DAFTAR ISI
2 3
5 9
EDITORIAL Zona Integritas
PROFIL Nelson Barus - Inspektorat Jenderal: Kerja Keras dan Disiplin, Kunci dari Kesuksesan
18 22
PERATURAN Membangun Zona Integritas Menuju Wilayah Bebas dari Korupsi
NARASUMBER • Upaya Penerapan Integritas Pelayanan Publik Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika (Dinhubkominfo) Provinsi Jawa Tengah • Penerapan Zona Integritas dan Integritas Pelayanan Publik Dinas Perhubungan dan LLAJ Provinsi Jawa Timur • Pelayanan Publik dan Zona Integritas Administrator Pelabuhan Kelas I Banjarmasin
53
NARA SUMBER • Peningkatan Pelayanan Publik Kantor Syahbandar Kelas Utama Tanjung Perak Surabaya : Upaya Menuju Zona Integritas
OPINI • Internal Audit Capability Model (IA-CM), Kerangka Kerja Peningkatan Efektivias Audit • Perpanjganan Batas Usia Pensiun Auditor, Dilema Kah? • Selintas Perjalanan USPK (Unit Simpan Pinjam Karyawan) Inspektorat Jenderal • Integritas dan Pelayanan Publik (tinjauan Terhadap Pelayanan Publik/Perizinan di Lingkungan Kementerian Perhubungan) • Oleh-Oleh Dari Cina • Pemilihan Unit Pelaksana Teknis dengan Kinerja Terbaik di Lingkungan Kementerian Perhubungan
SERBA SERBI
• Tidak Semua Stress Itu Negatif • Anekdot
PELINDUNG Inspektur Jenderal - PENASIHAT Sekretaris Inspektorat Jenderal - PEMBINA Inspektur I, Inspektur II, Inspektur III, Inspektur IV, Inspektur V - PEMIMPIN UMUM Andi Hartono, ST - PEMIMPIN REDAKSI Dra. Wiwi Harti, MM - WAKIL PEMIMPIN REDAKSI Drs. Arif Makawi - REDAKTUR PELAKSANA Ani Susilaningsih, SE - SEKRETARIS REDAKSI Ruri Martini Dewi, SH, M.Sc - REDAKTUR PRA CETAK Uun Wulandari, SE, Laili Fithri Hidayati - KORESPONDEN Brigita Maria Viantine, S.Si, Tetria Yunik Pamungkas, ST, Muhammad Martha Adiputra, A.Md - KONTRIBUTOR Amirulloh, S.Sit, M.MTr, M. Sofiyuddin, STEDITOR Lely Kurnia Sadikin, S.Pd, Helma Agnes Dinantia - LAY OUT/SETTING Rangga Prasetya D, Ary Hidayatullah, A.Md - PRODUKSI DAN DISTRIBUSI Darma Sanjaya, SH, Saiful Arifin, A.Md
Vol. 7 No. 1 Tahun 2012
1
DARI REDAKSI
editorial MAJALAH
TRANSPARANSI
Zona Integritas
M
Membayangkan Indonesia tanpa korupsi, merupakan cita-cita bersama dalam menatap masa depan Indonesia yang gemilang. Upaya membangun Indonesia bebas korupsi menjadi salah satu gerakan yang terus dikumandangkan oleh lembaga-lembaga anti korupsi kepada pemerintah pusat maupun daerah. Komitmen pemberantasan korupsi diwujudkan dalam bentuk pembangunan Zona Integritas (ZI) dalam lingkup Kementerian/ Lembaga/Pemerintah Daerah (K/L/Pemda), yang dicirikan dengan adanya program pencegahan korupsi yang konkrit sebagai bagian dari upaya percepatan Reformasi Birokrasi dan peningkatan pelayanan publik. Zona integritas menandai dimulainya gerakan masif dalam membangun WBK. Semangat membangun Wilayah Bebas Korupsi (WBK). Semangat membangun ini merupakan salah satu amanat Instruksi Presiden nomor 5 tahun 2004, yang menyebutkan bahwa setiap Kementerian/ Lembaga tingkat pusat maupun daerah
2
harus meletakkan program Wilayah Bebas dari Korupsi. Hasil evaluasi memperlihatkan WBK hanya dapat terwujud apabila didahului dengan komitmen pemberantasan korupsi oleh seluruh unsur dalam instansi pemerintah atau Kemen-terian/Lembaga/ Pemerintah Daerah (K/L/Pemda). Seiring dengan penetapan Zona Integritas (ZI) di berbagai Kementerian/Lembaga/ Pemerintah Daerah (K/L/Pemda), diharapkan salah satu sasarannya yaitu unit pelayanan publik. Tidak hanya didorong untuk memperbaiki diri, namun juga didorong untuk menciptakan hubungan yang baik dengan masyarakat sebagai stakeholder utama. Muaranya, agar antara pemerintah sebagai pelayan publik dan masyarakat sebagai pengguna layanan dapat saling mendukung untuk sebuah peningkatan kualitas layanan yang lebih baik. Berdasarkan data Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tahun 2011, terdapat 10 instansi pemerintah dengan layanan publik terbaik dan minim suap atau memiliki integritas terbaik. Salah satunya adalah Kementerian Perhubungan dengan nilai integritas 7,47 atau urutan ke 6 dari 10 instansi pemerintah. Semoga hal tersebut dapat menjadi langkah awal bagi pimpinan untuk mencanangkan Zona Integritas di Kementerian Perhubungan.
Vol. 7 No. 1 Tahun 2012
PROFIL Nelson Barus - Inspektur IV
Kerja Keras dan Disiplin Kunci Dari Kesuksesan Nelson Barus, begitulah ia biasa disapa--adalah pejabat baru di Inspektorat Jenderal sebagai Inspektur IV sejak tahun ini. Walaupun beliau baru bergabung dengan Inspektorat, namun kiprah nya sudah sangat lama di Kementerian Perhubungan. Lahir di Kaban Jahe, Kabupaten Karo Provinsi Sumatera Utara 54 tahun yang lalu, Nelson kecil tumbuh di sebuah kota yang terletak sekitar 76 km dari pusat kota Medan dengan panorama 2 gunung api yang masih aktif, yakni Gunung Sinabung dan Gunung Sibayak.
M
enghabiskan masa kecil sampai menamatkan Sekolah Menengah Atas di Kota Medan memberikan Nelson muda bekal keberanian dan tantangan untuk melanjutkan pendidikannya ke Perguruan Tinggi. Pilihannya jatuh pada kota Yogyakarta, tidak tanggung-tanggung berbekal kecerdasan dan kerja keras mengantarkan beliau mendapatkan 2 gelar akademik pada 2 Universitas terkemuka di kota gudeg tersebut, yaitu Sarjana Muda Ekonomi jurusan Administrasi Keuangan di Universitas Gadjah Mada dan Sarjana Ekonomi jurusan Ekonomi Perusahaan di Universitas Islam Indonesia. Kedua-duanya diselesaikan pada tahun yang sama yaitu tahun 1982. Dengan modal 2 ijasah dan tekad yang kuat, anak kedua dari enam bersaudara ini mengikuti ajakan teman-temannya untuk mengadu nasib di Jakarta. Keinginan untuk menjadi Pegawai Negeri Sipil sebenarnya tidak disetujui oleh ayahnya. Sang ayah menginginkan anaknya menjadi pebisnis seperti dirinya. Namun keinginan Nelson muda ini begitu kuat hingga mengantarkannya lulus tes CPNS pada tahun 1984 pada 3 Departemen yaitu Departemen Dalam Negeri, Departemen Vol. 7 No. 1 Tahun 2012
ESDM, dan Departemen Perhubungan. Melalui perenungan sebuah petuah tentang kemudi dan sekrup, menjadikan beliau memilih Kementerian Perhubungan sebagai pilihan dan titian karier yang dapat menjadikan beliau tidak hanya menjadi sebuah sekrup tapi juga menjadi kemudi. Memulai kariernya di Kementerian Perhubungan pada tahun 1985 suami dari Meryna Sembiring ini langsung ditempatkan di Biro Keuangan Sekretariat Jenderal Inspektorat Jenderal Kementerian Perhubungan. Selanjutnya beliau diangkat sebagai Atase Perhubungan pada tahun 2007-2011. Tidak hanya sukses di bidang pekerjaan saja dalam bidang pendidikan pun beliau berhasil menyelesaikan pendidikan pasca sarjananya pada jurusan Manajemen pada tahun 1977. Pendidikan merupakan hal penting dalam kehidupan, demikian pesan beliau yang telah berhasil mendidik anak-anaknya. Anak pertamanya dari tiga bersaudara, tahun ini akan menyelesaikan kuliahnya di ITB Bandung, sementara anak keduanya tugas mengikuti pendidikan di Michigan University, USA, Jurusan Mechanical Enginer dengan beasiswa, sedangkan yang 3
PROFIL
bungsu masih sekolah di SMUN 8 Jakarta. Setelah malang melintang selama 22 tahun dalam berbagai posisi mulai dari Kepala Sub Bagian sampai dengan Kepala Bagian terus ditekuninya, hingga sekembalinya tugas dari Jepang sebagai Atase Perhubungan di Jepang, belliau mendapat amanah untuk menjabat sebagai Inspektur IV. Tentu saja jabatan tersebut merupakan hal baru bagi beliau, namun hal itu tidak menjadikan beliau patah semangat. Dengan menantang diri sendiri, bersemangat untuk mempelajari hal lain dengan meminta bantuan kepada seluruh pihak yang berkepentingan baik itu bawahan, sesama rekan kerja atau bahkan pimpinan untuk mengajarkan halhal yang beliau belum pahami. Menurutnya, pengalaman yang pernah duduk sebagai auditi dan kini menjadi aparat pengawasan, tugas baru yang dititipkan kepada beliau bukan hal yang sangat berbeda. Pengetahuan dan pengalaman yang dahulu didapat selama di Biro Keuangan sangat membantu pekerjaan saat ini. Berbagai penge-tahuan dan pengalaman tersebut berguna untuk mengetahui bagaimana melihat kelemahan sebuah sistem yang ada dan bagaimana cara mengatasinya. Pandangan Beliau terkait dengan Pembangunan Zona Integritas Inspektorat Jenderal sebagai jantung pe4
ngawasan di lingkungan Kementerian Perhubungan tidak boleh berhenti dalam memompa darah pemberantasan korupsi. Secara dinamis setiap kegiatan memiliki tahapan untuk maju dan setiap tahapan haruslah memiliki proses yang berkesinambungan sesuai cita-cita Bangsa ini. Gerakan yang harus dibangun oleh Inspektorat Jenderal haruslah gerakan yang holistic dan terintegrasi yaitu memiliki kedisiplinan dalam penerapan peraturan adil tidak pandang bulu serta konsisten. Salah satu langkah dalam mencapai Wilayah Bebas Korupsi (WBK) adalah tidak lepas dari kesejahteraan pegawai didalamnya, untuk itu Inspektorat Jenderal memiliki peran penting dalam mendorong tercapainya remunerasi. Di kutip dari semboyan hidup beliau, “why not the best, next time better”. Itulah harapan yang ingin diwujudkan oleh beliau. Jika tidak dapat melakukan yang terbaik hari ini, kesempatan berikutnya kita harus melakukan yang lebih baik lagi untuk mendapatkan hasil yang terbaik. Kerja keras dan disiplin merupakan cara yang beliau terapkan dalam melaksanakan semua tugas yang diamanahkan dan kepadanya. Penulis, Laili Fithri Hidayati Tetria Yunik Dewi Pamungkas
Vol. 7 No. 1 Tahun 2012
PERATURAN
MEMBANGUN ZONA INTEGRITAS MENUJU WILAYAH BEBAS DARI KORUPSI Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia menetapkan Peraturan Menteri Nomor 20 Tahun 2012 Tentang Pedoman Umum Pembangunan Zona Integritas Menuju Wilayah Bebas Dari Korupsi (WBK). Latar belakang terbitnya peraturan tersebut adalah belum optimalnya pelaksanaan Instruksi Presiden Nomor 5 tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi, baik itu ditingkat pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Instruksi yang minim sekali implementasinya menurut peraturan ini adalah instruksi ke-5 dimana instruksi tersebut memerintahkan kepada seluruh pimpinan instansi pemerintah di pusat dan daerah untuk melaksanakan program wilayah bebas dari korupsi (WBK).
P
ermenpan & RB Nomor 20 Tahun 2012 tentang Pedoman Umum Pembangunan Zona Integritas Menuju Wilayah Bebas Dari Korupsi (WBK) terdiri dari 3 (tiga) buah pasal dan 5 (lima) BAB pada lampiran. Inti dari peraturan tersebut adalah sebagai pedoman/ acuan bagi pejabat di lingkungan Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah dalam rangka membangun Zona Integritas Menuju WBK. Adapun maksud dan tujuan yaitu : 1. Pedoman ini dimaksudkan sebagai acuan bagi pimpinan K/L/Prop/Kab/ Kota dalam membangun Zona Integritas mewujudkan WBK di lingkungan instansi masing-masing. 2. Tujuan penyusunan pedoman ini adalah memberikan keseragaman pemahaVol. 7 No. 1 Tahun 2012
man dan tindak dalam membangun zona integritas menuju WBK. Apabila dilihat dari definisinya, zona integritas adalah sebutan atau predikat yang diberikan kepada K/L/ Pemda yang pimpinan dan jajarannya mempunyai niat (komitmen) untuk mewujudkan birokrasi yang bersih dan melayani. Predikat tersebut tidak datang begitu saja melainkan ada beberapa hal yang harus dilalui diantaranya dengan melakukan penandatanganan dokumen pakta integritas tidak hanya oleh pimpinan tapi juga seluruh pegawai yang di lingkungan unit kerja yang bersangkutan. Hal ini masuk dalam kategori pencanangan zona integritas sebagaimana tercantum dalam peraturan ini. Penandatanganan pakta integritas diharapkan bukan suatu formalitas belaka, namun 5
PERATURAN benar-benar dapat diimplementasikan. Berdasarkan survey yang dilakukan oleh Transparency International (organisasi internasional non pemerintah yang didirikan di Jerman, mempunyai tujuan memerangi korupsi), tahun 2011 Indonesia menempati urutan ke 100 dari 183 negara dengan Corruption Perception Index sebesar 3,0, naik 0,2 dibandingkan dengan tahun sebelumnya (Kompas, 1 Desember 2011), ada perubahan namun tidak signifikan dalam hal pemberantasan korupsi. Perlu ada suatu langkah besar dan strategis untuk menaikkan nilai indeks tersebut. Pedoman selanjutnya adalah pembangunan zona integritas. Apabila suatu K/L/Pemda telah mencanangkan zona integritas di wilayahnya masing-masing, selanjutnya adalah mewujudkan komitmen pencegahan korupsi melalui pelaksanaan kegiatankegiatan pencegahan korupsi yang nyata (konkrit) secara terpadu dan disesuaikan dengan kebutuhan K/L/Pemda yang bersangkutan. Langkah yang mungkin dapat ditiru oleh K/L/Pemda di seluruh Indonesia adalah seperti yang dilakukan oleh Provinsi Jawa Timur. Sebagai bentuk komitmennya dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih
6
dan bebas dari KKN, telah ditetapkan Zona Integritas dalam Keputusan Gubernur Nomor 188/663/KPTS/013/2011 tanggal 28 Nopember 2011. Dalam keputusan tersebut, Gubernur menetapkan bahwa sebagai langkah awal pelaksanaan zona integritas dilaksanakan pada Unit Pelaksana Teknis Pelayanan Perijinan terpadu (P2T) pada Badan penanaman Modal Provinsi Jawa Timur, dan Unit Pelaksana teknis Lalu Lintas dan Angkutan Jalan pada Dinas Perhubungan dan Lalu Lintas Angkutan Jalan Provinsi Jawa Timur. Menurut penasihat Komisi Pemberantasan Korupsi Abdullah Hehamahua, berdasarkan kajian dan pengalaman setidaknya ada 8 (delapan) penyebab terjadinya korupsi di Indonesia, yaitu : 1. Sistem penyelenggaraan negara yang keliru. 2. Kompensasi PNS yang rendah. 3. Pejabat yang serakah. 4. Law Enforcement tidak berjalan. 5. Hukuman yang ringan terhadap koruptor. 6. Pengawasan yang tidak efektif. 7. Tidak ada keteladanan pemimpin. 8. Budaya masyarakat yang kondusif KKN. (Sumber : Djaya, Ermansyah., MemberantasKorupsi Bersama KPK, Sinar Grafika : 2010)
Vol. 7 No. 1 Tahun 2012
PERATURAN Setelah diketahui setidaknya terdapat 8 (delapan) penyebab korupsi, pencegahan korupsi yang bersifat konkrit seperti dijabarkan dalam Permenpan nomor 20 tahun 2012 antara lain adalah dengan sosialisasi/pelatihan/kampanye anti korupsi, penyampaian LHKPN, pembentukan unit pengendalian gratifikasi, penyusunan kode etik pegawai, penyediaan sistem dan sarana pengaduan masyarakat (whistle blower system), kajian dalam rangka perbaikan sistem dan kegiatan-kegiatan lain yang
60 tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah pasal 47 ayat (2) Untuk memperkuat dan menunjang efektifitas sistem pengendalian intern, dilakukan pengawasan intern atas penyelenggaraan tugas dan fungsi instansi pemerintah termasuk akuntabilitas keuangan negara. Pengawasan intern tersebut dilakukan oleh aparat pengawasan intern pemerintah. Posisi Inspektorat Jenderal pada masingmasing Kementerian mempunyai tugas penting untuk melakukan pengawasan internal, sehingga hal-hal lain seperti sosialisasi anti korupsi, pembenahan terhadap peraturan atau perbaikan sistem prosedur dapat berjalan seiring sejalan dengan tugas pengawasan.
merupakan inisiatif dari K/L/Pemda. Hal lain yang dapat secara paralel dilakukan antara lain : penataan/penyempurnaan di bidang kelembagaan, sumber daya manusia, ketatalaksanaan, peraturan perun dang-undangan, penguatan pengawasan dan akuntabilitas, peningkatan pelayanan publik serta perubahan budaya kerja.
Selanjutnya dalam Permenpan dan RB nomor 20 tahun 2012 menjelaskan pula tentang proses pembangunan unit kerja berpredikat WBK. Proses tersebut meliputi 3 (tiga) hal, yaitu identifikasi, penilaian dan penetapan. Setelah proses pembangunan Zona integritas berlangsung dalam waktu yang dinilai memadai, pimpinan K/L/ Pemda yang memperoleh opini dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas laporan keuangan sekurang-kurangnya Wajar Dengan Pengecualian (WDP), melakukan identifikasi unit kerja yang dianggap berkinerja baik dan dapat diusulkan menjadi unit kerja yang berpredikat WBK.
Banyak hal dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya korupsi. Dalam suatu K/L/ Pemda, setidaknya terdapat pengawas internal yang akan mengawasi secara keseluruhan kegiatan yang ada di K/L/Pemda ybs. Perlu adanya pengendalian intern untuk mendeteksi dan mencegah korupsi (Suradi, 2006). Pernyataan tersebut diperkuat lagi dalam Peraturan Pemerintah nomor
Dalam tahap penilaian, Tim Independen yang terdiri dari Kementerian PAN dan RB, KPK dan Ombusdman Republik Indonesia akan melakukan penilaian terhadap unit kerja yang diusulkan telah memenuhi syarat untuk mendapatkan predikat WBK. Penilaian dimulai dengan indikator mutlak kemudian dilanjutkan dengan indikator operasional. Setelah tahap penilaian sele-
Vol. 7 No. 1 Tahun 2012
7
PERATURAN sai, tahap selanjutnya adalah penetapan. Berdasarkan usulan/rekomendasi dari Tim Penilai Independen, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi menerbitkan Keputusan yang menetapkan unit kerja tersebut sebagai unit kerja berpredikat WBK. Sedangkan unit kerja berpredikat wilayah birokrasi bersih dan melayani (WBBM) ditetapkan oleh presiden. Setelah ditetapkan sebagai WBK/WBBM, perlu dilakukan pembinaan dan pengawasan. Model pembinaan dan pengawasan yang diatur dalam Permenpan ini adalah sebagai berikut : a. Pembinaan, dilakukan tidak hanya kepada unit kerja tapi juga kepada pegawai dari unit kerja yang bersangkutan. Terhadap unit kerja, pembinaan dilakukan dengan cara memberikan asistensi perbaikan sistem dan prosedur, fasilitas yang memadai, atau pelatihan teknis. Sedangkan terhadap pegawai, pembinaan dilakukan dalam bentuk berbagai pelatihan anti korupsi termasuk melalui pendekatan agama dengan menggunakan metode yang sesuai dengan tingkat usia (Andragogi). b. Pengawasan, dilakukan oleh masyarakat atau tim independen yang ditunjuk oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan RB. Predikat WBK dapat dicabut oleh Menteri apabila hasil laporan dari masyarakat dan tim independen terbukti kebenarannya. Pengawasan dari masyarakat tidak hanya diatur dalam Permenpan & RB Nomor 20 tahun 2012. Peraturan yang lebih tinggi mengatur tentang peran serta masyarakat dalam upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi diatur dalam UndangUndang nomor 21 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, 8
pasal 41 ayat (2) yang menyatakan bahwa peran serta masyarakat dapat diwujudkan dalam bentuk hak mencari, memperoleh, dan memberikan informasi adanya dugaan telah terjadi tindak pidana korupsi. Kesimpulan Korupsi bukan hal baru, keberadaannya mungkin sampai dengan saat ini belum dapat dihilangkan. Namun dengan munculnya Peraturan Menpan & RB Nomor 20 tahun 2012, diharapkan pemberantasan korupsi dapat lebih ditingkatkan lagi sehingga indeks persepsi korupsi Indonesia dapat meningkat secara signifikan. Satu hal yang perlu dicermati dari isi Permenpan tersebut adalah Komitmen Pimpinan. Sebagai decision maker pada suatu unit kerja, sepertinya komitmen pimpinan untuk membangun zona integritas menuju WBK adalah hal mutlak wajib ada. Mencuplik sedikit apa yang diajarkan Bapak Ki Hajar Dewantoro (Tokoh dan Pelopor Pendidikan di Indonesia), seorang pemimpin harus ing ngarso sung tulodho (memberikan teladan), ing madya mangun karso (mampu menggerakkan orang-orang disekitarnya), dan tut wuri handayani (mampu mengendalikan dari belakang, mengarahkan dan mendorong orang-orang agar bergerak maju sesuai dengan tujuan yang ditetapkan). Namun, pimpinan tanpa bawahan juga tidak akan ada artinya. Kerjasama diantara keduanya yang akan menentukan sukses atau tidaknya suatu organisasi dalam mencapai visi dan misi yang sudah ditetapkan. Ketika Pimpinan sudah berkomitmen, maka bawahannya pun juga harus melaksanakannya secara konsisten. Penulis, Ruri Martini Dewi
Vol. 7 No. 1 Tahun 2012
NARASUMBER
UPAYA PENERAPAN INTEGRITAS PELAYANAN PUBLIK
DINAS PERHUBUNGAN, KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA (DINHUBKOMINFO) PROVINSI JAWA TENGAH
Sambutan hangat dan ramah dari Bapak Urip Sihabudin, SH, MH saat kami berkesempatan mewawancarai Kepala Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Provinsi Jawa Tengah pada hari Kamis, 14 Juni 2012 bertempat di Jalan Siliwangi 355-357 Semarang. Pria kelahiran Brebes, 24 Desember 1966 kuliah S1 dibidang Hukum dan beliau melanjutkan S2 jurusan Magister Hukum ini mulai menjawab satu persatu pertanyaan Tim Jurnal dengan lugas. ini mengacu kepada PP No.42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil; 4. Sedangkan upaya untuk pencegahan korupsi adalah dengan Pengawasan dan Pengendalian terhadap pelaksanaan anggaran.
K
omitmen untuk pemberantasan korupsi di wujudkan dalam bentuk Zona Integritas (ZI) sebagai persiapan menuju Wilayah Bebas Korupsi (WBK). Dalam rangka mempercepat Indeks Persepsi Korupsi (IPK) dengan cara percepatan reformasi birokrasi dan peningkatan pelayanan publik secara konsisten. Untuk mewujudkan Wilayah Bebas Korupsi di Dinhubkominfo Provinsi Jawa Tengah telah melakukan beberapa upaya yaitu : 1. Penandatangan Pakta Integritas semua staf, pejabat dan termasuk petugas Jembatan Timbang; 2. Penyampaian Laporan Hasil Kekayaan Negara (LHKPN) tahun 2011 telah dilaporkan kepada KPK; 3. Penyusunan Kode Etik Pegawai saat Vol. 7 No. 1 Tahun 2012
Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika (Dinhubkominfo) bertugas untuk melakukan pembangunan, kontrol dan perbaikan di Sektor Perhubungan, Komunikasi dan Informatika di Provinsi Jawa Tengah. Unit Kerja yang ada pada Dinhubkominfo terdiri dari 1 Sekretariat, 7 Bidang dan 10 Unit Pelayanan Perhubungan (UPP) yang
9
NARA SUMBER
tersebar di Semarang, Pekalongan, Tegal, Banyumas, Kebumen, Magelang, Surakarta, Wonogiri, Salatiga dan Pati. Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya Dinhubkominfo mempunyai Visi “Terwujudnya Pelayanan dan Pengembangan Perhubungan Komunikasi Publikasi
10
Informasi dan Telematika yang efektif dan efisien di Provinsi Jawa Tengah.” Jenis Pelayanan Publik Sektor Perhubungan di Prov. Jateng ini mayoritas berada di bidang Angkutan Jalan, Transportasi Darat dan beberapa berada di bidang Transpor-
Vol. 7 No. 1 Tahun 2012
NARA SUMBER 2. Perpanjangan Kartu Pengawasan (KP) dan Kartu Jam Perjalanan (KJP); 3. Ijin Insidentil; 4. Ijin Rekomendasi Bus AKAP/Pariwisata/ Sewa; 5. Ijin Pemakaian Dermaga Untuk Kepentingan Sendiri (DUKS); 6. Surat Persetujuan Ijin Trayek/Operasional (SPIT/O); 7. Surat Registrasi Uji Tipe (SRUT); 8. Surat Keterangan Rubah Bentuk; 9. Ijin Usaha Jasa Transportasi.
tasi Laut. Seluruh proses pelayanan publik dilaksanakan sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang berlaku. Terdapat pelayanan Publik yang sifatnya Dekosentrasi seperti Pelayanan Sertifikat Registrasi Uji Tipe (SRUT), Ijin Pemakaian Dermaga untuk kepentingan sendiri, dll. Untuk Penyelenggaraan Pelayanan Publik disediakan Fasilitas Pelayanan Satu Pintu, dengan fasilitas tersebut maka seluruh pelayanan publik termasuk pelayanan perizinan dilayani dalam satu ruangan. Proses kegiatannya mulai dari permohonan sampai dengan pernyataan selesainya proses pelayanan publik kepada masyarakat dilayani diruangan tersebut. dengan pernyataan selesainya proses pelayanan publik kepada masyarakat dilayani diruangan tersebut. Contoh-contoh Pelayanan Administrasi (Perijinan) yang diterbitkan oleh Dinhubkominfo Provinsi Jawa Tengah, adalah : 1. Retribusi Ijin Trayek; Vol. 7 No. 1 Tahun 2012
Salah satu upaya untuk memberikan kemudahan kepada masyarakat, Dinhubkominfo Provinsi Jawa Tengah telah melimpahkan hampir sebagian besar proses perizinan dibidang angkutan kepada Unit Pelayanan Perhubungan (UPP) yang tersebar di 10 kota/kabupaten. Dengan pelimpahan ini, maka pelayanan perizinan menjadi semakin mudah dan cepat. Disisi lain, data perizinan tetap terintegrasi ke kantor Dinhubkominfo Provinsi Jawa Tengah. Dinhubkominfo Provinsi Jawa Tengah selalu berkomitmen untuk bekerja secara profesional serta terus berupaya melakukan pengembangan untuk peningkatan kualitas pelayanan publik dan mendorong peran serta masyarakat dibidang Transportasi, Komunikasi dan Informatika. Peningkatan pelayanan publik degan Pelayanan Satu Atap / One Stop Services, Online System Perijinan Trayek, Online System Jembatan Timbang, Evaluasi secara berkala, serta pemasangan CCTV, telah mendapatkan pengakuan dengan sertifikat ISO 9001 : 2008 untuk Pelayanan Izin Trayek Angkutan Antar Kota dan Provpinsi (AKDP). Tim Jurnal, Amirulloh Martha Adiputra Rangga Prasetya D.
11
NARA SUMBER
Penerapan Zona Integritas dan Integritas Pelayanan Publik Dinas Perhubungan dan LLAJ Provinsi Jawa Timur Stop KKN! Slogan itu pasti sudah tidak asing lagi bagi kita. Kalimat tersebut terkadang masih dianggap utopia/mimpi bagi sebagian orang yang pesimis, namun bukankah ada sebagian lagi yang optimis hal itu dapat dilakukan?
Kepala Dinas Perhubungan dan LLAJ Prov. Jawa Timur
P
rovinsi Jawa Timur merupakan salah satu provinsi yang ingin menghilangkan stigma masyarakat yang menyatakan bahwa KKN tidak dapat dihilangkan. Beberapa waktu lalu, tepatnya tanggal 06 Maret 2012, di Gedung Negara Grahadi Surabaya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencanangkan Provinsi Jawa Timur sebagai Provinsi pertama yang menerapkan Zona Integritas (ZI) anti korupsi. Zona Integritas adalah sebutan atau predikat yang diberikan kepada suatu K/L/Pemda yang pimpinannya mempunyai komitmen mencegah terjadinya korupsi. Program kegiatan pencegahan korupsi, peningkatan kualitas pelayanan publik, dan reformasi birokrasi di lingkungan kerja Pemerintah Provinsi Jawa Timur merupakan program utama yang menjadi tanggung jawabnya. Kegiatan tersebut diawali dengan penandatanganan Pakta Integritas oleh seluruh pegawainya. Penetapan ZI itu sendiri se12
benarnya sudah dilakukan oleh Provinsi Jawa Timur sejak tahun 2011 dengan dikeluarkannya Keputusan Gubernur Jawa Timur Nomor 188/663/KPTS/013/2011 tentang Pembentukan Zona Integritas. ZI pada tahap awal telah dilaksanakan pada Unit Pelaksana Teknis Lalu Lintas dan Angkutan Jalan pada Dinas Perhubungan dan Lalu Lintas Angkutan Jalan Provinsi Jawa Timur. Berikut adalah petikan komitmen tegas Gubernur Jatim, DR. H Soekarwo, SH, M.Hum berkaitan dengan ZI. “Saya tidak mentolerir dan tidak segan memecat jika ada praktek pungli di jembatan timbang terulang lagi. Saya serius betul menangani etalase pelayanan publik di jembatan timbang.” Jumat 15 Juni 2012 Tim jurnal berkesempatan untuk melakukan wawancara dengan Kepala Dinas Perhubungan Provinsi Jawa Timur. Wawancara diawali dengan penjelasan dari Kepala Dinas Perhubungan tentang penerapan Zona Integritas dan Integritas pelayanan publik sesuai dengan Peraturan Menteri Pendayagunaan Apartur Negara dan reformasi birokrasi Nomor 20 tahun 2012. Upaya yang telah dilakukan di lingkungan Dinas Perhubungan dan LLAJ Jatim adalah dengan melakukan penandatanganan pakta integeritas oleh seluruh pegawai. Hal tersebut dilakukan guna mengikat komitmen para pejabat dan pegaVol. 7 No. 1 Tahun 2012
NARA SUMBER wai untuk tidak melakukan tindakan korupsi. Selain penandatangan pakta integritas, penyampaian Laporan Hasil Kekayaan Pejabat Negara juga sudah dilakukan. Anggapan bahwa jembatan timbang adalah wilayah yang rentan terhadap korupsi tidak dipungkiri oleh Kadishub Provinsi jawa Timur Ir. Wahid Wahyudi, MT. Untuk menghilangkan anggapan tersebut, perlahan namun pasti dilakukan upaya dengan mengurangi seminimal mungkin campur tangan petugas pada jembatan timbang. Kadishub Provinsi Jatim sejak tahun 2010 ini menyatakan bahwa dulu ada keresahan masyarakat akan adanya kegiatan pungutan liar (Pungli) yang kerap terjadi di jembatan timbang. Kegiatan pungli sudah menjadi sistem yang sulit dihilangkan karena hampir semua petugas bermain “kotor”. Muncul gagasan dari Gubernur Jatim sendiri untuk menghapuskan praktek pungli tersebut sampai benar-benar bersih. Bagi Dinas Perhubungan gagasan tersebut merupakan tantangan untuk membereskan masalah pungli di 20 jembatan timbang Jatim. Dinas Perhubungan Propinsi Jatim dapat dikatakan membuat terobosan yang cukup berani dan cerdas dengan mengganti semua sistem manual dengan full compu-
terized. Perubahan sistem pelayanan yang semula manual menjadi computerized system adalah salah satu upaya untuk mewujudkan ZI. Pada awalnya perubahan tersebut banyak mengalami kendala dan protes, namun bisa diminimalisir sampai akhirnya hilang dan tercapai tujuan bersama yaitu mewujudkan pelayanan masyarakat yang prima dan bebas korupsi. Komitmen terhadap peningkatan kinerja jembatan timbang antara lain dilakukan dengan : 1. Penandatangan pakta integritas oleh petugas jembatan timbang (Desember 2010); 2. Peningkatan koordinasi dengan POLRI melalui penandatanganan MoU antara Gubernur dengan KAPOLDA JATIM No.120.1/015/012/2011 dan KB/05/ III/2011 tentang peningkatan kesadaran tertib berlalu lintas dalam rangka pengangkutan barang di jalan dan jembatan timbang di Jawa Timur; 3. Sebagai obyek evaluasi penilaian pelayanan publik sektor perhubungan di Jawa Timur oleh KPK; 4. Pemberian bantuan transportbkepada petugas (jembatan timbang dan Polri) melalui dana APBD; 5. Proses MoU dengan BPK, terkait dengan pengawasan dan pelaporan on-
Spanduk Wilayah Bebas Korupsi terpasang pada area pelayanan publikdi Kantor Dinas Perhubungan dan LLAJ Prov. Jawa Timur
Vol. 7 No. 1 Tahun 2012
13
NARA SUMBER
Wawancara Tim Jurnal dengan Ka. Dishub dan LLAJ Prov. Jawa Timur
line; 6. Proses reviu Perda Kelebihan Muatan (Perda 7/2002). Dengan sistem computerized semua data secara otomatis masuk dan ditampilkan pada layar, sehingga pengemudi dapat melihat langsung apakah muatannya berlebih atau tidak. Selain itu data yang masuk pada semua jembatan timbang di Jatim juga rekaman CCTV pada masing-masing jembatan timbang secara otomatis langsung terkoneksi dan tersimpan dengan baik di pusat data transportasi (JTCC) yang berada di kantor Dinas Perhubungan Provinsi Jatim. JTCC diresmikan pada 27 oktober 2011 dengan tujuan untuk dapat meningkatkan mutu pelayanan masyarakat akan jasa sehingga tercipta pelayanan yang tertib, teratur, tanggap dan bertanggung jawab terhadap keselamatan jasa perhubungan, serta dengan mengedepankan system Teknologi Informasi dapat memacu pola kerja yang gesit, transparan, mudah diakses dan dapat dipercaya. Dalam hal pengawasan jembatan timbang selain pemantauan rutin dari JTCC, Dishub Jatim juga membuat tim khusus untuk melakukan inspeksi mendadak (sidak). Selain oleh tim khusus Dishub, sidak juga dilakukan oleh tim khusus Gubernur. Adanya reward dan punishment yang jelas 14
dan konsisten juga berpengaruh terhadap pelaksanaan zona integritas. Kadishub mengatakan bahwa pegawai jembatan timbang melalui dana APBD diberikan penghasilan tambahan yang terdiri dari Honor lembur (2 shift, pagi 3 jam, malam 4 jam) dan jaminan makan untuk petugas jembatan timbang dan Polri. Hal lain dalam implementasi WBK di jembatan timbang adalah pengangkatan tenaga honorer swadana menjadi tenaga honorer daerah, mengikat sikap dan perilaku petugas jembatan timbang dengan menerapkan kode etik dan sosialisasi kepada pengusaha angkutan barang tentang penerapan zona integritas menuju WBK di jembatan timbang. Lebih lanjut lagi Kadishub menuturkan bahwa ke depannya di jembatan timbang yang memiliki area cukup luas akan diadakan pengembangan kawasan untuk rest area sehingga masyarakat bisa menikmati jembatan timbang sebagai area public service yang baik. Pada akhir wawacara beliau berharap dengan adanya penertiban jembatan timbang dapat tercipta jembatan timbang yang bersih dan berwibawa, serta bebas dari pungutan liar. Tim Jurnal : Ruri Martini Dewi, SH, M.Sc Brigita Maria Viantine, S.Si
Vol. 7 No. 1 Tahun 2012
NARA SUMBER
Pelayanan Publik dan Zona Integritas Administrator Pelabuhan Kelas I Banjarmasin Pelayanan Publik memiliki peran penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Salah satu kewajiban pemerintah sesuai amanat Undang-undang No. 25 tahun 1999 tentang Pelayanan Publik adalah melayani setiap warga Negara dan penduduk untuk memenuhi hak dan kebutuhan dasarnya. Undang Undang tersebut menuntut pemerintah sebagai penyelenggara Pelayanan Publik memberikan pelayanan yang berkualitas sesuai perkembangan kebutuhan masyarakat. Adapun yang menjadi harapan dan dambaan masyarakat adalah Layanan Publik yang responsive, transparan, partisipatif, akuntabel, serta bebas dari KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme).
U
ntuk membangun Pelayanan Publik yang berorientasi kepada kepentingan publik, dibutuhkan administrasi atau birokrasi yang profesional. Sebelum sampai pada pelayanan publik, sebaiknya kita mengenal terlebih dahulu tentang Administrasi Publik. Menurut Soesilo Zauhar (dosen Ilmu Administrasi Publik, Universitas Brawijaya), Administrasi Negara/Publik adalah proses kerjasama yang berlaku dalam organisasi publik dalam rangka memberikan pelayanan publik. Admintrasi publik atau dahulu dikenal dengan Administrasi Negara pada dasarnya adalah sebuah bentuk kerjasama administrasi yang dikerjakan oleh 2 orang atau lebih untuk mencapai tujuan bersama. Sedang tujuan (goal) dari Administrasi Publik adalah Publik Service atau Pelayanan Publik. Vol. 7 No. 1 Tahun 2012
Didalam hukum Administrasi Negara Indonesia, istilah pelayanan publik diartikan sebagai “segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah sebagai upaya pemenuhan kebutuhan orang, masyarakat, instansi pemerintah dan badan hukum maupun sebagai pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan” Dalam rangka optimalisasi pencegahan korupsi di sektor pelayanan publik dan 15
NARA SUMBER membantu lembaga publik mempersiapkan upaya-upaya pencegahan korupsi, KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) sejak tahun 2007, setiap tahun melakukan survey integritas sektor publik. Unsur penilaiannya terdiri dari Pengalaman Integritas (pengalaman responden terhadap tingkat korupsi yang dialaminya) dan Potensial Integritas (Faktor-faktor yang berpotensi menyebabkan terjadinya korupsi yang dipersepsikan oleh responden). Sebagai informasi, penilaian KPK terhadap Integritas Pelayanan Publik di lingkungan Kementerian Perhubungan mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Jika pada tahun 2010 berada di peringkat 47 (empat puluh tujuh) dengan nilai IPK (Indeks Persepsi Korupsi) 4,21, maka setahun kemudian yaitu pada tahun 2011 mendapat peringkat 6 (enam) dengan nilai IPK 7,47. Hal ini merupakan lonjakan prestasi membanggakan yang dapat dijadikan “momentum” untuk memacu langkah lebih cepat guna mencapai pelayan publik yang prima di lingkungan Kementerian Perhubungan. Selanjutnya untuk mengetahui implementasi Pelayanan Publik di salah satu unit kerja di lingkungan Kementerian Perhubungan, tim Jurnal Transparansi telah melakukan audiensi dengan Kepala Adpel (Administrator Pelabuhan) Kelas I Banjarmasin. Adpel Kelas I Banjarmasin merupakan salah satu Unit Pelaksana Teknis (UPT) di lingkungan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, yang memiliki tugas melaksanakan Pemberian Pelayanan Lalu Lintas dan Angkutan Laut, Keamanan 16
dan Keselamatan Pelayaran di perairan pelabuhan untuk memperlancar angkutan laut. Dari hasil audiensi dengan Capt. Yulius The, didampingi oleh Kepala Bagian Tata Usaha Bapak Nano Sunarno, diketahui bahwa Adpel Kelas I Banjarmasin telah melakukan langkah awal Pembangunan Zona Integritas dengan berkomitmen terhadap pemberantasan korupsi. Walaupun penandatanganan Pakta Integritas baru dilakukan oleh Kepala Adpel Kelas I Banjarmasin, namun kedepan penan-
datanganan Pakta Integritas akan dilakukan oleh seluruh pegawai. Kegiatan-kegiatan pencegahan korupsi telah dilakukan antara lain: beberapa pejabat yang wajib mengisi LHKPN (Laporan Hasil Kekayaan Pejabat Negara), telah melaporkan kepada KPK. Selain itu juga telah melakukan sosialisasi anti korupsi kepada seluruh pegawai dilingkungan Adpel Kelas I Banjarmasin. Diantara sekian banyak tugas dan fungsi yang diembannya, ayah dari 4 orang anak ini sangat menjunjung tinggi tanggung jawabnya sebagai pemimpin di kantornya. Vol. 7 No. 1 Tahun 2012
NARA SUMBER Beberapa tugas dan fungsi berkaitan langsung dengan publik/masyarakat/pengguna jasa pelabuhan merupakan pelayanan publik, yaitu : - Pemberian Surat Persetujuan Berlayar - Pengukuan, pendaftaran dan balik nama kapal - Pengurusan dokumen pelaut, perjanjian kerja laut dan penyijilan awak kapal - Penerbitan sertifikasi keselamatan kapal, surat ukur kapal, surat tanda kebangsaan kapal dan hipotek kapal. Dalam upaya percepatan reformasi birokrasi dan peningkatan pelayanan publik, Kepala Adpel Kelas I Banjarmasin telah melakukan berbagai langkah an-tara lain : - Memperbaiki dan melengkapi fasilitas kantor untuk mendukung pelayanan kepada masyarakat pengguna jasa kepelabuhanan, seperti ruang tunggu yang cukup nyaman, ruang rapat dan ruang sentral surat. Pengadaan fasilitas kantor seperti peralatan computer, laptop, printer dan penunjang lainnya menjadi prioritas utama. - Membangun ruang Layanan satu atap yaitu menyatukan Bidang Lalu Lintas dan Angkutan Laut dan Kepelabuhanan, Bidang Penjagaan dan Keselamatan (GAMAT), Bidang Kelaiklautan Kapal dan Bagian Tata Usaha dalam 1 (satu) tempat agar pelayanan dapat terpadu dengan baik. Sebelumnya terdapat 3 (tiga) bangunan yang terpisah, yaitu Bidang Lalu Lintas dan Angkutan Laut dan Kepelabuhanan, Bidang GAMAT dan Bidang Kelaiklautan Kapal menempati masing-masing bangunan. Hal ini menimbulkan ketidak nyamanan bagi pengguna jasa pelabuhan karena harus bolak baik dari gedung satu ke gedung lainnya. - Membangun ruang informasi dan konsultansi sebagai media untuk mensosialisasikan peraturan/kebijakan dan Vol. 7 No. 1 Tahun 2012
prosedur pelayanan baik kepada masyarakat maupun kepada pegawai dilingkungan Adpel Kelas I Banjarmasin. Selain itu dapat juga digunakan untuk briefing pimpinan kepada stafnya/ pegawai untuk memonitor dan memastikan prosedur pelayanan publik telah dipatuhi dan dijalankan sesuai aturan. - Menyusun SOP (Standar Operasional Prosedur) tentang pemanduan sebagai alat untuk memandu kapal keluar masuk melintasi wilayah kerja Adpel Banjarmasin. Selain itu juga prosedur yang baku untuk penerbitan Surat Persetujuan Berlayar, Persetuajuan Pemuatan Barang Berbahaya (Dangerous Goods), penerbitan Sertifikat Keselamatan Kapal, surat Ukur Kapal, Surat Tanda Kebangsaan Kapal dll. ‘- Melaksanakan Administrasi Publik sesuai SAP (Sistem Administrasi Perkantoran) pada Pelayanan Sentral Surat Terpadu. Pegawai yang tidak memiliki tugas pelayanan tidak diperkenankan untuk mengurus pelayanan administrasi. - Melaksanakan absensi dengan system digital, apel setiap minggu dan pembinaan pegawai yang berkesinambungan dalam rangka meningkatkan kualitas dan disiplin pegawai. Walaupun belum sepenuhnya melaksanakan Pembangunan Zona Integritas, namun langkah kongkret dalam pelaksanaan Pelayanan Publik yang telah dilakukan oleh Adpel Kelas I Banjarmasin menunjukkan komitmen yang tinggi dari pimpinan dan seluruh pegawainya dalam mendukung percepatan Reformasi Birokrasi Penulis: WIWI HARTI ANI SUSILANINGSIH LELY KURNIA SADIKIN
17
NARA SUMBER PENINGKATKAN PELAYANAN PUBLIK KANTOR SYAHBANDAR KELAS UTAMA TANJUNG PERAK SURABAYA
UPAYA MENUJU ZONA INTEGRITAS
Membangun Indonesia yang bebas korupsi menjadi keyakinan dan optimisme bersama dalam menatap masa depan Indonesia. Dengan mengumandangkan gerakan antikorupsi ke setiap pemerintah pusat maupun daerah, berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah. Salah satu upaya pencegahan korupsi di lingkungan Kementerian dan Lembaga Pemerintah Non-Kementerian adalah dengan membentuk Zona Integritas sebagai persiapan menuju Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK). giatan pelayanan pada dasarnya menyangkut pemenuhan suatu hak, yang melekat pada setiap orang, baik secara pribadi maupun berkelompok (organisasi) serta dilakukan secara universal.
Christian Paulus Wanda, S.Sos, M.H
B
erdasarkan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 20 Tahun 2012 tentang Pedoman Umum Pembentukan Zona Integritas Menuju Wilayah Bebas dari Korupsi, Zona Integritas tersebut dicirikan dengan program pencegahan korupsi sebagai bagian dari upaya percepatan reformasi birokrasi. Adapun upaya penerapan program tersebut melalui peningkatan pelayanan publik disertai dengan sosialisasi secara aktif dan konsisten. Sesungguhnya yang menjadi produk dari organisasi pemerintahan adalah pelayanan masyarakat (Public Service). Pelayanan tersebut diberikan untuk memenuhi hak masyarakat, baik itu merupakan layanan civil maupun layanan publik. Artinya ke18
Terdapat dua paradigma dalam pelayanan publik. Paradigma pertama adalah pelayanan publik, yang berorientasi pada pengelola pelayanan. Paradigma ini lebih bersifat birokratis, direktif dan hanya memperhatikan/ mengutamakan kepentingan pimpinan/organisasi pelayanan itu sendiri. Paradigma ini banyak mendapat keluhan dari masyarakat pengguna layanan karena kurang memperhatikan kepentingan masyarakat pengguna layanannya. Masyarakat sebagai pengguna layanan tidak memiliki hak apapun karena, suka tidak suka, mau tidak mau, mereka harus tunduk kepada pengelola pelayanan. Paradigma kedua adalah paradigma pelayanan publik yang berorientasi pada kepuasan pengguna layanan (customer driven government). Paradigma ini yang akan terus dikembangkan oleh pemerintah yang bersifat supportif dimana lebih memfokuskan diri pada kepentingan masyarakat pengguna layanan. Pengelola pelayanan harus mampu bersikap menjadi pelayan yang sadar untuk melayani dan bukan dilayani. Vol. 7 No. 1 Tahun 2012
NARA SUMBER Dalam rangka membangun Zona Intergritas tersebut, Kementerian Perhubungan tengah berupaya secara terus menerus meningkatkan sistem teknologi informasi agar dapat memberikan informasi terbaru kepada masyarakat/publik. Penetapan Zona Intergitas di lingkungan Kementerian Perhubungan alangkah baiknya jika segera ditetapkan, mengingat beberapa kementerian antara lain Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Kesehatan, telah mencanangkan Zona Integritas pada Unit Kerjanya, yang mencanangannya dihadiri oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Kementerian Perhubungan dengan Unit Pelaksana Teknis dan Satker Sementara sebanyak 560 UPT/ Satker Sementara yang tersebar dari Sabang sampai dengan Merauke. Pencanangan Zona Integritas hendaknya dimulai dari Unit Kerja Eselon II di lingkungan Kantor Pusat Sekretariat Jenderal, Inspektorat Jenderal, Direktorat Jenderal/Badan, Otoritas Pelabuhan Utama, Syahbandar Kelas Utama, Otoritas Bandar Udara. Dalam membangun Zona Integritas, yang tak kalah penting melaksanakan keterbukaan informasi publik sebagaimana diatur
Vol. 7 No. 1 Tahun 2012
dalam UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, guna memberikan informasi secara jelas dan proporsional kepada masyarakat luas. Pada tahun 2011 Kementerian Perhubungan meraih peringkat ke-4 sebagai Badan Publik paling terbuka dari Komisi Informasi Pusat. Kriteria penilaian dari Komisi Informasi Pusat yaitu berdasarkan informasi tentang regulasi keuangan, kinerja dan profil Kementerian yang terbuka kepada publik melalui portal/ website dan pelayanan informasi kepada publik secara langsung. Kantor Syahbandar Kelas Utama Tanjung Perak selaku Unit Pelaksana Teknis Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, melayani kepentingan publik dengan mottonya “Bekerja Dengan Nurani, melayani secara profesional dan Akuntabel“. Kantor yang dipimpim oleh Christian Paulus Wanda, S.Sos, M.H ini memiliki Visi “Melayani Dengan Nurani, Bekerja Secara Profesional ” dan Misi yaitu : 1. Melaksanakan pelayanan tepat w aktu, tepat mutu, santun dan profesional; 2. Menjaga dan melaksanakan akuntabilitas dan transparansi pelayanan masyarakat;
19
NARA SUMBER
3. Melaksanakan pelayanan dengan nurani sebagai bentuk pengabdian masyarakat. Dengan visi dan misi tersebut, Pria kelahiran Serui 26 Agustus 1954 ini mengatakan bahwa pencanangan zona integritas menuju wilayah bebas dari korupsi (WBK) di Kantor Syahbandar Kelas Utama Tanjung Perak diawali dengan penandatanganan Pakta Integritas para Pejabat. Selain itu berbagai kegiatan yang dilaksanakan Kantor Syahbandar Kelas Utama Tanjung Perak dalam rangka pencegahan korupsi, yaitu : 1. Penyampaian Laporan Harta Kekayaan Penyelenggaraan Negara (LHKPN) bagi Pejabat Eselon II ; 2. Sosialisasi tentang Kode Etik Pegawai yang berpedoman pada Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM. 99 Tahun 2011 tentang Kode Etik Pegawai Negeri Sipil Di Lingkungan Kementerian Perhubungan; 3. Memberikan pengarahan secara rutin kepada seluruh pegawai ; 4. Memasang spanduk dan memasang Sispro Pelayanan Publik secara transparan dan akuntabel.
pelayanan publik, Kantor Syahbandar Kelas Utama Tanjung Perak mengacu pada : 1. UU No. 17 tahun 2008 tentang Pelayaran; 2. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2002 tentang Perkapalan ; 3. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2009 tentang PNBP; 4. Permenhub Nomor. 68 Tahun 2010 tentang Juklak Jenis dan Tarif atas Jenis PNBP yang berlaku pada Ditjen Hubla ; 5. Permenhub nomor 1 Tahun 2010 tentang Tata Cara Penerbitan Surat Perintah Berlayar (Port Clearance), dan 6. Permenhub Nomor 64 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Syahbandar. Suami dari Carolina Jahana Joris ini mengatakan bahwa tujuan dari pelayanan pada Kantor Syahbandar Kelas Utama Tanjung Perak adalah terpenuhinya pelaksanaan peraturan perundang-undangan oleh masyarakat dengan tertib, teratur, profesional, transparan dan akuntabel. Dalam melaksanakan fungsinya, Kantor Syahbandar Kelas Utama Tanjung Perak sering kali dihadapi dengan berbagai masalah. Ujar Ayah dari 3 orang putra dan 1 orang putri ini langkah-langkah yang diambil Kantor Syahbandar Kelas Utama Tanjung Perak untuk mengatasi masalah di lapangan dan untuk meningkatkan pelayanan publik adalah dengan membuat pusat pelayanan dan informasi masyarakat dalam 1 (satu) atap. Pelayanan Satu Atap merupakan salah
Kegiatan tersebut di atas menurut putra pasangan Markus Joris dan Antje Dirks ini merupakan sebagian dari tindaklanjut keseriusan jajaran Kantor Syahbandar Kelas Utama Tanjung Perak dalam rangka pencegahan korupsi. Dalam melaksanakan 20
Vol. 7 No. 1 Tahun 2012
NARA SUMBER
satu bentuk konkrit kegiatan pencegahan korupsi pada Kantor Syahbandar Tanjung Perak. Pelayanan Satu Atap melayani masyarakat atau pengguna jasa mulai dari administrasi hingga keselamatan pelayaran. Pengguna jasa cukup menyerahkan surat/ dokumen ke-1 (satu) pintu dan menunggu hingga selesai, yang semuanya telah diatur dalam protap/SOP. Dengan adanya protap/ SOP yang terpampang di pos pelayanan, maka pengguna jasa dapat terhindar dari pungutan liar dan dapat mengetahui proses serta waktu yang dibutuhkan dalam pelayanan. Pada Pos “ Pelayanan Satu Atap ” tersebut dicantumkan Prosedur Tetap Layanan yang lengkap dengan waktu, biaya secara transparan serta akuntabel. Dalam hal pelayanan informasi, Kantor Syahbandar Tanjung Perak menggunakan bentuk manual dan Teknologi Informasi. Selain pos Pelayanan Satu Atap, Pria yang gemar berolah raga dan menyanyi ini menerbitkan buku “PANDUAN DAN INFORMASI KANTOR SYAHBANDAR KELAS UTAMA TANJUNG PERAK SURABAYA “. Buku tersebut berisikan antara lain : Sejarah Singkat Pelabuhan Tanjung Perak, Undang-Undang Nomor 17 Tahun
Vol. 7 No. 1 Tahun 2012
2008 tentang Pelayaran, kutipan Peraturan Menteri Perhubungan terkait dengan UU 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, Kinerja Kantor Syahbandar Kelas Utama Tanjung Perak Surabaya, Sarana dan Prasarana Pelabuhan Tanjung Perak, Impelentasi ISPS Code, Daftar Flow Chart Standart Operational Procedure Kantor Syahbandar Kelas Utama Tanjung Perak, Prosedur Pelayanan Jasa Kapal di Pelabuhan dan Instansi Terkait di Pelabuhan Tanjung Perak. Dengan adanya buku panduan tersebut, pria yang mengenyam pendidikan dasar hingga Sarjana di Jayapura ini berharap dapat memudahkan masyarakat maupun pengguna jasa dalam mencari informasi mengenai Perhubungan Laut Umumnya dan Kantor Syahbandar Kelas Utama Tanjung Perak Khususnya. Kantor Syahbandar Tanjung Perak sangat menyadari bahwa masih banyak hal yang harus dilakukan dan dipersiapkan. Untuk sangat penting menurut Kepala Kantor Syahbandar Tanjung Perak, diikuti dengan membangun SDM yang berkualitas dan memiliki integritas yang tinggi. Dengan dilaksanakan langkah-langkah tersebut, Kantor Syahbandar Tanjung Perak optimist Zona Integritas yang diharapkan akan tercapai yang pada akhirnya diharapkan dapat segera terciptanya wilayah bebas dari korupsi (WBK) di Kantor Syahbandar Tanjung Perak. Penulis : Andi Hartono Helma Agnes D. Rivai
21
OPINI
INTERNAL AUDIT CAPABILITY MODEL (IA-CM)
KERANGKA KERJA PENINGKATAN EFEKTIVITAS AUDIT “Perubahan”, sebuah kata yang tengah menggambarkan dunia saat ini, kekuatan sebuah perubahan mampu menjadi penentu keberhasilan. Charles Darwin dalam terori evolusinya mengatakan “mahluk hidup akan selalu melakukan perubahan untuk beradaptasi dengan lingkungannya agar terjaga eksistensinya”. Sektor privat (swasta) menjadi contoh nyata bagaimana perubahan merupakan kunci untuk berhasil mempertahankan eksistensinya. Nokia, sebuah merk telepon genggam terkemuka pada era 1990 -2000 awal, sekarang terseok-seok menghadapi ketatnya persaingan karena minimnya inovasi dan perubahan yang dilakukan.
S
ektor swasta yang memiliki karakteristik berbeda dengan sektor swasta, juga tidak lepas dari gelombang perubahan. Jika sektor swasta melakukan perubahan berupa inovasi-inovasi untuk bersaing di pasar, maka sektor publik memiliki tantangan perubahan berupa inovasi-inovasi untuk meningkatkan pelayanan kepada publik. Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) sebagai salah satu elemen dalam melakukan pengawasan terhadap sektor publik memiliki peran sentral untuk mengawal peningkatan pelayanan kepada publik. Perubahan dan perkembangan pesat yang sedang berlangsung, berkontribusi terhadap meningkatnya risiko-risiko yang dihadapi. Antisipasi terhadap risiko dimaksud 22
yaitu dengan melakukan perubahan paradigma untuk meningkatkan kinerja pengawasan. Jika sebelumnya pengawasan lebih banyak bersifat represif maka pengawasan saat ini lebih bersifat preventif/pencegahan bahkan tengah menuju ke pengawasan yang bersifat pre-emtif dengan melakukan hal-hal antisipatif terhadap risiko-risiko yang mungkin terjadi. Untuk mewujudkan tata kelola kepemerintahan yang baik (Good Governance), APIP tidak lagi berperan sebagai Watch Dog dalam pengertian hanya mencari-cari kesalahan melainkan dapat mengatasi persoalan dan permasalahan yang terjadi di lapangan melalui konsultasi dan asistensi terhadap semua kegiatan. APIP berupaya menjadi Quality Assurance Vol. 7 No. 1 Tahun 2012
OPINI yang dapat menjamin kualitas kegiatan pada sektor publik sehingga pada akhirnya APIP menjadi Agen Perubahan peningkatan pelayanan publik. Perubahan paradigma bukan hanya slogan semata, namun menjadi motivasi APIP untuk diwujudkan dalam pelaksanaan kegiatan pengawasan. Perubahan yang dilakukan memerlukan pedoman dan langkah-langkah agar perubahan dapat berjalan pada treknya dan dapat diukur kemajuannya. Dibutuhkan sebuah model/konsep yang dapat memberikan panduan dan road map perubahan paradigma APIP tersebut. Untuk itu Institute of Internal Auditors (IIA) telah mengembangkan Internal Audit Capability Model (IA-CM) sebuah model kerangka kerja yang mengindentifikasi aspek-aspek fundamental peningkatan efektivitas pengawasan internal oleh APIP. IA-CM memaparkan secara rinci jalur evolusi organisasi APIP dalam mengembangkan pengawasan intern yang efektif juga memberikan arah dan panduan kepada APIP untuk mengambil langkah-langkah maju menuju tata kelola organisasi yang kuat dan efektif.
setiap level kapabilitas dijabarkan secara rinci karakteristik dan kapabilitas aktifitas audit. Setiap level kapabilitas mencerminkan kondisi dan langkah-langkah yang harus dilakukan secara berkelanjutan pada setiap level. Antar level memiliki saling keterkaitan, dimana level yang di bawahnya menjadi dasar untuk level selanjutnya. Untuk dapat melangkah dari satu level ke level yang lebih tinggi maka seluruh proses yang ada di level tersebut harus terlebih dahulu diimplementasikan secara konsisten. Level I/Initial, APIP hanya merupakan organisasi ad-hoc pada instansi yang fungsinya belum terstruktur dengan baik se-
STRUKTUR IA-CM Untuk mengenal lebih lanjut tentang IA-CM, berikut adalah struktur IA-CM. IA-CM tersusun dalam 5 level kapabilitas dan pada Vol. 7 No. 1 Tahun 2012
23
OPINI hingga belum dapat memberikan jaminan terhadap proses tata kelola kepemerintahan yang baik serta belum dapat mendeteksi adanya penyimpangan-penyimpangan yang terjadi. Pada level ini, fungsi pengawasan dalam organisasi masih dikesampingkan sehingga belum ada prosedur dan standar pengawasan yang telah ditetapkan sebagai pedoman bagi APIP untuk melaksanakan tugasnya. Level II/Infrastructure, APIP sudah merupakan organisasi permanen yang berdiri secara mandiri dalam organisasi. Pada
24
Level ini, APIP yang diterapkan baru pada tahap audit ketaatan. Audit ketaatan lebih fokus pada seberapa jauh ketaatan pelaksanaan tugas dan fungsi yang dilakukan organisasi terhadap peraturan perundangundangan yang telah ditetapkan serta dapat mengidentifikasi penyimpanganpenyimpangan yang terjadi namun APIP belum dapat mengidentifikasi efektifitas, efisiensi dan keekonomisan pelaksanaan tugas dan fungsi organisasi. Pada level ini, Prosedur dan Standar pengawasan telah disusun sebagai pedoman bagi APIP untuk melaksanakan tugas dan fungsinya namun
Vol. 7 No. 1 Tahun 2012
OPINI Level V/Optimizing, APIP lebih berperan sebagai Agen Perubahan yang terlibat secara aktif untuk melakukan pengembangan dan perbaikan yang dilakukan untuk tercapainya tujuan organisasi secara efektif, efisien dan ekonomis serta tetap taat terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku.
belum ada pengukuran kinerja untuk menilai tingkat keberhasilan pelaksanaan tugas dan fungsi yang dilakukan oleh APIP. Level III/Integrated, APIP merupakan integrasi dalam seluruh proses yang dilakukan organisasi dan sudah mampu untuk memberikan konsultansi kepada organisasi untuk perbaikan dan pengembangan yang akan dilakukan. Audit yang dilaksanakan sudah mampu mengidentifikasi dan menilai tingkat efektivitas, efisiensi dan keekonomisan pelaksanaan tugas dan fungsi organisasi. Pada tahap ini, APIP sudah bekerja lebih profesional dimana sudah terdapat pengukuran kinerja APIP sehingga tingkat keberhasilan pelaksanaan tugas dan fungsi APIP dapat dinilai untuk dievaluasi sebagai bahan perbaikan. Namun penilaian hanya dilakukan oleh pihak internal APIP sehingga kredibilitas dan obyektivitasnya masih dipertanyakan. Level IV/Managed, APIP berada dalam organisasi yang telah melaksanakan manajemen risiko, sehingga kinerja organisasi dapat lebih terukur. Pada level ini, APIP berperan sebagai Quality Assurance terhadap pelaksanaan tugas dan fungsi organisasi. Sebagai Quality Assurance, APIP proaktif dalam melakukan pelaksanaan audit. Audit sudah dilakukan untuk melakukan identifasi, mitigasi dan minimalisasi risiko-risiko yang mungkin terjadi yang dapat menghambat pelaksanaan tugas dan fungsi organisasi. Vol. 7 No. 1 Tahun 2012
Pada setiap level kapabilitas terdapat 6 elemen penyusun, yaitu: • Peran dan Layanan APIP; • Pengelolaan SDM; • Praktik Audit yang Profesional; • Akuntabilitas dan Manajemen; • Budaya dan Hubungan Organisasi; • Struktur dan Tata Kelola. Pada setiap elemen terdapat Key Performance Area (KPA) yang menjadi indikator keberhasilan pelaksanaan tiap-tiap elemen. KPA merupakan blok struktur utama yang mencerminkan kapabilitas APIP sebagi penyusun elemen-elemen dalam setiap level kapabilitas. KPA harus diterapkan secara berkelanjutan pada seluruh elemen dalam setiap level apabila APIP akan beranjak ke level di atasnya. POTRET APIP BPKP telah melakukan pemetaan kapabilitas menggunakan model IA-CM terhadap seluruh APIP pada periode tahun 2010 dan 2011. Pemetaan kapabilitas mendapatkan hasil yang cukup mencengangkan, dimana lebih dari 90% APIP masih pada level 1/ Initial yang berarti APIP merupakan elemen yang masih dikesampingkan perannya. Yang perlu menjadi renungan kita bersama adalah “Pada level berapakah Inspektorat Jenderal Kementerian Perhubungan berada dan bagaimana komitmen terhadap peningkatan kapabilitas tersebut?”. Penulis, Aka Dhian Saputro
25
OPINI
Perpanjangan Batas Usia Pensiun Auditor
Dilema Kah?
Setelah penantian yang cukup panjang, akhirnya pada tanggal 12 April 2012 telah terbit Peraturan Presiden Nomor 41 tahun 2012 tentang Perpanjangan Batas Usia Pensiun ( BUP ) bagi Pegawai Negeri Sipil ( PNS ) yang menduduki Jabatan Fungsional Auditor. Pada pasal 1 dan Pasal 2 mengatakan bahwa : Pegawai Negeri Sipil yang menduduki Jabatan Fungsional Auditor dalam jenjang Madya dan jenjang Utama, batas usia pensiunnya dapat diperpanjang sampai dengan 60 (enam puluh) tahun. Ketentuan lebih lanjut yang diperlukan bagi pelaksanaan Peraturan Presiden ini diatur oleh Kepala Badan Kepegawaian Negara melalui Surat Badan Kepegawaian Negara Nomor WK.263 0 / V. 1 2 5 - 6 / 9 9 tanggal 27 April 2012.
S
elanjutnya BPKP menetapkan Peraturan Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan tentang Perpanjangan Batas Usia Pensiun bagi Pegawai Negeri Sipil yang menduduki Jabatan fungsional Auditor jenjang Madya dan Utama di lingkungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan No26
mor PER-698/K/SU/1012 tanggal 29 Mei 2012. Dalam Peraturan Ka BPKP Bab I Pasal 2 ayat (3) Setiap perpanjangan BUP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan untuk jangka waktu paling Vol. 7 No. 1 Tahun 2012
OPINI
lama 2 (dua) tahun. Mencermati kata-kata “dapat” pada PP 41 tahun 2012 dan Surat dari Badan Kepegawaian Negara tersebut diatas kiranya bisa diartikan bahwa Auditor Madya dan Utama, batas usia pensiunnya “tidak semua dan tidak otomatis” dapat diperpanjang sampai dengan usia 60 (enam puluh) tahun. Sehingga akan timbul dilematika dan permasalahan dalam menentukan apakah semua pemangku Jabatan Fungsional Auditor Madya berhak untuk mendapatkan BUP sampai 60 (enam puluh) tahun ? Bagaimana dengan Auditor Madya yang karena alasan/sesuatu hal menjadi sangat riskan apabila mendapatkan perpanjangan BUP ? Pertimbangan tersebut kiranya harus sedemikian rupa sehingga dapat mewakili kepentingan organisasi dan juga Auditor itu sendiri. Dengan kata lain, perpanjangan batas usia pensiun tersebut harus mempertimbangkan efektifitas dan efisiensi bagi Institusi Pengawasan, juga untuk peningkatan kinerja Auditor. Seperti halnya Inspektorat Jenderal Kementerian Perhubungan, pejabat fungsional yang memiliki sertifikasi Pengendali Mutu saat ini telah menjadi Pejabat Struktural dan Vol. 7 No. 1 Tahun 2012
menduduki jabatan Eselon II. Sehingga saat ini pejabat fungsional/ Auditor belum ada yang memiliki sertifikasi Pengendali Mutu. Pada setiap kegiatan Rapat Dinas maupun Evaluasi Program Kerja, paparan para Inspektur selalu mengangkat masalah kekurangan tenaga auditor baik dari segi jumlah maupun kompetensi dalam bidang teknis tertentu termasuk Pengendali Mutu. Terkait dengan perpanjangan BUP auditor, jumlah Auditor Madya yang ada saat ini dapat dirinci sebagai berikut : Dari jumlah Auditor Madya sebanyak 44 (empat puluh empat ) Orang, dalam pelaksanaan PKPT, mereka diperankan dalam berbagai macam komposisi. Sebagaian dari mereka diperankan sebagai Pengendali Mutu, sebagaian besar lagi diperankan sebagai Pengendali Teknis, bahkan ada pula yang diperankan hanya sebagai Ketua Tim. Setiap bulan kecuali bulan Januari masing-masing Inspektorat menugaskan ratarata 2 (dua) orang yang diperankan sebagai Pengendali Mutu untuk 5 (lima) tim Audit dengan masing-masing Tim dipimpin oleh 1 (satu) orang Pengendali Teknis. sehingga dalam hal ini dibutuhkan 5 x 2 Pengendali Mutu = 10 Pengendali Mutu. Kiranya perpanjangan batas usia sampai dengan 60 (enam puluh ) tahun merupakan peluang untuk “Mencetak” Auditor Utama, sehingga dapat memenuhi kebutuhan organisasi/institusi. Permasalahan yang akan timbul bila perpanjangan usia pensiun sampai 60 (enam
27
OPINI puluh ) tahun diberlakukan untuk semua pemangku jabatan fungsional Auditor Madya dan Utama diantaranya : 1. Bila Auditor Madya yang sudah senior namun kurang produktif, perpanjangan usia pensiun sampai 60 (enam puluh ) tahun akan menjadi tidak efektif dan inefisiensi. Selain akan membebani Keuangan Negara, juga akan berdampak buruk bagi Auditor yang lain. 2. Dengan menumpuknya jumlah Auditor ditingkat Madya, akan mengakibatkan Auditor tidak selalu mendapatkan peran sesuai sertifikasi yang dimilikinya dan cenderung mendapatkan peran dibawahnya, sehingga dapat berdampak rendahnya jumlah perolehan angka kredit. 3. Secara umum kesehatan dan kekuatan fisik pada usia menjelang 60 (enam puluh) tahun tentunya tidak sebaik ketika masih pada usia muda. Mengingat lokasi auditi tidak selalu ada di provinsi atau kota-kota besar, bahkan lokasi auditi seringkali berada di pelosok nusantara. Untuk sampai ke lokasi auditi, tidak jarang seorang auditor harus menempuh jarak dan waktu yang sangat panjang dengan kendaraan yang kurang nyaman. Untuk menempuh perjalanan dengan medan yang sulit, diperlukan stamina dan kesehatan yang prima. 28
Adapun alternatif pemecahan masalah yang diusulkan untuk mempercepat pemenuhan kebutuhan akan Auditor Utama dan yang diharapkan dapat sekaligus menekan jumlah Auditor Madya menjadi angka kebutuhan yang relatif ideal, adalah sebagai berikut : 1. Memperbanyak peran Pengendali Mutu dengan penambahan jumlah peran Pengendali Mutu masing-masing Inspektorat yang semula 2 orang menjadi 3 orang. Dengan adanya peran “keatas” yaitu Auditor Madya melaksanakan peran Auditor Utama dan dengan jumlah yang bertambah yaitu dari 2 (dua) Pengendali Mutu menjadi 3 (tiga) Pengendali Mutu setiap bulannya; 2. Diharapkan “embrio” Auditor Utama yaitu golongan IV/c yang jumlahnya masih sangat sedikit yaitu 3 (tiga) personil segera terlaksana, dan seterusnya untuk golongan IV/b yang jumlahnya 21 personil, secara selektif sesuai kebutuhan dapat meningkat menjadi golongan IV/c, sehingga kebutuhan akan Auditor
Vol. 7 No. 1 Tahun 2012
OPINI
Utama dapat cepat terpenuhi; 3. Memperbanyak dan memacu diadakannya Pelatihan di Kantor Sendiri (PKS), pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan (Diklat), penulisan di Jurnal Transparansi dan sebagainya, untuk meningkatkan pertambahan angka kredit unsur Pengembangan Profesi; 4. Merencanakan pelaksanaan Diklat Penjenjangan Pengendali Mutu dengan pelaksanaan secara berjenjang karena jumlah Auditor Madya yang relatif berlebih dibanding dengan kebutuhan. Dengan adanya perpanjangan batas usia pensiun, kiranya dapat dianggap sebagai peluang/kesempatan untuk Vol. 7 No. 1 Tahun 2012
lebih cepat “mencetak” Auditor Utama; 5. Perlu melakukan evaluasi terhadap Auditor Madya atau Utama setiap 2 (dua) tahun sesuai Peraturan Ka BPKP Bab I Pasal 2 ayat (3) Setiap perpanjangan BUP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan untuk jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun. Untuk dapat diperpanjang atau tidak batas usia pensiunnya sampai dengan 60 (enam puluh) tahun, hasil evaluasi dan berbagai pertimbangan tas diantaranya keefektifan dan keefisienan bagi Instutusi Pengawasan dan Keuangan Negara menjadi prioritas utama. Penulis, Kuncoro Supadi Wiguno
29
OPINI
SELINTAS PERJALANAN USPK (UNIT SIMPAN PINJAM KARYAWAN) INSPEKTORAT JENDERAL Bermula dari bentuk keprihatinan pimpinan mengenai banyaknya pegawai yang meminjam uang ke Bendahara Keuangan, maka dibentuklah USPK (Unit simpan Pinjam Karyawan) Inspektorat Jenderal. Walau namanya Unit Simpan Pinjam Karyawan, USPK ini berbeda dari koperasi pegawai pada umumnya. Karena modal usahanya sama sekali tidak terhimpun dari iuran anggotanya, tetapi berasal dari sumbangan dan pinjaman suka rela dari beberapa pimpinan yang tergugah untuk memberi kemudahan dan fasilitas bagi pegawai yang membutuhkan pinjaman uang.
S
beberapa kali dalam setahun dan jumlahnyapun relatif kecil.
Sedangkan untuk staf selain gaji setiap bulan, tambahan diperoleh dari uang PNP (sekarang PNA) yang frekuensinya hanya
Bermodal awal sebesar Rp. 5.000.000,(lima juta rupiah) dari Bapak TB. Yogyanto akhir tahun 1997 yang diterima oleh salah seorang karyawati dalam upacara sederhana di ruang kerja Inspektur Jenderal. Terbentuknya USPK mendapat sambutan baik
aat itu memang tingkat kesejahteraan pegawai relatif masih rendah, kesempatan untuk melakukan perjalanan dinas terbatas hanya untuk pimpinan, para Inspektur dan Pemeriksanya.
30
Vol. 7 No. 1 Tahun 2012
OPINI
dari semua fihak di lingkungan Inspektorat Jenderal. Sejumlah pegawai segera mengajukan pinjaman untuk berbagai keperluan, namun dengan jumlah batas pinjaman hanya sebesar Rp. 500.000,- (lima ratus ribu rupiah). Pengembalian pinjaman tersebut dapat dicicil selama 10 (sepuluh) bulan melalui pemotongan gaji dengan beban bunga yang sangat kecil yaitu sebesar 1%. Pegawai yang akan meminjam uang wajib mengajukan permohonan dengan mengisi formulir yang telah disediakan oleh pengurus USPK, dengan diketahui oleh atasan langsung dan Bendahara, serta mendapat persetujuan dari Ketua USPK. Mengingat jumlah peminjam semakin hari semakin banyak, atas kesadaran beberapa pimpinan, mereka meminjamkan modal yang cukup besar, bahkan ada yang memberikan sumbangan suka rela untuk tambahan modal guna memenuhi permintaan tersebut. Hanya dalam waktu kurang dari dua tahun, dana yang bergulir dipinjam pegawai mencapai lebih dari Rp. 20.000.000,- (dua puluh juta rupiah) dengan jumlah peminjam rata-rata sebanyak 20 sampai 30 pegawai setiap tahun. Dengan terbentuknya USPK ini, manfaat yang dirasakan bukan hanya bagi Staf Sekretariat saja, tetapi juga dirasakan manfaatnya oleh sebagian pemeriksa (sebelum menjadi Jabatan fungsional auditor) tidak terkecuali Cleaning Service yang ada di lingkungan Inspektorat Jenderal. Vol. 7 No. 1 Tahun 2012
Modal yang terhimpun terus bertambah, hingga tahun 2006 telah mencapai lebih dari Rp. 60.000.000,- (enam puluh juta rupiah). Seiring desakan kebutuhan pegawai yang semakin besar, maka besaran pinjamanpun ditingkatkan, yang semula hanya Rp. 500.000,-, kemudian menjadi Rp. 1.000.000,- hingga mencapai Rp. 3.000.000,- (tiga juta rupiah) yang dapat dicicil sesuai kesepakatan yaitu 5 10 bulan, namun jasa tambahan modal diturunkan dari 1% menjadi ¾% saja. Adapun rata-rata jumlah peminjam sebanyak 30 sampai dengan 40 orang setiap tahunnya. Seiring dengan jumlah Pagu Anggaran Inspektorat Jenderal yang semakin besar, menuntut peningkatan jumlah SDM dalam pelaksanaan PKPT (Program Kerja Pengawasan Tahunan). Saat itu jumlah Auditor masih jauh dari jumlah yang seharusnya, untuk itu Pimpinan Inspektorat Jenderal mengeluarkan kebijakan dengan mengikutsertakan staf Sekretariat maupun Staf di TU Inspektorat dalam pelaksanaan PKPT tersebut. Dengan demikian bagi staf keikutsertaannya dalam PKPT merupakan tambahan penghasilan yang cukup besar, sehingga tingkat kesejahteraan pegawaipun semakin baik. Sisi lain dari peningkatan kesejahteraan pegawai tersebut tercermin dari makin berkurangnya pegawai yang mengajukan pinjaman ke USPK, namun tetap ada peningkatan jumlah modal hingga menca31
OPINI
pai Rp. 75.000.000,- (tujuh puluh lima juta rupiah) walau terjadi penurunan jumlah pendapatan jasa dan bunga Bank. Selama terbentuknya USPK Inspektorat Jenderal ini, terdapat beberapa kali pergantian pengurus. Semula Ketua USPK adalah Ir. Imran Rasyid, MBA, Sekretaris Tjiptaningsih dan Bendahara Firmansyah, SE, MM. Namun karena Ketua mendapatkan tugas lain diluar Inspektorat Jenderal, Ketua USPK mengalami pergantian yaitu Ketua Drs. Iqbal Rusli, M.Si, Sekretaris merangkap Bendahara sampai saat ini dijabat oleh Firmansyah Chaniago, SE, MM. Dalam perjalanannya hingga saat ini, kehadiran USPK dirasa sangat membantu dalam menanggulangi kebutuhan yang sangat mendesak baik untuk keperluan biaya anak masuk sekolah, perbaikan rumah, biaya rumah sakit, biaya pulang kampung dll. Selain pengembaliannya bisa dicicil, juga terdapat pinjaman jangka pendek yang masa pengembaliannya antara 1 sampai 2 bulan saja, bahkan hanya 1 sampai 2 minggu. 32
Sampai saat ini, dari data Laporan Keuangan Per 31 Desember 2011, dana USPK yang terhimpun telah mencapai jumlah lebih dari Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah), sementara plafon pinjaman menjadi Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah) sampai Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah). Penambahan Modal USPK juga diperoleh dari uang jahit pengadaan pakaian dinas pegawai selama beberapa tahun terakhir ini. Perjalanan yang cukup panjang selama 15 (lima belas tahun) ini merupakan suatu pencapaian yang tidak mudah bagi pengurus untuk mengelolanya. Dibutuhkan kearifan, ketelitian dan kesabaran dalam menghadapi masalah yang kadang timbul akibat pegawai yang kurang disiplin dalam proses pengajuan permohonan dan pengembalian pinjaman. Harapan kita bersama semoga kehadiran USPK dapat membantu meringankan beban pegawai yang tengah terhimpit masalah keuangan. PENULIS Firmansyah Chaniago, SE. M.Si Lely Kurnia Sadikin
Vol. 7 No. 1 Tahun 2012
OPINI
INTEGRITAS DAN PELAYANAN PUBLIK (TINJAUAN TERHADAP PELAYANAN PUBLIK/PERIZINAN DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN PERHUBUNGAN)
Sejak lama, Presiden SBY mengajak Lembaga Negara dan Swasta baik di pusat maupun daerah menggunakan motto “permudahlah semua urusan”. Jangan gunakan seloroh atau cemooh masa lalu yang mengatakan, “kalau bisa dipersulit kenapa dipermudah.” (Presiden Susilo Bambang Yudhoyono)
J
ika kita analisa secara lebih mendalam terhadap amanat Bapak Presiden tersebut, terdapat 2 (dua) hal penting yang perlu menjadi perhatian kita bersama, yaitu : - merupakan perintah bagi kita semua untuk bersama-sama senantiasa memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat; - merupakan cermin keperihatinan seorang pemimpin atas buruknya kinerja para penyelenggara pelayanan publik dalam memberikan pelayanan kepada masyakarat. Amanat tersebut seharusnya menjadi cambuk bagi kita selaku aparat Pemerintah untuk merubah paradigma dalam pelaksanaan pelayanan publik. Salah satu kunci
Vol. 7 No. 1 Tahun 2012
utama perubahan tersebut adalah INTEGRITAS. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), integritas diartikan sebagai: Keterpaduan, kebulatan, keutuhan, jujur dan dapat dipercayai. Jadi, arti kata integritas adalah Kesesuaian antara kata dan perbuatan kita yang dilakukan dalam kejujuran, sehingga kita dapat dipercayai oleh orang lain. Integritas adalah komitmen diri pada karakter ketimbang keuntungan pribadi, pada orang ketimbang benda, pada pelayanan ketimbang kekuasaan, pada prinsip ketimbang kesenangan, pada pandangan jangka panjang ketimbang jangka pendek (John C. Maxwell)
33
OPINI Hakekat pelayanan publik adalah pemberian pelayanan prima kepada masyarakat yang merupakan perwujudan kewajiban aparatur pemerintah sebagai abdi masyarakat. Pelaksanaan pelayanan publik telah diatur tersendiri dalam Undang Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Dalam UU tersebut yang dimaksud dengan Pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik. 1. Kepentingan Umum; 2. Kepastian Hukum; 3. Kesamaan Hak; 4. Keseimbangan hak dan kewajiban, pemberi dan penerima pelayanan publik harus memenuhi hak dan kewajiban masing-masing pihak; 5. Keprofesionalan; 6. Partisipatif, mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan harapan masyarakat; 7. Persamaan perlakuan/tidak diskriminatif dalam arti tidak membedakan suku, ras, agama, golongan, gender dan status ekonomi; 8. Keterbukaan, bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses oleh semua pihak yang membutuhkan dan disediakan secara memadai serta mudah dimengerti; 9. Akuntabilitas, dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Integritas dan Pelayanan Publik bagaikan dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan. Pelayanan publik yang baik/ prima adalah caya pelayanan publik yang terpadu dan utuh serta diselenggarakan 34
oleh penyelenggara/pelaksana yang jujur dan dapat dipercaya (berintegritas). Pelaksanaan Pelayanan Publik 1. Pengelompokan Dilihat dari keluaran yang dihasilkan, pelayanan publik dikelompokkan menjadi : a. Kelompok pelayanan administratif, yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk dokumen resmi yang dibutuhkan oleh publik yang bersifat legalitas seperti akte kelahiran, sertifikasi, identitas kependudukan, perizinan dll b. Kelompok pelayanan barang/fisik, yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk/jenis barang/fisik yang digunakan oleh publik seperti jalan, jembatan, gedung sekolah, gedung rumah sakit, dll. c. Kelompok pelayanan jasa/non fisik, yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk jasa yang dibutuhkan oleh publik dan pemanfaatannya dirasakan secara personal seperti pendidikan, kesehatan, dll. 2. Standar Pelayanan Dalam pelaksanaan pelayanan publik terdapat prasyarat utama yang wajib disediakan oleh para penyelenggara/ pelaksana pelayanan publik yaitu Standar Pelayanan. Setiap penyelenggaraan pelayanan publik harus memiliki standar pelayanan dan dipublikasikan sebagai jaminan adanya kepastian bagi penerima pelayanan. Standar pelayanan merupakan ukuran yang dibakukan dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang wajib ditaati oleh pemberi dan atau penerima pelayanan. Standar pelayanan, sekurang-kurangnya meliputi : a. Sistem, Mekanisme dan Prosedur pelayanan, prosedur pelayanan Vol. 7 No. 1 Tahun 2012
OPINI yang dibakukan bagi pemberi dan penerima pelayanan termasuk pengaduan; b. Jangka waktu penyelesaian, waktu penyelesaian yang ditetapkan sejak saat pengajuan permohonan sampai dengan penyelesaian pelayanan termasuk pengaduan; c. Biaya/tarif pelayanan termasuk rinciannya yang ditetapkan dalam proses pemberian pelayanan; d. Produk pelayanan, hasil pelayanan yang akan diterima sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan; e. Sarana prasarana dan/atau fasilitas penyediaan sarana dan prasarana pelayanan yang memadai oleh penyelenggara pelayanan publik; f. Kompetensi pelaksana pemberi pelayanan, kompetensi petugas pemberi pelayanan harus ditetapkan dengan tetap berdasarkan pengetahuan, keahlian, keterampilan, sikap dan perilaku yang dibutuhkan. Di dalam UU Nomor 25 Tahun 2009 pasal 54 juga telah diatur mengenai sanksi yang diberikan terhadap pelanggaran yang dilakukan dalam pelayanan publik. Sanksi yang diberikan mulai dari teguran tertulis sampai dengan sanksi terberat yaitu pemberhentian tidak dengan hormat. Sanksi berat tersebut diberikan apabila Penyelenggara/Pelaksana Perizinan (pelayanan publik) tidak menyusun dan menetapkan standar minimal pelayanan, tidak menjaga rahasia pengaduan serta tidak menindaklanjuti pengaduan. 3. Permasalahan Umum Jika kita amati secara mendalam anjuran dari Bapak Presiden tersebut, maka hampir sebagian besar pelayanan publik/perizinan di Indonesia wajib melakukan perubahan. Untuk itu, pelayanan publik/perizinan perlu melakukan Vol. 7 No. 1 Tahun 2012
perubahan paradigma menjadi pelayanan publik/perizinan yang berintegritas.
Terdapat 4 (empat) permasalahan utama yang sering dikeluhkan oleh masyarakat, yaitu : a. Prosedur pelayanan yang berbelitbelit, tidak jelas persyaratan yang diminta, pengguna jasa pelayanan, tidak mendapatkan informasi yang tepat tentang waktu penyelesaian, berapa lama akan selesai dan besar biaya yang diperlukan; b. SDM yang kurang professional, tidak mengerti apa yang harus dilakukan, bukannya melayani tapi minta dilayani; c. Policy (Kebijakan/Peraturan) yang jadi acuan pelayanan tidak jelas. Kebijakan itu pula yang menyebabkan penanggung jawab urusan tidak jelas, prosedur berbelit-belit, selain itu antar peraturan banyak yang ”bertabrakan”; d. Organisasinya semrawut, tak jelas siapa yang bertanggung jawab, terjadi tumpang tindih, atau bahkan tak ada yang bertanggung jawab.
Pelayanan Perizinan di Lingkungan Kementerian Perhubungan Jenis dan Kelompok Perizinan Berdasarkan jenisnya, perizinan yang ada di lingkungan Kementerian Perhubungan dibagi menjadi 9 (sembilan) jenis, yaitu : a. Izin (Trayek/Usaha/Operasi/Pelaksanaan) b. Pemberitahuan/Informasi c. Rekomendasi d. Persetujuan e. Sertifikat f. Penetapan g. Pengesahan h. Pengujian i. Akreditasi
35
OPINI Jumlah pelayanan perizinan yang ada di lingkungan Kementerian Perhubungan sebanyak 251 perizinan, yang terdiri dari perizinan sektor transportasi darat sebanyak 27 jenis perizinan (10,76%), sektor perkeretaapian sebanyak 41 jenis perizinan (16,33%), sektor perhubungan laut 72 perizinan (28,69 %) dan sektor perhubungan udara sebanyak 111 perizinan (44,22%). Berdasarkan jenisnya perizinan tersebut dibagi menjadi :
Pelayanan perizinan di lingkungan Kementerian Perhubungan dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) kelompok , yaitu : a. Prasarana meliputi pelayanan perizinan yang terkait dengan bagian jalan (transportasi jalan), jalan rel (transportasi kereta api), pelabuhan/dermaga (transportasi laut/sungai, danau dan penyeberangan) dan bandara (transportasi udara) termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, bawah permukaan tanah dan/ atau air serta di atas permukaan laut dan jalan rel sebanyak 67 buah; b. Sarana adalah pelayanan perizinan yang terkait sarana yang dapat bergerak di atas jalan (kendaraan bermotor), jalan rel (kereta api), kapal dan pesawat sebanyak 89 buah; c. Penunjang adalah pelayanan perizinan yang tidak terkait dengan sarana dan 36
prasarana sebagai unsur penunjang (sumber daya manusia, dll) sebanyak 95 buah. Kondisi Pelayanan Dari hasil survei integritas yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), terhadap pelayanan perizinan di lingkungan Kementerian Perhubungan, terdapat 2 jenis pelayanan perizinan yang dinilai oleh KPK yaitu pelayanan Izin Trayek Angkutan Antar Kota Antar Provinsi (AKAP) yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Darat dan pelayanan Surat Ijin Usaha Perusahaan Angkutan Laut (SIUPAL) yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Laut. Berdasarkan hasil penilaian survei integritas tahun 2010 Kementerian Perhubungan mendapatkan nilai 4,21 dan berada di peringkat ke-47. Sedangkan untuk hasil penilaian Survei Integritas tahun 2011, Kementerian Perhubungan mendapatkan nilai sebesar 7,47 dan berada di peringkat ke-6. Nilai tersebut berada diatas standar yang ditetapkan oleh KPK yaitu 6, serta diatas nilai integritas nasional sebesar 6,31. Kondisi ini cukup menggembirakan, namun penilaian integritas yang dilakukan oleh KPK hanya pada 2 jenis pelayanan (0,8%) dari total 251 pelayanan perizinan yang ada, lalu bagaimana dengan 249 pelayanan publik lainnya? Harapan kita bersama semoga jenis pelayanan yang lainpun dapat mempertahankan peringkat bahkan bila mungkin dapat meningkatkan peringkat Survei Integritas oleh KPK. Inspektorat Jenderal sebagai aparat peVol. 7 No. 1 Tahun 2012
OPINI ngawasan intern Pemerintah (APIP) memiliki peranan yang sangat strategis untuk mewujudkan pelayanan perizinan yang berintegritas di lingkungan Kementerian Perhubungan. Upaya yang perlu dilakukan untuk mewujudkannya, antara lain : 1. Melakukan audit pelayanan perizinan pada pelaksanaan Audit Kinerja. Pelayanan perizinan merupakan bagian dari tugas dan fungsi Unit Pelaksana Teknis (UPT)/ Satuan Kerja (Satker). Pada saat pelaksanaan Audit Kinerja juga harus dilakukan audit terhadap pelayanan perizinan yang diberikan dari mulai proses administratif sampai dengan proses operasional dan penerapannya dilapangan; 2. Melakukan Audit Dengan Tujuan Tertentu (ADTT) terhadap pelayanan perizinan secara berkala. ADTT yang dilakukan tidak hanya terhadap UPT/Satker penyedia layanan namun juga dilakuan kepada masyarakat penerima layanan untuk memastikan bahwa pelayanan perizinan yang diberikan telah sesuai ketentuan; 3. Mendorong kepada masing-masing UPT/Satker penyedia layanan perizinan untuk membuat dan menetapkan standar pelayanan. Dengan standar pelayanan tersebut maka prosedur, waktu dan biaya pelayanan perizinan menjadi jelas. Standar pelayanan yang perlu diketahui oleh masyarakat harus diumumkan secara terbuka. Standar pelayanan ditetapkan berdasarkan keputusan pejabat tertinggi dalam hal ini Direktur Jenderal; 4. Mendorong kepada masing-masing UPT/Satker penyedia layanan perizinan Vol. 7 No. 1 Tahun 2012
untuk menyediakan layanan pengaduan dari masyarakat. Pengaduan tersebut dapat disampaikan melalui kotak pengaduan, Telpon/Fax, SMS maupun email, dll; 5. Mendorong penyederhanaan proses pelayanan perizinan sekurang-kurangnya pada tingat Eselon II/Direktorat. Penyederhanaan yang dilakukan adalah dengan mendorong sistem pelayanan SATU PINTU minimal pada tiap- tiap Direktorat penyediaan layanan perizinan. Seluruh proses pelayanan perizinan pada 1 Direktorat hanya dilayani pada 1 unit/ruang layanan. Unit/ruang layanan tersebut meliputi kegiatan : permohonan, memberikan informasi, melayani pengaduan, menyerahkan permohonan kepada unit kerja terkait untuk diproses lanjut, menyerahkan dokumen perizinan yang telah selesai sampai dengan menerima pembayaran sesuai k e t e n tuan. Penulis, Amirulloh
37
OPINI
OLEH - OLEH DARI CHINA Kereta Api merupakan Angkutan Masal yang banyak diminati oleh masyarakat luas sebagai sarana transportasi. Di Indonesia, ang-kutan Kereta Api saat ini hanya ada di Pulau Jawa dan sebagian Pulau Sumatera. Diharapkan untuk masa yang akan datang, pulau-pulau lain juga dapat menikmati sarana angkutan masal tersebut. alam rangka melaksanakan Inspeksi / Supervisi Pabrikasi Rel UIC 54 ke China, kami berkesempatan untuk meninjau langsung Proses pembuatan rel mulai dari proses iron making sampai dengan proses hardening. Rel menjadi unsur penting dalam sarana Kereta Api, selain Lokomotif, Gerbong, dan lain-lain.
D
3. Menjadi permukaan yang halus untuk dilewati dan mendistribusikan gayagaya percepatan dan pengereman (adhesi); 4. Sebagai penghantar arus listrik untuk lintas kereta api; dan 5. Sebagai penghantar arus listrik untuk persinyalan.
Rel merupakan dua batang rel kaku yang sama panjang dipasang pada bantalan dengan menggunakan paku rel atau penambat. Rel digunakan pada jalur kereta api untuk mengarahkan atau memandu kereta api tanpa memerlukan pengendalian.
Jenis Profil Rel, antara lain :
Fungsi Rel adalah : 1. Menerima beban dari roda dan mendistribusikan beban ini ke bantalan atau tumpuan; 2. Mengarahkan roda ke arah lateral, gaya-gaya horizontal yang bekerja pada kepala rel disalurkan ke dan didistribusikan pada bantalan dan tumpuan;
38
1. Flat-bottom rail (rel standar), yaitu rel yang profilnya digunakan sebagai standar aturan umum untuk jalan rel konvensional; 2. Non-standard profile (rel tidak standar). Rel ini memiliki badan yang lebih tebal, digunakan untuk komponen wesel, jalan silang dan lain-lain; 3. Grooved rail, yaitu rel yang mempunyai lekukan pada permukaan atasnya dan digunakan untuk struktur jalan rel terbatas seperti emplasemen, roadway dan lain-lain.
Vol. 7 No. 1 Tahun 2012
OPINI teral yang ibutuhkan. Kaki rel juga berfungsi menambatkan rel pada bantalan baik secara langsung maupun tidak langsung.
Geometri Rel Standar Rel standar ini berasal dari profil 1 yang flens atasnya diubah bentuknya menjadi kepala rel untuk tujuan yang sesuai dengan fungsinya sebagai pengarah dan tumpuan. Tipe rel yang pernah digunakan di Indonesia meliputi tipe R25, R33, R42, dan R54 (gambar 2). Angka di belakang huruf R menunjukkan pembulatan berat per meter dalam satuan kg.
Beberapa tahap pembuatan rel: 1. Tanur Tinggi (Blast Furnace) Baja (steel) merupakan besi yang telah diperbaiki sifatnya dengan menambahkan unsur lainnya dalam jumlah yang tepat.
Gambar 1 Tipe rel yang pernah digunakan di Indonesia.
Dilihat dari fungsinya rel standar dapat dibagi dalam 3 bagian: 1. Kepala rel (rail head): bentuk harus sesuai sehingga menjamin adanya kontak yang baik dengan profil roda sedangkan ukuran harus cukup untuk memungkinkan batas keausannya yang besar; 2. Badan rel (rail web): ketebalan rel ditentukan oleh kekakuan dari badan rel untuk memenuhi persyaratan terhadap lekuk, meskipun dalam keadaan berkarat. Untuk sambungan lubang plat sambung dibuat pada badan rel (area transisi antara kepala rel dan kaki rel). Radius pada sisi lengkung harus lebih besar dari 6 mm untuk mencegah terkonsentrasinya tegangan; 3. Kaki rel (rail foot): lebarnya harus cukup besar untuk kestabilan profil rel, untukmendistribusikan beban ke bantalan, dan memenuhi momen inersia arah laVol. 7 No. 1 Tahun 2012
Bijih besi dihancurkan dan ukuran yang halus diangkut ke alat pembuat sinter dicampur dengan arang dan batu kapur kemudian dipanaskan hingga terbentuk cliker yang mengandung besi yang disebut sinter. Sinter ini dimasukkan ke dalam tungku pembakaran ditambah bijih besi, arang dan batu kapur dalam perbandingan yang terkendali, kemudian keseluruhannya dibakar mencapai 1500 °C.
Gambar 2 Rel dan bagian-bagianya
39
OPINI 2. Pembuatan Baja (Steel Making) Proses Basic Oxygen Furnace, atau BOF, telah menjadi metode pembuatan baja yang paling banyak digunakan. Metode ini dapat memuat 150 350 ton dan merubahnya menjadi baja dalam waktu 40 menit.
Batu kapur yang bercampur dengan kotoran-kotoran dalam bijih besi membentuk slag cair yang lebih ringan daripada logam sehingga mengambang. Proses pembakaran ini dilakukan terus menerus. Sedangkan slag yang mengambang di atas permukaan besi yang mencair, secara berkala dibuang. Demikian juga bila besi cair yang terkumpul di bawah slag sudah cukup banyak maka diambil dan diangkut ke tungku baja di atas permukaan besi yang mencair, secara berkala dibuang.
Logam panas (hot metal) adalah bahan utama yang dipergunakan dalam proses BOF. Proses pertama adalah desulfurisasi. Tungku dimiringkan dan diisi dengan scrap kemudian dengan besi cair dan dikembalikan pada kedudukan tegak. Perbandingan antara besi cair dan scrap adalah 70% besi cair dan 30% scrap.
Sebuah penyembur oksigen yang didinginkan dengan air diturunkan ke tungku dan oksigen kering murni disemburkan ke arah logam dengan kekuatan yang sangat tinggi. Oksigen ini bercampur dengan karbon dan unsur lain yang tidak diperlukan sehingga membersihkan logam cair dari unsur pengotor (impurities). Selama penyemburan berlangsung ditambahkan juga kapur untuk membantu membuang kotoran yang teroksidasi dalam bentuk lapisan slag yang mengambang.
Di dalam tempat penampungan, baja cair tersebut dikarburasi dan dicampur. Dengan cara yang disebut metalurgi 40
Vol. 7 No. 1 Tahun 2012
OPINI sekunder komposisi kimianya diperbaiki, suhunya disesuaikan dan kebersihannya ditingkatkan dengan membuang inklusi.
Cara penempatan alat penyembur, penentuan jumlah oksigen yang harus disemburkan, tambahan yang harus dilakukan dan langkah-langkah perbaikan yang diperlukan semuanya dikendalikan secara otomatis oleh komputer.
3. Proses Argon Flushing dan Vacuum Degassing Dalam proses pembuatan baja secara modern ada beberapa langkah lain yang diterapkan untuk meningkatkan kualitas baja, yaitu Argon Flushing dan Vacuum Degassing. Argon Flushing dipergunakan untuk menyamakan (membuat homogen) suhu dan komposisi kimia.
Sedangkan Vacuum Degassing digunakan untuk mengurangi kandungan hidrogen menjadi kurang dari 2 ppm dan meningkatkan kebersihan oksigen baja. Dengan kandungan hidrogen kurang dari 2 ppm dalam cairan baja maka tidak diperlukan tindakan khusus untuk mencegah timbulnya lapisan flake. Di bawah beban kereta, lapisan ini dapat mengakibatkan timbulnya retak akibat fatik. 4. Proses Pengecoran Menerus (Continous Casting) Proses pengecoran menerus (continous casting) meliputi cairan baja 150 350 ton dituangkan dalam 2 buah bejana agar pekerjaan dapat dilakukan terus menerus, yaitu ketika logam cair dari bejana pertama dituangkan ke tundish maka bejana kedua dapat disiapkan. Dengan demikian maka pengecoran dapat berlangsung terus. Pengecoran cairan logam menggunakan teknik penuangan dalam rendaman (submerged pouring) dari bejana ke tundish. Nozzle yang dilengkapi alat pengukur dipasang untuk menuangkan jumlah ukuran baja yang tepat pada 6 sampai 8 cetakan. Semua baja terlindung terhadap oksidasi dari udara luar oleh dinding penahan diantara bejana dan tundish, dan juga antara piringan dengan cetakan. Cetakan yang berdinding rangkap ini didinginkan dengan air. Cetakan ini membentuk baja dalam bentuk batangan (bloom). Bloom keluar dari ruang semprot untuk pendinginan yang kedua, maka bloom panas yang melengkung dengan radius 10-13 m, memasuki mesin pelurus. Setelah dipotong untuk mendapatkan panjang yang dikehendaki serta didinginkan, maka bloom dimasukkan ke
Vol. 7 No. 1 Tahun 2012
41
OPINI
alat pemanas/tungku. Pada permulaan pengecoran mungkin terjadi kelebihan hidrogen. Jika kandungan hidrogen mencapai batas kritis, maka batangbatang ini didinginkan agar hidrogennya terkendali. 5. Proses Pembentukan Rel (Rolling Mill) Baja dalam bentuk batangan (bloom) diperiksa dan cacat dihilangkan untuk mendapatkan hasil akhir dengan kualitas permukaan yang tinggi. Sebelum dibentuk di bagian pembentukan, batangan ini dipanaskan sampai 1250°C dalam sebuah tungku dan selanjutnya disemprot dengan air yang bertekanan 200 bar untuk menghilangkan kerak tungku. Hal ini untuk mencegah agar permukaan bloom maupun permukaan roda pembentuk tidak rusak oleh kerak tungku yang keras.
42
Batangan baja dilewatkan pada roda pembentuk untuk mendapat bentuk yang masih kasar kemudian cetakan makin mengecil dan menghasilkan bentuk rel yang diharapkan, prosesnya untuk satu cetakan harus dilewatkan sebanyak 8 -11 kali bolak-balik, dimana logam dibentuk bergiliran dalam suatu universal stand dan edging stand yang terkait. Dengan cara ini diperoleh toleransi yang ketat dan kualitas permukaan
Vol. 7 No. 1 Tahun 2012
OPINI yang tinggi. Kerusakan bagian dalam dideteksi dengan metoda pengujian ultrasonic. Kelurusan rel diukur pada panjang gelombang 0,5 3 m. Kemudian kelurusan ujung rel diukur dengan alat pengukur kelurusan 6. Proses Cutting, Straightening dan Ultrasonic Testing
melewati mesin pelurus setiap rel akan melewati tempat pemeriksaan. Disini rel diperiksa secara menerus terhadap kriteria yang telah ditetapkan untuk kerusakan bagian dalam, ketepatan ukuran dan kelurusan permukaan atasnya. Jika diperlukan maka diluruskan lagi dengan peralatan gag press. 7. Proses Perlakuan Panas (Heat Treatment)
Batangan baja diperiksa dan cacat yang ada dibuang untuk mendapatkan hasil akhir dengan kualitas permukaan. Rel yang telah selesai, selagi masih panas, dipotong sesuai dengan panjang yang dipesan. Setiap rel pada saat masih panas diberi tanda dan nomor cetakan (heat number) agar dapat diidentifikasi pemanasan atau batangan asalnya.
Rel yang masih panas ditempatkan pada batang pendingin berjalan untuk mendinginkannya secara menyeluruh. Untuk menurunkan suhu dari 800°C menjadi 100°C diperlukan waktu 3 sampai 4 jam. Pendingin jenis batang berjalan ini mencegah adanya kerusakan pada permukaan. Setelah pendinginan dilanjutkan dengan pelurusan.
Terjadinya ketidaksimetrisan profil disebabkan karena perbedaan laju pendinginan antara kepala rel dan kaki rel sehingga rel melengkung ke arah vertikal. Untuk membetulkannya rel diluruskan pada arah vertikal dan sesekali pada arah lateral juga dengan mesin pelurus yang terdiri dari 7 roler. Setelah
Vol. 7 No. 1 Tahun 2012
Selain dengan pencampuran unsur paduan, tegangan tarik pada rel dapat ditingkatkan dengan cara perlakuan panas (heat treatment). Metoda ini sangat menguntungkan karena kekerasannya juga meningkat, dan dapat diterapkan pada seluruh bagian rel atau pada kepala rel saja. Jika hanya kepala rel yang dipanasi maka kekerasan rel standar dengan tegangan tarik 900 N/mm² tetap berada pada badan dan kaki rel, sementara tegangan tarik pada kepala 43
OPINI rel berkisar antara 1200 1350 N/mm² (350-400 HB), sehingga menimbulkan ketahanan yang sangat besar terhadap keausan. Off-Line Hardening
Off-line hardening merupakan proses perlakuan panas dengan tahapan rel dipanaskan kembal hingga mencapai suhu austenit dan didinginkan dengan udara untuk menghasilkan struktur mikro pearlite.
Pada saat pemanasan, kepala rel dipanasi dengan cara induksi selama 2 6 menit hingga mencapai suhu austenit sekitar 850950°C. Kemudian segera didinginkan dengan udara tekan hingga suhu 650-500°C, suhu ini dipertahankan hingga baja mencapai struktur pearlitic. Semakin dekatnya kurva pendinginan ke bagian kanan diagram TTT maka struktur pearlitenya semakin baik dan sifat-sifat lainnya juga semakin baik. Diagram TTT dengan kurva pendinginan. Rel diambil dari proses pembentukan dan dibawa ke proses perlakuan panas dengan temperatur diatas 800 °C. Proses quenching dilakukan sama dengan off-line hardening. Kepala rel didinginkan pada kolam (bath) sehingga kekerasan kepala rel dapat meningkat. Selanjutnya rel yang telah mencapai temperatur 60 °C, rel diluruskan dan diperlakukan seperti rel lainnya. Pemeriksaan dan Penerimaan (Inspection and Acceptance) Pemeriksaan dan penerimaan dapat dilaksanakan baik oleh suatu bagian yang independen pada pabrik tersebut maupun dengan suatu kerja sama antara pabrik dan pelanggan, dalam hal ini maka pelanggan yang melakukan penerimaan akhir. Penulis, Ahmad Inspektorat V
44
Vol. 7 No. 1 Tahun 2012
OPINI
PEMILIHAN UNIT PELAKSANA TEKNIS DENGAN KINERJA TERBAIK DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN PERHUBUNGAN Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP), terdiri dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Inspektorat Jenderal, Inspektorat Provinsi dan Inspektorat Kabupaten/Kota.
T
erkait dengan pelaksanaan tugas dan fungsi APIP terlihat pada rekomendasi yang tujuannya untuk perbaikan terhadap kinerja instansi, atau auditan merasa aparat pengawasan terkesan hanya mencari-cari kesalahan kemudian memberikan hukuman (punishment). Selama ini memang belum dijumpai dalam laporan hasil pengawasan yang memberikan penghargaan (reward) kepada instansi yang telah berkinerja dengan baik. Hal ini dikarenakan inti dari laporan hasil pengawasan adalah rekomendasi terhadap perbaikan kinerja instansi, sedangkan terhadap kegiatan in-
Vol. 7 No. 1 Tahun 2012
stansi yang telah berjalan dengan baik tidak diungkapkan dalam laporan hasil pengawasan. Pada Tahun 2012, Inspektorat Jenderal mengadakan kegiatan baru berupa Pembinaan Pengawasan, yang lebih ditekankan sebagai upaya untuk memberikan penghargaan (reward) terhadap Unit Pelaksana Teknis (UPT) yang telah melaksanakan tugas dan fungsinya dengan baik, dengan tetap mengutamakan prinsip-prinsip 3E+1K (Efektif, Efisien, Ekonomis dan Ketaatan). Kegiatan Pemilihan UPT dengan Ki-
45
OPINI
nerja Terbaik termasuk didalamnya penilaian Pelayanan Publik, untuk merubah paradigma Inspektorat Jenderal yang selama ini terkesan sebagai watchdog menjadi concultan dan quality assurance/catalis. Unit kerja yang telah ditetapkan sebagai Unit Kerja dengan Kinerja Terbaik diharapkan akan menjadi contoh bagi seluruh unit kerja di lingkungan Kementerian Perhubungan. Penilaian UPT dengan Kinerja dan Pelayanan Publik terbaik dilakukan melalui 2 (dua) tahap, yaitu Evaluasi terhadap Laporan Hasil Audit (LHA) Inspektorat Jenderal dan Peninjauan Lapangan (on the spot). Penilaian dilakukan oleh Tim yang terdiri dari Inspektorat Jenderal dan Sekretariat Jenderal (Biro Perencanaan, Biro Keuangan & Perlengkapan dan Biro Kepegawaian & Organisasi).
Jenderal Darat, Perkeretaapian, Laut dan Udara serta Badan Pengembangan SDM Perhubungan. Aspek penilaiannya Analisis terhadap LHA antara lain meliputi : jumlah temuan strategis, jumlah temuan selain temuan strategis, nilai temuan kerugian negara dan penyelesaian tindak lanjut terhadap temuan hasil audit, perencanaan kegiatan, laporan keuangan dan penyerapan anggaran, serta laporan disiplin pegawai. Hanya UPT dengan bobot penilaian >60, dapat dilakukan penilaian ke tahapan selanjutnya. Dari hasil Evaluasi terhadap LHA Inspektorat Jenderal, diperoleh 9 (sembilan) UPT, yaitu :
Evaluasi tersebut dilakukan terhadap seluruh LHA pada UPT di lingkungan Direktorat 46
Vol. 7 No. 1 Tahun 2012
OPINI
1. 2. 3. 4.
Syahbandar Belawan Distrik Navigasi Tanjung Priok Distrik Navigasi Benoa Otoritas Bandara Wilayah I SoekarnoHatta 5. Otoritas Bandara Wilayah III Surabaya 6. Otoritas Bandara Wilayah IV Bali 7. Bandar Udara Tjilik Riwut 8. Politeknik Ilmu Pelayaran Makassar 9. Balai Pendidikan dan Pelatihan Transportasi Darat (BPSDM) Palembang Pada Tahap Peninjauan Lapangan (on the spot), dilakukan penilaian terhadap Indikator Kinerja termasuk Indikator Pelayanan Publik. Penilaian Kinerja sebagian besar mengacu pada Peraturan Menteri PAN & RB Nomor 25 Tahun 2012 tentang Petunjuk Pelaksanaan Evaluasi Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah sedangkan Penilaian Pelayanan Publik mengacu pada Peraturan Menteri PAN & RB Nomor 7 Tahun 2010 tentang Pedoman Penilaian Kinerja Unit Pelayanan Publik.
Dari hasil evaluasi penilaian terhadap 9 (sembilan) UPT tersebut, telah ditetapkan 3 (tiga) UPT dengan Kinerja Terbaik, yaitu: Syahbandar Belawan, Politeknik Ilmu Pelayaran Makassar dan Bandara Tjilik Riwut. Pemberian penghargaan kepada UPT dengan Kinerja Terbaik tersebut akan diberikan langsung oleh Menteri Perhubungan pada upacara perayaan Hari Perhubungan Nasional tanggal 17 September 2012, sedangkan pemberian penghargaan terhadap 6 (enam) UPT lainnya dengan Kinerja Nominasi Terbaik akan diberikan oleh Wakil Menteri Perhubungan. Diharapkan dengan terpilihnya 3 (tiga) UPT dengan Kinerja Terbaik dan 6 (enam) UPT dengan Kinerja Nominasi Terbaik, akan memberikan efek positif terhadap UPT lainnya di lingkungan Kementerian Perhubungan untuk bekerja lebih baik. Ke-9 (sembilan) UPT tersebut dicanangkan sebagai Zona Integritas menuju Wilayah Bebas Korupsi sesuai Peraturan Menteri PAN & RB Nomor 20 Tahun 2012 tentang Pedoman Umum Pembangunan Zona Integritas menuju Wilayah Bebas dari Korupsi, sebagaimana telah dicanangkan di Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Pertanian, Kementerian Kesehatan. Penulis, Andi Hartono Sekretariat Inspektorat Jenderal
Vol. 7 No. 1 Tahun 2012
47
OPINI
GOOD GOVERNANCE DAN PERAN PENGAWASAN Pengertian Good Governance Istilah Good Governance mengemuka sejak tahun 1983. Bagai mantra, kata-kata ini banyak diucapkan orang, entah itu kantor Bank Dunia di Washington, AS, atau di kantor sebuah LSM di pinggiran kota. Semuanya ramai-ramai menyerukan kata ini kepada Pemerintah, khususnya di negara berkembang, termasuk di Indonesia, dimana mulai muncul dan popular sekitar tahun 1990 an. Good Governace atau sering disebut “tata kelola pemerintahan yang baik” berbeda dengan pemerintahan yang bersih dan berwibawa (clean government). Tata kelola kepemerintahan yang baik sebagai kata sifat adalah cara-cara penyelenggaraan pemerintahan secara efisien dan efektif. Good Governance menurut UNDP merupakan proses penyelenggaraan kekuasaan negara dalam melaksanakan penyediaan public goods and service.
dijalankan Pemerintah atau Negara harus dirumuskan melalui semacam konsensus dari pelaku-pelaku di luar pemerintah. Yang disebutkan terakhir ini juga memiliki kompetensi untuk ikut membentuk, mengontrol, dan mematuhi wewenang yang dibentuk secara kolektif. Dalam konteks pembangunan, governance berarti mekanisme pengelolaan sumberdaya ekonomi dan sosial untuk tujuan pembangunan. Good Governance, dengan demikian adalah mekanisme pengelolaan sumberdaya ekonomi dan sosial untuk pembangunan yang stabil dan merata. Terminologi inilah yang digunakan oleh bank
Governance adalah mekanisme pengelolaan Sumberdaya ekonomi dan sosial yang melibatkan pengaruh sektor negara dan sektor non pemerintah dalam suatu usaha kolektif. Pemerintah menjadi aktor penting dalam mekanisme ini, tapi ia tidak boleh terlalu dominan. Selain itu, kewenangan yang 48
Vol. 7 No. 1 Tahun 2012
OPINI Dunia dalam menerapkan kebijakannya pada negara-negara penerima dana termasuk Indonesia. Aspek-Aspek Good Governance Ada 4 (empat) aspek Good Governance, yaitu (i) pelaku-pelaku atau aktor; (ii) prinsip koordinasi; (iii) interaksi politik; dan (iv) unsur-unsur Good Governance itu sendiri. Pelaku-pelaku atau aktor governance terdiri dari negara atau pemerintah, Organisasi Politik, Organisasi non Pemerintah, Kelompok Bisnis, dan Masyarakat. Dalam negara yang masih dalam tahap memperbaiki mekanisme sumberdayanya seperti Indonesia, yang dominan memang institusi negara. Pelaku-pelaku lain baru terlibat secara insidental. Akan tetapi, ke depan, keterlibatan ini harus tercakup dalam mekanisme yang jelas. Komponen dari Good Governance terdiri dari rule of law, penentuan kebijakan yang transparan, pelaksana kebijakan yang accountable, birokrasi yang berkualiatas, dan masyarakat sipil yang cakap. Prinsip Koordinasi, dapat bersifat formal atau non formal. Yang diutamakan adalah koordinasi formal yang didasarkan pada rule of law. Hanya saja, pendekatan ini mudah terpelesat pada pendekatan yang berorientasi pada negara. Koordinasi formal juga menghadapi kendala banyaknya kelompok-kelompok dalam masyarakat yang mengandalkan aturan informal dan tradisi. Selain itu, koordinasi formal juga bisa mengurangi dinamika kelompok sosial. Namun, pengembangan rule of law ini tetap merupakan pilihan yang mencakup bidang ekonomi dan politik hendaknya menjadi fokus pada awal pembentukan Good Governance. Interaksi Politik, terdiri dari 3 (tiga) elemen, yaitu komunikasi antara negara dengan sektor non negara dalam pembentukan wewenang. Wewenang ini tidak boleh staVol. 7 No. 1 Tahun 2012
tis, dibentuk sendiri oleh pemerintah dan umumnya bersifat formal. Batas wewenang ini ditentukan oleh dua bentuk interaksi lainnya, yaitu representasi, seperti mengikutsertakan masyarakat dalam mekanisme pengambilan keputusan, entah pada tahap pembentukan gagasan, pemantauan, atau penilaian tentang arah baru kebijakan. Bagaimana Pemerintah menjalankan kewenangannya akan dinilai, inilah legitimasi. Elemen inilah yang akan menentukan apakah suatu Pemerintah dapat dipilih kembali, termasuk untuk mengubah wewenang dan kebijakan. Untuk mewujudkan Good Governance, perlu dilakukan perubahan cara kerja dari negara dan membuat pemerintah lebih accountable. Ini tidak dapat dicapai dengan hanya mengubah karakteristik dan cara kerja institusi negara dan pemerintah, tetapi juga harus dengan pembangunan pelakupelaku di luar negara supaya cakap dan ikut berperan serta membuat sistem baru yang bermanfaat secara umum. Prinsip Dasar Ada beberapa prinsip dasar yang harus dilakukan untuk membangun Good Governance: a. Mengembangkan identitas kewarganegaraan; ini dapat dilakukan dengan membentuk solidaritas kewarganegaraan, mengembangkan etika yang sesuai dengan prinsip demokrasi misalnya menghargai keterbukaan, dan membentuk institusi yang mampu mendisiplinkan ekspresi solidaritas dan konfrontasi diantara berbagai identitas yang bertentangan; b. Mengembangkan kecakapan politik; misalnya dilakukan dengan mengembangkan kemampuan berorganisasi kelompok masyarakat supaya hak mereka dapat dimanfaatkan, serta upaya kewajiban kolektif bisa terjaga; 49
OPINI c. Mengembangkan pemahaman politik; misal dengan mengembangkan wacana tentang perilaku serta ukuran penilaiannya; d. Mengembangkan daya adaptasi; dapat dilakukan perbaikan mutu pendidikan formal maupun informal; Unsur-unsur Good Governance, yakni : a. Akuntabilitas; yang merupakan kewajiban untuk memberikan pertanggungjawaban atau menjawab dan menerangkan kinerja dan tindakan seseorang/ pimpinan suatu unit organisasi kepada pihak yang memiliki hak atau yang berwenang untuk meminta pertanggungjawaban; b. Transparansi; yaitu dapat diketahuinya oleh banyak pihak (yang berkepentingan) mengenai perumusan kebijaksanaan dari pemerintah, organisasi dan badan usaha; c. Keterbukaan; pemberian informasi secaraterbuka, dan terbuka terhadap kritik yang dilihat sebagai partisipasi untuk perbaikan; d. Aturan hukum; keputusan, kebijakan pemerintah, organisasi, badan usaha yang menyangkut masyarakat, pihak ketiga dilakukan berdasar hukum. Jaminan kepastian hukum dan rasa keadilan masyarakat terhadap setiap kebijakan publik yang ditempuh; e. Jaminan fairness; Perlakuan yang adil atau kesetaraan yang perlu dilakukan pemerintah kepada masyarakat dalam pelayanan publik. Output Good Governance indikatornya adalah : a. Bebas KKN; b. Pelayanan yang Prima; c. Peningkatan Inventasi; d. Peningkatan APBN; e. Tiada/kurangnya keluhan masyarakat. Sedangkan Out come nya dapat dilihat 50
dari indikator ; a. Angka kemiskinan dan pengagguran berkurang; b. Aparatur negara yang profesional yang bermoral. Memperhatikan output dan outcome Good Governance, hal ini bukan pekerjaan mudah. KKN di Indonesia dapat dikatakan sudah membudaya, sehinga pada masa reformasi ini, ketika keterbukaan politik telah terwujud, masalah KKN baik di Pusat dan Daerah yang masih terjadi harus terus diupayakan pemberantasannya baik melalui penindakan maupun pencegahan termasuk pembangunan “Zona Integritas”. Good Governance akan terwujud apabila unsur pengawasan yang merupakan bagian dari sistem Good Governance itu sendiri dilaksanakan secara konsisten dan profesionalisme. Pengawasan Pengawasan adalah salah satu fungsi manajemen, yang merupakan proses kegiatan pimpinan untuk memastikan dan menjamin bahwa tujuan dan tugas-tugas organisasi akan dan telah terlaksana dengan baik sesuai dengan kebijaksanaan, instruksi, rencana dan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan dan yang berlaku. Pengawasan sebagai fungsi manajemen sepenuhnya adalah tanggung jawab setiap pimpinan pada tingkat manapun. Hakikat pengawasan adalah mencegah sedini mungkin terjadinya penyimpangan, pemborosan, penyelewengan, hambatan, kesalahan dan kegagalan dalam pencapaian tujuan dan pelaksanaan tugas-tugas organisasi. Sebagai bagian dari aktivitas dan tanggung jawab pimpinan, sasaran pengawasan adalah mewujudkan dan meningkatkan efisiensi, efektivitas, rasionalitas dan ketertiban dalam pencapaian tujuan dan Vol. 7 No. 1 Tahun 2012
OPINI pelaksanaan tugas-tugas organisasi. Hasil pengawasan harus dijadikan masukan oleh pimpinan dalam pengambilan keputusan, untuk : 1) Menghentikan atau meniadakan kesalahan, penyimpangan, penyelewengan, pemborosan, hambatan dan ketidaktertiban; 2) Mencegah terulangnya kembali kesalahan, penyimpangan, penyelewengan, pemborosan, hambatan dan ketidaktertiban tersebut; 3) Mencari cara-cara yang lebih baik atau membina yang telah baik untuk mencapai tujuan dan melaksanakan tugastugas organisasi. Oleh karena itu, pengawasan baru bermakna manakala diikuti dengan langkahlangkah tindak lanjut yang nyata dan tepat. Dengan kata lain, tanpa tindak lanjut dimaksud di atas, pengawasan sama sekali tidak ada artinya. Pengawasan Efektif Sistem pengawasan yang efektif itu seharusnya mendukung rencana strategik dan memfokuskan diri pada apa yang harus dilakukan, tidak saja pada usaha pengukuran. Pokok perhatian ada pada kegiatan yang penting bagi tercapainya tujuan organisasi. Sistem pengawasan harus mendukung usaha menyelesaikan masalah dengan pengambilan keputusan, tidak hanya menunjukkan penyimpangan-penyimpangan. Sistem tersebut harus dapat menunjukkan mengapa terjadi penyimpangan dan apa yang harus dilakukan untuk perbaikannya. Sistem pengawasan harus dapat menjadi pelengkap pelaksana tugas dan rencana dengan selalu berorientasi pada pencapaian tugas. Pengawasan yang berlebihan akan mengakibatkan reaksi yang keras. Sistem pengawasan harus dapat dengan Vol. 7 No. 1 Tahun 2012
cepat atau dini mendeteksi penyimpangan sehingga tindakan perbaikan dapat pula dilakukan dengan segera agar terhindar dari hal-hal yang tidak diharapkan. Sistem pengawasan yang efektif memberikan informasi yang cukup bagi para pengambil keputusan, artinya informasi yang mudah dimengerti. Sistem pengawasan harus dapat mengakomodasi situasi yang unik atau yang berubah-ubah. Sistem pengawasan harus pula dapat mengakomodasi kapasitas seseorang untuk mengawasi dirinya sendiri. Yang penting harus ada saling percaya, komunikasi dan partisipasi pihak-pihak yang berkepentingan. Pengawasan diri tercipta bila rancang bangun kerja itu jelas dan pemilihan orang yang mampu bagi pekerjaannya dilakukan dengan baik. Sistem pengawasan harus menitikberatkan pada pengembangan, perubahan dan perbaikan, kalau dapat sanksi dan peringatan itu diminimumkan. Kalau sanksi diperlukan haruslah dilaksanakan dengan hati-hati dan manusiawi. Pengawasan efektif haruslah mengandung syarat-syarat di bawah ini : 1. Berorientasi pada hal-hal yang strategis pada hasil-hasil 2. Berbasis informasi 3. Tidak kompleks 4. Cepat 5. Dapat dimengerti 6. Luwes 7. Konsisten dengan struktur organisasi 8. Dirancang untuk mengakomodasi pengawasan diri 9. Positif mengarah ke perkembangan, perubahan dan perbaikan 10. Jujur dan obyektif. Peran Pengawasan Inspektorat Jenderal Pengawasan yang dilaksanakan oleh Inspektorat Jenderal Kementerian Perhubungan merupakan fungsi manajemen yang 51
OPINI penting dalam penyelenggaraan pemerintahan. Melalui internal audit dapat diketahui apakah Kementerian Perhubungan telah melaksanakan kegiatan sesuai dengan tugas dan fungsinya secara efektif, efisien, dan ekonomis, serta sesuai dengan rencana, kebijakan yang telah ditetapkan, dan ketentuan yang berlaku. Selain itu, internal audit diperlukan untuk mendorong terwujudnya Good Governance dan clean government dan mendukung penyelenggaraan pemerintahan yang efektif, efisien, ekonomis, transparan, akuntabel serta bersih dan bebas dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Internal audit dilaksanakan oleh Inspektorat Jenderal dalam upaya pemantauan terhadap kinerja entitas yang ada dalam kendalinya. Pelaksanaan fungsi Inspektorat jenderal tidak terbatas pada fungsi audit tapi juga fungsi pembinaan terhadap pengelolaan keuangan negara. Penyempurnaan terhadap Standar Audit Inspektorat Jenderal Kementerian Perhubungan diperlukan agar sesuai dengan peraturan yang berlaku. Inspektorat Jenderal Kementerian Perhubungan sebagai salah satu unit pengawasan internal pemerintah telah melakukan perubahan sejalan dengan tuntutan masyarakat dan perubahan paradigma pengawasan. Pengawasan tidak hanya berperan sebagai “watch dog” semata tetapi juga harus bisa menjadi mitra sebagai early warning signs (pemberi peringatan dini), asistensi, konsultansi dan katalisatorisasi bagi pelaku/pelaksana pembangunan, sehingga apabila program/organisasi telah menyimpang dari rencana yang telah ditetapkan, Inspektorat Jenderal diharapkan mampu “mengawal” arah pembangunan perhubungan dalam mencapai tujuan sesuai dengan visi dan misi yang diemban. Dan sekaligus mampu berperan dalam memperbaiki/ 52
mengoreksi kesalahan dalam upaya mem perkecil peluang penyelewengan terhadap pelaksanaan pembangunan, namun demikian Inspektorat Jenderal tetap akan melakukan unsur penindakan (Represif) apabila terjadi penyimpangan seperti KKN, Kerugian negara atau yang menghambat proses pencapaian tujuan Kementerian Perhubungan. Langkah Strategis Untuk menghadapi berbagai permasalahan, diperlukan langkah-langkah strategis di bidang pengawasan dalam mendukung kinerja Kementerian Perhubungan yang efektif, efisien, dan ekonomis, sebagai berikut : 1. Diperlukan komitmen pimpinan organisasi dan seluruh jajarannya untuk melakukan perubahan mental (mind set) sesuai tuntutan Reformasi Birokrasi; 2. Meningkatkan profesionalisme aparat pengawasan fungsional (auditor), bahwa pelaksanaan pengawasan fungsional harus didasarkan pada suatu standar keahlian dan keterampilan teknis yang memadai serta didukung dengan integritas pribadi yang matang dan independen; 3. Meningkatkan manajemen dan mengembangkan sistem informasi pengawasan serta menyajikan informasi hasil pengawasan kepada pihak-pihak yang berkepentingan; 4. Mendorong terlaksananya pengawasan melekat oleh para atasan langsung secara berjenjang, sehingga menjadi bagian tidak terpisahkan dari tugas pokok dan fungsi, dan tersusunnya Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP); 5. Meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelaksanaan tindak lanjut dari hasil pengawasan. Penulis, Nelson Barus Inspektur IV
Vol. 7 No. 1 Tahun 2012
SERBA SERBI
Tidak Semua
Itu Negatif Ada sebuah cerita tentang seorang kaya raya yang menderita penyakit luka kronis pada lambung. Ia telah didiagnosa oleh dokter yang menangani penyakitnya sebagai pasien yang hidupnya tidak akan lama lagi, ia akan mati dalam waktu 2 bulan. Mendengar ini sang pasien pun pasrah dan memanfaatkan sisa hidupnya yang tinggal 2 bulan itu untuk berlibur di kapal pesiar. Ia juga telah memesan peti mati yang ia bawa dalam kapal pesiar tersebut.
D
alam perjalanannya di kapal pesiar tersebut ia mengabaikan saran-saran dokternya. Ia mulai makan apa yang selama ini dilarang oleh dokter, begitu juga ia mulai minum minuman apa saja yang ia suka. Selama masa pesiarnya ia memang benar-benar melupakan penyakitnya. Ia hanya bersenang-senang menikmati sisa hidupnya. Dua bulan telah ia lewati liburan dalam kapal pesiar tersebut, ia benar-benar telah lupa akan penyakitnya. Setelah kembali ia pun menemui dokter yang menangani penyakitnya selama ini. Setelah diteVol. 7 No. 1 Tahun 2012
mui dokter tersebut pun menjadi bingung karena pasien tersebut tampak lebih sehat. Akhirnya dilakukan pemeriksaan ulang terhadap luka kronis lambung yang diderita oleh pasien tersebut. Ternyata luka lambung itu sudah tidak ada lagi, ia sehat dan bugar tanpa luka lambung. Disimpulkan bahwa penyakit lambung yang diderita orang kaya tersebut karena adanya stress yang berkepanjangan yang ia tak mampu mengendalikannya. 53
SERBA SERBI Dalam kehidupan modern seperti saat ini, kita tidak akan lepas dari masalah stress. Seringkali kita mendengar kata “stres” dalam ungkapan sehari-hari. Dalam ilmu kedokteran dan dunia keilmuan, stres sangat sulit didefinisikan secara pasti. Hal ini disebabkan oleh peristiwa yang dialami oleh penderita stres sangat beragam dan berbeda satu sama lain. Secara umum stres merupakan bentuk reaksi tubuh terhadap situasi yang terlihat berbahaya atau sulit. Keadaan ini akan membuat tubuh memproduksi hormon adrenalin yang berfungsi untuk mempertahankan diri. Bila berlebihan, hormon tersebut akan menyebabkan penderitanya rawan terhadap penyakit fisik. Dalam kamus besar Bahasa Indonesia (Balai Pustaka, 2007) yang dimaksud dengan stres adalah gangguan atau kekacauan mental dan emosional yang disebabkan oleh faktor luar atau ketegangan. Stres adalah suatu kondisi atau keadaan tubuh yang terganggu karena tekanan psikologis. Biasanya stres dikaitkan bukan karena penyakit fisik, tetapi lebih karena masalah kejiwaan seseorang. Stres yang tidak segera ditangani akan berdampak buruk bagi kita, terutama pada kesehatan. Banyak hal yang dapat menyebabkan stres pada seseorang seperti: Kecemasan, kemarahan, kesedihan, terlalu lelah, terlalu fokus pada satu hal, merasa bingung/marah, kesedihan, ketakutan, sti54
mulasi sensorik yang berlebihan seperti cahaya terang, kebisingan dll. Stres pada masing-masing individu memiliki tingkatan yang berbeda, oleh karenanya penanganan stress pun berbeda satu sama lain. Seseorang yang mengalami tekanan terus menerus dan tidak bisa mengelola stres dapat menderita masalah emosional dan fisik. Ketika terjadi dalam jangka panjang, dapat berkembang menjadi depresi dan perlu ke dokter untuk mengatasinya. Stres akan selalu menghampiri setiap sisi kehidupan manusia, tetapi stres sebenarnya tidak selalu buruk dan merupakan bagian normal dari kehidupan seharihari. Oleh karena itu stress tidak dapat dihilangkan karena ia bagian dari kehidupan kita. Banyak penyakit yang timbul karena stress yang berkepanjangan. Penderita berusaha menyembuhkan penyakitnya, namun kesembuhan tidak kunjung datang. Jelas penyakit tersebut tidak akan sembuh karena sebenarnya ia tidak menderita sakit fisik. Untuk menghindari hal ini, sangat penting memiliki kemampuan untuk mengelola stress, sehingga dapat meminimalkan dampaknya terhadap emosional dan fisik atau bahkan mampu mengubah stres menjadi energi positif. Pada dasarnya, stres adalah salah satu sistem pertahanan, yaitu untuk memperVol. 7 No. 1 Tahun 2012
SERBA SERBI tahankan diri dari sesuatu yang mengganggu atau bahkan berbahaya dalam pikiran kita. Stres dalam kadar ringan dapat membuat seseorang berfikir keras dan berusaha menjawab tantangan hidup sehari-hari. Stres juga dapat menjadi motivasi bagi seseorang untuk menjadi sosok yang lebih baik dan dapat membuat hidup seseorang menjadi lebih “berwarna”. Selama ini kita mungkin hanya tahu dampak negatif dari stres, padahal stres dapat juga menimbulkan dampak positif. Tentu kemampuan alami setiap orang untuk mengendalikan stres berbeda. Namun kemampuan ini dapat ditingkatkan dengan latihan, ada beberapa cara untuk mengubah distres (stres negatif) menjadi eustres (stres positif). Stres yang positif dengan takaran yang umumnya tidak terlalu berat, dapat diubah menjadi energi positif (eustress) yang akan membuat seseorang menjadi lebih bersemangat, fokus dan termotivasi untuk mencapai tujuan. Stres yang bisa bikin orang jadi kreatif adalah stres yang well organized. Dalam bahasa yang lebih mudah, kita menyebutnya sebagai tantangan. Eustress bisa berubah menjadi distress jika tidak well organized atau tidak terkelola dengan baik. Pada dasarnya semua hal yang kita alami adalah netral, pikiran kita yang membuatnya menjadi positif atau negatif, tantangan atau ancaman. Contohnya ketika ada tantangan, namun lingkungan memberikan lebih banyak ancaman dan individu yang bersangkutan tidak bisa menemukan jalan keluar. “akibatnya orang itu akan stuck, tidak menemukan jalan keluar untuk mengatasi ancaman tersebut.” Tentu kemampuan alami setiap orang untuk mengendalikan stres berbeda satu sama lain, namun kemampuan ini dapat ditingkatkan dengan latihan. Ada beberapa Vol. 7 No. 1 Tahun 2012
cara untuk mengubah distres (stres negatif) menjadi eustres (stres positif. Beberapa tip yang bisa kita lakukan untuk mengatasi atau mengurangi tingkat stres yang timbul pada diri kita, yaitu antara lain : 1. Banyak melakukan olah raga fisik misalnya jalan santai/jogging, berlari kecil, senam/aerobic dan renang; 2. Membaca juga dapat mengurangi stress, carilah bahan bacaan yang kita sukai. Jadikan kunjungan ke perpustakaan dan toko buku sebagai hiburan; 3. Menikmati acara komedi di televisi, jangan terus menerus menyaksikan berita yang berat dan melelahkan fikiran; 4. Berlibur juga merupakan alternatif untuk menangani stress dan masih banyak lagi kegiatan-kegiatan positif yang membantu mengurangi tekanan stress pada diri kita; 5. Mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa, masing-masing agama mengajarkan keselarasan dan keharmonisan. Keengganan orang-orang yang jauh dari agama untuk taat kepada TuhanNYA, menyebabkan mereka terus menerus menderita perasaan tidak nyaman, khawatir dan stress. Pada akhirnya keseimbangan adalah kunci utama untuk mengatasi stres. Oleh karena itu sebaiknya setiap orang melakukan harmonisasi dalam hidupnya. Keseimbangan antara lahir dan bathin, juga dunia dan akhirat. Apabila konsep harmonisasi ini telah dipegang dan dijalankan secara benar, pasti stres yang berkepanjangan tidak akan menyerang kita. Kalaupun ada, stres itu adalah stress positif yang dapat dimanfaatkan untuk kemajuan, karena selalu mendorong pelakunya untuk berkembang dan bergerak maju. Penulis : Lely Kurnia Sadikin
55
SERBA SERBI ANEKDOT
Kondektur Koplak Di stasiun Gambir, seorang kondektur tengah memeriksa tiket para penumpang disebuah gerbong kereta, Sehingga terjadi percakapan sebeagai berikut : Kondektur : Bapak turun dimana ? Penumpang : Surabaya Kondektur : Maaf, Bapak salah jurusan..silahkan naik kereta yang lain..! Penumpang : ??? Kemudian sang kondektur berjalan ke barisan tempat duduk yang di tengah
Setelah Ka Stasiun datang langsung menanyakan kepada sang Kondektur. Ka Stasiun : Kenapa semua penumpang kamu suruh turun ? Kondektur : Mereka salah jurusan pak… Ka Stasiun : Coba saya liat tiketnya… Kondektur : Ini pak.. Ka Stasiun : Dasar koplaakk… Ini kereta jurusan Surabaya, Elu Kondektur jurusan Semarang… Naek kereta yang laen .!!
Kondektur : Ibu turun dimana ? Penumpang : Surabaya pak… KOndektur : Maaf, Ibu salah jurusan silahkan naek kereta yang lain..! Sang kondektur melanjutkan pemeriksaan tiketnya di barisan tempat duduk yang paling belakang Kondektur : Mas turun dimana ? Penumpang : Surabaya pak, kenapa ?? Kondektur : Maaf mas, salah jurusan. Naik kereta yang lain….! Seluruh penumpang pun kesal, karena merasa telah naik kereta yang benar. Akhirnya mereka melapor ke Kepala Stasiun.
56
Vol. 7 No. 1 Tahun 2012