MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 138/PUU-XIII/2015
PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 39 TAHUN 2014 TENTANG PERKEBUNAN TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945
ACARA MENDENGARKAN KETERANGAN DPR DAN AHLI/SAKSI PEMOHON (VI)
JAKARTA RABU, 18 MEI 2016
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 138/PUU-XIII/2015 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan [Pasal 12 ayat (2), Pasal 13, Pasal 27 ayat (3), Pasal 29, Pasal 30 ayat (1), Pasal 42, Pasal 55, Pasal 57 ayat (2), Pasal 58 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 107, dan Pasal 114 ayat (3)] terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 PEMOHON 1. Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) 2. Perkumpulan Sawit Watch 3. Aliansi Petani Indonesia (API), dkk. ACARA Mendengarkan Keterangan DPR dan Ahli/Saksi Pemohon (VI) Rabu, 18 Mei 2016 Pukul 11.10 – 12.23 WIB Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat SUSUNAN PERSIDANGAN 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7)
Arief Hidayat I Dewa Gede Palguna Suhartoyo Patrialis Akbar Wahiduddin Adams Aswanto Manahan MP Sitompul
Dewi Nurul Savitri
(Ketua) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) Panitera Pengganti
ii
Pihak yang Hadir: A. Pemohon: 1. Gunawan 2. Angga Hermanda 3. Ahmad 4. Mario B. Kuasa Hukum Pemohon: 1. Ridwan Darmawan 2. Priadi C. Ahli dari Pemohon: 1. Achmad Sodiki D. Saksi dari Pemohon: 1. Asep Setiawan 2. Gusti Gelombang 3. Lalan Jaelani 4. Jaini E. Pemerintah: 1. Mulyanto 2. Hadi Dafenta 3. Dwi Praptomo S. 4. Suharyanto 5. Jhon Indra Purba F. Pihak Terkait: 1. Sadino 2. Riko Sitanggang
iii
SIDANG DIBUKA PUKUL 11.10 WIB 1.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Bismillahirrahmaanirrahiim. Sidang dalam Perkara Nomor 138/PUU-XIII/2015 dengan ini dibuka dan terbuka untuk umum. KETUK PALU 3X Saya cek kehadirannya. Pemohon?
2.
KUASA HUKUM PEMOHON: RIDWAN DARMAWAN Hadir, Yang Mulia.
3.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik. Dengan Prinsipal juga ya?
4.
KUASA HUKUM PEMOHON: RIDWAN DARMAWAN Ya, Yang Mulia.
5.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Dari DPR tidak hadir karena bersamaan dengan masa reses. Dari Pemerintah yang mewakili Presiden, saya persilakan.
6.
PEMERINTAH: MULYANTO Terima kasih, Yang Mulia. Assalamualaikum wr. wb. Dari Pemerintah yang hadir saya sendiri Pak Mulyanto, kemudian sebelah kiri saya Pak Dr. Ir. Dwi Praptomo Sudjatmiko M.S. (Direktur Tanaman Tahunan dan Penyegar Kementerian Pertanian). Kemudian Bapak Suharyanto S.H., Bapak Jhon Purba, dan sebelah saya … kanan saya Pak Hadi Dafenta dari Kementerian Pertanian. Demikian, Yang Mulia.
7.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik, terima kasih, Pak Mul. Pemohon pada sidang pada pagi hari ini menghadirkan Ahli dan empat orang Saksi, ya. Semestinya kita juga akan mendengar keterangan DPR tapi tidak hadir. Maka satu-satunya agenda adalah mendengarkan keterangan Ahli dan Saksi. Untuk Ahli Bapak … Yang Mulia Prof. Dr. Achmad Sodiki. Ya, bagus sekali ini 1
Pemohon melampirkan curriculum vitae meskipun curriculum vitae Prof Achmad Sodiki itu enggak usah seluruh. Orang Indonesia saja sudah tahu, tapi ini dilampirkan. Jadi Pemohon betul-betul mengikuti hukum acara di Mahkamah. Silakan, Prof. Achmad Sudiki, untuk maju ke depan diambil sumpahnya, sekaligus bersama empat orang Saksi. Oh, Pihak Terkait juga hadir, ya? Saya kelupaan tadi. Ya, silakan, Pihak Terkait. 8.
PIHAK TERKAIT: SADINO Terima kasih, Yang Mulia. Pihak Terkait hadir dengan saya sendiri Dr. Sadino S.H., M.H. Saudara Zainal Arafin, Saudara Riko Sitanggang, dan ini pihak dari GAPKI, Pak Dwi Darmawan. Terima kasih, Yang Mulia.
9.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik. Terima kasih. Maaf, Pihak Terkait tadi kelupaan. Silakan, Prof. Saksi juga silakan, diambil sumpahnya. Pak Asep, Pak Gusti, Pak Lalan, dan Pak Jaini. Mohon berkenan, Yang Mulia Dr. Wahiduddin, untuk (...)
10.
HAKIM ANGGOTA: WAHIDUDDIN ADAMS Untuk Ahli, Yang Mulia Prof. Dr. Achmad Sodiki untuk mengikuti lafal yang saya tuntunkan. "Bismillahirrahmaanirahiim. Demi Allah, saya bersumpah sebagai Ahli akan memberikan keterangan yang sebenarnya, sesuai dengan keahlian saya."
11.
SELURUH AHLI BERAGAMA ISLAM BERSUMPAH: Bismillahirrahmaanirahiim. Demi Allah, saya bersumpah sebagai Ahli akan memberikan keterangan yang sebenarnya, sesuai dengan keahlian saya.
12.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Untuk Saksi yang muslim, silakan, Yang Mulia.
13.
HAKIM ANGGOTA: WAHIDUDDIN ADAMS Ya. Untuk Asep Setiawan ya, Gusti Gelombang, dan Lalan Jailani. Ikut lafal yang saya tuntunkan.
2
"Bismillahirrahmaanirahiim. Demi Allah, saya bersumpah sebagai Saksi akan memberikan keterangan yang sebenarnya, tidak lain dari yang sebenarnya." 14.
SELURUH SAKSI BERAGAMA ISLAM BERSUMPAH: Bismillahirrahmaanirahiim. Demi Allah, saya bersumpah sebagai Saksi akan memberikan keterangan yang sebenarnya, tidak lain dari yang sebenarnya.
15.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Terima kasih. Untuk Saksi yang beragama Hindu. Mohon berkenan, Yang Mulia Pak Palguna. Silakan.
16.
HAKIM ANGGOTA: I DEWA GEDE PALGUNA Pak Jaini, mohon ikuti apa yang saya ucapkan. “Om Atah Parama Wisesa.” Tolong lebih dikeraskan lagi. “Om Atah Parama Wisesa. Saya bersumpah sebagai Saksi akan memberikan keterangan yang sebenarnya, tidak lain dari yang sebenarnya. Om Shanti Shanti Shanti Om.”
17.
SAKSI BERAGAMA HINDU BERSUMPAH: “Om Atah Parama Wisesa. saya bersumpah sebagai Saksi akan memberikan keterangan yang sebenarnya, tidak lain dari yang sebenarnya. Om Shanti Shanti Shanti Om.”
18.
HAKIM ANGGOTA: I DEWA GEDE PALGUNA Terima kasih.
19.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Terima kasih. Silakan, kembali ke tempat. Pemohon yang akan kita dengar keterangannya Ahli dulu atau Saksi dulu?
20.
KUASA HUKUM PEMOHON: RIDWAN DARMAWAN Saya kira Ahli dulu, Yang Mulia.
3
21.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ahli dulu. Silakan, Yang Mulia Prof Achmad Sodiki.
22.
AHLI DARI PEMOHON: ACHMAD SODIKI Bismillahirrahmaanirrahiim. Assalamualaikum wr. wb. Yang Mulia Bapak Hakim Konstitusi, yang terhormat Para Pemohon, Terkait, Para Saksi, dan dari Pihak Pemerintah. Perkenankan saya membicarakan keterangan Ahli saya dalam perkara ini. Pertama, saya ingin mendahului dengan satu. Bahwa pada masa lalu negeri tercinta Indonesia ini terkenal dengan negeri yang gemah ripah loh jinawi, negeri yang subur makmur, toto tentrem kerto raharjo. Kemudian, datanglah orang-orang Eropa yang kemudian menjajah Indonesia, seiring dengan itu datang pula pengusaha perkebunan, kapitalis perkebunan. Dibantu pemerintah jajahan dengan teori domein verklaring. Mereka mulai membuka perkebunan besar dengan (suara tidak terdengar jelas), mulailah mereka merambah tanah-tanah ulayat. Konflik perkebunan tidak terhindarkan lagi antara rakyat dengan pengusaha perkebunan atau onderneming. Bahkan tanah-tanah rakyat yang sudah dimiliki turun-temurun pun dimungkinkan untuk dimiliki oleh para kapitalis perkebunan itu. Negara tidak melindungi anak negeri, bahkan mempermudah memperoleh konsesi tanah perkebunan. Dalam bukunya Carol (suara tidak terdengar jelas), Tuan Tanah Kebun, bercerita panjang lebar bagaimana Sultan Deli memberikan tanah konsesi perkebunan yang sangat luas, sehingga merambah tanah ulayat masyarakat Batak. Di situ diceritakan bagaimana konflik muncul antara masyarakat Batak dan pemilik perkebunan, sehingga bedeng-bedeng penyimpan tembakau dibakar oleh rakyat. Datangnya perkebunan bukan merupakan berkah, tetapi merupakan musibah bagi rakyat. Perlindungan masyarakat hukum adat, saya kira di dalam konstitusi Pasal 18B sudah jelas negara mengakui dan menghormati kesatuan masyarakat … serta hak tradisionalnya. Pasal 28 ayat (3) juga dengan demikian, Pasal 4 huruf j, Tap MPR, Pasal 6 ayat (1) UndangUndang Nomor 39 Tahun 1999 dalam rangka penegakan hak asasi manusia, perbedaan kebutuhan dalam masyarakat hukum adat harus diperhatikan dan dilindungi oleh hukum, dan masih banyak ketentuan hukum lain yang senada dengan itu. Perlindungan dalam putusan Mahkamah Konstitusi, Putusan Nomor 35/PUU-X/2012 antara lain berbunyi, “Penguasaan hutan oleh negara tetap memperhatikan hak masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur undang-undang.” Banyak sekali putusan MK yang berkenaan dengan perlindungan nelayan, termasuk masyarakat adat, dan adanya hak pengelolaan pesisir 4
pantai dan pulau-pulau kecil. Putusan MK yang berkenaan dengan pemuliaan benih, putusan-putusan MK yang berkenaan dengan UndangUndang Mineral sangat memperhatikan perlindungan mereka yang kurang diuntungkan dalam proses pembangunan ini. Ancaman keberadaan masyarakat hukum adat itu pada hakikatnya ancaman keberadaan atau kesatuan-kesatuan hukum adat dengan hak tradisionalnya yang akan memarjinalkan, bahkan menggusur keberadaan masyarakat hukum adat datang dari berbagai arah. Pertama dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Kehutanan yang kemudian diuji oleh Mahkamah Konstitusi, maka pasal yang diujikan dalam undang-undang a quo dibatalkan oleh Mahkamah. Dalam kaitan termasuk pasal-pasal dalam Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan, yang sekarang dimohonkan pengujiannya dalam UndangUndang Perkebunan yang sedang diperiksa. Kedua, walaupun telah diputus oleh Mahkamah Konstitusi, misalnya Putusan Nomor 35 Tahun 2012, kenyataannya eksekusi putusan tersebut belum tampak nyata. Dengan perkataan lain, belum efektif karena berbagai pihak enggan melaksanakannya, disebut dalam harian Kompas, 17 Mei 2016. Bahkan masih banyak masyarakat hukum adat di Papua yang tidak mengetahui adanya putusan MK tersebut. Jadi, belum tampak strong political will dari negara untuk melindungi dan menghormati putusan MK tersebut. Ketiga, dalam persaingan perdagangan bebas, termasuk izin-izin pembukaan perkebunan pasar secara besar-besaran nampak bersinggungan dan bahkan konflik pemilikan dan penguasaan wilayah hak ulayat dengan hak guna usaha atau hak pakai yang dipakai oleh pengusaha besar sudah banyak orang-orang dari masyarakat hukum adat yang dikriminalisasi di atas hak ulayatnya sendiri. Sehingga banyak anggota masyarakat hukum adat yang mendekam di tahanan penegak hukum. Suatu situasi yang tragis yang masih berlangsung walaupun kita sudah merdeka lebih dari 70 tahun. Pelanggaran hak masyarakat hukum adat sebagaimana diujikan dalam perkara ini adalah Pasal 12 ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan menyatakan, “Dalam hal tanah yang diperlukan untuk usaha perkebunan merupakan tanah hak ulayat masyarakat adat, pelaku usaha harus melakukan musyawarah dengan masyarakat adat untuk memperoleh persetujuan mengenai penyerahan tanah dan imbalannya.” Jadi, ada tiga unsur paling tidak. Tanah yang diperlukan untuk usaha perkebunan merupakan tanah hak ulayat masyarakat adat. Yang kedua, pelaku usaha melakukan musyawarah dengan masyarakat hukum adat untuk memperoleh persetujuan. Dan ketiga, mengenai penyerahan tanah dan imbalannya dan/atau saham. Hak ulayat sebagaimana didefinisikan di dalam undang-undang otonomi daerah adalah suatu persekutuan yang dipunyai oleh masyarakat hukum adat tertentu atas suatu wilayah tertentu yang 5
merupakan lingkungan hidup para warganya yang meliputi hak untuk memuatkan tanah, hutan, air, serta isinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan di atas hak ulayat terhadap (suara tidak terdengar jelas), tempat pengembalaan, ada hutan adat untuk mata pencaharian mereka. Unsur tanah ulayat dalam perspektif masyarakat hukum adat, tanah hak ulayat merupakan unsur mutlak keberadaan eksistensi masyarakat hukum adat, khususnya masyarakat hukum adat teritorial karena keberadaan masyarakat adat harus di atas wilayah ulayat. tanah ulayat adalah soko guru keberadaan masyarakat hukum adat, wilayah ulayat adalah bentuk mini hak menguasai negara yang dimiliki oleh masyarakat hukum adat. Lalu bagaimana dalam perspektif kenegaraan kalau wilayah negara kita diserahkan kepada negara lain, masihkah kita punya Negara Kesatuan Republik Indonesia? Konon sejengkal tanah pun akan kita pertahankan sampai titik darah yang penghabisan. Penyerahan tanah ulayat kepada (suara tidak terdengar jelas) usaha adalah proses pengangsuran masyarakat hukum adat yang bertentangan dengan pengakuan dan penghormatan negara terhadap kesatuan masyarakat hukum adat dengan hak-hak trandisional, vide Pasal 18B ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945, lebensraum. Tanah ulayat merupakan salah satu unsur mutlak keberadaan masyarakat hukum adat, yaitu adanya tanah ulayat dengan batas-batas tertentu, lebensraum yang merupakan objek hak ulayah. Objek tanah ulayat tersebut ada kewenangan masyarakat hukum adat untuk melakukan tindakan tertentu, di atas wilayah hak ulayat itulah masyarakat hukum adat lahir, dibesarkan, hidup rukun turun-menurun dengan tradisinya, serta akhir mati di atas tanah tersebut. Sesat berpikir. Kesatuan masyarakat hukum adat adalah masyarakat paguyuban, yaitu menurut ahli hukum adat Prof. Djojodigoeno atau istilah (suara tidak terdengar jelas) menurut Ferdinand Antony, yakni masyarakat yang mementingkan kebersamaan yaitu kepentingan bersama, bukan hubungan untung dan rugi. Sebalik masyarakat tembayan (suara tidak terdengar jelas), yaitu masyarakat individualistis memandang orang lain dari segi untung dan rugi yakni hubungan pamrih yang diwakili oleh kelompok pengusaha. Oleh sebab itu, tidak mungkin masyarakat adat mau diajak bermusyawarah agar mau menyerahkan tanah ulayat sekali pun mendapat imbalan atau saham. Karena dengan menyerahkan tanah ulayat, ia akan kehilangan wewenangnya, setelah tanah ulayatnya diserahkan kepada pelaku usaha tersebut sekaligus secara diam-diam merupakan tindakan membubarkan diri sebagai kesatuan masyarakat hukum adat. Imbalan atau saham adalah produk masyarakat modern yang bagi masyarakat hukum adat tidak dikenal, barangkali kita yang hidup dalam modern ini pun belum semuanya paham apa itu saham apalagi
6
masyarakat hukum adat, mau dibawa kemana masyarakat hukum adat (suara tidak terdengar jelas) ini? Kedua, kehilangan legal standing. Masyarakat hukum adat menurut Mahkamah Konstitusi mempunyai kedudukan hukum untuk mengajukan pengujian undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar. Menurut Mahkamah, keberadaan masyarakat hukum adat menurut Putusan 31 2007 unsurnya adalah masyarakat yang warganya memiliki perasaan kelompok (group feeling). Dua, adanya pemerintah adat. Tiga, adanya harta kekayaan atau benda-benda adat. Empat, adanya perangkat norma adat. Dan lima, khusus bagi kesatuan masyarakat hukum adat yang bersifat teritorial juga terdapat unsur wilayah hukum adat tertentu. Jika wilayah hak ulayat masyarakat diserahkan kepada pelaku usaha dengan imbalan atau saham, maka jelas masyarakat hukum adat akan bubar dan tidak mempunyai legal standing lagi di hadapan Mahkamah Konstitusi. Masyarakat hukum adat adalah masyarakat yang rentan, masyarakat hukum adat dalam alam liberalisasi ini adalah termasuk masyarakat golongan ekonomi lemah yang harus dilindungi oleh hukum dalam mempertahankan sumber daya agraria menghadapi mereka yang bermodal besar. Kemiskinan struktural masih menggrogoti kehidupan mereka, mereka miskin harta, miskin pendidikan, miskin akses sumber daya, miskin kesehatan, dan sebagainya. Oleh sebab itu Pasal 11 ayat (2) UUPA menyatakan perbedaan dalam keadaan masyarakat dan keperluan hukum golongan dimana perlu dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional diperhatikan dengan menjamin perlindungan terhadap kepentingan golongan yang ekonomi lemah. Oleh sebab itu harus ada perlindungan terhadap masyarakat hukum adat sesuai dengan Pasal 28G ayat (1) bahwa setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya serta bertindak ... serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi manusia. Penyerahan berarti pengalihan hak. UUPA menyikapi bahwa keberadaan hak ulayat sebagaimana hak perseorangan tidak bersifat mutlak karena masyarakat hukum adat berada dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, bila diperlukan untuk kepentingan umum, semisal untuk proyek keamanan negara, stasiun radar, pangkalan militer, hak ulayat harus direlakan namun, demikian harus dipikirkan imbalan tanah yang menjamin kelangsungan hidup mereka. Dengan demikian mereka tetap dapat hidup sesuai dengan habitatnya. Namun jika untuk kepentingan bisnis, sebaiknya para pelaku usaha mencari tanah lain selain tanah ulayat. Konon di Indonesia ini ada 17.000 pulau di Indonesia, dihuni 3.000 pulau, maka mengapa mereka tidak membuka lahan lain sisanya yang 14.000 pulau? Tanah ulayat yang diserahkan tersebut akan 7
berubah statusnya, bukan lagi tanah ulayat tetapi menjadi tanah hak guna usaha dan hak pakai. Artinya tidak lagi disebut sebagai tanah ulayat. Sebagai bandingan, Pemerintah Hindi-Belanda menghormati hak ulayat. Ini sebagai refleksi kita atas sejarah. Marilah kita lihat ke belakang. Masa Pemerintahan Hindia-Belanda ketika keran penanaman modal dibuka di Hindia-Belanda, banyak pengusaha perkebunan membeli tanah milik pribumi. Yang sekarang barangkali dibandingkan dengan musyawarah untuk dapat memiliki tanah ulayat. Para pengusaha perkebunan onderneming ini tidak mau susahsusah membuka hutan karena penduduk masih jarang sehingga sulit mencari tenaga kerja. Jalan pintas ditempuh, yaitu membeli tanah adat. Yang kemudian ditundukkan di bawah (suara tidak terdengar jelas) atau BW menjadi tanah HRPAH. Meluasnya perilaku pengusaha onderneming ini mengkhawatirkan Pemerintah Hindia-Belanda. Karena orang-orang pribumi akan kehilangan tanahnya, cara-cara pengusaha onderneming mendapatkan tanah adat ini kemudian dilarang dengan dikeluarkannya staatsblad 1875, nomor 179 yaitu grond vervreemdingsverbood, yaitu larangan pengasingan tanah. Apakah praktik zaman penjajahan yakni pelaku usaha 140 tahun yang lalu dengan dibolehkannya pelaku usaha mendapatkan tanah hak adat yang kemudian menjadi HRPAH akan berulang dengan adanya Pasal 12 ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan? Sekarang sudah lebih 75 tahun merdeka. Apa negara akan mengulang perbuatan kolonial yaitu membolehkan para pelaku usaha minta masyarakat adat menyerahkan tanah ulayatnya dengan imbalan dan saham? Saya kira tidak mungkin itu. Penyerahan bukan pengalihan. Dalam era globalisasi ekonomi sekarang ini sulit dihindarkan memang. Aspek ekonomi tidak akan bersinggungan dengan kepentingan masyarakat hukum adat. Oleh sebab itu, peranan negara dalam mendukung kesatuan masyarakat hukum adat sesuai dengan Pasal 18B ayat (2) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 haruslah nyata, bukan manis di atas kertas. Jika penyaran diartikan dalam rangka memberdayakan masyarakat adat misalnya dalam kerja sama yang saling menguntungkan dalam waktu tertentu, maka setiap saat dapat dievaluasi tentang untung-ruginya (suara tidak terdengar jelas) tersebut. Jika menguntungkan akan dilanjutkan, tetapi jika merugikan dapat dihentikan dan tanah dikelola kembali sepenuhnya oleh masyarakat adat. Mengapa penyerahan itu bukan peralihan hak untuk seterusnya? Karena jika pengalihan diartikan pengalihan hak yang tidak terbatas, maka masyarakat hukum adat akan kehilangan eksistensinya sebagai masyarakat hukum yang dilindungi hukum, serta kehilangan legal standing-nya untuk mempertahankan hak-haknya.
8
Pembangunan yang menguntungkan semua pihak. Dalam proses pembangunan masa lalu banyak dijumpai korban-korban pembangunan. Pasar-pasar tradisional dibangun menjadi modern dan menjadi bersih dan nyaman. Tetapi ternyata yang dapat berdagang di situ hanya mereka yang bermodal besar. Yang bermodal kecil tidak lagi bisa berdagang karena tidak bisa menebus bidak pasar yang mahal, sehingga mereka tersingkir. Inilah pembangunan yang menguntungkan satu pihak dengan mengorbankan pihak lain. Pembangunan yang besar harus menguntungkan semua pihak, harus mampu menutup jurang ketidakadilan sosial. Bukan menguntungkan satu pihak, tetapi dengan mengorbankan pihak yang lain. Hubungan hukum demikian digambarkan sebagai pareto of emanate. Kesimpulan. Pasal 12 ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 adalah konstitusional bersyarat yakni konstitusional bersyarat jika penyerahan tanah kepada usaha dimaknai dalam jangka waktu tertentu dalam rangka pemberdayaan adat. Sehingga tidak membubarkan masyarakat hukum adat. Pasal 55 ayat (a), (c), huruf d, juncto Pasal 107 huruf a, huruf c, dan huruf d, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan. Pasal tersebut di atas mengancam hukuman pidana penjara paling lama 4 tahun dan denda paling banyak Rp4 miliar. Pada Undang-Undang Nomor 1 PRP Tahun 1960 tentang larangan pemakaian tanah tanpa izin pemilik atau kuasa yang sah, jika terjadi pemakaian tanah seperti yang dimaksud dalam pasal a quo, maka yang diutamakan adalah dengan jalan musyawarah yang dalam undang-undang ini tidak. Pasal tersebut tidak menjelaskan mengapa sampai terjadi pemilikan tanah perkebunan tanpa izin. Ada kemungkinan ketika menetapkan batas wilayah ulayat dengan perkebunan itu secara sepihak. Tidak dengan cara-cara mempertimbangkan stakeholder yang di situ. Ada juga kemungkinan batas (suara tidak terdengar jelas) dengan usaha perkebunan tidak jelas. Ada kemungkinan masyarakat masih berpendapat bahwa mereka mengerjakan atau memakai tanah sesuai dengan hukum adat mereka karena tidak jelasnya batas karena ditentukan secara sepihak tersebut, sebagaimana Undang-Undang Kehutanan yang dibatalkan oleh Mahkamah. Apalagi awal kalimat dalam pasal yang diajukan dimulai dengan setiap orang secara tidak sah. Maka yang paling utama adalah apa arti perkataan tidak sah tersebut? Apakah tidak sah menurut hukum adat? Apakah tidak sah menurut undang-undang? Kalau tidak sah menurut hukum adat, mereka tidak bisa disalahkan. Marilah kita melihat, flashback ke belakang lagi zaman Belanda, zaman kolonial (suara tidak terdengar jelas). Hal tersebut sangat penting didalami oleh karena masyarakat ada yang membuka, mengerjakan, menggunakan tanah sesuai dengan hukum adatnya, tidak bisa dihukum sebagai konsekuensi 9
pengakuan terhadap berlakunya hukum adat. Hal ini oleh Pemerintah Hindia-Belanda telah diatur dalam (Ahli menggunakan bahasa asing). Saya tidak bacakan aslinya. Kira-kira, terjemahannya sebagai berikut. Jika orang-orang (suara tidak terdengar jelas), ya termasuk orang-orang adat, yang tanpa hak memakai tanah milik negara atau (suara tidak terdengar jelas), di mana terdapat erpah, maka segala hak dan kuasa dari pemegang erpah tersebut tidak dapat dikurangi sesuai dengan peraturan hukum keperdataan dalam hal-hal sebagai berikut. A, b, yang berkenaan dengan ini. Bila tanah tersebut dikerjakan atau dipakai bertentangan dengan hukum adat atau perlakuan hukum mengenai penggarapan tanah. Bila batas-batas tanah erpah sudah … sejak dimulai dengan penggarapannya, niat benar, jelas (suara tidak terdengar jelas), baik dengan adanya tanda-tanda batas jalan, atau adanya atasan jalan, atau dengan cara-cara benar. Dengan demikian, hak-hak adat oleh organisasi itu dihormati. Karena sekali pun masyarakat adat memakai tanah erpah yang tidak jelas tadi, kalau tindakan itu sesuai dengan hukum adat, apalagi masih dalam konflik, ya, maka mereka tidak bisa disalahkan dan (suara tidak terdengar jelas) erpah tidak bisa dipertahankan lagi. Jadi, kita menghormati kesatuan masyarakat hukum adat itu. Orang tersebut membuktikan bahwa pemerintah “jajan” saja. Tidak berlaku sewenangwenang terhadap masyarakat adat yang mengerjakan tanah sesuai dengan hukum adatnya. Sudah turun-termurun di situ, diklaim menjadi haknya orang lain. Sekali pun di atas tanah erpah, apalagi bila seringkali batas-batas erpah tidak jelas. Dalam Ordonansi 7 Oktober 1937, sama sekali tidak ada ancaman pidana karena dianggap sebagai masuk urusan perdata. Suatu ancaman hukuman denda Rp4 miliar adalah besar sekali. Bapak Hakim Yang Mulia, saya percaya bahwa Pemerintah negara Republik Indonesia dan konstitusinya akan melindungi hak-hak tradisional masyarakat hukum adat. Tidak akan menghukum pidana rakyatnya sendiri sepanjang ya masyarakat tersebut melaksanakan hukum adatnya. Jika negara memenjarakan orang-orang yang memakai tanah sesuai dengan hukum adatnya, berarti dia lebih kejam dari Pemerintah Hindia-Belanda. Melalui tangan Yang Mulia, sepatutnya pasal-pasal mengenai ancaman pidana tersebut tentang perkebunan dinyatakan bertentangan dengan konstitusi karena bertentangan dengan Pasal 18B ayat (2), Pasal 28I ayat (1), yaitu identitas budaya hak masyarakat nasional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban. Konon, kita telah merdeka lebih 70 tahun. Masih banyak kalangan masyarakat adat yang kesulitan hidupnya. Maka jika pasal a quo tidak dibatalkan dan dinyatakan tidak berlaku lagi, saya ikut bertanya, apa kata dunia? Terima kasih. Assalamualaikum wr. wb. Dan mohon maaf, saya setelah ini mohon izin bisa meninggalkan ruangan. Terima kasih.
10
23.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya, baik. Silakan, duduk kembali terlebih dahulu, Prof. Karena Prof. Achmad Sodiki akan meninggalkan tempat, saya akan tanya terlebih dahulu supaya bisa kita selesaikan. Apakah dari Pemohon akan ada yang dimintakan klarifikasi atau sudah cukup? Cukup, ya? Baik. Dari Pemerintah, cukup? Enggak ada persoalan? Cukup? Cukup. Dari Pihak Terkait? Cukup? Ya. Dari meja Hakim juga sudah cukup. Terima kasih, Prof. Achmad Sodiki, yang telah memberikan keterangan pada Persidangan Mahkamah Konstitusi pada pagi hari ini. Selamat jalan, semoga lancar sampai ke Malang, ya. Sekali lagi terima kasih, Prof. Pemohon, ini kita sekarang me … akan mendengarkan keterangan dari Saksi sesuai dengan urutan yang ada di sini. Akan dipandu atau mereka langsung memberikan keterangan?
24.
KUASA HUKUM PEMOHON: RIDWAN DARMAWAN Langsung memberikan keterangan, Yang Mulia.
25.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Langsung, baik. Kalau begitu saya persilakan. Yang pertama untuk Pak Asep Setiawan terlebih dahulu. Saya persilakan di mimbar. Kiri boleh, kanan boleh. Saya … sebelum saya anu … Pak Asep?
26.
SAKSI DARI PEMOHON: ASEP SETIAWAN Ya.
27.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Alamatnya di mana?
28.
SAKSI DARI PEMOHON: ASEP SETIAWAN Desa Cijulang, Kecamatan Jambang Tengah.
29.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Cijulang, Jambang Tengah?
11
30.
SAKSI DARI PEMOHON: ASEP SETIAWAN Ya.
31.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya, itu masuk Kabupaten Sukabumi, ya?
32.
SAKSI DARI PEMOHON: ASEP SETIAWAN Betul.
33.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik. Kalau begitu, silakan, Pak Asep.
34.
SAKSI DARI PEMOHON: ASEP SETIAWAN Assalamualaikum wr. wb.
35.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Waalaikumussalam wr. wb.
36.
SAKSI DARI PEMOHON: ASEP SETIAWAN Yang terhormat, Yang Mulia Bapak Hakim dan jajarannya. Perkenalkan nama saya Asep Setiawan.
37.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya, sudah tadi, enggak perlu di anu … sudah saya tanya tadi.
38.
SAKSI DARI PEMOHON: ASEP SETIAWAN Ya. Berhubung (…)
39.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya, silakan.
40.
SAKSI DARI PEMOHON: ASEP SETIAWAN Berhubungan kami Saksi yang berbatas dengan PT Bumiloka Swakarya. Kami mau mengadukan kesaksian atas tuduhan penyerobotan 12
lahan tersebut 1 dari 9 orang yang dilaporkan di Desa Cijulang ke Kapolres. Sepengetahuan kami, dari sebelum tahun 1991 masyarakat setempat dan keluarga kami dan kakek kami, di situ bertani tidak ada gangguan, tidak ada apa-apa, kami mencari makan di situ. Pada 1991 katanya ada PT Bumiloka yang masuk izin HGU, tapi kami terus menggarap lahan tersebut sampai dengan 1999. Pada 1999 datanglah pihak keamanan dari PT Bumiloka tersebut untuk melarang kami dan masyarakat lain tidak boleh lagi menggarap lahan tersebut. Ya, kami mundur, sejak itu kata PT Bumiloka tersebut lahan tersebut akan ditanami kakao atau coklat. Tapi sejak itu sampai 2014 lahan tersebut tetap kosong, adapun sedikit-sedikit yang ditaman, entah bagaimana entah mungkin itu karena tidak boleh masyarakat tersebut menanami tersebut … lahan tersebut. 2014 kami dengan masyarakat yang lain dengan 9 yang lain, masuk lagi ke lahan tersebut untuk menggarap lahan itu. Karena lahan tersebut memang dibiarkan belukar oleh pihak PT Bumiloka Swakarya. Seiringnya berjalan waktu, pada tanggal 1 Januari 2016, kami dilaporkan oleh pihak perkebunan ke Kapolres bahwa kami telah menyerobot lahan tersebut. Padahal lahan tersebut memang kosong, semak belukar bahkan sampai ratusan hektar yang dikelola oleh PT. Bumiloka tersebut. Lahan tersebut sekitar 1.650 sekian hektar. Di mana pelanggarannya kami sebagai masyarakat yang butuh makan anak-anak kami, keluarga kami, bisa-bisanya pihak perusahan terus mengklaim lahan tersebut lahan dia, katanya … katanya itu lahan tidak boleh digarap oleh masyarakat tersebut. Padahal ada lahan masyarakat yang 30 hektar luar dari Bumiloka itu diklaim oleh Bumiloka lahan masyarakat, direbut oleh Bumiloka, ditanami sama Bumiloka, tapi kami bertaman … bercocok tanam di situ, kami tidak boleh. Tetapi kenapa Bumiloka, PT tersebut mengambil lahan yang bukan haknya. Kemudian kami sama kawan-kawan semua berharap Pemerintah semua untuk bagaimana … untuk membela rakyatnya atau … dari … perwakilan dari Jawa Barat. Untuk itu terima kasih untuk Yang Mulia. Wassalamualaikum wr. wb. 41.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Waalaikumsalam wr. wb. Baik, Pak Asep silakan duduk kembali dulu, semuanya kita dengar. Nanti akan kita dalami setelah semuanya menyampaikan keterangannya. Sambil duduk enggak ada masalah, silakan saja daripada bolak-balik. Yang kedua Pak Gusti. Silakan, itu miknya dinyalakan. Duduk saja enggak apa-apa, silakan. Supaya bisa lebih cepat. Itu enggak kedengaran. Petugas, minta tolong supaya … oh, dua-duanya menyala. Silakan, silakan. 13
42.
SAKSI DARI PEMOHON: GUSTI GELOMBANG Baik, terima kasih. Assalamualaikum wr. wb
43.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Waalaikumsalam wr. wb.
44.
SAKSI DARI PEMOHON: GUSTI GELOMBANG Yang Terhormat Ketua Hakim Mahkamah Konstitusi, yang terhormat Pemohon, yang terhormat Pemerintah, yang terhormat Pihak Terkait dan para saksi. Adapun … hari ini saya akan memberikan kesaksian mengenai Undang-Undang Perkebunan yang diujimaterikan di MK hari ini yang berkaitan dengan pola kemitraannya, Pak. Perlu kami sampaikan, di tahun 2004 di Kecamatan Kota Waringin Lama Kabupaten Kota Waringin Barat Provinsi Kalimantan Tengah yang merupakan lokasi wilayah itu asal-muasalnya tempat bercocok tanam, berladang masyarakat adat dayak di situ. Di tahun 2004 masuk satu investor yang menanamkan investasinya, yaitu PT Bumitama Gunajaya Abadi yang izin lokasinya diberikan oleh pemerintah daerah adalah 30.000 hektar. Dengan berjalannya waktu, pola yang disampaikan awal dengan masyarakat itu adalah skemanya KKPA. Namun berjalan waktu setelah ada kesepakatan antara pemerintah desa tangan kanan daripada wakil masyarakat setempat, membuat kesepakatan dengan pihak investor yang difasilitasi oleh pemerintah daerah dengan polanya 50-50, jadi fifty-fifty saat itu. Kegiatan langsung berjalan dengan membuka tanah-tanah yang ada di 12 desa tersebut yang diserahkan oleh pemerintah desa yang skemanya tadi 50-50, namun dengan berjalannya waktu, ekspansi yang besar terbuka. Pola kemitraan inilah yang tidak transparansi terjadinya. Jadi dari KKPA itu kemudian berubah menjadi reputalisasi perkebunan, kemudian lagi berubah menjadi manajemen satu atap. Nah, skema kemitraan ini sebenarnya untuk kepentingan maupun kesejahteraan masyarakat yang saling menguntungkan. Tapi ini fakta, Pak, di lapangan yang sampai hari ini kita masih mencari kebenaran daripada program kemitraan yang sebenarnya. Jadi ada terjadi tumpang-tindih di situ yang awalnya pemerintah daerah melalui Dinas Perkebunan adalah KKPA dan itupun penjelasan tidak ada kongkret, KKPA itu bentuknya kayak bagaimana, detailnya bagaimana? Nah, dengan lahan terbuka tadi, lalu mereka ini bernaung di lembaga koperasi dan ada petani langsung di situ. Jadi mereka pun masyarakat dan sekaligus saya sebagai petani pun tidak pernah tahu proses administrasi kemitraan ini yang melalui koperasi itu melakukan 14
peminjaman biaya di dua bank, Bank Niaga maupun Bank Mandiri dengan total uang Rp174 Milyar. Nah, petani kami yang kondisi di lapangan saat sekarang untuk mencari kebenaran itu mempertanyakan masalah berapa kredit kami yang kami tanggung, luasan lahannya berapa, jangkanya berapa, bunga berapa? Dari 2013, saya sama petani mempertanyakan persoalan ini kepada investor PT Bumitama Gunajaya Abadi tadi dengan luasan nominal uang besar itu tersebut, tidak pernah direspons secara persuasive maupun musyawarah. Nah jadi kita pun meminta kepada pemerintah daerah untuk transparansi terhadap pola kemitraan ini yang dari awal tadi saya sampaikan yang mana dipakai apakah KKPA, apakah rekapitulasi perkebunan, atau manajemen satu atap. Nah, di dalam proses mencari kebenaran ini yang menjadi kami tanda tanya pun luasan lahan yang diberikan kepada petani itu tidak sesuai yang dibiayai oleh bank. Di bank kita dapatkan 2 hektare tapi investor mengasihkan malah 0,92. Ini fakta, Pak. Saya memberikan kesaksian apa yang saya alami yang terjadi dengan petani kami di Kota Waringin Barat Provinsi Kalimantan Tengah. Kemudian dengan proses biaya miliaran tersebut, kami pun tidak paham apakah ini benar prosedurnya apa tidak dan sampai terakhir kemarin 2014 dengan tidak ada kejelasan respons yang baik, baik dari pemerintah maupun dari pihak perbankan, dan termasuk investornya sendiri, kita melakukan aksi menutup lahan kemitraan itu selama 1 minggu. Yang ujung-ujungnya lagi pihak investor malah mendatangkan penegak hukum yang menangkap 5 warga petani kami yang ditahan 2x24 jam di kantor polres kabupaten. Nah, jadi dengan berjalannya waktu akhirnya kami minta dari pemerintah daerah saat itu adalah wakil bupatinya untuk menyampaikan kepada pihak penegak hukum kapolres saat itu menarik mundur pasukannya dan kami membuka untuk tidak menutup lokasi lahan kemitraan yang bersengketa itu sampai hari ini. Kemudian proses ini kami secara santun persuasive kami minta dan menyurati pemerintah daerah yang berkompeten di dalam hal ini, baik dinas perkebunan, pertanian, dan sampai kepada pihak perbankan pun kami minta untuk hadir menjelaskan secara konkret pola kerja kemitraan yang dibangun ini bagaimana, ya. Jadi, ternyata sampai hari ini tidak direspons dengan baik dan di saat saya mencari kebenaran ini tadi bersama-sama petani dengan proses kredit yang tidak jelas mengatasnamakan lembaga koperasi yang nominalnya saya sebut tadi Rp174 miliar ya dengan luasan lahan tidak jelas pun kita dapatkan berapa, plotting lahan untuk kemitraan itu pun tidak jelas, dan HGU mereka pun kita tidak jelas. Jadi, semuanya gelap. Nah, di saat saya mencari kebenaran ini malah saya yang ditangkap dan dipenjarakan kemarin 6 bulan, Pak. Saya baru bebas kemarin 4 April 2016. Selama 6 bulan saya didekam. Yang menjadi pertanyaan saya juga kemarin kepada pemerintah daerah, apakah 15
masyarakat kecil petani kayak kami ini untuk mencari kebenaran tidak dilayani dengan baik. Seharusnya pemerintah kabupaten c.q dari pemerintah pusat itu melayani kami petani ini sebagai pejabat publik untuk memberikan transparansi atas pola kerja sama kemitraan itu. Malah ini sebaliknya mengkriminalisasikan dalam hal mencari kebenaran. Nah, dengan hasil sidang kemarin saya tidak terbukti dan tidak bersalah di dalam pengaduan pihak investor dan mau … penangkapan saya ini prosesnya memang sudah diatur dan diskenariokan dan alhamdulillah karena kemarin saya yakin saya bicara mencari kebenaran atas transparansinya pola kemitraan ini. Kemudian dari investor besar ini PT Bumitama Gunajaya Abadi ini satu hal yang sangat miris juga buat saya, izin lokasi mereka 30.000, kemudian di dalam HGU dia itu ada lokasi transmigrasi yang mempunyai sertifikat dan itu menjadi HGU juga. Ini jadi pertanyaan kami petani juga di sana dan ada satu desa transmigrasi yang tidak masuk dalam izin lokasinya pun habis juga tergarap dan sampai hari ini perlu saya sampaikan di ruangan Majelis Hakim yang terhormat ini di Mahkamah Konstitusi, persoalan ini tidak pernah ada titik temunya. Jadi, kami petani, Pak, terus terang saja di bola pingpong. Naik kepada instansi pemerintah lempar kepada investor. Lari kepada investor, lari lagi kepada pemerintah. Kita sudah berapa kali pertemuan dengan pemerintah daerah yang difasilitasi oleh DPRD-nya juga sampai kita pun naik juga kepada pemerintah di provinsi tapi sampai hari ini belum ada kejelasan yang konkret masalah pola kerja samanya yang dibangun. Mungkin itu saja, Pak Yang Mulia perlu saya sampaikan. Terima kasih atas waktunya. Saya akhiri. Wabillahi taufik wal hidayah wassalamualaikum wr. wb. 45.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya, baik. Waalaikumsalam. Saudara Gusti ini pekerjaannya apa? Petani atau wiraswasta?
46.
SAKSI DARI PEMOHON: GUSTI GELOMBANG Wiraswasta, Pak. Sekaligus petani punya kemitraan di atas lahan (suara tidak terdengar jelas).
47.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya, nanti akan kita anu ... perdalam lebih lanjut. Berikutnya, silakan Pak Lalan Jaelani.
16
48.
SAKSI DARI PEMOHON: LALAN JAELANI Bismillahirrahmaaniirahiim. Assalamualaikum wr. wb.
49.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Waalaikumsalam.
50.
SAKSI DARI PEMOHON: LALAN JAELANI Perkenalkan, nama saya Lalan Jaelani dari Desa Panumbangan, Kecamatan Jampang Tengah, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, Pak. Yang terhormat, Bapak Hakim beserta jajarannya, Pemerintah Pusat beserta jajarannya, instansi terkait, dan Pemohon. Kami mau menjelaskan kronologis tanah dulu, Pak, dari tahun 1947, tanah tersebut dibuka oleh orang tua kami, Pak, dibikinlah di situ perkampungan terus lahan-lahan pertanian dari hutan tersebut. Nah, tahun 1967 dikarenakan dampak sosial politik waktu itu, perkampungan tersebut yang ada tujuh kampung di desa kami itu terusir, Pak terusir keluar tapi masih bisa menggarap lahan tersebut. Di tahun 1991, terbitlah HGU PT Bumi Lokal Swakarya yang diperuntukkan untuk tanaman kakao, Pak. Di situ berikut ladang, sawah, orang tua kami Pak ditutup, Pak, parit semua. Dikarenakan kebutuhan masyarakat di kami tahun 2002, dari tahun 2000 sampai tahun 2002, Pak, kami meminta objek sawah, Pak, kepada pemerintah sama perkebunan. Alhamdulillah objek sawah keluar pada waktu itu, sedangkan masyarakat kami juga ada lima orang, Pak, yang dipenjarakan waktu itu, Pak, di Polres Sukabumi, Pak. Dari tahun 2002, kami bisa menggarap sawah dengan ... apa ... dengan perjanjian dengan perkebunan, bagi hasil Pak 20% untuk perkebunan. Sawah tersebut bisa digarap oleh masyarakat kami dibagikan ke lima desa sekarang ini, kami bisa memaksa menggarap lahan darat, Pak. Tahun 2005 dikarenakan ada investor baru lagi yang datang ganti orang yang punya itu perkebunan, kami ditutup lagi itu lahan darat yang boleh karena akan dipergunakan oleh pihak perkebunan. Tapi kenyataannya, lahan tersebut dari tahun 2005 sampai 2010 ... 2009, 2010 itu kosong, Pak, hutan belantara. Kami datang bersama staf desa, tokoh masyarakat setempat, memohon kepada perkebunan untuk minta digarap kembali, kembali itu lahan tersebut, dikarenakan masyarakat membutuhkan, sangat membutuhkan untuk kehidupan sehari-hari, Pak. Tapi jawabannya tidak ada, Pak. Dikarenakan masyarakat butuh, misalkan masyarakat menggarap, Pak, dari 2010 itu, Pak. Di 2014, kami mengajukan penolakan perpanjangan HGU, Pak, dikarenakan wilayah
17
kami sangat terjepit 2000 hektare kurang-lebih desa kami, Pak. Perkebunannya 700 hektare, Pak. Kami mengajukan penolakan ke BPN, langsung tembusan ke bupati tapi jawabannya apa, Pak, Januari 2016 kemarin, kami dipanggil ke Kapolres, Pak. Dipanggil atas kasus penyerobotan lahan, atas dasar laporan dari perkebunan 2016, Januari kemarin. Tapi sampai sekarang belum tentu kejelasannya, Pak. Terima kasih. Keterangan dari kami cukup sekian, wassalamualaikum wr. wb. 51.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik, terima kasih, waalaikumsalam. Yang terakhir Pak Jaini. Silakan, Pak Jaini.
52.
SAKSI DARI PEMOHON: JAINI Kepada yang terhormat, Pak Hakim Yang Mulia. Saya sebagai Saksi untuk menjelaskan masalah pihak PT BGA (Bumitama Gunajaya Abadi) ke Bumi Jaya Utama, saya memperkenalkan nama saya Pak Jaini, dari Desa Riam Durian, Kecamatan Kotawaringin Lama, Kabupaten Pakpak Bharat, Kalteng, Palangkaraya. Saya menjelaskan masalah tidak ada transparan kepada pihak PT BGA, baik pun pemerintah desa ataupun lingkup ruang adatnya pun sama, pemerintah adatnya, nah maka saya sebagai masyarakat Desa Riam Durian, luasan lahan tersebut digarap oleh PT BGA itu tidak pernah memberitahukan kepada kami masyarakat. Satu. Keduanya, bertanda tangan mengajukan proposal dan selain sebagainya kami masyarakat pun tidak mengetahui. Nah, bagi pihak inti dan plasma, perjanjiannya fifty-fifty, tiba-tiba tidak ada terlaksana sesuai dengan 50-50 tadi. Nah maka bagi saya masyarakat yang kurang mengerti, kurang diberikan penjelasan kepada pihak pemerintah desa atau pun pihak PT BGA tadi, saya menarik lahan saya sendiri, pribadi. Terus sebelum saya mengklaim dan menarik untuk hak miliknya saya pribadi lagi, saya lapor kepada pemerintah desa setempat desa saya, tapi dia tidak mengizinkan saya menarik lahan kembali hak milik saya. Habis itu saya izin lewat PT BGA ke kantor besarnya bagian PAD-nya, dia tidak mengizinkan juga. Nah, saya minta pendapat kepada bagian PAD PT BGA tadi, bilang saya, “Sampean tidak mengizinkan saya menarik lahan saya tersebut, apa alasan sampean?” Bilang saya. Dijawabnya, “Tidak ada alasan lain.” Bilangnya. “Sawit tahu enggak, Bapak? Siapa yang menanam?” “Oh, kalau masalah pokok sawit, Pak, saya mengerti sampean yang menanam, tapi saya ... tanah saya yang saya tarik. Kalau sampean sayang dengan pokok sawit tolong cepat dicopot, sebab tidak ada penjelasan dari dulu sampai sekarang.” 18
Sebab penggarapan, Pak Hakim Yang Mulia, dari tahun 2005 sampai sekarang tahun 2016, dari dulunya tidak pernah transparan kepada kami warga masyarakat. Baik pun buminya itu diangkat kredit model plasma ataupun inti, tidak ada kejelasannya, Pak Hakim Yang Mulia. Maka saya dari masyarakat Riam Durian sangat bersedih, sangat menitiskan banyu mata kami masyarakat, Pak, tapi kalau kurang jelas saya berbicara di sini, boleh datang di (suara tidak terdengar jelas) kepada setiap desa Riam Durian, Pak, di Kecamatan Kotawaringin Lama, Kabupaten Kotawaringin Barat. Jadi sekian dan terima kasih, Pak Hakim Yang Mulia. Apa adanya saya berbicara. Saya akhiri, om swastiastu. 53.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Terima kasih, Pak Jaini. Keempat Saksi sudah menyampaikan keterangannya. Saya persilakan terlebih dahulu, Pemohon apa ada yang akan ditanyakan? Atau sudah cukup? Cukup. Dari Pemerintah? Silakan. Ya.
54.
PEMERINTAH: SUHARYANTO Terima kasih, Bapak Majelis Hakim Yang Terhormat. Saya ingin ... setelah mendengar dua Saksi nampaknya menurut pendapat kami kok tidak ada kaitannya dengan Undang-Undang Perkebunan, tapi justru Undang-Undang Pertanahan. Nah, saya ingin menanyakan kepada Saksi, terutama Pak Jaini tadi. Pak Jaini, pada waktu menyerahkan tanahnya itu lewat siapa? Apakah tidak lewat perangkat desa atau perangkat daerah setempat, sehingga dia merasa dipaksa atau memang karena kerelaan pada waktu pertama kali menyerahkan itu, Pak. Ini yang pertama, Pak. Kemudian tentunya dalam penyerahan tanah itu, Pak Jaini sendiri atau memang diwakili, masyarakat di situ diwakili oleh perangkat (...)
55.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Pak Jaini, bisa mengerti pertanyaan ini?
56.
PEMERINTAH: SUHARYANTO Ya, itu, Pak, yang pertama. Kemudian tadi juga dari teman-teman atau Para Saksi tadi yang dari Jambang Tengah dan ini kebetulan kita juga sedang menyiapkan, Pak, mengenai tindak lanjut PP UndangUndang P3, Pak, kaitannya dengan tanah negara bebas yang tadi saya dengar ini seolah-olah ada tanah negara bebas, kami menanyakan di BPN itu memang sudah tidak ada tanah negara bebas. Jadi Bapak-Bapak 19
ini mengerjakan tanah itu sebagai tanah apa? Apakah tanah itu dimaknai sebagai tanah negara bebas yang kami juga berdiskusi dengan Maria Sumardjono, Pak, dari Gadjah Mada bahwa tanah negara bebas sudah tidak ada. Kalau itu nanti masih dilakukan dan dilaksanakan di lapangan, ini akan menimbulkan konflik. Barangkali itu. Terima kasih, Bapak Majelis. 57.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik, Pak Jaini, terlebih dahulu bisa dijawab pertanyaan ini? Silakan.
58.
SAKSI DARI PEMOHON: JAINI Dari awal pertama, pemerintah desa memang mengumpulkan warga masyarakat. Pertemuannya di Balai Desa Riam Durian, untuk bermitra dengan BGA. Tetapi, ini ada tetapinya, bukan keinginan kami warga masyarakat Desa Riam Durian tersebut tadi, seandainya tanah kami Desa Riam Durian tadi tersebut 1.000 hektare, coba dijelaskan apabila habis ditanam atau sebelum diangkat kredit itu coba dijelaskan, “Oh, 1.000 hektare, Pak.” Diundanglah kami masyarakat tadi. Pihak PT BGA dengan pihak pemerintah desa itu wajib mengundang kami masyarakat Desa Riam Durian. Sebabnya masyarakat ini sebagai anak oleh kepala desa. Nah, jadi itu kurang transparan, maka menimbulkan masalah yang tersebut. Satu. Sedangkan perjanjian awal tersebut kan 50-50, tiba-tiba tidak ada penjelasan. Nah, maka ditanggapi saya yang bagi ... masyarakat yang bagi yang mengerti menumbuhkan gejolak yang sebesar-besarnya, tapi kalau dibilangkan dari awalnya, “Oh, seribu.” Diundanglah kepala desa, diundanglah PT BGA, oh ini se-Kecamatan Kolam seandainya 30.000 hektare. Nah kalau 30.000 hektare atas pengetahuan saya dari lapisan masyarakat, berarti dibagi dua, 50-50, itu coba dikali dapatnya berapa untuk plasma. Ini tidak ada penjelasan, makanya tunggulah gejolak, maka tunggulah saya itu menarik tanah saya pribadi. Asalnya memang saya serahkan, tetapi tidak ada keterbukaan baik pemerintah desa, baik pun perusahaan, maka saya tarik kembali saya sampai dipenjarakan oleh BGA tiga bulan, Pak. Saya memanen padi (...)
59.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Sebentar saya potong, tanah Bapak itu seluas berapa? Luasnya berapa tanahnya Bapak itu?
20
60.
SAKSI DARI PEMOHON: JAINI Itu 4 hektare, Pak.
61.
KETUA: ARIEF HIDAYAT 4 hektare, 4 hektare itu status tanahnya apa, Pak?
62.
SAKSI DARI PEMOHON: JAINI Atas tanahnya karet yang ditanam.
63.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Enggak, maksudnya haknya? Hak milik atau apa?
64.
SAKSI DARI PEMOHON: JAINI Hak milik, Pak.
65.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ada bukti-bukti bahwa tanah itu miliknya Bapak haknya?
66.
SAKSI DARI PEMOHON: JAINI Ada.
67.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ada sertifikatnya?
68.
SAKSI DARI PEMOHON: JAINI Kalau sertifikat tidak ada.
69.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Tidak ada.
70.
SAKSI DARI PEMOHON: JAINI Tapi SKT, yang di luar SKT itu ada tanam tumbuh berupa karet, Pak. Karetnya pun tumbuh ini sekarang ada.
21
71.
KETUA: ARIEF HIDAYAT SKT-nya sampai sekarang masih ada?
72.
SAKSI DARI PEMOHON: JAINI Ya, masih ada.
73.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Itu diperoleh tahun berapa, Pak?
74.
SAKSI DARI PEMOHON: JAINI Tahun ... kalau tidak salah ingat, tapi tidak saya bawa bahan bukti, ada tinggal di rumah, tapi saya simpan dilengkapi bahan buktinya, tahun 1982 saya menanam kebun karetnya.
75.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya, dan tanah itu diperoleh tahun 1982 itu?
76.
SAKSI DARI PEMOHON: JAINI Ya.
77.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Bapak bukan warga asli situ kan?
78.
SAKSI DARI PEMOHON: JAINI Asli.
79.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Asli?
80.
SAKSI DARI PEMOHON: JAINI Asli, Pak. Kelahiran tumpah darah nenek moyang saya pun Desa Riam Durian.
22
81.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Oh baik. Jadi itu memang sejak awal tanah itu 1982 menjadi milik Bapak dengan bukti SKT itu, ya?
82.
SAKSI DARI PEMOHON: JAINI Pak.
83.
Ya. Pertama SKT, keduanya tanaman buah-buahan dan karet,
KETUA: ARIEF HIDAYAT Tanah SKT, kemudian sudah digarap, ditanami karet dan tanaman buah-buahan, gitu ya?
84.
SAKSI DARI PEMOHON: JAINI Ya.
85.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Terus kemudian ada pertemuan dengan PT dan pemerintah desa, kemudian itu diminta untuk ditanami kebun kelapa sawit, gitu ya?
86.
SAKSI DARI PEMOHON: JAINI Ya, kelapa sawit.
87.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Dan ada tidak kejelasan dalam perjanjian atau dalam kerja sama itu, gitu?
88.
SAKSI DARI PEMOHON: JAINI Ya.
89.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Sehingga Bapak kemudian protes untuk diambil kembali atau diminta kembali?
90.
SAKSI DARI PEMOHON: JAINI Ya. Benar, Yang Mulia. 23
91.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Dan tapi Bapak kemudian dipenjarakan, gitu?
92.
SAKSI DARI PEMOHON: JAINI Dipenjarakan. Kena tiga bulan, Pak.
93.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik, ada lagi? Untuk yang lain, tadi pertanyaan dari pemerintah, pihak pemerintah, status tanah Bapak-Bapak itu apa itu? Untuk Pak Asep dulu, Pak Asep. Status tanahnya apa?
94.
SAKSI DARI PEMOHON: ASEP SETIAWAN Ya, status tanahnya itu, dari nenek moyang itu di situ memang sudah menggarap lahan itu.
95.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Sudah sejak dulu?
96.
SAKSI DARI PEMOHON: ASEP SETIAWAN Sejak dulu itu.
97.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Sejak dulu dan status tanahnya juga ada bukti kepemilikannya?
98.
SAKSI DARI PEMOHON: ASEP SETIAWAN Kalau kepemilikannya itu kami tidak tahu.
99.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Tidak tahu.
100. SAKSI DARI PEMOHON: ASEP SETIAWAN Tidak tahu itu.
24
101. KETUA: ARIEF HIDAYAT Berapa luas tanahnya? 102. SAKSI DARI PEMOHON: ASEP SETIAWAN Yang digarap sekarang? 103. KETUA: ARIEF HIDAYAT Asep?
Ya, yang merasa itu hak miliknya Pak Asep atau keluarga Pak
104. SAKSI DARI PEMOHON: ASEP SETIAWAN Kalau itu ... apa namanya ... bukan milik saya, bukan milik ... mungkin tanah enggak tahu dulunya, mungkin kakek-kakek saya, tapi kalau sekarang (...) 105. KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya, berapa-berapa luas? 106. SAKSI DARI PEMOHON: ASEP SETIAWAN Enggak tahu, Pak. Cuman kami menggarap saja di situ. 107. KETUA: ARIEF HIDAYAT Asep?
Ya, selama yang itu digarap berapa luasnya yang digarap, Pak
108. SAKSI DARI PEMOHON: ASEP SETIAWAN Sekitar .... kalau sekarang, sekitar 2.000 meter, Pak. 109. KETUA: ARIEF HIDAYAT 2.000 meter, ditanami apa sekarang? enggak ditanami? 110. SAKSI DARI PEMOHON: ASEP SETIAWAN Singkong (...)
25
111. KETUA: ARIEF HIDAYAT Karena enggak boleh sekarang? 112. SAKSI DARI PEMOHON: ASEP SETIAWAN Masih sekarang. 113. KETUA: ARIEF HIDAYAT Masih ditanami, Pak Asep. Ditanami apa, Pak Asep? 114. SAKSI DARI PEMOHON: ASEP SETIAWAN Singkong sama padi, Pak. 115. KETUA: ARIEF HIDAYAT Oh, singkong. 2.000 meter persegi, ya? 116. SAKSI DARI PEMOHON: ASEP SETIAWAN Ya. 117. KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik. Jadi itu bersengketa dengan PT apa tadi? 118. SAKSI DARI PEMOHON: ASEP SETIAWAN Bumi Loka. 119. KETUA: ARIEF HIDAYAT Bumi Loka, baik. Kemudian Pak Gusti. Status tanahnya apa, Pak Gusti? Berapa luasnya, Pak Gusti? 120. SAKSI DARI PEMOHON: GUSTI GELOMBANG Jadi begini, Pak. Kalau bicara status tanah, ya, sebelum negara merdeka ini sudah ada tanah. 121. KETUA: ARIEF HIDAYAT Enggak, ini yang punyanya Pak Gusti, bukan yang lain-lain. 26
122. SAKSI DARI PEMOHON: GUSTI GELOMBANG Oh, jadi begini. Kalau status tanahnya itu, Pak, kita orang masyarakat pribumi dayak itu SKT semua. 123. KETUA: ARIEF HIDAYAT SKT, ya? 124. SAKSI DARI PEMOHON: GUSTI GELOMBANG Ya. 125. KETUA: ARIEF HIDAYAT Untuk yang Pak Gusti berapa? Ini saya tanya Pak Gusti karena saksinya kan Pak Gusti. 126. SAKSI DARI PEMOHON: GUSTI GELOMBANG Kalau kami rata-rata masing orang itu 4 hektare, Pak. 127. KETUA: ARIEF HIDAYAT 4 hektare. Pak Gusti juga punya 4 hektare itu? 128. SAKSI DARI PEMOHON: GUSTI GELOMBANG Ada. 2 hektare sudah kita serahkan kepada perusahaan dengan perjanjian tadi 50-50. 2 hektare itulah untuk plasma kita. Nah, tapi faktanya itu tidak dikasihkan 2 hektare. 129. KETUA: ARIEF HIDAYAT Yang 4 hektare itu digarap semua? 130. SAKSI DARI PEMOHON: GUSTI GELOMBANG Ya, Pak. Itu penyerahannya karena dia bermitra tadi melalui pemerintah desa, jadi pemerintah desa itulah yang menggarap dengan kesepakatan bahwa 50-50. Kalau kami ada 4 hektare, 2 hektare untuk perusahaan, 2 hektare untuk kami.
27
131. KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya. 132. SAKSI DARI PEMOHON: GUSTI GELOMBANG Nah, tetapi setelah kepada kaminya, hektaran luasan itu tidak sampai 2 hektare dan proses kreditnya pun kami tidak tahu, Pak. Hutang kami berapa, biaya per hektare dalam (suara tidak terdengar jelas) berapa. Jangankan proses kreditnya, untuk pola KKPA-nya tidak jelas kita. 133. KETUA: ARIEF HIDAYAT Oh, baik. 134. SAKSI DARI PEMOHON: GUSTI GELOMBANG Itu, Pak. 135. KETUA: ARIEF HIDAYAT Sampai sekarang tanah 4 hektare itu masih ditanami kelapa sawit semua? 136. SAKSI DARI PEMOHON: GUSTI GELOMBANG Masih, Pak. Kalau kemarin kita rata-rata masyarakat di sana kalau sudah berladang itu kita tanam karet untuk membuktikan disamping ada SKT, ada tanam tumbuh tadi, gitu lho, Pak. Di 12 desa itu rata-rata demikian, Pak. Jadi saya bicara di sini pun sebagai selaku petani dan selaku ketua koperasi membawahi empat desa satu dusun, Pak. 137. KETUA: ARIEF HIDAYAT Oh, jadi sudah ada kerjasama antara koperasi dengan pemilik anu ya … perkebunan ya? 138. SAKSI DARI PEMOHON: GUSTI GELOMBANG Ya, Pak. Dengan pihak perusahaan, tetapi kerjasamanya itu tidak ada transparansinya dari awal. Skema yang dibangun itu bagaimana tidak jelas, kan begitu.
28
139. KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik, baik. Pak Lalan sekarang. Silakan, Pak Lalan. Status tanah Pak Lalan berapa luasnya? Statusnya apa? 140. SAKSI DARI PEMOHON: LALAN JAELANI HGU, Pak. 141. KETUA: ARIEF HIDAYAT HGU? 142. SAKSI DARI PEMOHON: LALAN JAELANI He eh. 143. KETUA: ARIEF HIDAYAT Lho, yang dipakai Pak Lalan, punya Pak Lalan apa? Berapa luas punya Pak Lalan? 144. SAKSI DARI PEMOHON: LALAN JAELANI 2.000 … 3.000 meteran, Pak. 145. KETUA: ARIEF HIDAYAT 3.000 meter? 146. SAKSI DARI PEMOHON: LALAN JAELANI Ya. 147. KETUA: ARIEF HIDAYAT Anu … statusnya apa pemilikannya? 148. SAKSI DARI PEMOHON: LALAN JAELANI Kalau dulu itu bekas kehutanan Belanda, Pak. Dibuka oleh orang tua kita dulu. Nah, Tahun 1991 terbitlah HGU itu, Pak.
29
149. KETUA: ARIEF HIDAYAT Jadi tidak … tidak ada anunya … itu bekas tadinya tanah erpah atau apa mungkin? 150. SAKSI DARI PEMOHON: LALAN JAELANI Ya, kurang tahu, Pak. 151. KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya. Tanah erpah atau apa. Kemudian dimanfaatkan oleh keluarganya atau leluhurnya Pak Lalan, gitu ya. 152. SAKSI DARI PEMOHON: LALAN JAELANI Ya, Pak. 153. KETUA: ARIEF HIDAYAT Jadi tidak ada bukti kepemilikan dari keluarga Pak Lalan atau Pak Lalan sendiri, enggak ada ya? 154. SAKSI DARI PEMOHON: LALAN JAELANI Tidak ada, Pak. Tidak ada. 155. KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik, ya. Gitu ya, Pemerintah. Jawaban daritadi sudah. Ada lagi? Silakan. 156. PEMERINTAH: SUHARYANTO Jadi tadi dari Kalimantan Tengah dan teman-teman ini nampaknya keperdataan mereka biasa kemitraan, jadi nanti barangkali akan kita simpulkan dalam jawaban. 157. KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya. 158. PEMERINTAH: SUHARYANTO Terima kasih. 30
159. KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik, terima kasih. Dari meja Hakim sekarang. Ya, cukup. Baik, kalau begitu dari Pihak Terkait ada yang akan dipersoalkan? 160. PIHAK TERKAIT: SADINO Terima kasih, Yang Mulia. Tadi sebenarnya tadi memang dari sisi substansi dari apa yang disampaikan Saksi-Saksi tadi, sebenarnya ini kaitannya dengan benar dengan agrarian, Yang Mulia. Tadi misalnya HGU yang tidak dikerjakan, sebenarnya sudah ada peraturan pemerintah Nomor 11 Tahun (...) 161. KETUA: ARIEF HIDAYAT Enggak. Tolong ditanyakan kepada Saksi, ini kalau kesimpulan nanti di kesimpulan, Pak. 162. PIHAK TERKAIT: SADINO Nanti … Bukan, Yang Mulia. Nanti saya tanyakan apakah Saudara menggarap tersebut, sampaikan … tidak menyampaikan kepada Pak Bupati tadi misalnya. Untuk mencabut yang namanya kalau HGU itu adalah dalam … tidak dikerjakan sebagai tanah terlantar. Sehingga substansi Saudara tadi sampaikan pada Saksi terutama yang dari Jampang (...) 163. SAKSI DARI PEMOHON: LALAN JAELANI Ingin juga saya masukkin ke Bupati masukkin, Pak, dimasukkin. 164. PIHAK TERKAIT: SADINO Ya, terima kasih, Yang Mulia. Karena pengakuannya ada di situ. 165. SAKSI DARI PEMOHON: LALAN JAELANI Berkasnya ada, Pak. Berkasnya juga ada. 166. KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya, baik. Silakan, silakan.
31
167. HAKIM ANGGOTA: I DEWA GEDE PALGUNA Siapa namanya? Pak Lalan, ya? Bapak mengajukan itu kepada Bupati? 168. SAKSI DARI PEMOHON: LALAN JAELANI BPN, Pak. 169. HAKIM ANGGOTA: I DEWA GEDE PALGUNA BPN? 170. SAKSI DARI PEMOHON: LALAN JAELANI Ya. 171. HAKIM ANGGOTA: I DEWA GEDE PALGUNA Ada jawabannya enggak? 172. SAKSI DARI PEMOHON: LALAN JAELANI Lagi diproses katanya, Pak. 173. HAKIM ANGGOTA: I DEWA GEDE PALGUNA Lagi diproses. Tapi sementara diproses itu sudah di anu kan … sama … sama apa … PT tadi apa? 174. SAKSI DARI PEMOHON: LALAN JAELANI Maksudnya? 175. HAKIM ANGGOTA: I DEWA GEDE PALGUNA Yang mengambil … yang punya HGU tadi siapa? 176. SAKSI DARI PEMOHON: LALAN JAELANI PT Bumi Loka, Pak.
32
177. HAKIM ANGGOTA: I DEWA GEDE PALGUNA Ah, jadi pada waktu proses itu, jadi pada waktu proses Bapak di BPN itu, pada saat yang sama PT Bumi Loka juga mengerjakan itu? 178. SAKSI DARI PEMOHON: LALAN JAELANI Mengerjakan, Pak. Tapi kita mengerjakan dengan di tempat lahan kosong, Pak, hutan belantara, gitu Pak. 179. HAKIM ANGGOTA: I DEWA GEDE PALGUNA Oh, beda-beda? 180. SAKSI DARI PEMOHON: LALAN JAELANI Ya. Tapi objeknya itu-itu juga, Pak, objeknya. Cuma di pinggir jalannya hutan … perkebunannya dibagusin, dalamnya hutan, Pak. Gitu. 181. HAKIM ANGGOTA: I DEWA GEDE PALGUNA Oke. 182. KETUA: ARIEF HIDAYAT Oke, terima kasih. Sudah tidak ada lagi? Kalau tidak ada, saya kira kita sudah selesai, kita mendengarkan keterangan Ahli dari Prof. Achmad Sodiki, Saksi dari Pak Asep, Pak Gusti, dan Pak Lalan, serta Pak Jaini sudah selesai. Terima kasih, pada Para Saksi yang telah memberikan keterangan di persidangan Mahkamah Konstitusi. Sebelum saya akhiri persidangan ini, saya akan menanyakan pada Pemohon. Apakah masih mengada … mengajukan Ahli atau Saksi? 183. KUASA HUKUM PEMOHON: RIDWAN DARMAWAN Masih, Yang Mulia. 184. KETUA: ARIEF HIDAYAT Masih, ya. 185. KUASA HUKUM PEMOHON: RIDWAN DARMAWAN Kemarin kita ingin mengajukan Pak HS. Dilon. 33
186. KETUA: ARIEF HIDAYAT HS. Dilon, ya. 187. KUASA HUKUM PEMOHON: RIDWAN DARMAWAN Tapi hari ini Beliau tidak bisa, berhalangan (...) 188. KETUA: ARIEF HIDAYAT Hadir (...) 189. KUASA HUKUM PEMOHON: RIDWAN DARMAWAN Jadi persidangan berikutnya, Yang Mulia. 190. KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik. Kalau begitu kita gabung. Dari Pemerintah mau mengajukan Ahli atau tidak? 191. PEMERINTAH: MULYANTO Dari Pemerintah dua Ahli, Pak. 192. KETUA: ARIEF HIDAYAT Dua Ahli. 193. PEMERINTAH: MULYANTO Satu saksi fakta. 194. KETUA: ARIEF HIDAYAT Oh, begitu. Dua ahli? 195. PEMERINTAH: MULYANTO Dua ahli, satu saksi fakta. 196. KETUA: ARIEF HIDAYAT Dua ahli, satu saksi. Kalau begitu kita gabung nanti, ya kita gabung. Nanti berikutnya urutan dari Pihak Terkait dari GAPKI yang anu 34
… ya, baik kalau begitu persidangan yang akan datang dengan agenda untuk mendengarkan keterangan satu Ahli Pak HS. Dilon ya, dari Pemohon. Dua ahli dari Pemerintah yang kita belum tahu, nanti curriculum vitae-nya dan identitas dari Saksi. Dua ahli dari Pemerintah dan satu saksi dari Pemerintah. Persidangan di … akan diadakan diselenggarakan pada hari Selasa 31 Mei 2016 pada pukul 11.00 WIB. Dengan agenda untuk mendengarkan keterangan Ahli satu dari Pemohon, dua ahli dan satu saksi dari Pemerintah. Sebelum saya akhiri, perlu saya sampaikan kepada Pemohon dan Pemerintah serta Pihak Terkait, bahwa DPR meskipun tidak bisa hadir, sudah memberikan keterangannya melalui keterangan tertulis yang disampaikan ke Mahkamah pada hari Kamis 12 Mei 2016 pada 10 … Pukul 10.19 WIB. Kalau belum memperoleh nanti akan di-copy. Pada para pihak akan diberikan copy dari keterangan ini, ya. Baik, ada lagi yang akan disampaikan? Kalau tidak ada, terima kasih. Sidang selesai dan ditutup. KETUK PALU 3X SIDANG DITUTUP PUKUL 12.23 WIB Jakarta, 18 Mei 2016 Kepala Sub Bagian Risalah, t.t.d Rudy Heryanto NIP. 19730601 200604 1 004
Risalah persidangan ini adalah bentuk tertulis dari rekaman suara pada persidangan di Mahkamah Konstitusi, sehingga memungkinkan adanya kesalahan penulisan dari rekaman suara aslinya.
35