SOSIOLOGI PERTANIAN: Perilaku Gerak Penduduk, Perubahan Sosial dan Pembangunan M.Idrus Abustam
Lab. Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Email :
[email protected] Tujuan Pembelajaran 1. Pendahuluan 2. Determinan Gerak Penduduk
3. Dampak Gerak Penduduk dan Implikasinya 4. Beberapa Implikasi Kebijakan Pertanyaan Diskusi
Tujuan pembelajaran 1 2 3 4 5
Setelah mempelajari materi ini, mahasiswa akan mampu : Menjelaskan indikator yang digunakan dalam penggolongan tipe (tipologi) desa di Sulawesi Selatan. Menjelaskan indikator yang digunakan dalam penentuan pelapisan social di lokasi desa penelitian di Sulawesi Selatan. Menjelaskan hubungan antara Tipe Desa dan pelapisan social dengan gerak penduduk dalam masyarakat desa di Sulawesi Selatan. Menjelaskan dampak positif gerak penduduk terhadap kondisi social ekonomi rumahtangga dan komunitas di daerah asal. Menjelaskan dampak negative gerak penduduk terhadap kondisi social ekonomi rumahtangga dan komunitas di daerah asal. Menjelaskan dampak gerak penduduk terhadap perubahan social budaya khususnya di bidang pertanian di desa asal migran (mover).
1. Pendahuluan Kegiatan pembangunan dapat mempengaruhi pola dan tingkat gerak penduduk. Sebaliknya gerak penduduk mempengaruhi dan memperlancar serta mengakibatkan perubahan sosial budaya dan ekonomi. Gerak penduduk dan pembangunan dapat berakibat bagi peningkatan pendapatn dan kesejahteraan rumah tangga. Karenanya, kebijaksanaan yang menahan arus penduduk adalah kurang tepat. Dalam rangka perencanaan kebijaksanaan di bidang gerak penduduk sebagai penunjang pembangunan (nasional, regional, dan pedesaan). Perlu diketahui bagaimana pola dan perilaku gerak penduduk di berbagai daerah di Indonesia khusus untuk daerah Sulawesi Selatan. Studi gerak penduduk ini masih terbatas, padahal gejala sosial ini semakin meningkat. Kalaupun gejala sosial tersebut sudah diakji, namun masih terbatas pada gerak 1. Sumber : Prisma No. 3. Maret 1989. Hal. 64-75.LP3ES. Jakarta 1989
MODUL
11
Mata Kuliah / MateriKuliah
Brawijaya University
2011
penduduk permanen dan lebih banyak difokuskan pada pengaliran penduduk keluar provinsi.2 Studi gerak penduduk di Indonesia pada umumnya dan di Sulawes Selatan pada khususnya belum banyak dikaitkan dengan perubahan sosial budaya dan ekonomi penduduk. Dan tidak atau belum dibahas dalam konteks pembangunan yang kegiatannya semakin meningkat. Kajian semacam ini akan lebih berdayaa guna bila dikaitkan dengan usaha-usaha pembangunan dan perubahan sosial ekonomi. Suatu persoalan baru yang cukup meluas tetapi belum banyak dikaji adalah kaitan antara kegiatan pembangunan dengan gerak penduduk. Beberapa penulis seperti Collier et al. Mantra, Rusli, menganggap bahwa modernisasi pertanian di Jawa mengakibatkan pergeseran tenaga kerja yang mendorong penduduk ke luar desa. Terutama bagi petani gurem dan petani tak bertanah (tuna/kisma).3 Beberapa penulis lainnya seperti Muhter, Husken, dan Geertz beranggapan bahwa modernisasi pertanian tidak mengakibatkan pergeseran tenaga kerja. Akan tetapi pembangunan pertanian itu berhasil meningkatkan pendapatan petani, sehingga mempunyai peluang yang lebih besar untuk pergi ke kota mencari tambahan pendapatan.4 Apabila dengan semakin gencarnya perhubungan karena adanya pembangunan infrastruktur, mengakibatkan gerak penduduk semakin meningkat.5 Hasil studi Rhoda menyimpulkan bahwa pada umumnya tidak dapat dibenarekan kalau dikatakan kegiatan pembangunan di daerah pedesaan mengurangi gerak penduduk desa kota sebagaimana diharapkan ahli ekonomi pembangunan. Hubungan antara gerak penduduk dan pembangunan adalah kompleks dan saling memengaruhi.6
2. Lihat misalnya Jacquiline Lineton. Pasompe Ugi : Bugis migrant and Wanderes, Archipel 10. 1975. hal. 173-210 : Hasan Walinono. Et al. Sebab Musabab Outflow Penduduk Sulawesi Selatan. Lembaga Kependudukan Unhas. Ujung Pandang. 1974 dan 1975: dan Suhartoko. Merantau bagi orang Wajo, Studi Kasus Tentang Hasrat merantau orang Wajo. PLPIIS. Unhas. Ujung Pandang. 1975. 3. William Collier et al. “ Sistem Tebasan. Bibit Unggul dan Pembaharuan Desa di Jawa” . Prisma. 3 (6). Desember. LP3ES. Jakarta 1974: Ida Bagus Mantra. Population Movement in West Rice Communities. A Case Study of Two Dukuh in Yogyakarta Impact of Agricultur al Modernization and Patterns of agricultural Land Tenare of Population Mobility in West Java. SEAPRAP. Singaopre. 1982. 4. Jean L. Muhrere. “Agricultural Modernization and Social Changes: The Case Java the last Fifteen Years”. Masyar (2). Jakarta. 1984. Hal Frans Hushen. Capitalism and Agrarian Differentiation in Javanese Village”. Masyarakat Indonesia (2). Jakarta. 1984. Hal 121-136: dan Clifford Geertz. Cultural and Social Changes: The Indonesian Case”. Man. 1984. Hal. 511-532. 5. Thomas R. Leinbach. “Rural Transport and Population Mobility in Indonesia”. The Joural of Developing Areas. Vol. 17 No 3. April 1983. hal 349-363. 6. Richard D. Rhoda. Development Activities and Rural Urban Migration: Is it Possible to Keep Them Down on The Form ?. Bereau for Development Support. A.L.D. Washington. 1979.
Page 2 of 13
Mata Kuliah / MateriKuliah
Brawijaya University
2011
Gerak penduduk senantiasa melibatkan perubahan dalam sub sistem dalam masyarakat, seperti status, peranan, struktur keluarga, pendidikan, pendapatan, dan sebagainya. Sebaliknya, gerak penduduk dapat diakibatkan oleh perubahan-perubahan subsistem, dalam masyrakat. Perubahan sosial budaya menimbulkan gerak penduduk yang selanjutnya menimbulkan perubahan sosial budaya dan pada gilirannya mempengaruhi gerak penduduk, dan seterusnya. (Lihat Gambar 13.1: Kerangka Model Konsepsional). Determinan Gerak Penduduk Berbagai konflik sosial yang terjadi di Sulawesi Selatan (dari abad ke XVII sampai sekarang), konsep bekerja menurut pandangan etnik Bugis, Makassar dan Toraja, nilai budaya siri, sistem pelapisan sosial dan jiwa pelaut serta berwiraswasta (padangkan atau saudagar pallopi). Merupakan faktor-faktor sosial budaya yang telah melembaga dan mempunyai arti yang sangat penting bagi kegiatan perantauan penduduk Sulawesi Selatan. Faktor-faktor sosial budaya tersebut satu atau beberapa diantaranya bersama dengan faktor lainnya, antara lain faktor ekonomi, dapat menjadi determinan gerak penduduk di Sulawesi Selatan. Akan tetapi perlu ditegaskan bahwa faktor-faktor sosial budaya itu bukanlah suatu faktor penentu bagi terjadinya gerak penduduk, melainkan berfungsi sebagai faktor pelengkap yang dapat mempercepat terjadinya gerak penduduk. Walaupun dikatakan bahwa bagi merantau atau laosompe, male membela, male loko tondokna tau atau male sompa telah berakar dan melembaga dalam sistem sosial masyarakat Bugis, Makasar, dan Toraja sejak beberapa abad yang lampau, namun tidaklah berarti bahwa kekuatan-kekuatan tradisional itu yang menentukan terjadinya perilaku perantauan. Bahkan pola-pola gerak penduduk sudah mengalami perubahan dan masih tetap berlangsung yaitu mulai dari banyak bergerak ke kota-kota daripada laosompe ke pulau-pulau lain. Hal ini karena merupakan suatu komponen dalam struktur ekonomi masyarakat, yakni pengadaan tenaga kerja. Menurut Forber, yang banyak membuat kritikan tajam atas penelitian gerak penduduk yang menekankan kekuatan-kekuatan tradisional dari sistem sosial sebagai penentuan pola perantauan, gerak penduduk bukanlah produk kekuatan-kekuatan tradisonal tetapi harus diungkapkan dengan kondisi dari setting dimana gerak penduduk terjadi.8 Selain perubahan pada pola gerak penduduk. Struktur sosial tradisional yang mencakup segi-segi sosial budaya yang melekat dalam diri masyarakat Bugis, Makasar, dan Toraja itu tidaklah statis tetapi terus menerus berubah. Konflik sosial tidak selalu member sumbangan bagi meningkatkan gerak penduduk ke luar (arus pasompe), tetapi kadangkala menahan terjadinya gejala itu. Konflik sosial yang terjadi pada suatu saat dapat menjadi lembaga katup pengaman bagi terjadinya konflik sosial berikutnya.9
Selama fungsi ini masih berperan,
7. Calvin Goldseheider. Population. Modernization and Social Structure. Terjemahan Al Ghozie Usman dan Andro Bayo Ala: Populasi Modernisasi dan Struktur Sosial. CV. Rajawali. Jakarta. 1983. 8. Dean Forber. “Meninjau Kembali Mobilitas Penduduk”. Prisma 10 (3). Maret. LP3ES. Jakarta 9. Lewis A. Coser, The Function of Social Conflict. The Free Press. New York,. 1966, hal. 39-48
Page 3 of 13
Mata Kuliah / MateriKuliah
Brawijaya University
2011
selama itu pula arus gerak keluar terdalam. Konsep bekerja atau palloang yang dalam pandangan masyarakat setempat mengandung implikasi terjadinya gerak penduduk ke luar dari lingkungan komunitasnya, telah bergeser pula maknanya. Pertimbangan-pertimbangan rasional mulai berpengaruh, apakah laosompe atau tetap bekerja di daerah asal saja. Sebab peluang bekerja dan berusaha masih dimungkinkan. Perwujudan nilai budaya siri tertentu pun, terutama yang berakibat negatif dan dapat mengakibatkan gerak keluar desa semakin berkurang sejalan dengan meningkatnya pendidikan. Demikian pula peranan niagawan perahu (padangkang pallopi atau saudagar pallopi) yang pernah terkenal menyebarkan penduduk Sulawesi Selatan ke berbagai wilayah kepulauan Nusantara ini mulai berkurang dengan berbagai kebijakan pemerintah. Kekuatan-kekuatan tradisional sosial budaya yang melekat dalam masyarakat pendukungnya dapat mempengaruhi tingkat gerak penduduk ke luar, namun selalu harus dikaitkan dengan kondisi-kondisi tertentu dari setting atau konteks di mana gerak penduduk terjadi pada kurun waktu tertentu. Dalam studi di tiga desa atau komunitas padi sawah di propinsi Sulawes Selatan, dimana masing-masing desa kasus berbeda-beda dalam hal sumberdaya lingkungan dan tingkat teknologi pertaniannya, menunjukkan bahwa tingkat gerak penduduk ternayata berbeda pula. Desa tipe 1 (Watangsidenreng) memiliki sumberdaya lingkungan baik dan teknologi pertanian tinggi. Serta tingkat gerak penduduk yang paling renadah. Desa tipe 2 (Camba-Camba) memiliki sumberdaya lingkungan terbatas dan teknologi pertanian rendah, serta tingkat gerak penduduk yang sedang. Dan desa tipe 3 (Tikala) memiliki karakteristik yang relatif sama dengan desa tipe 2, tetapi lokasinya terpencil dan jauh dari pusat-pusat kegiatan ekonomi, sosial dan politik serta memiliki tingkat gerak penduduk yang paling tinggi. Dengan menganalisa karakteristik masing-masing desa atau komunitas padi sawah secara keseluruhan terutama yang berkaitan dengan motivasi terjadinya gerak penduduk, ternayat perbedaan tingkat gerak penduduk tersebut berkaitan erat dengan ketimpangan sosial regional yang dialami oleh masing-masing desa. Ketimpangan yang paling besar dan menyumbang kepada tingkat gerak penduduk yang tinggi terjadi di desa tipe 3. Di desa ini faktor tekanan penduduk, keselarasan lingkukngan yang terganggu karena stabilitas ekosistem mengalami kemunduran. Faktor lokasi, pendidikan yang relatif lebih maju, dan faktor kelembagaan sosial budaya sangat mendorong terjadinya gerakan penduduk ke luar desa. Sebaliknya di desa tipe 1 hanya faktor kelembagaan sosial budaya yang dapat berpengaruh, disamping faktor lokasi, pendidikan dan keresahan politik mungkin dapat atau tidak berpengaruh, tergantung pada setting. Sedangkan desa tipe 2 lebih mendekati profil desa tipe 3. Cirri-ciri daerah “pinggiran” dimiliki oleh desa tipe 3, dan desa tipe 2 dengan tingkat gerak penduduk yang paling tinggi, sedangkan profil yang mendekati cirri-ciri daerah “pusat” dimiliki oleh desa tipe 1, dengan tingkat gerak penduduk ke luar yang paling rendah. Keberhasilan dalam pembangunan pertanian di desa ini menimbulkan arus balik gerak penduduk, dimana pola migrasi pulang kampung (return migration) menjadi menonjol. Bahkan dalam musim panen, pendatang sirkular dari kabupaten-kabupaten lain menyerbu di desa ini. Tampaknya, pembangunan pertanian di desa ini berhasil mengurangi kesenjangan antar desa dan kota,
Page 4 of 13
Mata Kuliah / MateriKuliah
Brawijaya University
2011
9
sebagaimana yang diharapkan oleh ahli-ahli ekonomi pembangunan, seperti Todaro sehingga dapat mengurangi arus ke luar penduduk desa. Tanpa memandang perbedaan-perbedaan desa asal dalam hal tingkat teknologi pertanian dan kelangkaan sumberdaya lingkunagn yang mempengaruhi gerak penduduk per rumah tangga adalah tingkat pendidikan (tingkat melek huruf) dan adanya kerabat di daerah tujuan, terutama di kota. Pada desa yang kurang maju teknologi pertanian dan terbatas sumberdaya lingkungannya, gerak penduduknya per rumah tangga dipengaruhi oleh faktor kelembagaan sosial budaya yang masih kuat dan tingkat teknologi pertanian kimiawi biologis. Selain itu, masih dapat pula dipengaruhi oleh tingkat partisipasi kerja rumahtangga di luar pertanian, tingkat teknologi pertanian mekanisme dan luas penguasaan tanah pertanian. Implikasi dari determinasi gerak pendudk ini terletak pada ketetapan mengambil keputusan pada berbagai tingkatan (nasional sampai desa) dan koordinasi pembangunan di desa dalam kan ian dan keselarasan antara kegiatan-kegiatan pembangunan di desa dalam menciptakan keserasian dan keselarasan antara kegiatankegiatan pembangunan pedesaan dan pertanian dengan gerak penduduk ke luar desa. Pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Gerak penduduk ke luar desa pun demikian, yaitu bertujuan untuk meningkatkan pendapatan atau kesejahteraan rumahtangga yang ditinggal di desa. Dengan demikian, gerak penduduk seyogyanya dipandang sebagai sarana bagi tercapainaya tujuan pembangunan. Penerapan teknologi pertanian kimiawi biologis dapat dilaksanakan di semua desa, karena terbukti dapat meningkatkan daya serap tenaga kerja. Akan tetapi, penerapan teknologi pertanian mekanis haruslah dilaksanakan dengan hati-hati dan selektif. Kalau tidak akan, akan mengakibatkan daya serap tenaga kerja. Akan tetapi, penerapan teknologi pertanian mekanis haruslah dilaksanakan dengan hati-hati dan selekif. Kalau tidak, akan mengakibatkan lebih terkurasnya tenaga kerja pedesaan, terutama di desa-desa yang padat dan terbatas sumberdaya lingkungannya. Pembangunan ppertanian jangan sampai memaksa penduduk meninggalkan desanya, karena kehilangan peluang (labor displacing). Akan tetapi, kalau pembangunan pertanian mengakibatkan pendapatan rumahtangga pedesaan meningkat dank arena itu berkemampuan untuk mengirimkan anggotanya pergi mencari tambahan pendapatna di luar desa, hal itu adalah positif. Demikian pula kegiatan-kegiatan pembangunan pedesaan lainnya, dapat meningkatkan arus gerak penduduk ke luar desa, walupun pada tahap awal pembangunan memang dapat menahan arus ke luar. Karena itu, kebijaksanaan yang langsung melarang gerak ke luar penduduk desa memasuki kota, seperti “kota tertutup” di daerah tujuan, adalahh kurang tepat dan tidak sesuai dengan hakekat pembangunan itu sendiri serta tidak sesuai dengan hak azasi manusia. Dampak Gerak Penduduk dan Implikasinya Dampak gerak penduduk terutama dirasakn oleh individu pallao (mover) sendiri, rumahtangga dan komunitasnya. Pada unit analisis rumahtangga berdasarkan status sosial ekonomi, di desa yang paling maju teknologi pertaniannya dan bersifat komersial selain memenuhi kebutuhan sendiri, tingkat gerak penduduk yang paling tinggi terjadi pada lapisan paling luas (lihat gambar 13.2). Sebaliknya tingkat gerak penduduk yang paling rendah terjadi pada lapisan paling bawah, petani sempit dan petani tak bertanah (tunakisma). Di desa yang maju Page 5 of 13
Mata Kuliah / MateriKuliah
Brawijaya University
2011
teknologi pertaniannya secara statistika terdapat asosiasi antara status sosail ekonomi rumahtangga pallao. Sedangkan di desa yang kurang maju pertaniannya, secara statistika asosiasi itu tidak nyata. Dapat disimpulkan bahwa modernisasi dan komersialisasi perta ian di daerah pedesaan dapat mendorong penduduk desa untuk bergerak ke luar ke daerah lain, terutama ke kota, dengan pola gerak sementara laolisu. Karena itu yang paling banyak merasakan dampak gerak penduduknya yang sementara juga lebih banyak dirasakan oleh rumahtangga pallao pada lapisan paling atas, karena tingkat gerak penduduk yang tertinggi terdapat juga pada lapisan atas ini. Adapun di desa yang kurang maju lainnya (tergolong paling “rendah” teknologi pertaniannya di antara ketiga desa kasus), dampak gerak penduduknya yang berpola migrasi permanen dan sementara terutama dirasakan oleh rumahtangga pallao pada lapisan petani sempit dan sedang sebab tingkat gerak penduduk tertinggi terdapat pada kedua lapisan sosial ekonomi tersebut.dampak gerak penduduk pada rumahtangga dan komunitasnya di daerah asal antara lain menambah pendapatan rumahtangga, meningkatkan status sosial dan mutu hidup rumahtangga, mendorong usaha-usaha pembangunan di desa, mempercepat proses penerimaan ide-ide baru, berkurangnya tenaga kerja dan meningkatnya peranan wanita, meningkatnya kemampuan membaca dan menulis, partisipasi media massa, partisipasi ekonomi yang luas, pola perilaku dengan empati yang tinggi dan pada akhirnya mengakibatkan perubahan sosial budaya dan ekonomi pada masyarakat pedesaan. (lihat kembali gambar 13.1). Gambar 13.2. Hubungan Antara Pola dan tingkat Gerak Penduduk dengan Status Sosial Ekonomi Rumahtangga Strata Pemilikan Sawah Gerak (ha) Permanen 1,0 S 0,5-1,0 R-S 0,5 R-S 0 R-S Semua Strata R-S Desa Tipe I: Watangsindreng
Gerak Semi Permanen R-S S-T S-T R-S S
Gerak Permanen Gerak Semi Permanen S S-S S-T S S-T R S-T R S-T R-S Desa Tipe II : Camba-Camba Strata Pemilikan Sawah (ha) 1,0 0,5-1,0 0,5 0 Semua Strata Desa Tipe III : Tikala
Gerak Permanen T T T T T
Gerak Semi Permanen R S S-T R-S R-S Page 6 of 13
Sirkulasi
Ulang alik
TktGP
R R R R R
T T T T T
27,8 24,4 20,9 12,9 21,6
Sirkulasi S S-T T T T
Ulang Alik T T T S-T T
Tkt GP 29,1 26,7 26,1 23,3 26,4
Sirkulasi
Ulang alik
TktGP
R R R R R
S-T S-T R-S R-S S
36,1 39,3 42,7 23,1 35,5
Mata Kuliah / MateriKuliah
Brawijaya University
2011
Meningkatnya pendapatan rumah tangga pallao pada komunitas padi sawah terutama bersumber dari kiriman uang dan barang (remittances) dari anggota rumah tangga tersebut yang bergerak keluar desa mencari nafkah di daerah lain terutama di kota. Hasil survai di kota menunjukkan bahwa pendatang sementara dari dua desa yang kuranng maju dan terbatas sumberdaya lingkunagnya mengirimkan atau membawa uang pulang ke desanya masing-masing sekitar 43% dan 39% dari pendapatan rata-rata mereka di kota. Ini berarti meningkatkan pendapatan rumahtangga mereka di masing-masing desa tersebut. Dalam hal kiriman tersebut, pendatang permanen di kota secara keseluruhan lebih kecil sumbangannya. Besarnya kiriman uang dan barang ke desa merupakan fungsi dari : (1) bentuk gerak penduduk, apakah permanen ayau sementara, keluarga atau individu; (2) tingkat dan sifat tanggungjawab pallao terhadap desa yang ditinggalkan; (3) hubungan yang terbina antara pallao dan keluarganya; (4) tingkat dan kebutuhan pallao dengan kerabatnya di desa, dan (5) jenis pekerjaan, pendapatan dan biaya hidup pallao di kota. Di dalam semua determinan itu, keluarga memiliki peranan sentral. Sebaliknya, jumlah kiriman yang diterima oleh rumahtangga pallao di desa ditemukan pula oleh proporsi jumlah anggota rumahtangga yang bergerak ke luar, pergi mencarri nafkah ke kota, yang pada gilirannya mempengaruhi pendapatan rumahtangga. Makin besar proporsi jumlah anggota rumah tangga yang pergi mencari nafkah ke luar kota, makin besar pula pendapatan rumah tangga. Kalau kiriman diperhitungkan, pendapatan, rata-rata per tahun baik per rumahtangga maupun per anggota rumahhtangga akan meningkat. Sementara jumlah atau presentase rumahtangga miskin menjadi berkurang. Dengan kiriman tersebut, rumahtangga miskin di desa tipe 3 berkurang lebih dari seperduanya, di desa tipe 2 berkurang lebih dari sepertiganya, dan desa tipe 1 hanya berkurang sekitar sepersepuluhnya (Tabel 13.1). oleh karena adanya kiriman, hampir pada semua lapisan sosisal ekonomi rumahtangga di ketiga desa kasus, tingkat pendapatan per rumah tangga atau per kapita anggota rumah tangga per tahun manjadi meningkat pula. Dalm hal ini, rumahtangga pallao pada setiap lapisan sosial ekonomi rumah tangga ada dalam posisi yang lebih baik daripada rumah tangga penetap. Tabel 13.1 Tiga Desa Kasus di Sulawesi Selatan: Proporsi Pendapatan Menurut Sumber Pendapatan. Pendapatan Rumahtangga dan Pendapatan Perkapita Anggota Rumahtangga Serta Garis Kemiskinan Rumahtangga Total
Watangsindreng
Proporsi Pendapatan Rumah tangga Menurut Sumber Pendapatan Sektor Non Kiriman Pertanian (%) Pertanian Bawaan (%) (%) 89,27 5,59 5,14
Camba-camba
56,00
15,36
28,64
100
Tikala
40,27
24,75
34,98
100
Desa
100
Pendapatan Tahun *) Per RT (xRp 1.000) 1474 (1426) 670 (465) 1363 (784)
rata-rata
Per
Per Anggota RT (xRp 1.000) 292 (284) 99 (67) 213 (138)
Proporsi Rumahtangga Di Bawah Garis kemiskinan **) 14,0 (17,0) 52,0 (79,0) 31,0 (64,0)
Sumber: Survei Lapangan 1985 Keterangan: *) Angka dalam tanda kurung adalah pendapatan rata-rata per tahun tanpa memperhitungkan pendapatan yang berasal dari kiriman/bawaan dari Anggota Rumah tangga “pallao” Page 7 of 13
Mata Kuliah / MateriKuliah
Brawijaya University
2011
**) Garis kemiskinan yang dipakai disini adalah batas pendapatan yang setara dengan 320 kg beras per anggota rumahtangga (kriteria Sajogyo) = 320 x Rp259,- = Rp80.000,- Secara kebetulan setara dengan criteria Bank Dunia dan Rao, dengan kalkulasi = (16 kg x Rp250,- x 1.250/0,75 x 12 bulan = Rp79.999,- (dibulatkan menjadi Rp80.000,-) (…) Angka dalam tanda kurung adalah proporsi RT dibawah garis kemiskinan tanpa memperhitungkan pendapatan yang berasal dari kiriman/bawaan Dampak positif lain dari adanya kiriman, baik pada lapisan sosial ekonomi yang sama antara rumah tangga penetap dan rumah tangga pallao, maupun antara lapisan sosial ekonomi, adalah sebagai unsure penting bagi pemerataan pendapatan. Lapisan bawah cenderung memiliki tingkat pertambahan pendapatan yang lebih besar dari pada pertambahan pendapatan pada lapisan atas. Kenyataan ini bertentangan dengan pandangan Lipton, bahwa kiriman tersebut terkonsentrasi pada rumahtangga yang lebih kaya di desa.10 Hanya saja karena 10. Michael Lipton, “Migration from Rural Areas of Poor Countries: Impact on Rural Productivity and Income Distribution”, World Development. No. 8. Hal 1-24
tingkat pendapatan pada lapisan paling bawah ini memang paling rendah, maka dengan tingkat pertambahan yang lebih seratus persen pun (kerena kiriman), belum berarti banyak. Mereka tetap berada pada kelompok pendapatan paling rendah dan belum banyak yang berhasil ke luar dari garis kemiskinan. Sebaliknya, lapisan atas dengan tingkat pertambahan pendapatan paling kecil (karena kiriman), justru memiliki tingkat pengurusan rumah tangga miskin yang paling besar. Dari segi penggunaannya, kiriman uang dan barang penting artinya bagi rumah tangga tani subsistensi untuk memenuhi kebutuhan pokoknya, yaitu hidup “cukupan”. Pengiriman anggota ruumahtangga untuk mencari nafkah merupakan survival strategy bagi rumah tangga pallao yang bersangkutan. Kiriman juga merupakan mekanisme bagi perubahan sosial budaya dan ekonomi di pedesaan, meningkatkan status soisal dan mutu hidup rumahtangga pallao, serta memberi petunjuk kuat atau tidak kuatnya ikatan-ikatan kekeluargaan antara kota dan desa. Menurut Heeren, migrasi dengan tegas membawa kenaikan sosial bagi mereka yang bersangkutan11. Dalam studi ini ditemukan, bahwa kenaikan status dirasakan sekali kalau pallao dapat berperan serta pada setiap kegiatan dimana mereka dapat memperlihatkan keberhasilan di rantau atau di kota. Dari segi kualitas rumah yang dimiliki sebagai salah satu ukuran keberhasilan dalam kehidupan sosial ekonomi, ternyata persentase rumahtangga pallao yang memiliki rumah berkualitas baik lebih besar daripada rumah penetap pada masing-masing desa kasus penelitian dan pada setaip lapisan sosial ekonomi rumahtangga. Dari segi pemilikan barang rumah tangga yang tahan lama (durable goods), yang sering dipakai untuk mengukur status sosial ekonomi rumah tangga, terdapat adanya pengaruh gerak penduduk terhadap pemilikan barang tersebut. Rumahtangga pallao memiliki akses yang lebih besar terhadap jumlahh jenis barang dari pada 11. H.J Heeren, Urbanisasi Djakarta, Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat, Fakultas Ekonomi, UI, Jakarta, 1955, hal 14.
Page 8 of 13
Mata Kuliah / MateriKuliah
Brawijaya University
2011
rumahtangga penetap. Persentase rumah tangga pallao yang memiliki lima jenis barang ke atas, selalu lebih banyak daripada rumah tangga penetap. Sebaliknya yang tidak memiliki barang, lebih kecil persentasenya pada rumahtangga pallao disbanding rumah tangga penetap. Kecenderungan ini berlaku pila pada setaip lapisan sosial ekonomi rumah tangga. Beberapa indikasi kemiskinan dan ukuran mutu hidup lainnya antara lain luas lantai rumah, penggunaan listrik atau penerangan lainnya, air minum, WC, kecukupan pangan dan pola konsumsi, menunjukkan bahwa rumah tangga pallao lah yang paling banyak memanfaatkannya, sehingga dapat dikategorikan mempunyai status sosial dan mutu hidup yang lebih tinggi daripada rumah tangga penetap. Dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara tingkat kesejahteraan atau mutu hidup rumah tangga di desa dengan ada atau tidak adanya anggota rumah tangga yang bergerak ke luar desa. Gerak penduduk dapat pila mendorong usaha-usaha pembangunan pedesaan dan mempercepat proses penerimaan ide-ide baru. Dengan mengalirnya uang dari pallao di kota-kota ke desa berarti jumlah yang beredar di desa semakln besar. Akibatnya perekonomian desa meningkat yang pada gilirannya berguna bagi pembangunan desa. Apabila kiriman uang dan barang ke desa asal ada juga yang digunakan untuk mah membayar pajak dan sumbangan bagi pembangunan desa. Ekonomi uang telah meluas ke daerah pedesaan sebagai akibat gerak penduduk tersebut. Dari segi sumberdaya manusia (human resources), migran pulang terutama pensiunan pegawai negeri, guru, dan militer, mempunyai andil yanbg besar dalam pembangunan ekonomi desa. Ide-ide, niai-nilai, sikap-sikap dan inovasi baru dapat disebarluaskan kepada masyarakat desa oleh para pallao yang kembali ke desa. Mereka menjadi pelopor perubahan (agent of change) bagi masyarakat desanya. Intensifikasi di dalam bidang pertanian menjadi lebih cepat diterima oleh masyarakat petani karena adanya peranan dari pallao yang kembali ke desa sebagai linker atau conveyor antara sources system dengan client system. Penyebaran dan penggunaan ide-ide baru, inovasi dan kebijaksanaan pemerintah pada masyarakat pedesaan akan semakin cepat diterima dan dilaksanakan
apabila sebagian masyarakatnya mempunyai
pengalaman migrasi atau pernah bermigrasi ke kota. Salah satu dampak negatif dari gerak penduduk ke luar desa adalah berkurangnya tenaga kerja muda yang relatif lebih berpendidikan dan mereka umumnya adalah laki-laki. Bagi desa tipe 3 yang padat penduduk, banyaknya penduduk yang bergerak ke luar justru menyebabkan terjadinya keseimbangan baru dalam hal penyediaan tenaga kerja di sector pertanian. Dengan kata lain gerak ke luar itu menyebabkan berkurangnya kompetisi pekerjaan di desa. Di desa yang maju teknologinya, kekurangan tenaga kerja dapat diatasi dengan mekanisme pertanian, yaitu dengan penggunaan traktor mini dan masuknya tenaga kerja dari daerah lain selama musim pengolah sawah. Selain itu, berkurangnya tenaga kerja pedesaan mengakibatkan pergeseran pola peranan anggotaanggota rumahtangga di desa asal, yang tercermin dari meningkatnya peranan ganda wanita di desa asal, yang tercermin dalam meningkatnya peranan ganda wanita di dalam rumah tangga maupun diluart rumah tangga
Page 9 of 13
Mata Kuliah / MateriKuliah
Brawijaya University
2011
dalam rangka pencarian nafkah untuk meningkatkan pendapatan rumah tangga. Curahan tenaga kerja wanita cenderung meningkat sejalan dengan meniungkatnya gerak penduduk ke luar desa. Gerak penduduk khususnya yang menuju ke daerah perkotaan, dapat mengakibatkan berkurangnya buta huruf, yakni jumlah orang yang dapat membaca dan menulis semakin meningkat. Di samping itu, jumlah orang yang mempunyai pengetahuan dan keterampilan menengah dan tinggi semakin bertambah. Tingkat gerak penduduk berkorelasi dengan tingkat pendidikan, khususnya tingkat melek huruf. Meningkatnya tingkat melek huruf atau kemampuan membaca dan menulis meningkatkan pula partisipasi media masa. Rumah tangga pallao memiliki keterbukaan yang lebih besar terhadap penggunaan media masa, yaitu surat kabar, majalah, radio dan televisi, dibanding rumah tangga penetap. Partisipasi media massa yang tinggi dikalangan rumah tangga pallao mempengaruhi partisipasi ekonomi, politik dan sosial, serta terjadinya mobilitas kejiwaan. Bahkan meningkatan partisipasi media masa cenderung untuk menambah partisipasi di dalam semua sector dari sistem sosial, dan pada gilirannya meningkatkan kemampuan berempati, yaitu kesanggupan melihat diri sendiri dalam situasi orang lain, yang sangat dibutuhkan dalam proses pembauran menuju masyarakat yang lebih maju. Arah perubahan yang terjadi adalah mulai pudarnya tata hidup tradisional menuju modernisasi. Kecepatan perubahan sosial tersebut merupakan fungsi dari jumlah atau persentase rumah tangga petani sawah yang mencapai tingkat peralihan (transisi), dengan sifat-sifat seperti tingkat gerak penduduk yang tinggi, aktivitasme yang tinggi memiliki harapan masa depan yang lebih baik, gaya keperansertaan (participant), sifat kekotaan (urbanism), kemampuan membaca dan menulis, kemampuan ber-empati dan memiliki kepribadian yang inovatif. Makin banyak rumah tangga petani padi sawah yang mencapai tingkat peralihan, makin banyak rumah tangga petani padi sawah yang mencapai tingkat peralihan, makin maju pula komunitas tersebut. Pengaruh yang ditimbulkan antara lain terjadinya perubahan-perubahann pada lembaga-lembaga kemasyarakatan, sistem pelapisan sosial, peralihan kepercayaan, lembaga perkawinan, struktur keluarga, dan keterbukaan terhadap gerakan-gerakan baru. Beberapa implikasi timbul sehubungan dengan dampak gerak penduduk, diantaranya bahwa gerak penduduk selalu melibatkan perubahan-perubahan dalam beberapa subsistem lain dalam masyarakat. Karena itu, gerak penduduk hendaknya dilihat sebagai bagian integral dalam proses perubahan sosial budaya dan ekonomi. Gerak penduduk dapat mengakibatkan perubahan-perubahan dalam kedudukan sosial mereka. Demikian pula, komponen-komponen perubahan sosial budaya dan ekonomi lainnya dalam hubungan sebab akibat timbal balik. Implikasi lainnya, bahwa bukan hanya daerah dan komunitasnya yang mengalami perubahan karena adanya hubungan dengan daerah kota melalui pallao, tetapi struktur dan nilai-nilai perkotaan yang mengalami perubahan berusaha menyesuaikan diri dengan struktur dan nilai-nilai kehidupan di kota. Beberapa Implikasi Kebijaksanaan Gerak penduduk dalam batas propinsi (intra regional movement) maupun ke luar propinsi, baik gerak laolisu atau ulang alik, sirkulasi, migrasi semi permanen, migrasi permanen, mengandung nilai-nilai tertentu yang kiranya dapat menjadikan sebagai bahan pertimbangan dalam melaksanakan kebijaksanaan-kebijaksanaan pembangunan regional dan pedesaan. Dengan adanya gerak penduduk desa kota, maka hubungan desa dengan Page 10 of 13
Mata Kuliah / MateriKuliah
Brawijaya University
2011
kota dapat dipercepat dan diperlancar. Orang-orang desa yang pergi ke kota banyak memperoleh pengalaman, pengetahuan, ide-ide dan sikap-sikap baru di kota, yng selanjutnya dapat dialihkan ke desa-desa. Hal ini sangat penting dalam proses pembangunan desa. Kebijaksanaan pemerintah daerah di bidang gerak penduduk sesudah perlu dipikirkan sedini mungkin. Hal ini untuk menghindari terjadinya konsentrasi arus migrasi permanen ke kota Ujung Pandang dan menghindari daya tamping yang berlebih sebelum kota yang tersebar di Sulawesi Selatan itu mengalami proses urbanisasi yang tidak wajar atau menjadi primate city yang sangat mengungguli kota-kota lainnya. Konsep pasal pertumbuhan (growth center) sudah selayaknya disebarkan dan dipencarkan ke kota-kota kabupaten lainnya agar arus gerak penduduk, baik yang permanen maupun yang sementara akan memancar juga ke kota-kota kecil tersebut. Sebaliknya daerah-daerah pedesaan dipicu melalui pendekatan agropolitan atau urbanisasi sektor pedesaan. Pembangunan industri dan pertanian dalam unit-unit agropollitan yang baru dapat mempercepat proses perkembangan perkotaan dan pedesaan secara bersama-sama Program-program pembangunan di DaerahTingkat II yang berorientasi pada perluasan lapangan kerja bagi tenaga keraja pedesaan yang mengalami kekurangan lapangan kerja secara musiman karena menunggu pekerjaan selanjutnya di bidang pertanian, perlu dikembangkan terus. Program tersebut telah berhasil meningkatkan pendapatan mereka, di samping hasil-hasil nyata berupa prasarana perhubungan, produksi dan pemasaran dapat dinikmati oleh masyarakat pedesaan untuk mengembangkan perekonomiannya. Dengan pendapatan yang meningkat, mereka berkemampuan untuk bergerak ke luar deanya secara sirkuler mencari kesempatan-kesempatan baru yang dapat lebih meningkatkan pendapatan mereka. Dengan demikian di desa mereka tetap berproduksi dan di kota atau di tempat lain memperoleh tambahan pendapatan berupa uang tunai yang dibawa tambahan pendapatan berupa uang tunai yang dibawa masuk ke desa. Dengan demikian, perekonomian desa semakin meningkat. Dalam hal ini, gerak ke luar desa berjalan dengan kegiatan-kegaitan pembangunan pedesaan. Pembangunan meningkat, gerak penduduk pun meningkat, berarti memperlancar kegiatan pembangunan. Kedua-duanya dapat meningkatkan pendapatan rumahtangga pallaodi desa. Karenanya, kebijaksanaan yang bertujuan mencegah masuknya penduduk pedesaan ke kota (“kota tertutup”). Hendaknya ditinjau kembali. Biang keladi yang sesungguhnya bukanlah gerak penduduk, tetapi ketidaksempurnaan pasasr tenaga kerja atau kesalahan pertimbangan dalam investasi sector public atau kebijaksanaan haraga dan upah. Dengan demikian kebijaksanaan yang tepat bukanlah membatasi tetapi mendorong gerak penduduk atau mobilitas tenaga kerja pedesaan. Pendatang asal desa di kota, ang terutama berusaha dan bekerja di sector informal atau “sistem produksipetani” (present system of production), memerlukan kebijaksanaan dan penanganan yang tepat dari pemerintah kota. Strategi kebijaksanaan yang utama adalah mnegembangkan sektor informal perkotaan. Dalam hal ini, begaimana memperbanyak peluang kerja dan berusaha pada setor informal tersebut, disamping menempatkannya pada bagain-bagian kota dan kepentingan mereka dalam berusaha. Bukan sebaliknya, mengurangi atau menghancurkan sektor informal tersebut. Sikap pemerintah kota yang dapat menghargai usaha tersebut sangat dianjurkan. Page 11 of 13
Mata Kuliah / MateriKuliah
Brawijaya University
2011
DAFTAR PUSTAKA Cunningham. C.E,. 1958. The Postwar Migration of the Toba-Bataks to East Sumatra. Yale University. Southeast Asia Studies. New Haven. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, 1983, Sosok Orientasi Sosial Budaya Pada Tiga Komunitas di Sulawesi Selatan, Jakarta LP3ES, 1994. Majalah Prisma No. 12. Desember 1994, hal 3-21. Jakarta ……….1994. Majalah Prisma No. 3. Maret 1994, hal 23-31. Jakarta ……….1990. Majalah Prisma No. 2. Februari 1990. Jakarta ……….1989. Majalah Prisma No. 3. Maret 1989, hal 64-79. Jakarta ……….1989. Majalah Prisma No. 2. Februari 1989, hal. Jakarta ……….1979. Majalah Prisma No. 3. Maret 1979, hal 16-30. Jakarta Oetomo, K,. 1958. Masyarakat Transmigran Spontan di Daerah Way Sekampung (Lampung), dalam Teknik Pertanian Tahun ke VII No. 7-9. Juli-September 1958 Patji. A. 1987. Bunga Rampai Tradisi dan Transformasi Masyarakat Fak-Fak dan Nabire, Irian Jaya. Halaman 148173. Puslitbang Kemasyarakatan dan Kebudayaan. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jakarta Soewardi, H,. 1972. Respon Masyarakat Desa Terhadap Modernisasi Produksi Pertanian, Terutama Padi, di Jawa Barat. GMU Press. Yogyakarta.
Pertanyaan diskusi 1 2 3 4 5 6
Jelaskan indikator yang digunakan dalam penggolongan tipe (tipologi) desa di Sulawesi Selatan! Jelaskan indikator yang digunakan dalam penentuan pelapisan social di lokasi desa penelitian di Sulawesi Selatan. Bagaimana hubungan antara Tipe Desa dan pelapisan social dengan gerak penduduk dalam masyarakat desa di Sulawesi Selatan. Sebutkan dan jelaskan beberapa dampak positif gerak penduduk terhadap kondisi social ekonomi rumahtangga dan komunitas di daerah asal. Sebutkan dan jelaskan beberapa dampak negative gerak penduduk terhadap kondisi social ekonomi rumahtangga dan komunitas di daerah asal. Sebutkan dan jelaskan beberapa dampak gerak penduduk terhadap perubahan social budaya khususnya di bidang pertanian di desa asal migran (mover).
Page 12 of 13
Mata Kuliah / MateriKuliah
Brawijaya University
2011
Gambar 13.1. Kerangka Model Konsepsional Pembangunan (nasional, regional dan pedesaan) Masalah Kependudukan
Transportasi lancar
Keluarga /RT
Informasi daerah tujuan /ada tidaknya kerabat (teman)
Kebijakan Pemerintah (pajak, pungutan, sumbangan) Pemilikan tanah yang sempit
Peluang bekerja & berusaha di luar pertanian kurang
Produksi pertanian rendah Teknologi pertanian rendah Teknologi pertanian tinggi
Partisipasi ekonomi yang luas (tingkat pendapatan)
Peluang bekerja & berusaha didalam pertanian kurang
Pendapatan rendah
Kelembagaan sosial (upacara adat)
Mutu hidup rendah
Tkt grk pendud uk tinggi
Berkurangnya buta huruf dan meningkatnya pendidikan
Fasilitas pelayanan rendah
Partisipasi politik (kebijakan dan partisipasi sosial
Tingkat melek huruf tinggi
SELF-PROPAGATING ENTREPRENEURIA
Page 13 of 13
Partisipasi media massa