RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 9/PUU-XIV/2016 “Upaya Hukum Kasasi dalam Perkara Tindak Pidana Pemilu”
I. PEMOHON Muhammad Nizar. Kuasa Pemohon: Habiburokhman, SH., MH., M. Said Bakhrie, S.Sos., SH., MH., dkk, advokat dari Kantor Advokat Habib & Co., berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 10 Mei 2015. II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Pasal 263 ayat (5) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD (UU 8/2012). III. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI Penjelasan Pemohon mengenai kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk menguji Undang-Undang adalah: 1. Pasal 24C ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) menyebutkan bahwa salah satu kewenangan Mahkamah
Konstitusi
adalah
melakukan
pengujian
Undang-Undang
terhadap UUD 1945; 2. Pasal 10 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (UU MK) menyatakan bahwa: “Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”; 3. Pasal 29 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman berbunyi : “Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk: a. menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;” 1
4. Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan berbunyi : “ Dalam hal suatu Undang-Undang diduga bertentangan dengan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pengujiannya dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi. “ 5. Bahwa objek permohonan adalah pengujian materiil Pasal 263 ayat (5) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD (UU 8/2012), oleh karena itu Mahkamah berwenang untuk melakukan pengujian Undang-Undang a quo.
IV. KEDUDUKAN HUKUM PEMOHON (LEGAL STANDING) 1. Berdasarkan Pasal 51 ayat (1) UU MK: “Pemohon adalah pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya undang-undang, yaitu: (a) perorangan WNI, (b) kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip negara kesatuan RI yang diatur dalam undang-undang, (c) badan hukum publik dan privat, atau (d) lembaga negara”. 2. Berdasarkan Putusan MK Nomor 006/PUU-III/2005 dan Nomor 010/PUU/III/2005 menyatakan bahwa kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional harus memenuhi 5 (lima) syarat yaitu: a. adanya hak konstitusional para Pemohon yang diberikan oleh UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. b. hak konstitusional para Pemohon tersebut dianggap oleh para Pemohon telah dirugikan oleh suatu Undang-Undang yang diuji. c. kerugian konstitusional para Pemohon yang dimaksud bersifat spesifik atau khusus dan aktual atau setidaknya bersifat potensial yang menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan akan terjadi. d. adanya hubungan sebab akibat antara kerugian dan berlakunya UndangUndang yang dimohonkan untuk diuji. e. adanya kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya permohonan maka kerugian konstitusional yang didalilkan tidak akan atau tidak lagi terjadi. 3. Pemohon adalah calon anggota legislatif (Caleg) DPRD Provinsi Banten dari Partai Gerindra Nomor Urut 1 Daerah Pemilihan (Dapil) Banten 5 yang pada Pemilu 2014 telah dilaporkan oleh lawan politiknya melakukan digaan money 2
politic di daerah pemilihannya dan perkara tersebut telah melewati pemeriksaan di Panwaslu Tangerang serta dilimpahkan ke Gakkumdu Polres Tangerang dan Kejaksaan Negeri Tangerang, sehingga saat ini perkara tersebut telah ada Putusan Pengadilan Tinggi Banten yang pada intinya menjatuhkan hukumkan pidana kepada Pemohon; 4. Pemohon adalah perorangan warga negara Indonesia yang menganggap hak dan/ atau kewenangan konstitusionalnya telah dirugikan oleh berlakunya Pasal 263 ayat (5) UU 8/2012 karena pasal a quo mengatur bahwa putusan pengadilan tinggi pada perkara pemilu adalah bersifat final dan mengikat sehingga Pemohon tidak dapat melakukan upaya hukum lagi jika suatu hari menemukan bukti baru (novum) yang dapat meringankan hukumannya atau bahkan membebaskannya dari hukuman pidana.
V. NORMA YANG DIMOHONKAN PENGUJIAN DAN NORMA UUD 1945 A. NORMA YANG DIMOHONKAN PENGUJIAN Pengujian Materiil UU 8/2012: Pasal 263 ayat (5): “Putusan pengadilan tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) merupakan putusan terakhir dan mengikat serta tidak dapat dilakukan upaya hukum lain.” B. NORMA UNDANG-UNDANG DASAR 1945. 1. Pasal 27 ayat (1): “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”. 2. Pasal 28D ayat (1): “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.”
3
VI. ALASAN PERMOHONAN 1. Pemohon adalah calon anggota legislatif (Caleg) DPRD Provinsi Banten dari Partai Gerindra Nomor Urut 1 Daerah Pemilihan (Dapil) Banten 5 yang pada Pemilu 2014 telah dilaporkan oleh lawan politiknya melakukan digaan money politic di daerah pemilihannya dan perkara tersebut telah melewati pemeriksaan di Panwaslu Tangerang serta dilimpahkan ke Gakkumdu Polres Tangerang dan Kejaksaan Negeri Tangerang, sehingga saat ini perkara tersebut telah ada Putusan Pengadilan Tinggi Banten yang pada intinya menjatuhkan hukumkan pidana kepada Pemohon; 2. Pemohon menganggap hak dan/ atau kewenangan konstitusionalnya telah dirugikan oleh berlakunya Pasal 263 ayat (5) UU 8/2012 karena pasal a quo mengatur bahwa putusan pengadilan tinggi pada perkara pemilu adalah bersifat final dan mengikat sehingga Pemohon tidak dapat melakukan upaya hukum lagi jika suatu hari menemukan bukti baru (novum) yang dapat meringankan hukumannya atau bahkan membebaskannya dari hukuman pidana; 3. Bahwa menurut Pemohon, Pasal 263 ayat (5) UU 8/2012 telah membatasi hak konstitusional Pemohon untuk melakukan upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung sehingga pasal a quo telah bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 yang pada intinya setiap warga negara memiliki kedudukan yang sama dalam hukum dan pemerintahan dan telah mengenyampingkan
prinsip
persamaan
di
hadapan
hukum
dan
pemerintahan; 4. Bahwa Pasal 263 ayat (5) UU 8/2012 bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 karena pasal a quo tidak mengandung kepastian hukum dan mencederai perlindungan, pemberian jaminan dan pengakuan perlakuan yang sama di hadapan hukum; 5. Bahwa Pemohon mendalilkan, secara logika, pengajuan upaya hukum kasasi sangatlah mungkin diajukan mengingat sangatlah mungkin pihak yang dirugikan oleh Keputusan Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi kembali menemukan bukti baru (novum) di kemudian hari; 4
6. Bahwa agar lebih
menjamin persamaan hak warga negara
di hadapan
hukum dan pemerintahan, memberikan pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil terhadap setiap warga negara atas hukum dan keadilan, bagi Pasal 263 ayat (5) UU 8/ 2012, maka mohon supaya ditambahkan frasa “kecuali terhadap alasan ditemukannya keadaan baru (novum) dapat diajukan kasasi" sehingga Pasal 263 ayat (5) semestinya berbunyi, “Putusan
pengadilan tinggi
sebagaimana dimaksud ayat (4)
merupakan putusan
terakhir dan mengikat
serta tidak dapat dilakukan
upaya hukum lain, kecuali terhadap alasan ditemukannya keadaan baru (novum) dapat diajukan kasasi.”
VII. PETITUM 1. Mengabulkan permohonan Pemohon ; 2. Menyatakan Pasal 263 ayat (5) UU Nomor 8 Tahun 2012 Tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah berbunyi : “Putusan pengadilan tinggi
sebagaimana dimaksud ayat (4) merupakan putusan terakhir dan mengikat serta tidak dapat dilakukan upaya hukum lain” bertentangan dengan UUD 1945 jika dimaknai tidak dikecualikan terhadap alasan ditemukannya keadaan baru (novum); 3. Menyatakan Pasal 263 ayat (5) UU Nomor 8 Tahun 2012 Tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah berbunyi : “Putusan
pengadilan
sebagaimana dimaksud ayat (4) merupakan putusan
terakhir
tinggi dan
mengikat serta tidak dapat dilakukan upaya hukum lain” tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat jika dimaknai tidak dikecualikan terhadap alasan ditemukannya keadaan baru (novum); 4. Menyatakan Pasal 263 ayat (5) UU Nomor 8 Tahun 2012 Tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah selengkapnya berbunyi : “Putusan pengadilan tinggi sebagaimana dimaksud ayat (4) merupakan putusan 5
terakhir dan mengikat serta tidak dapat dilakukan upaya hukum lain, kecuali terhadap alasan ditemukannya keadaan baru (novum) dapat diajukan kasasi”. 5. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya. Atau, apabila Mahkamah Konstitusi berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).
6