KORELASI ANTARA SIFAT-SIFAT TANAH DENGAN KETERSEDIAAN K TANAH PADA TANAH-TANAH YANG DIDOMINASI MINERAL LIAT SMEKTIT
Rasional Sebelum pengelolaan K tanah dilakukan, karakteristik tanah yang berpengaruh terhadap perilaku K dalam tanah perlu diketahui terlebih dahulu agar pengelolaan tanah terarah, efektif dan efisien. Selain aspek iklim dan tanaman, parameter tanah sangat menentukan ketersediaan K bagi tanaman. Sifat-sifat tanah yang berkaitan erat dengan ketersediaan K tanah antara lain: jumlah dan jenis mineral liat, KTK, daya sangga, kelembaban, suhu, aerasi dan pH tanah (Havlin et al., 1999). Tanah-tanah yang didominasi mineral liat smektit umumnya berkadar liat dan mempunyai KTK tanah tinggi. Kedua peubah tersebut diduga berpengaruh nyata terhadap ketersediaan K tanah. Mineral liat smektit mempunyai sumber muatan permanen yang dominan sehingga memberikan kontribusi muatan negatif yang sangat tinggi. Sementara itu sumber muatan variabelnya tidak penting karena tidak signifikan memberikan kontribusi terhadap muatan negatif tanah. Dengan demikian maka mineral liat smektit dapat memegang peranan yang sangat penting dalam mengendalikan ketersediaan K tanah. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari sifat-sifat tanah yang berpengaruh terhadap ketersediaan K tanah pada tanah-tanah yang didominasi mineral liat smektit. Bahan dan Metode Analisis kimia, fraksionasi K, dan jerapan K tanah dilaksanakan di Laboratorium Penelitian dan Uji Tanah, Balai Penelitian Tanah Bogor sejak Oktober 2005 - Februari 35
2006. Sementara itu analisis mineral liat tanah dilaksanakan di Laboratory of Soil Sciences, Graduate School of Agriculture, Kyoto University, Japan mulai Juli – Oktober 2006. Selanjutnya percobaan dilaksanakan melalui serangkaian kegiatan seperti yang diuraikan di bawah ini. Pengambilan dan Persiapan Contoh Tanah Contoh tanah komposit lapisan atas (0-20 cm) telah diambil sebanyak 91 contoh masing-masing 32 contoh berasal dari Jawa Barat dan Jawa Tengah dan 27 contoh dari Jawa Timur. Pengambilan contoh tanah komposit mengikuti sebaran tanah yang tertera dalam Peta Tanah Tinjau Propinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur Skala 1:250.000 (Lembaga Penelitian Tanah, 1966). Contoh tersebut merupakan bahan tanah lapisan atas dari tanah Aluvial, Grumusol, dan Mediteran (Lembaga Penelitian Tanah, 1966) atau setara dengan Inceptisol, Vertisol, dan Alfisol (Soil Survey Staff, 1998). Selanjutnya sebaran contoh tanah, fisiografi, dan bahan induk dari masing-masing jenis tanah disajikan pada Tabel 1. Contoh tanah dari lapang segera dikeringudarakan, ditumbuk, diayak dengan menggunakan saringan 2 mm lalu dimasukkan ke dalam kantong plastik berlabel. Sebagian contoh tanah dibagi menjadi dua bagian masing-masing untuk analisis kimia tanah dan analisis mineral fraksi liat tanah. Tabel 1. Sebaran Contoh Tanah yang Diambil dari Jawa. No. 1. 2. 3.
LPT (1966) Aluvial Grumusol Mediteran
Jenis Tanah Soil Survey Staff (1998) Inceptisol Vertisol Alfisol
Fisiografi
Bahan induk
Jumlah
Dataran Endapan liat 13 Dataran Endapan liat berkapur 47 Bukit lipatan Batu kapur 31
36
Analisis Tanah 1. Analisis sifat-sifat tanah Analisis karakteristik tanah yang diduga berkaitan erat dengan dinamika kalium dalam tanah dilakukan terhadap semua contoh tanah komposit (91 contoh). Sifat-sifat tanah tersebut meliputi: pH H2O; tekstur 3 fraksi (pipet); C-organik (kjeldahl); P dan K-HCl 25%; Cadd; Mgdd; Kdd; dan kapasitas tukar kation diekstrak dengan NH4OAc pH 7.0 dan Aldd tanah (KCl 1 N). 2. Analisis mineral liat tanah Analisis semi kualitatif mineral fraksi liat tanah dilakukan terhadap 20 contoh tanah, yaitu: Alfisol 8 contoh, Vertisol 8 contoh, dan Inceptisol 4 contoh. Pemisahan butirbutir primer tanah (pasir, debu, dan liat) dilakukan dengan cara menghilangkan bahan pengikat tanah. Penghilangan bahan karbonat dilakukan dengan cara menambahkan HCl pH 5, sedangkan bahan organik dengan peroksida (H2O2). Contoh tanah bebas bahan pengikat didispersikan, lalu butir pasir kasar dipisahkan dengan penyaringan 50 µm, sedangkan pemisahan fraksi liat dari debu dilakukan dengan prinsip perbedaan kecepatan butir jatuh menurut hukum Stokes. Preparat masing-masing contoh suspensi liat diberi perlakuan: penjenuhan dengan Mg, Mg+gliserol, penjenuhan dengan K, K+350 oC, dan K+500 oC. Selanjutnya preparat tersebut diukur dengan metode X-Ray Diffraction (XRD) pada sudut putar 4 – 30o dan lampu katoda Cu. 3. Fraksionasi K tanah Fraksi K tanah yang ditetapkan meliputi: Kl dengan pengekstrak CaCl2 0.0002 M; Kdd dengan NH4OAc 1 N pH 7.0; dan Kt dengan HNO3 + HClO4 pekat. Penetapan Kl tidak menggunakan pengekstrak air karena ekstraktannya keruh sehingga pengukuran dengan metode AAS tidak akurat. Sebagai pengganti pengekstrak air adalah larutan
37
CaCl2 encer (0.0002 M). Selanjutnya Ktdd didefinisikan sebagai Kt dikurangi oleh Kl dan Kdd. Konsentrasi K dalam filtrat ditetapkan dengan atomic absorption spectrophotometer (AAS). 4. Jerapan K tanah Penetapan jerapan K dilakukan dengan pendekatan model Langmuir (Fox dan Kamprath, 1970; Syers, et al., 1973). Contoh masing-masing tanah ditimbang 2 g dan dimasukkan kedalam botol kocok, lalu ditambahkan 20 ml larutan CaCl2 0.0002 M yang mengandung 10 tingkat konsentrasi K. Konsentrasi K yang digunakan adalah : 0, 2.5, 5, 7.5, 10, 15, 20, 30, 40, dan 60 ppm K dari KCl. Ekstraksi tanah diinkubasi selama 6 hari dan dikocok 2 kali sehari, masing-masing selama 30 menit pagi dan sore hari. Setelah inkubasi larutan disaring dan ekstrak jernih digunakan untuk pengukuran K. Selanjutnya konsentrasi K dalam ekstraktan diukur dengan AAS. Jerapan K dihitung dengan model Langmuir menurut Fox dan Kamprath (1970) yang menggunakan persamaan sebagai berikut : x/m = kbC / (1+kC). Dimana: x/m = jumlah K yang dijerap per satuan bobot tanah; k = konstanta yang berkaitan dengan energi ikatan; b = daya jerap K maksimum; dan C = konsentrasi K dalam keseimbangan. Persamaan tersebut diubah menjadi : C/x/m = 1/kb + 1/b C. Pengeplotan antara C/x/m dengan C akan menghasilkan garis lurus dengan persamaan regresi Y = p + qX. Nilai q persamaan regresi tersebut sama dengan 1/b persamaan di atas, sehingga nilai b dapat ditentukan. Setelah nilai b diketahui maka nilai k dapat dihitung. Nilai b merupakan jerapan maksimum dan k merupakan nilai konstanta energi ikatan suatu tanah.
Uji Korelasi Peubah jerapan K (Kl, Kdd, Ktdd, jerapan maksimum, konstanta energi ikatan, dan daya sangga) dikorelasikan dengan sifat-sifat tanah. Sifat-sifat tanah yang memiliki
38
koefisien korelasi (r) nyata pada taraf uji 5% dinyatakan sebagai faktor tanah yang berpengaruh terhadap ketersediaan K tanah.
Karakteristik Kimia Tanah Kisaran karakteristik tanah lapisan atas (0-20 cm) tanah-tanah yang diambil dari Jawa disajikan pada Tabel 2. Menurut kriteria Pusat Penelitian Tanah (1983) semua tanah yang diteliti bertekstur liat, reaksi tanah netral (Inceptisol dan Vertisol) hingga alkalin (Alfisol), sedangkan kemasaman tanah semuanya rendah, sebaliknya kejenuhan basa (KB) semuanya tinggi. Tabel 2. Kisaran Karakteristik Contoh Tanah Lapisan Atas Tanah-tanah Inceptisol, Vertisol, dan Alfisol dari Jawa. Karakteristik tanah
Metode/Pengekstrak
Kadar liat (%) pH H2O C-organik (%) N-total (%) K-potensial (ppm K2O) P-potensial (ppm P2O5) Nilai tukar kation Cadd (Cmol(+)/kg) Mgdd (Cmol(+)/kg) Kdd (Cmol(+)/kg) KTK (Cmol(+)/kg) KB (%) Kemasaman Aldd (Cmol(+)/kg) Hdd (Cmol(+)/kg) Jumlah contoh
Pipet Air (1 : 2,5) Kjedahl Kjedahl HCl 25% HCl 25% NH4OAc pH 7.0 NH4OAc pH 7.0 NH4OAc pH 7.0 NH4OAc pH 7.0 NaCl KCl 1N KCl 1 N
Inceptisol
Vertisol
Alfisol
37 6.0 1.10 0.09 148 516
+ + + + + +
17 0.8 0.11 0.05 102 203
63 6.5 1.40 0.20 239 548
+ + + + + +
12 0.9 0.15 0.10 140 274
53 7.0 2.04 0.19 198 583
+ + + + + +
18 0.9 0.44 0.10 96 295
10.06 2.99 0.13 16.92 85
+ + + + +
2.09 1.14 0.11 6.92 20
36.40 6.98 0.33 56.38 84
+ + + + +
14.26 2.34 0.27 22.17 29
30.88 3.57 0.25 30.83 >100
+ + + + +
11.02 1.17 0.18 13.20 79
0.28 + 0.29 0.28 + 0.07 13
0.25 + 0.30 0.29 + 0.12 47
0.10 + 0.19 0.26 + 0.08 31
Kadar C dan N-organik tanah semuanya rendah, kadar K-potensial tanah sedang (Inceptisol dan Alfisol) hingga tinggi (Vertisol), sedangkan kadar P-potensial tanah semuanya tinggi. Kadar Ca dan Mgdd tanah termasuk sedang (Inceptisol) hingga tinggi (Vertisol dan Alfisol), sedangkan Kdd tanah termasuk rendah (Inceptisol), sedang (Alfisol),
39
dan tinggi (Vertisol). Kapasitas tukar kation (KTK) tanah termasuk sedang (Inceptisol) hingga tinggi (Alfisol dan Vertisol).
Karakteristik Mineral Liat Tanah Hasil analisis semi kualitatif mineral fraksi liat menunjukkan bahwa tanah Inceptisol mengandung mineral liat smektit dan kaolinit sedikit sampai sedang serta kuarsa sangat sedikit hingga sedikit. Tanah Vertisol mengandung mineral liat smektit sangat banyak, kaolinit sedikit, dan kuarsa sangat sedikit. Sementara itu tanah Alfisol mengandung mineral liat smektit dan kaolinit sedang sampai banyak serta mengandung kuarsa sangat sedikit (Tabel 3). Dengan demikian maka dapat dikatakan bahwa tanah Vertisol didominasi oleh mineral liat smektit sedangkan tanah Alfisol dan Inceptisol didominasi oleh smektit dan kaolinit. Difraktogram sinar X fraksi liat yang mewakili contoh tanah Inceptisol (Jakenan, Pati), Vertisol (Padas, Ngawi), dan Alfisol (Jonggol, Bogor) disajikan di Lampiran 1. Mineral liat smektit ditunjukkan dengan adanya puncak difraksi 14.91 Å, kaolinit 7.22 dan 3.58 Å, dan kuarsa 4.26 dan 3.34 Å pada perlakuan penjenuhan dengan Mg2+. Puncak difraksi smektit meningkat menjadi 18.57 Å pada perlakuan Mg2++glycerol, menurun menjadi 12.32 Å pada perlakuan penjenuhan dengan K+, dan turun lagi menjadi 9.85 Å pada perlakuan penjenuhan dengan K+ dan pemanasan hingga 550 oC. Sementara itu difraksi kaolinit dan kuarsa tidak berubah akibat perlakuan Mg2++glycerol dan perlakuan penjenuhan dengan K+, tapi puncak difraksinya hilang pada perlakuan pemanasan hingga 550 oC. Apabila luas trapesium di bawah difraktogram smektit yang memiliki puncak pada 14.91 Å digunakan untuk menduga kuantitas smektit, maka kadar smektit dalam tanah dari tinggi ke rendah adalah Vertisol > Alfisol > Inceptisol.
40
Tabel 3. Hasil Analisis Mineral Liat Kualitatif terhadap Lapisan Atas Tanah-tanah yang Diambil dari Jawa dengan Metode XRD. Kode contoh NA-39 NA-10 NA-1 DE-28 B2-1 B3-1 B2-2 B3-2 DE-34 DE-36 NA-5 NA-6 B1-1 B4-1 B1-2 B4-2 NA-3 NA-4 NA-2 NA-37
Tanah Inceptisol Inceptisol Inceptisol Inceptisol Vertisol Vertisol Vertisol Vertisol Vertisol Vertisol Vertisol Vertisol Alfisol Alfisol Alfisol Alfisol Alfisol Alfisol Alfisol Alfisol
Smektit ++ + + ++ ++++ ++++ ++++ ++++ ++++ ++++ ++++ ++++ +++ ++ +++ ++ +++ +++ ++ ++
Kaolinit ++ + + ++ + + + + ++ ++++ ++ ++++ +++ +++ ++ +++
Kuarsa + (+) + + (+) (+) (+) (+) (+) (+) (+) (+) (+) (+) (+) (+)
++++ = sangat banyak (80-100%), +++ = banyak (60-80%), ++ = sedang (40-60%), + = sedikit (20-40%), (+) sangat sedikit (0-20%), - = tidak ada (0).
Hasil dan Pembahasan
Fraksionasi K Tanah Kadar K total tanah dari tinggi ke rendah berturut-turut adalah Vertisol > Alfisol > Inceptisol. Bentuk Kl, Kdd, dan Ktdd tanah dari tinggi ke rendah mempunyai urutan yang sama dengan Kt tanah. Kadar Kl adalah 14, 13, dan 11 mg/kg; Kdd (98, 99, dan 50 mg/kg); dan Ktdd (347, 303, dan 171mg/kg) berturut-turut untuk Vertisol, Alfisol, dan Inceptisol, (Gambar 6). Kadar K di dalam tanah dipengaruhi oleh bahan induk tanah tersebut, dimana Inceptisol berasal dari bahan endapan liat, Vertisol dari endapan liat berkapur, dan Alfisol dari batu kapur (Lembaga Penelitian Tanah, 1966). Selain faktor bahan induk tanah, kadar K tanah juga sejalan dengan hasil analisis mineral liat dengan metode XRD. Berdasarkan analisis tersebut, kadar mineral liat smektit
41
di dalam fraksi liat tanah berturut-turut dari tinggi ke rendah adalah Vertisol > Alfisol > Inceptisol (Tabel 3). Dengan kata lain kadar K tanah tergantung jumlah mineral liat smektit yang berada di dalam tanah. Smektit terbentuk dari pelapukan batuan napal yang merupakan campuran dari bahan kapur dan liat. Vertisol dengan bahan induk endapan liat berkapur memiliki kadar batuan napal lebih tinggi dibandingkan Alfisol dengan bahan induk kapur dan Inceptisol dengan bahan induk endapan liat saja. Dengan demikian maka kadar smektit dan K tanah pada Vertisol lebih tinggi pula dibandingkan Inceptisol dan Alfisol.
Ktdd
500
Kdd Kl
K (mg/kg)
400 300
347
303
200 171
100 98
99
Vertisol
Alfisol
50
0 Inceptisol
Gambar 6. Komposisi Bentuk-bentuk K Lapisan Atas Tanah-tanah Inceptisol, Vertisol, dan Alfisol dari Jawa. Proporsi bentuk K dari rendah ke tinggi di ketiga tanah yang diteliti mempunyai urutan yang sama, yaitu: Kl < Kdd < Ktdd. Bentuk Kl berkisar antara 5 – 7%, Kdd 24 – 31 %, dan Ktdd 63-68% (Gambar 7). Tampak bahwa sebagian besar K tanah yang diteliti berada dalam bentuk tidak dapat dipertukarkan sehingga tidak cepat tersedia bagi tanaman. Apabila diasumsikan bentuk Kl dan Kdd disebut sebagai K tersedia dan Ktdd sebagai K tidak tersedia maka dapat dikatakan bahwa sebagian besar K di dalam ketiga tanah yang diteliti
42
tidak tersedia bagi tanaman. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Setyorini et al. (2005) yang menunjukkan bahwa tanaman jagung respons terhadap pemupukan K pada tanah Alfisol dan Vertisol, walaupun kadar K total di kedua tanah tersebut tinggi. Untuk meningkatkan produktivitas tanah-tanah ini maka perlu dilakukan berbagai upaya agar ketersediaan K bagi tanaman meningkat. Asam-asam organik seperti asam oksalat dan sitrat dapat mempercepat perubahan bentuk Ktdd menjadi Kdd dan Kl (Song dan Huang, 1988; Zhu dan Luo, 1993). Mikroba tanah juga dapat mengendalikan proses jerapan K oleh smektit menjadi illit (Kim et al., 2004). Selain itu penggunaan kation seperti amonium juga dapat meningkatkan ketersediaan K tanah yang mengandung smektit (Evangelou dan Lumbanraja, 2002).
Ktdd
100
Kdd Kl
Proporsi K (%)
80 68
63
68
60 40 20
24
31
Inceptisol
Vertisol
27
0 Alfisol
Gambar 7. Proporsi Bentuk-bentuk K Lapisan Atas Tanah-tanah Inceptisol, Vertisol, dan Alfisol dari Jawa.
Jerapan K Tanah Kurva jerapan K di ketiga tanah yang diteliti sangat beragam (Gambar 8). Kurva tersebut dari kiri ke kanan menunjukkan tingkat jerapan tanah yang bersangkutan terhadap
43
K. Dengan demikian maka jerapan K tanah dari tinggi ke rendah berturut-turut adalah Vertisol > Alfisol > Inceptisol. Fenomena ini erat kaitannya dengan sifat inherent dari ketiga tanah tersebut yang berbeda. Karakteristik tanah yang dapat berpengaruh terhadap jerapan K antara lain: tekstur, KTK, dan kadar liat smektit. Semua variabel tersebut berbeda antar tanah yang satu dengan yang lainnya (Tabel 2 dan 3) sehingga menghasilkan kurva jerapan yang berbeda pula seperti yang telah diuraikan di atas.
Gambar 8. Kurva Jerapan K Lapisan Atas Tanah Inceptisol, Vertisol, dan Alfisol dari Jawa.
Kurva jerapan K tanah dapat digunakan sebagai petunjuk kemampuan tanah dalam menyediakan hara yang bersangkutan bagi tanaman. Selain faktor intensitas (I) dan kuantitas (Q), daya sangga juga dapat mempengaruhi penyediaan K suatu tanah. Daya sangga (DS) adalah perubahan faktor kuantitas (K terjerap) persatuan perubahan dalam intensitas (K larut) yang dinyatakan dengan rumus sebagai: DS = ∂Q/∂I (Widjaja-Adhi dan Sudjadi, 1987). Karena semua kurva jerapan K tersebut di atas berbentuk kuadratik-plato maka daya sangga tanah terhadap K berubah seiring dengan berubahnya intensitas K di dalam larutan tanah. Namun demikian daya sangga ini juga dapat diduga dari kemiringan
44
kurva, dimana kurva yang landai daya sangganya rendah, sebaliknya kurva yang curam memiliki daya sangga tinggi. Dengan demikian maka daya sangga ketiga tanah yang diteliti dari tinggi ke rendah adalah Vertisol > Alfisol > Inceptisol (Gambar 8). Daya sangga ini menunjukkan tingkat kemampuan tanah untuk selalu mensuplai K ke dalam larutan tanah bila konsentrasi K dalam larutan menurun akibat diserap tanaman atau tercuci. Batas kritis hara K tanah-tanah di Indonesia secara empiris adalah 0.20 me/100 g (Pusat Penelitian Tanah, 1983), sedangkan di Ultisol Lampung dan Oxisol Sitiung untuk jagung masing-masing 0.41 dan 0.72 me/100g dengan pengekstrak NH4OAc pH 7.0 (Sulaeman et al., 2000). Bila nilai 0.20 me/100g tanah (setara dengan 6 mg/l larutan) dianggap sebagai kebutuhan K eksternal tanaman maka nilai daya sangga ketiga tanah yang diteliti dapat dihitung dan disajikan pada Tabel 4. Daya sangga tanah Vertisol sebesar 103 mg/l lebih 2 kali lipat tanah Alfisol sebesar 44 mg/l bahkan lebih 4 kali lipat tanah Inceptisol yang hanya 24 mg/l. Dengan demikian maka kemampuan tanah Vertisol untuk selalu mensuplai K ke dalam larutan tanah paling baik dibandingkan Alfisol dan Inceptisol. Tabel 4. Model Persamaan Kurva Jerapan: Y = ax2 + bx + c untuk 0 < x < xmak dan Y = jerapan maksimum untuk x > xmak, dan Daya Sangga K Tanah pada I = 6 mg/l. Tanah Inceptisol Vertisol Alfisol
a -0.119 -3.961 -0.565
0 < x < xmak b 24.892 127.020 47.796
x > xmak c Jerapan mak 0.056 651 34.758 1947 24.974 979
R2 0.999 0.996 0.998
Daya sangga 24.176 103.252 44.409
Y = K terjerap (Quantity factor = Q), x = K larut (Intensity factor = I), a, b, dan c = konstanta, serta R2 = koefisien determinan.
Jerapan maksimum dan konstanta energi ikatan ketiga tanah yang diteliti telah dihitung dan hasilnya disajikan pada Tabel 5. Tabel tersebut menunjukkan bahwa rata-rata
45
jerapan maksimum tanah Vertisol (1947 mg/kg) lebih dua kali lipat tanah Alfisol (979 mg/kg) bahkan sekitar tiga kali lipat tanah Inceptisol (651 mg/kg). Sementara itu konstanta energi ikatan tanah Vertisol (0.0652) hampir sama dengan Alfisol (0.0701) dan sekitar dua kali lipat tanah Inceptisol (0.0381). Peubah jerapan maksimum menunjukkan tingkat kemampuan tanah menyimpan hara dalam koloid tanah, sedangkan konstanta energi ikatan menunjukkan tingkat kekuatan koloid tanah menjerap hara yang berbanding terbalik dengan tingkat kemudahan hara untuk lepas ke dalam larutan tanah. Tabel 5. Kisaran Variabel Jerapan K Lapisan Atas Tanah-tanah Inceptisol, Vertisol, dan Alfisol dari Jawa. Variabel jerapan K tanah Konstanta (p) Koefisien arah (q) Koefisien determinan (R2) Jerapan maksimum (b) Konstanta energi ikatan (k) Jumlah contoh
Inceptisol 0.0680 + 0.0076 0.0018 + 0.0002 0.60 + 0.11 651 + 128 0.0381 + 0.0016 13
Vertisol 0.0379 + 0.0042 0.0007 + 0.0002 0.50 + 0.16 1947 + 1111 0.0652 + 0.0103 47
Alfisol 0.0379 + 0.0046 0.0012 + 0.0003 0.63 + 0.13 979 + 133 0.0701 + 0.0072 31
Y = p + qX setara dengan C/(x/m) = 1/kb + C/b; dimana p = konstanta, q = koefisien arah, C = K terlarut (ppm K), x/m = K terjerap (ppm K), b = jerapan K maksimum (ppm K), dan k = konstanta energi ikatan K.
Korelasi antara Beberapa Sifat Tanah dengan Peubah Ketersediaan K Apabila ketersediaan K tanah diduga dengan peubah jerapan maksimum (b), konstanta energi ikatan (k), daya sangga pada I = 6 mg/l (DS) dan kadar K (Kl, Kdd, Ktdd, Kt) tanah maka kadar liat, C-organik, dan KTK tanah umumnya berkorelasi positif nyata (P > 0.95) dengan salah satu peubah tersebut. Kadar liat dan C-organik tanah keduanya berkontribusi terhadap KTK tanah yang ditunjukkan oleh adanya korelasi yang sangat nyata (P > 0.99) antara kedua variabel tersebut dengan KTK tanah. Selanjutnya ketiga peubah tersebut berkorelasi positif nyata dengan jerapan maksimum, daya sangga, dan Kdd, serta KTK tanah berkorelasi positif nyata dengan Ktdd dan Kt tanah Inceptisol. Diantara bentuk K tanah ternyata Kdd dan Ktdd memegang peranan penting dalam mengendalikan
46
jerapan maksimum dan daya sangga K tanah Inceptisol. Hal ini ditunjukkan dengan adanya korelasi yang nyata antara kedua bentuk K tanah dengan kedua peubah ketersediaan K tanah tersebut (Tabel 6).
Tabel 6. Matrik Korelasi antara Beberapa Sifat Tanah dengan Beberapa Peubah Ketersediaan K Tanah Inceptisol. Variabel Liat C-org KTK Liat 1.000 0.900** 0.662* C-org 1.000 0.703** KTK 1.000 b k DS Kl kdd Ktdd Kt N = 13, t0.05 = 0.553 dan t0.01 = 0.684
b 0.706** 0.732** 0.907** 1.000
k 0.269 0.327 0.231 0.356 1.000
DS 0.772** 0.770** 0.806** 0.888** 0.552* 1.000
Kl -0.073 0.109 -0.009 -0.092 -0.526 -0.341 1.000
Kdd 0.703** 0.661* 0.949** 0.838** 0.182 0.781** -0.079 1.000
Ktdd 0.391 0.431 0.810** 0.776** 0.031 0.667** 0.040 0.802** 1.000
Kt 0.551 0.546 0.903** 0.833** 0.068 0.729** 0.039 0.914** 0.974** 1.000
Tabel 7. Matrik Korelasi antara Beberapa Sifat Tanah dengan Beberapa Peubah Ketersediaan K Tanah Vertisol. Variabel Liat C-org KTK Liat 1.000 -0.123 0.517** C-org 1.000 -0.343* KTK 1.000 b k DS Kl kdd Ktdd Kt N = 47, t0.05 = 0.288 dan t0.01 = 0.372
b -0.156 -0.189 0.055 1.000
k 0.300 -0.092 -0.016 -0.289* 1.000
DS 0.496** -0.475** 0.477** 0.206 0.334* 1.000
Kl -0.153 0.200 -0.036 0.590** -0.272 -0.164 1.000
Kdd -0.028 -0.003 0.238 0.161 -0.220 -0.056 0.684** 1.000
Ktdd 0.102 0.181 -0.056 -0.064 -0.010 -0.076 0.121 0.135 1.000
Kt 0.089 0.178 -0.024 -0.044 -0.031 -0.084 0.223 0.273 0.990** 1.000
Berbeda dengan tanah Inceptisol pada tanah Vertisol hanya kadar liat yang berkontribusi terhadap KTK tanah yang ditunjukkan dengan adanya korelasi positif nyata antara kadar liat dan KTK tanah. Selanjutnya kedua peubah kadar liat dan KTK tanah ini berkorelasi positif sangat nyata dengan daya sangga tanah. Sementara itu kadar C-organik tanah berkorelasi negatif nyata dengan KTK dan daya sangga tanah (Tabel 7). Fenomena
47
ini menunjukkan bahwa kadar bahan organik tanah justru menurunkan KTK tanah Vertisol sehingga menurunkan pula daya sangga tanah. Ada kemungkinan bahan organik tanah ini secara fisik menutupi permukaan komplek jerapan koloid tanah yang bermuatan negatif sehingga mengurangi jumlah muatan negatif tanah. Seperti halnya tanah Inceptisol, pada Alfisol kadar liat dan C-organik berkontribusi terhadap KTK tanah. Selanjutnya kadar C-organik dan KTK berperan dalam mengendalikan daya sangga tanah yang ditunjukkan oleh adanya korelasi positif sangat nyata antar dua peubah tersebut dengan daya sangga tanah. Selain itu konstanta energi ikatan juga berkorelasi positif nyata dengan daya sangga tanah (Tabel 8). Apabila semua contoh di ketiga jenis tanah tersebut digabung maka tampak bahwa hanya kadar liat yang berkontribusi terhadap KTK tanah sedangkan kadar C-organik tanah tidak. Selanjutnya kadar liat, C-organik, dan KTK tanah nyata mengendalikan ketersediaan K tanah yang ditunjukkan oleh adanya korelasi positif sangat nyata antar ketiga sifat tanah tersebut dengan daya sangga tanah (Tabel 9). Tabel 8. Matrik Korelasi antara Beberapa Sifat Tanah dengan Beberapa Peubah Ketersediaan K Tanah Alfisol. Variabel Liat C-org KTK Liat 1.000 -0.046 0.425* C-org 1.000 0.377* KTK 1.000 b k DS Kl kdd Ktdd Kt N = 31, t0.05 = 0.349 dan t0.01 = 0.449
b 0.328 -0.020 0.207 1.000
k 0.017 0.484* 0.272 -0.180 1.000
DS 0.082 0.532** 0.572** 0.051 0.790** 1.000
Kl -0.212 -0.228 -0.233 0.122 -0.228 -0.304 1.000
Kdd 0.139 -0.099 0.042 0.098 -0.215 -0.059 0.053 1.000
Ktdd 0.153 -0.065 0.111 0.354* -0.110 -0.051 0.105 0.107 1.000
Kt 0.171 -0.089 0.110 0.362* -0.156 -0.069 0.134 0.324 0.975** 1.000
Muatan negatif koloid tanah berperan dalam mengendalikan ketersediaan K di ketiga tanah yang diteliti (Tabel 6-9). Muatan negatif koloid tanah terdiri dari muatan permanen dan muatan tergantung pH. Muatan permanen berasal dari substitusi isomorfik 48
pada permukaan koloid siloxane (Si-O-Si) pada Si-tetrahedral dan atau Al-oktahedral yang terdapat pada mineral liat smektit (2 :1). Sementara itu muatan tergantung pH terjadi pada permukaan koloid oxyhidroxy (O-Al-OH), silanol (-Si-OH), aluminol (-Al-OH), ferrol (-Fe-OH) yang terdapat pada mineral liat kaolinit (1 :1), hidroksida, dan amorf. Selain itu muatan tergantung pH dapat juga berasal dari koloid organik berupa gugus fungsional karboksilat (-COOH), fenol hidroksida, amin (-NH2), dan lain-lain (Tan, 1998). Tabel 9. Matrik Korelasi antara Beberapa Sifat Tanah dengan Beberapa Peubah Ketersediaan K Tanah Inceptisol, Vertisol, dan Alfisol. Liat C-org KTK Liat 1.000 -0.130 0.668** C-org 1.000 -0.007 KTK 1.000 b k DS Kl kdd Ktdd Kt N = 91, t0.05 = 0.205 dan t0.01 = 0.207 Variabel
b
k
DS
Kl
Kdd
Ktdd
Kt
0.296** -0.049 0.147 1.000
0.052 0.422** 0.184 -0.273 1.000
0.306* 0.412** 0.586** 0.138 0.572** 1.000
-0.234* -0.103 -0.081 0.303** -0.234* -0.217* 1.000
0.320* 0.119 0.280* 0.417** -0.077 0.097 0.623** 1.000
0.146 0.040 -0.047 0.150 -0.056 0.074 0.061 0.308** 1.000
0.165 0.051 -0.009 0.183 -0.064 0.077 0.167 0.441** 0.989** 1.000
Kadar C-organik di ketiga tanah yang diteliti umumnya rendah, yakni masingmasing hanya 1.10 % di Inceptisol, 1.40% di Vertisol, dan 2.04% di Alfisol (Tabel 2). Sumber muatan variabel lainnya, yakni kaolinit dalam fraksi liat tanah Inceptisol sedikit hingga sedang, Vertisol sangat sedikit, dan Alfisol sedang hingga sangat banyak. Sementara itu sumber muatan permanen, yakni smektit dalam fraksi liat tanah Inceptisol sedikit sampai sedang, Vertisol sangat banyak, dan Alfisol sedang hingga banyak. (Tabel 3). Dengan demikian maka sumber muatan variabel dan permanen di tanah Inceptisol dan Alfisol berkontribusi terhadap KTK tanah sedangkan di Vertisol hanya sumber muatan permanen yang berkontribusi terhadap KTK tanah. Selanjutnya kontribusi muatan permanen terhadap muatan negatif tanah jauh lebih besar dibandingkan muatan variabel.
49
Hal ini ditunjukkan dengan nilai KTK tanah Vertisol jauh lebih tinggi dibandingkan Alfisol dan Inceptisol, yakni berturut-turut 56.38, 30.83, dan 16.92 Cmol(+)/kg (Tabel 2).
Kesimpulan 1. Kadar Kl, Kdd, Ktdd, dan Kt tanah dari tinggi ke rendah berturut-turut adalah Vertisol > Alfisol > Inceptisol. Proporsi bentuk K dari rendah ke tinggi di ketiga tanah yang diteliti mempunyai urutan yang sama, yaitu: Kl < Kdd < Ktdd. Sebagian besar K di dalam ketiga tanah yang diteliti
berada dalam bentuk tidak dapat dipertukarkan
sehingga tidak segera tersedia bagi tanaman. 2. Daya sangga dan jerapan maksimum K di ketiga tanah yang diteliti dari tinggi ke rendah adalah Vertisol > Alfisol > Inceptisol. Sementara itu konstanta energi ikatan tanah Vertisol hampir sama dengan Alfisol dan sekitar dua kali lipat tanah Inceptisol. 3. Liat, C-organik, dan KTK tanah berkorelasi nyata dengan peubah ketersediaan K tanah. Semakin tinggi kadar liat, C-organik, dan KTK tanah semakin tinggi pula potensi ketersediaan K tanahnya.
50