TINJAUAN TENTANG UPAYA HUKUM KASASI PENUNTUT UMUM TERHADAP PUTUSAN BEBAS DALAM PERKARA KORUPSI (Studi Kasus dalamPutusan Mahkamah Agung Nomor1366K/Pid.Sus/2013) Dwi Marieta Darmastuti, Lita Arofu Nurhidayah
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui alasan kasasi penuntut umum dalam pemenuhan ketentuan Pasal 253 KUHAP. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, dengan pendekatan kasus tindak pidana korupsi pembangunan pasar tradisional dan sarana pendukung lainya oleh terdakwa Safrizal bin Rusli selaku kuasa direktur PT.Loeh Raya Perkasa. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, Penuntut umum dapat membuktikan kesesuian alasan-alasan kasasi yang diajukannya dengan alasan-alasan kasasi yang terdapat pada pasal 253 ayat (1) KUHAP, terutama pada huruf a dan huruf b. Alasan-alasan kasasi yang telah diuraikan oleh Penuntut Umum dalam kasus korupsi pembangunan pasar tradisional tersebut dapat dilihat dimana letak Judex Facti telah keliru dan salah menerapkan hukumnya, dan cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan undang-undang, mengenai sifat putusan yang bukan bersifat onstlag van allerechtsvervolging akan tetapi merupakan putusan pidana atau pemidanaan. Kata Kunci : Kasasi, Penuntut Umum, Korupsi.
ABSTRACT This research aims to know the reason of Cassation Prosecutor in fulfilment of the provisions of article 253 KUHAP. This research is a normative, legal research with the criminal offence of corruption cases approaches the construction of traditional markets and other support by the means of the defendant Safrizal bin Rusli as the power of the Director of PT.Loeh Raya Perkasa. Based on the results of research and discussion, the public prosecutor can prove the suitability of the reasons of Cassation granted by reasons of Cassation contained in article 253 paragraph (1) of the KUHAP, especially on the letter a and letter b. The reasons for the appeal which has been described by the public prosecutor in the corruption case of the traditional market development can be seen where lies the Judex Factie mistakenly applied the wrong law, and and how prosecute not implemented according to the provisions of the Act, the nature of the decisionwill not be onstlag van allerechtsvervolging but a criminal verdict or sentencing.
Keywords: Cassation, Prosecutor, Corruption
A. PENDAHULUAN Sejak Indonesia merdeka Pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 menjadi dasar hukum negara ini. Indonesia merupakan negara hukum maka dari itu hukum di Indonesia harus ditegakkan oleh semua warga Indonesia tanpa terkecuali, sehingga mewujudkan ketertiban, keadilan dan kesejahteraan bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Salah satu tindak pidana yang fenomenal dan sangat merugikan negara adalah masalah korupsi. Korupsi merupakan gejala masyarakat yang dijumpai disetiap bidang kehidupan masyarakat baik dibidang ekonomi, hukum, sosial budaya maupun politik. Fakta sejarah membuktikan hampir setiap negara dihadapkan pada masalah korupsi (Evi Hartanti, 2005:24). Meningkatnya korupsi itu seiring dengan kemajuan, kemakmuran dan teknologi. Sehingga semakin maju pembangunan suatu daerah maka semakin meningkat pula kebutuhan yang mendorong orang untuk melakukan korupsi (InoSusanti, Vol.1, No.1, Januari 2012:34). Korupsi di Indonesia telah berkembang dalam tiga tahap, yaitu elitis, endemic, dan sistemik. Pada tahap elitis, korupsi menjadi patologi sosial yang khas di lingkungan para elit atau pejabat. Pada tahap endemic, korupsi mewabah menjangkau masyarakat luas. Lalu di tahap yang kritis, ketika korupsi menjadi sistemik, setiap individu di dalam sistem terjangkit penyakit yang serupa (Ermansjah Djaja, 2010:12). Adanya hukum positif dalam bentuk berbagai produk perundangundangan, digunakan dalam proses penegakan hukum tindak pidana korupsi. Peraturan perundang-undangan yang dijadikan alat untuk memberantas tindak pidana korupsi disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat. Secara kronologis pengaturan tentang korupsi pertama kali yaitu Undang-Undang Nomor 24 Prp Tahun 1960 tentang Pengusutan, Penuntutan, dan Pemeriksaan Tindak Pidana Korupsi, kemudian diganti dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971, 2
lalu disempurnakan oleh Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999, dan akhirnya diganti Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi merupakan Perubahan dan Penyempurnaan dari Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, perubahan dan penyempurnaan ini dimaksudkan untuk lebih menjamin kepastian hukum, menghindari keragaman penafsiran hukum dan memberikan perlindungan terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat, serta perlakuan yang adil dalam memberantas tindak pidana korupsi. Menyadari kompleksnya permasalahan korupsi serta ancaman nyata yang pasti akan terjadi, maka tindak pidana korupsi dapat dikategorikan sebagai permasalahan nasional yang harus dihadapi secara sungguh-sungguh melalui keseimbangan langkah-langkah yang tegas dan jelas dengan melibatkan semua potensi yang ada dalam masyarakat khususnya pemerintah dan aparat penegak hukum. Kepolisian, Kejaksaan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan Pengadilan merupakan lembaga yang berwenang dalam menangani pemberantasan kasus korupsi. Salah satu aparat penegak hukum yang mempunyai perananan penting dalam memberantas korupsi yaitu penuntut umum. Oleh karena korupsi merupakan extra ordinary crime, maka penuntut umum dalam pemeriksaan persidangan harus memperhatikan nilai-nilai yang hidup didalam masyarakat. Begitu juga hakim didalam memutus perkara korupsi harus menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. Dalam Pasal 196 ayat (3) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (selanjutnya disingkat KUHAP), ditentukan bahwa segera sesudah putusan pemidanaan diucapkan, hakim ketua sidang memberitahukan kepada terdakwa tentang segala apa yang menjadi haknya. Salah satu hak terdakwa yaitu menerima atau menolak putusan, apabila terdakwa menolak putusan hakim tersebut maka terhadap putusan pengadilan dapat dilakukan upaya hukum, yang berupa upaya hukum banding, kasasi, maupun peninjauan kembali. Upaya hukum banding dan kasasi merupakan upaya hukum biasa,
3
sedangkan upaya hukum peninjauan kembali merupakan upaya hukum luar biasa. Sulitnya penanggulangan tindak pidana korupsi terlihat dari banyak diputus bebasnya terdakwa kasus tindak pidana korupsi atau minimnya pidana yang ditanggung oleh terdakwa yang tidak sebanding dengan apa yang dilakukannya. Bila ditinjau dari sisi penuntut umum, keadaan dimana terdakwa diputus bebas tentu akan sangat merugikan dirinya. Kondisi seperti ini dapat dengan mudah menciptakan ketidakpercayaan masyarakat terhadap pengadilan, dan akan menimbulkan kesan yang buruk terhadap putusan pengadilan karena merasa bahwa telah terjadi suatu ketidakadilan. Putusan pengadilan
yang mengandung
pembebasan
seolah-olah
tidak
dapat
diharapkan sebagai perlindungan ketertiban dan keadilan. Salah satu kasus mengenai pengajuan kasasi terhadap putusan bebas yang cukup menarik perhatian bagi peneliti ialah kasus kasus korupsi dalam putusan Kasasi nomor1366 K/Pid.Sus/2013 dengan terpidana Safrizal bin Rusli selaku kuasa direktur PT.Loeh Raya Perkasa dalam kasus tindak pidana korupsi pembangunan pasar tradisional dan sarana pendukung lainya di kecamatan Manyak Payed, Kabupaten Aceh Tamiang. Berdasarkan hal yang telah diuraikan diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan tinjauan lebih mendalam terhadap Putusan Mahkamah Agung No.1366K/Pid.Sus/2013 untuk mengetahui apakah alasan kasasi penuntut umum memenuhi ketentuan Pasal 253 KUHAP dalam penulisan hukum dengan hukum dengan judul “TINJAUAN TENTANG UPAYA HUKUM KASASI PENUNTUT UMUM TERHADAP PUTUSAN BEBAS DALAM PERKARA KORUPSI (Studi Kasus dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor1366K/PID.SUS/2013)”. B. METODE PENELITIAN Penelitian ini bertujuan untuk memberikan penjelasan tentang kesesuaian alasan-alasan penuntut umum dalam pengajuan kasasi terhadap putusan bebas dalam perkara korupsi dengan ketentuan Pasal 253 KUHAP. Dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian doktrinal atau
4
disebut juga penelitian hukum normatif. Penelitian doktrinal adalah suatu penelitian hukum yang bersifat preskriptif bukan deskriptif sebagaimana ilmu sosial dan ilmu alam (Peter Mahmud Marzuki, 2005:33), dengan menggunakan jenis penelitian yang bersifat preskriptif dan terapan (Peter Mahmud Marzuki, 2005: 41-42). Pendekatan penelitian menggunakan pendekatan kasus (case approach) (Peter Mahmud Marzuki, 2005:93), yaitu terhadap
kasus
korupsi
dalam
Putusan
Mahkamah
Agung
No.1366K/Pid.Sus/2013). Untuk memecahkan isu hukum dan sekaligus memberikan preskripsi mengenai apa yang seyogyanya diperlukan sumber-sumber penelitian (Peter Mahmud Marzuki, 2005:141). Sumber bahan hukum yang digunakan bahan hukum primer berupa Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (HAP), Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 30 Tahun 1991 tentang Tindak Pidana Korupsi, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung, Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Putusan Mahkamah Agung Nomor 1366K/Pid.Sus/2013 dan bahan hukum sekunder berupa publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi (Peter Mahud Marzuki, 2005:141). Teknik pengumpulan bahan hukum dilakukan dengan membaca, mempelajari, mengkaji, menganalisis dan membuat catatan dari buku literatur, peraturan perundang-undangan, jurnal, majalah, artikel dan literatur lainnya baik dari media cetak maupun media elektronik yang relevan dengan kajian hukum yang diteliti. Analisis bahan hukum silogisme deduksi dengan menempatkan dua premis mayor dan premis minor. Menurut Philipus M.Hadjhon sebagai premis mayor adalah aturan hukum, sedangkan premis minornya adalah fakta hukum. Dari kedua hal tersebut, akan ditarik konklusi (Peter Mahmud Marzuki, 2005:47). Dalam penelitian ini, premis mayor adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Sedangkan premis minornya adalah Putusan
5
Mahkamah Agung Nomor 1366 K/Pid.Sus/2013. Dari kedua premis tersebut dapat ditarik conclusion untuk menjawab rumusan masalah.
C. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Kasus Posisi Mencermati kasus tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh terdakwa yang merupakan tindak pidana korupsi dan diputus dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor: 1366K/Pid.Sus/2013, terdapat poinpoin penting terhadap hak mengajukan upaya hukum biasa oleh penuntut umum terhadap putusan bebas dalam perkara tindak pidana korupsi. Terdakwa Safrizal bin Rusli dalam perkaranya didakwa oleh Penuntut Umum dengan dakwaan subsidair bahwa terdakwa telah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 3 ayat (1) jo Pasal 18 ayat (1) huruf a, b, ayat (2), ayat (3) Undangundang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHPidana. Berdasarkan hal tersebut kemudian terdakwa Safrizal Bin Rusli diperiksa dan diadili di Pengadilan Kuala simpang tertanggal 22 Februari 2012 menuntut Terdakwa dengan tuntutan sebagai berikut: a. Menyatakan Terdakwa SAFRIZAL Bin RUSLI secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi, sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 3 jo Pasal 18 UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sesuai dakwaan Subsidair dalam Surat Dakwaan kami; b. Membebaskan Terdakwa SAFRIZAL Bin RUSLI dari dakwaan Primair;
6
c. Menjatuhkan pidana penjara terhadap Terdakwa SAFRIZAL Bin RUSLI selama 1 (satu) tahun dan 6 (enam) bulan, dikurangi selama Terdakwa berada dalam tahanan sementara; d. Menghukum Terdakwa SAFRIZAL Bin RUSLI untuk membayar denda sebesar Rp50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) subsider selama 3 (tiga) bulan kurungan. e. Menghukum Terdakwa SAFRIZAL Bin RUSLI untuk membayar uang pengganti sebesar Rp38.992.962,00 (tiga puluh delapan juta sembilan ratus sembilan puluh dua ribu sembilan ratus dua puluh enam rupiah) jika Terdakwa tidak membayar uang pengganti paling lama dalam waktu 6 (enam) bulan sesudah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan
dilelang untuk menutupi uang pengganti
tersebut, dalam hal Terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka diganti dengan pidana penjara selama 3 (tiga)bulan; Dalam APBD Tahun 2010 dianggarkan kegiatan Pembangunan Pasar Tradisional dan Sarana Pendukung lainnya di Kecamatan Manyak Payed Kabupaten Aceh Tamiang sebesar Rp 1.241.090.000,- (satu milyar dua ratus empat puluh satu juta sembilan puluh ribu rupiah). Pembangunan dilaksanakan oleh rekanan PT. Loeh Raya Perkasa dengan Kuasa Direkturnya adalah Safrizal Bin Rusli. Setelah pembangunan berjalan ada beberapa item-item pekerjaan yang Safrizal Bin Rusli tidak lakukan sesuai dengan RAB dan selaku Kuasa Direktur PT. Loeh Raya Perkasa tidak membuat dan melampirkan backup data dan As Buil Drawing (gambar akhir pekerjaan). Berdasarkan hasil pemeriksaan dilapangan yang dilakukan oleh Tim ahli Dinas Pekerjaan Umum tanggal 04 Maret 2011 terhadap pekerjaan pembangunan tersebut hanya mencapai 62,62% (enam puluh dua koma enam puluh dua persen) tidak mencapai 80 % (delapan puluh persen). Seluruh tanda tangan Direktur
7
Utama pada dokumen-dokumen dan seluruh uang pencairan dana masuk ke rekening Safrizal Bin Rusli. Dalam proses pemeriksaan persidangan di Pengadilan Negeri Kualasimpang, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kualasimpang yang memeriksa perkara tersebut menjatuhkan Putusan dengan Nomor : 224/Pid.B/2011/PN-KSP menyatakan terdakwa Safrizal Bin Rusli terbukti melakukan tindak pidana korupsi dan dijatuhi pidana selama 1 (satu) tahun. Terhadap putusan tersebut terdakwa melakukan upaya hukum banding yang diajukan kepada Pengadilan Tinggi Banda Aceh. Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Banda Aceh menerima permohonan banding terdakwa dengan menjatuhkan putusan bebas. Penuntut umum menilai bahwa putusan yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Banda Aceh Nomor : 04/PID-TIPIKOR/2012/PT-BNA tertanggal 14 Mei 2012 telah keliru dan salah menerapkan peraturan hukumnya, serta tata cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan undangundang, sehingga oleh penuntut umum terhadap putusan yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Banda Aceh Nomor : 04/PIDTIPIKOR/2012/PT-BNA tertanggal 14 Mei 2012 dimintakan upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung. Oleh karena itu Mahkamah Agung dalam putusan yang dijatuhkan melalui Putusan Mahkamah Agung Nomor : 1366K/Pid.Sus/2013 menyatakan bahwa Mahkamah Agung mengabulkan upaya hukum kasasi yang diajukan oleh Penuntut Umum serta membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Banda Aceh Nomor : 04/PID-TIPIKOR/2012/PTBNA tertanggal 14 Mei 2012 sebagaimana sebagaimana yang dimaksud upaya hukum kasasi adalah hak terdakwa atau penuntu umum untuk tidak menerima putusan Pengadilan pada tingkat akhir, dengan cara mengajukan permohonan kasasi kepada Mahkamah Agung guna membatalkan putusan pengadilan tersebut, dengan alasan bahwa putusan yang dimintakan kasasi tersebut, peraturan hukum diterapkan atau tidak
8
diterapkan sebagaimana mestinya, cara mengadili tidak mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan Undang-Undang.
2. Kesesuaian Alasan-Alasan Penuntut Umum Mengajukan Kasasi Terhadap Putusan Bebas dalam Perkara Kasus Korupsi dengan Pasal 253 KUHAP Kasasi merupakan upaya hukum yang dapat diajukan oleh terdakwa atau Penuntut Umum apabila tidak menerima putusan pengadilan di tingkat akhir. Dalam pengaturan sebelumnya menurut ketentuan Pasal 244 KUHAP, terhadap putusan perkara pidana yang diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan lain selain daripada Mahkamah Agung, Terdakwa atau Penuntut Umum dapat mengajukan permintaan Kasasi kepada Mahkamah Agung kecuali terhadap putusan bebas. Namun dengan adanya keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 114/PUU-X/2012 pada tanggal 28 Maret 2013, Mahkamah Konstitusi membatalkan frasa “kecuali terhadap putusan bebas” dalam Pasal 244 KUHAP. Pasal 244 KUHAP tersebut dinilai bertentangan dengan konstitusi dan tidak lagi mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. Sehingga ketentuan Pasal 244 KUHAP kini berbunyi “Terhadap putusan perkara pidana yang diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan lain selain daripada Mahkamah Agung, terdakwa atau penuntut umum dapat mengajukan permintaan pemeriksaan kasasi kepada Mahkamah Agung”. Hal tersebut berarti setiap putusan bebas dapat diajukan upaya hukum kasasi. Salah satu bentuk putusan yang membebaskan terdakwa dan dilakukan pengajuan kasasi adalah perkara tindak pidana korupsi yang diteliti oleh penulis, putusan yang dijatuhkan terhadap terdakwa dipengadilan tingkat pertama, Terdakwa mengajukan upaya hukum banding yang kemudian dalam putusanya membebaskan terdakwa dan atas putusan banding tersebut Penuntut Umum mengajukan upaya hukum kasasi kepada Mahkamah Agung.
9
Dalam suatu permintaan kasasi, akan terkabul atau tidaknya permintaan kasasi tersebut selain tergantung pada syarat-syarat formil (tentang tata cara pengajuan dan tenggang waktunya) diperhatikan pula mengenai syarat materiil, yaitu mengenai tentang alasan-alasan kasasi sebagaimana ditetapkan dalam pasal 253 ayat 1 KUHAP. Di dalam pasal tersebut
ditentukan
mengenai
alasan-alasan
kasasi
yang
dapat
dipergunakan oleh pemohon kasasi untuk meminta Mahkamah Agung dapat memeriksa permohonan kasasi yang telah diajukan oleh pemohon kasasi. Alasan-alasan yang terdapat dalam Pasal 253 ayat 1 KUHAP terdiri dari: a. Apakah benar suatu
peraturan
hukum
tidak
diterapkan
atau
diterapkan sebagaimana mestinya. b. Apakah benar cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan undang-undang. c. Apakah benar pengadilan telah melampaui batas wewenangnya. Alasan-alasan kasasi yang diajukan oleh Penuntut Umum dalam kasus korupsi Pembangunan Pasar Tradisional di kecamatan Manyak Payed kabupaten Aceh Tamiang dengan terdakwa Safrizal Bin Rusli selaku kuasa direktur PT. Loeh Karya
Perkasa, harus dapat
mengungkapkan dimana letak kesalahan judex facti. Dalam memori kasasi Penuntut umum menyampaikan alasan-alasan kasasi, dalam pertimbanganya mengajukan keberatan-keberatan yang pada pokoknya judex facti tingkat banding telah keliru dan salah menerapkan hukum sesuai dengan Pasal 253 ayat 1 huruf a dan b KUHAP. Judex facti salah menerapkan
hukumnya
karena
hakim
dalam
putusan
banding
melepaskan terdakwa dari segala tuntutan hukum dalam dakwaan Primair dan dakwaan subsidair, putusan Pengadilan Tinggi seharusnya berupa putusan pidana atau pemidanaan. Dasar penuntutan yang dilakukan oleh Jaksa Penuntut Umum telah benar, dengan menuntut Terdakwa bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 3 jo Pasal
10
18 ayat (1) huruf a, b, ayat (2), ayat (3) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo UndangUndang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHPidana. Atas tuntutan tersebut berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan Terdakwa telah terbukti melakukan perbuatan sebagaimana yang di dakwakan. Majelis
hakim
Pengadilan
Tinggi
Aceh
Tamiang
dalam
pertimbangan amar putusannya menyatakan bahwa dalam perkara ini berpendapat bahwa perbuatan Terdakwa telah terbukti memenuhi semua unsur dari pada Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 yang didakwaan kepada terdakwa sebagaimana dalam dakwaan subsidair. Hal ini berarti putusan tersebut seharusnya merupakan putusan pidana atau pemidanaan kepada terdakwa, bukan merupakan putusan yang bersifat onstlag van alleretsvervolging (putusan yang melepaskan terdakwa dari segala tuntutan hukum), karena majelis hakim sendiri telah menyatakan perbuatan terdakwa terbukti memenuhi semua unsur Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana. Judex facti majelis hakim Pengadilan Tinggi Aceh Tamiang dalam menjatuhkan putusanya tidak melihat serta tidak mempertimbangkan fakta-fakta dipersidangan yang memberatkan terdakwa. Hal tersebut bertentangan dengan undang-undang karena cara mengadili tidak dilaksanakan dengan ketentuan undang-undang. Beberapa fakta yang memberatkan terdakwa yaitu keterangan ahli yang berasal dari BPKP Aceh dan Tim dari Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Aceh Tamiang yang telah melakukan pemeriksaan lapangan tanggal 04 Maret 2011 menyimpulkan bahwa pekerjaan tersebut hanya mencapai 62,62% (enam puluh dua koma enam puluh dua persen)
11
Terdakwa mengakuinya di persidangan yang menyatakan bahwa ada item pekerjaan yang tidak sesuai dengan spesifikasi bangunan yang telah ditetapkan dalam kontrak dan Terdakwa menyerahkan kepada orang lain untuk mengerjakannya, sehingga apa yang telah dikerjakan oleh Terdakwa dan dihitung oleh konsultan Pengawas dari 80,15% dikurang 62,62% terdapat kekurangan pekerjaan sebesar 17,38% apabila dirupiahkan sejumlah Rp 779.711.200, – Rp 610.318.941.80,- – Rp 15.399.296.20 (PPN) = Rp 153.992.962,- (seratus lima puluh tiga juta sembilan ratus sembilan puluh dua ribu sembilan ratus enam puluh dua rupiah). Pada saat persidangan Terdakwa juga mengakui telah memalsukan tanda tangan pada dokumen-dokumen pekerjaan yang menyangkut proyek pembangunan pasar tradisional atas nama Direktur PT. Loeh Raya Perkasa yaitu Zulfadlisyah sehingga semua transaksi masuk ke rekening Terdakwa. Hal ini yang menjadi kesalahan dari Terdakwa yang bersifat melawan hukum sehingga merugikan keuangan Negara. Dari alasan-alasan kasasi yang telah diuraikan oleh Penuntut Umum dalam kasus korupsi pembangunan pasar tradisional dan sarana pendukung lainya di kecamatan Manyak Payed kabupaten Aceh Tamiang dapat dilihat dimana letak Judex Facti telah keliru dan salah menerapkan hukumnya, serta tata cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan undang-undang. Hal ini terlihat dari sifat putusan pengadilan tinggi yang bukan bersifat onstlag van allerechtsvervolging, akan tetapi seharusnya merupakan putusan pidana atau pemidanaan terdakwa. Dalam tata cara mengadili hakim tidak melihat serta tidak mempertimbangkan fakta
yang
terungkap
dipersidangan,
perbuatan
hakim
tersebut
bertentangan dengan Pasal 253 ayat 1 huruf b KUHAP karena cara mengadili tidak dilaksanakan sesuai dengan undang-undang. Keputusan hakim pengadilan tinggi dalam perkara tindak pidana korupsi tersebut tidak memberikan kepastian hukum, kemanfaatan, dan keadilan. Dari hal-hal tersebut maka alasan kasasi yang diajukan Penuntut Umum dalam
12
kasus korupsi pembangunan pasar tradisional dianggap telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam KUHAP pada Pasal 253 ayat 1 huruf a dan huruf b KUHAP
D. SIMPULAN DAN SARAN 1. Simpulan Berdasarkan penelitian dan pembahasan tersebut,dapat ditarik simpulan sebagai berikut : Penuntut umum dapat membuktikan kesesuian alasan-alasan kasasi yang diajukaanya dalam kasus korupsi pembangunan pasar tradisional di kecamatan Manyak Payed kabupaten Aceh Tamiang dengan terdakwa Safrizal Bin Rusli selaku kuasa direktur PT. Loeh Raya Perkasa dengan alasan-alasan kasasi yang terdapat dalam pasal 253 ayat (1) KUHAP, terutama pada huruf a dan huruf b. Dari alasan-alasan kasasi yang telah diuraikan oleh Penuntut Umum dalam kasus korupsi pembangunan pasar tradisional tersebut dapat dilihat dimana letak Judex Facti telah keliru dan salah menerapkan hukumnya, dan cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan perundang-undangan, yakni antara lain mengenai sifat putusan yang bukan bersifat onstlag van allerechtsvervolging, akan tetapi merupakan putusan pidana atau pemidanaan, dalam tata cara mengadili hakim tidak melihat serta tidak mempertimbangkan fakta-fakta yang terungkap dipersidangan. Perbuatan Terdakwa telah memenuhi seluruh unsur Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun1999 jo. Undang-Undang Republik Indonesia No. 20
Tahun 2001 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana dakwaan subsidair Penuntut Umum, sehingga Terdakwa harus dinyatakan bersalah dan dijatuhi pidana. 2. Saran
13
Berdasarkan simpulan di atas, maka penulis mengajukan saran sebagai berikut: a. Penegakan hukum khususnya bagi hakim dalam putusanya harus memperhatikan fakta-fakta dipersidangan dan menerapkan peraturan hukum sebagaimana mestinya, sehingga tercipta keadilan yang dibutuhkan masyarakat. b. Hakim dalam memberikan pertimbangan terhadap perbuatan yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum kepada terdakwa hendaknya dilakukan dengan penuh kecermatan dan kehati-hatian karena terbukti atau tidaknya perbuatanyang didakwakan menjadi dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan.
E. PERSANTUNAN Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada : 1. Bapak Bambang Santoso S.H.,M.Hum selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan motivasi dalam membuat penulisan hukum. 2. Ibu Zakki Adliyati S.H.,M.H.,L.LM selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam membuat penulisan hukum.
F.
DAFTAR PUSTAKA Buku Djaja, Ermansjah. 2008. Memberantas Korupsi Bersama KPKEdisi 2. Jakarta: Sinar Grafika. Hartanti, Evi. 2005. Tindak Pidan aKorupsi. Semarang : Sinar Grafika . Marzuki, Peter Mahmud. 2005. Penelitian Hukum.Jakarta :Kencana.
PeraturanPerundang-undangan
14
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pidana (KUHAP).
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UndangUndang
Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Putusan Mahkamah Agung No.1366K/Pid.Sus/2013.
Jurnal Susanti, Ino. 2012. “Membangun Budaya Hukum Masyarakat Penegak Hukum Dalam Pemberantasan Korupsi Dengan Pendekatan Hukum Hermeneutik (Studi LahirnyaUndang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi”. Vol.1, No.1, (34-41, Januari 2012).
Alamat Korespondensi Dwi Marieta Darmastuti (NIM.E0010124), Grogol RT 07 RW 03 Nomor 30, Dukuhturi,
Tegal.
HP.
082220164426.
Email:
[email protected] Lita Arofu Nurhidayah (NIM.E0010211), Pulosari RT 02 RW 08 Kaliboto, Mojogedang,
Karanganyar.
HP.082226012705.
Email:
[email protected]
15