2.1.1 Sejarah Singkat Perusahaan
PT Adira Dinamika Multifinance Cabang Medan beralamat di Jalan Bambu II Komplek Graha Niaga Blok A No. 12-14 Medan adalah suatu perusahaan yang bergerak di bidang jasa pembiayaan konsumen. Pembiayaan konsumen merupakan badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal dengan tidak menarik dana langsung dari masyarakat.
PT Adira Dinamika Multifinance (ADMF) berdiri pada tanggal 13 November 1990 dan kegiatan operasional berlangsung sejak tahun 1991. PT Adira Dinamika Multifinance pusat terletak di GRAHA ADIRA Jalan Menteng Raya No.21 Jakarta 10340. Saat ini jumlah PT Adira Dinamika Multifinance mempunyai 253 cabang yang tersebar di seluruh Indonesia dengan jumlah karyawan sekitar 14.000 karyawan. Berdasarkan data terakhir, saat ini jumlah konsumen PT Adira Dinamika Multifinance sekitar 1.700.000 konsumen di seluruh Indonesia.
Selain PT Adira Dinamika Multifinance, Adira juga mempunyai Adira Group yaitu: 1. PT Adira Dinamika Multifinance Tbk yang bergerak pada bidang pembiayaan sepeda motor, mobil, alat-alat elektronik dan rumah tangga. 2. PT Asuransi Adira Dinamika yang bergerak di bidang asuransi kendaraan bermotor 3. PT Adira Sarana Armada yang bergerak di bidang penyewaan mobil.
ADMF merupakan perusahaan pembiayaan yang memiliki visi, misi dan nilainilai tertentu. Visi perusahaan dapat dicapai bila perusahaan menerapkan misinya, sedangkan dalam menerapkan misi, sebuah perusahaan memerlukan perangkat nilai yang digunakan oleh karyawan sebagai panduan dalam berperilaku.
Visi dari ADMF adalah menjadi perusahaan pembiayaan kelas dunia. Adira Finance
bertekad
menjadi
“Perusahaan
Pembiayaan
Kelas
Dunia”
yang
keberadaannya sangat diperhitungkan baik oleh pesaing maupun oleh pasar dunia. Misi dari ADMF adalah mewujudkan impian esok pada hari ini. Maksudnya adalah Adira Finance menyediakan fasilitas kredit kepada masyarakat untuk mewujudkan impiannya pada hari ini, tanpa menunggu hari esok.
Universitas Sumatera Utara
Nilai yang ingin dicapai oleh ADMF adalah untuk memberikan hasil kerja yang sempurna dan berkomitmen melalui kerjasama yang berdasarkan kepercayaan dan rasa hormat.
2.2 Sistem Pendukung Keputusan 2.2.1 Pengertian Sistem Pendukung Keputusan
Beberapa Defenisi Decision Support System atau Sistem Pendukung Keputusan atau yang selanjutnya kita singkat dalam skripsi ini menjadi SPK menurut beberapa ahli dijelaskan sebagai berikut (Daihani, 2001) :
1. Menurut Man dan Watson Sistem Pendukung Keputusan merupakan suatu sistem interaktif, yang membantu pengambil keputusan melalui penggunaan data dan modelmodel keputusan untuk memecahkan masalah-masalah yang sifatnya semi terstruktur dan tidak terstruktur.
2. Menurut Maryan Alavi dan H.Albert Napier Sistem Pendukung Keputusan merupakan suatu kumpulan prosedur pemrosesan data dan informasi yang berorientasi pada penggunaan model untuk menghasilkan berbagai jawaban yang dapat membantu manajemen dalam pengambilan keputusan. Sistem ini harus sederhana, mudah dan adaptif.
3. Menurut Litlle Sistem Pendukung Keputusan adalah suatu sistem informasi bebrbasis komputer yang menghasilkan berbagai alternatif keputusan untuk membantu manajemen dalam menangani berbagai permasalahan yang terstruktur ataupun tidak terstruktur dengan menggunakan data dan model.
4. Menurut Raymond McLeod, Jr.
Universitas Sumatera Utara
Sistem Pendukung Keputusan merupakan Sistem Informasi Spesifik yang ditujukan untuk memecahkan suatu masalah tertentu yang harus dipecahkan oleh manajer pada berbagai tingkatan.
Dari berbagai defenisi diatas dapat disimpulkan bahwa SPK adalah suatu sistem informasi spesifik yang ditujukan untuk membantu manajemen dalam mengambil keputusan yang berkaitan dengan persoalan yang bersifat semi terstruktur Sistem ini memiliki fasilitas untuk menghasilkan beebagai alternatif yang secara interaktif dapat digunakan oleh pemakai.
Bagaimanapun juga harus diingat bahwa SPK tidak ditekankan untuk membuat keputusan. Dengan sekumpulan kemampuan untuk mengolah informasi/data yang diperlukan dalam proses pengambilan keputusan, sistem hanya berfungsi sebagai alat bantu manajemen. Jadi sistem ini tidak dimaksudkan untuk menggantikan fungsi pengambilan keputusan dalam membuat keputusan. Sistem ini dirancang hanyalah untuk membantu pengambil keputusan dalam melaksanakan tugasnya.
Pembuatan keputusan diperlukan diperlukan pada semua tahap kegiatan administrasi dan manajemen. Misalnyam dalam tahap perencanaan diperlukan banyak kegiatan pembuatan keputusan sepanjang proses perencanaan tersebut. Keputusankeputusan yang dibuat dalam proses perencanaan ditujukan kepada pemilihan alternatif program dan prioritasnya. Dalam pembuatan keputusan tersebut dicakup kegiatan identifikasi masalah, perumusan dan pemilihan alternatif keputusan berdasarkan perhitungan konsekuensi dan berbagai dampak yang timbul. Begitu juga dalam tahap implementasi atau operasional suatu organisasi, para manajer harus membuat banyak keputusan rutin dalam rangka mengendalikan usaha sesuai dengan rencana dan kondisi yang berlaku. Sedangkan dalam tahap pengawasan yang mencakup pemantauan, pemeriksaan dan penilaian (evaluasi) terhadap hasil pelaksanaan kerja, juga banyak keputusan dibuat dalam rangka koreksi terhadap penyimpangan yang terjadi agar hasil yang diperoleh lebih sesuai dengan sasaran mutu, waktu dan penggunaan sumber daya yang efisien.
2.2.2 Konsep Dasar Sistem Pendukung Keputusan
Universitas Sumatera Utara
Konsep Sistem Pendukung Keputusan (SPK) / Decision Support System (DSS) pertama kali diungkapkan pada awal tahun 1970-an oleh Michael S. Scott Morton dengan istilah Manajement Decision Systems. Sistem ini merupakan suatu sistem yang berbasis/berbantuan komputer yang ditujukan untuk membantu mengambil keputusan dalam memanfaatkan data dan model tertentu untuk memecahkan berbagai persoalan yang tidak terstruktur.
Pada dasarnya SPK ini merupakan pengembangan lebih lanjut dari Sistem Informasi Manajemen terkomputerisasi (Computerized Management Information System), yang dirancang sedemikian rupa sehingga bersifat interaktif dengan pemakainya. Sifat interaktif ini dimaksudkan untuk memudahkan integrasi antara berbagai komponen dalam proses pengambilan keputusan, seperti prosedur, kebijakan, teknik analisis, serta pengalaman dan wawasan manajerial guna membentuk suatu kerangka keputusan yang bersifat fleksibel.
Secara luas, dapat dikatakan bahwa SPK dirancang untuk menghasilkan berbagai alternatif yang ditawarkan kepada para pengambil keputusan dalam melaksanakan tugasnya. Karena, sebagian besar proses pengambilan keputusan yaitu perumusan masalah, pencarian alternatif telah dikerjakan oleh sistem, maka diharapkan para manajer akan lebih cepat dan akurat dalam menangani masalah yang dihadapinya.
Jadi secara umum, dapat dikatakan bahwa Sistem Pendukung Keputusan memberikan manfaat bagi manajemen dalam meningkatkan efektivitas dan efisiensi kerjanya terutama dalam proses pengambilan keputusan.
Pembuatan keputusan merupakan fungsi utama seorang manajer atau administrator. Kegiatan pembuatan keputusan meliputi pengidentifikasian masalah, pencarian alternatif penyelesaian masalah, evaluasi dari alternatif-alternatif tersebut dan pemilihan alternatif keputusan yang terbaik. Kemampuan seorang manajer dalam membuat keputusan dapat ditingkatkan apabila ia mengetahui dan menguasai teori dan teknik pembuatan keputusan. Dengan peningkatan kemampuan manajer dalam pembuatan keputusan diharapkan dapat ditingkatkan kualitas keputusan yang
Universitas Sumatera Utara
dibuatnya, dan hal ini tentu akan meningkatkan efisiensi kerja manajer yang bersangkutan.
2.2.3 Konsep Pengambilan Keputusan 2.2.3.1 Pengertian Keputusan
Pada umumnya para penulis sependapat bahwa kata keputusan (decision) berarti pilihan (choice), yaitu pilihan dari dua atau lebih kemungkinan. Keputusan dapat dilihat pada kaitannya dengan proses,
yaitu bahwa suatu keputusan ialah
keadaan akhir dari suatu proses yang lebih dinamis yang disebut pengambilan keputusan. Dengan kata lain, keputusan merupakan sebuah kesimpulan yang dicapai sesudah dilakukan pertimbangan, yang terjadi setelah satu kemungkinan dipilih, sementara yang lain dikesampingkan.
2.1.3.2 Pengertian Pengambilan Keputusan
Pengambilan keputusan didalam suatu organisasi merupakan hasil suatu proses komunikasi dan partisipasi yang terus menerus dari keseluruhan organisasi. Persoalan pengambilan keputusan, pada dasarnya adalah bentuk pemilihan dari berbagai alternatif tindakan yang mungkin dipiih yang prosesnya melalui mekanisme tertentu, dengan harapan akan menghasilkan sebuah keputusan yang terbaik. Penyusunan model keputusan adalah suatu cara untuk mengembangkan hubungan-hubungan logis yang mendasari persoalan keputusan ke dalam suatu model matematis, yang mencerminkan hubungan diantara faktor-faktor yang terlibat.
2.2.4 Fase-fase Proses Pengambilan Keputusan
Adapun proses dalam pengambilan keputusan terdiri dari 4 tahapan menurut Simon (Daihani, 2001), yaitu :
1. Tahap Penelusuran (Intelligence)
Universitas Sumatera Utara
Merupakan tahap pendefinisian masalah serta identifikasi informasi yang dibutuhkan yang berkaitan dengan persoalan yang dihadapi serta keputusan yang akan diambil. Langkah ini sangat penting menentukan tingkat ketepatan keputusan yang akan diambil, karena sebelum suatu tindakan diambil, tentunya persoalan yang dihadapi harus dirumuskan secara jelas terlebih dahulu.
2. Perancangan (Design) Merupakan tahap analisa dalam kaitan mencari atau merumuskan alternatifalternatif pemecahan masalah. Setelah permasalahan dirumuskan dengan baik, maka tahap berikutnya adalah merancang atau membangun model pemecahan masalahnya dan menyusun berbagai alternatif pemecahan masalah.
3. Pemilihan (Choice) Dengan mengacu pada rumusan tujuan serta hasil yang diharapkan, selanjutnya manajemen memilih alternatif solusi yang diperkirakan paling sesuai. Pemilihan alternatif ini akan mudah dilakukan kalau hasil yang diinginkan terukur atau memilki nilai kuantitas tertentu.
4. Implementasi (Implementation) Merupakan tahap pelaksanaan dari keputusan yang telah diambil. Pada tahap ini perlu disusun serangkaian tindakan yang terencan, sehingga hasil keputusan dapat dipantau dan disesuaikan apabila diperlukan perbaikanperbaikan.
2.2.5 Karakteristik dan Kemampuan Sistem Pendukung Keputusan
Menurut Turban karakteristrik Sistem Pendukung Keputusan adalah sebagai berikut (Daihani, 2001) : 1.
Sistem Pendukung Keputusan dirancang untuk membantu pengambil keputusan dalam memecahkan masalah yang sifatnya semi terstruktur atau tidak terstruktur
Universitas Sumatera Utara
2.
Dalam
proses
pengolahannya,
Sistem
Pendukung
Keputusan
mengombinasikan penggunaan model-model/teknik-teknik analisis dengan teknik pemasukan data konvensional serta fungsi-fungsi pencari/interogasi informasi. 3.
Sistem Pendukung Keputusan, dirancang sedemikian rupa sehingga dapat digunakan/dioperasikan dengan mudah oleh orang-orang yang tidak memiliki dasar kemampuan pengoprasian komputer yang tinggi. Oleh karena itu pendekatan yang digunakan biasanya model interaktif.
4.
Sistem Pendukung Keputusan dirancang dengan menekankan pada aspek fleksibilitas serta kemampuan adaptasi yang tinggi. Sehingga mudah disesuaikan dalam berbagai perubahan lingkungan yang terjadi dan kebutuhan pemakai.
2.2.6 Keuntungan Sistem Pendukung Keputusan
Sistem Pendukung Keputusan dapat memberikan manfaat atau keuntungan bagi pemakainya. Keuntungan dimaksud diantaranya meliputi (Daihani, 2001) :
1. Sistem Pendukung Keputusan memperluas kemampuan pengambil keputusan dalam memproses data/informasi bagi pemakainya. 2. Sistem Pendukung Keputusan membantu pengambil keputusan dalam hal penghematan waktu yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah terutama berbagai masalah yang sangat kompleks dan tidak terstruktur. 3. Sistem Pendukung Keputusan dapat menghasilkan solusi dengan lebih cepat dan hasilnya dapat diandalkan. 4. Walaupun suatu Sistem Pendukung Keputusan, mungkin saja tidak mampu memecahkan masalah yang dihadapi oleh pengambil keputusan, namun ia dapat menjadi stimulan bagi pengambil keputusan dalam memahami persoalannya. Karena sistem pendukung keputusan mampu menyajikan berbagai alternatif. 5. Sistem Pendukung Keputusan dapat menyediakan bukti tambahan untuk memberikan pembenaran sehingga dapat memperkuat posisi pengambil keputusan.
Universitas Sumatera Utara
Disamping berbagai keuntungan dan manfaat seperti diungkapkan diatas, SPK juga memiliki beberapa ketebatasan, diantaranya adalah (Daihani, 2001):
1. Ada beberapa kemampuan manajemen dan bakat manusia yang tidak dapat dimodelkan, sehingga model yang ada dalam sistem tidak mencerminkan persoalan sebenarnya. 2. Kemampuan suatu SPK terbatas pada pembendaharaan pengetahuan yang dimilikinya (pengetahuan dasar serta model dasar). 3. Proses-proses yang dapat dilakukan oleh SPK biasanya tergantung juga pada kemampuan perangkat lunak yang digunakannya. 4. SPK tidak memiliki kemampuan intuisi seperti yang dimiliki oleh manusia. Karena walau bagaimana pun canggihnya suatu SPK, dia hanyalah suatu kumpulan perangkat keras, perangkat lunak dan sistem operasi yang tidak dilengkapi dengan kemampuan berpikir.
2.2.7 Komponen Sistem Pendukung Keputusan
Adapun komponen-komponen dari SPK adalah sebagai berikut:
1. Subsistem manajemen data, mencakup satu basis data (database) yang berisi data yang relevan dan dikelola oleh perangkat lunak yang disebut Database Management System (DBMS).
2. Subsistem manajemen model, menggunakan perangkat lunak yang berkaitan dengan bidang-bidang seperti keuangan, statistik, manajemen, atau model-model kuantitatif yang memiliki kemampuan untuk melakukan analisa sistem. Perangkat lunak ini dikenal dengan Model Base Management System (MBMS). Subsistem ini memiliki komponen yang dapat dikoneksikan ke penyimpanan eksternal yang ada pada model.
Universitas Sumatera Utara
3. Subsistem antarmuka pengguna, digunakan sebagai media interaksi antara sistem dengan pengguna. Pengguna dapat berkomunikasi dengan SPK dan memerintahkan SPK melalui subsistem ini.
4. Subsistem manajemen berbasis-pengetahuan, dapat mendukung subsistem lain atau bertindak sebagai komponen yang berdiri sendiri yang tidak terkait dengan komponen lain.
Untuk dapat lebih jelas memahami model konseptual SPK, perhatikan gambar di bawah ini: Data: eksternal dan internal
Sistem lainnya yang berbasis komputer
Manajemen
Manajemen Subsistem berbasis pengetahuan
Antarmuka penguna
Manager
Gambar 2.1. Model Konseptual SPK 2.3 Metode Preference Ranking Organization for Enrichment Evaluation (PROMETHEE)
Promethee adalah suatu metode penentuan urutan (prioritas) dalam analisis multikriteria. Masalah pokoknya adalah kesederhanaan, kejelasan , dan kestabilan. Dugaan dari dominasi kriteria yang digunakan dalam promethee adalah penggunaan nilai dalam hubungan outranking (Brans, 1998) . Ini adalah metode peringkat yang cukup sederhana dalam konsep dan aplikasi dibandingkan dengan metode lain untuk analisis multikriteria (Goumas, 1998).
Prinsip yang digunakan adalah penetapan prioritas alternatif yang telah ditetapkan berdasarkan pertimbangan (∀i | fi(.) → R [real world], dengan kaidah dasar Max { f1 (x), f2 (x), f3 (x), ..., fj (x), ... , fk (x) | x ϵ R }
Universitas Sumatera Utara
Dimana K adalah sejumlah kumpulan alternatif, dan fi (i = 1, 2, ..., K) merupakan nilai/ukuran relatif kriteria untuk masing-masing alternatif. Dalam aplikasinya sejumlah kriteria telah ditetapkan untuk menjelaskan K yang merupakan penilaian dari R ( real world). Promethee termasuk dalam keluarga dari metode outranking yang dikembangkan oleh B. Roy, dan meliputi dua fase: -
Membangun hubungan outranking dari K
-
Eksploitasi dari hubungan ini memberikan jawaban optimasi kriteria dalam paradigma permasalahan multikriteria.
Dalam fase pertama, nilai hubungan outranking berdasarkan pertimbangan dominasi masing-masing kriteria. Indeks preferensi ditentukan dan nilai outranking secara grafis disajikan berdasarkan preferensi dari pembuat keputusan. Data dasar untuk evaluasi dengan metode Promethee disajikan sebagai berikut
Tabel 2.1 Data dasar analisis promethee f1 (.)
f2 (.)
...
fj (.)
...
fk (.)
a1
f1 (a1)
f2 (a1)
...
fj (a1)
...
fk (a1)
a2
f1 (a2)
f2 (a2)
...
fj (a2)
...
fk(a2)
...
...
...
...
...
...
...
ai
f1 (ai)
f2 (ai)
...
fj (ai)
...
fk (ai)
...
...
...
...
...
...
...
an
f1 (an)
f2 (an)
...
fj (an)
...
fk (an)
2.3.1 Nilai hubungan outranking dalam Promethee 2.3.1.1 Dominasi Kriteria
Universitas Sumatera Utara
Nilai f merupakan nilai nyata dari suatu kriteria : f:K→R dan tujuan berupa prosedur optimasi Untuk setiap alternatif a ϵ K, f (a) merupakan evaluasi dari alternatif tersebut untuk suatu kriteria. Pada saat dua alternatif dibandingkan, a, b ϵ K, harus dapat ditentukan perbandingan preferensinya. Penyampaian intesitas (P) dari preferensi alternatif a terhadap alternatif b sedemikian rupa sehingga : -
P (a,b) = 0, berarti tidak ada (indefferent) antara a dan b, atau tidak ada preferensi dari a lebih baik dari b.
-
P (a,b)
~
0, berarti lemah preferensi dari a lebih baik dari b.
-
P (a,b)
~
1, berarti kuat preferensi dari a lebih baik dari b.
-
P (a,b) = 1 , berarti mutlak preferensi dari a lebih baik dari b. Dalam metode ini, fungsi preferensi seringkali menghasilkan nilai fungsi yang
berbeda antara dua evaluasi, sehingga : P (a,b) = P (f(a)-f(b)). Untuk semua kriteria , suatu alternatif akan dipertimbangkan memiliki nilai kriteria yang lebih baik ditentukan oleh nilai f dan akumulasi dari nilai ini menentukan nilai preferensi atas masing-masing alternatif yang akan dipilih.
2.3.1.2 Rekomendasi fungsi preferensi untuk keperluan aplikasi Dalam Promethee disajikan enam bentuk fungsi preferensi kriteria. Hal ini tentu saja tidak mutlak , tetapi bentuk ini cukup baik untuk beberapa kasus. Untuk memberikan gambaran yang lebih baik terhadap area yang tidak sama, digunakan fungsi selisih nilai kriteria antara alternatif H(d) dimana hal ini mempunyai hubungan langsung pada fungsi preferensi (Brans, 1998). a.
Kriteria biasa (Usual Criterion)
H(d) =
...…………..…….……………...(1)
Keterangan :
Universitas Sumatera Utara
H(d)
= selisih kriteria antar alternatif
d = selisih nilai kriteria {d=f(a) - f(b)} Pada kasus ini , tidak ada beda (sama penting) antara a dan b jika dan hanya jika f (a) = f(b) ; apabila nilai kriteria pada masing-masing alternatif memiliki nilai berbeda, pembuat keputusan membuat preferensi mutlak untuk alternatif memiliki nilai yang lebih baik. Untuk melihat kasus preferensi pada kriteria biasa, ilustrasinya dapat dilihat dari perlombaan lari maraton , seorang peserta dengan peserta lain akan memiliki peringkat yang mutlak berbeda walaupun hanya dengan selisih nilai (waktu) yang teramat kecil, dan dia akan memiliki peringkat yang sama jika dan hanya jika waktu tempuhnya sama atau selisih nilai diantara keduanya sebesar nol. Fungsi H(d) untuk fungsi preferensi ini disajikan pada Gambar 2.2.
H(d 1
d
0 Gambar 2.2 Kriteria Biasa
b. Kriteria Quasi (Quasi Criterion)
H(d)
=
0 jika < q
H(d)
=
1 jika d >q ............................................ (2)
Keterangan: 1. H(d)
: fungsi selisih kriteria antaralternatif
2. d
: selisih nilai kriteria {d = f(a) – f(b)}
3. Parameter (q) : harus merupakan nilai yang tetap
Seperti yang terlihat pada Gambar 2.3, dua alternatif memiliki preferensi yang sama penting selama selisih atau nilai H (d) dari masing-masing alternatif untuk kriteria tertentu tidak melebihi nilai q, dan apabila selisih hasil evaluasi untuk masingmasing alternatif melebihi nilai q maka terjadi bentuk preferensi mutlak. H(d)
Universitas Sumatera Utara
-q
0
d q
Gambar 2.3 Kriteria Quasi Jika pembuat keputusan menggunakan kriteria quasi, dia harus menentukan nilai q, dimana nilai ini dapat menjelaskan pengaruh yang signifikan dari suatu kriteria. Dalam hal ini, preferensi yang lebih baik diperoleh apabila terjadi selisih antara dua alternatif diatas q. Misalnya, seseorang akan dianggap mutlak lebih kaya apabila selisih nilai kekayaannya lebih besar dari Rp. 10 juta, dan apabila selisih kekayaannya kurang dari Rp. 10 juta dipandang sama kaya.
c.
Kriteria dengan preferensi linier
H(d) =
........................................ (3)
Keterangan: 1. H(d)
: fungsi selisih kriteria antaralternatif
2. d
: selisih nilai kriteria {d = f(a) – f(b)}
3. p
: nilai kecenderungan atas
Kriteria preferensi linier dapat menjelaskan bahwa selama nilai selisih memiliki nilai yang lebih rendah dari p, preferensi dari pembuat keputusan meningkat secara linier dengan nilai d. Jika nilai d lebih besar dibandingkan dengan nilai p, maka terjadi preferensi mutlak (Brans, 1998) . Fungsi kriteria ini disajikan pada Gambar 2.4. Pada saat pembuat keputusan mengidentifikasi beberapa kriteria untuk tipe ini, dia harus menetukan nilai dari kecenderungan atas (nilai p). Dalam hal ini nilai d diatas p telah dipertimbangkan akan memberikan preferensi mutlak dari suatu alternatif. Misalnya, akan terjadi preferensi dalam hubungan linier kriteria kecerdasan seseorang dengan orang lain apabila nilai ujian seseorang berselisih di bawah 30,
Universitas Sumatera Utara
apabila di atas 30 poin maka mutlak orang itu lebih cerdas dibandingkan dengan orang lain. H(d) 1
-p
d
0
p
Gambar 2.4 Kriteria dengan preferensi linier
d. Kriteria Level (Level Criterion)
H(d)
=
.…………………………………(4) Keterangan : 1. H(d)
: fungsi selisih kriteria antaralternatif
2. p
: nilai kecenderungan atas
3. parameter (q) : harus merupakan nilai yang tetap
Dalam kasus ini, kecenderungan tidak berbeda q dan kecenderungan preferensi p adalah ditentukan secara simultan. Jika d berada di antara nilai q dan p, hal ini berarti situasi preferensi yang lemah (H(d)=0.5) (Brans, 1998) . Fungsi ini disajikan pada Gambar 2.5. dan pembuat keputusan telah menentukan kedua kecenderungan untuk kriteria ini. 1 1/2
-p -q
0
d q
p
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.5 Kriteria Level
Bentuk kriteria level ini dapat dijelaskan misalnya dalam penetapan nilai jarak preferensi jarak tempuh antar kota. Misalnya jarak antara Bandung-Cianjur sebesar 60 km, Cianjur-Bogor sebesar 68 km, Bogor-Jakarta sebesar 45 km, Cianjur-Bogor sebesar 68 km, Bogor-Jakarta sebesar 45 km, Cianjur-Jakarta 133 km. Dan telah ditetapkan bahwa selisih di bawah 10 km maka dianggap jarak antar kota tersebut adalah tidak berbeda, selisih jarak sebesar 10-30 km relatif berbeda dengan preferensi yang lemah, sedangkan selisih di atas 30 km diidentifikasikan memiliki preferensi mutlak berbeda. Dalam kasus ini, selisih jarak antara Bandung-Cianjur dan Cianjur-Bogor dianggap tidak berbeda (H(d)=0) karena selisih jaraknya di bawah 10 km, yaitu (6860) km = 8 km, sedangkan preferensi jarak antara Cianjur-Bogor dan Jakarta-Bogor dianggap berbeda dengan preferensi yang lemah (H(d)=0.5) karena memiliki selisih yang berada pada interval 10-30 km, yaitu sebesar (68-45) km = 23 km. Dan terjadi preferensi mutlak (H(d)=1) antara jarak Cianjur-Jakarta dan Bogor-Jakarta karena memiliki selisih jarak lebih dari 30 km.
e.
Kriteria dengan preferensi linier dan area yang tidak berbeda
H(d) =
……..……………………(5)
Keterangan: 1. H(d)
: fungsi selisih kritaria antara alternatif
2. d
: selisih nilai kriteria {d = f(a) – f(b)}
3. parameter (p) : nilai kecenderungan atas 4. parameter (q) : harus merupakan nilai yang tetap
Universitas Sumatera Utara
Pada kasus ini, pengambil keputusan mempertimbangkan peningkatan peningkatan preferensi secara linier dari tidak berbeda hingga preferensi mutlak dalam area antara dua kecenderungan q dan p [1]. Dua parameter tersebut telah ditentukan. Fungsi H selanjutnya disajikan pada Gambar 2.6. 1
-p -q
0
d q
p
Gambar 2.6 Kriteria dengan preferensi linier dan area yang tidak berbeda
f. Kriteria Gaussian (Gaussian Criterion)
H(d) =
...........…………………. (6)
Fungsi ini disajikan dalam Gambar 2.7 Fungsi ini bersyarat apabila telah ditentukan nilai σ , dimana dapat dibuat berdasarkan distribusi normal dalam statistik (Brans, 1998).
H(d)
H(d) Gambar 2.7 Kriteria Gaussian
Universitas Sumatera Utara
2.3.1.3 Indeks preferensi multikretria Tujuan pembuat keputusan adalah menetapkan fungsi preferensi Pi , dan πi untuk semua kriteria fi (i = 1, ..., k) dari masalah optimasi kriteria majemuk. Bobot (weight) πi merupakan ukuran relatif dari kepentingan kriteria fi ; jika semua kriteria memiliki nilai kepentingan yang sama dalam pengambilan keputusan maka semua nilai bobot adalah sama. Indeks preferensi multikriteria ( ditentukan berdasarkan rata-rata bobot dari fungsi preferensi Pi )
..............................(7) δ (a, b) merupakan intensitas preferensi pembuat keputusan yang menyatakan bahwa alternatif a lebih baik dari alternatif b dengan pertimbangan secara simultan dari seluruh kriteria. Hal ini dapat disajikan dengan nilai antara 0 dan 1, dengan ketentuan sebagai berikut : -
δ (a, b) = 0, menunjukkan preferensi yang lemah untuk alternatif a lebih dari alternatif b berdasarkan semua kriteria.
-
δ (a, b) = 1, menunjukkan preferensi yang kuat untuk alternatif a lebih dari alternatif b berdasarkan semua kriteria. Indeks preferensi ditentukan berdasarkan nilai hubungan outranking pada
sejumlah kriteria dari masing-masing alternatif. Hubungan ini dapat disajikan sebagai grafik nilai outranking, node-nodenya merupakan alternatif berdasarkan penilaian kriteria tertentu. Diantara dua node (alternatif) a dan b, merupakan garis lengkung yang mempunyai nilai δ (b, a), dan δ (a, b) (tidak ada hubungan khusus antara δ (b, a), dan δ (a, b)). Hal ini dapat dilihat pada gambar dibawah δ (b,a)
a
b
δ (a,b)
Gambar 2.8 Hubungan Antara Node
Universitas Sumatera Utara
2.3.2 Promethee Ranking
2.3.2.1 Arah dalam grafik nilai outranking
Untuk setiap node a dalam grafik nilai outranking ditentukan berdasarkan leaving flow , dengan persamaan : Φ + (a) =
....................................(8)
Dimana δ (a, x) menunjukkan preferensi bahwa alternatif a lebih baik dari alternatif x. Leaving flow adalah jumlah dari nilai garis lengkung yang memiliki arah menjauh dari node a dan hal ini merupakan karakter pengukuran outranking (gambar dibawah)
.
δ (a,b)
b
a
Gambar 2.9 Leaving Flow Secara simetris dapat ditentukan entering flow dengan persamaan : Φ- (a) =
.......................... (9)
Entering flow diukur berdasarkan karakter outranked dari a (Gambar dibawah)
Universitas Sumatera Utara
δ (a,b)
b
a
Gambar 2.10 Entering Flow Sehingga pertimbangan dalam penentuan net flow diperoleh
dengan
persamaan : Φ (a) = Φ+ (a) – Φ- (a) .......................................................... (10) Penjelasan dari hubungan outranking dibangun atas pertimbangan untuk masing-masing alternatif pada grafik nilai outranking, berupa urutan parsial (Promethee I) atau urutan lengkap (Promethee II) pada sejumlah alternatif yang mungkin , yang dapat diusulkan kepada pembuat keputusan untuk memperkaya penyelesaian masalah.
1.
Promethee I
Nilai terbesar pada leaving flow dan nilai yang kecil dari entering flow merupakan alternatif yang terbaik. Leaving flow dan entering flow menyebabkan: aP+b jika Φ + (a) > Φ + (b) aI+b jika Φ + (a) = Φ + (b) aP-b jika Φ - (a) < Φ - (b) aI-b jika Φ - (a) = Φ - (b) Promethee I menampilkan partial preorder (PI, II, RI) dengan mempertimbangkan interaksi dari dua preorder:
Universitas Sumatera Utara
Partial preorder diajukan kepada pembuat keputusan, untuk membantu pengambilan keputusan masalah yang dihadapinya. Dengan menggunakan metode Promethee I masih menyisakan bentuk incomparable, atau dengan kata lain hanya memberikan solusi partial preorder (sebagian).
2.
Promethee II Dalam kasus complete preorder dalam K adalah penghindaran dari bentuk
incomparable, Promethee II complete preorder (PII, III) disajikan dalam bentuk net flow disajikan berdasarkan pertimbangan persamaan : aPIIb jika (a) > Φ (b) aPIIb jika (a) = Φ (b) Melalui complete preorder , informasi bagi pembuat keputusan lebih realistik.
Terdapat beberapa kelebihan dari metode Promethee yaitu :
1.
Lebih jelas dan lebih sederhana / mudah dipahami oleh para praktisi.
2.
Memperhitungkan data kualitatif sebaik data kuantitatif.
3.
Menyediakan enam tipe preferensi terhadap kriteria.
4.
Memperhitungkan kriteria berbeda pada saat yang sama, yang tidak mungkin dengan keputusan berbasis proses yang didasarkan hanya pada satu kriteria.
5.
Dapat menggunakan kriteria yang berbeda untuk setiap dimensi.
6.
Perangkingan alternatif dapat dilakukan secara parsial maupun lengkap.
Disamping kelebihan diatas
terdapat juga beberapa kekurangan dari
metode Promethee yaitu :
1.
Membutuhkan informasi tambahan berupa fungsi preferensi tertentu yang harus didefenisikan / dijelaskan.
Universitas Sumatera Utara
2.
Tidak mampu menangani masalah optimasi terhadap kendala yang sangat mungkin ada dalam permasalahan pemilihan alternatif optimal.
2.4
Kredit
2.4.1. Pengertian Kredit
Kredit berasal dari bahasa Yunani yaitu “credere” yang artinya “kepercayaan” dan dari bahasa latin yaitu “Creditum” yang berarti kepercayaan atau kebenaran. Menurut Mahmoeddin (2004:2) Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat disamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga imbalan atau pembagian hasil keuntungan.
Dari pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa:
b. Adanya suatu penyerahan uang/tagihan atau barang yang menimbulkan tagihan kepada pihak lain dengan harapan bank dapat memperoleh pendapatan yang berasal dari bunga yang dibebankan kepada pinjaman tersebut.
c. Kredit diawali dengan adanya perjanjian atas dasar kepercayaan dimana masing-masing pihak yang terikat oleh perjanjian kredit tersebut harus mematuhi kewajiban yang telah disepakati.
d. Dalam perjanjian kredit terdapat kesepakatan pelunasan utang dan bunga yang diselesaikan dalam jangkat waktu tertentu sesuai dengan kesepakatan bersama.
2.4.2 Unsur-unsur Kredit
Universitas Sumatera Utara
Pada pemberian kredit ada beberapa unsur yang harus diperhatikan yaitu:
1. Kepercayaan, yaitu suatu keyakinan dari si pemberi kredit kepada penerima kredit bahwa prestasi yang diberikan baik dalam bentuk uang, barang maupun jasa akan benar-benar diterima dalam jangka waktu tertentu di masa yang akan datang. 2. Kesepakatan, yaitu suatu perjanjian sepakat antara si pemberi kredit dan si penerima kredit untuk melaksanakan hak dan kewajibannya selama perjanjian kredit berlangsung. 3. Jangka waktu, yaitu pinjaman atau kredit yang diberikan telah disepakati untuk masa waktu tertentu sesuai dengan perjanjian. 4. Resiko, yaitu suatu resiko yang harus dihadapi oleh si pemberi kredit akibat adanya jangka waktu pengembalian kredit. 5. Balas jasa, yaitu keuntungan atas pemberian suatu kredit yang dikenal dengan bunga dan biaya administrasi 6. Kreditur, yaitu adanya orang atau badan yang memiliki barang, jasa atau uang yang dapat dipinjamkan pada orang lain.
Universitas Sumatera Utara