4
TINJAUAN PUSTAKA Radiasi Sinar-X Radiasi adalah pemancaran/pengeluaran dan perambatan energi menembus ruang atau sebuah substansi dalam bentuk gelombang atau partikel. Partikel radiasi terdiri dari atom atau sub-atom dimana mempunyai massa dan bergerak, menyebar dengan kecepatan tinggi menggunakan energi kinetik (Gambar 1). Beberapa contoh dari partikel radiasi adalah elektron, beta, alpha, photon & neutron (Anonimous 2011a).
Gambar 1 Berbagai jenis radiasi dalam kemampuannya dalam melewati atau menembus material. Sumber: Anonimous 2011b.
Radiasi merupakan proses dimana energi bergerak melalui media atau ruang. Berdasarkan kemampuan dalam ionisasi, radiasi terbagi dalam dua jenis, yaitu radiasi ionisasi dan radiasi non-ionisasi. Radiasi ionisasi didefinisikan sebagai suatu radiasi yang memiliki energi yang cukup untuk memindahkan elektron dari molekulnya serta mampu merusak ikatan kimia. Radiasi ionisasi merupakan radiasi elektromagnetik berupa sinar-x dan sinar- atau partikel subatom berupa proton, neutron, dan partikel-g (NRC 2006). Sinar-x merupakan sinar tidak tampak yang pertama kali ditemukan oleh Wilhelm Conrad Röntgen tahun 1895 dan disebut dengan sinar Röntgen. Radiasi ionisasi sinar-x termasuk dalam golongan radiasi elektromagnetik. Panjang sinar-x 10-0.01 nm, frekuensi 30 petahertz - 30 exahertz (30 × 1015 Hz to 30 × 1018 Hz) dan memiliki energi 120 eV - 120 keV (Tabel 1). Gelombang ini lebih pendek dari panjang gelombang sinar ultra violet (Gambar 2) (Thrall 2002; Wallace 2009).
5
Tabel 1 Data berbagai jenis gelombang elektromagnetik* Panjang Gelombang Radio 600 m - 0.187 m Microwave 187 mm - 1 mm Sub-millimeter 539 - 616 µm Far Infrared 40 - 350 µm Mid Infrared 5 - 40 µm Near Infrared 1 - 5 µm Optical 380 - 780 nm Ultraviolet 10 - 400 nm X-ray 10 - 0.01 nm Gamma-ray 0.01 - 0.000006 nm "Cosmic-ray" 10 - 0.000006 nm Band
Frekuensi (Hz)
Suhu (K)
6
30 - 1.6x10 1 - 300 106 487 - 556x106 300x106 - 30x1012 30 - 120x1012 120 - 440x1012 400 - 790x1012 750x1012 - 30x1015 30x1015 - 100x1018 100x1018 - 3,862x1021 30x1015 - 3,862x1021
11.6 - 140 140 - 740 740 - 3,000 106 - 108
Energi Quantum (eV) 2x10-9 - 0.6x10-5 0.6x10-5 - 0.1x10-2 2.0x10-3 - 2.3x10-3 3.1x10-2 - 0.35x10-2 3.1x10-2 - 2.5x10-1 2.5x10-1 - 1.2 1.59 - 3.3 3.1 – 124 124 - 1.24x105 1.24x105 - 2.07x108 124 - 2.07x108
*Sumber: Wallace 2009
Gambar 2 Gelombang elektromagnetik dengan frekuensi (Hz) dan panjang (m) yang berbeda. Sumber: Anonimous 2011c.
Pembentukan Sinar-X Sinar-X dibentuk dalam tabung (chamber) Rontgen hampa udara. Kumparan anoda molybdenum memijar saat dialiri dengan arus listrik dan terbentuk awan elektron. Selanjutnya diberikan tegangan berbeda antara anoda dengan katoda. Perbedaan tegangan menggerakkan elektron-elektron dengan kecepatan tinggi dari katoda ke anoda. Tumbukan elektron pada anoda yang terbuat dari tungsten carbide akan menghasilkan 99% energi panas dan 1% yang akan menjadi sinar-X. Semakin tinggi nomor atom katoda maka makin tinggi kecepatan elektron, sehingga semakin besar daya tembus sinar-X yang terjadi. Sinar-X yang terbentuk pada tegangan 100 kV kurang dari 1% dan sebagian besar berubah menjadi panas. Panas pada tabung dapat didinginkan dengan minyak emersi atau air (Gambar 3). Jenis sinar-X yang terbentuk terdiri atas sinar-X
6
karakteristik dan sinar-X Bremsstrahlung (Thrall 2002; Seibert & Boone 2005; Anonimous 2011). Sinar-X karakteristik dan Bremsstrahlung terbentuk secara bersamaan saat elektron menumbuk anoda. Sifat sinar-X karakteristik bersifat diskret (terputusputus) dengan panjang gelombang tergantung dari bahan atau material pada anoda (Gambar 3B). Sinar-X karakteristik tidak bernilai diagnostik dan biasanya tidak keluar dari mesin sumber sinar-X karena tersaring oleh lempeng alumunium (Gambar 3A). Sinar-X Bremsstrahlung bersifat kontinyu (tidak terputus) dan dapat melewati filter alumunium sehingga memiliki nilai diagnostik (Faddegon et al. 2008).
Gambar 3 Proses pembentukan sinar-X. A. Skematis proses terbentuknya sinar-X, B. Jenis sinar-X yang terbentuk berdasarkan intensitas dan panjang gelombangnya. Sumber: Anonimous 2011d.
Sinar-x dan - sedikit menyebabkan ionisasi karena menghasilkan elektron bergerak cepat sehingga hanya sedikit ionisasi yang terjadi saat melalui sebuah sel. Dengan demikian dalam penggolongan linear energy transfer (LET), sinar-x dan -
termasuk dalam golongan radiasi LET-rendah (low-LET radiation).
Sebaliknya, partikel dengan ukuran yang lebih besar menyebabkan ionisasi yang lebih besar saat melalui sel sehingga digolongkan dalam radiasi LET-tinggi (highLET radiation) (NRC 2006). Interaksi Radiasi dengan Material Interaksi radiasi (foton) dengan material yang dilewati menghasilkan beberapa interaksi berupa pembelokan, penyerapan dan diteruskan keluar dari media yang dilewati (Gambar 4). Secara detail proses tersebut dibedakan menjadi
7
(1) coherent scattering, (2) photo electric, (3) Compton scattering, (4) pair production, (5) photo-disintegration (Thrall 2002; Seibert & Boone 2005).
Gambar 4 Interaksi sinar-X dengan material. A. Kemungkinan perjalanan sinar-X dalam pencitraan. B. Interaksi sinar-X dengan material. Sumber: Seibert & Boone 2005.
Coherent scattering. Coherent scattering terjadi pada foton saat terkena objek atau material, terjadi perubahan sudut tetapi tidak mengalami perubahan energi baik penyerapan maupun penambahan (Gambar 5A). Kejadian ini sangat kecil sekitar 5% pada sinar-x pada pasien yang dipapar radiasi baik untuk radiodiagnostik maupun radioterapi (Thrall 2002; Seibert & Boone 2005). Photoelectric effect. Photoelectric effect terjadi pada saat semua energi foton diserap oleh material dan menyebabkan elektron lintasan dalam berpindah atau lepas dari lintasannya menghasilkan fotoelektron bebas. Fotoelektron bebas yang terlepas akan digantikan oleh elektron dari kulit luar dalam struktur atom. Perbedaan jumlah energi dari elektron yang menggantikan akan diimbangi dengan melepaskan energi berupa foton karakteristik yang memiliki energi lebih rendah dari foton asalnya (Gambar 5C). Foton karakteristik dan fotoelektron bebas akan menyebabkan peningkatan jumlah dosis serap radiasi pada pasien. Foton karakteristik dan fotoelektron bebas akan mengakibatkan ionisasi pada jaringan yang terpapar. Kejadian ini menyebabkan kerusakan struktur atom menjadi tidak stabil. Jaringan yang terpapar akan menjadi terionisasi oleh proses ini (Thrall 2002; Seibert & Boone 2005).
8
Gambar 5 Interaksi sinar-X dengan material yang dipapar. A. Rayleigh scatter atau Coherent scattering, B. Compton effect, C. Photoelectric effect, Compton scatter dan Pair production. Sumber: MPCN 1995.
Compton scattering. Compton scattering terjadi pada saat foton berinteraksi dengan elektron pada lapisan terluar struktur atom. Elektron akan terlepas (recoil electron) karena tumbukan oleh foton disertai dengan pembelokan arah foton. Foton yang dibelokkan mengalami penurunan energi karena tumbukan (Gambar 5B). Foton berenergi lebih rendah dan elektron recoil yang terlepas akan menyebabkan tumbukan pada atom lainnya. Atom pada kejadian ini akan menjadi tidak stabil karena ionisasi dan menyebabkan peningkatan jumlah dosis serap radiasi pada pasien (Thrall 2002; Seibert & Boone 2005). Pair production. Pair production terjadi pada saat foton berenergi tinggi melalui atom dan energi yang dimiliki cukup untuk mengeluarkan inti atom dari struktur atom menjadi pasangan elektron dan positron (Gambar 5C). Struktur atom akan langsung rusak saat kehilangan inti atomnya. Begitu juga dalam jaringan yang dilalui foton berenergi tinggi ini akan langsung mengalami kerusakan atau kematian sel (Thrall 2002; Seibert & Boone 2005).
9
Gambar 6 Proses terjadinya fotodisintregasi. Sumber: Anonimous 2001e.
Photodisintegration
atau
disebut
juga
dengan
phototransmutation
merupakan proses fisika yang terjadi saat foton berenergi tinggi (Gambar 6) berinteraksi dengan inti atom dan menyebabkan eksitasi dan hancur hingga terbentuk partikel sub-atom. Komponen inti atom sperti proton dan neutron akan keluar atau terlepas dari inti dan keluar dari struktur atom (Seibert & Boone 2005; Encyclopædia Britannica 2011). Pemanfaatan Sinar-X dalam Dunia Medis Energi radiasi sudah dimanfaatkan sebagai sarana radiodiagnostik sekaligus juga sebagai radioterapi. Ahli radiologi memanfaatkan sinar-X berupa gambaran diagnostik untuk mendeteksi berbagai kelainan baik pada jaringan lunak maupun jaringan keras seperti tulang. Dalam dunia kedokteran hewan, sinar-x ini mulai dimanfaatkan sejak tahun 1970 (Thrall 2002; McCurnin & Bassert 2006). Thomas Edison
kemudian
mengembangkan
alat
fluoroskopi
sebagai
sarana
radiodiagnostik pada tahun 1896 (NRC 2006). Hendry Baquerel tahun 1896 menemukan radioaktivitas atau disebut radioaktif yang menghitamkan film berupa kabut (fog) saat diletakkan berdekatan dengan Uranium. Marrie dan Piere Currie selanjutnya memurnikan unsur Uranium ini pada tahun 1898 (NRC 2006). Radioaktifitas selanjutnya dimanfaatkan secara medis untuk terapi radiasi pada pasien yang menderita kanker untuk meningkatkan daya hidup.
10
Pencitraan radiologi pada dunia medis di Amerika (USA, United State of Amerika) meliputi wilayah Arizona, Dallas, Orlando, South Florida dan Wisconsin sebagaimana dalam Tabel 2. Dosis efektif pada paparan radiasi ionisasi dalam pencitraan radiologi memberikan kontribusi dosis efektif yang cukup besar mulai 0.02 - 15.6 mSv dengan persentase 0.6-22.1% (Fazel et al. 2009)
Tabel 2 Kontribusi terbesar pada dosis efektif kumulatif radiasi ionisasi dari prosedur pencitraan radiologi* Rata-rata Dosis Efektif (mSv) 1 Pencitraan perfusi myocardi 15.60 2 CT regio abdomen 8.00 3 CT regio pelvis 6.00 4 CT regio thorak 7.00 5 Diagnosa kateterisasi jantung 7.00 6 Radiografi tulang spina lumbal 1.50 7 Mammografi 0.40 8 CT angiografi regio thorak (noncoronary) 15.00 9 Serial saluran cerna bagian atas 6.00 10 CT regio kepala atau otak 2.00 11 Intervensi koronari perkutan 15.00 12 Pencitraan tulang secara nuklir 6.30 13 Radiografi abdomen 0.70 14 CT regio tulang spina leher 6.00 15 CT regio tulang spina lumbal 6.00 16 Radiografi thorak 0.02 17 Thyroid uptake 1.90 18 Intravenous urography 3.00 19 CT regio leher 3.00 20 Cardiac resting ventriculography 7.80 *Sumber: Mettler et al. (2008) dalam Fazel et al. (2009) No
Prosedur Pencitraan Radiologi
Annual Dosis Efektif/orang (mSv) 0.54 0.45 0.30 0.18 0.11 0.08 0.08 0.08 0.06 0.05 0.04 0.04 0.03 0.02 0.02 0.02 0.02 0.01 0.01 0.01
Persentase (%) 22.1 18.3 12.2 7.5 4.6 3.3 3.1 3.1 2.4 2.0 1.8 1.4 1.1 0.8 0.7 0.7 0.7 0.6 0.6 0.6
Terapi radiasi atau disebut radioterapi telah digunakan lebih dari 100 tahun. Pertamakali sinar-X dimanfaatkan sebagai terapi radiasi untuk kanker dilakukan oleh Emil Grube (AAAS 1957). Radioterapi merupakan metode yang digunakan untuk mengkontrol keganasan dan memperpanjang harapan hidup pasien yang menderita kanker. Radioterapi merupakan metode yang cukup handal dalam terapi kanker. Manfaat yang cukup besar ini disertai dengan efek samping dengan derajat yang bervariasi. Terapi sitotoksik dalam melawan kanker dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan normal yang berada disekitar kanker saat proses pengobatan berlangsung (Hendry et al. 2006).
11
Efek Radiasi Ionisasi Akhir Desember 1895 dan awal Januari 1896 Dr Otto Walkhoff seorang dokter gigi Jerman adalah orang pertama yang menggunakan sinar-X pada foto gigi premolar bawah dengan waktu penyinaran 25 menit, selanjutnya seorang ahli fisika Walter Koenig menjadikan waktu penyinaran 9 menit dan sekarang waktu penyinaran menjadi 1/10 second atau sekitar 6 impulses (Anonimous 2011a). William Rollins adalah orang yang mengerjakan intraoral radiograf pada tahun 1896 mengalami cedera disebabkan efek pekerjaan dimana kulit tangannya terbakar. Karena kejadian inilah beliau merekomendasikan untuk memakai tabir/pelindung baik pada tabung, pada pasien maupun radiografer. Korban lain adalah dr Max Hermann Knoch (dr Knoch) orang Belanda yang bekerja sebagai ahli radiologi di Indonesia. Ia bekerja tanpa menggunakan pelindung saat mengoperasikan mesin sinar-X. Dr Knoch menderita kelainan cukup berat tahun 1904 berupa luka yang tak kunjung sembuh pada kedua belah tangannya. Lama kelamaan tangan kiri dan kanan jadi nekrosis kemudian diamputasi dan akhirnya meninggal karena sudah metastase ke paru (Anonimous 2011a). Selain itu juga, asisten penelitian Thomas Alfa Edison, Mr Dally menderita penyakit degeneratif pada kulit yang berkembang menjadi karsinoma (NRC 2006). Perangkat radiologi dengan sumber energi radiasi ionisasi ini baik dalam radiodiagnostik maupun radioterapi mempunyai efek samping terhadap sel normal (Bentzen et al. 2003). Jumlah radiasi ionisasi terendah yang mampu menginisiasi terbentuknya kanker adalah 50 mSv (Thrall 2002). Sinar-x membentuk radikal bebas secara tidak langsung akan menghilangkan elektron atom dari jaringan yang terpapar. Elektron bebas yang terbentuk oleh proses ionisasi keluar dan menyebabkan kerusakan sel yang dilewatinya (NRC 2006). Jalur yang dilewati sinar-x pada jaringan membentuk kluster cukup banyak sehingga kerusakan yang terjadi juga cukup banyak. Sinar-x dengan dosis energi 1 Sv dapat membentuk sekitar ∼100 kluster pada saat melewati jaringan (Gambar 7).
12
Gambar 7 Jalur penetrasi sinar-X dalam material. A. Jalur primer dan sekunder yang dilewati oleh elektron menyebabkan terbentuknya kluster ionisasi. Pengukuran jalur lintasan elektron dilakukan pada nukleus berukuran 8µm, terlihat pembesaran arah lintasan terhadap nukleus. B. Proses kerusakan yang disebabkan oleh kluster jalur elektron. Tanda panah menunjukkan kerusakan area molekul DNA yang dilewati jalur kluster (NRC 2006).
Kerusakan yang disebabkan oleh radiasi ionisasi dapat terjadi secara langsung (direct effect) dan secara tidak langsung (in-direct effect) pada sel yang terpapar. Kerusakan yang terjadi secara langsung disebabkan oleh radiasi ionisasi sendiri, sedangkan kerusakan secara tidak langsung disebabkan oleh radikal bebas yang terbentuk oleh ionisasi (Turner 2007). Tabel 3 Efek radiasi ionisasi berdasarkan waktu* Waktu Tingkat Fisik ≤ 10-15 detik Tingkat Pre-kimia ∼10-15 hingga ∼10-12 detik Tingkat Kimia ∼10-12 hingga ∼10-6 detik
Tingkat Biologi ≤10-3 detik ≤1detik Beberapa menit Beberapa hari Beberapa minggu Beberapa tahun
* Sumber: Turner (2007)
Kejadian Terbentuk H2O+, H2O* dan elektron-elektron sub-eksitasi, e-, pada daerah paparan (≤ 0.1µm) H3O+ berubah menjadi OH, e-aq, H, dan H2 H3O+ berubah menjadi OH, e-aq, dan H memanjang dan reaksi satu dengan lainnya secara menyeluruh. Reaksi akan terjadi secara lengkap hingga ∼10-6 detik pada jalur lintasan yang dilalui. Reaksi radikal dengan molekul biologi secara penuh Perubahan biokimia Pembelahan sel terpengaruh Sistem pencernaan (gastrointestinal) dan system syaraf pusat mengalami perubahan Perkembangan fibrosis pada paru-paru Berkembang menjadi katarak dan kanker; perubahan genetik pada keturunan
13
Tubuh terdiri dari ∼70-85% komponen air (Thrall 2002), ∼10-20% komponen protein, ∼10% komponen karbohidrat dan ∼2-3% tersusun oleh komponen lemak (Turner 2007). Radiasi ionisasi akan merubah susunan molekul air membentuk radikal bebas secara aktif (Tabel 3). Jumlah radikal bebas yang terbentuk akan merusak jaringan baik yang langsung terpapar maupun jaringan normal yang berada di sekitar (Thrall 2002). Elektron sekunder yang terbentuk dalam air memiliki energi ∼10-70 eV. Energi ini akan berkurang dengan cepat (≤10-15 detik) menjadi energi sub-eksitasi (∼7.4 eV). Energi sub-eksitasi pada jalurnya akan mengubah air menjadi H2O+, H2O* dan elektron sub-eksitasi yang bebas (Turner 2007). Proses radiolitik pada molekul air sebagaimana pada Gambar 8.
Gambar 8 Proses radiolitik pada air dimana terlihat perkembangan secara kimiawi elektron dengan energy 4-keV pada lintasan media. Pada daerah lintasan, terjadi proses radiolitik yang memecah molekul air menjadi OH, H3O+, e-aq dan H berdasarkan waktu tempuhnya. Sumber: Turner (2007).
Efek radiasi memiliki sifat kumulatif, dimana setiap pemaparan baru akan ditambahkan kepada pemaparan sebelumnya untuk menentukan dosis total dan kemungkinan efeknya pada tubuh. Semakin tinggi dosis atau dosis totalnya, maka semakin besar kemungkinan timbulnya resiko. Efek kumulatif berbeda dengan efek jangka panjang dimana efek jangka pendek tidak terlihat dan efek jangka panjang menjadi subklinis (Nieder et al. 2000).
14
Efek samping radioterapi terdiri atas beberapa tahapan, diantaranya adalah 1) efek akut, 2) efek tertunda, 3) efek akumulasi, 4) efek pada sistem reproduksi dan 5) efek kecelakaan radioterapi. Efek samping dengan kejadian yang akut dapat berupa kerusakan permukaan epitel (kulit mukosa mulut, faring, mukosa usus dan ureter), perlukaan pada mulut dan esophagus (Hall 2000), gangguan pencernaan, udema, infertil atau tidak subur (Gutfeld et al. 2007). Efek tertunda dapat berupa fibrosis, epilasi, kekeringan mukosa dan epitel, lymphedema (Meek 1998), kanker, penyakit jantung (Taylor et al. 2007), dan proktitis. Efek pada sistem reproduksi menyebabkan teratogenik pada janin usia 2 minggu awal fertilisasi, dengan dosis tinggi dapat menyebabkan anomali, kegagalan pertumbuhan dan terjadi penurunan mental yang berkembang menjadi leukemia pada bayi lahir dan menjadi tumor disaat dewasa (Arnon et al. 2001). Kecelakaan sarana radioterapi juga dapat menyebabkan kematian karena kelebihan dosis paparan. Hal ini telah terjadi tahun 1985-1987 pada alat Therac6® dan Therac-20® tercatat 6 kecelakaan dimana pasien menerima dosis 100x lipat dan 2 orang meninggal secara langsung karena kelebihan dosis. Tahun 20052010 terjadi kelebihan paparan pada 76 pasien kanker otak yang menjalani radioterapi Therac-25® di Rumah Sakit di Missouri karena kesalahan kalibrasi (Bogdanich & Ruiz 2010). Semua jaringan baik hewan maupun manusia sangat sensitif terhadap radiasi. Penyerapan radiasi dosis rendah oleh jaringan akan mengakibatkan perubahan atau kerusakan (McCurnin & Bassert 2006). Sinar-X membentuk radikal bebas secara tidak langsung akan menghilangkan elektron atom dari jaringan yang terpapar. Tubuh terdiri dari 70% komponen air dan radiasi ionisasi akan merubah susunan molekul air membentuk radikal bebas secara aktif. Jumlah radikal bebas yang terbentuk akan merusak jaringan (Thrall 2002). Radikal bebas merupakan struktur atom yang tidak stabil karena mengalami kerusakan elektron pada lapisan kulit luarnya. Kerusakan atau hilangnya elektron menyebabkan atom menjadi tidak stabil dan sangat reaktif dalam reaksi kimia berupa oksidasi. Radikal bebas merusak tubuh dengan mengambil elektron dari atom lain yang berakibat pada terjadinya kerusakan sel, protein dan struktur DNA.
15
Kerusakan yang disebabkan oleh energi radiasi sinar-x dapat dibedakan dalam dua kategori, diantaranya adalah efek deterministic dan efek stochastic (Gambar 9). Efek biologi yang langsung terjadi disebut dengan deterministic effect dan tertunda untuk kurun waktu tertentu berupa stochastic effect (Little 2003).
Gambar 9 Skematis kemungkinan yang terjadi pada jaringan atau sel yang terpapar radiasi ionisasi. Sumber: Rothkamm et al. 2007.
Kecelakaan stokastik dapat menginduksi kanker karena kegagalan perbaikan DNA pada sel. Hal ini mengakibatkan transformasi/perubahan secara genetik. Tingkat kerusakan akan meningkat seiring dengan energi radiasi yang diserap oleh organ dan jaringan berbeda, akan tetapi tingkat keparahannya tergantung pada total dosis yang diterima (Little 2003; Thierry-Chef et al. 2008; Hall 2009; NRC 2006 ). Kecelakaan deterministik dalam jumlah besar berpengaruh pada selsel reproduksi yang menjadi steril. Hal ini tidak terlihat secara klinis hingga selsel yang rusak membelah dan berdifferensiasi dalam jumlah besar (Balter et al. 2010).
16
Gambar 10 Respon jaringan dan organ terhadap radiasi ionisasi. A. Frekuensi perubahan secara klinis patologis yang meningkat seiring dengan bertambahnya dosis terhadap populasi individu dengan variasi tingkat sensitifitas berbeda, B. Hubungan dosis-keparahan pada sub-populasi individu dengan variasi sensitifitas berbeda. Sumber: Hendry et al. (2006)
Jaringan dan organ merespon dosis radiasi dengan variasi yang berbeda (Gambar 10). Secara umum hubungan antara dosis dengan kejadian membentuk kurva sigmoid (huruf S) pada peningkatan dosis paparan dan frekuensi. Kelainan patologis meningkat seiring dengan individu yang lebih sensitif (kurva a pada Gambar 10), sedangkan pada individu yang kurang sensitif memiliki tingkat keparahan yang lebih rendah (kurva b, c, dan d pada Gambar 10) (Hendry et al. 2006).
Dosis Radiasi Dosis paparan radiasi diukur berdasarkan jumlah dosis radiasi yang diserap (absorbed dose). Dosis serap merupakan sejumlah energi yang melalui suatu masa pada tubuh atau organ yang terpapar radiasi. Satuan dosis dinyatakan dengan joule per kilogram (J/kg). Terdapat beberapa jenis dosis diantaranya adalah dosis serap (absorbed dose), dosis ekivalen (equivalent dose), dosis efektif (effective dose), dosis berat (weighted dose). Dosis ekivalen berkaitan dengan resiko yang disebabkan oleh radiasi, sedangkan jika berdasarkan pada resiko organ maka dosis
17
efektif yang digunakan. Satuan yang digunakan untuk dosis ekivalen, dosis efektif dan dosis berat adalah Sievert (Sv). Sedangkan untuk dosis serap satuan yang digunakan adalah Gray (Gy) (Tabel 4). Jumlah atau kuantitas radiasi antara Sievert dan Gray adalah sama (Tabel 5), tetapi penggunaannya yang berbeda. Satuan Sv digunakan dalam radiasi dosis rendah (low-LET radiation) sedangkan Gy digunakan pada radiasi dosis tinggi (high-LET radiation). Low-LET radiation berkisar antara 0-100mSv (NRC 2006; Turner 2007). Tabel 4 Jenis dosis dan rumus perhitungan* Dosis Dosis paparan Dosis serap
Satuan Roentgen Gray
Simbol R Gy
Dosis ekivalen
Sievert
Sv
Rumus perhitungan R = Q/ m; 1R = 2.58 x 10-4 C/kg 1 Gy = 1 J/kg = 107erg/103g = 104erg/g = 100 rad 1 R = 2.58 x 10-4 C/kg x 33.97 J/C = 8.76 x 10-3 J/kg (udara) 1 R = 9.5 x 10-3 J/kg (jaringan lunak) H=QD; 1 Sv = 100 rem
* Sumber: Turner (2007)
Tabel 5 Unit dosis radiasi* Unita Becquerel (SI) Curie Gray (SI) Rad Sievert (SI) Rem
Simbol Bq Ci Gy Rad Sv rem
Faktor konversi 1 disintegration/s = 2.7 x 10-11 Ci 3.7 x 1010 disintegration/s = 3.7 x 1010 Bq 1 J/kg = 100 rads 0.01 Gy = 100 erg/g 1 J/kg = 100 rem 0.01 Sv
Dosis ekivalen = dosis serap x Q (faktor kualitas); Gray merupakan nama khusus (J/kg) yang digunakan untuk dosis serap; sievert merupakan nama khusus (J/kg) yang digunakan untuk dosis ekivalen. aUnit Internasional di singkat dengan SI; * Sumber: NRC (2006)
Radiodiagnostik merupakan sarana pencitraan pada kedokteran nuklir. Fazel et al. (2009) melaporkan bahwa paparan radiasi yang bersumber dari sarana ini secara akumulatif atau berulang pada pasien di USA rata-rata 2.4 mSv. Dosis paparan terjadi pada 68.8% dari 952 420 orang (Tabel 6).
18
Tabel 6 Dosis efektif radiasi ionisasi dari pencitraan prosedur medis* Karakteristik Semus subjek Jenis kelamin Laki-laki Perempuan Umur 18-34 tahun 35-39 tahun 40-44 tahun 45-49 tahun 50-54 tahun 55-59 tahun 60-64 tahun Wilayah Arizona Dallas Orlando South Florida Wisconsin
Total subjek [jumlah] 952,420
Subjek yang menjalani prosedur [jumlah (%)] 655,613 (68.8)
Annual dosis efektif (mSv) [rataan±deviasi] 2.4±6.0
453,078 499,342
262,552 (57.9) 393,061 (78.7)
2.3±6.1 2.6±5.9
233,586 118,365 144,728 146,703 131,209 115,520 62,309
115,696 (49.5) 77,746 (65.7) 104,398 (72.1) 109,827 (74.9) 102,559 (78.2) 91,879 (79.5) 53,517 (85.9)
1.0±3.5 1.6±4.5 2.0±5.1 2.6±6.0 3.3±6.9 4.1±7.9 5.2±9.1
180,046 298,747 133,561 170,466 169,600
127,106 (70.6) 204,953 (68.6) 90,206 (67.5) 124,261 (72.9) 109,087 (64.3)
2.5±6.0 2.3±6.0 2.8±6.5 2.8±6.2 2.0±5.3
*Sumber: Fazel et al. (2009)
Hasil penelitian Fazel et al.
(2009) menyatakan bahwa dosis paparan
kumulatif tahunan diterima bervariasi dari ≤ 3 mSv/tahun hingga >50 mSv/tahun (Tabel 7). Data ini diambil dari rumah sakit yang melakukan pelayanan radiologi di 5 wilayah di USA. Rata-rata paparan medis pencitraan radiologi pernah dialami sekitar 59-88% dari 1 000 populasi. Tabel 7 Tingkat paparan radiasi berbeda pada annual dosis efektif dari pencitraan medis di USA pada 1000 orang* Karakteristik Semua subjek Jenis kelamin Laki-laki Perempuan Umur 18-34 tahun 35-39 tahun 40-44 tahun 45-49 tahun 50-54 tahun 55-59 tahun 60-64 tahun Wilayah Arizona Dallas Orlando South Florida Wisconsin
Dosis rendah Dosis sedang Dosis tinggi Dosis sangat tinggi (≤3 mSv/tahun) (>3-20 mSv/tahun) (>20-50 mSv/tahun) (>50 mSv/tahun) 785.7 193.8 18.6 1.9 796.0 776.4
182.8 203.8
19.4 17.9
1.8 1.9
895.9 845.5 809.3 770.4 719.0 668.4 598.2
98.7 145.2 177.5 209.2 252.2 289.7 343.4
4.9 8.5 12.0 18.4 26.2 38.4 52.7
0.5 0.8 1.2 2.0 2.7 3.5 5.7
853.7 860.7 836.8 814.9 884.1
132.3 125.2 147.6 168.5 105.6
12.8 12.7 14.4 15.4 9.4
1.1 1.4 1.2 1.2 0.9
*Sumber: Fazel et al. (2009)
19
Batas Dosis Radiasi Ionisasi Di Indonesia penggunaan sinar-x berada dalam pengawasan Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) (Ulum & Noviana 2008). Disamping memiliki nilai positif sebagai sarana radiodiagnostik, radiasi ionisasi sinar-x dapat menyebabkan kerusakan luar biasa pada jaringan tubuh yang terpapar. Jumlah radiasi ionisasi terendah yang mampu menginisiasi terbentuknya kanker adalah 50mSv (Thrall 2002). Badan Pengawas Nuklir Amerika Serikat atau disebut NRC (Nuclear Regulatory Commission) membatasi jumlah dosis okupasional orang dewasa tidak boleh > 50 mSv/tahun (Thrall 2002; NCRP 2004). Hal ini juga di Indonesia, oleh BAPETEN mengatur bahwa dosis maksimal pekerja radiasi adalah 20 mSv ratarata dalam 5 tahun (SK Ka BAPETEN No 01 tahun 1999; PP No 33 tahun 2007; Ulum & Noviana 2008).
Tabel 8 Kontribusi relatif pada tiap jaringan dan organ terhadap kemungkinan terjadinya kanker dan kerusakan total* Organ Kantung kemih Sumsum tulang Permukaan tulang Payudara Esofagus Kolon Hati Paru-paru Ovarium Kulit Lambung Tiroid Lainnya Total Gonad Total akhir
* Sumber: NCRP (1993)
Kemungkinan terjadi kanker Total Kerusakan (10-2/Sv) (10-2/Sv) Populasi Pekerja Radiasi Populasi Pekerja Radiasi 0.30 0.24 0.29 0.23 0.50 0.40 1.04 0.83 0.05 0.04 0.07 0.06 0.20 0.16 0.36 0.29 0.30 0.24 0.24 0.19 0.85 0.68 1.03 0.82 0.15 0.12 0.16 0.13 0.85 0.68 0.80 0.64 0.10 0.08 0.15 0.12 0.02 0.02 0.04 0.03 1.10 0.88 1.00 0.80 0.08 0.06 0.15 0.12 0.50 0.40 0.59 0.47 5.00 4.00 5.92 4.73 Kemungkinan terjadi efek genetik yang parah 1.00 0.60 1.33 0.80 7.25 5.53
20
Tabel 9 Resiko kumulatif menurut NCRP dan ICRP pada batas paparan* Dosis NCRP
(A)
(B)
ICRP
(A)
(B)
Rataan (uniform) 13.6 mSv/tahun Umur 18- 64 tahun Kasus Terburuk 50 mSv/tahun Umur 18-21 tahun 20 mSv/tahun Umur 22 tahun 10 mSv/tahun Umur 23-64 tahun Rataan (uniform) 20 mSv/tahun Umur 18- 64 tahun Kasus Terburuk 50 mSv/tahun Umur 18-19 tahun 20 mSv/tahun Umur 23-64 tahun
Dosis Kumulatif 640 mSv
Resiko kumulatif x 10-2 Laki-laki Wanita Rata-rata 2.1 2.8 2.5
640 mSv
2.6
3.6
3.1
940 mSv
3.1
4.1
3.7
940 mSv
3.3
4.4
3.9
* Sumber: NCRP (1993)
Proteksi Radiasi Ionisasi Tujuan proteksi radiasi adalah suatu tindakan untuk mencegah terjadinya efek deterministik akut maupun kronis oleh paparan radiasi serta mengurangi efek stokastik pada derajad yang masih dapat diterima untuk manfaat secara individu maupun komunitas yang terpapar (NCRP 1993). Terdapat dua kategori yang termasuk dalam lingkup proteksi radiasi, yaitu efek deterministik dan efek stokastik (Gambar 11). Efek deterministik didefinisikan sebagai efek somatik yang meningkat keparahannya berdasarkan peningkatan dosis radiasi diatas nilai batas dosis. Tingkat keparahan ini terjadi karena kerusakan yang terjadi sangat banyak pada tingkat selular. Efek deterministik terjadi hanya jika jumlah dosis yang diterima dalam jumlah besar, melebihi nilai ambang batas dosis dan tingkat keparahannya sangat tergantung pada respon individu dan faktor lainnya. Efek akan terlihat dengan cepat dalam beberapa jam hingga hari atau dalam kondisi tertunda terlihat setelah beberapa bulan hingga tahun setelah terpapar. Efek langsung berupa eritema dan kerusakan pada kulit. Efek tertunda seperti kekeruhan lensa mata, hilangnya jaringan parenkim, fibrosis, atropi dan infertilitas (NCRP 1993).
21
Gambar 11 Efek yang ditimbulkan oleh radiasi ionisasi pada jaringan tubuh. Sumber: Köteles 1998.
Efek stokastik didefinisikan sebagai suatu peluang atau kemungkinan efek terjadi secara terus menerus meningkat seiring dengan jumlah dosis yang diserap. Efek stokastik merupakan suatu respon yang bersifat all-or-none yang berhubungan dengan paparan radiasi ionisasi dosis rendah. Efek peluang ini terjadi pada tingkat sel tunggal atau dalam tatanan sub-struktural seperti gen yang tidak dibatasi oleh nilai ambang batas dosis. Dosis paparan sangat kecil hingga mendekati nilai nol akan tetapi masih ada pelung terjadinya efek ini. Efek peluang terjadinya kanker maupun efek pada genetik termasuk dalam ruang lingkup efek stokastik (NCRP 1993). Rekomendasi National Council on Radiation Protection and Measurements (NCRP) dalam bidang proteksi radiasi terdapat 3 (tiga) rekomendasi yaitu: 1) justifikasi, 2) as low as responsible acceptable (ALARA) dan 3) limitasi. Sedangkan dalam ICRP menambahkan adanya 4) optimasi dalam rekomendasi ini (NCRP 1993). Komisi internasional bidang proteksi radiasi atau disebut dengan International
Commission
on
Radiological
Protection
(ICRP)
telah
memformulasikan 3 prinsip dasar dalam proteksi terhadap radiasi, yaitu: 1) justifikasi, 2) optimisasi dalam proteksi, dan 3) limitasi dalam aplikasi dosis (ICRP 2007a; ICRP 2007b). Dua prinsip pertama berlaku untuk aplikasi individu
22
dan pada semua paparan radiasi. Sedangkan prinsip terakhir (ke-3) tidak berlaku dalam paparan radiasi medis yang dilakukan terhadap pasien (Miller et al. 2010). Prinsip “justifikasi” merupakan suatu keputusan dalam melakukan paparan radiasi harus dilakukan dengan manfaat yang didapat lebih besar dari bahaya. Prinsip “optimisasi dalam proteksi” merupakan suatu tindakan proteksi terhadap paparan radiasi dengan paparan terendah atau seminimal mungkin terhadap pasien atau individu berdasarkan pertimbangan pada faktor ekonomi dan sosial. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan area paparan sesedikit mungkin dengan manfaat sebesar mungkin untuk meminimalkan bahaya (ICRP 2007a; ICRP 2007b, NCRPM 1993). Prinsip “limitasi dalam aplikasi dosis” tidak berlaku pada paparan medis karena menurut ICRP: “paparan medis memberikan manfaat utama dalam diagnosa pasien yang sangat erat kaitannya dengan terapi selanjutnya” (ICRP 2007b). Prosedur intervensi radiologi mempunyai tujuan dalam paparan medis terutama mempertimbangkan bahwasanya bahaya morbidity dan kematian lebih besar dari pada resiko yang diakibatkan oleh paparan radiasi (Miller 2008). Strategi dalam pengembangan sarana radiologi dengan energi radiasi terdapat 3 hal, diantaranya adalah: 1) membuat radiasi lebih efektif dalam membunuh sel tumor, 2) memprediksi daya terima pasien pada dosis tertinggi sehingga paparan dosis tinggi dapat diberikan, 3) mengaplikasikan target secara selektif langsung terhadap sel tumor (Hendry et al. 2006). Strategi dalam tindakan proteksi radiasi terhadap bahaya radiasi juga dilakukan. Proteksi terhadap bahaya radiasi ionisasi dapat dilakukan secara fisik dan non fisik. Perlindungan secara fisik eksternal dapat dilakukan melalui tiga hal, diantaranya adalah: 1) menggunakan pelindung berlapis timbal (Pb) seperti apron, sarung tangan, kaca mata (Gambar 12); 2) menjaga jarak untuk berada sejauh mungkin dari sumber radiasi ionisasi; 3) mempersingkat waktu terpapar radiasi (Thrall 2002). Perlindungan secara non fisik dapat dilakukan dengan menggunakan bahan-bahan aktif yang dapat menetralkan radikal bebas akibat radiasi ionisasi. Bahan-bahan yang memiliki kandungan antioksidan baik sintetis maupun alami dapat digunakan dalam perlindungan terhadap bahaya ini.
23
Gambar 12 Berbagai unit pelindung radiasi eksternal berlapis Pb dan unit monitoring radiasi individu. A. Perisai, B. Apron, C. Pelindung tiroid, D. Sarung tangan, E. Kaca mata , F. Monitoring TLD (termoluminesence dosimeter), G. Film badge. Sumber: Saraya.com 2011; Larson 2011.
Bahan sintetis yang memiliki aktifitas antioksidan antara lain amifostine (Maurya et al. 2006), vitamin C (asam askorbat), vitamin E (tokoferol), -karoten (Vinson et al. 1995). Maurya et al. (2006) mengelompokkan agen radioprotektor dalam 3 kelompok, diantaranya adalah 1) radioprotektor kimiawi, 2) adaptogen dan 3) absorben. Radioprotektor kimiawi terdiri atas bahan yang mengandung sulfhydryl dan antioksidan. Adaptogen merupakan stimulator radioresisten yang terdiri atas bahan alam yang secara kimiawi mampu melindungi dari radiasi ionisasi dosis rendah. Adaptogen bekerja dengan meningkatkan radioresisten, meningkatkan imunitas dan meningkatkan secara menyeluruh non-spesifik resisten suatu organisme. Absorben melindungi organisme dari radiasi internal dan kimia. Absorben didalam tubuh bekerja dengan menyerap radioaktif antara lain 137Cs, 90Sr dan 239Pu.
Pengembangan Radioproteksi dari Bahan Alami Penelitian dalam usaha mendapatkan bahan aktif alami untuk menangkal bahaya radiasi berawal dari “Manhattan Project” yang dilakukan di Walter Reed Army Research Institute USA. Projek tersebut membuat dan mengeksplorasi sekitar 4 500 bahan alam dengan tujuan menangkal bahaya yang diakibatkan oleh radiasi. Amifostin merupakan satu-satunya bahan sintetis yang memiliki
24
kemampuan proteksi dari hasil riset tersebut. Amifostin akan melindungi jaringan normal dari paparan radiasi ionisasi (toksisitas akut) pada pasien yang menjalani radioterapi kanker (Maurya et al. 2006). Penelitian pengembangan obat anti radiasi (radioprotektor) saat ini telah berjalan lebih dari 6 dekade. Bidang yang turut berperan dalam pengembangan radioprotektor melingkupi bidang seluler, biologi molekuler, kimia sintetis dan biokimia. Bahan radioprotektor yang aman dan efektif non-toksik hingga saat ini terus dikembangkan dan belum satupun bahan maupun kombinasi yang sudah dihasilkan (Maurya et al. 2006). Data beberapa hasil publikasi penggunaan tanaman/herbal sebagai bahan anti radiasi sebagaimana pada Tabel 10, Tabel 11, Tabel 12, dan Tabel 13.
Tabel 10 Tanaman yang memiliki efek radioproteksi* Tanaman Acanthopanax senticosus (Shigoka) Acorus calamus
Aegel marmelos
Allium sativum (Garlic, Lahsuna)
Aloe vera (Gritkumari)
Sifat Efek radioprotektif Medisinal/manfaat Melindungi terhadap radiasi yang menekan hematopoesis
Miyanomae & Friendel (1988)
-
Melindungi terhadap radiasi pada perkembangan neurofisiologi prenatal Mengurangi gejala kesakitan radiasi dan meningkatkan daya hidup mencit. Kemungkinan memiliki kemampuan untuk menangkal radikal bebas dan meningkatkan GSH dan enzim antioksidan lainnya Mengurangi frekuensi mikronuklei pada sel darah tepi limfosit manusia Melindungi kerusakan kromoson secara in-vivo pada radiasi sinar-
Chetana et al. 2004
Melindungi kulit mencit Swiss
Gehlot & Saini 2004,
Efek antikanker
Antimikroba, kardioprotektif, antiartritis, hipoglikemik, antitrombatik Efek antikanker
Aspalanthus linearis (Rooibos tea)
* Sumber: Maurya et al. (2006)
Sumber
Jagetia et al. 2004
Jagetia et al. 2003c
Singh et al. 1996, Singh et al. 1995
Melindungi usus mencit Swiss Gehlot & Saini 2004, terhadap kerusakan mukosa yang terpapar radiasi Mengurangi frekuensi MNRET Shimoi et al. 1996 selama terpapar radiasi sinar-
25
Tabel 11 Tanaman yang memiliki efek radioproteksi* (lanjutan) Tanaman Asparagus racemosus (Shatavari)
Centella asiatica
Citrus aurantium var. amara
Dang-Gui-ShaoYao-San (DGSYS) Emblica officinalis (Amalaki)
Lycium chinense
Mentha piperata
Myristica fragrans
Sifat Efek radioprotektif Medisinal/manfaat Mengurangi efek Melindungi mitokondria stres terhadap lipid peroksidasi, protein oksidasi, dan deplesi protein thiol serta tingkat SOD selama terpapar radiasi Memiliki sifat Melindungi kehilangan rasa persembuhan (taste) pada mencit yang dipapar jaringan yang radiasi sangat baik Mengurangi kelainan fungsi otak prenatal saat terpapar radiasi Meningkatkan daya hidup mencit yang disuplementasi dosis letal dan mengurangi kehilangan berat badan Kaya vitamin C dan Mengurangi frekuensi eritrosit Karotenoid dengan micronucleated polychromatic dan eritrosit dengan normochromatic. Melindungi sumsum tulang mencit dengan faktor 2.2 dalam melawan efek samping dari radiasi sinarMencegah kerusakan hematopoetik yang disebabkan dosis radiasi subletal Antibakterial, Pre-treatmen menghambat mortality dan meningkatkan antiradang, mengurangi stres perlindungan terhadap perubahan yang merusak pada mukosa usus mencit oleh radiasi Meningkatkan TNF-g dan IL-1 dan mencegah kerusakan lambung oleh radiasi Melindungi sumsum tulang dari kematian sel terhadap paparan radiasi Perisa rasa mint Meningkatkan daya hidup mencit Sediaan minyak dapat melindungi persentase daya hidup dan parameter darah mencit Suplementasi peroral sebelum dipapar radiasi sinar- dapat melindungi terhadap kerusakan kromosom sel sumsum tulang dengan nilai DRF 1.78 Melindungi testis mencit dari radiasi sinar- dengan menghambat TBARS dan meningkatkan jumlah GSH
* Sumber: Maurya et al. (2006)
Sumber Kamat et al. 2000b
Shobi & Goel 2001
Sulochana et al. 2004
Sharma & Sharma 2002
Hosseinimehr et al. 2003
Hsu & Lin 1996
Jindal et al. 2004
Bhattacharya et al. 2004 Hsu et al. 1999
Samarth & Kumar 2003b Samarth et al. 2004
Samarth & Kumar 2003a
Sharma et al. 2005
26
Tabel 12 Tanaman yang memiliki efek radioproteksi* (lanjutan) Tanaman Ocimum sanctum (Tulsi)
Panax ginseng
Sifat Medisinal/manfaat Antikanker, antimicrobial, stimulan
Kardioprotektif
Phyllanthus amarus Antidiabetes
Podophyllum hexandrum
Antitumor
Amaranthus paniculatus (Rajgira)
-
Rubia cordifolia
Mengaktifkan platelet
Si-jun-zi-tang
Tonik energi
Si-wu-tang
Suplemen pembangun darah
Syzygium cumini (Jamun)
Antidiabetes
* Sumber: Maurya et al. (2006)
Efek radioprotektif
Sumber
Ekstrak air mampu meningkatkan daya hidup mencit dengan nilai DMF 1.8 Meningkatkan proteksi sumsum tulang Meningkatkan jumlah kripta jejunum, terbentuknya koloni endogen limpa, dan mengurangi frekuensi apoptosis oleh induksi radiasi Meningkatkan total sel darah putih (WBC), sel-sel sumsum tulang, dan aktifitas g-esterase. Meningkatkan enzim-enzim antioksidan seperti CAT, SOD, GST, GPx dan GR baik dalam darah maupun jaringan yang menurun oleh radiasi Melindungi kromosom mencit terhadap kerusakan oleh radiasi Meningkatkan kadar GST dan SOD hati, kadar SOD usus dan daya hidup mencit Melindungi plasmid pBR 322 DNA dari kerusakan akibat radiasi Mencegah kerusakan neuronal tikus postnatal yang dipapar radiasi inutero Suplemetasi peroral ekstrak Rajgira 800mg/kg berat badan/hari selama 15 hari memiliki efektifitas dosis radiasi dengan faktor 1.36 Melindungi plasmid pBR 322 DNA dari kerusakan rantai dan kerusakan membran mikrosom dan mitokondria dari lipid peroksidasi akibat paparan sinarMelindungi kripta jejunum dan meningkatkan formasi endogenus limpa, mengurangi frekuensi apoptosis oleh radiasi Melindungi sel-sel sumsum tulang mencit Melindungi kripta jejunum dan meningkatkan formasi endogenus limpa, mengurangi frekuensi apoptosis oleh radiasi Ekstrak daun dapat mengurangi terbentuknya mikronuklei pada limfosit darah tepi manusia akibat paparan radiasi Penundaan onset mortality dan mengurangi gejala kesakitan radiasi
Uma-Devi & Ganasoundari 1995 Ganasoundari et al. 1998 Kim et al. 2001
Kumar & Kuttan 2004
Uma-Devi et al. 2000b Mittal et al. 2001
Chaudhary et al. 2004 Sajikumar & Goel 2003 Krishna & Kumar 2005
Shah et al. 2004
Lee et al. 1999
Hsu et al. 1996 Lee et al. 1999
Jagetia & Baliga 2002a
Jagetia & Baliga 2003a
27
Tabel 13 Tanaman yang memiliki efek radioproteksi* (lanjutan) Tanaman Terminalia chebula
Tinospora cordifolia (Guduchi)
Zingiber officinale
Sifat Efek radioprotektif Sumber Medisinal/manfaat Antibakterial, Melindungi plasmid pBR 322 DNA Gandhi & Nair 2005 mengurangi efek stres dan leukosit darah tepi manusia Menghambat lipid peroksidasi Naik et al. 2004 dalam kromosom sel hati tikus oleh radiasi sinar- dan kerusakan mitokondria sel hati tikus oleh enzim SOD, kerusakan ikatan plasmid pBR 322 DNA oleh induksi sinarAntibakterial, Meningkatkan daya hidup mencit Pahadiya & Sharma antihiperglikemik, dan memodulasi respon makrofag 2003 mengurangi efek terhadap radiasi racun dari cyclophosphamide, meningkatkan keberhasilan tindakan bedah Mengurangi kerusakan sel-sel hati Goel et al. 2004 oleh radiasi, Melindungi mencit Swiss albino terhadap kecelakaan radiasi dan meningkatkan berat badan Suplementasi sebelum radiasi mempertahankan daya hidup hingga 76.3% dalam 30 hari, dimana tanpa suplementasi terjadi 100% kematian, mencegah kehilangan berat badan. Mengembalikan jumlah total limfosit dan meningkatkan populasi pada fase-S yang berkurang setelah terpapar 2 Gy Antiradang, Mengurangi keparahan kesakitan Jagetia et al. 2003a antikanker, antistres, radiasi dan mortaliti. Melindungi antiproliferasi mencit dari sindrom gastrointestinal dan sumsum tulang
* Sumber: Maurya et al. (2006)
Formulasi bahan alam di beberapa daerah di India sudah dikombinasikan dengan memberikan berbagai manfaat yang teruji secara ilmiah pada hewan coba (Maurya et al. 2006). Bahan alam kombinasi untuk bahan anti radiasi sebagaimana pada Tabel 14 dan Tabel 15.
28
Tabel 14 Efek radioprotektif formulasi beberapa bahan herbal alam* Tanaman / Dosis Abana (polyherbal) 20 mg/kg berat badan
Bu-zhong-yiqi-tang (formulasi dari China) Cystone (obat herbal Ayurveda)
Komposisi Utama Arjuna (Terminala arjuna) Gotu-Kola (Centella asiatica) Ashwagandha (Withania somnifera)
-
Indian madder (Rubia cordifolia) Shilapushpa (Didymocarpus pedicellata) Pasanavheda (Saxifrago ligulata) Umbrella’s edge (Cyperus scariosus) Rough Chaff tree (Achyranthes aspera) Guduchi (Tinospora cordifolia) Geriforte Chyavan-prash (polyherbal) Aswagandha 10 mg/kg (Withania berat badan somnifera) India Gooseberry (Emblica officinalis) Cow-itch plant (Mucuna urens)
Sifat Medisinal/ Sumber Efek radioprotektif manfaat radiasi Menurunkan SinarMencit yang diterapi tekanan darah dengan beberapa dosis dan penyakit abana mengalami penundaan onset kardiovaskular lainnya mortality dan gejala kesakitan radiasi
-
-
Menjaga ginjal dan fungsi urinary pada kondisi efisiensi yang optimum
Efek anti Sinarpenuaan dan meningkatkan fungsi hormonal
* Sumber: Maurya et al. (2006)
Sumber Jagetia et al. 2003b
Pre-tretmen dengan abana sebelum diradiasi menunda onset mortality dan mengurangi gejala kesakitan radiasi. Terlihat adanya proteksi pada sel-sel sistem gastrointestinal dan hematopoetik Proteksi usus dan organ hematopoetik terhadap kerusakan yang disebabkan oleh radiasi Mencit yang diterapi dengan beberapa dosis cystone pada 5 hari sebelum diradiasi terjadi penundaan onset mortality dan mengurangi gejala kesakitan radiasi
Baliga et al. 2004
Penundaan onset mortality dan mengurangi kesakitan radiasi. Melindungi gastrointestinal dan sumsum tulang dari kematian sel dengan DRF of 1.14
RaviKiran et al. 2004
Kim et al. 2002
Jagetia & Baliga 2002b
29
Tabel 15 Efek radioprotektif formulasi beberapa bahan herbal alam* (lanjutan) Tanaman / Komposisi Dosis Utama Mentat Brahni (Bacopa (polyherbal) monniera) Gotu-Kola (Centella asiatica) Musk root (Adoxa moschatellina) Arjuna (Terminalia arjuna) Triphala Terminalia (formulasi chebula Ayurveda) Phyllanthus emblica (Emblica officinalis) Terminalia bellerica
Y Rad A (formulasi herbal)
-
Sifat Sumber Medisinal/manfaat radiasi Meningkatkan daya ingat dan meminimalkan kekurangan bahanbahan yang berhubungan dengan penuaan
Anti bacterial, anti Sinarmalarial, anti fungal, anti allergic, anti viral
-
-
Efek radioprotektif
Sumber
Pemberiaan 5 hari Jagetia & sebelum diradiasi Baliga menunda onset 2003b mortality dan mengurangi gejala kesakitan radiasi, melindungi terhadap gastrointestinal sindrom
Menunda mortality oleh radiasi dan mengurangi gejala kesakitan radiasi. meningkatkan proteksi terhadap kematian sel gastrointestinal dan hematopoetik Melindungi sel normal dari pada sel tumor pada kultur sel Melindungi parameter darah dan mengurangi jumlah mikronuklei. Menghambat lipid peroksidasi dan mengurangi kadar glutathione dalam sel darah merah
Jagetia et al. 2002
Shandhya & Mishra 2004 Tripathi et al. 2004
* Sumber: Maurya et al. (2006)
Kombinasi bahan alam dengan senyawa sintetis juga mulai dipadukan untuk memperoleh hasil yang lebih baik dalam tingkat proteksi terhadap berbagai kerusakan yang diakibatkan oleh radiasi ionisasi. Hasil berbagai pengujian kombinasi bahan alam dengan senyawa sintetis pada hewan coba sebagaimana pada Tabel 16, Tabel 17 dan Tabel 18.
30
Tabel 16 Efek radioprotektif komponen bahan alam dan semi-alam* Komponen Alam Vitamin C
Efek Radioprotektif Menghambat tingginya kadar lipid peroksidasi dan kadar enzim antioksidan yang diinduksi oleh radiasi Melindungi mencit dari kesakitan akibat radiasi, mortality, dan meningkatkan persembuhan luka setelah terpapar sinar- seluruh tubuh Kafein Melindungi mitokondria hati tikus dari kerusakan akibat agen yang beracun Menghambat aberasi kromosom pada sel-sel sumsum tulang mencit -karoten Menghambat terbentuknya mikronuklei akibat radiasi sebagaimana yang terjadi pada PCEs/NCEs dan indeks mitosis sumsum tulang Menghambat frekuensi MN splenosit, retikulosit dan spermatid pada mencit kecuali pada sumsum tulang Khlorofillin Melindungi membran mitokondria terhadap radiasi sinarMelindungi sel-sel sumsum tulang mencit terhadap terbentuknya sister chromatid exchange (SCE) oleh radiasi sinarMemiliki efek proteksi radiasi pada sel somatic lalat Drosophila Mengurangi terjadinya micronucleated polychromatic erythrocyte dalam sumsum tulang selama terpapar sinarKurkumin Memiliki efek konduktif terhadap persembuhan luka akibat radiasi. Melindungi mikrosom hati tikus terhadap lipid peroksidasi oleh paparan radiasi Sistamin Melindungi komposisi asam lemak terhadap perubahan yang disebabkan oleh radiasi Memperbaiki sistem homeopoesis akibat radiasi Eugenol Sangat efektif mencegah kerusakan membran dan sel pada thymocytes yang diradiasi Asam Ferulat Melindungi plasmid pBR322 DNA secara in-vitro, leukosit darah dan sel-sel sumsum tulang mencit secara in-vivo, juga meningkatkan proses perbaikan DNA pada leukosit darah mencit secara in-vivo terhadap kerusakan yang disebabkan oleh radiasi sinarGenistein Pada dosis non-toksik memiliki manfaat perlindungan terhadap kecelakaan radiasi akut Glutathione (GSH) Memiliki efek proteksi pada kultur sel Memiliki efek proteksi secara in-vivo pada hewan model Asam Glycyrrhizic Melindungi DNA terhadap kerusakan plasmid pBR322 secara in-vitro, leukosit darah tepi manusia ex-vivo dan sel-sel sumsum tulang secara in-vivo terhadap radiasi sinarL-lisin Melindungi RBC manusia terhadap hemolisis dan meningkatkan daya hidup mencit Swiss akibat radiasi
* Sumber: Maurya et al. (2006)
Sumber Jagetia 2004 Mallikarjuna-Rao & Jagetia 2004 Kamat et al. 2000a Kesavan & Natarajan 1985 El-Habit et al. 2000 Slyshenkov et al. 1999 Konopcka et al. 1998 Salvadori et al. 1996 Boloor et al. 2000 Morales-Ramirez & Garcia-Rodriquez 1994 Pimentel et al. 1999 Abraham et al. 1994
Jagetia & Rajanikant 2004
Ramanathan & Misra 1976 Vacck et al. 1992 Pandey & Mishra 2004 Maurya et al. 2005b
Landouer et al. 2003 Saunders et al. 1991 Grozdov 1987 Gandhi et al. 2004
Bagewadikar et al. 2004
31
Tabel 17 Efek radioprotektif komponen bahan alam dan semi-alam* (lanjutan) Komponen Alam Mangiferin
Naringin
Orientin
Sesamol Tocopherol Monoglucoside (TMG) g-tocopheryl succinate (g-TS) Trigonelin Troxerutin
Vanilin
Vicenin
Efek Radioprotektif Mengurangi kerusakan akibat radiasi dan meningkatkan perbaikan rantai ganda DNA pada limfosit darah tepi manusia Melindungi kestabilan genom dari terbentuknya mikronuklei dan aberasi kromosom sumsum tulang mencit akibat radiasi Menghambat terbentuknya lipid peroksidasi selama terpapar radiasi sinarMelindungi sel limfosit manusia dari clastogenic akibat radiasi Dosis 50µg/kg berat badan memiliki nilai DMF 1.6 untuk daya hidup stem cell, spleen colony (CFU-S) eksogen Melindungi fetus dari kerusakan dan ketidakstabilan genom akibat radiasi Mengurangi jumlah mikronuklei dan disentris sel limfosit manusia akibat radiasi sinarMengurangi clastogenicity oleh radiasi pada sumsum tulang mencit saat diberikan setelah diradiasi Melindungi DNA seluler pada jaringan normal seperti hati, limpa, darah dan sumsum tulang yang dipapar dengan sinarMeningkatkan kadar kerusakan kromosom pada sel kanker, melindungi jaringan normal dari kerusakan akibat radiasi sinarMelindungi plasmid pBR322 DNA dan sel Saccharomyces serevisiae terhadap radiasi sinarMelindungi kelenjar saliva dan mukosa setelah pemberian troxerutin kombinasi kumarin pada pasien yang menjalani radioterapi kanker kepala dan leher Menghambat terbentuknya lipid peroksidasi pada membran organel-organel sel seperti halnya jaringan normal dari pada jaringan tumor pada mencit yang dipapar radiasi sinar- . Juga melindungi DNA leukosit darah dan sel-sel sumsum tulang mencit selama diradiasi seluruh tubuh dan tidak terjadi pada sel-sel tumor Meningkatkan proses perbaikan DNA pada leukosit darah mencit secara in-vivo Menekan terjadinya aberasi kromosom akibat sinar-X pada sel-sel V79 secara in-vitro Menekan terjadinya aberasi kromosom akibat sinar-X pada sel-sel V79 secara in-vivo pada mencit Menghambat lipid peroksidasi oleh radiasi selama terpapar sinarMelindungi sel limfosit manusia terhadap efek clastogenic akibat radiasi Dosis 50µg/kg berat badan memiliki nilai DMF 1.6 untuk daya hidup stem cell, spleen colony (CFU-S) eksogen Melindungi fetus dari kerusakan dan keidakstabilan genom akibat radiasi
* Sumber: Maurya et al. (2006)
Sumber Venkatesha et al. 2004
Jagetia & Reddy 2002 Jagetia et al. 2003d Uma-Devi et al. 2000a Vrindra & Uma-devi 2001 Nayak & Uma-devi 2005 Uma-Devi & Satyamitra 2004 Rajendra-Prasad et al. 2004 Satyamitra et al. 2003 Nair et al. 2004
Sarria & Prasad 1984
Nemavarkar et al. 2004 Grotz et al. 1999
Maurya et al. 2004
Maurya et al. 2005a Keshava et al. 1998 Sasaki et al. 1990 Uma-Devi et al. 2000 Vrinda & Uma-Devi 2001 Nayak & Uma-Devi 2005 Uma-Devi & Satyamitra 2004
32
Tabel 18 Efek radioprotektif komponen bahan alam dan semi-alam* (lanjutan) Komponen Alam Vinblastine sulfate Vutamin E (g-Tocopherol)
Efek Radioprotektif Melindungi jaringan normal terhadap kerusakan rantai DNA akibat radiasi Melindungi kripta usus tikus Mengurangi frekuensi mikronuklei dan aberasi kromosom pada sel-sel sumsum tulang. Melindungi parameter darah
Sumber Rajagopalan et al. 2003 Felemoviious et al. 1995 Sarma & Kesavan 1993
* Sumber: Maurya et al. (2006)
Antioksidan Antioksidan merupakan substrat yang secara signifikan mampu menunda atau mencegah terjadinya proses oksidasi (Halliwell 1990). Beberapa laporan ilmiah menyatakan bahwa antioksidan golongan senyawa fenol berpotensi sebagai antioksidan yang dapat menetralkan radikal bebas secara langsung (Rice-Evans et al. 1995). Antioksidan berupa senyawa flavonoid dapat diperoleh dari tanaman dan buah-buahan (Wang et al. 1996; Heinonen et al. 1998). Antioksidan melindungi perubahan onkogenik akibat induksi radiasi (Borek 2004). Bahan-bahan sintetis maupun alami terus diteliti karena manfaatnya dalam perlindungan terhadap kerusakan oleh irradiasi (Nair et al. 2004). Suplementasi fitokimia termasuk dalam polifenol, flavonoid, sulfidril, ekstrak tanaman dan imunomodulator merupakan antioksidan dan radioprotektif yang terbukti secara ilmiah (Jeong et al. 2003; Tawfik et al. 2006). Komponen fenol atau polifenol merupakan satu dari sekian banyak komponen yang terkandung dalam tanaman. Senyawa fenol yang terkandung dalam tanaman saat ini sudah diketahui lebih dari 8000 jenis. Polifenol merupakan produk sekunder hasil dari proses metabolisme tanaman. Golongan polifenol tanaman paling utama sebagaimana pada Tabel 19. Struktur polifenol alami sangat bervariasi dari molekul yang sederhana seperti asam fenolik hingga komponen hasil polimerisasi seperti tanin (Harborne 1980).
33
Tabel 19 Komponen senyawa fenolik utama pada tanaman* Jumlah Atom Rantai Utama Golongan Karbon 6 C6 Simple phenols Benzoquinones 7 C6-C1 Phenolic acids 8 C6-C2 Acetophenones Tyrosine derivatives Phenylacetic acids 9 C6-C3 Hydroxycinnamic acids Phenylpropenes Coumarins Isocoumarins Chromones 10 C6-C4 Naphthoquinones 13 C6-C1-C6 Xanthones 14 C6-C2-C6 Stilbenes Anthraquinones 15 C6-C3-C6 Flavonoids Isoflavonoids 18 (C6-C3)2 Lignans Neolignans 30 (C6-C3-C6)2 Biflavonoids n (C6-C3)n Lignins Catechol melanins (C6)n Flavolans (Condensed (C6-C3-C6)n Tannins)
Contoh Catechol, hydroquinone 2,6-Dimethoxybenzoquinone Gallic, salicylic 3-Acetyl-6-methoxybenzaldehyde Tyrosol p-Hydroxyphenylacetic Caffeic, ferulic Myristicin, eugenol Umbelliferone, aesculetin Bergenon Eugenin Juglone, plumbagin Mangiferin Resveratrol Emodin Quercetin, cyanidin Genistein Pinoresinol Eusiderin Amentoflavone
*Sumber: Urquiaga & Leighton (2000)
Aktifitas antioksidan bekerja maksimal jika cincin B disubsitusi dengan 2 gugus hidroksil dalam susunan ortho-diphenolic (Gambar 13A). Adanya gugus OH ke-3 dalam cincin B justru tidak meningkatkan efektifitas antioksidan dalam melawan radikal bebas (Rice-Evans et al. 1995).
Gambar 13 Struktur antioksidan. A. Struktur dasar inti flavonoid, B. Struktur kimia polifenol (antioksidan). Sumber: Rice-Evans et al. 1995.
34
Sumber utama komponen antioksidan dapat berasal dari berbagai jenis bahan tanaman (Ramarathnam et al. 1997). Komponen utama polifenol yang diambil dari bahan makanan diantaranya seperti vitamin C, vitamin E, dan karoten (Vinson et al. 1995). Aktifitas antioksidan senyawa fenol berupa sifat redok yang mengurangi agen, menyumbangkan atom H, dan membentuk ikatan tunggal O (Rice-Evans et al. 1995).
Gambar 14 Struktur dasar flavonoids (C6-C3-C6) dan sistem penomoran atom karbon pada struktur intinya. Sumber: Harborne 1980.
Flavonoids merupakan komponen utama yang terkandung dan terdistribusi secara menyeluruh pada senyawa fenol tanaman. Struktur utama berupa diphenylpropanes (C6-C3-C6) dan tersusun atas 2 cincin aromatik yang terhubung secara langsung pada 3 atom karbon dan biasanya dalam bentuk oxygenated heterocycle (Harborne 1980). Struktur dasar dan sistem penomoran atom karbon pada inti flavonoid sebagaimana terlihat pada Gambar 14. Variasi struktur cincin terbagi dalam beberapa kelompok diantaranya adalah: flavonols, flavones, flavanols, isoflavones, antocyanidins dan lainnya. Flavonoid merupakan komponen non-nutrisi yang terkandung dalam tanaman (Hertog et al. 1992). Flavonoid dan komponen fenol lainnya dari tanaman secara khusus diperoleh dari daun, bunga, dan batang seperti akar dan kulit kayu (Larson 1988). Flavonoid memiliki aktifitas antioksidan dan
35
penetralisir radikal bebas, anti mutagenik dan anti karsinogenik (Meltzer & Malterud
1997).
Akan
tetapi,
suplementasi
antioksidan
berlebih
akan
mengakibatkan terjadinya mutagenik atau aktifitas pro-oksidasi yang akan menghambat fungsi enzim-enzim penting pada proses metabolisme hormon (Skibola & Smith 2000).
Rosela (Hibiscus sabdariffa L.) Tanaman rosela (Hibiscus sabdariffa L.) merupakan tanaman yang tumbuh subur di wilayah tropis. Tanaman ini di Indonesia dikenal dengan sebutan Rosela dan di Malaysia disebut dengan Asam Paya atau Asam Susur. Sedangkan dinegara lain di Asia disebut dengan meWta/meshta di India, chin baung di Myanmar dan krajeab di Mesir, Arab Saudi dan Sudan dikenal dengan Karkade sedangkan di China disebut dengan ┪
(Luo Shen Hua) (Dalziel 1973; Farombi-Olatunde
2003).
Gambar 15 Tanaman rosela (Hibiscus sabdariffa L.). Sumber: Karim 2011.
Rosela dipanen sebagai bahan rami pada umur 6 bulan. Daun tanaman terdiri dari 3-5 lobus dengan panjang 8-15 cm. Tinggi tanaman dapat mencapai 22.5 m dan bunga memiliki diameter 8-10 cm berwarna putih hingga merah kekuningan dengan bintik merah gelap. Lebar bunga mencapai 1.5-2 cm hingga 33.5 cm. Buah (kalik) yang sudah matang berwarna merah segar (Gambar 15) (Dalziel 1973).
36
Rosela memiliki klasifikasi sebagai berikut (Widyanto & Nelista 2009): Divisi
: Spermatophyta
Sub divisi
: Angiospermae
Kelas
: Dicotiledoniae
Ordo
: Malvales
Famili
: Malvaceae
Genus
: Hibiscus
Spesies
: Hibiscus sabdariffa Linn.
Phyto Kimia Tanaman rosela (Hibiscus sabdariffa L.) banyak mengandung anthocyanin dan vitamin C. Sediaan kering dari ekstrak bunga mengandung flavonoid seperti gossypetin, hibiscetine dan sabdaretine (Tabel 20). Sebagian besar pigmen dari bunga terdiri dari hibiscin yang telah di identifikasi sebagai daphniphylline (Falade et al. 2005; Maryani & Kristiana2005; Muller & Franz 1992). Delphinidin 3-monoglucoside, cyanidin 3-monoglucoside (chrysanthenin) dan delphinidin juga teridentifikasi dalam jumlah kecil (Chau et. al. 2000; Pau et.al. 2002). Alkaloid, asam L-askorbat, anisaldehid,
-karoten, -sitosterol, asam sitrat, cyanidin-3
rutinosid, galaktosa, mukopolisakarida, pektin, asam protokatekuik, polisakarida, kuersetin, asam stearat, dan lilin (Mozaffari-Khosravi et al. 2009). Tabel 20 Kandungan senyawa kimia dalam bunga rosela* Nama Senyawa Campuran asam sitrat dan asam malat Anthocyanin yaitu gossipetin (hydroxyflavone) dan hibiscin Vitamin C Protein; - Berat segar - Berat kering
Jumlah 13% 2% 0,004-0,005% 6,7% 7,9%
*Sumber: Maryani & Kristiana (2005)
Maryani & Kristiana (2005), melaporkan bahwa komposisi kandungan bahan nutrisi pada bunga rosela segar diantaranya mengandung 44 kalori, 1.6 gram protein, 0.1 gram lemak, 11.1 gram karbohidrat dan 2.5 gram serat, 1.0 gram abu serta bahan penting lainnya (Tabel 21).
37
Tabel 21 Kandungan gizi bunga rosela segar per 100 gram* Nama Senyawa Kalori Air Protein Lemak Karbohidrat Serat Abu Kalsium Fosfor
Jumlah 44 kal 86,2 % 1,6 g 0,1 g 11,1 g 2,5 g 1,0 g 160 mg 60 mg
Nama Senyawa Besi Betakarotein Vitamin C Tiamin Riboflavin Niasin Sulfida Nitrogen
Jumlah 3,8 mg 285 mg 14 mg 0,04 mg 0,6 mg 0,5 mg -
*Sumber: Maryani & Kristiana (2005)
Mulyani et al. (2011), menyatakan bahwa aktifitas antioksidan ekstrak dari kalik bunga rosela memiliki aktifitas antoksidan (IC50) menggunakan pelarut air panas adalah sebesar 21.2 µg/mL, pelarut metanol, etil asetat, dan butanol berturut-turut 121.03 µg/mL, 144.03 µg/mL dan 137.14 µg/mL (Tabel 22). Potensi rosela sebagai agen dalam proteksi sel terhadap paparan radiasi cukup besar karena aktifitas antioksidan yang cukup tinggi. Tabel 22 Aktifitas antioksidant rosela (Hibiscus sabdariffa L.) dengan media ekstraksi berbeda 1
No
Sampel Vitamin C
2
Ekstrak dalam air panas
3
Ektrak methanol
4
Ekstrak etil asetat
5
Ekstrak butanol
6
Ekstrak air
Konsentrasi (µg/mL) % penghambatan 40 96.209 96.156 30 20 96.103 10 74.406 200 89.921 87.976 100 50 82.392 10 26.351 200 87.310 100 20.012 50 5.760 10 4.250 200 60.777 100 37.401 50 17.122 10 1.682 200 63.267 100 36.794 50 21.130 10 0.508 200 15.961 100 11.906 50 1.457 10 1.275
*Sumber: Mulyani et al. (2011)
IC50 (µg/mL) 2.061
21.2
121.03
144.03
137.14
9675.09
38
Pemanfaatan Rosela dalam Dunia Medis Tanaman Rosela (Hibiscus sabdariffa L.) telah dimanfaatkan sebagai bahan obat tradiasional untuk mengobati penyakit seperti hipertensi, infeksi saluran perkemihan, dan kardioprotektif (Wang et al. 2000; Odigie et al. 2003; dan Olaleye 2007), sebagai antioksidan dan memiliki efek hepatoprotektif (Ali et al. 2005; Amin & Hamza 2005). Di Meksiko termasuk juga di Afrika dan Asia, masyarakat telah memanfaatkan rosela untuk berbagai pengobatan (MozaffariKhosravi et. al. 2009). Ekstrak rosela dapat digunakan sebagai diuretik, laksatif ringan, anti kanker serta untuk terapi penyakit syaraf dan penyakit jantung (Drugs.com 2009).
Kultur Jaringan Tehnik kultur jaringan telah diperkenalkan pada awal abad ke-20. Metode ini merupakan cara terbaik dalam mempelajari sifat, tingkah laku dan karakteristik sel hewan tanpa adanya variasi respon individu sebagaimana terjadi pada uji in vivo. Respon individu pada uji in-vivo terjadi karena respon homeostasis tubuh. Sel hidup yang berasal dari jaringan akan terus tumbuh dan berkembang jika suplay nutrisi dan growth factor terpenuhi, hal inilah yang disebut dengan kultur sel. Proses ini berlangsung secara in-vitro (petri disc) yang berbeda dengan kondisi dalam tubuh hewan (in-vivo). Dalam kultur jaringan hanya membutuhkan satu sel sebagai unit individu yang menyerupai mikroorganisme lainnya seperti bakteri dan jamur. Sel ini memiliki kemampuan untuk membelah (mitosis) dan populasi sel akan terus bertumbuh sampai pada batas tertentu sampai jumlah nutrisi yang ada tidak cukup bagi sel untuk terus hidup. Dengan demikian kondisi lingkungan (media) harus dikontrol dengan baik untuk mempertahankan perkembangan dan pertumbuhan sel kultur (Freshney 2005). Penggunaan tehnik kultur sel sangat luas, diantaranya tidak terbatas untuk: 1) mengetahui fisiologi dan biokimia sel, seperti sistem metabolisme dengan menggunakan radioaktif sebagai label pada substrat dan dapat diamati tahapan produk yang dihasilkan, 2) mengetahui pengaruh zat terhadap tipe sel spesifik, seperti metabolit hormon atau growth factor yang menyebabkan toksisitas dan mutagenik pada sel, 3) memproduksi jaringan buatan dengan kombinasi beberapa
39
jenis sel spesifik, seperti kulit sintetis untuk luka bakar, 4) memproduksi material biologi dalam jumlah yang besar, seperti pembuatan protein spesifik untuk propagasi sel hewan (Gambar 16)
Gambar 16 Bidang-bidang aplikasi metode kultur sel/jaringan. Sumber: Freshney 2005.
Ada beberapa keunggulan dan kekurangan didalam teknik kultur jaringan. Keunggulan teknik kultur diantaranya adalah: 1) faktor fisiko-kimia dapat dikontrol dan kondisi fisiologis sel dapat dipertahankan konstan, 2) sampel homogen; heterogenitas kandungan sel dapat dihomogenkan dalam 1-2 pasase, 3) ekonomis; sel dapat terpapar dan langsung mengakses reagen (zat) yang diuji sehingga kebutuhan sampel yang diuji relatif sedikit. Sedangkan kekurangan dari teknik kultur jaringan
diantaranya: 1) memerlukan keahlian dan ketrampilan
khusus, 2) jumlah sel yang dihasilkan terbatas, 3) sel lestari kadang-kadang kurang stabil (Djuwita 2003). Sel limfosit merupakan sel darah putih dan menjadi bagian dari sistem pertahanan bagi mamalia. Sel limfosit jaringan dapat diperoleh dari organ timus (thymic) dan limpa (spleenic) sebagai organ hematopoetik (Klein et al. 2006)). Sel limfosit sering dipergunakan untuk mempelajari respon berbagai senyawa bioaktif terhadap sistem imun secara in-vitro maupun in-vivo. Kultur primer (primary cells) dapat diperoleh dengan cara “eksplantasi jaringan” ataupun
40
dengan jalan mengkultur suspensi sel yang diperoleh dari disagregasi jaringan. Sel primer adalah kultur sel yang berasal dari organ hewan dan jaringan. Sel primer memiliki masa hidup yang pendek di laboratorium setelah mengalami beberapa kali lintasan (pasase) dan akhirnya mati. Kerusakan mekanis maupun enzimatis harus diusahakan seminimal mungkin agar sel dapat bertahan hidup lebih lama. Jika primary-cells dikembangkan terus dan diseleksi dengan cara “clonning” maka akan diperoleh suatu tipe sel yang tetap yang disebut dengan cell-strain. Jenis sel ini telah mengalami subkultur minimal 100 kali secara in vitro. Selanjutnya, jika cellsstrain ini mengalami proses tranformasi (secara spontan atau mengalami perubahan pada karyotipe, morfologi pertumbuhan kandungan selnya) yang menjadi sel tersebut immortal maka sel tersebut telah menjadi cells-line atau sel lestari (Fahrudin 2003).
Hewan Percobaan Mencit (Mus musculus domesticus dan Mus musculus musculus) merupakan hewan laboratorium yang sangat populer untuk penelitian dalam bidang biologi dan fisiologi (Gambar 17). Hal ini dikarenakan mencit merupakan mamalia yang memiliki kemiripan secara homolog dengan manusia. Beberapa keturunan generasi dapat diamati dalam waktu yang singkat karena umur hidupnya 18-30 bulan, berat badan 20-40 gram pada jantan dan 22-63 pada betina (Meredith & Redrobe 2002).
Gambar 17 Mencit laboratorium strain ddy. Sumber: Farrier 2010.
41
Mencit memiliki klasifikasi ilmiah (Meredith & Redrobe 2002): Kelas
: Mamalia
Ordo
: Rodensia
Sub Ordo
: Anthropoidea
Infra Ordo
: Catarrhini
Super Famili : Murinae Famili
: Muridae
Genus
: Mus
Spesies
: Mus musculus
Sistem Hematopoetik Sistem hematopoetik adalah sejumlah organ dan jaringan yang bekerja untuk menghasilkan sel-sel darah. Organ-organ yang termasuk dalam sistem ini diantaranya adalah sumsum tulang, limpa, timus dan limfonodus (Blood et al. 2007; Abutarbush 2008). Sistem hematopoetik merupakan salah satu sistem yang sangat sensitif terhadap radiasi. Kerusakan pada sistem ini dapat berkembang menjadi sindrom hematopoetik hingga berakhir dengan kematian (Abouelella et al. 2007). Pendekatan yang dilakukan dalam bidang radioproteksi dan radiorekoveri meliputi beberapa mekanisme yang dapat mencegah terhadap kerusakan oleh paparan radiasi seperti halnya penghambatan pembentukan radikal bebas, meningkatkan penetralan radikal bebas, meningkatkan perbaikan DNA dan membran sel, mengganti sel-sel hematopoetik yang mati dan menstimulasi aktifitas sel tanggap kebal (Nübel et al. 2006).
Darah Darah merupakan jaringan ikat tubuh dengan komponen penyusun berupa sel darah dan cairan plasma darah (Gambar 18). Darah dalam tubuh memiliki volume 8-10% dari cairan tubuh. Darah terdiri daripada beberapa jenis korpuskula yang membentuk 45% bagian dari darah dan dinyatakan dalam nilai hermatokrit atau volume sel darah merah yang dipadatkan yang berkisar antara 40 sampai 47. Bagian 55% lain berupa cairan kekuningan yang membentuk medium cairan
42
darah disebut plasma darah. Fungsi utama darah adalah mengangkut oksigen, nutrisi, zat-zat sisa metabolisme, dan mengandung berbagai bahan penyusun sistem tanggap kebal yang bertujuan mempertahankan tubuh dari berbagai penyakit (Meyer & Harvey 2004).
Gambar 18 Perkiraan jumlah darah normal mamalia. Sumber: Meyer & Harvey 2004.
Korpuskula darah (Gambar 19) terdiri dari: a) Sel darah merah (RBC, red blood cells) atau eritrosit (99%). Eritrosit tidak mempunyai nukleus sel ataupun organel, akan tetapi beberapa spesies justru masih terdapat inti sel. Eritrosit mengandung hemoglobin dan berfungsi untuk mengedarkan oksigen ke dalam jaringan. Anemia merupakan penyakit yang disebabkan oleh kekurangan eritrosit (Thrall 2004; Hillman et al. 2010)). b) Keping-keping darah atau trombosit (0,6 - 1,0%) Trombosit bertanggung jawab dalam proses pembekuan darah.
43
c) Sel darah putih (WBC, white blood cells) atau leukosit (0,2%) Leukosit bertanggung jawab terhadap sistem imun tubuh dan bertugas untuk memusnahkan benda-benda asing dan berbahaya bagi tubuh, misal virus atau bakteri. Leukosit bersifat amuboid atau tidak memiliki bentuk yang tetap. Jumlah yang tinggi pada sel leukosit disebut dengan leukemia, sedangkan jumlah leukosit yang menurun disebut dengan leukopenia.
Gambar 19 Komponen darah perifer. A. Diagram hematopoetik (MedicineNet.com 2011), B. Gambaran sel darah perifer secara SEM (Scanning electromicroscope) (NCI 2011).
Perhitungan darah lengkap (CBC, complete blood count) merupakan suatu metode uji yang dilakukan untuk mengetahui kuantitas dan kualitas sel-sel dan plasma darah. CBC merupakan metode yang efektif untuk mengetahui kelainan dan kejadian penyakit (Willard & Tvedten 2004).
Sumsum Tulang Sumsum tulang (bone marrow, medulla ossea) adalah jaringan lunak pada rongga interior tulang sebagai tempat produksi sebagian besar sel darah yang baru (Gambar 20). Sumsum tulang terdiri atas dua jenis, yaitu: 1) sumsum merah sebagai jaringan myeloid. Sel darah merah (RBC, red blood cells), keping darah (trombosit), dan sebagian besar sel darah putih (WBC, white blood cells) dihasilkan dari sumsum merah; 2) sumsum kuning juga menghasilkan sel darah putih. Warna kekuningan pada sumsum kuning disebabkan oleh adanya sel-sel lemak didalamnya (Gambar 21).
Kedua tipe sumsum tulang ini banyak
mengandung pembuluh darah dan kapiler.
44
Gambar 20 Sumsum tulang. A. Sumsum tulang panjang femur (LPCH 2011), B. Skematis hepatopoietik sistem pada sumsum tulang dalam memproduksi berbagai tipe sel darah (Wikipedia.org 2011).
Gambar 21 Histopatologi sumsum tulang dengan pewarnaan Hematoxyline-Eosine (HE). Pembesaran 40x objektif. Sumber: Deltagen.com 2006.
Sewaktu lahir, semua sumsum tulang adalah sumsum merah. Seiring dengan pertumbuhan, semakin banyak sumsum merah yang berubah menjadi sumsum kuning. Orang dewasa memiliki rata-rata 2.6 kg sumsum tulang yang tersusun atas 50% sumsum merah. Sumsum merah ditemukan terutama pada tulang pipih seperti tulang pinggul, tulang dada, tengkorak, tulang rusuk, tulang punggung, tulang belikat, dan pada bagian lunak di ujung tulang panjang sperti femur dan humerus. Sumsum kuning ditemukan pada rongga interior bagian tengah tulang panjang. Pada keadaan sewaktu tubuh kehilangan darah yang sangat banyak, sumsum kuning dapat diubah kembali menjadi sumsum merah sebagai usaha untuk meningkatkan produksi sel darah.
45
Limpa Limpa adalah kelenjar tanpa saluran (ductless) yang berhubungan erat dengan sistem sirkulasi dan berfungsi menghancurkan sel darah merah tua. Limpa termasuk salah satu organ sistem limfoid, selain timus, tonsil, dan kelenjar limfe (Aughey & Frye 2001). Sistem limfoid berfungsi untuk melindungi tubuh dari kerusakan akibat zat asing. Sel-sel pada sistem ini dikenal dengan sel imunokompeten yaitu sel yang mampu membedakan sel tubuh dengan zat asing dan menyelenggarakan inaktivasi atau perusakan benda-benda asing. Sel imunokompeten terdiri atas sel utama yang aktif bergerak, yakni sel limfosit dan makrofag, dan sel utama menetap, yakni retikuloendotel dan sel plasma (Junquereira & Carneiro 1982).
Gambar 22 Posisi organ limpa dalam rongga abdomen. A. Nekropsi mencit untuk explorasi organ internal mencit (Anonimous 2011f), B. Skematis posisi organ limpa dalam rongga abdomen (Reeves & Reeves 2001).
Limpa merupakan organ limfoid terbesar dan terletak di bagian depan dan dekat punggung rongga perut di antara diafragma dan lambung (Gambar 22) (Geneser 1994). Secara anatomis, tepi limpa yang normal berbentuk pipih. Fungsi limpa yaitu tempat untuk proliferasi sel limfosit, tempat mengakumulasi limfosit dan makrofag, degradasi eritrosit, tempat cadangan sel darah, dan sebagai organ pertahanan terhadap infeksi partikel asing yang masuk ke dalam darah (Junquereira & Carneiro 1982).
46
Gambar 23 Histopatologi limpa dengan pewarnaan Hematoxyline-Eosine (HE). A. Limpa dengan pembesaran 2x objektif (LabPaq 2010), B. Limpa dengan pembesaran 40x objektif (Histology-World.com 2011).
Limpa dibungkus oleh kapsula, yang terdiri atas dua lapis, yaitu satu lapisan jaringan penyokong yang tebal dan satu lapisan otot halus. Perpanjangan kapsula ke dalam parenkim limpa disebut trabekula. Trabekula mengandung arteri, vena, syaraf, dan pembuluh limfe (Aughey & Frye 2001). Parenkim limpa disebut pulpa yang terdiri atas pulpa merah dan pulpa putih. Pulpa merah berwarna merah gelap pada potongan limpa segar. Pulpa merah terdiri atas sinusoid limpa (Geneser 1994). Pulpa putih tersebar dalam pulpa merah, berbentuk oval dan berwarna putih kelabu (Gambar 23). Pulpa putih terdiri atas pariarteriolar limphoid sheats (PALS), folikel limfoid, dan zona marginal. Folikel limfoid umumnya tersusun atas sel limfosit B, makrofag, dan sel debris (Ward et al. 1999).