3~~)f Z/2rfbb STRATEGI PENGEMBANGAN PETERNAKAN AYAM RAS PEOAGING OENGAN MENINGKATKAN PENOAPATAN PETERNAK MELALUI KEMITRAAN 01 KOTA PEKANBARU
OLEH:
NOVIAN
SEKOLAH PASCASARJANA !NSTITUT PERTANIAN BOGaR BOG OR
2006
PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir Strategi Pengembangan Peternakan Ayam Ras Pedaging dengan Meningkatkan Pendapatan Peternak melalui Kemitraan di Kota Pekanbaru adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dan penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tugas akhir ini.
Bogor, Januari 2006
Novian NIM A. 153024565
ABSTRAK
NOVIAN. Strategi Pengembangan Peternakan Ayam Ras Pedaging Oengan Meningkatkan Pendapatan Peternak Melalui Kemitraan Oi Kota Pekanbaru. Oibimbing oleh YUSMAN SYAUKAT sebagai ketua dan HARIANTO sebagai anggota komisi. Peternakan ayam ras pedaging di Kota Pekanbaru merupakan salah satu usaha sektor pertanian sub sektor petemakan yang berkembang dengan baik. Model Kemitraan merupakan pili han peternakan dalam mengembangkan usahanya. Penelitian ini mencoba memberikan alternatif pilihan model kemitraan dan kriterianya yang menguntungkan bagi peternak dengan skala usaha yang berbeda. Penelitian ini menggunakan metode sensus pad a plasma dan simple random sampling pada mitra, dengan mengelompokan peternak berdasarkan skala usaha yang ada. Analisis data secara kualitatif dan kuantitatif dengan menggunakan komputer software excel. Perancangan program menggunakan metode Logical Framework Approach .. Berbagai faktor yang menyebabkan peternak dan pengusaha terikat dalam model kemitraan, peternak mitra didorong oleh: 1) Pinjaman modal usaha, 2) Bimbingan usaha, 3) Jaminan pemasaran, 4) Sistem manajemen, dan 5) Sistem pembagian hasil. Sedangkan bagi perusahaan yang menyebabkan terikat dengan model kemitraan ini antara lain: 1) Pendapatan perusahaan, 2) Kelancaran usaha, 3) Menjaga nama perusahaan, dan 4) Mendukung peraturan pemerintah. Secara keseluruhan terhadap model-model yang ada dilihat dari implementasi dan pendapatan peternak, itidak layak dilaksanakan karena berpotensi merugikan peternak. Model yang tepat dilaksanakan adalah ModeJ Kemitraan Subkontrak dalam organisasi "Gabungan Petemak Ayam Ras Pedaging". Oiperlukan intervensi kebijakan pemerintah agar dapat menjembatani agar model terbaik dapat diperoleh sehingga peternak dan perusahaan mitra akan saling menguntungkan, dan perkembangan usaha peternakan ayam ras pedaging di Kota Pekanbaru dapat ditingkatkan.
© Hak Cipta milik Novian, Tahun 2006 Hak Cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak sebagian atau se/uruhnya da/am bentuk apapun, baik cetak, mikrofi/m, dan sebagainya tanpa izin tertu/is dari /nstitut Pertanian Bogar.
STRATEGI PENGEMBANGAN PETERNAKAN AYAM RAS PEOAGING OENGAN MENINGKATKAN PENOAPATAN PETERNAK MELAlUI KEMITRAAN 01 KOTA PEKANBARU
NOVIAN
Tugas Akhir Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah
SEKOLAHPASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGaR
2006
Judul Tugas Akhir
Strategi Pengembangan P.eternakan Ayam Ras Pedaging Dengan Meningkatkan Perldapatan Peternak Mejalui Kemitraan Di Kota Pekanbaru
Nama
NOVIAN
NiM
: A.153024565
Menyetujui,
1. Komisi Pembimbing
Dr.lr. Yusman Syaukat, M.Ec. Ketua
Mengetahui,
2. Ketua Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah
Dr.lr. Yusman Syaukat. M.Ec.
Tanggal Ujian : 24 Januari 2006
Tanggal Lulus: _O_7_F_E_B_20_06_
RIWAYAT HIDUP
Novian, dilahirkan di Kota Bukittinggi Provinsi Sumatera Barat pada tanggal
7 Nopember 1971, sebagai anak kedua dari lima bersaudara. Ayah bernama Prof.lr.H.Fachruddin Usman dan ibu bernama Hj.Afsah. Penulis memulai pendidikan dari kelas dua Sekolah Dasar pada tahun 1979. Pada tahun 1984 penulis memasuki pendidikan SLTP dan pada tahun 1987 memasuki pendidikan SLTA. Pendidikan Tinggi dimulai pad a tahun 1990 dan menamatkannya pad a tahun 1997 -eli Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Riau Pekanbaru. Memperoleh Ijazah Persamaan Akuntan Negara pada tahun 1998 dengan Register Akuntan Negara Nomor D-19.964. Pad a tahun 2003/2004 berkesempatan mengikuti pendidikan Magister di Institut Pertanian Bogor pada Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah (MPD) dengan beasiswa dari Program Studi MPD Institut Pertanian Bogor. Penulis
beke~a
pada bidang pendidikan sebagai Dosen Luar biasa di
Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Riau Pekanbaru sejak tahun ajaran 2001/2002. Selain itu juga mengajar pada beberapa Perguruan Tinggi Swasta di Kota Pekanbaru. Pada April 2005 dipercaya sebagai Direktur Administrasi dan Keuangan pada PT Rumbai Jaya dan pada Desember 2005, bersama DosenDosen di Fakultas Pertanian Universitas Riau, mendirikan usaha konsultan pertanian (saat ini masih dalam pengurusan izin) dan dipercaya sebagai Direktur Utama.
PRAKATA
Pertama-tama Puji dan Syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena atas kehendak dan izin-Nya jualah penulis dapat menyelesaikan Kajian Pembangunan Daerah ini dengan judul "Strategi Pengembangan Petemakan
Ayam Ras Pedaging Oengan Meningkatkan Pendapatan Petemak Melalui Kemitraan Oi Kota Pekanbaru". Terimakasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr.lr.Yusman Syaukat, M.Ec. selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Bapak Dr.lr.Harianto, MS selaku Anggota Komisi Pembimbing, dalam penyelesaian Kajian Pembangunan Daerah ini, yang telah banyak memberikan konsep dan masukan. Ucapan terimakasih
juga
penulis sampaikan kepada Ketua Program Studi, Dosen-Dosen, dan temanternan di Program Magister Manajemen Pembangunan Daerah Institut Pertanian Bogor Kelas Pekanbaru Angkatan II, serta semua pihak yang telah membantu penyelesaian Kajian Pembangunan daerah ini. Ucapan serupa juga penulis sampaikan kepada keluarga tercinta terutama Ayahanda Prof.lr.H.Fachruddin Usman, Ibunda Hj. Afsah (Aim), Kakanda Gusnita, S.Si.,Apt dan keluarga, Adinda Sri Yoseva, SP,MP dan keluarga, Muharnes; SH., dan Jonny Fachruddin, SE yang telah banyak i
memberikan dorongan dalam penyelesaian studi ini. Semoga tulisan kecil ini dapat memberikan manfaat untuk kita semua.
Bogor, Januari 2006
Hormat Penulis,
DAFTAR lSI
Halaman PRAKATA ....................................................................................................... DAFTAR lSI .................................................................................................... DAFTAR TABEL .......................................................................... ,. ..... ............ DAFTAR GAM BAR ........... ........ ................. ...... ................. ....... ....... ....... ........ DAFTAR LAMPIRAN ......... ................................ ........ ......... ........... ..... ............
I.
II.
III.
IV
ii iv vi vii
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang ...........................................................................
1
1.2.
Perumusan Masalah ..................................... '" ..... ................. ....
7
1.3.
Tujuan dan Manfaat Kajian ......... ..................... ........ .... ..... ...... .... 1.3.1. Tujuan Kajian .................................................................. 1.3.2. Manfaat Kajian ............... ....... ...... ....... ......... ............. .......
10 10 10
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Pembangunan Peternakan ....................... ,............. ,........ ...... ....
12
2.2.
Kemitraan Peternakan Ayam Ras pedaging ........ ... ....... .... .......
15
2.3.
Keuntungan Peternak dalam Kemitraan .... ........... ........ ... ..........
25
METODOLOGI KAJIAN
3.1. Kerangka Pemikiran .............................................i............. ...... ......
30
3.2. Lokasi dan Waktu Kajian ...............................................................
34
3.3. Metode Penelitian .......................................................................... 3.3.1. Sasaran Penelitian dan Teknik Sampling ......................... 3.3.2. Metode Pengumpulan Data ............... ... ..... ................. ...... 3.3.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data .............................
34 34 35 36
3.4. Metode Perancangan Program ....... ....... ....... ......... ........... ...... ... ...
41
DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN
4.1. Keadaan Umum Daerah Penelitian ...... .... ....... ... ............ ......... ..... 4.1.1. Keadaan Penduduk ........................................................... 4.1.2. Prasarana dan Sarana ................................................ ,. ....
43 44 46
4.2. Populasi dan Perkembangan Ternak di Kota Pekanbaru ...... ......
49
4.3. Karakteristik Responden .................................... ........................... 4.3.1. Umur.. ..... ............... ........... ...................... ..... .......... .... ... ..... 4.3.2. Tingkat Pendidikan Responden .......... ........................ ..... 4.3.3. Pengalaman Beternak dan Bermitra ................................. 4.3.4. Jenis Pekerjaan Pada Usaha Peternakan Ayam Ras Pedaging ...........................................................................
51 52 53 54
ii
56
V.
HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Identifikasi dan Evaluasi Model-Model Kemitraan di Kota Pekanbaru ..................................................................................... 5.1.1. Implementasi Pola PT Charoen Phokpand ........... ........ ... 5.1.2. Implementasi Pol a PT Confeed ........................................ 5.1.3. Implementasi Pola Ramah Tamah Indah ......................... 5.1.4. Implementasi Pola Makmur Jaya PS ........... ... .................. 5.1.5. Sentuk dan lsi Surat Perjanjian ......................... ......... ....... 5.1.6. Evaluasi Terhadap lsi Surat Perjanjian ......... ,...... ,............ 5.2. Analisis Tingkat Keberhasilan Usaha dan Pendapatan ........... .... 5.2.1. Analisis Siaya Per Satuan Hasil ........................ ....... ......... 5.2.2. Analisis Pendapatan .... ......................................... ............. 5.2.3. Analisis Efisiensi Penerimaan, Pendapatan dan Siaya ..................................................................................
VI
58 58 60 62 64 66 70 76 77 80 83
RANCAGAN PROGRAM PENGEMBANGAN PETERNAKAN AYAM RAS PEDAGING 01 KOTA PEKANBARU 6.1. Visi dan Misi Kota Pekanbaru ......... ...................... ..... ...... ............. E?1.1. Visi Kota Pekanbaru ...... .... ................ .......... ...... ............... 6.1.2. Misi Kota Pekanbaru .........................................................
87 87 87
6.2. Identifikasi Masalah ......... ,. .......... .................................................. 6.2.1. Modal Usaha ............. ..... ..... ............... ............ .... ............... 6.2.2. Pascapanen. ..... .... .......... .............................. ...... ..... .......... 6.2.3. Harga Sapronak dan Hasil Produksi .................................
88 88 89 90
6.3. Strategi Pengembangan Peternakan Ayam Ras Pedaging Melalui Kemitraan .... ,............... ........... .... ........ ... ............................ 6.3.1. Faktor Pendotong Kemitraan Ayam Ras Pedaging ......... 6.3.2. Kemitraan Sebagai Alternatif Pemberdayaan Ekonomi Kerakyatan ............... ..........................................
90 90 97
6.4. Perancangan Program Pengembangan Petemakan Ayam Ras Pedaging di Kota Pekanbaru ........ ......................................... 100 VII. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1.
Kesimpulan .................................................. ...............................
7.2.
Saran-saran ................................................................................ 108
DAFTAR PUSTAKA ........................................................... ............................ LAMPIRAN
iii
107
111
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.
Populasi Dari Sam pel Penelitian.............................................................
35
2.
Matrik SWOT Strategi Penerapan Model Kemitraan Peternakan Ayam Ras Pedaging di Kota Pekanbaru .... ................. ......... .............. ...
41
Jumlah Penduduk Kota Pekanbaru Dirinci Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Tahun 2003 ..... ..... ............ ... ... ..... .............. ....
44
Jumlah Penduduk Produktif Kota Pekanbaru Berdasarkan Lapangan Pekerjaan Utama Tahun 2003 ..............................................
45
Perbandingan Luas Wilayah dan Jumlah Penduduk di Kota Pekanbaru Tahun 2003 ..........................................................................
45
6.
Sarana Pendidikan di Daerah Penelitian Tahun 2003 ..........................
48
7.
Fasilitas Sarana Kesehatan di Kota Pekanbaru tahun 2003.................
49
8.
Jumlah Produksi, Potensi dan Pemanfaatan Daging Dari Berbagai Jenis Ternak di Kota Pekanbaru Tahun 2003 .......................................
50
Potensi Luas Lahan dan Peluang Peternakan di Kota Pekanbaru Tahun 2003 ............................................................................................
51
10.
Distribusi Umur Responden .................................................................. .
52
11.
Tingkat dan Lamanya Pendidikan Responden ..................................... .
53
12.
Pengalaman Responden Dalam Beternak dan Bermitra ..................... .
55
13.
Distribusi Peternak Plasma Menurut Status Usaha Ternak Unggas
3. 4. 5.
9.
56 14.
Deskripsi Implementasi Perjanjian Model Kemitraan Charoen Pokphand ...............................................................................................
60
15.
Deskripsi Implementasi Perjanjian Model Kemitraan Confeed ............ .
62
16.
Deskripsi Implementasi Persyaratan Model Kemitraan RTI ................. .
63
17.
Deskripsi Implementasi Persyaratan Model Kemitraan Makmur Jaya ........................................................................................................
66
Perbedaan Hak dan Kewajiban Perusahaan Inti dan Peternak Mitra Pad a 4 Model Kemitraan di Kota Pekanbaru .............................. .
69
Matrik Perbandingan Implementasi ke-4 Model Kemitraan Peternakan Ayam Ras Pedaging di Kota Pekanbaru ........................... .
71
Komposisi Rata-Rata Biaya Peternak Dalam Satu Periode Pacta Pola Kemitraan Ayam Ras Pedaging di Kota Pekanbaru Tahun 2005 ...................................................................................................
77
18. 19. 20.
iv
21.
Rataan Biaya Peternak Per Satuan Hasil Budidaya Ternak Ayam Ras Pedaging Dalam Satu Periode Pada Model Kemitraan di Pekanbaru Tahun 2005 ................................ ........................ ..................
78
Rataan Penerimaan Pemeliharaan, Penerimaan Kotoran dan Penerimaan Insentif Serta Total Penerimaan Dalam Satu Periode Produksi Tahun 2005 .............................................................................
81
Perhitungan Rataan Efisiensi Penerimaan, Pendapatan dan Biaya Dalam Satu Periode Produksi Tahun 2005 .. .................... .......... ...........
84
Faktor-Faktor Pendorong Perusahaan Inti Membuat Model Kemitraan di Kota Pekanbaru ........ .............. .......................... ................
91
Faktor Pendorong Peternak Ikut Dalam Model Kemitraan di Kota Pekanbaru ..............................................................................................
94
26.
Alasan Peternak Ikut Kemitraan ............................................................
98
27.
Matriks Perencanaan Proyek Pembentukan Asosiasi Peternakan Unggas di kota Pekanbaru ..................................................................... 102
22.
23. 24. 25.
v
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman 1.
Konsep Pengembangan Pola Inti Rakyat ....... ..... ..... ...... ............ .............
23
2.
Bagan Alir Kerangka Pikir Strategi Pengembangan Peternakan Ayam Ras Pedaging Melalui Model Kemitraan di Kota Pekanbaru .. ......
33
Diagram Bagan Alir Masalah, Strategi dan Kegiatan Meningkatkan Produksi Daging Ayam Ras Pedaging, dalam Pembentukan Gabungan Peternak Unggas dengan Model Kemitraan Subkontrak ... ...
99
3.
vi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1.
Daftar Kuisioner ........................................................................................ 113
2.
Identitas Peternak Sampel Pada ke-4 Model Kemitraan ......................... 120
3.
Biaya Produksi Usaha Ternak Ayam Ras Pedaging Model Kemitraan RTI .. .... ............. .... ................ ............................... .....................
121
4.
Biaya Produksi Usaha Ternak Ayam Ras Pedaging Model Kemitraan Makmur Jaya ........................................................................... 122
5.
Biaya Produksi Usaha Ternak Ayam Ras Pedaging Model Kemitraan PT Confeed ............................................................................. 123
6.
Biaya Produksi Usaha Ternak Ayam Ras Pedaging Model Kemitraan Charoen Pokphand ...... ........................................................... 124
7.
Rataan Biaya Produksi ............................................................................. 125
8.
Pendapatan Peternak Ayam Ras Pedaging Model Kemitraan RTI .........
9.
Pendapatan Peternak Ayam Ras Pedaging Model Kemitraan Makmur Jaya ............................................................................................ 127
126
10. Pendapatan Peternak Ayaril Ras Pedaging Model Kemitraan PT Confeed ..................................................................................................... 128 11. Pendapatan Peternak Ayam Ras Pedaging Model Kett1itraan PT Charoen Pokphand ................................................................................... 129 12. Rataan Peternak Ayam Ras Pedaging Model Kemitraan ............... .........
130
13. Rataan Pemeliharaan Berat Hidup per Ekor, Jumlah Produksi dan Rataan IP per Skala Produksi .................................................................. 131 14. Komponen Rataan Biaya Produksi Pada Saat Pemeliharaan .................
132
15. Rataan Pendapatan Total per Satuan Hasil Pada Model Kemitraan ......
133
16. Penerimaan, Pengeluaran dan Pendapatan Serta RIC Rasio ................
134
vii
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Pembangunan pada dasamya merupakan kebutuhan
bagi setiap
masyarakat, bangsa dan negara, karena pembangunan tersebut mengandung makna sebagai suatu perubahan keadaan menjadi yang lebih baik dari sebelumnya. Perubahan-perubahan dimaksud, meliputi perubahan ekonomi, politik, sosial, budaya dan perubahan-perubahan bidang kehidupan masyarakat lainnya. Siagian (1989) mengemukakan bahwa pembangunan adalah suatu usaha atau rangkaian usaha pertumbuhan dan perubahan berencana yang dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, negara dan pemerintah, menuju modemitas dalam rangka pembinaan bangsa. Provinsi
Riau
berdasarkan
pada
Visi
Pembangunan
Provinsi,
berkeinginan untuk terwujudnya Provinsi Riau sebagai pusat perekonomian dan kebudayaan melayu dalam lingkungan masyarakat yang agamis, sejahtera lahir dan bathin, di Asia Tenggara tahun 2020. Hal ini mengingat dukungan sumber daya alam dan letak geografisnya yang sangat strategis. Untuk mengantisipasi berbagai kendala yang dihadapi, pemerintah Provinsi Riau menetapkan "Lima Pilar Pembangunan" yang diharapkan mampu menjadi pemicu berkembangnya Provinsi Riau menjadi tujuan investasi, diantaranya membangkitkan ekonomi yang berbasis kerakyatan dan ditujukan bagi usaha kecil dan menengah (UKM), Peternakan merupakan subsektor pertanian yang pengembangannya mendapat perhatian khusus dari pemerintah. Perkembangan tersebut diperlukan mengingat ternak dianggap sebagsi salah satu sarana untuk meningkatkan pendapatan peternak kecil dan meningkatkan atau membuka lapangan kerja.
1
2
Menurut Saragih (2001), masalah mencukupi kebutuhan protein hewani dalam menu makanan rakyat masih perlu mendapatkan perhatian yang serius, karena sebagian besar masyarakat, terutama penduduk pedesaan masih menderita kekurangan gizi. Untuk itu perlu langkah-Iangkah dari pemerintah, yaitu untuk mengembangkan peternakan khususnya unggas, pad a tingkat masyarakat. Berdasarkan data Dinas Peternakan tahun 2003, dapat diketahui bahwa 35% dari total hasil daging yang diproduksi oleh Provinsi Riau pad a tahun 1998 berasal dari ayam ras pedaging dan menunjukkan peningkatan pada tahun-tahun berikutnya. Pada tahun 1999 dan 2000 hasil daging dari ayam ras pedaging selalu menempati proporsi terbesar dari produksi daging Provinsi Riau secara keseluruhan (46% dan 38%). Dengan demikian ternak ayam ras pedaging merupakan sumber yang paling besar memberikan kontribusi terhadap penyediaan daging di Provinsi Riau dan dapat diartikan pula bahwa temak ayam ras pedaging mempunyai kedudukan sangat pentin'g dalam pengembangan peternakan di Provinsi Riau. Untuk Kota Pekanbaru, menurut data Dinas Peternakan Kota Pekanbaru, pad a tahun 2003 produksi ayam ras pedaging mencapai 70,84% sedangkan produksi sapi potong hanya 11,76% dari total produksi daging berbagai hewan ternak. Sebagai gambaran pada tahun 2001 jumlah produksi daging di Kota Pekanbaru
be~umlah
9.662.246 kg, pada tahun
2002 berjumlah 9.927.468 kg dan tahun 2003 berjumlah 10.379.900 Kg. Dari data ini menunjukan bahwa produksi daging mengalami peningkatan sebesar 2,74% dari tahun 2001 ke tahun 2002 dan sebesar 4,56% dari tahun 2002 ke tahun 2003. Jumlah produksi daging tersebut terdiri dari: sapi potong 1.235.112 kg, keibau 394.685 kg, kambing 63.467 kg, babi 172.245 kg, ayam ras petelur 151.000 kg, ayam ras pedaging 7.288.141 kg, ayam buras 765.250 kg, itik
3
310.000 kg. Sedangkan populasi temak di Kota Pekanbaru tahun 2002 adalah 9.677.955 ekor, yang terdiri dari sapi 2.349 ekor, kambing 3.132 ekor, kerbau 1.614 ekor, babi 8.121 ekor, ayam ras petelur 129.000 ekor, ayam ras pedaging 9.000.800 ekor, ayam buras 497.675 ekor dan itik 35.264 ekor (Dinas Petemakan Kota Pekanbaru, 2003). Berdasarkan data tersebut, maka Provinsi Riau pada umumnya dan Kota Pekanbaru
pada khususnya,
sangat berpeluang untuk mengembangkan
komoditas petemakan, terutama sapi potong dan ayam ras pedaging. Apabila melihat kontribusi terhadap penyediaan daging, maka sudah selayaknya komoditas temak unggas menjadi komoditas andalan dalam pengembangan usaha petemakan di masa mendatang. Budidaya ayam ras pedaging merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi rakyat, baik sebagai petemak maupun pedagang yang merupakan salah satu bagian dari sektor pertanian. Hal ini karena budidaya ayam ras pedaging
dimaksudkan
untuk memenuhi kebutuhan daging dalam negeri yang cendrung mengalami peningkatan dari tahun ketahun. Data Dinas Petemakan Provinsi Riau Tahun 200d menyatakan Provinsi Riau memllUtuhkan daging untuk protein hewani sebanyak 42.634 ton per tahun dengan asumsi tingkat kebutuhan daging sebesar 1b, 1 kg/kapita/th. Hal ini didasarkan pada jumlah penduduk Provinsi Riau pad a tahun 1999 sebanyak 4.221.078 jiwa, rata-rata kepadatan penduduk 49,29 jiwa setiap km 2 dan laju pertumbuhan 1,77% per tahun. Dari total kebutuhan tersebut produksi Provinsi Riau baru mampu mencukupi sekitar 30%, sedangkan sisanya 70% didatangkan dari luar Provinsi Riau (Mulva, 2001).
4
Perkembangan jumlah produksi daging ayam ras pedaging di Kota Pekanbaru dari tahun ke tahun mengalami peningkatan selama kurun waktu 1998-2003. Menurut data Dinas Peterna!
sebesar 52,49%.
Kenaikan produksi tersebut menunjukkan
tingginya permintaan konsumen akan ayam ras pedaging di Kota Pekanbaru. Dengan meningkatnya permintaan konsumen akan ayam ras pedaging berarti masih terbuka kesempatan bagi peternak untuk berusaha kembali di bidang peternakan ayam ras pedaging yang sempat lesu mengingat sejak pertengahan
tahun
1997
Indonesia
mengalami
krisis
moneter,
yang
mengakibatkan banyak peternak gulung tikar. Untuk mengatasi masalah ini, beberapa peternak mencoba membuat pakan sendiri dari bahan-bahan yang dapat ditemui secara lokal, namun hal ini tidak banyak membantu. Rakorbang
Provinsi
Riau
Bidang
Peternakan
pad a tahun
2000
menyimpulkan bahwa kecilnya produksi hasil peternakan ini disebabkan oleh beberapa hal. Untuk mengatasi masalah tersebut maka rakorbang memutuskan beberapa strategi pemecahan masalah dalam "6 Pilihan Strategi Pembangunan Petemakan Provinsi Riau".
Dari 6 pilihan strategi pembangunan petemakan
Provinsi Riau yang ditawarkan terse but, salah satunya yang telah dilaksanakan adalah pengembangan kemitraan yang luas dan saling menguntungkan. Model kemitraan
ditetapkan
sebagai
kebijakan
pemerintah
untuk
pel1gembangan semua subsektor pertanian. Secara umum ada tiga hal penting yang terkandung dalam konsep model kemitraan, yaitu; (i) prinsip bahwa yang kuat (perusahaan inti) membantu pihak yang !enlah (petani plasma) dalam
5
meningkatkan efisiensi dan efektivitas sumberdaya, modal dan tenagalkeahlian dalam menerapkan teknologi budidaya dan manajemen secara optimal; (ii) merupakan unit ekonomi yang utuh dan berkesinambungan, baik inti maupun plasma harus merupakan satu kesatuan usaha yang tidak dapat dipisahkan; dan (iii) inti dan plasma saling membutuhkan dan menguntungkan (Manu rung dan Dja'far, 1988). Pada awalnya industri budidaya ayam ras pedaging tumbuh dalam bentuk peternakan dengan skala usaha yang relatif kecil yang dimulai pada dekade 60-an, sedangkan perhatian pemerintah untuk mengembangkannya baru dimulai pada tahun 1971 dengan dicanangkannya pilot proyek bimas rakyat. Pemerintah pada saat itu memberikan kemudahan untuk mengimpor sarana produksi peternakan, obat-obatan, investasi untuk membangun perusahaan pabrik pakan dan farmasi.
Menurut Rasyaf (1995), justru kemudahan yang diberikan oleh
pemerintah tersebut be raki bat pad a menjamurnya para peternak marginal (berskala kecil). Peternak mandiri berskala kecil memiliki keterbatasan dalam hal pemasaran, tidak memiliki keterampilan, serta permodalan yang terbatas, sehingga peternak tidak memiliki kemampuan bertahan bila terjadi perubahan pasar yang tidak menguntungkan seperti; penurunan harga produksi, kenaikan harga pak~n dan dominasi dari peternak besar. Hal ini juga karena telah dikuasainya usaha peternakan tersebut dari hulu hingga hilir termasuk on farm oleh satu badan usaha yang sama. Setiap tahun harga pakan ayam ras pedaging mengalami kenaikan ratarata Rp50 !kg. Meningkatr.ya harga pakan teisebut terutama disebabkan oleh: 1. Bahan baku yang sebagian besar masih impor, karena bahan baku pakan ternak domestik yang terdirj dari jagung, bungkil kedele, tepung ikan tidak
6
mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan industri pakan ternak yang tumbuh sebesar 10% - 15% setiap tahunnya. 2. Adanya indikasi bahwa industri pakan ternak oleh industriawan mengarah pada struktur industri dan sistem ekonomi yang oligopolistik. Para peternak berskala kecil tidak mempunyai kemampuan bersaing dan sangat lemah bila berhadapan dengan para peternak besar yang umumnya mempunyai jaringan kuat, permodalan memadai serta didukung kemampuan teknis dan manajemen yang lebih baik. Dengan demikian banyak peternak berskala kecil ini secara otomatis berusaha meningkatkan produksinya sehingga akan terjadi persaingan harga, akibatnya harga ayam ras pedaging akan mengalami penurunan dan peternak mengalami kerugian. Untuk
memulai
suatu
usaha
peternakan
tidak
semudah
yang
dibayangkan. 8anyak aspek yang harus dipertimbangkan yang salah satunya adalah aspek teknis yakni aktivitas yang. mengarahkan agar ayam tetap hidup dan mampu mengeluarkan kemampuan genetisnya. Selain itu aspek modal dan pengadaan sapronak (sarana produksi ternak) juga menjadi kendala bagi peternak kecil (Rasyaf,
1995). Guna mendorong pengembangan usaha
peternakan khususnya ayam ras pedaging, pemerintah telah menciptakan beberapa kemudahan melalui pemanfaatan modal/skim kredit yang diantaranya adalah model kemitraan. Melihat dari hal tersebut, timbul pertanyaan pokok dalam kajian ini, yaitu
"Bagaimana strategi pengembangan peternakan ayam ras pedaging sehingga
dapat meningkatkan
kemitraan di Kota Pekanbaru?:'
pendapatan
peternak melalui
model
7
1.2. Perumusan Masalah Konsep kemitraan yang umum dikenal adalah pengejawantahan peranan perusahaan peternakan atau pertanian besar sebagai agent of development. Ini berarti perusahaan pertanian atau peternakan besar (negara atau swasta) memiliki kewajiban untuk membangun dan membina petani atau peternak subsistem.
Dengan model seperti ini diharapkan akan berlangsung proses
pengalihan teknologi, manajemen, modal, pasar dan informasi yang pad a gilirannya usaha yang dimiliki petani peserta kemitraan akan dapat tumbuh menjadi suatu usaha yang tangguh. Dari observasi awal yang penulis lakukan, ada empat model kemitraan peternakan ayam .ras pedaging di Kota Pekanbaru yaitu model kemitraan Pokphand, model kemitraan Ramah Tamah Indah (RTI), model kemitraan Confeed dan model kemitraan Makmur Jaya. Keempat model kemitraan ini masing-masingnya mempunyai dasar usaha yang berbeda-beda namun sejalan dengan usaha peternakan ayam ras pedaging. Dari keempat model kemitraan yang ada di Pekanbaru, ada dua perusahaan besar yaitu Charoen Pokphand dan Confeed yang telah memiliki produksi anak ayam atau Day Old Chiken (DOC) sendiri di Provinsi Riau. Selain itu, perusahaan ini juga memproduksi pakan sendiri. Dengan adanya model kemitraan pad a kedua perusahaan ini pemasaran anak ayam dan pakan akan lebih mudah karena dipakai untuk petemak plasma dalam kemitraan, sisanya dijual ke Poultry Shop. Model yang dikembangkan oleh Makmur Jaya dan RTI berbeda dengan pola sebelumnya. Makmur Jaya merupakan perusahflCJn yang ,i
bergerq~
Hibidang Poultry Shop yang memasarkan anak ayam, pakan serta
perlengkapa,l peternakan lainnya. Sementara perusahaan RTI garis usahanya
8
adalah sebagai pemasaran ayam, berupa pedagang pengecer dipasar dan juga sebagai pemasok ayam hidup pada beberapa pedagang di beberapa pasar yang ada di dalam Kota Pekanbaru maupun antar Provinsi. Oleh sebab itu muncul suatu pertanyaan, bagaimana implementasi dari masing-masing model kemitraan yang telah ada di Kota Pekanbaru? Untuk mengembangkan usaha petemakan, tingkat penghasilan petemak ikut menentukan. Berdasarkan hasil penef.itian Mulva (2001), pada perusahaan kemitraan,
pendapatan
bersih
petemak
bisa
mencapai
sebesar Rp403
lekorlsiklus. Pad a model kemitraan RTI di Pekanbaru, petemak memperoleh pendapatan bersih sebesar Rp500/kg/siklus produksi ayam ras pedaging ditambah insentif yang jumlahnya bisa mencapai hingga Rp288/ekorlsiklus. Berdasarkan kondisi ini pertanyaan yang timbul dalam kajian ini, adalah: bagaimana perbedaan pendapatan petani petemak dari berbagai model kemitraan dengan skala usaha yang berbeda? Dari keempat model kemitraan yang ada di Kota Pekanbaru, masingmasing badan usaha (inti) berkeinginan dapat merekrut peternak (plasma) sebanyak-banyaknya dengan memberikan insentif pendapatan yang tinggi ditambah variasi bonus pemeliharaan dan manajemen. Hal ini bagi petemak akan
menjadi pertimbangan tersendiri dalam menentukan pilihan inti. Muncul
pertanyaan tentang faktor-faktor apa yang mendorong peternak dan perusahaan untuk bergabung melaksanakan model kemitraan pada petemakan ayam ras pedaging dan apakah usaha kemitraan ayam
r~s
pedaging merupakan pilihan
yang tepat o!eh peternak? 8antacut dkk (2001) menyatakan bahwa kemitraan dapat dini!ai strategis untuk mengidentifikasi persoalan yang terjadi dar. menyusun suatu bentuk
9
kerjasama yang harmonis dan sinergik diantara pelaku pembangunan nasional. Dalam konteks bisnis, pola kemitraan diperlukan untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas dan produktivitas hubungan bisnis yang didukung oleh akses terhadap pasar, modal dan teknologi, serta peningkatan kemampuan organisasi dan manajemen. Sutrisno dkk (2001) menyatakan, mengingat model kelembagaan sangat beraneka ragam baik tingkat lokal maupun tingkat nasional, bersifat sosial maupun ekonomi, maka perlu adanya pembatasan-pembatasan. Sehubungan dengan pentingnya pengembangan kelembagaan, sebagian besar investasi yang dilakukan
lembaga
donor
internasional
terfokus
pada
pengembangan
kelembagaan tingkat nasional dan sangat sedikit sekali yang memberikan perhatian pada pengembangan kelembagaan lokal, padahal kelembagaan lokal paling dekat dengan masyarakat yang menjadi sasaran pengembangan kelembagaan itu sendiri. Oleh karenanya, pengembangan kelembagaan lokal
(local institutional
development)
menjadi
sangat
relevan
dalam
upaya
pengembangan ekonomi lokal. Bedasar pada pemyataan-pernyataan tersebut, timbul pertanyaan lain sebagai pertanyaan pokok dalam kajian ini, yaitu: bagaimanakah model kelembagaan kemitraan untuk pengembangan ekonomi lokal, khususnya peternakan ayam ras pedaging di Kota Pekanbaru? Sen1ua permasalahan tersebut terarah pada kriteria model kemitraan yang bagaimanakah yang sebenarnya dianggap baik oleh peternak untuk meningkatkan kesejahteraannya. Model yang dianggap lebih baik oleh peternak tentulah akar. menjadi pilihan peternak dalam berusaha dan memperluas usaha. Kemampuan untlJK menclJkupi kebutuhan akan. daging di Kota Pekanbarl! yang
baru terpenuhi 30% adalah pricritas dari pemerintah dalam pembangunan.
10
1.3. Tujuan dan Manfaat Kajian 1.3.1. Tujuan Kajian
Secara umum tujuan dari kajian ini adalah merumuskan kriteria model kemitraan yang tepat dalam strategi pengembangan peternakan dengan melihat tingkat pendapatan peternak dalam model kemitraan peternakan ayam ras pedaging di Kota Pekanbaru. Diharapkan dengan strategi yang baik akan dapat meningkatkan jumlah peternakan ayam ras pedaging dalam usaha pemerintah mencukupi kekurangan akan protein hewani di Kota Pekanbaru.
Tujuan spesifik kajian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi dan mengevaluasi pola-pola kemitraan peternakan ayam ras pedaging yang ada di Kota Pekanbaru dan faktor-faktor apa saja yang mendorong peternak dan perusahaan melaksanakan model kemitraan tersebut. 2. Mengetahui perbandingan tingkat pendapatCln petani peternak pada masingmasing model kemitraan dengan skala usaha yang berbeda. 3. Memformulasikan model kemitraan pengembangan peternakan ayam ras pedaging dalam konteks pembangunan ekonomi lokal berbasis peternakan di Kota Pekanbaru.
1.3.2. Manfaat Kajian
Berdasarkan tujuan tersebut diharapkan
hasil penelitian
ini akan
memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Memberikan informasi kepada pemerintah sebagai pembuat keputusan dan pSi 19ambil kebijaksanaan guna kelanjutan dan pengembangan usaha
11
peternakan ayam ras pedaging melalui model kemitraan di masa yang akan datang. 2. Memberikan informasi bagi peserta atau bukan peserta kemitraan tentang pelaksanaan kemitraan peternakan ayam ras pedaging dalam hubungannya dengan pendapatan keluarga. 3. Memberikan informasi kepada para pemilik program kemitraan (swasta sebagai inti) guna memperbaiki kinerjanya dalam meningkatkan kemampuan pengembangan peternakan ayam ras pedaging sebagai usahanya dan pemberdayaan ekonomi kerakyatan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pembangunan Peternakan
Saragih (2001) menyatakan, pengertian pertanian dalam arti luas adalah seluruh mata rantai proses pemanenan energi surya secara langsung dan tidak langsung melalui proses fotosintesa dan proses pendukung lainnya untuk kehidupan manusia yang mencakup aspek ilmu pengetahuan, teknologi dan kemasyarakatan
dan
mencakup
bidang
tanaman
pangan,
holtikultura,
peternakan, perikanan, perkebunan dan kehutanan. Pada GBHN 1999-2004 yang ditetapkan oleh MPR dalam Tap. MPR No. IVlMPRl1999 dijelaskan bahwa pembangunan lebih difokuskan pada agribisnis rakyat yang dapat menimbulkan inisiatif dunia usaha untuk membangun agribisnis dan membangun infrastruktur agribisnis nasional. Selain itu, salah satu misi pembangunanpertanian menuju terwujudnya pertanian yang modern, i
tangguh, dan efisien
menuju masyarakat Indonesia yang sejahtera adalah
memberdayakan masyarakat pertanian menuju wiraswasta agribisnis yang mandiri, maju dan sejahtera sesuai dengan kebijaksanaan operasional yang telah
dirumuskan
yakni
pembangunan
agribisnis
dengan
membangun
keunggulan komparatif sesuai dengan kompetisi dan produk unggulan setiap daerah. Menurut Mubyarto (1982), pembangunan pertanian merupakan suatu proses perubahan fisik, ekonomi, sosial dan budaya yang dilakukan oleh manusia secara berkesinambungan untuk mendapatkan hasil dari usaha pertanian tanaman pangan, perkebunan besar, perkebunan ra kyat , kehutanan, perikanan, dan peternakan.
12
13
Menurut Saragih (2001), bahwa membangun pertanian saja hanya menempatkan
perekonomian
Indonesia
terlena
menikmati
keunggulan
komparatif seperti selama 30 tahun terakhir. Sedangkan membangun agribisnis adalah membangun keunggulan bersaing diatas keunggulan komparatif yakni melalui transformasi pembangunan kepada pembangunan yang digerakan olah modal dan selanjutnya digerakan oleh inovasi. Dalam
kegiatan
berproduksi
dibidang
pertanian,
sering
kali
kita
mendengar adanya kesenjangan antara produktifitas yang seharusnya bisa dilakukan dengan produktifitas yang dilakukan oleh petani. Dalam mempelajari aspek tersebut secara mikro, Soekartawi (2002) menyatakan peranan hubungan input (faktor produksi atau korbanan produksi) dan output (hasil atau produksi) mendapat perhatian utama. Peranan input bukan saja dilihat dari segi macamnya atau tersedianya dalam waktu yang tepat; tetapi dapat juga ditinjau dari segi efisiensi penggunaan faktor produksi tersebut. Efisiensi ekonomi dalam berproduksi dapat dicapai melalui kemitraan karena masing-masing pihak yang bermitra menawarkan sisi keunggulan masing-masil'lg. Lebih jauh Sumardjo dkk (2004) menyatakan: Kemitraan bisnis memang bermanfaat dalam meningkatkan akses usaha kecil ke pasar, modal dan teknologi serta mencegah terjadinya diseconomies of
scale sehingga mutu juga menjadi terjaga. Hal seperti ini dapat terjadi karena
adanya komitmen kedua belah pihak untuk bermitra. Pengusaha menengah sampai dengan skala besar memiliki komitmen atau tanggung jawab moral dalam membimbing
dan
mengembangkan
pengusaha
kecil
supaya
dapat
mengembangkan usahanya sehingga mampu menjadi mitra yang handa! untuk
meraih keuntungan bersama. Mereka yang bermitra perJu menyadari kekuatan
14
dan kelemahan masing-masing untuk saling mengisi, saling melengkapi, saling memperkuat, serta tidak saling mengekploitasi. Dalam kondisi ini akan tercipta rasa saling percaya antar kedua belah pihak sehingga usahanya akan semakin berkembang. Efisiesi ekonomi dapat dicapai melalui kemitraan karena masing-masing pihak yang bermitra menawarkan sisi keunggulan masing-masing. Melalui kemitraan dapat dihindari kecendrungan monopoli. Monopoli menyebabkan distorsi dalam pasar, sedangkan kemitraan memperkuat mekanisme pasar, sekaligus menghilangkan persaingan yang tidak sehat dan saling mematikan. Hakekat kemitraan dengan demikian tidak sarna bahkan berlawanan dengan sifat kartel atau kerjasama lain untuk menguasai pasar yang menjurus kearah monopoli dan oligopoli atau manopsoni dan oligopsoni (Kartasasmita, 1995). Krisis
ekonomi
yang
te~adi
dalam
beberapa
tahun
belakangan
menyebabkan turunnya nilai rupiah, sehingga mengakibatkan harga sarana produksi naik terutama pakan dan obat-obatan, kareria sebagian besar bahan dasar pakan dan obat-obatan tersebut masih diimpor dari luar negeri. Dengan tingginya harga input banyak petani peternak yang gulung tikar karena tidak mampu merrlbiayai proses produksi. Pembangunan ekonomi lokal adalah suatu upaya untuk menciptakan suasana berkembangnya potensi masyarakat, peningkatan akses masyarakat terhadap sumberdaya ekonomi, mencegah
te~adinya
persaingan yang tidak
berimbang serta menciptakan kebersamaan dan kemitraan. Oleh karena itu, pengembangan kemitraan antara usaha besar dan UKM dalam konteks
pengambangan ekof!omi lokal diharapkan dapat /11Anciptakan perekonomian yang kuat karena berbasis sumberdaya lokal, perekonomian yang harmonis
15
karena usaha besar dan UKM tumbuh bersama-sama serta memihak pada masyarakat karena potensi masyarakat (pedesaan) menjadi sumberdaya perekonomian nasional (Haeruman, 2001). Sesuai dengan pengertian dari pernyataan-pernyataan tersebut diatas, maka pembangunan kemitraan juga harus meliputi pembangunan kepada semua subsektor perekonomian dan mata usaha/bisnis yang ada. Pembangunan dimaksud menekankan pada pentingnya kemitraan dalam tataran alih teknologi, manajemen, pemasaran dan pengembangan sumberdaya manusia. Dalam pembangunan dimaksud, subsektor peternakan
di Provinsi Riau merupakan
salah satu subsektor yang harus mendapat perhatian serius dari pemerintah dalam usaha pencapaian pemenuhan akan kebutuhan protein hewani.
2.2. Kemitraan Peternakan Ayam Broiler Pads dasarnya pembangunan peternakan dengan model kemitraan ini memiliki tujuan
yang diantaranya adalah
penihgkatan
pendapatan
dan
kesejahteraan petani, meningkatkan prod uksi dan ekspor komoditi non migas, serta mempercepat alih teknologi budidaya manajemen peternakan dari inti ke plasma. Menurut Sa'id (2001), ada beberapa sisi positif yang dapat diperoleh dari kemitraan, yaitu: 1. Kemitraan dibentuk atas dasar saling membutuhkan. Industri membutuhkan pasokan bahan baku yang berkesinambungan dari petani. Dilain pihak, petani membutuhkan jaminan pemasaran hasil produksinya. demikian,
Dengan
kedua belah pihak memiliki ikatan yang juat atas saling
memputuhkan.
16
2. Kemitraan yang terbentuk didasarkan pada prinsip saling menguntungkan, yakni perusahaan memiliki komitmen untuk membeli hasil produksi petani sesuai dengan harga pasar dan dibayar dengan tunai. Dilain pihak, para petani memiliki komitmen utnuk bersedia memasok hasil dan mengatur siklus produksinya, sehingga pasokan ke perusahaan dapat berkesinambungan. 3. Kemitraan yang dibentuk didasarkan pada prinsip tumbuh dan berkembang bersama, sehingga industri menyediakan kredit kepada petani tanpa bunga dan tanpa agunan dengan masa tenggang selama satu tahun, dan 4. Kemitraan yang terbentuk didasarkan pada prinsip saling percaya, yakni ketika petani memasok produksinya, langsung dibayar tunai oleh perusahaan tanpa memotong sisa hutangnya. Dilain pihak, para petani membayar hutangnya pada saat jatuh tempo dan dapat meminjam kembali. Dasar pemikiran Kemitraan adalah setiap pelaku usaha mempunyai potensi, kemampuan dan keistimewaan masing-masing dengan perbedaan ukuran, jenis, sifat dan tempat usahanya. Dari pelaku usaha yang mempunyai kelebihan dan kekurangan diharapkan dapat saling menutupi kekurangan masing-masing dengan kondisi yang demikian akan timbul suatu kebutuhan untuk bekerjasama dan menjalin hubungan Berdasarkan arahan Departemen
ke~asama
model kemitraan .
Pertanian (1985), maka Model Inti
Rakyat dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Tujuan
pembangunan
dengan
model
inti
rakyat
yaitu
membangun
masyarakat tani yang berwiraswasta, sejahtera dan selaras dengan lingkungan yang dilaksanakan di suatu wilayah. 2. Model inti rakyat dilaksanakan dalam rangka membangun dan membina usaha pertanian rakyat dengan teknologi baru agar mampu memperoleh
17
pendapatan yang layak, dan keluar dan kemiskinan terkait dengan tujuan untuk mampu berfungsi sebagai pusat pengembangan ekonomi yang selanjutnya
akan
berperan
sebagai
penunjang
dan
pendorong
pengembangan wilayah. 3. Atas dasar disain tata ruang yang dihasilkan oleh studi kelayakan dibangun juga
tempat
pemukiman
dengan
pengaturan
terciptanya
lingkungan
kehidupan yang serasi. Dalam pelaksanaan kemitraan Wie (1992) mengungkapkan adanya empat model hubungan kemitraan yang terjadi. Pertama, model dagang yaitu suatu model hubungan kemitraan yang hanya terbatas pada hubungan dagang antara penjual dan pembeli saja. Kedua,
model vendor yaitu suatu hubungan
kemitraan yang mengharuskan pihak-pihak yang bermitra untuk memenuhi kebutuhan bahan baku operasional perusahaan inti. Ketiga, model subkontrak, terjadi apabila produk-produk yang dihasilkan oleh pihak yang bermitra masih merupakan sistim produksi perusahaan inti sehingga untuk model kemitraan ini anggota kemitraan harus dapat memenuhi persyaratan inti dalam melaksanakan proses produksinya
terutama mengenai skala produksi dan penggunaan
teknologi. Keempat, model pembinaan yang diarahkan untuk mendorong pihakpihak yang memiliki potensi untuk berproduksi. Pada umumnya produk yang dihasilkan merupakan komoditi untuk ekspor. Menurut
Surat
Keputusan
Menteri
Pertanian
Repu'blik
Indonesia
No.472/KpsITN.330/6/1996. Model umum kemitraan antara pengusaha dengan psternak peserta kemitraan dapat dibagi dalam tiga kategori, yaitu; a) Pola Inti Rakyat: yaitu perusahaan yang meiakukan fungsi perencanaan, bimbingan dan pelayanan sarana produksi, kredit, pengolahan hasil dan
18
pemasaran hasil bagi usahatani yang dibimbingnya (plasma), sambil mengusahakan usahatani yang dimilikinya dan dikelolanya sendiri (inti). b) Perusahaan
pengelola:
yaitu
perusahaan
yang
melakukan
fungsi
perencanaan, bimbingan dan pelayanan sarana produksi, kredit, pengolahan dan pemasaran hasil bagi usahatani yang dibimbingnya, tetapi tidak menyelenggarakan usahatani sendiri. c) Perusahaan
penghela:
yaitu
perusahaan
yang
melakukan
fungsi
perencanaan, bimbingan dan menampung hasil tanpa melayani kredit sarana produksi dan juga tidak mengusahakan usahataninya sendiri. Dari tiga bentuk hubungan kemitraan antara inti dan plasma, satu diantaranya yang telah banyak dikembangkan di Indonesia adalah kemitraan dengan Pol a Inti Rakyat (PIR).
PIR di Indonesia sebelumnya banyak
dikembangkan pada sektor perkebunan, dan komoditi yang menjadi primadona untuk dikembangkan dengan Pola Inti Rakyat ini adalah karet dankelapa sawit. Bila dilihat dari segi pelaku model kemitraan maka jenis kemitraan dapat dibedakan menjadi dua tipe yaitu kemitraan vertikal dan kemitraan horizontal Suharno (1999). Kemitraan vertikal terjadi apabila para peserta kemitraan merupakan integrasi dari hulu hingga hilir, sedangkan kemitraan horizontal terjadi apabila pelakunya melakukan usaha sejenis. Sumardjo (2001) juga menyatakan bahwa kemitraan dapat bersifat horizontal atau vertikal berdasarkan posisi dalam struktur produksi. Kemitraan horizontal adalah kerjasama antara peternak besar dengan peternak kecil dalam rangka meningkatkan produksi untuk memenuhi pasar, atau kerjasama antara peternak kecil yang membentuk koperasi dengan tujuan mempero!eh bahsn baku lebih murah, sehingga level kelJntungan peternak meningkat. Kemitraan vertikal meliputi beberapa lembaga yang
19
berhubungan secara vertikal dan memberikan sumbangan dalam proses produksi. Inti selain membangun usahanya juga memberikan sumbangsih agar usaha plasma juga dapat berjalan dengan baik untuk mencapai tujuan. Model PIR pad a ayam ras secara resmi dimulai sejak terbitnya SK Menteri Pertanian No. 406/KPTS/5/1984. Konsep PIR diilhami dengan adanya model kemitraan Miranti-Mirama yang diperkenalkan pertama oleh Gabungan Perusahaan Perunggasan IndonesialGAPPI (Suharno, 1999). Hafsah (2001) menyatakan, kemitraan adalah jalinan
ke~asama
dari dua
atau lebih pelaku usaha yang saling menguntungkan. Kemitraan seperti yang tercantum dalam Undang-Undang No.9 Tahun 1995 adalah ke~asama antara usaha kecil dengan usaha menengah atau dengan usaha besar disertai pembinaan dan pengembangan yang berkelanjutan oleh usaha menengah atau usaha besar. Kemitraan didasarkan atss prinsip saling memperkuat. Beberapa aspek kerjasama adalah permodalan, manajemen, teknologi dan pemasaran. Dari
beberapa
pengertian
yang
ada tersebut,
pengusaha
besar
mempunyai tanggung jawab moral untuk membimbing dan membina pengusaha kecil mitranya agar mampu menjadi mitra yang handal untuk meraih keuntungan dan kesejahteraan bersama. Mereka harus menyadari kekurangan masing-
masing dan mampu saling mengisi serta melengkapi kekurangan tersebut. Sumardjo (2001) menyatakan, dalam sistem agribisnis terdapat lima bentuk kemitraan antara petani dengan pengusaha besar. Kelima jenis kemitraan tersebut adalah:
20
1. Pola inti plasma. Pola ini merupakan pola hubungan kemitraan antara petani/kelompok tani atau kelompok mitra sebagai plasma dengan perusahaan inti yang bermitra usaha. Perusahaan inti menyediakan lahan, sarana produksi, bimbingan teknis dan manajemen serta menampung, mengolah dan memasarkan hasil produksi. Perusahaan inti tetap memproduksi kebutuhan perusahaannya, sedangkan kelompok mitra usaha memenuhi kebutuhan perusahaan sesuai dengan persyaratan yang telah disepakati.
2. Pola subkontrak. Pol a ini merupakan pola kemitraan antara perusahaan mitra usaha dengan kelompok mitra usaha yang memproduksi komponen yang diperlukan perusahaan mitra sebagai bagian dari produksinya. Sentuk kemitraan semacam ini biasanya ditandai dengan adanya kesepakatan tentang kontrak bersama yang diantaranya mencakup volume, harga, mutu dan waktu. Pola kemitraan ini dalam banyak kasus ditemukan sangat bermanfaat dan kondusif bagi terciptanya alih teknologi, modal keterampilan dan produktifitas, serta terjaminya pemasaran produk pada kelompok mitra.
3. Pola dagang umum. Pola kemitraan dagang umum merupakan pola hubungan usaha dalam pemasaran hasil antara pihak perusahaan pemasar dengan pihak kelompok pemasok kebutuhan yang diperlukan oleh perusahaan pemasar. Pada dasarnya pola kemitraan ini adalah hubungan jual-beli sehingga memerlukan struktur pendanaan yang kuat dari pihak yang bermitra. baik perusahaan besar maupun usaha kedl.
21
4. Pola keagenan.
Merupakan bentuk kemitraan dengan peran pihak perusahaan atau besar mitra memberi hak khusus untuk memasarkan barang atau jasa usaha perusahaan atau usaha kecil mitra usaha. Perusahaan besar/menengah bertanggung jawab atas mutu dan volume prod uk, sedangkan usaha kecil mitranya berkewajiban memasarkan produk atau jasa tersebut. Diantara pihak-pihak yang bermitra terdapat kesepakatan tentang target-target yang harus dicapai dan besarnya fee atau komisi. 5. Kerjasama operasional agribisnis. Pola kemitraan kerjasama operasional agribisnis merupakan pol a hubungan bisnis, dimana kelompok mitra menyediakan Ishan, sar-ana dan tenaga. Sedangkan pihak perusahaan mitra menyediakan biaya, modal, manajemen dan pengadaan sarana produksi untuk mengusahakan atau membudidayakan suatu komoditi pertanian. Disamping itu, perusahaari mitra juga sering berperan sebagai penjamin pasar prod uk, diantaranya juga mengolah produk tersebut dan dikemas lebih lanjut untuk dipasarkan. Model inti rakyat merupakan suatu bentuk kerja sama yang saling menguntungkan
antara
perusahaan
besar
dengan
usaha
ternak
kecil
disekitarnya. PIR dilaksanakan dengan azas bahwa golon9an yang kuat wajib membantu golongan lemah didalam usahanya untuk mencapai tujuan masingmasing. Menurut Saragih (2001), untuk meningkatkan dayasaing produk perunggasan nasional perlu dikembangkan kemitraan melalui integritas vertikal. Melihat kondisi struktur peternakan nasional masih didominasi oleh peternakan rakyat berskala kec:!.
22
Pemerintah sangat memperhatikan dan mendorong perkembangan industri budidaya ayam ras pedaging. Menurut Rahardi (2003), kebijakan pemerintah dalam subsektor peternakan juga turut menentukan suksesnya kegiatan peternakan. Pemberian fasilitas kredit dan izin usaha, misalnya, merupakan salah satu bentuk dukungan pemerintah untuk pengembangan peternakan. Pad a tahun 1981 pemerintah mengeluarkan Keppres No.50/1981 yang mengatur skala produksi untuk memacu pertumbuhan produksi ayam ras pedaging dan memperluas peluang berusaha bagi peternak-peternak skala keluarga, yakni maksimum 5.000 ekor untuk ayam petelur dan 750 ekor per minggu untuk ayam ras pedaging. Kebijaksanaan ini diperkuat dengan diperkenalkan model Pola Inti Rakyat (PIR) Unggas melalui SK Mentan No.TN.330/Kpts/5/1984.
Pada tahun 1990 pemerintah mengeluarkan Keppres No.22/1990 sebagc:ii pengganti Keppres No.50/1981. Dalam kebijaksanaan baru diatas, peternakan skala kecil dikembangkan untuk melakukan kerjasama sistem kemitraan dengan perusahaan besar (Deptan, 1996).
Dengan adanya Keppres No.22/1990
tersebut diharapkan pertumbuhan produksi ayam ras pedaging dapat lebih dipercepat tanpa mengabaikan proses pemerataan kesempatan berusaha bagi
peternak besar maupun peternak skala keeil. lsi Keppres No.22/1990 tersebut diantaranya adalah membagi peternakan ayam ras menjadi dua kategori, yakni peternakan rakyat dan perusahaan petemakan. Peternakan rakyat adalah usaha peternakan yang menguasai maksimum 10.000 ekcr untuk s,am petelur dan 15.000 L!!1tl!k ayam ras pedag!ng, sedcmgkan perusanaan petemakan skala usahanya berada diatas angka tersebut.
23 Lahimya Kepres No.22190 membangkitkan kegairahan usaha peternakan ayam ras. Perkembangan usaha ayam ras tampak sangat pesat. Pada sektor budidaya terjadi pergeseran struktur usaha ayam ras. Kalau semula usaha ayam ras hanya dikelola oleh para petemak, maka setelah Keppres tersebut memunculkan perusahaan peternakan dalam hal kemitraan usaha. Suhamo (1996) mengatakan, Gabungan Perusahaan Perunggasan Indonesia/GAPPI pad a tahun 1994 menyusun konsep
ke~asama
kemitraan antara pengusaha
yang bertindak sebagai inti dengan petemak sebagai plasma. Bentuk kemitraan inidisebut Miranti-Mirama (mitra usaha inti - mitra usaha plasma). Munculnya model kemitraan PIR Perunggasan di Kota Pekanbaru, menurut Dinas Petemakan Tingkat I dimulai pada awal April 1998. Bertindak sebagai pihak inti adalah PT Charoen Pokphand. Setelah itu baru menyusul kemitraan yang dikembangkan oleh PT Indojaya Agrinusa atau lebih dikenal dengan nama Confeed, Makmur Jaya dan RTI.
INTI
Memiliki - Modal - Teknologi - Manajemen - Pasar - Informasi
PLASMA
1----+/::
KERJASAMA
I/<e-"----I
Memiliki - Lahan - Tenaga Kerja - Kandang - Peralatan
SASARAN
-
Peningkatan pendapatan dan kesejahteraan peternak Pemerataan pendapatan Peningkatan produksi dan komoditi non migas Mempercepat teknolcgi budidaya dan manajemen petemakan dari inti ke plasma - Menciptakan kemampuan petemak plasma untuk mandiri
Gambar 1. Konsep Pengembangan Model Inti Rakyat
I
24
Dinas Peternakan Provinsi Riau (1999) menerangkan bahwa model kemitraan
PIR merupakan
anjuran pemerintah lewat Direktorat Jendral
Peternakan. Model PIR bersifat kerjasama yang saling menguntungkan antara inti (perusahaan) dengan plasma (peternak) dimana perusahaan selaku inti memberikan bantuan kepada peternak (kredit jangka pendek) berupa DOC, pakan, obat-obatan (variabel cost), bimbingan teknis serta adanya jaminan pemasaran dan harga jual. Sedangkan peternak menyediakan kandang dan keperluan lain berupa sarana dan prasarana yang diperlukan dan pengelolaan usahaltenaga kerja. Hal ini didasarkan atas keputusan Menteri Pertanian No : 472/KPTSfTN
330/6/96 pasal 8; perusahaan peternakan dan perusahaan dibidang peternakan yang melakukan kemitraan dengan petemakan ayam ras menjamin mutu ayam pedaging dan telur, harga dan pemasarannya sedemikian rupa sehingga peternakan rakyat memperoleh pendapatan yang wajar. Hal yang sarna disampaikan oleh Muchtar (1996) pada penelitian yang dilakukan pada PIR Ophir di Pasaman
pada tahun 1987. Dari penelitian ini
diketahui pendapatan petani model PIR naik sebesar 443% bila dibandingkan dengan pendapatan petani non PIR. Menurut Mulva (2002), dalam penelitiannya dibidang model PIR yang ada di Riau membuktikan bahwa pendapatan petemak ayam broiler model PIR dengan skala usaha 5.000 ekor per periode pemeliharaan mendapatkan pendapatan bersih Rp2.017.048. Dengan melihat pendapatan per ekor dalam peme!iharaan se!ama satu periode pemeliharaan peternak mendapatkan upah Rp403 lekor Iperiode Sehingga dapat dikatakan bahwa PIR merupakan model untuk mewujudkan perpaduan usaha dengan sasaran perbaikan keadaan sosial
25
ekonomi peserta dan didukung oleh suatu sistim pengelolaan usaha dengan memadukan berbagai kegiatan produksi, pengelolaan dan pemasaran dengan menggunakan perusahaan besar sebagai inti dalam suatu sistim kerja sama yang saling menguntungkan.
2.3. Keuntungan Peternak dalam Kemitraan Salah satu perusahaan peternakan yang bergerak dalam model kemitraan melalui PIR adalah
perusahaan PT Charoen Pokphand yang
beroperasi di Pekanbaru sejak bulan April tahun 1998. Kemitraan dengan PIR tersebut bersifat kerjasama yang saling menguntungkan antara inti (perusahaan ) dengan plasma (peternak). Pihak perusahaan selaku inti memberikan bantuan berupa kredit jangka pendek yaitu anak ayam umur sehari (DOC), pakan dan obat-obatan. Selain itu juga memberikan kredit jangka panjang berupa tempat makanan, tempat minuman dan pemanas gas. Selain itu perusahan ini juga i
menjamin pemasaran hasil produksi dengan harga garansi dan bimbingan teknis secara kontinyu serta pelatihan bagi peternak (Dinas Peternakan,1999). Munculnya sejumlah peternakan komersil yang menjalin hubungan kerjasama dengan peternak dalam status hubungan inti-plasma, cukup menimbulkan harapan, sebgai titik awal yang baik dari pelaksanaan konsep pengembangan industri peternakan rakyat. Pemerintah sangat memperhatikan dan mendorong perkembangan industri budidaya ayam ras pedaging. Menurut Taryoto (1993) perhatian tersebut dilakukan oleh pemerintah karena teknologi, sifat dan manfaat daging ayam yang sangat besar antara lain:
26
1.
Daging ayam ras mudah diterima dan dikonsumsi oleh seluruh lapisan masyarakat.
2.
Daging ayam ras mempunyai protein
yang relatif lebih murah jika
dibandingkan dengan daging lainnya. 3.
Budidaya ayam ras tidak memerlukan lahan yang luas.
4.
Teknologi ayam ras mudah dikuasai.
5.
Waktu produksi ayam ras relatif pendek (hanya 5-8 minggu). Menurut Saragih (2001), agribisnis ayam ras pedaging menghadapi
prospek yang cerah dimasa yang akan datang, hal ini di dorong oleh faktor jumlah penduduk yang besar, konsumsi daging broiler yang masih rendah, dan kemungkinan pertumbuhan ekonomi nasional yang positif. Menurut PT Charoen Pokphand (1999) tujuan pelaksanaan kemitraan yaitu: 1) membantu menciptakan keadilan dan pemerataan pendapatan bagi peternak (plasma), 2) menciptakan lapangan pekerjaan, 3) menciptakan harga jual ayam yang ideal untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan protein hewani, dan 4) alih teknologi dibidang peternakan bagi para peternak (plasma). Disamping sapronak dibutuhkan faktor produksi lain yang mendukung usaha peternakan. Menurut Soekartawi (2002), faktor produksi adalah semua korbanan yang diberikan pada usahatani
ag~r
mampu menghasilkan dengan
b;aik. F;aktor produksi ini sangat mempengaruhibesar kecilnya hasil yang akan diperoleh. Faktor produksi lahan, modal, tenaga kerja dan aspek manajemen merupakan faktor yang penting dalam usaha peternakan. Salah satu usaha meningkatkan pendapatan petani adalah dengan penerapan teknologi. Penerapan teknologi yang berubah dan beikembang merupakan syarat pokok dalam pembangunan pertanian (Mosher, 1983).
27
Mubyarto (1982), pada umumnya petani mengadakan perhitunganperhitungan
ekonomi
dalam
keuangan
menyangkut input (biaya)
yang
dibutuhkan dan output (penerimaan) yang akan diperoleh nantinya, namun perhitungan-perhitungan yang dilakukan hanyalah perhitungan yang sederhana. Pendapatan kotor usahatani adalah nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual, antara lain meliputi: (1) yang dijual, (2) yang dikomsumsi dirumah tangga petani, (3) yang digunakan dalam usahatani seperti bibit dan sebagainya, (4) yang digunakan untuk pembayaran, dan (5) yang akan disimpan atau digudangkan sampai akhir tahun.
Sedangkan
pendapatan
bersih
usahatani
adalah
selisih
antara
pendapatan kotor usahatani dengan pengeluaran total usahatani. Pengeluaran total usahatani itu sendiri (Total Farm Expense) adalah nilai semua masukan yang habis terpakai atau dikeluarkan dalam produksi, tetapi tidak termasuk tenaga
ke~a
keluarga petani (Hernanto, 1979).
Besarnya penerimaan dari proses produksi dapat ditentukan dengan mengalikan produk yang dihasilkan dengan harga produk tersebut. Secara umum semakin besar produksi yang dihasilkan, akan menyebabkan semakin besar pula penerimaan atau sebaliknya (Bishop dan Toussaint, 1979). Menurut Suharjo dan Patong (1979), dalam usaha peternakan faktor yang mempengaruhi pendapatan peternak ialah : -
Tingkat produksi yang dapat diukur dengan produktivitas skala usaha,
-
Tingkat kombinasi cabang usahatani,
-
Mutu hasil dan harga,
-
Efisiensi tenaga ksrja c<Jn kemampuan pstar.i aalam mengelola panerimaan maupun pengeluaran usahataninya.
28
Pengelolaan usaha peternakan atau manajemen adalah pengorganisasian/pengkoordiniran faktor produksi yang dikuasai sebaik-baiknya dan mampu memberikan produksi peternakan sebagaimana yang diharapkan. Mosher (1983) juga menjelaskan tujuan pengelolaan usaha adalah mencapai selisih palifl~ tinq9j antara nilai hasil dan biaya usahatani secara keseluruhan. Menurut Soekartawi (2002), pendapatan bersih usaha adalah selisih antara penerimaan dan pengeluaran total. Penerimaan suatu usaha adalah sebagai produk total suatu usaha dalam produk tertentu baik yang dijual maupun yang tidak dijual. Penerimaan dihitung dengan mengalikan produk total dengan harga yang berlaku. Sedangkan pengeluaran total suatu usaha adalah nilai semua masukan yang habis dipakai atau dikeluarkan dalam proses produksi. Pendapatan bersih dari suatu usaha mengukur imbalan yang diperoleh dari penggunaan faktor produksi seperti tanah, tenaga kerja, modal, dan pengelolaan. Untuk mendapatkan keuntungan dari usaha ternak ayam ras pedaging yang penting adalah kecepatan pertumbuhan, dan efisiensi penggunaan ransum yang tinggi. Jadi jelaslah bahwa pertumbuhan pada ayam ras pedaging merupakan salah satu faktor yang perlu mendapat perhatian dari peternak, karena pemeliharaan pada saat pertumbuhan akan dapat menentukan hasil produksinya kelak (Heuser, 1955). Winter dan Funk (1962), menyatakan bahwa beberapa faktor yang mempengaruhi keuntungan dalam petemakan ayam diantaranya adalah biaya dan pengelolaan ransum, efisiensi tenaga
ke~a,
biaya pemasaran, harga DOC,
tingkat kematian dan besarnya skala usaha. Hasii penelitian yang dilaporkan oleh Isbandi (1988), menunjukan bahwa usaha ayam ras pedaging menguntungkan pad a skala lebih dari 750 ekor per
29
periode. Faktor sosial tidak berpengaruh pad a tingkat pendapatan peternak, sedangkan faktor ekonomi yang berpengaruh pada tingkat pendapatan peternak adalah berat ayam, harga jual, jumlah ayam
te~ual
dan biaya pengeluaran ayam
ras pedaging. Sigit (1990), mengatakan bahwa analisa "Break Even" adalah suatu cara atau teknik untuk mengetahui kaitan antara volume produksi, volume penjualan, harga jual, biaya produksi, biaya lainnya yang variabel atau yang tetap serta laba rugi. Kegunaan-kegunaannya antara lain adalah : 1. Sebagai dasar untuk merencanakan kegiatan operasional dalam usaha mencapai laba tertentu. 2. Sebagai dasar untuk mengendalikan kegiatan operasi yang sedang be~alan, yaitu untuk pencocokan antara realisasi dengan angka-angka dalam perhitungan BE atau dalam gambar (Chart) BE. 3. Sebagai bah an pertimbangan dalam harga jual setelah diketahui hasil perhitungan menurut analisa BE dan laba yang ditargetkan. 4. Sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan.
III. METODOLOGI KAJIAN
3.1. Kerangka Pemikiran Pemikiran strategi pengembangan petemakan melalui model kemitraan, diawali dengan GBHN 1999-2004 yang ditetapkan oleh MPR dalam Tap. MPR No.IV/MPRl1999, dimana dalam GBHN tersebut dijelaskan bahwa pembangunan lebih difokuskan pada agribisnis rakyat yang dapat menimbulkan inisiatif dunia usaha untuk membangun agribisnis dan membangun infrastruktur agribisnis nasional. Selain itu berdasarkan pada Visi dan Misi Provinsi Riau, yang berkeinginan untuk menjadi provinsi paling maju di Indonesia, sekaligus menjadi pusat perekonomian dan pusat budaya melayu di Asia Tenggara pada tahun 2020, dengan "Lima Pilar Pembangunan". Untuk mewujudkan hal tersebut salah satunya dengan membangkitkan ekonomi berbasis ekonomi kerakyatan yang ditujukan bagi usaha kecil dan menengah (UKM). Rakorbang Provinsi Riau bidang petemakan, tahun 2000 menyimpulkan bahwa kecilnya produksi hasil petemakan disebabkan oleh beberapa hal, yaitu: 1) masih lemahnya sumberdaya manusia pengelola petemakan, 2) pemanfaatan sumberdaya alam yang masih belum optimal, 3) skala usaha yang relatif masih kecil, 4) penyediaan dan mutu bibit yang terbatas, 5) penerapan teknologi yang rendah,
6) keterbatasan modal, dan 7) lemahnya sistem pemasaran. Untuk
mengatasi masalah tersebut, rakorbang juga memutuskan beberapa strategi pemecahan masalah yang dituangkan dalam "6 Pilihan Strategi Pembangunan ,oetemakan Daerah Riau". Strategi tersebut adalah; 1) Pengembangan wilayah
berdasarkan komoditas temak unggulan, 2) Pengembangan kelembagaan petani petemak, 3) Peningkatan usaha dan industri petemakan, 4) Optimalisasi
30
31
pemanfaatan dan pengamanan serta perlindungan terhadap sumberdaya alam lokal, 5) Pengembangan kemitraan yang luas dan saling menguntungkan, dan 6) Mengembangkan teknologi tepat guna yang ramah lingkungan. Sebagai kebijakan pemerintah untuk pengembangan semua sub sektor pertanian ditetapkanlah model kemitraan. Pada dasamya diantara tujuan pembangunan petemakan dengan model kemitraan ini adalah peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani, meningkatkan produksi dan ekspor komoditi non migas, serta mempercepat alih teknologi budidaya manajemen' peternakan dari inti ke plasma. Hal tersebut tidak terlepas dari adanya tiga hal penting yang terkandung dalam konsep model kemitraan, yaitu (i) prinsip bahwa yar1g kuat (perusahaan inti) membantu pihak yang lemah (peternak plasma) dalam
meningkatkan
efisiensi
dan
efektifitas
sumberdaya,
modal
dan
tensgalkeahlian dalam menerapkan teknologi budidaya dan manajemen secara optimal; (ii) merupakan unit ekonomi yang utuh dan berkesinambungan, baik inti maupun plasma harus merupakan satu kesatuan usaha yang tidak dapat dipisahkan; dan (iii) inti dan plasma saling membutuhkan dan menguntungkan. Keppres Nomor 50/1981 yang dikeluarkan pemerintah pada tahun 1981, mengatur skala produksi untuk memacu pertumbuhan produksi ayam ras pedaging dan membuka kesempatan untuk memperluas peluang berusaha bagi peternak-petemak skala keluarga. Kebijakan ini diperkuat dengan dikenalkannya model PIR unggas melalui SK Menteri Pertanian Nomor TN.330/KPTS/5/1984. Pada tahun 1990 pemerintah mengeluarkan Keppres Nomor 22/1990, sebagai pengganti Keppres No. 50/1981. Dalam kebijaksanaan baru, peternakan skala kecil dikembangkan untuk meiakukan ke~asama sistem kemitraan dengan perusahaan besar (Deptan 1996). lsi Keppres tersebut diantaranya adalah
32
membagi petemakan ayam ras menjadi dua kategori, yakni petemakan rakyat dan perusahaan petemakan. Lahimya Kepres Nomor 22/90 membangkitkan kegairahan usaha petemakan ayam ras. Kalau semula usaha ayam ras hanya dikelola oleh para petemak, maka setelah Keppres tersebut bermunculan perusahaan petemakan dalam kegiatan kemitraan usaha. Di Kota Pekanbaru terdapat empat model model kemitraan petemakan ayam ras pedaging yaitu model kemitraan Pokphand, model kemitraan RTI, model kemitraan Confeed dan model kemitraan Makmur Jaya. Keempat model ini masing-masingnya mempunyai dasar usaha yang berbeda-beda namun masih sejalan dengan usaha petemakan ayam ras pedaging. Setiap model kemitraan yang ada di Pekanbaru, berkeinginan untuk mendapatkan petemak plasma sebanyak-banyaknya dengan memberikan berbagai insentif sehingga pendapatan menjadi tinggi ditambah variasi bonus pemeliharaan dan manajemen sehinggga bagi petemak akan
menjadi pertimbangan tersendiri dalam
menentukan pemilihan perusahaan inti. Semua permasalahan terse but terarah pad a bagaimanakah model kemitraan yang sebenamya dianggap terbaik oleh petemak untuk meningkatkan kesejahteraannya.
33
Peraturan Pemerintah di Bidang Peternakan 1. Kepres No.50/1981 2. SK.Mentan No. TN330/KPTS/5/1984 3. Kepres No.22/1990 4. Tap.MPR No.IV/MPRl1999
~
Visi dan Misi Riau 2020
Rakorbang Provinsi Riau Tahun 2000 Bidang Peternakan
6 Pili han Strategi Pembangunan Peternakan Daerah Riau
Pengembangan Kemitraan Yang Luas dan Saling Menguntungkan
~ 4 Model Kemitraan a. Charoen Pokphand c. RTI
~
b. Confeed d. Makmur Jaya
~
~
Sistem Pengadaan Sapronak
I
Sistem Pemasaran
I
Pendapatan Peternak dan Perusahaan
I Logical Framework Approach
J ~
Perumusan Strategi Pengembangan Peternakan Ayam Ras pedaging melalui Kemitraan di Kota Pekanbaru
~
~
Pemenuhan Kebutuhan Daging Ayam di Kota Pekanbaru
~ Gambar 2.
Kesejahteraan Peternak Ayam Ras Pedaging
Pemberdayaan Ekonomi Kerakyatan
r---J
Bagan Alir Kerangka Pikir Strategi Pengembangan Petemakan Ayam Ras Pedaging Melalui Model Kemitraar. di Kota Pekanbaru
34
3.2. Lokasi dan Waktu Kajian Penelitian ini dilaksanakan di kota Pekanbaru. Lokasi ini dipilih dengan alasan pada daerah inilah sentra produksi temak ayam ras pedaging. Pada penelitian ini yang menjadi objek
kajian adalah usaha petemakan ayam ras
pedaging yang mengimplementasikan model kemitraan. Ada 4 model kemitraan yang diteliti, yaitu: 1. Model kemitraan Charoen Pokphand 2. Model kemitraan RTI 3. Model kemitraan Confeed 4. Model kemitraan Makmur Jaya Penelitian ini berlangsung selama lima bulan, terhitung mulai bulan Januari 2005 sampai dengan Mei 2005 dengan rangkaian kegiatan: turun kelapangan, analisis data dan penulisan.
3.3. Metode PeneliHan 3.3.1. Sasaran Penelitian dan teknik Sampling Sasaran dari kajian ini adalah usaha petemakan ayam ras pedaging yang terlibat sebagai inti dan plasma dari model kemitraan petemak ras pedaging di kota Pekanbaru. Munurut hasil observasi pendahuluan diketahui 4 perusahaan inti dengan 86 plasma peternak ras pedaging. Untuk
perusahaan inti diambil seluruhnya menjadi objek penelitian.
Sedangkan untuk petemak plasma diambil sampel dengan prosedur sebagai berikut.
35
I.
Setiap plasma pad a masing-masing inti (model) dikelompokkan berdasarkan jumlah pemeliharaan ayam perperiode menjadi 3 kelompok yaitu : a. Populasi ternak < 5.000 ekor Iperiode b. Populasi ternak 5.000 - 10.000 ekor Iperiode c. Populasi ternak > 10.000 ekor Iperiode
II. Pada masing-masing model ditiap kelompok diambil sampel metoda simple random sampling.
III. Jumlah sampel peternak untuk masing-masing inti (Model) ditetapkan sebanyak 9 peternak. dimana setiap kelompok masing-masing 3 peternak.
Dengan demikian populasi dari sam pel penelitian adalSh seperti pada Tabel 1.
Tabel 1. Populasi Dari Sampel Penelitian Inti
No
Plasma (orang)
1
Pokphand
16
2
Confeed
34
3
RTI
25
4
Makmur Jaya
11
Total
4
86
Kelompok Ternak < 5.000 ekor 5.000-10.000 ekor > 10.000 ekor < 5.000 ekor 5.000-10.000 ekor >10.000 ekor < 5.000 ekor 5.000-10.000 ekor >10.000 ekor < 5.000 ekor 5.000-10.000 ekor >10.000 ekor 3 kelompok
Sampel Plasma (orang)
3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
3 36
3.3.2. Metode Pengumpulan Data
Sementara data yang diambil. jenisnya primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui observasi dan wawancara langsung dengan menggunakan
36
daftar pertanyaan (kuesioner), data primer yang diambil mengenai karakteristik responden (umur, tingkat pendidikan formal, pengalaman betemak ayam) penggunaan sarana produksi, biaya, pendapatan dan masalah dalam usaha temak ayam ras pedaging baik dengan model kemitraan Pokphand, RTI, Confeed atau Makmur Jaya. Data sekunder diperoleh dari instansi dan dinas terkait serta perusahaan inti. Data sekunder ini seperti sistem dan mekanisme model kemitraan serta populasi petemak pad a masing-masing inti.
3.3.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data. 3.3.3.1. Mengidentifikasi dan M~ngevaluasi Pola-Pola Kemitraan Data yang terkumpul dalam penelitian ini dianalisis sesuai dengan pertanyaan yang ingin di jawab serta untuk mencapai tLJjuan penelitian. Untuk itu semua data baik data sekunder maupun data primer yang diperoleh dari wawancara dan kuesioner, diorganisir dan disusun. Setelah tersusun kemudian dilakukan penafsiran dan pembahasan terhadap data yang ditemukan tersebut. Untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi model-model kemitraan yang ada dilakukan perusahaan
dengan pendekatan deskriktif kualitatif. Data diperoleh dari
pelaksana
model
kemitraan
dan
melihat
pelaksanaannya
dilapangan. Dengan mendeskripsikan pelaksanaan kemitraan peternakan ayam ras pedaging akan diketahui mengenai bagaimanakah identifikasi dan evaluasi dari pola-pola kemitraan yang ada di Kota Pekanbaru.
3.3.3.2. Perbandingan Tingkat Pendapatan Peternak Dalam menganalisis data untuk mengetahui tingkat pendapatan petemak pada masing-masing model kemitraan yang ada pada berbagai skala usaha yang berbeda, dipakai model analisis untuk mengetahui perbedaan pendapatan bersih
37
antara peternak model kemitraan Pokphand, RTI, Confeed dan Makmur Jaya pad a usaha ternak ayam ras pedaging. Pengolahan data menggunakan komputer dengan software microsoft excel. Perbandingan antar suatu strata dalam model yang sarna dan antar model dalam strata yang sarna maupun antar keseluruhan dilihat dari indikator: 1. Pendapatan
2. RIC Ratio dan B/C Ratio Untuk menghitung pendapatan bersih peternak responden, digunakan rumus yang dikemukakan oleh Soekartawi (2002):
Pd =TR -TC Pd = Yi.Pyi- IXi.Pxi Dimana: Pd
= Pendapatan bersih (Rupiahl Kgl proses produksi).
TR = Total Penerimaan (Rupiah I Kg I proses produksi). TC Yi
= Total Biaya (Rupiahl Kgl proses produksi). = Jumlah Produksi Daging, Insentife dan
Kotoran Ayam (Kg,
Rupiah, karungl proses produksi) Pyi
= Harga
Produksi Daging, Insentife dan Kotoran Ayam (Rpl Kg,
Rupaihl ayam panen Rpl karungl proses produksi). Pxi
= Harga Faktor Produksi (ekor, Kg, Mg, HOK, karung, tabung, Kwh, Rp/ proses produksi).
Xi
= Jumlah Input (bibit, pakan, obat-obatan, tenaga kerja, serbuk gergaji, gas, listrik, sewa tanah, sewa gudang, bunga modal dan penyusutan alat dalam satuan unit! proses produksi).
Selain rumus diatas, Soekartawi (2002) juga mengemukakan rumus lain dalam menghitung pendapatarr
38
n
Kt = P.y -
I
wX - D
i=!
dimana: Kt
=Keuntungan (Rupiah)
P
=Harga Produk (RP/kg)
y
=Jumlah Produksi (Kg)
Wi
X
=Harga Faktor Produksi ke i =Jumlah Faktor Produksi ke i
o =Biaya penyusutan alat (Rupiah)
=1,2,3, ... ,n Untuk mengetahui efisiensi dari usaha peternakan yang dilakukan oleh peternak Pokphand, RTI, Confeed maupun Makmur Jaya dapat dilihat den~an nilai RCR (Return Cost Ratib) dari masing-masing usaha yang diformulasikan dengan (Soekartawi, 2002):
RCR= TR TC RCR=
Y.Py FC+VC
RCR = _____y_.P-=-y_ _ __ Xl.Pxl + X2.Px2 + Xn.Pxn + D dimana: RCR TR TC
y Py
= Return Cost Ratio
= Total Penerimaan (Rupiah) = Total Biaya (Rupiah) = Jumlah Produksi (Kg) = Harga Produksi (Rp/kg)
PX1
:::
X1
= Jumlah input (faktor produksi) X = Biaya penyusutan alat (Rupiah)
0
Harga Faktor Produksi (Rp/kg, ekor, dan lain-lain) 1•
X2 ,X3 , •.•.•• Xn
39
Untuk menguji berapa besar tingkat keuntungan (profitability test) yang disumbangkan oleh peternak terhadap kegiatan usaha ternaknya yang dilakukan oleh peternak sampel, digunakan uji Benefit Cost Ratio (BCR). Menurut Pearse (1981), BCR digunakan untuk menghitung berapa besar nilai tambahan hasil untuk tiap rupiah modal yang diinvestasikan, dengan rumus:
BCR= TR-TC TC dimana: BCR
=
Benefit Cost Ratio
TR
= =
Total Revenue
TC
Total Cost
Untuk menghitung biaya penyusutan alat-alat yang dipakai peternak digunakan metode penyusutan garis lurus (Staight Line Methode) yang dikemukakan Niswonger (1997) yaitu:
D=_C_-_S_V
UL dimana:
o
=
Nilai penyusutan alat (RplTahun)
C
=
Harga perolehan (Rp/unit)
SV
=
Estimasi nilai residu (Rp/unit)
UL
=
Estimasi umur (tahun)
Menghitung besarnya insentif yang diterima peternak berdasarkan Indeks Produksi (IP) yang ditetapkan oleh pihak inti dengan menggunakan rumus :
IP
= % Avam hidupX Rata-rata berat badan (kg) Rata-iata umur panen X FeR
X 100 %
40
Dimana:
% Ayam hidup
= Indeks Produksi = Ayam keluar/ayam masuk
Rata-rata berat badan
= Serat daging/jumlah ayam panen
IP
(Kg/proses Produksi) FCR ( Feed Convertion Ratio)
= Jumlah
pakan
yang
dikonsumsi/berat
daging
Menghitung insentif peternak, digunakan rumus yang juga telah diberikan oleh pihak inti yaitu: Insentif
= Jumlah ayam keluar X
Bonus berdasar IP
3.3.3.3. Formulasi Model Keh1itraan Untuk menformulasikan model kemitraan yang bisa mengembangkan peternakan ayam ras pedaging dalam konteks pengembangan ekonomi lokal yang berbasis peternakan di Kota Pekanbaru, pada kajian ini dilakukan dengan pendekatan deskritif kualitatif, dimana dari data diperoleh di lapangan akan dikumpulkan melakukan
faktor-faktor apa kemitraan
dengan
saja yang peternak
mer1dorong
perunggasan
pengusaha terutama
untuk
ayamras
pedaging di Provinsi Riau, sedangkan aspek peternak melihat juga faktor-faktor apa yang mendorong untuk bermitra dengan masing-masing model kemitraan yang dilaksanakan.
Selanjutnya data-data tersebut dianalisis dengan Logical
Framework Approach (LFA) untuk dapat menentukan, model kemitraan yang
bagaimanakah yang sebenarnya diinginkan oleh petani dan dapat membantu meningkatkan pendapatan mereka. Metode pengolahan dan analisis data pada penelitian ini dapat dirangkum seperti pad a Tabel 2.
41
Tabel 2. Metode Pengolahan dan Analisis Data Pada Penelitian Strategi Pengembangan Peternakan Ayam Ras Pedaging di Kota Pekanbaru Data Yang Dibutuhkan
Tujuan
Sumber Data
Metode Analisis Data
Mengidentifikasi dan Mengevaluasi Pola-Pola' Kemitraan
- Macam-macam model kemitraan dan pesertanya. - Implementasi pelaksanaan Program.
- Perusahaan pelaksana program kemitraan. - Peserta kemitraan.
- Deskriptif
Perbandingan tingkat pendapatan peternak
- Jumlah pendapatan peserta kemitraan dalam satu periode pada masingmasing model kemitraan. - Jumlah biaya yang dikeluarkan peserta kemitraan dalam satu periode pada masing-masing model kemitraan.
- Peserta program kemitraan.
- BIC Ratio - RIC Ratio
Formulasi model kemitraan
- Model kemitraan yang diinginkan oleh peternak.
- Peserta program kemitraar. dan stakeholders.
- LFA
3.4. Metode Perancangan Program Setelah
ditetapkan
strategi
pengembangan
petemakan
ayam
ras
pedaging dalam model kemitraan di Kota Pekanbaru, selanjutnya disusun rancangan program untuk direkomendasikan kepada pihak terkait. Perancangan program dimaksud dilakukan dengan metoda Logical Framework Approach (LFA) dan melibatkan stakeholders terkait. Pemiiihal'1 metoda ini didasarkan pad a pemikiran bahwa mptoda in; bisa digunakan untuk menganalisis masalah dimulai dari menentukan masalah OOK-ok
42
dan menentukan masalah prioritas. Oalam hal ini metoda LFA lebih apJikatif untuk dilaksanakan dalam upaya pengembangan peternakan ayam ras pedaging di Kota Pekanbaru. Prosedur yang dilakukan dalam metoda ini : 1. Melakukan identifikasi komponen kemitraan peternakan ayam ras pedaging yang memiliki peranan penting dalam pengembangan sub sektor peternakan. 2. Menghitung
kontribusi
pendapatan yang
bisa diterima
peternak jika
tergabung dalam suatu kemitraan. 3. Menghitung efisiensi usaha ternak bagi peternak yang tergabung dalam kemitraan. 4. Mengukur implementasi pelaksanaan berbagai model kemitraan yang telah ada agar bisa diambil suatu bentuk model kemitraan yang bisa diterima oleh peternak dan perusahaan. 5. Mengadakan pendekatan dan komunikasi dengan stakeholders terkait tentang hasil kajian. 6. Menganalisis informasi yang didapat dari stakeholders tersebut, kemudian disusun suatu draft model kemitraan yang bisa didukung oleh pemerintah. 7. Melakukan sosialisasi terutama kepada kelompok sasaran, sehingga model kemitraan dimaksud dapat dilaksanakan.
IV. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN
4.1. Keadaan Umum Daerah Penelitian Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1987, daerah Kota Pekanbaru diperluas dari 446.50 km 2 menjadi 632,26 km 2 yang berarti luasnya bertambah sekitar 185,76 km 2 . Untuk lebih menciptakan tertib pemerintahan dan pembinaan, Kota Pekanbaru yang semula
terdiri dari 8 kecamatan dan 45
kelurahan/desa, dengan keputusan Gubernur KDH Tingkat I Nomor 55 Tahun 1999 tanggal21 Oktober 1999 dibentuklah kelurahan baru menjadi 50 kelurahan. Kota Pekanbaru keadaannya relatif datar dengan struktur tanah pada umumnya terdiri dari jenis Alivial dan pasir, sedangkan daerah pinggiran kota terdiri dari jenis tanah organorsol dan humus yang merupakan rawa-rawa dan memiliki sifat asam. Kota Pekanbaru beriklim tropis den§an suhu udara maksimum berkisar antara 32,6 DC - 36,5 DC dan suhu minimum berkisar antara 19,2 DC - 22,0 DC. Curah hujan 62,8 - 407,8 mm per tahun dengan keadaan musim berkisar; musim hujan jatuh pada bulan September sampai Februari dan musim kemarau jatuh pad a bulan Maret sampai dengan Agustus. Kelembaban maksimum antara 90% 100% dan kelembaban minimum berkisar antara 41 % - 59% (Pekanbaru Dalam Angka,2004). Kota Pekanbaru berbatasan sebelah Utara dan Timur dengan Kabupaten Siak, Selatan dan Barat dengan Kabupaten Kampar. Mengenai jarak kota Pekanbaru dsngan kabupaten dan kota lainnya adalah 50 km ke Bangkinang. 131 km ke Bengkalis, 156 km ke Rengat, 186 km ke Dumai, 213 km ke Tembilahan dan 287 km ke Batam (Pekanbaru Dalam Angka, 2004).
43
44
4.1.1. Keadaan Penduduk Dari pengolahan data Registrasi Penduduk tahun 2004 di peroleh angka jumlah penduduk tahun 2003. Penduduk Kota Pekanbaru berjumlah 653.435 jiwa, dengan rincian penduduk laki-Iaki sebesar 328.626 jiwa dan penduduk perempuan sebesar 324.809 jiwa yang mendiami wilayah 723,21 km 2 • Untuk lebih jelasnya dapat di lihat pada Tabel3.
Tabel 3. Jumlah Penduduk Kota Pekanbaru Dirinci Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Tahun 2003 Kelompok Umur (Tahun)
Laki-Iaki (orang)
Perempuan (orang)
Jumlah (orang)
Persentase (%)
0-14
103.866
106.797
210.663
32,24
15-55
208.141
201.805
409.946
62,73
16.618
16.208
32.826
5,03
328.626
324.809
653.435
100,00
di atas 55 Jumlah
Sumber: Pekanbaru Dalam Angka, 2004
Tabel 3 menunjukkan bahwa jumlah
p~nduduk
Kota Pekanbaru yang
berada pad a usia produktif lebih tinggi, yaitu 409.946 jiwa (62,73%) dan 243.489 jiwa (32,24%) penduduk tergolong usia tidak produktif (penduduk yang belum produktif dan penduduk yang tidak produktif). Persentase jumlah penduduk tersebut menggambarkan bahwa Kota Pekanbaru telah memiliki potensi sumber daya manusia kerja terutama tenaga kerja produktif yang diharapkan mampu mengelola potensi sumber daya alam yang tersedia. Dari Tabel 4 diketahui bahwa ketersediaan lapangan pekerjaan penduduk kota Pekanbaru bervariasi dan yang paling besar adalah pada bidang perdagangan yang berjumlah 164.212 jiwa (25,74%), sedangkan yang terkeciI adalah pada bidang pertambangan dan penggalian yaitu 11.795 jiwa atau 1,65%.
45
Tabel4. Jumlah Penduduk Produktif Kota Pekanbaru Berdasarkan Lapangan Pekerjaan Utama Tahun 2003
Lapangan Pekerjaan Utama
No.
Jumlah Penduduk (orang) 16.348
Persentase
(%) 2,11
1
Pertanian
2
Pertambangan dan Penggalian
11.795
1,65
3
Industri Pengolahan
40.981
5,30
4
Konstruksi
42.917
6,63
5
Perdagangan
164.212
25,74
6
Komunikasi dan Angkutan
29.695
4,43
7
Keuangan
14.656
2,83
8
Listrik, Gas dan Air
89.342
14,04
409.946
Jumlah Sumber : Pekanbaru Dalam Angka, 2004
62,73
Kota Pekanbaru terdiri dari 8 kecamatan, dimana penyebaran penduduk masing-masing kecamatan tersebut berbeda-beda. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Perbandingan Luas Wilayah dan Jumlah Penduduk di Kota Pekanbaru Tahun 2003
No
Kecamatan
Luas km2
%
Penduduk Jumlah %
1
Tampan
199,79
27,63
155.543
24,18
2
Bukit Raya
299,08
41,35
194.125
29,56
3 4
Lima Puluh
4,04
0,56
46.774
7,12
Sail
3,26
0,45
24.333
3,71
5 6
Pekanbaru Kota
2,26
0,31
33.174
5,05
Sukajadi
5,10
0,71
69.217
10,54
7
Senapelan
6,65
0,92
39.339
5,99
8
Rumbai
203,03
28,07
90.931
13,85
100,00
653.435
100,00
Jumlah 723,21 i Sumber : Pekanbaru Dalam Angka, 2004
Penyebaran penduduk berdasarkan kecamaian yang ada di kota Pekanbaru tidak sama. Hal ini dapat dilihat pad a jumlah penduduk setiap
46
kecamatan. Kecamatan Bukit Raya memiliki wilayah terluas yaitu 299,08 km2 atau 41,35% dari luas kota Pekanbaru. Sedangkan kecamatan Pekanbaru Kota memiliki wilayah yang terkeciI yaitu 2,26 km2 (0,31%). Jumlah penduduk yang terbesar terdapat di kecamatan Bukit Raya yaitu 194.125 jiwa, sedangkan kecamatan Sail memiliki penduduk yang terkecil yaitu sebanyak 24.333 jiwa.
4.1.2. Prasarana dan Sarana Dalam
rangka
menunjang
pemanfaatan
dan
penggunaan
potensi
sumberdaya pembangunan yang terdapat disuatu daerah secara optimal tidak akan terlepas dari masalah ketersediaan sarana dan prasarana pendukung sebagai berikut :
4.1.2.1. Transportasi dan Komunikasi Trasportasi dan komunikasi merupakan faktor yang sangat penting dalam menunjang
proses
pembangunan
ekonomi
suatu
wilayah.
Penggerakan
pembangunan dan pemberdayaan ekonomi rakyat terutama yang berada pada wilayah pinggiran kota, dengan adanya sarana transportasi dan komunikasi memegang peranan yang sangat penting dan merupakan salah satu urat nadi pembangunan. Sehingga perkembangan peternakan sangat membutuhkan kelancaran dalam berkomunikasi dan kelancaran tranportasi. Usaha peternakan kita ketahui banyak dilakukan jauh dari daerah pinggiran kota. Pad a lokasi penelitian masih terlihat sarana transportasi belum memadai, dimana kondisi jalan-jalan masih berada dalam kondisi belum diaspal, ber!obang~!obang,
campuran tanah dan pasir, sehingga apabila terjadi hujan
ja1an akan menjadi lie!n dan kendaran pemasok makamm dan pemasaran ayam
susah mencapai lokasi peternak.
47
Dalam mengembangkan ekonomi kerakyatan dalam usaha peternakan ayam ras pedaging maka hal ini menjadi penghambat, karena ayam ras pedaging mempunyai perhatian yang khusus baik dari segi makanan maupun segi pengobatan dan pemasaran. Keterlambatan pasokan makanan dan obatobatan akan menjadi permasalahan terhadap kesehatan ayam sedangkan keterlambatan pemasaran akan menambah biaya produksi. Berkaitan dengan komunikasi didaerah penelitian, terlihat bahwa peternak sudah dapat melakukan komunikasi dengan lancar baik komunikasi dengan pihak perusahaan maupun dengan konsumen pemasaran dengan menggunakan sarana handphone. Komunikasi lain yang didapat oleh masyarakat didaerah penelitian berupa media masa yang umunya berasal dari riau sendiri dan juga media nasional melalui radio dan televisi. 4.1.2.2. Kelistrikan dan Air Bersih Didalam melakukan usaha peternakan ayam ras pedaging fasilitas listrik i
dan air bersih sangat dibutuhkan sekali. Dari: pengamatan dilapangan diketahui bahwa peternak di Kota Pekanbaru telah memanfaatkan sarana penerangan listrik. Dari responden diketahui bahwa ketersediaan sarana listrik sangat membantu usaha peternakannya, terutama dalam aspek pemeliharaan maupun dari segi keamanan. Dari segi biaya, peternak sangat terbantu apabila dibandingkan dengan menggunakan lampu lain. Untuk air bersih, ini berhubungan langsung dengan budidaya peternakan ayam. Penggunaan air yang selalu dilakukan untuk minum, cuci peralatan kandang dan pembersihan kandang setiap panen selesai. Dari pengamatan dilapangan ketersediaan air bersih petemak didapat dari sumur pompa sendiri, hal ini disebabkan air dari PDAM belum sampai kelokasi peternak.
48
4.1.2.3. Lembaga Keuangan Majunya dunia usaha berkaitan erat hubungannya dengan keberadaan lembaga keuangan dilokasi tersebut. Pad a saat sekarang kondisi masyarakat usaha kecil mengharapkan sekali bantuan permodalan, hal ini dikarenakan usaha kecil masih dihadapi oleh kendala kekurangan modal usaha. Lebaga keuangan yang ada di Kota Pekanbaru didominasi oleh BankBank, baik dari swasta maupun dari pemerintah. Dari pengamatan dilapangan peternak sudah terikat dengan Bank yang sarna dengan perusahaan inti. Hal ini sangat membantu peternak dan perusahaan berhubungan keuangan dengan menggunakan jasa Bank yang sarna untuk mentransfer dana dari inti ke peternak atau sebaliknya dari peternak ke inti.
4.1.2.4. Pendidikan Pendidikan merupakan salah satu faktor sarana yang dibutuhkan dalam upaya menggerakkan ekonomi kerakyatan. di Kota Pekanbaru sarana pendidikan i
ini sudah cukup memadai yang dlkelola oleh pihak swasta dan pemerintah mulai dari TK sampai Perguruan Tinggi. Seperti terlihat dalam Tabel 6.
Tabel6. Sarana Pendidikan di Daerah Penelitian Tahun 2003 No. 1. 2. 3.
Jenis Sekolah
Taman Kanak-Kanak/Play Group Sekolah Dasar Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Sekolah Menengah Atas 4. 5. Sekolah Menengah Kejuruan Perguruan Tinggi 6. Total , Sumber . PeKanbaru Dalam Angka, 2004
Jumlah (unit) 114 233 625 32 22 21 1.047
49
4.1.2.5. Kesehatan.
Di daerah penelitian fasilitas kesehatan sudah cukup memadai, seperti terdapat rumah sakit swasta dan pemerintah serta balai-balai pengobatan yang tersebar merata di daearah penelitian. Dari fasilitas yang tersedia menunjukkan tingkat kesehatan masyarakat cukup diperhatikan, seperti terlihat pad a Tabel7.
Tabel7. Fasilitas Sarana Kesehatan di Kota Pekanbaru Tahun 2003 Sarana Kesehatan
No.
Jumlah (unit)
1.
Rumah sakit umum
11
2.
Rumah Sakit Bersalin
41
3.
Balai Pengobatan
51
4.
Puskesmas
14
5.
Puskesmas Pembantu
30
6.
Rumah bersalin
17 164
Total Sumber: Pekanbaru Dalam Angka, 2004
4.1.2.6. sarana Lain i
Prasarana lain yang penting bagi peternak yaitu pasar. Pasar merupakan salah satu sarana yang harus ada jika roda ekonomi kerakyatan akan digerakkan sebab pasar merupakan tempat dimana para produsen seperti peternak memperoleh uang dari hasii produksi peternakannya. Pasar di Kota Pekanbaru cukup mendukung untuk pemasaran produk ayam ras pedaging, terbukti dengan terdapat pasar tradisional ditiap kecamatan dan tersebarnya pusat perbelanjaan.
4.2. Populasi dan Perkembangan Ternak di Kota Pekanbaru
SumbSi daya alam cukup mendukung dalam pengembangan peternakan terutama di Kota Pekanbaru. Sebagai gambaran pad a tahun 2001 jumlah
50
produksi daging di Kota Pekanbaru berjumlah 9.662.246 kg, pada tahun 2002 berjumlah 9.927.468 kg dan tahun 2003 berjumlah 10.500.900 Kg. Data ini menunjukan bahwa produksi daging mengalami peningkatan sebesar 2,74% dari tahun 2001 ke tahun 2002 dan sebesar 5,46% dari tahun 2002 ke tahun 2003. Berdasarkan kesesuaian/kecocokan kondisi agroklimat dan agroekosistim terlihat adanya dukungan prospek serta potensi peternakan yang dapat dikembangkan pada lahan kosong. Dari data tersebut terlihat bahwa komoditas yang terbesar untuk dikembangkan adalah ternak ayam ras pedaging yaitu sebesar 11.094.768 ekor dan baru dimanfaatkan sebanyak 9.360.823 ekor sehingga potensi tersedia sebesar 1.733.945 ekor. Jumlah populasi ternak, potensi dan pemanfaatan daging berbagai jenis ternak di Kota pekanbaru pada tahun 2003 dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Jumlah Produksi, Potensi dan Pemanfaatan Daging Dari Berbagai Jenis Ternak di Kota Pekanbaru Tahun 2003 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Komoditi
i
Sapi Potong Kerbau Kambing Babi Ayam Ras Petelur Ayam Ras Pedaging Ayam Buras
Itik Jumlah
Produksi (kg) 1.235.112 394.685 63.467 172.245 151.000 7.439.141 910.000 135.250
Potensi (ekor) 26.326 1.792 66.296 54.786 892.634 11.094.768 780.110 115.764
Pemanfaatan (ekor) 24.422 1.678 3.257 8.445 141.410 9.360.823 517.582 36.674
10.500.900
13.032.476
10.094.291
Sumber: Dlnas Peternakan Kota Pekanbaru, 2004
Potensi inilah yang mejadi sasaran kemitraan yang ada ditambah dengan peternak musiman/peternak mandiri untuk dapat memenuhi peiuang yang ada. Peluang peternakan di Kota Pekanbaru dapat dilihat pada Tabel9.
51
Tabel9. Potensi Luas Lahan dan Peluang Peternakan di Kota Pekanbaru Tahun 2003
Komoditi
No
Potensi Luas Lahan (Ha)
Pemanfaatan (ekor)
Potensi (ekor)
Peluang (ekor)
206,70
6.326
4.422
1.904
-
-
-
-
Kerbau
112,24
1.792
1.678
114
4.
Kambing
165,74
66.296
3.257
63.039
5.
Babi
146,96
54.786
8.445
46.341
6.
Ayam Ras Petelur
337,40
892.634
141.410
751.224
7.
Ayam Ras Pedaging
551,10
11.094.768
9.360.823
1.733.945
8.
Ayam Buras
338,70
780.110
517.582
262.528
9.
Itik
118,30
115.764
36.674
79.090
13.012.476 10.074.291
2.938.185
1.
Sapi Potong
2.
Sa pi Perah
3.
Jumlah
1.977,14
Sumber : Dlnas Peternakan Kota Pekanbaru, 2005
4.3. Karakteristik Responden Responden yang dijadikan sam pel dalam penelitian ini terdiri dari peternak ayam ras pedaging yang melakukan hubungan kemitraan dengan perusahaan/inti yang berbeda dengan model yang berbeda pula, yaitu Model PIR Charoen Pokphand, Model PIR Confeed, Model PIR Ramah Tamah Indah dan Model PIR Makmur Jaya. Jumlah sampel yang diambil dalam penelitian ini sebanyak 36 responden petemak, dimana masing-masing perusahaan inti diwakili oleh 9 responden yeng terbagi kepada 3 strata. Karakteristik responden yang diamati adalah umur, tingkat pendidikan, jenis pengalaman beternak.
peke~aan
utama,
dan
52
4.3.1. Umur Umur dapat menggambarkan tingkat kematangan setiap individu peternak dalam mengambil tindakan maupun resiko yang akan diperolehnya dikemudian hari. Disamping itu, umur peternak juga dapat dijadikan sebagai patokan utama dalam melakukan usaha budidaya temak ayam ras pedaging yang dapat mempengaruhi tingkat keseriusan usaha yang digelutinya. Pada umumnya indikator umur sering dikaitkan dengan angkatan
ke~a,
baik produktif maupun
yang non produktif. Kisaran umur responden yang diteliti berkisar antara 20 tahun sampai dengan 50 tahun. Hal tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar peternak ayam ras pedaging merupakan angkatan kerja yang digolongkan produktif. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel1 o. Tabel10. Distribusi Umur Responden No
Umur Peternak (Tahun)
Jumlah (orang)
Persentase (%)
20-29 30-39 40-49 ;::: 50
6 18 10 2
16,67 50,00 27,78 5,55
Jumlah
36
100,00
I
1. 2. 3. 4.
Dari Tabel 10 terlihat bahwa distribusi umur responden yang terbesar berada pada kelompok umur 30-39 tahun yaitu sebanyak 18 orang atau 50%. Dilain pihak kelompok umur antara 40 sampai dengan 49 berjumlah 10 orang atau 27,78% yang menduduki urutan ke dua dan kelompok umur antara 20 sampai dengan 29 sebanyClk 6 orang atau 16,67% yang mendl!c!uki !.Jrl!tan ke tiga dan kelompok umur di atas 50 tahun sebar.yak 2 orang atau 5,55%.
53
Dari sebaran kelompok tersebut menunjukkan bahwa dalam melakukan usaha budidaya ternak ayam ras pedaging lebih banyak dilakukan oleh peternak yang memiliki umur yang berkisar antara 30 sampai dengan 39 tahun atau dengan kata lain bahwa pad a kelompok tersebut merupakan kelompok umur produktif yang paling dominan dari responden.
4.3.2. Tingkat Pendidikan Responden Dari hasil pengumpulan data dilapangan, para peternak ayam ras pedaging memiliki tingkat pendidikan yang relatif bervariasi yaitu dari tingkat Sekolah Dasar sampai dengan Perguruan Tinggi. Dari kondisi tersebut diperoleh gambaran bahwa seluruh peternak ayam ras pedaging yang diambil sebagai responden dapat menyelesaikan pendidikan formalnya sesuai dengan tingkatan masing-masing. Pada Tabel 11 disajikan data tentang tingkat pendidikan serta lamanya pendidikan yang pernah ditempuh oleh responden. Tabel 11. Tingkat dan Lamanya Pendidikan Responden
No 1. 2. 3. 4.
Til1~kat PendiCtikan
Lama Pendidikan (Tahun)
Jumlah (orang)
Persentase
SO SLTP SLTA PT Jumlah
6 9 12
8 6 12
22.22 16.67 33.33 27.78 100,00
~
13
10
36
(%)
Tabel 11 menunjukkan bahwa tingkat pendidikan formal yang dimiliki oleh peternak responden di lokasi penelitian umumnya didominasi oleh pendidikan tingkat Sekolah Lanjutan Tingkat Atas dan Pendidikan Tinggi yaitu masingmasing
be~umlah
12 orang atau 33.33% dari jumlah responden. Sedangkan
peternak yang memiliki tingkat pendidikan Perguruan Tinggi berada pada jumlah
54
kedua yaitu berjumlah 10 orang atau 27.78%. Adapun perternak yang memiliki pendidikan tingkat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama berada pada urutan ke tiga yaitu sebanyak 6 orang atau 16.67% dari jumlah responden. Sedangkan tingkat pendidikan yang terendah yaitu Sekolah Dasar
berada pada urutan
empat sebanyak 8 orang atau 22.22%.
4.3.3 Pengalaman 8eternak dan 8ermitra. Dalam melakukan aktivitasnya usaha budidaya ternak ayam ras pedaging pengalaman berusaha yang dimiliki para peternak relatif bervariasi yaitu berkisar satu hingga sepuluh tahun. Sedangkan pengalaman bermitra peternak juga bervariasi dari satu tahun hingga lima tahun. Hal ini menampakan bahwa peternak sudah melakukan usaha ternaknya sebelum melakukan kerjasama bermitra. Pengalaman usaha ini erat kaitannya dengan tingkat keterampHan dan kemampuan setiap individu dalam beternak. Semakin lama pengalaman melakukan usaha budidaya ternak ayam ras pedaging maka akan semakin baik pula hasil yang bakal diperoleh dan begitu juga sebaliknya, semakin sedikit pengalaman usahanya, maka semakin rendah hasH yang diperoleh oleh peternak yang bersangkutan. Dari gambaran umum pengalaman usaha ternak ayam ras pedaging masing-masing model (Tabel 12), menggambarkan bahwa peternak sudah mempunyai pen gala man yang cukup dalam bermitra. Hal ini dapat dilihat dari pengalaman bermitra yang sedah mencapai rata-rata
tiga tahun. Selain itu
peternak juga sudah mendapatkan pengalaman bermitra dengan perusahaan kemitraan lain. Dari data tersebut menunjukkan adanya terjadi perpindahan peternak dari model yang satu kemodel yang lain.
55
Tabel12. Pengalaman Responden Dalam Beternak dan Bermitra No
Inti/Prsh
Strata
1.
RTI
1
2
3
Makmur
2.
1
2
3
3.
Confeed
1
2 i
3
4.
Pokphand
1
2
3
Keterangan :
Lama Dalam Kemitraan (thn) Beternak (thn) MJ Confeed Pokphand RTI 1,5** 0,5* 1,0*** 4,0 0,5* 1,0** 2,0 1,5** 1,5* 3,0 0,5* 1,5** 4,0 2,5** 1,5* 1,0*** 5,0 1 5** 1,0* 3,0 2,0** 2,0* 2,5*** 8,0 3,5** 2,5* 1,0*** 9,0 1,5*** 2,5** 1,0* 5,0 5,0 . 1,5*** 2,0* 0,5** 0,5** 0,5* 1,0 0,5** 1,5* 2,0 3,0** 5,0 1,0* 1,0*** 1,5* 0,5** 3,0 3,0 1,0* - 1,0*** 1,0** 6,0 1,0** 3,0* 8,0 1,5*** 1,5** 1,0* 4,0 3,0* 3,0 2,0** 1,0* 1,0 1,0* 4,0 1,0** 2,0* 5,0 2,0** 3,0* 2,0 1,0** 1,0* 5,0 2,0** 2,0* 10,0 2,0** 3,0* 8,0 2,0** 2,0* 5,0 2,0** 2,0* 4,0 2,0* 4,5 1,5* 2,5** 6,0 5,0* 3,0 2,5* 6,0 2,0* 3,0** 5,0 1,0* 3,0** 7,0 1,0* 3,0** 5,0 4,0* 6,0 1,0* 3,0**
-
-
-
-
* - kemitraan pertama diikuti ***- kemitraan ketiga dilKuti
**
Total 3,0 1,5 2,0 2,0 5,0 2,5 6,5 7,0 5,0 4,0 1,0 2,0 4,0 3,0 3,0 4,0 4,0 3,0
1,0 3,0 5,0 2,0 4,0 5,0 4,0 4,0 2,0 4,0 5,0 2,5 5,0 4,0 4,0 4,0 4,0
= kemitraan kedua diikuti
Dengan adanya pengalaman bermitra dengan yang lain berarti peternak sudah mendapatkan cara beternak dan dapat membandingka~ manajemen
56
beternak dari model yang pernah diikutkannya. Dari data juga dapat dilihat bahwa peternak yang bermitra dengan model kemitraan RTI dan Makmur Jaya merupakan peternak yang sudah bermitra sebelumnya dengan perusahaan besar kemitraan yaitu model Charoen Pokphand atau model Confeed.
4.3.4 Jenis Pekerjaan Pada Usaha Peternakan Ayam Ras Pedaging Jenis peke~aan utama yang dimiliki peternak akan mempengaruhi tingkat keseriusan peternak dalam menjalankan usahanya. Untuk dapat melihat jenis pekerjaan peternak pada usaha peternakan ayam ras pedaging pada Tabel 13.
Tabel13. Distribusi Peternak Plasma Menurut Status Usaha Ternak Unggas. Status usaha ternak ayam
Jumlah (orang)
Persentase (%)
Utama
24
67
Sampingan
12
33
36
100
Total
bari Tabel 13 tergambar bahwa sebagian besar peternak, yakni 67% menjadikan usaha peternakan ayam ini sebagai usaha utama dan 33% lagi menjadikan usaha peternakan pekerjaan sampingan. Bagi peternak yang menjadikan usaha peternakan ayam sebagai usaha jenis mata pencarian utama, mereka lebih serius dalam melakukakan usaha dan mengelola peternakannya, apalagi bagi peternak yang tak mempunyai pekerjaan sampingan. Keseriusan ini juga berkaitan dengan investasi yang cukup besar pad a usaha peternakan ayam ras pedaging ini. Bagi peternak yang menjadikan usaha ini sebagai usaha sampingan, terbagi atas beberapa kelompok pula, Pertama peternak yang memiliki kandang disekitar rumah peternak, maka peternak ikut beke~a dalam peternakannya
I
57
walaupun pekerjaan tersebut sekedar membantu dalam fungsi kontrol saja, sedangkan pekerjaan utama dilakukan oleh tenaga kerja luar keluarga atau yang disebut juga dengan istilah anak kandang. Kedua peternak yang hanya memiliki usaha peternakan namun sedikitpun tidak ikut dalam kegiatan pekerjaan produksi. Pekerjaan sepenuhnya diserahkan kepada tenaga
ke~a
luar keluarga
yang dianggap telah bisa mengelola usaha peternakan dan merupakan orang yang betul-betul bisa dipercaya oleh si pemilik.
v. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Indetifikasi dan Evaluasi Model-Model Kemitraan di Kota Pekanbaru 5.1.1. Implementasi model PT Charoen Pokphand
Perusahaan ini merupakan perusahaan besar yang berpusat di Thailand. di Indonesia perusahaan ini berpusat di Jakarta, sedangkan untuk wilayah Sumatera dibagi atas dua, yaitu berpusat di Palembang untuk daerah Jambi, Bengkulu dan Lampung. Daerah Sumatera lainnya seperti Sumatera Sarat, Sumatera Utara, Aceh dan Riau berpusat di Medan. Perusahaan ini bergerak dibidang agribisnis peternakan yang mengelola banyak lini produk peternakan mulai dari produk hulu sampai produk hilir peternakan. Produk yang dihasilkan terdiri dari (1) Pembuatan pakan ternak (2) Peternakan ayam petelur, (3) Pembibitan DOC petelur dan pedaging, (4) Breeding Farm atau penetasan telur, (5) Peternakan ayam ras pedaging, (6) Kemitraan model PIR, dan (7) Pengolahan hasil peternakan. Pad a usaha kemitraan di Pekanbaru perusahaan ini membuat anak perusahaan dengan nama PT Nusantara Unggas Jaya. Perusahaan ini berdiri pada tahun 1998 sesuai dengan Akta Notaris Nomor 3 Tanggal 2 Juni Tahun 1998. Dalam mengelola kemitraan pad a awalnya perusahaan menjalin hubungan dengan peternak-peternak yang mengalami masalah akibat resesi ekonomi, banyak peternak yang gulung tikar saat itu. Resesi yang dirasakan sekali adalah banyaknya peternak yang tidak sanggup lagi menyediakan modal untuk beternak karena mahalnya harga pakan dan bibit serta keterbatasan modal dimiliki. Dengan adanya perusahaan in! peternak dapat lagi berusaha dengan bekerjasama yang sifatnya saling menguntungkan melalui model PIR ayam ras
58
59
pedaging. Sekarang, kemitraan ini sudah semakin berkembang dengan melebarkan
sayapnya
dengan
membuka
lokasi-Iokasi
baru
diluar Kota
Pekanbaru. Selain itu manajemen kemitraan juga sudah melakukan penyaringan dan seleksi bagi peternak yang akan ikut bermitra dengan memberikan persyaratan-persyaratan yang menjamin kelangsungan keamanan perusahaan. Persyaratan ini berupa surat berharga yang mempunyai nilai apabila terjadi kerugian pad a peternak plasma. Dilihat dari aktivitasnya selama 5 (lima) tahun, model kemitraan Charoen Pokphand sudah memiliki sebanyak 16 peternak plasma untuk Kota Pekanbaru. Hal tersebut sangat erat kaitannya dengan upaya pemerintah untuk membantu mengurangi
kemiskinan
dengan
menciptakan
lapangan
pekerjaan
bagi
masyarakat setempat khususnya peternak. Deskripsi perjanjian dan persyaratan pada model kemitraan Charoen Pokphand (Tabel 14), terlihat bahwa umumnya peternak dapat menerima isi surat perjanjian model kemitraan Charoen Pokphand. Dari hasil penelitian terhadap penentuan harga jual hasil produksi, harga sapronak dan jaminan tidak disetujui oleh peternak, karena penentuan harga-harga seharusnya ditentukan secara bersama namun pelaksanaanya hanya oleh perusahaan inti saja, akan tetapi peternak tetap mau bekerjasama dengan pihak inti.
60
Tabel14. Deskripsi Implementasi Perjanjian Model Kemitraan Charoen Pokphand
Kewajiban
Peternak
Inti
Implementasi
-
-
Menyediakan sapronak secara kredit. Menyediakan peralatan secara kredit. Memasarkan hasil produksi. Memberikan bimbingan teknis kepada peternak. Menghentikan perjanjian kerjasama secara sepihak jika petemak melakukan penyimpangan.
-
-
-
-
Hak
Ketentuan Lain
Menyediakan kandang. Menyediakan perlengkapan kandang. Menyediakan tenaga kerja. Mengikuti petunjuk bimbingan teknis. Mengembalikan kredit sapronak. Hanya memakai sapronak dari inti. Menjual hasil panen hanya kepada inti. Memperoleh kredit sapronak. Memperoleh bimbingan teknis. Menerima sisa hasil produksi. Menentukan harga-harga secara bersama
-
-
-
-
-
- Menyediakan jaminan
Menentukan harga sapronak. - Menentukan harga jual hasil panen. Menentukan jadwal pengiriman sapronak. Menentukan jumlah kredit sapronak. - Memperoleh hasil panen. - Melakukan pemotongan hasil panen untuk pembayaran kredit sapronak. Menerima jaminan berupa uang tunai atau surat tanah (tidak tertulis).
kredit sapronak.
5.1.2. Implementasi model PT Confeed Perusahaan ini juga merupakan perusaaan besar di bidang peternakan. Perusahaan ini adalah perusahaan multinasional yang menyebar di tanah air. di Sumatera, perusahaan berpusat di Medan untuk wilayah kerja Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat dan Riau sedangkan pusat Lampung untuk wilayah Lampung. Bp.nglculu, Palembang dan ..Iambi.
61
Pada awalnya perusahaan ini di Riau melakukan usaha pembibitan ayam ras pedaging, yang mesuplai kebutuhan Poultry Shop baik DOC maupun pakan ayam. Pada tahun 1999 perusahaan ini melakukan usaha kemitraan dengan peternak plasma yang adadi Pekanbaru. Pad a awal kemitraan peternak plasma perusahaan ini berasal dari plasma perusahaan lain yang pindah karena adanya ketidaksesuaian dan juga berasal dari peternak mandiri. Sejak akhir tahun 2004 perusahaan banyak menerima peternak plasma yang belum mempunyai pengalaman beternak atau peternak baru yang termotifasi setelah melihat manfaat yang diterima oleh peternak lain yang telah bergabung dalam kemitraan. Dengan banyaknya peternak yang berminat untuk bergabung, pihak manajemen membuat persyaratan atau seleksi yang lebih ketat terhadap peternak plasma. Salah satu jaminan yang harus diberikan peternak kepada perusahaan adalah uang tunai sebesar Rp2.000 lekor ayam masuk. Hal ini bertujuan untuk menjaga kerugian perusahaan, apabila dalam proses pemeliharaan terjadi kerugian. Deskripsi mengenai perjanjian dan persyaratan pada model kemitraan Confeed (Tabel 15), terlihat bahwa umumnya peternak dapat
~enerima
isi surat
perjanjian model kemitraan Confeed. Namun terhadap penentuan harga jual hasil produksi, harga sapronak dan jaminan tidak disetujui oleh peternak. Selain itu terhadap masa pembayaran sisa hasil produksi yang seharusnya dilakukan oleh perusahaan paling lama 14 hari setelah masa pan en selesai, perusahaan terkadang tidak dapat memenuhinya, karena pembayaran sering dilakukan melewati masa tersebut bahkan bisa mencapai 30 hari.
62
Tabel 15. Deskripsi Implementasi Perjanjian Model Kemitraan Confeed
Kewajiban
-
-
-
Hak
-
-
Ketentuan Lain
Peternak
Inti
Implementasi
-
Menyediakan sapronak secara kredit. Menyediakan peralatan secara kredit. Memasarkan hasil produksi. Memberikan bimbingan teknis kepada peternak. Menghentikan perjanjian kerjasama secara sepihak jika peternak melakukan penyimpangan. Membayarkan sisa hasil produksi paling lambat 14 hari setelah selesai panen. Menentukan harga sapronak. Menentukan -harga jual hasil panen. Menentukan jadwal pengiriman sapronak. Menentukan jumlah kredit sapronak. Memperoleh hasil panen. Melakukan pemotongan hasil panen untuk pembayaran kredit sapronak. Menerima jaminan berupa uang tunai sebesar Rp2.000 per ekor.
-
Menyediakan kandang berbentuk panggung dengan perlengkapannya Menyediakan tenaga kerja. - Mengikuti petunjuk bimbingan teknis. - Mengembalikan kredit sapronak. Hanya memakai sapronak dari inti. - Menjual hasil panen hanya kepada inti. - Menjamin keamanan dan masalah-masalah sosial. - KaQasitas 5.000 ekor. - Memperoleh kredit sapronak. Memperoleh bimbingan teknis. - Menerima sisa hasil produksi - Secara bersama menentukan harga-harga
-
-
-
-
Menyediakan jaminan kredit sapronak. Menyediakan prasarana jalan.
5.1.3. Implementasi model Ramah Tamah Indah (RTI) Ramah Tamah Indah berdiri sejak tahun 1983 di kota Pekanbaru. Sejak berdirinya RTI mempunyai dasar usaha sebagai pedagang ayam di Pasar Sail kota Pekanbaru. Karena kondisi pemasaran yang mendukung, perusahaan ini menambah popu!asi ayamnya dengan rnembuat guda!1g dan me!!jlJa! ayamnya kepada pedagang, baik langsung diantar kepasar maupun pedagang yang
63
datang menjemput kegudangnya. Selain itu perusahaan ini juga sebagai pedagang besar yang menyuplai kebutuhan ayam di kabupaten-kabupaten yang ada di Riau maupun Provinsi tetangga Riau. Dengan pasar yang luas dan kebutuhan yang cukup banyak maka pihak manajemen mengambil langkah untuk merangkul peternak-peternak untuk diajak beke~asama dengan konsep saling menguntungkan dari kedua belah pihak. Tabel 16. Deskripsi Implementasi Persyaratan Model Kemitraan RTI Implementasi
Peternak
Inti
-
Kewajiban
-
-
Menyediakan sapronak secara kredit. Menyediakan peralatan secara kredit. Memasarkan hasil produksi. Memberikan bimbingan teknis kepada peternak. Menghentikan pe~anjian kerjasama secara sepihak jika peternak melakukan penyimpangan.
-
-
Hak
-
-
Ketentuan Lain
1I
Menyediakan kandang. Menyediakan perlengkapan kandang. Menyediakan tenaga kerja. Mengikuti petunjuk bimbingan teknis. Mengembalikan kredit sapronak. Hanya memakai sapronak dari inti. Menjual hasil panen hanya kepada inti.
Menentukan harga sapronak. Menentukan harga jual hasil panen. Menentukan jadwal pengiriman sapronak. Menentukan jumlah kredit sapronak. Memperoleh hasil panen. Melakukan pemotongan hasil panen untuk pembayaran kredit sapronak.
-
Peternak diizinkan melakukan peminjaman dalam bentuk uang tunai
- Tidak ada
-
Memperoleh kredit sapronak. Memperoleh bimbingan teknis. Menerima sisa hasil produksi
I
I
64
Dari hasil pengamatan dilapangan terlihat bahwa peternak dalam kemitraan RTI ini adalah peternak plasma yang telah keluar dari kemitraan Pokphand dan Confeed ditambah dengan peternak mandiri. Sehingga dilihat dari pengalaman beternak dan be rmitra, sudah mempunyai pengalaman yang cukup lama. Hal ini sangat mendukung manajemen perusahaan dari peternak yang mempunyai disiplin kerja untuk dapat menghasilkan produktivitas yang baik. Deskripsi mengenai perjanjian dan persyaratan pada model kemitraan RTI (Tabel 16), memperlihatkan bahwa umumnya peternak dapat menerima perjanjian model kemitraan RTI yang dilakukan secara lisan (tidak tertulis) walaupun sebenarnya peternak menginginkan
pe~anjian
tersebut dalam bentuk
tertulis. Namun terhadap kontinuitas pengiriman sapronak, peternak sering mengeluhkan
akan
hal
ini.
Penyebabnya
karena
perusahaan
memang
tergantung dengan pabrik yang merupakan pemasok sapronak bagi perusahaan, demikian juga halnya dengan bantuan perusahaan dalam bimbingan teknis. Sedangkan penentuan harga jual hasil produksi dan harga sapronak tidak disetujui oleh peternak.
5.1.4. Implementasi model Makmur Jaya PS Perusahaan Makmur Jaya PS berdiri pad a tahun 1982. Pada awal berdirinya perusahaan Makmur Jaya ini merupakan pedagang sarana kebutuhan ternak atau Poultry Shop. Perusahaan ini merupakan pedagang besar yang pemasarannya mencakup daerah Riau daratan dan Riau Kepulauan. Pada tahun 2002 pemasaran DOC, pakan dan obat-obatan mengalami kemacetan, hal ini disebabkan banyaknya peternak binaannya yang tak sanggup lagi beternak akibat kondisi ekonomi dan sebagian lagi telah pindah pada model-modei kemitraan lain yang
telah ada.
Selain itu sebagai pedagang besar sarana
65
ternak, perusahaan ini juga dituntut oleh sistem sebagai distributor tetap yang harus mendistribusikan DOC, pakan dan obat-obatan dalam target tertentu. Dengan permasalahan itu pihak manajemen perusahaan berusaha memenuhi target dengan merangkul peternak sebanyak-banyaknya untuk dapat
beke~a
sarna yang saling menguntungkan kedua belah pihak dengan sistem kemitraan model PIR. Model PIR Makmur Jaya adalah model PIR yang terakhir berdiri di Pekanbaru.
Petemak plasmanya
merupakan
peternak
lama
yang juga
pelanggannya pada masa lalu. Selain itu peternak plasma yang bergabung juga berasal dari perpindahan model PIR lain yang sudah ada sebelumnya, terutama dari perusahaan besar seperti Charoen Pokphand dan Confeed. Hal ini disebabkan pihak manajemen model PIR Makmur Jaya tidak terlalu kaku, selain itu juga tidak menuntut adanya jaminan berupa dana tunai atau surat berharga lainnya. Untuk lebih lanjut mengenai
pe~anjian
dan persyaratan pad a model
kemitraan Makmur Jaya, seperti dideskripsikan pad a Tabel17. Pada Tabel 17, terlihat bahwa umumnya peternak dapat menerima isi perjanjian model kemitraan Makmur Jaya. Pada model kemitraan Makmur Jaya ini,
pe~anjian
antara peternak dan perusahaan juga tidak dibuat secara tertulis.
Pada kemitraan
Makmur Jaya,
kontinuitas pengiriman
sapronak,
sering
dikeluhkan peternak, hal ini karena perusahaan sangat tergantung dengan pabrik yang merupakan pemasok sapronak bagi perusahaan. Selain hal tersebut, bantuan perusahaan dalam bimbingan teknis yang dirasakan peternak sangat kurang, sedangkan penentuan harga jual hasil produksi dan harga sapronak tidak disetujni oleh peternak.
66
Tabel17. Deskripsi Implementasi Persyaratan Model Kemitraan Makmur Jaya
Kewajiban
- Menyediakan sapronak secara kredit. - Menyediakan peralatan kandang secara kredit. - Memasarkan hasil produksi. - Memberikan bimbingan teknis kepada peternak. Menghentikan perjanjian kerjasama secara sepihak jika peternak melakukan penyimpangan.
- Menentukan harga sapronak.
Hak
-
-
Ketentuan Lain
Peternak
Inti
Implementasi
-
Menentukan harga jual hasil panen. Menentukan jadwal pengiriman sapronak. Menentukan jumlah kredit sapronak. Memperoleh hasil panen. Melakukan pemotongan hasil panen untuk pembayaran kredit sapronak.
Peternak diizinkan melakukan peminjaman uang tunai.
-
Menyediakan kandang. Menyediakan perlengkapan kandang. Menyediakan tenaga kerja. Mengikuti petunjuk bimbingan teknis. Mengembalikan kredit sapronak. Hanya memakai sapronak dari inti. Menjual hasil panen hanya kepada inti.
-
Memperoleh kredit sapronak. Memperoleh bimbingan teknis. Menerima sisa hasil produksi
-
Tidak ada
5.1.5. 8entuk dan lsi Surat Perjanjian Dalam mengawali pelaksanaan ke~asama antara peternak ayam ras pedaging sebagai plasma dengan perusahaan sebagai inti, implementasi awalnya adalah dengan menyusun anal isis kebutuhan serta perencanaan kesepakatan pe~anjian ke~asama. Proses penyusunan pe~anjian kerjasama
67
dimulai dengan membicarakan pertimbangan-pertimbangan kebutuhan yang diperlukan oleh petemak, disesuaikan dengan kemungkinan dan harapan yang akan diperoleh petemak dari perusahaan. lsi dari pe~anjian tertulis kerjasama tersebut terdiri dari sebelas pasal yang menetapkan bahwa kedua belah pihak telah sepakat untuk melakukan ikatan yang diatur dalam pasal-pasal pe~anjian terse but. Dalam perjanjian tersebut dapat diketahui
hak dan
kewajiban
dari
masing-masing
pihak
(perusahaan sebagai inti dan petemak sebagai plasma/calon mitra). Secara umum hak dan kewajiban dari masing-masing pihak tersebut adalah sebagai berikut :
Hak Peternak sebagai Mitra 1. Memperoleh kredit modal ke~a dalam bentuk bibit ayam (DOC), pakan, obatobatan dan vaksin serta peralatan kandang. 2. Mendapatkan petunjuk dan bimbingan teknis serta pengawasan dari dokter hewan perusahaan secara berkala. 3. Menerima pembayaran hasil produksi/panen secara tunai setelah hasil panen diterima oleh perusahaan.
Kewajiban Peternak Mitra. 1. Menyediakan kandang-kandang ayam disertai dengan perlengkapan serta tenaga ke~a yang diperlukan dalam pemeliharaan ayam. 2. Selama pe~anjian terse but berlangsung, petemak mitra tidak diperkenankan untuk memelihara ayam atau memakai sapronak dari pihak lain. 3. Menyerahkan jaminan kredit modal kerja berupa surat tanah dan sejumlah dana kepada pihak perusahaan.
68
4. Mengikuti seluruh petunjuk dan bimbingan teknis yang diberikan oleh pihak perusahaan. 5. Menjual hasil panen kepada pihak perusahaan. 6. Mengembalikan pinjaman kredit sapronak kepada perusahaan setelah panen. Hak Perusahaan
1.· Menentukan penggunaan kredit sapronak yang disalurkan kepada peternak mitra. 2. Menerima jaminan kredit modal ke~a berupa surat tanah dan sejumlah dana dari peternak mitra. 3. Memperoleh pasokan panenan ayam ras pedaging dari seluruh peternak mitra. 4. Melakukan pemotongan pembayaran hasil panen peternak mitra untuk melunasi kredit sapronak. Kewajiban Perusahaan
1. Menyediakan sarana produksi berupa bibit ayam (DOC), pakan, obat-obatan dan peralatan kelokasi peternak mitra. 2. Memberikan petunjuk dan bimbingan teknis secara berkala kepada peternak mitra. 3. Menerima dan menjamin pemasaran hasil panen peternak mitra. 4. Membayar secara tunai hasil penjualan produksi peternak mitra setelah hasil pa!1enan tersebut c!iterima pihak perusahaan.
69
Selain hak dan kewajiban dari masing-masing pihak tersebut, secara khusus ada beberapa perbedaan dari kewajiban dan hak masing-masing pihak yang bermitra, seperti terlihat pada Tabel18.
Tabel 18. Perbedaan Hak dan Kewajiban Perusahaan Inti dan Peternak Mitra Pada 4 Model Kemitraan di Kota Pekanbaru
Kewajiban
Hak Perusahaan
Kewajiban Perusahaan
Pokphand
- Menerima jaminan dari peternak berupa surat tanah/uang.
- Memberikan jaminan tersediannya sarana produksi
- Menerima jaminan ketersediaan sarana produksi
- Memberikan jaminan pada perusahaan berupa surat tanah/uang.
Confeed
- Menerima jaminan berupa uang tunai Rp2.000/ekor ayam masuk
- Memberikan jaminan tersedianya sapronak
- Jaminan ketersediaan sarana produksi
- Memberikan jaminan pada perusahaan berupa uang
RTI
- Hanya memilih peternak yang dikenalnya secara baik
- Memberikan jaminan ketersediaan sapronak
- Tidak memberikan Jaminan
- Mengenal perusahaan
Makmur Jaya
- Hanya memilih peternak yang dikenalnya secara baik
- Memberikan jaminan ketersediaan sapronak
- Tidak memberikan jaminan
- Mengenal perusahaan
Model
Hak Peternak
Pete rn ak
Dari ketentuan-ketentuan yang terdapat pad a isi surat perjanjian tersebut mengatur mekanisme kerjasama yang harus dipatuhi bersama oleh kedua belah pihak
yang
bermitra
dan
mengandung
konsekwensi-konsekwensi
dalam
pe!aksanafln perjanjian tersebut. Apabila da/am pelaksanaan kerjasama teisebut dapat berlangsung dengan baik maka kedua belah pihak dapat melanjutkan
70
perjanjian tersebut secara otomatis selama 7 (tujuh) periode pemeliharaan. Sebaliknya apabila terjadi perselisihan antara kedua belah pihak akan ditempuh cara musyawarah. Namun jika salah satu pihak tidak dapat menerima kesepakatan hasil musyawarah tersebut, maka dapat ditempuh jalan hukum hingga ke pengadilan. Dalam penetapan
pe~anjian ke~asama
seperti dalam isi surat perjanjian,
maka pihak ketiga selaku pembina (fasilitator) sudah terlibat sejak awal terutama Dinas
Peternakan
setempat,
namun
dalam
pelaksanaan
di
lapangan,
peranannya belum dirasa memuaskan bagi peternak mitra. Disamping pihak pemerintah yang terlibat, dalam penandatanganan
pe~anjian
tersebut juga
melibatkan pihak Notaris, sebagai pihak yang menguatkan isi perjanjian agar dapat lebih dipertanggung jawabkan ke absahannya.
5.1.6. Evaluasi Terhadap lsi Surat Perjanjian Evaluasi terhadap isi surat perjanjian kerjasama, bertujuan mengetahui sampai sejauh mana isi surat
pe~anjian
un~uk
tersebut dapat dijalankan
oleh kedua belah pihak yang melakukan hubungan kerjasama kemitraan. Surat perjanjian yang sekaligus dapat dijadikan surat keterangan kontrak tersebut mengatur tatacara yang harus dipenuhi oleh pihak-pihak yang bermitra. Ada hak yang harus diterima oleh perusahaan sebagai inti disamping kewajiban yang harus dijalankannya. Demikian pula terhadap peternak, ada hak yang akan diterimanya dan ada kewajiban yang harus dijalankannya sebagai plasma. Lebih lanjut tentang evaluasi kesepakatan kemitraan sebagai tabel perbandingan dari implementasi beberapa model kemitraan ini dapat dilihat pad a Tabel 19.
Tabel20. Matrik Perbandingan Implementasi ke-4 Model Kemitraan Peternakan Ayam Ras Pedaging di Kota Pekanbaru Charoen Pokphand Ketentuan Realisasi
Surat I Perjanjian
KesHpakatan perusanaan dengan peternak. (T)
Ada
Jenis kandang Jumlah produksi minimal Jaminan peternak Jadwal pengiriman sapronak Sapronak
Panggung (L) 5.1)00 ekor (L)
Tercapai Tidak tercapai
Confeed Realisasi Ketentuan Kesepakatan Ada perusahaan dengan peternak. (Tl Panggung (T) Tercapai Tidak 5.000 ekor (T) tercapai
Surat tanah (L)
Tercapai
Rp.2.000 fekor
Keterangan
f---
~-----~.-
Kontinuitas sesuai program (L)
Tidak tercapai
Harus dari perusaan
Tercapai
Kesepakatan perusahaan dengan peternak. (T)
Tidak tercapai
-Bantuan teknis Rutin dilakukan _: .--.---.--_ _ _t-r:,:p~erusahaan (T) Jadwal panen Kesepakatan porusahaan dengan peternak (L)
Tercapai
Hargajual
Kesepakatan 1= erusahaan dengan peternak. (T)
Tidak tercapai
Tercapai Tercapai
MakmurJaya Ketentuan Realisasi Kesepakatan Tidak ada perusahaan dengan peternak. (L) Panggung (L) Tercapai Tercapai 3.000 ekor (L)
Tidakada
Tercapai
Tidak ada
fKg + insentiv
Tercapai
Setelah panen (T)
Tercapai
Tidak tercapai
Kontinuitas sesuai program (L) Harus dari Rerusaan (T) Kesepakatan perusahaan dengan peternak. (T) Rutin dilakukan perusahaan (T) Kesepakatan perusahaan dengan peternak
Tidak tercapai
Kontinuitas sesuai program (L)
Tidak tercapai
Kontinuitas sesuai program (L)
Tidak tercapai
Tercapai
Harus dari perusaan(L) Kesepakatan perusahaan dengan peternak. (L) Rutin dilakukan perusahaan (L) Kesepakatan perusahaan dengan peternak
Tercapai
Harus dari perusaan (L) Kesepakatan perusahaan dengan peternak. (L) Rutin dilakukan perusahaan (L) Kesepakatan perusahaan dengan peternak
Tercapai
Tidak tercapai
Tercapai Tidak tercapai
(L)
Penghitungan bagi hasil Pengambilan Hasil Produksi T = Tertuhs
Realisasi Tidak ada
(T)
(Tl Harga sapronak
RTI
Ketentuan Kesepakatan perusahaan dengan peternak·1L) Panggung (L) 3.000 ekor (L)
L = Lisan
Tercapai
Tidak tercapai Tidak tercapai
Tidak tercapai
14 hari setelah panen (T)
Tidak tercapai Tidak tercapai
(L)
(L)
Kesepakatan perusahaan dengan peternak. (T) IKg + insentiv
Tercapai
Tercapai
Tercapai
Kesepakatan perusahaan dengan peternak. (L) fekor + insentiv
Tidak tercapai
Setelah panen
Tercapai
(L)
Tercapai
Kesepakatan perusahaan dengan peternak. (L) fekor + insentiv
Tercapai
Setelah panen (L)
Tercapai
Tercapai
72
Pad a Tabel 19, terlihat bahwa sebenarnya banyak dari ketentuanketentuan pe~anjian antara perusahaan dengan peternak yang tidak dapat direalisasikan, walaupun sebagian besar yang merupakan keharusan peternak telah direalisasikan oleh peternak. Hal ini dapat diterangkan sebagai berikut :
1. Surat
pe~anjian
yang merupakan suatu keharusan dalam bekerjasama
antara perusahaan sebagai pihak pertama dan peternak sebagai pihak kedua, pada model kemitraan Pokphand dan Confeed telah ada, namun pad a model kemitraan RTI dan Makmur Jaya hal ini tidak ditemukan. Perjanjian antara kedua pihak hanya diikat oleh suatu bentuk kepercayaan pad a
pe~anjian
lisan.
2. Terhadap jenis kandang, semua peternak telah memenuhinya, hal ini sesuai dengan hasil penelitian, dimana kandang yang dimiliki oleh peternak adalah kandang berbentuk panggung.
3. Jumlah produksi minimal yang diminta oleh perusahaan, masih banyak yang tidak dapat dipenuhi oleh peternak. Produksi minimal untuk kemitraan Pokphand dan Confeed adalah 5.000 ekor, namun dari hasil penelitian, masih adanya petemak yang memiliki ka~asitas produksi kurang dclri pad a itu. Hal ini disebabkan oleh kebijaksanaah perusahaan yang menyesuaikan dengan kondisi pasar dan keinginan peternak dalam menjaga kesehatan ayam ras pedaging peternakannya. Sedangkan untuk model kemitraan RTI dan Makmur Jaya, kapasitas produksi minimal yang diminta perusahaan adalah 3.000 ekor, dan telah dapat dipenuhi oleh peternak mitranya.
4. Secara tidak tertulis, Pokphand meminta peternak mitra untuk membsiikan su~tu
surat tanah yang akan dijadikan perusahaan sebagai jaminan, jika
peternak mengalami kerugian diluar yang mungkin timbul dalam keadaan
73
memaksa (seperti bencana alam), jika sipeternak tidak mampu untuk memberikan uang tunai sebagai jaminan. Hal yang sarna juga dilakukan oleh Confeed, namun perusahaan hanya meminta uang tunai sebagai jaminan. Sesuai dengan hasil penelitian, jumlah yang diminta oleh perusahaan (Confeed) adalah Rp2.000 per ekor DOC yang ditargetkan. Jaminan yang diwajibkan oleh kedua perusahaan dirasa oleh peternak plasma sangat memberatkan. Pada model kemitraan RTI dan Makmur Jaya hal ini tidak ditemui, bahkan perusahaan cenderung untuk memberikan pinjaman uang kepada peternak yang sangat memerlukan, dan nantinya harus dibayar dengan cara memotong hasil panen. Hal ini juga merupakan salah satu faktor penyebab mulai banyaknya peternak yang beralih ke kemitraan RTI dan Makmur Jaya. 5. Dalam hal jadwal pengiriman sapronak, perusahaan tidak mampu untuk memenuhi janjinya, yang paling sering ditemui oleh peternak adalah keterlambatan yang dilakukan oleh perusahaan. Sesuai dengan isi surat perjanjian, seharusnya perusahaan mengirimkan sapronak DOC pada 14 hari setelah satu periode produksi (panen selesai). Berdasarkan hasil penelitian, perusahaan sering melakukan pengiriman sapronak mencapai 20 hari bahkan bisa mencapai 60 hari. Hal ini membuat peternak plasma merasa dirugikan. Kerugian terutama dirasakan pad a saat kandang peternak kosong untuk waktu yang lama, seluruh biaya yang dikeluarkan untuk penyusutan kandang dan biaya tenaga kerja tetap harus dikeluarkan oleh peternak.
6. Keharusan membeli sapronak dari perusahaaii inti dalam satu masa perjanjian (sekitar 7 ka!i periode produksi) c!eh peternak tidak merasa perl ... dipermasalahkan.
74 7. Harga sapronak yang ditentukan secara sepihak oleh perusahaan terasa memberatkan dalam kesepakatan yang seharusnya dibuat secara bersamasarna. Menurut hasil penelitian, peternak selalu melakukan perbandingan kondisi ini dengan kondisi harga pasaran sapronak diluar kemitraan. Harga sapronak akan sangat berpengaruh secara lang sung terhadap pendapatan peternak plasma khusunya peternak pada model kemitraan Pokphand dan Confeed. Pad a model kemitraan RTI dan Makmur jaya hal ini kurang dirasakan pengaruhnya oleh peternak, karena pendapatan peternak dari awal sudah diukur dengan jumlah produksi ayam per ekor yang keluar dalam satu periode. 8. Bantuan teknis perusahaan yang seharusnya dilakukan secara rutin di lapangan, oleh kemitraan Pokphand dan Confeed telah dapat dipenuhi, hal ini karena perusahaan memang memiliki dokter dan tenaga ahli yang terlibat langsung sebagai karyawan pada masing-masing pola tersebut. Pad a model kemitraan RTI dan Makmur Jaya, bantuan teknis pada peternak sangat dirasakan sangat kurang, bahkan cenderung tidak berpengaruh, sebab kebanyakan jika peternak menemui hal-hal yang tidak diketahui maka peternaklah yang datang menemui pihak perusahaan untuk bertanya. 9. Penentuan jadwal panen yang terkadang berada diluar kesepakatan sering membingungkan peternak, apalagi bagi mereka yang berpendidikan rendah dan kurang pengalaman. Pada dasarnya, perusahaan menjanjikan akan mengurangi jumlah ternak pada saat kandang dirasakan mulai sempit, terutama pada model kemitraan Pokphand dan Confeed. Ideal pengukuran meraka adaiah pada saat ternak memiliki rata-rata berat 1,3 Kg sehar:.Jsnya
telah mulai dipaner. sebahagian untuk mengurangi kepadatan kandang,
75
perusahaan tidak melakukan hal ini padahal kepadatan kandang yang tidak terkendali akan mengganggu kesehatan ayam. Oleh peternak seringnya kondisi ini terjadi membuat mereka berfikir untuk tidak mau menerima jumlah bibit ayam yang masuk sesuai dengan kesepakatan. 10. Tidak tecapainya realisasi harga jual yang dirasakan peternak, disebabkan harga jual yang berlaku dipasaran cenderung lebih tinggi dari harga dasar yang ditetapkan perusahaan. Dari penelitian yang dilakukan, hal ini terjadi pada model kemitraan Pokphand dan Confeed saja. Petemak merasakan bahwa perusahaan selalu memberikan penghitungan harga terendah dipasar, sehingga pendapatan peternak menjadi rendah. Diperlukan suatu bentuk lain sistem penghitungan pembagian hasil. Pada model kemitraan RTI dan Makmur Jaya tidak ada masalah, sebab perusahaan telah menetapkan suatu harga yang berpedoman pada jumlah ayam yang dipanen pada suatu kandang dalam satu periode produksi. 11. Penerapan sistem penghitungan bagi hasil yang dilakukan oleh perusahaan tidak dirasakan memberatkan oleh petemak, walaupun sebenarnya peternak masih mendapatkan sisa hasil produksi yang masih dibawah harga pasar. Selain itu berdasarkan hasil penelitian didapat bahwa peternak belum tahu persis tentang sistem pembagian keuntungan yang dilakukan oleh inti model kemitraan lain yang menggunakan sistem per ekor ayam keluar (model kemitraan RTI dan Makmur jaya).
12. Pada model kemitraan Confeed, pengambilan sisa hasil panen dilakukan 14 hari setelah semU3 ternak produksi da!am satu periode selesai dipanen. Namun
yang
dirasakan
petemak
pembayara!"!
yang
di!akukan
o!eh
perusahaan cenderung tidak tercapai, bahkan yang sering dijumpai lebih dari
76
15 hari setelah panen selesai. Sedangkan peternak untuk model kemitraan RTI dan Makmur Jaya, sistem pemberian upah Rp500 per ekor dirasakan sangat membantu. Dari Tabel 19, dapat juga diketahui secara keseluruhan dari implementasi pelaksanaan kesepakatan perjanjian kemitraan, belum sepenuhnya dapat dilakukan sesuai dengan isi kesepakatan bersama. Jika dilihat dari bentuk dan isi surat perjanjian kerjasama kemitraan serta aplikasinya
dilapangan,
ternyata
kegiatan
kemitraan
yang
ada
belum
sepenuhnya melibatkan pihak ketiga selaku fasilitator atau konsultan yang netral. Pihak pemerintah dalam hal ini hanya sebatas mengetahui isi perjanjian tanpa ikut bersama menyusun dan menjembatani antara pihak-pihak yang bermitra. Pemerintah atau pihak lembaga swadaya masyarakat diharapkan berperan aktif sebagai pembina dan pengontrol dalam kegiatan kemitraan. Disamping itu dengan adanya pihak ketiga diharapkan dapat mengeliminer kemungkinan terjadinya eksploitasi salah satu pihak terhadap pihak lainnya.
5.2. Analisis Tingkat Keberhasilan Usaha dan Pendapatan. Analisis yang digunakan untuk melakukan pengukuran terhadap tingkat keberhasilan usaha ternak ayam ras pedaging adalah dengan melakukan perhitungan analisis biaya per satuan hasil dan perhitungan analisis efisiensi usaha dengan biaya yang dikeluarkan terhadap usaha tersebut, sedangkan untuk menganalisis tingkat pendapatan di!akukan dengan menghitung total penerimaan dikurangi dengan total pengeluaran. Perhitungan lebih lanjut diuraikan pada bagian berikut.
77
5.2.1. Analisis Biaya Per Satuan Hasil Dalam melakukan analisis biaya persatuan hasil, dilakukan perhitungan terhadap total pengeluaran yang dikeluarkan peternak plasma dikalikan dengan harga masing-masing input, kemudian dibagi dengan total produksi (kg). Input biaya-biaya produksi yang diperhitungkan meliputi biaya untuk penerangan, gas atau minyak tanah, solar, oli, formalin, serbuk, transport dan tenaga kerja. Hasil perhitungan analisis biaya pada usaha budidaya ternak ayam ras pedaging masing-masing model kemitraan dapat dilihat pada Lampiran 2 sfd 6. Untuk komposisi biaya-biaya yang dikeluarkan peternak plasma dalam model kemitraan ayam ras pedaging ini terlihat pada Tabel20. Tabel20. Komposisi Rata-Rata Biaya Peternak Dalam Satu Periode Pada Model Kemitraan Ayam Ras Pedaging di Kota Pekanbaru Tahun 2005 Inti
Biaya Produksi Petemak (%) ForserTrans Oli port malin buk
Pene rang
Gas/m
RTI
1,89
9,66
3,59
2,99
2,64
4,37
MJ
0,00
18,75
6,21
1,02
0,50
Confeed
3,88
15,02
9,16
0,44
Pokphand
2,89
15,66
5,77
1,16
tnh
Solar
TK
Peny alat
Total
0,62
48,04
26,19
100
2,18
0,77
55,11
15,46
100
3,29
3,90
0,68
39,89
23,73
100
3,17
4,14
0,66
44,81
21,74
100
Dari Tabel 20, terlihat bahwa biaya tenaga kerja pad a Model Kemitraan Makmur Jaya merupakan persentase yang terbesar, yaitu sebesar 55,11 %. Biaya tenaga kerja ini menjadi besar karena biaya ini menuntut jumlah tenaga yang besar sesuai dengan jumlah populasi ternak. Selain itu tingginya biaya tenaga kerja ini karena pekerjaannya menuntut ketelitian dan kedisiplinan dari pekerja, sehingga tingkat upah pekerja menjadi tinggi. Pada model kemitraan Makmur Jays didapat rata-rata upah tenaga ke~a sebesar
DOC.
Rp2S0,581 fekor
78
Persentase terendah dari komponen-komponen biaya, terdapat pada model kemitraan Makmur Jaya pada komponen penerangan, yaitu sebesar 0,00%. Hal ini karena pada Model Kemitraan Makmur Jaya tidak ada peternak yang
menggunakan
sarana
penerangan
listrik
PLN.
Untuk
kebutuhan
penerangan, para peternak pada model kemitraan ini mempergunakan mesin penerangan sendiri. Rataan perhitungan analisis biaya persatuan hasil terhadap masingmasing model kemitraan dapat dilihat pad a Tabel 21. Tabel 21. Rataan Biaya Peternak Per Satuan Hasil Budidaya Ternak Ayam Ras Pedaging Dalam Satu Periode Pad a Model Kemitraan di Pekanbaru Tahun 2005 No
Inti/Prsh
1.
RTI
2.
Makmur
3.
Confeed
4.
Pokphand
Stra ta
Total Pengeluaran (Rp)
1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3
1.555.021 3.259.669 6.658.782 1.733.913 4.106.752 5.874.864 2.101.293 4.168.967 5.313.649 1.393.307 2.114.132 7.442.567
Total Produksi Kg
Ekor
4.734,6 9.984,0 25.417,0 3.893,5 9.518,7 15.974,3 6.385,6 11.353,0 19.741,6 6.389,3 10.145,9 28.751,2
3.893 8.542 20.157 3.267 7.059 10.942 3.235 6.010 10.444 3.816 6.112 16.244
Rata-rata Biaya (Rp) Kg
Ekor
328,4 326,5 262,0 445,3 431,4 367,8 329,1 367,2 269,2 218,1 208,4 274,3
399,4 381,6 330,3 530,7 581,8 536,9 649,6 693,7 508,8 365,2 345,9 485,6
Dari hasil perhitungan pada Tabel 21, diperoleh rataan biaya per satuan hasil masing-masing model kemitraan yaitu untuk Strata 1 biaya terendah didapat pada model kemitraan Pokphand sebesar Rp218,1 fkg atau Rp365,2 fekor sedangkan biaya tertinggi didapat pada modei iviakmur Jaya sebesai Rp445,3 Ikg atau Rp530,7 fekoi. Untuk Stara 2 biaya terendah didapat pada model Pokphand sebesar Rp367,2 fkg atau Rp345,9 fekor sedangkan tertinggi
79
didapat pada model Makmur Jaya sebesar Rp431,4 Ikg atau Rp581,8 lekor. Strata 3 biaya terendah didapat pada model kemitraan Confeed sebesar Rp262,0 Ikg atau Rp330,3 lekor sedangkan tertinggi didapat pad a model makmur Jaya
sebesar Rp367,8/kg atau Rp536,9/ekor. Keadaan tersebut manunjukkan bahwa biaya rataan terbesar terdapat pad a Stara 1 dan biaya rataan terendah terdapat pad a stara 3, berarti pad a populasi yang besar biaya lebih efisien. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian dari Adnani (1993), bahwa biaya produksi per Kg bobot hidup berdasarkan skala pemeliharaan didapat biaya untuk skala III (diatas 6.000 ekor pemeliharaan) lebih kecil jika dibandingkan dengan skala II (3.000 - 6.000 ekor pemeliharaan) dan skala I (dibawah 3.000 ekor pemeliharaan). Terlihat bahwa berdasarkan skala pemeliharaan, ternyata bertambah besarnya jumlah pemeliharaan, maka biaya produksi semakin keci!. Hal ini sesuai dengan pendapat Clayton (1967), semakin besar skala usaha semakin kecil biaya yang diperlukan untuk menghasilkan out-put. Pada Tabel 21 tersebut, juga terlihat bahwa biaya terendah per Kg terdapat pada model Pokphand Strata 2, yaitu sebesar
Rp208,4. Hal ini
disebabkan karena perusahaan ini berorientasi pad a produksi ayam besar dengan rata-rata be rat 1,7 Kg/ekor selain itu tenaga kerja yang dipakai sipeternak dalam pengelolaan usaha peternakan ini yang banyak adalah tenaga
kerja yang berasal dari si pemilik usaha atau tenaga kerja dalam keluarga (Lampiran 5). Sedangkan untuk biaya terbesar per Kg adalah Makmur Jaya Strata 1. Hal ini disebabkan karena total produksi rata-rata per ekor ayam adalah 1,33 Kg dengan populasi pemeliharaan iata-iata 3.367 ekor ayam. Pada Tabei 21, juga terlihat !.mtuk penge!!.Jaran der.g::m perhit:.mgar. perekor, yang terendah adalah model kemitraan RTI strata 3, yaitu sebesar
80
Rp330,3 lekor. Hal ini disebabkan karena model kemitraan RTI berorientasi pada produksi ayam kecil, sehingga waktu pemeliharaan menjadi lebih sing kat dan populasi pad a strata 3 RTI ini rata-rata 20.867 ekor, sehingga biaya variabel yang dikeluarkan menjadi semakin kecil. Adapun untuk biaya terbesar terdapat pada model Confeed pada strata 2, yaitu sebesar Rp693,7/ekor dengan populasi rata-rata 6.200 ekor. Hal ini juga dikarenakan pada model kemitraan Confeed strata 2, dari sam pel yang diambil, biaya untuk tenaga
ke~a
khususnya tenaga
kerja dalam keluarga cukup tinggi (lampiran 4).
5.2.2. Analisis Pendapatan Pendapatan yang diterima oleh masing-masing peternak model kemitraan merupakan imbalan
jasa dari keseluruhan aktivitas dalam proses budidaya
ternak ayam ras pedaging. Keuntungan yang diperoleh merupakan selisish antara total nilai produksi yang merupakan hasil perkalian produksi ayam ras pedaging dengan harga jual terhadap biaya-biaya yang dikeluarkan selama proses produksi. Sernakin besar nilai produksi dihasilkan dan serna kin sedikit total nilai biaya yang dikeluarkan, maka akan menghasilkan jumlah keuntungan yang besar. Demikian sebaliknya, semakin sedikit jumlah nilai produksi yang diterima dan
semakin
besar total
input yang
digunakan,
maka akan
menghasilkan keuntungan yang keci!. Produksi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sejurnlah hasil panen ayam ras pedaging yang dapat diukur dengan kilogram dan jumlah ekor panen, sedangkan harga adalah nilai rupiah dari setiap kilogram dan ekor ayam panenan. Sedangkan biaya-biaya yang dikeluarkan selama piOses produksi adalah seluruh biaya pembelian sarana produksi yang meliputi; serbuk, obat furnugasi, pemanas, penerangan dan tenaga
ke~a.
Hasil perhitungan untuk
81
masing-masing model kemitraan selama satu periode produksi dalam skala yang berbeda dapat dilihat pada Lampiran 7 sId 11, Sedangkan rataan keuntungan yang diterima oleh peternak masing-masing model kemitraan dengan skala yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 22. Tabel22. Rataan Penerimaan Pemeliharaan, Penerimaan Kotoran dan Penerimaan Insentif Serta Total Penerimaan Dalam Satu Periode Produksi Tahun 2005. Rataan Penerimaan (Rp) No 1.
2.
3.
4.
Strata
Inti/Prsh RTI
Makmur
Confeed
Pokphand
Pemeliharaan
Kotoran
Insentif
Total Penerimaan (Rp)
1
1.946.667
410.000
1.270.760
3.627.427
2
4.271.000
1.015.500
1.948.893
7.235.393
3
10.078.500
2.351.667
6.152.917
18.583.083
1
1.633.667
270.000
2.613.867
4.517.533
2
3.526.333
728.000
2.794.873
7.049.207
3
5.471.000
1.199.833
4.379.080
11.049.913
1
1.746.425
307.000
1.406.800
3.460.225
2
2.434.083
743.333
2.692.783
5.870.200
3
5.377.221
1.340.000
4.700.267
11.417.488
1
1.555.560
288.333
513.583
2.357.476
2
3.005.343
625.000
790.920
4.421.263
3
7.287.465
1.016.667
2.193.667
10.497.798
Dari hasil perhitungan pada Tabel 22, terlihat bahwa rataan pendapatan yang diperoleh peternak berbeda dari masing-masing model kemitraan dan strata yang
berbeda pula. Secara keseluruhan terlihat bahwa Strata 3
menghasilkan pendapatan yang terbesar dibandingkan dengan strata 1, hal ini disebabkan oleh perbedaan populasi pemeliharaan masing-masing peternak modAl ~h\A/~ .0. - k,:omitraan . _... .,..Konrfic::i ..-...... terc::,:obllt ._- - m,..nunilikk~!1 .......... J-'" "-' .... __ 1'._- nonl,I<:oC'; t"" ,...--""''''''. ,",""",,",""Iih"'raan t'vlll"'.IIIU
,
sangat berpengaruh terhadap pendapatan yang diperoleh, semakin besar
82
populasi pemeliharaan akan mendapatkan pendapatan yang besar dan populasi pemeliharaan yang kecil akan menghasilkan pendapatan yang keci!' Pada tingkatan masing-mastng strata secara keseluruhan dapat juga dilihat bahwa strata 1, model kemitraan Makmur Jaya lebih besar pendapatanya dibandingkan dengan model kemitraan lain dengan strata yang sarna yaitu sebesar Rp2.783.621. Pada strata 2 model kemitraan RTI menghasilkan pendapatan terbesar dibandingkan dengan strata yang sarna model kemitraan lain, yaitu sebesar Rp4.182.393. Sedangkan untuk strata 3, pendapatan terbesar didapat oleh model RTI dibandingkan dengan model yang lain dengan strata yang sarna yaitu sebesar Rp11.924.305. Dari hasil pendapatan yang diperoleh pad a strata 1, model kemitraan Makmur Jaya memberikan pendapatan terbesar yang didapat dari hasil pemeliharaan dengan sistem pendapatan pemeliharaan dalam bentuk per ekor yaitu sebesar 500 fekor ditambah dengan insentif, dengan menilai dari tingkatan index prestasi
pemeliharaa~
peternak, mencapai nilai rataan sebesar 274
dengan bonus Rp800 fekor panen dan juga tambahan dari kotoran ayamfperiode panen. Sedangkan pada model kemitraan RTI untuk strata 2 dan strata 3 merupakan model kemitraan yang memperoleh pendapatan peternak yang terbesar. Pada model kemitraan RTI ini juga menggunakan sistem perolehan pendapatan dari jumlah ayam masuk sebesar 500fekor ditambah dengan sistem insentif dari Indeks Prestasi pemeliharaan peternak mencapai nilai rataan sebesar 225 dengan bonus Rp220 fekorfpanen untuk strata 2, pada strata 3 Indeks Prestasi sebesar 250 dengan bonus Rp288 fekor panen ditambah dengan kotoran ayamfperiode panen. Jadi dapat di katakan model kemitraan Makmur Jaya memberikan pendapatan terbesar bagi petemak pada strata 1 dibandingkan
83
dengan model lain. Sedangkan model kemitraan RTI untuk strata 2 dan strata 3 merupakan model kemitraan yang dapat memberikan pendapatan terbesar dibandingkan dengan model kemitraan lain. Selain itu model kemitraan Makmur Jaya dan RTI dapat memberikan pendapatan terbesar kepada peternal< dengan menggunakan sistem pemeliharan dalam hitungan ekor pendapatan ayam masuk sebesar Rp500 fekor dan Bonus IP fekor ayam keluar.
5.2.3. Analisis Efisiensi Penerimaan, Pendapatan dan Biaya Untuk menganalisis efisiensi pendapatan dan biaya sering disebut pula dengan konsep produktivitas total. Alat yang digunakan untuk mengukur efisiensi pendapatan dan biaya adalah melalui nilai total penerimaan kemudian dibagi dengan total pengeluaran. Produktivitas sangat dipengaruhi oleh penggunaan input, dimana kondisi tersebut dapat berakibat pada tiga hal yaitu, terjadi peningkatan, tetap atau malah terjadi penurunan produktivitas. Namun demikian dalam efisiensi usaha tidak hanya dipengaruhi oleh tingkat produktivitas yang i
tinggi saja, tetapi juga dipengaruhi puia penerimaan total peternak kemitraan. Hasil perhitungan analisis efisiensi usaha dan biaya pad a usaha budidaya ternak ayam ras pedaging dari masing-masing model kemitraan, dapat dilihat pad a lampiran 13 sfd 15. Perhitungan rataan efisiensi usaha dan biaya dapat dilihat pada Tabel23. Dari hasil perhitungan pad a Tabel 23, rataan efisiensi usaha dan biaya usaha budidaya ternak ayam ras pedaging model kemitraan pada strata 1 yang terbesar pada model Makmur Jaya sebesar 2,61, starta 2 terbesar pad a model kemitraan RTl sebesar 2,22, sedangkan efisiensi usaha terbesar pada stiata 3 didapat pad a model kemitraan RTlsebesar 2,79. Kondisi ini memberikan indikasi bahwa tingkat produktivitas pada strata 1 didapat dari model kemitraan Makmur
84
Jaya, untuk model kemitraan strata 2 didapat pada model kemitraan RTI, sedangkan model kemitraan strata 3 juga didapat dari model kemitraan RTI.
Tabel23. Perhitungan Rataan Efisiensi Penerimaan, Pendapatan dan Biaya Dalam Satu Periode Produksi Tahun 2005.
No 1.
2.
3.
4.
Inti/Prsh RTI
Makmur
Confeed
Pokphand
SIC
Penerimaan (Rp)
Pengeluaran (Rp)
Pendapatan (Rp)
Ratio
Ratio
1
3.627.427
1.555.021
2.072.406
2,33
1,33
2
3.259.669
3.975.725
2,22
1,22
3
7.235.393 18.583.083
6.658.782
11.924.302
2,79
1,79
1
4.517.533
1.733.913
2.783.621
2,61
1,61
2
7.049.207
4.106.752
2.942.454
1,72
0,72
3
11.049.913
5.874.864
5.175.049
1,88
0,88
1
3.460.225
2.101.293
1.358.932
1,65
0,65
2
5.870.200
4.168.967
1.701.232
1,41
0,41
3
11.417.488
5.313.649
6.103.838
2,15
1,15
1
2.357.476
1.393.307
964.170
1,69
0,69
2
4.421.263
2.114.132
2.307.132
2,09
1,09
3
10.497.798
7.442.567
3.055.231
1,41
0,41
Strata
RIC
Pada strata 1, dilihat dari indikator RCR, terlihat bahwa Makmur Jaya memiliki Rasio yang lebih besar dibandingkan yang lain, yaitu 2,61. Sedangkan untuk strata 1 ini, BCR terbesar juga diperoleh pada model kemitraan Makmur Jaya yaitu 1,61. Hal ini berarti model kemitraan Makmur Jaya pada strata 1 lebih layak dilaksanakan. Sesuai dengan hasil penelitian, hal ini disebabkan oleh insentif yang diberikan perusahaan pada model kemitraan Makmur Jaya strata 1 jauh lebih besar jika dibandingkan dengan model kemitraan lainnya walaupun jumlah produksi pad a model kemitraan ini merupakan jumlah yang terkecil dibandingkan dengan model kemitraan lainnya yaitu rata-rata 3.367 ekor ayam. Besarnya perhitungan insentif ini didukung oleh penerapan sistem penghitungan
85
insentif yang diberlakukan perusahaan dari faktor bonus. Dibandingkan dengan dua perusahaan inti yang lain (RTI dan Confeed) yang juga menerapkan perhitungan bonus, terlihat bahwa pada strata 1 modet kemitraan Makmur Jaya peternak plasma bisa mendapatkan perhitungan terbesar yaitu sebesar Rp800 lekor panen. Jika dilihat dari rataan biaya IKg yang dikekJarkan, walaupun pada
model kemitraan Makmur Jaya ini memiliki angka yang terbesar, namun hal ini tidak dirasakan memberatkan oleh peternak plasma, sebab pendapatan peternak telah diukur dengan satuan rupiah terhadap jumlah ayam yang dipanen yaitu Rp500 per ekor ayam masuk ditambah bonus iP pada saat panen, sedangkan waktu pemeliharaan relatif sing kat karena pada model kemitraan ini berorientasi kepada ayam kecil. Pada strata 2, dilihat dari indikator RCR terlihat model kemitraan RTI memiliki angka terbesar yaitu 2,22 untuk RCR. Sedangkan untuk nilai BCR pada strata 2 terbesar berada pada model kemitraan RTI, yaitu 1,22. Hal ini menunjukan bahwa model kemitraan RTI untuk str~ta 2 lebih layak dilaksanakan. Sesuai dengan hasil penelitian, rata-rata produksi terbesar untuk strata 2 adalah model kemitraan RTI, yaitu 8.667 ekor. Dengan jumlah produksi yang besar dan waktu pemeliharaan yang lebih singkat, karena perusahaan berorientasi pada ayam kecil, serta didukung oleh sistem pembayaran Rp500 per ekor ayam panen, maka untuk strata 2 angka pendapatan terbesar berada pada model kemitraan RTI. Untuk strata 3, dari indikator RCR juga terlihat bahwa RTI memang berada pada rasio terbesar dimana RCR-nya adalah 2,79. Perhitungan nilai BCR pada strata 3, RT! msmiliki nilai yang tertinggi yaitu 1,79. menunjukkan bahwa model kemitraan
RTI
Nil~;
8CR ini
untuk strata 3 lebih layak
86
dilaksanakan dibandingkan dengan model lainnya.
Sesuai dengan hasil
penelitian, pada model kemitraan RTI strata 3 memiliki rata-rata produksi terbesar yaitu 20.867 ekor. Dengan jumlah produksi sebesar itu dan perusahaan berorientasi pada ayam kecil maka waktu pemeliharaan menjadi lebih singkat serta didukung oleh sistem pembayaran RpSOO per ekor ayam panen, maka untuk strata 3 pendapatan terbesar berada pad a model kemitraan RTI. Besamya jumlah produksi juga memberikan keuntungan tersendiri bagi peternak dalam hal penghitungan insentif, sebab semakin besar jumlah produksi (ekor) maka akan semakin besar pula insentif bonus terhadap IP yang diberikan perusahaan. Hal ini sesuai dengan pendapat Bishop dan Toussaint (1979), mengatakan secara umum semakin besar produksi yang dihasilkan akan menyebabkan semakin besar pula penerimaan atau sebaliknya. Selain itu sesuai dengan Tabel 23, nilai BCR pada model kemitraan RTI secara keseluruhan mempunyai nilai diatas 1,00. Ini menunjukan bahwa model kemitraan RTf secara keseluruhan strata dapat dilaksanakan. Sedangkan ModelModel kemitraan lainnya, terhadap nilai BCR masih didapat nilai dibawah 1,00. Hal ini menunjukan bahwa tidak semua strata layak untuk dilaksanakan.
VI. RANCANGAN PROGRAM PENGEMBANGAN PETERNAKAN AYAM RAS PEOAGING 01 KOTA PEKANBARU
6.1. Visi dan Misi Kota Pekanbaru 6.1.1. Visi Kota Pekanbaru
Terwujudnya Kota Pekanbaru sebagai pusat perdagangan dan jasa, pendidikan serta pusat kebudayaan melayu, menuju masyarakat sejahtera yang berlandaskan Iman dan Taqwa tahun 2021.
6.1.2. Misi Kota Pekanbaru
1. Menciptakan dan menumbuhkembangkan iklim usaha yang kondusif berbasis ekonomi kerakyatan 2. Menyediakan sekolah dan lembaga pendidikan yang unggul didukung tenaga profesional, sehingga dapat menghasilkan sumberdaya ya'1g berkualitas, I
mandiri, kreatif dan inovatif 3. Terpenuhinya kebutuhan hidup dan kehidupan masyarakat 4. Melestarikan, membina dan mengembangkan kebudayaan melayu yang mampu mengikuti perkembangan jaman dengan tetap mempertahankan jatidiri sehingga tercipta masyarakat maju, mandiri dan mampu bersaing 5. Menciptakan masyarakat yang beriman dan bertakwa melalui pendidikan agama dan rnemfungsikan lembaga-Iembaga keagamaan sebagai wadah pernbinaan urnat
87
88
6.2. Identifikasi masalah Dari beberapa hal yang ditemui dilapangan, dapat disusun strategi program untuk pengembangan petemakan ayam ras pedaging di Kota Pekanbaru. Penyusunan program ini menggunakan metode Logjcal Framework Approach (LFA). Langkah pertama yang dilakukan adalah me~akukan identifikasi masalah. Permasalahan mendasar yang dijumpai adalah a) modal usaha, b) pascapanen, dan c) harga sapronak dan hasil produksi.
6.2.1. Modal Usaha Usaha peternakan ayam ras pedaging membutuhkan modal yang besar. 8esarnya kebutuhan tergantung pada besarnya skala usaha yang dibuat. Dalam hal modal usaha, beberapa masalah yang dijumpai petemak menyangkut pad a harga sapronak yang cenderung meningkat. Peningkatan harga sapronak umumnya terjadi karena meningkatnya biaya yang harus dikeluarkan produsen. Peningkatan jumlah biaya ini juga disebabkan masih banyaknya komponen impor i
dalam bahan yang diproses. Selain itu saluran distribusi juga mempengaruhi harga jual dari sarana produksi ternak. Ketersediaan modal akan membuat kemudahan akses terhadap faktor produksi dan menuntut penguasaan teknologi yang lebih baik lagi terutama dalam hal pemeliharaan. Teknologi yang tepat dan up to date akan memberikan hasil yang maksimal, sehingga usaha yang dilakukan dapat lebih efektif. Selain itu persaingan dari banyaknya jumlah peternak juga mempengaruhi modal yang akan dikeluarkan terutama terhadap kualitas sumberdaya manusia pengusaha petemakan. Terhadap proses produksi, semakin besar modal yang dimiliki maka semakin baik jalannya usaha yang dilakukan. Proses produksi tidak akan
89
terganggu jika suatu usaha peternakan memiliki modal yang kuat. Ketersediaan modal akan membuat usaha peternakan dapat memenuhi segala kebutuhan dalam waktu cepat. Proses produksi yang efektif dan efisien akan membuat pasar dapat menerima hasil produksi dengan mudah. 6.2.2. Pascapanen Kondisi pascapanen merupakan masalah tersendiri bagi peternak. Banyaknya pasar lokal dan pedagang pengumpul serta menjamurnya peternak mandiri berskala kecil yang mencoba usaha peternakan ini, akan menimbulkan persaingan. Pengaruh utama akibat persaingan ini pad a harga hasil produksi. Penyakit
yang
diderita
oleh
ternak juga
mempengaruhi
kondisi
pascapanen. Jika peternak mandiri berskala kecil melihat ternaknya menderita suatu penyakit, maka tanpa ragu mereka akan segera menjua! ayamnya dengan harapan tidak merugi. Selain itu berkembangnya informasi ditengah masyarakat mengenai penyakit unggas juga berdampak negatif terhadap harga ayam ras pedaging di pasar. Rendahnya harga di pasar Kondisi pasca panen menjadi lebih parah lagi dengan kemudahan akses dari daerah sekitar/daerah tetangga. Masuknya ternak dari luar daerah, mengindikasikan bahwa harga hasil produksi di daerah lain lebih rendah, ini merupakan persaingan dalam dunia peternakan. Keadaan ini membuat peternak mandiri segera melakukan penjualan ayam mereka, dengan resiko persaingan harga jual dan kecilnya keuntungan. Persaingan juga berasal dari komoditas hewan lain yang terdapat didaerah. Turunnya harga jual ternak lain akan mengakibatkan harga jual ternak ayam ras pedaging juga menurun, dan berpengaruh terhadap turunnya jumlah pendapatan peternak.
90
6.2.3. Harga Sapronak dan Hasil Produksi Faldor harga juga merupakan masalah utama dalam usaha peternakan ayam ras pedaging. Harga sapronak secara khusus akan mempengaruhi besarnya biaya yang harus dikeluarkan, sedangkan harga hasil produksi akan mempengaruhi jumlah pendapatan yang bisa diterima. Harga sapronak yang tinggi jika tidak didukung oleh harga hasil produksi tinggi akan mengakibatkan peternak menerima pendapatan dalam jumlah yang rendah dari hasil usaha bahkan bisa mendatangkan kerugian. Harga hasil produksi dipengaruhi oleh penyakit yang diderita ternak, persaingan dari komoditas daging lain dan hasil produksi daerah lain serta penyakit yang diderita ternak.
6.3. Strategi Pengembangan Petemakan Ayam Ras Pedaging Melalui Kemitraan
6.3.1. Faktor Pendorong Kemitraan Ayam Ras Pedaging Kota Pekanbaru merupakan tempat tumbuh dan berkembangnya bisnis peternakan dibawah naungan perusahaan-perusahaan besar peternakan. Hal ini terlihat dari banyaknya berdiri Breading Farm dan pabrik penetasan DOC oleh perusahaan besar di Pekanbaru. Dengan berdirinya perusahaan-perusahaan pendukung dalam usaha peternakan hal ini dapat mendorong kelancaran usaha petrnakan tersebut. Selain faldor-faktor pendukung lainnya yang paling utama adalah faktor bagaimana usaha peternakan ini dapat meningkatkan pendapatan petemak itu sandiri. Dengan adanya model kemitraan yang dipelopori oleh perusahaan besar dengan tingkat efisiensi tinggi yang di dukung oleh pabrik-
...... tJ hn·k da'" "''''n' ,,,,i~,,,,, Q ..,
I
II
,..,'"
.......JU.I~
lainn\l"" ...... 1"""
""!,""'" "''''pl:rl
-'''_11
_;;I
_
m""mhoriir!!:lln I . _ _ ii.,_.
•••-
i m""nr"aat niia ya"'" lobl·h 10.. ..... ...... ii~
I
91
bagi kedua belah pihak baik pihak perusahaan peternakan sebagai inti maupun peternak rakyat sebagai plasma. Di tinjau dari segi manfaat bagi perusahaan besar sebagai inti model kemitraan yang kemudian dijadikan sebagai faktor pendorong perusahaan untuk dapat melaksanakan model kemitraan di Kota Pekanbaru. Berdasarkan pertanyaaan yang diajukan kepada pihak perusahaan inti, maka diperoleh jawaban faktor-faktor perusahaan yang mendorong untuk melaksanakan model kemitraan, seperti terlihat pad a Tabel24. Tabel24. Faktor-Faktor Pendorong Perusahaan Inti Membuat Model Kemitraan di Kota Pekanbaru. No
1 2
3 4
Faktor Pendorong
Meningkatkan pendapatan perusahaan Menjaga kelancaran usaha perusahaan Menjaga nama perusahaan Mendukung peraturan pemerintah
V= ada
Makmur
RTI
Pokphand
Confeed
V
V
V
V
V
V
V
V
V V
V V
V
V
X
X
Jay_a
i
x =tldak ada
Dari Tabel 24, dapat diketahui ada em pat faktor yang mendorong perusahaan peternakan dalam melakukan usaha kemitraan; Pertama, keinginan perusahaan untuk meningkatkan pendapatan perusahaan.
Dalam pelaksanaannya perusahaan besar dapat melakukan efisiensi usaha, dimana perusahaan inti seperti Charoen Pokphand dan Confeed merupakan perusahaan peternakan yang mengusahakan lebih dari satu produk peternakan. Perusahaan ini mengelola usahanya dan hulu sampai ke hilir. Pengelolaan yang dilakukan perusahaan ini adalah: 1) Pembuatan pakan ternak, 2) Peternakan ayam petelur (Breeding Farm), 3) Pabrik penetasan DOC yang berfungsi sebagai
92
penghasil bibit ayam, 4) Kandang sendiri yang berkapasitas cukup besar, 5) Membuat produk olahan yang berbahan dasar ayam sehingga menghasilkan produk-produk
agribisnis
dengan
berbagai
macam
variasi.
Sedangkan
perusahaan kemitraan Makmur Jaya dan RTI mempunyai dasar usaha perdagangan
(Poultry Shop)
dan
pemasaran
ayam.
Dengan
demikian
perusahaan-perusahaan kemitraan ini akan mendapatkan keuntungan tambahan disamping keuntungan utama perusahaan. Pendapatan perusahaan-perusahaan kemitraan akan meningkat apabila sarana produksi dalam model kemitraan sepenuhnya menggunakan produk dari perusahaan utamanya. Melalui model kemitraan hal ini dapat diwujudkan dimana dalam pelaksanaannya perusahaan inti selalu memakai peralatan dan sarana produksi yang berasal dari perusahaan itu sendiri. Misalnya pakan, bibit, obatobatan dan peralatan lainnya. Dengan menggunakan produk sendiri, maka perusahaan dapat menekan biaya produksi. Ini akan lebih menguntungkan dibandingkan jika menggunakan sarana produksi dari perusahaan lain. Dengan adanya efisiensi biaya, maka perusahaan dapat lebih kompetitif dalam memasarkan hasil produksinya, sehingga perusahaan akan mempunyai kekuatan dalam persaingan di pasaran. Seperti yang terlihat sekarang ini, perusahaan-perusahaan model kemitraan yang mampu berproduksi dengan biaya rendah dan hasil produksi yang berkesinambungan akan dapat menentukan harga pasar (market leader). Kedua, Sustainability atau keberlanjutan jalannya perusahaan. Selain
mendapat keringanan dalam hal biaya produksi, perusahaan secara keseluruhan
Juga akan lebih terjamin keberlanjutannya karena perusahaan kem!traan sebagai
93
anak perusahaan secara langsung akan mendukung perusahaan utamanya, seperti penggunaan sarana produksi berupa DOC dan pakan ternak. Ketiga, adanya rasa tanggung jawab perusahaan inti yang pada
gilirannya akan berusaha memberikan citra positif bagi perusahaan baik itu dari masyarakat
ataupun
dari
pemerintah.
Disamping
mencari
keuntungan,
perusahaan peternakan besar yang berperan sebagai inti juga memiliki tujuan lain dalam pelaksanaan kemitraan perunggasan di Kota Pekanbaru yaitu meningkatkan ekonomi kerakyatan melalui usaha peternakan ayam ras pedaging. Ini akan menumbuhkan kepercayaan konsumen terhadap semua produk perusahaan tersebut sehingga menjadi sarana promosi yang tepat bagi perusahaan. Keempat, adanya Peraturan Pemerintah yang mewajibkan kepada
perusahaan-perusahaan besar yang bergerak dibidang petemakan agar dapat menjalin kerjasama dengan peternakan rakyat dengan menggunakan konsep saling menguntungkan. Model kemitraan Pokphand dan Confeed, dalam hal kerjasama, mewajibkan kepada peternak mitra untuk menyerahkan anggunan kepada perusahaan berupa surat tanah atau uang tunaL Peternakan
ayam ras pedaging di Kota Pekanbaru sekarang ini
didominasi oleh peternakan model kemitraan yang dikuasai oleh perusahaanperusahaan besar. Namun demikian pertumbuhan peternak plasma juga semakin meningkat. Ini dikarenakan petemak merasa memperoleh manfaat yang besar
beke~a
sarna dengan perusahaan-perusahaan besar tersebut. Adapun
faktor-faktor yang mendorong petemak bergabung dengan model kemitraan petemE!!
94
Tabel25. Faktor Pendorong Peternak Ikut Dalam Model Kemitraan di Kota Pekanbaru. Faktor Pendorong
Pokphand
Confeed
Makmur Jaya
RTI
V
V
V
V
V
V
V
V
V V V
V V V
V
V X V
Pinjaman modal usaha Pembinaan usaha Jaminan pemasaran Sistem manajemen Sistem pembagian hasil V= ada
X
V
x =tidak ada Pada Tabel25 tersebut, terlihat bahwa pinjaman modal usaha telah dapat
dipenuhi oleh semua perusahaan. Sesuai dengan hasil penelitian, pinjaman modal usaha menurut peternak adalah faktor pendorong yang utama untuk bermitra. Hal ini didukung oleh kondisi peternak yang rata-rata hanya bisa menyediakan sarana prod uksi sedangkan modal usaha untuk sapronak tidak mampu. Pinjaman modal usaha, baik pinjaman jangka pendek maupun pinjaman .jangka panjang. Pinjaman jangka pendek didapat dari pinjaman berupa DOC, pakan dan obat-obatan sedangkan pinjaman jangka panjang didapat dari pinjaman peralatan sarana penunjang budidaya ternak ayam. Dalam pinjaman berupa kredit jangka pendek,
petemak plasma
harus dapat melunasi
pinjamannya setelah penjualan hasil produksinya. Sedangkan pinjaman jangka panjang, pengembaliannya dapat diansur setiap kali panen. Permasalahan permodalan sangat menentukan petemak plasma untuk ikut dalam model kemitraan. Hal ini disebabkan
oleh peternak sampel yang telah merasakan
kondisi krisis yang megakibatkan peternak tidak sanggup lagi beternak secara mandiri. Munculnya model kemitraan di kota Pekanbaru, merasa
terbantu
dalam
mengelola
peternakannya
membuat peternak sehingga
dapat
95
mengembangkan usaha petemakannya untuk mencapai pendapatan yang lebih optimal. Pad a pembinaan usaha, petemak terdorong ikut model kemitraan kerena adanya pembinaan dalam mengelola usaha petemakan ayam. Pembinaan ini akan lebih dibutuhkan lagi bagi petemak yang baru mengikuti model kemitraan, karena petemak yang baru umunya belum mengetahui cara betemak yang baik dan belum dapat menggunakan teknologi petemakan moderen. Kesemuanya ini sangat berkaitan erat dengan tingkat kesehatan ayam yang rawan akan penyakit dan pencapaian tingkat produktivitas yang optimal. Sedangkan petemak yang sudah lama ikut model kemitraan sudah mendapatkan binaan dan pelatihan dari perusahaan agar memperoleh hasil produksi yang bermutu tinggi sehingga pad a saat dipasarkan dapat diterima oleh konsumen mana saja. Terhadap jaminan pemasaran, dari hasil penelitian ditemui bahwa keinginan
petemak ikut dalam
program
kemitraan
adalah
untuk lebih
berkonsentrasi pada pembudidayaa~ ayam ras pedaging saja, tanpa perlu memikirkan pascapanen. Pemasaran produksi sudah menjadi permasalahan yang berkepanjangan bagi petemak yang sudah mengalami sebagai petemak mandiri. Oengan adanya jaminan pemasaran dan harga digaransi sangat membantu menghilangkan permasalahan selama menjadi petemak mandiri. Selain itu didalam model kemitraan ini pihak perusahaan inti menentukan waktu kapan produksi ayam akan dipanen, sehingga petemak dapat mengefisienkan anggaran biaya pemeliharaan. Oalam hal sistem manajemen, dari hasil penelitian terdapat perbedaan antars Pokphand dan Confeed dengan Makmur Jaya d~n RT!. Pada mode! kemitraan Pokphand dan Confeed, perusahaan menerapkan sistem manajemen
96
yang formal. Dimana semua urusan yang menyangkut pelaksanaan kegiatan kemitraan diatur dengan ketentuan-ketentuan tertulis yang benar-benar harus dipenuhi sehingga petemak merasa memiliki pegangan yang kuat secara hukum. Sedangkan pada model kemitraan Makmur Jaya dan RTI, segala bentuk peraturan tidak tertulis. Menurut petemak hal ini sangat menguntungkan, karena kondisi lokasi petemak yang jauh dari perusahaan sehingga petemak tidak harus datang ke kantor perusahaan jika ada keluhan komunikasi antara petemak dengan perusahan bisa dilakukan secara lisan melalui media komunikasi yang ada. Terhadap sistem pembagian hasil, dari hasil penelitian didapat bahwa petemak ikut program kemitraan karena merasa diuntungkan. Keuntungan ini memang berbeda antara masing-masing model kemitraan, dimana model Pokphand menetapkan harga pasar sebagai dasar penghitungan harga jual produksi yang kemudian baru dikurangi dengan jumlah pinjaman modal sapronak.
Me~urut
petemak, hal ini memberikan pelajaran terhadap cara
berusaha temak mandiri. Pada model kemitraan Confeed menetapkan harga produksi panenan berdasarkan sistem harga garansi yang merupakan harga pasti perusahaan kepada petemak. Selain itu pad a model kemitraan Pokphand dan Confeed ini, juga memberikan insentif pemeliharaan berdasarkan bonus terhadap IP. Sedangkan pada model kemitraan Makmur Jaya dan RTI, petemak merasa diuntungkan dengan sistem pembagian hasil berdasarkan tingkat upah per ekor produksi ayam. Pada model kemitraan Makmur Jaya dan RTI ini, perusahaan juga memberikan insentif kepada petemak berupa bonus terhadap IP
97
6.3.2. Kemitraan Sebagai Alternatif Pemberdayaan Ekonomi Kerakyatan Banyak kebijakan pemerintah yang mendorong terciptanya ekonomi kerakyatan dengan menggalakkan usaha kecil dan menengah (UKM) di berbagai bidang dan sektor kehidupan masyarakat. Kondisi tersebut harus dapat dimanfaatkan oleh pelaku ekonomi terutama usaha kecil dan menengah untuk mengambil peluang yang disediakan oleh pemerintah dengan memberikan kemudahan, kebebasan dan fasilitas terutama kemudahan dalam mendapatkan kredit lunak, kemudahan memperoleh izin usaha dan fasilitas sarana pendukung lainnya. Diantara kebijakan pemerintah yang menggalakkan usaha kemitraan adalah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 44 Tahun 1997 Tentang Kemitraan dengan tujuan terwujudnya kemitraan usaha yang kokoh, terutama antara usaha besar dan usaha menengah dengan usaha kecil, dan lebih memberdayakan usaha
kecil
agar dapat tumbuh
dan
berkembang
semakin
kuat
dan
memantapkan struktur perekonomian nasional yang semakin seimbang serta meningkatkan kemandirian dan daya saing perekonomian nasional. Menurut Firdausy (1997), langkah-Iangkah konkrit strategi pemberdayaan ekonomi kerakyatan meliputi:
-1. Memotivasi masyarakat untuk menciptakan kegiatan ekonomi rumah tangga dengan maksud untuk konsumsi dan peningkatan pendapatan, 2. Akses masyarakat terhadap pasar dan fasilitas pemasaran, 3. Akses terhadap fasilitas pembiayaan usaha, 4. Membentuk ke~asama ekonomi da!am bentuk kcperasi dan kemitraan, 5. Akses terhadap fasilitas non ekonomi, 6. Pembinaan manajerial dan latihan kewirausahaan,
98
7. Adanya keterkaitan investasi pada kegiatan ekonomi masyarakat desa dengan lapangan
ke~a.
Berdasarkan langkah-Iangkah kongkrit dalam strategi pemberdayaan ekonomi kerakyatan terutama terhadap pengembangan peternakan ayam ras pedaging, maka dari pengamatan dilapangan dapat dinyatakan bahwa: Satu, umumnya peternak bergabung dengan kemitraan termotivasi untuk menciptakan kegiatan peningkatan ekonomi rumah tangga. Alasan yang menyebabkan peternak plasma termotivasi untuk ikut kemitraan dapat dilihat pada Tabel26 .. Tabel26. Alasan Peternak Ikut Kemitraan Alasan Peternak
Jumlah Orang
%
22 6 2 6
61,11 16,67 5,55 16,67
36
100,00
Adanya tambahan pendapatan Fasilitas pembiayaan Jaminan pemasaran Bimbingan manajemen usaha i
Jumlah
Dari Tabel 26 dapat diketahui bahwa umumnya peternak plasma termotivasi untuk bergabung karena alasan adanya tambahan pendapatan yaitu sebanyak 22 orang atau 61,11%, termotivasi karena adanya fasilitas pembiayaan sebanyak 6 orang atau 16,67%, termotivasi karena adanya jaminan pemasaran sebanyak 2 orang atau 5,55% dan termotivasi karena adanya bimbingan manajemen usaha sebanyak 6 orang atau 16,67% peternak. Rumusan masalah, strategi, dan kegiatan yang harus dilakukan terhadap pengembangan peterm:jl(an ayam ras ped~ging me!all!i kemitraar. di Kota Pekanbaru dapat dilihat pada bagan alir Gambar 3.
MASALAH
--
STRATEGI
r------------------Harga Hasil Produksi
-----..
,----------------------~
+---1
Proses -P,'oduksi
I
Pemasaran Hasil Produksi __________
r-
Produksi Daerah Tetangga
l----"
Teknologi Peternakan
Teknologi Pemeliharaan
+-
Harga
~
• Meningkatkan Jumlah Produksi Peternak Marginal -.,.. • Pengawasan Pasar Produksi • Pelatihan Stakeholders Terkait Tentang Pembinaan Peternak dan
/ ~VL..----p-e-n-g-a-d-O-p-s-ia-n----~~r--p-e-n-g-a-w-a-sa_n __p_a_sa_r_H __ as_i_IP_r_o_d_u_kS_i__~ Penggunaan Faktor
~________~I Ketersediaan Modal
• Efisiensi dan '-'Efektifitas Produksi • Pasar Hasil Produksi
KEGIATAN
/~ • Pelatihan Peternakan dan Stakeholders Terkait
~L-_ _p_r_od_u_k_S_iy_a_n_g_L_a_b_ih__~~r----------------------------~
~ .
Efisien
Sapronak
Menyediakan Sumberdaya Manusia r - - - - - -.......- - . Jumlah -----+ Peternakan Berkualitas Sumberdaya ~L--_ _p_e_te_r_n_ak__----, • Membuka Kesempatan Manusia Kerja ' - - -_ _ _ _-y--_ _ _ _----'
• Pembinaan Peternak
•
J
• Penyediaan Modal Ker]' a
/ • Pengawasan Pasar Sapronak '----..______________________- , .. Membuka Peluang-peluang Usaha di Bidang Peternakan Ayam Ras Pedaging
L--_ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _
Penyakit Unggas Harga Komoditas Daging Lain '-----------_.-
Pemberantasan Penyakit Ternak
I
Pesaing
I
Mengatur Pasar Konsumen L-______________
• Pengawasan dan Pemberantasan Penyakit Ternak Pengobatan Ternak Secara Masal
~
\ l. ~
-F---~r
Menjaga Akses Pasar dan Daerah
~---------------------~
Gambar 3. Diagram Bagan Alir Masalah, Strategi dan Kegiatan Meningkatkan Produksi Daging Ayam Ras Pedaging, dalam Pembentukan Gabungan Peternak Unggas dengan Model Kemitraan Subkontrak.
co co
100
6.4. Perancangan Program Pengembangan Peternakan Ayam Ras Pedaging di Kota Pekanbaru Untuk mendukung Visi dan Misi Kota Pekanbaru, maka dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi peternak plasma ikut bermitra timbul diakibatkan oleh beberapa manfaat yang dapat dirasakan oleh petemak plasma. Berdasarkan hasil metode Logical Framework Approach dapat diambil langkahlangkah pengembangan petemakan ayam ras pedaging. Dari Gambar 4, dapat dubuat suatu strategi untuk pengembangan peternakan ayam ras pedaging di Kota Pekanbaru. Strategi tersebut adalah membentuk satu organisasi Gabungan Petemak Unggas dengan po/a
kemitraan subkontrak. Strategi ini dipilih karena melihat rumusan penyelesaian masalah yang ada pada saat ini. Organisasi tersebut harus dapat menaungi semua kegiatan peternakan ayam ras pedaging, baik peternak mandiri ataupun yang telah tergabung dalam kemitraan. Gabungan Peternak yang dibentuk beranggotakan peternak bukan anggota kemitraan lain yang mau bergabung. Pengurus Gabungan Peternak adalah orang-orang yang dipilih dari wakil setiap anggota dan bertanggung jawab terhadap operasional organisasi. Gabungan Peternak ini harus dapat menjadi jembatan antara peternak anggota Gabungan Peternak dengan perusahaan peternakan besar sebagai penyedia sapronak dan pasar sebagai penampung hasil produksi juga dengan insansi-instansi terkait. Pembentukan organisasi Gabungan Peternak dimaksud dapat dilakukan melalui lanjutan metode pendekatan secara visualisasi (Logical Framework Approach). Dalam kegiatan ini dibentuk suatu forum yang menghadirkan para peternak dan stakeholders yang terkait. Forum ini memulai pembuatan strategi dari pengumpulan berbagai masalah yang dihadapi, baik oleh peternak ataupun
101
oleh stakeholders. Masalah-masalah tersebut kemudian harus dirumuskan menjadi suatu masalah inti dan merupakan prioritas, terutama terhadap pengembangan petemakan dan peningkatan pendapatan peternak. Dalam hal ini masalah inti yang muncul adalah tidak adanya jaminan terhadap jumlah pendapatan peternak, sehingga peternak takut untuk melakukan usaha peternakan secara mandiri. Setelah analisis masalah selesai, lakukan pembentukan tujuan yang sekaligus merupakan suatu gagasan, dimana pad a gagasan tersebut tercermin suatu tindakan yang cukup operasional. Analsisis tujuan ini akan memberikan suatu rumusan operasinal dari berbagai alternatif pad a lembaga-Iembaga terkait dan fungsi internalnya. Analisis dari berbagai lembaga terkait dengan alternatif kegiatan termasuk internalnya akan memberikan gambaran kekuatan dan keterbatasan lembaga tersebut, sehingga akan bisa dirumuskan berbagai upaya untuk peningkatan peranan lembaga dimaksud. Tahapan
selanjutnya
adalah
membuat
perencanaan
operasional
organisasi Gabungan Peternak sebagai suatu proyek dalam sebuah matrik. Pada matrik tersebut tercantum strategi proyek, indikator, sumber pembuktian dan asumsi-asumsi penting. Selanjutnya dapat disusun anggaran dasar dan anggaran rumah tangga Gabungan Peternak, dan hak serta kewajiban masingmasing pihak. Pada kegiatan pembentukan Gabungan Peternak ini dapat dilihat matrik perencanaan pada Tabel27.
102
Tabe127. Matrik Strategi Pengembangan Peternakan Ayam Ras Pedaging Melalui Pembentukan Gabungan Petemak Unggas di Kota Pekanbaru
Sasaran Proyek - Pemenuhan kebutuhan daging ayam di Kota Pekanbaru - Peningkatan kesejahteraan petemak - Pemberdayaan ekonomi kerakyatan
Maksud Proyek - Pengembangan petemakan ayam ras pedaging di Kota Pekanbaru
Hasil Kerja Proyek - Terbentuknya Gabungan Petemak Ayam Ras Pedaging di Kota Pekanbaru Kegiatan Proyek - Menaungi petemak ayam ras pedaging dalam memenuhi pengadaan sapronak, pengawasan sistem pemasaran dan memberikan pendapatan yang optimal bagi petemak khususnya dan org3nisasi Gabungan Petemak pada umumnya
Sumber Pembuktian
Indikator
Strategi Proyek
I
Asumsi Penting
- Terpenuhinya permintaan akan konsumsi daging ayam - T ercukupinya kebutuhan hidup petemak ayam - Dapat menekan angka tingkat kemiskinan dan pengangguran
- Ketersediaan daging ayam di pasar (data dinas petemakan) - Tidak didapati lagi petemak ayam yang berada dalam kelompok masysrakat miskin (data kependudukan) - Data BPS
- Kebutuhan akan daging akan memenuhi kebutuhan asupan gizi terutama protein hewani - Kesejahteraan petemak merupakan faktor kunci usaha petemakan - Ekonomi kerakyatan merupakan salah satu sasaran pembanaunan
- Meningkatnya populasi temak ayam ras pedaging
- Data Dinas Petemakan
- Petemakan ayam ras pedaging memiliki peluang yang cukup besar dalam pembangunan petemakan di Kota Pekanbaru
- Terbentuknya Gabungan Petemak Ayam Ras Pedaging di Kota Pekanbaru
- Data Dinas Petemakan
- Gabungan Petemak petemak ayam ras pedaging diharapkan dapat membantu petemak
- Terpenuhinya sapronak yang dibutuhkan para petemak - Lancarnya pemasaran hasil produksi - Meningkatnya pendapatan peternak bahkan skala usaha petemakan - Adanya keuntungan yang didapat oieh organi!;asi Gabungan Peternak
- Data Dinas Petemakan dan administrasi organisasi Gabungan Petemak
- Sistem pengadaan sapronak, sistem pemasaran dan pendapatan petemak serta Gabungan Petemak merupakan faktor pendorong kegiatan beternak dan bermitra
I
r
I
103
Dalam pembentukan organisasi Gabungan Petemak dengan pola kemitraan subkontrak ini harus memiliki delapan kriteria sebagai berikut: Periama, Adanya manfaat dari; 1) Fasilitas pembiayaan usaha bagi peternak
yang bergabung dalam kemitraan dapat meningkatkan pertumbuhan dan skala usaha peternakan, 2) Bimbingan manajemen usaha yang diberikan oleh pihak inti kepada peternak plasma secara kontinyu akan meningkatkan pengetahuan beternak sehingga menimbulkan rasa percaya diri dalam berproduksi sehingga akan mengurangi tingkat resiko beternak, 3) Jaminan pemasaran terhadap produksi sehingga peternak merasa lebih am an akan pemasaran produksinya. Dari ketiga manfaat di atas, kesemuanya harus bermuara kepada peningkatan pendapatan peternak yang mempunyai tingkat motivasi beternak tertinggi. Dua, Jaminan terhadap harga, baik faktor input seperti sapronak atau
faktor output seperti harga jual hasil produksi. Harga merupakan faktor penting dalam suatu usaha karena memberikan pengaruh yang besar terhadap jumlah pendapatan yang bisa didapat. Harga faktor input akan mempengaruhi biaya yang dipakai dalam usaha yang dilakukan sedangkan harga faktor output akan mempengaruhi besarnya penerimaan. Semakin tinggi harga faktor input akan membuat biaya produksi semakin tinggi. Rendahnya harga faktor output akan membuat total penerimaan menjadi ked!. Tiga, Akses terhadap pasar dan fasilitas pemasaran. Pada umumnya
peternak rakyat kurang mertliliki informasi terhadap pasar karena peternak lebih berkonsentrasi terhadap budidaya ternaknya saja di kandang. Kondisi ini akan membuat peternak rakyat berada pada posisi penawaran yang !emah. Dengan adanya model kemitraan ini peternak plasma tidak lagi memikirkar. pemRsaran
104
ternaknya karena adanya jaminan pemasaran dari perusahaan inti. Hal ini merupakan salah satu daya tarik peternak untuk ikut model kemitraan. Empat, Akses terhadap fasilitas pembiayaan. Dalam melakukan aktivitas
peternakan, peternak rakyat sering mendapatkan masalah dan hambatan yang serius berupa kekurangan modal bagi kalangan peternak kecil yang jumlahnya cukup banyak. Modal memegang peranan penting dalam melakukan setiap aktivitas di bidang usaha budidaya ternak ayam ras pedaging. Tanpa modal, peternak rakyat sulit untuk dapat memulai usahanya. Dalam melakukan kerjasama kemitraan dengan perusahaan inti, peternak mitra diwajibkan menyediakan kandang dan peralatan-peralatan penunjang lainnya dalam beternak di samping juga uang jaminan. Sedangkan pembiayaan terbesar dari peternak kemitraan dalam budidaya ternak sepenuhnya ditanggung oleh perusahaan inti. Lima, Kerjasama dalam bentuk kemitraan yang sebenarnya. Sejak
dikeluarkannya kebijaksanaan pemerintah tentang kemitraan melalui PP Nomor 44/1997 yang bertujuan untuk mewujudkan usaha kemitraan yang kokoh,
terutama antara usaha besar dan usaha menengah dengan usaha kecil yang akan lebih memberdayakan usaha kecil sehingga dapat tumbuh dan berkembang menjadi semakin kuat dan memantapkan struktur perekonomian nasional yang semakin
seimbang
serta
meningkatkan
kemandirian
dan
daya
saing
perekonomian nasiona!. Pad a organisasi peternakan dengan model kemitraan ini dikenal peternak sebagai plasma dan perusahaan sebagai inti dimana pert!sahaan berfungsi melakukan pembinaan, penyediaan sarana produksi, bimbingan teknis dan pemasaran. Sedangkan peternak plasma melakukan fungsi produksi.
105
Enam, Akses terhadap fasilitas non ekonomi. Pada prinsipnya peternak
plasma telah mendapatkan pendidikan, kesehatan dan legalitas usaha yang dinilai telah berjalan jauh sebelum petemak bergabung dengan perusahaan inti. Hal ini dapat diketahui dari tingkat pendidikan, pengalaman dan ekonomi peternak yang umumnya berada pada tingkat menengah. Tingkat ekonomi peternak yang dinilai mapan ini dapat diketahui dari modal awal peternak untuk membangun usaha peternakan ayam yang relatif besar. Sedangkan tingkat pendidikan rata-rata peternak telah mendapat pendidikan minimal tingkat sekolah dasardan banyak yang telah mendapatkan pendidikan di perguruan tinggi. di tingkat pengalaman beternak, peternak sebelum bermitra sebagiannya telah mempunyai pengalaman melakukan usaha ternak ayam ras pedaging (peternak rakyat). Tujuh, Akses terhadap pembinaan manajerial dan kewirausahaan.
Prawirokusumo (2001), menyatakan memasyarakatkan kewirausahaan adalah suatu upaya yang konsepsional, sistematis, masal dan berkesinambungan kepada atau oleh
masyarakat melalui proses pengenalan,
peningkatan
pemahaman, penghayatan dan pengamalan nilai-nilai kewirausahaan di dalam masyarakat.
Sedangkan
membudayakan
kewirausahaan
adalah
upaya
konsepsional, sistematis dan berkesinambungan melalui proses pemeliharaan, peningkatan, pengembangan kewirausahaan. Melalui kemitraan bukan saja keterkaitan usaha yang akan di bangun, melainkan dibarengi pula dengan pembinaan yang kontiniu kepada peternak plasma sehingga peternak akan mendapatkan pend!dikan, penga!aman dan pematangan jiwa kewirausahaar.. Kemitraan pada hakikatnya harus dipahami bukanlah sebagai belas kasihan, melainkan sebagai ajang untuk belajar dan
106
mengembangkan diri serta menimba kelebihan-kelebihan pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki mitra usaha yang besar dan kuat. Delapan,
Adanya
keterkaitan
investasi
pada
kegiatan
ekonomi
masyarakat dengan penciptaan lapangan kerja. Dengan adanya investasi yang ditanamkan, kegiatan ekonomi dapat dijalankan sehingga dapat menciptakan lapangan
ke~a.
Adanya peningkatan investasi pada model kemitraan ini, dapat
meningkatkan skala usaha pad a model kemitraan sehingga akan memperluas lapangan kerja untuk peternakan.
VII. KESIMPULAN DAN SARAN
7.1. Kesimpulan Dari penelitian yang penulis laksanakan untuk menganalisa secara komparatif beberapa model kemitraan yang ada di Kota Pekanbaru, maka dapat diambil beberapa kesimpulan : 1. Konsep kemitraan pada usaha pemeliharaan ayam broiler di Kota Pekanbaru yang dilakukan oleh perusahaan inti kepada peternak plasma mempunyai konsep yang sama. Namun dalam implementasinya dilapangan ternyata kegiatan kemitraan tersebut belum sepenuhnya dilaksanakan, sehingga peternak plasma banyak dirugikan terutama dalam penentuan harga-harga sapronak dan produksi. 2. Model kerr.itraan dan skala usaha memberikan perbedaan pendapatan dalam i
pemeliharaan ayam broiler. Pendapatan tertinggi didapatkan pada model kemitraan yang dilakukan oleh kemitraan RTI, untuk skala usaha > 10.000 ekor per siklus pemeliharaan. Sedangkan bila dibandingkan untuk skala yang sama maka skala < 5.000 ekor pendapatan bersih per periode peternak terbesar didapat pada model kemitraan Makmur Jaya dibandingkan dengan model kemitraan lain. Pada populasi skala 5.000 sampai 10.000 ekor, pendapatan bersih peternak plasma terbesar didapat pada model kemitraan RTI dibandingkan dengan skala yang sama model kerniiraan lain. Sedangkan untuk populasi skala> 10.000 ekor, pendapatan teibesar didapat oleh model RTI dibandingkan dengan model kemitraan yang lain dengan skala yang sama.
107
108
3. Berbagai faktor yang menyebabkan petemak dan pengusaha terikat dalam model kemitraan untuk usaha pemeliharaan broiler di Kota Pekanbaru bagi peternak plasma bermitra didorong oleh, antara lain: 1) Pinjaman modal usaha, 2) Bimbingan usaha 3) Jaminan pemasaran 4) Sistim Manajemen 5) Sistim pembagian hasil. Sedangkan bagi perusahaan yang menyebabkan terikat dengan model kemitraan antara lain: 1) Pendapatan perusahaan 2) Kelancaran usaha 3) Menjaga nama perusahaan 4) Mendukung peraturan pemerintah.
7.2. Saran-Saran Selain beberapa kesimpulan, penulis juga memberikan beberapa saran dari hal-hal yang ditunjukan dalam penelitian ini : 1. Keharusan semua pihak yang terikat dalam hubungan kemitraan (ke~asama) mematuhi ketentuan-ketentuan yang tertuang dalam perjanjian/kontrak kerjasama, untuk itu pe~anjian/kontrak ke~asama harus dirumuskan secara jelas/transparan sehingga tidak menimbulkan tafsir ganda, terutama dalam menentukan harga-harga. Sedangkan dalam implementasinya kedua belah pihak harus dapat menerapkan sesuai dengan konsep. 2. Untuk dapat meningkatkan pendapatan peternak, sebaiknya model-model kemitraan yang ada ataupun yang akan dibentuk merujuk model RTI dalam pembagian keuntungan, sehingga pendapatan peternak dapat ditingkatkan. Dengan
meningkatnya
pendapatan
peternak yang
tergabung
dalam
kemitraan diharapkan mendorong petemak untuk bergabung dalam model kemitraan dimaksud.
109
3. Agar dapat meningkatkan ekonomi rakyat, khususnya peternakan rakyat kecil disarankan pada perusahaan inti model kemitraan agar tidak membebani calon peternak plasma dengan menetapkan jaminan baik berupa surat berharga maupun uang tunai. Hal ini merupakan beban tambahan bagi peternak setelah mereka menginvestasikan dana untuk pembuatan kandang dan peralatannya. 4. Untuk memperkokoh posisi peternakan rakyat dan mendorong ditaatinya prinsip kemitraan usaha, maka a). kinerja petemakan kecil harus ditingkatkan melalui kegiatan secara kelompok, disertai dengan upaya meningkatkan daya nalar dan keterampilan peternak, b). adanya pengawasan dari instansi pembina dan dukungan organisasi petemak, c). adanya mekanisme sanksi yang dikaitkan dengan perizinan usaha, d). bersatunya peternak unggas dalam satu kesatuan sistim perunggasan nasional melalui suatu organisasi yang terkoordinir.
Berdasarkan model kemitraan yang sudah ada di Kota Pekanbaru, masing-masing model kemitraan mempunyai kelemahan dan kelebihannya. Namun secara keseluruhan terhadap model-model yang ada dilihat dari implementasi dan pendapatan peternak, maka model-model kemitraan yang ada di Kota Pekanbaru tidak layak dilaksanakan karena berpotensi merugikan peternak. Model yang tepat dilaksanakan adalah Model Kemitraan Subkontrak dalam organisasi "Gabungan Peternak Ayam Ras Pedagfng", sehingga petemak sebagai anggota kemitraan mempunyai hak untuk mendapatkan pinjaman baik skala kecil maupun skala besar. Sedangkan secara bersama-sama dapat
110
menentukan harga pasar serta juga dapat memproduksi sapronak terutama pakan,
bibit
dan
obat-obatan
sehingga akan
membuat kekuatan
dan
mendapatkan biaya produksi yang efisien, disamping itu petemak sebagai anggota organisasi dapat betemak secara mandiri. Selain itu organisasi ini diharapkan mampu mengatur sistem pemasaran sehingga dapat mengangkat tingkat pendapatan dan skala usaha petemak, juga mamberikan pendapatan bagi organisasi.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Ahyari, A. 2002. Manajemen Produksi, Perencanaan Sistem Produksi. Edisi 4. Buku 1. Yogyakarta: BPFE-UGM. Bishop, C.E. dan W.o. Toussaint. 1979. Pengantar Analisis Ekonomi Pertanian. Jakarta: Mutiara. Charoen Pokphand Indonesia, PT. 1999. Laporan Tahunan. Pekanbaru: Charoen Pokphand Indonesia. Clayton, E.S. 1967. The Economics of The Poultry Industry. Longmans, Green and Sons, Inc. New York. London. Sydney. Toronto. Dajan, A. 1983. Pengantar Metoda Statistik. Jakarta: LP3ES. Data Base Peternakan Provinsi Riau. 2004. Proyek Pengembangan Produksi Sarana dan Prasarana Petemakan Riau Tahun Anggaran 2004. Pekanbaru: Dinas Perternakan Provinsi Riau. Dinas Pertanian Sub Sektor Petemakan Provinsi Riau. 1985. Laporan Evaluasi Temak ayam Tahun 1983/1984. Pekanbaru: Dinas Petrenakan Provinsi Riau. Dinas Peternakan Provinsi Riau. 2000. Kemitraan Ayam Ras Pedaging Daerah Riau Tahun 2000. Pekanbaru: Dinas Petrenakan Provinsi Riau. i
Haeruman, H. dan Eriyatno. 2001. Kemitraan Dalam Pengembangan Ekonomi Lokal. Jakarta: Yayasan Mitra Pembangunan Desa-Kota dan Business Innovation Center of Indonesia. Hernanto,F. 1979. IImu Usahatani. Departemen IImu Sosial Ekonomi Pertanian Bogor: IPB .. Isbandi. 1988. Beberapa faktor Sosial Ekonomi Yang Mempengaruhi Tingkat Pendapatan Petemak Ayam Broiler di Kotamadya Semarang dan Ayam Petelur di Kabupaten Boyolali. Proceding. Seminar Nasional Peternakan dan Forum Peternakan "Unggas dan Aneka Ternak" II. Bogor: Balai Penelitian Ternak. Kartasasmita, G. 1995. Peran Birokrasi Dalam Pengembangan Kemitraan Usaha. Jakarta: Harian Bisnis Indonesia. Keputusan Mentri Partanian Nomor : 472 I KPTS !TN 330 I 6 I 96. Petunjuk Pelaksaan Pembinaan Usaha Petemakan Ayam Ras. Jakarta: Departemen Pertanian. Machmur, M. 1995. Pengembangan Kemitraan Usaha Agribisnis. Departemen Pertanian Agribisnis. Jakarta: Badan Agribisnis.
111
112
Manurung, A. dan Djafar. 1988. Analisa Usaha Tani dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Petani. Medan: Pusat Kegiatan Perkebunan. Mubyarto. 1982. Pengantar Ekonomi Pertanian. Jakarta: LP3ES. Mulva T. D, 2001. Pelaksanaan Po/a Inti Rakyat sebagai Strategi Pembangunan Pertanian da/am Upaya Pemberdayaan Ekonomi Kerakyatan, Tesis Pasca Sarjana. Padang: UNAND. Niswonger, Rollin C. Fess Philip E. dan Warren Carl S. Suryadi Saat (editor). 1997. Prinsip-Prinsip Akuntansi. Edisi keenambelas. Jilid 1. Alih Bahasa Hyginus Ruswinarto dan Herman Wibowo. Jakarta: Erlangga. Rahardi, F. dan Hartono R. 2003. Agribisnis Petemakan. Edisi Revisi. Jakarta, Penebar Swadaya. Rasyaf, M. 1992. Pengelo/aan Petemakan Unggas Pedaging. Jakarta: Kanisius. Rasyaf, M. 1995. Manajemen Petemakan Ayam Broiler. Jakarta: Penebar Swadaya. Saragih, B. 2001. Suara Dari Bogor: Membangun Sistim Agribisnis. Edisi Milenium. Bogor: Sucofindo. Soeharjo, A dan D. Patong. 1973. Sendi-sendi Pokok IImu Usaha Tani. Bogor: IPB. Soekartawi. 2002. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian: Teori dan Aplikasinya. Edisi : Revisi. Jakarta, Raja Grafindo Persada. I
Soekartawi. 2002. Analisis Usaha Tani. Jakarta, UIPress. Soekartawi. 1991. Prinsip dasar Ekonomi Pertanian. Jakarta: Universitas Indonesia. Suharno. B. 1999. Kiat Sukses Berbisnis Ayam. Jakarta: Penebar Swadaya. Sumardjo, Jaka S. Wahyu, AD. 2004. Teori dan Praktik Kemitraan Agribisnis. Jakarta: Penebar Swadaya. Taryoto. 1999. Trubus edisi juli 1999 Tahun XXX. Jakarta Wie. T.K. 1992. Dialog Kemitraan dan Keterkaitan antara Usaha Besar dan Kecil dalam Sektor Industri Pengolahan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Winter, A.R. and E.M. Funk. 1962. Poultry Science and Practice. 5th Ed. Chicago. Philadelpia. New York. J.B. Lippincott Co.
LAMPIRAN
1
113
I
'Lampiran 1. Kuesioner
j
Kuesioner Petemak
PENGEMBANGAN PETERNAKAN AYAM RAS PEDAGING DENGAN MENINGKATKAN PENDAPATAN PETERNAK MELALUI KEMITRAAN DI KOTA PEKANBARU
Untuk Melengkapi Kebutuhan Data dalam Penyusunan Kajian Pembangunan Daerah
Sampel No.: _ __ Nama Alamat Inti Hari/Tanggal Wawancara Pe)Vawancara Pemeriksa
· e .
-.-
~,
,~
..
SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005
NOVIAN (A.153024565) INSTITUT PERTANIAN BOGOR JI. Kamper, Kampus IPB Darmaga, Bogor 16680 Phone. (0251) 627-793 Fax.(0251) 629-344 Email: [email protected]
114
Identitas Peternak O.
Nama
_____________________________ (UP)
Alamat
Umur
_ _ _ _ tahun
Pendidikan
_ _ _ _ _ _ (I-_ _ tahun)
Peke~aanpokok:
_________________________________
O. Jumlah anggota keluarga : Nama
Status
Umur
Pendidikan
Pekerjaan
Ket
O. Kapan usaha ini pertama didirikan? Tgl ___ , Bin _____ , Thn _ _ __ O. Kapan mulai bermitra? Charoen Pokphand Confeed . Ramah Tamah Indah MakmurJaya
TglIBlnlThn TglIBlnlThn TglIBlnlThn TglIBlnlThn
O. Skala usaha ekor Kecil « 5.000 ekor) Menengah (5.000 sId 10.000 ekor) Sesar (> 10.000 ekor) O. Modal investasi (diluar tanah) < Rp.20 juta Rp.20 juta sId Rp.30.000 > Rp.30 juta (sebutkan Rp. _____________) O.
Ukuran kandang : ____ m X ____ m Kandang I Kandang !l ___ m X m Kandang !V ____ m X ____ m ____ m X ___ m Kandang V ____ m X ___ m Kandang VI
115
8. Jumlah tenaga kerja g. Dalam keluarga _ _ _ orang _ _ _ orang h. Luar keluarga
II.
Biaya Produksi da/am satu periode 9. Suplai perusahaan (inti) Nama bahan
No.
1
DOC masuk
2
Pakan
3
Obat-obatan
Harga I unit
Kuantitas
Total
Sumber (produsen)
4
10. Biaya operasional peternak (plasma) a. Tunai No
Nama bahan
1
Penerangan/Listrik
2
Pemanasan (Gas/M.Tanah)
3
Solar
4
Oli
5
Formalin
6
Serbuk
7
Transportasi
8
TK. Luar Keluarga
Unit
Harga lunit
Total
a. DOC Masuk b. Pakan 9 I
t
Sumber (produsen)
116
b.
Tidak Tunai Namabahan
No.
1
Unit
Harga lunit
Sumber (produsen)
Total
TK. Dalam Keluarga a. Pemeliharaan b.Panen
2
Penyusutan
3
4 Penyusutan Jenis Peralatan Kandang T.makan T. minum Piringan Lampu Kompor Terpal Sapu lidi Cangkul Sekop Tali (gulung) Gerobak Pipa (btng) Tank air Ember Baskom Senter Selang (mtr) Bros tangkai Gembok Sanyo Solo Timbangan Kabel (gulung) Tota!
r---
D_"'_~
Unit
@Harga (Rp)
~
Jumlah (Rp)
UE (Tahun)
Penyusutan (Rp/periode)
Penyusutan (Rp/tahun)
~-I-----r
I
I
I
117
Pendapatan da/am satu periode
o.
Pendapatan dari produksi
No.
Keterangan
Item
1
Jumlah ayam besar (ekor)
2
Ayam keluar (ekor)
3
Total berat (Kg)
4
Rata-rata berat (Kg)
5
Umur (hari)
6
Harga garansi
Rp.
7
Harga pasar
Rp.
8
Selisih harga
Rp. Jumlah
Rp.
O. Pendapatan Lainnya
No.
Item
1
Keterangan
Kotoran a. Jumlah (karung) b. Harga / karung
Rp. Jumlah
Rp.
Jumlah
Rp.
To~1
Rp.
Insentive
2
a. Bonus I Aktual b. IP I Standar
I
I
118
Alasan ikut kemitraan
Manfaat diperoleh No
Alasan
1
2
1
Produksi
2
Pemasaran
3
Perawatan
8aik
Cukup
Kurang
3
4
5
Keterangan
6
4 5
Keluhan dalam bermitra 1
lsi perjanjian
2
Pelaksanaan lsi perjanjian
3
Pembayaran
4
5
I
I
I
119
Saran terhadap bentuk kemitraan yang diharapkan
No.
Bidang
Saran
1.
-
2
3
4
5
I
Lampiran 2. ldentitas Peternak Sampel Pada Ke-4 Model Kemitraan.
Umur ._ ..
E[nti/Perusahaan
Strata
Pendidil
Pekerjaan
Sampel1
Sampel2
Sampel3
SO
SMP
SMU
PT
Pokok
Sampingan
1.
RTI
1 2 3
28 29 48
32 22 40
40 38 33
0 0 0
1 0 1
2 1 0
0 2 2
2 2 3
1 1 0
2.
Makmur Jaya
1 2 3
38 44 43
28 42 49
25 30 40
1 2 2
0 1 0
2 0 1
0 0 0
3 3 2
0 0 1
3.
Confeed
1 2 3
35 30 38
32 40 39
27 42 38
1 1 0
0 1 0
0 0 1
2 1 2
1 2 2
2 1 1
4.
Charoen Pokphand
1 2 3
31 34 43
42 41 42
30 50 56
0 0 0
1 0 1
1 2 0
1 1 2
2 1 1
1 2 2
-
Lampiran 3. Biaya Operasional Usaha Ternak Ayam Ras Pedagihg Model Kemitraan RTI
Strata 1 « 5.000) No.
Penerang
-
1 2 3
-
~
%
0.00
Gas/M. Tnh 144,000 170,000 250,000 564,000 188,000 12.09
Solar 80,000 100,000 90,000 270,000 90,000 5.79
Biaya Operasional Peternak Oli Formalin Serbuk 60,000 30,000 50,000 90,000 40,000 70,000 90,000 40,000 70,000 240,000 110,000 190,000 80,000 36,667 63,333 5.14 2.36 4.07
Transport 20,000 15,000 19,000 54,000 18,000 1.16
TK 857,840 687,760 819,600 2,365,200 788,400 50.70
Peny. Alat 265,480 209,792 396,590 871,862 290,621 18.69
Biaya Operasional peternak Oli Formalin Serbuk 170,000 60,000 115,000 220,000 80,000 180,000 100,000 100,000 390,000 240,000 395,000 130,000 80,000 131,667 3.99 4.04 2.45
Transport 15,000 30,000 25,000 70,000 23,333 0.72
TK 1,204,020 1,688,300 1,518,400 4,410,720 1,470,240 45.10
Peny. Alat 761,844 971,119 850,323 2,583,286 861,095 26.42
Biaya Operasional Peternak Oli Formalin Serbuk 200,000 180,000 320,000 - 180,000 300,000 200,000 200,000 300,000 400,000 560,000 920,000 306,667 133,333 186,667 2.00 2.80 4.61
Transport 30,000 30,000 30,000 90,000 30,000 0.45
TK 2,887,720 3,605,640 3,266,866 9,760,226 3,253,409 48.86
Peny. Alat 2,058,339 1,720,603 1,782,177 5,561,119 1,853,706 27.84
Total Biaya 1,507,320 1,382,552 1,775,190 4,665,062 1,555,021 100.00
Strata 2 (5.000 sid 10.000)) No. 1 2 3 ~
p.!o
Penerang
-
350,000 350,000 116,667 3.58
Gas/M. Tnh 300,000 400,000 210,000 910,000 303,333 9.31
Solar 180,000 250,000
-
430,000 143,333 4.40
-
Total Biaya 2,805,864 3,819,419 3,153,723 9,779,006 3,259,669 100.00
Strata 3 (> 10.000) No. 1 2 3 ~
%
-Penerang 300,000
:300,000 100,000 1.50
Gas/M. Tnh 600,000 600,000 650,000 1,850,000 616,667 9.26
Solar 260,000
275,000 535,000 178,333 2.68
Total Biaya 6,536,059 6,736,243 6,704,043 19,976,345 6,658,782 100.00
Lampiran 4. Biaya Operasional Usaha Ternak Ayam Ras Pedaging Model Kemitraan Makmur Jaya
. Strata 1 « 5.000)
No.
Penerang
1 2 3 L
-
%
0.00
Gas/M. Tnh 375,000 525,000 525,000 1,425,000 475,000 27.39
Solar 202,500 195,000 210,000 607,500 202,500 11.68
Biaya Operasional Peternak Oli Formalin Serbuk 40,000 10,000 85,000 40,000 10,000 85,000 40,000 10,000 85,000 120,000 30,000 255,000 40,000 10,000 85,000 4.90 2.31 0.58
Transport 20,000 20,000 20,000 60,000 20,000 1.15
TK 472,500 594,625 609,125 1,676,250 558,750 32.22
Peny. Alat 340,500 299,466 388,022 1,027,988 342,663 19.76
Solar 217,500 202,500 367,000 787,000 262,333 6.39
Biaya Operasional Peternak Oli Formalin Serbuk 40,000 20,000 85,000 40,000 15,000 85,000 40,000 30,000 85,000 120,000 65,000 255,000 40,000 21,667 85,000 0.97 0.53 2.07
Transport 35,000 35,000 35,000 105,000 35,000 0.85
TK 1,993,750 1,691,500 2,679,500 6,364,750 2,121,583 51.66
Peny. Alat 663,905 619,822 799,780 2,083,507 694,502 16.91
Solar 262,500 284,100 240,100 786,700 262,233 4.46
Biaya Operasional Peternak Oli Formalin Serbuk 40,000 85,000 20,000 40,000 30,000 85,000 40,000 85,000 30,000 120,000 80,000 255,000 85,000 40,000 26,667 0.68 1.45 0.45
Transport 35,000 35,000 35,000 105,000 35,000 0.60
TK 3,672,000 3,633,000 4,025,025 11,330,025 3,776,675 64.29
Peny. Alat 545,578 994,522 782,767 2,322,867 774,289 13.18
Total Biaya 1,545,500 1,769,091 1,887,147 5,201,738 1,733,913 100.00
Strata 2 (5.001 sId 10.000) No.
Pener~
1 2 3 L
..
%
0.00
Gas/M. Tnh 900,000 900,000 740,000 2,540,000 846,667 20.62
Total Biaya 3,955,155 3,588,822 4,776,280 12,320,257 4,106,752 100.00
I Strata 3 (> 10.000) No.
Penerang
1 2 3 L
%
0.00
Gas/M. Tnh 900,000 825,000 900,000 2,625,000 875,000 14.89
Total Biaya 5,560,078 5,926,622 6,137,892 17,624,592 5,874,864 100.00
Lampiran 5. Biaya Operasional Usaha Ternak Ayam Ras Pedaging Model Kemitraan Confeed
Strata 1 « 5.000) No 1 2 3 ~
%
Penera.ng 250,000
-
250,000 500,000 166,667 7.9'3
Gas/M. Tnh 250,000 300,000 400,000 950,000 316,667 15.07
Solar
460,000
460,000 153,333 7.30
Biaya Operasional Peternak Formalin Serbuk Oli 50,000 90,000 38,000 45,000 80,000 80,000 150,000 38,000 175,000 320,000 12,667 58,333 106,667 0.60 2.78 5.08
Transport 20,000 15,000 20,000 55,000 18,333 0.87
TK 700,000 726,000 878,000 2,304,000 768,000 36.55
Peny. Alat 413,356 494,478 594,044 1,501,878 500,626 23.82
Biaya Operasional Peternak Oli Formalin Serbuk 120,000 150,000 40,000 150,000 150,000 20,000 170,000 126,000 60,000 440,000 426,000 20,000 146,667 142,000 0.48 3.52 3.41
Transport 35,000 35,000 25,000 95,000 31,667 0.76
TK 1,469,000 1,731,000 1,995,400 5,195,400 1,731,800 41.54
Peny. Alat 810,340 883,629 1,005,533 2,699,502 899,834 21.58
Biaya Operasional Peternak Oli Formalin Serb uk 25,000 160,000 200,000 170,000 210,000 30,000 200,000 200,000 55,000 530,000 610,000 18,333 176,667 203,333 0.35 3.32 3.83
Transport 25,000 30,000 30,000 85,000 28,333 0.53
TK 2,290,000 1,776,600 2,298,000 6,364,600 2,121,533 39.93
Peny. Alat 1,335,911 1,330,615 1,379,822 4,046,348 1,348,783 25.38
-
Total Biaya 1,773,356 2,158,478 2,372,044 6,303,878 2,101,293 100.00
Strata 2 (5.000 sid 10.000)
No 1 2 3 ~
%
Peneran!J 400,000
-
400,000 133,333 3.20
rtrata 3 (> No 1 2 3 ~
%
Gas/M. Tnh 630,000 600,000 588,000 1,818,000 606,000 14.54
Solar
680,000 693,000 1,373,000 457,667 10.98
-
Total Biaya 3,614,340 4,269,629 4,622,933 12,506,902 4,168,967 100.00
10.000)
Peneran!J
-
450-"000
450.000 150,000 2.82
Gas/M. Tnh 840,000 770,000 840,000 2,450,000 816,667 15.37
Solar 720,000
630,000 1,350,000 450,000 8.47
-
Total Biaya 5,595,911 4,737,215 5,607,822 15,940,948 5,313,649 100.00
Lampiran 6. Biaya OperClsional Pad a Peternakan Ayam Ras Pedaging Model Kemitraan Charoen Pokphand
Strata 1 « 5.000) No. 1 2 3 I:
%
Biaya Poduksi Perusahaan (Pembudidayaan) DOC in Sibit Pakan Obat Penerang Gas/M.Tnh 4,000 8,200,000 21,546,000 81,500 170,000 4,000 180,000 6,000,000 17,115,000 65,000 4,000 180,000 6,000,000 17,409,600 59,800 12,000 20,200,000 56,070,600 206,300 530,000 6,7;33,333 4,000 18,690,200 68,767 176,667 0.00 12.68
-
Solar 100,000 70,000 65,000 235,000 78,333 5.62
Biaya Poduksi Peternak Oli Formalin Serbuk Transport 75,000 90,000 40,000 15,000 65,000 30,000 45,000 25,000 30,000 40,000 17,000 60,000 100,000 160,000 57,000 215,000 71,667 33,333 53,333 19,000 2.39 3.83 1.36 5.14
Peny. Alat TK 687,760 209,792 656,000 393,627 647,140 288,601 1,990,900 892,020 663,633 297,340 47.63 21.34
Biaya Poduksi Peternak Oli Formalin Serbuk Transport 60000 80,000 30,000 120,000 50,000 90,000 35,000 70,000 120,000 20,000 120,000 180,000 290,000 85,000 40,000 96,667 60,000 28,333 1.89 2.84 1.34 4.57
Peny. Alat TK 828,920 381,184 855,520 519,890 1,110,900 575,981 2,795,340 1,477,055 931,780 492,352 44.07 23.29
Total Biaya 1,387,552 1,464,627 1,327,741 4,179,920 1,393,307 100.00
1,683 Strata 2 (5.001 sid 10.000) Biaya Poduksi Perusahaan (Pembudidayaan) DOC in Bibit Pakan Penerang Gas/M.Tnh Obal 10,250,000 1 6,000 19,321,143 1,080,600 250,000 225,000 5,025 10,250,000 26,700,533 2 380,000 910,400 12,9:30,000 30,692,169 800,400 200,000 3 I 8,000 190,000 795,000 19,025 ~~3,450,000 76,713,845 2,791,400 450,000 6,342 11,150,000 25,571,282 930,467 265,000 150,000 % 7.10 12.53
No.
-
ry-
Solar
-
150,000
150,000 50,000 2.37
-
Total Biaya 1,855,104 2,200,410 2,286,881 6,342,395 2,114,132 100.00
Strata 3 (> 10.000) No. 1 2 3 L
%
Biaya PodlJksi Perusahaan (Pembudidayaan) DOC in Bibil Pakan Obat Penerang Gas/M.Tnh 25,500,000 10,050 79,202,000 2,322,837 840,000 15,000 37,500,000 114,780,000 2,000,592 980,000 25,000 62,500,000 161,918,000 3,141,270 500,000 2,000,000 50,050 125,500,000 355,900,000 7,464,699 500,000 3,820,000 16,683 41,833,333 118,633,333 2,488,233 166,667 1,273,333 2.11 16.14
-
Solar 720,000 792,000
-
1,512,000 504,000 6.39
Biaya Poduksi Peternak Oli Formalin Serbuk Transport TK 25,000 160,000 200,000 25,000 2,290,000 20,000 200,000 300,000 35,000 2,558,000 400,000 410,000 15,000 5,084,800 45,000 760,000 910,000 75,000 9,932,800 15,000 253,333 303,333 25,000 3,310,933 0.19 3.21 0.32 41.97 3.85
-
Peny. Alat 1,335,911 1,863,511 2,909,391 6,108,814 2,036,271 25.82
Tolal Biaya 5,595,911 6,748,511 11,319,191 23,663,614 7,887,871 100.00
Lampiran 7. Rataan Biaya Produksi
I
Inti
RTI
IStrata 1 2 3 ~
-I MJ
Confeed
Solar
Biaya Operasional Peternak Formalin Serbuk Oli
188,000 303,333 616,667 1,108,000 369,333
90,000 143,333 178,333 411,667 137,222
80,000 130,000 133,333 343,333 114,444
36,667 80,000 186,667 303,333 101,111
63,333 131,667 306,667 501,667 167,222
-
475,000 846,667 875,000 2,196,667 732,222
202,500 262,333 262,233 727,067 242,356
40,000 40,000 40,000 120,000 40,000
10,000 21,667 26,667 58,333 19,444
166,667 133,333 150,000 450,000 150,000
316,667 606,000 816,667 1,739,333 579,778
153,333 457,667 450,000 1,061,000 353,667
12,667 20,000 18,333 51,000 17,000
58,333 146,667 176,667 381,667 127,222
116,667 100,000 216,667 72,222
1 :2 3
-
I:
-
1 2 3 I:
Pokphand
Gas/m tnh
PeneranQ
1 2 3 I:
-'
150,000 166,667 316,667 105,556
176,667 265,000 1,273,333 1,715,000 571,667
78,333 50,000 504,000 632,333 210,778
Transport
Ttl Biaya
TK
Penvalat
18,000 23,333 30,000 71,333 23,778
788,400 1,470,240 3,253,409 5,512,049 1,837,350
290,621 861,095 1,853,706 3,005,422 1,001,807
2,343,421 4,729,909 9,912,190 16,985,520 5,661,840
85,000 85,000 85,000 255,000 85,000
20,000 35,000 35,000 90,000 30,000
558,750 2,121,583 3,776,675 6,457,008 2,152,336
342,663 694,502 774,289 1,811,454 603,818
2,292,663 6,228,336 9,651,539 18,172,537 6,057,512
106,667 142,000 203,333 452,000 150,667
18,333 31,667 28,333 78,333 26,111
768,000 1,731,800 2,121,533 4,621,333 1,540,444
500,626 899,834 1,348,783 2,749,243 916,414
2,869,293 5,900,767 7,435,183 16,205,243 5,401,748
19,000 28,333 25,000 72,333 24,111
663,633 931,780 3,310,933 4,906,347 1,635,449
297,340 492,352 1,590,967 2,380,659 793,553
2,056,940 3,045,912 7,442,567 12,545,419 4,181,806
71,667 33,333 53,333 40,000 60,000 96,667 15,000 253,333 303,333 126,667 346,667 453,333 42,222 115,556 151,111
Lampiran 8: Pendapatan Peternak Ayam Ras Pedaging Pola Kemitraan RTI
Strata 1
No 1 2
«
5.000)
Jumlah Ayam (ekor) 3,100 4,100
~oo 00 7
Ayam Rata Total Keluar Berat Berat (Kg) (,ekor) (KQ) 2,E'52 3,610.2 1.3 4,038 4,845.6 1.2 4nm 5748.0 1.2 11,680 14,203.8 3.7 3893 4734.6 1.2
Umur Penjualan (hari) Rp/ekor 29 27 33 89 30
500 500 500 1,500 500
Pembelian (Rp) 21,390,000 26,247,000 28740000 76,377,000 25459000
Pemeliharaan Jlh (krQ) 53 1,426,000 2,019,000 70 2395000 130 5,840,000 253 1946667 84
Pendapatan Kotoran Jumlah HarQa 5,000 265,000 4,500 315,000 5000 650000 14,500 1,230,000 4833 410000
Pemeliharaan Jlh (krg) 3,400,500 165 4,967,500 243 4,445,000 242 12,813,000 650 4,271,000 217
PendaRatan Kotoran Harga Jumlah 742,500 4,500 1,215,000 5,000 4,500 1089000 14,000 3,046,500 4,667 1,015,500
Total Pendapatan (Rp) 3,031,440 3,464,640
Bonus 470 280 280 1,030 343
Insentive Jumlah IP 1,340,440 250 235 1,130,640 1 341 200 235 720 3,812,280 240 1270760
Bonus 180 340 140 660 220
, Insentive IP Jumlah 221 1,224,180 236 3,377,900 218 1,244,600 5,846,680 675 225 1,948,893
Total Pendapatan (Rp) 5,367,180 9,560,400 6778600 21,706,180 7,235,393
Bonus 400 233 230 863 288
InsEmtive IP Jumlah 243 8,278,400 280 5,779,760 226 4,400,590 749 18,458,750 250 6,152,917
Total Pendapatan (Rp) 20,831,400 18,530,760 16387090 55,749,250 18,583,083
4~
10, 36274
Strata 2 (5.000 std 10.000) Jumlah Ayam No (ekor) 7,000 1 2 10,000 3 9,000 0 ,667
Aynm Rata Total Keluar Berat Berat (Kg) (Kg) (ekcm 6,EoOO 7,005.0 1.0 9,800 12,915.0 1.3 8,B90 10,032.0 1.1 25590 29,952.0 3.5 8,£,30 9,984.0 1.2
Umur Penjualan (hari) Rp/ekor 30 32 31 93 31
500 500 500 1,500 500
Pembelian (Rp) 45,672,600 80,718,750 70,567,400 196,958,750 65,652,917
Strata 3 (> 10.000) Jumlah Ayam No (ekor) 1 21,300 2 21,100 3 20,200 1: 62,600 20,867
Aynm Keluar (ek()r) 20,696 20,642 19,153 60,~·91
20,164
Total Berat (Kg) 26,103.0 25,864.0 24,384.0 76,351.0 25,450.3
Rata Berat (Kg) 1.3 1.4 1.3 3.9 1.3
Umur Penjualan (hari) Rp/ekor 32 33 37 102 34
500 500 500 1,500 500
Pembelian (Rp) 144,547,100 171,958,500 159,567,640 476,073,240 158,691,080
Pemeliharaan 10,348,000 10,321,000 9,566,500 30,235,500 10,078,500
Jlh (krQ) 490 486 484 1,460 487
Pendapatan Kotoran HarQa Jumlah 2,205,000 4,500 5,000 2,430,000 5,000 2420000 14,500 7,055,000 4,833 2,351,667
Lampiran 9: Pendapatan Peternak Ayam Ras Pedaging Pola Kemitraan Makmur Jaya
Strata 1
«
5.000)
No
Jumlah Ayam (ekor)
AI;am Keluar
1 2 3
3,030 3,535 3,535 10,100 3,367
L
Total Serat (Kg)
Rata Serat (Kg)
2.924 3,465 3413
3,513.0 3,711.8 4,455.8
1.2 1.1 1.3
27 26 28
500 500 500
9.802 3.267
11,680.6 3,893.5
3.6 1.2
81 27
1,500 500
(ei
Umur Penjualan (hari) Rp/ekor
Pembelian (Rp)
Pemeliharaan
Jlh (kro'
21,175,390 22,790,959 26,293,037
1,462,000 1,732,500 1,706,500
52 60 58
70,259,386 23,419,795
4,901,000 1,633,667
170 57
Pendapatan Kotoran Jumlah Haroa 6,500 338,000 4,000 240,000 4,000 232,000
Bonus 800 800 800
Insentive IP Jumlah 271 2,339,200 268 2,772,000 2,730,400 283
14,500 4,833
2,400 800
822 274
Sonus 800 540
Insentive IP Jumlah 280 5,267,200 254 3,117,420 196
1,340 447
730 243
Bonus 400 620 140
Insentive IP Jumlah 244 4,569,600 259 7,196,340 218 1,371,300
1,160 387
721 240
810,000 270,000
7,841,600 2,613,867
Total Pendapatan (Rp) 4,139,200 4,744,500 4,668,900 13,552,600 4,517,533
Strata 2 (5.000 sId 10.000)
No 1 2 3
L
I
Jumlah Ayam (ekor) 7,070 6,060 9,090
!>,yam Keluar 6,584 5.773 8,819
9,955.2 6,701.7 11,899.2
22,220 7,407
21,176 7059
28,556.1 9,518.7
(e~or)
Total Serat (Kg)
Rata Berat (Kg) 1.5 1.2 1.4 4.0 1.3
Umur Penjualan (hari) Rp/ekor
Pembelian (Rp)
Pemeliharaan
29 27 35
500 500 500
59,215,929 41,252,720 78,439,423
3,292,000 2,886,500 4,400,500
91 30
1,500 500
178,908,072 59,636,024
10,579,000 3,526,333
Pendapatan Kotoran Jlh (kro) Haroa Jumlah 163 4,000 652,000 4,000 144 576,000 4,000 239 956,000 2,184,000 546 12,000 182 4,000 728,000
-
Total Pendapatan (Rp)
-
9,211,200 6,579,920 5,356,500
8,384,620 2,794,873
21,147,620 7,049,207
Strata 3 (> 10.000)
No 1 2 3 L
Jumlah Ayam (ekori 12,120 12,120 10,100 34,340 11,447
A:lam Keluar
J.e'sQ!1 11.424 11607 979E 32,826 10942
Rata Total Berat Serat (Kg) (Kg) 18,017.4 16,393.8 13,511.8 47,923.0 15,974.3
Umur Penjualari (hari) Rp/ekor
Pembelian (Rp)
Pemeliharaan
1.6 1.4 1.4
34 32 32
500 500 500
112,441,480 96,292,760 87,662,486
5,712,000 5,803,500 4,897,500
4.4 1.5
98 33
1,500 500
296,396,726 98,798,909
16,413,000 5,471,000
Pendapatan Kotoran Jlh (krg) Harga Jumlah 4,000 1,016,000 254 251 4,000 1,004,000 6,500 1,579,500 243 748 14,500 3,599,500 4,833 249 1,199,833
13,137,240 4,379,080
Total Pendapatan (Rp) 11,297,600 14,003,840 7,848,300 33,149,740 11,049,913
Lampiran 10 : Pendapatan Peternak Ayam Ras Pedaging Pola Kemitraan Confeed
Strata 1 « 5.000)
No 1 2 3 ~
Jumlah Ayam (ekor) 3,000 3,000 4,000 10,000 3,333
Rata Berat Berat (Kg) (Kg)
AY::.G Total
~:~~~r
2,880 2,904 3,920 9,704 3,:235
-
5,857.2 5,734.8 7,564.8 19,'156.8 6,385.6
1.9 1.8 1.7 5.4 1.8
Harga Harga Selisih Umur Garansi Pasar Harga (hari) (Rp.lKg) (Rp.lKg) (Rp) 6,500 6,610 110 37 6,600 66 37 6,534 6,507 6,800 293 36 110 19,541 20,010 469 37 6,514 6,670 156
Pendapatan PemelihaKotoran raan Jlh (krg' Harga Jumlah 1,244,292 5,000 300,000 60 978,497 58 4,500 261,000 3,016,486 80 4,500 360,000 5,239,275 921,000 198 14,000 1,746,425 66 4,667 307,000
Total Pendapatan (Rp)
Bonus 500 350 450 1,300 433
Insentive IP Jumlah 287 1,440,000 258 1,016,400 272 1,764,000 817 4,220,400 272 1,406,800
Bonus 500 500 350 1,350 450
Insentive Jumlah IP 300 2,992,000 306 2,902,000 260 2,184,350 866 8,078,350 289 2,692,783
Total Pendapatan (RpL 6,421,445 5,935,337 5,253,818 17,610 5,870,
Bonus 450 500 400 1,350 450
Insentive IP Jumlah 298 4,434,300 287 5,376,500 271 4,290,000 856 14,100,800 285 4,700,267
Total Pendapatan (RpL 9,513,734 14,332,155 10,406,575 34,252,463 11,417,488
2,984,292 2,255,897 5,140,486 10,380,675 3,460,225
Strata 2 (5.000 sId '10.000) ....
No 1 2 3 I~
Jumlah Ayam (ekori 6,000 6,000 6,600 18,600 6,200
Ayam Keluar
Rata Berat (Ka) 1.7 2.1 1.9 5.7 1.9
Harga Umur Garansi (hari)
Ayarn Rata Total Keluar Berat Berat (Kg) (ekor) (Ka) 9,854 19,830.8 1.9 10,753 19,758.1 1.8 10,725 19,635.9 1.8 31,332 59,224.8 5.6 10,444 19,741.6 1.9
Harga Umur Garansi (hari)
l~or)
5,384 5,804 6,241 18,029 6,:>10
Total Berat (Kg) 10,319.0 11,904.8 11,835.1 34,058.9 11,353.0
Selisih Harga (Rp) 155 91 76 322 107
Pendapatan PemelihaKotoran raan Jlh (krg] Harga Jumlah 4,500 630,000 2,799,445 140 2,283,337 150 5,000 750,000 5,000 850,000 2,219,468 170 7,302,249 460 14,500 2,230,000 2,434,083 153 4,833 743,333
Harga Selisih Pasar Harga _(Rp.lKg) lRp) 6,600 92 6,800 266 6,670 133 20,070 491 6,690 164
Pendapatan PemelihaKotoran raan Jlh (kra) Haraa Jumlah 3,864,434 4,500 1,215,000 270 5,000 1,500,000 7,455,655 300 4,811,575 290 4,500 1,305,000 16,131,663 860 14,000 4,020,000 5,377,221 287 4,667 1,340,000
Harga Pasar
~~p.lKg). (~p.lKg)
39 38 40 117 39
6,545 6,509 6,504 19,558 6,519
6,700 6,600 6,580 19,880 6,627
Strata 3 (> 10.000)
No 1 2 3 ~
Jumlah Ayam (ekor) 10,200 11,000 11,000 32,200 10,733
~RJ>JKg)
38 37 38 113 38
6,508 6,534 6,537 19,579 6,526
Lampiran 11 : Pend.apatan Peternak Ayam Ras Pedaging Pola Kemitraan Charoen Pokphand
Strata 1 « 5.000)
No
1 2 3 L
Jumlah Ayam (ekor) 4,000 4,000 4000 12,000 4000
Ayarn Keluar (ekorl 3,~31
31990
l..526 11,447 3816
Total Rata Umur Penjualan Serat Serat (hari) Rp/Kg (Kgl .(Kg) 5,991 1.5 35 5,720 37 6678 5,950 1.7 6499 1.8 41 6325 19,168 5.0 113 17,995 6389 1.7 38 5998
Pembelian (Rp)
33,373,583 37,864567 39202027 110,440,177 36813392
Penjualan (Rp.) ..
34,267,376 39732910 41 107440 115,107,726 38369242
Total Pendapatan PemelihaInsentive Pendapatan Kotoran (Rp) raan Jlh (krg) Harga Jumlah Oif Act. Stdr 300,000 589,650 1,782,279 60 5,000 2 2 892,629 2 1869784 50 5,000 250,000 598,500 2718,284 2 1904266 70 4500 315000 2 2 352600 2571866 4,666,679 180 14,500 865,000 7,072,429 6 1,540,750 5 1555560 60 4833 288333 513583 2357476 2 2
Strata 2 (5.000 s/o 10.000)
No
1 2 3 L
Jumlah Ayam (ekor) 6,000 5,025 8000 19,025 6342
Ayam Keluar (ekor) 5,870 4868 2.598 18,336 6112
Total Rata Umur Penjualan Serat Berat (hari) Rp/Kg (Kg) (Kg) 8,335 5,540 1.4 35 9,866 2.0 42 5810 12236 6050 1.6 36 30,438 17,400 5.1 113 10146 1.7 38 5800
Pembelian (Rp)
43,865,295 53155941 71464911 168,486,147 56162049
Penjualan (Rp.)
46,160,465 57,322,622 74027800 177,510,887 59170296
Pendapatan Total PemelihaKotoran Insentive Pendapatan (Rp) raan Jlh (krQ\ HarQa Jumlah Act. Stdr Oi' 139 2,295,170 4,500 625,000 2 2 730,800 3,650,970 2 4163536 100 5000 500,000 730,200 5393736 2 2557324 150 5000 750000 911760 4219084 2 2 9,016,030 389 14,500 1,875,000 5 6 2,372,760 13,263,790 2 3005343 130 4833 625000 790920 4421263 2
Strata 3 (> 10.000) Jumlah Ayam (ekor) 1 10,050 ~5 000 ~ 3 -:25000 ~ 50,050 16683 I No
Ayam Keluar (eke&. 9,862 14,576 24 ;~94 48,732 16244
Total Rata Umur Penjualan Serat Serat (hari) Rp/Kg (Kg) _(K9L 18,539 39 5,825 1.9 24,114 38 6,257 1.7 43600 5810 1.8 38 86,254 17,892 5.3 115 28751 5964 1.8 38
Pembelian (Rp)
Penjualan (Rp.)
103,080,690 107.990.257.5 150881298 143054,668 244184955 253318324 490,320,313 404,199,622 163440104 134733207
Pendapatan PemelihaKotoran Insentive raan Jlh (krg) Harga Jumlah Act. Stdr. Oif 4,912,862 2 1,479,300 200 5,000 1,000,000 2 7837,050 256 2 1,457600 4500 1 150000 2 9112484 200 4500 900000 2 2 3644100 21,862,395 656 14,000 3,050,000 5 6 6,581,000 7287465 219 4667 1016667 2 2 2193667
Total Pendapatan (Rp) 7,392,162 10444,650 13656584 31,493,395 10497798
Lampiran 12, Rataan PencJapatan Peternak Ayam Ras Pedaging Pada Ke-4 Pola Kemitraan
= Inti
Jumlah AY;3m Strata Ayam Keluar (ekor) (ekor)
Pendapatan Total Berat (Kg)
Rata Pembelian Penjualan Umur Rp/ekor IHarga Pasar Berat (hari) (Garansi) (Kg) (Rp.lKg)
Selisih Hargal Penjualan
Pemeliharaan
Kotoran Jlh (krg)
Harga
Insentive Jumlah
Bonus
Jumlah
IP
Total Total Pendapatan Penerimaan (Rp)
RTI
1 2 3 1:
4,067 3,393 4,735 8,667 B/;30 9,984 20,867 20,'164 25,450 33,600 32,:387 40,169 11,200 10,862 13,390
1 1 1 4 1
30 31 34 94 31
500 500 500 1,500 500
25,459,000 65,652,917 158,691,080 249,802,997 83,267,666
0 0 0 0 0
1,946,667 4,271,000 10,078,500 16,296,167 5,432,056
410,000 84 4,833 217 4,667 1,015,500 487 4,833 2,351,667 788 14,333 3,777,167 263 4,778 1,259,056
240 225 250 715 238
1,270,760 1,948,893 6,152,917 9,372,570 3,124,190
3,627,427 29,086,427 7,235,393 72,888,310 18,583,083 177,274,163 29,445,903 279,248,900 9,815,301 93,082,967
Makmur Jaya
1 2 3 1:
3,894 3,367 :3,267 9,519 7,407 7,059 11,447 10,94.2 15,974 22,220 21,268 29,387 7,407 1,089 9,796
1 1 1 4 1
27 30 33 90 30
500 500 500 1,500 500
23,419,795 59,636,024 98,798,909 181,854,728 60,618,243
0 0 0 0 0
1,633,667 3,526,333 5,471,000 10,631,000 3,543667
270,000 800 274 57 4,833 728,000 447 243 182 4,000 387 240 249 4,833 1,199,833 488 13,667 2,197,833 1,633 758 732,611 544 253 163 4,556
2,613,867 2,794,873 4,379,080 9,787,820 3,262,607
4,517,533 27,937,329 7,049,207 66,685,231 11,049,913 109,848,822 22,616,653 204,471,381 7,538,884 68,157,127
Confeed
1 2 3 1:
3,333 3,235 6,386 6,200 (3,010 11,353 10,733 10,444 19,742 20,267 1~8 37,480 6,756 6,563 12,493
2 2 2 6 2
37 39 38 113 38
6,514 6,519 6,526 19,559 6,520
6,670 6,627 6,690 19,987 6,662
156 107 164 427 142
1,746,425 2,434,083 5,377,221 9,557,729 3,185,910
307,000 66 4,667 433 272 743,333 153 4,833 450 289 450 285 287 4,667 1,340,000 506 14,167 2,390,333 1,333 846 796,778 444 282 169 4,722
3,460,225 1,406,800 5,870,200 2,692,783 4,700,267 11,417,488 8,799,850 20,747,913 6,915,971 2,933,283
6,389 4,000 3,816 6,342 6,112 10,146 16,683 16,244 28,751 27,025 26,172 45,286 9,008 3,724 15,095
2 2 2 5 2
38 38 38 114 38
5,998 5,800 5,964 17,762 5,921
288,333 60 4,833 625,000 130 4,833 219 4,667 1,016,667 408 14,333 1,930,000 136 4,778 643,333
513,583 .790,920 2,193,667 3,498,170 1,166,057
Pokphand
1 ~I
1
3 1:
1,555,560 36,813,392 38,369,242 56,162,049 59,170,296 3,005,343 163,440,104 134,733,207 7,287,465 256,415,546 232,272,745 11,848,368 85,471,849 3,949,456 77,424,248
343 220 288 851 284
2 2 2 5 2
2 2 2 6 2
3,466,895 5,876,826 11,424,178 20,767,899 6,922,633
2,357,476 39,170,869 4,421,263 60,583,312 10,497,798 173,937,903 17,276,538 273,692,084 5,758,846 91,230,695
131
Lampiran 13. Rataan Pemeliharaan Berat Hidup per Ekor, Jumlah Produksi dan Rataan IP per Skala Produksi
No.
Inti/Prsh
Strata
Serat Hidup (Kg)
Rataan Jumlah Produksi Kq Ekor
IP
1 RTI
1 2 3
1.2 1.2 1.3
4,734.6 9,984.0 25,417.0
3,893 8,542 20,157
240 225 250
2 Makmur Jaya
1 2 3
1.2 1.3 1.5
3,893.5 9,518.7 15,974.3
3,267 7,059 10,942
274 243 240
3. Confeed
1 2 3
1.8 1.9 1.9
6,385.6 11,353.0 19,741.6
3,235 6,010 10,444
272 289 275
4. Charoen Pokphand
1 2 3
1.7 1.7 1.8
6,389.3 10,145.9 28,751.2
3,816 6,112 16,244
> standar > standar > standar
132
Lampiran 14. Komponen Rataan Biaya Produksi Pad a Saat Penelitian.
No.
Inti/Prsh
Strata
Biaya Tetap (Rp)
Biaya Variabel (Rp)
Total Biaya (Rp)
1.
RTI
1 2 3
290,621 861,095 1,853,706
1,264,401 2,398,575 4,805,078
1,555,022 3,259,671 6,658,785
2.
Makmur Jaya
1 2 3
342,663 694,502 774,289
1,391,251 3,412,252 5,100,578
1,733,914 4,106,754 5,874,867
3.
Confeed
1 2 3
500,626 899,834 1,348,783
1,600,668 3,269,135 3,964,870
2,101,294 4,168,969 5,313,652
4.
Charoen Pokphand
1 2 3
1,095,968 1,621,782 5,851,603
1,393,308 2,114,134 7,442,570
297,340 492,352 1,590,967
133
Lampiran 15. Rataan Pendapatan Total per Satuan Hasil Pada Model Kemitraan
No.
Inti/Prsh
Strata
Total Pendapatan (Rp.)
Total Produksi
Pendapatan
Berat (Kg)
Ekor
Rp/Kg
Rp/Ekor
1.
RTI
1 2 3
5,308,187 10,199,787 27,087,667
4,734.6 9,984.0 25,417.0
3,893 8,542 20,157
1,121.1 1,021.6 1,065.7
1,363.4 1,194.1 1,343.8
2.
Makmur Jaya
1 2 3
4,517,532 7,049,206 11,049,913
3,893.5 9,518.7 15,974.3
3,267 7,059 10,942
1,160.3 740.6 691.7
1,382.6 998.7 1,009.9
3.
Confeed
1 2 3
3,460,225 5,870,200 11,417,487
6,385.6 11,353.0 19.741.6
3,235 6,010 10,444
541.9 517.1 578.3
1,069.7 976.8 1,093.2
4.
Charoen Pokphan<
1 2 3
2,357,766 4,424,167 10,500,189
6,389.3 10,145.9 28,751.2
3,816 6,112 16,244
369.0 436.1 365.2
617.9 723.8 646.4
134
Lampiran 16 : Penerimaan, Pengeluaran dan Pendapatan Serta RIC Rasio.
No
Perusaha an (Inti)
1.
RTI
Strata
3,627,427 7,235,393 18,583,083
1,555,021 3,259,669 6,658,782
2,072,406 3,975,725 11,924,302
2.33
4,517,533 7,049,207 11,049,913
1,733,913 4,106,752 5,874,864
2,783,621 2,942,454 5,175,049
2.61
2 3
1.72 1.88
1
2 3 2.
Makmur
Penerimaan Pengeluaran Pendapatan RIC Ratio (Rp) (Rp) (Rp)
1
2.22 2.79
3.
Confeed
1 2 3
3,460,225 5,870,200 11,417,488
2,101,293 4,168967 5,313,649
1,358,932 1,701,232 6,103,838
1.65 1.41 2.15
4.
Pokphan
1 2 3
2,357,476 4,421,263 10497798
1,393,307 2,114,132 7442567
964,170 2,307,132 3055231
1.69 2.09 1.41