45
Komposisi hasil tangkapan yang diperoleh armada pancing di perairan Puger adalah jenis yellowfin tuna. Seluruh hasil tangkapan tuna yang didaratkan tidak memenuhi kriteria untuk produk ekspor dengan panjang ikan tuna yang tertangkap dominan berada pada selang panjang antara 40 sampai 49 cm. Hal ini membuktikan bahwa kemampuan biologi ikan untuk tumbuh mencapai ukuran dewasa telah dibatasi dengan adanya peningkatan penangkapan. Kualitas hasil tangkapan tuna di Puger terdiri dari nilai organoleptik sebesar 5, 6, 7, dan 8. Dominasi kualitas ikan tuna yang didaratkan memiliki nilai organoleptik sebesar 6 (dibawah standar minimum ikan tuna layak ekspor). Penanganan tuna pasca penangkapan yang kurang memperhatikan prosedur menjadi penyebab turunnya kualitas/mutu ikan. Konflik yang terjadi di masyarakat nelayan Puger berupa konflik sesama nelayan (perebutan dana bantuan rumpon), konflik nelayan dengan TPI (nelayan tida melelang ikan di TPI), konflik nelayan dengan pemerintah (anggapan ketidak adilan dalam penyaluran dana bantuan rumpon), konflik antar nelayan (rumpon dan non rumpon). Sifat konflik tersebut berupa konflik laten dan masih belum tampak dipermukaan. Namun terkadang dampak konflik dapat berupa tindakan anarkis masyarakat nelayan kepada pemerintah.
5 PERUMUSAN STRATEGI PENGEMBANGAN PERIKANAN PANCING DENGAN RUMPON DI PERAIRAN PUGER, JAWA TIMUR Pendahuluan Daerah Selatan Jawa yang merupakan kawasan penangkapan ikan terutama ikan tuna semakin marak dengan aksi-aksi penangkapan oleh nelayan. Letak Perairan Puger yang merupakan salah satu wilayah Perairan Selatan Jawa juga tidak terlepas dari penangkapan ikan yang berlebihan. Intensitas nelayan semakin tinggi dalam mencari ikan ketempat yang dianggap masih berlimpah sehingga mengakibatkan semakin berkurangnya sumberdaya ikan dan menjadi pemicu timbulnya konflik antar nelayan. Sumberdaya tuna yang dieksploitasi secara berlebihan akan berdampak negatif pada keberlanjutan perikanan tuna tersebut. Hal ini tidak sesuai dengan konsep pembangunan perikanan berkelanjutan. Pembangunan perikanan yang berkelanjutan yaitu pembangunan untuk memenuhi kebutuhan hidup saat ini tanpa harus merusak atau menurunkan generasi mendatang untuk memenuhi kehidupan manusia. Banyak teori tentang pembangunan berkelanjutan yang terfokus pada metode untuk memaksimalkan kesejahteraan manusia. Kemudian mengelola sumberdaya sedemikian rupa sehingga dapat memberikan tingkat pertumbuhan tinggi tetapi tidak mempertimbangkan aspek ekologi maupun sosial. Pertimbangan aspek ekologi yaitu upaya memelihara sumberdaya agar tidak melampaui batas daya dukung lingkungannya. Pertimbangan aspek sosial yaitu keterpaduan kondisi sosial nelayan dan kesejahteraan ekonomi nelayan. Strategi dalam menciptakan pembangunan berwawasan lingkungan, pengembangan perikanan dan sosialisasi ekologi yang baik masih kurang
46
diperhatikan. Kurangnya perhatian terhadap pembangunan perikanan masih terjadi di kalangan pelaku pembangunan seperti nelayan, pemerintah daerah dan pemerintah propinsi yang bergerak pada bidang perikanan tangkap. Perumusan strategi pengembangan perikanan merupakan proses perencanaan dalam jangka panjang. Perumusan strategi dilakukan dengan mengumpulkan semua informasi yang berpengaruh terhadap pengembangan perikanan pancing. Dalam rangka merumuskan strategi pengembangan perikanan di Puger, metode yang dilakukan yaitu dengan analisis SWOT. Analisis SWOT merupakan suatu cara untuk mengidentifikasi faktor-faktor secara sistematis dalam rangka merumuskan strategi program perikanan pancing. Analisis SWOT mempertimbangkan faktor internal (strength dan weakness) serta faktor eksternal (opportunities dan threats) yang dihadapi. Faktor internal dan eksternal diketahui berdasarkan data-data dan hasil pengamatan yang sesuai dengan lingkup penelitian. Kemudian kedua faktor tersebut dibandingkan, sehingga dapat diambil suatu keputusan dalam penentuan strategi (Marimin 2004). Data yang diperoleh berupa hasil yang telah dibahas pada bab sebelumnya terkait evaluasi perikanan pancing di Puger dan kondisi umum wilayah Puger. Evaluasi perikanan pancing menghasilkan nilai produktivitas, komposisi dan kualitas hasil tangkapan, serta konflik sosial didalamnya yang dapat dijadikan alat analisis perumusan strategi. Batasan yang menjadi faktor internal adalah ruang lingkup yang sangat berkaitan dengan perikanan pancing di Puger secara langsung. Ruang lingkup tersebut berupa unit penangkapan, produksi ikan, dan dinas perikanan setempat, fasilitas PPI. Sedangkan yang menjadi batasan dalam faktor eksternal adalah ruang lingkup di luar perikanan pancing yang secara tidak langsung juga dapat mempengaruhi pengembangan perikanan pancing ini. Ruang lingkup tersebut berupa pasar, industri pengolahan, pemerintah, kondisi wilayah Puger. Perumusan strategi dapat dijadikan sebagai acuan dalam penentuan kebijakan pengembangan perikanan pancing yang menggunakan rumpon di Perairan Puger, Jawa Timur.
Metode Penelitian Cara pengambilan data Metode yang dilakukan pada penelitian ini adalah mengumpulkan data berdasarkan hasil evaluasi perikanan pancing dan mengamati kondisi lapangan mengenai hal-hal yang merupakan faktor eksternal maupun internal. Analisis ini didahului dengan identifikasi posisi perikanan pancing melalui evaluasi faktor internal dan eksternal. Analisis data Analisis data yang dilakukan dalam analisis SWOT ini adalah mengevaluasi faktor eksternal dan internal untuk mengidentifikasi kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman. Tahapan dalam pembuatan analisis SWOT adalah: 1. Tahapan pengambilan data yaitu evaluasi faktor eksternal dan internal; 2. Tahapan analisis yaitu pembuatan matrik eksternal, internal, dan SWOT; 3. Tahapan pengambilan keputusan.
47
Pengumpulan data
Kondisi lingkungan eksternal
Kondisi lingkungan internal
Analisis pasar, teknologi, dan kondisi daerah Puger
Evaluasi perikanan pancing: Produktivitas, SDM, Komposisi dan kualitas ikan
Pembuatan matriks EFA
Pembuatan matriks IFA
Pembuatan Matriks SWOT
Penentuan strategi
Gambar 5.1 Diagram alir tahapan analisis SWOT Langkah-langkah pembuatan matriks IFAS dan EFAS adalah: (1) pengisian faktor-faktor yang menjadi kekuatan dan kelemahan pada IFAS serta peluang dan ancaman pada EFAS; (2) pembobotan pada kolom 2 antara 0 sampai 1, nilai 1,0 untuk faktor yang dianggap sangat penting dan 0,0 untuk faktor yang dianggap tidak penting; (3) pemberian nilai rating pada kolom 3. Rating adalah pengaruh yang diberikan faktor, nilai 1 untuk pengaruh yang sangat kecil dan nilai 4 untuk pengaruh yang sangat besar; (4) kolom 4 adalah hasil perkalian bobot dan rating; (5) menjumlah total skor yang didapatkan dari kolom 4. Nilai total menunjukkan reaksi organisasi terhadap faktor internal dan eksternal. Nilai 1,00 sampai 1,99 menunjukkan posisi yang rendah, nilai 2,00 sampai 2,99 menunjukkan posisi ratarata, sedangkan nilai 3,00 sampai 4,00 menunjukkan yang kuat (Rangkuti 2007). Tabel 5.1 Matriks SWOT dan kemungkinan alternatif yang sesuai IFE/EFE Strenghts (S) Weaknesses (W) Opportunities Strategi SO Strategi WO Menciptakan strategi yang Menciptakan strategi yang (O) menggunakan kekuatan untuk meminimalkan kelemahan memanfaatkan peluang. untuk memanfaatkan peluang. Digunakan jika perusahaan Digunakan jika perusahaan berada pada kuadran I berada pada kuadran III
48
Treaths (T)
Strategi ST Menciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman. Digunakan jika perusahaan berada pada kuadran II
Strategi WT Menciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman. Digunakan jika perusahaan berada pada kuadran IV
Sumber data: Rangkuti 2007
Hasil Analisis SWOT yang dilakukan mengacu pada model perikanan yang cocok di PPI Puger. Faktor internal dan eksternal keberlanjutan perikanan diperoleh dari hasil evaluasi perikanan pancing yang telah dianalisis sebelumnya. Analisis internal perlu diketahui untuk memanfaatkan kekuatan yang dimiliki PPI Puger serta mengatasi kelemahan-kelemahan yang terjadi. Kekuatan yang dimiliki pada perikanan pancing rumpon di Puger adalah: 1. Adanya dana bantuan rumpon kepada nelayan. Bantuan dana dalam pembuatan rumpon setiap tahun diberikan kepada nelayan. Hal ini dapat menjadi kekuatan sebab dengan adanya bantuan, perikanan pancing dengan rumpon ini masih dapat dikembangkan selama tidak mengganggu kelestarian sumberdaya ikan dan tidak menggunakan alat tangkap yang tidak selektif. Nelayan akan terus mengusahakan kegiatan penangkapan dengan rumpon dan ikan tuna akan tetap diproduksi. Walaupun dana bantuan dapat menjadi kekuatan, tetapi dalam implementasinya haruslah merata agar tidak menimbulkan konflik bagi pihak yang saling membutuhkan. Konflik telah dijelaskan pada sub bab konflik sosial nelayan. 2. Trend armada pancing yang cenderung meningkat. Jumlah armada pancing rumpon yang semakin bertambah dari tahun 2009 (Tabel 3.1) dapat menjadi kekuatan sebab masih dapat dilakukan kegiatan penangkapan tuna apabila armada yang beroperasi tidak berlimpah. Dalam penjelasan sebelumnya dikatakan bahwa jumlah armada pancing cenderung meningkat yang disebabkan oleh adanya jaminan hasil tangkapan yang dapat dibawa nelayan ; 3. Trend produksi tuna meningkat. Produksi tuna di Puger yang masih meningkat (Gambar 3.2) dapat menjadi salah satu kekuatan sebab sumberdaya tuna masih tersedia di Perairan Puger sehingga dapat dimanfaatkan dengan optimal. Adanya produksi tuna dapat memberikan pasokan ikan tuna kepada industri pengolahan di luar. Kekuatan ini harus dapat dioptimalkan agar produksi tuna tetap dapat dinikmati tanpa merusak sumberdaya; 4. Tuna masih merupakan salah satu komoditi penting di Puger, merupakan kekuatan untuk pengembangan perikanan pancing rumpon di Perairan Puger karena kebutuhan akan produk tuna masih tinggi dan ikan tuna merupakan salah satu komoditi bernilai ekonomi tinggi (Tabel 3.6). Hal ini merupakan potensi yang dimiliki oleh perikanan pancing di Puger. 5. Letak PPI sangat strategis karena berhadapan dengan Samudera Hindia. Sebagaimana yang telah dipaparkan pada kondisi umum PPI Puger, hal ini dapat menjadi kelebihan sebab Samudera Hindia memiliki potensi sumberdaya
49
ikan tuna yang cukup besar. Hasil tangkapan utama dari armada pancing di Puger adalah ikan tuna. Selain kekuatan yang dimiliki oleh perikanan pancing rumpon di Puger, juga terdapat faktor internal yang menjadi kelemahan, yaitu: 1. Ketergantungan nelayan kepada pengambek menyebabkan nelayan tidak dapat lepas dari pengambek. keterikatan ini terjadi karena nelayan lebih memilih pengambek sebagai pemberi modal dan pinjaman (pada sub bab distribusi hasil tangkapan). Ini menjadi suatu kelemahan karena nelayan akan lebih mempercayai pengambek daripada pemerintah. Ketidak percayaan nelayan kepada pemerintah akan menghambat pengembangan perikanan pancing yang ingin diterapkan; 2. Tidak adanya pelelangan di TPI menjadi kelemahan pada pengembangan perikanan pancing rumpon di Puger. Fasilitas TPI di pelabuhan yang tidak cukup memadai untuk kegiatan pelelangan maka proses lelang tidak dilakukan di TPI. Tidak adanya kegiatan pelelangan menyebabkan ketidakseimbangan dalam penentuan harga tuna oleh pengambek dan hal ini dapat menimbulkan kegiatan monopoli harga tuna; 3. Kualitas ikan yang kurang baik akan berdampak kepada rendahnya harga tuna. Harga ikan yang rendah akan berakibat pada keuntungan yang diperoleh nelayan pun akan rendah. Apabila hal ini dibiarkan maka akan mengganggu perkembangan perikanan pancing di Puger (dapat dilihat pada sub bab kualitas hasil tangkapan); 4. Produksi tuna yang tidak layak tangkap dapat merusak ekosistem dan siklus hidup tuna dewasa. Ikan tuna berukuran kecil seharusnya masih dapat berkembang dan melakukan pemijahan. Jika kegiatan penangkapan terus dilakukan terhadap ikan juvenil, maka stok ikan akan berkurang (dijelaskan pada sub bab komposisi hasil tangkapan); 5. Fasilitas darmaga dan cold storage. Pada kondisi umum PPI Puger, telah disebutkan bahwa fungsi darmaga tidak memadai untuk dilakukan pendaratan ikan tuna sebab darmaga pelabuhan selalu mengalami pendangkalan dan ini menyulitkan untuk dilakukan kegiatan pendaratan. Hal ini menjadi kelemahan karena ikan tuna tidak akan pernah bisa didaratkan di pelabuhan dan berdampak pada pencacatan data hasil tangkapan yang tidak akurat. Pencatatan data sangat berpengaruh terhadap program pengembangan perikanan pancing ini. Tidak adanya cold storage juga merupakan kelemahan sebab ini sangat berkaitan dengan kualitas ikan tuna yang didaratkan. 6. Tingkat pendidikan nelayan yang hanya sebatas Sekolah Menengah Pertama (SMP) dapat mempengaruhi kegiatan pengembangan perikanan pancing.hal ini merupakan suatu kelemahan. Tingkat pendidikan mempengaruhi pola pikir nelayan. Pola pikir ini nantinya berdampak pada sikap nelayan yang susah diatur dan tidak mau menerima segala konsep pengembangan perikanan dari pemerintah (dapat dilihat dari kondisi umum PPI Puger. 7. Belum ada dukungan pemerintah terhadap industri pengolahan akan menjadi kelemahan dalam pengembangan perikanan pancing. Ikan tuna kualitas rendah seharusnya masih dapat dimanfaatkan sebagai produk olahan dan bernilai ekonomi. Industri pengolahan yang tidak didukung oleh pemerintah menyebabkan tidak adanya diversifikasi produk hasil perikanan di daerah
50
Puger dan juga tidak adanya pemasukan ekonomi bagi daerah dari kegiatan industri ini. Berikut ini merupakan matriks analisis faktor internal perikanan pancing rumpon: Tabel 5.2 Matriks IFAS perikanan pancing rumpon berkelanjutan di PPI Puger Faktor-Faktor Internal Kekuatan 1. Dana bantuan rumpon kepada nelayan 2. Trend armada penangkapan meningkat 3. Trend produksi tuna meningkat 4. Tuna masih komoditi penting 5. Letak PPI sangat strategis untuk penangkapan Kelemahan 1. Ketergantungan nelayan terhadap pengambek 2. Tidak adanya pelelangan ikan di TPI 3. Kualitas ikan relatif rendah 4. Produksi ikan tidak layak tangkap 5. Fasilitas darmaga dan cold storage PPI yang tidak memadai. 6. Sumberdaya nelayan yang kurang 7. Belum ada dukungan pemerintah terhadap industri perikanan Jumlah
Bobot
Rating Skor
0.06 0.03 0.03 0.07
4 3 3 4
0.23 0.09 0.09 0.28
0.06
4
0.26 0.95
0.12 0.11 0.11 0.10
1 1 1 2
0.11 0.11 0.10 0.12
0.06 0.13
2 1
0.12 0.13
0.12
2
0.24 0.93
Tabel 5.2 yang merupakan analisis faktor-faktor internal di PPI Puger menunjukkan bahwa skor yang diperoleh pada faktor internal perikanan pancing baik kekuatan dan kelemahan berada dibawah 1.00. Nilai ini menunjukkan bahwa posisi internal masih sangat rendah. Kelemahan yang dimiliki oleh PPI Puger lebih banyak dibandingkan dengan kekuatan yang dimiliki. Hal ini sangat empengaruhi pembangunan PPI kedepannya, sehingga harus diatasi dengan memanfaatkan kekuatan yang dimiliki. Analisis eksternal dibutuhkan dalam menentukan peluang yang dapat dimanfaatkan untuk meraih keberlanjutan perikanan di PPI Puger serta meminimalisir ancaman yang mungkin terjadi. Peluang yang dapat dimanfaatkan pada perikanan pancing rumpon ini adalah: 1. Permintaan pasar terhadap produk tuna masih tinggi. Permintaan ikan tuna oleh pasar lokal diluar Puger masih tinggi seperti pabrik pengolahan ikan tuna dan restauran-restauran yang menyajikan produk tuna. Hal ini dapat menjadi kekuatan dalam pengembangan perikanan pancing di Puger (pada sub bab distribusi hasil tangkapan); 2. Adanya jaminan pasar tuna dari pengambek. ikan tuna yang didaratkan di Puger akan tetap disalurkan ke pasar lokal oleh pengambek sebab para pengambek memiliki jaringan yang cukup luas ke perusahaan atau pabrik pengolahan di luar Puger. Peluang ini dapat dioptimalkan agar dapat
51
3.
4.
1.
2.
3.
4.
5.
menguntungkan pihak nelayan, pengambek, dan perusahaan (dapat dilihat pada sub bab distribusi hasil tangkapan); Adanya kerjasama pengambek dengan industri pengolahan diluar daerah. Kerjasama pengambek dengan industri pengolahan ini sangat terkait dengan adanya jaminan pasar terhadap ikan tuna sehingga dapat menjadi kekuatan dalam pengembangan perikanan pancing di Puger (pada sub bab distribusi hasil tangkapan). Akses transportasi darat yang baik merupakan suatu kekuatan pada perikanan pancing. Ini dapat terlihat dari kondisi jalan menuju Puger yang tidak ditemui adanya lubang, dan telah dijelaskan pada bab keadaan umum Puger. Ancaman yang dapat dialami oleh perikanan pancing rumpon yaitu: Overfishing. Perkembangan penangkapan ikan tuna di Perairan Puger yang tidak dikontrol maka sumberdaya ikan akan berubah menjadi overfishing. Hal ini dapat menjadi ancaman dalam pengembangan perikanan pancing di Puger jika tidak diatasi dengan baik. kegiatan penangkapan yang cenderung mengarah pada overfishing terdapat pada bahasan produktivitas perikanan pancing dimana sumberdaya telah dieksploitasi berlebih; Konflik pemanfaatan wilayah sumberdaya. Konflik ini pada umumnya terjadi akibat perebutan wilayah fishing ground atau bantuan dana dari pemerintah daerah. Konflik dapat menjadi ancaman jika tidak diatasi dengan baik dan benar. Konflik dapat menciptakan suasana yang tidak kondusif dalam suatu daerah; Persaingan pasar yang semakin ketat. Komoditas tuna sangat diminati oleh industri pengolahan di luar daerah. Jika komoditas tuna di Puger kalah bersaing dengan daerah lain maka dapat berdampak pada beralihnya minat perusahaan untuk memasok tuna dari daerah lain (ikan tuna di Puger tidak laku di pasar luar daerah). Sebagaimana diketahui bahwa kualitas ikan tuna di Puger yang rendah dan jika tidak ada kepedulian nelayan untuk meningkatkan kualitas ikan yang didaratkan, hal ini akan menjadi ancaman terhadap pengembangan perikanan pancing di Puger ; Penanganan ikan yang belum baik. Penanganan ikan yang kurang baik dapat menjadi ancaman sebab hal ini akan berkaitan dengan komoditas tuna yang kalah bersaing dengan daerah di luar Puger. Harga ikan tuna di Puger sangat rendah karena harga masih dimonopoli oleh pengambek (pedagang). Nelayan di Puger mempunyai ikatan kepada pengambek dan wajib menjual hasil tangkapannya kepada mereka (dijelaskan pada BAB 4). Apabila fungsi pengambek tidak diambil alih oleh TPI, maka akan terjadi ketidakseimbangan dalam menentukan harga jual ikan tuna;
Tabel 5.3 Matriks EFAS perikanan pancing rumpon berkelanjutan di PPI Puger Faktor-faktor Eksternal Bobot Rating Skor Peluang 1. Masih terbuka pangsa pasar tuna 0.06 3 0.17 2. Adanya jaminan pasar tuna dari pengambek 0.06 4 0.25 3. Adanya kerjasama pengambek dengan industri pengolahan diluar daerah 0.08 4 0.30 4. Akses transportasi darat yang baik. 0.12 4 0.48
52
Ancaman 1. Overfishing 2. Konflik pemanfaatan wilayah sumberdaya 3. Persaingan pasar yang semakin ketat 4. Perkembangan teknologi yang kurang maju 5. Harga jual ikan tuna di pasar Puger sangat rendah Jumlah
0.12 0.12 0.09 0.18
2 1 2 1
0.16
1
1.20 0.19 0.18 0.36 0.18 0.16 1.08
Sumber: Pengolahan data
Matriks EFAS pada Tabel 5.3 yang merupakan analisis faktor eksternal di PPI Puger menunjukkan bahwa peluang yang dimiliki pada perikanan pancing adalah sebesar 1.20. Artinya. peluang yang dimiliki pada perikanan pancing masih rendah. Sedangkan ancaman yang terdapat pada perikanan pancing memiliki skor sebesar 1.08. Faktor eksternal yang dihadapi oleh perikanan pancing ini masih rendah, sehingga perlu dilakukan penguatan PPI Puger dengan sistem pengelolaan yang optimal agar dapat dilakukan pengembangan terhadap perikanan pancing. Berdasarkan matriks IFAS dan EFAS, dapat dibentuk kombinasi strategi perikanan berkelanjutan yang dapat diterapkan di PPI Puger. Kombinasi tersebut disajikan dalam suatu diagram matriks SWOT berikut ini.
53
Tabel 5.4 Matriks SWOT strategi perikanan pancing tuna berkelanjutan di PPI Puger Internal
Eksternal
1. 2. 3. 4. 5.
Kekuatan (S)
Kelemahan (W)
Dana bantuan kepada nelayan rumpon; Trend armada penangkapan meningkat; Trend produksi tuna meningkat; Tuna merupakan komoditi penting; Letak PPI sangat strategis untuk penangkapan.
1. Harga tuna dimonopoli oleh pengambek; 2. Tidak adanya sistem pelelangan ikan di TPI; 3. Produksi tuna banyak yang berkualitas rendah dan tidak layak tangkap; 4. Ikatan yang sangat kuat antara pengambek dan nelayan; 5. Fasilitas darmaga dan cold storage tidak memadai; 6. SDM nelayan kurang; 7. Belum ada dukungan pemerintah terhadap industri pengolahan. Strategi WO:
Peluang (O)
Strategi SO:
1. Masih terbuka pangsa pasar tuna; 2. Ada jaminan pasar tuna dari pengambek; 3. Adanya kerjasama pengambek dengan industri pengolahan diluar daerah.; 4. Akses transportasi darat baik.
1. Membuat kebijakan pembangunan perikanan 1. Peningkatan mutu/kualitas tuna dengan membangun pancing yang saling bersinergi antara pihak cold storage dan pelatihan bagi nelayan mengenai cara terkait mulai dari produksi hingga pengolahan. penanganan hasil tangkapan (W3, W6); 2. Lebih meningkatkan sarana, prasarana serta 2. Melaksanakan kegiatan perikanan bertanggung jawab infrastruktur agar ikan dapat dipasarkan (W4, W6, O5); dengan baik. 3. Pengaktifan kembali fungsi TPI secara konsisten agar ikan dapat dilelang (W1, W2, W4) Strategi ST: Strategi WT:
Ancaman (T) 1. Overfishing penangkapan tuna; 2. Konflik pemanfaatan wilayah perairan dan sumberdaya; 3. Persaingan pasar yang semakin ketat; 4. Perkembangan teknologi yang kurang maju; 5. Harga jual ikan tuna sangat rendah.
1. Pengawasan daerah fishing ground (T1, T2, S2,3); 1. Mengoptimalkan POKMASWAS(T2, W3) 2. Membangun industri perikanan dengan 2. Pembatasan kuota penangkapan tuna (W3, T1) peralatan pendukung yang lebih maju untuk 3. Mengambil alih fungsi pengambek ke TPI dengan memanfaatkan produksi tuna seperti aturan penegakan hukum yang jelas(W1,2,4) pengalengan, pengasapan agar tuna tetap dapat diproduksi dan bernilai ekonomi. (S1, T3);
Sumber: Pengamatan di lapangan
53
54
Pembahasanī SWOT menghasilkan kombinasi dari empat strategi. Strategi SO menghasilkan sasaran strategi untuk (1) membuat kebijakan pembangunan perikanan tuna yang saling bersinergi antara pihak terkait mulai dari produksi hingga pengolahan. Kebijakan yang ada harus dilakukan pengawasan secara intensif, penyuluhan mengenai perikanan bertanggung jawab untuk kelestarian sumberdaya perikanan, (2) lebih meningkatkan sarana, prasarana serta infrastruktur agar ikan dapat dipasarkan dengan baik. infrastrktur terkait akses transportasi sudah cukup baik namun perlu ditingkatkan lagi agar lebih baik. Strategi ST menghasilkan sasaran strategi (1) peningkatan pengawasan daerah fishing ground akibat maraknya kegiatan IUU fishing serta meminimalisir persaingan yang semakin tinggi antar nelayan di kawasan fishing ground. Pengawasan daerah fishing ground dan penyelesaian konflik/persaingan dapat melibatkan masyarakat dengan membentuk kelompok masyarakat pengawas (POKMASWAS) jika kelompok tersebut bersedia menjalankan tugas dan fungsinya, (2) pengembangan perikanan industri dengan peralatan pendukung yang lebih maju untuk memanfaatkan produksi tuna dengam menerapkan sistem manajemen mutu, agar dapat bersaing dalam promosi produk tuna seperti pengalengan, pengasapan agar tuna tetap dapat diproduksi dan bernilai ekonomi. Menerapkan usaha teknologi pengolahan tuna dengan adanya alokasi bantuan dana dari APBD, seperti pengalengan, pengasapan agar tuna yang berkualitas rendah tetap dapat diproduksi dan bernilai ekonomi. Strategi WO menghasilkan sasaran strategis berupa (1) penyediaan cold storage untuk menjaga mutu/kesegaran tuna dan pelatihan masyarakat nelayan dalam menangani hasil tangkapan, (2) melaksanakan kegiatan perikanan bertanggung jawab, seperti: Pengaturan alokasi unit penangkapan ikan yang optimal sehingga dapat memenuhi tujuan/sasaran yang diharapkan, (3) Pengaktifan kembali fungsi TPI secara konsisten agar ikan dapat dilelang. Penyediaan cold storage akan membantu menampung hasil tangkapan ikan, terutama pada musim puncak. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan harga jual ikan tuna sehingga tidak terjual dengan harga yang sangat murah karena kondisinya yang telah rusak. Melaksanakan kegiatan perikanan yang bertanggung jawab bertujuan agar sumberdaya dan ekologi tuna tetap terjaga. Pemberian pelatihan kepada nelayan dalam menangani ikan tuna yang didaratkan agar kualitas dapat terjaga. Pendidikan yang kepada masyarakat nelayan, merupakan hal yang paling penting untuk memberikan pola berpikir serta wawasan yang luas, sehingga tidak hanya terpaku pada konsep mencari uang dengan menjadi nelayan. Rendahnya pendidikan nelayan pada umumnya dan karakter sifat/kepribadian yang keras serta susah diatur menjadi kendala bagi pemerintah dalam menjalankan program-program untuk memajukan kesejahteraan masyarakat pesisir. oleh karena itu, dukungan pemerintah terhadap pendidikan di masyarakat pesisir harus tetap dijalankan. Strategi WT menghasilkan sasaran strategis berupa: (1) mengoptimalkan POKMASWAS; (2) pembatasan kuota penangkapan tuna; (3) mengambil alih fungsi pengambek ke TPI dengan aturan penegakan hukum yang jelas. Strategi pengoptimalan POKMASWAS diharapkan dapat mengatur pembatasan kuota penangkapan dan pengawasan penangkapan ikan untuk menjaga kelestarian