4
Pembangunan Sektor Agribisnis dalam Rangka Pembangunan Ekonomi Indonesia
Pendahuluan Tanpa terasa, pembangunan nasional telah berada pada tahun-tahun terakhir Pelita VI. Berarti bangsa Indonesia akan menyelesaikan enam Pelita dengan baik. Banyak permasalahan pembangunan telah berhasil kita atasi selama Orde Baru, dan berbagai kemajuan di berbagai bidang kehidupan berbangsa dapat kita raih seperti sekarang ini. Salah satu kemajuan yang dapat kita catat sebagai hasil pembangunan ekonomi selama enam Pelita adalah berubahnya wajah kegiatan ekonomi yang berbasis sumber daya hayati. Bila pada awal Orde Baru kegiatan ekonomi berbasis sumber daya hayati praktis hanya dalam bentuk pertanian primer (on-farm agribusiness), dewasa ini sedang terjadi industrialisasi yang ditandai oleh ciri berikut. Pertama, berubahnya orientasi kegiatan ekonomi dari orientasi peningkatan produksi kepada orientasi pasar. Kedua, berkembangnya kegiatan ekonomi yang menghasilkan dan memperdagangkan sarana produksi pertanian primer serta kegiatan ekonomi yang mengolah hasil pertanian primer dan perdagangannya (off-farm agribusiness), baik di pasar domestik maupun pasar internasional. Ketiga, semakin kuatnya keterkaitan antara kegiatan produksi dan perdagangan sarana produksi pertanian primer dengan usahatani, antara pertanian primer dengan kegiatan pengolahan hasil pertanian primer dan perdagangannya serta keterkaitannya dengan konsumen. Keempat, motor penggerak (prime mover) kegiatan ekonomi berbasis sumber daya hayati sedang mengalami proses perubahan. Bila dimasa lalu penggerak utarna adalah pertanian primer maka dengan perubahan orientasi tersebut di atas, beralih ke industri pengolahan hasil pertanian primer (agroindustri hilir). Artinya, bila di masa lalu kegiatan pertanian primer menentukan kegiatan industri pengolahan, maka dewasa ini kegiatan industri pengolahan hasillah yang menentukan kegiatan pertanian primer dan selanjutnya menentukan kegiatan penyediaan sarana produksi.
R3_bab_4_Edited.indd 49
02/04/2010 17:15:26
Pembangunan Sektor Agribisnis dalam Rangka Pembangunan Ekonomi Indonesia
Berlangsungnya proses industrialisasi tersebut telah merubah kegiatan ekonomi berbasis sumber daya hayati, dari sekedar bentuk pertanian primer menjadi suatu sektor ekonomi modern dan besar (mega sektor) yang kita namakan sebagai sektor agribisnis, yang mencakup “the sum total of all operations involved in the manufacture and distribution of farm supplies, production activities on the farm, storage, processing and distribution of farm commodities and items for them ...” (Drilon Jr 1971). Dengan perkataan lain, sektor agribisnis sebagai bentuk modern dari pertanian primer, paling sedikit mencakup empat subsistem yaitu: subsistem agribisnis hulu (upstream agribusiness), yaitu kegiatan ekonomi yang menghasilkan (agroindustri hulu) dan perdagangan sarana produksi pertanian primer (seperti industri pupuk, obat-obatan, bibit/bemh, alat dan mesin pertanian dan lain-lain); subsistem usahatani (on-farm agribusiness) yang di masa lalu kita sebut sebagai sektor pertanian primer; subsistem agribisnis hilir (downstream agribusiness), yaitu kegiatan ekonomi yang mengolah hasil pertanian primer menjadi produk olahan, baik dalam bentuk yang siap untuk dimasak atau siap untuk disaji (ready to cook/ready for used) atau siap untuk dikonsumsi (ready to eat) beserta kegiatan perdagangannya di pasar domestik dan internasional; dan subsistem jasa layanan pendukung seperti lembaga keuangan dan pembiayaan, transportasi, penyuluhan dan layanan informasi agribisnis, penelitian dan pengembangan, kebijakan pemerintah, asuransi agribisnis, dll. Industrialisasi pertanian primer menjadi sektor agribisnis tersebut berimplikasi pada cara melihat, mengevaluasi, mengelola dan membangun kegiatan ekonomi berbasis sumber daya hayati. Bila di masa lalu kegiatan ekonomi tersebut hanya dilihat, dievaluasi, dikelola dan dibangun terbatas pada subsektor pertanian, maka dewasa ini dan terutama di masa yang akan datang, kegiatan ekonomi tersebut harus dilihat sebagai suatu sektor agribisnis dimana subsistem agribisnis hulu, subsistem usahatani, subsistem agribisnis hilir merupakan suatu kesatuan kegiatan ekonomi yang integral. Kenyataan bahwa industrialisasi pertanian primter menjadi sektor agribisnis merupakan salah satu prestasi pembangunan nasional, maka pada makalah ini akan membahas pembangunan sektor agribisnis (bukan hanya subsektor pertanian). Sebagai bagian dari pembangunan ekonomi nasional, pembangunan sektor agribisnis diharapkan bahkan diharuskan agar dapat mencapai tujuan pembangunan ekonomi nasional yakni pertumbuhan ekonomi, pemerataan pembangunan dan pendapatan serta stabilitas ekonomi yangmantap dan dinamis (Trilogi Pembangunan Ekonomi Nasional). Kemudian, mengingat Pelita VII merupakan pelita terakhir bagi bangsa Indonesia sebelum memasuki
50
Agribisnis: Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi Berbasis Pertanian
R3_bab_4_Edited.indd 50
02/04/2010 17:15:27
Pembangunan Sektor Agribisnis dalam Rangka Pembangunan Ekonomi Indonesia
era perdagangan bebas, maka pembangunan ekonomi nasional perlu diupayakan penajamannya, untuk mengantarkan bangsa Indonesia agar siap menghadapi tantangan dan pemanfaatan peluang ekonomi pada era tersebut. Dalam upaya mencapai tujuan pembangunan ekonomi Indonesia sebagaimana digariskan dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN), pelaksanaan strategi pembangunan ekonomi nasional diarahkan untuk mencapai Trilogi Pembangunan Nasional. Dengan dasar pemikiran seperti ini, maka pencapaian Trilogi Pembangunan Nasional tersebut menyangkut beberapa isu-isu strategis pembangunan ekonomi: pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi, pemberdayaan ekonomi rakyat, pemerataan pembangunan dan pendapatan, keamanan pangan, dan posisi Indonesia dalam era perdagangan bebas (apa industri/produk unggulan nasional). Isu strategis pembangunan ekonomi tersebut akan diuraikan berikut ini.
Isu Strategis Pembangunan Ekonomi Nasional Pertumbuhan Ekonomi Selama pelaksanaan PJP I yang lalu, perekonomian Indonesia mampu bertumbuh rata-rata 7,2 persen per tahun. Menurut berbagai perkiraan (bahkan ditargetkan), di masa yang akan datang ekonomi Indonesia harus mampu bertumbuh lebih dari 7 persen per tahun, agar pendapatan per kapita penduduk kita mampu mencapai sekitar US $ 2.250 pada tahun 2005, Persoalannya adalah bagaimana kita mempertahankan dan mencapai target pertumbuhan ekonomi sebesar itu? Dari sisi permintaan (demand side), pertumbuhan ekonomi ditentukan oleh peningkatan konsumsi domestik, investasi, pengeluaran pemerintah dan ekspor bersih. Di antara komponen pertumbuhan ekonomi tersebut variabel konsumsi domestik merupakan penyumbang terbesar dalam pertumbuhan ekonomi: nasional selama ini. Di masa yang akan datang, selain konsumsi domestik, ekspor bersih (net export) juga diharapkan cukup besar peranannya sebagai sumber pertumbuhan ekonomi. Untuk meningkatkan konsumsi domestik berarti kita harus meningkatkan daya beli (pendapatan riil) penduduk Indonesia. Cara yang paling efektif dan produktif untuk meningkatkan pendapatan penduduk adalah mengembangkan kegiatan ekonomi dimana sebagian besar penduduk kita menggantungkan kehidupan ekonominya, Dengan perkataan lain, di masa yang akan datang Agribisnis: Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi Berbasis Pertanian
R3_bab_4_Edited.indd 51
51
02/04/2010 17:15:27
Pembangunan Sektor Agribisnis dalam Rangka Pembangunan Ekonomi Indonesia
kita perlu mernberi perhatian yang lebih serius untuk mengembangkan sektor ekonomi yang menjadi tumpuan perekonomian rakyat sekaligus mampu menghasilkan produk-produk yang dibutuhkan di pasar internasional. Dengan demikian, sektor ekonomi tersebut dapat meningkatkan pendapatan rakyat meningkatkan ekspor tanpa berkonsekuensi pada peningkatan impor sehingga sekaligus menjadi sumber pertumbuhan ekonomi nasional. Kemudian, dari sisi penawaran (supply side), pertumbuhan ekonomi akan ditentukan oleh peningkatan produktivitas tenaga kerja, teknologi dan akumulasi modal Untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, kita perlu mengembangkan sektor-sektor ekonomi yang berbasis di dalam negeri dalam arti teknologinya telah dan mudah kita kuasai/kembangkan, melibatkan tenaga kerja nasional dengan segala keberadaannya dan menggunakan barangbarang modal yang telah dan mudah kita hasilkan, untuk menghasilkan produk-produk yang dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia dan masyarakat internasional. Persoalannya adalah sektor-sektor ekonomi apa dalam perekonomian nasional yang memenuhi karakteristik yang demikian itu?
Pemberdayaan Ekonomi Rakyat Isu strategis kedua dalam pembangunan ekonomi nasional adalah pemberdayaan ekonomi rakyat. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi belum menjamin pemberdayaan ekonomi rakyat Hal ini menyangkut masalah bagaimana masyarakat kita dapat menikmah pertumbuhan ekonomi tersebut Yang menjadi pertanyaan adalah kelompok penduduk mana yang ekonominya perlu diberdayakan? Menurut data BPS, pada tahun 1994 angkatan kerja nasional berjumlah sekitar 82 juta jiwa. Sekitar 46 persen atau 38 juta jiwa bekerja di sekrtor usaha tani. Bila diperhitungkan jumlah anggota keluarganya (rata-rata 4 orang), maka paling sedikit 70 persen dari jumlah penduduk Indonesia menggantungkan kehidupan ekonominya pada kegiatan usahatani. Mereka adalah keluarga petani, buruh tani, petemak rakyat dan nelayan yang berada di kawasan pedesaan mulai dari Sabang sampai Merauke; dan merupakan kelompok masyarakat kita yang tergolong rendah pendapatannya. Bahkan sebagian dari mereka masih hidup di bawah garis kemiskinan. Hasil studi Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian di wilayah Pulau Jawa dan Nusa Tenggara (Kasryno, 1996) menunjukkan bahwa pada tahun 1995 pendapatan rata-rata rumah tangga pertanian (seluruh sumber pendapatan)
52
Agribisnis: Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi Berbasis Pertanian
R3_bab_4_Edited.indd 52
02/04/2010 17:15:27
Pembangunan Sektor Agribisnis dalam Rangka Pembangunan Ekonomi Indonesia
di wilayah Pulau Jawa masih sekitar Rp 1,3 juta atau Rp 294,7 ribu per kapita per tahun. Sementara itu, pendapatan rata-rata rumahtangga pertanian di Nusa Tenggara Barat baru mencapai Rp 1,8 juta per tahun atau sekitar Rp 236,6 ribu per kapita per tahun. Bila dibandingkan dengan pendapatan per kapita nasional yang telah mencapai sekitar Rp 2 juta, maka pendapatan per kapita mereka tersebut masih sangat rendah, yakni hanya sekitar 10 persen dari pendapatan per kapita nasionat. Dalam kaitannya dengan kelompok masyarakat kita yang kurang beruntung ini, apa dan bagaimana cara memberdayakan ekonomi rakyat tersebut? Mengingat mereka yang kurang beruntung menggantungkan kehidupannya pada kegiatan usahatani di wilayah pedesaan, sektor ekonomi apa yang harus kita kembangkan agar ekonomi mereka yang kurang beruntung tersebut dapat diberdayakan?
Pemerataan Pembangunan dan Pendapatan Mengakhiri Pelita I PJP II, pembangunan nasional masih berhadapan dengan berbagai konfigurasi ketimpangan pembangunan dan pendapatan. Secara makro (nasional), kita berhadapan dengan ketimpangan pembangunan antara Kawasan Barat Indonesia (KBI) yang relatif maju dan Kawasan Timur Indonesia (KTI) yang relatif tertinggal. Secara regional, kita masih menghadapi ketimpangan pembangunan dan pendapatan antara wilayah dataran rendah dan wilayah dataran tinggi; antara wilayah perkotaan dan wilayah pedesaan. Kemudian, secara sektoral, kita menghadapi ketimpangan pendapatan antara sektor pertanian primer (usahatani) dan sektor industri dan jasa; antara kelompok masyarakat petani dan kelompok masyarakat kita yang bukan petani. Dengan mengunakan data pengeluaran untuk konsumsi penduduk Indonesia, Prof. Mubyarto (Kasryno, 1996) mengemukakan bahwa secara nasional, rasio pendapatan kota dan desa selama tahun 1981-1993 semakin mengalami peningkatan dari 1,69 tahun 1981 menjadi 1,82 tahun 1993. Peningkatan rasio pendapatan kota-desa ini mencerminkan bahwa laju pertumbuhan pendapatan di wilayah perkotaan jauh lebih cepat dibandingkan dengan laju pertumbuhan pendapatan di wilayah pedesaan. Bila pada tahun 1981 rata-rata pendapatan penduduk di wilayah perkotaan masih sekitar 1,69 kali dari pendapatan penduduk di pedesaan, maka pada tahun 1993 rata-rata pendapatan penduduk di wilayah perkotaan telah menjadi 1,82 kali rata-rata pendapatan penduduk di pedesaan.
Agribisnis: Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi Berbasis Pertanian
R3_bab_4_Edited.indd 53
53
02/04/2010 17:15:27
Pembangunan Sektor Agribisnis dalam Rangka Pembangunan Ekonomi Indonesia
Ketimpangan pembangunan dan pendapatan tersebut telah menimbulkan fenomena demografi yang kurang menguntungkan seperti menguatnya arus urbanisasi dan migrasi penduduk dari wilayah tertinggal ke wilayah maju; sehingga menimbulkan persoalan bagi pembangunan seperti kemacetan, tekanan yang berlebihan pada ruang perkotaan, pengangguran, masalah pemukiman di perkotaan, penanganan arus mudik hari besar/liburan dan lain-lain. Sementara di wilayah pedesaan atau wilayah tertinggal menderita pelarian sumber daya manusia (brain-drain) dan pelarian kapital (capital flight) sehingga bila berlangsung terus dikhawatirkan semakin memperbesar kesenjangan ekonomi dan pembangunan. Untuk mengurangi ketimpangan pembangunan dan pendapatan, kita memerlukan pengembangan sektor ekonomi yang mampu mengintegrasikan perekonomian antara: usahatani dan industri/jasa; antara perekonomian pedesaan dan perekonomian perkotaan; antara perekonomian wilayah dataran rendah dan dataran tinggi serta antara perekonomian Kawasan Barat Indonesia dan Kawasan Timur Indonesia. Dengan demikian, setiap pertumbuhan ekonomi di wilayah maju (perkotaan) akan menarik pertumbuhan ekonomi di wilayah tertinggal (pedesaan). Masalahnya adalah sektor ekonomi apa yang mampu mengintegrasikan perekonomian wilayah yang relatif maju dengan wilayah yang tertinggal tersebut?
Ketahanan Pangan Bagi bangsa Indonesia, dengan jumlah penduduk tahun 1997 mencapai 200 juta jiwa dan pada tahun 2020, diperkirakan akan mencapai sekitar 220 juta jiwa, pengadaan pangan merupakan persoalan yang serius. Pengalaman sejarah pembangunan Indonesia menunjukkan bahwa masalah ketahanan pangan (food security) sangat erat kaitannya dengan stabilitas ekonomi (khususnya inflasi), biaya produksi ekonomi agregat (biaya hidup), dan stabilitas sosial politik nasional. Oleh karena itu, ketahanan pangan menjadi syarat mutlak bagi penyelenggaraan pembangunan nasional. Persoalan ketahanan pangan menyangkut aspek-aspek berikut. Pertama, penyediaan jumlah bahan-bahan pangan yang cukup untuk memenuhi permintaan pangan yang meningkat baik karena pertambahan penduduk, perubahan komposist penduduk maupun akibat peningkatan pendapatan penduduk. Kedua, pemenuhan tuntutan kualitas dan keanekaan bahan pangan untuk mengantisipasi perubahan preferensi konsumen yang
54
Agribisnis: Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi Berbasis Pertanian
R3_bab_4_Edited.indd 54
02/04/2010 17:15:27
Pembangunan Sektor Agribisnis dalam Rangka Pembangunan Ekonomi Indonesia
semakin peduli pada masalah kesehatan dan kebugaran. Ketiga, masalah pendistribusian bahan-bahan pangan pada ruang (penduduk yang tersebar pada sekitar 10.000 pulau) dan waktu (harus tersedia setiap hari sepanjang tahun). Keempat, masalah keterjangkauan pangan (food accessibility), yakni ketersediaan bahan pangan (jumlah, kualitas, ruang dan waktu) harus dapat dijangkau oleh seluruh masyarakat. Masalahnya adalah bagaimana cara mencapai ketahanan pangan yang demikian? Secara teori, pengadaan pangan dapat dipenuhi dari produksi domestik, impor atau kombinasi keduanya. Bila kita mengandalkan impor bahan pangan dan pasar internasional, disamping akan menguras devisa yang sangat besar, juga mengandung risiko besar. Menurut FAO (1995), dewasa ini produksi pangan agregat dunia memang mengalami surplus, namun surplus yang ada sebetulnya adalah semu. Artinya, bila surplus yang ada “dibagikan” pada negara-negara yang masih kekurangan pangan, surplus bahan pangan agregat tersebut belumlah cukup. Dengan kata lain, secara global, produksi bahan pangan dunia sebetulnya telah mengalami defisit. Selanjutnya, menurut penelitian FAO, pada periode tahun 1970-2010 pertumbuhan produksi bahan pangan dunia akan mengalami penurunan. Bila pada tahun 1970-1990 pertumbuhan produksi dunia masih sekitar 2,3 persen per tahun, maka pada periode tahun 1990-2010 pertumbuhan tersebut akan turun menjadi 1,8 persen per tahun. Perkiraan FAO tersebut menunjukkan bahwa di masa yang akan datang, dunia akan mengalami kekurangan pangan. Hal ini berarti, akan mengandung risiko tinggi bila negara besar pengkonsumsi pangan seperti Indonesia menggantungkan pengadaan pangan dari pasar internasional di samping harga bahan pangan yang semakin mahal (sehingga diperlukan devisa yang lebih besar), juga belum tentu tersedia sebesar junilah yang kita butuhkan di pasar internasional. Oleh karena itu, tidak ada pilihan lain bagi bangsa Indonesia untuk menjamin ketahanan pangan, kecuali dari produksi domestik. Persoalannya adalah strategi pembangunan yang bagaimana harus kita lakukan agar dapat menjamin ketahanan pangan tersebut? Sektor ekonomi apa yang perlu dikembangkan agar ketahanan pangan dapat terjamin secara efisien dan efektif (pada jumlah, kualitas, ruang dan waktu) serta berkesinambungan?
Agribisnis: Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi Berbasis Pertanian
R3_bab_4_Edited.indd 55
55
02/04/2010 17:15:27
Pembangunan Sektor Agribisnis dalam Rangka Pembangunan Ekonomi Indonesia
Posisi Daya Saing Ekonomi Indonesia dalam Perdagangan Bebas Tidak lama lagi Indonesia akan memasuki era perdagangan bebas, Satu Pelita lagi, yang berakhir pada tahun 2003, Indonesia sudah harus memasuki era perdagangan bebas di kawasan Asia Tenggara (AFTA) dan kemudian pada tahun 2010 memasuki era perdagangan bebas di kawasan Asia Pasific (APEC). Komitmen kita untuk ikut serta dalam era perdagangan bebas sudah bulat dan kita berupaya agar perdagangan bebas dapat kita manfaatkan untuk mencapai tujuan pembangunan nasional dengan berlangsungnya perdagangan bebas, maka perdagangan dunia akan lebih cenderung pada spesialisasi perdagangan, dalam arti suatu negara akan memperdagangkan produkproduk yang merupakan keunggulan komparatifnya dengan perkataan lain, berapa besar manfaat yang diperoleh suatu negara dari perdagangan bebas akan ditentukan oleh kedudukan produk yang diperdagangkannya dalam perdagangan internasional. Bila produk yang diperdagangkan suatu negara adalah produk komplementer, maka peluang negara yang bersangkutan untuk menikmati manfaat perdagangan bebas akan besar. Namun bila produk yang diperdagangkan adalah produk subsitusi, maka manfaat yang diperoleh dari perdagangan bebas akan tergantung pada apakah produk negara yang bersangkutan dapat bersaing dengan produk yang sama dari negara lslam. Dalam kaitannya dengan posisi Indonesia, produk-produk apa yang akan kita andalkan dalam perdagangan bebas di masa yang akan datang, khususnya di kawasan APEC? Apakah Indonesia telah mengambil keputusan untuk termasuk sebagai negara dalam iring-iringan angsa terbang (the wild-flying geese); sehingga akan mengandalkan produk-produk industri dalam skenario iring-iringan ini yang merupakan jenis industri foot-loose (foot-loose industry) di Indonesia? Kalau demikian, mampukah produk industri kita tersebut bersaing dengan Jepang (negara pemimpin) atau Korea Selatan, Taiwan dan lain-lain (negara pada baris kedua) dimana cetak biru (blue print) produk dan industri hulu masih dan akan tetap dipegang oleh negara-negara tersebut? Bukankah skenario iring-iringan ini telah memposisikan Indonesia sebagai negara yang harus mengimpor untuk dapat mengekspor? Dengan posisi seperti itu, bukankah berarti bahwa Indonesia akan ikut membangun ekonomi Jepang dan Korea Selatan dengan cara membantu pemasaran industri mereka? Berapa besar pelarian modal (capital flight) dalam bentuk transfer keuntungan, nilai impor yang ditinggikan, nilai ekspor yang direndahkan setiap tahunnya?
56
Agribisnis: Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi Berbasis Pertanian
R3_bab_4_Edited.indd 56
02/04/2010 17:15:27
Pembangunan Sektor Agribisnis dalam Rangka Pembangunan Ekonomi Indonesia
Bukankah kondisi yang demikian justru menciptakan ketidakstabilan nilai tukar (kurs) rupiah terutama setelah kurs rupiah memasuki rezim nilai tukar mata uang asing mengambang (floating exchange rate regime, karena makin derasnya impor (dollar demand) dan terpuruknya ekspor (dollar supply). Secara keseluruhan bukankah pilihan jenis industri yang footloose tersebut akan rnenggoyahkan fundamental ekonomi nasional yang telah kita bangun sejak PJP-I dimulai?.
Pembangunan Agribisnis Sebagai Bentuk dan Pilihan Strategi Industrialisasi di Indonesia Dewasa ini terdapat 3 (tiga) mazhab pilihan strategi industrialisasi yang berkembang di masyarakat Indonesia, Ketiga mazhab yang berkembang ini perlu diuji kemampuannya (paling sedikit pada tingkat teoritis) dalam memecahkan isu-isu pembangunan ekonomi nasional Ketiga pilihan strategi itu adalah: strategi industrialisasi berspektrum luas, strategi industrialisasi dengan mdustri berteknologi tinggi, dan strategi industrialisasi pertanian dalam bentuk pembangunan agribisnis. Pertama, strategi industrialisasi berspektrum luas (broad-based industry strategy). Tanpa mempersoalkan siapa pendukungnya, mazhab ini berpendapat bahwa seluruh jenis industri baik industri yang berakar pada bahan baku dalam negeri (domestic resourced-hased industry) maupun industri yang berakar bahan baku luar negeri atau impor (footlose industry). Strategi industrialisasi ini telah mulai berkembang sejak akhir tahun 1980-an yang melahirkan banyak industri foot lose di Indonesia. Pada kenyataannya, pelaksanaan strategi industrialisasi ini di Indonesia memiliki banyak kelemahan bila dilihat dari kepentingan pembangunan ekonomi nasional seperti diuraikan berikut ini. Pertama, dalam pelaksanaan strategi ini, sulit diwujudkan suatu kebijaksanaan yang netral bahkan cenderung bersifat trade-off. Untuk memberi iklim yang kondusif bagi industri footlose, diperlukan kebijaksanaan proteksi baik yang bersifat tarif maupun nontarif. Kebijaksanaan tarif karena diterapkan pada industri spesifik tidak bersifat trade-off dengan industri lain namun haras dibayar dengan inefisiensi. Yang jadi persoalan adalah kebijaksanaan proteksi nontarif yakni kebijaksanaan nilai tukar (exchange rate policy). Untuk mendukung industri foot lose ini, diperlukan kebijaksanaan nilai tukar yang ternilai terlalu tinggi (artificially overvalued-exchange rate). Namun kebijaksanaan nilai tukar yang ternilai terlalu tinggi ini merugikan industri-industri berorientasi ekspor Agribisnis: Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi Berbasis Pertanian
R3_bab_4_Edited.indd 57
57
02/04/2010 17:15:27
Pembangunan Sektor Agribisnis dalam Rangka Pembangunan Ekonomi Indonesia
yang berbasis pada sumber daya domestik, seperti agribisnis. Dalam kondisi trade-off tersebut, maka kebijasakaan yang operasional akan ditentukan oleh pertarungan kemampuan antar pelaku ekonomi dalam mempengaruhi kebijaksanaan. Tampaknya di masa lalu pertarungan ini dimenangkan oleh pelaku ekonomi yang berkepentingan pada industri footlose. Hal ini tercermin dari upaya pemerintah untuk menjaga nilai tukar rupiah yang ternilai terlalu tinggi ini paling sedikit selama 5 tahun terakhir. Akibatnya, industri yang berorientasi ekspor dan berbasis di dalam negeri, mengalami kesulitan untuk berkembang. Padahal industri yang terakhir ini, merupakan industri yang menyangkut kehidupan ekonomi rakyat Indonesia, Kedua, berkaitan dengan poin pertama di atas, karena industri faction umumnya berorientasi pada pasar dalam negeri, maka strategi ini telah menyebabkan laju impor lebih tinggi dari laju ekspor nasional sehingga defisit neraca berjalan (current account deficit) tidak dapat dihindarkan, Ketiga, strategi ini yang pada kenyataannya telah berpihak pada industri footlose yang nota bene adalah dikuasai oleh pengusaha besar, telah menyebabkan ketimpangan pembangunan kota-desa dan pendapatan. Disatu sisi terdapat sejumlah pengusaha konglomerat, dipihak lain terdapat usaha kecil-menengah yang berpendapatan rendah. Dan keempat, dalam jangka panjang bila kondisi ini berlangsung maka sumber daya akan mengalir keluar dari sekitar agribisnis sehingga akan mengancam aspek strategis ekonomi seperti ketahanan pangan, nilai tukar, stabilitas sosial politik, dan lain-lain. Kedua, strategi industrialisasi dengan industri berteknologi tinggi (high-tech industry), Ide dasar dari mazhab ini adalah Indonesia harus mengembangkan industri teknologi tinggi yang tidak banyak dikembangkan oleh negara-negara Asia Timur (the wild-flying geese) sedemikian rupa, sehingga Indonesia bukan pengikut tapi mempelopori iring-iringan baru. Sehingga pada kenyataannya, industri yang dikembangkan adalah industri pesawat terbang, industri perkapalan, dan lain-lain yang disebut sebagai industri strategis. Terdapat beberapa kelemahan dari strategi industrialisasi ini antara lain adalah bahwa untuk mendukung strategi ini diperlukan mutu sumber daya manusia yang tinggi yang justru belum mampu dipenuhi oleh sumber daya manusia Indonesia saat ini. Kemudian industri yang menjadi pilihan bagi strategi ini belum memiliki industri pendukung di dalam negeri sehingga harus mengimpor. Dan lagipula strategi industrialisasi ini merupakan “lompatan” pembangunan yang dapat menciptakan kondisi kegamangan bagi rakyat dan pemerintah.
58
Agribisnis: Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi Berbasis Pertanian
R3_bab_4_Edited.indd 58
02/04/2010 17:15:27
Pembangunan Sektor Agribisnis dalam Rangka Pembangunan Ekonomi Indonesia
Ketiga, strategi industrialisasi pertanian dalam bentuk pembangunan agribisnis. Ide dasar dari strategi ini adalah bahwa pembangunan agribisnis sebagai bentuk industrialisasi pertanian merupakan kelanjutan dari pembangunan pertanian sebelumnya (PJP-I) dengan orientasi peningkatan produktivitas dan nilai tambah. Cara yang paling tepat untuk mengembangkan perekonomian nasional adalah mengembangkan kegiatan ekonomi yang menjadi tumpuan kehidupan ekonomi sebagian besar rakyat dan mampu mengakomodir keberadaan sumber daya manusia yang
BOX. 1. SAYA TIDAK PERCAYA PADA LOMPATAN PEMBANGUNAN Konferensi Tingkat Menteri Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) di Singapura pekan lalu berakhir dengan kompromi. Negara super kuat Amerika Serikat, misalnya, tidak lagi ngotot memasukkan standar upah di dalam agenda. Sebaiknya, banyak pula “pengorbanan” negara-negara berkembang dalam forum yang tujuannya membentuk liberalisasi perdagangan itu. Sebutlah sektor pertanian, juga tekstil, yang ternyata tidak disinggung dalam deklarasi 23 butir, setebal delapan halaman itu. Tampaknya negara-negara maju mengulurulur liberalisasi sektor ini agar petani mereka tak gelagapan menghadapi serbuan komoditas pertanian negara-negara berkembang. Selama ini, petani di Jepang dan Uni-Eropa memang bisa hidup berkat proteksi yang tinggi dari pemerintahnya. Negosiasi di WTO membuktikan negara-negara maju bermuslihat keras agar menguasai semua lini perekonomian dunia di masa mendatang, Bagaimana negara berkembang semacam Indonesia, yang perekonomiannya berbasis agribisnis, menghadapi perdagangan bebas ASEAN (AFTA) maupun WTO mendatang? Apakah perlu memainkan kartu-kartu proteksi agar pertanian kita berkembang? Ahli ekonomi pertanian Bungaran Saragih mengusulkan, seharusnya bukan proteksi yang ditekankan dalam kebijakan agroindustri kita, melainkan promosi. “Promosi ini bentuk proteksi yang efektif dalam menghadapi persaingan di masa iiberalisasi”, kata Kepala Pusat Studi Pembangunan IPB itu. Beginilah hasil dialog KONTAN dengan Bungaran Saragih dr ruang kerjanya yang sejuk dan asri, penuh dengan tanaman. (Bersambung)
Agribisnis: Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi Berbasis Pertanian
R3_bab_4_Edited.indd 59
59
02/04/2010 17:15:27
Pembangunan Sektor Agribisnis dalam Rangka Pembangunan Ekonomi Indonesia
BOX I. LANJUTAN Sejauh mana persiapan sektor agribisnis kita untuk menghadapi liberalisasi menurut AFTA dan WTO mendatang? Selama ini, komoditas Indonesia yang utama, yang sudah bersaing ketat di perdagangan internasional dan mampu masuk di negara lain, baru komoditas agribisnis dan minyak, Komoditas lainnya hampir tidak ada, Tetapi, yang sudah masuk itu pun bukan berarti tak ada persoalan. Ada komoditas yang tidak mengalami soal berat dalam perdagangan internasional, tetapi ada komoditas kita yang mengalami soal berat. Misalnya komoditas perkebunan, kehutanan, dan sebagian komoditas ikan. Kita sudah sering bersaing daiam perdagangan internasionaL Dan persaingan itu terus meningkat Memang ada waktu-waktu tertentu turun, tetapi trennya meningkat. Namun banyak juga komoditas kita yang masih lemah, misalnya komoditas pangan, termasuk hortikultura. Barangkali kita akan banyak kewalahan juga di petemakan, Dulu kita bisa mengekspor sapi ke Hongkong, sekarang sudah hilang. Bahkan kita mengimpor besar-besaran dari Australia dan Selandia Baru. Jadi, boleh dikata ada yang sudah siap, ada juga yang belum. Persoalannya, persaingan akan menjadi lebih ketat pada masa-masa yang akan datang. Dan memang kita dituntut untuk membuka, ya, harus kita buka. Tetapi saya pikir, kita harus bijaksana. Kita bukalah yang sudah kuat, dan tutuplah yang belum kuat. Membukanya pun harus secara perlahan. Tidak perlu sombong bahwa kita sudah telanjang, gitu. Kasihan petani kita. (bersambung)
ada. Strategi industrialisasi yang bijaksana adalah strategi yang mampu mewujudkan konsistensi kinerja mikro dengan kinerja makro, Dan suatu negara akan mampu memanfaatkan peluang ekonomi di pasar internasional khususnya pada era perdagangan bebas bila negara yang bersangkutan mampu menghasilkan produk yang dibutuhkan di pasar internasional dan memiliki basis sumber daya di dalam negeri (domestic resources based). Produsen karet terbesar di dunia sebelum tahun 2020 (Free University, 1995; World Bank 1995). Pada komoditas perkebunan lainnya seperti kakao, teh dan kopi Indonesia. Indonesia akan menjadi salah satu produsen terbesar di dunia.
60
Agribisnis: Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi Berbasis Pertanian
R3_bab_4_Edited.indd 60
02/04/2010 17:15:27
Pembangunan Sektor Agribisnis dalam Rangka Pembangunan Ekonomi Indonesia
BOX I. LANJUTAN Jadi, tindakan pemerintah dengan memasukkan komoditas pertanian dalam kategori sensitif di AFTA dan APEC sudah tepat? Daftar komoditas sensitif itu kita pertahankan dulu. Kemudian harus ada program tahun per tahun sampai batas tahun 2003 dan tahun 2020, sehingga kita semakin lama semakin mampu bersaing. Namun, disamping usaha proteksi, kita harus lebih banyak melakukan promosi. Jangan cuma proteksi yang kita tekankan, Sebab, promosi adalah proteksi yang paling efektif, bukan dengan menutup. Sayang, promosi ini saya lihat kian lama kian berkurang. Pengertian promosi bukan pameran, melainkan bagaimana cara kita membantu sistem agribisnis supaya lebih mampu bersaing. Bukan dengan menutup. Tetapi, untuk sementara, kita tutup karena masih bisa ditutup. Sambil kita buka sedikitsedikit Promosi harus lebih besar. Seperti apa promosi itu? Pertama, promosi sumber daya manusia. Pendidikan dasar sampai SMP di desadesa harus dipercepat. Itu pendidikan umum. Kemudian pendidikan teknis mengenai agribisnis. Kita membutuhkan generasi baru, yaitu para petani yang berpendidikan lebih baik. Di Jepang, tahun 1908, sudah 98 persen anak taki-iaki dan 95 persen anak perempuan lufus SMP. Makanya kini mereka bisa bersaing. Promosi yang kedua, promosi teknologi yang dibutuhkan, Kita sudah bisa bikin pesawat, tetapi masih harus beli traktor tangan dari Cina. Kan lucu? Padahal, basis perekonomian kita adalah di agribisnis. Tetapi, teknologi yang dibutuhkan agribisnis terlambat pengembangannya. Yang ketiga adalah infrastruktur Jalan, air, listrik, telepon yang ada langsung kepada unit-unit produksi agribisnis, ini tidak mungkin dikasih kepada swasta. Kalau membangun jalan tol di Jakarta sih swasta jelas mau. Tetapi, mana ada swasta yang mau bangun jalan pedesaan, jalan kabupaten, atau jalan provinsi? Jadi, peran pemerintah menjadi sangat penting. Karena itu, promosi ketiga bidang ini tidak bisa diserahkan kepada mekanisme pasar. Perhatian pemerintah harus terkonsentrasi. Memang tidak periu lagi subsldi pupuk, tidak periu subsidi obat-obatan, tetapi periu peneiitian untuk mencari benih unggul dan mencari alat-alat pertanian yang lebih efisien. Misalnya cangkul yang lebih efisien, traktor yang lebih efisien, dan pengotahan hasilhasii pertanian yang lebih efisien. Dan itu tidak tersedia di negara-negara tain. Karena pertanian kita adalah pertanian tropis, sedangkan pertanian di negara maju umumnya pertanian subtropis. Lantaran itu, teknologi yang mereka kembangkan sedikit berbeda dengan kita. Walaupun bisa dimodifikasi, namun pekerjaan memodifikasi itu belum dilakukan. (Bersambung) Agribisnis: Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi Berbasis Pertanian
R3_bab_4_Edited.indd 61
61
02/04/2010 17:15:27
Pembangunan Sektor Agribisnis dalam Rangka Pembangunan Ekonomi Indonesia
Keempat, pada komoditas peternakan, khususnya ayam ras, Indonesia juga berpeluang menjadi produsen terbesar di dunia, terutama dilihat dari
BOX I. LANJUTAN Promosi sumber daya manusia, teknologi, dan infrastruktur itu tidak bakal diganjat negara-negara maju di forum perdagangan international? Jangan bilang ini subsidi Subsidi kan dilarang dalam WTO. Tetapi, ini adalah jasa layanan publik (public services), pelayanan yang memang harus diberikan pemerintah. Kita harus hati-hati menggunakan kata-kata. Peran pemerintah dalam pengembangan sumber daya manusia, peran pemerintah dalam pengembangan teknologi, peran pemerintah dalam bidang infrastruktur. Yang dilarang itu kan subsidi harga, to? Sedangkan promosi tidak dilarang. Ini harus kita tuntut. Ini menjadi hak negara-negara terbelakang, karena baru sekarang mereka mempunyai kesempatan melakukan promosi. Amerika, Jepang, dan Eropa sudah ratusan tahun mendapat kesempatan, sudah berlebihan. Kita tidak membutuhkan pengurangan peran pemerintah. Di WTO ini seolah-olah deregulasi, debirokratisasi. Itu kan berarti pengurangan peran pemerintah. Kalau demikian, pengembangan agribisnis kita tidak akan jalan. Kalau agribisnis macet, ekspor kita akan macet pula, Dan kalau ekspor macet, perekonomian juga macet Sebab, masih di situ kok basisnya. Kita butuh pemerintah yang baik, pemerintah yang bersih untuk promosi tadi. Apa masih mungkin di kejar sesuai dengan jadwal liberalisasi? Masih, masih, makanya pemerintah harus mempertajam programnya, pembelanjaannya, dan bagaimana hal-hal yang seperti itu bisa dipacu. Apa itu berarti teknologi yang tidak ada kaitannya dengan produksi pertanian harus di nomor duakan dulu? Teknologi yang membantu pengembangan pertanian itu harus menjadi prioritas. Disitulah basis perekonomian kita sekarang. Kalau ini sudah kita eksploitasi dengan bagus, kita manfaatkan dengan bagus, kita meningkat ke level yang lebih tinggi, Jangan sampai karena mau menangkap yang lebih tinggi, kita melupakan yang lebih rendah, Padahal yang tinggi juga tidak pernah ketangkap. Saya tidak percaya pada lompatan pembangunan. Saya percaya pada pembangunan yang bertahap, setingkat demi setingkat. Dan langkah yang kita lakukan sekarang itu basisnya di agribisnis. Kita mulai di agribisnis, dan di situ kita bisa bersaing. Lihat saja, sekarang dikatakan ada defisit transaksi berjafan. Kenapa? Lantaran perkembangan ekspor kita pelan tetapi perkembangan impornya tinggi. Kita salah menerapkan strategi industrialisasi. (bersambung)
62
Agribisnis: Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi Berbasis Pertanian
R3_bab_4_Edited.indd 62
02/04/2010 17:15:27
Pembangunan Sektor Agribisnis dalam Rangka Pembangunan Ekonomi Indonesia
Box.1. LANJUTAN Salahnya di mana? Yang ganjil, penekanan kita kan maiah teknologi di bidang otomotif. Otomotif itu kan jauh sekali hubungannya dengan pertanian, tidak bisa digunakan untuk produksi pertanian. Kita mengatakan bahwa kita mau industrialisasi untuk pengembangan ekspor Stop di situ. Sebenarnya harus ditambahkan lagi, kita mau industrialisasi pengembangan ekspor yang tanpa mengimpor terialu banyak. Harus begitu, kan? Buktinya sekarang kan kita mengembangkan ekspor, impornya meningkat. Tetapi, kalau kita buat persyaratan bahwa promosi ekspor itu tak perlu mengimpor banyak, maka agroindustrilah yang akan menjadi menonjol. Itulah yang menjadi unggulan, Mengapa? Agroindustri itu untuk mengekspor. Katakanlah kita mengekspor karet mentah, apa yang periu kita impor hanya barang modalnya? Bahan bakunya tidak? Begitu pula kalau kita mengekspor minyak sawit mentah aiias CPO misalnya, atau minyak goreng, hanya impor barang modalnya saja, Dan barang modainya sedikit sekali dan itu tahan 25 tahun. Sewajarnya pada tahap sekarang, agroindustri harus menjadi sektor yang memimpin perekonomian. Karena dia bisa mengekspor tanpa mengimpor banyak. Dia menyerap banyak tenaga kerja. Dan kalau agroindustri kita kembangkan, dia akan membuat pertanian kita jadi menarik. Tidak ada agroindustri kalau tidak ada pertaniannya, Jadi, kita mengembangkan industri, sekaligus mengembangkan pertanian kita, juga mendorong ekspor. Jadi, kalau agroindustri itu yang kita kembangkan, maka dia mendorong ke hilir dan menarik dari hulunya. Dengan strategi seperti itu, apa kita bisa bersaing dengan negara-negara industri baru? Kita memang bersaing pada bidang agroindustri yang berbasis pertanian tropis. Di sini, siapa sih yang melawan kita? Tidak ada yang melawan kita. Siapa yang melawan kita bikin kayu lapis? Tidak ada kan? Juga tidak ada yang mengalahkan kita dalam kelapa dan kelapa sawit. Hanya di karet kita kalah. Jadi, kalau kita mau bersaing, bersainglah di tempat yang kuat, begitu kan. Khususnya di agroindustri, kita tidak mau jadi pengekspor pertanian terus-menerus. Kita
kemampuan daya dukung pakan. Dewasa ini, Indonesia memiliki struktur industri hulu ayam ras yang cukup kuat (bahkan terkuat di Asia) yaitu memiliki satu buah industri Pure Line/Great Grand Parent Stock, industri Grant Parent Stock 13 buah, industri Patent Stock 94 buah, industri pakan ternak 54 buah, dan industri obat/vaksin hewan salah satu yang terkuat di Asia (Ditjen Peternakan 1995), Dengan struktur industri hulu tersebut, Agribisnis: Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi Berbasis Pertanian
R3_bab_4_Edited.indd 63
63
02/04/2010 17:15:27
Pembangunan Sektor Agribisnis dalam Rangka Pembangunan Ekonomi Indonesia
menjadi pengekspor barang industri, karena nilai tambahnya lebih besar. Tetapi industri apa? Ya, industri yang mengolah hasil pertanian kita. Cuma, kini kita belum punya strategi nasional, bagaimana kita rneogembangkan agroindustri. Kita tidak bisa unggu! dalam segala hal. Kita hanya bisa unggul dalam beberapa bidang saja. (bersambung)
kapasitas produksi agribisnis ayam ras nasional mampu menghasilkan sekitar 1,5 miliar ekor DOC (day old chicken), 5 juta ton pakan dan lebih dari 5 miliar dosis vaksin hewan. Kelima, Indonesia dewasa ini memiliki potensi sumber daya manusia dan lembaga penelitian dan pengembangan (Research & Development) yang besar, hanya saja belum dimanfaatkan dan diorganisir secara optimal. Sumber daya manusia agribisnis tersebut terdiri dari lulusan akademi, SI, S2 dan S3. Sedangkan lembaga penelitian dan pengembangan terdiri dari penelitian dan pengembangan Departemen (seperti Tanaman Pangan & Hortikultura, Perkebunan, Perikanan, Peternakan, Kehutanan, Bioteknologi) dan lembaga penelitian dan pengembangan nondepartemen seperti Perguruan Tinggi Negeri/Swasta, PAU Bio Sain & Bioteknologi (IPB, ITB, UGM) dan PAU Pangan & Gizi (IPB, UGM). Keenam, Indonesia memiliki modal sosial (social capital) dan pengaiaman dalam mengembangkan agribisnis. Tenaga kerja yang tersebar di kawasan pedesaan seluruh Indonesia mempunyai modal sosial yang tinggi dalam mengembangkan agribisnis. Selain iru, aparat pemerintah (pusat hingga ke daerah) dan lembaga swasta memiliki pengalaman yang cukup dalam menangani agribisnis. Pengaiaman kita dalam membangun pertanian sehingga mampu mencapai swasembada beras dalam PJP I yang lalu, merupakan pengalaman dan modal tersendiri untuk membangun agribisnis yang berdaya saing. Kemudian dari sisi permintaan, prospek pengembangan sektor agribisnis di Indonesia dapat dijelaskan sebagai berikut: Pertama, sampai saat ini, konsumsi per kapita produk pangan agribisnis di Indonesia masih tergolong terendah di dunia. Kecuali konsumsi beras (yang tertinggi di dunia), konsumsi per kapita ikan, sayuran, buah-buahan, daging, susu, telur dan lain-lain, masih terendah di dunia. Rendahnya konsumsi produk pangan ini antara lain disebabkan karena masih relatif rendahnya pendapatan per kapita penduduk. Di masa yang akan datang, setelah tahun 2005, pendapatan per kapita penduduk
64
Agribisnis: Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi Berbasis Pertanian
R3_bab_4_Edited.indd 64
02/04/2010 17:15:28
Pembangunan Sektor Agribisnis dalam Rangka Pembangunan Ekonomi Indonesia
Indonesia diperkirakan di atas US $ 2.500. Karena produk-produk agribisnis yang umumnya permintaannya bersifat elastis terhadap perubahan pendapatan (income elastic demand), maka meningkatnya pendapatan penduduk akan meningkatkan konsumsi produk agribisnis. Dengan demikian, dengan jumlah penduduk Indonesia diperkirakan sekitar 220 juta jiwa pada tahun 2005, pasar domestik merupakan pasar produk agribisnis yang sangat besar. Kedua, pasar produk-produk agribisnis di pasar internasional masih sangat besar Terdapat dua fenomena masa depan yang menyebabkan meningkatnya peluang pasar produk agribisnis di pasar internasional yaitu liberalisasi perdagangan dunia dan meningkatnya industrialisasi yang tidak berbasis pertanian (nonagro based industry) di negara-negara dunia, khususnya di negara-negara yang sempit wilayahnya. Liberalisasi perdagangan dunia akan meminimumkan atau menghapus kebijaksanaan proteksi seperti tarif, subsidi, dan berbagai hambatan perdagangan nontarif produk-produk agribisnis. Minimnya proteksi perdagangan produk-produk agribisnis akan menurunkan produksi produk agribisnis di negara importir yang sangat protektif selama ini, seperti umumnya negara-negara MEE, Asia Timur, Asia Tenggara, Asia Selatan, Afrika dan Timur Tengah. Demikian juga pada negara-negara eksportir yang menerapkan subsidi produsen selama ini seperti USA, Kanada dan sejumlah negara Amerika Latin, penurunan proteksi tersebut akan menurunkan produksi produk agribisnis di negara tersebut. Selain itu, secara keseluruhan, dampak liberalisasi perdagangan dunia akan meningkatkan pendapatan negara-negara dunia. Meningkatnya pendapatan masyarakat dunia akan meningkatkan produk-produk yang permintaannya bersifat elastis terhadap perubahan pendapatan seperti produk-produk agribisnis. Meningkatnya industrialisasi yang tidak berbasis pertanian di negaranegara dunia, khususnya di negara-negara yang sempit wilayahnya, akan mengakibatkan mengalirnya sumber daya dari sektor pertanian ke Iuar sektor pertanian. Akibatnya produksi pertanian pada negara yang bersangkutan akan menurun karena tidak kompetitif dengan sektor lainnya. Fenomena ini sudah mulai tampak di sejumlah negara seperti Malaysia, Singapura, Thailand, Korea Selatan, Taiwan, dan Jepang. Kedua fenomena tersebut akan menciptakan peluang pasar yang sangat besar bagi produk-produk agribisnis di pasar internasional. Dengan demikian, negara-negara yang masih memiliki ruang gerak yang luas bagi pengembangan sektor agribisnis seperti Indonesia akan memiliki peluang yang besar untuk memanfaatkannya.
Agribisnis: Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi Berbasis Pertanian
R3_bab_4_Edited.indd 65
65
02/04/2010 17:15:28
Pembangunan Sektor Agribisnis dalam Rangka Pembangunan Ekonomi Indonesia
Uraian di atas menunjukkan bahwa sektor agribisnis memiliki prospek ekonomi yang cerah di masa yang akan datang. Dengan prospek yang demikian, bila dikembangkan lebih serius, sektor agribisnis akan mampu diandalkan untuk memecahkan isu-isu strategis pembangunan ekonomi nasional.
Tantangan Sektor Agribisnis Nasional Untuk keberhasilan pembangunan ekonomi nasional melalui pengembangan sektor agribisnis, kita perlu menemu-kenali terlebih dahulu kondisi dan tantangan yang dihadapi sektor agribisnis nasional. Dengan menemu-kenali hal-hal tersebut, kita dapat merumuskan strategi untuk menghadapinya dan mempercepat pembangunan sektor agribisnis dari kondisi saat ini menuju kinerja sektor agribisnis yang diharapkan. Pengembangan sektor agribisnis di masa depan, khususnya seiama PJP II, akan menghadapi sejumlah tantangan besar yang bersumber dari tuntutan pembangunan ekonomi domestik, perubahan lingkungan ekonomi internasional, baik karena pengaruh liberalisasi ekonomi maupun karena perubahan-perubahan fundamental dalam pasar produk agribisnis internasional, Dengan diratifikasinya WTO pada tanggal 1 Januari 1995 yang lalu, maka regim protektif dalam perdagangan internasional telah berakhir. Berbagai kebijakan tarif dan nontarif yang populer yang menghambat perdagangan internasional di masa lalu secara bertahap akan diminimumkan/dihapus. Meskipun WTO baru akan efektif pada tahun 2020, namun bagi Indonesia era liberalisasi perdagangan dan investasi sudah harus dihadapi pada tahun 2003 dalam kawasan Asia Tenggara (AFTA) dan kemudian makin meluas ke kawasan Asia Pasific (APEC) pada tahun 2010. Berlangsungnya liberalisasi perdagangan membawa peluang dan tantangan baru bagi agribisnis nasional. Dengan diminimumkannya (atau bahkan dihapus) tarif perdagangan, maka pasar produk agribisnis pada setiap negara akan semakin terbuka bagi setiap negara, sehingga persatngan antara produsen produk agribisnis akan semakin ketat. Bila agribisnis Indonesia mampu bersaing, maka agribisnis Indonesia akan mampu meningkatkan pangsanya di pasar internasional. Sebaliknya, bila agribisnis Indonesia tidak mampu bersaing, maka bukan hanya pangsanya hilang di pasar intema sional tetapi di pasar domestik sendiri juga akan terdesak. Dengan demikian, salah satu tantangan besar kita saat ini dan di masa depan adalah bagaimana meningkatkan daya saing agribisnis Indonesia.
66
Agribisnis: Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi Berbasis Pertanian
R3_bab_4_Edited.indd 66
02/04/2010 17:15:28
Pembangunan Sektor Agribisnis dalam Rangka Pembangunan Ekonomi Indonesia
Perubahan lingkungan ekonomi internasional yang ditandai oleh liberalisasi perdagangan internasional dan menguatnya globalisasi ekonomi (produksi, keuangan, investasi) juga membawa perubahan dalam konsep keunggulan bersaing, Menguatnya globalisasi ekonomi yang disertai liberalisasi perdagangan, telah memungkinkan terjadinya aliran faktor produksi seperti tenaga kerja dan modal antarnegara atau pemanfaatan keunggulan faktor sumber daya bawaan (endowment factor) negara lain (melalui global firms, multinational coorporation, strategic alliances), yang sebelumnya belum terjadi. Hal ini berarti keunggulan komparatif (comparative advantages) suatu negara yang semula erat hubungannya dengan keunggulan bersaing (competitive advantages) suatu komoditas pada suatu negara akan semakin kabur. Hal ini berarti, meskipun Indonesia memiliki sumber daya (flora, fauna, iklim tropis, lahan dan lain-lain) yang melimpah, tidak secara otomatis agribisnis Indonesia mampu bersaing di pasar internasional. Konsep keunggulan bersaing mutakhir adalah “the ability to deliver goods and services at the time, place and form sought by buyers/ in both the domestic and international markets, at prices as good or better than those of other potential suppliers, while earning at least opportunity cost on resources employed” (Sharpies and Milham 1990; Cook and Bredah 1991). Konsep mutakhir keunggulan bersaing tersebut menunjukkan bahwa kemampuan memasok (menjual) barang/jasa yang sesuai dengan preferensi konsumen merupakan syarat keharusan (necessary condition) bagi kemampuan bersaing. Dengan perkataan lain, kemampuan menghasilkan barang dan jasa semurah mungkin belum menjamin keunggulan bersaing. Harga penjualan barang dan jasa yang lebih rendah hanya akan memiliki keunggulan bersaing jika atribut produk tersebut telah sesuai dengan preferensi konsumen. Konsep keunggulan bersaing yang demikian mengharuskan kita mengetahui secara detail preferensi konsumen yang berkembang, khususnya dalam merumuskan strategi pengembangan agribisnis nasional guna meningkatkan kemampuan bersaing dari agribisnis Indonesia. Berbeda dengan sebelumnya, dewasa ini dan masa yang akan datang, preferensi konsumen produk agribisnis yang kita hadapi sangat berbeda dan sedang mengalami perubahan secara fundamental. Gencarnya aksi kepedulian terhadap lingkungan hidup dan hak asasi manusia yang dimotori oleh LSM di berbagai negara, dan meningkatnya pendidikan dan kesadaran masyarakat internasional telah mengubah pemahaman tentang hakekat kesejahteraan manusia yang sebenarnya, Menguatnya keyakinan masyarakat internasional terhadap ancaman kemerosotan mutu lingkungan hidup global seperti: pemanasan global (global Agribisnis: Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi Berbasis Pertanian
R3_bab_4_Edited.indd 67
67
02/04/2010 17:15:28
Pembangunan Sektor Agribisnis dalam Rangka Pembangunan Ekonomi Indonesia
warming), rusaknya lapisan ozon (ozone layer depletion), perubahan iklim dunia (global climate change), dan terancamnya keanekaan hayati (biodiversity) telah menyadarkan masyarakat internasional bahwa masalah kelestarian lingkungan hidup telah merupakan bagian dari konsep kesejahteraan manusia sehingga diperlukan aksi global (global action) untuk mengatasinya. Sementara itu, semakin menguatnya kesadaran masyarakat internasional untuk menempatkan manusia sebagai manusia (bukan sekedar sumber daya produksi), telah meningkatkan kepedulian internasional terhadap perlindungan hak-hak asasi manusia (penghargaan sesama manusia). Perwujudan ekonomi dari kepedulian masyarakat akan kelestarian lingkungan dan hak asasi manusia tersebut, adalah masuknya aspek lingkungan dan hak asasi manusia dalam keputusan ekonomi, baik konsumsi, produksi maupun perdagangan secara internasional. Kemudian, meningkatnya pendidikan/pengetahuan serta kesadaran masyarakat tentang kesehatan dan kebugaran, telah menyebabkan meningkatnya tuntutan konsumen akan informasi nutrisi (increasing of nutritional information) dari produk-produk agribisnis. Dewasa ini konsumen produk-produk agribisnis telah menuntut jaminan bahwa produk-produk yang dikonsumsi benar-benar terjamin dan mendukung kesehatan dan kebugaran. Selain itu, terjadinya perubahan gaya hidup (life style) masyarakat telah menyebabkan peningkatan tuntutan terhadap keragaman produk (increased demand for variety) dan peningkatan tuntutan terhadap keamanan (increased demand for convenience) produk-produk agribisnis, Perubahan dan perkembangan di atas secara konvergen telah mengubah perilaku konsumen dalam mengevaluasi suatu produk yang akan dibeli. Bila di masa lalu konsumen hanya mengevaluasi suatu produk berdasarkan atribut utama seperti jenis dan harga, maka dewasa ini dan akan datang konsumen sudah menuntut atribut yang lebih rinci, yaitu: Food Safety Attributes (foodborne phatogens, heavy metals, pesticide residues, naturally occuring toxins, veterinary residues), Nutritional Attributes (fat content calories, fiber, sodium, vitamin, minerals), Value Attibutes (purity, compositional integrity, size, appearance, tastes, convenience of preparation), Package Attributes (package materials, labeling, other information provided), aspek lingkungan hidup (apakah kegiatan produksi dan konsumsi suatu produk menimbulkan penurunan mutu dan kelestarian lingkungan hidup), dan aspek kemanusiaan (apakah proses produksi suatu produk melanggar hak asasi manusia). Preferensi konsumen produk agribisnis yang demikian tampaknya telah dan sedang mengalami pelembagaan secara internasional. Berbagai fakta
68
Agribisnis: Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi Berbasis Pertanian
R3_bab_4_Edited.indd 68
02/04/2010 17:15:28
Pembangunan Sektor Agribisnis dalam Rangka Pembangunan Ekonomi Indonesia
menunjukkan bahwa komoditas agribisnis yang tidak memenuhi atribut tersebut di atas akan sulit menembus pasar internasional bahkan mengalami penolakan dari konsumen. Masih segar dalam ingatan kita bagaimana negaranegara Barat menuduh minyak goreng sawit mengandung kolesterol tinggi; menuduh produk kayu tropis merusak lingkungan dan bagaimana Jepang, Australia dan Selandia Baru mengklaim udang ekspor Indonesia pada waktu yang lalu, karena dinilai mengandung residu antibiotika yang melampaui ambang batas toleransi standar pangan di negara tersebut Di Amerika Serikat (Nayaga, 1994), restoran makanan siap saji (fast food restaurant) yang menyajikan menu berkadar lemak dan kolesterol tinggi, konsumennya menurun sampai 40 persen. Perubahan preferensi konsumen yang menuntut atribut lengkap dan rinci juga tampak dari upaya setiap negara untuk menyusun dan melegalisasi standarisasi dan sertifikasi mutu pangan, Bahkan, secara internasional, preferensi konsumen yang demikian telah memperoleh legalisasi dalam aturan WTO yaitu pada aspek sanitary dan phytosanitary. Perubahan preferensi konsumen produk agribisnis yang telah menuntut atribut lengkap dan rinci tersebut memiliki beberapa implikasi penting dalam membangun dan meningkatkan daya saing agribisnis nasional. Pertama, atribut lengkap dan rinci suatu produk yang dituntut konsumen harus tetap dieksplorasi dan dijadikan sebagai sistem nilai dalam menghasilkan komoditas unggulan. Kedua, karena keragaan akhir produk agribisnis merupakan hasil tahapan-tahapan proses produksi, maka sistem nilai tersebut harus menjadi suatu rantai nilai mengikuti tahapan produksi dari hulu ke hilir (total quality management system). Dengan memperhatikan karakteristik sektor agribisnis, maka hal ini menuntut pengelolaan integrasi vertikal suatu komoditas agribisnis, mulai dari hulu hingga ke hilir.
Kondisi Sektor Agribisnis Nasional Struktur sektor agribisnis, untuk hampir sernua komoditas, dewasa ini masih tersekat-sekat. Struktur agribisnis yang tersekat-sekat ini dicirikan oleh beberapa hal yaitu: Pertama, subsistem agribisnis hulu (produksi dan perdagangan saprotan) dan subsistem agribisnis hilir (pengolahan hasil pertanian dan perdagangan) dikuasai oleh pengusaha menengah-besar yang bukan petard. Sedangkan, pada subsistem agribisnis usahatani merupakan porsi ekonomi petani. Kedua, antarsubsistem agribisnis (baik antara subsistem usahatani dan subsistem agribisnis hilir) tidak ada hubungan organisasi fungsional dan hanya diikat oleh hubungan pasar produk antara. Ketiga, adanya asosiasi pengusaha yang bersifat horizontal dan cenderung Agribisnis: Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi Berbasis Pertanian
R3_bab_4_Edited.indd 69
69
02/04/2010 17:15:28
Pembangunan Sektor Agribisnis dalam Rangka Pembangunan Ekonomi Indonesia
berfungsi sebagai kartel. Pada subsistem agribisnis hulu terdapat sejumlah asosiasi pengusaha yang bergerak dalam produksi dan perdagangan saprotan, Demikian pula pada subsistem agribisnis hilir terdapat sejumlah asosiasi pengusaha yang bergerak pada pengolahan dan perdagangan hasil pertanian. Struktur agribisnis yang tersekat-sekat tersebut diikuti (mengikuti) struktur organisasi layanan jasa yang juga terkotak-kotak seperti asosiasi profesi dan departemen teknis yang memiliki medan pelayanan pada agribisnisSaat ini kita memiliki asosiasi-asosiasi profesi: PERHEPI, PERAGI, ISPI, PDHI, PAPTI, PMAI dan lain-lain yang saling terpisah, baik antar asosiasi profesi maupun antar asosiasi profesi dan asosiasi pengusaha. Selain itu, saat ini, agribisnis kita dilayani oleh paling sedikit lima departemen teknis (Departemen Pertanian, Departemen Kehutanan, Departemen Perindustrian dan Perdagangan, Departemen Transmigrasi & FPH dan Departemen Koperasi dan PPK) yang tentunya memiliki visi dan mandat yang berlainan, sehingga kebijaksanaan yang ditujukan pada sektor agribisnis dan berasal dari masing-masing departemen teknis, sering tidak integratif, dilihat dari agribisnis sebagai suatu sistem. Struktur agribisnis yang hanya memberikan subsistem agribisnis usahatani sebagai porsi ekonomi petani, sulit diharapkan dapat meningkatkan pendapatan petani. Sebabnya adalah: Pertama, dalam suatu sistem agribisnis, nilai tambah (added value) yang terbesar berada pada subsistem agribisnis hulu dan hilir, sedangkan subsistem agribisnis usahatani sangat kecil, sehingga petani yang berada pada subsistem ini akan selalu menerima pendapatan yang relatif rendah, Kedua, struktur agribisnis yang demikian menempatkan petani pada dua kekuatan eksploitasi ekonomi yaitu pada pasar faktor produksi, petani menghadapi kekuatan monopolistis sedangkan pada pasar output petani menghadapi kekuatan monopsonistis. Menghadapi kedua kekuatan tersebut petani selalu dirugikan. Dalam kondisi demikian, peningkatan produktivitas subsistem agribisnis usahatani sangat sedikit manfaatnya bagi petani. Manfaat penggunaan teknologi baru, pengembangan infrastruktur pedesaan, subsidi biaya input, dan kredit yang selama ini dilakukan untuk meningkatkan produktivitas usahatani hanya sedikit manfaatnya bagi petani, Jadi, wajar saja walaupun pembangunan usahatani telah berlangsung hampir 30 tahun, pendapatan petani yang merupakan aktor utama usahatani, masih tetap relatif rendah. Selain itu, struktur agribisnis yang demikian juga tidak kondusif untuk meningkatkan daya saing agribisnis. Struktur agribisnis yang tersekat-sekat
70
Agribisnis: Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi Berbasis Pertanian
R3_bab_4_Edited.indd 70
02/04/2010 17:15:28
Pembangunan Sektor Agribisnis dalam Rangka Pembangunan Ekonomi Indonesia
akan menciptakan masalah transmisi (pass through problem) dan masalah margin ganda (double marginalization), yang justru memperlemah daya saing agribisnis. Masalah transmisi ini terjadi dalam berbagai bentuk dalam sistem agribisnis diantaranya adalah: Pertama, transmisi harga bersifat asimetris. Penurunan harga output akhir ditransmisikan dengan cepat dan sempuma ke subsistem agribisnis hulu, sementara kenaikan harga ditransmisikan secara lambat dan tidak sempuma. Kedua, informasi pasar seperti perubahan preferensi konsumen tidak ditransmisikan secara sempuma ke subsistem agribisnis hulu, bahkan cenderung ditahan untuk memperkuat posisi monopsonistis (misalnya menekan harga yang diterima petani karena alasan kualitas), Ketiga, konsistensi mutu produk mulai dari hulu hingga ke hilir tidak dapat terjamin, karena pelaku masing-masing subsistem agribisnis bertindak untuk kepentingan sendiri-sendiri. Misalnya, mutu produk akhir yang residu pestisidanya rendah, tidak dapat dipenuhi oleh subsistem agribisnis hilir, karena petani (pada usahatani) cenderung menggunakan pestisida dengan kadar tinggi (untuk menekan risiko penyakit), Hal ini didukung pula oleh industri obat-obatan pertanian yang mempromosikan penggunaan pestisida kepada petani dalam rangka memaksimumkan keuntungannya. Keempat inovasi berjalan lambat pada setiap subsistem agribisnis yang tersekat-sekat karena adanya kekuatan monopolistis-monopsonistis. Hal ini disebabkan karena disamping dapat bertahan dengan mengandalkan kekuatan monopolistis-monopsonistis, juga disebabkan adanya masalah penikmat bebas (free rider) Industri pembibitan/pembenihan tidak bersedia mengembangkan teknologi transgenik dalam menghasilkan bibit/benih tahan hama penyakit (sehingga pada subsistem agribisnis usahatani) tidak perlu penggunaan pestisida/obat-obatan), karena pelaku agribisnis hulu menyadari bahwa manfaatnya juga akan dinikmati (mungkin lebih besar) oleh pelaku agribisnis usahatani dan hilir, padahal tidak ikut menanggung biaya inovasi tersebut. Pada hal bibit/benih seperti itu sangat diperlukan guna menghasilkan produk akhir yang residu pestisidanya seminimum mungkin sesuai tuntutan konsumen. Kemudian, masalah margin ganda terjadi pada agribisnis melalui praktek penetapan harga diatas yang sebenarnya (mark-up pricing) pada setiap tingkatan pasar produk antara mulai dari hulu hingga ke hilir Agribisnis
Agribisnis: Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi Berbasis Pertanian
R3_bab_4_Edited.indd 71
71
02/04/2010 17:15:28
Pembangunan Sektor Agribisnis dalam Rangka Pembangunan Ekonomi Indonesia
Box.1. LANJUTAN Kita selama ini belum punya konsep yang jelas untuk industri? GBHN sebenamya sudah bilang seperti itu, tetapi di Repelita tidak kelihatan. Jadi, bukannya tidak ada. Ada, tetapi dalam implementasi tidak kelihatan. Orang anggap enteng terhadap agribisnis dan agroindustri, termasuk di birokrasi kita. Padahal, Malaysia punya kebijakan makro, sektoral, bahkan komoditas. Ada kebijakan mengenai kelapa sawit, mengenai karet, kayu, lada dan Iain-Iain. Ada juga instrumen untuk melakukan kebijakan itu. Sedangkan kita hanya punya ide. Misalnya ada pengusaha kita butuh teknologi, tak ada kebijakan untuk itu. Bila pengusaha kita butuh modal, tak ada kebijakan khusus untuk itu. Deregulasi, debirokratisasi semua sama. Thailand juga memberikan perhatian khusus pada agribisnis, maka itu dia maju. Malaysia menaruh perhatian khusus pada agribisnis pada waktu lalu, walaupun sekarang sudah ditinggalkan. Sebab dia sudah naik kelas setelah berhasil agribisnisnya. Sedangkan kita mau naik kelas tanpa berhasil di agribisnis. Dalam pembangunan itu tidak bisa melompat. Yang berhasil adalah yang gradual, tetapi gradual yang cepat. Melompatkan beda dengan lari cepat. Kenyataannya, hingga kini agroindustri kita masih kelas komoditas primer Pada waktu lalu perhatian kita banyak tertuju pada agribisnis yang berbasis pada pertanian saja, Sudah banyak kemajuan di bidang itu. Tetapi, kita tidak mau hanya jadi penghasil barang primer. Kita mau jadi penghasil barang sekunder Maka, agroindustrinya harus dikembangkan sekarang. CPO, log, karet mentah, kakao, misalnya, diolah lagi, karena nilai tambahnya lebih besar di situ. Dan kalau agribisnisnya berkembang, pertaniannya Iebih baik. Jadi, visi kita yang salah pada waktu itu, seolah agribisnis hanya pertanian, Agribisnis itu adalah pertanian dan agroindustri, dan jasa-jasa yang menunjangnya, seperti transportasi, penelitian, dan pendidikan. Penekanan kita sekarang adalah bukan pada pertaniannya melainkan harus di agroindustrinya. Belakangan kan ada visi ke arah itu? Sudah ada, tetapi lambat sekali. Harusnya bisa Iebih cepat. Kalau ada visi, kemudian ada kebijakan, dan instrumen untuk melaksanakan kebijakan yang khusus untuk itu, Jangan kebijakan yang umum. Yang kita punya kan kebijakan yang umum untuk pembangunan ekonomi nasional. Tersisihlah di situ. (Bersambung)
72
Agribisnis: Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi Berbasis Pertanian
R3_bab_4_Edited.indd 72
02/04/2010 17:15:28
Pembangunan Sektor Agribisnis dalam Rangka Pembangunan Ekonomi Indonesia
yang tersekat-sekat dimana setiap subsistem agribisnis dikuasai oleh pelaku yang berbeda dan terpisah, menyebabkan terjadinya praktik tersebut. Praktik ini semakin besar manakala pada pasar produk antara terdapat kekuatan monopolistis dan monopsonistis, Dampak dari masalah margin ganda ini menyebabkan harga pokok penjualan produk akhir agribisnis menjadi relatif tinggi sehingga menurunkan kemampuan bersaing dan konsumen dirugikan. Selain itu, margin ganda dapat menurunkan produksi produk akhir agribisnis secara agregat Terjadinya masalah transmisi dan margin ganda dalam sektor agribisnis nasional selama ini menjadi salah satu penyebab tingginya risiko pasar produk-produk agribisnis. Pada tingkatan pasar produk antara (umumnya pada pasar produk primer) acapkali terjadi kelebihan penawaran (excess supply) namun pada saat yang sama terjadi kelebihan permintaan (excess demand) pada tingkatan pasar produk akhir, Atau, pada periode waktu tertentu terjadi kelebihan penawaran sementara pada periode waktu yang lain terjadi kelebihan permintaan. Kondisi sektor agribisnis nasional seperti itu, bila tidak sesegera mungkin dibenahi, sulit diharapkan menjawab tantangan masa depan agar mampu bersaing. Oleh sebab itu, pengembangan sektor agribisnis di masa yang akan datang, khususnya pada Pelita VII, perlu memberi perhatian yang lebih serius pada pembenahan struktur sektor agribisnis.
Strategi Pengembangan Sektor Agribisnis Nasional pada Pelita vii Bagi bangsa Indonesia, Pelita VII merupakan pelita terakhir sebelum memasuki era perdagangan bebas. Oleh karena itu, momentum Pelita VII perlu kita manfaatkan semaksimal mungkin untuk membenahi sektor agribisnis nasional agar siap menjawab tantangan zaman. Pembenahan sektor agribisnis yang dimaksud adalah membenahi kelemahan-kelemahan sektor agribisnis nasional saat ini, mengakomodir tantangan yang dihadapi dan mengintegrasikan sektor agribisnis nasional dengan pasar internasional Dalam upaya pembenahan sektor agribisnis nasional pada Pelita VII, diperkirakan akan berhasil dengan bertumpu pada lima strategi pembangunan sektor agribisnis nasional yaitu: Pengembangan Agroindustri sebagai Motor Penggerak Sektor Agribisnis; Pengembangan Strategi Pemasaran; Pengembangan Sumber daya Agribisnis; Pemantapan dan Pengembangan
Agribisnis: Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi Berbasis Pertanian
R3_bab_4_Edited.indd 73
73
02/04/2010 17:15:28
Pembangunan Sektor Agribisnis dalam Rangka Pembangunan Ekonomi Indonesia
Box.1. LANJUTAN Strategi agribisnis ini tentu memerlukan spesialisasi komoditas tertentu yang benar-benar bisa di tingkatkan? Ya, persis. Agribisnis kita sudah berkembang, tetapi terbatas di beberapa tempat. Satu pihak kuat di bidang perkebunan dan kehutanan, tetapi di bidang pangan, peternakan, dan perikanan masih sangat lemah. Jadi, pertu diversifikasi agribisnis, dari perkebunan dan kehutanan ke bidang-bidang yang lain, termasuk hortikutura. Nah, ini belum terjamah industrialisasi. Selain itu, selama ini kita masih menghasilkan barang-barang yang semi proses, seperti CPO. Sebetulnya, CPO kan bisa diolah lagi. Malaysia sudah mengelola itu ke hilir, misalnya sampai kepada cat dan pelumas. Dari hasil hutan, dulu kita menghasilkan kayu log, kemudian diganti dengan kayu lapis. Ini suatu kemajuan. Tetapi, kayu lapis ini teknologinya sederhana sekali. Hanya kayu log dibetah-belah, ditempel, dipotong, ya itulah. Tidak ada proses kimianya sama sekali. Sebetulnya, kayu itu kan bisa dibuat lagi menjadi barang-barang yang mahal, yang mempunyai nilai tambah yang lebih tinggi, to, Itu butuh teknologi. Kita jangan berhenti menjadi penghasil barang yang semi proses, tetapi harus masuk ke barang jadi. Di situ nilai tambahnya besar. Tetapi, sekarang ini pemain di agroindustri kan itu-itu saja, dan pasarnya dilibat distorsi. Bagaimana jalan keluarnya? Di pertanian itu banyak petani kecil, sedangkan di agroindustri dan perdagangan umumnya mereka itu relatif lebih besar. Kalau kita lihat dari struktur nitai tambah, yang terakhir itu yang lebih besar. Berarti, para petani kita kerja keras, tetapi nilai tambah yang tebih besar bukan pada mereka. Melainkan di hulu, yang menyediakan alat-alat, bibit-bibit kepada meneka. Kadang-kadang, para petani yang berada dalam keadaan seperti itu kurang bergairah meningkatkan produksi dan memperbaiki kualitas. Sebab, dengan naiknya produksi, maka harga turun. Kalau kualitasnya meningkat juga tidak ada perubahan harga. Yang menikmati itu industri hilir. Kalau ketimpangan ini tidak diperbaiki, kesulitan mikro agribisnis kita semakin menjadi. (Bersambung)
Struktur Agribisnis; Pengembangan Pusat-pusat Pertumbuhan Sektor Agribisnis; Pengembangan Infrastruktur Agribisnis. Keenam strategi tersebut akan diuraikan berikut ini.
74
Agribisnis: Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi Berbasis Pertanian
R3_bab_4_Edited.indd 74
02/04/2010 17:15:28
Pembangunan Sektor Agribisnis dalam Rangka Pembangunan Ekonomi Indonesia
Box. 1. Lanjutan Lalu apa yang paling mendesak harus dilakukan? Menurut pengalaman negara-negara yang sudah maju, seperti Jepang, Taiwan, Korea, bahkan Amerika, mekanisme yang ada untuk itu adaiah melalui pengembangan koperasi. Dengan berkoperasi, para petani lambat laun bisa memiliki industri hulu, bahkan industri hilir yang melakukan perdagangannya juga, sehingga nilai tambah yang terjadi di hulu dan hilir itu bisa kembali kepada petani. Di Jepang, misalnya, pemprosesan hasil-hasil pertanian, juga industri alat-alat pertanian, bahkan impor dan ekspor, dimiliki koperasi pertanian. Karena itu, pendapatan para petani Jepang tidak banyak berbeda dengan yang bukan petani, karena sebagian besar hasil jerih payahnya dia miliki. Pengembangan koperasi menjadi sangat penting sekali untuk pemerataan dan pertumbuhan agribisnis. Petani kita juga punya koperasi, kok tidak maju? Sebab, selama ini koperasi hanya melaksanakan program peningkatan produksi pemenntah. Sekarang hendaknya koperasi itu menjadi alat anggota untuk menangkap kesempatan agribisnis dengan atau tanpa program pemenntah. Harus begitu. Dulu kan koperasi-koperasi pertanian kita itu sibuk kalau ada program pemerintah. Kini, gerakan koperasi harus menyusun strategi yang baru, bagaimana mereka itu berkoperasi untuk menangkap skala usaha yang ada di hulu dan hilir Bagaimana koperasi memiliki pabrik pengolahan, memiliki penyediaan bahan makanan untuk temak, lalu bibit, bahkan kalau perlu pupuk juga. Petani harus menolong dirinya. Saya hanya percaya begitu. Sumber: Majalah Ekonomi Kontan No. 13 tahun I, 23 Desember 1996, hlm. 20-21
Pengembangan Agroindustri sebagai Motor Penggerak Sektor Agribisnis Di masa lalu, ketika orientasi pembangunan pertanian terletak pada peningkatan produksi, yang menjadi motor penggerak sektor agribisnis adalah usahatani. Artinya, komoditas yang dihasilkan usahatanilah yang menentukan perkembangan agribisnis hilir dan hulu. Hal ini sesuai pada masa lalu, karena target kita masih bertujuan untuk mencapai tingkat produksi semaksimal mungkin. Selain itu, konsumen juga belum menuntut (demanding demand) pada atribut-atribut produk yang lebih rinci dan lengkap. Agribisnis: Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi Berbasis Pertanian
R3_bab_4_Edited.indd 75
75
02/04/2010 17:15:28
Pembangunan Sektor Agribisnis dalam Rangka Pembangunan Ekonomi Indonesia
Dewasa ini dan di masa yang akan datang, orientasi sektor telah berubah kepada orientasi pasar, dengan berlangsungnya perubahan preferensi konsumen yang semakin menuntut atribut produk yang lebih rinci dan lengkap, maka motor penggerak sektor agribisnis harus berubah dari usahatani kepada industri pengolahan (agroindustri). Artinya, untuk mengembangkan sektor agribisnis yang modern dan berdaya saing, agroindustri menjadi penentu kegiatan pada subsistem usahatani dan selanjutnya akan menentukan subsistem agribisnis hulu. Pengembangan agroindustri ke depan perlu diarahkan pada pendalaman struktur agroindustri lebih ke hilir, dengan tujuan menciptakan dan menahan nilai tambah (added value) sebesar mungkin di dalam negeri, mendiversifikasi produk yang mengakomodir preferensi konsumen, untuk memanfaatkan segmen-segmen pasar yang berkembang, baik di dalam negeri maupun di pasar internasional, Pendalaman struktur agribisnis pada komoditas kelapa dan kelapa sawit misalnya, perlu kita percepat pada agroindustri oleo pangan (minyak goreng, mentega, cocoa butter, shortening, vanaspati, fortifikasi gizi dan lain-lain) dan oleo kimia (detergen, shampoo, cream and lotion, pelumas, bahan bakar otomotif dan lain-lain). Kemudian pada agribisnis karet misalnya pendalaman industri perlu dipercepat pada industri ban otomotif dan barang-barang karet seperti: peralatan karet mesin (rubber articles), bantalan derrnaga (rubber fender), boneka balon (toy ballon), sarung tangan (rubber glove), serat benang karet (rubber thread), bahan baku cat/tinta (resiprene), bendungan karet untuk irigasi (rubber bag)t barang karet instalasi listrik dan lain-lain. Demikian juga pada komoditas agribisnis lainnya seperti pada pengolahan ikan dan hasil laut, pengolahan hortikultura (buah, sayuran, bunga), pengolahan biji-bijian, tanaman obat-obatan (farmasi) dan lain-lain. Dengan pendalaman struktur agroindustri tersebut, segmen-segmen pasar produk-produk agribisnis yang berkembang diharapkan dapat direbut. Berkembangnya agroindustri yang demikian akan menarik perkembangan dan pertumbuhan subsektor pertanian primer dan subsektor agribisnis hulu, sehingga akan menciptakan kesempatan kerja dan berusaha yang lebih Iuas di dalam negeri. Pengembangan dan pendalaman struktur agroindustri pada Pelita VII atau selama PJP-II juga akan mampu mengantarkan kita memasuki gelombang kedua industrialisasi Indonesia, yang mungkin tidak lagi berbasis agribisnis. Bila agroindustri minyak pelumas, bahan bakar, ban otomotif dan barang-
76
Agribisnis: Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi Berbasis Pertanian
R3_bab_4_Edited.indd 76
02/04/2010 17:15:28
Pembangunan Sektor Agribisnis dalam Rangka Pembangunan Ekonomi Indonesia
barang karet berhasil kita kembangkan selama PJP-II, maka akan mudah bagi kita untuk bersaing pada industri otomotif, baik mobil, sepeda motor bahkan pesawat terbang.
Pengembangan Strategi Pemasaran Pembangunan sektor agribisnis yang berorientasi pasar menyebabkan strategi pemasaran menjadi sangat penting bahkan paling menentukan keberhasilan. Pengembangan strategi pemasaran ini semakin penting peranannya terutama menghadapi masa depan, dimana preferensi konsumen terus mengalami perubahan. Di masa lalu, strategi pemasaran produk-produk agribisnis kita lebih memandang pasar (konsumen) sebagai sesuatu yang homogen. Hal ini antara lain dirunjukkan oleh strategi pemasaran yang cenderung “menjual apa yang dihasilkan” dan hampir melupakan keadaan pasar yang sebetulnya adalah heterogen. Akibatnya, kasus penolakan ekspor produk-produk agribisnis sering terjadi karena produk yang kita jual mengabaikan preferensi konsumen. Menurut laporan Menpangan RI (Kompas, 10 Mei 1997), pada tahun 1996 telah terjadi 500 kasus penolakan ekspor bahan pangan Indonesia dari sejumlah negara (Amerika Serikat Jepang, Australia dan lain-lain) yang menyebabkan kerugian sekitar Rp 240 miliar. Di masa yang akan datang, dengan berubahnya preferensi konsumen produk-produk agribisnis sebagaimana diuraikan terdahulu, kita harus mengubah paradigma strategi pemasaran kita menjadi “menjual apa yang diinginkan” oleh pasar (konsumen). Dengan paradigma strategi pemasaran yang demikian, maka pengetahuan yang. Lengkap dan rinci tentang preferensi konsumen pada setiap negara, bahkan etnis dalam suatu negara, menjadi sangat penting untuk segmentasi pasar dalam upaya memperluas pasar produk-produk agribisnis yang kita hasilkan. Dewasa ini, preferensi konsumen di berbagai negara dapat kita ketahui antara lain melalui pengetahuan standar mutu pangan atau standar mutu produk agribisnis yang ada pada setiap negara. Standar mutu pada setiap negara tersebut harus kita eksplorasi sedemikian rupa, dan dijadikan konsep produk yang akan dijual kepada konsumen negara yang bersangkutan, Dengan melakukan segmentasi pasar berdasarkan perbedaan preferensi konsumen, kita dapat melakukan diversifikasi atribut produk yang kita hasilkan. Di negara Asia Timur atau Eropa misalnya, dimana konsumen telah menuntut atribut yang lengkap dan rind, produk-produk agribisnis yang kita pasarkan
Agribisnis: Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi Berbasis Pertanian
R3_bab_4_Edited.indd 77
77
02/04/2010 17:15:29
Pembangunan Sektor Agribisnis dalam Rangka Pembangunan Ekonomi Indonesia
ke negara-negara tersebut harus bermutu tinggi sesuai dengan tuntutan konsumen. Sebaliknya, pada sejumlah negara yang umumnya tergolong negara berpendapatan rendah (low income countries) seperti kawasan Afrika, karena konsumennya belum menuntut atribut produk yang rinci dan lengkap (yang penting murah), kita dapat mengekspor produk-produk agribisnis kita yang berkualitas relatif rendah (low quality). Dengan perkataan lain, kita memerlukan pemetaan pasar (market mapping) yang didasarkan pada preferensi konsumen, yang selanjutnya digunakan untuk pemetaan produk (product mapping). Dalam upaya mengadakan pemetaan pasar (market mapping) ini, kita perlu memperkuat kedutaan besar atau konsulat-konsulat perdagangan di setiap negara sehingga dapat berperan dalam mencari informasi pasar produk-produk agribisnis pada setiap negara. Selain itu, para wartawan media massa yang bertugas di luar negeri dapat juga didayagunakan untuk mencari informasi pasar tersebut. Untuk mempercepat pengembangan pasar produk-produk agribisnis ini, kita juga perlu mengembangkan strategi pemasaran modern seperti strategi aliansi antar produsen, aliansi produsen-konsumen, yang didasarkan pada kajian yang mendalam dari segi kekuatan dan kelemahannya. Pada pemasaran produk minyak sawit misalnya, kita dapat mengembangkan strategi aliansi antara Indonesia dan Malaysia atau antara Indonesia dan negara-negara Eropa. Demikian juga pada produk-produk agribisnis perikanan, kita dapat mengembangkan strategi aliansi antara Indonesia dan Jepang. Pengembangan strategi aliansi produsen-konsumen ini akan mempermudah memasuki pasar dan menghindari klaim atau tuduhan praktik perdagangan yang tidak adil dari negara-negara konsumen.
Pengembangan Sumber Daya Agribisnis Untuk memampukan sektor agribisnis menyesuaikan diri terhadap perubahan pasar, diperlukan pengembangan sumber daya agribisnis, khususnya pemanfaatan dan pengembangan teknologi, serta pembangunan kemampuan sumber daya manusia (SDM) agribisnis sebagai aktor pengembangan sektor agribisnis. Dalam menghadapi tantangan di masa yang akan datang, diperlukan pengembangan teknologi dengan aspek-aspek; bioteknologi, teknologi ekofarming, teknologi proses, teknologi produk dan teknologi informasi.
78
Agribisnis: Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi Berbasis Pertanian
R3_bab_4_Edited.indd 78
02/04/2010 17:15:29
Pembangunan Sektor Agribisnis dalam Rangka Pembangunan Ekonomi Indonesia
Pengembangan bioteknologi pada subsektor agribisnis hulu ditujukan terutama untuk mengembangkan bibit/benih unggul melalui pengembangan dan aplikasi rekayasa genetik (genetic enginering). Hal ini sangat penting, karena bibit/benih merupakan cetak biru atribut nutrisi dari produk-produk agribisnis yang akan dihasilkan. Sebagai contoh, produk mangga dengan atribut manis, harum, kaya vitamin C, kaya serat, secara alamiah (bukan diperkaya), yang dituntut konsumen, hanya dapat dihasilkan bila pada bibit mangga mengandung cetak biru yang demikian. Demikian juga pada produk daging dengan atribut warna menarik, kandungan marbling yang tinggi, rendah kolesterol, kaya serat dan lunak dan lain-lain, hanya dapat dihasilkan bila pada bibit ternak telah dikembangkan cetak biru atribut yang demikian. Hal lainnya, yang juga sangat penting adalah mengembangkan bioteknologi bibit/benih yang memilki blue print kemampuan tanaman/hewan yang tahan terhadap berbagai penyakit (misalnya dengan mengembangkan teknologi transgenik) sedemikian rupa, sehingga dalam budidaya pada subsektor usahatani tidak menuntut (meminimkan) penggunaan pestisida/obatobatan, sehingga produk yang dihasilkan akan mengandung (atau bebas) dari residu pestisida/obat-obatan (memenuhi atribut keamanan pangan). Singkatnya, pengembangan bioteknologi pada subsektor agribisnis hulu ini ditujukan untuk mengembangkan bibit/benih yang mengandung cetak biru atribut produk yang dituntut konsumen, disamping memiliki kemampuan produktivitas tinggi. Pada subsektor agribisnis usahatani, pengembangan teknologi diarahkan pada penggunaan teknologi budi daya yang bersahabat dengan lingkungan (ecofarming) dan budi daya organik (organic farming) seperti teknologi (31) usahatani tanpa perlakuan (zero/minimum tillage), teknologi konservasi tanah dan air, teknologi biologi tanah, teknologi pemberantasan penyakit sacara biologis dan lain-lain. Dengan demikian, komoditas primer yang dihasilkan dari subsektor pertanian primer ini memenuhi tuntutan pelabelan bersahabat terhadap lingkungan (ecolabeling) dan tuntutan akan keamanan pangan (food safety). Selanjutnya, pengembangan teknologi pengolahan dan teknologi produk pada subsektor agribisnis hilir (agroindustri hilir) diarahkan untuk peningkatan efisiensi, pengembangan diversifikasi teknologi pengolahan untuk menghasilkan diversifikasi produk, meminimumkan hasil buangan (waste) dan bahan polusi (pollutari), pengembangan teknologi produk yang mengakomodir atribut nilai (value attributes) dan atribut tentang pengemasan (package attributes). Agribisnis: Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi Berbasis Pertanian
R3_bab_4_Edited.indd 79
79
02/04/2010 17:15:29
Pembangunan Sektor Agribisnis dalam Rangka Pembangunan Ekonomi Indonesia
Dalam upaya mempercepat dan mempertajam visi pengembangan dan pengaplikasian teknologi yang dibutuhkan pada sektor agribisnis ini sudah saatnya kita memiliki “payung” penelitian dan pengembangan teknologi agribisnis nasional yang diberi prioritas. Dalam hal ini, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dapat berperan sebagai perencana, koordinator dan pengevaluasi kegiatan penelitian dan pengembangan teknologi (Research & Development technology management), sedangkan pelaksanaan penelitian dan pengembangan teknologi diperankan oleh Pusat-pusat Penelitian Departemen Teknis (sebagai center of R&D technology) dan Lembaga/Pusat Penelitian Perguruan Tinggi sebagai satelitnya. Hasil penelitian dan pengembangan teknologi dari pusat dan satelit tersebut selanjutnya diseminasi dan diaplikasikan pada pengguna langsung oleh balai/sub balai, UPT penelitian departemen teknis dan divisi penelitian dan pengembangan perusahaanperusahaan agribisnis. Dengan demikian, keseluruhan kegiatan penelitian dan pengembangan teknologi yang ada berada pada suatu jaringan penelitian dan pengembangan teknologi yang saling mendukung pada pengembangan teknologi yang dibutuhkan oleh sektor agribisnis nasional dalam menjawab tantangan masa depan. Untuk mendukung pengembangan jaringan penelitian dan pengembangan teknologi tersebut diperlukan pengembangan sistem teknologi informasi yang berperan untuk mengomunikasikan informasi pasar produk-produk agribisnis kepada jaringan penelitian dan pengembangan, mengefektifkan arus informasi antarkomponen jaringan, mengomunikasikan hasii-hasil penelitian dan pengembangan kepada pengguna langsung, dan mengomunikasikan konsep dan atribut produk-produk agribisnis kepada konsumen (melalui kegiatan promosi dan iklan). Dalam membangun sistem teknologi informasi ini dapat memanfaatkan atau mendayagunakan teknologi internet, media massa dan lain-lain. Pengembangan teknologi tersebut dan untuk memampukan sektor agribisnis secara keseluruhan menghadapi tantangan zaman, diperlukan pengembangan sumber daya manusia (SDM) agribisnis yang ada. Sumber daya manusia agribisnis dalam hal ini mencakup SDM agribisnis pelaku langsung seperti tenaga kerja yang bekerja pada subsektor agribisnis hulu, subsektor agribisnis pertanian primer dan subsektor agribisnis hilir, dan SDM agribisnis pendukung sektor agribisnis seperti birokrat pusat hingga ke daerah, SDM perbankan dan SDM penyedia jasa bagi agribisnis, Karakteristik khusus yang dimiliki sektor agribisnis seperti ketergantungan (interdepedency) yang kuat antar subsektor, antar unit-unit kegiatan dalam satu subsektor atau perusahaan; karakteristik produk yang merupakan produk
80
Agribisnis: Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi Berbasis Pertanian
R3_bab_4_Edited.indd 80
02/04/2010 17:15:29
Pembangunan Sektor Agribisnis dalam Rangka Pembangunan Ekonomi Indonesia
biologis, menuntut kerja sama tim (teamwork) SDM agribisnis yang harmonis. Berbagai bentuk masalah ketidakefisienan dan kelambanan perkembangan sektor agribisnis di masa lalu (juga pengalaman agribisnis Amerika Serikat, Australia dan Kanada), banyak bersumber dari ketidakharmonisan SDM atau tidak berjalannya suatu kerja sama tim (teamwork) yang harmonis. Pelaku ekonomi pada subsektor agribisnis hulu yang cenderung bertindak demi kepentingan sendiri dan tidak melihat konsekuensi perilakunya pada subsektor usahatani dan subsektor agribisnis hilir, sering menimbulkan konflik ekonomi dalam sektor agribisnis itu sendiri. Demikian juga pelaku ekonomi pada subsistem agribisnis hilir, yang bertindak demi kepentingan sendiri dan tidak melihat konsekuensi tindakannya pada sub-istem usahatani juga sering menciptakan konflik ekonomi dalam sektor agribisnis secara keseluruhan. Kondisi ini semakin diperburuk pula oleh kebijakan atau layanan yang disediakan oleh lembaga penyedia jasa sektor agribisnis (pemerintah, perbankan dan lain-lain) yang tidak integratif dilihat dari tuntutan agribisnis sebagai suatu sistem, sehingga sering menciptakan optimisme pada subsektor tertentu dan pesimisme pada subsektor yang lain. Secara keseluruhan, hal-hal tersebut telah merugikan perkembangan sektor agribisnis dan tentunya juga merugikan semua pelaku agribisnis secara keseluruhan. Dengan latar belakang pendidikam formal dan pengalaman sumber daya agribisnis yang bervariasi, memang tidak mudah untuk membangun suatu kerja sama tim yang harmonis. Di masa lalu, pada perekrutan SDM pada perusahaan dan/atau departemen telah dilakukan pelatihan pada tugas/ pekerjaan tertentu (on-the job training) untuk meningkatkan keterampilan mengenai tugas/pekerjaan tertentu (on-the job skill). Namun, pembinaan SDM agribisnis yang demikian belum cukup untuk membangun suatu kerja sama tim yang harmonis. Untuk membangun suatu kerja sama tim yang harmonis dalam pengembangan sektor agribisnis, setiap SDM agribisnis harus memiliki wawasan antar tugas/pekerjaan (cross-job), wawasan yang luas tentang posisinya dalam perusahaan/departemen, wawasan yang luas tentang perusahaan dalam industri (micro-behaviour), wawasan psikologi dan dinamika pasar, wawasan tentang posisi sektor agribisnis dalam perekonomian (macro behaviour) bahkan wawasan yang luas tentang ekonomi global (global behaviour). (Koontz et al. 1995; Hill et al. 1996). Untuk memampukan SDM agribisnis yang demikian, diperlukan suatu pelatihan antar tugas/pekerjaan (on-the job cross training), selain pelatihan pada tugas/pekerjaan tertenti (on-the job training) yang telah berlangsung selama ini. Esensi dari pelatihan antar tugas/pekerjaan (cross-job training) ini adalah Agribisnis: Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi Berbasis Pertanian
R3_bab_4_Edited.indd 81
81
02/04/2010 17:15:29
Pembangunan Sektor Agribisnis dalam Rangka Pembangunan Ekonomi Indonesia
untuk membina SDM agribisnis agar memiliki wawasan tentang bagaimana melaksanakan tugas masing-masing (how to do each other’s job) melalui simulasi mengenai antar tugas/pekerjaan (on-the job cross-training exercise). Dalam upaya pengembangan pembinaan SDM agribisnis nasional, kita perlu lebih menajamkan program pembinaan SDM agribisnis dengan mendayagunakan lembaga pendidikan dan latihan (diklat) Departemen Teknis, lembaga pengembangan sumber daya manusia perguruan tinggi dan perusahaan swasta, secara terencana dan terarah. Dalam hal ini, Departemen Tenaga Kerja dapat menjadi koordinator, perencana dan pengevaluasi program pembinaan sumber daya manusia agribisnis berskala nasional atau global, yang kemudian diterjemahkan pada program-program yang lebih spesifik pada Diklat Departemen Teknis dan selanjutnya pada pengembangan SDM pada level perusahaan atau pada level Balai Penyuluh Pertanian (agribisnis). Dengan perkataan lain, kita memerlukan sistem pembinaan dan pengembangan SDM agribisnis nasional yang mampu meningkatkan wawasan mikro-makro-global (micro-macro-global behavior) dari sumber daya manusia agribisnis sedemikian rupa sehingga kerja sama tim yang harmonis dapat operasional.
Penataan dan Pengembangan Struktur Agribisnis Struktur agribisnis nasional yang tersekat-sekat, sebagaimana diuraikan terdahulu, telah menciptakan masalah transmisi dan margin ganda, yang secara keseluruhan akan merugikan perkembangan sektor agribisnis nasional. Oleh sebab itu, penataan dan pengembangan sektor agribisnis perlu memperoleh perhatian yang serius. Penataan dan pengembangan struktur agribisnis nasional diarahkan pada dua sasaran pokok yaitu: Pertama, mengembangkan struktur agribisnis yang terintegrasi secara vertikal mengikuti suatu aliran produk (product-line) sehingga subsektor agribisnis hulu, subsektor agribisnis pertanian primer dan subsektor agribisnis hilir berada dalam suatu keputusan manajemen. Dengan karakteristik sektor agribisnis yang telah dikemukakan sebelumnya, integrasi vertikal merupakan satu-satunya cara untuk dapat menerapkan sistem manajemen kualitas total dalam agribisnis. Kedua, mengembangkan organisasi bisnis (ekonomi) petani agar dapat merebut nilai tambah yang ada pada subsistem agribisnis hulu dan subsektor agribisnis hilir. Bila para petani hanya terbatas menikmati nilai tambah pada subsektor agribisnis pertanian primer yang sangat kecil, tidak akan mungkin dapat ditingkatkan pendapatannya. Oleh karena itu, para petani harus mempunyai akses untuk menikmati nilai tambah yang besar yang ada pada subsektor agribisnis hulu
82
Agribisnis: Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi Berbasis Pertanian
R3_bab_4_Edited.indd 82
02/04/2010 17:15:29
Pembangunan Sektor Agribisnis dalam Rangka Pembangunan Ekonomi Indonesia
dan hilir. Secara individu, petani tidak mungkin merebut nilai tambah pada subsektor agribisnis hulu dan hilir. Karena itu, diperlukan organisasi ekonomi petani berupa koperasi agribisnis. Dengan pemikiran di atas, maka penataan dan pengembangan sektor agribisnis yang integrasi secara vertikal paling sedikit mengambil tiga bentuk. Pertama, Pengembangan Koperasi Agribisnis dimana petani tetap pada subsektor agribisnis usahatani, sementara kegiatan subsektor agribisnis hulu dan hilir ditangani oleh koperasi agribisnis milik petani. Sejauh mana rantai produk yang harus dikuasai secara penuh oleh koperasi agribisnis ditentukan oleh rasionalitas ekonomi. Sehingga suatu koperasi agribisnis yang bergerak pada subsektor agribisnis hulu dan hilir, dapat berupa usaha murni koperasi, atau bentuk usaha patungan antar koperasi, atau antara koperasi dan perusahaan swasta (PMA, PMDN) atau bentuk-bentuk strategi aliansi. Bentuk koperasi agribisnis yang demikian telah berkembang di Indonesia yaitu koperasi susu yang tergabung dalam Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI). Di masa yang akan datang, koperasi agribisnis seperti ini perlu diperluas pada komoditas yang lain. Dengan mengembangkan koperasi agribisnis, maka nilai tambah yang ada pada subsektor agribisnis hulu dan hilir dapat dinikmati petani melalui koperasinya. Kedua, Pengembangan Agribisnis Integrasi Vertikal dengan Pola Usaha Patungan (joint venture). Pada bentuk ini pelaku ekonomi pada subsektor agribisnis hulu, pada subsektor agribisnis pertanian primer (petani) dan pada subsektor agribisnis hilir yang selama ini terpisah dan bertindak sendiri-sendiri, didorong untuk mengembangkan perusahaan agribisnis bersama yang dikelola oleh orang-orang profesional Dalam hal ini, yang menjadi tujuan bersama adalah memaksimumkan keuntungan total, dimana pembagian keuntungan (profit sharing) didasarkan pada kontribusi biaya masing-masing dalam agribisnis yang bersangkutan. Dengan cara seperti ini, seluruh pelaku yang terlibat dari hulu hingga ke hilir saling memperhatikan dan secara bersamasama akan berusaha untuk menyumbang sebesar mungkin pada pencapaian keuntungan total, karena hanya dengan cara seperti itu keuntungan yang diterima setiap individu dapat meningkat. Ketiga, Pengembangan Agribisnis Integratif Vertikal dengan Pola Pemilikan Tunggal/Grup/Publik, yang pembagian keuntungan didasarkan pada pemilikan saham. Bentuk agribisnis vertikal ini sudah banyak berkembang di Indonesia seperti pada agribisnis perkebunan, ayam ras dan lain-lain. Dengan ketiga bentuk agribisnis vertikal yang demikian, maka pada suatu komoditas agribisnis akan terdapat banyak koperasi agribisnis, pola usaha Agribisnis: Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi Berbasis Pertanian
R3_bab_4_Edited.indd 83
83
02/04/2010 17:15:29
Pembangunan Sektor Agribisnis dalam Rangka Pembangunan Ekonomi Indonesia
patungan dan pola pemilikan tunggal/grup/publik yang saling bersaing, baik di pasar domestik maupun di pasar internasional. Dengan adanya persaingan antar bentuk-bentuk agribisnis vertikal tersebut dan ditambah dengan agribisnis negara lain, akan merangsang efisiensi secara terus menerus agar tetap bertahan Pengembangan agribisnis integrasi vertikal tersebut perlu diikuti dengan pengembangan asosiasi pengusaha dan asosiasi profesi yang bersifat vertikal pula, Asosiasi pengusaha yang bersifat asosiasi horizontal saat ini tidak relevan lagi dengan perkembangan ekonomi yang ada, Oleh karena itu, asosiasi pengusaha yang horizontal tersebut perlu berubah pada asosiasi agribisnis vertikal yang ditujukan untuk menggalang kekuatan bersama untuk merebut peluang-peluang bisnis di pasar internasionaL Kemudian asosiasi profesi yang bersifat horizontal selama ini (misalnya : PERHEPI, PERAGI dan lain-lain) perlu berubah dan masuk pada asosiasi agroindustri bersama-sama dengan pengusaha. Dengan begitu, asosiasi agribisnis pada suatu aliran produk, di dalamnya ada ahli genetika, ahli teknologi budi daya, ahli manajemen, ahli teknologi pengolahan dan produk, ahli ekonomi dan ahli pernasaran serta pengusaha yang berfungsi sebagai forum pengembangan agribisnis yang bersangkutan. Akhirnya, pengembangan agribisnis integrasi vertikal tersebut memerlukan pengelolaan yang integratif pula, kebijakan pemerintah yang ditujukan pada sektor agribisnis ke depan harus integratif, agar kebijaksanaan yang dikeluarkan dapat menyumbang pada perkembangan sektor agribisnis yang berdaya saing. Persoalannya adalah bagaimana kebijakan yang integratif tersebut dapat dihasilkan? Mungkinkah kebijakan dihasilkan oleh sejumlah Departemen teknis yang berbeda mandat visi dan historis padahal menangani sektor agribisnis yang sama? Dapatkah Departemen Pertanian saat ini menghasilkan kebijaksanaan yang menjangkau sektor agribisnis, sementara mandatnya hanya di subsektor agribisnis usahatani?
Pengembangan Pusat Pertumbuhan Sektor Agribisnis Selama ini, Iokasi perkembangan agroindustri nasional umumnya berorentasi pada konsentrasi konsumen seperti sektor perkotaan dan di Pulau Jawa. Hal ini dapat dipahami karena disamping infrastruktur yang mendukung di sekitar perkotaan, juga karena umumnya orientasi pasar masih diutamakan ke pasar domestik. Namun demikian, orientasi lokasi agroindustri yang demikian sebetulnya telah menambah biaya transportasi bahan baku dari sentra produksi bahan baku ke sentra agroindustri, sehingga
84
Agribisnis: Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi Berbasis Pertanian
R3_bab_4_Edited.indd 84
02/04/2010 17:15:29
Pembangunan Sektor Agribisnis dalam Rangka Pembangunan Ekonomi Indonesia
secara ke seluruhan juga memperbesar biaya produksi dari produk-produk agribisnis nasional Di masa yang akan datang, orientasi lokasi agroindustri tersebut perlu diubah, dari orentasi pusat-pusat konsumen ke orientasi sentra produksi bahan baku. Hal ini sangat penting, karena bahan baku agroindustri yakni produksi pertanian primer umumnya adalah bulky, volutnious dan perishable, sehingga bila jarak antara sentra produksi bahan baku dengan agroindustri terlalu jauh, akan membutuhkan biaya transportasi dan menimbulkan kerusakan selama pengangkutan. Dalam upaya ke arah tersebut, kita perlu mengembangkan pusatpusat pertumbuhan sektor agribisnis komoditas unggulan yang didasarkan pada peta perkembangan komoditas agribisnis, potensi perkembangan dan dikaitkan dengan berbagai kawnsan kerjasama ekonomi, Di Kawasan Barat Indonesia misalnya, kita dapat mengembangkan pusat-pusat pertumbuhan agribisnis perkebunan dan/atau hortikultura unggulan untuk memanfaatkan kawasan kerjasama ekonomi yang ada seperti kerjasama ekonomi IndonesiaMalaysia-Thailand Triangle Economic Groioth (IMT - TEG) dan SingapuraJohor-Riau (Sijori). Demikian juga di Kawasan Timur Indonesia, kita perlu mengembangkan pusat pertumbuhan agribisnis kelapa dalam kerjasama ekonomi Sulawesi dengan Filipina, pusat pertumbuhan agribisnis perikanan laut kerjasama Indonesia dengan Jepang atau pusat pertumbuhan agribisnis sapi potong antara NTB, NTT, Timor Timur dengan Australia Utara dan lainlain. Tentu saja, dalam penentuan pusat-pusat pertumbuhan sektor agribisnis tersebut memerlukan perencanaan yang matang, sehingga pengembangan pusat-pusat pertumbuhan tersebut benar-benar didasarkan pada keunggulan komparatif wilayah. Perencanaan dan penetapan pusat-pusat pertumbuhan sektor agribisnis tersebut perlu dilakukan secara nasional. Sebab, dewasa ini hampir setiap provinsi menerapkan komoditas agribisnis unggulan menurut versi masingmasing, sehingga secara nasional sebetulnya tidak jelas komoditas apa yang menjadi unggulan. Kemudian, pada level departemen teknis yang berada dalam sektor agribisnis juga memiliki komoditas unggulan menurut versi masingmasing. Produk atau komoditas agribisnis unggulan Departemen Pertanian (pada subsektor pertanian primer) tidak menjadi unggulan bagi Departemen Perindustrian dan Perdagangan pada subsektor agribisnis hilir/agroindustri. Sistem penetapan komoditas unggulan tersebut sangat membingungkan masyarakat, khususnya investor yang akan menanamkan modalnya pada
Agribisnis: Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi Berbasis Pertanian
R3_bab_4_Edited.indd 85
85
02/04/2010 17:15:29
Pembangunan Sektor Agribisnis dalam Rangka Pembangunan Ekonomi Indonesia
sektor agribisnis. Oleh karena itu, secara nasional, kita perlu menetapkan komoditas agribisnis unggulan dan dikembangkan dalam bentuk kawasan atau pusat-pusat pertumbuhan sektor agribisnis. Adanya sistem komoditas unggulan tersebut akan menjadi acuan bagi departemen teknis atau provinsi, Pengembangan pusat-pusat pertumbuhan sektor agribisnis tersebut disamping akan meningkatkan efisiensi (melalui penghematan biaya transportasi, pemanfaatan skala ekonomi), juga mempercepat tercapainya pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya.
Pengembangan Infrastruktur Agribisnis Untuk mendukung pengembangan pusat-pusat pertumbuhan sektor agribisnis tersebut diperlukan pengembangan infrastruktur agribisnis seperti jaringan jalan dan transportasi (laut, udara, sungai dan darat), jaringan listrik, air, pelabuhan perikanan dan peternakan serta pelabuhan ekspor dan lainlain. Di masa lalu, perhatian pemerintah sudah sangat besar pada pengembangan infrastruktur pembangunan. Namun pembangunan infrastruktur tersebut umumnya belum mengakomodir kepentingan pengembangan agribisnis. Pembangunan pelabuhan misalnya, belum mengakomodir sarana dan prasarana pelabuhan yang dibutuhkan untuk mendukung agribisnis perikanan laut. Demikian juga pengembangan sarana transportasi laut dan udara, pada umumnya belum memadai untuk mendukung lalu lintas komoditas agribisnis, Diharapkan, di masa yang akan datang, pengembangan infrastruktur pembangunan dapat diarahkan agar lebih akomodatif dan mendukung upaya pembangunan agribisnis. Bila ke enam strategi di atas dapat dilaksanakan secara serius, maka sektor agribisnis nasional akan mampu memanfaatkan peluang-peluang ekonomi yang tercipta pada era perdagangan bebas yang akan datang serta mampu memberikan solusi terbaik bagi persoalan strategis pembangunan ekonomi nasional. Dengan menjadikan agroindustri sebagai motor pengerak (prime mover) sektor agribisnis, dan diikuti pengembangan strategi pemasaran, pengembangan sumber daya agribisnis, penataan struktur agribisnis, pengembangan pusatpusat pertumbuhan sektor agribisnis, dan pengembagnan infrastruktur maka akan membangun perilaku sektor agribisnis secara sistem yang berkebudayaan industrial (Kartasasmita 1996) dengan ciri-ciri: (a) Pengetahuan merupakan landasan utama dalam pengambilan keputusan, (b) Teknologi merupakan
86
Agribisnis: Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi Berbasis Pertanian
R3_bab_4_Edited.indd 86
02/04/2010 17:15:29
Pembangunan Sektor Agribisnis dalam Rangka Pembangunan Ekonomi Indonesia
instrumen utama dalam pemanfaatan sumber daya, (c) Mekanisme pasar merupakan media utama dalam transaksi, (d) Efisiensi dan produktivitas sebagai dasar alokasi sumber daya, (e) Mutu dan keunggulan merupakan orientasi, wacana sekaligus tujuan, (Profesionalisme merupakan karakter yang menonjol, dan (g) Perekayasaan harus menggantikan eksploitasi pada alam, sehingga setiap produk yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan, baik dalam mutu, berat, volume, bentuk, ukuran, warna, rasa dan sifat-sifat lainnya, dengan ketepatan waktu Perilaku industrial sektor agribisnis yang demikian secara makro pada akhimya akan memampukan sektor agribisnis mencapai Trilogi Pembangunan Nasional.
Catatan Penutup Pengalaman bangsa Indonesia melaksanakan enam Pelita sampai saat ini menunjukkan bahwa tercapainya Trilogi Pembangunan Nasional (dengan segala kelebihan dan kekurangannya) dimungkinkan oleh kontribusi sektor agribisnis. Di masa yang akan datang, dengan melihat potensi, tantangan dan peluang perekonomian nasional, pembangunan sektor agribisnis sebagai strategi pembangunan ekonomi masih dapat diandalkan untuk memperbaiki pencapaian Trilogi Pembangunan Nasional. Bahkan paling tidak selaina PJP - II, tidak ada jalur pilihan lain bagi kita untuk mencapai Trilogi Pembangunan Nasional secara efisien, efektif dan berkesinambungan, selain jalur pengembangan sektor agribisnis. Mengingat tradisi perilaku pelaku ekonomi nasional selama ini, dimana arah kebijaksanaan pembangunan yang diterapkan pemerintah sangat menentukan arah alokasi sumber daya dan investasi swasta, maka pemerintah perlu secara tegas menetepkan bahwa pengembangan sektor agribisnis merupakan strategi pembangunan ekonomi nasional paling tidak selama PJPIL. Penegasan pemerintah ini sangat penting, karena saat ini cukup banyak alternatif (godaan?) pemikiran usulan industri-industri unggulan yang berkembang di masyarakat, yang hanya menguntungkan dalam jangka pendek dan dari sisi perusahaan (mikro), namun tidak banyak memberi manfaat bagi pembangunan nasional (Trilogi Pembangunan Nasional), terutama dalam jangka panjang, Bila alternatif pemikiran tersebut terlalu lama berkembang dan menjadi keyakinan masyarakat, dikhawatirkan akan mempengaruhi alokasi sumber daya di masyarakat sedemikian rupa, sehingga akan mengorbankan kepentingan nasional.
Agribisnis: Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi Berbasis Pertanian
R3_bab_4_Edited.indd 87
87
02/04/2010 17:15:29
Pembangunan Sektor Agribisnis dalam Rangka Pembangunan Ekonomi Indonesia
Penegasan pemerintah tersebut akan memberikan kepastian bagi masyarakat dalam mengarahkan partisipasinya dalam melaksanakan pembangunan sektor agribisnis nasional, yang diyakini akan mampu mencapai Trilogi Pembangunan Nasional dan menempatkan Indonesia sebagai negara yang memiliki daya saing ekonomi (sektor agribisnis) dalam era perdagangan bebas yang akan datang.
88
Agribisnis: Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi Berbasis Pertanian
R3_bab_4_Edited.indd 88
02/04/2010 17:15:29