5
PENGUNGKAPAN SITUASI MASALAH
Pengungkapan situasi masalah (problem situation expressed), merupakan tahapan yang berada dalam siklus pertama dari keseluruhan rangkaian recoverability dalam proses SSM. Dalam bab ini disajikan dua tahap SSM yaitu hasil tahap satu: pengungkapan situasi masalah, dan hasil tahap dua: gambaran situasi masalah (rich picture). Tiga tahap analisis yang dilakukan dalam rangka pengungkapan situasi masalah pada UKM sentra industri pengolahan kerupuk ikan dan udang di Indramayu, Jawa Barat yaitu analisis intervensi, analisis sosial, dan analisis politik (Checkland dan Poulter 2006).
5.1
Analisis Intervensi Fokus analisis intervensi dilakukan penetapan tiga pihak yang berperan
sangat penting dalam kaitannya dengan situasi permasalahan pada UKM sentra industri pengolahan kerupuk ikan dan udang di Indramayu pada tataran makro, meso, dan mikro. Klien (Client) – C
: Peneliti (Trisna Ningsih), Ketua Pembimbing (Dr. Ir. Sugeng Hari Wisudo, M.Si) dan Anggota Pembimbing (Prof. Dr. Martani Huseini, M.B.A; Dr. Ir. Achmad Poernomo, M.App.Sc; Dr. Ir. Tri Wiji Nurani, M.Si) IPB
Praktisi (Practitioner) - P
: Peneliti
Pemilik isu (Problem Owner) - O
:
(1)
Tataran Makro Melibatkan berbagai macam pemangku kepentingan yang meliputi (1) pemerintah pusat (Kementerian Kelautan dan Perikanan), dan (2) pemerintah daerah (Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Barat dan Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Indramayu).
126
(2)
Tataran Meso Melibatkan berbagai macam pemangku kepentingan yang meliputi a) Koperasi Kerupuk Mitra Industri (KKMI) Indramayu, dan b) Asosiasi Pengusaha Kerupuk Indramayu (APKI).
(3)
Tataran Mikro Melibatkan berbagai macam pemangku kepentingan yang terdiri dari aktor pelaku usaha (termasuk yang tergabung dalam tataran meso), yang meliputi aktor, pelaku usaha, pekerja pada UKM sentra industri pengolahan kerupuk ikan dan udang di Indramayu.
Hasil analisis intervensi ini, berupa identifikasi situasi permasalahan yang terdapat pada UKM sentra industri pengolahan kerupuk ikan dan udang di Indramayu dalam tataran makro, meso, dan mikro dalam mengembangkan UKM dan meningkatkan daya saing UKM sentra industri pengolahan kerupuk ikan dan udang di Indramayu.
5.2
Analisis Sosial Fokus analisis sosial pada UKM sentra industri pengolahan kerupuk ikan
dan udang di Indramayu pada tataran makro, meso, dan mikro yaitu elemen peran (roles), norma (norms), dan nilai-nilai (values). Ketiga elemen sosial tersebut saling berkaitan erat, tidak bisa dipisahkan satu dengan yang lain karena peran, norma, dan nilai-nilai saling membentuk dan dibentuk (create dan recreates) seperti pada Gambar 37. Norms
Formal Roles Informal Values Sumber: Checkland dan Poulter (2006)
Gambar 37 Proses create dan recreates antara roles, norms, dan values.
127
Peran Peran merupakan posisi sosial, dimana menandai perbedaan antara anggota kelompok atau organisasi. Peran dapat disadari secara formal, namun dalam budaya lokal peran dapat disadari secara informal. Peran dasar dari masing-masing anggota kelompok atau organisasi dalam tataran makro, meso, dan mikro yang terkait dengan situasi permasalahan pada UKM sentra industri pengolahan kerupuk ikan dan udang di Indramayu, adalah sebagai berikut: (1) Tataran makro memiliki peran antara lain:
Memberikan pelayanan sosial yang meliputi rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial, dan perlindungan sosial, sehingga diharapkan dapat mempercepat terciptanya kesejahteraan sosial bagi seluruh masyarakat khususnya pada tataran meso dan mikro
Menyelesaikan masalah, berdasarkan prinsip kebersamaaan stakeholders; pemerintah daerah, organisasi-organisasi (koperasi dan asosiasi), dengan masyarakat lokal/UKM
Memberikan perlindungan dan dukungan terhadap pengembangan usahausaha swadaya kaum kecil dan menengah guna menangani kebutuhankebutuhan mereka sendiri
Meningkatkan kemampuan kelembagaan dalam membangun swadaya berdasarkan sumber daya lokal
(2) Tataran meso memiliki peran, antara lain: mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota dan masyarakat, berupaya mempertinggi kualitas
kehidupan
manusia,
memperkokoh
perekonomian
rakyat,
mengembangkan perekonomian nasional, serta mengembangkan kreativitas dan jiwa berorganisasi bagi anggota dan masyarakat. (3) Tataran mikro memiliki peran, antara lain: mengusahakan penciptaan lapangan pekerjaan melalui pemberdayaan masyarakat, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyrakat. Norma Norma merupakan perilaku yang diharapkan, dimana norma berasosiasi dengan peran dan membantu pendefinisian peran. Norma yang ada ini terkait dengan
128
peran-peran yang dilakukan oleh anggota kelompok atau organisasi dalam tataran makro, meso, dan mikro. (1) Tataran makro (pemerintah pusat dan daerah), tunduk pada kode etik dalam menjalankan kegiatannya. Kode etik ini diformalisasikan dalam bentuk Undang-Undang dan peraturan daerah yang mengatur mekanisme kerja pada seluruh tataran makro. (2) Tataran meso (koperasi dan asosiasi), berpegang pada AD/RT dan kode etik organisasi yang dikodefikasikan dan telah disepakati bersama oleh seluruh anggota organisasi terkait. (3) Tataran mikro (pelaku usaha/UKM), berpegang pada kesepakatan informal yang telah disepakati bersama. Kesepakatan ini untuk saling mendukung serta memfasilitasi pengembangan UKM sentra industri pengolahan kerupuk ikan dan udang di Indramayu. Nilai Nilai merupakan standar atau kriteria ke dalam mana perilaku yang sesuai dengan peran dinilai. Nilai yang dimiliki oleh anggota kelompok atau organisasi dalam tataran makro, meso, dan mikro sebagai berikut: (1) Tataran makro, menyusun kebijakan yang mendorong pelaku usaha/UKM agar dapat mandiri dan berdaya saing. (2) Tataran meso, memegang nilai-nilai keadilan, persamaan, kebersamaan (solidaritas), kemandirian, dan transparansi. (3) Tataran mikro, menganut nilai-nilai kemandirian, optimis, dan kebersamaan.
5.3
Analisis Politik Analisis politik dilakukan untuk mengetahui situasi permasalahan yang
sudah dibuat dengan memasukkan situasi politik, dimana hal ini selalu kuat dalam menentukan keberhasilan anggota kelompok atau organisasi dalam tataran makro, meso, dan mikro. Fokus dalam analisis ini pada dua hal yaitu (1) menemukan pengaturan atau penyusunan kekuasaan (disposition of power), dan (2) proses untuk mengisi kekuasaan tersebut (nature of power).
129
Disposition of Power (1) Tataran makro Menteri Kelautan dan Perikanan memegang kekuasaan tertinggi dari seluruh kebijakan dan pemangku jabatan tertinggi pada Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan Direktur Jenderal memegang kekuasaan tertinggi dari seluruh kebijakan dan pemangku jabatan tertinggi pada Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (Ditjen P2HP). Peran KKP terdapat pada: Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara yang telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 77 Tahun 2011; dan (2) Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara yang telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2010. Dalam melaksanakan tugasnya, KKP menyelenggarakan fungsi: a. Perumusan kebijakan nasional, kebijakan pelaksanaan, dan kebijakan teknis di bidang kelautan dan perikanan; b. Pelaksanaan urusan pemerintahan sesuai dengan bidang tugasnya; c. Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawabnya; d. Pengawasan atas pelaksanaan tugasnya; e. Penyampaian laporan hasil evaluasi, saran, dan pertimbangan di bidang tugas dan fungsinya kepada Presiden. Ditjen P2HP memiliki fungsi sebagai berikut: a. Fasilitasi pengembangan usaha industri pengolahan hasil perikanan; b. Fasilitasi pengembangan produk hasil perikanan nonkonsumsi; c. Fasilitasi penguatan dan pengembangan pemasaran dalam negeri hasil perikanan; d. Fasilitasi penguatan dan pengembangan pemasaran luar negeri hasil perikanan; e. Fasilitasi pembinaan dan pengembangan sistem usaha dan investasi perikanan;
130
f. Pengembangan dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis bidang pengolahan dan pemasaran hasil
perikanan (kegiatan
penunjang). Gubernur Jawa Barat memegang kekuasaan tertinggi dari seluruh kebijakan dan pemangku jabatan tertinggi pada Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Barat, dan lain-lain). Berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 15 Tahun 2001, maka Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Barat mempunyai tugas pokok dan fungsi antara lain: a. Perumusan kebijakan teknis operasional di bidang perikanan dan ekplorasi kelautan; b. Pelaksanaan pelayanan umum pengelolaan perikanan dan eksplorasi kelautan; c. Fasilitasi pelaksanaan pengelolaan perikanan dan explorasi kelautan meliputi program kelautan serta UPTD. Sub Dinas Pengembangan Usaha, Seksi Pengolahan memiliki fungsi sebagai berikut: a. Melaksanakan penyusunan bahan kebijakan pengolahan meliputi inventarisasi, identifikasi dan analisis data serta penyusunan sistem informasi unit usaha pengolahan perikanan skala kecil, menengah, eksportir dan industri perikanan, dan fasilitas penunjang pasca panen; b. Melaksanakan penyusunan bahan kebijakan pengembangan teknologi pengolahan hasil perikanan; c. Melaksanakan penyusunan bahan kebijakan teknis kendali mutu di unit pengolahan, pengawasan mutu ekspor hasil perikanan, pengawasan residu antibiotik, cemaran mikroba dan bahan berbahaya lainnya sesuai dengan prinsip PMMP dan HACCP; d. Melaksanakan penyusunan bahan kebijakan diversifikasi pengolahan hasil perikanan; e. Melaksanakan penyusunan bahan kebijakan teknis, fasilitasi, kriteria dan prosedur pengolahan berdasarkan skala usaha pengolahan tradisional, skala usaha menengah dan skala usaha modern;
131
f. Melaksanakan penyusunan bahan kebijakan teknis peningkatan pengetahuan dan keterampilan sumber daya manusia pengolah hasil perikanan; g. Melaksanakan penyusunan bahan kebijakan teknis uji coba teknologi baru tentang pengolahan hasil perikanan dalam rangka diversifikasi hasil olahan; h. Melaksanakan penyusunan bahan kebijakan teknis pengembangan sarana dan prasarana pengolahan hasil perikanan. Bupati Indramayu memegang kekuasaan tertinggi dari seluruh kebijakan dan pemangku jabatan tertinggi pada Pemerintah Kabupaten Indramayu (Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Indramayu, dst). Berdasarkan dalam Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan Kabupaten Indaramayu, dan Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Dinas Daerah Kabupaten Indaramayu; maka Dinas Perikanan dan Kelautan mempunyai tugas pokok dan fungsi: a. Perumusan kebijakan teknis di bidang perikanan dan kelautan; b. Penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan umum di bidang perikanan dan kelautan; c. Pembinaan dan pelaksanaan tugas di bidang perikanan dan kelautan; d. Pelaksanaan pelayanan teknis administratif ketatausahaan; e. Pelaksanaan pengelolaan UPTD; f. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Bupati sesuai dengan tugas dan fungsinya. Sub Dinas Kelautan, Seksi Bina Mutu dan Pengolahan Hasil Perikanan memiliki fungsi sebagai berikut: a. Pelaksanaan kebijakan pengolahan hasil perikanan dan pemasarannya; b. Pembangunan, perawatan dan pengelolaan pasar ikan; c. Pelaksanaan pengendalian mutu di unit pengolahan, alat transportasi dan unit penyimpanan hasil perikanan sesuai prinsip PMMT atau HACCP;
132
d. Pelaksanaan kebijakan pengawasan monitoring residu antibiotik dan cemaran mikroba dan bahan berbahaya lainnya serta perairan/ lingkungan tempat ikan hidup; e. Pelaksanaan kebijakan investasi dan pengembangan usaha hasil perikanan; f. Pelakasanaan kebijakan perizinan usaha pengolahan dan pemasaran hasil perikanan di kabupaten. (2) Tataran meso Ketua dan unsur pimpinan organisasi memegang kekuasaan tertinggi dari seluruh kebijakan dan pemangku jabatan tertinggi pada Koperasi Kerupuk Mitra Industri (KKMI) Indramayu, dan Asosiasi Pengusaha Kerupuk Indramayu (APKI). KKMI berperan dalam memfasilitasi anggotanya untuk pembinaan teknologi produksi, kebutuhan bahan baku kerupuk, keperluan rumah tangga, dan lainlain. APKI berperan sebagai berikut: a. Menjalin kerja sama yang baik antar sesama UKM; b. Menyelesaikan permasalahan yang terjadi; c. Dukungan penguatan usaha; d. Pengembangan teknis operasi; e. Dukungan jaringan bisnis/pemasaran; f. Kemudahan mendapatkan bahan baku. (3) Tataran mikro Aktor dan pelaku usaha/UKM sentra industri pengolahan kerupuk ikan dan udang di Indramayu, memiliki kekuasaan secara keseluruhan mengenai aktivitas usaha UKM itu sendiri. Pelaku usaha/UKM sentra industri pengolahan kerupuk ikan dan udang di Indramayu yang berperan dalam mengembangkan kemandirian usaha dan menciptakan daya saing.
133
Nature of Power (1) Tataran makro Kementerian Kelautan dan Perikanan (Ditjen P2HP), Gubernur Jawa Barat (Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Barat), dan Bupati Indramayu (Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Indramayu), memiliki kemampuan untuk menetapkan kebijakan (aturan formal) dan pengalokasian anggaran dalam segala aktivitas UKM sentra industri pengolahan kerupuk ikan dan udang di Indramayu. (2) Tataran meso Koperasi Kerupuk Mitra Industri (KKMI) Indramayu, dan Asosiasi Pengusaha Kerupuk Indramayu (APKI) memiliki kemampuan dan perannya untuk mewadahi dan memfasilitasi aspirasi dan kegiatan UKM sentra industri pengolahan kerupuk ikan dan udang di Indramayu, memberikan advokasi bagi UKM,
sehingga
terbangun
kerangka
kelembagaan
dalam
mencapai
kesepakatan dan kesepahaman melalui pemanfaatan jaringan sebagai tata kelola untuk mengembangkan UKM dan meningkatkan daya saing UKM sentra industri pengolahan kerupuk ikan dan udang di Indramayu. (3) Tataran mikro Aktor dan pelaku usaha/UKM sentra industri pengolahan kerupuk ikan dan udang di Indramayu, memiliki kemampuan untuk menentukan arah dan perkembangan usaha dan juga menumbuhkan aspek kemandirian pada UKM. Selain itu, memiliki kemampuan untuk membangun kerangka kelembagaan pada tataran mikro dalam mengatasi ketidakserasian dan mencapai konsensus melalui relasi dan transaksi berbasiskan keterlekatan untuk mengembangkan UKM dan meningkatkan daya saing UKM sentra industri pengolahan kerupuk ikan dan udang di Indramayu.
5.4
Rich Picture Cara pengungkapan (expressed) atau gambaran situasi dunia nyata yang
dianggap problematik yang lazim digunakan di dalam SSM adalah dengan menggunakan rich picture. Hasil kajian di lapangan didapatkan adanya situasi
134
problematik yaitu rendahnya daya saing UKM sentra industri pengolahan kerupuk ikan dan udang di Indramayu. Sehubungan
dengan
situasi
problematik
tersebut,
beberapa
narasumber/aktor menyampaikan pandangan dan harapan, pernyataan dukungan, menemukan keberatan dan kekecewaannya, dan lain-lain (Lampiran 3). Secara rinci situasi masalah mengenai pengembangan UKM sentra industri pengolahan kerupuk ikan dan udang di Indramayu pada tataran makro, meso, dan mikro sebagai berikut: Tataran Makro Pengembangan UKM sentra industri pengolahan kerupuk ikan dan udang pada tataran makro, melibatkan berbagai pemangku kepentingan antara lain pemerintah pusat (Kementerian Kelautan dan Perikanan) dan pemerintah daerah (Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Barat dan Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Indramayu). Pada saat ini terdapat 26 (dua puluh enam) kementerian dan lembaga pemerintah yang memiliki program pengembangan UMKM, namun sebagian besar program masih terpaku pada insentif dan bantuan yang dinilai tidak efektif mendorong pelaku UMKM naik kelas ke strata berikutnya (Kemeneg Kop & UKM 2012). Organisasi pemberdayaan dan pengembangan UKM saat ini dapat dilihat pada Gambar 38. Pada masa kabinet orde baru ada Departemen Koperasi dan Pembinaan Usaha KeciI, dimana departemen inilah yang secara khusus diberi tugas dan wewenang untuk memberdayakan UKM. Tetapi secara de facto bukan hanya departemen tersebut yang melaksanakan pembinaan, banyak departemen lain yang memiliki kewenangan teknis operasional seperti Departemen Perindustrian dan Perdagangan, Departemen Pertanian, Departemen Pariwisata, Departemen Perhubungan, Bank Indonesia, dan lain-lain. Organisasi yang ada saat ini, masih belum efektif memberdayakan dan mengembangkan UKM sentra industri pengolahan kerupuk ikan dan udang di Indramayu disebabkan karena: -
Belum ada organisasi yang secara jelas memayungi atau bertanggung jawab penuh terhadap UKM
135
-
Sulitnya koordinasi diantara organisasi yang ada saat ini
Pemerintah Pusat/KKP dan instansi terkait
Pemda Provinsi/ instansi terkait
BBRPPBKP/BBRSEKP/ BBP2HP/STP,dll
Perguruan Tinggi/ LSM/BUMN/Swasta
Pemda Kabupaten/Kota dan instansi terkait
Penyuluh/Pembina Teknis
Koperasi/Asosiasi
UKM Sentra Industri Pengolah Kerupuk Ikan dan Udang di Indramayu Keterangan: Koordinasi dan pembinaan kepada Pemda/Instansi/Lembaga Terkait Kerja sama/kemitraan Pembinaan kepada UKM/pelaku usaha
Gambar 38 Organisasi pengembangan UKM saat ini.
Saat
ini
paling
tidak
organisasi/instansi
yang
memiliki
program
pengembangan UKM sentra industri pengolahan kerupuk ikan dan udang di Indramayu yaitu pemerintah pusat (Kementerian Kelautan dan Perikanan; Kementerian Perdagangan; Kementerian Industri; Kementerian Koperasi dan UKM; Kementerian Pekerjaan Umum), pemerintah daerah (Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Barat; Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Indramayu; Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Indramayu; Dinas Bina Marga Kabupaten Indramayu; Bank Indonesia Cabang Indramayu, dan lain-lain), lembaga swasta (PT. Pertamina Balongan Kabupaten Indramayu, Bank Perkreditan Rakyat, dan lain-lain).
136
Keterlibatan banyak organisasi/instansi ini, di satu sisi dapat dipandang sebagai manifestasi kepedulian banyak pihak untuk memberdayakan UKM sentra industri pengolahan kerupuk ikan dan udang di Indramayu, tetapi di lain pihak seringkali pada saat di lapangan menimbulkan tumpang tindih pembinaan yang boleh jadi malah menambah beban bagi UKM. Saat ini, tercatat banyak sekali perijinan harus diperoleh bagi UKM yang akan melakukan kegiatan usaha ekspor. Panjangnya rantai perijinan dan kompleksitasnya struktur birokrasi pada akhirnya menciptakan ekonomi biaya tinggi bagi UKM. Perbedaan persepsi dan kepentingan antar instansi, pada akhirnya banyak menimbulkan kesulitan di lapangan. Misalnya, kriteria atau batasan tentang usaha kecil saja terjadi perbedaan antar instansi. Bank Indonesia mempunyai batasan sendiri (Peraturan Bank Indonesia No. 7/39/PBI/2005 tentang Pemberian Bantuan Teknis dalam rangka Pengembangan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah), Kementerian Perindustrian (Peraturan Menteri Perindustrian No. 78/M-IND/PER/ 9/2007 tentang Peningkatan Efektifitas Pengembangan Industri Kecil dan Menengah melalui Pendekatan Satu Desa Satu Produk (One Village One ProductOVOP) di Sentra, Kementerian Kelautan dan Perikanan (Permen KP No.18/MEN/ 2006 tanggal 14 Agustus 2006 tentang Skala Usaha Pengolahan Hasil Perikanan), Kantor Kementerian Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (SK Menegkop
dan
UKM
No:
23/Per/M.KUKM/XI/2005
tentang
Pedoman
Penumbuhan dan Pengembangan Sentra Usaha Kecil dan Menengah). Padahal kriteria atau batasan tersebut telah tertuang secara jelas dalam UU Nomor 20 Tahun 2008. Lebih sulit lagi adalah koordinasi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Sejak dikeluarkan UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah, dan UU Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah hubungan institusional antara kementerian teknis baik yang punya portofolio maupun yang tidak punya portofolio menjadi sangat lamban. Instansi-instansi di pusat bertugas merumuskan kebijakan dasar pemberdayaan UKM, dan pemerintah daerah melalui dinas-dinas teknis melakukan pembinaan operasional. Pada kenyataannya tidak ada jaminan bahwa kebijakan dasar yang telah dirumuskan oleh pemerintah pusat dioperasionalisasikan di lapangan.
137
Bahkan untuk sekedar mengumpulkan data saja koordinasi antara instansi di pusat dan dinas-dinas di daerah sulit dilakukan. Isu-isu mengenai koordinasi pemberdayaan pembagian tugas dan tata kerja serta kesamaan visi dan misi diantara mereka sangat diperlukan untuk merumuskan kebijaksanaan dan strategi operasional pemberdayaan UKM yang menjadi pedoman semua pihak. Selanjutnya, fasilitasi yang sangat dibutuhkan oleh pelaku usaha/UKM sentra industri pengolahan kerupuk ikan dan udang di Indramayu pada saat ini terutama yang menyangkut dengan pengadaan/ penyempurnaan infrastruktur, kemudahan pemasaran hasil, kemudahan baik dalam mendapatkan permodalan, sarana produksi/pengolahan, teknologi baru, informasi pasar, serta peningkatan manajemen kewirausahaan. Dalam rangka pengembangan UKM, diperlukan peranan pada tataran makro yaitu pemerintah baik di tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten serta peranan pada tataran meso (koperasi, asosiasi, dll) dan organisasi yang ada saat ini belum berperan sesuai tugas pokok dan fungsinya. Selanjutnya proses perencanaan program, kegiatan, dan anggaran sangatlah penting. Perencanaan tersebut, diperlukan untuk mengatur strategi dalam menghadapi perubahan lingkungan yang dinamis. Sistem perencanaan yang baik sangat diperlukan sebagai dasar pembangunan, sehingga tujuan pembangunan yang akan dicapai akan terarah dan lebih efisien dalam pencapaiannya. Program dan kegiatan pengembangan UKM sentra industri pengolahan kerupuk ikan dan udang di Indramayu (Gambar 39), penganggaran keuangannya bersumber dari (1) Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yaitu melalui anggaran dekonsentrasi, tugas pembantuan (TP), dana alokasi khusus (DAK) dan (2) Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Proses perencanaan dan penyusunan APBN mengacu pada UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, dan proses perencanaan dan penyusunan APBD, mengacu pada PP Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Dalam rangka meningkatkan daya saing UKM telah dialokasikan pemerintah pusat dan daerah melalui program, kegiatan, dan anggaran pemberdayaan UKM di setiap daerah yang memiliki UKM.
138
Pemerintah Pusat & Daerah
Program dan Kegiatan
Asosiasi & Koperasi
UKM Realisasi Program dan Kegiatan
Gambar 39 Program dan kegiatan pengembangan UKM.
Program, kegiatan, dan anggaran pengembangan UKM sentra industri pengolahan kerupuk ikan dan udang di Indramayu yang ada saat ini, masih banyak yang belum efektif dan efisien yang disebabkan karena: -
Pemerintah pusat dan daerah belum memiliki visi bersama secara jangka panjang
-
Setiap individu dalam organisasi pemerintah pusat dan daerah belum mempunyai rasa saling memiliki dan bekerja sama dengan baik
-
Usulan program, kegiatan dan anggaran masih banyak yang berasal dari atas (top down) bukan berasal dari bawah (bottom up)
-
Alokasi dana dari APBN untuk UKM terpecah-pecah dengan jumlah yang terbatas sehingga penyaluran bantuan untuk UKM pun tidak terfokus Sejak tahun 2007 sampai dengan sekarang, Kementerian Kelautan dan
Perikanan telah mengalokasian program dan kegiatan bagi UKM sentra industri pengolahan kerupuk ikan dan udang di Indramayu yang berasal dari APBN melalui anggaran dekonsentrasi pada Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Barat, dan anggaran tugas pembantuan (TP) pada Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Indramayu. Selain itu program dan kegiatan bagi UKM sentra industri pengolahan kerupuk ikan dan udang di Indramayu, juga didukung oleh APBD
139
Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Barat dan Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Indramayu. Kementerian Kelautan dan Perikanan, Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Barat, dan Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Indramayu belum serius dalam mendukung pengembangan UKM, pasalnya program, kegiatan, dan anggaran dalam APBN dan APBD untuk pembinaan UKM masih bersifat hit and run bahkan cenderung hanya membuang anggaran saja. Selain itu program dan kegiatan dari APBN dan APBD masih terpecah-pecah, akibat banyaknya kementerian/lembaga yang mempunyai program untuk UKM. Dampaknya, terjadi tumpang tindih pengelolaan dan penyaluran program UKM dan penyaluran bantuan untuk UKM pun tidak terfokus dan efektif. Selanjutnya, setiap individu baik pada Kementerian Kelautan dan Perikanan, Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Barat, dan Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Indramayu belum mempunyai rasa saling memiliki dan bekerja sama dengan baik sehingga dalam penyusunan program, kegiatan, dan anggaran masih dijumpai output dan outcome yang tidak jelas dan tidak bisa diukur. Hal ini disebabkan karena Kementerian Kelautan dan Perikanan, Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Barat, dan Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Indramayu belum memiliki visi bersama secara jangka panjang, dan usulan program, kegiatan dan anggaran masih banyak yang berasal dari atas (top down) bukan berasal dari bawah (bottom up) sehingga program dan kegiatan banyak yang tidak efektif dan efisien serta tidak tepat sasaran dan fungsinya. Berdasarkan situasi problematik di atas, di bawah ini diuraikan mengenai pendapat aktor tentang permasalahan tataran makro dalam pengembangan UKM sentra industri pengolahan kerupuk ikan dan udang di Indramayu (Tabel 16).
140
Tabel 16 Pendapat aktor tentang permasalahan dalam tataran makro TATARAN MAKRO
TATARAN MESO
TATARAN MIKRO
(Pemerintah Pusat & Daerah)
(Koperasi & Asosiasi)
(Pelaku Usaha/UKM)
Salah satu tujuan (grand strategy/the blue revolution policies) pada KKP yaitu memperkuat kelembagaan dan SDM secara terintegrasi
Banyak organisasi/institusi yang diberi tugas membina UKM, sehingga di lapangan seringkali menimbulkan tumpang tindih pembinaan yang boleh jadi malah menambah beban bagi UKM
Setiap instansi/organisasi yang terlibat dalam rangka mendukung pengembangan UKM belum mempunyai rasa saling memiliki dan bekerja sama dengan baik, sehingga tidak memiliki visi dan tujuan bersama Dalam penyusunan program, kegiatan, dan anggaran masih dijumpai output dan outcome yang tidak jelas dan tidak bisa diukur. Hal ini disebabkan karena, pemerintah pusat dan daerah belum memiliki visi bersama secara jangka panjang
Koperasi Kerupuk Mitra Industri (KKMI) dan Asosiasi Pengusaha Kerupuk Indramayu (APKI) mengharap agar pemerintah pusat dan daerah mendukung penuh program, kegiatan, dan anggaran yang diusulkan dalam rangka pengembangan UKM Banyak program dan kegiatan yang kita usulkan, tidak pernah direalisasikan. Kok ya, kita dapat program dan kegiatan yang tidak jelas untuk apa manfaatnya? Pemerintah pusat dan daerah, harusnya memprioritaskan usulan program, kegiatan dan anggaran yang kami usulkan, jangan usulan untuk kepentingan organisasinya saja
Pemerintah harusnya bisa bantu kami, uji coba/penelitian membuat kerupuk dengan bahan baku ikan lainnya (selain ikan remang). Kalau hasilnya bagus dan biayanya lebih murah, kami semua pasti mau juga mencoba hasil penelitian tersebut
Kami suka saja dibina oleh siapapun, asalkan diberikan juga bantuan modal dan peralatan
Banyak program dan kegiatan dalam rangka mendukung pengembangan UKM dari pemerintah yang tidak sesuai dan tidak tepat guna dengan yang kami usulkan, terutama dalam hal bantuan permodalan, sarana dan prasarana, dll
Terkait program pemberdayaan UKM, dulu yang lebih banyak membantu dana, memberikan keterampilan dalam pelatihanpelatihan, dan juga memasarkan produk adalah pihak PT Pertamina. PT Pertamina benar-benar membantu pengusaha yang masih kecil dan belum berkembang. Berbeda dengan pemerintah, hanya mau membantu para pengusaha yang sudah sukses dan berkembang. “Mungkin agar pemerintah ikut-ikutan disebut sukses dengan programnya, kasarnya kecipratan suksesnya
Tataran Meso Pengembangan UKM sentra industri pengolahan kerupuk ikan dan udang di Indramayu pada tataran meso, meliputi 1) Koperasi Kerupuk Mitra Industri (KKMI) Indramayu, dan 2) Asosiasi Pengusaha Kerupuk Indramayu (APKI). Koperasi Kerupuk Mitra Industri (KKMI) Indramayu dibentuk pada tahun 2006 dan Asosiasi Pengusaha Kerupuk Indramayu (APKI) dibentuk pada tahun 2011, dengan dukungan pemerintah daerah. KKMI dan APKI berfungsi sebagai wadah yang dapat memfasilitasi anggotanya untuk pembinaan teknologi produksi, kebutuhan bahan baku kerupuk, keperluan rumah tangga, dan lain-lain. Pembentukan koperasi dan asosiasi tersebut, bertujuan juga agar terjalin kerja sama yang baik antar sesama UKM sentra industri pengolahan kerupuk ikan dan udang di Indramayu. Koperasi dan asosiasi yang ada saat ini, belum bekerja secara optimal sebagaimana yang diharapkan dan belum memiliki peran yang sungguh-sungguh terhadap pengembangan UKM sentra industri pengolahan kerupuk ikan dan udang
141
di Indramayu. Selain itu, koperasi dan asosiasi sejauh ini juga belum mampu memberikan manfaat ekonomi atau kesejahteraan bagi para anggotanya. Adapun kendala dan permasalahan yang menyebabkan rendahnya kinerja dan belum berperannya koperasi dan asosiasi adalah: -
Kualitas SDM pengurus dan pengelola koperasi dan asosiasi sebagian besar masih rendah
-
Lemahnya manajemen
-
Kurangnya permodalan
-
Kurangnya kesadaran masyarakat akan arti penting koperasi dan asosiasi
-
Adanya kegiatan koperasi dan asosiasi yang memanfaatkan program bantuan atau dukungan pemerintah terhadap keberadaan koperasi dan asosiasi bagi kepentingan pribadi (pemburu rente) Pada umumnya kualitas SDM pengurus dan pengelola Koperasi Kerupuk
Mitra Industri (KKMI) Indramayu dan Asosiasi Pengusaha Kerupuk Indramayu (APKI) tidak memiliki kemampuan (pengetahuan dan keterampilan) yang memadai, baik dalam hal manajemen dan organisasi maupun dalam hal teknis dan bisnis pengolahan kerupuk ikan dan udang, serta perdagangan/pemasaran produk. Selain kelemahan teknis manajemen sering kali para pengurus dan pengelola koperasi dan asosiasi juga dilanda penyakit moral, kerja malas, tidak kreatif dan produktif, tetapi korupsi (rent seeking). Dengan kondisi kualitas SDM pengurus dan pengelola koperasi dan asosiasi semacam ini, sangat dikhawatirkan koperasi dan asosiasi akan mengalami rugi melulu (cost center) atau kalaupun survive, jalannya terengah-engah. Kenyataan yang terjadi, bagaimana koperasi dan asoisasi dapat mensejahterakan para anggotanya kalau dirinya sendiri 'harus dirawat jalan'. Kendala berikutnya yang sangat menghambat kinerja dan peran koperasi dan asosiasi, meskipun seolah-olah klise, adalah minimnya permodalan. Sebuah koperasi dan asosiasi yang berhasil, adalah koperasi dan asosiasi yang dapat memasok segenap faktor produksi (production inputs) untuk keperluan pengolahan kerupuk ikan dan udang secara kontinu dan harga relatif lebih murah atau paling tidak sama dengan harga pasar. Selain itu, koperasi dan asosiasi yang berhasil juga dapat membeli hasil produksi kerupuk ikan dan udang UKM dengan
142
harga bersaing setiap saat. Hal ini memerlukan kemampuan untuk menangani (handling), mengolah (processing), dan memasarkan (marketing) produk kerupuk ikan dan udang. Koperasi dan asosiasi yang berhasil juga mampu melaksanakan fungsi simpan-pinjam bagi para anggotanya yang saling menguntungkan, sehingga UKM terbebas dari jeratan para pengijon dan tengkulak. Koperasi dan asosiasi yang ada saat ini belum mampu membayar tunai hasil produksi yang dijual melalui koperasi dan asosiasi, sehingga UKM akhirnya lebih senang menjual hasil produksinya sendiri kepada para agen, pedagang atau konsumen akhir. Alasannya sederhana, karena koperasi dan asosiasi tidak memiliki modal yang mencukupi untuk membayar tunai hasil produksi UKM. Perilaku ingin meraup untung sebesar-besarnya tanpa mengindahkan nasib UKM (rent seeking behavior), para pengusaha skala usaha menengah atau skala usaha besar di wilayah dimana koperasi dan asosiasi berada juga seringkali mematikan kinerja koperasi dan asosiasi. Prakteknya, para 'pengusaha nakal' menjual seluruh kebutuhan pengolahan kerupuk (ikan, tepung tapioka, gula, minyak, dan lain-lain) lebih murah dari pada yang selama ini disediakan oleh koperasi dan asosiasi. Praktek semacam ini dilakukan oleh para pengusaha nakal sampai koperasi dan asosiasi tidak mampu bersaing lagi. Masyarakat dan UKM sampai saat ini kebanyakan belum sadar atau tidak memahami, bahwa jika koperasi dan asosiasi dijalankan dengan benar, sesungguhnya mampu meningkatkan posisi tawar mereka dan meningkatkan kesejahteraannya. Kurangnya pemahaman dan kesadaran sebagian besar masyarakat dan UKM tentang arti penting dan peran strategis koperasi dan asosiasi bagi kesejahteraan hidup mereka kemungkinan besar disebabkan oleh kurangnya sosialisasi dan citra buruk koperasi dan asosiasi itu sendiri. Koperasi dan asosiasi dalam pengembangannya belum merefleksikan tujuan bersama anggota, hal inilah yang kurang diperhatikan. Koperasi dan asosiasi yang seharusnya berdiri karena kepentingan bersama anggotanya akhirnya berdiri karena
program
pemerintah,
sehingga
keberlangsungannya
tidak
lama.
Selanjutnya dengan paradigma pengembangan koperasi dan asosiasi tersebut, akan mati suri dan baru muncul lagi jika ada program bantuan atau dukungan pemerintah. Ironisnya yang terjadi, koperasi dan asosiasi memanfaatkan program
143
bantuan atau dukungan pemerintah terhadap keberadaan koperasi dan asosiasi bagi kepentingan pribadi (pemburu rente). Berdasarkan situasi problematik di atas, di bawah ini diuraikan mengenai pendapat aktor tentang permasalahan tataran meso dalam pengembangan UKM sentra industri pengolahan kerupuk ikan dan udang di Indramayu (Tabel 17).
Tabel 17 Pendapat aktor tentang permasalahan dalam tataran meso TATARAN MAKRO
TATARAN MESO
TATARAN MIKRO
(Pemerintah Pusat & Daerah)
(Koperasi & Asosiasi)
(Pelaku Usaha/UKM)
Koperasi dan asosiasi yang telah ada perlu meningkatkan kinerja dan perannya bagi UKM antara lain dalam pengembangan jaringan informasi usaha yang sangat dibutuhkan untuk pengembangan usaha bagi kami/anggotanya Seharusnya koperasi dan asosiasi bersama-sama mendukung pengembangan UKM, jangan hanya mengusulkan proposal untuk mendapatkan anggaran dan atau mencari keuntungan pribadi Koperasi dan asosiasi yang terbentuk agar benar-benar serius bertanggung jawab terhadap kegiatan/dana yang diberikan pemerintah, sehingga didapat output dan outcome yang jelas dapat meningkatkan pengembangan UKM
Koperasi Kerupuk Mitra Industri (KKMI) dan Asosiasi Pengusaha Kerupuk Indramayu (APKI) berfungsi sebagai wadah yang dapat memfasilitasi anggotanya untuk pembinaan teknologi produksi, kebutuhan bahan baku, keperluan rumah tangga, dll
KKMI dibentuk pada tahun 2006 dan APKI dibentuk pada tahun 2011 dengan dukungan pemerintah daerah. Saat ini keanggotaan APKI wajib bagi seluruh pemilik usaha kerupuk, sedangkan kenggotaan KKMI tidak diwajibkan
Kurangnya pemahaman tentang koperasi sebagai badan usaha yang memiliki struktur kelembagaan dan insentif yang unik/khas dibandingkan badan usaha lainnya
Kurang memasyarakatnya informasi tentang praktek-praktek berkoperasi yang benar telah menyebabkan rendahnya kualitas kelembagaan dan organisasi koperasi
KKMI dan APKI mengharap agar pemerintah pusat dan daerah mendukung penuh program, kegiatan, dan anggaran yang diusulkan dalam rangka pengembangan UKM
Secara internal, hampir semua UKM memiliki ikatan antar unit usaha disebabkan oleh hubungan kekerabatan/keluarga maupun sub kontrak. Bentuk kerja sama ini merupakan jejaring bisnis yang memiliki ikatan sosial yang kuat karena persamaan model produk
Koperasi dan asosiasi yang ada saat ini, harusnya lebih meningkatkan kinerja dan perannya secara sungguh-sungguh untuk anggota Koperasi yang ada sekarang harusnya milik bersama, bukannya milik/modal seseorang.. kok seperti perusahaan sendiri Harusnya koperasi dan asosiasi yang bantu memasarkan produik kerupuk kami.
Tataran Mikro Pengembangan UKM sentra industri pengolahan kerupuk ikan dan udang di Indramayu pada tataran mikro, meliputi pelaku usaha/UKM. UKM sentra industri pengolahan kerupuk ikan dan udang di Desa Kenanga Blok Dukuh, Kecamatan Sindang, Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat sebanyak 34 unit pengolahan ikan (UPI) yang terdiri dari 26 UPI skala usaha kecil dan 8 UPI skala usaha menengah.
144
Jumlah tenaga kerja yang terlibat di UKM sentra industri pengolahan kerupuk ikan dan udang di Indramayu, pada setiap UPI bervariasi tergantung besar atau kecil usahanya. UKM sentra industri pengolahan kerupuk ikan dan udang di Indramayu rata-rata mempekerjakan sekitar 25-125 orang tenaga kerja per UPI yang dapat menghasilkan kerupuk ikan dan udang sebanyak ± 15-75 ton/bulan/ UPI. Secara umum ada dua kelompok pekerja, pertama pekerja tetap yang digaji berdasarkan keterampilan dan kecakapan yang dimiliki dengan upah kerja Rp100 000 sampai dengan Rp200 000 per hari. Kedua, pekerja borongan yang dikontrak meskipun secara informal, berdasarkan jenis pekerjaan dan jumlah pekerjaan yang harus diselesaikan terkadang diperlukan jika sewaktu-waktu terjadi lonjakan pesanan atau pada musim kemarau dimana proses produksi meningkat dengan upah kerja Rp25 000 sampai dengan Rp30 000 per hari atau dibayarkan menurut jumlah barang yang dihasilkan oleh masing-masing pekerja. Adapun kendala dan permasalahan yang menyebabkan rendahnya kualitas SDM pada UKM sentra industri pengolahan kerupuk ikan dan udang di Indramayu adalah: -
Tingkat pendidikan tenaga kerja/SDM rendah
-
Tidak memiliki keahlian/keterampilan khusus di bidangnya
-
Tidak tersedianya dana khusus untuk kegiatan pelatihan, mengikuti seminar, studi banding, dan lain-lain
-
Fasilitasi program bantuan atau dukungan pemerintah untuk peningkatan keterampilan SDM tidak tepat sasaran Tenaga kerja yang umumnya terlibat dalam UPI kerupuk ikan dan udang di
Indramayu, berasal dari daerah sekitar lokasi UPI (ada ikatan keluarga atau tetangga). Dimana tenaga kerja yang digunakan di UKM sentra industri pengolahan kerupuk ikan dan udang di Indramayu umumnya tidak mempunyai keahlian khusus, dimana pemilik usaha menempatkan tenaga kerja pria dan wanita pada semua tahap pembuatan kecuali di bagian produksi khusus tenaga pria. Tingkat pendidikan tenaga kerja pada UKM sentra industri pengolahan kerupuk ikan dan udang di Indramayu umumnya sekolah dasar (SD) sampai sekolah menengah pertama (SMP). Pemilik usaha tidak menentukan adanya
145
spesifikasi pekerjaan tertentu yang harus sesuai dengan tingkat pendidikan, tetapi kebanyakan tenaga kerja bagian non produksi berpendidikan SMP dan tenaga kerja bagian produksi berpendidikan SD. Pelaksanaan kegiatan fasilitasi program bantuan/dukungan pemerintah pusat dan daerah kepada UKM sentra industri pengolahan kerupuk ikan dan udang di Indramayu untuk peningkatan keterampilan UKM kurang tepat sasaran, dimana perserta yang mengikuti kegiatan umumnya dihadiri oleh pemilik usaha. Dampaknya, dengan keterbatasan waktu seringkali pemilik usaha yang mengikuti program pemerintah tersebut tidak meneruskan materi/pengetahuan yang didapatkan kepada tenaga kerja/SDM nya. Ditambah lagi, pemilik usaha tidak pernah memiliki dana khusus untuk kegiatan pelatihan, seminar, studi banding, dan lain-lain. Penerapan tata cara proses produksi makanan yang baik yaitu GMP (good manufacturing practices), SSOP (sanitation standard operational procedure), sop (standard operational procedure), dan sistem pendukung lainnya pada UKM sentra industri pengolahan kerupuk ikan dan udang di Indramayu belum dilakukan secara utuh. Umumnya masih banyak dijumpai pada sentra pengolahan kerupuk (Gambar 40), antara lain 1) penyiangan ikan di lantai yang bercampur dengan sisa buangan berupa isi perut, darah, kepala, dan lain-lain, 2) penjemuran kerupuk yang diletakkan di atas tampah pada lahan terbuka/tanah lapang atau sekitar bahu jalan/ pinggir jalan raya, 3) banyaknya tumpahan terigu/adonan di tempat pencetakan adonan. Kondisi tersebut adalah akibat tidak adanya prosedur standar yang diberlakukan pada UKM sentra pengolahan kerupuk ikan dan udang di Indramayu.
Penyiangan ikan di lantai
Tempat proses produksi yang tidak hygienis
146
Penjemuran kerupuk di lantai
Peralatan yang digunakan kurang hygienis
Gambar 40 Kondisi pada UKM sentra di Indramayu yang belum sesuai standar.
UKM sentra industri kerupuk ikan dan udang di Indramayu kebanyakan merupakan skala usaha kecil dan menengah. Industri kerupuk jika tidak ditangani dengan baik juga mempunyai potensi untuk merusak lingkungan. Penggunaan air pada saat pencucian bahan baku ikan biasanya langsung di buang ke saluran air (Gambar 41). Air ini mengandung darah ikan dan sisa-sisa pemotongan ikan. Lama kelamaan, air pencucian ini mengakibatkan bau tidak sedap keluar dari parit di sekitar lingkungan UPI. Lingkungan UPI berdekatan dengan rumah penduduk, sehingga jika tidak ditangani dengan baik akan berakibat tidak baik pada kualitas kesehatan karyawan/pekerja pada khususnya dan kualitas kesehatan penduduk di sekitar UPI pada umumnya.
Gambar 41 Air bekas pencucian ikan yang di buang ke parit/got.
Sebagian besar warga masyarakat yang berdomisili di sekitar sentra industri pengolahan kerupuk selama ini merasa terganggu oleh tajamnya bau limbah, dan
147
sangat menyesakkan pernafasan serta mengakibatkan sebagian kulit warga mengalami gatal-gatal akibat rembesannya ke sumur warga. Permasalahan ini sudah berlangsung cukup lama, dan pemerintah sudah pernah melakukan upaya penanganan limbah dengan memasang saluran pipa untuk menyaring limbah. Sayangnya, pipa
yang sudah terpasang bertahun-tahun tersebut belum
terselesaikan. Sampai saat ini, dari pemerintah belum ada tindakan dan upaya lain lagi untuk menangani limbah tersebut. Akibat permasalahan limbah tersebut, mengakibatkan kekhawatiran akan bepengaruh pada perusahaan kerupuk. Bisa jadi lama kelamaan, akhirnya perusahaan ditutup dan tidak berkembang. Selain itu citra perusahaan akan buruk, jika ada tamu luar yang datang berkunjung ke sentra industri pengolahan kerupuk akibat bau yang tidak sedap dan sangat mengganggu tersebut. Sumber daya keuangan per unit pengolahan pada UKM sentra industri pengolahan kerupuk ikan dan udang di Indramayu rata-rata memiliki yaitu: -
Pada unit skala usaha kecil rata-rata memiliki aset sebesar 500 juta rupiah sampai dengan 1 milyar rupiah, terdiri dari aset bangunan sebesar 200 juta rupiah sampai dengan 500 juta rupiah dan aset lahan sebesar 300 juta rupiah sampai dengan 500 juta rupiah. Dengan modal usaha 5 juta rupiah sampai dengan 30 juta rupiah, mendapatkan keuntungan rata-rata 500 ribu rupiah sampai dengan 3 juta rupiah per hari.
-
Pada unit skala usaha menengah rata-rata memiliki aset sebesar 3 milyar rupiah, terdiri dari aset bangunan sebesar 1 milyar rupiah dan aset lahan sebesar 2 milyar rupiah. Dengan modal usaha sebesar 30 juta rupiah sampai dengan 50 juta rupiah, mendapatkan keuntungan rata-rata 3 juta rupiah sampai dengan 5 juta rupiah per hari. Kebutuhan modal usaha pembuatan kerupuk ikan dan udang di Indramayu
dapat dicukupi dengan modal sendiri ataupun sebagian dapat dipenuhi dengan pinjaman dari sumber-sumber formal atau informal. Semakin meningkatnya harga bahan baku ikan dan permintaan kerupuk ikan dan udang saat ini, menjadi kendala bagi pengusaha kerupuk di Indramayu terkait dengan keterbatasan modal usaha.
148
Adapun kendala dan permasalahan yang menyebabkan keterbatasan modal usaha pada UKM sentra industri pengolahan kerupuk ikan dan udang di Indramayu adalah: -
Sulit mendapatkan alokasi dana pinjaman/kredit yang lebih besar dari lembaga perbankan dengan persyaratan kredit yang mudah serta suku bunga yang rendah
-
Belum berperannya secara optimal tenaga pendampingan atau konsultan keuangan mitra bank (KKMB) bagi UKM Permasalahan modal masih menjadi masalah pokok bagi UKM sentra
industri pengolahan kerupuk ikan dan udang di Indramayu, dimana banyak pelaku usaha/UKM di Indramayu yang masih sulit mendapatkan alokasi dana kredit yang lebih besar dari lembaga perbankan, dengan persyaratan kredit yang mudah serta suku bunga yang rendah. Hal ini mengakibatkan, UKM sentra industri pengolahan kerupuk ikan dan udang di Indramayu hanya berproduksi kerupuk ikan dan udang dalam jumlah pesanan yang terbatas. Pemerintah telah menyediakan dana kredit untuk modal usaha bagi UKM, salah satunya adalah kredit usaha rakyat (KUR). KUR merupakan kredit untuk UKM yang feasible namun belum bankable. Kredit ini jumlahnya hingga Rp 500 juta yang diberikan oleh bank BUMN dan Bank Pembangunan Daerah (BPD) yang didukung dengan penjaminan kredit dari PT. Asuransi Kedit Indonesia (Askrindo) dan PT. Sarana Pengembangan Usaha (SPU). KUR mensyaratkan bahwa agunan pokok kredit adalah proyek yang dibiayai. Namun, karena agunan tambahan yang dimiliki oleh UKM pada umumnya kurang, maka sebagian dicover dengan program penjaminan. Besarnya coverage penjaminan maksimal 70 % dari plafond kredit. Sumber dana KUR sepenuhnya berasal dari dana komersial bank. Masalahnya, tidak semua dana yang disalurkan kepada UKM itu dikembalikan lagi kepada BUMN pembina untuk dijadikan dana bergulir. Banyak UKM yang tidak lancar mengembalikan dana bergulir alias berkategori kredit macet. Kredit macet ini membuat BUMN membuat pagar dengan menerapkan agunan kepada UKM yang akan diberi kredit. Padahal dalam Peraturan Menteri Negara BUMN No. Per-05/MBU/2007 tentang PKBL, tidak ada satupun kata atau
149
kalimat tentang agunan. Tidak adanya aturan tersebut membuat persyaratan agunan tiap BUMN berbeda-beda. Salah satu bentuk kepedulian pemerintah adalah membentuk kelembagaan konsultan keuangan mitra bank (KKMB) sektor kelautan dan perikanan. Sejak tahun 2003 Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah mengembangkan program pemberdayaan KKMB untuk sektor kelautan dan perikanan yaitu dengan melatih orang per orang yang selama ini memiliki kepedulian dan bersinggungan langsung dengan usaha sektor kelautan dan perikanan. Selanjutnya tahun 2009 Bank Indonesia (BI) dan KKP membuat perjanjian kerja sama tentang pengembangan KKMB dan penyusunan buku pola pembiayaan produk/jasa bidang kelautan dan perikanan. Kelembagaan ini diharapkan menjembatani kesenjangan antar UMKM kelautan dan perikanan dengan pihak perbankan. Selain itu, diharapkan menjadi sumber informasi bagi UMKM tentang produkproduk skim-skim kredit yang lebih mudah dan luwes. Pangsa pembiayaan perbankan kepada UMKM sektor pertanian (termasuk sub-sektor perikanan) sampai tahun 2009 baru mencapai 3.3 persen dari total pembiayaan perbankan kepada UMKM yang mencapai Rp 700.8 triliun (Juni 2009). Pemberdayaan KKMB bidang kelautan dan perikanan yang dilakukan dalam kerjasama ini akan menjembatani hubungan yang saling menguntungkan antara UMKM dan bank (BI 2009). Dalam perkembangannya, meskipun keberadaan KKMB sudah ada beberapa tahun yang lalu namun perannya dapat dikatakan belum cukup menggembirakan. Salah satu penyebabnya adalah kegiatan pendampingan terhadap UMKM sering kali masih dilihat sebagai bisnis sosial. Keberadaan tenaga pendamping yang bersifat sosial ini menghadapi masalah dalam hal keberlanjutannya. Hal tersebut disebabkan keberadaan mereka lebih dikarenakan adanya proyek yang sedang dijalankan oleh pemerintah sehingga bila proyek tersebut berakhir maka berakhir pula kegiatan pendampingannya. Padahal di sisi lain potensi UMKM yang belum digarap oleh perbankan masih tinggi. Tidak hanya itu, UMKM tersebut juga masih membutuhkan tenaga pendamping sebagai jembatan mereka untuk bisa akses kepada perbankan.
150
Adanya kebutuhan akan KKMB dan kendala pembiayaan kepada mereka mendorong pemikiran agar kegiatan pendampingan tersebut dikelola secara profesional. Setiap kegiatan pendampingan yang diterima oleh UMKM, maka tenaga pendamping akan memperoleh sejumlah fee dari UMKM atau perbankan yang menggunakan jasa mereka. Fee inilah yang digunakan untuk membiayai kegiatan operasional pendampingan. Dalam rangka meningkatkan profesionalitas tenaga pendamping agar mampu berhubungan dengan perbankan maka diperlukan penambahan kompetensi terutama di aspek keuangan. Bahan baku utama dalam pembuatan kerupuk ikan dan udang di Indramayu, yang digunakan umumnya adalah ikan remang dan udang api-api (Gambar 42). Selanjutnya dalam pembuatan kerupuk ikan dan udang, penyediaan bahan baku merupakan hal yang sangat penting dalam menjaga keberlangsungan kegiatan usaha produksinya. Pengendalian persediaan bahan baku, akan menentukan apakah perusahaan tersebut mampu terus beroperasi atau tidak. Keberlangsungan persediaan juga akan menentukan tingkat keuntungan perusahaan.
Ikan remang
Udang api-api
Gambar 42 Bahan baku ikan dan udang dalam pembuatan kerupuk di Indramayu.
Manajemen
pengendalian
bertujuan
untuk
memenuhi
permintaan.
Manajemen persediaan bahan baku akan efektif apabila persediaan bahan baku terlaksana dengan optimal, dengan biaya minimal tanpa mengganggu jalannya usaha produksi, sehingga terjadi penghematan biaya produksi, peningkatan keuntungan dan kinerja perusahaan.
151
Adapun kendala dan permasalahan yang menyebabkan keterbatasan bahan baku pada UKM sentra industri pengolahan kerupuk ikan dan udang di Indramayu adalah: -
Sulit mendapatkan ikan dalam jumlah yang banyak karena tergantung dari hasil melaut nelayan, sehingga harga ikan sulit terkontol
-
Bahan baku ikan tidak tahan lama disimpan dalam cool box/wadah penyimpanan, sehingga harus segera diproses
-
Tidak tersedianya modal pada saat harga ikan naik atau saat pesanan bahan baku ikan datang
-
Tidak ada kerja sama/MOU yang jelas dan tertulis antara pemasok bahan baku dengan pelaku usaha/UKM, sehingga posisi UKM lemah ketika harga ikan naik atau jumlah bahan baku sedikit Saat ini kesulitan bahan baku ikan terjadi pada UKM sentra industri
pengolahan ikan dan udang di indramayu ketika pasokan ikan menurun, sehingga menyebabkan harga ikan naik yang tidak terkontrol. Pengusaha kerupuk ikan dan udang disisi lain tidak dapat menaikkan harga sesuai dengan kenaikan harga bahan bakunya, karena tidak dapat mempengaruhi harga kerupuk ikan dan udang di pasar. Kondisi lain yang sering terjadi yaitu tidak tersedianya modal pada saat harga ikan naik atau saat pesanan bahan baku ikan datang, sehingga menyebabkan proses produksi terganggu yang pada akhirnya dapat mengakibatkan proses produksi terhenti sama sekali. Unit usaha kecil dan menengah sentra industri pengolahan kerupuk ikan dan udang di Indramayu, belum mempunyai manajemen atau pengelolaan bahan baku yang baik. Kesalahan dalam jumlah dan waktu pemesanan bahan baku yang dilakukan, menimbulkan pemborosan biaya persediaan bahan baku. Hal inilah yang menyebabkan beberapa UKM sentra industri pengolahan kerupuk ikan dan udang di Indramayu mengurangi pemesanan/permintaan jumlah pembeli. Ditambah lagi, tidak adanya kerja sama dalam bentuk MOU yang jelas dan tertulis dalam pemenuhan bahan baku ikan antara pemasok dan UKM, sehingga posisi UKM lemah ketika harga ikan naik atau jumlah bahan baku sedikit. Pemasaran produk kerupuk ikan dan udang UKM sentra pengolahan di Indramayu, pada umumnya adalah pasar lokal dan belum menembus pasar global
152
atau ekspor. Selain menggunakan pasar tradisional dalam memasarkan produkproduk kerupuk, beberapa unit usaha menggunakan strategi menjual produk secara langsung kepada konsumen dengan menyediakan ruang kecil/sejenis toko oleh-oleh di bagian depan bangunan unit usahanya (Gambar 43), menggunakan papan reklame, memanfaatkan perayaan tahunan di wilayah Indramayu (seperti pasar malam, pameran produk, dan lain-lain), melalui media internet dan surat kabar (Gambar 44), TV, radio, majalah, dan lain-lain.
Gambar 43 Toko kecil untuk menjual produk, terletak di depan bangunan UPI. http://kerupuk-kapalemas.blogspot.com/ Kerupuk Indramayu Kapal Emas
Minggu, 15 April 2012 | 09:26 WIB Yusuf Zainal, Raja Kerupuk dari Indramayu (1) Rabu, 25 Maret 2009 | 09:46 WIB KOMPAS/SIWI YUNITA CAHYANINGRUM Industri kerupuk di Desa Kenanga, Kecamatan Sindang, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat. KOMPAS.com — Jangan anggap enteng profesi perajin kerupuk. Kisah sukses Yusuf Zainal Abidin membuktikan bahwa keuntungan dari bisnis kerupuk tak seenteng produk kerupuk. Berkat usahanya yang tak kenal lelah, pengusaha kerupuk asal Indramayu ini mampu menangguk omzet ratusan juta rupiah setiap bulan. a tak lebih sekadar mendapat limpahan rahmat dari Yang Maha Esa. Namun, di balik kenikmatan itu, alumni Sekolah Menengah Ekonomi Atas (SMEA) Negeri Indramayu ini sempat memendam kekecewaan mendalam. (Anastasia Lilin Yuliantina/Kontan) Sumber :
Share Index Berita Info Kita Surat Pembaca Berita Duka Seremonia DKK Matahati Tanah Air Kompas Kita Kompas AR Kompas Dakode
PERUSAHAAN KERUPUK PERAHU KENCANA Jl.Perindustrian No.20 Dukuh Ds.Kenanga Kec.Sindang Indramayu Untuk Pemesanan Hubungi: - 081326327008 - 085692332222 Email: -
[email protected] -
[email protected] Diposkan oleh Ade Rudi di 05:49 0 komentar Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook
Gambar 44 Promosi dan iklan di media internet.
Salah satu perusahaan kerupuk Kelapa Gading di Indramayu yang sudah berjalan selama 18 tahun sejak tahun 1994, mengalami perkembangan usaha yang cukup signifikan yang ditandai dengan peningkatan produksi dan omset yang terus meningkat setiap tahun. Saat ini perusahaan kerupuk Kelapa Gading, telah
153
menghasilkan sebanyak 60-70 ton kerupuk/bulan dengan wilayah pemasaran yang semakin luas. Pemasaran produk selain dijual langsung kepada konsumen, juga memasarkan produk melalui agen dan pedagang di wilayah Indramayu. Selain itu, juga dipasarkan ke wilayah Cirebon, Bandung, Yogyakarta, Solo, Sidoarjo, Surabaya, DKI Jakarta, Medan, dan kota-kota di Sulawesi, serta ekspor (melalui Jawa Timur). Perusahaan Sri Tanjung salah satu pengolah kerupuk ikan dan udang di Indramayu, dengan produksi sebanyak ± 51 ton per bulan. Pemasaran hasil kerupuk, dilakukan ke Sidoarjo dengan jumlah pengiriman 5 ton per minggu atau 20 ton per bulan, Jakarta 10 ton per bulan, Bogor 10 ton per bulan, Bandung 5 ton per bulan, dan pengecer di Jakarta, Purwakarta, dan Cirebon sebanyak 5 ton per bulan, dan Indramayu 1 ton per bulan. Pengiriman produk ke Sidoarjo, dilakukan dengan menggunakan truk kosong dari Jawa Timur yang selesai mengantar barang ke Indramayu. Berdasarkan situasi problematik di atas, di bawah ini diuraikan mengenai pendapat aktor tentang permasalahan tataran mikro dalam pengembangan UKM sentra industri pengolahan kerupuk ikan dan udang di Indramayu (Tabel 18). Tabel 18 Pendapat aktor tentang permasalahan dalam tataran mikro TATARAN MAKRO
TATARAN MESO
TATARAN MIKRO
(Pemerintah Pusat & Daerah)
(Koperasi & Asosiasi)
(Pelaku Usaha/UKM)
1
2
3
Beberapa upaya yang telah dilakukan pemerintah bagi UKM untuk mendapatkan kredit modal usaha yaitu melalui KKMB, pembiayaan modal ventura, dll Tidak ada masalah pada ketersediaan bahan baku untuk pembuatan kerupuk ikan dan udang, baik untuk bahan baku ikan, udang, tepung tapioka, dll tetapi kondisi yang sering terjadi yaitu tidak tersedianya modal/dana di UKM pada saat harga bahan baku naik atau saat pesanan bahan baku datang Pemerintah sudah banyak membantu dalam permasalahan bahan baku ikan dan udang, antara lain pemberian modal usaha/kredit tanpa bunga/suku bunga rendah, pemberian cool box, pembangunan cold storage, dll
Adanya anggapan UKM sering dinilai tidak layak untuk menjadi nasabah bank komersial yang berorientasi pada profit, karena umumnya UKM tidak memiliki agunan yang cukup untuk menjamin sejumlah kredit yang dibutuhkan KKMI memfasilitasi anggotanya mendapat-kan bahan baku (ikan, tepung, gula, dll) dan atau membantu memberikan pinjaman modal untuk UKM membeli bahan baku, dengan tempo pembayaran 1 (satu) bulan. Jika pembayaran lunas sebelum 1 (satu) bulan maka dapat discount, tetapi kalau lewat 1 (satu) bulan kena bunga
Bank tidak layak menjadi lembaga perkreditan untuk UKM, karena UKM sulit mendapatkan pinjaman modal melalui bank yang tanpa agunan Kalaupun ada lembaga permodalan memberikan pinjaman kepada UKM, besaran pinjaman kecil sekali Semakin lama sulit mendapatkan bahan baku ikan remang dalam jumlah yang banyak karena tergantung dari hasil melaut nelayan sehingga harga ikan naik yang tidak terkontrol. Pada saat ketersediaan bahan baku terbatas, maka kami hanya berproduksi kerupuk dalam jumlah sedikit/terbatas atau bahkan sama sekali tidak berproduksi
154
1
2
Seharusnya asosiasi dan koperasi yang terbentuk, dapat memfasilitasi atau membantu UKM dalam kemudahan mendapatkan bahan baku tersebut
APKI selaku koordinator cold storage belum dapat mengoperasionalkan, karena masih mengharap bantuan pemerintah daerah untuk menguji coba alat tersebut
Pemenuhan bahan baku ikan tertentu, seharusnya UKM mencoba dengan menggunakan jenis ikan lain, sehingga keberlangsungan produksi dapat kontinyu Untuk pemenuhan bahan baku, agar UKM menjalin kerja sama dengan pemasok bahan baku, sesama UKM di sentra, usaha besar, dll Pemerintah sudah seringkali memberikan pelatihan (keterampilan, GMP/SSOP, manajemen, dll) dan studi banding ke lokasi UKM sejenis yang telah maju dan berkembang atau pengolahan kerupuk skala besar, tetapi pemilik usaha belum dapat mengembangkan keahlian karyawannya dengan baik akibatnya hasil produk kerupuk belum memiliki daya saing Pada saat pelatihan, seringkali SDM yang dikirim adalah pemilik usaha sehingga SDM produksi/tenaga kerja lainnya tetap tidak memiliki keterampilan
Tenaga kerja yang digunakan umumnya tidak mempunyai keahlian khusus, sehingga tenaga kerja pria dan wanita dapat dipekerjakan pada semua tahap pembuatan kerupuk. Akibatnya SDM tidak mempunyai keahlian khusus, akan menghasilkan produk kerupuk yang tidak berkualitas Kembali kepada masingmasing pelaku usaha/UKM, mau gak berusaha meningkatkan keterampilan tenaga kerjanya Kalau kondisi hasil produksi begini terus tidak ada peningkatan kualitas/mutu, saya rasa produk UKM Indramayu sulit untuk memenuhi pasar luar negeri/ekspor
3 Sudah lama kami tidak membuat kerupuk berbahan baku utama udang api-api melainkan penyedap rasa udang, karena bahan baku utama udang api-api selain harganya mahal juga sudah tidak lagi ditemukan di perairan Indramayu. Jadi kami membuat kerupuk udang dengan bahan baku udang, apabila ada pesanan khusus dari konsumen Sekarang kami dapat ikan remang dari pemasok bahan baku ikan di daerah Batang, Juana, Rembang, Banjarmasin, Palembang. Harga Ikan remang naik terus, yang sebelumnya harga Rp 15.000,-/kg sekarang sudah mencapai Rp 20.000/kg Persaingan mendapatkan ikan remang di TPI Karangsong sangat ketat, saat ini banyak dikuasai oleh eksportir dari Surabaya, Jakarta, dll. Untuk itu, pemerintah harus turun tangan membantu UKM, melalui pelarangan/pembatasan eksportir tersebut mendapatkan ikan remang Bahan baku ikan remang tidak tahan lama disimpan dalam cool box/ wadah penyimpanan sehingga harus segera diproses Jumlah tenaga kerja kami rata-rata sebanyak 85-125 orang/UPI dengan tingkat pendidikan umumnya sekolah dasar.Susah sekali saya mencari orang yang nantinya bertanggungjawab penuh mulai proses produksi, sampai selesai semua pekerjaan. SDM Indramayu susah dikasih tanggungjawab, beda dengan SDM di Jawa Timur Tidak ada/terbatasnya dana, sehingga kami tidak dapat mengadakan/mengikuti kegiatan pelatihan (keterampilan, GMP/ SSOP, manajemen, dll)Setelah mengikuti pelatihan, kami belum/tidak sempat mengimplementasikan atau melatih karyawan karena banyaknya kesibukan dan jadwal kegiatan Sehubungan keterbatasan dana, maka rasanya beban berat kami jika harus mengikuti semua aturan/standar dalam GMP/SSOP Daripada untuk merubah bangunan sesuai dengan SOP, mendingan tuk modal usaha
Berdasarkan pengungkapan situasi masalah tersebut di atas, menunjukkan hasil pengumpulan berbagai macam informasi yang berkaitan dengan situasi problematik melalui data primer dan sekunder yang merupakan situasi masalah yang tak terstruktur (unstructured problem). Hasil dari pengumpulan dan
155
interpretasi informasi akan memberi gambaran mengenai situasi problematik pada konteks penelitian. Langkah
selanjutnya
adalah
menyusun
gagasan
mengenai
situasi
problematik secara sistematis berdasarkan informasi yang diperoleh. Masalah dilihat dari berbagai sudut padang aktor dari tiga tingkat tataran kelembagaan, baik identitas pemangku kepentingan atau masalah, konflik, inspirasi, kepercayaan, sikap, kebiasaan dan hubungan antar manusia (formal dan informal) yang terjadi pada saat itu dalam situasi tersebut. Selanjutnya, situasi masalah yang tak terstruktur (unstructured problem) tersebut diurai permasalahannya sehingga menjadi structured problems melalui rich picture. Hasil kajian di lapangan didapatkan adanya situasi problematik yaitu rendahnya daya saing pada UKM sentra industri pengolahan kerupuk ikan dan udang di Indramayu. Berikut hasil penyusunan gagasan mengenai situasi problematik yang diperoleh dari para aktor pada tiga tingkat tataran kelembagaan. Pada tataran makro, pemerintah yang menurut Nee (2003) menunjukkan besarnya peran state regulation dan market mechanism dalam menjamin tercapainya daya saing UKM sentra industri pengolahan kerupuk ikan dan udang di Indramayu. Pada level institutional environment, terdapat pemerintah pusat (Kementerian Kelautan dan Perikanan) dan pemerintah daerah (Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Barat, dan Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Indramayu) belum serius dalam mendukung pengembangan UKM, pasalnya program dan kegiatan dalam APBN dan APBD untuk pembinaan UKM masih bersifat hit and run bahkan cenderung hanya membuang anggaran saja. Selain itu program dan kegiatan dari APBN dan APBD belum sepenuhnya berasal dari usulan aspirasi masyarakat, sehingga bantuan pelatihan, saran dan prasarana, banyak yang tidak sesuai dengan yang dibutuhkan pelaku usaha/UKM. Ditambah lagi, program dan kegiatan masih terpecah-pecah akibat banyaknya kementerian/lembaga yang mempunyai program untuk UKM. Dampaknya, terjadi tumpang tindih pengelolaan dan penyaluran program UKM dan penyaluran bantuan untuk UKM pun tidak terfokus dan efektif. Selanjutnya, pemerintah pusat dan daerah menyampaikan kekecewaanya karena lembaga meso malah menjadi pemburu rente. Pemerintah pusat dan daerah
156
mengharapkan, agar lembaga meso dapat menjadi lembaga yang mandiri. Pemerintah pusat dan daerah mengharapkan agar UKM sentra industri pengolahan kerupuk ikan dan udang di Indramayu memiliki produk kerupuk ikan dan udang yang dihasilkan dengan ciri khas masing-masing UPI atau sebagai ciri khas produk kerupuk ikan dan udang Indramayu. Koperasi dan asosiasi di tataran meso dan pelaku usaha/UKM pada tataran mikro, mengharapkan pemerintah pusat dan daerah dalam pemberian pembinaan dan bantuan sarana prasarana agar terfokus dan sesuai dengan kebutuhan atau usulan dari pelaku usaha/UKM sehingga tidak akan ada lagi pembinaan dan bantuan untuk pelaku usaha/UKM yang diberikan sia-sia. Pada tataran meso, yayasan/NGO yang menurut Nee (2003) sebagai organizations: firm/nonprofit menilai mereka harus menjadi lembaga yang dapat memberdayakan usaha mikro, khususnya bagi UKM sentra industri pengolahan kerupuk ikan dan udang di Indramayu. Pada level production market/ organizational field, terdapat lembaga meso yaitu Koperasi Kerupuk Mitra Industri (KKMI) Indramayu, dan b) Asosiasi Pengusaha Kerupuk Indramayu (APKI). Pada umumnya, muncul berbagai keluhan tentang kurangnya jalinan kerja sama antara koperasi dan asosiasi yang merupakan pengejawantahan tataran meso dengan pemerintah pusat (Kementerian Kelautan dan Perikanan), dan pemerintah daerah (Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Barat, Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Indramayu). Koperasi dan asosiasi pada UKM sentra industri pengolahan kerupuk ikan dan udang di Indramayu, mengeluhkan kurangnya kemauan politik (political will) pemerintah pusat dan daerah dalam menjalin hubungan. Tataran meso menganggap pemerintah pusat dan daerah hanya mendorong lahirnya koperasi dan asosiasi UKM, namun tidak menjalin kemitraan yang sejajar. Tataran meso menambahkan keluhannya, bahwa sampai saat ini kebanyakan masyarakat dan UKM kurang memahami dan menyadari tentang arti penting dan peran strategis koperasi dan asosiasi bagi kesejahteraan hidup mereka. Pelaku usaha/UKM pada tataran mikro menyampaikan keluhan karena koperasi UKM yang ada sekarang sudah tidak sesuai dengan AD/RT ketika awal
157
koperasi dibentuk. Kondisi saat ini (1) banyak anggota koperasi sekarang bukan UKM pengolah kerupuk ikan dan udang, (2) koperasi dikuasai oleh salah satu orang pengurus yang memiliki modal kuat, sehingga hampir semua kebijakan/ keputusan yang diberlakukan berasal dari pemilik modal tersebut, dan (3) belum mampu membayar tunai hasil produksi yang dijual melalui koperasi dan asosiasi, sehingga UKM akhirnya lebih senang menjual hasil produksinya sendiri kepada para agen, pedagang atau konsumen akhir. Alasannya sederhana, karena koperasi dan asosiasi tidak memiliki modal yang mencukupi untuk membayar tunai hasil produksi UKM. Pemerintah pusat dan daerah pada tataran makro, menyoroti bahwa (1) kualitas SDM pengurus dan pengelola koperasi dan asosiasi sebagian besar masih rendah, (2) lemahnya aspek manajemen pada koperasi dan asosiasi, (3) kurangnya permodalan pada koperasi dan asosiasi, (4) koperasi dan asosiasi belum menjalankan usahanya dengan benar, sehingga belum mampu meningkatkan posisi tawar mereka dan meningkatkan kesejahteraannya, dan (5) adanya kegiatan koperasi dan asosiasi yang memanfaatkan program bantuan atau dukungan pemerintah terhadap keberadaan koperasi dan asosiasi bagi kepentingan pribadi (pemburu rente). Pada tataran mikro, pelaku usaha/UKM yang menurut Nee (2003) sebagai social groups menunjukkan adanya decoupling and compliance, serta embeddedness diantara aktor pelaku usaha. Pelaku usaha/UKM menghadapi berbagai permasalahan yang berkaitan dengan usaha yang dijalani dan dinamika antar aktor pelaku usaha/UKM dalam berwirausaha. Beberapa permasalahan yang terdapat pada UKM sentra industri pengolahan kerupuk ikan dan udang di Indramayu yaitu (1) Kualitas SDM (tingkat pendidikan tenaga kerja/SDM rendah, dan tidak memiliki keahlian/keterampilan khusus di bidangnya), (2) Keterbatasan modal usaha (sulit mendapatkan alokasi dana pinjaman/kredit yang lebih besar dari lembaga perbankan dengan persyaratan kredit yang mudah serta suku bunga yang rendah, dan belum tersedianya tenaga pendampingan dalam memenuhi persyaratan dari lembaga perbankan), dan (3) Keterbatasan bahan baku (sulit mendapatkan ikan dalam jumlah yang banyak karena tergantung dari hasil melaut
158
nelayan, sehingga harga ikan sulit terkontol, dan bahan baku ikan tidak tahan lama disimpan dalam cool box/wadah penyimpanan sehingga harus segera diproses). Pada tataran makro, pemerintah pusat dan daerah menyampaikan keluhan bahwa sebenarnya tidak ada masalah dengan bahan baku untuk pembuatan kerupuk ikan dan udang, tetapi kondisi yang sering terjadi yaitu tidak tersedianya modal/dana di UKM pada saat harga bahan baku naik atau saat pesanan bahan baku datang, dan tidak ada kerja sama/MOU yang jelas dan tertulis antara pemasok bahan baku dengan pelaku usaha/UKM, sehingga posisi UKM lemah ketika harga ikan naik atau jumlah bahan baku sedikit. Pada tataran meso, koperasi dan asosiasi menyampaikan saran masukan kepada pelaku usaha/UKM agar (1) fasilitasi program bantuan/dukungan pemerintah (berupa pelatihan, seminar, studi banding, dll) untuk peningkatan keterampilan SDM UKM, sebaiknya yang hadir/mengikuti pelatihan adalah karyawan yang bertanggung jawab/membidangi tugas tersebut bukan yang hadir pemilik usaha. (2) Kalaupun pemilik usaha yang ikut kegiatan peningkatan keterampilan tersebut, maka sebaiknya pemilik usaha menyediakan dana/anggaran khusus untuk mengadakan pelatihan/pendidikan atau melakukan studi banding ke lokasi UPI yang sejenis bagi karyawannya. Berdasarkan structured problems tersebut di atas, berikut gambaran situasi permasalahan (rich picture) pengembangan UKM sentra industri pengolahan kerupuk ikan dan udang di Indramayu (Gambar 45).
159
TATARAN MAKRO
PENGEMBANGAN UKM Pemerintah Pusat
M
Pemerintah Daerah
S
Program dan kegiatan untuk UKM masih bersifat hit and run Belum ada organisasi yang secara jelas bertanggung jawab penuh terhadap pengembangan UKM Pembinaan secara keseluruhan kurang efisien & efektif karena secara sendiri-sendiri belum dibawah koordinator satu pintu Usulan program & kegiatan masih banyak berasal dari atas (top down) bukan berasal dari bawah (bottom up) Tataran meso belum mandiri Tataran meso menjadi pemburu rente Daya saing pelaku usaha/UKM rendah
S INSTITUTIONAL FRAME WORK
Koperasi
Asosiasi
TATARAN MESO Tataran meso belum berperan optimal dalam pengembangan UKM Masyarakat dan UKM belum mengetahui arti penting dan peran strategis koperasi dan asosiasi SDM dan aspek manajemen rendah Adanya pemburu rente
Peneliti TATARAN MIKRO
Trisna Ningsih Sugeng Hari Wisudo Martani Huseini Achmad Poernomo Tri Wiji Nurani
UKM Indramayu
Sulit mendapatkan modal pinjaman bank Sulit mendapatkan ikan/udang dalam jumlah banyak Harga ikan mahal dan sulit dikontrol Bahan baku tidak tahan lama disimpan Pembelian bahan baku harus cash Tidak tersedia dana banyak pada saat harga ikan naik Tidak ada kerja sama yang jelas dan tertulis SDM tidak mempunyai keahlian khusus Tidak punya dana khusus untuk pelatihan
Gambar 45 Gambaran situasi permasalahan UKM sentra industri pengolahan kerupuk ikan dan udang di Indramayu.