BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bab ini diuraikan tentang peranan penjadwalan dan pengaruhnya, definisi penjadwalan, tujuan penjadwalan, klas ifikasi penjadwalan, istilah dan kriteria dalam penjadwalan, pendekatan penjadwalan, Algoritma Smith, dan Rekayasa piranti Lunak.
2.1.1 PERANAN PENJAD WALAN DAN PENGARUHNYA Penjadwalan adalah proses pengambilan keputusan yang memainkan peranan penting
dalam industri manufaktur maupun jasa. Penjadwalan digunakan dalam
pengadaan (procurement) dan produksi (production), dalam transportasi dan distribusi, dan dalam pemrosesan informasi dan komunikasi. Fungsi penjadwalan dalam perusahaan
menggunakan
teknik
matematika
atau
metode
heuristik
untuk
mengalokasikan sumber daya yang terbatas kepada tugas-tugas yang ada. Alokasi sumber daya yang tepat memungkinkan perusahaan untuk mengoptimalkan dan mencapai tujuannya.
Sumber daya dapat berupa mesin-mesin yang di
produksi,
landasan di airport, atau petugas di bidang konstruksi. Tugas dapat berupa operasi di produksi, tinggal landas dan pendaratan di aiport, atau tahap-tahap dalam proyek pembuatan alat perkantoran. Setiap tugas mempunyai suatu level prioritas, waktu memulai pekerjaan yang tercepat dan memungkinkan, dan due date. Tujuan yang ingin dicapai bermacam-macam, seperti meminimumkan waktu penyelesaian semua pekerjaan atau meminimumkan jumlah tugas yang terlambat, dan lain sebagainya.
2.1.2 DEFINIS I PENJAD WALAN M enurut
Baker[1,
hal.2],
penjadwalan
didefinisikan
sebagai
proses
pengalokasian sumber untuk memilih sekumpulan tugas dalam jangka waktu tertentu. Definisi ini dapat dijabarkan dalam dua arti yang berbeda, yaitu :
6
1. Penjadwalan merupakan fungsi pengambilan keputusan dalam menentukan jadwal yang paling tepat 2. Penjadwalan merupakan sebuah teori yang berisi kumpulan prinsip, model, teknik, dan konklusi logis dalam proses pengambilan keputusan.
M enurut M orton[4, hal 36], penjadwalan didefinisikan sebagai penyesuaian aktivitas dengan sumber daya yang terbatas untuk memaksimumkan kepuasan pelanggan, utilisasi produksi, dan meminimumkan biaya operasi. Keputusan yang dibuat dalam penjadwalan meliputi pengurutan pekerjaan (sequencing), waktu mulai dan waktu selesai pekerjaan (release and timing), dan urutan operasi suatu pekerjaan (routing). M asalah penjadwalan selalu berkaitan dengan pengurutan produksi (sequencing), yang dengan demikian didefinisikan sebagai penentuan urutan-urutan kedatangan dari bermacam-macam pekerjaan yang harus diselesaikan dalam jangka waktu tertentu. Persoalan penjadwalan timbul jika beberapa pekerjaan dikerjakan secara bersamaan, sedangkan peralatan yang dimiliki terbatas.
Input dari suatu penjadwalan biasanya mencakup jenis dan banyaknya produk yang akan dioperasi, urutan ketergantungan antar operasi, waktu proses untuk masingmasing operasi, serta fasilitas yang dibutuhkan untuk tiap operasi. Sedangkan output dari penjadwalan adalah dispatch list, yaitu daftar yang menyatakan urutan-urutan pemrosesan produk serta waktu mulai dan selesai dari pemrosesan produk (starting and completion time).
2.1.3 TUJUAN PENJAD WALAN Tujuan penjadwalan secara umum adalah sebagai berikut : 1. M eningkatkan produktivitas mesin, yaitu dengan mengurangi waktu mesin menganggur (memaksimumkan utilisasi sumber daya).
7
2. M engurangi persediaan barang setengah jadi (work in process inventory) dengan mengurangi jumlah rata-rata pekerjaan yang menungu dalam antrian suatu mesin karena mesin tersebut sibuk. 3. Pemenuhan due date dan mengurangi keterlambatan karena batas waktu (due date) telah terlampaui dengan cara mengurangi maksimum waktu keterlambatan maupun dengan mengurangi jumlah pekerjaan yang terlambat. 4. M eminimasi ongkos produksi.
2.1.4 KLAS IFIKAS I PENJAD WALAN M odel penjadwalan berbeda-beda, tergantung dari kondisinya di dalam produksi. Beberapa model penjadwalan yang sering ditemui di dalam produksi antara lain : 1. Berdasarkan mesin yang digunakan dalam proses a. Penjadwalan pada mesin tunggal Suatu sistem produksi dapat diklasifikasikan sebagai model penjadwalan mesin tunggal. Contohnya, jika bottleneck muncul pada suatu stasiun kerja di lingkungan multi-mesin, maka urutan pekerjaan pada stasiun bottleneck tersebut menentukan performansi dari keseluruhan sistem. b. Penjadwalan pada mesin paralel Sekelompok mesin paralel merupakan generalisasi dari model mesin tunggal. Banyak lingkungan produksi yang terdiri dari beberapa stasiun kerja dimana setiap stasiun kerjanya mempunyai konfigurasi mesin paralel. M esin pada stasiun kerja dapat indentik sehingga kapanpun pekerjaan tiba, pekerjaan tersebut dapat diproses di mesin paralel manapun yang tersedia. M odel mesin paralel juga penting untuk alasan yang sama dengan mesin tunggal. Ketika mesin paralel tidak identik, akibatnya terdapat beberapa mesin yang beroperasi pada kecepatan yang rendah dibanding mesin lainnya.
8
Dalam kasus ini beberapa pekerjaan dapat diproses di m mesin tertentu di mesin paralel, sedangkan pekerjaan yang lainnya diproses di mesin khusus tertentu.
2. Berdasarkan pola aliran proses a. Penjadwalan flow shop Sistem produksi terdiri dari banyak operasi pada sejumlah mesin yang berbeda, dimana rute/aliran dari seluruh proses indentik, artinya semua tipe produk melalui stasiun kerja/mesin yang sama menurut urutan yang sama pula. M esin-mesin disusun secara seri, dimana bila proses pada stasiun kerja telah selesai, maka order akan masuk ataupun mengantri pada stasiun berikutnya. Dalam beberapa model flow shop, jika suatu pekerjaan tidak memerlukan proses di suatu mesin tertentu, pekerjaan tersebut dapat melewati mesin tersebut dan melanjutkan proses di mesin berikutnya. Namun ada beberapa model flow shop tidak mengizinkan hal tersebut. Jika setiap stasiun kerja yang disusun secara seri tersebut terdiri dari mesin-mesin paralel yang identik dan pekerjaan dapat diproses di mesin paralel manapun dalam setiap tahap, maka model ini disebut model flow shop yang fleksibel. b. Penjadwalan job shop Berbeda dari model sebelumnya, penjadwalan job shop memungkinkan rute yang berbeda untuk masing-masing tipe produknya. Dalam model ini ada kalanya suatu pekerjaan harus melalui stasiun kerja tertentu beberapa kali ataupun secara bolak – balik. Sedangkan model job shop yang fleksibel merupakan model job shop yang terdiri dari beberapa mesin paralel pada stasiun kerjanya.
9
3. Berdasarkan pola kedatangan pekerjaan a. Penjadwalan statis, dimana pekerjaan datang bersamaan dan siap dikerjakan pada mesin yang tidak bekerja b. Penjadwalan dinamis, dimana kedatangan pekerjaan tidak menentu 4. Berdasarkan sifat informasi yang diterima penjadwalan produksi a. Penjadwalan deterministik, dimana informasi yang diterima pasti b. Penjadwalan stokastik, dimana informasi yang diperoleh tidak pasti, tetapi memiliki kecenderungan yang jelas atau menyangkut adanya distribusi probabilitas tertentu.
2.1.5 IS TILAH DAN KRITERIA DALAM PENJADWALAN Dalam penjadwalan terdapat beberapa informasi yang bersifat statis atau tidak tergantung pada jadwal, antara lain : •
Processing Time (pij) / Waktu Proses Yaitu waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan order i pada mesin j
•
Ready Time(ri) / Saat Siap Yaitu saat order i tiba di dalam sistem atau saat paling awal order i siap dijadwalkan
•
Due Date (di) / Saat Jatuh Tempo Yaitu batas akhir order i harus diselesaikan
10
•
Weight (Wi) / Bobot Yaitu bobot order i, menunjukkan pentingnya order i relatif terhadap order lainnya dalam sistem. Bobot dapat mewakili biaya menahan pekerjaan dalam sistem, biaya inventory, dan biaya lainnya yang dapat mewakili kepentingan suatu order terhadap order lainnya.
Permasalahan penjadwalan intinya adalah menentukan urutan produksi yang memberikan solusi terbaik dengan kriteria sebagai berikut : a. M emenuhi kendala teknologi yang ada (technology constraint), dengan kata lain merupakan penjadwalan yang layak (feasible) b. M emenuhi satu atau beberapa kriteria performansi yang didefinisikan sebelumnya.
Variabel ukur performansi yang telah dikembangkan dalam lingkungan penjadwalan diantaranya adalah sebagai berikut : • Completion Time (Ci) / Saat Selesai Yaitu waktu penyelesaian operasi paling akhir suatu order i • Release Time (Rij) / Saat mulai diproses Yaitu waktu order i mulai diproses pada mesin j • Flow Time (Fi) / waktu tinggal Yaitu waktu yang dibutuhkan suatu order berada di lantai produksi. Flow time disebut juga shop time atau manufacturing interval. Fi = Ci-Ri • Waiting Time (Wi) / waktu tungguYaitu waktu yang menunggu antara waktu suatu proses selesai hingga dimulai operasi berikutnya dari pengerjaan tiap operasi pada order i. Wi = Fi - ∑ pij • Lateness ( Li)
11
Yaitu selisih waktu selesai order i terhadap due date order tersebut. Li = Cidi. Li <0, jika penyelesaian memenuhi batas akhir Li >0, jika penyelesaian melewati batas akhir. • Tardiness (Ti) / waktu terlambat Yaitu jangka waktu keterlambatan pemenuhan due date order i.
Ti =
max(0,Li) • Makespan Yaitu jangka waktu seluruh order yang dijadwalkan dapat diselesaikan dalam produksi.
2.1.6 PEND EKATAN PENJADWALAN Berikut ini disajikan beberapa pendekatan penjadwalan secara umum . • Interval Schedule Penjadwalan formal diberikan terlebih dahulu. Proses yang paling aktual diharapkan sesuai dengan jadwal, bahkan jika kejadian yang darurat dan tidak
diperkirakan
serta kejadian
lainnya mengakibatkan
beberapa
perubahan. Interval Scheduling berguna ketika penggunaan beberapa sumber daya yang kritis harus dikoordinasikan. • Dispatch Schedule Penjadwalan formal dapat diberikan atau juga tidak diberikan terlebih dahulu, tetapi perubahan yang sederhana dapat ditangani hanya dengan menyesuaikan seluruh jadwal dengan cara yang fleksibel. Perluasannya adalah dengan menjadwalkan sumber daya demi sumber daya, dengan tetap menjaga masing-masing sumber daya sibuk dengan aktivitas terpenting yang tersedia. Ketika sumber daya menjadi kosong, maka aktivitas dengan prioritas tertinggi yang diproses selanjutnya.
12
• Simple Dispatch Schedule Pendekatan ini disebut juga nondelay dispatch schedule, yaitu sumber daya tidak pernah dibiarkan mengganggur untuk antisipasi kedatangan hot jobs. • Critical Job Schedule (lot for lot) Pendekatan ini menjadwalkan pekerjaan yang paling kritis terlebih dahulu ke seluruh lantai produksi, baru dilanjutkan dengan pekerjaan paling kiritis kedua, dan selanjutnya. • Critical Resource Schedule (bottleneck schedule) Sumber daya yang bottleneck atau overused dijadwalkan terlebih dahulu, kemudian sumber daya yang lain dijadwalkan mengikutinya. Dengan pendekatan ini maka diharapkan penggunaan yang efisien dari sumber daya yang kritis ini dapat menolong banyak pekerjaan-pekerjaan yang kritis. • Critical Operation Schedule Dengan melihat pekerjaannya, aktivitas/sumber daya yang berpasangan dengan prioritas tertinggi, dijadwalkan terlebih dahulu. • Forward Scheduling Pendekatan ini menjadwalkan secara maju, dimana order berusaha diselesaikan sesegera mungkin. Forward scheduling biasanya menghasilkan jadwal yang selesai sebelum due date-nya. • Backward Scheduling Pendekatan ini menjadwalkan secara mundur dari due date. Prosedur secara mundur ini menugaskan pekerjaan pada waktu
terlama suatu
pekerjaan dapat diselesaikan tepat pada due date-nya dan bukan sebelumnya. • Heuristic Dispatch Scheduling Suatu metode dispatch secara forward dimana setiap prioritas titik pengambilan keputusan (sequencing, timing, routing, dan lain sebagainya)
13
ditentukan dengan suatu aturan tertentu (static, dynamic, iterative) dan pilihan prioritas tertinggi dipilih di dalam simulasi. • Advanced Dispatch Scheduling Penjadwalan dispatch secara heuristik yang meramalkan masalah due date dan sumber daya secara dinamis. • Combinatorial Scheduling Beberapa jadwal yang mungkin dievaluasi melalui pohon pencarian. Pendekatan ini dapat dilakukan secara forward maupun backward. M etode spesifik untuk pendekatan ini antara lain integer programming, approximate integer programming, beam search, dan dynamic programming.
Tujuan penjadwalan dengan kriteria optimalitas yang dibutuhkan dapat dicapai dengan mengembangkan berbagai metode penjadwalan. M etode penjadwalan yang telah dikembangkan, secara umum dapat diklasifikasikan ke dalam 3 kelompok berdasarkan metode komputasi penjadwalan yaitu : 1.
M etode optimum yang efisien M etode ini menghasilkan jadwal optimum dalam waktu yang relatif singkat. Algoritma yang dikembangkan biasanya untuk permasalahan yang tidak besar. Termasuk dalam metode ini misalnya adalah algoritma Johnson.
2.
M etode optimal enumeratif M etode ini menghasilkan
jadwal optimal berdasarkan formulasi
matematis, diikuti oleh metode Branch & Bound, Smith, Mixed Integer Linear Programming, dan Dynamic Programming.
3.
M etode Heuristik
14
M etode heuristik melakukan pendekatan suatu solusi optimal. Dasar pengembangan metode heuristik dikategorikan menjadi 3, yaitu : •
Penjadwalan dilakukan setiap mesin selesai melakukan proses atau setiap pekerjaan datang mengantri. Contoh pendekatan ini adalah priority rule.
•
M endefinisikan struktur neighboorhood dan solusi diperoleh berdasarkan struktur tersebut. Contoh pendekatan ini adalah tabu search, simulated annealing dan genetic algorithm.
•
Penjadwalan dilakukan pada setiap mesin. Contoh pendekatan ini adalah shifting bottleneck procedure.
2.2 PENGENDALIAN PRIORITAS ALIRAN PRODUK PAD A PRODUKS I Pengendalian produksi sangat diperlukan untuk memastikan order-order yang dijadwalkan dapat diproses sesuai jadwalnya. Pengendalian ini dilakukan antara lain dengan mengendalikan prioritas release order, manajemen panjang antrian dan pengendalian keluar – masuk order. Penelitian sebelumnya telah menentukan cara-cara untuk menentukan prioritas order yang akan di-release. Beberapa aturan penentuan prioritas antara lain : •
First Come First Serve (FCFS)
•
Shortest Processing Time (SPT)
•
Earliest Due Date (EDD)
•
Fewest Operation (FO)
•
Slack Time (ST)
•
Critical Ratio (CR) Penentuan prioritas yang paling adil adalah dengan metode FCFS karena order
akan di-release sesuai dengan urutan kedatangan order tersebut. Oleh karena itu, sistem
15
penentuan prioritas ini sering digunakan oleh sistem manufaktur Make To Order yang selalu berusaha untuk menjaga keadilan dalam menentukan order yang akan diproses. Evaluasi terhadap metode penentuan prioritas perlu dilakukan untuk menentukan efektivitas dari metode tersebut. Evaluasi ini dapat dilakukan berdasarkan kriteriakriteria berikut : a. Persentase ketepatan waktu pemenuhan pesanan kepada pelanggan b. Rata-rata jumlah order yang terlambat c. Rata-rata persediaan produk setengah jadi d. Waktu menganggur e. M inimasi waktu setup f. Efisiensi pemanfaatan energi.
2.3 JENIS -JENIS S IS TEM MAN UFAKTUR Sistem manufaktur menurut cara respon terhadap permintaan pelanggan, diklasifikasikan menjadi : - M embuat untuk simpanan ( Make-to-stock, MTS ) - M erakit untuk pesanan ( Assembly-to-order, ATO ) - M embuat untuk pesanan ( Make-to-order, MTO ) - M erancang untuk pesanan ( Engineering-to-order, ETO )
Karakteristik-karakteristik dari setiap sistem manufaktur tersebut dapat dilihat pada Tabel 2-1.
16
Tabel 2-1 Karakteristik Berbagai Sistem M anufaktur Karakteristik Produk Kebutuhan produk Kapasitas Waktu produksi
MTS
ATO
MTO
Standar
Famili Produk
Costumized
Penting
Penting
Sangat penting
Fabrikasi, perakitan akhir Manufaktur komponen
Seluruh proses manufaktur
Dapat diramalkan Dapat direncanakan Tidak penting bagi pelanggan
Kunci Persaingan
Logistik
Perakitan akhir
Kompleksitas operasi
Distribusi
Perakitan
Ketidakjelasan operasi Fokus manajemen puncak
Terendah
Fokus manajemen penengah
Engineering Tertinggi
Marketing / Distribusi Kontrol stock
ETO Costumized total Tidak dapat diramalkan Tidak dapat direncanakan
MPS dan order pelanggan
Kapasitas
Kontrak order pelanggan
Shop floor control, pelanggan
Manajemen Proyek
2.4 DEFINIS I S UMBER DAYA CONS TRAINT Pendekatan Theory of Constraints yang diperkenalkan oleh E.M . Goldratt dalam bukunya “The Goal : A Process of Ongoing Improvement” menekankan pada optimasi pemanfaat stasiun constraint pada lini produksi yang tidak seimbang dalam hal kapasitas stasiun kerja maupun perbedaan waktu operasi setiap stasiun kerja. M etode yang dikembangkan ini masih bersifat umum dan logika berpikir dari metode ini dapat diterapkan untuk memecahkan permasalahan dalam berbagai sistem, selain sistem produksi, M etode ini menenkankan untuk memaksimumkan throughput dengan persediaan dan biaya operasional yang minimum. Throughput didefinisikan sebagai aliran uang yang masuk ke perusahaan .
“Constraint adalah elemen tertentu yang mencegah/menghalangi sistem dalam pencapaian tujuan peningkatan throughput. Jenis –jenis constraint , terdiri dari :
17
1. Market Constraints Contohnya adalah permintaan pasar, harga saing, dan standar kualitas. 2. Material Constraints Contohnya adalah keterbatasan bahan baku 3. Capacity Constraints Contohnya adalah perbedaan kapasitas masing-masing stasiun kerja 4. Logistical Constraints Contohnya adalah ketidaksesuaian perencanaan produksi dengan sistem kontrol 5. Managerial Constraints Contohnya adalah strategi kebijakan manajerial yang tidak sesuai dengan kondisi lantai produksi 6. Behavioural Constraints Contohnya adalah ketidakdisiplinan pekerja.
“Capacity Constraints didefinisikan sebagai sumber daya tertentu yang bilamana tidak dijadwalkan secara optimal akan menyebabkan peningkatan waktu tinggal produk. Dari definisi tersebut diatas peningkatan waktu tinggal produk dapat terjadi karena peningkatan waktu penyelesaian produk pada lantai produksi.
2.5 PERHITUNGAN Perhitungan dan distribusi order ke seluruh stasiun kerja terdiri dari 2 tahap. Algoritma tahap pertama merupakan algoritma untuk menentukan due date di stasiun constraint , kemudian dilanjutkan dengan tahap kedua untuk menjadwalkan order pada stasiun constraint, sehingga didapat urutan order optimum.
18
2.5.1 Simbol-Simbol yang Digunakan Simbol-simbol yang digunakan pada Algoritma Smith tahap Pertama: h
: Order h ( h = 1, 2, 3, ..., n )
) λ (h ik
: Laju kedatangan operasi k di stasiun i order h
D(h)
: Laju permintaan
Q
(h)
δ ik(h)
: Ukuran lot produksi : 1 jika order h operasi k dilakukan di stasiun i 0 jika di stasiun lainnya
Pik(h )
: Waktu proses order h operasi k dilakukan di stasiun i
τ ik( h )
: Waktu setup
) α (h ik
: Waktu proses per unit
wi
: Rata-rata waktu proses di stasiun i
λi
: Rata-rata kedatangan order di stasiun i dalam horizon perencanaan
ρi
: Rata-rata beban kerja di stasiun i
d(h)
: Due date order h
r(h)
: Saat siap order h
Simbol-simbol yang digunakan pada Algoritma Smith tahap kedua : h
: 1, 2, …, n
n
: Banyaknya order
σr
: Himpunan urutan parsial yang terdri dari r order yang sudah dijadwalkan (r dpaat bernilai 0 )
σ r'
: Himpunan order yang belum dijadwalkan
ph
: waktu proses order h
dh
: Due date order h di mesin yang dijadwalkan
19
ah
: bobot order h
ch
: waktu penyelesaian order h
c( σ r )
: waktu penyelesaian order terakhir pada σ r
W( σ r )
: Total bobot waktu penyelesaian n order dalam urutan yang dimulai dengan urutan parsial σ r
wo
: total bobot waktu penyelesaian yang optimal dari n order
2.5.2 Algoritma S mith Tahap pertama Algoritma ini merupakan algoritma untuk memperkirakan lead time dengan me nggunakan pendekatan antrian. Setiap order yang masuk ke lantai produksi mungkin tidak akan langsung diproses, melainkan terlebih dahulu menunggu order lain yang sedang diproses. Besarnya kemungkinan sebuah order harus menunggu sebelum diproses, tergantung kepada beban produksi stasiun-stasiun produksi. Semakin besar beban di sebuah stasiun produksi, semakin panjang antrian yang terjadi pada stasiun tersebut dan waktu tunggu pun semakin lama. Hasil perkiraan panjang antrian merupakan perkiraan kemungkinan proses produksi di sebuah stasiun kerja akan terlambat, karena adanya order lain yang sedang diproses.
Langkah –langkah perhitungan tahap awal ini adalah sebagai berikut: Langkah 1 : Hitung laju kedatangan order di stasiun non constraint
λ(ikh) =
D(h ) (h) δ ik Q (h)
(2-1)
Karena setiap order yang datang diasumsikan unik, maka laju permintaan order merupakan kebalikan dari jumlah jam mesin atau jam orang sistem produksi selama manufacturing lead time ( M LT ) order tersebut. M LT order merupakan hasil pengurangan due date order dengan saat setiap order di lantai produksi. Laju permintaan
20
dinyatakan dalam satuan yang sesuai dengan satuan penjadwalan yang dilakukan, misalnya jika penjadwalan yang dilakukan dalam satuan jam, maka laju kedatangan dihitung dengan satuan jam. Persamaan ( 2.2 ) merupakan persamaan untuk menghitung laju permintaan pada algoritma yang diusulkan. Sedangkan ukuran lot produksi sama dengan satu karena penjadwalan yang dilakukan mempunyai satuan order, bukan satuan unit yang diproduksi. D ( h) =
1 1 = ( h) MLT ( d − r ( h ) ) m
(2-2)
Langkah 2 : Hitung waktu proses yang dibutuhkan oleh sebuah order Pik(h) = τ ik(h ) + Q (h) aik(h )
(2-3)
Langkah 3 : Hitung rata-rata beban kerja di stasiun non constraint tersebut yang merupakan jumlah dari hasil kali laju kedatangan dan waktu proses setiap order.
ρ i = λ i .∑ [ ρ i ] = λi ∑ h ,k
λ (ikh ) (h) P λ i ik
(2-4)
Langkah 4 : Hitung ekspektasi rata-rata waktu untuk setiap order menunggu dan mengantri di stasiun non-constraint
∑ [w ] =
∑λ
(h ) [ (h) ]2 ik Pik
i ,k
(2-5)
2[1 − ρ i ]
i
Langkah 5 : Hitung ekspektasi rata-rata lead time produksi operasi k order h di stasiun i
∑ [T
(h ) ik ]
=
∑[w ]+ P i
( h) ik
(2-6)
Langkah 6 : Hitung ekspetasi rata-rata lead time order h
∑ [T
(h )
]=
∑ δ ∑ [T ( h) ik
i ,k
21
( h) ik ]
(2-7)
Algoritma Smith tahap awal ini berfungsi untuk memperkirakan lead time stasiun non constraint. Oleh karena itu, ekspektasi rata-rata lead time order h yang dihitung merupakan ekspektasi rata-rata lead time stasiun non constraint
2.5.3 Algoritma S mith tahap Kedua
Langkah 7 :
Ambil data jumlah order , due date order pada stasiun constraint, waktu proses order
pada stasiun constraint, jumlah pesanan tiap-tiap order,
harga penjualan / unit, dan tingkat laju bunga (8 % per tahun). Langkah 8 : Hitung bobot untuk masing-masing order. Bobot order dihitung dengan memberikan suatu nilai pada hasil kali jumlah pesanan tiap order , harga penjualan /unit, dan tingkat laju bunga per hari (1 tahun =365 hari). Nilai diberikan antara 1 sampai dengan jumlah order. Order yang mempunyai hasil kali jumlah pesanan tiap order, harga penjualan /unit, dan tingkat laju bunga per hari, yang lebih besar akan mendpatkan nilai yang lebih besar pula. Langkah 9 : Periksa apakah total waktu proses order lebih kecil atau sama dengan due date . urutkan order berdasarkan due date secara scending, jika urutan order masih belum optimal maka order diurutkan berdasarkan kenaikan ph/ ah.
2.6 Rekayasa Piranti Lunak
Rekayasa Piranti Lunak menurut Fritz Bauer (Pressman,1992,p23) adalah penetapan dan pemaiakan prinsip-prinsip rekayasa dalam rangka mendapatkan piranti Lunak yang ekonomis yaitu terpercaya dan bekerja efisien pada mesin (computer).
22
M enurut Pressman (1992,p34) rekayasa piranti lunak mencakup 3 elemen yang mampu mengontrol proses pengembangan piranti lunak, yaitu: a. M etode-metode(methods) M enyediakan cara-cara teknis untuk membangun piranti Lunak b. Alat-alat Bantu (tools) M engadakan dukungan otomatis / CASE
semi otomatis untuk metode-metode seperti
( Computer Aided Software Engineering) yang dikombinasikan software,
hardware dan software engineering database. c. Prosedur-Prosedur(procedures) M erupakan pengembangan metode dan alat Bantu.
Dalam perancangan software dikenal istilah Classic Life Cycle, serangkaian kegiatan yang dilakukan selama masa perancangan software, diantaranya: a. Rekayasa sistem Tahap awal perancangan piranti Lunak adalah rekayasa sistem yang akan dibangun dengan menetapkan kebutuhan-kebutuhan elemen sistem. b. Analisa Kebutuhan Piranti Lunak Sebelum merancang sistem harus terlebih dahulu diketahui kebutuhan informasi beserta spesifikasi piranti Lunak. c. Perancangan Tahap perancangan ini menitikberatkan pada 3 komponen program yaitu struktur data, arsitektur piranti lunak dan prosedure detail. d. Pengkodean. M erupakan penerjemahan hasil rancang ke bahasa yang dimengerti oleh mesin dalam bentuk program-program.
e. Pengujian.
23
Sebelum diaplikasikan suatu piranti lunak harus diuji dahulu agar keluaran yang dihasilkan oleh sistem sesuai dengan yang diharapkan f.
Pemeliharaan Pemeliharaan piranti lunak dilakukan untuk mengantisipasi peningkatan kebutuhan pengguna akan fungsi-fungsi baru.
System Engineering Analysis Design Coding Testing M aintenance
Gambar 2.6 Classic Life cycle
Penjelasan yang telah dijabarkan diatas adalah teori-teori dasar yang akan digunakan dalam penusuan skripsi ini, sekaligus menjadi acuan dalam menganalisis, membahas, mengevaluasi, serta mengambil simpulan pada bab-bab berikutnya.
24