14
3 METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan mulai bulan Maret sampai Juli 2012 di Laboratorium
Biokimia,
Laboratorium
Mikrobiologi,
dan
Laboratorium
Karakteristik Bahan Baku Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan serta Laboratorium
Kimia Organik,
Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. 3.2 Bahan dan Alat Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah kulit batang tumbuhan api-api (Avicennia marina) yang diperoleh dari kawasan mangrove Pantai Indah Kapuk, Jakarta. Pelarut yang digunakan dalam ekstraksi, yaitu metanol, etil asetat, dan n-heksan. Bahan-bahan kimia untuk uji fitokimia, yaitu H2SO4 2N, akuades, kloroform p.a, anhidrat asetat, asam sulfat pekat, HCl 2 N, pereaksi Dragendorff, pereaksi Wagner, pereaksi Meyer, bubuk magnesium, alkohol, amil alkohol, etanol 70%, FeCl3 5%, dan FeCl3 0,1 M. Bahan untuk uji aktivitas antibakteri yaitu nutrient broth (NB), nutrient agar (NA), Mueller Hinton Agar (MHA), dan kloramfenikol sedangkan untuk uji antifungi yaitu potato dextrose broth (PDB), potato dextrose agar (PDA) dan ketoconazol. Mikroorganisme yang digunakan adalah bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli dari golongan bakteri serta Candida albicans dan Microsporum gypseum dari golongan fungi. Alat-alat yang digunakan antara lain pisau, talenan, timbangan digital, alat-alat gelas, evaporator, shaker orbital, shaker water bath, sudip, cawan petri, oven, spektrofotometer, tabung reaksi, labu Erlenmeyer, kertas saring Whatman 42, plastik, vortex, botol vial, mikropipet, inkubator, pipet, autoklaf, jarum ose, penggaris, dan lampu bunsen. 3.3 Prosedur Penelitian Penelitian ini terdiri dari dua tahap. Tahap satu meliputi koleksi dan preparasi sampel, ekstraksi bahan bioaktif, serta pengujian aktivitas antibakteri
15
dari ekstrak yang diperoleh.
Tahap dua yaitu uji Minimum Inhibitory
Concentration (MIC), uji kandungan total fenol dan uji fitokimia dari ekstrak kasar kulit batang api-api yang terpilih. 3.3.1
Penelitian tahap satu Penelitian tahap satu dimulai dengan tahapan koleksi dan preparasi
sampel. Kulit batang api-api diambil dengan cara menguliti batang pohon api-api. Sampel kulit batang api-api yang sudah diambil, dikeringkan hingga kadar airnya kurang dari 10% dan dihaluskan hingga menjadi serbuk. Sampel serbuk kulit batang api-api selanjutnya diekstraksi.
Tahap
ekstraksi dilakukan menggunakan tiga macam pelarut berdasarkan tingkat kepolarannya yaitu metanol, etil asetat dan n-heksan. Ekstraksi dilakukan dengan cara maserasi partisi dan maserasi bertingkat menggunakan pelarut metanol, etil asetat dan n-heksan. Ekstraksi secara maserasi partisi meliputi ekstraksi padatcair dan ekstraksi air-cair. Ekstraksi padat-cair bertujuan untuk menarik semua senyawa bioaktif aktif dengan cara merendam sampel pada metanol. Ekstraksi cair-cair pemisahan senyawa bioaktif berdasarkan kepolarannya dengan cara mempartisi fase metanol dengan n-heksan atau etil asetat pada corong pemisah. Ekstraksi secara maserasi bertingkat dilakukan dengan ekstraksi padat-cair. Maserasi dilakukan secara bertahap dengan pelarut n-heksan, kemudian etil asetat dan terakhir metanol. Ekstrak yang diperoleh dari kedua ekstraksi tersebut diuji aktivitas antimikrobanya terhadap bakteri dan fungi. Metode uji yang digunakan adalah metode difusi sumur. Pada metode ini, lubang (sumur) dibuat pada agar padat yang telah diinokulasi dengan mikroba. Jumlah dan letak lubang disesuaikan dengan tujuan penelitian, kemudian lubang diisi dengan larutan yang akan diuji. Pertumbuhan mikroba diamati setelah inkubasi untuk melihat ada tidaknya daerah hambatan disekeliling lubang. 3.3.2 Penelitian tahap dua Penelitian tahap dua merupakan beberapa pengujian terhadap ekstrak kulit batang api-api yang terpilih (memiliki aktivitas antimikroba terbaik) pada penelitian tahap satu. Ekstrak kulit batang api-api terpilih dilakukan pengujian Minimum Inhibitory Concentration (MIC) untuk menentukan konsentrasi terkecil
16
yang masih efektif menghambat pertumbuhan bakteri. Pengujian MIC dilakukan dengan metode dilusi cair.
Metode ini menggunakan media cair untuk
pertumbuhan yang berisi senyawa antimikroba dengan konsentrasi yang meningkat secara berurutan, dan diinokulasi sejumlah sel bakteri. Penampakan kekeruhan atau endapan setelah inkubasi menunjukkan pertumbuhan mikroba. Uji berikutnya terhadap ekstrak terpilih adalah uji fitokimia dan kandungan total fenol. Pengujian fitokimia bertujuan untuk menentukan golongan senyawa bioaktif yang bertanggung jawab atas aktivitas antimikroba.
Uji
fitokimia dilakukan dengan mereaksikan ekstrak dengan reagent sesuai dengan golongan senyawa yang dimaksud.
Golongan senyawa bioaktif yang diuji
meliputi alkaloid, steroid/triterpenoid, flavonoid, fenol hidrokuinon dan tanin. Pengujian kandungan total fenol dilakukan untuk mengetahui jumlah fenol yang terdapat dalam sampel. Uji kandungan total fenol menggunakan metode FollinCiocalteu dengan standar asam galat. 3.4 Metode Analisis 3.4.1 Rendemen ekstrak Sampel (kulit batang) api-api diambil dari kawasan mangrove Pantai Indah Kapuk, Jakarta. Kulit batang diambil dengan menyayat batang pohon hingga batas kambium. Sampel kulit batang api-api dibawa dengan plastik ber-sealer, agar terhindar dari udara luar.
Sampel tersebut kemudian dicuci untuk
menghilangkan kotoran yang menempel dan dijemur di bawah sinar matahari sampai kadar airnya dibawah 10%. Bagian yang sudah dikeringkan, dihaluskan dengan blender hingga menjadi serbuk dan ditimbang sebanyak 50 gram. Sampel serbuk kulit batang api-api selanjutnya diekstraksi dengan cara maserasi partisi dan maserasi bertingkat.
Perbandingan antara sampel dan
masing-masing pelarut adalah 1: 3 (b/v).
Maserasi partisi dilakukan dengan
merendam sampel dalam pelarut metanol selama 24 jam, tujuannya untuk menarik semua komponen bioaktif pada kulit batang api-api. Hasil maserasi disaring, kemudian filtrat dipekatkan menggunakan rotary evaporator pada suhu 50 °C. Ekstrak metanol pekat dipartisi dengan n-heksan menggunakan corong pemisah. Fase n-heksan dipekatkan dan didapatkan ekstrak n-heksan. Ekstrak metanol, setelah dipartisi dengan n-heksan dipartisi kembali dengan etil asetat. Fase etil
17
asetat dipekatkan dan didapatkan ekstrak etil asetat. Ekstrak metanol sisa partisi dipekatkan kembali dan didapatkan ekstrak metanol. Hasil ekstrak yang diperoleh dalam bentuk pasta. Diagram alir proses ekstraksi komponen bioaktif kulit batang api-api secara maserasi partisi disajikan pada Lampiran 1. Maserasi bertingkat dilakukan dengan cara merendam sampel dalam pelarut n-heksan selama waktu maserasi 24 jam.
Hasil maserasi disaring
menggunakan kertas saring hingga diperoleh residu dan filtrat yang diinginkan. Residu sisa ekstraksi n-heksan dimaserasi kembali menggunakan etil asetat selama 24 jam, sedangkan filtratnya dievaporasi hingga didapatkan pelarut dan ekstrak yang terpisah (ekstrak n-heksan). Hasil maserasi etil asetat kemudian disaring, residu yang dihasilkan dilarutkan dengan metanol dan dimaserasi selama 24 jam, sedangkan filtratnya dievaporasi hingga didapatkan pelarut dan ekstrak etil asetat. Hasil maserasi metanol kemudian disaring dan filtratnya dievaporasi (ekstrak metanol). Hasil ekstrak yang diperoleh dalam bentuk pasta. Diagram alir proses ekstraksi komponen bioaktif kulit batang api-api secara maserasi bertingkat disajikan pada Lampiran 2. Masing-masing ekstrak yang diperoleh, baik hasil maserasi partisi maupun maserasi bertingkat, ditimbang beratnya.
Persentase rendemen ekstrak kulit
batang api-api dapat dihitung dengan rumus: ( )
( ) ( )
3.4.2 Uji aktivitas antimikroba (modifikasi Coyle 2005) Uji ini meliputi persiapan media cair, persiapan media padat dan prosedur aktivitas antibakteri. Pengujian aktivitas antibakteri dilakukan dengan metode difusi sumur agar (Kirby Bauer). a. Persiapan media cair Bakteri uji yaitu Escherichia coli dan Staphylococcus aureus disegarkan terlebih dahulu menggunakan media nutrient broth (NB), sedangkan untuk golongan khamir yaitu Candida albicans dan Microsporum gypseum disegarkan menggunakan media potato dextrose broth (PDB).
Nutrient Broth dan Potato Dextrose Broth (Oxoid)
dilarutkan dalam akuades, media tersebut dihomogenkan menggunakan
18
hotplate pada suhu 100 °C.
Media yang telah homogen dimasukkan
sebanyak 20 mL ke dalam tabung reaksi dan ditutup menggunakan kapas dan alumunium foil. Media tersebut disterilisasi dengan otoklaf pada suhu 121 °C selama 15 menit. Media didinginkan di tempat yang steril pada suhu ruang. b. Persiapan media padat Media padat yang digunakan adalah Mueller Hinton agar (MHA) dan Potato Dextrose Agar (PDA).
Bubuk MHA dan PDA (Oxoid)
dilarutkan dalam akuades, lalu dihomogenkan menggunakan hotplate pada suhu 100 °C. Larutan kemudian dipipet 20 mL dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan masing-masing tabung ditutup menggunakan kapas dan alumunium foil. Media tersebut disterilisasi dengan autoklaf pada suhu 121 °C selama 15 menit. Media didiamkan di laminar aseptik sampai agar beku. Apabila media sudah beku, media disimpan dalam refrigerator. c. Persiapan suspensi mikroba Sebanyak satu ose bakteri uji dimasukkan ke dalam media cair nutrient broth (NB) yang telah dingin secara aseptik, kemudian diinkubasi pada suhu 37 °C selama 18-24 jam. Biakan bakteri yang telah diinkubasi, diukur rapat optis atau optical density (OD) nya dengan nilai antara 0,5-0,8 pada panjang gelombang 600 nm.
Fungi yang telah disegarkan
sebelumnya diambil satu ose dan dimasukkan ke dalam media cair potato dextrose broth (PDB) secara aseptik. Media berisi mikroba uji tersebut diinkubasi pada suhu ruang selama 18-24 jam. d. Pengujian antibakteri Tahap pertama pada uji aktivitas antimikroba yaitu sebanyak 20 mL media
MHA dalam keadaan cair ditambahkan 20 µL bakteri
Escherichia coli dan Staphylococcus aureus menggunakan pipet mikro, sedangkan
untuk
Candida
albicans
dan
Microsporum
gypseum
menggunakan media PDA. Media agar yang telah ditambahkan bakteri uji dihomogenkan dengan vortex, kemudian segera dituangkan ke dalam cawan petri steril dan digoyangkan membentuk angka delapan agar bakteri lebih menyebar dan media MHA tercampur merata. Media agar terebut
19
didiamkan dalam clean bench aseptik selama 15 menit atau sampai agar beku.
Pada pengujian antifungi Microsporum gypseum, media PDA
sebanyak 20 mL dalam keadaan cair dituang ke cawan petri dan didiamkan dalam clean bench aseptik hingga agar beku.
Microsporum gypseum
diteteskan sebanyak 20 µL dan disebar ke seluruh permukaan agar menggunakan hockey stick. Apabila media MHA dan PDA tersebut telah membeku, dibuat sumur berdiameter 6 mm menggunakan pangkal pipet pasteur. Tiap sumur ditambahkan
ekstrak
sejumlah
2
mg/sumur,
1
mg/sumur
dan
0,5 mg/sumur. Cawan disimpan dalam refrigerator selama 3 jam supaya ekstrak berdifusi dengan agar. Cawan tersebut kemudian diinkubasi dalam inkubator selama 18-20 jam dengan suhu 37 °C untuk bakteri dan suhu ruang untuk fungi. Aktivitas antimikroba dapat dilihat dengan mengamati zona hambatan yang terbentuk di sekeliling sumur.
Antimikroba
dikatakan positif jika terbentuk zona hambatan berupa zona bening di sekeliling sumur
dan
antibakteri
negatif
ditandai
dengan
tidak
terbentuknya zona bening. Diameter zona hambat yang terbentuk diukur lebarnya menggunakan penggaris.
Data aktivitas antimikroba berupa
rataan diameter zona bening disajikan dalam statistik deskriptif. 3.4.3 Uji Minimum Inhibitory Concentration (Mazzola et al. 2009) Uji Minimum Inhibitory Concentration (MIC) dilakukan untuk mengetahui konsentrasi minimum dari ekstrak yang terpilih dalam menghambat aktivitas pertumbuhan dari bakteri uji.
Beberapa tahapan dalam proses MIC, yaitu
prekultur dan perhitungan MIC. a. Prekultur bakteri uji Prekultur dilakukan dengan cara mengambil biakan bakteri uji sebanyak 1 ose dan dimasukkan dalam media NB dan biakan fungi dalam media PDB, kemudian diinkubasi dalam shaker water bath pada suhu 37 °C untuk bakteri dan suhu ruang untuk fungi. b. Perhitungan MIC Ekstrak kulit batang tumbuhan api-api yang mempunyai aktivitas penghambatan yang terbaik dilanjutkan dengan penentuan MIC. Metode
20
yang digunakan adalah metode dilusi cair (Broth Dilution). Media cair untuk bakteri menggunakan media NB dan untuk fungi menggunakan media PDB. Tabung reaksi disiapkan sejumlah 9 buah dan diberi nomor sesuai urutan. Setiap tabung diisi 3 mL media cair. Tabung ke-1 hingga ke-8 secara berurutan ditambahkan ekstrak antimikroba terpilih dengan konsentrasi 0,5 mg/mL, 0,6 mg/mL, 0,7 mg/mL, 0,8 mg/mL, 0,9 mg/mL, 1 mg/mL, 1,5 mg/mL dan 2 mg/mL. Tabung 1 hingga 9 ditambah 3 µL suspensi mikroba. Tabung 9 digunakan sebagai kontrol positif sehingga tidak ditambah dengan ekstrak antimikroba. Tabung diinkubasi pada suhu 37 °C untuk bakteri dan pada suhu 30 °C untuk fungi selama 18-24 jam. Pertumbuhan mikroba diamati dengan adanya kekeruhan pada media. Penentuan MIC dilakukan dengan melihat
konsentrasi
ekstrak
terendah
yang
masih
menunjukkan
penghambatan, ditandai dengan nomor tabung terkecil yang masih jernih. 3.4.4 Uji fitokimia (Harborne 1987) Uji fitokimia bertujuan untuk mengidentifikasi senyawa yang terkandung dalam ekstrak kulit batang api-api (Avicennia marina).
Uji fitokimia yang
dilakukan meliputi uji alkaloid, steroid/triterpenoid, flavonoid, saponin, fenol hidrokuinon, dan tanin. a. Alkaloid Sebanyak 1 g sampel dilarutkan dalam beberapa tetes asam sulfat 2N kemudian diuji dengan tiga pereaksi alkaloid, yaitu pereaksi Dragendorff, Meyer dan Wagner. Hasil uji dinyatakan positif apabila pereaksi Meyer terbentuk endapan putih kekuningan, endapan cokelat dengan pereaksi Wagner dan endapan merah sampai jingga dengan pereaksi Dragendorff. b. Steroid/triterpenoid Sebanyak 1 g sampel dilarutkan dalam 2 mL kloroform dalam tabung reaksi yang kering, lalu kedalamnya ditambahkan 10 tetes anhidrat asetat dan 3 tetes asam sulfat pekat.
Reaksi positif ditandai dengan
terbentuknya larutan berwarna merah untuk pertama kali kemudian berubah menjadi biru dan hijau.
21
c. Flavonoid Sebanyak 1 g sampel ditambah 0,1 mg bubuk magnesium dan 0,4 mL amil alkohol (campuran HCl 37% dan etanol 95% dengan volume sama) dan ditambah 4 mL alkohol kemudian campuran dikocok. Adanya flavonoid ditandai dengan terbentuknya warna merah, kuning atau jingga pada lapisan amil alkohol. d. Saponin Saponin dapat dideteksi dengan uji busa dalam air panas. Busa yang stabil selama 30 menit dan tidak hilang pada penambahan 1 tetes HCl 2N menunjukkan adanya senyawa saponin. e. Fenol hidrokuinon Sebanyak 1 g sampel diekstrak dengan 20 mL etanol 70%. Larutan yang dihasilkan diambil sebanyak 1 mL kemudian ditambahkan 2 tetes larutan FeCl3 5%. Adanya senyawa fenol dalam bahan ditandai dengan terbentuknya warna hijau atau hijau biru. f. Tanin Sebanyak 1 g sampel ditambahkan pereaksi FeCl3. Adanya komponen tanin ditandai dengan terbentuknya warna merah tua. 3.4.5 Uji kandungan total fenol (Ramamoorthy dan Bono 2007) Uji kandungan total fenol dilakukan untuk mengetahui jumlah fenol yang terdapat pada sampel. Ekstrak kasar yang memiliki aktivitas antibakteri terbaik, ditimbang sebanyak 5 mg lalu dilarutkan dengan 2 mL etanol 95%. Larutan ditambahkan 5 mL akuades dan 0,5 mL reagen Folin-Ciocalteau 50% (v/v). Campuran didiamkan selama 5 menit dan ditambahkan 1 mL Na2CO3 5% (b/v). Campuran dihomogenkan lalu diinkubasi dalam kondisi gelap selama satu jam. Serapan yang dihasilkan diukur dengan spektrofotometer UV-Visible pada pannjang gelombang 725 nm. Asam galat digunakan sebagai standar dengan konsentrasi 5, 10, 15, 20, 25, dan 50 mg/L.
Kandungan total fenol
diinterpretasikan sebagai miligram ekivalen asam galat (GAE= Galic Acid Equivalen) per 1000 gram sampel (mg GAE/1000 g sampel).