MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 49/PUU-XIII/2015
PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA DAN UNDANGUNDANG NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA MENJADI UNDANG-UNDANG TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945
ACARA PEMERIKSAAN PENDAHULUAN (I)
JAKARTA RABU, 29 APRIL 2015
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 49/PUU-XIII/2015 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara [Pasal 119 dan Pasal 123 ayat (3)] dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang [Pasal 7 huruf t] terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 PEMOHON 1. 2. 3. 4.
Fredik Lukas Benu Deno Kamelus Saryono Yohanes Umbu Lili Pekuali, dkk
ACARA Pemeriksaan Pendahuluan (I) Rabu, 29 April 2015 Pukul 14.32 – 15.20 WIB Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat SUSUNAN PERSIDANGAN 1) Wahiduddin Adams 2) Patrialis Akbar 3) I Dewa Gede Palguna Achmad Edi Subiyanto
(Ketua) (Anggota) (Anggota) Panitera Pengganti
i
Pihak yang Hadir: A. Pemohon: 1. Deno Kamelus 2. Saryono Yohanes 3. Umbu Lili Pekuali 4. Kotan Y. Stefanus 5. Ishak Tungga 6. Bill Nope
ii
SIDANG DIBUKA PUKUL 14.32 WIB 1.
KETUA: WAHIDUDDIN ADAMS Baik, bismillahirrahmaanirrahiim. Sidang Perkara Nomor 49/PUUXIII/2015 dibuka dan terbuka untuk umum. KETUK PALU 3X Kami persilakan kepada Pemohon ini, ya. Enggak ada kuasanya? Semua langsung Prinsipal semua, ya, untuk memperkenalkan diri.
2.
PEMOHON: KOTAN Y. STEFANUS Yang saya hormati Para Hakim Konstitusi, izinkan kami memperkenalkan diri, kami Pemohon Prinsipal itu sesungguhnya berjumlah 14 orang, namun di petang hari ini yang hadir hanya tujuh orang itu ... hanya enam orang karena sebagian Pemohon Prinsipal dengan kesibukannya masing-masing yang tidak bisa hadir di sini dan mereka juga memohon maaf karena tidak bisa hadir. Pertimbangan yang lain juga mereka tidak bisa hadir juga karena jarak antara Kupang, NTT, dan Jakarta yang begitu jauh dan juga membutuhkan biaya yang sangat besar. Maka yang hadir kali ini tujuh orang ... enam orang. Izinkan saya memperkenalkan. Masing-masing atau di ... ya ... saya ini Pemohon Nomor 9, di sini tertulis Kotan Y. Stefanus, S.H., M.Hum. Nomor 6, Nomor 6, Pak. Ya, ya status saya PNS yang bekerja pada Universitas Nusa Cendana, Kupang, NTT. Oh, ya, kalau boleh saya diizinkan di samping kiri saya ini Dr. Deno Kamelus sebagai Pemohon Nomor 2 dalam permohonan kami, sekarang sebagai PNS pada Universitas Nusa Cendana dan Calon Bupati Manggarai … Kabupaten Manggarai. Ke depan nanti kalau tahun ini diselenggarakan Beliau sudah ikut proses itu. Sekarang berkedudukan sebagai Wakil Bupati Kabupaten Manggarai dua periode. Yang sebelahnya lagi, Pak Ishak Tungga, dalam permohonan kami Nomor Urut 9. Beliau juga berstatus sebagai dosen pada Fakultas Hukum Universitas Nusa Cendana, Kupang. Yang paling ujung kiri saya adalah Saudara Bill Nope, itu dengan Nomor Urut 14 dalam permohonan kami. Lalu di sebelah kanan saya, Dr. Umbu Lili Pekuali, dalam permohonan kami itu Nomor Urut 8. Beliau juga berstatus sebagai dosen pada Fakultas Hukum Universitas Nusa Cendana, PNS. Dan yang paling kanan saya ini, Dr. Yohanes ... Saryono Yohanes, yang dalam permohonan ini dengan Nomor Urut 11, beliau juga berstatus sebagai pegawai negeri
1
sipil yang bekerja pada Fakultas Hukum Universitas Nusa Cendana, Kupang. Terima kasih, Ketua Majelis. 3.
KETUA: WAHIDUDDIN ADAMS Baik, terima kasih sudah memperkenalkan. Jadi dari enam Prinsipal Pemohon ini ada ... dari 14, enam yang hadir langsung pada sidang hari ini. Agenda kita pada siang ini adalah pemeriksaan pendahuluan. Oleh sebab itu, pada Pemohon dipersilakan untuk menyampaikan pokok-pokoknya saja, jadi tidak perlu dibacakan keseluruhannya, tapi pokok-pokok dari permohonan ini. Kami persilakan.
4.
PEMOHON: KOTAN Y. STEFANUS Terima kasih, Ketua Majelis Hakim Konstitusi yang saya ... Yang Mulia. Izinkanlah saya menyampaikan pokok-pokok pikiran terkait dengan permohonan yang kami ajukan ke Mahkamah Konstitusi untuk di-review. Pikiran pertama kami bahwa ketika hadirnya Undang-Undang ASN (Aparatur Sipil Negara) dan juga Undang-Undang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wakil … dan walikota dan juga wakil walikota, dan juga dan ... Undang-Undang Pilkada, gitu, mungkin saya singkat Undang-Undang Pilkada, itu terdapat beberapa pasal yang antara lain ada pada Undang-Undang ASN maupun juga Undang-Undang Pilkada yang membatasi hak kami untuk sebagai PNS untuk terlibat dalam pilkada. Pembatasan yang diatur secara jelas, tegas, di dalam UndangUndang ASN maupun Undang-Undang Pilkada itu, kami anggap; 1. Bertentangan dengan ketentuan berkaitan dengan hak asasi kami sebagai warga negara yang boleh terlibat dalam proses pilkada, proses (suara tidak terdengar jelas) termasuk proses pilkada. 2. Kehadiran pasal-pasal itu terkesan seolah-olah diskriminatif terhadap sebagai PNS, gitu. Selengkapnya kami rumuskan di dalam ketentuan-ketentuan ... dalam permohonan kami itu, dan kami mengajukan tuntutan permohonan kepada Mahkamah Konstitusi untuk pertama, pasal-pasal itu tentunya dapat di-review kembali, dilihat kembali, dan kalau perlu dibatalkan ... dikabulkan, dan kami mengharapkan dari proses peradilan ini muncullah ketentuan yang memungkinkan bahwa kalau setiap PNS itu terlibat dalam proses pilkada, mereka cukup diberhentikan dalam jabatan ... jabatannya saja. Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 yang lalu itu. Saya kira itulah isi singkat dari permohonan kami. Terima kasih, Majelis.
2
5.
KETUA: WAHIDUDDIN ADAMS Baik. Jadi, ada dua undang-undang yang dimohonkan pengujiannya. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN, Pasal 119 dan 123 ayat (3), kemudian Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tentang Pemilihan Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati, dan Walikota, ya. Untuk hal ini, pada kesempatan sidang pemeriksaan pendahuluan, Panel Majelis Hakim akan memberikan nasihat untuk perbaikan dari permohonan ini. Hal-hal mana nanti dicatat, diperhatikan, atau dipertimbangkan untuk penyempurnaan dari permohonan yang sudah diajukan ini. Untuk itu kami persilakan, Pak Palguna Yang Mulia Hakim Konstitusi.
6.
HAKIM ANGGOTA: I DEWA GEDE PALGUNA Baik, terima kasih, Yang Mulia Bapak Ketua. Saudara Pemohon, ini Pak Deno ini kakak kelas saya dulu di UNPAD ini waktu S2, tapi konteksnya di sini dia mengajukan permohonan sebagai PNS di anu, ya. Sekarang jadi wakil bupati ya, Pak? Di mana? Oh, di Manggarai, oh ya, ya. Oh, sudah dua periode, ya. Sekarang mau anu … naik jabatan gitu jadi wakil? Wakil jadi ini … satu-satunya wakil yang enggak mau diganti mungkin wakil rakyat, kan? Susah kalau jadi rakyat. Begini, pertama, kami tentu saja … ini tidak boleh membatasi hak warga negara untuk mengajukan permohonan ini, tetapi mungkin BapakBapak juga sudah tahu beberapa Putusan Mahkamah sudah … bukan beberapa lagi, sudah berkali-kali, ya, Yang Mulia, ya, ada putusan mengenai soal ini, walaupun dalam undang-undang yang berbeda … dalam undang-undang yang berbeda … apa namanya … dan itu ditolak sama ini, nah ini. Ini mohon jadi bahan pertimbangan, artinya kasihan toh kalau dari jauh-jauh nanti misalnya dari NTT, kemudian ke Jakarta … ya, itulah. Walaupun sebenarnya kalau misalnya perkara ini berlanjut, sebenarnya tidak perlu juga datang ke Jakarta, bisa juga lewat video conference kan. Di Nusa Cendana kalau enggak salah ada, ya, nah itu bisa lewat sana, gitu, ya. Kecuali ada gangguan cuaca misalnya gitu, ya, tapi bisa ini. Itu memang dimaksudkan untuk mempermudah persidangan. Tapi kan sebelum masuk sana ini kan masih pemeriksaan pendahuluan dulu, kita anu … sehingga nasihat kami yang pertama adalah itu. Mohon dipertimbangkan, apakah ini mau diteruskan atau bagaimana? Karena kami sudah ada putusan tentang hal itu, sudah beberapa kali. Sehingga, khawatir juga walaupun tidak ada larangan … tidak ada larangan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi bisa berubah, 3
yang penting kan alasan perubahannya itu, itu yang menyebabkan, ya. Tapi, kalau terlalu dekat kan ini juga … kan tidak … rasanya kecil perubahan itu, ya. Misalnya … ya apa lagi kita, ya, dengan tradisi yang masih dominan, tradisi civil law, gitu ya, orang di negara yang menganut prinsip common law saja yang strict menerapkan asas preseden, putusan pengadilan bisa juga berubah, presedennya bisa berubah, tetapi itu memerlukan waktu dan alasan yang kuat untuk perubahan itu. Nah, berkaitan dengan ini sudah ada beberapa kali putusan Mahkamah mengenai soal itu, jadi pertama mohon dipertimbangkan. Nah, artinya tidak ada dosa kalau mau menarik permohonan ini, begitu ya. Kami juga wajib menasihatkan itu, menurut Pasal 39 Undang-Undang MK karena memberikan nasihat kepada Pemohon maupun permohonannya, begitu ya. Yang berikutnya, kalau toh ini mau berlanjut, ini ada … ada beberapa hal yang mesti dijelaskan, begitu kan. Yang pertama, tentu pada uraian tentang kewenangan tidak ada masalah. Kemudian, pada uraian mengenai legal standing, nah di sini penting untuk diklirkan karena yang mempunyai legal standing itu kan bisa bermacam-macam. Mulai dari perseorangan warga negara Indonesia, kemudian juga kesatuan masyarakat hukum adat, lembaga negara, badan hukum publik maupun privat. Nah, yang masing-masing itu hak konstitusionalnya berbeda-beda. Kalau sebagai perseorangan warga negara Indonesia, nah maka menurut Pasal 51 ini kan mereka yang merasa hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya undangundang. Nah, oleh karena itu maka, setelah Anda menguraikan Pasal 51 ini di halaman 5, ya, itu sebaiknya diikuti dengan ketentuan yang Anda mohonkan pengujian supaya tampak di mana kira-kira kerugiannya itu, Anda sebagai perorangan warga negara Indonesia dengan status sebagai PNS ada pasal ini, nah kelihatan. Karena di belakangnya nanti ada kewajiban untuk menguraikan. Satu. Bahwa Anda mempunyai hak konstitusional yang secara spesifik harus disebutkan di sini yang mana yang dirugikan. Hak itu dianggap dirugikan oleh berlakunya undang-undang ini, baik bersifat aktual maupun potensial yang menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan akan terjadi. Nah, itu. Kemudian, ada hubungan sebab-akibat antara kerugian itu dan kalau permohonan dikabulkan kira-kira kerugian itu tidak akan atau tidak lagi terjadi, kan begitu. Nah, di situ harus tampak di halaman 5, khususnya setelah uraian tentang kualifikasi sebagai perorangan warga negara Indonesia dalam hal ini disambung dengan pasal yang diuji, sehingga tampak kaitannya. Berikutnya, nah, kalau soal argumentasi permohonan, kami tentu tidak bisa ikut campur karena itu tergantung perspektif dari Pemohon, Anda mau melihat dari mana? Kami tentu mempunyai sudut pandang juga yang belum tentu sama dengan Pemohon, tapi enggak boleh kami 4
kemukakan di sini, kan. Nah, itu karena nanti itu harus disampaikan dalam putusan. Nah, itu silakanlah kalau di dalam membangun argumentasi ini, silakan. Tetapi buatlah itu lurus begitu, ya antara legal standing, kemudian alasan permohonan, sehingga benar-benar menampakkan di situ memang ada pertentangan, begitu, kalau mau ini diteruskan sekali lagi. Nah, berikutnya, saya kira itu hal yang penting yang saya mau sampaikan. Tetapi sekarang ke agak teknis substantif juga, ke diktum atau petitum permohonan. Di halaman 11, ya, halaman 11, di sini permintaannya adalah ya, tentu untuk mengabulkan, saya kira di … kalau di petitum itu tidak usah lagi dicantumkan bertentangan dengan pasal berapa, pasal berapa, tapi cukup dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 begitu saja. Dan kemudian, pertentangannya dulu disebutkan, baru yang kemudian undang-undang ini tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, itu permintaannya. Nah, petitum nomor 3, kalau mau konsisten seperti cara merumuskan petitum di angka 2, mestinya disebutkan juga dengan jelas, Pasal 7 huruf f undang-undang nomor berapa, lembaran negara begini, begini, begini, dan seterusnya, biar konsisten dengan yang di atas yang nomor 2 kalau mau begitu. Sama juga bertentangan dengan UndangUndang Dasar Tahun 1945, kemudian ulang lagi pernyataannya begitu, tapi kali ini Pemohon tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, begitu kan. Nah, kalau itu saya kira standar. Yang menjadi masalah kemudian adalah petitum nomor 4 dan nomor 5, angka 4 dan angka 5. Menyatakan dan memutuskan bahwa pegawai ASN dan PNS yang hendak mencalonkan diri atau dicalonkan menjadi calon gubernur dan seterusnya itu wajib memberitahukan … memutuskan bahwa … dan menyatakan dan memutuskan bahwa ASN dan PNS yang hendak mencalonkan diri, ini kok sepertinya kalimatnya belum selesai ini. Coba dibaca! Coba kita baca bersama. “Menyatakan dan memutuskan bahwa pegawai ASN dari PNS yang hendak mencalonkan diri dan/atau dicalonkan menjadi calon gubernur, calon wakil gubernur, calon bupati, calon wakil bupati, dan calon wakil walikota wajib memberitahukan pencalonannya kepada pimpinan instansinya dan diberhentikan dari jabatan … dari jabatan negeri.” Bagaimana maksudnya ini? Menyatakan dan memutuskan bahwa … jadi, Anda minta diberhentikan? Ah, entar, sebentar, nanti itu nanti ditangani terkahir. Itu satu. Nanti dijelaskan. Yang angka 5. Kalau angka 5, “Menyatakan dan memutuskan bahwa pegawai ASN dari PNS yang telah ditetapkan oleh KPU sebagai pemenang atau terpilih dalam pemilihan langsung gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, walikota, wakil walikota dapat menjalankan tugasnya sebagai gubernur, wakil gubernur, bupati. Nah, kalau pun ini benar rumusannya adalah seperti ini, maka tampaknya permohonan ini lebih tepat merupakan permohonan 5
legislative review daripada judicial review. Karena kan kalau di sini kami tidak boleh merumuskan norma. Yang bisa merumuskan norma itu adalah pembentuk undang-undang, DPR bersama dengan presiden, makanya kami disebut negative legislator. Mereka yang merumuskan, kami cuma bisa mencoret. Kalau kami menganggap atau Mahkamah menganggap itu bertentangan dengan Undang-Undang Dasar. Tetapi kalau rumusannya seperti ini, kan seolah-olah supaya Mahkamah ini me … me … membuat putusan yang merumuskan begitu. Ah, itu tidak bisa karena bukan … bukan kewenangan kami untuk itu. Nanti memperkaya kewenangan sendiri nanti itu. Dan belum tentu ditarik, kan gitu kalau ini. Karena bukan kewenangan, nanti keliru nanti. Nah, itu bagian yang mesti di … diperbaiki sekiranya memang ini hendak mau diteruskan. Tapi nasihat saya yang … yang utama itu adalah yang pertama kali saya sampaikan tadi, Mahkamah ini sudah beberapa kali menguji permohonan ini dalam undang-undang yang berbeda, tetapi dengan substansi yang sama dan putusannya kita tahu semua, itu putusannya menolak. Artinya, mohon dipertimbangkan lagi apakah akan ini diteruskan ataukah bagaimana gitu, ya? Kalau diteruskan, nasihat saya seperti yang tadi itu. Demikian saya kira, Yang Mulia Pak Ketua. 7.
KETUA: WAHIDUDDIN ADAMS Yang Mulia Pak Palguna. Selanjutnya, Yang Mulia Dr. Patrialis Akbar.
8.
HAKIM ANGGOTA: PATRIALIS AKBAR Terima kasih, Pak Ketua. Ini Para Pemohon, ya. Sebetulnya bangsa ini memang membutuhkan orang-orang yang cerdas, cendikiawan, intelektual, para pemikir untuk bisa memimpin daerah dalam posisi kepala-kepala daerah. Dan saya lihat Para Pemohon ini adalah bagian dari harapan kita sebetulnya karena ada … masih ada kepala daerah yang tamat SMA nekat untuk bisa menjadi calon. Oleh karena itu, ya meskipun itu adalah ranah politik, tapi kan memang Mahkamah telah membuka pintu pada para tokoh-tokoh masyarakat untuk bisa berperan serta secara aktif untuk bisa maju dengan cara-cara independent itu. Peluangnya kan sudah baik, ya. Ya, saya ingin menambahkan yang disampaikan oleh Yang Mulia Pak Palguna tadi. Nanti Para Pemohon tolong dicatat, lihat putusan salah satu di antaranya adalah Putusan Nomor 12/PUU-XI/2013. Nanti tolong dibaca di dalam pertimbangan hukumnya halaman 45.
6
Jadi, putusan Mahkamah ini kan sifatnya erga omnes. Jadi, mengikat semua pihak, tanpa kecuali presiden, DPR, dan hakim MK juga. Saya dulu sebelum jadi Hakim MK, banyak hal yang saya tidak sependapat dengan putusan-putusan MK dengan visi saya sendiri. Tapi setelah saya masuk jadi Hakim MK, saya terikat dengan putusan itu. Banyak hal. Karena memang kita harus tunduk dengan putusan Mahkamah secara institusi. Jadi, nanti mungkin bisa dilihat kembali hal yang saya sampaikan tadi pada Bapak sekalian. Kalau boleh saya ingin memberikan satu, ya semacam tukar pikiranlah kita di tempat ini, ya. Sesuai dengan permohonan Pemohon ya, ini dalam rangka memberikan semangat ini, support ini untuk bisa betul-betul niat untuk membangun daerah kita masing-masing di negeri tercinta ini. Kalau kita baca dalam normatif undang-undang yang dilakukan pengujian pada hari ini, itu kan pada dasarnya si Pemohon itu kan memang wajib menyatakan pengunduran diri. Nah, wajib menyatakan pengunduran diri itu, itu kan undang-undang memberikan posisi itu kepada calon, tetapi kan juga tidak ada ... saya mohon maaf kalau salah, kan tidak berarti harus berhenti, ya kan? Kalau menyatakan mengundurkan diri, ya, bikin surat pernyataan mengundurkan diri. Itu bagaimana koordinasi bapak-bapak dengan atasannya, mau melanjutkannya apa enggak pengunduran dirinya. Yang terjadi selama ini dalam praktik yang saya juga saksikan, ketika mereka menjadi calon anggota legislatif, mereka ajukan pengunduran diri karena itu berlaku untuk semuanya bukan hanya pembatasan kepada pegawai negeri saja, ya kan? Mengundurkan diri, dia tetap ajukan, tapi karena dia koordinasi dengan pimpinannya bagus, pimpinannya itu disimpan sama pimpinannya. Karena tidak ada kewajiban pimpinannya memberhentikan toh? Kan kewajiban mengundurkan diri. Tapi kalau pimpinannya berkenan menunda pemberhentiannya, ya, enggak jalan, enggak berhenti kalau dia enggak jadi. Tapi kalau pimpinannya itu langsung mengajukan kepada BKN misalnya, ya berhenti. Jadi ada dua konsekuensinya, bisa berhenti, bisa enggak. Pengalaman kita begitu. Banyak yang terjadi para calon anggota DPR, anggota DPD yang dari pegawai negeri. Sebetulnya ketika dulu kita mau membahas undang-undang waktu saya juga menjadi anggota legislatif, justru kita malah berharap sebetulnya sumber daya manusianya itu banyak dari birokrasi-biroktasi ini, dari birokrat ini, baik itu yang ada di daerah maupun yang ada di pusat. Mereka-mereka yang berada pada posisi eselon I dirjen, itu kan adalah orang-orang yang memang sudah dianggap mampu menguasai persoalan bangsa ini. Kalau menterinya kan kebijakan, policy. Sedangkan semua persoalan teknis ada pada dirjen. Itulah orang-orang pintar. Tapi karena memang mereka 7
enggak mau mundur, mereka enggak mau juga mencalonkan diri karena takut rugi, kan begitu. Ini pendapat saya pribadi, ya, jadi jangan Bapak jadikan ini sebagai pendapat mahkamah, makanya saya katakana, saya ingin dialog terhadap persoalan ini. Sebab ketika kita bicara masalah pembatasan terhadap hak seseorang warga negara, Bapak sudah mengatakan, “Ini adalah pembatasan kita ini, diskriminatif, tidak ada kesamaan di depan hukum dan pemerintahan,” ya kan? Sementara itu adalah hak-haknya kita. Kalau kita mencoba melihat berbagai macam undang-undang, berbagai macam undang-undang di negara kita ini, boleh dikatakan seluruh undang-undang yang mengatur tentang masalah positioning seseorang berada pada lembaga negara, baik itu lembaga negara yang ada dalam Undang-Undang Dasar maupun juga lembaga negara yang dibentuk oleh undang-undang, maupun lembaga pemerintahan yang dibentuk oleh undang-undang. Begitu mereka ada di sana, mereka juga dibatasi. Untuk melakukan apa pun sesuai dengan fungsinya, misalnya kalau anggota DPR, pertama, dia dibatasi, dia tidak boleh juga menjadi hakim, tidak boleh menjadi notaris, juga tidak boleh menjadi dokter aktif, dia tidak boleh menjadi pengacara, anggota DPD juga begitu, dibatasi hak-haknya. Tapi itu kan bukan dimaknai itu mengekang hak asasi manusia, tapi itu namanya pembatasan. Jadi memang ada pilihan dalam kehidupan ini, kita mau berada pada posisi mana? Kan begitu. Kalau kita memilih ini, aturannya mengatakan seperti ini. Kalau kita memilih ini, aturannya seperti ini. Untuk memilih itu adalah kebebasan kita, kan tidak ada suatu kewajiban kita harus masuk pada posisi tertentu, kan begitu. Hampir semua lembaga negara, pejabat negara, saya sudah catat, tidak ada yang tidak dibatasi, termasuk kami-kami Para Hakim Konstitusi. Saya dulu background-nya partai politik, sekarang saya tidak boleh menyentuh dan tersentuh sedikit pun dengan partai politik. Tapi bukan berarti hak dan kebebasan saya dikekang oleh undang-undang karena memang begitu sistem yang kita mainkan, kan begitu. Bahkan tidak boleh satu pun yang merangkap jabatan, kami Hakim-Hakim Konstitusi tidak boleh menjadi komisaris yang ada di pemerintahan atau badan BUMN-BUMN, bahkan tidak boleh bikin usaha. Usaha pun enggak boleh, Hakim Konstitusi. Tapi itu kan bukan berarti pelanggaran HAM, tapi itu adalah sistem. Makanya Yang Mulia Pak I Dewa Gede Palguna ingin mengingatkan dulu kepada kita, kepada Para Pemohon bahwa begitulah kondisinya Mahkamah telah mempertimbangkan dengan seksama dan agak terang, gitu, pertimbangan hukumnya itu. Jadi dari saya demikian. Penafsiran saya mengundurkan diri, ya. Kalimatnya limitatif mengundurkan diri. Berhenti apa enggak, itu urusan pimpinan Bapak. Banyak juga teman-teman yang maju. Begitu dia enggak lolos, dia kembali lagi jadi pegawai negeri. Banyak, saya tahu itu, 8
Pak. Tapi sekali lagi itu penafsiran saya secara pribadi, tapi tentu konsekuensinya harus kita terima. Kalau memang ternyata pengunduran diri kemudian pimpinannya takut enggak melanjutkan, dia lanjutkan ya tentu kita selesai di situ ya. Walaupun bangsa ini membutuhkan orangorang yang kayak Para Pemohon ini. Saya kira demikian, terima kasih, Pak. 9.
KETUA: WAHIDUDDIN ADAMS Terima kasih, Yang Mulia Pak Dr. Patrialis. Saya ingin juga menambahkan dalam hal permohonan ini akan diteruskan, ya. Tentu ada perbaikan-perbaikan, namun hal yang disampaikan oleh kedua Hakim Yang Mulia tadi bahwa sudah ada Putusan-Putusan MK terkait ketika Pengujian Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dulu, tadi sudah disinggung juga oleh Pemohon, dan sekarang karena undang-undangnya nomornya baru ya, Nomor 5 Tahun 2014 dan Nomor 8 Tahun 2015 terkait ketentuan mengenai PNS yang akan menjadi atau mencalonkan diri menjadi gubernur-wakil gubernur, bupati-wakil bupati, walikota-wakil walikota, dan juga bahkan presiden atau wakil presiden. Nah, di sini dikemukakan bahwa pasal yang diuji Nomor 119 dan 123 di Undang-Undang ASN dan di Undang-Undang Pilkada ya boleh dikatakan, tapi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 itu bersifat diskriminatif dan melanggar hak konstitusional, ya. Yang dibandingkan itu adalah ketika PNS mencalonkan bupati dan wakilnya, walikota dan wakilnya, gubernur dan wakilnya, itu harus mengundurkan diri. Sementara PNS yang diangkat juga pejabat negara, seperti MK, ketua, wakilnya, dan anggota, MA, dubes, itu diberhentikan sementara dan tidak kehilangan status. Ini kan begitu dibandingkan ini diskriminatif, begitu ya. Nah, coba itu diuraikan. Kalau memang diteruskan di mana apa … diskriminatifnya ya. Dilihat dari berbagai apa … sisi ya karena di sini disebut. Tapi saya lihat enggak dipertajam, hanya sekali selintas dikemukakan ini diskriminatif karena perlakuan yang berbeda ketika yang disebut ada pemilihan langsungnya untuk jabatan-jabatan yang disebutkan itu harus mengundurkan diri. Sementara yang diangkat di MK, kemudian yang di MA, atau duta besar itu cukup diberhentikan sementara dan tidak kehilangan status. Sehingga kalau dia sudah nanti bisa jalan lagi argonya, gitu ya. Sementara yang ... ini kan mati mesinnya kan, sudah enggak bisa jalan lagi. Nah, itu saya kira maksud dari Pemohon karena posisi dari Pemohon ini semuanya PNS dan saya yakin masih muda-muda ini. Ya artinya meskipun mungkin dua kali jadi wakil, nanti dua kali bupatinya masih ada kesempatan mungkin ya, apalagi kalau guru besar kan bisa sampai 70 itu ya. Sayang sekali, gitu kan ya. Nah, hal-hal ini yang dimohonkan pengujiannya. Nah, coba dielaborasi hal-hal seperti itu.
9
Nah, kemudian ya dipertajam misalnya kerugian yang potensial dan kerugian materiil itu. Apa hanya itu kerugiannya? Potensial nanti kalau … kan diberhentikan sementara juga enggak jalan gajinya. Sama sekali ya, tidak jalan apa … hak-hak keuangannya enggak jalan karena sebetulnya. Tapi kerugiannya itu adalah kalau nanti dia selesai, potensial dia tidak bisa melanjutkan. Tapi kalau ini ya sama kan, diberhentikan sementara karena dibandingkan dengan yang diangkat jadi Hakim MK, atau MA, atau duta besar tadi. Jadi pada waktu diberhentikan sementara dengan itu pada kerugian apa … riilnya sama. Hak-hak keuangannya kan jalan. Nah, tapi memang kalau dia diberhentikan sementara, nanti kalau masih belum mencapai usia pensiun, kan bisa lagi hidup ... apa ... mesinnya. Gitu kan, ya? Di-starter lagi bisa, gitu kan? Nah, ini coba diuraikan karena ... kalau hal ini mau dilanjutkan. Diuraikan kerugian-kerugian lain. Karena di sini disebutkan hanya beda antara jadi ... apa ... bupati, gubernur, walikota dengan kalau juga pejabat negara sebagai Hakim MA, atau Hakim MK, atau duta besar, jabatan publik itu. Coba diuraikan hal-hal kerugian itu. Saya kira itu saja tambahan. Hal-hal teknis lainnya, ya tadi sebetulnya sudah disampaikan juga oleh kedua Yang Mulia bahwa petitum nomor 2, dan 3, dan 4, dan 5 itu jadi sepertinya ... apa ... tidak sinkron, gitu ya? Apalagi 4 dan 5 itu, lalu kita akan memosisikan sebagai positif legislator, ya? Sementara, ini seolah-olah juga berlaku secara bersyarat. Nah, coba dirumuskan, saya kira banyak ... apa ... modelmodel atau sudah ... apa ... modul, ya? Enggak lagi model, jadi sudah modul contoh dari petitum-petitum yang selama ini dipakai dalam beracara di MK. Itu hal-hal yang ini ... kita ingin kemukakan. Dan sesuai ketentuan, jika ada perbaikan terhadap permohonan ini, ini ada waktu 14 hari. Jadi, sampai dengan Selasa, 12 Mei 2015, diserahkan kepada Kepaniteraan. Ya, pukul 15.00 WIB, ya? Ya. Namun, andai bahwa lebih cepat juga bagus. Dan juga jika tidak ada perbaikan, maka yang diterima yang permohonan hari ini, ya? Itu saya kira yang dapat kami kemukakan. Ada hal-hal yang ingin disampaikan? Silakan. 10.
PEMOHON: KOTAN Y. STEFANUS Yang Mulia Majelis Hakim Konstitusi. Pertama sekali, kami Tim Pemohon menyampaikan terima kasih atas catatan-catatan kritis dan juga pertimbangan-pertimbangan yang disampaikan untuk kami kembali merenungkan kembali, maju terus atau mudur. Kalau maju, tentunya dengan konsekuensi ada sejumlah hal yang harus kami lakukan revisi sesuai dengan kesalahan-kesalahan yang disampaikan itu. Sekali lagi, kami menyampaikan terima kasih dan ada beberapa catatan lagi. Mungkin juga ingin saya sampaikan bahwa saat ini juga 10
kami telah membawa catatan-catatan pikiran dari saksi/ahli yang akan kami ajukan itu, apakah boleh akan kami sampaikan juga, gitu? 11.
KETUA: WAHIDUDDIN ADAMS Ya, setelah sidang hari ini, lalu Panel ini akan melaporkan kepada Rapat Permusyawaratan Hakim. Kemudian, setelah perbaikan, apakah ini dilanjutkan dengan Pleno, yang di Pleno itu nanti diberikan kesempatan Pemohon untuk … apa … mengajukan ahli atau saksi, juga pemerintah. Tapi, jika nanti RPH melihat, tadi karena sampaikan sudah ada putusanputusan yang lalu, tidak dilanjutkan, ya tentu perlu Pemohon … apa … ahli-ahli itu ya tidak diperlukan, gitu, proses itu lagi, ya.
12.
PEMOHON: KOTAN Y. STEFANUS Oke.
13.
KETUA: WAHIDUDDIN ADAMS Ya, mungkin … silakan.
14.
HAKIM ANGGOTA: PATRIALIS AKBAR Jadi, sebetulnya yang pernah diputus itu substansinya, Pak. Hal yang sama, walaupun undang-undang ini, berkenaan dengan ini, belum. Tapi kan kalau MK itu kan melihat satu-kesatuan ya, satu-kesatuan. Nah, ini merupakan bahanlah. Gitu, ya?
15.
KETUA: WAHIDUDDIN ADAMS Baik. Kalau ... cukup ya, Pak?
16.
PEMOHON: KOTAN Y. STEFANUS Ya. Mungkin juga satu hal yang … mumpung lagi pada Sidang Pendahuluan ini juga beberapa hal yang mungkin kami sampaikan untuk mendapatkan pertimbangan dari Yang Mulia Majelis Hakim ini. Terkait dengan andai kata kalau kami melanjutkan lagi langkah ini, kemungkinan. Tadi seperti yang disarankan oleh Yang Mulia Ketua Majelis bahwa kami boleh menggunakan fasilitas video conference di Kupang, gitu. Mungkin bahkan kami juga akan me … menawarkan, menyampaikan kepada Majelis, pemeriksaan saksi/ahli atau pun juga sejumlah dokumen, itu juga apakah boleh kami lakukan dari … dari Kupang, gitu?
11
17.
KETUA: WAHIDUDDIN ADAMS Kalau dokumennya dikirimkan ke Mahkamah, di Kepaniteraan. Tapi, nanti kalau lanjut dengan Pleno, kita adakan adanya pengajuan Ahli atau Saksi yang dapat difasilitasi dengan peralatan video conference yang ada di Universitas Nusa Cendana, jadi nanti setelah 14 hari dan ada perbaikan, Pemohon akan dapat apa … informasi mengenai kelanjutan dari permohonan pengujian undang-undang ini.
18.
PEMOHON: KOTAN Y. STEFANUS Ya, terima kasih, Majelis.
19.
KETUA: WAHIDUDDIN ADAMS Ya.
20.
PEMOHON: KOTAN Y. STEFANUS Kalau saya boleh mohon izin, ada teman saya Pemohon yang lain mau bicara lagi, Pak. (Suara tidak terdengar jelas), silakan.
21.
PEMOHON: DENO KAMELUS Baik, terima kasih. Yang Mulia Hakim Mahkamah Konstitusi, Para Pemohon sidang pengadilan Mahkamah Konstitusi yang saya hormati. Pertama, ya puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena kami pada sore hari ini bisa hadir di sini bertemu dengan ... dengan Yang Mulia Para Hakim Mahkamah Konstitusi. Lalu kemudian, pada acara agenda pemeriksaan pendahuluan ini, kami mendapat cukup banyak saran dari Yang Mulia Para Hakim Mahkamah Konstitusi. Satu hal yang mungkin saya mau sampaikan juga pada kesempatan ini, walaupun tadi disampaikan oleh Yang Mulia Hakim Pak Patrialis Akbar bahwa pendapat pribadi mengundurkan diri, itu adalah memberikan posisi kepada seorang Pegawai Negeri Sipil. Tetapi kemudian, apakah atasannya menyetujui pengunduran diri atau tidak, itu kan tidak diatur di dalam undang-undang. Lalu kemudian, diberi beberapa pengalaman selama ini bahwa ada yang mengundurkan diri, tetapi dalam perjalanannya, pengunduran diri tidak disetujui dan kemudian yang bersangkutan aktif kembali sebagai pegawai negeri sipil.
22.
HAKIM ANGGOTA: PATRIALIS AKBAR Tapi ada juga yang berhenti, Pak.
12
23.
PEMOHON: DENO KAMELUS Ada juga yang berhenti. Artinya, di situ ada ruang yang bisa berhenti, bisa tidak, begitu. Maksud saya bahwa mungkin soal ini juga nanti akan kami uraikan di dalam materi gugatan kami, kalau ini dilanjutkan. Tentu dengan harapan juga pikiran-pikiran dari Yang Mulia Hakim Mahkamah Konstitusi ini juga, itu mungkin juga nanti akan kelihatan di dalam pertimbangan-pertimbangan, walaupun itu mungkin juga bukan merupakan sesuatu yang punya hubungan langsung dengan amar. Tetapi kalau itu merupakan pikiran dari seorang Hakim Mahkamah Konstitusi dan itu dituangkan dalam sebuah dokumen resmi, mungkin ini juga akan menjadi referensi bagi siapapun di negara ini untuk kemudian melihat bahwa pilihan tadi itu bisa, ya, bisa tidak. Terutama dalam kaitan pemberhentian, kenapa begitu? Karena bagi kita sebenarnya, kalau seandainya memang merujuk pada putusan-putusan yang sudah ada, katakan putusan Nomor 12 dan seterusnya, di situ kemudian juga memang sudah diputuskan walaupun di undang-undang yang berbeda, tetapi dilihat dari substansinya mengarah kepada hal yang sama, maka kemungkinan juga ini nasibnya akan sama, tetapi dalam satu yang tadi disampaikan oleh Yang Mulia, maka saya kira ada ruang lain di situ yang juga bisa dikembangkan dalam kehidupan ketatanegaraan di negeri ini. Yang kemudian, memang saya melihat ... apa namanya ... ya, membatasi secara aktual memang hak-hak dari pegawai negeri sipil untuk masuk di dalam arena politik, terutama yang berhubungan dengan pemilihan gubernur, bupati, walikota dan wakil gubernur, bupati, walikota. Terima kasih banyak atas pikiran ini, terima kasih banyak atas saran-saran juga, nanti kami akan pertimbangkan di dalam perbaikanperbaikan untuk gugatan-gugatan ini. Meskipun memang setelah bangsa ini 70 tahun merdeka, pikirannya terlambat untuk kemudian, pegawai negeri sipil harus dibatasi. Mestinya sejak tahun 1945, itu sejak saat itu juga bahwa PNS itu tidak boleh berpolitik, begitu. Tapi setelah 70 tahun, setelah bangsa ini berkembang seperti sekarang juga ada PNS sekarang di dalam, lalu kemudian mereka dilarang untuk tidak boleh berpolitik. Jadi itu yang eranya politisi, bukan eranya teknokrat, gitu ya. Jadi saya kira ini, pikiran saya dan sekali lagi terima kasih, banyak kami diberi kesempatan untuk hadir di sini, terutama saya yang selama ini nonton saja dari televisi, Mahkamah Konstitusi, dan sekarang bisa sempat untuk hadir di sini dan ketemu dengan Yang Mulia Pak Palguna juga dan Pak Patrialis, yang saya tahu juga yang sama-sama satu perguruan, begitu ya. Terima kasih.
13
24.
KETUA: WAHIDUDDIN ADAMS Cukup, ya? Ya, baik. Apa yang kami sampaikan terkhir tadi bahwa perbaikan permohonan diserahkan Kepaniteraan paling lambat 14 hari sejak hari ini, artinya tanggal 12 Mei 2015 dan setelah itu nanti akan kami sampaikan informasi kelanjutan dari … permohonan pengujian undang-undang ini. Saya kira dengan demikian, sidang hari ini selesai dan dinyatakan ditutup. KETUK PALU 3X SIDANG DITUTUP PUKUL 15.20 WIB Jakarta, 29 April 2015 Kepala Sub Bagian Risalah, t.t.d. Rudy Heryanto NIP. 19730601 200604 1 004
Risalah persidangan ini adalah bentuk tertulis dari rekaman suara pada persidangan di Mahkamah Konstitusi, sehingga memungkinkan adanya kesalahan penulisan dari rekaman suara aslinya.
14