42
5 PENGEMBANGAN MODEL 5.1 Analisis Sistem Agroindustri Kerapu Budi Daya Sebagaimana
dijelaskan
pada
bab
metode
penelitian,
maka
pengembangan model dinamis perencanaan dan pengelolaan agroindustri kerapu budi daya dilakukan dengan menerapkan pendekatan sistem yang tahapannya mengikuti diagram pada Gambar 8.
Tahap tersebut terdiri atas (1) analisis
kebutuhan, (2) formulasi permasalahan, (3) identifikasi sistem, (4) rancang bangun model, (5) pengujian model, dan (6) penerapan model.
Berikut ini
diuraikan langkah-langkah yang dilaksanakan dalam setiap tahapan tersebut. 5.1.1 Analisis kebutuhan Analisis kebutuhan mengidentifikasi dan menguraikan mengenai apa yang dibutuhkan oleh pelaku (komponen) yang terlibat dalam sistem. Komponenkomponen tersebut mempunyai kebutuhan yang berbeda-beda sesuai dengan tujuannya masing-masing dan saling berinteraksi satu sama lain serta berpengaruh
terhadap
keseluruhan
sistem
yang
ada.
Dalam
sistem
pengembangan agroindustri kerapu budi daya pada penelitian ini, komponenkomponen yang terlibat serta kebutuhan-kebutuhan masing-masing komponen terhadap jalannya sistem adalah sebagai berikut: (1) Pemerintah membutuhkan kondisi di mana usaha budi daya kerapu berkembang di berbagai daerah sehingga dapat menyediakan lapangan pekerjaan dan pendapatan bagi masyarakat serta meningkatkan penghasilan devisa melalui ekspor dan menghindarkan terjadinya produksi yang berlebih sehingga merugikan pelaku usaha. (2) Pelaku pembenihan (hatchery) membutuhkan kondisi di mana benih yang diproduksinya dapat terjual secara kontinyu, dengan harga yang setinggitingginya, serta harga input produksi (pakan, obat-obatan, listrik, dan lain lain) yang serendah-rendahnya. (3) Para pembudidaya ikan membutuhkan benih yang sehat dan input produksi lainnya (pakan, obat-obatan) dengan harga murah, pada waktu dan jumlah yang tepat, dan dapat menjual ikan yang dibesarkan secara kontinyu dengan harga setinggi-tingginya.
43 (4) Para pengepul / pedagang (eksportir) ikan kerapu membutuhkan informasi tentang permintaan pasar dan pasokan ikan kerapu hidup ukuran konsumsi dari pembudidaya/ nelayan sesuai dengan permintaan pasar dengan harga beli yang serendah mungkin dan harga jual setinggi mungkin. (5) Nelayan pemasok induk dan benih alam, maupun sebagai pemasok pakan (ikan rucah) membutuhkan kondisi agar induk, benih maupun ikan rucah yang ditangkap dapat dijual dengan harga setinggi-tingginya, sehingga memperoleh pendapatan yang memadai. (6) Produsen pakan ikan membutuhkan kondisi agar pakan yang diproduksinya dapat terjual secara kontinyu dengan harga yang setinggi-tingginya, dan memperoleh bahan baku
secara kontinyu dan dengan harga serendah-
rendahnya. (7) Produsen / pemasok obat-obatan ikan dan bahan kimia untuk produksi pembenihan membutuhkan kondisi di mana produk yang dihasilkan / dipasok dapat terjual secara kontinyu dengan harga yang setinggi-tingginya, dan memperoleh bahan baku secara kontinyu dan dengan harga beli serendahrendahnya. (8) Industri jasa transportasi membutuhkan adanya pesanan (order) yang kontinyu untuk mengangkut benih, ikan konsumsi atau jasa transport lainnya dari agroindustri kerapu budi daya sehingga ia memperoleh pendapatan yang memadai. (9) Konsumen membutuhkan pasokan ikan kerapu hidup secara kontinyu dengan kualitas baik dan dengan harga yang terjangkau oleh daya beli mereka. 5.1.2 Formulasi permasalahan Permasalahan akan timbul apabila terjadi konflik kepentingan antar para pelaku yang terlibat dalam sistem agroindustri kerapu budi daya. Uraian tentang keinginan dan konflik kepentingan yang menimbulkan masalah dapat dilihat pada Tabel 10. Meskipun terdapat konflik kepentingan, dalam kasus pengembangan agroindustri kerapu budi daya ini terdapat pula problem bersama (common problems) yang dihadapi oleh para pelaku yang dapat dijadikan dasar bagi para pelaku untuk saling bersinergi.
44 Tabel 10 Daftar keinginan dan konflik kepentingan antar pelaku dalam sistem agroindustri kerapu budi daya No 1.
Pelaku /Aktor Interest / Keinginan Konflik Kepentingan Pemerintah • Berkembangnya industri Dengan Nelayan: perikanan kerapu sehingga • Nelayan lebih suka menangkap memperluas lapangan kerja, ikan kerapu di terumbu karang. PAD dan pertumbuhan Pemerintah melarang pengguekonomi; naan bahan peledak dan sianida yang merusak terumbu • Meningkatnya devisa karang. melalui ekspor kerapu; Dengan Pedagang: • Eksportir lebih suka membeli kerapu hasil tangkap nelayan dari terumbu karang, karena lebih murah dan mudah.
2
Pelaku Pembenihan
• Ingin menjual benih semahal mungkin dan membeli input produksi (biaya produksi) semurah mungkin. • Dapat menekan kematian (mortalitas) benih dan memperoleh benih yang bebas penyakit (virus dll.).
3.
Pembudidaya Ikan
• Ingin menjual ikan semahal Dengan Produsen Benih: mungkin dan membeli input • Pembenih ingin menjual benih produksi (biaya produksi) semahal mungkin, sedangkan semurah mungkin. pembudidaya semurah mungkin. • Dapat menekan kematian (mortalitas) ikan dan • Sering terjadi kelangkaan mempercepat pertumbuhan benih saat dibutuhkan, atau ikan. kelimpahan benih saat tidak dibutuhkan. • Pembudidaya sering mengeluhkan kualitas benih yang rendah mengakibatkan mortalitas tinggi. Dengan Produsen Pakan : • Produsen pakan ingin menjual pakan semahal mungkin, sedangkan pembudidaya membeli semurah mungkin.
Dengan Produsen/Pemasok Obat-obatan/ Bahan Kimia: • Produsen ingin menjual semahal mungkin, sedangkan pembenih ingin membeli semurah mungkin. Dengan Nelayan: • Nelayan ingin menjual induk kerapu semahal mungkin, sedang hatchery ingin semurah mungkin.
45 Tabel 10 (lanjutan) • Memperoleh pasokan ikan sesuai permintaan pasar dengan harga semurah mungkin; • Dapat menjual ikan sebanyak mungkin dengan harga setinggi-tingginya; • Cenderung menutup-nutupi informasi pasar sehingga dapat menekan petani ikan.
Dengan Pembudidaya: • Pembudidaya ingin menjual ikan semahal mungkin, pedagang ingin semurah mungkin. • Sering terjadi kelangkkan suplai pada saat dibutuhkan, atau kelebihan suplai pada saat permintaan pasar menurun. • Pembudidaya menginginkan transparansi informasi pasar sehingga tidak dikelabui oleh eksportir. Dengan Pembudidaya: • Pembudidaya ingin membeli ikan rucah (pakan) semurah mungkin sedangkan nelayan semahal mungkin. Dengan Pengusaha Pembenihan: • Idem butir 4.
4.
Pengepul / pedagang/ Eksportir
5.
Nelayan • Ingin menjual induk dan Pemasok ikan rucah semahal mungkin Induk dan dan membeli input produksi Pakan Rucah semurah mungkin
7.
Pemasok • Ingin menjual Obat-obatan Obat-obatan dan Bahan Kimia semahal dan Bahan mungkin dan membelinya Kimia semurah mungkin. Pengusaha Pengguna jasa • Membutuhkan adanya • Dengan Jasa (Pembenihan, Pembudidaya, pesanan (order) yang Transportasi Pedagang): Mereka kontinyu untuk mengangkut mengunginkan biaya angkut benih, ikan konsumsi atau yang semurah mungkin. jasa transport lainnya dgn biaya semahal mungkin. Konsumen • Membutuhkan pasokan ikan • Dengan Pedagang: Suplai ikan tergantung produsen, sering kerapu hidup sesuai tidak sesuai dengan kebutuhan dengan harga permintaan. Harga pasar sering yang terjangkau oleh daya di bawah tingkat yang beli mereka diharapkan.
8.
9.
Permasalahan bersama tersebut adalah masih belum terciptanya sinergi dan kerjasama yang saling menguntungkan antar pelaku usaha.
Belum
terciptanya sinergi tersebut terlihat dari sering terjadinya kelangkaan benih pada saat dibutuhkan oleh pembudidaya, atau sebaliknya kelebihan benih pada saat tidak dibutuhkan oleh pembudidaya. Demikian pula antara pembudidaya dengan pengolah / pedagang pengumpul sering terjadi ketidaksesuaian antara kebutuhan dan pasokan. Permasalahan bersama ini terutama terjadi karena proses produksi benih dan kegiatan budi daya ada ketergantungan pada musim sehingga mengalami puncak pada musim-musim tertentu, di sisi lain konsumen juga menginginkan
suplai
yang
cukup
besar
pada
bulan-bulan
tertentu.
46 Ketidaksesuaian antara demand dan supply ini mengakibatkan ketidakharmonisan yang berkepanjangan. Permasalahan lain yang menjadi perhatian bersama pelaku usaha dalam agroindustri perikanan budi daya kerapu adalah belum dikuasainya teknologi sehingga
mengakibatkan
rendahnya
produktivitas
dan
kualitas
produk.
Pembenihan ikan kerapu masih mengeluhkan tingginya tingkat kematian (mortality rate) terhadap larva yang dihasilkan sehingga sering mengalami kerugian. Di sisi lain, pembudi daya sering mengeluhkan benih yang dibeli dari pembenihan banyak mengalami kematian karena kualitasnya yang kurang baik. Dalam transaksi jual beli ini belum ada perjanjian antara kedua belah pihak untuk menanggung bersama risiko kematian, sehingga pembudidaya sering mengalami kerugian. Permasalahan bersama ini perlu diatasi agar tidak menjadi penghambat bagi pengembangan agroindustri kerapu budi daya. Berkembangnya industri budi daya secara tidak langsung akan mengurangi terjadinya kerusakan terumbu karang akibat penangkapan ikan kerapu dengan cara-cara yang tidak ramah lingkungan.
Bagi pemerintah, pengembangan agroindustri kerapu budi daya
selain akan memberikan dampak ekonomi yaitu peningkatan pendapatan nelayan/petani ikan dan perolehan devisa, juga akan memberikan dampak kelestarian lingkungan yang penting bagi kelangsungan pembangunan dimasa yang akan datang. 5.1.3 Identifikasi sistem Tahap selanjutnya dalam rancangbangun model dinamis pengelolaan agroindustri kerapu budi daya adalah identifikasi sistem.
Dalam tahap ini
dilakukan penggambaran diagram sebab-akibat (causal loop diagram) dan kotak gelap. Identifikasi sistem tersebut dilaksanakan dengan berdasarkan pada hasil analisis kebutuhan dan identifikasi permasalahan yang telah dilaksanakan pada tahap sebelumnya.
Secara spesifik konsep diagram lingkar sebab-akibat untuk
sistem pengelolaan agroindustri kerapu budi daya digambarkan pada Gambar 9, sedangkan konsep kotak gelap dijelaskan pada Gambar 10. (1) Causal loop Keterkaitan antar pelaku maupun kegiatan yang terlibat dalam sistem pengelolaan agroindustri kerapu budi daya berbasis budi daya dapat digambarkan
47 dalam diagram sebab-akibat (causal loop diagram) pada Gambar 9. Dalam penelitian ini perhatian utama ditujukan pada pemecahan permasalahan bersama yang diformulasikan pada tahap sebelumnya.
Permasalahan utama tersebut
adalah lemahnya keterkaitan antar rantai produksi pembenihan, pembudidayaan dan penanganan pascapanen dan rendahnya penguasaan teknologi, sehingga diagram sebab-akibat yang dibuat lebih berorientasi pada pendiskripsian permasalahan tersebut. Dalam diagram sebab-akibat tersebut terdapat 3 (tiga) subsistem, yaitu pembenihan, pembesaran, dan pascapanen yang dirangkai menjadi satu. Setiap subsistem memiliki struktur yang hampir serupa karena karakteristik kegiatannya hampir sama.
Proses pengkonstruksian diagram sebab-akibat pada masing-
masing subsistem dilakukan secara bertahap, yaitu tahap pengkonstruksian diagram sebab-akibat untuk aliran material dan diagram sebab untuk akibat aliran finansial. Diagram sebab-akibat aliran material untuk pembenihan ikan kerapu dimulai dari jumlah induk yang tersedia yang menentukan berapa jumlah benih yang dapat diproduksi. produktivitas induk.
Tingkat produksi tersebut ditentukan juga oleh
Selanjutnya tingkat produksi benih akan menentukan
jumlah persediaan (inventory) benih yang juga dipengaruhi oleh jumlah penjualan. Besarnya inventory akan menentukan berapa jumlah benih yang harus diproduksi (desired production).
Desired production tersebut disamping
dipengaruhi oleh besarnya inventory juga dipengaruhi oleh proyeksi / ekspektasi permintaan benih yang diperhitungkan berdasarkan permintaan benih saat ini. Diagram sebab-akibat untuk aliran finansial pada subsistem pembenihan merupakan pentransferan aliran material ke nilai finansialnya.
Besarnya
produksi benih dikalikan dengan biaya produksi per unit benih akan menghasilkan perhitungan tentang biaya produksi.
Demikian juga jumlah
inventori dikalikan dengan biaya inventori per unit akan menentukan besarnya biaya inventori.
Demikian juga dengan income (pemasukan) pembenihan
merupakan perkalian dari angka penjualan dengan harga jual.
Selanjutnya
pengurangan antara pemasukan dengan biaya-biaya akan menghasilkan perhitungan tentang tingkat keuntungan (profit) yang diperoleh oleh subsistem pembenihan.
48
Profit pembeni han
-
+
Biaya Produksi benih
-
+
+
Biaya inventori benih
+
+ +
+
Inventori benih Kerapu
Produksi benih + kerapu
+
-
Tkt prod benih diinginkan
Jumlah induk _
+ +
+
+
Tkt prod kerapu BD diinginkan
+ Tingkat permintaan benih
Jumlah KJA BD
Produktiv itas induk
+
Produktiv itas KJA
+
Penjualan kerapu P. panen
_ Tkt prod kerapu PP diinginkan
+
+ Tingkat permintaan kerapu BD
Harga kerapu PP
_
Inventori Kerapu P.Panen
Produksi kerapu P.Panen +
+
_
+
+
Income PP
+
Biaya inventori /unit
+
_
+
Ekspektasi permintaan benih
+
+
Ha rga input produk si k era pu PP n
Penjualan kerapu BD
+
Biaya inventori krp PP
+
+
Harga kerapu BD
_
_
+
+
Income BD +
Inventori Kerapu BD
Produksi kerapu BD +
+
Profit pascapa nen
Biaya Produksi krp PP
+
+
+
+
Biaya inventori /unit
Ha rga input produk si k era pu BD
Penjualan benih kerapu
Biaya inventori krp BD
+
Harga benih kerapu
_
_
+
+
Income pemb.
Biaya inventori /unit
Harga input produk si be nih k e rapu
Biaya Produksi krp BD
-
+
Profit budidaya
+
Jumlah KJA PP
+
+
Tingkat permintaan kerapu PP
_
Ekspektasi permintaan kerapu BD
+
Produktiv itas KJA
Gambar 9 Diagram sebab akibat sistem pengembangan agroindustri kerapu budi daya.
Ekspektasi permintaan kerapu PP
+
+
49 Pendeskripsian diagram sebab-akibat untuk subsistem budi daya dan subsistem penanganan pascapanen hampir serupa dengan diagram subsistem pembenihan.
Diagram sebab-akibat aliran material untuk budi daya kerapu
dimulai dari jumlah KJA yang tersedia yang menentukan berapa jumlah ikan yang dapat diproduksi.
Tingkat produksi tersebut ditentukan juga oleh
produktivitas KJA. Selanjutnya tingkat produksi ikan akan menentukan jumlah persediaan (inventory) yang juga dipengaruhi oleh jumlah penjualan. Besarnya inventory akan menentukan berapa jumlah ikan yang harus diproduksi (desired production). Desired production tersebut disamping dipengaruhi oleh besarnya inventory juga dipengaruhi oleh proyeksi / ekspektasi permintaan ikan yang diperhitungkan berdasarkan permintaan ikan kondisi nyata saat ini. Diagram sebab-akibat untuk aliran finansial pada subsistem pembesaran seperti pada subsistem pembenihan merupakan pentransferan aliran material ke nilai finansialnya. Besarnya produksi ikan dikalikan dengan biaya produksi per ekor akan menghasilkan perhitungan tentang biaya produksi. Demikian juga jumlah inventori dikalikan dengan biaya inventori per unit akan menentukan besarnya biaya inventori.
Demikian juga dengan income (pemasukan)
pembesaran
merupakan perkalian dari angka penjualan dengan harga jual.
Selanjutnya
pengurangan
antara
pemasukan
dengan
biaya-biaya
akan
menghasilkan perhitungan tentang tingkat keuntungan (profit) yang diperoleh oleh subsistem pembesaran. Untuk diagram sebab-akibat pada subsistem penanganan pascapanen, deskripsi elemennya identik dengan subsistem pembesaran baik untuk aliran material maupun aliran fiansialnya, hanya pada subsistem pascapanen ini elemen tingkat permintaan kerapu langsung berhubungan dengan angka permintaan pasar yang merupakan elemen penentu bagi sistem secara keseluruhan. Dalam diagram sebab-akibat ini ketiga subsistem yang dapat dianalisis secara terpisah tersebut dirangkaikan menjadi suatu kesatuan sistem, dimana elemen permintaan pasar pada pembenihan merupakan refleksi dari kebutuhan subsistem pembesaran, sehingga tingkat permintaan benih ditentukan oleh tingkat produksi pembesaran pada subsistem pembesaran. Demikian pula halnya secara identik, permintaan kerapu budi daya ditentukan oleh tingkat produksi pada subsistem pascapanen.
50 (2) Diagram input output Konsep diagram input-output
merupakan tahapan lebih lanjut dari
diagram sebab-akibat, yaitu sebagai interpretasinya ke dalam konsep “black box”. Dalam konsep black box tersebut, informasi dikategorikan menjadi tiga golongan, yaitu (1) peubah input, (2) peubah output, dan (3) parameter-parameter yang membatasi struktur sistem
(Eriyatno 1999).
Input terdiri atas dua
golongan, yaitu input yang berasal dari luar sistem (exogen) atau input lingkungan dan input yang berasal dari dalam sistem (overt input). Overt input merupakan peubah endogen yang ditentukan oleh fungsi dari sistem. Input tersebut terdiri atas input terkendali dan input tak terkendali.
Output dari sistem
terdiri atas output diinginkan dan output tidak diinginkan. Input Lingkungan Input Tak Terkendali • Harga jual dan permintaan kerapu di pasaran; • Harga input produksi pembenihan, pembesaran dan pascapanen. • Ketersediaan kawasan Budi daya • Kesehatan Lingkungan perairan • Nilai Tukar Rupiah • Tingkat Bunga Pinjaman Input Terkendali • Teknologi pembenihan • Teknologi budi daya • Tekn. pascapanen/Pengolahan • Teknologi Transportasi • Tata ruang kawasan
• Peraturan pemerintah • Globalisasi Perdagangan • Perubahan Iklim Global
SISTEM PENGELOLAAN INDUSTRI PERIKANAN KERAPU
Output Diinginkan • Peningkatan keuntungan pembenih, pembudi daya dan agroindustri ; • Berkembangnya industri kerapu budi daya & pendukungnya; • Peningkatan Devisa; • Lestarinya terumbu karang
Output Tak Diinginkan • Tidak terkendalinya perkembangan industri perikanan kerapu • Oversupply kerapu, harga turun • Kelangkaan supply, harga naik • Kelangkaan input produksi (pakan, benih, obat-obatan).
Manajemen Industri
Gambar
10
Gambar 10
Diagram input output sistem budi daya perikanan kerapu.
pengelolaan
industri
di atas menunjukkan diagram input-output untuk sistem
pengelolaan agroindustri kerapu budi daya. Untuk pengelolaan industri tersebut dibutuhkan input yang tergolong dalam input tak terkendali yaitu harga ikan konsumsi dan permintaan pasar, harga input industri seperti harga induk ikan, benih dan pakan, ketersediaan kawasan budi daya, dan nilai tukar rupiah (yang berhubungan dengan harga jual) dan tingkat bunga pinjaman untuk investasi dan modal kerja. Sementara itu untuk input yang dapat dikendalikan adalah teknologi
51 pembenihan, teknologi budi daya, teknologi pengolahan, teknologi transportasi dan perencanaan kawasan untuk budi daya. Sistem yang dikembangkan bertujuan untuk menghasilkan output yang diinginkan yaitu peningkatan pendapatan nelayan dan petani ikan, lestarinya terumbu karang dan
berkembangnya usaha budi daya kerapu dan industri
pendukungnya. Meskipun demikian dihasilkan pula output yang tidak diinginkan seperti tidak terkendalinya perkembangan usaha budi daya kerapu dan terjadinya oversuplai sehingga harga jatuh, kemungkinan terjadinya kepunahan terhadap ikan karang karena eksploitasi yang berlebih, dan kelangkaan input produksi yang dibutuhkan seperti pakan, benih, dan obat-obatan. Untuk mengendalikan sistem agar lebih mengarah pada output yang diinginkan, maka dibuatlah mekanisme umpan balik (feedback) berupa manajemen sistem agroindustri sedemikian rupa agar output yang dihasilkan mengarah pada output yang diinginkan dan tidak mengarah pada output yang tidak diinginkan.
Dalam penelitian ini fokus umpan balik manajemen
agroindustri kerapu budi daya diarahkan pada penguatan keterkaitan antar pelaku usaha dalam rantai produksi dan peningkatan penggunaan teknologi sehingga tercipta suatu agroindustri kerapu budi daya yang tanguh dan berproduktivitas tinggi. Berkembangnya agroindustri kerapu budi daya akan mencegah terjadinya eksploitasi ikan kerapu di perairan terumbu karang sehingga dapat menjaga kelestariannya. 5.2 Rancang Bangun Model Berdasarkan hasil identifikasi sistem yang akan dibuat untuk pengelolaan agroindustri kerapu budi daya, terutama diagram sebab-akibat, maka dilakukan rancang bangun model dinamis dengan menggunakan paket program Powersim Studio yang menerjemahkan diagram sebab-akibat ke dalam program komputer. 5.2.1 Rancangbangun model peningkatan keuntungan agroindustri kerapu budi daya. (1)
Rancang
bangun
model
peningkatan
keuntungan
subsistem
pembenihan. Model
peningkatan
keuntungan
produksi
pembenihan
kerapu
dirancangbangun sebagai alat untuk mensimulasikan tingkat keuntungan yang diperoleh pembenihan kerapu dengan mempertimbangkan berbagai variabel yang
52 terlibat di dalamnya.
Tingkat keuntungan merupakan fungsi dari tingkat
pendapatan dikurangi oleh pengeluaran produksi.
Tingkat pendapatan
merupakan fungsi dari tingkat produksi dan harga jual benih, sedangkan tingkat pengeluaran produksi merupakan fungsi dari penggunaan volume input produksi dan harga beli input produksi tersebut. Tingkat pendapatan sangat berfluktuasi karena tingkat produksi dan harga jual benih yang berfluktuasi sepanjang tahun. Fluktuasi produksi terjadi karena induk-induk ikan kerapu hanya memijah (melepas telur) pada umur tertentu dan pada periode-periode tertentu, terutama pada masa bulan gelap.
Jumlah telur
yang dihasilkan juga sangat bergantung pula pada umur induk yang dipijahkan, sedangkan persentase jumlah telur yang bertahan (survive) menjadi benih sangat tergantung pula pada input produksi yang digunakan selama masa pemeliharaan (4-6 bulan) terutama pakan, obat-obatan dan penanganan kualitas air. Tingkat pengeluaran produksi selain ditentukan oleh volume penggunaan input produksi (pakan, obat-obatan, tenaga kerja) dan juga harga input produksi tersebut.
Sebagaimana halnya dengan tingkat pendapatan,
maka tingkat
pengeluaranpun berfluktuasi sesuai dengan perubahan yang terjadi pada variabel yang disebutkan di atas. Tujuan dari model ini adalah memaksimalkan keuntungan dengan meningkatkan efisiensi penggunaan input produksi dan mencegah kemungkinan terjadinya produksi yang berlebih (over supply) atau kekurangan produksi pada saat fluktuasi permintaan mencapai puncak (peak). Tujuan ini dapat dicapai apabila fluktuasi permintaan benih dapat diantisipasi oleh produsen
melalui
pengaturan waktu produksi atau melalui pengontrolan persediaan (inventory control). Model peningkatan keuntungan industri pembenihan dikembangkan berdasarkan hubungan sebab-akibat (causal loop diagram) sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 11.
53 Keuntungan Pembenihan
Pengeluaran pem benihan
+
+ Biaya Inventori Benih
+ Biaya Produksi Benih + Biaya pemeliharaan induk +
+
+ +
+
Inventori Benih Kerapu +
Produk tivitas induk
Biaya pemeliharaan induk/ekor
Jumlah Induk disediakan
+
+
+ Harga Benih /Unit
+
+
+
Income Pembenihan
Biaya Inventori Bnh/Unit
Biaya Produksi Bnh/Unit Produksi Benih Kerapu
+
Penjualan Benih Kerapu Coverage Inventori Benih
Tkt + Inventory Diinginkan +
Trend Permintaan Benih Expektasi Permintaan benih
+
Tkt Per mintaan benih
+
Gambar 11 Diagram hubungan sebab-akibat dalam model peningkatan keuntungan industri pembenihan kerapu. Hubungan
antar elemen yang terlibat dalam model peningkatan
keuntungan industri pembenihan kerapu dapat didiskripsikan dalam persamaan matematis sebagai berikut: •
Keuntungan Pembenihan = Income Pembenihan – Pengeluaran pembenihan
•
Income Pembenihan = Jumlah Penjualan Benih * Harga Benih
•
Pengeluaran pembenihan = Biaya produksi benih + biaya pemeliharaan induk + biaya inventori benih.
•
Biaya produksi benih = Biaya produksi benih per ekor * Jumlah Produksi Benih
•
Biaya inventory = Biaya Inventory/ekor * Inventory Benih
•
Biaya pemeliharaan induk = Jumlah induk * biaya pemeliharaan induk/ekor.
•
Jumlah Produksi Benih = Jumlah Induk * Produktivitas induk.
54 •
Inventori benih kerapu = Jumlah produksi benih – jumlah penjualan benih.
•
Tingkat inventori benih diinginkan (t+1) = ekpektasi permintaan benih(t) * Coverage inventori benih(t) Berdasarkan diagram sebab-akibat dan hubungan antar elemen pada
model peningkatan keuntungan industri pembenihan ikan kerapu, maka dikonstruksikan model dengan menggunakan POWERSIM STUDIO yang dapat digunakan untuk proses simulasi.
Model powersim untuk peningkatan
keuntungan industri pembenihan kerapu dapat dilihat pada Gambar 12.
Total Profit Pembenihan
Biaya Tak Langsung
Profit pembenihan
Biaya pemel induk per ekor
Pemasukan Pembenihan
Penyusutan
Harga Benih Pengeluaran Pembenihan Biaya pemel induk Biaya Inventory Benih Biaya Produksi benih
By Pakan Bnh per Biaya Prod Bnh per ekor ekr
By lainnya per ekor
Faktor Biaya inventory benih
produksi benih kerapu
penjualan benih kerapu
Inventori benih kerapu Survival rate benih
Survival rate kerapu
Coverage inventori Bnh
Produktivitas induk Waktu utk perbaiki inventori
Konversi Kg ke Ekor
Fekunditas induk
Tkt inventori benih diinginkan
Prosentase induk memijah
Tkt permintaan benih per bulan
Tingkat produksi benih diinginkan
Permintaan Kerapu Pasca Panen
Jumlah induk
Penyediaan induk baru
Perubahan Exp demand benih
Kematian Induk
Demand Ikan Ukuran Konsumsi
Expected demand benih Waktu utk penyediaan induk baru
Lifetime induk Jumlah induk diinginkan
Waktu untuk merubah ekpektasi
Gambar 12 Struktur Model peningkatan keuntungan industri pembenihan kerapu menggunakan program Powersim Studio.
55 Model peningkatan keuntungan industri pembenihan kerapu terdiri atas elemen-elemen disusun sesuai dengan sistem operasi yang ada di lapangan, yaitu memproduksi benih ikan kerapu yang dapat dijual sesuai dengan permintaan pasar. Sesuai dengan kerangka konseptual, model ini ditujukan untuk dapat mensimulasikan jumlah induk yang harus disediakan untuk menghasilkan benih dalam jumlah yang tepat dan jumlah inventori yang harus disediakan untuk mengantisipasi fluktuasi permintaan pasar sehingga memperkecil kemungkinan terjadinya kelebihan pasokan (”over supply”) atau kekurangan pasokan di pasaran.
Deskripsi masing-masing elemen model dan hubungannya antar
variabel maupun konstanta diuraikan pada Tabel 11 yang terdiri atas nama variabel, satuan yangdigunakan dan definisi dari variabel tersebut. Tabel 11 Deskripsi elemen pada model peningkatan keuntungan industri pembenihan ikan kerapu. Nama
Unit
Biaya Inventory Benih
Rp / mo
Biaya Pemeliharaan Induk Biaya Pemel Induk / ekor Biaya Produksi Benih Biaya produksi per ekor benih Biaya Tak Langsung Biaya lainnya per ekor Biaya pakan benih per ekor Coverage inventori benih Expected demand benih Faktor biaya inventori benih Fekunditas induk Harga benih Inventory benih kerapu Jumlahbinduk Jumlah induk diinginkan
Rp / mo
Kematian induk Konversi Kg ke Ekor Lifetime induk Pemasukan pembenihan Pengeluaran Pembenihan
Induk/mo Ekor/kg mo Rp / mo Rp / mo
Penjualan benih kerapu
ekor / mo
Penyediaan induk baru
Induk / mo
Rp/Induk/mo Rp / mo Rp/ekor
Definisi Faktor Biaya inventory benih* Harga Benih *Inventory benih kerapu Biaya pemel induk per ekor * jumlah induk
Rp/mo Rp/ekor Rp/ekor
108000 Produksi benih * Biaya Produksi per ekor benih Biaya pakan benih per ekor + biaya lainnya per ekor 24666000 796 1692
mo ekor / mo %/mo
1 Tkt permintaan benih per bulan 5
Ekor/induk/6 mo Rp/ekor ekor induk induk
NORMAL(1.500.000, 150.000) 6000 Tkt inventory benih diinginkan Jumlah induk diinginkan Tingkat produksi benih diinginkan / produktivitas induk Jumlah induk / lifetime induk 2 36 Penjualan Benih kerapu * harga benih Biaya inventory benih + Biaya pemeliharaan induk + Biaya produksi benih Tkt permintaan benih per bulan (jumlah induk diinginkan - jumlah induk tersedia) / waktu untuk penyediaan induk baru + kematian induk
56 Tabel 11 (lanjutan) Permintaan kerapu pascapanen
Ekor/mo
Perubahan expected demand benih Produksi benih kerapu Produktivitas induk
ekor/mo ekor / mo Ekor/mo/induk
Keuntungan pembenihan
Rp / mo
Persentase induk memijah Survival rete benih Survival rate kerapu Time delay Tkt inventory benih diinginkan Tkt permintaan benih per bulan Total Keuntungan pembenihan Waktu untuk merubah ekspektasi Waktu utk penyediaan induk baru Keterangan: mo = bulan
(2)
Rancangbangun
% % % mo ekor ekor / mo
GRAPHSTEP(TIME<STARTTIME,1<<mo>>, ‘Demand Ikan Ukuran Konsumsi’*’Konversi Kg ke Ekor’ (tkt permintaan benih / bulan – Expected demand benih / wktu untuk merubah ekpektasi) Jumlah induk * produktivitas induk Fekunditas induk*persentase induk memijah* Survival Rate Pemasukan pembenihan – pengeluaran pembenihan NORMAL (20, 2) NORMAL (16, 1.6) NORMAL (80, 8) 6 Expected demand benih * coverage inventory benih 10000
Rp mo
2
mo
12
model
peningkatan
nilai
tambah
subsistem
pembesaran. Model peningkatan keuntungan usaha pembesaran kerapu disusun untuk digunakan sebagai alat untuk mensimulasikan maksimalisasi keuntungan pembesaran kerapu dengan meningkatkan pendapatan dan menekan biaya produksi. Upaya menekan biaya produksi dapat dilakukan dengan meningkatkan efisiensi penggunaan input produksi dan memperkecil terjadinya kelebihan produksi (ekses suplai). Tingkat pendapatan sangat berfluktuasi karena tingkat produksi dan harga jual ikan hasil budi daya berfluktuasi sepanjang tahun. Fluktuasi produksi terjadi karena adanya keterbatasan suplai benih dan kondisi musim yang tidak memungkinkan budi daya dilakukan sepanjang tahun. Tingkat pengeluaran produksi selain ditentukan oleh volume penggunaan input produksi (pakan, obat-obatan, tenaga kerja) dan juga harga input produksi tersebut.
Sebagaimana halnya dengan tingkat pendapatan,
maka tingkat
pengeluaranpun berfluktuasi sesuai dengan perubahan yang terjadi pada variabel yang disebutkan di atas.
57 Tujuan dari model ini adalah memaksimalkan keuntungan dengan mencegah kemungkinan terjadinya produksi yang berlebih (over supply) atau kekurangan produksi pada saat fluktuasi permintaan mencapai puncak (peak). Tujuan ini dapat dicapai apabila fluktuasi permintaan ikan konsumsi dapat diantisipasi oleh produsen
melalui pengaturan waktu produksi atau melalui
pengontrolan persediaan (inventory control). Model tersebut disusun berdasarkan hubungan sebab-akibat (causal loop diagram) sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 13. Keuntungan Budi daya
Pengeluaran Budi daya
+
+ Biaya Inventori Kerapu BD
+ Biaya Produksi Kerapu BD + Biaya pemeliharaan KJA +
+
+ +
+ Produk tivitas KJA Biaya pemeliharaan KJA/unit Jumlah KJA disediakan
+
+
+ Harga Kerapu/ Ekor
+
+
+
Income Budi daya
Biaya Inventori Krp/Unit
Biaya Produksi Kerapu/Ekr Produksi Kerapu BD
+
Inventori Kerapu BD +
Penjualan Kerapu BD Coverage Inventori Kerapu BD
Tkt + Inventory Diinginkan +
Trend Permintaan Kerapu BD Expektasi Permintaan Krp BD
+
Tkt Per mintaan kerapu
+
Gambar 13 Diagram hubungan sebab-akibat dalam model peningkatan keuntungan industri pembesaran perikanan kerapu. Hubungan antar elemen yang terlibat dalam model peningkatan keuntungan industri pembesaran kerapu dapat didiskripsikan dalam formula sebagai berikut:
58 •
Keuntungan Pembesaran = Income Pembesaran – Pengeluaran Pembesaran.
•
Income Pembesaran = Jumlah Penjualan Kerapu BD * Harga Kerapu BD.
•
Pengeluaran pembesaran = Biaya pemeliharaan KJA + Biaya Produksi Kerapu BD +Biaya Inventori kerapu BD.
•
Produksi kerapu BD = Jumlah KJA * Produktivitas / KJA.
•
Biaya produksi Kerapu BD = Biaya produksi BD per ekor * Jumlah Produksi Pembesaran.
•
Biaya inventori = Biaya Inventory/ekor * Inventory Pembesaran.
•
Jumlah Produksi Pembesaran = Jumlah KJA BD * Produktivitas KJA BD.
•
Inventori kerapu = Jumlah produksi kerapu – jumlah penjualan kerapu.
•
Tingkat inventori diinginkan = ekpektasi permintaan pembesaran * coverage kerapu pembesaran.
•
Biaya pemeliharaan KJA = Jumlah KJA * Biaya pemeliharaan / unit. Model
peningkatan
keuntungan
pembesaran
yang
dirancang
menggunakan Powersim Studio dapat dilihat pada Gambar 14. Seperti model pembenihan, model ini terdiri atas elemen-elemen disusun sesuai dengan sistem pembesaran yang ada di lapangan, yaitu memproduksi ikan ukuran konsumsi yang dapat dijual sesuai dengan permintaan pasar.
Sesuai dengan kerangka
konseptual pada Gambar 6, model ini ditujukan untuk dapat mensimulasikan proses peningkatan keuntungan pada industri pembesaran kerapu melalui efisiensi penggunaan input produksi dan pengelolaan inventory yang disesuaikan dengan fluktuasi permintaan pasar dan ketersediaan benih hasil hatchery sehingga memperkecil kemungkinan terjadinya kelebihan pasokan (over supply) atau kekurangan pasokan ikan ukuran konsumsi di pasaran.
59
Biaya pemel KJA per unit
Total Profit Budidaya Profit budidaya
Biaya BD Tak Langsung
Penyusutan BD
Biaya pemel KJA
Harga Benih
Pemasukan Budidaya
Pengeluaran Budidaya
Jumlah KJA
Biaya input BD Bi Pkn BD per ekor
Biaya Inventory Kerapu BD
Biaya Produksi kerapu per ekor
Faktor Biaya inventory krp BD
By Prod BD per ekor By BD lainnya per ekor
Harga Kerapu BD
penjualan kerapu BD
produksi kerapu BD
Inventori krp BD Produktivitas per KJA Waktu utk perbaiki inventory Krp BD
Coverage inventori Krp BD SR selama penampungan Konversi Kg ke Ekor
Survival rate kerapu
Padat tebar KJA
Tingkat produksi Krp BD diinginkan
Tingkat Permintaan Tkt inventori Krp Kerapu BD diinginkan Permintaan Kerapu Pasca Panen
Perubahan jumlah KJA Demand Ikan Ukuran Konsumsi
Jumlah KJA KJA Rusak
Perubahan Exp demand Krp BD
Expected demand kerapu BD
Waktu utk penambahan KJA Jumlah KJA dibutuhkan
Lifetime KJA
W aktu untuk merubah ekpektasi demand
Gambar 14 Struktur submodel peningkatan keuntungan industri pembesaran kerapu menggunakan program Powersim Studio. Deskripsi masing-masing elemen model dan hubungannya antar variabel maupun konstanta dalam model peningkatan keuntungan industri pembesaran perikanan kerapu diuraikan pada Tabel 12.
60 Tabel 12 Deskripsi elemen pada model peningkatan keuntungan industri pembesaran ikan kerapu Nama
Unit
Biaya pakan BD per ekor Biaya BD Tak langsung Biaya input BD Biaya Inventory Kerapu BD
Rp/ekor Rp/mo Rp/ekor Rp / mo
Biaya Pemeliharaan KJA Biaya pemeliharaan KJA per unit Biaya Produksi Kerapu BD Biaya BD lainnya per ekor Biaya produksi BD / ekor Coverage inventory kerapu BD Demand ikan ukuran konsumsi Expected demand kerapu BD Faktor biaya inventori Harga kerapu BD Inventory kerapu BD Jumlah KJA Jumlah KJA dibutuhkan KJA Rusak Konversi Kg ke Ekor Lama Pembesaran Lifetime KJA Padat tebar per KJA Pemasukan Pembesaran Pengeluaran Pembesaran
Rp / mo Rp / induk / mo Rp / mo Rp/ekor Rp/ekor mo Kg/mo ekor / mo %/m0 Rp/ekor ekor KJA KJA+ Induk/mo Ekor/kg mo mo ekor/induk/ 6 mo Rp / mo Rp / mo
Penjualan kerapu BD Permintaan kerapu pascapanen
Ekor/mo
Perubahan expected demand kerapu BD
ekor/mo
Perubahan jumlah KJA
KJA/mo
Produksi BD kerapu Produktivitas per KJA
ekor / mo ekor/mo/i nduk Rp / mo
Keuntungan pembesaran Survival rete p_panen Survival rate kerapu Tkt permintaan kerapu BD per bulan Tkt inventory kerapu diinginkan Total Keuntungan pembesaran Waktu untuk merubah ekspektasi Waktu utk penyediaan KJA Keterangan: mo = bulan
% % ekor / mo ekor
Definisi 10800 4400000 Biaya Produksi BD per ekor + Harga benih (Faktor biaya invntory * Harga kerapu BD) * Inventory kerapu BD Biaya pemel KJA per unit * jumlah KJA 25.000 Produksi kerapu BD * biaya input BD 1908 Biaya pakan BD per ekor + Biaya BD Lainnya 1 {2440,460,2090,10400,7696,10780,1239 ...... Tkt permintaan kerapu per bulan 5 40000 Tkt inventory kerapu BD diinginkan Jumlah KJA diinginkan 40 Jumlah KJA / lifetime KJA 2 NORMAL (5, 0.5) 60 NORMAL (500,50) Penjualan kerapu BD * harga kerapu BD Biaya inventory kerapu BD + Biaya pemeliharaan Tingkat permintaan kerapu BD GRAPHSTEP(TIME,STARTTIME,1<<mo>>,’ Deman Ukan Ukuran Konsumsi)’Konversi Kg ke Ekor’ (tkt permintaan kerapu BDh / bulan – Expected demand kerapu / waktu untuk merubah ekpektasi (Jumlah KJA dibutuhkan-Jumlah KJA)/Waktu untuk penembahan KJA+KJA rusak. Jumlah KJA * produktivitas KJA Padat tebar per KJA* Survival Rate Pemasukan pembesaran – pembesaran 90 NORMAL (80, 8) {2440, 460, 2090, 10400, dst...}
pengeluaran
Expected demand kerapu * coverage inventory kerapu BD
Rp mo
1
mo
6
61 (3) Rancangbangun model peningkatan keuntungan subsistem penanganan pascapanen. Model peningkatan keuntungan penanganan pascapanen kerapu disusun untuk digunakan sebagai alat untuk mensimulasikan maksimalissi keuntungan pascapanen kerapu melalui input produksi.
minimalisasi inventori dan efisiensi penggunaan
Model tersebut disusun berdasarkan hubungan sebab-akibat
(causal loop diagram) sebagai berikut:
Profit Pascapanen
Pengeluaran Pascapanen
+
+ Biaya Inventori Kerapu PP
+ Biaya Produksi Kerapu PP + Biaya pemeliharaan KJA +
+
+ +
+
Produk tivitas KJA
Biaya pemeliharaan KJA/unit Jumlah KJA disediakan
+
+
+ Harga Kerapu/ Ekor
+
+
+
Income Pasca Penen
Biaya Inventori Krp/Unit
Biaya Produksi Kerapu PP/Ekr Produksi Kerapu PP
+
Inventori Kerapu BD +
Penjualan Kerapu PP Coverage Inventori Krp PP
Tkt + Inventory Diinginkan +
Trend Permintaan Kerapu Expektasi Permintaan Krp PP
+
Tkt Per mintaan kerapu
+
Gambar 15 Diagram hubungan sebab-akibat dalam model peningkatan keuntungan penanganan pascapanen kerapu.
62 Hubungan antar elemen yang terlibat dalam model peningkatan keuntungan pascapanen kerapu dapat didiskripsikan dalam formula sebagai berikut: •
Keuntungan Pascapanen = Income Pascapanen – Pengeluaran Pascapanen.
•
Income Pascapanen = Jumlah Penjualan Kerapu PP * Harga Kerapu PP.
•
Pengeluaran pascapanen= Biaya pemeliharaan KJA + Biaya Produksi Kerapu PP +Biaya Inventori kerapu PP.
•
Produksi kerapu PP = Jumlah KJA * Produktivitas / KJA.
•
Biaya produksi Kerapu PP = Biaya produksi PP per ekor * Jumlah Produksi Pascapanen.
•
Biaya inventori = Biaya Inventory/ekor * Inventory Pascapanen.
•
Jumlah Produksi Pascapanen = Jumlah KJA PP * Produktivitas KJA PP.
•
Inventori kerapu PP = Jumlah produksi kerapu PP – jumlah penjualan kerapu PP.
•
Tingkat inventori diinginkan = ekpektasi permintaan pascapanen * coverage kerapu pascapanen.
•
Biaya pemeliharaan KJA = Jumlah KJA * Biaya pemeliharaan / unit. Model peningkatan keuntungan usaha pascapanen yang dirancang
menggunakan program Powersim Studio dapat dilihat pada Gambar 16. Elemenelemen model disusun sesuai dengan sistem
yang ada di lapangan, yaitu
mengumpulkan, menyeleksi, menampung dan pemasarkan ikan ukuran konsumsi ke pasar, terutama pasar ekspor.
Sesuai dengan kerangka konseptual pada
Gambar 6, model ini ditujukan untuk dapat mensimulasikan proses peningkatan keuntungan pada industri penangan pascapanen dan pengelolaan inventori yang disesuaikan dengan fluktuasi permintaan pasar dan pasokan ikan hasil pembesaran atau dari sumber-sumber lainnya seperti penangkapan, sehingga memperkecil kemungkinan terjadinya kelebihan pasokan (over supply) atau kekurangan pasokan ikan ukuran konsumsi di pasaran.
63 Biaya pemel KJA PP per unit
Biaya PP Tak Langsung
Total Profit Pascapanen Profit Pascapanen
Jumlah KJA PP
Biaya pemel KJA PP
Penyusutan PP Pemasukan Pascapanen
Pengeluaran Pasca panen Harga Kerapu BD
Biaya input PP Harga Kerapu Pascapanen Bya PP per ekor
Biaya Produksi kerapu PP per ekor
Biaya Inventory Kerapu PP
Bya Pakan per ekor
Faktor Biaya inventory krp PP
Bya PP lain per ekor produksi kerapu p_panen
penjualan kerapu PP
Inventori krp P_panen Coverage inventori Krp PP
Konversi Kg ke Ekor
W aktu utk perbaiki inventori Krp PP
Produktivitas KJA Pasca panen SR selama penampungan
Tkt inventori Krp PP diinginkan Pdt tebar per KJA PP
Demand Ikan Ukuran Konsumsi Permintaan Kerapu Pasca Panen
Tingkat produksi Krp PP diinginkan
Perubahan Exp demand Krp PP
Jumlah KJA PP Perubahan jumlah KJA PP Waktu utk penambahan KJAPP
KJA PP Rusak Expected demand kerapu PP Lifetime KJA PP Jumlah KJA PP dibutuhkan
Waktu untuk merubah ekpektasi demand Krp PP
Gambar 16 Struktur submodel peningkatan keuntungan penanganan pascapanen kerapu.
Deskripsi masing-masing elemen dan hubungannya antar variabel maupun konstanta pada model peningkatan keuntungan penanganan pascapanen perikanan kerapu dapat dilihat pada Tabel 13.
64 Tabel 13 Deskripsi elemen pada model peningkatan keuntungan pascapanen (PP) ikan kerapu Nama
Unit
Biaya Inventory Kerapu PP
Rp / mo
Biaya Pemeliharaan KJA Biaya pemeliharaan KJA per unit Biaya pengadaan per ekor ikan Biaya Produksi Kerapu PP
Rp / mo Rp / induk / mo Rp/ekor Rp / mo
Biaya PP Lain per ekor Biaya pakan per ekor Biaya PP Tak langsung Coverage inventory kerapu PP Demand ikan ukuran konsumsi Expected demand kerapu PP Faktor biaya inventori kerapu PP Harga kerapu BD Harga kerapu PP Inventory kerapu PP Jumlah KJA PP Jumlah KJA PP diinginkan
Rp/ekor Rp/ekor Rp/mo mo Kg/mo ekor / mo %/mo Rp/ekor Rp/ekor ekor induk induk
KJA PP Rusak Padat tebar per KJA
Keuntungan pascapanen
Induk/mo ekor/induk/2 mo Ekor/mo/indu k Rp / mo
Pembelian kerapu BD
Ekor/mo
Pengeluaran pascapanen
Rp / mo
Penjualan kerapu PP Penyusutan PP Permintaan kerapu pascapanen
ekor / mo Rp/mo Ekor/mo
Perubahan kerapu PP
ekor/mo
Produktivitas per KJA PP
expected
demand
Definisi Biaya inventory kerapu PP per ekor * Inventory kerapu Biaya pemel KJA per unit * jumlah KJA 25.000 20.000 Pembenian kerapu BD * biaya pengadaan per ekor 2480 5000 21000000 1 {2440,460,2090,10400,7696,10780,...} Tkt permintaan kerapu PP per bulan 10 40000 60000 Tkt inventory kerapu PP diinginkan Jumlah KJA PP diinginkan Tingkat produksi kerapu PP diinginkan/produktivitas KJA PP Jumlah KJA PP / lifetime KJA PP NORMAL (500,50) Padat tebar per KJA PP * Survival Rate Pemasukan pascapanen – pengeluaran pascapanen DELAYMTR(Jumah KJA*Produktivitas KJA PP, Waktu tunda) Biaya inventory kerapu PP + Biaya pemeliharaan kerapu PP Tkt permintaan kerapu PP per bulan 10896842 GRAPHSTEP(TIME,STARTTIME,1<<mo>>,’ Deman Ukan Ukuran Konsumsi),’Konversi Kg ke Ekor’ (tkt permintaan kerapu PP / bulan – Expected demand kerapu / waktu untuk merubah ekpektasi (jumlah KJA dibutuhkan- Jlh KJA)/waktu utk penambahan KJA PP + KJA PP Rusak. Padat tebar per KJA PP* Survival Rate Pemasukan pascapanen – pengeluaran pascapanen. NORMAL (80, 8) Expected demand kerapu * coverage inventory kerapu PP
Perubahan Jumlah KJA PP
KJA/mo
Produktivitas per KJA PP Keuntungan Pascapanen
ekor/mo/KJA Rp / mo
Survival rete p_panen Tkt inventory kerapu diinginkan
% ekor
Total Keuntungan Pascapanen Waktu tunda Waktu untuk merubah ekspektasi Waktu utk penyediaan KJA
Rp mo mo
NORMAL (1.5, 0.15) 3
mo
6
Keterangan: mo = bulan
industri
65 5.2.2 Rancangbangun model penguatan struktur agroindustri kerapu budi daya. Model penguatan struktur agroindustri kerapu budi daya dirancang bangun sebagai alat untuk dapat (1) mensimulasikan berapa besar kapasitas produksi yang harus dikembangkan untuk industri pembenihan, pembesaran dan penanganan pascapanen kerapu secara nasional dan (2) mensimulasikan seberapa besar tingkat keuntungan yang diperoleh industri pembenihan, pembesaran dan pascapanen kerapu pada kondisi lapangan.
Pengetahuan tentang kapasitas
produksi secara agregat diperlukan untuk menghindarkan terjadinya suplai yang berlebih (excess supply) yang sering terjadi pada industri pertanian dalam arti luas.
Pengetahuan tentang pengaruh variabel produksi terhadap tingkat
keuntungan tersebut akan sangat berguna dalam merumuskan kebijakan yang dapat mengatasi masalah ketimpangan pendapatan antar pelaku usaha yang menghambat pengembangan agroindustri kerapu budi daya. Faktor peubah utama yang menentukan perencanaan kapasitas produksi perikanan kerapu maupun perencanaan distribusi keuntungan antar pelaku usaha adalah volume permintaan konsumen dan perkembangan harga terutama di pasaran Hong Kong yang merupakan tujuan utama pemasaran ikan kerapu hidup. Semakin tinggi volume permintaan pasar maka makin besar industri yang bisa dikembangkan.
Demikian pula sebaliknya semakin kecil permintaan pasar,
semakin kecil pula produksi yang harus dihasilkan. Perubahan harga kerapu di pasaran akan berpengaruh terhadap tingkat keuntungan yang diperoleh. Model
penguatan struktur agroindustri kerapu budi daya merupakan
gabungan dari ke tiga model yang telah disusun terdahulu yaitu model peningkatan kinerja pembenihan, model peningkatan kinerja budi daya dan model peningkatan kinerja pascapanen menjadi suatu kesatuan.
Tujuan
rancangbangun model ini adalah dapat mensimulasikan pengembangan kapasitas produksi serta pemerataan distribusi keuntungan antar ketiga pelaku usaha dalam agroindustri kerapu budi daya. Elemen yang terhimpun pada model industri perikanan ini serupa dengan elemen masing-masing model terdahulu dengan modifikasi pada hubungan elemen jumlah induk dan jumlah KJA serta penggabungan elemen-elemen tersebut sehingga menjadi satu kesatuan.
66 Model penguatan struktur industri dirancang bangun berdasarkan alur pikir bahwa permintaan pasar di Hong Kong merupakan muara dari kegiatan produksi perikanan kerapu yang terdiri atas pembenihan, pembesaran, penanganan pascapanen dan juga kegiatan penangkapan di alam (fishing). Pasar Hong Kong tersebut merupakan salah satu dari beberapa tujuan pasar ikan kerapu seperti Singapura, Taiwan, Jepang dan negara-negara lainnya. Permintaan ikan kerapu di pasaran Hong Kong ini dapat dijadikan sebagai barometer fluktuasi permintaan pasar ikan kerapu, sehingga produksi ikan kerapu melalui budi daya perlu mengantisipasi fluktuasi tersebut dengan mengatur jadwal dan kapasitas produksi sehingga menghindarkan terjadinya suplai yang berlebih (excess supply). Harmonisasi kegiatan produksi benih, pembesaran, maupun penanganan pascapanen dengan fluktuasi pasar dilakukan dengan menyusun model yang menggambarkan rangkaian kegiatan produksi yang saling terkait satu dengan lain. Keterkaitan antar elemen tersebut digambarkan dalam diagram sebab-akibat (causal loop diagram) sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 17. Diagram sebab-akibat tersebut terdiri atas tiga kegiatan (subsistem) utama, yaitu produksi benih (hatchery), produksi kerapu pembesaran, dan kegiatan pascapanen. Pada sisi paling kanan diagram tersebut terdapat variabel impor kerapu Hong Kong sebagai variabel yang menentukan perilaku model secara keseluruhan. Permintaan kerapu Hong Kong akan menentukan berapa besar permintaan kerapu di subsistem pascapanen yang secara berantai selanjutnya menentukan berapa besarnya penjualan kerapu pascapanen dan juga mempengaruhi ekspektasi terhadap permintaan kerapu di masa yang akan datang. Ekpektasi permintaan tersebut selanjutnya menentukan keinginan untuk memproduksi kerapu oleh pelaku pascapanen. Keinginan untuk memproduksi kerapu pascapanen ini akan diterjemahkan ke jumlah karamba jaring apung (KJA) yang harus disediakan.
Jumlah karamba apung yang tersedia
dimultiplikasikan dengan produktivitas setiap KJA akan menentukan jumlah produksi yang dihasilkan subsistem pascapanen.
Basarnya produksi pada
subsistem pascapanen selain menentukan persediaan (inventory) kerapu juga akan mempengaruhi tingkat permintaan pada subsistem pembesaran. Selanjutnya besarnya inventory akan menentukan keinginan (desired) produksi kerapu.
67
Profit pembeni han
-
+
Biaya Produksi benih
-
+
+
Biaya inventori benih
+
+ +
+
Inventori benih Kerapu
Produksi benih + kerapu
+
-
Tkt prod benih diinginkan
Jumlah induk _
+ +
+
+
Tingkat permintaan benih
Jumlah KJA BD
Ekspektasi permintaan benih
+
+ +
_
+ Harga kerapu PP
Produksi kerapu P.Panen
_
Inventori Kerapu P.Panen
+
Penjualan kerapu P. panen
_ Tkt prod kerapu PP diinginkan
+
+ Tingkat permintaan kerapu BD
Income PP
+
_
+
+
+
Biaya inventori /unit
+
+
+
Biaya inventori krp PP
+
Harga input prod kerapu PP
Harga kerapu BD
Penjualan kerapu BD
Tkt prod kerapu BD diinginkan
+
Income BD + +
_
_
+
+
Jumlah KJA PP
+
+
Tingkat permintaan kerapu PP
_ +
+ Produkti vitas induk
Inventori Kerapu BD
Produksi kerapu BD +
+
Profit pascapa nen
Biaya Produksi krp PP
+
+
+
+
Biaya inventori /unit
Harga input prod kerapu BD
Penjualan benih kerapu
Biaya inventori krp BD
+
Harga benih kerapu
_
_
+
+
Income pemb.
Biaya inventori /unit
Harga input prod benih kerapu
Biaya Produksi krp BD
-
+
Profit budidaya
Produkti vitas KJA
Ekspektasi permintaan kerapu BD
+
Produkti vitas KJA
Ekspektasi permintaan kerapu PP
Gambar 17 Diagram sebab-akibat untuk model penguatan struktur agroindustri kerapu budi daya.
+
68 Hampir serupa dengan subsistem pascapanen, diagram sebab-akibat pada subsistem pembesaran mempunyai perilaku yang sama, dimana permintaan ikan kerapu hasil pembesaran menentukan berapa besarnya penjualan kerapu hasil pembesaran dan juga mempengaruhi ekspektasi terhadap permintaan kerapu pembesaran di masa yang akan datang.
Ekpektasi permintaan tersebut
selanjutnya menentukan keinginan untuk memproduksi kerapu oleh pelaku pembesaran.
Keinginan untuk memproduksi kerapu pembesaran ini akan
diterjemahkan ke jumlah KJA yang harus disediakan. Jumlah karamba apung yang tersedia dimultiplikasikan dengan produktivitas setiap KJA akan menentukan jumlah produksi yang dihasilkan subsistem pembesaran. Basarnya produksi pada subsistem pembesaran selain menentukan persediaan (inventory)
kerapu juga akan mempengaruhi tingkat
permintaan pada subsistem pembenihan. Selanjutnya besarnya inventory akan menentukan keinginan (desired) produksi kerapu pembesaran yang secara siklikal mempengaruhi variabel lainnya. Pada subsistem pembenihan yang merupakan bagian hulu dari rangkaian produksi, permintaan benih yang dipengaruhi oleh produksi pada subsistem menentukan berapa besarnya penjualan benih dan juga mempengaruhi ekspektasi terhadap permintaan benih di masa yang akan datang. Ekpektasi permintaan tersebut selanjutnya menentukan keinginan untuk memproduksi benih oleh pelaku pembenihan.
Keinginan untuk memproduksi benih tersebut ini akan
diterjemahkan ke jumlah induk yang harus disediakan.
Jumlah induk yang
tersedia dimultiplikasikan dengan produktivitas setiap induk akan menentukan jumlah produksi yang dihasilkan subsistem pembenihan. Basarnya produksi pada subsistem pembenihan ini akan
menentukan persediaan (inventory)
benih.
Selanjutnya besarnya inventory benih bersama-sama dengan variabel expected demand benih akan menentukan keinginan (desired) produksi benih yang secara siklikal mempengaruhi variabel lainnya. Hubungan antar elemen dalam model prediksi kapasitas produksi dan prediksi tingkat keuntungan masing-masing pelaku sebagaimana dijelaskan di atas merupakan gambaran tentang aliran material dan aliran informasi dalam agroindustri kerapu budi daya. Model ini belum memasukkan aliran finansial yang mempengaruhi model dan akan dibahas dalam bagian lain yang membahas
69 distribusi keuntungan antar subsistem. Untuk memudahkan proses penyusunan model menggunakan Powersim Studio,
maka hubungan antar elemen ini
dideskripsikan sebagai berikut: •
Keuntungan Pembenihan = Income Pembenihan – Pengeluaran pembenihan.
•
Income Pembenihan = Jumlah Penjualan Benih * Harga Benih.
• •
Pengeluaran pembenihan = Biaya produksi benih + biaya pemeliharaan induk + biaya inventori benih. Biaya produksi benih = Biaya produksi benih per ekor * Jumlah Produksi Benih.
•
Biaya inventory = Biaya Inventory/ekor * Inventory Benih.
•
Jumlah induk(t+1) = Tkt produksi benih diinginkan(t+1) / Produktivitas induk.
•
Jumlah Produksi Benih = Jumlah Induk * Produktivitas induk.
•
Inventori benih kerapu = Jumlah produksi benih – jumlah penjualan benih.
•
Tingkat inventori benih diinginkan (t+1) = ekpektasi permintaan benih(t) * Coverage inventori benih(t).
•
Keuntungan Pembesaran = Income Pembesaran – Pengeluaran Pembesaran.
•
Income Pembesaran = Jumlah Penjualan Kerapu BD * Harga Kerapu BD.
•
Pengeluaran pembesaran = Biaya pemeliharaan KJA + Biaya Produksi Kerapu BD +Biaya Inventori kerapu BD.
•
Produksi kerapu BD = Jumlah KJA * Produktivitas / KJA.
•
Biaya produksi Kerapu BD = Biaya produksi BD per ekor * Jumlah Produksi Pembesaran.
•
Biaya inventori = Biaya Inventory/ekor * Inventory Pembesaran.
•
Jumlah Produksi Pembesaran = Jumlah KJA BD * Produktivitas KJA BD.
•
Inventori kerapu = Jumlah produksi kerapu – jumlah penjualan kerapu.
•
Tingkat inventori diinginkan = ekpektasi permintaan pembesaran * coverage kerapu pembesaran.
•
Keuntungan Pascapanen = Income Pascapanen – Pengeluaran Pascapanen.
•
Income Pascapanen = Jumlah Penjualan Kerapu PP * Harga Kerapu PP.
•
Pengeluaran pascapanen= Biaya pemeliharaan KJA + Biaya Produksi Kerapu PP +Biaya Inventori kerapu PP.
•
Produksi kerapu PP = Jumlah KJA * Produktivitas / KJA
•
Biaya produksi Kerapu PP = Biaya produksi PP per ekor * Jumlah Produksi Pascapanen.
•
Biaya inventori = Biaya Inventory/ekor * Inventory Pascapanen.
70 •
Jumlah Produksi Pascapanen = Jumlah KJA PP * Produktivitas KJA PP.
•
Inventori kerapu PP = Jumlah produksi kerapu PP – jumlah penjualan krp PP.
•
Tingkat inventori diinginkan = ekpektasi permintaan pascapanen * coverage kerapu pascapanen.
Permintaan kerapu pascapanen = (permintaan kerapu Hong Kong * market share kerapu Indonesia ).
Penjualan kerapu pascapanen
Expected demand kerapu pascapanen (t+1) = tingkat permintaan kerapu pasca panen t + (tingkat permintaan kerapu pascapanen t * rate kenaikan).
Desired produksi kerapu pascapanen(t+1) = Expected demand kerapu PP(t+1) + (Tkt inventori KrpPP diinginkan(t+1) – Inventori krp P_panen(t)) / Waktu utk perbaiki inventori Krp PP.
Jumlah KJA PP = Tingkat produksi Krp PP diinginkan / Produktivitas KJA Pascapanen.
Permintaan kerapu pembesaran(t+1) = produksi kerapu PP(t+1) + (tingkat mortalitas * produksi kerapu PP(t+1) ).
Penjualan kerapu pembesaran = min (permintaan kerapu pembesaran , inventory kerapu pembesaran ).
Expected demand kerapu pembesaran (t+1) = tkt permintaan krp pembesaran (t) + (tingkat permintaan kerapu pembesaran (t) * rate kenaikan).
Desired produksi kerapu pembesaran(t+1) = Expected demand kerapu BD(t+1) +('Tkt inventori Krp BD diinginkan(t+1) – Inventori krp BD(t+1)) /'Waktu utk perbaiki inventori Krp BD.
Jumlah KJA BD = Tingkat produksi Krp BD diinginkan/Produktivitas KJA Pembesaran.
Permintaan benih kerapu(t+1)
Penjualan benih kerapu(t+1)
Expected demand benih kerapu (t+1) = tingkat permintaan benih kerapu (t) + (tingkat permintaan benih kerapu (t) * rate kenaikan).
Desired produksi benih kerapu(t+1) = Expected demand benih kerapu (t+1) +(Tkt inventori benih kerapu diinginkan(t+1) – Inventori benih krp(t+1)) /Waktu utk perbaiki inventori benih Krp.
= min (permintaan kerapu pascapanen, inventory kerapu pascapanen ).
= produksi kerapu BD(t) + ( tingkat mortalitas * produksi kerapu BD(t)). = min (permintaan benih kerapu(t+1) , inventory benih kerapu(t+1) ).
71 Diagram sebab-akibat dan deskripsi hubungan antar elemen pada model penguatan struktur agroindustri kerapu budi daya ini selanjutnya diterjemahkan ke dalam model komputer menggunakan pemrograman Powersim Studio. Model ini selanjutnya dinamakan dengan Model Manajemen Agroindustri Kerapu, disingkat dengan Model MAGRIPU. Struktur model pengelolaan agroindustri kerapu budi daya yang merupakan struktur menyeluruh dari model yang dibuat dapat dilihat pada Gambar 18. Model ini menggambarkan agroindustri kerapu budi daya mulai dari pembenihan, pembesaran, agroindustri, dan pemasaran ikan kerapu. Model ini dirancang untuk dapat mensimulasikan kapasitas produksi optimal pembenihan, pembesaran dan pascapanen proses serta optimasi distribusi keuntungan yang diperoleh masing-masing pelaku usaha. Di samping itu, model tersebut dapat juga digunakan untuk mengatahui rantai pasokan (supply chain) dimana pelaku-pelakunya yang terdiri atas pemasok bahan baku, fasilitas produksi, jasa distribusi dan pelanggan dihubungkan (linked) satu dengan lainnya melalui aliran material ke depan (feed-forward flow) dan aliran informasi ke belakang (feedback flow).
72
Biaya pemel KJA PP per unit
Biaya pemel KJA per unit Total Profit Pembenihan
Biaya Tak Langsung
Biaya PP Tak Langsung
Total Profit Budidaya
Profit pembenihan
Total Profit Pascapanen Profit Pascapanen
Profit budidaya Biaya BD Tak Langsung
Biaya pemel induk per ekor Penyusutan
Pemasukan Pembenihan
Penyusutan BD
Biaya pemel KJA
Jumlah KJA PP
Pengeluaran Pasca panen
Harga Benih
Pengeluaran Pembenihan
Penyusutan PP Pemasukan Pascapanen
Pengeluaran Budidaya
Jumlah KJA
Biaya input PP Biaya input BD
Biaya pemel induk
By Prod BD per ekor
Biaya Prod Bnh per Biaya Produksi benih ekr
Biaya Produksi kerapu per ekor
Biaya Inventory Kerapu BD Bya PP per ekor
By BD lainnya per ekor
Delay_1
penjualan benih kerapu
produksi benih kerapu
Faktor Biaya inventory krp PP
Bya PP lain per ekor
produksi kerapu BD By lainnya per ekor
Biaya Produksi kerapu PP per ekor
Biaya Inventory Kerapu PP
Bya Pakan per ekor
Faktor Biaya inventory krp BD Faktor Biaya inventory benih
Delay
Harga Kerapu Pascapanen
Harga Kerapu BD
Bi Pkn BD per ekor
Biaya Inventory Benih By Pakan Bnh per ekor
Biaya pemel KJA PP
Pemasukan Budidaya
penjualan kerapu BD
produksi kerapu p_panen
penjualan kerapu PP
Inventori krp BD Inventori krp P_panen
Inventori benih kerapu
Coverage inventori Krp BD Delay_2
Survival rate benih
Produktivitas per KJA
Coverage inventori Bnh
W aktu utk perbaiki inventory Krp BD
Produktivitas induk
Padat tebar KJA
Prosentase induk memijah
Tingkat produksi benih diinginkan
Jumlah induk
Tkt inventori benih diinginkan
Tingkat produksi Krp BD diinginkan
Survival rate kerapu Perubahan jumlah KJA
Tkt permintaan benih per bulan
Tkt inventori Krp diinginkan
Kematian Induk
Lifetime induk
W aktu untuk merubah ekpektasi
Perubahan Exp demand Krp BD
Lifetime KJA
Expected demand benih
Perubahan Exp demand Krp PP
Jumlah KJA PP Perubahan jumlah KJA PP W aktu utk penambahan KJA-PP
Waktu utk penambahan KJA
Jumlah induk diinginkan
Demand Ikan Ukuran Konsumsi Permintaan Kerapu Pasca Panen
Jumlah KJA
Jumlah KJA dibutuhkan
Produktivitas induk
Konversi Kg ke Ekor
Tingkat produksi Krp PP diinginkan
Tingkat Permintaan Kerapu BD
Perubahan Exp demand benih W aktu utk penyediaan induk baru
Krp
Tkt inventori Krp PP diinginkan
Pdt tebar per KJA PP SR selama penampungan
KJA Rusak Penyediaan induk baru
Coverage inventori PP
Produktivitas KJA Pasca panen
W aktu utk perbaiki inventori Fekunditas induk
W aktu utk perbaiki inventori Krp PP
KJA PP Rusak Expected demand kerapu PP
Lifetime KJA PP Jumlah KJA PP dibutuhkan
Expected demand kerapu BD
Produktivitas per KJA W aktu untuk merubah ekpektasi demand
Produktivitas KJA Pasca panen
Gambar 18 Struktur model manajemen agroindustri kerapu (MAGRIPU) menggunakan program Powersim Studio.
Waktu untuk merubah ekpektasi demand Krp PP
73 5.3 Pengujian Model 5.3.1 Verifikasi model Verifikasi terhadap model komputer MAGRIPU dilakukan untuk meyakinkan bahwa program komputer dan implementasi dari model konseptual adalah benar. Menurut Sargent (1998), jenis bahasa komputer yang digunakan akan mempengaruhi diperolehnya program yang benar.
Penggunaan bahasa
simulasi untuk tujuan khusus (special purpose) seperti halnya penggunaan POWERSIM STUDIO untuk pemodelan sistem dinamik, akan menghasilkan tingkat kesalahan yang relatif lebih sedikit dibandingkan dengan penggunaan bahasa simulasi yang ”general purpose”. Verifikasi terhadap model komputer pertama-tama dilakukan dengan menguji keabsahan tanda-tanda aljabar dan kepangkatan dilakukan dengan mencermati persamaan-persamaan yang digunakan sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 11, Tabel 12, dan Tabel 13.
Persamaan-persamaan tersebut
merupakan bagian yang ditampilkan pada pemrograman Powersim Studio Versi 2005. Persamaan-persamaan yang digunakan dalam model ini sebagian besar merupakan
persamaan
sederhana
yang
menggambarkan
penjumlahan,
pengurangan, perkalian, dan pembagian. Proses verifikasi terhadap model komputer MAGRIPU secara otomatis dilakukan oleh paket program Powersim Studio. Apabila terdapat hubungan yang tidak logis maka program tersebut tidak dapat dijalankan (di”run”) dan menunjukkan tanda tanda tertentu seperti ”?” pada variabel-variabel atau hubungan antar variabel yang tidak logis. Hubungan yang tidak logis tersebut terutama akan dapat terdeteksi apabila ”satuan ” yang digunakan pada variabel yang dihubungkan satu dengan lain tidak sama (match).
Apabila pada model
yang dirancang sudah tidak ditemukan lagi tanda-tanda yang mencerminkan hubungan yang tidak logis maka model tersebut telah dianggap dapat dioperasikan. Proses verifikasi terhadap model komputer, selain dilakukan sebelum model divalidasi, juga dilakukan setelah proses validasi model. Proses tersebut dilakukan secara iteratif termasuk memodifikasi struktur model komputer untuk memperoleh hasil yang memuaskan dan sesuai dengan tujuan penyusunan model, yaitu untuk memprediksi proses peningkatan keuntungan pada pembenihan,
74 pembesaran dan pascapanen kerapu, serta model untuk memprediksi kapasitas produksi optimal dan distribusi keuntungan ke tiga subsistem tersebut dalam sistem agroindustri kerapu budi daya. 5.3.2 Validasi model Validasi model adalah proses menguji substansi model, yaitu sejauh mana model komputer yang dibuat dalam lingkup aplikasinya memiliki kisaran akurasi yang memuaskan, konsisten dengan tujuan dari penerapan model. Sesuai dengan yang dikemukakan oleh Sargent (1998), atribut yang digunakan dalam proses validasi sangat dipengaruhi oleh kondisi sistem yang digunakan dalam model tersebut apakah dapat diobservasi (observable system) atau tidak dapat diobservasi (non observable system). Sistem tersebut dapat diobservasi apabila dimungkinkan untuk mengumpulkan data di dunia nyata tentang perilaku operasional dari sistem yang dikaji. Dalam kasus penelitian ini, tidak dimungkinkan untuk memperoleh data lapangan mengenai pengaruh faktor produksi pembenihan, budi daya dan pascapanen kerapu terhadap tingkat keuntungan masing-masing subsistem, sehingga dikategorikan sebagai non observable system.
Data lapangan yang
tersedia pada umumnya hanya meliputi hubungan antara dua variabel misalnya antara jumlah pekan dengan pertumbuhan, tetapi pengaruh gabungan faktorfaktor produksi misalnya pakan, penggunaan vaksin dan benih unggul terdapat pertumbuhan ikan tidak dapat diperoleh. Untuk kasus non observable system seperti ini, maka proses validasi terhadap model dilakukan dengan mengeksplor perilaku model atau membandingkannya dengan model lainnya.
Eksplorasi
terhadap perilaku model pada prinsipnya adalah penggunaan model tersebut dalam proses simulasi untuk mengetahui pengaruh faktor-faktor produksi terhadap perilaku model. Proses simulasi yang dilakukan dalam penelitian ini pada kenyataannya dilakukan secara iteratif sekaligus menguji apakah keluaran yang dihasilkan berupa grafik maupun angka-angka masih logis, misalnya tidak ada angka produksi atau inventory yang di bawah nol (negatif). Proses tersebut dilakukan secara berulang-ulang hingga tidak ditemukan lagi keganjilan dan terbentuk model yang sempurna. Validasi model dalam penelitian ini yang dilakukan bersamaan dengan proses simulasi dilaksanakan terhadap submodel peningkatan keuntungan industri
75 pembenihan, submodel peningkatan keuntungan industri budi daya dan submodel peningkatan keuntungan industri pascapanen. Ketiga submodel ini dirangkaikan menjadi satu kesatuan yang membentuk model penguatan struktur agroindustri kerapu budi daya yang digunakan dalam analisis kapasitas produksi dan pemerataan distribusi keuntungan. Validasi terhadap model penguatan struktur industri perikanan yang merupakan penggabungan dari submodel yang membentuknya dengan demikian akan mencerminkan tingkat validitas bagianbagian yang membentuknya. Dalam proses validasi ini terlihat bahwa keluaran yang ditunjukkan dalam proses simulasi menunjukkan perilaku yang sesuai dengan tujuan dari model. 5.3.3 Analisis sensitivitas Analisa sensitivitas dilakukan untuk menentukan peubah keputusan mana yang cukup penting ditelaah lebih lanjut pada aplikasi model. Peubah keputusan yang ditelaah tingkat kepentingannya diutamakan pada peubah-peubah yang bersifat teknis seperti tingkat mortalitas benih atau ikan yang dipelihara, tingkat fekunditas induk, dan persentase jumlah induk memijah terhadap tingkat keuntungan industri pembenihan. Analisis sensitivitas pada industri budi daya menggunakan peubah tingkat mortalitas, padat penebaran dan lama budi daya terhadap tingkat keuntungan yang diperoleh.
Berdasarkan analisis ini maka
faktor-faktor yang kurang penting dapat dihilangkan sehingga pemusatan studi dapat lebih ditekankan pada peubah keputusan kunci serta menaikkan efisiensi dari proses pengambilan keputusan. Analisis sensitivitas terhadap peubah-peubah pada model pembenihan dilakukan dengan menggunakan program powersim studio.
Hasil analisis
menunjukkan bahwa semua peubah teknis seperti tingkat mortalitas, padat penebaran dan persentase induk memijah sensitif terhadap tingkat keuntungan yang diperoleh.
Untuk model pembesaran, peubah-peubah yang sensitif
terhadap tingkat keuntungan yang diperoleh adalah tingkat mortalitas pembesaran, padat penebaran dan lama pembesaran. Sementara itu untuk model pascapanen, peubah yang sensitif terhadap tingkat keuntungan yang diperoleh adalah tingkat mortalitas, padat penebaran dan lama pascapanen.
76 5.3.4 Analisis stabilitas Analisis stabilitas dilakukan untuk menguji sejauh mana model tersebut bersifat stabil.
Perilaku tidak stabil dapat terjadi apabila parameter diberi nilai
yang di luar batas tertentu sehingga mengakibatkan perilaku acak dan tidak mempunyai pola yang tidak realistik. Parameter-parameter yang diberi nilai di luar batas untuk analisa stabilitas antara lain adalah volume permintaan ikan kerapu atau tingkat harga yang turun hingga level terendah, atau kelangkaan pakan ikan dan lain-lain. Analisis stabilitas dilakukan dengan menganti-ganti harga benih, berturutturut sebesar Rp 6.000,-/ekor, menjadi Rp 8.000,- / ekor dan Rp 10.000,- per ekor telah
merubah
tingkat
pendapatan
pembenihan
masing-masing
Rp
13.015.000.000,-, Rp 19.776.000.000,- dan Rp 26.505.000.000,- per tahun. Perubahan harga benih tersebut berpengaruh juga terhadap pendapatan subsistem pembesaran dan subsistem pascapanen, namun dengan kisaran yang jauh lebih kecil dibanding pendapatan pembenihan. Hasil ini menunjukkan bahwa model yang dirancang menunjukkan stabilitas. 5.4 Pengoperasian Model Pengoperasian model komputer yang telah disusun dilakukan dengan menggunakan program operasi POWERSIM STUDIO versi 2005. Model yang dioperasikan terdiri atas
5 (lima) submodel, yaitu submodel peningkatan
keuntungan pembenihan, submodel peningkatan keuntungan pembesaran, submodel peningkatan keuntungan pascapanen, submodel perencanaan kapasitas produksi optimal, dan submodel pemerataan distribusi keuntungan.
Dengan
menggunakan submodel tersebut maka dapat dilakukan simulasi untuk maksimalisasi maupun optimalisasi tujuan yang ingin dicapai. Manual untuk pengoperasian model simulasi ke lima submodel tersebut dapat dilihat pada Lampiran 9. Dalam manual tersebut diberikan petunjuk dan tuntunan untuk mengoperasikan program simulasi tersebut secara ”user friendly”. Hasil-hasil pengoperasian model komputer tersebut sebagian besar ditampilkan pada Bab 6.