KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN GEDUNG PRIJADI PRAPTOSUHARDJO I LANTAI 2 JALAN LAPANGAN BANTENG TIMUR NO. 2-4 JAKARTA 10710
TELEPON 3449230 (20 SALURAN) PSW 5200, (021) 3842234,3865130, 3440107 FAKSIMILE 3846402 SITUSwww.perbendaharaan.qo.id
Nomor
S-6125/PB/2016
Sifat
Segera
3 Agustus2016
Lampiran Hal
Pembayaran Tunjangan PPh Pasal 21 pada Satker BLU BPDP Kelapa Sawit
Yth. Direktur Utama BLU Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit Jakarta
Sehubungan dengan surat Saudara Nomor S-152/DPKS/2016 tanggal 31 Mei 2016 hal Pembayaran Tunjangan PPh Pasal 21 pada Satker BLU BPDP Kelapa Sawit, dapat kami sampaikan hal-hal sebagai berikut:
1. Remunerasi BLU BPDP Kelapa Sawit yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 1020/KMK.05/2015 sudah memperhitungkan Pajak Penghasilan (PPh Pasal 21) sehingga harus dipotong PPh Pasal 21 atas penghasilan tersebut sesuai ketentuan. Seluruh BLU yang telah ditetapkan remunerasinya telah memotong PPh Pasal 21 dan tidak menanggung pajak penghasilannya. 2. Ketentuan pembayaran Pajak Penghasilan yang dapat ditanggung pemerintah harus secara eksplisit tercantum dalam peraturan yang mendasarinya. Sebagai contoh Perpres Nomor 156 Tahun 2014 tentang Tunjangan Kinerja Pegawai di Lingkungan Kementerian Keuangan Pasal 5 menyebutkan bahwa "Pajak Penghasilan atas tunjangan kinerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara pada tahun anggaran bersangkutan". Apabila tidak tercantum secara eksplisit maka PPh Pasal 21 harus dipotong dan menjadi tanggungan penerima penghasilan.
3. Hasil rapat klarifikasi dengan KPP Pratama Jakarta Sawah Besar pada tanggal 29 Juni 2016 atas surat Kepala KPP kepada Direktur BLU LPDP nomor S-2945/WJP.06/KP. 14/2015 tanggal 20 Agustus 2015 hal Penjelasan Ketentuan Pengenaan PPh Pasal 21 yang merujuk kepada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 80 Tahun 2010 tentang Tarif Pemotongan dan Pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan yang menjadi Beban APBN/APBD, sebagai berikut:
a. Atas remunerasi yang diterima pejabat/pegawai/dewas BLU harus dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21. b. Pegawai Non PNS BLU tidak dapat ditanggung PPh Pasal 21 nya oleh Pemerintah karena belum ada dasar hukumnya. 4. Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, maka pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 21 pada BLU agar dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: a. Pegawai BLU yang berstatus PNS, PPh 21 atas remunerasi dari Rupiah Murni APBN
dipotong sesuai ketentuan dan dapat ditanggung oleh pemerintah apabila sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah atau Peraturan Presiden.
b.
Pegawai BLU yang berstatus PNS dan non PNS, PPh Pasal 21 atas remunerasi yang berasal dari PNBP BLU harus dipotong sesuai dengan ketentuan dan ditanggung oleh pegawai yang bersangkutan.
Berkaitan dengan remunerasi pada BLU BPDP Kelapa Sawit, diminta kepada Saudara untuk melaksanakan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas remunerasi yang diterima oleh pejabat, pegawai dan dewan pengawas (PNS dan Non PNS) sesuai ketentuan.
Demikian disampaikan, untuk dilaksanakan.
§ktur Jenderal Perbendaharaan, ur Pacnbinaan PK BLU
wtiJHendratto &JT96111141988101001
Tembusan :
1.
Direktur Jenderal Perbendaharaan;
2.
Direktur Sistem Manajemen Investasi;
3. Direktur BLU Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP); 4.
Direktur BLU Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB).
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN BADAN PENGELOLA DANA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT Graha Mandiri Lantai 5, Jalan Imam Bonjol Nomor 61, Jakarta 10310 Telepon (021) 39832091-94; Faksimilie (021) 39832095; Website : bpdpsawit.or.id
Nomor
S-
Sifat
Penting/Segera 1 (satu) berkas
Lampiran
/S&/DPKS/2016
<3/Mei2016
Pembayaran Tunjangan PPh Pasal 21 pada Satker BLU
Hal
BPDP Kelapa Sawit
Yth. Direktur Jenderal Perbendaharaan,
Gd. Prijadi Praptosuhardjo I, Lt. 2, Jl. Lapangan Banteng Timur No. 2-4, Jakarta
Sehubungan dengan hal tersebut pada pokok surat, dapat kami sampaikan beberapa hal sebagai berikut:
1.
Direktur Pembinaan Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PPK-BLU) melalui Surat Nomor S-3232/PB.5/2016 tanggal 15 April 2016 hal Pengenaan PPh Pasal 21 atas
Remunerasi Satker BLU menyampaikan bahwa besaran remunerasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dan bersumber dari PNBP adalah angka bruto termasuk di dalamnya adalah PPh Pasal 21, sehingga bendahara pengeluaran wajib memotong PPh Pasal 21 atas penghasilan tersebut.
2.
Berkaitan dengan hal tersebut di atas, pada KMK Nomor 1020/KMK.05/2015 tentang Ketetapan Besaran Remunerasi untuk Pejabat Pengelola, Dewan Pengawas, dan
Pegawai BPDP Kelapa Sawit pada Kementerian Keuangan (KMK 1020/2015) tidak terdapat ketetapan mengenai pemotongan PPh Pasal 21, sehingga sampai dengan saat ini Satker BLU BPDP Kelapa Sawit menerapkan pembayaran tunjangan PPh Pasal 21,
sehingga jumlah yang ditetapkan pada KMK 1020/2015 ditafsirkan sebagai nilai netto. 3.
Kebijakan tersebut diambil setelah kami berkoordinasi tentang pembayaran remunerasi
dengan Satker BLU Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP), di mana sesuai
dengan Surat Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Sawah Besar Dua kepada Direktur Utama LPDP Nomor S-2945/WJP.06/KP. 14/2015 tanggal 20 Agustus 2015 hal
Penjelasan Ketentuan Pengenaan PPh Pasal 21 (surat terlampir) dijelaskan bahwa:
c.
Untuk pejabat dan/atau pegawai Satker BLU yang berstatus PNS, PPh Pasal 21 ditanggung pemerintah atas beban APBN/APBD dan bersifat tidak final,
d.
Untuk pejabat dan/atau pegawai dengan status Non PNS, PPh Pasal 21 ditanggung oleh penerima penghasilan dan bersifat tidak final serta dapat diberikan tunjangan PPh Pasal 21.
4.
Selain itu, kebijakan pembayaran tunjangan PPh Pasal 21 tersebut dilaksanakan dengan memperhatikan ketersediaan dana pada Satker BPDP Kelapa Sawit.
5.
Berdasarkan hal tersebut di atas, kami mohon arahan Bapak terkait dengan pelaksanaan
pembayaran tunjangan PPh Pasal 21 pada Satker BLU BPDP Kelapa Sawit. Demikian disampaikan, atas kerja samanya kami ucapkan terima kasih.
tama,
namurthi / 9641018 198903 1 001
[
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONES.A DIREKTORAT JENDERAL PAJAK A KANTOR WILAYAH DJP Ja^RTAJSsAT KpP PRATAMA JAKARTA SAWAH BESAR mia
Nomor
EMA'LPJJsat^erjgjgy^paiak 9niH ;0W0Z00' S-2nr/WPJ.06/KP. 14/2015 " I ""
Sifat
Segera
Hal
*° Agustus20I5
Penjelasan Ketentuan Pengenaan PPh Pasal 21
Yth. D,rektur Utama Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP)
Gedung A.A. Maramis II Lantai 2, Kementerian Keuangn
JalanLapangan Banteng Timur Nomor 1Jakarta, 10710
^
dengan surat Direktur Utama TPnP xr 'anggal Sehubungan ,, Agustus 2015 ha| ^Jj J ™."WjJ-or S-12,7/LPDP/20,5
KerJa dan/atau Pemerintah pada LPDP, de„ga„ ini 2l^J12S5~ disebutkan bahwaatas plg^Zl2TZTT" *" *" "* "* ,ai" ^
Ri Nomor 440/KMK.05/20,
Be asZn ' HTTT- berdaSarka" KMK
konfirmasi atau penegasan perlakuan n!
Pasal 21. 2.
8
, ,!
SebU'' Saudara ™™>™
PCr,akUan P6rpaJakan ^ususnya terkait pengenaan PPh
Ketentuan yang terkait:
2008 me„y*u,t,„ b2,
de"8a° U"d^-Un
a. Pasal 4 ayat 1:
dengan nama dan dalam bentukapapun'tela!! * ^ b™^™>
(a):
^SSbfe
V'
Sin,imba,an de^an gaii«*»*atau jasa yang ditenma atau berkenaan diperoleh termasuk unah tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratiflkas uane' pensmn atau imbalan dalam bentuk lainnyT\S d.tentukan lain^ian, Unda ,Unda *• kec"""
b. Pasal 21:
Pemotongan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri wajib dilakukan oleh: a) pemberi kerja yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai;
b) bendahara pemerintah yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan. 2) Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2010 tentang Tarif Pemotongan dan Pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan yang menjadi Beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah menyebutkan : a. Pasal 2 ayat 1:
Pajak Penghasilan Pasal 21 yang terutang atas penghasilan tetap dan teratur setiap bulan yang menjadi beban APBN atau APBD ditanggung oleh pemerintah atas beban APBN atau APBD. b. Pasal 2 ayat 2:
Penghasilan tetap dan teratur setiap bulan yang menjadi beban APBN atau APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi penghasilan tetap dan teratur bagi: a). Pejabat Negara, untuk :
1) gaji dan tunjangan lain yang sifatnya tetap dan teratur setiap bulan; atau 2) imbalan tetap sejenisnya,
yang ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan; b). PNS, Anggota TNI, dan Anggota POLRI, untuk gaji dan tunjangan lain yang sifatnya tetap dan teratur setiap bulan yang ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. c.
Pasal 4 ayat 1:
Pajak Penghasilan Pasal 21 yang terutang atas penghasilan selain penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) berupa honorarium atau imbalan lain dengan nama apapun yang menjadi beban APBN atau APBD, dipotong oleh bendahara pemerintah yang membayarkan honorarium atau imbalan lain tersebut.
d. Pasal 4 ayat 2:
Pajak Penghasilan Pasal 21 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat final dengan tarif:
a. sebesar 0% (nol persen) dari jumlah bruto honorarium atau imbalan lain bagi PNS Golongan I dan Golongan II, Anggota TNI dan Anggota POLRI Golongan Pangkat Tamtama danBintara, dan Pensiunannya; b. sebesar 5% (lima persen) dari jumlah bruto honorarium atau imbalan lain bagi PNS Golongan III, Anggota TNI dan Anggota POLRI Golongan Pangkat Perwira Pertama, dan pensiunannya;
c. sebesar 15% (limabelas persen) dari jumlah bruto honorarium atau imbalan lain bagi Pejabat Negara, PNS Golongan IV, Anggota TNI dan Anggota POLRI Golongan Pangkat Perwira Menengah dan Perwira Tinggi, dan Pensiunannya.
3. Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan sebagai berikut:
a. Pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan teratur yang diterima oleh pejabat dan/pegawai BLU LPDP:
1) Untuk Pejabat dan/atau pegawai yang berstatus PNS, PPh Pasal 21 ditanggung pemerintah atas beban APBN/APBD dan bersifat tidak final; 2) Untuk Pejabat dan/atau pegawai dengan status Non PNS, PPh Pasal 21 ditanggung oleh penerima penghasilan dan bersifat tidak final serta dapat diberikan tunjangan PPh 21.
(mengacu pada ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 32/PJ/2015 tanggal 7 Agustus 2015; yang mencabut dan menyatakan tidak berlaku Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 31/PJ/2012).
b.
Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan tidak teratur yang diterima oleh pejabat dan/atau pegawai BLU LPDP:
1) Untuk Pejabat dan/atau pegawai yang berstatus PNS, PPh Pasal 21 ditanggung oleh penerima penghasilan dan bersifat final dengan tarif dan pengenaannya didasarkan atas golongan (mengacu
pada ketentuan sebagaimana diatur
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2010).
2) Untuk Pejabat dan/atau pegawai dengan status Non PNS, PPh Pasal 21 ditanggung oleh penerima penghasilan dan bersifat tidak final (mengacu pada ketentuan sebagaimana diaturdalam Peraturan DirekturJenderal Pajak Nomor 32/PJ/2015 tanggal 7 Agustus 2015; yang mencabut dan menyatakan tidak berlaku Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 31/PJ/2012).
Demikian penjelasan ini disampaikan, atas perhatiannya diucapkan terima kasih.
*//
tme[t Sutantyo \j
*~>9?40726199201100
Tembusan:
1. 2.
Direktur Peraturan Perpajakan II Direktorat Jenderal Pajak Kepala Kantor Wilayah DJP Jakarta Pusat
~y
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN DIREKTORAT PEMBINAAN PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM GEDUNG PRIJADI PRAPTOSUHARJO I LANTAI 5 JALAN LAPANGAN BANTENG TIMUR NO 2-4 JAKARTA 10710
TELEPON (021) 344-9230PSW 5632;(021) 3812767 FAKSIMlLE 3812767 SITUS www.perbendaharaan.qo.id
IS April 2016
Nomor
S-323Z/PB.5/2016
Sifat
Segera
Hal
Pengenaan PPh pasal 21 atas remunerasi satker BLU
Yth. Pemimpin Badan Layanan Umum
(
Memperhatikan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Badan Layanan Umum sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah nomor 74 Tahun 2012 dan Keputusan Menteri Keuangan mengenai penetapan remunerasi bagi
pejabat pengelola, dewan pengawas dan pegawai BLU pada masing-masing BLU, perlu kami
disampaikan bahwa:
1. Remunerasi BLU ditetapkan oleh Menteri Keuangan berdasarkan usulan dari menteri teknis/ketua lembaga/dewan kawasan dengan memperhatikan aspek proporsionalitas, kepatutan, kesetaraan dan kinerja operasional, 2. Besaran remunerasi yang ditetapkan Menteri Keuangan dan pendanaannya dari PNBP adalah angka bruto termasuk didalamnya pajak penghasillan pegawai BLU,
3. Pengenaan PPh 21 atas remunerasi pegawai BLU dilakukan dengan ketentuan yang berlaku dan bendahara/wajib pungut harus memungut/memotong pajak pegawai yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan,
4. Apabila BLU akan menanggung/membayar PPh 21 para pegawainya, secara substansi akan menaikkan remunerasi yang diterima pegawai, dengan demikian harus dimintakan
persetujuan dulu oleh menteri teknis/ketua lembaga/ketau dewan kawasan kepada Menteri Keuangan dalam bentuk revisi KMK remunerasi,
<
Demikian disampaikan, atas perhatiannya diucapkan terima kasih.
o Hendratto
.
IP 196111141988101001^ Tembusan :
Direktur Jenderal Perbendaharaan