MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 16/PUU-XIII/2015
PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2014 TENTANG TENAGA KESEHATAN TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945
ACARA MENDENGARKAN KETERANGAN AHLI/SAKSI PRESIDEN (VI)
JAKARTA RABU, 6 MEI 2015
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 16/PUU-XIII/2015 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan [Pasal 88 ayat (1) dan Pasal 96] terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 PEMOHON 1. Heru Purwanto ACARA Mendengarkan Keterangan Ahli/Saksi Presiden (VI) Rabu, 6 Mei 2015, Pukul 10.42 – 11.20 WIB Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat SUSUNAN PERSIDANGAN 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8)
Arief Hidayat Anwar Usman I Dewa Gede Palguna Maria Farida Indrati Manahan Sitompul Patrialis Akbar Suhartoyo Wahiduddin Adams
Sunardi
(Ketua) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) Panitera Pengganti
i
Pihak yang Hadir: A. Pemohon: 1. Heru Purwanto B. Pemerintah: 1. Budi Irawan 2. Budijono C. Ahli dari Pemerintah: 1. Illah Sailah
ii
SIDANG DIBUKA PUKUL 10.42 WIB 1.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Bismillahirrahmaanirrahiim. Sidang dalam Perkara Nomor 16/PUUXIII/2015 dengan ini dibuka dan terbuka untuk umum. KETUK PALU 3X Pemohon, hadir?
2.
PEMOHON: HERU PURWANTO Hadir, Yang Mulia. Terima kasih.
3.
KETUA: ARIEF HIDAYAT siapa?
4.
Baik, terima kasih. Pemerintah yang mewakili Presiden, yang hadir
PEMERINTAH: BUDIJONO Terima kasih, Yang Mulia. Dari Pemerintah, hadir saya Budijono dari Kementerian Hukum dan HAM, sebelah kanan saya Bapak Budi Irawan dari Kementerian Kesehatan, dan di belakang ada juga temanteman dari Kementerian Kesehatan, dan Kementerian Hukum dan HAM. Terima kasih, Yang Mulia.
5.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik. Agenda pada sidang pagi hari ini adalah mendengarkan keterangan yang diajukan oleh Pemerintah. Sudah hadir di hadapan kita, Ibu Illah Sailah. Sebelum memberikan keterangan, saya persilakan untuk maju diambil sumpahnya terlebih dahulu. Agak maju, ya. Saya persilakan, Yang Mulia Dr. Wahiduddin.
6.
HAKIM ANGGOTA: WAHIDUDDIN ADAMS Baik. Ikuti lafal yang saya ucapkan. “Bismillahirrahmaanirrahiim. Demi Allah saya bersumpah sebagai Ahli akan memberikan keterangan yang sebenarnya, sesuai dengan keahlian saya.”
1
7.
AHLI BERAGAMA ISLAM BERSUMPAH: Bismillahirrahmaanirrahiim. Demi Allah saya bersumpah sebagai Ahli akan memberikan keterangan yang sebenarnya, sesuai dengan keahlian saya.
8.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Terima kasih, Yang Mulia. Silakan, Ibu Illah, untuk kembali ke tempat. Baik. Saya persilakan untuk bisa memberikan keterangan di mimbar yang telah disediakan untuk Ibu Illah.
9.
AHLI DARI PEMERINTAH: ILLAH SAILAH Assalamualaikum wr. wb. Yang Mulia Ketua, Wakil Ketua, dan Para Hakim Mahkamah Konstitusi yang saya hormati. Perkenankan, saya Illah Sailah (Direktur Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi), akan menyampaikan pandangan terkait dengan pengujian ketentuan Pasal 88 ayat (1) dan Pasal 96 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan. Pendapat ini akan saya awali dengan menyimak kembali pada Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yang mengamanahkan dengan tegas agar negara dengan sungguh-sungguh memenuhi kebutuhan warganya akan kesehatan, seperti tercantum pada Pasal 28H ayat (1), Pasal 34 ayat (3), Pasal 28 ayat (1), dan Pasal 34 ayat (3). Upaya kesehatan yang terbaik ialah membuat seseorang atau masyarakat tetap sehat yang semula sakit menjadi sehat dan yang sudah sehat tetap bugar. Untuk itu, pelayanan kesehatan yang bermutu dan mengutamakan keselamatan pasien, perlu menjadi misi bersama dari semua pemangku kepentingan terkait. Sejalan dengan misi tersebut, sistem pendidikan kesehatan sebagai bagian dari pendidikan tinggi perlu diperkuat untuk menghasilkan tenaga kesehatan yang kompeten untuk memberikan pelayanan paripurna. Pada tahun 2014, reformasi pendidikan tinggi pasca terbitnya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi dilanjutkan dengan penyesuaian terhadap visi dan misi Presiden Republik Indonesia yang dituangkan melalui Sembilan agenda prioritas Presiden Republik Indonesia yang dikenal dengan Nawa Cita menunjukkan prioritas jalan perubahan menuju Indonesia yang berdaulat secara politik, serta mandiri dalam bidang ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan. Selanjutnya, Kemenristek Dikti menyusun kebijakan strategi, penguatan pendidikan tinggi berdasarkan agenda Nawa Cita yang terkait 2
dengan penguatan sektor pendidikan, dimana salah satunya adalah meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia melalui peningkatan kualitas pendidikan dan pelatihan. Di samping itu, salah satu tantangan besar yang dihadapi oleh Indonesia mulai tahun 2015 adalah masyarakat ekonomi ASEAN. Salah satu sektor prioritas masyarakat ekonomi ASEAN adalah pelayanan kesehatan yang meliputi jasa tenaga kesehatan dan wahana pelayanan kesehatan, untuk itu dibutuh tenaga kesehatan berkualitas yang mampu bersaing sekaligus bekerja sama dengan para tenaga kesehatan, atau dengan para penyedia pelayanan kesehatan asing yang akan dengan mudah memasuki industri kesehatan di Indonesia. Dalam upaya menyiapkan tenaga kesehatan pada era masyarakat ekonomi ASEAN tantangan yang dihadapi oleh pendidikan tinggi kesehatan di Indonesia adalah penataan jenis dan jenjang pendidikan, kompetensi, dan kualifikasi lulusan, peningkatan akses dan pemerataan, peningkatan kualitas penelitian dan publikasi hasilnya, penataan aset sumber daya pendidikan, sistem penjaminan mutu dan kolaborasi inter profesi. Tantangan-tangan tersebut berusaha diatasi oleh Kemendikbud sampai menjadi Kemenristek Dikti saat ini melalui program-program utama direktorat jendral pendidikan tinggi sejak tahun 2010 yang difokuskan kepada penataan sistem pendidikan, dan peningkatan kualitas pendidikan tinggi kesehatan di Indonesia. Program ini mendorong perubahan paradigma pendidikan tinggi kesehatan yang meliputi sistem penjaminan mutu, kolaborasi inter profesi, dan kemitraan atau yang kita kenal dengan public private partnership. Dengan tujuan utama untuk dapat menghasilkan pelayanan kesehatan yang optimal dan berbasis pada keselamatan pasien. Program-program ini diharapkan dapat menjadi solusi untuk mempercepat peningkatan kualitas intitusi pendidikan melalui sistem akreditasi yang akuntabel, dan peningkatan kualitas lulusan melalui sistem uji kompetensi dengan standar nasional. Saat ini masyarakat profesi kesehatan telah memiliki lembaga akredetasi mandiri pendidikan tinggi kesehatan atau LAM-PTKES, dan lembaga pengembangan uji kompetensi tenaga kesehatan yang kita kenal dengan LPUK-Nakes sebagai model kemandirian lembaga yang mengimplementasikan kebijakan sistem penjaminan mutu pendidikan tinggi. Peran Asosiasi Pendidikan Tinggi Farmasi Indonesia dan Ikatan Apoteker Indonesia di dalam pendirian LAM-PTKES dan LPUK-Nakes menunjukan komitmen yang baik dari masyarakat profesi farmasi untuk mengimplementasikan sistem penjaminan mutu pendidikan tinggi. Selain itu, sejak tahun 2012 dirjen dikti telah mendukung masyarakat profesi farmasi dalam menghasilkan beberapa pembaharuan dalam sistem pendidikan farmasi diantaranya penerbitan naskah akademik pendidikan apoteker, standar pendidikan apoteker, instrumen 3
akreditasi pendidikan apoteker, dan naskah akademik blueprint uji kompetensi apoteker. Yang Mulia Ketua dan Para Anggota Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi. Dalam menghadapi tantangan global tersebut, kemampuan bersaing tidak hanya membutuhkan keunggulan dalam hal mutu, akan tetapi juga memerlukan upaya-upaya pengenalan, pengakuan, serta penyetaraan sektor yang relevan baik secara bilateral, regional, maupun internasional. Untuk itu pemerintah melalui Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2012 telah menerbitkan kerangka kualifikasi nasional Indonesia yang dikenal dengan KKNI dan salah satu bukunya ada di depan Bapak Ketua dan Para Anggota Majelis Hakim. Yang menjadi rujukan yang netral guna menyerataan capaian pembelajaran, baik yang diperoleh dari pendidikan formal, non formal, informal maupun pengalaman kerja. Secara sistematik peningkatan dari satu jenjang ke jenjang lainnya ... maaf, dapat dilakukan melalui beberapa tapak jalan (padways), KKNI juga dapat digunakan oleh asosiasi profesi untuk menetapkan kriteria penilaian kemampuan anggotanya dan pengakuan kemampuan kejenjangan lebih tinggi. KKNI dapat digunakan sebagai pedoman untuk pengelolaan dan peningkatan mutu sumber daya manusia secara lebih komprehensif dan akurat, baik yang berhubungan dengan sistem karir, remunerasi, maupun pola rekrutmen baru. Rumusan KKNI dengan sembilan tingkat deskriptornya merupakan hasil rumusan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dengan Kementerian Ketenagakerjaan dan Transmigrasi di kabinet lama, untuk itu maka KKNI ini diimplementasikan untuk penyelarasan dunia pendidikan dengan dunia kerja. Mengingat strategisnya fungsi dari KKNI ini, maka kerangka kualifikasi nasional dimasukkan dalam UndangUndang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, dan diturunkan dalam Permendikbud Nomor 73 Tahun 2013 tentang Penerapan KKNI. Permendikbud tersebut mengatur tentang penyetaraan dan pengakuan atas pencapaian pembelajaran seseorang yang diperoleh dari pengalaman kerja, pendidikan non formal, atau pendidikan informal ke dalam sektor pendidikan formal yang dilakukan melalui mekanisme rekognisi pembelajaran lampau, dalam bahasa Inggrisnya Recognition of Prior Learning. RPL merupakan salah satu implementasi program pembelajaran sepanjang hayat (life long learning). Tanpa pembatasan umur, peserta didik melalui akselerasi dan efisiensi proses pendidikan serta peningkatan fleksibilitas prosedur penerimaan mahasiswa. Dalam hal ini akan memungkinkan multi n3 multi x. Dengan demikian, peserta didik yang telah bekerja pada bidangnya dan melanjutkan pendidikan formal pada bidang yang sama, diberikan pengakuan kredit pada beberapa capaian pembelajaran yang berasal dari pengalaman kerja. Implikasinya RPL dapat mengurangi SKS 4
(Satuan Kredit Semester) atau berdampak pada durasi studi yang seharusnya ditempuh melalui program regular. Oleh karenanya perguruan tinggi harus memiliki instrumen evaluasi untuk mengevaluasi kemampuan atau capaian pembelajaran yang akurat dan akuntabel. Untuk bidang kesehatan, sejak tahun 2013 Kemenristek Dikti dan waktu itu Kemendikbud dan Kementerian Kesehatan telah melakukan koordinasi terkait mekanisme RPL. Terutama bagi tenaga kesehatan di antaranya melalui program pendidikan jarak jauh pada politekes untuk meningkatkan kemampuan profesionalisme tenaga kesehatan yang bekerja di fasilitas pelayanan kesehatan. Khususnya tenaga kesehatan jenjang pendidikan menengah dan jenjang pendidikan tinggi diploma I untuk mengikuti pendidikan lanjutan. Yang Mulia Ketua dan Para Anggota Majelis Hakim yang saya hormati. Secara ringkas saya ingin menyampaikan bahwa Pasal 88 ayat (1) dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 adalah wajar karena pertama, Indonesia akan menjadi salah satu negara dalam hamparan masyarakat ASEAN di mana masyarakatnya akan saling bekerja sama, berkomunikasi, berinovasi dengan sesama profesi. Dalam hal ini juga ada kaitannya dengan pengakuan lulusan dan berdasarkan kepada durasi studi yang ditempuh. Kemudian yang kedua, tuntutan pelayanan kesehatan akan semakin tinggi, menuntut lebih akuntabel, lebih bermutu, dan perlu dilakukan oleh sumber daya manusia yang mampu menyelesaikan pekerjaan berlingkup luas, logis, mandiri, dan mampu mengevaluasi pekerjaan dan mendokumentasikannya. Dengan pengalaman bekerja yang sungguh-sungguh dan persistence, serta kemampuan belajar sepanjang hayat. Seseorang yang saat ini sedang bekerja akhirnya sampai kepada kemampuan melaksanakan pekerjaan pada tingkat yang lebih tinggi berdasarkan pengalaman yang dialaminya. Dengan demikian, pasal tersebut tidak akan memberikan pengaruh buruk kepada yang saat ini sedang bekerja karena mereka akan tetap dapat bekerja sebagai asisten tenaga kesehatan atau dalam waktu enam tahun mereka menempuh pendidikan formal dengan berbagai kemudahan yang telah direncanakan sebagaimana yang telah saya sampaikan, sehingga memiliki kemampuan yang sama dengan level 5 pada KKNI. Di mana level 5 tersebut kalau disetarakan dengan pendidikan yaitu pendidikan Diploma III. Sementara dari sisi pendidikan tinggi sudah memberikan sinyal bahwa metode pembelajaran dapat dilaksanakan semakin fleksibel menggunakan bantuan teknologi informasi dan komunikasi guna menjangkau yang kurang terjangkau. Baik dari sisi kewilayahan maupun dari sisi ekonomi. Yang terhormat Yang Mulia Ketua dan Para Anggota Majelis Hakim. Demikian keterangan yang dapat saya berikan sebagai Ahli dari sektor pendidikan tinggi. Terima kasih, wassalamualaikum wr. wb. 5
10.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Waalaikumsalam wr. wb. Saya persilakan kembali ke tempat. Terima kasih Ibu Dr. Illah. Berikutnya dari Pemerintah ada yang perlu didalami, dimintakan klarifikasi atau penjelasan lebih lanjut dari Ahli?
11.
PEMERINTAH: BUDIJONO Sudah cukup, Yang Mulia.
12.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Cukup, baik. Dari Pemohon?
13.
PEMOHON: HERU PURWANTO Terima kasih, Yang Mulia. Mohon izin Ibu Ahli, Pemohon ingin menanyakan mengenai kesimpulan Ibu selaku Ahli. Yang di poin terakhir menyatakan bahwa Pasal 88 ayat (1) tidak akan memberikan pengaruh buruk kepada yang akademis dan bekerja karena mereka akan tetap dapat bekerja sebagai asisten tenaga kesehatan. Pertanyaan Pemohon adalah kita tahu bahwa klasifikasi antara tenaga kesehatan dengan asisten kesehatan adalah sangat berbeda. Di mana di Pasal 1 dan Pasal 2 undang-undang ini menyatakan, “Asisten tenaga kesehatan tidak memiliki kewenangan.” Sehingga secara psikologis, mohon maaf, derajat atau klasifikasi dari mereka akan menurun. Sehingga menurut Pemohon, hal ini akan memba … memberikan pengaruh yang sangat besar bagi mereka. Mohon pendapat. Terima kasih.
14.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik. Sebelum dijawab, dari meja Hakim ada? Oh, Yang Mulia Pak Suhartoyo, saya persilakan.
15.
HAKIM ANGGOTA: SUHARTOYO Terima kasih, Yang Mulia Pak Ketua. Ibu Ahli, ya, Ibu Illah. Masih mirip-mirip dengan apa yang disampaikan Pemohon. Kami atau Mahkamah ingin penegasan dari Ahli yang kemudian menyimpulkan bahwa kesimpulan Ibu bahwa norma Pasal 88 ayat (1) itu wajar. Artinya, kriterianya apa kalau kemudian disimpulkan wajar itu. Apakah ada keraguan di sana, Ibu? Atau justru mengarah kepada itu sudah tepat? Mohon dijelaskan nanti.
6
Kemudian yang kedua, pertanyaan saya. Ketika semangat ini memang bagus ya, ingin meningkatkan pelayanan kesehatan. Namun demikian, kalau keinginan itu kemudian ditempuh dengan cara-cara yang “ada diskriminasi” atau pengorbanan terhadap … kalau saya sementara memandang begini, Ibu Ahli, ya bahwa lulusan sekolah kejuruan menengah itu, itu kan memang dari awal sudah dididik untuk punya keahlian di bidang yang khusus. Ya, kan Ibu sepakat, ya? Tapi kemudian, pemerintah, presiden atau DPR juga memilih kenapa harus di … dilembagakan justru yang diutamakan adalah dari D3 kesehatan yang notabene adalah sifatnya lebih umum, kan? Lebih umum. Jadi, ketika kemudian menghadapi pekerjaan-pekerjaan yang mestinya diperlukan keahlian yang sifatnya khusus, saya yakin pasti mereka lebih ahli yang dari kejuruan ini, kan? Satu. Kemudian, sudah ini di … kalau Pasal 88 ini tetap dibiarkan, barangkali ya, itu bagaimana? Apakah nanti yang sudah sebenarnya selama ini ahli, justru akan kena degradasi akan digantikan oleh orang yang atau anak-anak yang lulusan dari D3 kesehatan yang justru masih pengenalan. Untuk tugasnya secara umum, mungkin oke, ya. Tapi kalau untuk yang bidang-bidang yang perlu khusus, seperti kalau yang diperjuangkan Pemohon ini kan masalah farmasi, misalnya. Apakah mereka nanti … apa mereka bisa expert di bidang farmasi yang betulbetul tidak bisa … artinya punya sifat kekhususan yang … yang … yang sangat mendasar, Ibu. Untuk farmasi ini, ya. Jangan nanti lulusan D … D3, ndak bisa membuat atau membaca resep dokter, malah ahlinya dari … dari apa … dari lulusan kejuruan yang memang sudah lama kerja di situ yang nanti bakal kena degradasi atau apa. Ini … ini belum tentu ju … belum jelas juga Mahkamah mem … menyimpulkan. Apakah nanti ketika sudah 6 tahun ini, kemudian mereka kena degradasi, kemudian digantikan oleh lulusan D3 yang masih baru, belum … belum punya pengalaman. Apalagi ini masalah obat-obatan, masalah menyangkut nyawa oranglah. Secara sederhana seperti itu. Apa pilihan itu menurut Pemerintah atau menurut pandangan Ibu, tepat atau tidak? Apakah tetap harus … untuk farmasi ini harus diperlakukan secara khusus? Jangan nanti di luaran sana ada cerita bahwa bagaimana mereka bisa ahli di bidang kesehatan, wong baca resep saja enggak bisa. Kemudian yang sudah lulusan kejuruan, justru malah dia sebagai asisten atau sebagai apa … nanti enggak jelas juga ini, apakah sekali lagi, kena degradasi atau sekedar asisten yang otomatis akan berakibat pada jenjang-jenjang pekerjaan dia jelas ter … tergerus juga. Kan, dia akan turun atau bagaimana nanti secara kepegawaian kan juga punya akibat-akibat hukum yang jelas akan merugikan dia kalau persyaratan D3 ini tetap harus di … dijalankan, dilaksanakan. Coba pandangan Ibu seperti apa, kami ingin tahu. Terima kasih.
7
16.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ada lagi? Tidak ada. Saya persilakan langsung Bu Illah untuk menjawab.
17.
AHLI DARI PEMERINTAH: ILLAH SAILAH Baik, terima kasih atas pertanyaan dan masukan. Pertama, izinkan, Yang Mulia, saya ingin menjawab untuk pertanyaan dari Pemohon. Memang di dalam kerangka kualifikasi nasional Indonesia sebagai pengukur kemampuan seseorang karena hasil pendidikan formal, atau hasil training, atau hasil belajar mandiri, bahkan mungkin hasil dalam pengalaman dalam bekerja. Ada levelingnya seperti halnya di dalam pas … halaman 11 buku kecil yang saya sampaikan kepada Yang Mulia Bapak Hakim dan Bapak Anggota Hakim, di sana menunjukkan setiap tingkatan itu kemampuan yang dicapai dari yang tadi saya sampaikan, sehingga apabila kita menyatakan tentang SMK, maka levelnya adalah 2. Dan di dalam penjabaran level 2 itu apa? Itu ada dinyatakan di dalam halaman yang paling akhir sebagai lampiran dari buku kecil ini. Nah, kemudian, dari SMK tersebut karena sekarang kita hampir seluruh dunia itu menya … berbicara tentang education for all. Tidak ada yang namanya pendidikan yang terminal. Mereka dibolehkan untuk melakukan pendidikan baik formal maupun non formal, sehingga apabila nanti dia itu akan melakukan pendidikan formal, mau tidak mau kemampuannya pun akan meningkat. Dengan demikian, apabila kita berbicara di dalam dunia kerja, pasti ada perbedaan antara kewenangan dan tanggung jawab, sebagai asisten tenaga kesehatan dengan tenaga kesehatan. Bahkan sebagai tenaga kesehatan pun nantinya ada tingkatannya lagi, antara Diploma III yang tidak berkewenangan untuk membaca resep kemudian meracik sendiri dan sebagainya ini harus dibacanya oleh yang lebih tinggi lagi, yaitu apoteker. Di mana apoteker itu harus setahun minimal setelah dia lulus sarjana farmasi. Oleh karena itu, gambaran dari KKNI ini, setiap level pendidikan akan menghasilkan level kemampuan. Level kemampuan itu, akan menunjukkan kewenangan dan tanggung jawab pada dunia kerjanya masing-masing. Kita berbicara farmasi tentunya seorang peracik obat itu juga membutuhkan asisten-asisten yang menyiapkan bahan-bahan dan dia tidak bisa kalau bukan dari kefarmasian. Jadi tidak akan terjadi walaupun namanya tenaga kesehatan, kalau dia masuk ke apotek tapi dia dari fisioterapi, sama-sama kesehatan. Jadi kefarmasian, ya, kita punya lingkup kerja, kewenangan, tanggung jawab tentang kefarmasian. Oleh karena itu, asisten tenaga kesehatan tidak akan berhenti sebagai asisten terus-menerus. Apabila dia mampu untuk meningkatkan kapasitasnya, sudah dijamin dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 8
2012 dan Perpres Nomor 8 Tahun 2012 bahwa pendidikan sepanjang hayat bisa dilakukan dengan mengabdi kepakaran seseorang, walaupun dia lulusan SMK, tapi dia persistence belajar terus-menerus pada saat dia bekerja. Kemudian, dia ingin diakui sebagai formal, maka dia pergilah ke perguruan tinggi. Pada saat pergi ke perguruan tinggi, perguruan tinggi ini akan menimbang dulu. Kalau dia sudah 10 tahun bekerja atau lebih, tentunya tidak akan sama pengetahuan, keterampilan bahkan sikap dan perilakunya dengan ketika dia lulus SMK. Oleh karena itu, kami mengusulkan keseluruh perguruan tinggi yang memiliki keprofesian yang jelas profesinya ada, itu memiliki instrumen untuk mengevaluasi orang-orang yang akan masuk, baik dia sebagai nanti di pelayanan, tenaga kerja yang sudah melakukan, kita sudah menandatangan tujuh kementerian, menandatangani tentang KKNI ini, kemudian di pendidikan juga demikian. Nah oleh karena itu, saya mengatakan tadi wajar, itu sudah tepat maksudnya, sudah tepat. Karena apa? Keinginan pelayanannya sekarang itu kita melakukan study banding dan sebagainya untuk … apa namanya … pelayanan seperti ini, harus memiliki apa? Nah, ketika kita lihat, kalau kemampuan ini yang diinginkan di pelayanan, maka itu harus klasifikasinya. SMK farmasi. Kemudian, Diploma III farmasi. Kemudian, sarjana Farmasi dan juga apoteker, bahkan analis, begitu. Nah, itu kemudian, vokasi memang betul, Pak. Jadi SMK itu memang vokasi, tapi Diploma I sampai Diploma IV juga vokasi, hanya vokasinya untuk higher learning di pendidikan tinggi. Yang membedakan adalah kemampuannya. Karena kemampuannya berbeda, maka pembelajarannya juga dibedakan, sehingga vokasi khusus mulai dari SMK sampai kepada Diploma IV bahkan dengan jalur yang ada sekarang di KKNI itu ditarik kita kepada master apply science, master terapan, dan doktor terapan. Itu semua untuk terapan dan untuk keahlian. Sedangkan yang S1, S2 yang sekarang kita kenal, itu adalah untuk menghasilkan keilmuan. Barangkali itu yang dapat saya sampaikan kepada Pemohon dan juga kepada Ketua dan Anggota Hakim. 18.
HAKIM ANGGOTA: SUHARTOYO Mohon izin melalui Pak Ketua tadi, kalau begitu persoalannya yang datang kemudian begini, Bu. Ketika mereka sudah bekerja sekian lama ya kan, sebelum undang-undang ini ada, bahkan setelah enam tahun undang-undang ini diberlakukan, tapi mereka kan tentunya tidak semua punya kemampuan untuk bisa menempuh jalur formal seperti yang Ibu sampaikan tadi, satu. Yang kedua, ada pengalaman-pengalaman yang memang tidak bisa kita elakkan, tidak bisa kita pungkiri bahwa mereka memang sudah semakin ahli di bidangnya, kan. Apakah kemudian mereka yang sudah 9
mempunyai masa kerja sekian tahun yang memang betul-betul sudah ahli, mungkin sudah seperti apoteker sekalipun barangkali, kan karena sebenarnya real-nya, Ibu, apoteker itu enggak pernah ada di apotek, ya kan? Ibu jangan tertawa tapi ini … kita jujur saja, kan. Yang ada di situ kan cuma asisten apoteker yang sebenarnya notabene juga lulusan sekolah farmasi, sekolah menengah farmasi itu, ya kan. Apakah mereka juga karena hanya semangat yang disampaikan ini, kemudian hanya karena ada syarat-syarat formal yang tidak terpenuhi, kemudian mereka serta-merta tergerus begitu saja tanpa melihat bagaimana reputasi selama ini selama dia sudah mempunyai masa kerja yang sekian lama, sementara untuk ke perguruan tinggi banyak hambatannya. Belum tentu kesempatan, mungkin barangkali yang lebih krusial masalah biaya. Apakah juga akan diabaikan begitu saja, Ibu? Itu yang kemudian barangkali merupakan bagian dari keluhan mereka-mereka yang mengajukan permohonan ini yang ada di belakang sana. Bagaimana pandangan Ibu? 19.
AHLI DARI PEMERINTAH: ILLAH SAILAH Pertama tentang keberadaan apoteker di apotik, seharusnya tidak demikian. Jadi saya mungkin tidak dalam kapasitas untuk berbicara tentang pelayanan, tetapi karena saya di sini sebagai ahli pendidikan tinggi. Setahu saya, beberapa teman saya yang menjadi apoteker, dia memang harus ada di apotek. Begitu nanti dia ada kesalahan memberikan obat, itu sanksinya juga sudah jelas seperti apa. Saya juga punya teman yang kena sanksi seperti itu. Kemudian masalah pendidikan. Hal ini dari sisi pendidikan memungkinkan seseorang itu untuk meningkatkan pendidikan lebih lanjut kapan pun, itu dari sisi pendidikan tinggi yang saya rasakan. Dan apalagi sekarang, dengan dia kesulitan karena jauh dari perguruan tinggi, maka pendidikan jarak jauh dengan e-learning atau e-courses itu sudah dimungkinkan, sehingga tereduksi yang namanya biaya-biaya dan sebagainya. Bahkan ketika dia harus selalu ada di dalam rumah sakit dan sebagainya maka dia mampu untuk melakukan itu. Tetapi kebolehjadiannya karena ini semua tenaga yang ada saat ini ada di dalam kementerian yang lain, saya tidak dapat memberikan pernyataan apa pun karena kewenangan saya hanya di pendidikan tinggi bahwa pendidikan tinggi membolehkan untuk pendidikan sepanjang hayat, kemudian education for all, kemudian juga pemerintah dari sisi pendidikan tinggi menyediakan regulasi untuk pemberian beasiswa, dan ini terulang kembali kepada kementerian yang memiliki tenaga kerja itu. Sebagai contoh, kalau di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, dulu SPG boleh jadi guru, setelah melihat ilmu dan teknologi semakin canggih, kemudian persaingan juga untuk mengajari siswa dengan 10
berbagai macam bentuk dan cara, maka sekarang diminta oleh UndangUndang Nomor 14 bahwa guru harus S1. Dengan demikian, kementerian tentunya bertanggung jawab terhadap kebijakan regulasi yang ditetapkan tersebut, maka Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melakukan berbagai upaya agar di 2015 ini selesai sudah masalah upgrading untuk S1 menjadi S2 karena dia menjadi dosen, kemudian yang Diploma I, Diploma II menjadi S1 atau Diploma IV untuk menjadi guru. Saya kira itu Bapak Hakim Yang Mulia yang bisa saya sampaikan. 20.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik. Cukup persidangan kali ini karena hanya mendengar satu orang ahli. Terima kasih Ibu Dr. Illah Sailah atas keterangannya pada persidangan Mahkamah Konstitusi. Sebelum saya mengakhiri persidangan, saya tanya ke Pemerintah apakah masih akan mengajukan ahli atau sudah cukup?
21.
PEMERINTAH: BUDIJONO Sudah cukup, Yang Mulia.
22.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Sudah cukup. Baik, kalau begitu ini sekarang ini adalah selesai seluruh rangkaian persidangan dalam Perkara Nomor 16/PUU-XIII/2015. Oleh karena itu pada Pemohon, pada Pemerintah perlu saya sampaikan bahwa DPR juga sudah memberikan keterangannya secara tertulis dan mungkin sudah diterima ya, Pemohon, sudah ya. Baik, Pemerintah juga sudah menerima keterangan dari DPR. Oleh karena itu yang terakhir Pemohon, Pemerintah, dan DPR bisa menyerahkan kesimpulan dari seluruh rangkaian ini persidangan ini. Kesimpulan bisa disampaikan ke Kepaniteraan tanpa melalui persidangan pada hari Jumat, 15 Mei tahun 2015 paling lambat pada pukul 14.00 WIB. Jadi, sekali lagi sudah tidak ada persidangan … sudah tidak ada persidangan. Kesimpulan dari Pemohon, dari Pemerintah, dan dari DPR tinggal diserahkan kepada Kepaniteraan paling akhir, paling lambat Jumat, 15 Mei 2015 pada pukul 14.00 WIB. Ya, Pemohon sudah cukup ya? Cukup. Pemerintah cukup?
11
Baik. Sidang selesai dan ditutup. KETUK PALU 3X SIDANG DITUTUP PUKUL 11.20 WIB Jakarta, 6 Mei 2015 Kepala Sub Bagian Risalah, t.t.d. Rudy Heryanto NIP. 19730601 200604 1 004
Risalah persidangan ini adalah bentuk tertulis dari rekaman suara pada persidangan di Mahkamah Konstitusi, sehingga memungkinkan adanya kesalahan penulisan dari rekaman suara aslinya.
12