40 Days in Europe: Kisah Kelompok Musik Indonesia Menaklukkan Daratan Eropa by Maulana M. Syuhada
CATATAN SEBUAH PERJALANAN Kesan pertama saya setelah membaca buku itu, wow!!! Two Thumbs Up!!! Not for the writer, bur for those who joined into that amazing adventures. 40 days in Europe, sebenarnya sudah sejak lama saya lihat buku ini nangkring di raknya Gramedia. Saya sering bolak-balik numpang baca di Gramedia, hanya beberapa halaman awal tapi pada akhirnya tidak jadi membeli, karena saya pikir nanti toh penerbitnya pasti akan mengirimkan sample buku itu. Feeling saya mengatakan kalau itu buku bagus dan layak dibaca. Memang pekerjaan saya yang banyak berhubungan dengan buku membuat saya banyak menerima kiriman buku dari para penerbit. Sampai suatu hari seorang teman yang juga bekerja di penerbit buku tersebut benar-benar mengirimkan saya buku 40Days in Europe. Dan saya masih juga belum membacanya. Sampai saat libur Idul Fitri, saya punya cukup waktu luang untuk menuntaskan membacanya. Kenapa judul buku ini terkesan kebarat-baratan? Tidak nasionalis kah? Menurut saya alasannya hanya komersialitas semata. Penerbit butuh judul yang cukup provokatif, tanpa kehilangan benang merah dengan isinya. Pernahkah anda membaca buku Summer in Seoul (Ilana Tan), Travelers Tale (Aditya Mulya, dll), Ms. B (Vira Basuki), atau The Naked Traveler (Trinity), kemudian mempertanyakan judulnya? Atau pernahkah anda bertanya kenapa kumpulan tulisannya Akmal NAsery BAsral diberi judul “Ada Seseorang di Kepalaku”, atau kenapa Pramoedya Ananta Toer memberi judul Bumi Manusia? Sebuah judul yang cukup ganjil menurut saya. Atau kenapa Remy Silado memberi judul “Kerudung Merah Kirmizi”, atau “Parijs Van Jaza” untuk novelnya? Silakan direnungkan, tapi jawabannya kembali pada alasan tadi yaitu komersialitas dan kesesuaian isi. Bagaimana dengan endorsement-nya? Endorsement adalah sebuah opini subjektif dari mereka, para pembaca awal yang memang sengaja diminta sesuai dengan kapasitasnya masing-masing. Endorsemen dimaksudkan untuk memberikan gambaran pada calon pembaca tentang nilai sebuah buku. Tapi sekali lagi, saat anda akan membeli buku, cobalah untuk tidak hanya terpaku pada endorsement saja, tapi coba buka-buka dan intip sejenak halaman demi halaman. Buku yang bagus menurut saya, bisa menarik anda bahkan dari halaman pertama yang anda baca.
memberikan gambaran pada calon pembaca tentang nilai sebuah buku. Tapi sekali lagi, saat anda akan membeli buku, cobalah untuk tidak hanya terpaku pada endorsement saja, tapi coba buka-buka dan intip sejenak halaman demi halaman. Buku yang bagus menurut saya, bisa menarik anda bahkan dari halaman pertama yang anda baca. Dan itulah yang terjadi pada saya saat membuka buku 40 days in Europe, meskipun saya akhirnya menahan diri untuk tidak membeli karena saya tahu pasti kalau saya akan mendapatkannya dengan gratis, langsung dari penerbitnya. Buku ini bercerita tentang segerombolan anak muda yang nekad untuk tetap berangkat ke Eropa, untuk sebuah misi kebudayaan meskipun kondisi keuangan mereka defisit. Apakah mereka gila? Jawabannya sangat mungkin ya, tapi menurut saya alasan dibalik semua kegilaan itu adalah tanggung jawab atas sebuah komitmen yang telah mereka buat. Hanya keyakinan dan keteguhan niat yang mereka punya saat berangkat. Entah apa yang akan terjadi, maka terjadilah, kun fayakun!!! Saat berangkat, mereka harus direpotkan dengan masalah finansial. Sponsor yang tiba-tiba menarik diri sehingga kondisi keuangan semakin mengkhawatirkan. Belum lagi konflik internal diantara tim. Ketua rombongan yang seharusnya berangkat pun pada akhirnya tidak jadi berangkat, entah dengan alasan apa. Sampai di Eropa pun mereka masih terus dililit masalah, meskipun jadwal perjalanan sudah dibuat sedetail mungkin dan sehemat mungkin. Tagihan demi tagihan terus berdatangan. Tapi Tuhan Maha Adil, Tuhan terlalu baik untuk terus-terusan membiarkan umatNya dalam kesulitan. Saya selalu percaya pada sebuah quotation indah yang saya temukan dalam salah satu buku Paulo Coelho, When God closes a door, He opens a window, dan itulah yang terjadi pada mereka. Dalam setiap penampilannya mereka selalu mendapatkan sambutan hangat, bahkan tidak jarang standing applause. Sejumlah penghargaan juga berhasil diraih. Bukan itu saja, menilik dari prestasi dan penampilan mereka, bahkan panitia festival bersedia memberikan keringanan biaya yang bisa mereka lunasi setibanya kembali di Indonesia. Yang terpenting adalah mereka punya cukup biaya untuk pulang. Peran KBRI juga tidak bisa diabaikan. Mereka hadir dengan uluran tangannya, berusaha membantu semampu yang mereka bisa. Mulai dari tumpangan tidur, makan, sampai bantuan dana ala kadarnya. Kalau kemudian, mereka seperti diselamatkan tsunami hingga semua hutang bisa lunas, itulah yang namanya nasib. Sekali lagi, Tuhan terlalu baik untuk membiatkan hambaNya dalam kesusahan, dan selalu ada hikmah dibalik setiap kejadian. Tsunami bisa jadi meluluhlantakkan bumi serambi mekah, tapi tsunami juga yang kemudian menyelamatkan mereka dari lilitan hutang. Bagaimana dengan peran Maulana sebagai penulis? Yup, perannya cukup besar. Dialah contact person untuk semua panitia kompetisi dan festival. Dia juga contact person untuk sejumlah KBRI. Karena ia kebetulan tinggal di Jerman, dia aktif dalam kegiatan kesenian dengan mahasiswa Indonesia, dan dia juga aktif dalam perkumpulan mahasiswa Indonesia Jerman. Sehingga menempatkan Maulana sebagai contact person sangat menguntungkan. Mengingat aktivitasnya selama di Jerman, menyebabkan ia banyak berhubungan dengan pihak KBRI dan ia juga lebih mengenal medan, lebih mengenal budaya masyarakat Eropa. Terlepas dari apakah Maulana dulu (sewaktu SMA) adalah anggota KPA (kelompok Angklung di SMA 3) atau bukan, itu tidak lagi penting menurut saya. Untuk masalah lobi, di awal Maulana memang memegang peranan penting. Tapi sekali lagi, ini adalah kerja tim. Saat di Jakarta, dalam tim ada orang-orang hebat yang mampu melobi untuk masalah sponsorship, ataupun sekedar pengurusan visa dan paspor. Saat di Eropa, kenyataannya bukan hanya Maulana yang melobi. Toh, kenyataannya ada orang-orang dalam tim yang juga berperan dalam melobi KBRI ataupun panitia festival. Kerja tim yang luar biasa menurut saya. Selesai membaca buku itu, saya langsung menghubungi Maulana, penulisnya, melalui imel yang tertera di buku. Kami kemudian berteman dan berkomunikasi hanya melalui imel. Melalui Maulana, saya kemudian berkenalan dengan beberapa orang personil yang ikut berangkat ke Eropa. Kali ini saya berkomunikasi secara langsung, dengan telepon. Melalui mereka, saya tahu banyak detail cerita yang tidak diceritakan di buku, termasuk konflik internalnya. Menurut saya, adalah sebuah keputusan yang bijak untuk tidak menampilkan seluruh konflik internal dalam cerita buku itu. Bukan bermaksud untuk mengurangi cerita, tetapi lebih pada apakah layak atau apakah etis mengemukakan konflik internal tersebut? Membuka aib seseorang? Itu bukanlah sesuatu yang penting untuk diceritakan. Toh pembaca sudah menangkap pesan dari tulisan itu. Semangat anak-anak itu untuk tetap berangkat, membawa nama Indonesia, keyakinan untuk sebuah tujuan. Mereka pulang bukan hanya membawa
diceritakan. Toh pembaca sudah menangkap pesan dari tulisan itu. Semangat anak-anak itu untuk tetap berangkat, membawa nama Indonesia, keyakinan untuk sebuah tujuan. Mereka pulang bukan hanya membawa penghargaan, tapi saya yakin kalau mereka belajar banyak tentang kehidupan. Bahkan saya yang membacanya, dan hanya melihatnya dari luar, melalui sebuah buku juga belajar tentang arti persahabatan, semangat dan kerja keras, serta bagaimana sebuah keyakinan akan berbuah indah saat dijalani dengan sungguh-sungguh. Lalu apakah 40days termasuk buku yang sangat tebal untuk jenisnya? Menurut saya, ketebalan sebuah buku adalah relative. Cara penulisnya menceritakannya sangat menarik, karena dituliskan dengan sangat biasa. Dilengkapi dengan begitu banyak catatan dari percakapan melalui chating, imel ataupun sms. Menurut sebagian orang, catatan chating, imel ataupun sms itu tidak penting. Tapi menurut saya, catatan-catatan chating, imel ataupun sms itu justru berbicara lebih banyak dibandingkan rangkaian kata yang disusun penulisnya. Catatan itu adalah saksi perjalanan mereka. Kemudian, apakah Maulana menjadi pahlawan dalam perjalanan itu? Padahal dulu dia bukan siapa-siapa. Mungkin sebelumnya dia hanya ketua OSIS dijamannya yang bahkan tidak terlibat aktif dalam kegiatan KPA3, yang notabene adalah kelompok angklung yang super terkenal itu. Lalu kemudian kenapa sekarang ia yang menjadi pahlawan dalam perjalan itu? Kenyataannya memang seperti itu, suka atau tidak suka. Menganggapnya sebagai pahlawan mungkin menjadi sedikit hiperbol, karena ini adalah kerja tim, Tapi peran Maulana juga tidak bisa diabaikan, he’s doing something for that journey. Maulana sendiri memiliki kelompok angklung bersama teman-temannya di Eropa. Mereka sesekali manggung, bukan hanya untuk pentas angklung tapi juga untuk rampak kendang, wayang kontemporer, dan banyak lagi. Sederet kegiatan kesenian yang menurut saya juga patut mendapat acungan jempol. Saat mengangkat cerita perjalanan 40 days in Europe dalam talkshow Kick Andy, sejumlah konflik internal yang pernah ada kembali mencuat. Sesuatu yang menurut saya tidak perlu ada. Bagaimanapun juga, semua kembali pada manusianya. Meskipun demikian 40 days in Europe, menurut saya hadir semata bukan untuk popularitas penulisnya. Tapi lebih pada menghadirkan kembali semangat mereka, yang pernah dengan kegilaannya nekad berangkat ke Eropa, melakukan sebuah mission impossible. Cerita mereka terlalu sayang untuk tidak dibagikan kepada banyak orang. Agar mereka yang membacanya bisa kembali bercermin, apa yang sudah saya lakukan untuk negeri ini? Mereka yang berangkat adalah orang gila. Tapi mereka tidak akan pernah tahu bahwa mereka bisa kalau mereka tidak pernah mencobanya. Hidup adalah pilihan, dan mereka memilih untuk maju, mencoba sesuatu yang sejak awal terlihat mustahil. Sebuah buku yang sangat inspiratif menurut saya. Buku itu juga hadir untuk mengingatkan kepada kita, agar apa yang mereka alami tidak lagi berulang. Agar perjuangan anak-anak muda lainnya untuk angklung, untuk Indonesia, tidak lagi menemui jalan buntu. Enthusiasm is the force that leads us to the final victory (Paulo Coelho). Percayalah, dalam 40 days in Europe, anda akan benar-benar menemukan implementasi dari quotation Paulo Coelho tersebut.
|4.5* Amazing! Setelah sepuluh hari baca setengah bagian awal yg berisi kisah kesibukan dan perjuangan penulis sebagai mahasiswa "elit" (=ekonomi sulit) berbudaya di Jerman, perencanaan & persiapan grup (termasuk perburuan kompetisi, festival, dan tempat2 konser, juga pencarian dana yang bikin pusing kepala), setengah bagian akhir yang berisi kisah perjalanan dan suka duka selama 40 hari di eropa bisa selesaikan dalam waktu sekitar 2.5 jam, jam setengah 3 sampai jam 5, pagi tadi. kisah di buku ini terasa begitu "nyambung" dengan saya dalam beberapa level: 1. saya mantan anggota KPA 3 awal '90-an (masuk kelas 2). Jaman saya masih jadi anggota aktif KPA 3, bukannya sombong, jadi juara kompetisi angklung tingkat nasional sudah menjadi "budaya". Itu saja sudah bangga rasanya.
1. saya mantan anggota KPA 3 awal '90-an (masuk kelas 2). Jaman saya masih jadi anggota aktif KPA 3, bukannya sombong, jadi juara kompetisi angklung tingkat nasional sudah menjadi "budaya". Itu saja sudah bangga rasanya. Bisa dibayangkan, juara kompetisi musik campuran tingkat dunia tentulah sangat membanggakan. 2. sejak SMA & terutama saat kuliah, saya terlibat dalam kepanitiaaan beberapa event yang cukup besar. Perencanaan program, budgeting, dan pencarian dana yang sulit cukup familiar dalam ingatan saya. Bolak-balik bandung-jakarta untuk mengurus perijinan, presentasi & menemui para calon sponsor, "mengemis" sumbangan pada para alumni, berkonser untuk menggalang dana, adalah sebagian kegiatan "rutin". mangkir kuliah bukan hal baru. ditolak bahkan "diceramahi" dan dilecehkan secara intelektual oleh para calon sponsor, donatur dan alumni adalah hal yg biasa pada masa-masa itu. makdarit, saya sangat bisa merasakan kepanikan dan kegalauan yang dialami oleh anak2 ESA 2004 ketika PT.M yg sebelumnya menjanjikan sponsorship kembali mengingkari janjinya, menarik diri dari sponsorship dengan alasan "dananya dialokasikan untuk pos lain", hanya 2 minggu sebelum tanggal keberangkatan. "Kembali", karena sebelumnya PT.M sudah pernah mbalelo dari kesepakatan, yaitu saat KPA 3 diundang PT.M untuk menyelenggarakan konser di jakarta, yg semula diperuntukan sebagai KONSER PENGGALANGAN DANA ESA 2004 (dengan persetujuan lisan pak Presdir), dimana PT.M mengundang kolega2 bisnisnya sebagai calon sponsor dan donatur potensial, diubah secara sepihak oleh PT.M menjadi konser biasa untuk MENJAMU kolega PT.M semata, hanya 5 hari sebelum konser dilaksanakan. Wot tje puk. Fukyu PT. M. Fukyu presdir PT.M. Akhirnya, setelah berulang kali "mengemis" untuk bertemu dan berbicara langsung dengan pak presdir (saat2 menagih janji, biasanya memang orang2 "penting" itu susah sekali ditemui:p), akhirnya PT.M bersedia mengucurkan dana, yang meskipun jumlahnya jauh dari yang dijanjikan semula, tapi tetap wajib disyukuri. Lesson learnt: segala perjanjian yang berkaitan dengan uang, apalagi dalam jumlah besar, WAJIB segera dituangkan secara tertulis dan ditandatangani semua pihak terkait dalam waktu sesingkat-singkatnya. "Gentlemen agreement" hanya mengilat secara moral untuk dipenuhi, yang tentunya dengan mudah diabaikan oleh pihak2 yg kurang/tidak bermoral. :p (view spoiler)[saya punya dugaan kuat tentang "pos lain" yang disponsori PT.M. but that's another story of another group :p (hide spoiler)] 3. beberapa lagu yang disebut-sebut dibawakan dalam perjalanan ini sepertinya pernah saya mainkan. KPA3 angkatan 90-an dst semestinya pernah mempelajari Santorini aransemen kang Budi. New York-New York pun termasuk lagu "wajib" yang cukup sering dibawakan. Yah...nostalgiaaaa... 4. Pada tahun 2006 saya berkesempatan merasakan menjadi "duta budaya" sebagai anggota team ITB Choir ke the 4th World Choir Games (sebelumnya bernama Choir Olympic) yang diselenggarakan di Xiamen, China, meskipun saat itu saya sudah bekerja dan tidak terlibat langsung dalam kepanitiaan inti selain berlatih dan bantubantu sedikit2 disana-sini. Pada saat itu saya merasakan secara langsung suasana ketika akan tampil diatas pentas, baik itu konser persahabatan maupun saat kompetisi. Lega dan bahagianya ketika sambutan penonton sangat apresiatif terhadap apa yang kita tampilkan, dan rasa bangga dan haru yang menyeruak ketika mengetahui kelompok kita berhasil memenangi medali emas dan perak dari kompetisi yang kita ikuti. Semua itu, terutama apresisi penonton, adalah bayaran yang sangat memuaskan atas kerja keras latihan yg terkadang sangat menuntut. Saya bisa bayangkan perasaan anak2 KPA3 ketika apresiasi dari penonton di berbagai daerah, terutama saat tampil di aberdeen, praha, zakopane dan muenchen, yang begitu antusias hingga meminta encore berkalikali. Perasaan yang sangat luar biasa. Ditambah eratnya persaudaraan yang timbul saat "senasib sepenanggungan" sebagai kelompok yang yg mewakili indonesia di ajang kompetisi di negeri orang, pengalaman seperti ini tentunya tidak terlupakan. Vivat KPA 3!|ngakak, haru, sendu, bangga, salut dan perasaan-perasaan lain serupa adalah emosi yang muncul ketika membaca kisah ini. perjalanan yang dimulai dengan persiapan yang dilakukan antar negara, antar benua
Vivat KPA 3!|ngakak, haru, sendu, bangga, salut dan perasaan-perasaan lain serupa adalah emosi yang muncul ketika membaca kisah ini. perjalanan yang dimulai dengan persiapan yang dilakukan antar negara, antar benua bahkan. dengan kebulatan tekad... rintangan seperti apapun dapat dilalui demi terwujud na mimpi-mimpi itu. karena memang bukan pukulan ke-100 yang membuat batu hancur tapi 99 pukulan sebelum na. setelah mengatasi kendala perijinan, salah paham dengan pihak penyelenggara festival, bahkan sampai pada ketiadaan dana di saat-saat akhir perjalanan ini hendak dilaksanakan, namun... dengan kekuatan semangat dan tekad... maka, kendala apapun dapat diatasi sampai akhir na dapat berangkat ke eropa. walaupun pada akhir na... dalam melaksanakan perjalanan di eropa mereka masih terlilit hutang yang masih harus dibayar dengan segala upaya untuk mendapatkan dana. bukan hanya berkosentrasi pada penampilan yang harus prima dan maksimal, mereka juga perlu berkosentrasi pada pencarian dana untuk membayar hutang-hutang biaya perjalanan mereka. sungguh... orang-orang hebat. mereka mampu mewujudkan sesuatu yang mungkin menurut orang lain adalah sesuatu hal mustahil. teringat perkataan seorang teman: jangan mulai dari langkah ke nol, mulailah dari langkah pertama maka akan mudah untuk melakukan langkah-langkah selanjut na. mungkin mereka juga menganut prinsip ini, maul terutama. masalah apapun yang ada, yang penting menginjakan kaki ke eropa terlebih dahulu. seperti apa masalah yang akan dihadapi nanti na... pecahkan masalah yang ada sambil berjalan. karena seperti kata maul dalam buku ini: perjalanan-perjalanan besar selalu menemui ujian dan kendala. dan kendala-kendala itu tidak pernah terlintas dalam pikiran kita semua sebelumnya. dia datang begitu saja tanpa kompromi... karenanya mulai sekarang kita harus sudah membiasakan diri dengan masalah. kekuatan tekat. itulah yang membuat semua na mungkin ketika sesuatu sudah dianggap mustahil. anak-anak inilah, yang mampu mewujudkan na. membawa nama baik bangsa, dan menanamkan sikap nasionalisme. tanah halaman memang lebih dirindukan ketika kita berada di negeri orang. selamat KPA 3. rhe turut bangga atas keberhasilan kalian. tidak mengikuti kompetisi tapi dianugrahi sebagai penampil terbaik. apalagi yang ikut kompetisi, pastilah menerima penghargaan juga. sungguh-sungguh perjalanan yang memberikan banyak pelajaran, bahwa kita mampu menaklukan dunia. dalam arti yang sebenar na...
kalau kita mau tentu na.|Penerbit : Bentang Cetakan pertama : September 2007 Jumlah halaman : 530 halaman Saya hanya membutuhkan waktu 1 malam saja (plus tidak tidur pastinya) untuk menghabiskan buku 40 Days in Europe nya Maul. Kenapa? Apakah bukunya sangat bagus sehingga saya tidak mau berhenti membacanya? Mungkin ya, mungkin tidak…
Pengalaman seperti yang dialami Maul dan 35 temannya dalam ‘mencari jalan’ untuk bisa ‘menaklukkan daratan Eropa dengan musik asli Indonesia’, saya yakin banyak dialami oleh banyak teman yang lain. Tetapi, bedanya adalah, mereka hanya menyimpan cerita itu untuk mereka sendiri sedangkan kang Maul dengan sangat menyenangkan, mau berbagi pengalamannya untuk pembacanya.
Resensi detail tentang buku ini, silakan baca di blog lain saja ya, karena saya tidak punya kepandaian me-review buku dengan bahasa yang indah. Saya hanya ingin komentar:
Saya suka semangatnya kang Maul dan teman-temannya (terutama tim inti) yang berjuang demikian kerasnya untuk bisa mewujudkan mimpi.
membaca buku ini membuat saya sedikit banyak tahu kalau kang Maul punya tingkat kematangan emosional yang sangat sangat tinggi. Jadi bisa belajar banyak dari dia bagaimana mengelola emosi.
membaca buku ini membuat saya sedikit banyak tahu kalau kang Maul punya tingkat kematangan emosional yang sangat sangat tinggi. Jadi bisa belajar banyak dari dia bagaimana mengelola emosi.
Membaca buku ini jadi membuat saya jadi ingat buku MesTaKung nya Johannes Surya, yang membahas tentang : kalau kita berusaha dan berada dalam satu kondisi sangat terjepit, pasti ada saja jalan keluarnya karena Semesta Mendukung. Di buku ini, segala keajaiban penyelesaian permasalahan, kebetulan-kebetulan yang menyenangkan dan akhirnya melegakan, membuktikan MesTaKung.
Karena pernah berada pada kondisi seperti yang kang Maul ceritakan (walaupun sangat jauh dari kehebohan yang kang Maul ceritakan) tapi sedikit banyak saya bisa membayangkan bagaimana repotnya, bagaimana deg-deg an nya saat tinggal menghitung hari, semua belum ‘clear’. Untuk event yang kecil yang nggak keliling dari satu Negara ke Negara lain, yang nggak harus berhubungan dengan banyak lembaga saja sudah repot… apalagi seperti yang dialami oleh kang Maul dan teman-temannya itu…. Wah… pastilah kenyang dan puas dengan masalah.
Buku ini ‘highly recommended’ untuk orang yang sedang melakukan usaha tertentu dan ternyata menghadapi ‘tembok’ atau mendapatkan banyak halangan.
Membaca buku ini, memberikan banyak semangat untuk tidak mudah putus asa.
Buku yang sangat INSPIRASIONAL!! Senang menemukan buku ini dan bisa membacanya…|Bermimpilah maka Tuhan akan memeluk mimpi2 itu (Arai:Sang Pemimpi) Mungkin itu salah satu prinsip yang dipegang sama kelompok musik dari KPA 3 ini (keluarga paduan Angklung) SMA 3 Bandung. Bukannya apa2, berangkat dari mimpi2 tersebut, mereka bisa go Internasional ke beberapa negara Eropa dalam rangka misi kebudayaan yang ingin ditularkan ke luar negeri. Dalam Expand the sound of Angklung, ke-35 anggota KPA 3 berhasil membawa nama Indonesia di mata dunia yang walaupun pada awalnya sempat kelimpungan mencari dana kesana kemari toh kerja keras mereka membuahkan hasil. Konser2 yang digelar berhasil menarik perhatian masyarakat dunia dan akhirnya lagu Indonesia Raya dikumandangkan di se-antero Eropa...penuturan yang sederhana membuat kita enak dalam membaca buku ini karena diceritakan dengan gaya buku harian...pokoknya two thumbs (kalo perlu 4 deh) up buat mereka...satu lagi, buku ini bikin kita tambah cinta sama negara kita Indonesia ini.