BAB II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Deskripsi Daerah Penelitian Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang memiliki luas 31.441,024 ha (Analisis GIS, 2015) terdiri dari 20 desa yang berada pada garis lintang 3o38’0” sampai 3o54’0” dan garis bujur 98o30’00” sampai 98o42’00”. Ketinggian tempat 13 – 28 m dpl dengan kemiringan lereng 0-15 % tetapi di dominasi oleh lereng <2 % (datar). Kecamatan Hamparan Perak memiliki curah hujan 1600-2400 mm/tahun. Adapun batas-batas wilayah Kecamatan ini menurut Suhedy (2014) adalah sebagai berikut: -
Sebelah Utara berbatas dengan Kecamatan Percut Sei Tuan
-
Sebelah Selatan berbatas dengan Kecamatan Sunggal
-
Sebelah Barat berbatas dengan Kecamatan Medan Sunggal
-
Sebelah Timur berbatas dengan Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat
2.2. Evaluasi Kesesuaian Lahan Lahan merupakan bagian dari bentang darat (Land Scape) yang mencakup lingkungan fisik seperti iklim, topografi, vegetasi alami yang semuanya secara potensial akan berpengaruh terhadap penggunaan lahan (FAO, 1976). Satu jenis penggunaan lahan akan berkaitan dengan penggunaan lainnya. Pola kaitan antara satu dengan yang lainnya bergantung dari keadaan fisik, sosial ekonomi dan budaya masyarakat setempat (Sitorus, 2004). Evaluasi lahan adalah proses pendugaan tingkat kesesuaian lahan untuk berbagai alternatif penggunaan lahan, baik untuk pertanian, kehutanan, pariwisata,
21
konservasi lahan atau jenis penggunaan lainnya (Ritung et al, 2011). Hardjowigeno (2007) mengatakan bahwa tujuan dari evaluasi lahan adalah untuk menentukan nilai dari suatu lahan untuk tujuan tertentu. Evaluasi lahan pada dasarnya merupakan proses kerja untuk memprediksi potensi sumber daya lahan untuk berbagai penggunaan. Adapun kerangka dasar dari evaluasi sumberdaya lahan adalah membandingkan persyaratan yang diperlukan untuk suatu penggunaan lahan tertentu dengan sifat sumberdaya yang ada pada lahan tersebut. Sebagai dasar pemikiran yang utama dalam prosedur evaluasi lahan adalah kenyataan bahwa berbagai penggunaan lahan membutuhkan persyaratan yang berbeda-beda, oleh karena itu dibutuhkan keterangan dan informasi tentang lahan tersebut menyangkut berbagai aspek sesuai dengan penggunaan lahan yang diperuntukkan (Sitorus, 2004). Ritung et al (2011) menjelaskan bahwa kesesuaian lahan adalah kecocokan suatu lahan untuk penggunaan tertentu ditinjau dari sifat lingkungan fisiknya, yang terdiri dari iklim, tanah, topografi, hidrologi dan/atau drainase yang sesuai untuk suatu usaha tani atau komoditas tertentu yang produktif. Klasifikasi kesesuaian lahan merupakan proses penilaian dan pengelompokan unit-unit lahan menurut kesesuaiannya bagi penggunaan tertentu. Menurut Hardjowigeno (2007), dalam evaluasi lahan suatu wilayah perlu lebih dulu dilakukan survei dan pemetaan tanah serta sumberdaya fisik wilayah seperti relief, iklim dan sebagainya sehingga dapat dihasilkan suatu peta tanah (lahan) dengan batas-batas satuan peta tanah (lahan) yang jelas. Penentuan batasbatas satuan peta lahan didasarkan pada sifat lahan yang mudah dipetakan seperti
22
relief atau lereng, bentuk lahan (landform), jenis tanah dan bahan induk tanah. Pemisahan satuan lahan/tanah sangat penting untuk keperluan analisis dan interpretasi dalam menilai potensi atau kesesuaian lahan bagi suatu penggunaan
2.3. Karakteristik Lahan Untuk keperluan evaluasi lahan sifat-sifat lingkungan fisik suatu wilayah dirinci kedalam kualitas lahan (Land quality) dan setiap kualitas lahan dapat terdiri atas satu atau lebih karakteristik lahan ( Land characteristic). Beberapa kualitas lahan umumnya mempunyai hubungan satu sama lainnya didalam pengertian kualitas lahan. Kualitas lahan adalah sifat-sift atau atribut yang komplek dari suatu satuan lahan sedangkan karakteristik lahan adalah sifat lahan yang dapat diukur seperti kedalaman efektif, kemiringan dan lain-lain (Djaenudin et al, 2003). Dalam menyusun kriteria kelas kesesuaian lahan yang dikaitkan dengan kualitas dan karakteristik lahan maka persyaratan tumbuh tanaman dijadikan dasar untuk menyusunnya. Kualitas lahan yang optimum bagi kebutuhan tanaman merupakan batasan bagi kelas kesesuaian yang paling baik (S1). Sedangkan kualitas lahan yang dibawah optimum merupakan batasan kelas kesesuaian lahan antara kelas yang cukup sesuai (S2) dan sesuai marginal (S3). Diluar batasan tersebut diatas merupakan lahan-lahan yang tergolong tidak sesuai (N) (Djaenudin et al, 2003). Konsep lain dalam klasifikasi penilaian lahan adalah kelas kesesuaian lahan aktual dan potensial. Kelas kesesuaian lahan aktual ialah kelas kesesuian lahan kondisi sekarang (saat penelitian) sedangkan kelas kesesuaian potensial
23
adalah kelas kesesuaian lahan setelah diadakan tindakan-tindakan perbaikan untuk mengurangi faktor pembatas yang ada (Djaenudin et al, 2003).
2.4. Syarat tumbuh Tanaman Lahan Sawah 2.4.1. Padi (Oryza sativa) Padi merupakan tanaman pangan berupa rumput berumpun. Tanaman pertanian kuno berasal dari dua benua yaitu Asia dan Afrika Barat tropis dan subtropis. Bukti sejarah memperlihatkan bahwa penanaman padi di Zhejiang (Cina) sudah dimulai pada 3.000 tahun SM. Fosil butir padi dan gabah ditemukan di Hastinapur Uttar Pradesh India sekitar 100-800 SM. Selain Cina dan India, beberapa wilayah asal padi adalah, Bangladesh Utara, Burma, Thailand, Laos, Vietnam (Prihatman, 2000). Klasifikasi botani tanaman padi adalah sebagai berikut, Divisi : Spermatophyta, Sub divisi : Angiospermae, Kelas : Monotyledonae, Keluarga : Gramineae (Poaceae), Genus : Oryza, Spesies : Oryza spp (Prihatman, 2000). Produksi padi pada tahun 2014 (ASEM) sebesar 3,63 ton Gabah Kering Giling (GKB), turun sebesar 98.281 ton dibanding produksi padi ATAP tahun 2013. Penurunan produksi disebabkan penurunan luas panen sebesar 26.314 hektar atau 3,54 persen. Penurunan produksi padi pada tahun 2014 sebesar 98.281 ton (2,64%) terjadi pada subround Mei-Agustus sebesar 89.305 ton (7,93%) dan subround September-Desember sebesar 27.289 ton (2,49%) sedangkan pada subround Januari-April produksi naik sebesar 18.313 ton (1,22%) dibandingkan dengan produksi pada subround yang sama di tahun 2013 (BPS, 2015).
24
Tanaman padi tumbuh di daerah tropis/subtropis pada 45 derajat LU sampai 45 derajat LS dengan cuaca panas dan kelembaban tinggi dengan musim hujan 4 bulan. Rata-rata curah hujan yang baik adalah 200 mm/bulan atau 15002000 mm/tahun. Padi dapat ditanam di musim kemarau atau hujan. Pada musim kemarau produksi meningkat asalkan air irigasi selalu tersedia. Di musim hujan, walaupun air melimpah prduksi dapat menurun karena penyerbukan kurang intensif. Di dataran rendah padi memerlukan ketinggian 0-650 m dpl dengan temperatur 22-27 oC sedangkan di dataran tinggi 650-1.500 m dpl dengan temperatur 19-23 oC. Tanaman padi memerlukan penyinaram matahari penuh tanpa naungan. Angin berpengaruh pada penyerbukan dan pembuahan tetapi jika terlalu kencang akan merobohkan tanaman (Prihatman, 2000). Padi sawah ditanam di tanah berlempung yang berat atau tanah yang memiliki lapisan keras 30 cm di bawah permukaan tanah. Menghendaki tanah lumpur yang subur dengan ketebalan 18-22 cm. Keasaman tanah antara pH 4,07,0. Pada padi sawah, penggenangan akan mengubah pH tanah menjadi netral (7,0). Karena mengalami penggenangan, tanah sawah memiliki lapisan reduksi yang tidak mengandung oksigen dan pH tanah sawah biasanya mendekati netral (Prihatman, 2000).
2.5. Syarat Tumbuh Tanaman Lahan Kering 2.5.1. Jagung (Zea mays L) Jagung merupakan salah satu komoditas palawija yang di utamakan untuk di kembangkan dalam rangka menunjang industri dan ekspor. Permintaan jagung dalam beberapa tahun terakhir terus meningkat, sesuai dengan perkembangan
25
indutri pangan dan pakan dalam negeri maupun pasar internasional. Lonjakan permintaan telah menempatkan indonesia dalam posisi pengimpor jagung. Berdasarkan angka ramalan Badan Pusat Statistik (2014), produksi jagung tahun 2014 di perkirakan sebanyak 19,13 juta ton, Dengan kata lain mengalami kenaikan 0,62 juta ton (3,33 %) di banding tahun 2013. Lahan untuk pengembangan jagung tersedia cukup luas, terutama di Sumatera, Kalimantan, Irian dan Sulawesi. Sekitar 6,96 juta hektar lahan yang terdapat di 14 provinsi di indoneia tergolong potensial untuk pengembangan jagung. Produktivitas jagung nasional baru mencapai 3,1 t/ha (Tahmrin, 2009). Di tingkat Penelitian, produktivitas jagung berkisar antara 4,5 – 10,0 t/ha, bergantung kondisi lahan dan tingkat penerapan teknologi (Subandi 2008). Sistimatika tanaman jagung adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan), Divisio : Spermatophyta (tumbuhan berbiji), Sub Divisio : Angiospermae (berbiji tertutup), Classis : Monocotyledone (berkeping satu), Ordo : Graminae (rumput-rumputan), Familia : Graminaceae, Genus : Zea, Species : Zea mays L (Prihatman, 2000). Iklim yang dikehendaki oleh sebagian besar tanaman jagung adalah daerahdaerah beriklim sedang hingga daerah beriklim sub-tropis/tropis yang basah. Jagung dapat tumbuh di daerah yang terletak antara 0-50 derajat LU hingga 0-40 derajat LS. Suhu yang dikehendaki tanaman jagung antara 21-34 oC, akan tetapi bagi pertumbuhan tanaman yang ideal memerlukan suhu optimum antara 23-27 oC. Pada proses perkecambahan benih jagung memerlukan suhu yang cocok sekitar 30 oC (Prihatman, 2000).
26
Jagung tidak memerlukan persyaratan tanah yang khusus. Agar supaya dapat tumbuh optimal tanah harus gembur, subur dan kaya humus. Jenis tanah yang dapat ditanami jagung antara lain: andosol (berasal dari gunung berapi), latosol, grumosol, tanah berpasir. Pada tanah-tanah dengan tekstur berat (grumosol) masih dapat ditanami jagung dengan hasil yang baik dengan pengolahan tanah secara baik. Sedangkan untuk tanah dengan tekstur lempung/liat (latosol) berdebu adalah yang terbaik untuk pertumbuhannya. Keasaman tanah erat hubungannya dengan ketersediaan unsur-unsur hara tanaman. Keasaman tanah yang baik bagi pertumbuhan tanaman jagung adalah pH antara 5,6 - 7,5. Tanaman jagung membutuhkan tanah dengan aerasi dan ketersediaan air dalam kondisi baik. Tanah dengan kemiringan kurang dari 8 % dapat ditanami jagung, karena disana kemungkinan terjadinya erosi tanah sangat kecil. Sedangkan daerah dengan tingkat kemiringan lebih dari 8 %, sebaiknya dilakukan pembentukan teras dahulu (Prihatman, 2000). Jagung dapat ditanam di Indonesia mulai dari dataran rendah sampai di daerah pegunungan yang memiliki ketinggian antara 1000-1800 m dpl. Daerah dengan ketinggian optimum antara 0-600 m dpl merupakan ketinggian yang baik bagi pertumbuhan tanaman jagung (Prihatman, 2000). Pemupukan sangat berpengaruh terhadap peningkatan produktivitas jagung. Menurut data penelitian Sutoro et al (1988), tanaman jagung yang kekurangan nitrogen hasilnya turun sampai 30 %. Fosfor berperan dalam pembentukan bunga, buah, biji dan perkembangan akar yang pada gilirannya meningkatkan kualitas tanaman. Kekurangan fosfor mempengaruhi aspek
27
metabolisme dan pertumbuhan tanaman khususnya pembentukan tongkol dan biji tidak normal. Tanaman jagung yang kekurangan kalium mengakibatkan hasilnya turun sampai 10 % (Tahmrin, 2009).
2.5.2. Kedelai (Glycine max L) Kedelai (Glycine max L.) merupakan salah satu komoditas pangan bergizi tinggi sebagai sumber protein nabati dan rendah kolesterol dengan harga terjangkau. Di Indonesia, kedelai banyak diolah untuk berbagai macam bahan pangan, seperti: tauge, susu kedelai, tahu, kembang tahu, kecap, oncom, tauco, tempe, es krim, minyak makan, dan tepung kedelai. Selain itu, juga banyak dimanfaatkan sebagai bahan pakan ternak (Atman, 2006). Kedelai sebagai sumber protein dan pangan fungsional (functional food) mempunyai nilai strategis dalam meningkatkan ketahanan pangan nasional. Beberapa negara penghasil kedelai mulai mengarahkan objek penelitiannya pada peningkatan mutu gizi kedelai. Pangan fungsional mengandung makna adanya kandungan unsur non gizi yang berkhasiat bagi kesehatan (Adie, 2009). Saat ini produksi kedelai nasional hanya dapat memenuhi 32 % dari kebutuhan dalam negeri, sedang sisanya harus diimpor. Oleh karena itu, upaya peningkatan kinerja sistem produksi kedelai sebagai subsistem ketahanan pangan nasional merupakan suatu keharusan (Adie, 2009). Salah satu aspek penting dari kedelai sebagai sumber pangan fungsioanl adalah kandungan isoflavonnya. Manfaat isoflavon bagi kesehatan manusia sangat banyak di antaranya berperan penting untuk mencegah penyakit kronis seperti kardiovaskular, mencegah osteoporosis dan antioksidan (Adie, 2009).
28
Dilahan sawah, kedelai di tanam pada saat musim kemarau setelah panen padi. Sedangkan di lahan kering (tegalan) kedelai ditanam pada musim hujan. Kedelai bisa tumbuh dengan baik dan memberikan hasil yang cukup tinggi pada lahan kering masam di wilayah Sumatera dan Kalimantan serta sebagian Jawa (Atman, 2006). Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai jenis liar Glycine ururiencis, merupakan kedelai yang menurunkan berbagai kedelai yang kita kenal sekarang (Glycine max (L) Merril). Berasal dari daerah Manshukuo (Cina Utara). Di Indonesia, yang dibudidayakan mulai abad ke-17 sebagai tanaman makanan dan pupuk hijau. Penyebaran tanaman kedelai ke Indonesia berasal dari daerah Manshukuo menyebar ke daerah Mansyuria: Jepang (Asia Timur) dan ke negara-negara lain di Amerika dan Afrika. Sistematika tanaman kedelai adalah sebagai berikut, Familia : Leguminosae, Subfamili : Papilionoidae, Genus : Glycine, Species : Glycine max L (Prihatman, 2000). Tanaman kedelai sebagian besar tumbuh di daerah yang beriklim tropis dan subtropis. Sebagai barometer iklim yang cocok bagi kedelai adalah bila cocok bagi tanaman jagung. Bahkan daya tahan kedelai lebih baik daripada jagung. Iklim kering lebih disukai tanaman kedelai dibandingkan iklim lembab. Tanaman kedelai dapat tumbuh baik di daerah yang memiliki curah hujan sekitar 100-400 mm/bulan. Sedangkan untuk mendapatkan hasil optimal, tanaman kedelai membutuhkan curah hujan antara 100-200 mm/bulan. Suhu yang dikehendaki tanaman kedelai antara 21-34 oC, akan tetapi suhu optimum bagi pertumbuhan
29
tanaman kedelai 23-27 oC. Pada proses perkecambahan benih kedelai memerlukan suhu yang cocok sekitar 30 oC (Prihatman, 2000).
2.5.3. Ubikayu (Manihot utilissima Pohl) Sebagai sumber karbohidrat, ubikayu dapat menjadi bahan pangan pokok alternatif yang penting setelah padi dan jagung. Tanaman Ubikayu relatif tahan terhadap kekeringan, tidak rentan terhadap serangan hama-penyakit dan dapat di produksi pada tanah yang kurang subur (Zuraida, 2010). Ubikayu mempunyai fungsi multiguna, sebagai bahan pangan sumber karbohidrat, bahan baku industri, makanan, kosmetika dan pakan serta bahan energi. Ubikayu dapat di olah menjadi tapioka, sirup glukosa, bahan perekat polywood. Bahan baku ubikayu mudah disediakan, input produksi murah dan total biaya produksi relatif kecil (Prihatman, 2000). Peluang untuk peningkatan produksi ubikayu cukup besar dengan biaya yang relatif rendah. Rata-rata produktivitas ubikayu di tingkat petani sekitar 18 t/ha, masih lebih rendah dibandingkan dengan produktifitas optimal, antara 35-40 t/ha (Zuraida, 2010). Ubikayu mempunyai kandungan vitamin C yang lebih tinggi dibandingkan umbi-umbian yang lain (ubijalar, talas, kimpul, ubi kelapa). Daun ubikayu muda memiliki kandungan protein, vitamin C, kandungan Ca dan oxalat yang lebih tinggi di bandingkan dengan tanaman sayuran lainnya seperti kubis, bayam dan wortel (Woolfe, 1989). Klasifikasi tanaman ubikayu adalah sebagai berikut, Kingdom : Plantae atau tumbuh-tumbuhan Divisi : Spermatophyta atau tumbuhan berbiji Sub Divisi :
30
Angiospermae atau berbiji tertutup, Kelas : Dicotyledoneae atau biji berkeping dua, Ordo : Euphorbiales, Famili : Euphorbiaceae, Genus : Manihot, Spesies : Manihot utilissima Pohl, Manihot esculenta Crantz sin (Prihatman, 2000). Curah hujan yang sesuai untuk tanaman ubikayu antara 1.500-2.500 mm/tahun. Suhu udara minimal bagi tumbuhnya ketela kohon sekitar 10 oC. Bila suhunya di bawah 10 oC menyebabkan pertumbuhan tanaman sedikit terhambat, menjadi kerdil karena pertumbuhan bunga yang kurang sempurna. Kelembaban udara optimal untuk tanaman ubikayu antara 60-65%.
Sinar matahari yang
dibutuhkan bagi tanaman ubikayu sekitar 10 jam/hari terutama untuk kesuburan daun dan perkembangan umbinya (Prihatman, 2000). Tanah yang paling sesuai untuk ubikayu adalah tanah yang berstruktur remah, gembur, tidak terlalu liat dan tidak terlalu poros serta kaya bahan organik. Tanah dengan struktur remah mempunyai tata udara yang baik, unsur hara lebih mudah tersedia dan mudah diolah. Untuk pertumbuhan tanaman ubikayu yang lebih baik, tanah harus subur dan kaya bahan organik baik unsur makro maupun mikronya (Prihatman, 2000). Jenis tanah yang sesuai untuk tanaman ubikayu adalah jenis aluvial latosol, podsolik merah kuning, mediteran, grumosol dan andosol. Derajat keasaman (pH) tanah yang sesuai untuk budidaya ubikayu berkisar antara 4,5-8,0 dengan pH ideal 5,8. Pada umumnya tanah di Indonesia ber-pH rendah (asam), yaitu berkisar 4,05,5, sehingga seringkali dikatakan cukup netral bagi suburnya tanaman ubikayu. Ketinggian tempat yang baik dan ideal untuk tanaman ubikayu antara 10–700 m dpl, sedangkan toleransinya antara 10–1.500 m dpl. Jenis ubikayu tertentu dapat
31
ditanam pada ketinggian tempat tertentu untuk dapat tumbuh optimal (Prihatman, 2000).
2.5.4. Ubijalar (Ipomoea batatas) Ubi jalar atau ketela rambat atau “sweet potato” diduga berasal dari Benua Amerika. Para ahli botani dan pertanian memperkirakan daerah asal tanaman ubi jalar adalah Selandia Baru, Polinesia, dan Amerika bagian tengah. Nikolai Ivanovich Vavilov, seorang ahli botani Soviet, memastikan daerah sentrum primer asal tanaman ubi jalar adalah Amerika Tengah. Ubi jalar mulai menyebar ke seluruh dunia, terutama negara-negara beriklim tropika pada abad ke-16. Orangorang Spanyol menyebarkan ubi jalar ke kawasan Asia, terutama Filipina, Jepang, dan Indonesia (Prihatman, 2000). Hampir 90% produksi ubijalar di Indonesia di gunakan untuk bahan pangan dengan tingkat konsumsi 6,6 kg/kapita/tahun. Sebagai bahan pangan, produk olahan ubijalar masih terbatas dalam bentuk makanan tradisional, seperti ubi rebus, ubi goreng, kolak, getuk, timus dan kripik yang citranya di anggap lebih rendah di banding produk olahan asal terigu, beras dan ketan (Prihatman, 2000). Klasifikasi tanaman ubijalar adalah sebagai berikut, Kingdom: Plantae atau tumbuh-tumbuhan, super Divisi: Spermatophyta atau tumbuhan berbiji, Divisi : Magnoliopyta, Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua/dikotil), Ordo: sub kelas: Asteridae, Ordo : Solanales, Famili : Convolvulaceae (suku kangkungkangkungan), Genus: Ipomoea, Spesies: Ipomoea batatas Poir (Prihatman, 2000).
32
Tanaman ubi jalar membutuhkan hawa panas dan udara yang lembab. Daerah yang paling ideal untuk budidaya ubi jalar adalah daerah yang bersuhu 2127 oC. Daerah yang mendapat sinar matahari 11-12 jam/hari merupakan daerah yang disukai. Pertumbuhan dan produksi yang optimal untuk usaha tani ubi jalar tercapai pada musim kering (kemarau). Di tanah yang kering (tegalan) waktu tanam yang baik untuk tanaman ubi jalar yaitu pada waktu musim hujan, sedang pada tanah sawah waktu tanam yang baik yaitu sesudah tanaman padi dipanen. Tanaman ubi jalar dapat ditanam di daerah dengan curah hujan 500-5000 mm/tahun, optimalnya antara 750-1500 mm/tahun (Prihatman, 2000). Hampir setiap jenis tanah pertanian cocok untuk membudidayakan ubi jalar. Jenis tanah yang paling baik adalah pasir berlempung, gembur, banyak mengandung bahan organik, aerasi serta drainasenya baik. Penanaman ubi jalar pada tanah kering dan pecah-pecah sering menyebabkan ubi jalar mudah terserang hama penggerek (Cylas sp.). Sebaliknya, bila ditanam pada tanah yang mudah becek atau berdrainase yang jelek, dapat menyebabkan pertumbuhan tanaman ubi jalar kerdil, ubi mudah busuk, kadar serat tinggi, dan bentuk ubi benjol. Derajat keasaman tanah (pH) adalah 5,5-7,5. Sewaktu muda memerlukan kelembaban tanah yang cukup (Prihatman, 2000) Ubi jalar cocok ditanam di lahan tegalan atau sawah bekas tanaman padi, terutama pada musim kemarau. Pada waktu muda tanaman membutuhkan tanah yang cukup lembab. Oleh karena itu, untuk penanaman di musim kemarau harus tersedia air yang memadai. Di Indonesia yang beriklim tropik, tanaman ubi jalar cocok ditanam di dataran rendah hingga ketinggian 500 m dpl. Di dataran tinggi
33
dengan ketinggian 1.000 m dpl, ubi jalar masih dapat tumbuh dengan baik, tetapi umur panen menjadi panjang dan hasilnya rendah (Prihatman, 2000).
2.5.5. Sawo ( Achras zapota) Sawo yang disebut neesbery atau sapodilas adalah tanaman buah yang berasal dari Guatemala (Amerika Tengah), Mexico dan Hindia Barat. Namun di. Indonesia, tanaman sawo telah lama dikenal dan banyak ditanam mulai dari dataran rendah sampai tempat dengan ketinggian 1200 m dpl, seperti di Jawa dan Madura (Prihatman, 2000). Tanaman sawo dalam taksonomi tumbuhan diklasifikasikan sebagai berikut; Divisi : Spermatophyta (Tumbuhan berbiji), Sub Divisi : Angiospermae (Berbiji tertutup), Kelas : Dicotyledonae (Biji berkeping dua), Ordo : Ebenales, Famili : Sapotaceae, Genus : Achras atau Manilkara, Spesies : Achras zapota. L sinonim dengan Manilkara achras (Prihatman, 2000). Sawo dapat tumbuh optimal jika di budidayakan pada daerah beriklim basah sampai kering dengan suhu antara 22-32 oC. Curah hujan yang dikehendaki yaitu 12 bulan basah atau 10 bulan basah dengan 2 bulan kering atau 9 bulan basah dengan 3 bulan kering atau 7 bulan basah dengan 5 bulan kering dan 5 bulan basah dengan 7 bulan kering atau membutuhkan curah hujan 2.000 sampai 3.000 mm/tahun. Tanaman sawo dapat berkembang baik dengan cukup mendapat sinar matahari namun toleran terhadap keadaan teduh/ dibawah naungan (Prihatman, 2000). Jenis tanah yang paling baik untuk tanaman sawo adalah tanah lempung berpasir (latosol) yang subur, gembur, banyak bahan organik, aerasi dan drainase
34
baik. Tetapi hampir semua jenis tanah yang digunakan untuk pertanian cocok untuk ditanami sawo, seperti jenis tanah andosol (daerah vulkan), alluvial loams (daerah aliran sungai), dan loamy soils (tanah berlempung) (Prihatman, 2000). Derajat keasaman tanah (pH tanah) yang cocok untuk perkembangan tanaman sawo adalah antara 6–7. Kedalaman air tanah yang cocok untuk perkembangan tanaman sawo, yaitu antara 50 cm sampai 200 cm. Tanaman ini resisten terhadap kekeringan dan memiliki toleransi terhadap salinitas tanah sampai 8 dS/m (Kusmiyati et al, 2014). Tanaman sawo memiliki kemampuan produktivitas yang berbeda setiap varietasnya
dimana
sawo
jawa
mampu
berbuah
sebanyak
1000–3000
buah/pohon/musim panen atau setara dengan 50 – 150 kg. Sawo manila yang berusia 5-9 tahun mempunyai produktivitas antara 600 – 1000 buah/pohon/musim panen atau 30 – 50 kg. Sawo palem dan sawo apel yang berusia 5- 9 tahun mempunyai produktivitas antara 400 – 1000 buah/pohon/musim panen atau 20 – 50 kg (Kusmiyati et al., 2014). Produksi tanaman sawo mengalami fluktuasi setiap tahunnya, pada tahun 2009 produksi sawo di Provinsi Sumatera Utara mencapai 13.833 ton, tahun 2010 turun menjadi 6.711 ton dan tahun 2013 mencapai 9.291 ton (BPS, 2015). Tanaman sawo tergolong tanaman multiguna. Selain berfungsi makanan buah segar atau bahan makanan, sawo juga berfungsi sebagai tanaman penghijau di lahan kering dan kritis (Kusmiyati et al., 2014).
35
2.5.6. Mangga (Mangifera spp) Mangga merupakan tanaman salah satu jenis buah tropika penting yang banyak di sukai konsumen. Selain di makan dalam bentuk segar, buah mangga dapat di konsumsi dalam bentuk olahan seperti jus, selai, sale dan bijinya dapat di olah menjadi tepung. Produksi mangga masih lebih besar untuk mencukupi konsumsi dalam negeri, yang bru mencapai 60,9 % dari rekomendasi FAO sebesar 65,75 kg/kapita/tahun. Hal ini menunjukkan bahwa masih terbuka lebar pasar agribisnis buah mangga baik dalam maupun luar negeri (Sakhidin, 2008). Klasifikasi botani tanaman mangga adalah sebagai berikut; Divisi : Spermatophyta, Sub divisi : Angiospermae, Kelas : Dicotyledonae, Keluarga : Anarcadiaceae, Genus : Mangifera, Spesies : Mangifera spp (Prihatman, 2000). Tanaman mangga cocok untuk hidup di daerah dengan musim kering selama 3 bulan. Masa kering diperlukan sebelum dan sewaktu berbunga. Jika ditanam di daerah basah, tanaman mengalami banyak serangan hama dan penyakit serta gugur bunga/buah jika bunga muncul pada saat hujan. Derajat keasaman tanah (pH tanah) yang cocok adalah 5.5 sampai 7.5. Jika pH di bawah 5,5 sebaiknya dikapur dengan dolomit. Mangga yang ditanam didataran rendah dan menengah dengan ketinggian 0-500 m dpl menghasilkan buah yang lebih bermutu dan jumlahnya lebih banyak dari pada di dataran tinggi (Prihatman, 2000). Di Indonesia, daerah yang cocok untuk menanam mangga adalah daerah dataran rendah dengan musim panas yang kuat serta volume curah hujan yang rendah sampai sedang. Musim kemarau yang cocok untuk tanaman mangga adalah sekitar 2-8 bulan dalam satu tahun, serta memerlukan curah hujan berkisar
36
750-2.500 mm pertahun. Temperatur optimum 24 – 27 oC. Tanah yang baik untuk budidaya mangga adalah lempung berpasir (Suryaman, 2013).
2.5.7. Sukun ( Astocarpus astilis) Di Indonesia tanaman penghasil karbohidrat sangat beraneka ragam, antara lain
dari jenis umbi-umbian, seperti ubijalar, ubikayu, garut, ganyong dan
beberapa jenis serealia seperti jagung, cantel dan sorgum. Sukun yang merupakan tanaman pohon juga penghasil karbohidrat tetapi belum di kelola secara intensif dan agak terabaikan oleh masyarakat (Supriati, 2010). Klasifikasi tanaman sukun adalah Kingdom : Plantae, Divisio : Magnoliophyta, Class : Magnoliopsida, Ordo : Urticales, Familia : Moraceae, Genus : Artocarpus, Spesies : Artocarpus communis (Syamsuhidayat, 1991). Tanaman sukun mempunyai arti penting dalam menopang kebutuhan sumber pangan karena sumber kalorinya dan kandungan gizi yang tinggi. Sukun masuk dalam lampiran International Treaty on Genetic Resource for Food and Agriculture sehingga penangan jenis ini akan berkontribusi terhadap upaya global dalam menjamin ketahanan pangan. Dalam bidang kehutanan, sukun merupakan salah satu jenis pohon yang dipilih dalam kegiatan Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan. Semakin dikenalnya buah sukun di masyarakat dan kecocokan tempat tumbuh akan mendorong terbukanya pasar untuk komoditas ini (Hendalastuti, 2006). Sukun termasuk tanaman asli tropik, tumbuh baik di dataran rendah beriklim panas dengan temperatur 15-38 oC. Kisaran Toleransi tumbuhnya cukup lebar, mulai dari wilayah panati sampai ketinggian 700 m dpl. Pada musim
37
kemarau saat tanaman lain menurun produksinya, sukun justru dapat menghasilkan buah dengan lebat. Sukun sangat cocok untk agroekosistem yang banyak mendapat penyinaran matahari seperti wilayah tropis, bahkan tetap dapat berbuah meski curah hujan relatif kurang (Supriati, 2010). Daun sukun banyak dimanfaatkan untuk mengatasi berbagai gangguan kesehatan, selain dapat menyebabkan kadar kolesterol darah, ada pula yang memanfaatkannya sebagai obat ginjal. Getahnya dapat di olah untuk bahan campuran dalam pembuatan bejana tidak tembus air. Direktorat Jenderal hortikultura Kementerian Pertanian telah merintis pengembangan sukun sejak 2002. Saat itu juga produksi sukun di indonesia terus meningkat dari 62.432 ton tahun 2003 menjadi 66.994 pada tahun 2004 dan pada tahun 2005 menjadi 73.637 ton (Supriati, 2010). Kandungan karbohidrat dari 100 gr sukun sama dengan 1/3 karbohidrat beras. Apabila buah sukun tersebut di olah menjadi tepung sukun maka kandungan karbohidratnya menjadi setara dengan beras (Supriati, 2009). Jenis tanaman sukun merupakan salah satu tanaman keras/tanaman kehutanan yang mempunyai nilai ekonomis karena menghasilkan buah yang memiliki kandungan gizi yang tinggi, sehingga berpotensi untuk dikembangkan sebagai komoditas penghasil sumber pangan bagi masyarakat. Apalagi produksi beras di Indonesia belum mencukupi kebutuhan penduduk Indonesia sehingga masih harus mengadakan impor beras setiap tahunnya. Dengan demikian, sukun merupakan sumber bahan pangan potensial pada masa mendatang terutama dalam mendukung program keanekaragaman pangan.
38