3. METODE PENELITIAN
3.1. Daerah Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di wilayah pantai Kota Makassar, Propinsi Sulawesi Selatan mulai bulan Juni sampai Oktober 2010. Lokasi dipilih secara purposive (sengaja) dengan pertimbangan bahwa: a). Pantai kota Makassar memiliki tingkat pemanfaatan yang telatif tinggi dan bersifat multi dimensi untuk berbagai tujuan pembangunan seperti kegiatan reklamasi untuk pemukiman dan bisnis, perikanan, pelayaran, wisata dan lainnya. b). Terdapat dinamika pencemaran perairan pantai kota akibat dari aliran limbah dan kanal yang berasal dari berbagai kegiatan yang ada di sepanjang pantai kota dan sumbangan limbah yang berasal dari berbagai aktivitas daratan 119°20'
119°16'
119°32'
119°28'
119°24'
Kesesuaian Permukiman
P. Bonetambung
5°4'
5°4'
P. Barrang Lompo
P. Barrang Caddi
8 6 7 UJUNGTANAH
P. Kodingareng Keke P. Samalona
P. Lae-lae Caddi
TAMALANREA
TALLO
5°8'
5°8'
WAIO
BIRINGKANAYA
5 UJUNGPANDANG 4 3
P. Lae-lae P. Kodingareng Lompo
U
MARISO
2
B
T
1
2
119°20'
119°24'
2 Km
Pantai Sungai Jalan Batas Kecamatan Batas 4 nM Batas 12 nM Sangat Sesuai Sesuai Sesuai Bersyarat Tidak Sesuai Laut
TAMALATE
119°16'
0
119°28'
119°32'
*Ket : 1. S Jenneberang 2. Muara Sungai Jenneberang 3.Kawasan Tanjung Bunga 4.Pantai Losasi/laguna 5. Kawasan pelabuhan 6. Potere 7. Sungai Tallo 8. Muara Sungai Tallo Gambar 2 Peta lokasi penelitian model pengelolaan pencemaran untuk keberlanjutan Perikanan dan Wisata Pantai Makassar
5°12'
5°12'
1
S
40 3.1.1. Batasan Lokasi Penelitian Lokasi penelitian terletak antara 119024’17’38” bujur timur dan 508’6’9” lintang selatan yang berbatasan Kabupaten Pangkep di sebelah utara, Kabupaten Maros disebelah timur, Kabupaten Gowa di sebelah selatan dan Selat Makassar di sebelah barat. Batas wilayah penelitian meliputi DAS Jeneberang dan DAS Tallo utamanya daerah yang berada dihulu yang terkait dengan laut Batas studi ini ditentukan 4 mil dari garis pantai hal ini terkait dengan ruang penyebaran limbah diperairan pantai Kota Makassar yang dibawa oleh aliran Sungai Jenneberang dan Sungai Tallo serta kanal-kanal kota yang kesemuanya bermuara di pantai Kota Makassar, adapun batas wilayah darat berkaitan pada wilayah pesisir yang masih dipengaruhi oleh aktivitas laut 3.2 Metodologi Pengumpulan Data Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai dan pertimbangan kondisi wilayah penelitian, maka penelitian ini
dilakukan dengan studi literatur dan metode
survei. Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi data kerat lintang (cross section) dan data deret waktu (time series). Dasar pertimbangan penggunaan kedua jenis data adalah beberapa variabel dengan tingkat keragaman tinggi hanya terdapat pada satu jenis data, sehingga kedua jenis data dikumpulkan dan digunakan secara bersamaan saling melengkapi dan berdasarkan pencapaian tujuan dan target penelitian 3.2.1 Data Primer Pengumpulan data primer dilakukan dengan melakukan pengukuran terhadap kualitas perairan. Tahap pertama dilakukan dengan menentukan stasiun pengamatan dan pengukuran. Stasiun pengukuran direncanakan terdiri dari 8 statasiun pada gambar 2, yakni 1) Sungai Jenneberang 2)Muara sungai Jenneberang 3) daerah wisata Tanjung Bunga 4) Daerah losari/ laguna 5) kawasan pelabuhan 6) kawasan Potere 7) Sungai Tallo 8) muara Sungai Tallo Penentuan stasiun
dan penetapan parameter yang diukur didasarkan
terutama pada : -
Jenis limbah yang terbawa oleh aliran sungai atau kanal (effluent) yang menjadi bahan pencemar
41 -
Keterwakilan wilayah dan aktivitas yang menjadi sumber pencemar seperti rumah tangga, industry dan wisata serta perikanan
-
Ketentuan jenis-jenis parameter yang ditetapkan berdasarkan dalam standar baku mutu air laut untuk wisata dan perikanan
Sementara itu untuk pengukuran faktor sosial dan ekonomi dilakukan dengan
interview dengan metode deep interview secara terstruktur terhadap
kelompok sampel yang telah ditentukan dari berbagai macam aktivitas yang ada di daerah pesisir dan lautan Kota Makassar. Wawancara terhadap responden menggunakan daftar pertanyaan (kuesioner) yang ditunjang dengan observasi langsung terhadap kegiatan pemanfaatan sumberdaya. Pemilihan responden dilakukan dengan cara purposive sampling atau pemilihan secara sengaja dengan pertimbangan responden adalah aktor atau pengguna lahan (stakeholders) terdiri dari pemerintah, swasta, masyarakat, dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Responden yang dimaksud adalah responden yang terlibat langsung atau responden yang dianggap mempunyai kemampuan dan mengerti permasalahan terkait dengan pencemaran dan aktivitas wisata pantai dan perikanan -
Data Kualitas fisik dan Kimia Perairan Data tentang kualitas biofisik meliputi data fisik seperti suhu, kekeruhan,
salinitas, kedalaman, dan data kimia seperti, Suhu,, pH, Salinitas, oksigen terlarut (DO), kebutuhan oksigen biokimia (BOD), NO 3 -N,. Beberapa parameter kualitas air serta metode pengukurannya didasarkan pada peruntukkan untuk kegiatan perikanan dan wisata dan mengacu pada Kepmen LH No 51 tahun 2004. Metode analisis dan metode pengukurannya disajikan pada tabel Tabel 5 Parameter kualitas air yang diukur dan metode analisisnya Parameter I. Fisika Suhu Salinitas II. Kimia pH DO BOD COD Nitrat Fosfat
Satuan
Metode /alat
Lokasi
o
Tetrimetri Refraktometer
In situ In situ
mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l
pH meter Tetrimetri Titrimetri Winkler Titrimetri dengan pemanasan Spektrometrik/spektrometer Spektrometrik/spektrometer
In situ In situ Lab. Lab. Lab. Lab.
C o %
42 -
Data pencemaran Pencemaran perairan pantai kota terdiri dari limbah organik dan
anorganik. Data beban limbah diperoleh melalui pengukuran debit sungai dan kanal serta konsentrasi parameter beban limbah di muara tiap stasiun pengukuran. Data kapasitas asimilasi perairan pantai diperoleh melalui pengukuran parameter beban limbah di perairan pantai yang kemudian dibandingkan dengan baku mutu -
Tata Guna lahan Data berupa peta tataguna lahan dan pemanfaatan sumberdaya yang saat
ini dan perkembangan pengguanaan lahan beberapa tahun sebelumnya (temporal). Untuk diperlukan beberapa jenis data diantaranya Peta Rupa Bumi, peta Lingkungan Pantai Indonesia (LPI), peta bathimetri, peta administrasi,dan Citra Landsat - Data Sosial dan Ekonomi Data Jumlah unit usaha, jumlah pengunjung wisata, kelembagaan perikanan dan wisata, dan sebaran penduduk di kawasan pantai 3.2.2 Data Sekunder Metode Pengumpulan data sekunder dilakukan melalui pengumpulan berbagai laporan dari berbagai lembaga dan instansi yang terkait serta penelusuran berbagai pustaka yang ada.
Jenis-jenis data yang dikumpulkan berasal dari
berbagai sumber berkaitan dengan berbagai hal yang dikaji dalam penelitian ini Berbagai komponen data serta peramater yang diukur dalam penelitian dapat dilihat pada tabel 6. Tabel 6 Komponen data dan Parameter yang diukur No. Komponen Data
Parameter
Data Primer 1.
Kualitas Biofisik dan kimia Perairan
Total suspended Solid (TSS), Suhu, oksigen terlarut (DO), kebutuhan oksigen biokimia(BOD), kebutuhan oksigen kima (COD) NO 3 -N, PO 4 , pH, salinitas, kecepatan arus, suhu dan kecerahan
2.
Laju pencemaran Pantai
Bahan-bahan pencemar (polutan), kecepatan arus sungai dan kanal, luas penampang sungai dan kanal, debit air
43 3
Data Peta
4.
Kebijakan pembangunan dan pemanfaatan pantai kota makassar Data Sosial dan Ekonomi
5
Peta Rupa Bumi, peta Lingkungan Pantai Indonesia (LPI), peta batimetri, peta administrasi,dan Citra Landsat Rencana Tata uang Wilayah pantai Kota Makassar serta Berbagai kebijakan pemerintah, (dinas perikanan dan kelautan, pariwisata, dan lainnya Jumlah unit usaha Perikanan dan wisata, jumlah pengunjung wisata, kelembagaan perikanan dan wisata
Data Sekunder 1.
2
3
Kondisi ekologi daerah pantai Kota Makassar Perikanan dan Wisata
Data Sosial dan Ekonomi
Data perubahan kondisi lahan, kualitas Air dan perubahan pemanfatan lahan pesisir Lokasi budidaya laut, Tempat Pelelangan Ikan, Pelabuhan Pendaratan Ikan, Jumlah pengunjung di tempat wisata, retribusi dan pendapatan daerah wisata Tingkat keuntungan usaha budidaya dan wisata pantai
Data sekunder yang dikumpulkan berkaitan dengan data kualitas air, kondisi geografi, perubahan tataguna lahan,
Rencana Tata ruang
dan
administrasi wilayah, iklim, pemanfaatan wilayah pesisir dan laut, kondisi penduduk, keadaan sarana dan prasarana penunjang perikanan dan perikanan, serta tentang kondisi perikanan secara umum. Komponen data tersebut diperoleh dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Makassar , Kantor Pemerintahan Daerah, Pariwisata dan Biro Pusat Statistik (BPS) serta intansi terkait lainnya 3.3. Analisis Data 3.3.1 Analisis Pencemaran 3.3.1.1 Analisis Beban Limbah Beban limbah yang berasal dari darat melalui sungai dan kanal yang menuju perairan pantai Makassar diukur melalui perkalian debit sungai dan kanal (m3/det) dengan konsentrasi limbah (mg/L). Debit sungai (Q) diukur dengan persamaan (Gordon et al., 1992) yaitu : Q = V.A Keterangan: V = Kecepatan aliran sungai/kanal (m/det) A = Luas penampang sungai atau kanal (m2)
44 Beban limbah dihitung berdasarkan rumus berikut (Mitsch dan Gosselink,1993): BL = Q x C Keterangan: BL = Beban limbah yang berasal dari satu sungai/ kanal (gram/det) Q = Debit sungai/kanal (m3/det) C = Konsentrasi limbah (mg/L) Konversi beban limbah ke ton/bulan dikali dengan 10-6 x 3600 x 24 x 30 3.3.1.2. Analisis Kapasitas Asimilasi Pendugaan nilai kapasitas asimilasi ditentukan dengan cara memplotkan nilai-nilai kualitas air suatu perairan pada kurun waktu tertentu dengan beban limbah yang dikandungnya ke dalam suatu grafik, yang selanjutnya direferensikan dengan nilai baku mutu air yang diperuntukkan bagi biota dan budidaya berdasarkan Kep.Men KLH No. 51/Men-KLH/2004 dari titik potong yang diperoleh melalui grafik ini kemudian diketahui waktu (tahun) terjadinya dan selanjutnya dilihat nilai beban limbahnya. Nilai beban limbah inilah yang dimaksud dengan nilai kapasitas asimilasi (Dahuri, 1999). Metode ini adalah yang paling sederhana dan mudah dilakukan. Kelemahan dari metode ini adalah hanya berdasarkan pada
hubungan kualitas air dan beban limbahnya, tanpa
memperhatikan berbagai dinamika perairan yang ada.
Konsentrasi pencemar
Baku mutu
Kapasitas asimilasi
Beban limbah
Gambar 3. Grafik hubungan antara beban limbah dan kualitas air (Dahuri, 1999)
45 Pencemaran pantai Kota Makassar secara matematis ditulis sebagai berikut : y = f (x) Secara maematis persamaan regresi linear dapat ditulis sebagai berikut : y = a + bx Keterangan : x = Nilai parameter di sungai/kanal y = Nilai parameter di muara/pantai a = nilai tengah/rataan umum b = keofisien regresi untuk parameter di sungai dan kanal Gambar 3. Grafik hubungan antara beban limbah dan kualitas air (Dahuri, 1999) Asumsi : 1. Nilai Kapasitas asimilasi hanya berlaku di wilayah perairan yang ditetapkan dalam penelitian 2. Nilai hasil pengamatan baik di perairan pantai dan di muara sungai atau kanal diasumsikan telah mencerminkan dinamika yang ada diperairan tersebut. 3. Perhitungan beban limbah hanya berasal dari land based , Kegiatan di perairan atau di laut tidak diperhitungkan. Beban Limbah Konsentrasi Pencemar Baku mutu Kapasitas asimilasi 3.3.1.3 Analisis Tingkat Pencemaran (Indeks pencemaran) Tingkat pencemaran ditentukan menggunakan metode Indeks Pencemaran (IP) berdasar Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 115 Tahun 2003 Lampiran II. Pada penelitian ini yang digunakan hanya beberapa parameter lingkungan utama yaitu
BOD, COD, DO, pH. Adapun persamaan yang
digunakan: IPj = f (C i /L ij) Keterangan: IPj = Indeks polusi bagi peruntukan air L ij = konsentrasi parameter untuk baku mutu peruntukan C i = Konsentrasi parameter kualitas air Karena pengukuran dalam metode ini menggunakan berbagai parameter kualitas air, maka pada penggunaannya dibutuhkan nilai rata-rata dari keseluruhan C i /L ij
46 acuan polusi. Merangkum indeks polusi beberapa parameter digunakan rumus Numerow (1991)
Keterangan: (C i /Lij ) R : nilai rata-rata C i /L ij (C i /Lij ) M : nilai maksimum C i /L ij Metoda ini dapat langsung menghubungkan tingkat ketercemaran dengan dapat atau tidaknya dipakai untuk penggunaan tertentu dan dengan nilai parameter-parameter tertentu. Untuk menentukan tingkat pencemaran digunakan indeks sebagai berikut:
0 ≤ P ij ≤ 1,0 → memenuhi baku mutu 1,0 ≤ P ij ≤ 5,0 → tercemar ringan 5,0 ≤ P ij ≤ 10 → tercemar sedang P ij > 10 → tercemar berat 3.3.2 Analisis Daya Dukung Lingkungan Menurut Ortolano (1994) bahwa dalam menganalisis daya dukung, terdapat dua faktor yang penting untuk dipertimbangkan yaitu yang terkait dengan: a) Peubah pertumbuhan (growth variable), yaitu peubah pertumbuhan dapat direpresentasikan sebagai populasi atau ukuran kegiatan manusia b) Faktor pembatas (limiting factor), yaitu sumberdaya alam, infrastruktur fisik dan elemen – elemen lain ketersediannya tidak berada dalam jumah yang terbatas sehingga faktor ini dapat menjadi kendala untuk faktor peubah pertumbuhan . Widigdo (2004) mengemukakan bahwa
penentu daya dukung suatu
wilayah adalah : (1) Kondisi biogeofisik wilayah, dan (2) permintaan manusia akan sumberdaya alam dan lingkungan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Berdasarkan paradigma ini maka metode penghitungan daya dukung kawasan pesisir tersebut dilakukan dengan menganalisis:
47 (1) Kondisi (variables) biogeofisik yang menyusun kemampuan wilayah pesisir dalam memproduksi/menyediakan sumberdaya alam dan jasa lingkungan, dan (2) Variables sosekbud yang menentukan kebutuhan manusia yang tinggal di wilayah pesisir tersebut atau yang tinggal di luar wilayah pesisir, tetapi berpengaruh terhadap wilayah pesisir, akan Sumberdaya alam
dan jasa
lingkungan yang terdapat di wilayah pesisir. 3.3.2.1. Analisis Daya Dukung Budidaya KJA dan Rumput Laut -
Daya Dukung KJA.
Penentuan daya dukung lingkungan untuk kegiatan
perikanan di Pantai Kota Makassar mengacu pada berbagai paramater digunakan dalam analisis kesesuaian.
yang
Berdasarkan pengukuran berbagai
parameter yang menjadi acuan maka ditentukan luasan areal budidaya perikanan Karamba Jaring Apung (KJA) yang dimungkinkan. Parameter tersebut antara lain: a. Luas lahan budidaya ikan dengan KJA yang sesuai. Luas lahan (areal perairan) budidaya ikan dengan KJA yang sesuai dapat diperoleh dari hasil analisis kesesuaian lahan. b. Kapasitas lahan perairan. Besarnya kapasitas lahan yang digunakan untuk kegiatan budidaya dengan KJA dianalisis seperti formula yang digunakan pada budidaya rumput laut. Yang berbeda adalah luas unit budidaya yang digunakan secara umum di perairan Indonesia (Sunyoto, 2000), yaitu dengan luas (12 x 12) m2 = 144 m2 = 0,00014 km2. c. Luasan unit rakit KJA.
Luasan unit rakit KJA adalah besaran yang
menunjukkan luasan dari satu unit rakit dengan empat keramba berukuran (3x3x3) m3. d. Daya Dukung Lahan.
Daya dukung lahan menunjukkan kemampuan
maksimum lahan yang mendukung aktivitas budidaya secara terus menerus tanpa menimbulkan terjadinya penurunan kualitas, baik lingkungan biofisik maupun sosial. Berdasarkan dengan pendekatan tersebut di atas maka daya dukung lahan untuk budidaya KJA dapat dianalisis dengan formula sebagai berikut : DDL KJA
= LLS x KL
48 dimana : DDL KJA LLS KL
= Daya dukung lahan budidaya dengan KJA (ha) = Luas lahan sesuai (ha) = Kapasitas lahan (ha)
Sedangkan untuk menghitung berapa jumlah unit budidaya yang dapat didukung oleh lahan berdasarkan daya dukung yang diperoleh, dapat dianalisis dengan persamaan sebagai berikut : JUBKJA =
Dimana : JUB KJA DDL LUB
= = =
DDL LUB
Jumlah unit budidaya dengan KJA (unit) Daya dukung lahan (ha) Luas unit budidaya (unit/ha)
- Daya Dukung Budidaya Rumput Laut : Daya dukung lahan budidaya rumput laut dapat dianalisis dengan menggunakan pendekatan luas areal budidaya yang sesuai (katagori sangat sesuai dan sesuai), kapasitas lahan dan metode budidaya yang diterapkan. Parameter yang menjadi acuan dalam penentuan daya dukung lahan tersebut, antara lain; a. Luas lahan budidaya rumput laut yang sesuai Luas lahan (areal perairan) budidaya rumput laut yang sesuai dapat di peroleh dari hasil analisis kesesuaian lahan dengan menggunakan GIS. b. Kapasitas lahan perairan Kapasitas lahan diartikan sebagai luasan lahan perairan yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan budidaya rumput laut secara terus menerus dan secara sosial tidak menimbulkan konflik serta secara ekologi tidak mengganggu ekosistem pesisir. Besarnya kapasitas lahan yang ditetapkan dalam studi ini dianalisis dengan formula sebagai berikut
KL
= =
Dimana : KL = ∆L = L1 =
L 2 − L1 ∆L x 100% x 100% = L2 L p 2 l 2 − p1l1 x 100% p 2l2 Kapasitas Lahan L2 – L1 Luas unit budidaya
49 L2 l1 l2 p1 p2
= = = = =
Luas yang sesuai untuk satu unit budidaya lebar unit budidaya lebar yang sesuai untuk satu unit budidaya panjang unit budidaya panjang yang sesuai untuk satu unit budidaya
c. Luasan Unit Budidaya Luasan unit budidaya adalah besaran yang menunjukkan luasan dari satu unit budidaya rumput laut, dimana setiap luasan unit budidaya berbeda-beda tergantung dari metode budidaya yang digunakan. d. Daya Dukung Lahan Daya dukung lahan menunjukkan kemampuan maksimum lahan yang mendukung aktivitas budidaya secara terus menerus tanpa menimbulkan terjadinya penurunan kualitas, baik lingkungan biofisik maupun sosial. Berdasarkan dengan pendekatan tersebut di atas maka daya dukung lahan untuk budidaya rumput laut dapat dihitung dengan formula sebagai berikut : DDLRL dimana : DDLRL LLS KL
= LLS x KL = = =
Daya dukung lahan budidaya rumput laut (ha) Luas lahan sesuai (ha) Kapasitas lahan (ha)
Untuk menghitung berapa jumlah unit budidaya yang dapat didukung oleh lahan berdasarkan daya dukung yang diperoleh, dapat dianalisis dengan persamaan sebagai berikut :
JUBRL =
DDL LUB
dimana : JUB RL = Jumlah unit budidaya rumput laut (unit) DDL = Daya dukung lahan (ha) LUB = Luas unit budidaya (unit/ha) 3.3.2.2 Analisis Daya Dukung Wisata Analisis daya dukung pada pengembangan wisata mengacu kepada konsep ekowisata bahari yang dikelompokkan kedalam wisata pantai dan wisata bahari. Wisata pantai merupakan kegiatan wisata yang mengutamakan sumberdaya pantai dan budaya masyarakat pantai seperti rekreasi, olah raga dan menikmati pemandangan. Metode yang digunakan untuk menghitung daya dukung pengembangan wisata pantai yaitu dengan pendekatan konsep Daya Dukung
50 Kawasan (DDK). DDK adalah jumlah maksimum pengunjung yang secara fisik dapat ditampung dikawasan yang disediakan pada waktu tertentu tanpa menimbulkan gangguan pada alam dan manusia. DDK dapat dihitung dengan formula: DDK =
K x
Dimana : DDK K Lp Lt Wt Wp
Lp Wt x Lt Wp
= Daya dukung kawasan = Potensi ekologis pengunjung per satuan unit area = Luas area atau panjang area yang dapat dimanfaatkan = Unit area untuk kategori tertentu = Waktu yang disediakan oleh kawasan untuk kegiatan wisata dalam satu hari = Waktu yang dihabiskan oleh pengunjung untuk setiap kegiatan tertentu.
Luas suatu area yang dapat digunakan oleh pengunjung mempertimbangkan kemampuan alam mentolerir pengunjung sehingga keaslian alam tetap terjaga. Tabel 7 Potensi ekologis pengunjung (K) dan luas area kegiatan (Lt)
Jenis Kegiatan
K (∑ Pengunjung)
Unit Area (Lt)
2
1000 m2
1
250 m2
1
50 m2
1
50 m2
1
50 m2
Selam Snorkling Wisata Mangrove Rekreasi Pantai Wisata Olah Raga Sumber : Yulianda (2007)
Keterangan Setiap 2 orang dalam 100 m x 10 m Setiap 1 orang dalam 50 x 5 m Dihitung panjang track, setiap 1 orang sepanjang 50 m 1 orang setiap panjang pantai 1 orang setiap 50 m panjang pantai
Daya dukung kawasan disesuaikan karakteristik sumberdaya dan peruntukan. Misalnya, daya dukung wisata selam ditentukan sebaran dan kondisi terumbu karang, daya dukung wisata pantai ditentukan panjang/luas dan kondisi pantai. Kebutuhan manusia akan ruang diasumsikan dengan keperluan ruang horisontal untuk dapat bergerak bebas dan tidak merasa terganggu oleh keberadaan manusia (pengunjung) lainnya.
51 Tabel 8. Prediksi waktu yang dibutuhkan untuk setiap kegiatan wisata No.
Kegiatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Selam Snorkling Berenang Berperahu Berjemur Rekreasi pantai Olah raga air Memancing Wisata mangrove Wisata lamun dan 10 ekosistem lainnya 11 Wisata satwa Sumber: Yulianda (2007)
Waktu yang dibutuhkan Wp – (jam) 2 3 2 1 2 3 2 3 2
Total waktu 1 hari Wt – (jam) 8 6 4 8 4 6 4 6 8
2
4
2
4
Khusus untuk wisata selam luas terumbu karang mempertimbangkan kondisi komunitas karang. Persen tutupan karang menggambarkan kondisi dan daya dukung karang. Jika kondisi komunitas karang disuatu kawasan baik dengan tutupan 76%, maka luas area selam di terumbu karang yang dapat dimanfaatkan adalah 76% dari luas hamparan karang (Yulianda, 2007). 3.3.3. Analisis Sistem dan Pemodelan Metode pendekatan sistem merupakan salah satu cara penyelesaian persoalan yang dimulai dengan dilakukannya identifikasi terhadap adanya sejumlah kebutuhan-kebutuhan, sehingga dapat menghasilkan suatu operasi dari sistem yang dianggap efektif (Eriyatno,1999). Dalam pendekatan sistem umumnya ditandai oleh dua hal, yaitu: (1) mencari semua faktor penting yang ada dalam mendapatkan solusi yang baik untuk menyelesaikan masalah; dan (2) dibuat suatu model kuantitatif untuk membantu keputusan rasional. Pengkajian dalam pendekatan sistem seyogyanya memenuhi tiga karakteristik, yaitu: (1) kompleks, dimana interaksi antar elemen cukup rumit; (2) dinamis, dalam arti faktor yang terlibat ada yang berubah menurut waktu dan ada pendugaan ke masa depan; dan (3) probabilistik, yaitu diperlukannya fungsi peluang dalam inferensi kesimpulan maupun rekomendasi (Eriyatno, 1999).
52 Prosedur analisis sistem meliputi tahapan-tahapan sebagai berikut : analisis kebutuhan, formulasi permasalahan, identifikasi sistem, pemodelan sistem, verifikasi model dan implementasi (Eriyatno, 1999). Identifikasi sistem diagram lingkar sebab-akibat kemudian diinterpretasikan untuk membangun konsep kotak gelap (black box) diagram input-output. Diagram input-output merepresentasikan input lingkungan, input terkendali dan tak terkendali, output dikehendaki dan tak dikehendaki, serta manajemen pengendalian.. Pemodelan merupakan suatu gugus aktivitas pembuatan model. Secara umum pemodelan didefinisikan sebagai suatu abstraksi dari sebuah obyek atau situasi actual. Tujuannya adalah untuk menemukan peubah-peubah apa yang penting dan tepat, sehingga dapat dibangun struktur modelnya. Teknik kuantitatif dan simulasi digunakan untuk mengkaji keterkaitan antar peubah dalam sebuah model (Eriyatno, 1999). penduduk
Industri
Limbah
Pencemaran
-
+ Peningkatan Kualitas lingkungan
treatment
-
+
+
Kerusakan lingkungan
Aktivitas Wisata pantai Daya dukung
Aktivitas Perikanan
-
+
+ Jumlah pengunjung
+ + Pajak dan retribusi
+ pendapatan
+
PDB Sektor
+ Daya beli
+ Income perkapita
+ +
Kesejahteraan meningkat
+ Gambar 4. Diagram lingkar sebab akibat (causal loop) Model Pengelolaan Wisata dan Perikanan Berkelanjutan di Pantai Kota Makassar
53 Dalam simulasi model pemanfaatan wilayah pantai Makassar untuk kegiatan Wisata pantai dan perikanan, optimasi ini akan dilakukan tiga skenario, yaitu : 1. Skenario laju pencemaran pantai kota (ekologi), perkembangan berbagai faktor ekonomi dan sosial serta kegiatan pemanfataan untuk wisata dan perikanan seperti kondisi sekarang. 2. Skenario pesimis, meningkatkatkan laju pencemaran (tekanan ekologi), dan tekanan sosial ekonomi terhadap kegiatan wisata pantai dan perikanan terpadu. 3. Skenario optimis, laju pencemaran dikendalikan dan faktor sosial dan ekonomi yang kondusif untuk mendukung wisata pantai dan perikanan. Analisis model optimalisasi ini akan menggunakan alat bantu perangkat lunak stella versi 9.0.2 (High Performance System, Inc., 2007). Tabel 9 Tujuan dan metode analisis model pengelolaan wisata pantai dan perikanan NO 1
2
3
4
5
Tujuan
Metode analisis
Mengukur kondisi fisika dan - Pengukuran data lapangan dan analisis kimia perairan pantai Kota laboratorium untuk parameter : Kecepatan Makassar arus, pH, Suhu,, salinitas, Disolved Oxygen (DO), Biochemical Oxygen Demand (BOD), COD, NO 3 ,PO 4 Mengetahui Daya dukung - Pengukuran daya dukung lahan untuk untuk Wisata dan Perikanan kegiatan wisata pantai dan perikanan budidaya KJA serta rumput laut Mengetahui tingkat laju - Mengukur beban limbah, indeks pencemaran pencemaran kapasitas asimilasi Mengetahui pengaruh - Menghitung tingkat pendapatan, berbagai faktor sosial pada kelayakan usaha, PDB subsektor wisata kegiatan wisata dan dan perikanan, daya serap tenaga kerja perikanan Merancang model dinamik - Analisis sistem dan pemodelan dengan pengelolaan pencemaran berbagai faktor yang mempengaruhi yakni untuk keberlanjutan wisata ekologi, sosial dan ekonomi dengan dan perikanan software stella versi 9.0.2 Tahapan analisis rancangan model pengelolaan wisata pantai dan perikanan
di pantai Kota Makassar dapat dilihat pada skema gambar 5 :
54
Pengelolaan Pantai Kota Makassar
Pertumbuhan penduduk
Pemukiman
Penduduk
Tata ruang pantai Kota Makassar
Wisata Pantai
Industri dan Industri Perdagangan dan Bisnis
Perikanan Terpadu
Perubahan Habitat
Analisis daya dukung
Tata ruang daratan (Up
Pencemaran
Lingkungan Pantai
Perikanan Perikanan
Pencemaran dari sungai dan Kanal
Analisis pencemaran, beban Limbah, Kapasitas Asimilasi
Wisata Wisata
Analisis Kelayakan Ekonomi Daya Dukung (Kelayakan ekologis)
Analisis Sistem dan Pemodelan
Desain Model Perikanan & Wisata
Pengelolaan Wisata pantai dan Perikanan Berkelanjutan
Gambar 5. Model pengelolaan pencemaran untuk keberlanjutan perikanan dan wisata di pantai Kota Makassar Sulawesi Selatan