melindungi turbin angin (dan generatornya) dari beban yang berlebih (overload). Energi angin yang berlebih dihindari; tidak ditangkap oleh rotor. Biasanya, untuk mencegah kerusakan berbagai komponennya, turbin angin dirancang untuk berhenti bekerja pada kecepatan angin maksimal antara 25 m/s and 30 m/s. Kecepatan ini biasa disebut cut-out wind speeds (NREL, 2012).
Gambar 5.23. Prinsip bentuk kurva daya turbin angin (NREL, 2012)
Setiap jenis turbin angin mempunyai kurva daya yang berbeda berdasar rancangan karakter masing-masing. Gambar 5.24. memperlihatkan kurva daya dari tiga jenis turbin yang berbeda. Dalam perancangan aplikasi, kurva daya ini menjadi salah satu dasar pemilihan turbin angin yang sesuai dengan karakter sumber daya angin di lokasi yang ditetapkan. Modul Ajar 5 – halaman 23
Pengantar Teknologi Energi Terbarukan
(1)
Modul Ajar 5
(2)
(3) Gambar 5.24. Kurva daya dari 1) Navitron 20 kW, 2) Jacobs 20 kW dan 3) China Best Product FD 12 – 20 kW
5.3. Penggolongan Ada berbagai cara untuk melakukan penggolongan turbin angin, sesuai dengan dasar kriteria yang dipakai. Tabel 5.3 memberikan contoh penggolongan tersebut.
Tabel 5.3 Contoh Penggolongan Turbin Angin Dasar Kriteria Kapasitas terpasang[1, 2]
Posisi sumbu Soliditas Pengoperasian
Penggolongan Kecil max 10 kW Mini 100 W – 10 kW Horisontal Horizontal Axes Wind Converter Soliditas tinggi Stand alone
Menengah 10 kW – 250 kW
Besar 250 kW – 2 MW
Mikro max 100 W
Vertikal Vertical Axes Wind Converter Soliditas rendah On grid
Sumber: [1] US-DOE (2003), [2] NRCan (2000)
Modul Ajar 5 – halaman 24
Pengantar Teknologi Energi Terbarukan
Modul Ajar 5
Berdasarkan posisi sumbu turbin angin dapat dibagi dalam dua golongan besar, yaitu turbin angin sumbu horisontal (horizontal axis wind turbine = HAWT) dan turbin angin sumbu vertikal (VAWT).
Gambar 5.25. Turbin jenis HAWT dan VAWT (www.therenewableenergycentre.co.uk)
Seperti terbaca dari namanya, turbin angin sumbu horisontal memiliki sumbu yang dipasang dalam posisi horisontal. Pada jenis ini terdapat turbin dengan multi sudu, yang bisa mencapai 40 sudu (Patel, 1999), tiga sudu, dua sudu, dan satu sudu (lihat gambar 5.26). Turbin jenis ini mengharuskan generator, kotak gigi gerigi dan berbagai komponen lainnya diletakkan pada ketinggian sumbu, yaitu pada puncak tiang turbin, seperti terlihat pada gambar 5.18. Sebagai konsekuensinya, terutama untuk turbin dengan ketinggian sumbu yang besar, jenis ini memiliki tingkat kesulitan teknis pemasangan dan pemeliharaan yang tinggi; suatu hal yang juga menjadi beban tersendiri dari sisi ekonomi. Namun demikian di dalam praktek jenis ini lebih banyak dipakai. Hal tersebut disebabkan karena jenis ini memiliki efisiensi relatif tinggi, yaitu sekitar 0,4 hingga 0,5 (Quaschning, 2003).
Modul Ajar 5 – halaman 25
Pengantar Teknologi Energi Terbarukan
Modul Ajar 5
Gambar 5.26. Beberapa macam turbin angin sudu horisontal (Boyle, 2004)
Pada turbin angin sumbu vertikal sistem roda gigi dan generator dipasang di dasar (gambar 5.25). Hal ini tentu memudahkan langkah pemasangan dan pemeliharaan. Selain itu turbin jenis ini praktis mampu menangkap angin dari segala arah, tanpa harus dilakukan penyesuaian arah turbin. Bentuk turbin Darrieus yang tidak biasa (gambar 5.27) menimbulkan kesulitan saat tahap pembuatan, transportasi dan pemasangan. Kesulitan tersebut dicoba diatasi dengan bentuk lain, yaitu turbin angin sudu vertikal bentuk H dan V (H-VAWT dan V-VAWT). Namun demikian, turbin angin jenis ini biasanya membutuhkan sistem perkabelan untuk menyangga struktur. Tuntutan ini bisa sulit dipenuhi, misalnya dalam aplikasi turbin angin di daerah lepas pantai. Lebih jauh, efisiensi turbin angin sumbu vertikal belum setinggi yang dicapai oleh turbin angin sumbu horisontal. Efisiensi tertinggi yang dicapai turbin Savonius adalah 0,25, sedang yang dicapai jenis Darrieus sedikit lebih tinggi, yaitu sekitar 75% efisiensi turbin angin sumbu horisontal (Quaschning, 2003). Akan tetapi turbin Darrieus tersebut biasanya tidak mampu melakukan start awal putaran secara mandiri. Akibatnya, turbin ini biasanya dilengkapi dengan motor pembantu atau digabung dengan turbin Savonius yang bisa berputar di bawah angin dengan kecepatan rendah.
Modul Ajar 5 – halaman 26
Pengantar Teknologi Energi Terbarukan
Modul Ajar 5
Gambar 5.27 Beberapa macam turbin angin sudu vertikal (Boyle, 2004 dan Hunt, 1981)
Turbin angin dapat pula digolongkan berdasar kriteria soliditasnya. Soliditas adalah luas total sudu-sudunya dibagi dengan luas sapuan turbin. Dengan kata lain, soliditas suatu turbin mewakili suatu bagian tertentu dari luas sapuan turbin tersebut yang bersifat solid. Jenis HAWT multi sudu mempunyai soliditas yang lebih tinggi dibanding jenis yang memiliki tiga, dua, atau satu sudu. Turbin multi sudu tersebut sering dikelompokkan dalam golongan turbin dengan soliditas tinggi, sedang yang memiliki satu hingga tiga sudu dalam golongan soliditas rendah. Agar bisa memanfaatkan energi angin seefisien mungkin, sudu-sudu turbin harus mampu berinteraksi dengan sebanyak-banyaknya angin yang melewati luas sapuan. Itu sebabnya interaksi efisien antara turbin multi sudu dengan angin terjadi pada kecepatan putar rendah. Sebaliknya, turbin dengan soliditas rendah harus berputar lebih cepat untuk bisa mengisi luas sapuan secara lebih baik. Itu sebabnya turbin dengan soliditas rendah, terutama dengan jumlah sudu dua atau tiga, lebih dipilih untuk keperluan pembangkitan listrik dimana terdapat tuntutan kesesuaian dengan putaran efisien generator pembangkit. Sementara itu turbin multi sudu banyak dipilih untuk mengoperasikan pompa air.
Modul Ajar 5 – halaman 27
Pengantar Teknologi Energi Terbarukan
Modul Ajar 5
Untuk mendapatkan total daya terpasang (dan daya yang dapat dimanfaatkan, tentunya) yang lebih tinggi, di suatu lokasi dapat dipasang lebih dari satu, bahkan banyak, turbin angin sekaligus sehingga membentuk semacam ladang angin (windpark atau wind farm). Patut diingat dalam kasus ini, turbin yang dipasang pada aliran angin akan mengganggu aliran angin tersebut. Gangguan tersebut dimulai dari daerah di depan hingga daerah di belakang turbin. Di belakang turbin kecepatan angin menjadi berkurang. Energi yang dikandung angin yang di belakang turbin menjadi lebih kecil ketimbang energi awal yang dimiliki oleh angin di depan turbin. Hal tersebut disebabkan karena sebagian energi awal yang dimiliki angin telah diambil oleh turbin tersebut. Hal di atas perlu diperhatikan dalam penentuan tata letak turbin-turbin angin dalam satu kawasan ladang angin. Semakin jauh jarak antar turbin tentunya semakin kecil kemungkinan turbin-turbin tersebut saling mempengaruhi sehingga makin kecil penurunan daya yang ditimbulkan oleh interaksi tersebut. Namun demikian tuntutan jarak tersebut juga perlu mempertimbangkan luas lahan yang dapat dibebaskan untuk keperluan ladang angin. Menurut sebuah panduan yang dikeluarkan oleh Danish Wind Industry Association jarak antar turbin tersebut adalah antara 5 - 9 kali diameter turbin pada posisi searah angin dan 3 - 5 kali diameter turbin pada posisi tegak lurus arah angin. Patel (1999) memberikan patokan 8 - 12 untuk posisi searah angin dan 1,5 - 3 untuk posisi tegak lurus arah angin.
5.4. Komponen Dasar Sistem turbin angin disusun atas komponen-komponen dasar sebagai berikut:
Rotor atau sudu-sudu, baik bersumbu horisontal maupun vertikal,
Generator, gigi gerigi, dan beberapa komponen lainnya yang diletakkan dalam suatu nacelle,
Berbagai perlengkapan elektris dan elektronis, dan
Menara yang mendukung rotor dan berbagai komponen lainnya.
Modul Ajar 5 – halaman 28
Pengantar Teknologi Energi Terbarukan
Modul Ajar 5
Gambar 5.28. Komponen penyusun turbin angin sumbu horisontal (NREL, 2012)
Tugas Latihan 5 1.
Carilah data suatu lokasi di Indonesia. Berdasar data tersebut lakukan identifikasi sederhana potensi pemanfaatan sumber energi angin (nyatakan sebisa mungkin potensi pemanfaatan tersebut dalam satuan kW dan kWh).
2.
Susunlah tahap pengembangan pemanfaatan energi angin di lokasi yang dipilih di nomor 1 di atas.
3.
Sajikan gambar layout instalasi pemanfaatan energi angin yang bisa dibangun di lokasi yang dipilih di nomor 1 di atas. Sebutkan nama dan fungsi bagianbagian penting dalam instalasi tersebut.
Modul Ajar 5 – halaman 29
Pengantar Teknologi Energi Terbarukan
Modul Ajar 5
Daftar Pustaka - Materi Pengayaan Boyle, G., ed., 2004, Renewable Energy, 2nd ed., Oxford University Press, Oxford Brösicke, W., 2000, Sonnenenergie; Wissen – Plannen – Gewinen, Verlag Technik, Berlin Hunt, V.D., 1981, Windpower - A Handbook on Wind Energy Conversion Systems, Van Nostrand Reinhold, New York NREL, 2012, Renewable Electricity Futures Study, vol. 2, US DoE, Oak Ridge Patel, M.R., 1999, Wind and Solar Power Systems, CRC Press, Boca Raton Quaschning, V., 2003, Regenerative Energiesysteme – Technologie, Berechnung, Simulation, 3 ed., Hanser, Muenchen U.S. DOE, Hydrogen and Our Energy Future, Hydrogen Program, U.S. DOE, www.hydrogen.energy.gov.
Modul Ajar 5 – halaman 30