42
Jurnal Ekonomi, Manajemen dan Akutansi I Vol 21 No. 2 Desember 2013
Pengaruh insentif, promosi jabatan, gaya kepemimpinan…. ( Endrianto & Umi ) 41 DAFTAR PUSTAKA Alimuddin, 2002, Pengaruh Gaya Kepemimpinan terhadap Kinerja Pegawai Badan Pengawasan Daerah Kota Makasar, esis, Program Pasca Sarfjana Magister Manajemen Universitas Gajah Mada (Tidak dipublikasikan. Agung, A.M., Lilik., 2007. Dari Budaya Perusahaam ke Budaya Kerja dalam Buku Corporate Culture, Challenge to Excellence, editor Moeljono, D, Jakarta : PT Elex Media Komputindo. Covey, Stephen, R., 2008 The 8th Habit. Melampaui Efektivitas Menggapai Keagungan. Cetakan ketiga, Jakarta : Gramedia Pustaka Utam Cahyono, Suharto, 2005, “Pengaruh Budaya Organisasi, Kepemimpinan Dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Sumberdaya Manusia Di Sekretariat DPRD Propinsi Jawa Tengah, JRBI, Vol.1.. Ferdinand, Augusty, 2006, “Metode Penelitian Manajemen : Pedoman Penelitian Untuk Penulisan Skripsi, Tesis, dan Disertasi Ilmu Manajemen”, BP Undip, Semarang. Guritno, Waridin, 2005, “Pengaruh Persepsi Karywan Mengenai Perilaku Kepemimpinan Kepuasan Kerja Dan Motivasi Terhadap Kinerja”, JRBI, Vol.1. Hasibuan, m. 2003 Manajemen Sumber Daya Manusdia. PT Bumi Aksara Jaakarta. Hardini, Sri, 2001, “Hubungan Pengaruh Gaya Kepemimpinan terhadap Prestasi Kerja Pegawai KPKN Yogyakarta”, Skripsi S-1 Fakultas Ekonomi, UGM. Kirk L. Rongga, 2001, “Human Resources Practices, Organizational Climate and Employee Satisfaction”, Academy of Management Review, Jully, 619- 644. Mas’ud, 2004, “Survey Diagnosis Organizational”, Undip, Semarang. Nurhayati, Ma’num dan Bisma Dewabrata, 1995, “Identifikasi Nilai-Nilai Budaya Kerja dan Pengaruhnya Terhadap Sikap Kerja” Studi Kasus Direktorat Produksi PT.IPTN, Proceeding Forum Komunikasi Penelitian Manajemen di Indonesia. Rivendi, Ramlan, 2005. Imbalan dan Gaya Kepemimpinan Pengaruhnya terhadap Kepuasan KerjaPegawai di Balai Besar Industri Hasil Pertanian Bogor, Jurnal Ilmiah Binaniaga, Vol 01 No 1 : 17 – 26 Robbins, Stephen, 2006, “Perilaku Organisasi”, Prentice Hall, edisi kesepuluh Sabardini, 2006, “Peningkatan Kinerja Melalui Perilaku Kerja Berdasarkan Kecerdasan Emosional”, Telaah Bisnis, Vol.7, No.1. Suranta, 2002, “Dampak Motivasi Karyawan Pada Hubungan Antara Gaya Kepemimpinan Dengan Kinerja Karyawan Perusahaan Bisnis”, Empirika, Vol.15, No.2. Waridin dan Masrukhin, 2006, “Pengaruh Motivasi Kerja, Kepuasan Kerja, Budaya Organisasi, dan Kepemimpinan Terhadap Kinerja Pegawai”, Ekobis, Vol.7, No.2. Yuwalliatin, 2006, “Pengaruh Budaya Organisasi, Motivasi dan Komitmen Terhadap Kinerja Serta Pengaruhnya Terhadap Keunggulan Kompetitif Dosen Unisula Semarang”, Ekobis, Vol.7.
40
Jurnal Ekonomi, Manajemen dan Akutansi I Vol 21 No. 2 Desember 2013
kelompok kearah tercapainya suatu tujuan. kepemimpinan mempunyai fungsi sebagai penentu arah dalam pencapaian tujuan, wakil dan juru bicara organisasi, komunikator, mediator dan integrator. Berdasarkan hasil penelitian variabel gaya kepemimpina memiliki pengaruh yang negatif terhadap kepuasan kerja. Hal ini disebabkan oleh gaya kepemimpinan yang ada saat ini cenderung tidak disukai oleh para pegawai di Sekretrariat Daerah Kabupaten Kuantan Singingi. Variabel terakhir yang diteliti adalah variabel Budaya Organisasi. Budaya organisasi didefinisikan sebagai suatu kerangka kerja kognitif yang memuat sikap, nilai, norma dan pengharapan bersama yang dimiliki oleh anggota organisasi. Berdasarkan hasil penelitian, variabel Budaya Organisasi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kepouasan kerja pegawai. Hal ini berarti budaya organisasi yang ada di lingkungan Sekretariat Daerah Kabupaten Kuantan Singingi memiliki pengaruh yang kuat terhadap peningkatan kepuasan kerja pegawai. KESIMPULAN & SARAN Dari hasil penelitian diketahui bahwa secara simultan terdapat pengaruh Insentif, Promosi Jabatan, Gaya Kepemimpinan dan Budaya Organisasi terhadap Kepuasan kerja Pegawai. Namun hal berbeda terjadi secara parsial. Secara parsial hanya ariabel Gaya Kepemimpinan dan Budaya Organisasi yang memiliki pengaruh terhadap Kepuasan Kerja Pegawai. Dari keempat variabel yang diteliti Gaya kepemimpinan memiliki pengaruh yang paling dominan terhadap kepuasan kerja pegawai di Sekretariat Daerah Kabupaten Kuantan Singingi. Dari penelitian ini diketahui bahwa insenti fan promosi jabatan tidak memiliki
pengaruh terhadap kepuasan kerja. sistem insentif yang disarankan adalah sistem insetif berbasis produktivitas kerja sehingga diharapkan pegawaiakan lebih terpacu dan berlomba-lomba dalam meningkatkan produktivitas dirinya agar mendapatkan insentif. Kejelasan promosi jabatan penting untuk dilakukan, sebab dengan promosi jabatan berarti kestabilan organisasi dan moral pegawai akan lebih terjamin. Unuk itu penulis menyarankan sistem promosi jabatan didasarkan pada kombinasi pengalaman dan kecakapan yaitu memprioritaskan pegawai yang memiliki masa kerja yang cukup lama dan cakap dalam hal pelaksanaan pekerjaan Dari penelitian ini Gaya Kepemimpian mempunyai pengaruh negatif terhadap kepuasan kerja pegawai maka hendaknya perlu lebih ditingkatkan kemampuan dan kepribadian yang sudah dimiliki saat ini. Gaya kepemimpinan yang disarankan adalah gaya kepemimpinan dengan tipe pribadi namun berorientasi pada tugas, yaitu kepemimpinan yang didasarkan pada kontak pribadi secara langsung dengan bawahannya, namun pemimpin juga menuntut bawahannya untuk disiplin dalam hal pekerjaan dan tugas Budaya organisasi memiliki pengaruh yang kuat terhadap kepuasan kerja pegawai. Untuk itu perlu diperhatikan dan diupayakan menciptakan lingkungan organisasi dan tempat kerja yang dapat meningkatkan kepuasan kerja pegawai. Seperti yang diungkapkan Confusius, “Emas di dalam hati anda lebih berharga dibandingkan dengan emas di dompet anda.” Pemimpin yang baik mendedkasikan kehidupan pekerjaannya untuk membantu bawahannya menemukan emas di dalam hati mereka dan membiarkannya menyinari orang lain.
Pengaruh insentif, promosi jabatan, gaya kepemimpinan…. ( Endrianto & Umi ) 39 nilai F hitung > F tabel maka H1 dapat diterima. Dengan demikian hipotesis yang menyatakan variabel bebas mempunyai pengaruh terhadap kepuasan kerja dapat diterima. Uji t digunakan untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikat secara individual atau parsial serta mengetahui variabel bebas yang mempunyai pengaruh dominan terhadap variabel terikat dengan mengukur derajat hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat dengan menganganggap variabel bebas lainnya bersifat konstan. Hasil pengujian parsial varibael bebas menunjukkan bahwa hanya variabel gaya kepemimpinan dan budaya organisasi yang memiliki pengaruh terhadap kepuasan kerja pegawai dilingkungan Sekretariat Daerah Kabupaten Kkuantan Singingi. Sementaras dua variabel lainnya yaitu Insentif dan promosi jabatan tidak berpengaruh terhadap kepuasan kerja pegawai.
ANALISIS HASIL PENELITIAN Dari hasil pengujian hipotesis sebelumnya, diketahui bahwa hanya dua variabel bebas yang memiliki pengaruh terhadap kepuasan kerja yaitu variabel gaya kepemimpinan dan budaya organisasi. Kepuasan kerja adalah penilaian, perasaaan atau sikap seseorang atau pegawai terhadap pekerjaannya dan berhubungan dengan lingkungan kerja, jenis pekerjaan, kompensasi, hubungan antar teman kerja, hubungan sosial di tempat kerja dan sebqagainya. Sehingga dapat dikatakan bahwa kepuasan kerja adalah dipenuhinya beberapa keinginan dan kebutuhannya melalui kegiatan kerja. Menelaah mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja pegawai, maka hasil dari analisis tersebut dapat dijelaskan pengaruh variabel bebas (Insentif, Promisi Jabatan, Gaya
kepemimpinan dan Budaya Organisasi) terhadap variabel terikat (Kepuasan Kerja). Variabel pertama yang diteliti dalam penelitian ini adalah insentif. Dimana insentif adalah sesuatu yang mendorong atau mempunyai kecenderungan untuk merangsang suatu kegiatan. Sehingga diharapkan ketika program insentif berjalan dengan baik maka kepuasan kerja pegawai juga akan meningkat. Namum berdasarkan hasil peneliian yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa variabel insentif tidak cukup signifikan untuk memprediksi tingkat kepuasan kerja pegawai di Sekretariat Daerah Kabupaten Kuantan Singingi. Hal ini dapat disebabkan karena tidak adanya program insentif yang jelas sehingga hal ini menyebabkan para pegawai bersikap apatis terhadap pekerjaan mereka. Variabel kedua yang diteliti dalam penelitian ini adalah promosi jabatan. Dimana promosi jabatan adalah proses kegiatan pemindahan pegawai dari satu jabatan kepada jabatan lain yang lebih tinggi. Berdasarkan definisi di atas maka suatu promosi akan selalu diikuti oleh tugas, tanggung jawab dan wewenang yang lebih tinggi dari jabatan yang diduduki sebelumnya. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa variabel promosi jabatan tidak cukup signifikan untuk memprediksi tingkat kepuasan kerja pegawai di lingkungan sekretariat Daerah Kabupaten Kuantan Singingi. Hal ini disebabkan karena sistem promosi jabatan yang ada tidak berjalan dengan baik serta promosi jabatan yang dilakukan tidak memiliki sistem yang jelas. Hal ini berakibat pada promosi jabatan tidak memiliki pengaruh pada kepuasan kerja. Variabel ketiga dalam penelitian ini adalah Gaya kepemimpinan. Gaya kepemimpinan yang dimaksud adaah kemampuan untuk mempengaruhi suatu
38
Jurnal Ekonomi, Manajemen dan Akutansi I Vol 21 No. 2 Desember 2013
Singingi dilakukan pengujian hipotesis dengan menggunakan beberapa analilsis statistik. Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan SPSS diperoleh persamaan regrasi linear berganda sebagai berikut : Y = 5,422 + 0,29X1 + 0,13X2 – 0,349X4 + 0,286X4 Dari keempat variabel independen yang dimasukkan dalam regresi, variabel insentif dan promosi jabatan tidak signifikan. Hal ini bisa dilihat dari probabilitas signifikansi untuk insentif sebesar 0,124 dan promosi jabatan sebesar 0,279 dan keduanya jauh diatas 0,05, dari sini dapat disimpulkan bahwa variabel insentif dan promosi jabatan tidak berpengaruh pada kepuasan kerja pegawai. Persamaan regresi di atas secara parsial mengandung arti sebagai berikut : Konstanta sebesar 5,422 menyatakan bahwa jika variabel independen dianggap konstan, maka variabel kepuasan kerja sebesar 5,422 satuan. Koefisien regresi gaya kepemimpinan sebesar – 0,349 menyatakan bahwa jika faktor gaya kepemimpinan berubah sebesar satu satuan, dapat mengakibatkan tingkat kepuasan kerja berubah sebesar 0,349 satuan dengan asumsi bahwa faktor lainnya tetap. Hal ini membuktikan bahwa faktor kepemimpinan memberikan pengaruh negatif terhadap kepuasan kerja dimana semakin baik gaya kepemimpinan maka kepuasan kerja menurun. Koefisien budaya organisasi sebesar 0,286 menyatakan bahwa jika faktor budaya organisasi berubah sebesar satu satuan dapat mengakibatkan tingkat kepuasan berubah sebesar 0,286 satuan dengan asumsi faktor lainnya tetap. Hal ini membuktikan bahwa faktor budaya organisasi memberikan pengaruh positif terhadap kepuasan kerja, dimana semakin
baik budaya organisasi maka kepuasan kerja akan meningkat. Dari hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa variabel-variabel bebas dalam penelitian ini memiliki hubungan yang cukup erat dengan variabel terikat yaitu kepuasan kerja pegawai. Hal ini dibuktikan dengan nilai koofisien korelasi (R) sebesar 0,504 yang berarti dapat hubungan yang positif antara variabel bebas dengan variabel terikat. Koefisien determinasi digunakan untk mengetahui seberapa besar pengaruh secara simultan atau keseluruhan variabel-variabel bebas (X) terhadap variabel terikat (Y). Berdasarkan penelitian ini dapat diketahui bahwa nilai koefisien determinasi (R2) sebasar 0,254 atau 25,4 %. Hal ini menunjukan bahwa keempat variabel bebas secara bersamasama mampu menjelaskan variabel terikat sebesar 25,4 %, sedangkan 74,6% dapat diterangkan oleh variabel lain yang tidak diteliti pada penelitian ini. Uji F digunakan untuk menguji apakah semua variabel bebas secara bersamasama (simultan) mempunyai pengaruh terhadap variabel terikat. Untuk membuktikan hal tersebut, maka dilakukan uji F, sebelum melakukan pengujian, dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut : Ho : Faktor intensif, promosi jabatan, gaya kepemimpinan, dan budaya organisasi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kepuasan kerja. H1 : Faktor insentif, promosi jabatan, gaya kepemimpinan, dan budaya organisasi berpengaruh secara signifikan terhadap kepuasan kerja. H1 dapat diterima jika F hitung > F tabel dan Ho diterima apabila F hitung < F tabel. Dari hasil perhitungan dengan menggunakan program SPSS bahwa nilai F hitung sebesar 4,509 dan diketahui nilai F tabel dengan tingkat signifikan (alpha) 5% sebesar 2,54, hal ini menunjukan bahwa
Pengaruh insentif, promosi jabatan, gaya kepemimpinan…. ( Endrianto & Umi ) 37 b.
c. d.
e.
rasakan dan hasil pekerjaan yang telah mereka lakukan. Variabel X1, yaitu Insentif. Insentif merupakan tambahan penghasilan dalam bentuk uang yang diterima oleh karyawan sebagai imbalan atas pencapaian prestasi kerja yang melebihi standar kerja yang ditetapkan perusahaan Variabel X2, yaitu promosi jabatan. Promosi jabatan merupakan perpindahan dari satu jabatan ke jabatan lain yang mempunyai status dan tanggung jawab yang lebih tinggi. Variabel X3, yaitu Gaya Kepemimpinan. Gaya Kepemimpinan adalah bagaimana seorang pemimpin dapat dengan tepat mengarahkan tujuan perseorang dan tujuan organisasi. Variabel X4, yaitu Budaya Organisasi. Budaya Organisasi merupakan suatu sistem makna bersama yang dianut oleh angota-anggota yang membedakan organisasi itu dari organisasi-organisasi lain.
3. Teknik Analisis Data Penelitian ini menggunakan analisis regresi linier berganda dengan bantuan software SPSS (Statistical Product and Service Solution) versi 17.0. dari variabel yang telah dijelaskan sebelumnya dibentuk persamaan regresi linear berganda yaitu : Y = b0 + b1X1 + b2X2 + b3 X3 + b4X4 + e Keterangan : Y = Kepuasan Kerja; X1 = Insentif; X2 = Promosi Jabatan X3 = Gaya Kepemimpinan; X4 = Budaya Organisasi b0 = Konstanta; b1,b2,b3, b4 = Koefisien regresi; e = Komponen kesalahan random (ramdom error).
Untuk mengetahui bagaimana keeratan hubungan antara suatu variabel independen dengan variabel dependen maka dilakukan Analisis Korelasi dan Koefisien Determinasi (R2). Koefisien korelasi merupakan ukuran yang dapat digunakan untuk mengetahui bagaimana keeratan hubungan antara suatu variabel independen dengan variabel dependen. Sementara koefisien Determinasi (R2) digunakan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen.
a. Uji Hipotesis Pengujian terhadap hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini melalui dua tahap, yaitu : 1. Uji Simultan (Uji F) Uji F digunakan untuk mengetahui apakah variabel bebas yaitu Insentif, Promosi Jabatan, Gaya Kepemimpinan dan Budaya Organisasi secara simultan dapat berpengaruh terhadap variabel terikat yaitu Kepuasan Kerja. Untuk menguji nilai F harus ditentukan tingkat kepecayaan (1-α) dan degree of freedom. Df = n – k – 1 agar dapat ditentukan nilai kritisnya. Alpha (α) yang digunakan dalam penelitian ini adalah 0,10. 2. Uji Parsial (Uji t) Uji t digunakan untuk menguji apakah variabel independen berpengaruh secara parsial dengan variabel dependen. Pengujian dilakukan 2 arah dengan tingkat keyakinan 90% dan dilakukan uji tingkat signifikansi pengaruh hubungan variabel independen secara parsial terhadap variabel dependen dimana tingkat signifikansi (α) sebesar 10% dan degree of freedom (df) = n – k – 1. HASIL PENELITIAN Untuk mengetahui pengaruh variabel bebas terhadap Kepuasan Kerja Pegawai di Sekretariat Daerah Kabupaten Kuantan
36
Jurnal Ekonomi, Manajemen dan Akutansi I Vol 21 No. 2 Desember 2013 Insentif X1 Promosi Jabatan X2 Gaya kepemimpinan X3
Kepuasan Kerja Y
Budaya Organisasi X4
8. Hipotesis Dari uraian di atas maka dapat ditarik hipotesis sebagai berikut : H1 : Diduga Insentif mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kepuasan kerja pegawai. H2 : Diduga Promosi Jabatan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kepuasan kerja pegawai. H3 : Diduga Gaya Kepemimpinan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kepuasan kerja pegawai. H4 : Diduga Budaya Organisasi mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja perusahaan. H5 : Diduga Insentif, Promosi Jabatan, Gaya Kepemimpinan dan Budaya Organisasi secara bersama-sama mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja perusahaan.
METODE PENELITIAN 1. Populasi dan Sampel Jumlah sampel penelitian adalah sebanyak 58 responden dari populasi 136 pegawai di kantor Kantor Bupati Kabupaten Kuantan Singingi. Jumlah sampel (size of
samples) ditentukan berdasarkan pada perhitungan dari rumus Slovin dengan tingkat kesalahan yang ditoleransi sebesar 10%. Dimana n N = e = tingkat kesalahan adalah 10%.
= jumlah sampel jumlah populasi prosentase yang ditoleransi
Dengan menggunakan rumus di atas maka akan diperoleh jumlah sampel sebanyak 58 responden yaitu : Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan metode Proporsionate Stratified Random Sampling (sample acak terstratifikasi secara proporsional) yaitu teknik pengambilan sampel untuk populasi yang heterogen dan berstrata (Sugiyono, 2002). 2. Variabel Penelitian Variabel dalam penelitian ini terdiri dari : a. Variabel Y, yaitu Kepuasan Kerja. Kepuasan Kerja merupakan perasaan sikap terhadap apa yang mereka
Pengaruh insentif, promosi jabatan, gaya kepemimpinan…. ( Endrianto & Umi ) 35 3. Gaya Berorientasi pada tugas, yaitu gaya kepemimpinan dimana seorang pemimpin menuntut bawahan untuk disiplin dalam hal pekerjaan atau tugas (Singh-Sengupta, Sunita, 1997 dalam Fuad Mas’ud, 2004). 4. Gaya Partisipatif, yaitu gaya kepemimpinan dimana pemimpin mengharapkan saran-saran dan ide-ide dari bawahan sebelum mengambil suatu keputusan ( House dan Mitchell, 1974 dalam Yulk, 1989). Vroom dan Arthur Jago (1988) dalam Yulk (1989), mengatakan bahwa dalam gaya kepemimpinan partisipatif untuk pengambilan keputusan juga dipengaruhi oleh partisipasi bawahan.
6. Budaya Organisasi Budaya organisasi didefinisikan sebagai suatu kerangka kerja kognitif yang memuat sikap-sikap, nilai-nilai, normanorma dan pengharapan-pengharapan bersama yang dimiliki oleh anggotaanggota organisasi (Greenberg dan Baron,2000). Budaya organisasi berkaitan dengan konteks perkembangan organisasi, artinya budaya berakar pada sejarah organisasi, diyakini bersama-sama dan tidak mudah dimanipulasi secara langsung (Schenieder, 1996, dalam Cahyono 2005). Menurut Stoner (1996) dalam Waridin & Masrukhin (2006) budaya (culture) merupakan gabungan kompleks dari asumsi, tingkah laku , cerita, mitos, metafora dan berbagai ide lain yang menjadi satu untuk menentukan apa arti menjadi anggota masyarakat tertentu. Budaya organisasi atau corporate culture sering diartikan sebagai nilainilai, simbol-simbol yang dimengerti dan dipatuhi bersama, yang dimiliki suatu organisasi sehingga anggota organisasi merasa satu keluarga dan
menciptakan suatu kondisi anggota organisasi tersebut merasa berbeda dengan organisasi lain. Budaya organisasi selanjutnya menjadi identitas atau karakter utama organisasi yang dipelihara dan dipertahankan. Robins ( 2006), menyatakan bahwa budaya organisasi merupakan suatu sistem makna bersama yang dianut oleh anggotaanggota organisasi yang membedakan organisasi itu dari organisasi-organisasi lain. Budaya yang tumbuh menjadi kuat mampu memacu organisasi kearah perkembangan yang lebih baik. Lebih lanjut Robins (2006), mengatakan perubahan budaya dapat dilakukan dengan : 1. menjadikan perilaku manajemen sebagai model, 2. menciptakan sejarah baru, simbol dan kebiasaan serta keyakinan sesuai dengan budaya yang diinginkan, 3. menyeleksi, mempromosikan dan mendukung pegawai, 4. menentukan kembali proses sosialisasi untuk nilai-nilai yang baru, 5. mengubah sistem penghargaan dengan nilai-nilai baru, 6. menggantikan norma ynag tidak tertulis dengan aturan formal atau tertulis, 7. mengacak sub budaya melalui rotasi jabatan, dan 8. meningkatkan kerja sama kelompok. 7. Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
34
Jurnal Ekonomi, Manajemen dan Akutansi I Vol 21 No. 2 Desember 2013
sekelompok orang agar terbentuk kerja sama untuk menyelesaikan suatu tugas. Yulk (1989) mendefinisikan kepemimpinan sebagai suatu proses pengaruh sosial yang sengaja dilakukan oleh seseorang terhadap orang lain untuk menstruktur aktifitas-aktifitas dan relasi-relasi didalam sebuah organisasi. Siagian dalam Waridin & Masrukhin (2006) berpendapat bahwa peranan para pimpinan dalam organisasi sangat sentral dalam pencapaian tujuan dari berbagai sasaran yang ditetapkan sebelumnya. Kepemimpinan mempunyai fungsi sebagai penentu arah dalam pencapaian tujuan, wakil dan juru bicara organisasi, komunikator, mediator, dan integrator. Selanjutunya Siagian mengatakan perilaku pemimpin memiliki kecenderungan pada dua hal yaitu konsiderasi atau hubungan dengan bawahan dan struktur inisiasi atau hasil yang dicapai. Kecenderungan kepemimpinan menggambarkan hubungan yang akrab dengan bawahan misal bersikap ramah, membantu dan membela kepentingan bawahan, bersedia menerima konsultasi bawahan, dan memberikan kesejahteraan. Kecenderungan seorang pemimpin memberikan batasan antara peranan pemimpin dan bawahan dalam mencapai tujuan, memberikan instruksi pelaksaan tugas (kapan, bagaimana, dan hasil apa yang akan dicapai. Kepemimpinan yang akan dilihat disini adalah gaya kepemimpinan dalam organisasi yang diterapkan oleh pimpinan terhadap bawahannya. Gaya kepemimpinan adalah suatu cara bagaimana seorang pemimpin menjalankan tugasnya. Hani Handoko (1995), gaya kepemimpinan adalah bagaimana
seorang pemimpin dapat dengan tepat mengarahkan tujuan perseorangan dan tujuan organisasi. Suit, Jusuf (1996), gaya kepemimpinan adalah cara pemimpin dalam menghadapi dan melayani staf atau bawahan yang biasanya berbeda pada setiap individu dan dapat berubah-ubah untuk terciptanya kesatuan dan persatuan dalam berfikir serta berbuat dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Yulk (1989), gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang digunakan oleh seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi orang lain seperti yang dia inginkan. Gaya kepemimpinan merupakan karakteristik manajer-manajer inti dalam mencapai sasaran perusahaan atau dengan kata lain lebih menujuk pada pola perilaku eksekutif puncak dan tim manajemen senior. SingSengupta, Sunita (1997) dalam Fuad Mas’ud (2004), mengatakan gaya kepemimpinan terdiri dari empat dimensi gaya kepemimpinan yaitu: 1. Gaya Otoriter, yaitu gaya kepemimpinan yang tidak membutuhkan pokok-pokok pikiran dari bawahan dan mengutamakan kekuasaan serta prestise sehingga seorang pemimpin mempunyai kepercayaan diri yang tinggi dalam pengambilan keputusan (SinghSengupta, Sunita, 1997 dalam Fuad Mas’ud 2004). 2. Gaya Pengasuh, yaitu gaya kepemimpinan dimana pemimpin memperhatikan bawahan dalam peningkatan karier, memberikan bimbingan, arahan, bantuan dan bersikap baik serta menghargai bawahan yang bekerja dengan tepat waktu (Sing-Sengupta, Sunita, 1997 dalam Fuad Mas’ud, 2004).
Pengaruh insentif, promosi jabatan, gaya kepemimpinan…. ( Endrianto & Umi ) 33 dalam pemberian insentif agar dapat digunakan tujuan pemberian insentif dapat diwujudkan terdiri atas hal-hal sebagai berikut: 1. Sederhana, yaitu peraturan dari system insentif haruslah singkat, jelas, dan dapat dimengerti. 2. Spesifik, yaitu tidak cukup dengna mengatakan, hasilnya lebih banyak atau jangan terjadi kecelakaan. Karyawan perlu tahu dengan tepat yang diharapkan untuk mereka melakukan. 3. Dapat dicapai, yaitu setiap karyawan seharunsya mempunyai kesempatan yang masuk akal untuk memproleh sesuatu. 4. Dapat diukur, yaitu sasaran yang dapat diukur merupakan dasar untuk menentukan rencana insentif. 4. Promosi Jabatan Menurut Alek Nitisemito, promosi adalah proses kegiatan pemindahan pegawai dari satu jabatan kepada jabatan lain yang lebih tinggi. Berdasarkan definisi di atas maka suatu promosi akan selalu diikuti oleh tugas, tanggung jawab dan wewenang yang lebih tinggi dari jabatan yang diduduki sebelumnya. Pelaksanaan promosi tidak selalu diikuti oleh kenaikan gaji bagi pegawai yang dipromosikan, gajinya bisa tetap, tetapi pada umumnya bertambah besar kekuasaan dan tanggung jawab seseorang bertambah besar pula balas jasa yang diterimanya. Berdasarkan definisi promosi jabatan yang dipaparkan tersebut maka suatu promosi akan selalu diikuti oleh tugas, tanggung jawab dan wewenang yang lebih tinggi dari jabatan yang diduduki sebelumnya. Pelaksanaan promosi tidak selalu diikuti oleh kenaikan gaji bagi pegawai yang dipromosikan,
gajinya bisa tetap, tetapi pada umumnya bertambah besar kekuasaan dan tanggung jawab seseorang bertambah besar pula balas jasa yang diterimanya.
5. Gaya Kepemimpinan Kepemimpinan merupakan kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok kearah tercapainya suatu tujuan. Kepemimpinan adalah pribadi yang dijalankan dalam situasi tertentu, serta diarahkan melalui proses komunikasi kearah pencapaian satu atau beberapa tujuan tertentu. Kepemimpinan menyangkut proses pengaruh sosial yang disengaja dijalankan oleh seseorang terhadap orang lain untuk menstruktur aktivitas dan pengaruh didalam kelompok atau organisasi (Robbins, 2006). Kartini (1994), menyatakan bahwa fungsi kepemimpinan adalah memandu, menuntun, membimbing, membangun, memberi atau membangun motivasi kerja, mengemudikan organisasi, menjaring jaringan komunikasi dan membawa pengikutnya kepada sasaran yang ingin dituju dengan ketentuan waktu dan perencanaan. George R. Terry (1985), mengatakan bahwa kepemimpinan adalah merupakan hubungan antara seseorang dengan orang lain, pemimpin mampu mempengaruhi orang lain agar bersedia bekerja bersama-sama dalam tugas yang berkaitan untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Sedang Konz (1989), mendefinisikan kepemimpinan sebagai seni membujuk bawahan agar mau mengerjakan tugastugas dengan yakin dan semangat. Fiedler dalam Cahyono (2005) mengatakan bahwa kepemimpinan adalah pola hubungan antar individu yang menggunakan wewenang dan pengaruh terhadap orang lain atau
32
Jurnal Ekonomi, Manajemen dan Akutansi I Vol 21 No. 2 Desember 2013
upah) ditetapkan berdasarkan standar waktu seperti jam, minggu, atau bulan. b. Sistem Hasil (Output). Dalam sistem hasil, besarnya kompensasi/upah ditetapkan atas kesatuan unit yang dihasilkan pekerja, seperti per potong, meter, liter, dan kilogram. c. Sistem Borongan. Sistem borongan adalah suatu cara pengupahan yang penetapan besarnya jasa didasarkan atas volume pekerjaan dan lama mengerjakannya. 3. Program Insentif Menurut Sirait (2004 : 200) insentif ialah sesuatu yang mendorong atau mempunyai kecenderungan untuk merangsang suatu kegiatan, insentif adalah motif-motif dan imbalan yang dibentuk untuk memperbaiki produksi. Insentif diberikan tergantung dari prestasi atau produksi pegawai, sedangkan upah merupakan sesuatu hal yang wajib diberikan perusahaan. Semakin tinggi prestasi kerjanya, semakin besar pula insentif yang diterima. Sudah menjadi kebiasaan bahwa setiap perusahaan menetapkan target yang tinggi dan bila berhasil maka akan diberikan tambahan pendapatan. Pemberian insentif berfungsi untuk memberikan tanggung jawab dan dorongan kepada karyawan. Insnetif menjamin bahwa karyawan akan mengarahkan untuk mencapai tujuan organisasi. Adapun tujuan utama pemberian insentif adalah untuk meningkat kualiats kerja individu maupun kelompok. Langkah-langkah Pemberian Insentif Yang Efektif menurut Panggabean (2004 : 92) adalah: 1. Menentukan standard prestasi kerja yang tinggi. 2. Mengembangkan system penilaian prestasi yang tepat.
3. Melatih penyelia dalam melakukan penilaian prestasi dan dalam memberikan umpan balik kepada bawahannya. 4. Mengaitkan penghargaan secara ketat dengan prestasi kerja, dan 5. Mengupayakan agar peningkatan penghargaan ada artinya bagi karyawan. Terdapat tiga jenis insentif yang dikenal menurut Sirait (2006 : 202) yaitu: 1. Financial Incentivie. Merupakan pemberian sesuatu sebagai rangsangan atau daya pendorong yang bersifat keuangan yang bukan saja meliputi upah atau gaji yang pantas tetapi termasuk kemungkinan untuk memperoleh bagian dari keuangan yang diproleh perusahaan. Bentuknya adalah bonus, komisi (dihitung berdasarkan penjualan yang melebihi standard), pembayaran yang ditangguhkan (misalnya pension). 2. Non Financial Insentive. Misalnya tersedianya hiburan, pendidikan dan latihan, pernghargaan berupa pujian atau pengakuaan atas hasil kerja yang baik, terjaminnya tempat kerja, terjaminnya komunikasi yang baik antara atasan dan bawahan. 3. Social Incentive. Merupakan rangsangan yang berbentuk sikap dan tingkah laku yang diberikan oleh anggota kelompok, cenderung pada keadaan dan sikap dari para rekanrekan kerja. Faktor-faktor yang mempengaruhi insentif adalah sebagai berikut: Kondisi dan kemampuan dari perusahaan, Kemampuan, kreativitas, serta presatsi dari karyawan, Keadaan ekonomi suatu Negara, Tingkat produktivitas, Pedoman Pemberian Insentif Yang Efektif. Menurut Panggabean ( 2004 : 92) syarat-syarat yang patut dipenuhi
Pengaruh insentif, promosi jabatan, gaya kepemimpinan…. ( Endrianto & Umi ) 31 (kehadiran) mengandung arti bahwa pegawai yang kurang puas cenderung tingkat ketidakhadirannya tinggi. Kepuasan kerja berhubungan dengan umur mengandung arti bahwa pegawai yang cenderung lebih tua akan merasa lebih puas daripada pegawai yang berumur relatif lebih muda, karena diasumsikan bahwa pegawai yang tua lebih berpengalaman menyesuaikan diri dengan lingkungan pekerjaan dan pegawai dengan usia muda biasanya mempunyai harapan yang ideal tentang dunia kerjanya, sehingga apabila antara harapannya dengan realita kerja terdapat kesenjangan atau ketidakseimbangan dapat menyebabkan mereka menjadi tidak puas. Kepuasan kerja dihubungkan dengan tingkat pekerjaan mengandung arti bahwa pegawai yang menduduki tingkat pekerjaan yang lebih tinggi cenderung lebih puas daripada pegawai yang menduduki pekerjaan yang lebih rendah, karena pegawai yang tingkat pekerjaannya lebih tinggi menunjukkan kemampuan kerja yang baik dan aktif dalam mengemukakan ide-ide serta kreatif dalam bekerja. Kepuasan kerja berhubungan dengan ukuran organisasi perusahaan mengandung arti bahwa besar kecilnya perusahaan dapat mempengaruhi proses komunikasi, koordinasi, dan partisipasi pegawai sehingga dapat mempengaruhi kepuasan kerja pegawai. Mangkunegara (2005:120) mengemukakan bahwa ada 2 (dua) faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja yaitu faktor yang ada pada diri pegawai dan faktor pekerjaannya. Faktor yang ada pada diri pegawai yaitu kecerdasan (IQ), kecakapan khusus, umur, jenis kelamin, kondisi fisik, pendidikan, pengalaman kerja, masa kerja, kepribadian, emosi, cara berpikir, persepsi, dan sikap kerja. Sedangkan
faktor pekerjaan yaitu jenis pekerjaan, struktur organisasi, pangkat (golongan), kedudukan, mutu pengawasan, jaminan keuangan, kesempatan promosi jabatan, interaksi sosial, dan hubungan kerja. 2.
Kompensasi Hani Handoko (1993) menyatakan bahwa kompensasi penting bagi pegawai sebagai individu karena besarnya kompensasi mencerminkan ukuran karya mereka diantara para pegawai itu sendiri, keluarga dan masyarakat. Kompensasi seringkali juga disebut penghargaan dan dapat didefinisikan sebagai setiap bentuk penghargaan yang diberikan kepada pegawai sebagai balas jasa atas kontribusi yang mereka berikan kepada organisasi (Mutiara S. Panggabean, 2002). Menurut Gary Dessler (dikutip oleh Lies Indriyatni, 2009) kompensasi mempunyai tiga komponen sebagai berikut : a. Pembayaran uang secara langsung (direct financial payment) dalam bentuk gaji, dan insentif atau bonus/komisi. b. Pembayaran tidak langsung (indirect payment) dalam bentuk tunjangan dan asuransi. c. Ganjaran non finansial (non financial rewards) seperti jam kerja yang luwes dan kantor yang bergengsi. Menurut Malayu S.P. Hasibuan (2002), tujuan pemberian kompensasi (balas jasa) antara lain adalah: Ikatan Kerja Sama, Kepuasan Kerja, Pengadaan Efektif, Motivasi, Stabilitas Pegawai, Disiplin, Pengaruh Serikat Buruh, Pengaruh Pemerintah. Sistem pembayaran kompensasi yang umum diterapkan adalah: a. Sistem Waktu. Dalam sistem waktu, besarnya kompensasi (gaji,
30
Jurnal Ekonomi, Manajemen dan Akutansi I Vol 21 No. 2 Desember 2013
TINJAUAN PUSTAKA 1. Kepuasan Kerja Werther dan Davis (1986) dalam Prabowo (2003) dan Munandar, Sjabadhyni, Wutun (2004:73) mengemukakan bahwa kepuasan kerja adalah kondisi kesukaan atau ketidaksukaan menurut pandangan pegawai terhadap pekerjaannya. Dole dan Schroeder (2001) dalam Koesmono (2005), mengemukakan bahwa kepuasan kerja dapat didefinisikan sebagai perasaan dan reaksi individu terhadap lingkungan pekerjaannya. Koesmono (2005) mengemukakan bahwa kepuasan kerja merupakan penilaian, perasaan atau sikap seseorang atau pegawai terhadap pekerjaannya dan berhubungan dengan lingkungan kerja, jenis pekerjaan, kompensasi, hubungan antar teman kerja, hubungan sosial ditempat kerja dan sebagainya. Sehingga dapat dikatakan bahwa kepuasan kerja adalah dipenuhinya beberapa keinginan dan kebutuhannya melalui kegiatan kerja atau bekerja. Gibson, Ivancevich, dan Donnely (1996) dalam Sylvana (2002:4) mengemukakan bahwa kepuasan kerja merupakan bagian dari proses motivasi. Pekerjaan menuntut interaksi dengan rekan sekerja dan atasan, mengikuti aturan dan kebijakan organisasi, memenuhi standar kinerja, hidup pada kondisi kerja yang sering kurang dari ideal, dan hal serupa lainnya. Ini berarti penilaian (assesment) seorang pegawai terhadap puas atau tidak puasnya dia terhadap pekerjaan merupakan penjumlahan yang rumit dari sejumlah unsur pekerjaan yang diskrit (terbedakan dan terpisahkan satu sama lain). Kepuasan anggota organisasi dapat dihubungkan dengan kinerja dan hasil kerja mereka serta imbalan dan
hukuman yang mereka terima. Oleh karena itu, tingkat kepuasan kerja dalam organisasi dapat ditunjukkan dengan hasil seperti sikap anggota organisasi, pergantian pekerjaan anggota organisasi, kemangkiran atau absensi, keterlambatan, dan keluahan yang biasa terjadi dalam suatu organisasi. Ramayah (2001) dan Janssen (2001) dalam Koesmono (2005:28) mengemukakan bahwa seorang manajer akan sangat peduli pada aspek kepuasan kerja, karena mempunyai tanggung jawab moral apakah dapat memberikan lingkungan yang memuaskan kepada pegawainya dan percaya bahwa perilaku pekerja yang puas akan membuat kontribusi yang positif terhadap organisasi. Para manajer merasakan usaha dan kinerja mereka berhasil apabila keadilan dalam penghargaan memberikan tingkat kepuasan kerja dan kinerja. Situasi pekerjaan yang seimbang akan meningkatkan perasaan dalam control terhadap kehidupan kerja dan menghasilkan kepuasan kerja. Sehingga para manajer mempunyai tanggung jawab untuk meningkatkan kepuasan kerja para bawahannya agar dapat memberikan kontribusi yang positif pada organisasinya. Mangkunegara (2005:117) mengemukakan bahwa kepuasan kerja berhubungan dengan variabel-variabel seperti turnover, tingkat absensi, umur, tingkat pekerjaan, dan ukuran organisasi perusahaan. Kepuasan kerja berhubungan dengan turnover mengandung arti bahwa kepuasan kerja yang tinggi selalu dihubungkan dengan turnover pegawai yang rendah, dan sebaliknya jika pegawai banyak yang merasa tidak puas maka turnover pegawai tinggi.Kepuasan kerja berhubungan dengan tingkat absensi
Pengaruh insentif, promosi jabatan, gaya kepemimpinan…. ( Endrianto & Umi ) 29 sumber kepuasan atau ketidakpuasan pegawai. Di samping sistem imbalan, faktor lain yang berpengaruh terhadap ketidakpuasan kerja adalah promosi jabatan yang tidak jelas juga merupakan sumber ketidakpuasan pekerjaan. Tidak adanya penghargaan atas pengalaman dan keahlian serta promosi yang tidak dirancang dengan benar dapat menimbulkan sikap apatis dalam bekerja serta tidak memberikan harapan yang lebih baik di masa depan. Ketidakpuasan kerja dapat pula ditimbulkan oleh isi dari pekerjaan itu sendiri, misalnya seseorang yang tidak menyukai berhadapan dengan orang banyak justru diberikan jabatan pada public relation, orang yang tidak suka dengan pekerjaan yang berhubungan dengan angka ditempatkan pada bagian anggaran atau perencanaan dan keuangan, tentu saja hal itu dapat menyebabkan ketidakpuasan kerja. Untuk mengelola dan mengendalikan berbagai fungsi subsistem dalam organisasi agar tetap konsisten dengan tujuan organisasi dibutuhkan seorang pemimpin karena pemimpin merupakan bagian penting dalam peningkatan kinerja para pekerja (Bass,1994 dalam Cahyono 2005). Disamping itu kemampuan pemimpin dalam menggerakan dan memberdayakan pegawainya akan berpengaruh terhadap kepuasan kerja pegawai. Perubahan lingkungan dan teknologi yang cepat meningkatkan kompleksitas tantangan yang dihadapi oleh organisasi, hal ini memunculkan kebutuhan organisasi terhadap pemimpin yang dapat mengarahkan dan mengembangkan usaha-usaha bawahan dengan kekuasaan yang dimiliki untuk mencapai tujuan organisasi dalam membangun organisasi menuju high performance
(Harvey dan Brown, 1996, dalam Cahyono, 2005). Perilaku pemimpin mempunyai dampak signifikan terhadap sikap, perilaku dan kepuasan kerja pegawai. Efektivitas pemimpin dipengaruhi oleh karakteristik bawahannya dan terkait dengan proses komunikasi yang terjadi antara pemimpin dan bawahan. Ketidak berhasilan pemimpin dikarenakan pemimpin tidak mampu menggerakan dan memuaskan pegawai pada suatu pekerjaan dan lingkungan tertentu. Budaya organisasi (corporate culture) sering diartikan sebagai nilainilai, simbol-simbol yang dimengerti dan dipatuhi bersama, yang dimiliki suatu organisasi sehingga anggota organisasi merasa satu keluarga dan menciptakan suatu kondisi anggota organisasi tersebut merasa berbeda dengan organisasi lain (Warididn dan Masrurukhin , 2006). Selanjutnya Waridin dan Masrukhin (2006) menyatakan bahwa budaya organisasi adalah suatu sitem nilai yang diperoleh dan dikembangkan oleh organisasi dan pola kebiasaan dan falsafah dasar pendirinya, yang terbentuk menjadi aturan yang digunakan sebagai pedoman dalam berfikir dan bertindak dalam mencapai tujuan organisasi. Budaya yang tumbuh menjadi kuat mampu memacu organisasi kearah perkembangan yang lebih baik (Robins, 1996). Hal ini berarti bahwa setiap perbaikan budaya kerja kearah yang lebih kondusif akan memberikan sumbangan yang sangat berarti bagi peningkatan kinerja pegawai. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh insentif, promosi jabatan, gaya kepemimpinan, budaya organisasi terhadap kepuasan kerja pegawai Sekretariat Daerah Kabupaten Kuantan Singingi
28
Jurnal Ekonomi, Manajemen dan Akutansi I Vol 21 No. 2 Desember 2013
Sebagai organisasi nirlaba, Pemerintah Daerah harus dapat lebih berorientasi pada peningkatan kinerja dikarenakan diberlakukannya Otonomi Daerah dimana dependensi daerah terhadap pusat dikurangi. Oleh karenanya pegawai pada pemerintahan daerah secara perlahan dituntut untuk tidak hanya bekerja seperti apa yang ada dalam perspektif bekerja sesuai dengan imbalannya, akan tetapi dilain pihak pekerja diharapkan memiliki motivasi untuk bekerja melebihi apa yang seharusnya ia lakukan. (Kabul Wahyu Utomo, 2002:35). Kabupaten Kuantan Singingi adalah salah satu kabupaten yang berada di wilayah Propinsi Riau. Sebagai kabupaten yang usianya masih terbilang muda dibandingkan dengan kabupaten-kabupaten lain, kabupaten Kuantan Singingi masih membutuhkan banyak pembenahan diri dari berbagai bidang. Sesuai dengan dikeluarkannya Undang-undang yang baru tentang pemerintahan daerah yaitu UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah yang disahkan pada tanggal 5 Oktober 2004 dan UU No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah yang disahkan pada tanggal 15 Oktober 2004 menggantikan UU No. 22 tahun 1999 dan UU No. 25 tahun 1999 maka Pemerintah Daerah Kabupaten diberi kewenangan untuk mengurus dan mengelola potensi daerahnya sendiri (Eka Heruwati,2008). Dalam UU No. 32 tahun 2004 ini Pemerintah Daerah tingkat kabupaten diberi kewenangan yang luas dengan menyelenggarakan semua urusan pemerintahan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian dan evaluasi kecuali kewenangan bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan,
moneter, fiskal, agama, dan kewenangan lain yang ditetapkan peraturan pemerintah. Sehingga, sebagai konsekuensinya dari kewenangan otonomi yang luas, pemerintah daerah kabupaten Kuantan Singingi mempunyai kewajiban untuk meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat secara demokratis, adil, merata, dan berkesinambungan. Kewajiban itu dapat dipenuhi apabila Pemerintah Daerah Kabupaten Kuantan Singingi mampu mengelola potensi daerahnya yaitu potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan potensi sumber daya keuangannya secara potensial. Setiap organisasi baik itu swasta maupun pemerintah akan berupaya dan berorientasi pada tujuan jangka panjang yaitu berkembangnya organisasi yang diindikasikan dengan meningkatnya pendapatan, sejalan pula dengan meningkatnya kesejahteraan para pegawainya. Namun dalam prakteknya untuk mencapai tujuan tersebut organisasi sering menghadapi kendala, yang salah satu faktornya adalah ketidakpuasan kerja dari para pegawainya. Sebagai akibatnya dapat berpengaruh kepada kinerja pegawai maupun kinerja organisasi secara keseluruhan. Berkenaan dengan masalah kepuasan kerja pegawai tersebut, sebenarnya banyak faktor yang mempengaruhi ketidakpuasan pegawai dalam pekerjaannya diantaranya adalah sistem imbalan yang dianggap tidak adil menurut persepsi pegawai. Karena setiap pegawai akan selalu membandingkan antara rasio hasil dengan input dirinya terhadap rasio hasil dengan input orang lain. Perlakuan yang tidak sama baik dalam reward maupun punishment merupakan
27 PENGARUH INSENTIF, PROMOSI JABATAN, GAYA KEPEMIMPINAN DAN BUDAYA ORGANISASI TERHADAP KEPUASAN KERJA PEGAWAI SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI Endrianto Ustha, Umi Rachmah Damayanti Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial UIN SUSKA Riau ABSTRACT This study aims to obtain factual and conceptual information about the effect of incentives, promotions, styles of leadership and organizational culture on employee satisfaction. Object of this research is in the area of Kuantan Singingi District Secretariat. This research is explanatory research that will prove a causal relationship insenti anatara independent variable (X1), Promotion Position (X2), leadership style (X3) and Cultural Organization (X4) and variable terikaat the Employee Job Satisfaction (Y) The results show it can be seen that the variables together insentis, promotion, leadership style and organizational culture affect the job satisfaction of employees within the District Secretariat Kuatgan Singingi. But different things happen partially. Partially only variable leadership style and organizational culture has an influence on employee job satisfaction. Based on the calculation bilai coefficient of determination (R2) obtained a value of 0.254. This suggests that insenti, promotion, leadership style and organizational culture influences memebirkan of 25.4% on job satisfaction of employees PENDAHULUAN Organisasi nirlaba atau organisasi non profit adalah suatu organisasi yang bersasaran pokok untuk mendukung suatu isu atau perihal didalam menarik perhatian publik untuk suatu tujuan yang tidak komersil, tanpa ada perhatian terhadap hal-hal yang bersifat mencari laba (moneter). Karakteristik organisasi nirlaba berbeda dengan organisasi bisnis. Perbedaan utama yang mendasar terletak pada cara organisasi memperoleh sumber daya yang
dibutuhkan untuk melakukan berbagai aktifitas operasinya. Organisasi nirlaba memperoleh sumber daya dari sumbangan para anggota dan para penyumbang lain yang tidak mengharapkan imbalan apapun dari organisasi tersebut. Dari perbedaan karakteristik tersebutlah dalam organisasi nirlaba akan muncul transaksi-transaksi tertentu yang tidak muncul di organisasi bisnis. (Drs. Sugijanto, Ak., Drs. Robert Gunardi H., Ak., Sonny Loho, Ak.; 1995 dalam Lila kusumojati, 2008).