2015

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 62/PUU-XIII/2015

PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1960 TENTANG PERATURAN DASAR POKOK-POKOK AGRARIA TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

ACARA PEMERIKSAAN PENDAHULUAN (I)

JAKARTA SENIN, 8 JUNI 2015

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 62/PUU-XIII/2015 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar PokokPokok Agraria [Pasal 7, Pasal 9 ayat (2), dan Pasal 17 ayat (1)] terhadap UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 PEMOHON 1. Bambang Sudibjo 2. Cholil 3. Suhardi, dkk ACARA Pemeriksaan Pendahuluan (I) Senin, 8 Juni 2015 Pukul 14.21 – 14.45 WIB Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat SUSUNAN PERSIDANGAN 1) Patrialis Akbar 2) Maria Farida Indrati 3) Manahan MP Sitompul Syukri Asy’ari

(Ketua) (Anggota) (Anggota) Panitera Pengganti

i

Pihak yang Hadir: A. Pemohon: 1. Bambang Sudibjo B. Kuasa Hukum Pemohon: 1. Muhammad Sholeh 2. Imam Syafii

ii

SIDANG DIBUKA PUKUL 14.21 WIB 1.

KETUA: PATRIALIS AKBAR Bismillahirrahmaanirrahiim. Sidang Perkara Nomor XIII/2015 dibuka dan dinyatakan terbuka untuk umum.

62/PUU-

KETUK PALU 3X Pemohon, silakan perkenalkan diri dulu siapa yang hadir. 2.

KUASA HUKUM PEMOHON: MUHAMMAD SHOLEH Terima kasih, Yang Mulia. Yang hadir kami dari kuasa hukum, saya Muhammad Sholeh. Sebelah kanan kami Bapak Imam Syafii. Sebelah kiri kami Prinsipal, Yang Mulia, Drs. Bapak Bambang Sudibjo. Terima kasih.

3.

KETUA: PATRIALIS AKBAR Pak Bambang Sudibjo, ya, saya kira mantan menteri keuangan. Baik, hari ini kita sidang pendahuluan, Saudara diberikan kesempatan untuk menjelaskan secara garis besarnya saja. Pertama, berkenaan dengan legal standing-nya. Yang kedua mengenai pokok perkara, tapi garis besarnya saja, ya, enggak usah dibacakan, kalau dibacakan itu kita sudah baca. Jadi kalau kuasa hukumnya apa namanya ... sudah sangat paham, gampang menyampaikannya, ya. Oke, silakan.

4.

KUASA HUKUM PEMOHON: MUHAMMAD SHOLEH Bismillahirrahmaanirrahiim. Assalamualaikum wr. wb. Terima kasih, Yang Mulia. Pertama, dasar diajukan gugatan atau permohonan ini adalah teman-teman ini dari lima orang ini mewakili aspirasi dari puluhan ribu, mereka itu warga Surabaya di mana mereka tinggal sudah puluhan tahun sejak zaman Indonesia merdeka tetapi rumah yang mereka tinggali atau tempati itu bukan milik mereka sendiri. Artinya rumah itu di klaim oleh Pemerintah Kota Surabaya bahwa itu adalah tanah milik pemerintah kota. Kenapa itu bisa diklaim? Karena rata-rata dari puluhan ribu pemegang surat hijau, istilahnya surat hijau karena surat sewa itu sampulnya berwarna hijau, sehingga disebut surat hijau. Pada tahun 1960-an, tahun 1970-an, saat zaman orde baru, warga Surabaya itu 1

diminta untuk menyerahkan petok D, diminta untuk menyerahkan petok D dengan dalih akan dinaikkan menjadi sertifikat. Berbondongbondonglah warga ini. Tetapi yang keluar bukan sertifikat hak milik, tetapi surat hijau tadi. Nah, anehnya ada sekitar 160 kecamatan ... 161 kelurahan di Kota Surabaya, 88 kelurahan itu semua surat hijau, jadi mayoritas sepertiga dari wilayah Kota Surabaya itu adalah diklaim tanahnya pemerintah kota, kan itu. Sejak 14 tahun yang lalu, warga ini resah merasa bahwa ini adalah tanah milik mereka sendiri, tapi kenapa harus sewa kepada pemerintah kota. Mereka mengajukan gugatan ke pengadilan, tidak pernah menang, baik itu tingkat pertama, kedua, sampai Mahkamah Agung. Juga melalui PTUN tidak pernah menang, meskipun di dalam persidangan di PTUN ... di PN maupun di PTUN, pemkot tidak pernah menunjukan alas kepemilikan hak, apakah itu hak pakai atau pun hak pengelolaan. Nah, di dalam kebuntuan inilah teman-teman berpikir akhirnya kita mengajukan permohonan ini kepada Mahkamah Konstitusi. Kita pengin ada tafsir konstitusi terhadap Pasal 7, Pasal 9 maupun Pasal 17. Prinsipal ini Para Pemohon mudah untuk membuktikan karena apa? Dari sekian puluhan ribu surat hijau itu ternyata juga masih muncul sertifikat hak milik. Jadi dalam satu kawasan kelurahan ini surat hijau, tapi bisa muncul hak milik, hak milik, hak milik, kan gitu. Padahal kalau itu memang punyanya pemkot secara keseluruhan, maka tidak mungkin ada hak milik dan hak milik ini sudah kita fotokopi, sudah kita jadikan bukti di dalam persidangan ini. Ini yang pertama. Yang kedua, perjuangan politik yang dilakukan oleh teman-teman ini ke DPRD juga sudah pernah dan pemkot selalu mendasarkan bahwa ini adalah aset daerah. Ya karena tidak mampu menunjukkan bukti, ya, mau tidak mau kita tidak mengakui kepemilikan dari pemerintah kota itu sendiri. Akhirnya kami mencari terobosan hukum melihat Pasal 7 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 maupun Pasal 17 di mana dulu pada zaman Bung Karno undang-undang ini membatasi kepemilikan tanah, meskipun undang-undang ini pada saat itu ditujukan untuk tanah pertanian, supaya memang tidak ada tuan-tuan tanah, sementara masih banyak orang miskin pada saat itu dibeli oleh pemerintah dan didistribusikan. Nah, yang menjadi pertanyaan kita, undang-undang ini masih menjadi hukum positif, bagaimana dengan keberadaan pemerintah daerah. Mungkin hanya satu-satunya pemerintah daerah yang punya 1,2 juta m², yang sangat luas itu hanya Pemerintah Kota Surabaya dan ini sudah kita sampaikan ke teman-teman BPN, tapi tidak pernah menanggapi. Bahkan Para Pemohon ketika mau menaikkan, itu selalu ditolak oleh BPN dengan dalih bahwa itu adalah asetnya pemkot. Tapi ketika diminta menunjukkan mana sertifikatnya, apakah itu sertifikat hak 2

pakai, hak pengelolaan, ataukah hak milih malah tidak mungkin, itu BPN pun tidak pernah mengiyakan bahwa itu milik dari teman-teman pemerintah Kota Surabaya. 5.

KETUA: PATRIALIS AKBAR Berapa luas seluruhnya?

6.

KUASA HUKUM PEMOHON: MUHAMMAD SHOLEH Ini dilihat dari jumlah perkiraan kita, Yang Mulia. Dari 31 kecamatan, itu ada sekitar 26 kecamatan surat hijau. Dari 161 kelurahan, 88 kelurahan itu surat hijau semua. Jadi itu suatu kawasankawasannya itu.

7.

KETUA: PATRIALIS AKBAR Itu berapa luas semuanya, tadi katanya berapa (...)

8.

KUASA HUKUM PEMOHON: MUHAMMAD SHOLEH Sekitar 1.200.000 m2, Yang Mulia.

9.

KETUA: PATRIALIS AKBAR 1.200.000 m2 itu milik pemerintah?

10.

KUASA HUKUM PEMOHON: MUHAMMAD SHOLEH Milik, diklaim milik pemerintah. Jadi para Pemohon ini setiap tahun sewa.

11.

KETUA: PATRIALIS AKBAR Walaupun sudah ada juga sertifikat.

12.

KUASA HUKUM PEMOHON: MUHAMMAD SHOLEH Ada juga muncul-muncul sertifkat, itu yang menjadi pertanyaan. Yang paling lucu lagi, Yang Mulia (...)

13.

KETUA: PATRIALIS AKBAR Mana yang lebih banyak muncul sertifikat sama yang enggak?

3

14.

KUASA HUKUM PEMOHON: MUHAMMAD SHOLEH Kalau sertifikat sangat minim, Yang Mulia. Tetapi yang lebih aneh lagi bagi warga yang tahun 1960, 1970-an tidak pernah menyerahkan petok D-nya sampai sekarang tidak pernah sewa kepada pemkot.

15.

KETUA: PATRIALIS AKBAR Ini sejak kapan itu ditempatkan itu?

16.

KUASA HUKUM PEMOHON: MUHAMMAD SHOLEH Kalau warga menempati, Yang Mulia, Kota Surabaya ini kota besar. Sejak zaman Belanda itu sudah ramai duduk di situ, kan itu lho. Tetapi ya anehnya itu tadi. Dan kita memahami begini, Yang Mulia, kalau misalkan tanah itu bekas gemeente, bekas tanah-tanah oleh pemerintah Belanda, wajar kalau itu diambil alih oleh pemerintah kota. Tapi ini punya warga. Bahkan sekarang ini kami juga mengajukan gugatan karena mau digusur oleh pemkot karena untuk perluasan rumah sakit itu juga surat hijau kita gugat di PTUN dan mereka juga tidak mampu menunjukkan, tapi karena masyarakat ini posisi pada posisi yang lemah, ya kita harus mengalah, kan gitu.

17.

KETUA: PATRIALIS AKBAR Tapi jumlah masing-masing ini berbeda ya?

18.

KUASA HUKUM PEMOHON: MUHAMMAD SHOLEH Luasannya berbeda, Yang Mulia. Ada lima kali, bahkan kalau di kawasan elit di Surabaya, ada kawasan Darmo, ada Bratang, oh itu orang kaya-kaya semua dan semua surat hijau juga sih di situ.

19.

KETUA: PATRIALIS AKBAR Ya, baik. Terus?

20.

KUASA HUKUM PEMOHON: MUHAMMAD SHOLEH Nah, keinginan kami supaya persidangan ini ada tafsir konstitusi terhadap Pasal 7, Pasal 9, dan Pasal 17 itu, Yang Mulia, supaya Mahkamah Konstitusi di dalam petitum ini menyatakan Pasal 7 dan Pasal 17 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria harus dinyatakan konstitusional bersyarat sepanjang harus dimaknai bahwa tanah yang dimiliki oleh badan hukum 4

pemerintah daerah hanya meliputi tanah yang digunakan oleh instansi pemerintah daerah. Yang keempat, menyatakan Pasal 9 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria harus dinyatakan konstitusional bersyarat, yaitu negara menjamin tiaptiap warga negara Indonesia baik laki-laki maupun wanita mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh sesuatu hak atas tanah serta untuk mendapat manfaat dan hasilnya baik bagi sendiri maupun keluarganya. Ini pokok-pokok yang bisa kami sampaikan di dalam persidangan pendahuluan dan harapan kami, Yang Mulia, ada masukan-masukan dari Majelis Hakim Konstitusi supaya permohonan ini semakin mengerucut agar nantinya permohonan kami bisa dikabulkan oleh hakim konstitusi. Demikian, terima kasih. 21.

KETUA: PATRIALIS AKBAR Baik ya, jadi garis besarnya cukup jelas dijelaskan, jadi memang Kuasa Hukumnya memahami ini ceritanya enak. Baik, kita akan memberikan nasihat sesuai juga dengan kewajiban kami berdasarkan undang-undang maupun juga permintaan Saudara ya, tolong dicatat baik-baik. Pertama, saya silakan pada Yang Mulia Bapak Manahan Sitompul. Silakan, Pak.

22.

HAKIM ANGGOTA: MANAHAN MP SITOMPUL Terima kasih, Pak Ketua. Memang setelah dibacakan tadi itu nampaknya kontennya itu kita rasa sangat wajar kalau ini diajukan. Karena memang penafsiran daripada tanah, tanah yang ... apa namanya ... tanah yang tidak dikuasai, dikuasai oleh negara. Memang penafsiran dikuasai oleh negara ini yang selalu menjadi permasalahan. Seperti tadi argumentasi Saudara itu bahwa Pemkot Surabaya itu dianggap memiliki, seperti itu ya? Ya, jadi inilah memiliki dengan menguasai ini. Hanya dalam permohonan ini mungkin itu yang belum terlalu jelas kira-kira apa yang dimaksud oleh tanah dikuasai oleh negara, tanah dimiliki oleh negara, itu mungkin perlu di dalam alasannya itu. Kemudian kira-kira apa bedanya dalam petitum empat itu, ya, Pasal 9 itu mengatakan, “Negara menjamin,” padahal di situ sudah diatur tiap-tiap warga negara Indonesia, baik laki-laki maupun wanita mempunyai kesempatan yang sama, kira-kira itu perlu juga diuraikan dalam petitum … apa namanya … positanya, apa yang dimaksud di situ supaya agar petitum Saudara ini negara menjamin itu maksudnya bagaimana? Barangkali itu saja dari saya, Pak.

5

23.

KETUA: PATRIALIS AKBAR Silakan, Yang Mulia Ibu Maria.

24.

HAKIM ANGGOTA: MARIA FARIDA INDRATI Ya, terima kasih, Pak Ketua. Ya, di sini kalau saya melihat tadi, kelihatannya ini menjadi suatu kasus konkret, ya, bukan pengujian norma dari undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Dan ada beberapa yang kelihatannya biasanya ini Pak Sholeh ini kalau ke sini rapi sekali. Di sini ada beberapa hal di mana cara penulisannya itu enggak tepat, ya, misalnya pasal itu dengan P kecil, kemudian ayat itu tidak dalam tanda kurung, begitu. Kemudian juga kita melihat di halaman 4 itu yang diajukan ini kan undang-undang, ya? Tapi di sini bisa … halaman 4 nomor 10 itu dikatakan bahwa berdasarkan kriteria-kriteria tersebut, Pemohon merupakan pihak yang memiliki hubungan sebab-akibat (causal verbal) antara kerugian konstitusional dengan berlakunya peraturan pemerintah pengganti undang-undang dan undang-undang yang dimohonkan untuk diuji, Perppu yang mana? Mungkin ini dari permohonan yang lain kali, ya? Nah, itu. Kemudian, tadi yang diajukan kan Pasal 7, Pasal 9 ayat (2), dan Pasal 17, tapi di sini kenapa dituliskan juga Pasal 16? Pokok-pokok permohonan huruf C, itu Pasal 7 ayat … Pasal 7, Pasal 9 ayat (2), Pasal 16, dan kemudian baru Pasal 17. Nah, apakah Pasal 16-nya ini kenapa? Apakah itu untuk menjelaskan mengenai jenis hak yang ada, atau ikut di dalam pengujiannya? Karena dari awal sampai akhir, pasal ini tidak muncul, gitu, ya. Nah, kemudian saya melihat di sini kalau … di sini dikatakan di sini, ya, halaman 9 bahwa Pemerintah Kota Surabaya mengklaim tanahtanah di Surabaya dikarenakan tanah a quo bekas milik pemerintah Belanda (eigendom verponding) faktanya tanah-tanah warga yang dimiliki warga sejak zaman penjajahan juga diklaim menjadi milik Pemerintah Surabaya. Jadi di sini kan sebenarnya ada dua, ya, tanah yang dari (eigendom verponding) dan kemudian tanah yang dimiliki oleh warga itu, nah. Di sini kemudian dilanjutkan bahwa secara licik tanah-tanah warga sebagai aset pemerintah kota, celakanya tindakan licik tersebut diperkuat oleh DPRD Kota Surabaya dengan meloloskan peraturan beserta kebijakan untuk melegalisasi dan melegitimasi penguasaan pencaplokan tanah-tanah. Di sini mohon dijelaskan, maksudnya apa? Bahwa ada dua macam tanah dan dua macam tanah itu diklaim oleh apa … pemerintah kota, dan itu didukung oleh beberapa peraturan ini, gitu ya? Mohon diinikan.

6

Nah kemudian, yang halaman 10 di sini … rupanya halaman 10 dan 11 ini memang diluruskan huruf … angka 27, ya bahwa apabila alas hak Pemerintah Kota Surabaya, dalam hal ini hak pakai, maka menurut Pasal 1 Menteri Agraria Nomor 9, ini kurang peraturan, kan? Ya, peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1965. Ini dengan 28, ini redaksinya hampir sama, persis sama kelihatannya, ya, tapi di sini karena mungkin yang nomor 27 itu tentang hak pakai, yang 28 melihat pengelolaan. Nah, jadi di sini … di sini saya melihat, “Lho ini kok sama?” Begitu. Tapi karena sudah ada tanda kutip untuk dua hak itu, maka saya melihat berarti ini dengan Peraturan Menteri Agraria yang sama, ada dua hak yang kemudian dipermasalahkan di sini. Di halaman 12, ini banyak sekali pasal-pasal tidak pakai huruf besar, ayat tidak pakai angka dalam tanda kurung, dan sebagainya, ini mohon diperbaiki. Nah, petitum. Setelah saya melihat pada petitum, petitum nomor 1 ya jelas mengabulkan permohonan Pemohon seluruhnya. Kemudian, pasal … petitum nomor 2, Pasal 7, Pasal 9 ayat (2), dan Pasal 17 bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945, tapi kemudian menyatakan Pasal 7 dan Pasal 17 ayat (1). Kalau yang Pasal … petitum yang pertama sudah dinyatakan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945, maka mestinya enggak muncul lagi Pasal 7 dan Pasal 17 karena sudah bertentangan, kan? Harusnya petitum nomor 3 menyatakan pasal-pasal itu tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Nah, kalau di sini enggak, petitum nomor 2 menyatakan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945, tapi kemudian menyatakan Pasal 7 dan Pasal 17 ayat (1) dinyatakan konsitusional bersyarat sepanjang ini, begitu. Kalau konstitusional bersyarat, berarti yang dua tadi mestinya tidak, langsung permohonannya menyatakan Pasal 7 dan Pasal 17 ayat (1) konstitusional bersyarat sepanjang dimaknai seperti ini. Baru kemudian petitum selanjutnya, tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang dimaknai seperti ini, begitu. Itu termasuk petitum yang ketiga dan keempat. Tapi kalau petitum yang itu, nomor 3, kemudian dilihat dari Pasal 7-nya, ya ini kan kemudian jadi Pasal 7 dan Pasal 17 itu menjadi gabung jadi satu. Pasal 7 dan Pasal 17 itu rumusannya berbeda, ya kan? Tapi Anda menyatakan Pasal 7 dan Pasal 17 ayat (1) harus dinyatakan konstitusional bersyarat sepanjang harus dimaknai bahwa tanah yang dimiliki oleh badan hukum pemerintah daerah hanya meliputi tanah yang digunakan oleh instansi pemerintah. Padahal Pasal 7 itu hanya menyatakan, “Untuk tidak merugikan kepentingan umum, maka pemilikan dan penguasaan tanah yang melampaui batas tidak diperkenankan.” Mungkin Anda maksudnya adalah tanah itu, ya, kata tanah itu. Sedangkan Pasal 17 juga dengan melihat Ketentuan Pasal 7, maka untuk mencapai tujuan yang dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) diatur luas maksimum dan/atau minimum tanah yang boleh dipunyai 7

dengan sesuatu hal tersebut dalam Pasal 16. Nah, di sini Anda baru memunculkan Pasal 16 tadi, ya. Nah, jadi kalau kita melihat pada petitum nomor 3 dan petitum nomor 4, ini berarti kemudian MK menjadi positif legislator karena mengubah semua itu, Pasal 7 dan Pasal 17 ayat (1) menjadi satu, begitu. Mohon ini nanti dipertimbangkan kembali dan kemudian diperbaiki. Saya rasa itu, Bapak Ketua. 25.

KETUA: PATRIALIS AKBAR Ya, terima kasih, Ibu. Saya juga mau menambahkan, ya. Pertama tentang Surat Kuasanya, coba dicek lagi nanti, Pak Sholeh, ya. Dalam Surat Kuasa itu, kuasa yang diberikan itu kayaknya enggak selengkap permohonannya ini. Ini kan ada 7, 17, 9, ya, dalam kuasa enggak, kurang lengkap itu ya, coba dilengkapi. Yang kedua, di penjelasan Saudara ini, Pemohon ini kan I sampai V, ya, di sini Saudara belum melampirkan izin pemakaian tanah itu yang IPT atas nama Bapak Bambang Sudibjo dan Pak Haryono, lima, tapi justru Saudara melampirkan bukti orang lain, bukan Pemohon punya yang dilampirkan, ya. Kemudian, kelihatannya memang Saudara harus betul-betul merangkai kembali tiga pasal yang diujikan itu, seperti yang disampaikan oleh Ibu Maria, saya juga menambahkan. Coba bagaimana merangkai dengan keberadaan tiga pasal yang dilakukan pengujian ini betul-betul itu memberikan dampak secara langsung kepada Pemohon ini betulbetul dirugikan. Jadi, ada hak-hak konstitusional yang dimiliki oleh para Pemohon itu betul-betul dirugikan. Ini kelihatannya masih belum terlalu kental ini nampaknya. Kalau tadi kan Saudara menjelaskan terhadap riwayat, ya, riwayat penempatan tanah, kemudian juga perjuanganperjuangan melalui peradilan lain. Kita di sini kan, sebetulnya kan lebih banyak melakukan pengujian norma, kan. Kita paham, ya, makanya saya tadi waktu Saudara menjelaskan kalau dari riwayatnya kita paham bahwa nampaknya masyarakat ini ke mana lagi ini mencari keadilan, kan begitu, satusatunya ke MK, ke lembaga lain sudah selesai. Nah, kalau memang itu yang diinginkan, tunjukkan relevansi 3 pasal yang diuji ini, ini betul-betul bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Sehingga memenuhi kualifikasi sebagai persyaratan kewenangan Mahkamah ini. Kalau enggak, nanti kan Mahkamah enggak berwenang, ya. Terus, beberapa masalah teknis saja kalau memang ini nanti dipebaiki, kelihatannya ini Undang-Undang Nomor 560 ini Lembaran Negaranya juga belum dimuat, ya. Semua undang-undang kan ada lembaran negaranya. Itu dari kami, ya, silakan nanti Saudara untuk memperbaiki kalau memang masih diinginkan. Ada lagi yang mau disampaikan? 8

26.

KUASA HUKUM PEMOHON: MUHAMMAD SHOLEH Terima kasih, Yang Mulia. Masukkannya sangat banyak dan kita sangat berterima kasih karena beberapa kali mengajukan pengujian di MK memang masukan-masukan Majelis itu justru bagus untuk mempertajam batu ujinya nanti, kan gitu. Saya cuma ingin menyampaikan, pertama soal Pasal 16, Ibu, itu memang hanya dipakai untuk memperkuat pada posisi Pasal 17 karena disebutkan. Sehingga, untuk memudahkan Majelis sebenarnya, “Oh, ini masih berkaitan,” makanya tidak kita kasih huruf tebal Pasal 16 itu. Itu yang pertama. Yang kedua, soal tanah eigendom yang dikuatkan oleh temanteman DPRD tadi. Memang ini yang menjadi keanehan dan di Surabaya terutama tanah-tanah tegas milik orang belanda, itu semua kan diklaim oleh pemkot, sehingga terjadi gesekan dengan orang-orang keturunan yang orang Indonesia yang dia mendapatkan mandat untuk menempati. Tetapi, terus terang kami dari puluhan ribu warga Surabaya tidak berbicara soal itu. Hanya kita ingin fokus kepada tanah-tanah yang memang ditempati sejak dulu atau pun yang memang warga itu sudah melakukan jual-beli, dan memang sekarang sudah mulai ada iktikad baik dari pemkot untuk melakukan pelepasan terhadap tanah surat hijau. Tapi ada syarat-syarat, itu yang kita tidak inginkan. Misalkan syaratnya itu harus dibeli sesuai NJOP, tentu kita tidak mau, kan itu lho. Wong umpamane tanah-tanah kita sendiri, kok harus beli, kan itu. Yang kedua, tidak lebih dari 250 m 2. Tidak boleh memiliki lebih dari satu kepemilikan. Nah, syarat-syarat ini bagi kita, kita terus terang menafikkan Para Pemohon. Karena apa? Kita kembali ke nol bahwa ini adalah tanah negara yang dikuasai oleh negara, maka tiap-tiap warga negara itu berhak untuk mendapatkan hak milik itu. Nah, keterkaitan dengan Pasal 9, terus terang memang tidak menjadi fokus. Apalagi ditambahi lagi oleh kita, wong, ini sebenarnya pasal ini kan sudah jelas. Kenapa harus ada konstitusional bersyarat lagi diperjelas menjamin? Karena faktanya memang ada diskriminatif. Ada tindakan diskriminasi oleh teman-teman BPN. Kenapa yang lain boleh menaikkan menjadi sertifikat hak milik. Kenapa yang puluhan ribu, tidak. Makanya, sehingga kita ingin menguji juga Pasal 9 itu dengan ada tafsiran yang lebih bahwa negara menjamin. Supaya ada penekanan, agar BPN itu tidak bisa, tidak apa … bukan goyah, ya, tidak bisa menolak lagi. Sepanjang memang pemerintah kota tidak mampu menunjukkan alasan, maka warga Surabaya boleh mengajukan peningkatan hak tersebut dan perbaikan ini akan kami lakukan dengan secepatnya masukan-masukan dari Majelis tadi itu. Terima kasih. Cukup, Yang Mulia.

9

27.

KETUA: PATRIALIS AKBAR Ya, baik. Ya, silakan nanti disempurnakan lagi. Perbaikan permohonan itu dalam waktu 14 hari paling lambat. Pada … dapat diserahkan paling lambat itu hari Jumat, 19 Juni 2015, pukul 14.00 WIB, ya. Kalau mau lebih cepat, silakan. Oke, dengan demikian persidangan pendahuluan hari ini kita cukupkan dan sidang kita tutup. KETUK PALU 3X SIDANG DITUTUP PUKUL 14.45 WIB Jakarta, 8 Juni 2015 Kepala Sub Bagian Risalah, t.t.d

Rudy Heryanto NIP. 19730601 200604 1 004

Risalah persidangan ini adalah bentuk tertulis dari rekaman suara pada persidangan di Mahkamah Konstitusi, sehingga memungkinkan adanya kesalahan penulisan dari rekaman suara aslinya.

10