4.6 G. ANAK RANAKAH, Nusa Tenggara Timur
Kubah Lava G. Anak Ranakah (dok. PVMBG)
KETERANGAN UMUM Nama Lain
: Namparnos
Type
: Strato
Lokasi a. Geografis
: 8°36’22“ LS dan 120°32’13“ BT
b. Administratif
: Kabupaten Manggarai, Provinsi Nusa Tenggara Timur
Ketinggian
: ± 2247,5 m dpl
Kota Terdekat
: Ruteng
Tipe Gunungapi
: Strato
Pos Pengamatan : Desa Waerii, Kab. Manggarai, Ruteng 86551 - NTT Posisi Geografis : 08o 36’ 42,84” LS, 120o 30’ 06,90” BT (1300 m dpl)
Peta Lokasi G. Anak Ranakah, Kabupaten Manggarai Provinsi Nusa Tenggara Timur
PENDAHULUAN Cara Mencapai Puncak Untuk mencapai puncak gunungapi Anak Ranakah, dari Ruteng (ibukota kabupaten Manggarai) dapat kita gunakan kendaraan roda 4 melalui kampung Robo (Pos PGA Ranakah) sampai puncak Gunung Ranakah (Tower Telkom), kemudian dilanjutkan dengan berjalan kaki selama lebih kurang 45 menit kita akan sampai di kubah G. Anak Ranakah (gunungapi aktif saat ini).
Inventarisasi Sumberdaya Gunungapi Bahan galian C yang digunakan sebagai bahan bangunan merupakan sumberdaya gunung Anak Ranakah yang selama ini sudah biasa di tambang oleh masyarakat setempat, yaitu pasir dan batu yang berasal dari endapan awan panas dan lava. Serta energi panas bumi yang berlokasi di Ulumbu/Pocok Leok yang akan digunakan sebagai sumber energi untuk pembakitan tenaga listrik dengan potensi terduga sekitar 200 MWe yang dikelola oleh Pertamina.
Wisata G. Anak Ranakah dan sekitarnya merupakan gunungapi yang menarik bagi para wisatawan domestik atau mancanegara, karena G. Anak Ranakah merupakan salah satu bentuk kerucut dari rangkaian kerucut ditepi kaldera Pocokleok, sehingga membentuk sebuah panorama alam yang sangat indah, juga didukung oleh udaranya yang segar dan lingkungannya yang masih tradisional.
SEJARAH KEGIATAN GUNUNGAPI Aktifitas vulkanik gunungapi ini menjadi menarik sejak lahirnya G. Anak Ranakah yang diawali oleh letusan yang terjadi pada 28 desember 1987. Sebelum terjadi letusan ini, tidak ada rekaman sejarah mengenai aktifitas letusannya. Letusan yang terjadi pada 28 desember 1987 berupa letusan freatik yang diawali oleh getaran gempa bumi dan disusul oleh kepulan asap yang mencapai ketinggian antara 3.000 - 4.000 meter diatas titik letusan, abu letusan paling tebal diendapkan disekitar lubang letusan dan menyebar kearah timur hingga mencapai Rana Mese yang berjarak sekitar 3 km dari lubang letusan. Letusan awal ini menembus batuan penutup sehingga memberi jalan untuk keluarnya magma naik kepermukaan. Sampai dengan 3 januari 1988 telah terjadi 17 kali letusan kuat dan 200 kali letusan lemah. Pada 9 januari 1988 terlihat adanya sinar api yang cukup terang,
hal ini
menunjukkan adanya magma yang naik kepermukaan bumi melalui lubang letusan, pada 10 januari 1988 kubah lava G. Anak Ranakah dapat dilihat dengan jelas berwarna abu-abu kehitaman. Pada 11 januari 1988 terjadi letusan besar dengan ketinggian asap sekitar 8.000 m yang disertai luncuran aliran awan panas menuju Wae Reno dan Wae Teko disebelah utara gunungapi tersebut. Pada 17 januari 1988, kubah lava sudah mempunyai ketinggian 100 m dengan panjang lidah lavanya di sungai Wae Reno sekitar 600 m. Hasil pengukuran tim vulkanologi pada 21 januari 1988, kubah lava mempunyai volume 5 juta m3, sedangkan volume seluruh hasil erupsi G. Anak Ranakah tersebut sekitar 9 juta m3. Pada bulan Agustus 1988 volume kubah lava mencapai 18,8 juta m3. Akibat adanya destabilisasi yang disebabkan gravitasi dan juga dorongan dari gerakan magma dari dalam perut gunungapi tersebut menyebabkan sering terlihat adanya longsoran dan diikuti oleh terbentuknya aliran awan panas yang menuju Wae Reno dan Wae Teko; dipicu oleh adanya hujan pada saat itu, tumpukan material gunungapi telah membentuk aliran lahar, aliran lahar yang terbentuk ini menerjang dan merusak jembatan Wae Teko dan Wae Reno.
Karakter Letusan G. Anak Ranakah merupakan gunungapi aktif termuda di Indonesia, meletus pada tanggal 28 desember 1987,
kelahirannya
sangat
mengagetkan para ahli
kegunungapian pada saat itu, karena sebelumnya tidak ada catatan sejarah letusannya. Periode letusannya belum diketahui, karena letusan pertama yang diketahui hanya pada tahun 1987 dan sampai saat ini belum meletus kembali, sampai saat ini G. Anak Ranakah tidak pernah mengalami peningkatan aktivitas. Berdasarkan data kegempaan, jarang sekali gempa yang terekam, baik gempa tektonik maupun gempa vulkanik.
GEOLOGI Morfologi Komplek G. Mandasawu – Ranakah, secara geomorfologi dapat dibagi menjadi satuan morfologi yang berelief halus sampai sedang, sedang sampai kasar, kubah lava dan maar. Kenampakan dari morfologi berelief halus sampai sedang sebagian besar terlihat di sekitar kota Ruteng sampai dengan lereng – lereng di utara G. Golongtede, timur laut G. Tadowolok dan sekitar Lao. Morfologi sedang sampai kasar mulai terlihat sejak keluar dari kota Ruteng ke arah utara dan timur. Jajaran kubah lava tampak sejak dari puncak Mandasawu – Anak Ranakah terus ke arah barat mencapai Pocok Likang. Sementara itu terdapat pula lebih kurang 16 buah ”maar” yang menempati garis lemah sejak dari Mao – Ranamese sampai ke arah barat melalui Pocok Mansawu – Ranakah. Morfologi dataran hampir tidak nampak, terkecuali jauh ke arah selatan kompleks Mandasawu – Ranakah. Stratigrafi G. Anak Ranakah terletak di lereng utara dan merupakan bagian dari rangkaian kubah lava yang berjejer konsentris disekitar kaldera gunungapi purba Pocok Leok, Gunung Anak Ranakah merupakan kubah lava termuda. Batuan komplek G. Ranakah didominasi oleh lava, sebagian kecil awanpanas dan guguran vulkanik, sedangkan Gunung Anak Ranakah berbentuk kubah lava. Sumber magma komplek G. Ranakah adalah dangkal dan batuannya berupa andesit dari seri alkalikapur. Kubah Gunung Anak Ranakah dipermukaannya berupa bongkah-bongkah besar, mempunyai warna abu-abu, pada akhir tahun 1988 terlihat kepulan asap yang sangat lemah keluar dari beberapa bagian kubah.
Berdasarkan hasil analisa umur batuan berdasarkan charcoal radiocarbon dating dari endapan awan panas yang ada di komplek gunung Ranakah diperoleh umur 14.570 +320 tahun. Umumnya lava-lava komplek Gunung Ranakah telah mengalami ubahan/alterasi dengan derajat ubahan yang bervariasi. Secara petrografis, berdasarkan tekstur dan komposisi mineraloginya, batuan kompleks G. Ranakah
dapat dikelompokkan
menjadi: Andesit Piroksen batuan ini merupakan batuan G. Ranakah, mempunyai tekstur porfiritik, phenokris terdiri dari plagioklas sekitar (50 %) mempunyai bentuk prismatik panjang euhedral anhedral, piroksen (15 %), mineral berat magnetit berbentuk (5 %), tertanam pada masa dasar berupa mikrolit plagioklas dan piroksen yang mempunyai bentuk menjarum, mineral berat dan gelas (30 %). Terlihat adanya struktur lubang gas yang halus / lubang-lubang kecil. Dari pengamatan sayatan pipih menunjukkan bahwa kristalisasi mineral pada contoh batuan ini cukup sempurna yang menunjukkan waktu penghabluran relatif perlahan-lahan. Dari bentuk mineralnya, dapat kita lihat ada dua generasi, generasi pertama terbentuk (kemungkinan dari magma yang berbeda), mineralnya berbentuk tidak sempurna, terlihat adanya korosi dan reaksi tepi, hal ini akibat adanya pengaruh dari magma yang mengalir kemudian. Generasi kedua mempunyai bentuk yang sempurna. Andesit piroksen - hornblende merupakan batuan tua (pra letusan 28 desember 1987) dan juga kubah lava baru (G. Anak Ranakah), secara mikroskopis memperlihatkan tekstur porfiris dengan mineral utama terdiri dari plagioklas (50 %), piroksen (20 %), hornblende (10 %), mineral berat magnetit (4 %), semua mineral tersebut tertanam pada masa dasar yang dibentuk oleh mikrolit-mikrolit dari mineral yang sama dan gelas. Batuannya mempunyai struktur sarang tawon yang terbentuk oleh aktifitas gas dari aliran magma yang masih bergerak. Terdiri dari dua generasi, generasi pertama mineral mineral yang lebih dahulu terbentuk; mineral-mineral ini setelah mengalami kristalisasi, kemudian terbawa oleh aliran magma yang baru (yang mengalir kemudian), yang dicirikan oleh terganggunya bentuk mineral yang asli (euhedralsempurna) pada bagian tepinya mengalami korosi (reaksi tepi) yang kuat, pada bagian yang terkorosi sering dijumpai mineral-mineral baru yang berbeda atau yang sama dengan mineral yang bersangkutan. Generasi kedua mineral-mineral yang
pada mulanya mempunyai bentuk tidak sempurna (subhedral - anhedral), berbentuk tidak beraturan, mineral ini terbentuk dengan waktu relatif singkat untuk mencapai keseimbangan baru akibat adanya desakan magma baru. Andesit Hornblende - Biotit, Batuan ini merupakan bagian dari tubuh G. Ranakah (pra letusan 28 desember 1987), mempunyai tekstur porfiris dengan susunan mineralogi penokris terdiri dari plagiklas (50 %), hornblende (15 %), biotit (10 %), piroksen (7 %), mineral bijih sangat jarang (1 - 2 %); mineral - mineral penokris tertanam pada masa dasar mikrolit-mikrolit plagioklas, piroksen dan gelas (20 %). Dari bentuk mineralnya, dapat kita lihat juga bahwa dalam batuan ini terdapat dua generasi, generasi pertama (mungkin dari sumber magma yang berbeda), pada awalnya mempunyai bentuk sempurna (euhedral); akibat adanya gangguan kesetimbangan oleh cairan magma baru, mineralnya mengalami ubahan, terlihat adanya lubang-lubang korosi dan reaksi tepi. Dapat kita lihat juga secara mikroskopis, bahwa pada batuan ini ada inklusi batuan yang mempunyai komposisi basaltis. Generasi kedua, mineral fenokrisnya (plagioklas, hornblende, piroksen dan magnetit) mempunyai bentuk anhedral - euhedral; dan mikrorit-mikrolitnya mempunyai bentuk prismatik pendek dan berasosiasi dengan masa dasar gelas.
GEOFISIKA Kegempaan Pemantauan kegempaan / seismik G.Anak Ranakah dilakukan dari stasiun seismik yang terletak di lereng utara G. Anak ranakah, dengan menggunakan seismograf Hosaka sistem kabel, namun sejak tanggal 22 Februari 2007, untuk memudahkan pemantauan, lokasi stasiun seismik dipindahkan ke lokasi baru pada posisi geografis 08o 37’ 14,1” LS, 120o 31’ 9.4” BT, ketinggian 1615 m dpl dengan menggunakan sistem telemetri.
U
8o 35’
G. Anak Ranakah
8o 40’
121o 30’
121o 37.5’
Lokasi pos dan seismometer G. Anak Ranakah
Sejak letusan pertamanya pada awal tahun 1988, sampai saat ini G. Anak Ranakah tidak pernah mengalami peningkatan aktivitas, berdasarkan data kegempaan, jarang sekali terekam adanya gempa baik gempa tektonik maupun gempa vulkanik.
GEOKIMIA Kimia Batuan Analisa kimia total batuan telah dilakukan terhadap beberapa contoh batuan G. Ranakah yang mewakili, hasil analisa menunjukkan bahwa batuan komplek G. Ranakah mempunyai komposisi kimia yang hampir sama, yaitu
andesit yang
bersifat kalsik yang berasal dari seri magma alkalikapur (calc - alkaline suite). Dari hasil analisa elemen major batuan total, mempunyai kandungan SiO2 sekitar 60 - 62 %; kandungan Al2O3 cukup tinggi sekitar 15 - 18 %, hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi fraksinasi mineral plagioklas; kandungan Fe2O3 dan MgO cukup tinggi, mineral magnetit dan clinopiroksen merupakan fase penting dalam fraksinasi. Tingginya kandungan Al2O3, Cao dan Na2O menunjukkan bahwa plagioklas cukup dominan dalam batuan. Variasi kandungan mineral piroksen antara 7 - 20 % secara petrografis berhubungan dengan adanya variasi unsur-unsur FeO, MgO dan juga CaO. TiO2 muncul antara 0,54 - 0,93 %, hal ini menunjukkan bahwa pada batuan komplek G. Ranakah ada variasi kandungan mineral-mineral Fe-Ti oksida. Komposisi mineralogi maupun kimia total dari batuannya menunjukkan kemiripan, sehingga dapat diduga bahwa batuannya berasal dari sumber magma mempunyai
kedalaman yang hampir sama, menurut peneliti terdahulu kedalaman magma berkisar antara 127 - 167 km.
MITIGASI BENCANA GUNUNGAPI Sistem Pemantauan Visual Sampai saat ini pemantauan secara visual terus dilakukan baik dari Pos PGA maupun melakukan pemeriksaan secara langsung pada kubah lava secara periodik. Dari Pemeriksaan kubah lava yang dilakukan pada tanggal 22 Februari 2007, asap Solfatara terlihat berwarna putih tipis dengan tinggi asap ± 1- 5 meter, tekanan gas lemah – sedang dan tercium bau belerang lemah – sedang dan vegetasi di sekitar kubah lava tumbuh subur.
Seismik Sejak terjadinya aktifitas letusan pada G. Ranakah, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi telah memasang alat pemantau kegempaan (seismometer) yang berlokasi di kampung Robo yang berjarak sekitar 6,5 km dari titik aktifitas, dengan posisi geografis
08o
37’ 14,1” LS, 120o 31’ 9.4” BT,
ketinggian 1615 m dpl.
Peralatan yang sekarang digunakan adalah seismograf tipe VR-60 (Hosaka) dan seismometer tipe L4C yang dipancarkan menggunakan sistem telemetri.
KAWASAN RAWAN BENCANA Untuk memperkecil terjadinya korban jiwa dan kerugian harta benda akibat meletusnya G. Anak Ranakah, maka dilakukan upaya mitigasi. dengan dibuatnya peta daerah bahaya sementara. Terlihat pada peta tersebut bahwa kecenderungan daerah terancam bahaya berada dibagian utara dan selatan G. Anak Ranakah.
Peta daerah bahaya G. Anak Ranakah, NTT
Daerah paling bahaya adalah daerah yang harus tetap dikosongkan. Daerah bahaya adalah daerah dimana penduduk harus siap mengungsi bila kegiatan gunungapi meningkat. Daerah waspada adalah daerah dimana penduduk harus waspada terhadap bahaya letusan.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurachman E.K., Hendrasto M., Irianto, Kadarsetia E., 1988, Laporan pemetaan kompleks Mandosawu - Ranakah - Flores Barat - NTT, Direktorat Vulkanologi.
Bemmelen R.W., Van, 1949, Geology of Indonesia, vol. IA, Martinus Nyhoff The Hague.
Katili J.A. dan Sudradjat A., 1988, Lahirnya Bayi Gunungapi di Flores, Majalah Bulanan ASRI.
Katili J.A. dan Sudradjat A., 1988, Yang langka, Lahirnya Bayi Gunungapi Anak Ranakah, Flores.
Kushendratno, dkk., 2007, Laporan Pemantauan G. Anak Ranakah, Pusat Vulknologi dan Mitigasi Bencana Geologi.
Rohi. W., 1992, G. Anak Ranakah, Berita Berkala Vulkanologi - Edisi Khusus, Dit. Vulkanologi, no. 178. 9 hal.
Sjarifudin M. Z. dan Rakimin, 1989, Petrokimia batuan komplek G. Mandosawu (letusan Anak Ranakah 28-12-1987 s/d 19-1-1988) Flores, Nusa Tenggara Timur, Direktorat Vulkanologi, 34 hal.
Sobana dan Agus Karim, 1988, Situasi Pengukuran Kubah Lava Gunung Anak Ranakah - Flores Barat - Nusa Tenggara Timur, Laporan Kegiatan Seksi Pemetaan Topografi dan Pengukuran Deformasi, Sub Dit Pemetaan Gunungapi, Direktorat Vulkanologi, Bandung.
Sriwana T., 1994, Geochemistry of
the volcanoes of Flores, Lesser Sunda
islands, Indonesia (thesis MSc.), Utrecht University - The Netherlands, 70 hal. + lampiran.
Rohi W.E, dkk., 1995, Laporan Pengumpulan Data Informasi G. Anak Ranakah, Direktorat Jenderal Geologi Dan Sumber Daya Mineral, Bandung.