BAB II SOEKARNO DAN PERKEMBANGAN POLITIK LUAR NEGERI INDONESIA TAHUN (1945-1966)
2.1. Riwayat Hidup Soekarno 2.1.1 Napak Tilas Soekarno Kecil (1901-1916) Soekarno dengan nama kecil Kusno lahir di Lawang Seketeh, Kalimas, Suarabaya, di sebuah rumah dekat dengan pasar besar pada tanggal 06 Juni 1901. Soekarno lahir dari pasangan Soekemi Sosrodihardjo dan Nyoman Rai. Ayahnya Soekemi, yang bergelar “Raden” merupakan seorang guru pembantu dari sekolah pribumi dan sempat pula dicatat bahwa Soekemi merupakan ‘asisten’ sarjana peneliti bahasa bagi Van Den Took, sebuah kesempatan yang hanya bisa didapatkan bagi keturunan Jawa Priyayi. Raden Soekemi sendiri pernah tinggal di Buleleng/ Singaraja, karena istrinya, Nyoman Rai berasal dari keluarga Serimbin yang tinggal di Buleleng, Bali. Raden Soekmi tercatat wafat pada umur 76 Tahun, dan tepatnya pada 08 Mei 1945 58. Dan 2 tahun sebelum Soekarno lahir, tepatnya di Buleleng 1899, Saudara perempuan Soekarno lahir dengan nama Karismah. Kehidupan keluarga Soekarno dalam berbagai literature yang ada digambarkan hidup dalam kesederhanaan, karena dalam kelahiran Soekarno pun, Nyoman Rai tidak dibantu oleh bidan. Tapi kondisi masyarakat jawa yang bercirikan gotong-royong, tentu saja kelahiran Soekarno mengundang para perempuan dari kampungnya untuk membantu Nyoman Rai.
58
Lihat Lambert Gimbels, Soekarno Biografi 1901-1950, PT Gramedia, Jakarta 2001, Hal 5-7
Universitas Sumatera Utara
Dari kelahiran Soekarno sampai dengan 1907, yaitu sampai pada saat usianya menginjak 6 tahun, Soekarno dibesarkan di sebuah perkampungan yang begitu terasa suasana pedesaannya. Hal yang sekarang dapat saja kita temui sebagai sebuah gambaran realita keIndonesia-an, dimana anak-anak perempuan membantu untuk menjaga adik-adiknya, jalan-jalan perkampungan yang masih setapak, penduduk yang tidak begitu padat, hubungan kekeluargaan yang begitu erat satu dengan yang lainnya. Kebiasaaan para anak-anak yang main di pinggir kali dan dengan rumah yang begitu sederhana, dimana kehidupan mereka pun hanya memiliki sebidang tanah untuk menanam buah dan sayur-sayuran seadanya untuk memenuhi kebutuhan sendiri. Pada saat Soekarno berusia eman tahun, ayahnya, Raden Soekemi, diangkat menjadi Kepala Sekolah pribumi kelas dua dan membuat Soekemi serta Nyoman Rai pindah ke Mojokerto. Pada 1907, karena kepindahan ayahnya, Soekarno dan kakaknya, Karsimah, dititipkan dan tinggal bersama kakek dan neneknya di Tulungagung dan di sinilah Soekarno dimasukkan kedalam Frobel 59. Menurut Soekarno bahwa Eyangnya ini adalah orang yang berkecukupan dengan usaha batiknya di Tulungagung. Walau hanya setahun hidup bersama di rumah Kakek dan Neneknya, tetapi hal ini begitu meninggalkan kesan bagi Soekarno. Kakeknya
sering
memandu
Soekarno
kedalam
dunia
pewayangan
dan
mengenalkannya dengan dunia tersebut.
59
Bentuk sekolah yang umum untuk anak-anak usia pra-sekolah
Universitas Sumatera Utara
Bagi Seokarno dunia pewayangan begitu memberikannya banyak arti, dimana dia memahaminya, bahwa peperangan antara para Kesatria Pandawa dengan Prajurit Korawa untuk memperebutkan kerajaan Ngastina menginterpretasikan sebuah hal yang tidak pernah selesai sesuai dengan cerita di dalam dunia pewayangan 60. Dari sini Soekarno memahami dan dapat kita pahami pula bahwa apa yang dirasakannya dalam dunia pewayangan adalah ibarat sebuah pertempuran dalam memperebutkan basis materi dunia, tidak akan selesai karena dunia terus berdialektika. Soekarno juga bayak mengambil sikap dan karakter yang kuat dari tokoh-tokoh pewayangannya, yang telah merebut pengalaman inderawi Soekarno. Di sisi lain Soekarno diperkenalkan juga dengan kekuatan – kekuatan gaib yang diajarkan dan diperkenalkan oleh neneknya. Neneknya pernah mengajak Soekarno untuk mengunjungi orang-orang kampung yang sakit dan menyuruh Soekarno untuk menggunakan tangannya demi proses penyembuhan. Neneknya juga sering membuka mata batin Soekarno untuk meramalkan masa depan. Sebuah kemampuan spiritual yang sempat mengugah inderawi Soekarno, hanya saja kemampuan spiritual tersebut hilang pada saat Soekarno menjadi remaja, karena dia lebih mengagumi bakat duniawinya dan menganggap bahwa semua hal gaib yang pernah dirasakannya adalah gejala psikologi yang biasa walau menarik rasa keingintahuannya. Pada 1908, tepat saat dia berusia tujuh tahun, Soekarno kembali tinggal dan ikut bersama orang tuanya di Mojokerto. Setelah sempat tinggal di Surabaya dan Tulungalung, sekarang Soekarno kecil bertempat tinggal di Mojokerto bersama dengan
60
Lihat Lambert Gimbls, ibid, hal 11-13
Universitas Sumatera Utara
Soekemi, ayahnya. Tahun 1907 samapi 1911 Soekarno bersekolah di HIS 61. Sebagai sebuah ingatan bagi kita semua, sebelumnya sekolah di masa itu dibagi menjadi dua. Sekolah kelas satu khusus bagi keluarga pemimpin pribumi, sedang sekolah kelas dua untuk keluarga pribumi pada umumnya. Di sekolah jenis pertama menggunakan pola belajar selama 6 tahun dan sekolah jenis kedua menggunakan pola belajar selama 3 tahun, dengan bahasa pengantar melayu dan jawa, yang pada akhirnya digunakan sebagai bahasa persatuan Indonesia. Kehidupan masa kanak-kanak Soekarno di Mojokerto memberikan pesan tersendiri. Selain hidup dalam sebuah kesederhanaan, di mana rumahnya pun sering mengalami kebanjiran kalau sedang musim hujan. Tetapi yang begitu diingat oleh Soekarno adalah ayahnya yang berwatak keras yang memberikan kesan dalam kehidupan kecil Soekarno. Dan juga seperti apa yang perah Soekarno siratkan di dalam buku Biografinya yang ditulis oleh Cindy Adams, ia bukannya mendapat kasih sayang yang cukup dari Ibu dan Kakanya, sebagai seorang wanita, yang dalam pandangan Soekarno banyak mendapatkan sebuah petualangan dan pengajaran untuk mencintai seseorang, kesederhanaan, dan keinginan untuk dapat berbagi dari seorang bernama Sarinah, seorang gadis pembantu yang tinggal bersama mereka. Dalam bahasa Soekarno “sebagai manusia sarinah-lah yang mempengaruhi hidup saya” 62. Demi sebuah pergaulan dengan anak-anak dari golongan Belanda, serta anak-anak dari golongan pemimpin pribumi. Ayah Soekarno mempertimbangkan dia
61 62
(Hollands Inlandsche School), sebuah sekola pribumi belanda. Lihat Cindy Adams, Soekarno, An Autobiography, as told to Cindy Adams, Jakarta, 1966
Universitas Sumatera Utara
untuk pindah ke ELS 63 di Mojokerto. Demi mengikuti apa yang menjadi keinginan Ayahnya, Soekarno pun kemudian mengecap pendidikannya di ELS. Seokarno yang seharusnya berkelas 4, harus bersedia mengulang di kelas tiga karena keterbatasannya dalam bahasa Belanda kala itu. Dan dalam kurun waktu 1911-1916, Soekarno menempuh pendidikan di ELS. Hanya sedikit anak dari Hindia-Belanda yang memiliki kesempatan untuk bersekolah di sini, sebuah sekolah dengan metoda yang diajarkan berasal dari Belanda, metoda yang cenderung pula mencegah masuknya pendidikan yang bersentuhan dengan perjuangan Asia timur. Di sekolah ini juga pertama kali Soekarno jatuh cinta dengan seorang gadis dari Belanda yang bernama Rika Meelhuysen, dan Soekarno banyak belajar pula dari gadis yang bernama Rika ini untuk melatih bahasa Belandanya. Soekarno menyelesaikan pendikannya di ELS tepat pada waktunya, sesudah kelas tujuh, dia mengantongi ijjazah kelulusannya. Setelah menempuh pendidikannya di ELS kelak, ia bermaksud mencoba untuk menjadi pegawai pemerintah kecil dan memiliki kesempatan untuk menjadi pamong praja. Tapi Soekemi, ayah Soekarno, lebih menginginkan anaknya untuk melanjutkan pendidikan tinggi di HBS 64. Untuk mengikuti apa yang menjadi keinginan Soekemi, menurut pengalaman yang dituangkan oleh Soekarno, sebelum berakhir studinya saat menempuh pendidikan di ELS, dia mengikuti ujian masuk ke HBS, dan pada Mei 1916 Soekarno pun diterima di sekolah tinggi tersebut.
63
Europeeshe lagere School, Sekolah Dasar Eropa.
64
Hoogere Burger School sebuah sekolah lanjutan tinggi.
Universitas Sumatera Utara
Hal ini meninggalkan sebuah konsekuensi, di mana Soekarno harus meninggalkan keinginannya untuk menjadi pamong. Keinginan Soekemi ini pula yang kemudian membawa Soekarno berpisah dengan orangtuanya dan hidup mandiri untuk menempuh pendidikan tinggi. Karena bertepatan pada tahun-tahun itu, Raden Soekemi diharuskan pindah ke Blitar untuk menjadi guru sekolah di Blitar, sedang Soekarno harus menempuh pendidikan tingginya di Surabaya. Demi menjalankan pendidikannya, maka Soekarno sendiri dititipkan kepada kawan lama ayahnya yang bernama Haji Oemar Said Tjokroamino (HOS Tjokroaminoto), yang lebih kita kenal dengan sebutan Tjokro. Tjokro merupakan keturunan yang berasal dari keluarga jawa priyayi sekaligus merupakan ketua Sarekat Islam (SI), sebuah gerakan massa Nasionalis pertama di Indonesia kala itu… 2.1.2 Soekarno Muda dan Pergerakan Nasional (1916-1934) Pada kurun waktu dimana Soekarno melanjutkan pendidikan di HBS, dan dibarengi dengan pertemuan serta perkenalan dengan Tjokro. Disinilah untuk pertama kali tumbuhnya Nasionalisme baru Indonesia ditubuhnya Soekarno, karena kesempatannya untuk merasakan kehidupan jawa yang sarat gotong royong dan kesempatan untuk menyerap pengetahuan dari Tjokro. Di sekolah tingginya (HBS), Soekarno mendapat pendidikan yang baik dan juga mahal. Kala itu saja Ayahnya harus membayar antara 120-150 Gulden pertahun belum lagi uang buku yang sekitar 75 gulden. Soekemi sendiri senantiasa berusaha
Universitas Sumatera Utara
untuk memenuhi kebutuhan akan sebuah pendidikan yang hanya dapat ditempuh bagi mereka yang tergolong kaya pada masa itu. Hal ini dibarengi keinginan Soekemi, demi memberikan Soekarno untuk mendapatkan pendidikan sebaiknya. Di luar pendidikan formalnya yang bergaya Belanda, perkenalan Soekarno dengan Tjokro sendiri membawa peranan yang besar dalam hidup Soekarno. Tetapi pula belajar di HBS juga membawa Soekarno dapat melihat kondisi realitas bangsa ini. Hal yang paling dirasakannya selama bergaul di tengah lingkungan sekolah yang kebanyakan berasal dari keluarga Belanda dan pemimpin pribumi adalah Soekarno kerap mendapat perlakuan diskriminatif. Hanya karena dia lahir dan besar sebagai orang pribumi 65, dan ayahnya hanya seorang tenaga pengajar bantu. Perkenalannya
dengan
wacana
pergerakan
serta
dunia
politik
didapatkannya di Sekolah tinggi ini pula (baca: HBS), dirinya mulai menggemari untuk membaca literature dan buku, mulai dari Voltaire, Rousseau sampai dengan pengenalan dirinya dengan pemikiran Marx dan Lenin, sebagai orang yang sangat dikaguminya akan sebuah pemikiran yang revolusioner. Soekarno pada masa mudanya ini dikenal sebagai seorang yang kutu-buku. Soekarno mengatakan bahwa buku-buku yang dibacanya ini ditemukannya di perpustakaan Teofis, dan dari gurunya semasa di HBS, yaitu C. Hartough, seorang penganut ISDV Sneevliet. Di kesempatan lainnya bersama Tjokro pada tahun – tahun ini Soekarno banyak mendapat kesempatan untuk berjumpa dengan berbagai tokoh-tokoh
65
lambert Gimbels, op.cit, hal 32.
Universitas Sumatera Utara
pergerakan nasional antara lain, yakni; Sneevliet, Baars, Douwes Dekker, ada juga Agus Salim, dan para tokoh PKI, Tan Malaka, Semaun dan Alimin. Sebuah kesempatan yang membawanya untuk menyerap berbagai pengetahuan melalui diskusi-diskusi yang diikuti dengan tokoh pergerakan nasional tersebut. Di sini pula dendam yang membara terhadap penjajahan belanda muncul, dikarenakan berbagai cerita dan pengalaman yang diterimanya dari berbagai tokoh pergerakan nasional tersebut, yang menguraikan peristiwa-peristiwa kesengsaraan rakyat Indonesia yang disebabkan penjajahan Kolonial Belanda. Kedekatan Soekarno dengan Tjokro begitu terasa, Tjokro sendiri telah menganggap Soekarno sebagai anaknya sendiri, begitu pula Soekarno, yang telah menganggap Tjokro sebagai Guru sekaligus ayahnya. Sampai dengan Soekarno yang masih muda belia, saat berusia delapan belas tahun sudah menjadi kepala keluarga saat dia menikahi putri dari Tjokro yaitu Siti Oetari. Kesediaan Soekarno yang tidak ingin menolak apa yang menjadi keinginan Tjokro, yang dibarengi dengan kekhawatiran Tjokro terhadap perkembangan putrinya itu, Oetari, selepas di tinggal oleh istrinya, ibu dari Oetari, Soeharsikin. Dengan ini kedekatan Soekarno semakin erat dengan mertuanya, Tjokro. Hal ini membuka kesempatan bagi Soekarno untuk masuk ke dalam Sarekat Islam (SI) dengan akses dari Tjokro sendiri sebagai pimpinan di dalam SI. Keterlibatan di dalam berbagai kegiatan di dalam berbagai kegiatan di dalam SI sendiri mengakibatkan Soekarno harus membagi waktu antara Sarekat Islam dan sekolahnya. Dengan teratur dia selalu diundang untuk mengikuti kegiatan dan gerakan yang direncanakan oleh SI dan merangsang dirinya untuk melalui membuat tulisan
Universitas Sumatera Utara
yang dimuat di dalam media propaganda SI, dan Oetoesan Hindia tercatat menjadi tulisan pertamanya yang terbit pertama tanggal 21 Januari 1921. Pada tanggal 10 juni 1921, Soekarno akhirnya menyelesaikan pendidikannya di HBS setelah menempuh ujian akhir. Semasa di HBS Soekarno mulai jauh dari kawan-kawannya, yang lebih dikarenakan umurnya dua tahun lebih tua dari rata-rata siswa, dan ia juga telah menikah, dan keterlibatan dalam dunia politik turut membawa dirinya lebih maju pemikirannya dari orang seusianya. Walau menyelesaikan pendidikan tingginya dalam kurun waktu selama lima tahun, dan di sisi lain dengan berbagai kegiatan organisasi serta pergerakan yang diikutinya, tentu saja menyita waktunya, maka Soekarno dapat di golongkan cerdas. Selanjutnya dengan kesadaran untuk memperkaya dirinya dengan berbagai ilmu dan pengetahuan, Soekarno ingin sekali melanjutkan pendidikannya ke sekolah Tinggi
yang sekarang setara dengan Universitas. Walau memang agak mengherankan apa yang menjadi pilihan hidup dan pendidikan Soekarno selanjutnya, siswa HBS yang telah mendalami dunia
politik dan memilki kesadaran politik ini, lebih memilih
pendidikan yang tidak sama sekali bersentuhan dengan politik. Dia memilih untuk bersekolah dan melanjutkan pendidikannya di Sekolah Tinggi Teknik di Bandung, dengan alasan karena pada masa kelulusannya dari HBS, hanya ada satu pendidikan tinggi, yang bertempat di Bandung. Yang didorong pula alasan, ketidak inginan memilih bersekolah di Belanda mengikuti Hatta dan Sjahrir, hal ini didukung keinginan orang tuanya agar Soekarno tetap berada di Hindia-Belanda saja, maka Soekarno menjatuhkan pilihannya untuk bersekolah di Sekolah Tinggi Teknik Bandung ini.
Universitas Sumatera Utara
Namun keinginannya tersebut sempat tertunda karena sebelumnya pada agustus 1920, Tjokro dituduh dan dimasukkan penjara oleh polisi Belanda di Surabaya, dia ditahan atas tuduhan memberikan sumpah palsu tentang keterlibatan Sarekat Islam di dalam pemberontakan di Garut pada 1918. Pada saat itu Soekarno menceritakan bahwa dirinya tidak tahu berapa lama Tjokro akan di tahan, tapi atas kejadian ini Soekarno diberikan kepercayaan lebih untuk bertanggung jawab atas keluarga Tjokro dan keberlangsungan Sarekat Islam. Demi sebuah pengabdiannya kepada seorang Guru yaitu Tjokro, maka pada tahun-tahun itu, Soekarno sempat kembali ke Surabaya dan menunda keinginannya sementara untuk melanjutkan sekolahnya, sebagai bentuk tanggung jawabnya dan atas budi yang telah diberikan oleh Tjokro selama ini. Sekembalinya
ke
Surabaya,
dengan
bermaksud
untuk
memberikan
penghidupan kepada Oetari dan sebagai bentuk tanggung jawabnya, Soekarno pun bekerja di SS, sebuah perusahaan kereta api dan Trem Negara, Ia pun diterima bekerja dengan berkedudukan sebagai kepala bagian personalia. Sebuah kedudukan yang menjadi Soekarno harus menjadi jembatan antara pimpinan ‘SS’ dan perserikatan buruh ‘SS’ dalam rangka persiapan pembentukan sebuah badan Musyawarah di perusahaan kereta api ini. Hal ini turut pula menguraikan pengalaman inderawinya untuk melihat realitas buruh pribumi di Hindia Belanda. Kesibukan dan aktifitas yang luar biasa begitu menyita waktu Soekarno, ia juga mengambil alih tugas penuh sebagai kepala keluarga menggantikan Tjokro, bahkan didalam tubuh SI. Dia menghadapi persoalan yang pelik pada masa 1920 an, pertentangan yang terjadi dalam jajaran pimpinan SI dengan para infiltran komunis
Universitas Sumatera Utara
para penganut ISDV Sneevlit di dalam Sarekat Islam juga menyita pikiran Soekarno. Pada masa-masa infiltrasi komunis di dalam SI kala itu membuka sebuah kesadaran politik serta keyakinan akan taktik di dalam
politiknya, ini disebabkan Karena
Soekarno melihat
dengan menjauhkan pengaruh dan
bahwa ada usaha Tjokro
Infiltrasi komunis di Sarekat Islam dengan cara paksa, dan dengan sebuah penolakan terhadap status keanggotaan ganda Sarekat Islam dengan ISDV 66. Sehingga para pengikut ISDV terpaksa keluar dari tubuh SI yang kemudian para pengikut ISDV telah berubah menjadi Perserikatan Komunis Di Hindia (PKH), Sebuah cikal bakal Partai Komunis Indonesia (PKI). Sebuah sikap yang dianggap Soekarno begitu otoriter dari diri Tjokro, hal ini pula yang meyebabkan hubungan mereka sebagai guru dan murid kemudian merenggang. Bulan april 1922 menyusul dibebaskannya Tjokro setelah melalui sidang banding di pengadilan Belanda, dan sembari menunggu tahun ajaran baru, dengan sebuah keyakinan untuk melanjutkan pendidikan di Sekolah Tinggi Teknik, maka pada bulan Juni pada tahun yang sama, Soekarno pindah ke Bandung dan tinggal di rumah keluarga Sanusi. Hal dan keputusan ini demi keinginan Soekarno untuk melanjutkan pendidikannya di Sekolah Tinggi Teknik Bandung, walau disertai dengan kondisi yang merenggang, Tjokro masih saja ikut dalam membantu kehidupan baru mereka di Bandung, dengan memberikan sejumlah gulden. Soekarno memilih Fakultas Teknik Sipil sebagai lanjutan pendidikan tingginya. Di sekolah barunya ini bersama dengan 20 orang pribumi lainnya, mereka mendirikan sebuah klub studi ini dan kedekatannya dengan sesama pelajar pribumi membawanya
66
Indische Sosial-Democratiche Vereniging, Perkumpulan Sosial Demokratis Hindia - Belanda
Universitas Sumatera Utara
untuk berkenalan dengan Tjipto Mangoenkoesoemo salah satu pendiri Indische partif49 dan Mohammad Natsir yang jatuh lebih muda darinya dan berasal dari Sumatera barat. Berbagai perkembangan dan hal-hal baru ditemukannya di sini dan pada akhirnya sebuah keyakinan politik pada saatnya menghantarkan Soekarno beberapa kali terlibat dalam demonstrasi dan dalam orasi-orasinya serta sikap politik yang dipertunjukkan oleh Soekarno sendiri selama bersekolah di sekolah Teknik ini telah mengundang kekesalan dari Gurunya, Klooper. Kekacauan disaat demonstrasi yang ditimbulkan karena orasi yang diutarakan oleh Soekarno telah menimbulkan kecemasan, dan berita ini dikabarkan luas, yang memberikatakan bagaimana Soekarno begitu menentang penjajahan dan pemerintah Kolonial Belanda, yang tentu saja mendapatkan perhatian tajam dari pihak pemerintahan Belanda. Dari kejadian diatas, Klooper memperingatkan Soekarno untuk memikirkan keberlangsungan studinya, karena Soekearno muda pada saat bersekolah di Sekolah Tinggi Teknik ini mendapatkan peringatan keras dari pihak pemerintah Belanda akibat orasi politiknya. Tapi di sisi lain Klooper juga tidak dapat melarang apa yang menjadi keyakinan politik Soekarno. Dengan sangat menyesal Soekarno mengikuti perkataan Profesornya
itu
dan
menghentikan sementara kegiatan berpolitiknya untuk
memeberikan semua perhatian kepada pendidikannya dan menghindari demonstrasidemonstrasi politik dimasa kuliahnya.
Universitas Sumatera Utara
Tekad belajar memang diperlukan di Sekolah Tinggi Teknik ini. Setiap siswa harus melewati 13 testamen untuk menjadi kandidat Insinyur, dan Soekarno akhirnya dapat melewatinya dan sebagai proyek akhir studi Soekarno menurut keterangan Soekarno, adalah pembuatan rancangan suatu jembatan. Sebuah hal yang menginspirasikannya akan sebuah jembatan emas kemerdekaan Indonesia. Akhirnya setelah menempuh pendidikan 5 tahun, tepatnya pada bulan Juli 1926 Soekarno maju ujian untuk gelar insinyur, dan sukses menyelesaikan studi yang berat ini. Hal diatas begitu membawa Soekarno ke dalam sebuah suasana yang begitu menyenangkan, apabila ditambah suasanan pernikahannya dengan Inggit yang terjadi sebelum kelulusannya, pada 24 Maret 1923. Inggit sendiri adalah ibu kosnya, istri dari Sanusi, dimana dia dan Oetari pernah tinggal di rumah Sanusi semasa menempuh pendidikan di Bandung. Perkawinan yang gantung antara Soekarno dan Oetari sendiri pun turut diakhiri dengan perceraian beberapa tahun sebelumnya. Sebuah perkawinan, dengan apa yang dikatakan oleh Soekarno dia tidak pernah melakukan hubungan suami-istri karena menganggap Oetari seperti saudara perempuannya dan tidak pernah mencintai Oetari. Dan pada akhirnya pada 1923, Soekarno mentalak tiga Oetari dan mengembalikannya kepada Tjokro. Dan sejak masa itu hubungan Soekarno dengan ibu kosnya, Inggit, makin lama makin mesra dan akhirnya Inggit menjadi sosok pendamping Soekarno dalam kehidupan revolusinya. Dengan sebuah gelar Insinyur, Soekarno malah memilih jalan lain dalam kehidupan dan pilihan hidupnya dengan terbangunnya kesadaran dan sebuah keyakinan untuk masuk ke dalam dunia politik.
Universitas Sumatera Utara
Namun di awal setelah tamat dari Sekolah Tinggi Teknik di Bandung, Soekarno sempat memiliki keinginan untuk memadukan atas apa yang telah diterimanya di dunia pendidikan berupa arsitektur dengan kegiatan-kegiatan politiknya. Tapi tak lama berselang, dan sesudah dipacu oleh waktu dan keadaan materi bangsa ini, akhirnya Soekarno menetapkan pilihannya untuk sepenuhnya masuk kedalam dunia pergerakan nasional. Yang membawa Soekarno menghabiskan waktunya dengan kegiatan-kegiatan politik dan selanjutnya politik dan selanjutnya politiklah yang mengisi hari-hari Soekarno. Pertemuan dengan berbagai pimpinan kelompok Nasionalis membawa banyak wacana baru dalam pemikiran Soekarno, hal yang diterimanya dari sebuah pilihan untuk melibatkan diri dalam pergerakan nasional untuk melepaskan diri dari penjajahan. Pertemuan dengan Mohammad Hatta dan Doktor Soepomo membawa pengaruh besar bagi Soekarno, kedua mentornya ini mendorong Soekarno untuk menjadi Pimpian Nasional. Dengan sebuah ide persatuan kekuatan-kekuatan Nasionalis dan menokohkan diri Soekarno dalam menentang penjajahan, maka pada 4 Juli 1927 67 di dirikan Perserikatan Nasionalis Indonesia (PNI), yang memiliki program mengusahakan kemerdekaan Indonesia dengan jalan perjuangan Non Ko-operasi dan Swadaya. Dalam waktu singkat pun akhirnya Soekarno menjadi tokoh di dalam pergerakan nasional. Bersama dengan itu pada tahun tersebut Pemerintah Hindia Belanda sedang menebarkan ancaman terhadap setiap kegiatan yang menolak pemerintahan Kolonial
67
Lihat Ali Sastromudjojo, Tonggak-Tonggak Perjalanan Hidupku, PT Kinta Jakarta, 1974.
Universitas Sumatera Utara
Belanda. Pemberantasan kaum komunis oleh pemerintah Hindia Belanda termasuk di dalam
berbagai
ancaman
tersebut,
dikarenakan
terciumnya
dan
gagalnya
pemberontakan Silungkang 1928. Tapi hal ini bukannya membuat Soekarno takut, tapi lebih membuat Soekarno lebih revolusioner dan
membakar semangat perlawanannya dengan bentuk
nasionalisme non ko-operatif dalam menentang penjajah. Pada tahun 1928, Soekarno pun ikut mengucapkan sumpah setia untuk satu nusa dan satu bangsa. Dalam tahun-tahun ini suasana politik, kultur dan religiutas Soekarno terpengaruh dengan seiring makin besarnya berbagai pemberontakan dan gerakan kaum Nasionalis, Islam, dan Komunis dalam upaya menuju Indonesia merdeka. Pengaruh yang ditimbulkan dengan kehadiran Soekarno di dalam pergerakan nasional adalah membawa semangat api revolusi dalam menentang penjajahan, serta makin membesarnya keinginan dari rakyat untuk menuntut persatuan sebagai bahagian jalan menuju kemerdekaan Hindia Belanda. Pada Desember 1929, Soekarno menghadiri kongres PPPKI dalam sebuah upaya-upaya dan mempercepat proses menuju kemerdekaan. Sebuah badan yang mempersiapkan berbagai strategi dan taktik dalam rangka merebut kemerdekaan dari pihak Belanda. Dengan sebuah sikap non ko-operasi terhdap pemerintah Belanda yang kian meluas di tengah rakyat, dan kecemasan dari pihak Belanda atas pengaruh Soekarno di dalam Pergerakan Nasional, akhirnya Soekarno ditangkap pada 29 Desember 1929 di Solo. Selama delapan bulan Soekarno harus menunggu dan meananti proses
Universitas Sumatera Utara
pengadilan, serta tanpa proses pengadilan, Soekarno harus di tahan begitu lama. Ini adalah taktik dan sebuah usaha yang dengan sengaja oleh Gubernur Jenderal Belanda De Graef untuk membungkam pergerakan PNI dan membuat Soekarno sebagai pimpinan, untuk dilupakan oleh massa dan kehilangan pengaruhnya. Perkara yang dinamakan oleh pers saat itu sebagai ‘perkara PNI’ lambat laun menjadi perkara yang besar. Akhirnya pada Agustus 1930, persidangan atas tuduhan yang dikenakan kepada Soekarno pun digulirkan. Lima bulan Soekarno menunggu lamanya proses persidangan yang berjalan sampai dengan putusan dijatuhkan yang dilaksanakan oleh Departemen Kehakiman. Situasi ini oleh pihak Kehakiman Belanda, terjadi dikarenakan dengan alasan ingin berjalannya proses ini dengan seadilnya, mulai dari bulan Agustus sampai dengan Desember 1930, perkara ini bergulir di pengadilan Belanda. Tapi kenyataannya proses pengadilan ini berjalan lambat dan terkesan berlarut-larut. Sebuah strategi oleh Belanda agar massa kala itu lupa dan tidak lagi ingat akan sosok Soekarno karena kesempatannya untuk memberikan pengaruh dari balik tahanan tidak memungkinkan, sebuah scenario yang pada awalnya dirasa cukup berhasil oleh Belanda. Tapi kemudian mengetahui hal ini Soekarno tidak begitu saja mau keberadaan dia dan teman-teman pergerakan dilupakan oleh massa. Dan pada saat tepat dia menghidupkannya serta menyerang kembali pihak pengadilan Belanda dengan menjelaskan dan mempertanyakan apakah perkara PNI; merupakan pengadilan politik. Dan masih diingat sampai sekarang pidato Pledoi Bung Karno di depan Pengadilan
Universitas Sumatera Utara
Belanda, Indonesia Mengugat68; yang beriskan pembelannya di depan pengadilan Belanda. Walaupun pengadilan ini mendapatkan perhatian khusus dari pihak Belanda dan mendapat dukungan dari rakyat Indonesia, dan menyita perhatian dari sisi hukum Belanda, tetapi pihak pemerintahan Belanda selalu mempertentangkan keinginan para pemimpin pergerakan nasional ini untuk di bebaskan, karena dianggap berbahaya dengan agitasi pola perjuangan mereka yang Non ko-operatif. Yang menurut Belanda, ini hal yang melawan hukum di Negeri Belanda. Belanda mengatakan yang sedang diadili adalah kejahatan yang dirumuskan di dalam Kitab Hukum Pidana Belanda pasal 169 sebagai suatu keterlibatan perkumpulan dan perserikatan yang bertujuan melakukan tindakan pidana. Dengan mengadili Soekarno dan PNI, tujuan Den Graef untuk membubarkan PNI tercapai, dan PNI terpaksa untuk membubarkan diri dan putusan ini diberikan oleh pengadilan negeri pada senin, 21 Desember 1930. Dan Soekarno pun di jatuhi hukuman kurungan dan diasingkan, tetapi peristiwa dan keberanian Soekarno di dalam pengadilan sampai dengan ditahannya dia, baik dari rumah tahanan Bantjeuj sampai dengan Penjara Sukamiskin, telah menjadikan Soekarno pahlawan dihati rakyat dan para pimpinan pergerakan nasional. Setelah menjadi masa kurungan dan tahanan serta lamanya proses pengadilan yang memakan waktu selama 2 tahun, akhirnya pada 31 Desember 1931 Soekarno keluar dari tahanannya. Pengaruh tersendiri yang dirasakan oleh Soekarno selepas dari
68
Lihat Bagin, Pemahaman Saya Tentang Bung Karno, Jilid I, KKJ Berdikari, Jakarta, Hal, 48
Universitas Sumatera Utara
tahanan, ia seperti lahir kembali sebagai sebuah keris yang baru saja diasah, lebih tajam dari semula. Di hari itu ia disambut didepan penjara Sukamiskin, kemunculan kembali Soekarno dalam dunia pergerakan nasional disambut dengan antusias. Tepat pada 2 Januari 1932, saat baru sehari Soekarno merasakan udara kebebasan setelah ditahan oleh pemerintahan kolonial Belanda, dia hadir di Kongres Indonesia Raya. Munculnya Soekarno didalam Kongres, disambut dengan antusias dan dianggap menjadi Pimpinan pergerakan nasional tapi disisi lain Soekarno tidak dapat menymbunyikan kekecewaannya akan sebuah kenyataan bahwa PNI telah pecah menjadi dua. Dan keduanya memperebutkan Pimpinan gerakan kaum nasionalis yang non-koperatif. Di satu sisi ada Partai Patindo yang lahir dan didirikan oleh Sartono setelah dibubarkannya PNI lama, dan dilain pihak ada PNI baru yang menaungi kaum ko-operatif berpihak kepada Muhammad Hatta dengan Sutan Sjahrir sebagai Pimpinan. Setelah dia dibebaskan, maka tugas Bung Karno adalah bagaimana mempersatukan kembali kedua Partai. Dan pada 4 Januari 1932, Soekarno memulai rangkaian upayanya itu untuk mempersatukan kedua partai, maka diadakan sebuah pertemuan antara Soekarno dan Sjahrir. Sikap Sjarir yang keras dan tidak mau diintimidasi oleh Soekarno, yang dipuja saat itu sebagai Pahlawan mengawali pertemuan itu. Yang pada akhirnya kedua Partai tidak mampu dipersatukan oleh Soekarno. Dan setelah ragu dalam mengambil keputusan akhirnya Soekarno memilih Partindo dan menetapkan sebagai pilihan politiknya, yang juga tak lama kemudian partai teresebut diketuainya.
Universitas Sumatera Utara
Peristiwa tersebut menjadi salah satu hal yang menyebabkan retaknya hubungan antara Soekarno dengan Hatta-Sjahrir yang kian lama semakin merenggang. Ada dua perbedaan mendasar dalam kepemimpinan kaum nasionalis oleh Soekarno dan Hatta dan hal ini juga menjadi pemicu keretakan selanjutnya, kedua Pimpinan pergerakan nasional ini. Hatta – Sjahrir berpendapat bahwa diperlukannya bentuk pendidikan dan kaderisasi dalam membangun gerakan kaum nasionalis, sedangkan Soekarno beranggapan dengan mobilasasi massa dan agitasi revolusioner maka pemerintahan Belanda akan tidak berdaya menghadapi gerakan non ko-operatif. Sehingga dengan sebuah kekuatan besar tidak ada pertentangan dari pihak Belanda dan keberanian untuk kemudian melumpuhkan pergerakan ini. Dalam kurun waktu itu, Mei 1932, Soekarno kembali melakukan agitasinya “Swadesi dan Aksi Massa di Indonesia” 69 Tetapi Gubernur Jenderal yang baru De Jonge disisi lain dengan cepat membaca situasi yang ada, bertindak cepat dan tegas menghadapi agitasi perjuangan yang terus dilancarkan oleh Soekarno. Melalui PID 70 setiap langkah Soekarno diikuti. Dan pada masa itu, beberapa tulisan Soekarno yang muncul dan mendapat kecaman dari pemerintah Beladan, yakni antara lain; Artikelnya “Kuli-kuli” yang dimuat di dalam Soeloeh Indonesia Moeda, pada November 1932. Keberadaan Soekarno, yang dalam pemikiran Belanda sebagai pemberontak nasionalis menjadikan sebuah ancaman riil dan kemampuannya beragitasi yang sangat menakjubkan menebarkan ancaman serius di pihak Belanda. Sebagai sebuah tindakan
69
Lihat Soekarno, Dibawah Bendera Revolusi, jilid I, Panitnya Penerbit DBR, Djakarta, 1964 Hal, 121
Universitas Sumatera Utara
pencegahan meluasnya agitasi Soekarno pada permulaan Juni 1933 pegawai negeri dilarang menjadi bagian dari Partindo ataupun PNI baru, dan sampai dengan pembubaran massa disaat Soekarno berpidato di depan massa rakyat. Tapi hal ini ternyata tidak menyurutkan langkahnya bahkan melalui brosurnya “Mencapai Indonesia Merdeka” 71 ia mengumunkan bahwa pada tanggal 2 sampai dengan 31 Agustus akan dijadikan hari-hari aksi Partindo Bandung. Tapi sebelum itu terlaksana pada 1 Agustus 1933 di Batavia, ketika ia meninggalkan rumah Thamrin, setelah melakukan pertemuan dengan tokoh pergerakan lainnya Soekarno dibekuk oleh Polisi Belanda. Soekarno bukan ditangkap untuk diadili tapi untuk diasingkan karena dianggap membahayakan pemerintah Belanda. Saat menantikan masa-masa pengasingannya, terlebih dahulu dia ditempatkan di penjara Sukamiskin yang membuat semangatnya untuk melakukan berbagai perjuagan patah. Dan akibat dari terpuruknya moral perjuangannya, pemimpin yang terkurung ini sempat membuat beberapa kali surat permintaan maaf kepada pihak Belanda dan agar dibebaskan, jika ia dibebaskan, Soekarno berjanji akan meninggalkan arena politik yang telah mengisi hari-harinya. Untuk meyakini penguasa Belanda, Soekarno terlebih dahulu menulis surat untuk pemutusan hubungan dengan Partindo.
70 71
Politieke Inlichtingendienst, badan Intelijen Politik Belanda Lihat Soekarno, ibid, hal. 257
Universitas Sumatera Utara
Melalui surat yang ditulisnya pada 21 September 1993 tentang keinginannya untuk keluar dari Partindo 72 tapi baru diterima oleh pimpinan umum Partindo pada 21 November 1933. Hal ini mengundang dan mendapat barbagai reaksi negative dari kaum nasionalis. Mereka menganggap Soekarno mengkhianati perjuang Non ko-operatif dengan meminta maaf kepada pihak Belanda dan memohon pengampunan. Tapi di sisi lain Gubernur Jenderal De Jonge dan para petinggi pemerintah Belanda tidak percaya apa yang diuangkapkan dan dijanjikan oleh Soekarno akan bertahan dengan lama, dan dengan segera Soekarno diasingkan ke pulau Flores. Hatta menggunakan peluang yang ada untuk mengumunkan dan menuduh bahwa Soekarno telah menyerah pada sebuah kondisi dan jatuh pada tangan Belanda 73. Serta politik Soekarno telah mati, dalam pemikiran Hatta-Sjahrir, dan mereka mengambil kesempatan ini untuk dapat menjadi pimpinan kaum Nasionalis Non Ko-operatif. Tapi hal ini juga di ketahui oleh Gubernur Jenderal De Jonge, karena juga dianggap sebuah bahaya yang laten maka pada januari 1935, Hatta dan sjahrir pun ditangkap dan kemudian diasingkan di Boven-Digoel. 2.1.3 Soekarno dan Kemerdekaan Indonesia (1934-1945) Empat tahun masa pengasingan Soekarno di Endeh, Flores, dihabiskannya dengan penuh pengalaman baru. Sejak dibawa pada Februari 1934, mulai dari Bandung ke Surabaya, lalu pada 17 Februari ia dan keluarga dibawa dengan kapal KPM Jan Van Riebeeck menuju Flores dengan perjalanan delapan hari lamanya. Walau hidup dengan makmur, tenang dan bebas, tapi pada bula-bulan pertamnya, ia
72
Giebels, op.cit, hal. 181.
Universitas Sumatera Utara
cukup terpukul setelah mendengar berita kematian Tjokroaminoto, karena dia pun sudah lama tidak bertemu dengan orang tua angkatnya sekaligus Gurunya itu. Tapi seiring waktu, Soekarno yang tak pernah mengeluh, akhirnya membuka ruang sosialnya. Pergaulan Soekarno di Flores dengan pater-pater (baca; pendeta) di Endeh dan Pastur Huytink membuatnya sering berkunjung missi, bermula dari hanya sekedar minum kopi sampai dengan aktivitas rutin. Dia sering membaca buku-buku di perpustakan missi, dan sering pula mengisi waktu dengan berbagai aktivitas. Di Endeh Soekarno memiliki kesempatan untuk kembali menggambar, hal yang ditinggalkannya sejak lulus dari Pendidikan Tinggi di Bandung. Dengan hidup yang berkecukupan, sesuai perannya sebagai orang terhormat. Lagi kebutuhan di pulau ini terhitung murah, tapi karena rombongan sandiwara mondok di rumahnya juga maka kebutuhan hidup juga ikut bertambah dan begitu besar. Rombongan sandiwara ini adalah salah satu aktivitas kreatif Soekarno di dalam kehidupannya di pengasingan. Soekarno dalam pengasingan juga mengalami pergaulan pemikiran, disini melalui pertemuannya dengan para pater Soekarno banyak mendapat pengetahuan tentang agama dunia dan mendapat pengertian Katolik Roma. Dan pertemuan khusus dengan Hasan, seorang ulama yang dia kenal semasa waktunya di Bandung, yang termasuk di dalam pimpinan Persatuan Islam begitu berkesan serta menggugah keinginan Soekarno untuk melakukan Tanya – jawab melalui surat. Korespondensi yang dijalankan Soekarno sejak 1 Desember 1934 melalui surat meminta Hasan untuk mengirimkannya buku pelajaran tentang Islam. Dan sebuah
73
Lihat Soekarno, op.cit, 1964, hal.209
Universitas Sumatera Utara
perjalanan spiritual bagi Soekarno sendiri bahwa di Endeh dia menjadi seorang Islam yang aktif menjalankan agamanya. Pada kurun waktu ini Soekarno terus berdialog dengan mentor agamanya tersebut, dan terus berdialektika dengan Islam, yang menurut kritiknya bahwa Islam tidak akan maju dikarenakan pimpinan spiritual baik. Ulama maupun Kiai kala itu tidak mau menyerap pengetahuan modern. Melalui tulisannya “Surat-Surat Islam dari Endeh” 74 yang diterbitkan oleh bantuan Hasan, Soekarno mengkritik bahwa dalam pelaksanaan Figh, Islam ketinggalan seribu tahun lamanya. Setelah lima tahun diasingkan di Flores dan terpinggirkan dari arena panggung politik Nasional, akhirnya pada 1938 Soekarno dipindahkan ke Bengkulu. Kota yang baik daripada Endeh, di sini Soekarno aktif di Muhammadiyah dan mendapat kesempatan untuk kembali aktif membuat tulisan-tulisan. Hal – hal kecil yang dilakukannya dan dianggap Soekarno sebagai sebuah cara yang dengan hati-hati akan kembali
memperluas pengaruh Seokarno melalui berbagai propagandanya serta
menghantarkannya ke panggung politik nasional kembali. Mulanya Soekarno menuis untuk Pandji Islam, dengan frekuensi yang terus meningkat, majalah ini adalah majalah adalah majalah terbitan Muhammadiyah yang terbit di Medan. Soekarno dengan kreatifitasnya akhir-akhir masa itu kemudian menghasilkan buku yang berjudul ‘Sarinah’ 75, sebuah tulisan yang menguak
74
Lihat Soekarno, ibid, hal. 325 Buku ini, ‘Sarinah,” Kewadjiban Wanita Dalam Perdjoangan Republik Indonesia, ditulis di tahun 1947. Buku ini berisi pergulatan soekarno tentang fungsi dan peran perempuan (sarinah) Indonesia dalam mencapai kemerdekaan.
75
Universitas Sumatera Utara
perbudakan wanita oleh Belanda. Dan pada bulan 1940, Soekarno mendapat kesempatan menjadi koresponden tetap harian Pemandangan. Kehidupan pribadi Soekarno dan Inggit istrinya pun terganggu dan mulai renggang semasa pengasingannya di Bengkulu, pertemuannya dengan gadis di Bengkulu, yang berusia sekitar lima belas tahun benar mempesona Soekarno. Gadis yang bernama Fatmawati ini cukup menggangu kehidupan Soekarno-Inggit, Inggit yang tidak mau begitu saja dikesampingkan, terus menganggu batin Soekarno dengan berbagai pertengkaran. Soekarno ingin menikahi Fatmawati dengan tata cara Islam untuk memperoleh keturunan, karena sampai berumur 42 tahun, dia belum memiliki keturunan, sedang Inggit yang berusia 53 tahun sudah tidak mungkin lagi memperoleh keturunan. Ketika Soekarno dan tokoh pergerakan nasioanl lainnya di asingkan, pertentangan antara golongan kooperatif dan non-kooperatif dalam gerakan nasional digantikan dan beralih dengan pertentangan antara gololongan nasionalis sekuler dan golongan politik Islam. Keduanya melakukan sebuah proses konsolidasi kekuatan dan terus membangun kekuatan nasional. Tepat menjelang kedatangan-kedatangan pasukan fasis Jepang di Indonesia, kedua kekuatan ini kemudian bergabung dan bersatu dalam kekuatan Front Nasional. Berdirinya Front Nasional dalam rangka menuntut kemandirian dalam berbangsa dan meraih bentuk kemerdekaan. Gubernur Jenderal yang baru masa itu Tjarda Van Starkenborg, yang menggantikan De Jonge pada tahun 1936, dengan kebijaksanaanya yang juga disertai oleh pemerintah Belanda, sama sekali tidak mau memberikan atau menanggapi tuntutan kaum nasionalis untuk kemandirian dalam bentuk apapun. Petisi
Universitas Sumatera Utara
Soetardjo yang sangat lunak, sebagaimana dirumuskan oleh Dewan Rakyat, ditolak secara mentah oleh pihak Belanda. Dengan penolakan – penolakan ini baik dari pemerintahan Hindia – Belanda maupun Pemerintahan Belanda disebut sebagai sebuah peluang yang tidak dimanfaatkan, karena pada Januari 1942, pasukan Jepang telah mendarat untuk pertama kali di Hindia-Belanda 76. Periodesasi penduduk Jepang merupakan masa-masa yang begitu peka. Soekarno pernah dijuluki dengan Mussert Indonesia. Karena dalam menghadapi penjajahan pasukan fasis Jepang Soekarno memiliki haluan yang tidak sama ketika dia berhadapan dengan penguasa Kolonial Belanda. Dulunya Soekarno yang nonkooperatif, perlahan dan dengan sangat hati-hati lambat – laun mulai membuka diri dengan pemerintah Jepang. Semua timbul karena adanya keyakinan Soekarno, dan kekagumannya kepada bangsa Jepang, yang menunjukkan banyak kesamaan dan disebutnya sebagai saudara tua. Dan didorong pula rasa kebencian para penguasa yang berasal dari lautan dan belahan dunia lain yaitu Kolonial Belanda. Masa kependudukan Jepang memberi kesempatan bagi dirinya untuk memperkuat figur sebagai tokoh pimpinan di pentas politik nasional masa itu. Jepang juga berjanji untuk memberikan apa yang tidak pernah diberikan oleh pihak Belanda dibawah perlindungan Sekutu untuk mencapai kemerdekaan. Impian yang diberikan oleh Jepang untuk menggabungkan kekuatan dalam Persemakmuran Asia Timur Raya, adalah sebuah taktik dalam upaya Jepang untuk
76
Bagin, op. cit, 2004, hal 161.
Universitas Sumatera Utara
menjajah Belanda. Tapi Soekarno menanggapinya sebagai upaya untuk bekerjasama dengan saudara tuanya Jepang. Dengan terbentuknya PUTERA (Pusat Tenaga Rakayat) pada 8 Maret 1943 oleh Jepang dimanfaatkan sebagai sebuah wadah yang strateginya dalam mengumpulkan kekuatan nasional dan reorientasi pergerakan nasional, tapi dalam upayanya strategi dan taktik ini disamarkan dari oleh pihak Jepang. Waktu realisasi itu begitu dekat, kesediaan Soekarno untuk bekerjasama begitu besar sehingga mau tidak mau dari sudut pandang sekutu dianggap sesuatu kolaborasi. Semua ketika peluang-peluang peperangan bagi Jepang telah tertutup, jalan kembali tidak ada lagi dan realisasi impian tadi berubah menjadi suatu perlombaan dengan waktu. Pendirian PUTERA agaknya sebuah langkah maju dan menggembirakan dalam rangka menuju Indonesia Merdeka. Tetapi rasa puas tentang kemajuan ini sudah banyak berkurang sebelum tanggal didirikannya, karena Perdana Menteri Tokjo mengumumkan kemerdekaan bagi Filiphina dan Burma, sesuatu yang belum di dapatkan Indonesia terlebih lagi Jawa dari Pemerintahan Jepang. Tapi karena peran Sentralnya di PUTERA dalam kurun waktu berbulan-bulan akhirnya Soekarno dapat tampil sebagai pemeran pergerakan nasioanl utama di pulau Jawa 77. Dan upaya untuk menghadirkan kemerdekaan akhirnya datang juga, walau datang melalui rekayasa Jepang, karena tanpa perang Pasifik, dan berkat pemerintahan Belanda. Model keterlibatan di parlemen hasil bentukan Belanda di laksanakan dan ditaati oleh Tjokro dan Abdul Muis. Gerakan kiri progressif, terpaksa bergerak ‘di bawah tanah’ ketika tekanan Belanda cukup kuat, dimana gerakan kiri
77
Giebels, op. cit, 2001, hal. 282
Universitas Sumatera Utara
dianggap organisasi yang tidak tunduk terhadap pemerintah Belanda, termasuk Soekarno yang tetap pada jalur Non ko-operatif dengan kolonial Belanda.
2.2 . Perkembangan Politik Luar Negeri Indonesia Tahun (1945-1966) 2.2.1. Politik Luar negeri Indonesia Periode Perjuangan Kemerdekaan (1945-1949) Terbentuknya Indonesia sebagai negara kesatuan merupakan kesadaran seluruh komponen bangsa tanpa mempersoalkan latar belakang agama, suku dan bahasa. Kesadaran itu lahir dari kehendak bersama untuk membebaskan diri dari belenggu penjajahan dan kolonialisme yang tidak sesuai dengan semangat dan nilai-nilai kemanusiaan universal. Semangat ini menjadi modal dasar dan landasan kuat untuk menyatukan dan meleburkan diri dengan penuh kerelaan dalam bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia 78. Keinginan untuk bernegara ini tercermin secara nyata dalam Sumpah Pemuda tahun 1928 yang melahirkan nasionalisme Indonesia yang sekaligus mampu mendorong dalam proses pencapaian kemerdekaan Republik Indonesia.
Proklamasi kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945 menjadi pemisah antara masa kehidupan sebagai Negara jajahan dan masa menjadi masa yang merdeka, berdaulat serta bebas menentukan jalan hidupnya. Kemerdekaan Indonesia direbut
78
http : //Kopitudashak.wordpress.com /2009/10/08/ politik-luar-negeri-Indonesia-pasca-kemerdekaanantara-romantisme-dan –konfrontasi, diakses pada tanggal 28 Oktober 2009
Universitas Sumatera Utara
melalui perjuangan bersenjata dengan mematahkan kekutan senjata penjajah yang jauh lebih modern. Sekalipun kekutan persenjataannya tidak memadai, berkat perjuangan yang dijiwai semangat persatuan dan kesatuan bangsa yang tidak kenal menyerah, rela berkorban yang diiringi motivasi tinggi maka penjajah akhirnya bias diusir. Diantara Negara-negara yang merdeka setelah perang dunia ke II hanya sedikit yang merebut kemerdekaannya dengan revolusi, salah satunya adalah Indonesia. Perumusan politik luar negeri Indonesia pascakemerdekaan merupakan kalkulasi yang komprehensif antara posisi realpolitik Indonesia secara internasional (Pem. RI atas pidato Hatta), image positif founding father terhadap Indonesia, serta keinginan untuk eksis dalam percaturan politik internasional yang dibungkus Dalam pertimbangan geopolitik untuk mencari kemerdekaan RI secara menyeluruh (Pem RI respon pidato Hatta) sebagai tujuan nasional. Kemerdekaan yang dimaksudkan adalah pengakuan internasional – yang bisa didapatkan melalui usaha penegakan ketertiban umum demi meraih simpati Sekutu – dan upaya untuk menjaga kesatuan wilayah kedaulatan secara integral. Upaya ini bukanlah hal yang mudah dengan aib militerisme Jepang dimasa lampau (MichaelLeifer,1989). 79 Karena itu bagi para pendiri Negara anti sifat penjajah, kegandrungan akan melindungi segenap bangsa, memajukan kesehjahteraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan social dan dijadikan tujuan dasar Negara Indonesia yang adalah tujuan politik luar negeri Indonesia.
79
Ibid
Universitas Sumatera Utara
Politik luar negeri merupakan suatu aspek kegiatan kehidupan bangsa dan negara dalam artian bahwa melalui pelaksanaan politik luar negeri itu terselenggaralah interaksi bangsa dan negara dengan komunitas internasional (masyarakat internasional); melalui politik luar negeri maka suatu bangsa dan negara memasuki pergaulan antar bangsa. 80 Politik luar negeri Indonesia lahir dari rentetan sejarah yang panjang diawali dari perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia. Indonesia memperoleh pengakuan kedaulatan dari pemerintah belanda pada tanggal 27 desember 1949 sebagai hasil konferensi meja bundar (KMB) yang diselenggarakan di Den Haag, negeri belanda. Empat tahun sebelumnya, tepatnya pada tanggal 17 agustus 1945, kemerdekaan Indonesia telah diproklamasikan hanya dua hari setelah jepang menyerah pada sekutu. Politik luar negeri Indonesia mendapatkan bentuk awalnya dari usaha-usaha repoblik ini memperoleh pengakuan internasional guna mencegah kembalinya kekuasaan Kolonial Belanda. Yang mendasari pelaksanaan politik luar negeri pada masa itu ialah suatu pendekatan unik untuk mencapai sasaran. Perlawanan bersenjata tidak dikesampingkan begitu saja, akan tetapi kemerdekaan dipandang lebih dapat dicapai dan dipeertahankan melalui proses diplomasi yang melibatkan mediasi pihak ketiga. 81 Proses ini menjadi mungkin sejak berkat kehadiran militer inggris yang mendapat tugas menerima penyerahan jepang. Ketika kepentingan-kepentingan luar lainnya
80 81
http://globalisasi.wordpress.com/2006/12/25/pendekatan-terhadap-studi-politik-luar-negeri. Dahlan Nasution, Politik Internasional Konsep dan teori, Penerbit Erlangga, Jakarta, 1989, hal.40
Universitas Sumatera Utara
melibatkan diri selama tahun 1947 melalui media PBB, indentitas internasional Indonesia semakin diperkuat. Sehubungan dengan itu Presiden Soekarno sendiri pada peringatan Hari Ulang Tahun Proklamasi Kemerdekaan Ketiga mengatakan : “Bangsa Indonesia telah memasuki dunia internasional. Cepat atau lambat dunia pasti akan ikut serta dalam menyelesaikan konflik Indonesia-belanda. Hal inilah yang menjadi dasar politik luar negeri Republik.” 82
Pengalaman mencapai kemerdekaan dengan cara seperti ini menunjukan kegunaan suatu teknik Diplomasi yang pada waktu berikut-berikutnya digunakan dalam menyelesaikan perselisihan internasional. Disamping itu pengalaman pahit dengan belanda, dan sikap Negara-negara adikuasa yang serba mendua terhadap pernyataan kemerdekaan Indonesia mempunyai pengaruh yang menentukan pada wawasan internasional para pemimpin politik setelaha penyerahan kedaulatan. Disamping itu konflik dengan Belanda juga berperan
mempertegas pertentangan
politik di dalam pergerakannasionalis yang tak begitu homogen. Dalam masa revolusi nasional, dilaksanakanlah dua cara pelaksanaan politik luar negeri yang sangat berbeda dan bersaingan. Cara yang pertama ialah diplomasi yang merupakan alat yang digunakan terutama untuk menjamain penyerahan kedaulatan. Cara lain ialah perjuangan yang timbul dari suatu keyakinan bahwa kemerdekaan sejati hanya akan dapat dicapai melalui konfrontasi tak mengenal kompromi dengan Belanda.
Universitas Sumatera Utara
Pandangan yang terakhir ini memainkan peranan penting dalam mempertahankan momentum revolusi nasional, dan pada akhirnya juga memainkan peranan penting dalam mencegah upaya Belanda menerapkan penyelesaian secara militer. Walaupun esensi kedua cara ini berbeda, tetapi para pendukung kedua strategi ini memiliki titik temu dalam kesamaan pengalaman yang diteruskan kedalam kemerdekaan. Pada periode ini ada tiga sasaran pokok yang hendak dicapai oleh politik luar negeri Indonesia, yakni : a) Mencari pengakuan internasional atas kemerdekaan Indonesia b) Mempertahankan kemerdekaan dari usaha Belanda yang ingin kembali ke Indonesia memaksakan pemerintah kolonialnya berdasarkan pada dekrit Ratu Wihelmina 7 Desember 1942; c) Mencari penyelesaian sengketa dengan Belanda melalui Negara ketiga sebagai mediator atau dengan melalui forum PBB (Agung, 1973,29) Prinsip ideal politik luar negeri telah dinyatakan dinegara Indonesia sebagai “bebas dan aktif”. Prinsip ini dikemukakan pertama kali pada bulan September 1948 oleh Almarhum Mohammad Hatta, Wakil Presiden pertama yang merangkap sebagai Perdana Menteri yang disampaikan melalui pidatonya yang berjudul ”Mendayung Antara Dua Karang”. Sejak saat itu, RI menganut ”politik luar negeri yang bebas dan aktif yang dipahami sebagai sikap dasar RI yang menolak masuk dalam salah satu blok negara-
82
Supri Jusuff, Hubungan Internasional dan Politik Luar Negeri, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1989,
Universitas Sumatera Utara
negara superpowers; menentang pembangunan pangkalan militer asing di dalam negeri; serta menolak terlibat dalam pakta pertahanan negara-negara besar. Namun, RI tetap berusaha aktif terlibat dalam setiap upaya meredakan ketegangan di dunia internasional. Seperti diamanatkan konstitusi, RI juga menentang segala bentuk penjajahan di atas muka bumi ini, dan menegaskan bahwa politik luar negeri harus diabdikan untuk kepentingan nasional. Inti dari azas politik luar negeri yang harus ditempu Indonesia dalam situasi internasional yang ditanda tangani oleh pertentangan antara dua raksasa atau kubu, adalah tidak memihak dan kepercayaan pada diri sendiri. Dalam kata-kata Bung Hatta pada waktu itu antara lain adalah : “Tetapi mestikah kita bangsa Indonesia memperjuangkan kemerdekaan bangsa dan negara kita, hanya harus memilih anatara pro-Rusia atau proAS? Apakah tak ada pemikiran yanh harus kita ambil dan mengejar citacita kita? Pendirian yang harus kita ambil adalah supaya kita jangan menjadi objek dalam pertarungan politik internasional melainkan kita harus tetap menjadi subjek yang menentukan sikap kita sendiri, berhak menentukan tujuan kita sendiri, yaitu Indonesia merdeka seutuhnya. Perjuangan kita harus diperjuangkan atas dasar semboyan yana lama; percaya akn diri sendiri dan berjuang atas kesanggupan diri sendiri. Ini tidak berarti kita tidak mengambil keuntungan dari pada pergolakan politik Internasional. Memang tiap-tiap politik untuk mencapai kedudukan negara yang kuat telah”. 83 Azas politik luar negeri yang bebas dan aktif dalam konteks internasional itu menurut pandangan Hatta, adalah politik luar negeri Republik Indonesia bukanlah politik kenetralan, karena tidak dibangun dalam referensi pada Negara-negara yang berperang tetapi dengan maksud untuk memperkuat dan menjujung tinggi perdamaian
Hal. 10
Universitas Sumatera Utara
dan menempuh jalannya sendiri dalam berbagai masalah Internasional. Selain itu pernyataan pemerintah dan penjelasan hatta itu menggungkapkan dalil-dalil dasar dari apa yang kemudian dikenal sebagai azas non blok dalam politik luar negeri, suatu azas yang merupakan dasar bersama bagi Negara-negara Asia, Afrika dan Amerika Latin. Selain bebas dan aktif, politik luar negeri Indonesia sebagai negara yang baru saja merdeka, Indonesia sangat sadar akan kemerdekaannya itu dengan sangat peka terhadap penjajahan. Sebab itu, politik luar negeri Indonesia pada dasarnya yang antikolonialisme, seperti tercermin dalam pembukaan UUD 1945, diawali dengan kalimat “ Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, penjajahan
di atas
dunia
harus
dihapuskan,
karena
tidak
sesuai
dengan
perikemanusiaan dan perikeadilan”. Sikap ini diperkuat dengan penjelasan lebih lanjut oleh Bung Hatta dlam kaitannya dengan politik luar negeri Indonesia yang bebas dan aktif, bahwa tujuan utama politik luar negeri Indonesia, yakni : a) Mempertahankan kemerdekaan rakyat dengan menjaga keselamatan Negara. b) Untuk mendapatkan perlengkapan pokok yang membangun kembali apa yang
telah hancur atau rusak dan modal bagi industri aliansi, pembuatan dan mekaninisme sebagaian pertanian. Ada dua hal yang dapat dicatat dalam periode ini, yaitu : -
pencapaian kepentingan nasional (national interest) untuk mendapatkan pengakuan internasional karena pada periode ini banyak negara yang belum mengakui keberadaan indonesia sebagai negara yang berdaulat.
83
Ibid, hal.12
Universitas Sumatera Utara
-
Pada periode ini, politik luar negeri yang bebas-aktif mendapatkan suatu ujian dengan terjadinya pemberontakan PKI di Madiun 1948.
2.2.2 Politik Luar Negeri Indonesia Periode Demokrasi Liberal (1950-1959) Awal tahun 1950-an, Indonesia memperlihatkan diri seperti apa yang menjadi pidato Moh. Hatta, sebagai suatu negara yang tidak memihak kepada salah satu blok yang terlibat dalam perang dingin. Walaupun Indonesia bersikap netral, bukan berarti Indonesia bekerja secara aktif untuk perdamaian dunia dan peredaan ketegangan internasional. Meskipun Indonesia sering dianggap ekslusif condong ke Barat, tetapi Indonesia menolak menyokong Amerika dalam Perang Korea. Tanggapan Indonesia itu bisa ditafsirkan sebagai adanya perasaan takut akan dominasi asing yang baru, yang diakibatkan adanya perasaan baru bebas dari kolonialisme yang bercampur-baur dengan dampak pertentangan perang dingin yang terjadi pada saat itu. Kebijakan politik luar negeri yang bebas dan aktif pada tahun 1952 menghadapi ujian, ketika diketahui bahwa Menlu Subardjo mengadakan perjanjian bantuan militer dan ekonomi dari Amerika Serikat yang diwakili oleh Duta Besar Amerika, Merle Cochran. Akibatnya, Indonesia harus mentaati ketentuan-ketentuan yang termuat dalam Undang-Undang Keamanan Bersama (Mutual Security Act), yang berarti pula penyimpangan terhadap prinsip-prinsip politik luar negeri yang bebas aktif. Suatu protes keras terjadi dan mengakibatkan jatuhnya Kabinet Sukiman.
Universitas Sumatera Utara
Di sini dapat diartikan bahwa politik luar negeri yang bebas dan aktif adalah Indonesia harus menghindarkan diri dari perjanjian internasional yang memungkinkan Indonesia terikat kepada salah satu blok. Bahkan secara tegas, Moh. Hatta dalam tulisannya di majalah politik, Foreign Affairs, pada tahun 1953, menolak pandangan yang mengatakan bahwa tidak adanya suatu posisi tengah dalam perang dingin. Selanjutnya Moh. Hatta menegaskan bahwa situasi geopolitik Indonesia yang tidak mengandung “keharusan untuk membuat pilihan di antara dua blok besar”. Kebijakan Indonesia yang memilih jalan tengah dalam masalah luar negeri, dianggap oleh Justus M. Van der Kroef, sebagai suatu kondisi yang diperlukan bagi pembangunan dalam negeri. Keterlibatan luar negeri dan mengikat diri secara tetap terhadap negara-negara besar, dianggap mengganggu keseimbangan kehidupan poltik dalam negeri yang tak menentu dan akan pula menghambat pembangunan Indonesia sebagai suatu bangsa yang bebas. Ketika Ali Sastroamidojo, tokoh PNI menjabat sebagai Perdana Menteri. ia menafsirkan politik luar negeri yang bebas dan aktif itu bukan berarti menghindari dari fakta tetapi juga menjalin hubungan yang berimbang di antara kedua blok. Indonesia menjalin hubungan dengan negara-negara sosialis, seperti dengan RRC pada bulan Desember 1953 dan setahun kemudian ia membuka hubungan diplomatik dengan Uni Soviet dan beberapa negara sosialis lainnya. Lewat strategi ini, Ali Sastroamidjojo ini menunjukkan kepada dunia bahwa politik luar negeri Indonesia yang bebas dan aktif itu, memang benar-benar bebas. Puncak daripadanya adalah dengan diadakan Konferensi Asia Afrika pada bulan April 1955 di Kota Kembang, Bandung. Di sanalah Indonesia memperlihatkan diri kepada dunia, sebagai negara
Universitas Sumatera Utara
bekas jajahan yang mampu menyelenggarakan suatu pertemuan internasional yang bertujuan untuk menyatakan sesuatu dalam pengaturan menyeluruh masyarakat dunia internasional. Pada tanggal 17 Mei 1956 Presiden Soekarno mendapat kehormatan untuk menyampaikan pidato di depan Kongres Amerika Serikat dalam rangka kunjungan resminya ke negeri tersebut. Sebagaimana dilaporkan dalam halaman pertama New York Times pada hari berikutnya, dalam pidato itu dengan gigih Soekarno menyerang kolonialisme. Perjuangan dan pengorbanan yang telah kami lakukan demi pembebasan rakyat kami dari belenggu kolonialisme,” kata Bung Karno, “telah berlangsung dari generasi ke generasi selama berabad-abad.” Tetapi, tambahnya, perjuangan itu masih belum selesai. “Bagaimana perjuangan itu bisa dikatakan selesai jika jutaan manusia di Asia maupun Afrika masih berada di bawah dominasi kolonial, masih belum bisa menikmati kemerdekaan?”84 pekik Soekarno di depan para pendengarnya. Pemberontakan yang gagal di Sumatera, Sulawesi, Jawa Barat dan pulau-pulau lainnya yang dimulai sejak 1958, ditambah kegagalan MPR untuk mengembangkan konstitusi baru, melemahkan sistem parlemen Indonesia. Akibatnya pada 1959 ketika Presiden Soekarno secara unilateral membangkitkan kembali konstitusi 1945 yang bersifat sementara, yang memberikan kekuatan presidensil yang besar, dia tidak menemui banyak hambatan.
84
Geoge MC. Kahim, Nationalism and Revolutioan in Indonesia, Cornell University Press Ithasa, 1952, hal. 24
Universitas Sumatera Utara
Dalam masa ini yang patut dicatat adalah : -
Awal dari perjuangan Indonesia untuk mencapai kepentingan nasional, yaitu keutuhan wilayah (dalam mempertahankan wilayah Irian Barat).
-
Bangsa Indonesia berhasil menyelenggarakan Konferensi Asia Afrika pada tanggal 18 April 1955 di Bandung. Ini merupakan yang pertama kali Indonesia dan bangsa-bangsa di Asia-Afrika berkumpul dan menyatakan tekad bahwa mereka tidak bersedia mengikuti salah satu blok Negara-negara besar dalam menghadapi masalah-masalah dunia.
Sistem
Demokrasi
Liberal
ternyata
membawa
akibat
yang
kurang
menguntungkan bagi stabilitas politik. Berbagai konflik muncul ke permukaan. Misalnya konflik ideologis, konflik antar kelompok dan daerah, konflik kepentingan antarpartai politik. Hal ini mendorong Presiden Soekarno untuk mengemukakan Konsepsi Presiden pada tanggal 21 Februari 1957.Berikut ini isi Konsepsi Presiden.:
a. Penerapan sistem Demokrasi Parlementer secara Barat tidak cocok dengan kepribadian Indonesia, sehingga sistem demokrasi parlementer harus diganti denganDemokrasiTerpimpin
.b. Membentuk Kabinet Gotong Royong yang anggotanyasemuapartaipolitik.c. Segera dibentuk Dewan Nasional.
Hal lain yang dapat dicatat dalam peride ini adalah penyelenggaraan Politik Luar Negeri Indonesia dapat dilihat dari sikap dan pemberian suara Indonesia di forum PBB, maksudnya adalah pada suatu saat Indonesia dapat memihak ke Blok Barat dan
Universitas Sumatera Utara
pada sat lain dapat memihak ke Blok Timur. Ini menunjukan bahwa Indonesia mempunyai pandangan sendiri dalam menghadapi masalah-masalah internasional.
2.2.3. Politik Luar Negeri Indonesia Peride Demokrasi Terpimpin (1960-1966).
Istilah “demokrasi terpimpin” untuk pertama kalinya dipakai secara resmi dalam pidato Presiden Soekarno pada tanggal 10 November 1956 ketika membuka Konstituante. Istilah dan pengertian “demokrasi terpimpin” timbul dari keinsafan, kesadaran dan keyakinan akan keburukan-keburukan yang diakibatkan oleh paham liberalisme. Paham liberalisme yang mendewa-dewakan kebebasan perseorangan seperti dianut dan dilaksanakan di dunia Barat mengakibatkan terpecahnya masyarakat menjadi dua golongan ekonomi yang kepentingan hidupnya saling bertentangan, yaitu golongan manusia yang dapat menguasai alat-alat produksi sebagai hasil perlombaan yang bebas dan golongan manusia yang tidak mempunyai kekuasaan atas alat-alat produksi karena terdesak di dalam perlombaan yang bebas itu.
Keadaan demikian tidak cocok dengan perasaan keadilan setiap orang. Berhubung dengan itu bangsa Indonesia menghendaki satu demokrasi yang tidak didasarkan atas teori liberalisme. Bangsa Indonesia sejak kebangkitannya di zaman penjajahan dan kemudian ditegaskan dalam permulaan revolusinya menghendaki satu demokrasi yang lain, yaitu satu demokrasi yang membawa masyarakat kepada keadaan yang memenuhi perasaan keadilan semua orang, suatu keadaan yang adil. Bentuk pelaksanaan dari demokrasi yang demikian itu dinamakan “demokrasi terpimpin”.
Universitas Sumatera Utara
Pelaksanaan demokrasi terpimpin dimulai dengan berlakunya Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
Latar Belakang dikeluarkan dekrit Presiden : Undang-undang Dasar yang menjadi pelaksanaan pemerintahan negara belum berhasil dibuat sedangkan Undang-undang Dasar Sementara (UUDS 1950) dengan sistem pemerintahan demokrasi liberal dianggap tidak sesuai dengan kondisi kehidupan masyarakat Indonesia. Kegagalan konstituante dalam menetapkan undangundang dasar sehingga membawa Indonesia ke jurang kehancuran sebab Indonesia tidak mempunyai pijakan hukum yang mantap. Situasi politik yang kacau dan semakin buruk. Terjadinya sejumlah pemberontakan di dalam negeri yang semakin bertambah gawat bahkan menjurus menuju gerakan sparatisme. Konflik antar partai politik yang mengganggu stabilitas nasional Banyaknya partai dalam parlemen yang saling berbeda pendapat sementara sulit sekali untuk mempertemukannya. Masing-masing partai politik selalu berusaha untuk menghalalkan segala cara agar tujuan partainya tercapai. Demi menyelamatkan negara maka presiden melakukan tindakan mengeluarkan keputusan Presiden RI No. 75/1959 sebuah dekrit yang selanjutnya dikenal dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Tujuan dikeluarkan dekrit adalah untuk menyelesaikan masalah negara yang semakin tidak menentu dan untuk menyelamatkan negara. Disebut Demokrasi terpimpin karena demokrasi di Indonesia saat itu mengandalkan pada kepemimpinan Presiden Sukarno.
Universitas Sumatera Utara
Demokrasi Terpimpin harus mengembalikan keadaan politik negara yang tidak setabil sebagai warisan masa Demokrasi Parlementer/Liberal menjadi lebih mantap/stabil. Politik luar negeri dimasa demokarasi terpimpin didasarkan pada Pidato presiden yang berjudul ”Berdiri di atas Kaki Sendiri” sebagai pedoman revolusi dan politik luar negeri. Dimana isi dari pidato tersebut adalah :
“ Acara yang sekarang menjadi pokok pembicaraan adalah sangat penting. Tahun yang lalu Majelis Umum yang ke-XV telah menerima sebuah pernyataan yang bersejarah mengenai kebebbasan bangsa-bangsa dan rakyat-rakyat. Pernyataan ittu dengan hikmat menyatakan keharusan untuk selekas mengakhiri kolonialisme dalam segala bentuk dan penjelmaannya. Tidak perlu rasanya saya uraikan dengan panjang lebar dihadapan Majelis ini betapa kolonialisme itu telah mempengaruhi kehidupan umat manusia. Berjuta-juta perkataan telah diucapkan dalam Majelis yang mulia ini, yang menggambarkan keadaan dari rakyat-rakyat tak terhitung banyaknya yang telah beratus tahun menanggung siksaan kolonialisme, penjajahan, dan penghisapan asing. Raktyat-rakyat itu telah melalui suatu sejarah yang penuh dengan penindasan, penghinaan, dan penghisapan. Tetapi mereka juga telah mengalami peperangan dan perjuangan perkasa untuk kemerdekaan. Memang, kolonialisme senantiasa menjumpai perlawanan. Semakin kuat kolonialisme dipaksakan, semakin kuat pula perlawanan terhadapnya. Perang colonial, walaupun hanya secara kecil-kecilan dsn terbatas pada suatu daerah, tak dapat dipisahkan dari sejarah kolonialisme. Hanya disebabkan keunggulan dalam tekhnik
Universitas Sumatera Utara
dan alat-alat fisik sajalah maka kekuasaan-kekuasaan colonial dimasa lampau dapat memaksakan pertuanan mereka atas rakyat-rakyat didaerah-daerah yang sangat luas didunia ini. Daearh-daerah colonial atau taklukan itu didirikan untuk memuaskan kehendak Negara-kolonial tetentu. Tetapi ketika itu didirikan untuk memuaskan kehendak Negara-negara colonial tertentu. Tetapi ketika perlawanan terhadap pertuanan dan penghisapan itu mulai tumbuh, ia menjelma dalam bentuk perlawanan nasional dan perjuangan nasional untuk kebebasan dan kemerdekaan. Seluruh rakyat daerah-daerah yang ditaklukan itu dipersatukan oleh nasib yang sama dan kepentingan bersama untuk membebaskan diri dari belenggu kolonialisme. Nasionalisme inilah, kekuatan terhimpun inilah, yang paling ditakuti oleh kekuasaan-kekuasaan kolial. Kekuatan terhimpun inilah, didukung pula oleh cita-cita manusia akan kebebasan, martrabat, kesamaan dan kemjauan, yang telah memenangkan kemerdekaan nasional bagi bayak daerah talukan. Bagaimanapun juga, perjuangan untuk kemerdekaan nasional sekali-kali tidak mudah. Ia harus mengatasi segalamacam- baik bersifat politik, ekonomi maupun militer-yang akan menghancurkan gerakan-gerakan nasional untuk kebebasan, yang akan menghancurkan kekuatan nasional yang terhimpun, ia telah dihadapkan kepada politik kolian ‘devide et impera’ , diperhadapakan subversi atau campur tangan terangterangan untuk mematahkan tekad dan kesatuan nasional.
Universitas Sumatera Utara
Bahkan setelah kemerdekaan tercapai, setelah perjuangan yang sengit telah dimenangkan, Negara-negara kolial masih mencoba denagn berbagai jalan, termasuk penanda-tanganan ‘persetujuan-persetujuan’, untuk mempertahankan kepentingankepentingan mereka selama mungkin. Ini memang bukan sesuatu yang sungguh baru. Banyak anggota-anggota majelis ini, terutama mereka yang telah mengalami perjuangan colonial ini, mengenal cirri-ciri kolonialisme ini. Kebanyakan, termasuk Indonesia sendiri, masih menghadapi perjuangan melewan neo-kolonialisme dinegara mereka sendiri. Oleh karena itu kami anggap sangat penting bahwa Majelis ini menyelidiki dengan seksama dan bijaksana masalah kolonialisme ini adalah tugas yang berat dan sulit baik diwaktu lampau maupun diwaktu sekarang ini. Untuk menghapuskan kolnialisme dalam segala bentuk dan penjelmaannya, sebagaimana dikehendaki oleh pernyataan PBB itu. Pernyataan ini, yang pelaksanaanya sedang kita perbincangkan sekarang merupakan kemenangan moril bagi seluruh kekuatan anti colonial. Akan tetapi, Negara-negara colonial--sebagai keseluruhan—tidak menyokong pernyataaan ini, walaupun mereka tidak sanggup berterang-terangan menentang tuntutan kemerdekaan bagi rakyat-rakyat dan bangsa-bangsa yang masih terjajah. Ini berarti bahwa pelaksanaan dari pernyataan ini—dari pernyataan PBB ini—harus dilakukan dengan segala ichtiar dan moral politik yang ada pada kita. Pelaksanaan ini menghendaki usaha kita yang penuh dan bulat…… …..Tuan Ketua, jika seseorang tidak mengetahui perjuangan melawan kolonilisme , jika seseorang tidak pernah mendengar tentang perjuangan kemerdekaan
Universitas Sumatera Utara
mati-matian yang telah dilakukan oleh bangsa Indonesia
terhadap si-penjajah.
Pertama—dan saya ingin menekankan ini—kemerdekaan Indonesia bukanlah hasil suatu hadiah natal yang dianugerhkan kepada kita oleh Belanda. Kami mencapai kemerdekaan kami dalam suatu peperangan yang hebat dan kejam. Lebih dari setengah juta bangsa kami telah jatuh korban dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia itu. Pembunuhan-pembunuhan hampir-hampir merupakan kejadian sehari-hari….. …..Tuan Ketua, politik konfrontasi total kami ini oleh Pemerintah Belanda di cap sebagai politik paksaan. Tapi bila ditinjau dari latar belakang sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia, saya harapmenjadi jelas bagi Majelis Umum yang mulia ini, siapa yang sebenarnya yang telah menggunakan paksaan dan penindasan, yang dimungkinkan oleh karena kekuatan militer yang lebih unggul dari tahun 1945-1949 dalam menduduki Irian Barat dengan kekuatan senjata? Siapa yang menggunakan siasat paksaan, penindasan dan intimidasi dalam mengiriumkan kapal induk Karel Doorman ke-perairan Indonesia? Apa perlu saya teruskan? Kami telah lebih dari cukup membuktikan maksud damai kami dari tahun 1954-1957, ketik kami dating di PBB untuk meminta bantuan. Tetapi resolusi-resolusi kami meskipun disokong oleh sebagian yang terbesar, tidak dapat mencapai 2/3 mayoritas suara yang diperlukan dengan begitu kamu dibiarkan sendiri menghadapi paksaan dan subversi kekuatan colonial. Apa yang harus kami perbuat? Tahluk saja kepada kewenangan Politik Luar Negeri Belanda? Kami tidak mau melakukan itu. Sembilan puluh juta rakyat Indonesia mempunyai kebanggaan nasional dan perasaan akan harga dirinya. Mereka telahmemproklamirkan kemerdekaanya pada
Universitas Sumatera Utara
tanggal 17 Agustus 1945, yang telah mereka pertahankan dalam suatu perjuangan mati-matian. Jika perang anti-kolonial itu dihentikan pada akhir tahun 1949, ini hanyalah karena kepercayaan dan harapan kami pada waktu itu bahwa masalah dengan Belanda selanjutuya dapat diselesaikan dalam suasana kerjasama dan dengan jalan damai. Kami telah senantiasa berharap bahwa Belanda akan menerima pelepasan sisa daerah jajahan diwilayah Indonesia sebagai suatu kemajuan dalam hubungan umat manusia , dan tidak sebagai suatu kemunduran dalam kehidupan nasional mereka. Dan sekali-kali kami tidak menduga semula bahwa masalah Irian Barat ini, bagian dari wilayah Indonesia yang baru sedikit sekali dijelajah dan diusahakan, yang didiamin hanya oleh 700.000 orang—akan menimbulkan suatu masalah yang demikian gawatnya, sehingga Indonesia akan menghadapi kemungkinan terpaksa mengangkat senjata lagi untuk menyempurnakan kemerdekaan kami…. … seperti telah saya terangkan pada permulaann, sengkerta ini bukan tentang persaolan apakah Indonesia akan menjadi merdeka atau tidak. ‘Semua pihak setuju bahwa apa yang dahulu dinamakan Hindia Belanda harus menjadi satu Negara merdeka secepat mungkin’. Ini memang menjadi dasar yang telah disetujui untuk mengakhiri perang kolomial dan pengakuan lahirnya suatu Bnagsa yang baru: Indonesia (yang mencakup seluruh daerah yang dulu disebut Hindia Belanda)… ……Irian Barat, sebagai bagian dari Hindia Belanda dahulu, tentu saja adalah wilayah Indonesia. Menamakan hak kami atas Irian Barat sebagai suatu kalim territorial memang merupakan suatu pemutar balikan fakta dan sejarah yang disengaja,
Universitas Sumatera Utara
dimaksudkan untuk mengeruhkan persolannya dan membenarkan pendudukan colonial yang tidak dapat dibenarkan atas wilayah Indonesia oleh Belanda… …Bangsa Indonesia sudah jemu akan peperangan. Bangsa Indonesia masih menderita akibat-akibat dari perang colonial. Tidak adalah yang lebih kami cintai dari pada hidup dan bekerja dalam suasana damai. Tapi jika dipaksakan kepada kami, jika kami tidak diberi kemungkinan lain daripada melanjutkan perang colonial untuk menyemprnakan kemerdekaan kami, maka kami tidak akan mundur dari pertanggung jawaban tersebut.”85 Sebagai seorang yang tidak menyukai imperialisme, Soekarno senantiasa mempermasalahkan kehadiran Belanda di Irian Barat. Kekuatan diplomasi seperti yang dilakukan pada masa revolusi nasional, ternyata tidak menunjukkan hasil yang memuaskan dalam menyelesaikan konflik dengan Belanda. Sehingga Soekarno mengambil jalan melakukan strategi kekuatan bersenjata, seperti aksi massa, penerjunan sukarelawan dan penerjunan darurat di Irian Barat dengan bantuan senjata dari Uni Soviet karena Amerika Serikat menolak untuk menjual senjata yang diperlukan. Ternyata apa yang dilakukan Soekarno itu berhasil. Amerika Serikat melepaskan netralisasi pro Belanda, sebab khawatir terhadap kemungkinan konflik bersenjata yang ditimbulkannya. Pada tahun 1962, Amerika Serikat menekan Belanda untuk menyelesaikan sengketa itu dengan syarat-syarat yang menguntungkan Indonesia. Sukses ini kemudian lebih banyak dilihat sebagai sukses strategi konfrontasi Soekarno, dan bukan karena bantuan Amerika Serikat atau Uni Soviet.
85
Soekarno, Dibawah Bendera Revolusi jilid I, hal. 84.
Universitas Sumatera Utara
Setelah
hampir
sampai
konflik
dengan
Belanda,
Soekarno
melihat
pembentukan Malaya sebagai suatu tindakan terhadap pengepungan terhadap Indonesia. Dalam kerangka pandangan dunianya, posisi Indonesia sebagai NEFO akan terjepit di antara musuh-musuh OLDEFO yang melindunginya, jika dilihat bahwa disebelah utara terdapat bekas jajahan Inggris yakni Malaya sampai Kalimantan Utara dan di selatan ada Australia dan Selandia Baru. Sikap permusuhan Soekarno terhadap negara tetangga oleh sejumlah orang dianggap sebagai tujuan-tujuan ekspansionisme Soekarno atau dia memang memerlukan suatu masalah gawat di luar untuk kepentingannya. Tetapi yang jelas, dalam usahanya menghadapi Malaya, Soekarno mengulangi formula yang sukses, ketika berhadapan dengan Belanda pada masa revolusi nasional dan perebutan Irian Barat. Yang dimaksudkan oleh Soekarno sebagai New Emerging Forces adalah kekuatan-kekuatan baru yang sedang bangkit dan Old Establiseh Forces sebagai kekuatan yang lama yang mapan86. Yang pertama dilukiskan sebagai terdiri dari bangsa-bangsa Asia Afrika, Amerika Latin, negara-negara sosialis dan kelompokkelompok progresif di negara-negara kapitalis. Dengan mengedepankan suatu pandangan revisionis mengenai masyarakat internasional, Soekarno melukiskan Indonesia sebagai anggota kelompok kekuatan yang progresif dinamis yang militan dan ditugasi oleh sejarah untuk melawan dan menghancurkan kekuatan penindasan dan
86
Ibid, hal. 25
Universitas Sumatera Utara
eksploitasi yang reaksioner87. Kesemuanya itu menyebabkan ia menuntut peranan yang penting dalam konstelasi internasional dan berusaha menyokong tuntutan ini melalui kunjungan kenegaraan dan berbagai peristiwa internasional lainnya. Kecaman-kecamannya terhadap imperialisme pada umumnya merupakan pandangan yang telah dia kemukakan sebelum Perang Pasifik berlangsung, dengan mengambil sebagian dari pandangan Karl Marx dan Lenin. Selain itu Soekarno dalam menentang pembentukan Federasi Malaysia dan menyebut bahwa hal tersebut adalah sebuah "rencana neo-kolonial" untuk mempermudah rencana komersial Inggris di wilayah tersebut. lebih lanjut Ia menganggap bahwa pembentukan Federasi Malaysia, akan memperluas pengaruh imperialisme negara-negara Barat di kawasan Asia dan memberikan celah kepada negara Inggris dan Australia untuk mempengaruhi perpolitikan regional Asia. Menanggapi keputusan PBB untuk mengakui kedaulatan Malaysia dan menjadikan Malaysia anggota tidak tetab Dewan Keamanan PBB, presiden Soekarno mengumumkan pengunduran diri negara Indonesia dari keanggotaan PBB pada tanggal 20 Januari 1965 dan mendirikan Konferensi Kekuatan Baru (CONEFO) sebagai tandingan PBB dan GANEFO sebagai tandingan Olimpiade. Pada tahun itu juga konfrontasi ini kemudian mengakibatkan pertempuran antara pasukan Indonesia dan Malaysia (yang dibantu oleh Inggris). Pada saat kemerdekaan, pemerintah Belanda mempertahankan kekuasaan terhadap belahan barat pulau Nugini (Irian), dan mengizinkan langkah-langkah menuju
87
Ibid, hal. 27
Universitas Sumatera Utara
pemerintahan-sendiri dan pendeklarasian kemerdekaan pada 1 Desember 1961. Negosiasi dengan Belanda mengenai penggabungan wilayah tersebut dengan Indonesia gagal, dan pasukan penerjun payung Indonesia mendarat di Irian pada 18 Desember sebelum kemudian terjadi pertempuran antara pasukan Indonesia dan Belanda pada 1961 dan 1962. Pada 1962 Amerika Serikat menekan Belanda agar setuju melakukan perbincangan rahasia dengan Indonesia yang menghasilkan Perjanjian New York pada Agustus 1962, dan Indonesia mengambil alih kekuasaan terhadap Irian Jaya pada 1Mei1963. Selama kunjungannya ke Uni Soviet, Soekarno selalu berbicara tentang pengutukan terhadap kolonialisme Belanda dan penghormatan kepada Uni Soviet yang tidak menyimpang dalam menjalankan tugasnya menciptakan perdamaian dunia melalui semangat koeksistensi yang penuh dengan kedamaian. Di sana pula Soekarno membuat pernyataan bersama Indonesia-Uni Soviet, yang mana move politik Soekarno itu ternyata mendapat tanggapan dari kalangan politisi di Ibu kota, yang dianggap bahwa pernyataan bersama itu menyimpang dari wewenang dan ketentuan Parlemen. Dan Ali Sastroanidojo sendiri sebagai Perdana Menteri pada saat itu, merasa dilangkahi wewenangnya. Soekarno telah bertindak bukan sebagai presiden konstitusional lagi. Bisa jadi kebijakan yang diambil Soekarno itu, memperlihatkan bahwa Indonesia telah bergeser ke kiri. Tahun-tahun terakhir sebelum kejatuhan Soekarno, Indonesia mengambil kebijakan berdikari dalam ekonomi dan menolak setiap ketergantungan kepada imperialisme. Berdikari dalam bidang ekonomi dianggap sebagai prasyarat untuk kemerdekaan yang sejati dalam bidang politik maupun kebudayaan. Untuk itulah tidak
Universitas Sumatera Utara
usah heran, kalau dalam suatu kesempatan Soekarno pernah mengeluarkan kata-kata yang cukup terkenal, “Go to hell with your aid”, ketika Amerika Serikat hendak memberi bantuan, tetapi dengan mengajukan persyaratan yang dianggap Soekarno hendak mencoba mempengaruhi kebijakan politik luar negeri Indonesia. Bagi Soekarno, politik luar negeri yang bebas dan aktif harus diberi arti bahwa Indonesia mengambil peranan sebagai sebagai pemimpin untuk membawa semua kekuatan progresif di dunia ke dalam suatu front internasional untuk kemerdekaan dan perdamaian dunia buat melawan imperialisme dan kolonialisme dalam bentuk baru.88
88
Giebels, Op. cit, 2001,hal. 282
Universitas Sumatera Utara