3 PERIODE PERTAMA REJIM PANGAN Resensi dari journal : Land grabbing, conflict and agrarian‐environmental transformations: perspectives from East and Southeast Asia An international academic conference 5‐6 June 2015, Chiang Mai University Conference Paper No. 1 Food Regimes and Food Regime Analysis: A Selective Survey Henry Bernstein April 2015 Rejim pangan yang pertama ditandai dengan sentralisme hegemoni Inggris sebagai negara kolonial yang dominan , yang sekiranya terjadi di antara tahun 1870 hingga 1914 , dengan kekuatannya sebagai negara kolonial yang mampu memusatkan impor serta mensirkulasikan (secara terkonsentrasi) atas produk pangan (terutama komoditi gandum) dengan dukungan atas pembukaan sentra produksi di negara ”settler state”-nya (Argentina , Amerika , Australia , dan Senandia baru) , yang spesialisasi (dalam kooptatif kolonial) pembagian kerja Internasional atas jaringan produksi dan komsumsinya berangkat atas pra-kondisi (yg mendukungnya) , sebagai berikut : 1) Pertama , kondisi iklim serta ketersediaan lahan yang lebih fleksible (luas dan tidak bermukim) untuk dipergunakan sebagai sentra produksi komoditi pangan (gandum dan perternakan) di negara-negara jajahan . 2) Kedua , terjadinya krisis ruang hidup (agraria) yang berangkat dari penurunan produktivitas kualitas tanah serta ketersediaannya di eropa (+ pertumbuhan industri) , dibarengi oleh masuknya komoditi gandum yang lebih kompetitif (murah) dari Amerika (settler state) sebagai konsukuensi lanjutan dari persaingan pasar komoditi dan skema produksi antar kawasan yang terspesialisasi (ex : daya topang ketersediaan alam/lahan produksi dan ketersediaan tenaga kerja di negara-negara jajahannya) Serta perkembangan atas integrasi dari produksi ke komsumsi dalam konstalasi pembagian kerja Internasional juga tidak dapat dilepaskan oleh perkembangan dari gerak finansial yang dibangun oleh hegemoni Inggris sebagai negara kolonial dalam men-standarisasi emas untuk dijadikan fondasi dan penentu media pertukaran (penstabil nilai atas komoditi , mediator pertukaran dan sumber kredit keuangan untuk berinvestasi) yang di-monopoli oleh Inggris atas negara-negara jajahannya .
Dan pada rejim pangan periode pertama juga telah melahirkan 3 relasi yang dikombinasikan antara sektor pertanian dan industri dengan di-mediasi oleh kekuatan finansial dan relasi antar negara kolonial dan yang terkolonial , adalah : 1) Pertama , terbangunnya konstalasi dalam membentuk pasar komoditi yang kompetitif , yang membentuk komplementari (saling mengisi dan melengkapi atas komoditi pangan di pasaran) yang berangkat dari pantikularitas ruang maupun organisasi sosial yang memproduksi komoditi secara terspesialisasi dari antar wilayah/kawasan . 2) Kedua , adanya jaringan pasar (Market links) ke industri , yang secara tegas telah (tidak sepenuhnya) menjadikan pertanian sebagai dari bagian dari sektor ekonomi kapitalisme (sebagai contoh : meningkatnya pemakaian bahan kimia dan mekanisme produksi dalam skema produksi pertanian , serta pembangunan infrastruktur yang menjadi penopang untuk mempercepat sirkulasi kapital) dalam mencapai tahapan produksi yang efesien (pemangkasan ruang dan waktu) , atau dengan kata lain pertanian merupakan kooptasi dari bagian ekonomi kapitalisme internasional dan sebagai pra-kondisi untuk mendukung pengembangan industri serta kelengkapannya (pertanian sbg produsen bahan mentah industri maupun menjadi fondasi industralisasi dalam menyediakan ketersediaan pangan di pasar) 3) Dan dari proses saling melengkapi (sektor pertanian maupun industri) , yang berangkat dari perdagangan internasional dan masih terikat dalam relasi dependen (analisa komparatif) adalah paradox yang terinternalisasi dalam bentuk ekonomi nasional yang terorganisir (oleh pasar transnasional) atau diadopsi oleh negara jajahan sebagai model tunggal pembangunan . Meskipun sering-kali analisa akan rejim pangan pada periode pertama telah teredusir hanya dengan analisa ”negara” yang bersifat kapital sentris (yang disandingkan dalam wacana kapital , perdagangan dan kapitalisme industri ) dengan cenderung mengabsensikan atas analisa formasi sosial yang mendukung cara kerja basisnya , dan tidak dilupakan juga bahwa penguatan yang menjadi rasionalisasi dari rejim pangan untuk melakukan ekspansi atas pembagian kerja Internasional juga didorong oleh penguatan wacana akan pasar bebas . Serta hasil atau manifestasi yang dihasilkan dari periode rejim pangan dunia pertama adalah : 1) Terbentuk kelas sosial petani yang bergantung pada pasar (valuasi harga) maupun orientasi ekspor untuk negara kolonial . 2) Terjadinya perpindahan penduduk dari negara kolonial ke negara yang dikolonial (ex : penduduk Inggris ke Amerika untuk membuka sentra produksi pertanian) . 3) Terjadinya transformasi pertanian kultural menjadi pertanian surplus , yang dibangun juga oleh kekuatan politik kolonial (berserta perspektif-nya ) sebagai penopang untuk memusatkan pertukaran pasar / sirkuit kapital . 4) Dan terjadinya kompetisi antar komoditi yang diproduksi dari masing-masing ruang atas keunggulan kompetitif (ruang hidup dalam konteks iklim yang mendetederminasi produksi serta ketersediaan pekerja/budak dalam memproduksi komoditi agar lebih murah)
Dan adapun tabel kesimpulan yang akan menjelaskan konstalasi dari periode pertama rejim pangan :
Kasus dari tabel ; (Gandum murah Amerika yang menguasai pasar di Eropa) Yang dalam tabel tersebut terdeskripsikan bahwa Amerika bukan-lah produsen gandum yang dominan (secara kuantatif) , namun merupakan salah satu wilayah yang dapat memenuhi kebutuhan gandum dalam harga yang lebih murah untuk kebutuhan pasar di Eropa (Inggris dan sekitar) , karena berangkat dari adanya pengembangan sentra produksi pangan yang dilakukan oleh para imigran dari Eropa dengan proses pengerjaan yang dilakukan oleh para budak (cost effectivenes) dalam ruang produksi yang lebih fleksibel dalam arti (ketersediaan ruang/padang rumput yang luas) , dengan skema produksi yang dilakukan model ”family farming” , yang secara spesifik ada dua indikasi yang kuat , adalah : a) Pertama di Amerika sendiri masih banyak ketersediaan tenaga-tenaga budak / “unpaid labour of men” (ketersediaan tenaga kerja lepas) , yang jika di Inggris/Negara eropa telah mengimplementasikan sistem kerja berbayar (buruh tani) , dengan cost produksi gandum Amerika yang lebih murah dapat mengkondisikan penguasaan pasar komoditi gandum Eropa dalam skema penurunan harga komoditi . b) Kedua , di Amerika produksi pangan yang dilakukan dalam bentuk ”self exploitation” dengan model produksi ”family farming” dapat mengkondisikan produktivitas dalam effesiensi yang
lebih kompetitif , jika dibandingkan dengan pertanian skala besar / capitalist large scale farming. (masih diperdebatkan kebenaran effesiensinya) .
Periode kedua Pada periode kedua tepatnya yang terjadi pada tahun 1945 hingga 1973 , dengan dimulai dari adanya kebangkitan Negara-negara di Eropa maupun Asia yang mulai melawan/melepaskan kontrol hegemoni dari Negara kolonialnya (sebagai ekspresi popular kebangkitan negara bangsa paska PDII) , seiring dengan berkembangnya hegemoni kapitalisme Amerika dalam perekonomian dunia , yang terekspresikan dalam bentuk penyediaan modal (cenderung politis) dengan mata uang dollar yang berperan dalam menggantikan emas sebagai medium pertukaran Internasional - (Brettonwoods – 1944). Dan juga di beberapa negara dunia pertama telah juga mengalami beberapa transformasi model pertanian , yang salah satunya berangkat dari regulasi yang ditetapkan oleh Amerika dengan kebijakan pertaniannya dalam kaitannya atas isu ”overproduksi” (gandum dan jagung) yang disandingkan dengan isu harga pasaran dalam rangka untuk membentuk stabilitas harga komoditi di pasar , dalam regulasi yang ditujukan untuk mempertahankan harga (price support) atas komoditi pertanian , meskipun dengan berjalannya waktu gejala overproduksi atas komoditi tetap terjadi . Dan kebijakan untuk menstabilkan harga komoditi di pasar juga telah terimplementasikan dalam kebijakan luar negerinya , dalam bentuk food aid / bantuan pangan yang di satu sisi dijadikan agenda untuk memfasilitasi politik luar negerinya dalam rangka untuk membangun negara-negara eropa (yang terkena dampak perang) dengan Marshall Plan Aid serta negara dunia ketiga melalui kebijakan (public law 480) yang ditetapkan di tahun 1953 . Yang kedua adanya pengembangan yang dilakukan dalam skope transnasional (tembusbatas/lintas negara) dibawah stimulus korporasi pangan global dalam peran mereka untuk membentuk dinamika yang kompleks atas industri pangan , dalam arti mulai terbangunnya spesialisasi produksi dan mediasi oleh kapital dalam masing-masing tahapan produksi , dari hilir sampai hulu (produksi>komsumsi) , termaksuk pembacaan peta pasar yang lebih spesifik .. dan hal tersebut termanifestasi dalam bentuk : 1) Mulai terjadinya peningkatan akumulasi yang masif atas produksi dan komsumsi pangan , serta pengembangan intensifisikasi produksi dari kompleksitas atas masing-masing komoditi pangan , sebagai contoh adanya implementasi metode ”intensive meat complex” 2) Adanya (perpanjangan) tempo kadarluarsa atas produk-produk olahan industri . 3) Ketiga dilakukannya subsitusi dari gula tropikal dan minyak sayur dengan ekstrak dari gandum dan minyak nabati . 4) Adanya model produksi yang seragam atas komoditi pangan 5) Adanya peningkatan daya topang komsumsi pasar di negara dunia pertama (1950-1960) 6) Adanya gerak ”re-nasionalisasi” atas pertanian domestik (dalam negeri) hingga mengkondisikan surplus pada hasil produksi komoditi pertanian (gandum) . Dan untuk konteks negara dunia ketiga , komoditi pangan (gandum dan minyak sayur) yang diekspor dari Amerika dan di-subsidi melalui aturan PL480 nyatanya justru diterima bahkan disambut dengan baik oleh para pemangku kebijakan , karena kesepakatan ekspor dapat menyediakan komoditi yang kompetitif (murah) yang harganya disamakan dengan harga domestik . Dan kelanjutan atas subsitusi ekspor bahan pangan ke negara dunia ketiga kembali diarahkan untuk mengkonsentrasikan
pertumbuhan industri (beserta proletariatisasinya/involusi pekerja) , yang akhirnya menjadi cikal bakal dari Negara dunia ketiga untuk bergantung pada impor komoditi pangan , disamping juga mulai bertumbuhnya korporasi besar agribisnis (non-state actor) yang berkonstribusi dalam mengembangkan model industrialisasi pertanian (seragam) , disamping juga mengenalkan tata-cara produksi pertanian yang mereka promosikan (produksi yang terintensifikasi) atau diadopsi oleh Negara dunia ketiga sebagai titik kunci untuk mengenal periode kedua rejim pangan . Kelanjutan dari rejim pangan kedua disebut juga sebagai ”surplus regime” (1947-72) yang dibangun dalam kombinasi politik negara (the mercantile-industrial food regime) dengan pasar (nonstate actor/korporasi) sebagai titik kecenderungan atas gambaran rejim pangan periode kedua , yang pada saat itu masih didominasi oleh Amerika sebagai penguasa pasar global . Dan kiranya ada beberapa determinasi yang dijadikan titik kunci dari pada periode rejim pangan kedua adalah : 1) Adanya lobby politik dalam bentuk kebijakan yang dikeluarkan oleh Amerika dalam konteks persaingan bipolar (perang dingin; amerika vs soviet) , dalam rangka membangun aliansi kekuatan politik dengan Eropa (sbg atlatic pivot) , dengan berekspansinya korporasi besar agro-food dalam skope transnasional yang terpusat di kekuatan ekonomi atlatik (Eropa dan Amerika) , sebagai ekspresi pembangunan aliansi ekonomi , yang indikatornya adalah : - Sentralisme dukungan harga melalui kebijakan ekspor pangan Amerika ke Eropa , termaksuk subsidi ekspor .... kelanjutannya dengan adanya pembembentukan skema dumping (penurunan harga) secara kompetitif hingga berdampak pada perang dagang (trade wars) .... yang artinya ekspor pangan dari Amerika ke Eropa bukan hanya dijadikan skema pembangunan relasi secara politik , namun juga termanifesasi dalam membentuk skema persaingan dagang yang lebih ketat dan kompetitif di antara kedua blok politik yang sedang bersaing (soviet dan amerika) > (negara sebagai instrumen politik dan korporasi besar sebagai pelaku produksi) . 2) Mulai berkembangnya skema produksi industrial atas pangan , yang bertujuan untuk membentuk skema (transformasi model produksi) dan pembukaan lapangan pekerjaan di negara-negara Amerika dan Eropa Utara , dan hal tersebut dilakukan dengan mulai adanya mekanisasi dan kemikalisasi untuk mengintensifikasi produksi komoditi dengan dasar tuntuntan penurunan harga pasar (penguasaan pasar) . 3) Yang ketiga dari dampak ekspor pangan (gandum) ke negara-negara selatan akhirnya membuat negara-negara tersebut terjebak dalam skema dependency (relasi ketergantungan) , hingga di awal tahun 1970 telah mengkooptatif negara-negara selatan , disamping juga telah terjadinya penurunan pemasukan (income) atas komoditi yang diproduksi oleh pertanian di negara-negara selatan (berupa komoditi pertanian tradisionalnya) sebagai dampak dari ekonomi-politik yang struktural antara utara dan selatan , yang artinya skema produksi pangan bukan lagi terbangun dalam konteks ruang secara ekologis dan kultural , namun telah berubah menjadi orientasi dagang/komersial yang termediasi oleh mata uang dollar sebagai mediator .
Dan dampak yang ditimbulkan oleh sentralisme politik pangan pada periode kedua adalah , adanya replikasi dan integrasi : a) Replikasi industri : Timbulnya replikasi akan model produksi yang diadopsi dari industrialisasi pangan , yang juga akhirnya mengkondisikan surplus komoditi , disamping juga terjadi sebuah fenomena berupa penurunan nilai mata tukar uang dollar yang mengkondisikan persaingan dagang (trade wars) dan dumping untuk politik penguasaan pasar di era perang dingin terjadi . b) Adanya gangguan integrasi yang pada periode kedua cenderung dimainkan dalam skema ekonomi-politik negara , yang dilampaui oleh kekuatan agro-industri ... yang kemudian berdampak pada gerak asimetris dari politik pangan yang ditetapkan oleh negara secara merkantilis melalui price support , dengan bangkitnya kekuatan industri yang mendambakan hilangnya rerstriksi dan hambatan-hambatan struktural berupa regulasi (kebangkitan postfordisme) . Dan cikal bakal dalam menutup periode ke-dua rejim pangan adalah : 1) Pertama , adanya kerja sama antara Amerika dengan Soviet di tahun 1972-1973 dalam perdagangan gandum skala besar , yang mengurangi ketersediaan-komoditi pangan (gandum) secara tiba-tiba , sehingga penaikan harga gandum menjadi tidak terhindarkan , disamping adanya kegagalan spekulasi akan produksi dari yang ditargetkan , atau terjadinya perjanjian dagang dalam kuantitas besar yang dibarengi oleh peningkatan hutang pelaku usaha pertanian (farm debt) dan negara yang berangkat dari subsidi (state debt) dalam periode liberalisasi yang kompetitif dan terbuka hingga mengkondisikan produksi menurun (krisis) . 2) Kedua , dengan meningkatnya hutang para petani hingga 3 kali lipat (di Amerika yang terjadi tahun 1970an , yang dikendarai atas kondisi harga komoditi yang tinggi (krn menurunnya produktivitas pertanian) dengan dibarengi oleh spekulasi akut akan pertanian yang terjadi secara besar-besaran , telah menjadi cikal bakal (cara pandang) atas Indusri agro yang mulai menggantikan peran produksi maupun model produksinya dengan tujuan mengembalikan harga seperti semula 3) Ketiga , adanya penumpukan hutang oleh negara-negara selatan (dan eropa timur) , yang berangkat dari peningkatan harga minyak (1970) , hingga mendorong negara-negara selatan untuk mengadopsi dan memodernisasi model produksi untuk orientasi ekspor sebagai bagian dari penyesuaian struktural yang ditekankan oleh kreditur Dengan indikator yang paling kuat adalah bangkitnya kekuatan-kekuatan baru di-luar Amerika beserta komoditinya dengan membentuk skema dagang yang lebih kompetitif sebagai tempo pengakhiran periode rejim pangan kedua .
Dan adapun tabel atas rejim pangan periode kedua :
Dengan kunci sebagai berikut : 1) Pertama , pada periode rejim pangan kedua tetap terbangun dalam relasi yang struktural (dependen) dan kapital sentris , dalam tataran regulasi maupun orientasi produksinya 2) Kedua , rejim pangan periode kedua terbangun dalam 2 dimensi yang dominan , antara dimensi regulasi merkantilis yang diperankan oleh negara melalui subsidi dengan juga adanya kebangkitan oleh politik korporasi dengan gerakan politik (yg khasnya) berupa anti restriksi ,... serta mulai tergantikannya peran dan model pertanian kultural oleh peran dan model produksi korporasi pangan , sebagai salah satu ”harapan”/ dijadikan jawaban untuk menopang krisis akan ketersediaan komoditi pangan serta dengan tujuan kembali menstabilkan harga di-pasaran . 3) Ketiga , di Amerika sendiri mulai terjadinya diferensiasi para petani dalam skala produksi maupun spesifikasi komoditi , disamping kembali ditekankan mulai berkurangnya para petani karena perannya yang mulai digantikan oleh agro industri (karena kalah persaingan dalam penguasaan pasar) .
4) Keempat , adanya orientasi politik pangan yang dibangun bukan dalam tata cara elektoral namun lobby politik yang langsung dapat mengakses kekuasaan negara , yang cenderung dimainkan oleh korporasi besar agro untuk memfasilitasi operasi akumulasi kapitalnya .
Periode ketiga : Rejim pangan periode ke-3 dimulai dengan titik dimana integrasi dalam intensifikasi (produksisirkulasi-komsumsi) atas komoditi pangan dilakukan oleh korporasi dalam kondisi yang disandingkan dengan istilah globalisasi secara geo-ekonomi-nya , ada-pun poin-poinya : 1) Pertama secara inheren adanya logika produksi atas pangan yang disandingkan pada orientasi atas akumulasi kapital , dengan model sirkulasi yang ter-finansialisasi dalam sirkuit kapital . 2) Kedua , mulai berkembangnya teknologi dan mekanisme produksi pangan yang terbarukan , untuk mendukung pengembangan skala besaran produksi dalam model produksi komoditi yang seragam . 3) Ketiga , adanya orientasi pasar kosmopolit (tembus-batas negara/transnasional) untuk mengsirkulasi kapital dalam mencari ruang-ruang baru akumulasi dan produksi . 4) Keempat , adanya cara pandang yang terbarukan dalam melihat ruang hidup (ekologis) / rekonstruksi paradigma ekologis , atau mulai terjadinya komodifikasi akan ruang secara akutc. 5) Kelima , mulai timbulnya reproduksi kelas pekerja pertanian dalam transisi krisisnya , dalam model produksi yang seragam dan industrial (kelas buruh tani dalam involusi tenaga kerja yang kehilangan lahan produksinya). 6) Keenam , secara institusional-pun mulai munculnya institusi yang meregulasi akumulasi kapital , sebagai contoh adanya bank dunia atas kontrol-nya yang dominan dalam mengatur nilai mata uang sebagai media pertukaran/penentu harga komoditi . 7) Ketujuh , mulai muncul gerakan administrasi secara regional dan lokal dalam mengatur koordinasi kekuasaan yang termanifestasi dalam lingkup ekonomi politik yang terdesentralisasi (otonomi daerah sbg sample) , dengan cara kembali merekoneksi ulang gerakan produksi dalam skope lokal untuk diarahkan langsung ke sirkulasi komoditi secara global , atau terjadinya rekonstruksi peta produksi-komsumsi dalam model ekonomi-politik ruang yang terbarukan . Dan penekanan kunci atas rejim pangan ketiga adalah adanya dominasi dari korporasi agro yang mampu menginterfensi atau mengorganisir kondisi yang lebih stabil dari perspektif pasar atas gerak produksi-komsumsi , sebagai prasyarat (rasionalisasi) atas kondisi untuk perencanaan investasi-nya , yang berangkat dalam analisa atas ketersediaan bahan baku (Raw material) untuk memproduksi dalam rangka mengejar peta-peta pasar yang terbarukan , yang juga perlu ditekankan adalah akan keunggulan korporasi pada penguasaan jarak tempuh (produksi-komsumsi) dalam subordinasi pemotongan ruang dan waktu untuk mengakses pasar sebagai bagian dari percepatan akumulasi , dan hal tersebut
dilakukan sebagai ekspresi ekonomi politik industri agro untuk dapat mempertahankan diri (survilalitas) / daya tahan di-konstalasi ruang persaingan , yang kemudian dilanjutkan secara lebih detail adalah : 1) Pertama , adanya peran yang semakin di-dominasi maupun ter-konsentrasi dari peran produksi dalam skala akumulasi yang semakin meningkat oleh korporasi , dengan manifestasi berupa lahirnya aktor-aktor sosial baru dalam merespon kontradiksi yang terbarukannya. 2) Kedua , adanya kepentingan yang beragam dari korporasi , dengan mengkondisikan perubahaan radikal atas struktur (maupun pola) produksi kelas produsen (pertani>korporasi) dan differensiasi konsumen . 3) Ketiga , korporasi yang mulai berubah orientasi/fokus untuk memproduksi komoditi dalam bentuk barang jadi , jika dibandingkan pada memproduksi bahan mentahnya . 4) Korporasi yang mampu menggantikan peran dan formasi sosial akan produksi (terkonsentrasi) akhirnya mampu mengurangi angka (dalam skala kuantitas) petani secara signifikan serta melemahkan posisi dan bargaining politik petani dalam konstalasi politik pangan , sehingga politik pangan bukan lagi isu rural (pedesaan) namun berubah menjadi isu urban (re-orientasi isu atas keterkaitan ekologis > harmonisasi/stardarisasi akses konsumen akan komoditi) . Dan kiranya ada 2 peristilahan dalam konsep journal untuk menggambarkan rejim pangan periode ke 3 , adalah : 1) Sebagai A corporate-environmental food regime , yang dibentuk dengan substansi dari krisis ekologis yang disandingkan dari transformasi model produksi yang diadopsi oleh industri . 2) Sebagai Corporate food regime , sebagai sebuah ekspresi dari transformasi historis berupa neoliberalisasi (secara ekonomi politik) sebagai kelanjutan dari kapitalisme , yang mempengaruhi politik pangan dunia (secara global) a) A corporate-environmental food regime “A corporate-environmental food regime” merupakan sebuah istilah yang terbangun dari dialektika antara produksi yang dilakukan oleh industri agro dengan kombinasi politik yang dimainkan oleh gerakan lingkungan , yang menyertaan isu yang berupa ”fair trade” , kesehatan konsumen (standarisasi/harmonisasi produk) dan kebelanjutan hidup biota hewan (animal welfare) . Dan secara spesifiknya jika diberangkatkan dari rentetan kebangkitan atas rejim pangan periode ke tiga dengan model produksi seragam yang teradopsi oleh corak produksi industri agro sebagai indikator kuatnya , juga melahirkan dampak keberlanjutan konstalasi yang dibentuk oleh keberadaan korporasinya yang pada akhirnya mereposisi gerak produksi dan komsumsi , terutama melalui reorganisasi atas ”food supply chain” yang secara spesifiknya dilakukan melalui transformasi dalam konsep ”supermarket revolution” , yang akhirnya mengkondisikan differensiasi identitas konsumen melalui indikator atas kekuatan daya beli konsumen (rich and poor consumers) , hingga pasar tidak lagi terkonsentrasi di Negara-negara utara , namun terekspansi dalam ruang-ruang baru pasar , yang secara spesifiknya ditandai oleh bangkitnya pasar di-negara Tiongkok serta Negara-negara selatan sebagai titik kunci manifestasi kelanjutan geo-ekonomi yang dibangun dalam konstalasi integrasi ekonomi serta penyeragaman model dan alur produksi-komsumsi , selain keberangkatan melalui analisa geo-ekonomi
atas tergerusnya hegemoni Amerika sebagai awal transformasi dari rejim pangan periode ke dua menuju ke tiga . Serta di-waktu yang sama-pun juga mulai termanifestasinya regulasi Internasional (yang kian diadopsi secara nasional) untuk meredusir krisis-krisis dari model produksi yang diadopsinya dalam ruang yang juga dibangun melalui tekanan dari aktivis lingkungan , yang hampir membangun isu-nya secara seragam . Dan dalam konteks peran negara-pun , mereka masih mengadopsi peran yang cukup krusial dalam menopang dan memfasilitasi produksi dan komsumsi yang tidak bisa dilakukan sendiri oleh industri agro , dalam arti bagaimana regulasi atas model yang diadopsi oleh pelaku usaha (pertanian dan industri) pangan dikondisikan pada model produksi yang harmonis (dipengaruhi oleh tekanan aktivis lingkungan) , melalui regulasi untuk memproduktifkan lahan , regulasi atas pasar tenaga kerja serta regulasi yang mengatur standarisasi tata cara produksi maupun komsumsi (harmonisasi komoditi/ standarisasi produk dalam lingkup ramah lingkungan) , disamping krisis akan terdisposesinya petani masih tetap terlanjutkan dalam konstalasi ekonomi-politik pangan yang terjadi dari periode rejim pangan ke III .
B. A corporate food regime A corporate food regime tidak lain merupakan kunci penting dari pembangunan global , dengan poin-poin-nya sebagai berikut : 1) Pertama , sebagai sebuah titik dari transformasi historis atas skema kapitalisme dunia yang dikendarai oleh gerak politik neo-liberalisme , yang juga merupakan wujud dari kapitalisme pangan dengan kembali disandingkan sebagai konsep dari pembangunan , yang terbangun melalui karakterisasinya atas fenomena (politik) berupa deregulasi dari relasi finansial , peningkatan nilai moneter dengan relasi kredit (piutang) , 2) Kedua , Dilahirkan melalui gerak privatisasi yang diadopsi oleh negara penghutang dari negara piutang dalam model penyeragaman produksi (dengan restrukturasi formasi sosial) melalui investasi korporasi atas pertanian yang berorientasi pada akumulasi kapital dan pasar ekspor . 3) Beserta bukan hanya privatisati , namun juga oleh gerakan keterbukaan pasar dalam model liberalisasi yang terekspresikan melalui devaluasi nilai mata uang , pengurangan subsidi pertanian dan korporatisasi akan pasar ... hingga akhirnya harga komoditi dapat berdiri dalam harga yang seragam dan kompetitif Sehingga menjadikan (ruang hidup) untuk para petani sangat rentan terdisposesi dalam lingkup persaingan maupun penguasaan ruang produksi dan pasar , yang proses disposessi merupakan kontradiksi yang lahir dilalui sebagai pra-kondisi untuk membangun konsep pangan dunia (world agriculture) . Dan dari dinamika yang ditimbulkan oleh rejim pangan korporasi kiranya mengandung 4 kunci utama untuk melihat karakteristik rentetan cara kerjanya : 1) Pertama , adanya liberalisasi (pasar) dan privatisasi (institusi publik) sebagai titik krusial globalisasi neo-liberal , sehingga kedaulatan negara tersubordinasi oleh cara kerja sistem kapital global , dengan rasionalisasi-nya (ideologi pasar) yang diadopsi dalam bentuk regulasi atas cara kerja secara fundamental (arus produksi-sirkulasi-komsumsi maupun formal) ,
yang memberikan penguatan atas keberadaan korporasi dalam menopang ketersediaan komoditi pangan . 2) Kedua , globalisasi korporasi yang bekerja dalam mekanisme akumulasi kapital dengan men-disposessi (merampas) apapun yang tidak relevan dan tidak produktif bagi cara kerja sistemnya , seperti genosida global (global displacement) atas kultur pertanian yang dikendarai oleh tindakan diskriminasi harga/melalui skema penurunan harga , revolusi tempat perbelanjaan (supermarket revolution) sebagai konsentrasi atas penyediaan komoditi pangan , dan pembukaan lahan produksi untuk kebutuhan agro-export ... yang dilakukan dengan skema pendanaan (yang bukan hanya diperankan oleh swasta , namun juga oleh di-dukung oleh kapital yang disediakan negara untuk mengoptimalisasi investasi swasta , adalah berupa regulasi , penyediaan dana yang dilakukan oleh pemerintah terhadap swasta serta ketersediaan pasukan keamanan) . 3) Ketiga , dalam dunia pertanian (dari skema kerja yang dilakukan dengan cara disposesi untuk akumulasi) yang dilakukan oleh korporasi-korporasi yang mendominasi , secara inheren merupakan wujud dari ekspresi rejim pangan dunia ke 3 , dengan rentetan sebagai berikut : 1) adanya ekstensifikasi ruang secara besar-besar yang dilakukan oleh korporasi untuk syarat produksi serta untuk menopang rekonstruksi atas relasi komoditi dalam perputaran kapital (commodity circuits) , yang dilakukan dalam bangunan integratif atas relasi pangan yang terbarukan (komodifikasi akut) , 2) Dan dalam konteks pembagian kerja Internasional dan pasar tetaplah masih bertumpu pada pola struktural yang diadopsi oleh rejim pangan sebelumnya , sebagai contoh komoditi gandum yang ditukar dengan komoditi yang lebih mahal (high-value product) dari negara-negara selatan , seperti daging , buah-buahan dan sayuran… yang sekarang yang terwujud dalam pola yang sama strukturalnya namun dengan cara yang berbeda , dengan 2 sample sebagaiberikut : o Lahan : dilakukannya perampasan lahan dalam skala besar di Negara-negara selatan yang digunakan bukan untuk kebutuhan komsumsi secara langsung , namun untuk bahan baku industri agro dan energi terbarukan .. (ex : pakan ternak dan biofuel) ... o Komoditi : terjadinya pertukaran produk tradisional (traditional export : kopi , kakao dan teh) hingga ke non-tradisional (fresh fruit vegetables) , dengan perputaran komoditinya yang diperankan oleh dominasi korporasi global dari hilir maupun hulu , serta secara langsung maupun tidak langsung (ex: contract farming) ... yang skema-nya bukan hanya dilakukan oleh korporasi , namun oleh negara (foreign states) dalam konsep ”agro-industry merkantilism” yang caranya dilakukan melalui pendanaan dan hubungan politik , untuk memproduksi pangan dalam pertanian skala besar , yang kembali hasil produksi pertaniannya akan diekspor ke negara tujuan (foreign states) dalam rangka mengejar kebutuhan nasionalnya (national needs) .
4) Keempat , korporasi dari rejim pangan bangkit dalam skala yang besar , dengan melakukan kerusakan ekologis yang cukup parah dalam skema produksi atas industrialisasi-nya , tanpa lagi memikirkan keberlanjutan hidup manusia (secara ekologis dan sosial) , dengan cara ; o Mengintensifikasi pemakaian minyak bumi (fossil fuel) sebagai bahan baku produksi oleh industri . o Terbuktinya Industri pangan yang telah berkontribusi menjadi penyumbang terbesar ketiga atas kadar emisi (GHG) green house emission . o Skema produksi yang dilakukan melahirkan degradasi akan kesuburan tanah (dengan cara menggintensifikasi penggunaan akan petro-fertiliser) . o Adanya kerusakan biodiversitas yang disebabkan oleh skema produksi industri pangan. o Adanya gerak dari genosida pengetahuan , kultural dan (keretakan ekologis) antara relasi manusia dengan ruang hidupnya , dengan cara mematikan pertanian-pertanian kultural (skala kecil) yang sebenarnya jauh lebih produktif dan ramah lingkungan dibandingkan dengan model produksi yang terspesialisasi dan seragam . Dan bagan yang kemudian akan menyimpulkan rejim pangan periode ketiga adalah :
KESIMPULAN Kesimpulan atas rejim pangan dari 3 periode yang dijelaskan di journal tidaklah menjadikan pangan dalam satu titik dimana komsumsi atas pangan disandingkan sebagai syarat hidup dari pada manusia yang menghuni muka bumi atau dibangun dalam istilah yang paling moralis , namun merupakan sebuah eksplanatoris dari pada gerak ekonomi politik yang historis dalam melihat pangan sebagai titik krusial atas pasar (melalui angka komsumsi) untuk dikuasai , atau pangan sebagai instrumen kunci akumulasi atas bangunan ekonomi maupun politik . Dan kiranya kesimpulan-kesimpulan dari setiap periode adalah : Periode pertama : (1870 hingga 1914) -
-
-
Pertama , rejim pangan periode pertama telah menjadikan pangan sebagai fondasi / bangunan maupun ekspresi ekonomi-politik dari pada negara kolonial ke Negara-negara jajahannya dalam skema produksi yang terspesialisasi dari setiap kawasan , dalam arti dimana negara kolonial menjadikan negara jajahan-nya sebagai kawasan sentra produksi pangan , yang berangkat karena secara inheren negara yg kolonial memiliki keunggulan komparatif berupa ketersediaan akan alam dan manusia , maupun ketersediaan tenaga kerja sebagai titik kunci cara kerja rejim pangan periode pertama . Yang kedua , timbulnya dampak pada kondisi lanjutan berupa lahirnya pertanian surplus yang bergantung pada orientasi pasar ekspor dalam kungkungan ekonomi-politik kolonial , perpindahan penduduk transnasional , pemusatan pasar komoditi serta konsentrasi kapital , dan spesialisasi ekonomi antar kawasan yang terinstruksi secara natural (karena terdegradasinya ruang agraria di kawasan eropa yang sedang melakukan industrialisasi dan pengkaplingan) maupun terinstruksi ekonomi secara finansial (pemusatan bank sentral di Inggris) dalam instumen maupun perspektif politik kolonial yang diadopsi oleh negara-negara jajahan . Telah adanya persaingan pasar komoditi (gandum) antar kawasan hingga adopsi akan skema produksi dalam logika intensifikasi (mekanisasi dan kemikalisasi) menjadi hal yang harus dilakukan untuk penguasaan pasar komoditi dalam menunjangan ketersediaan maupun penurunan harga pasar .
Periode kedua : (1945 hingga 1973)
-
-
Rejim pangan kedua terjadi di era kebangkitan Negara Bangsa paska perang dunia ke II (era bipolar perang dingin ; Amerika vs Soviet) serta adanya transformasi dollar untuk menggantikan emas sebagai mediator pertukaran . Rejim pangan peiode ke dua juga secara faktual menjadikan pangan sebagai instrumen politik antar blok yang sedang bersaing , sebagai contoh Amerika yang mengeluarkan regulasi berupa subsidi impor dalam bentuk price support akan komoditi ekspor pangan ke kawasan eropa (Marshall plan) dan PL 380 untuk kawasan Asia Tenggara , untuk kelanjutnya konsentrasi ekonomi atas kawasan yang di-didukung-nya dapat dikosentrasikan dalam bentuk yang lain (industri), atau pangan menjadi fondasi awal
-
-
yang harus dipenuhi untuk dapat kawasan yang didukungnya membangun industrialisasi kawasan , hingga membentuk skema dependendy atas pangan . Dan model produksi yang telah ter-transformasi dalam logika intensifikasi , yang diperankan bukan oleh kekuatan politik saja (negara) untuk diadopsi ke basis (usaha pertanian) dalam skema pembangunan nasionalnya namun juga oleh korporasi yang membangun logika produksi dalam pengejaran target pasar , hingga alam terobjektivikasi dalam skema pasar . (penyeragaman produksi , intensifikasi produksi>mekanisasi dan kemikalisasi dan spesialisasi produksi antar kawasan) Munculnya aktor baru dalam rejim pangan ke dua , berupa non-state aktor yang perlahan mulai menantang hegemoni politik negara dengan ciri khas politik anti resktrisi-nya dan mampu melakukan disposessi basis (petani) dengan mulai menghilangkan peran para petani dalam konstalasi ekonomi dan lobby politik .
Periode ke tiga : 1989 – sekarang -
-
-
-
-
Terjadinya intensifikasi produksi bukan hanya dalam mekanisasi dan kemikalisasi , namun manifestasi terbaru dari rejim pangan periode ketiga adalah , adanya rekayasa genetika (genetical modification organism) dalam skema produksi yang dilakukan oleh korporasi pangan besar , (ex: Mosanto) . Munculnya gerakan politik desentralisasi secara global , karena berangkat dari lepasnya kontrol bipolar atau perang dingin , yang berdampak lebih banyak ruang karena tidak berlakunya lagi restriksi politik antar kawasan untuk korporasi dapat melakukan ekspansi ruang produksi dan pasar (beserta paradigma pembangunannya) dalam lanskap neo-liberal ( berupa privatisasi , liberalisasi dan pasar bebas) . (munculnya pasar baru Cina dan negara-negara eks komunis, serta selatan) Lahirnya sebuah revolusi food supply chain dalam bentuk supermarket revolution ... sebagai titik konsentrasi kapital dalam bentuk komoditi , hingga berdampak pada differensiasi konsumen yang berangkat dari aksestabilitas akan komoditi melalui harga . Terjadinya pengkerdikalkan peran negara yang hanya terbatas dalam peran administratifnya untuk memfasilitasi pasar , yaitu adalah standarisasi dan harmonisasi sebuah cara produksi dan komoditi yang ada di pasar . Terjadinya disposessi sebagai syarat transformasi pembangunan pangan dunia , dalam arti disposessi akan ruang produksi dan komsumsi yang semakin terkonsentrasi dan terspesialisasi , disposessi dalam bentuk pengetahuan dan cara produksi yang kultural serta ekologis (biodiversitas dan biopiracy) -