MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 139/PUU-XIII/2015
PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PERUSAKAN HUTAN TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945
ACARA MENDENGARKAN KETERANGAN DPR DAN AHLI/SAKSI PEMOHON (IV)
JAKARTA SELASA, 19 APRIL 2016
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 139/PUU-XIII/2015 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan [Pasal 1 angka 2 dan angka 6, Pasal 82 ayat (2), Pasal 92 ayat (1), Pasal 93 ayat (1) dan ayat (2)] terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 PEMOHON 1. Edi Gunawan Sirait 2. Bejo 3. Bharum Purba, dkk. ACARA Mendengarkan Keterangan DPR dan Ahli/Saksi Pemohon (IV) Selasa, 19 April 2016, Pukul 11.14 – 13.02 WIB Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat SUSUNAN PERSIDANGAN 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7)
Anwar Usman I Dewa Gede Palguna Aswanto Suhartoyo Patrialis Akbar Wahiduddin Adams Maria Farida Indrati
Ery Satria Pamungkas
(Ketua) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) Panitera Pengganti
i
Pihak yang Hadir: A. Pemohon: 1. Edi Gunawan Sirait 2. Ahmad Samadi B. Kuasa Hukum Pemohon: 1. Guntur Rambe 2. Adi Mansar 3. John Elly 4. Abdul Rozak C. Ahli dari Pemohon: 1. Maruarar Siahaan 2. Mahmud Mulyadi D. Saksi dari Pemohon: 1. Sapri 2. Muhammad Din 3. Suardi 4. Ardi Muklis 5. Muhammad Rais E. Pemerintah: 1. Mulyanto 2. Umar Suyudi 3. Yunan Hilmy 4. Supardi 5. Yudi Arianto
ii
SIDANG DIBUKA PUKUL 11.14 WIB 1.
KETUA: ANWAR USMAN Sidang Perkara Nomor 139/PUU-XIII/2015 dibuka dan dinyatakan terbuka untuk umum. KETUK PALU 3X Assalamualaikum wr. wb. Selamat siang, om swastiastu. Persidangan hari ini sesuai dengan Berita Acara yang lalu adalah untuk mendengarkan keterangan ahli dan saksi dari Pemohon, termasuk keterangan DPR, tapi kelihatan DPR sampai saat ini belum hadir. Namun, sebelumnya dipersilakan pada Pemohon untuk memperkenalkan diri, siapa saja yang hadir?
2.
KUASA HUKUM PEMOHON: GUNTUR RAMBE Terima kasih, Yang Mulia. Assalamualaikum wr. wb. Selamat siang dan salam sejahtera bagi kita semua. Pemohon hadir Kuasanya, Adi Mansar, Jhon Elly, Guntur Rambe, dan Pemohon Prinsipal Edi Gunawan Sirait, Ahmad Samadi, dan Asisten Advokat, Yang Mulia. Terima kasih.
3.
KETUA: ANWAR USMAN Terima kasih. Dari Kuasa Presiden, silakan.
4.
PEMERINTAH: MULYANTO Terima kasih, Yang Mulia. Assalamualaikum wr. wb. Dari Pihak Pemerintah yang hadir pada hari ini saya sendiri Pak Mulyanto, kedua sebelah kanannya Pak Umar Suyudi dari KLH Kementerian Hukum … KLH Kehutanan, dan kemudian Bapak Yunan Hilmy (Direktur Litigasi Kemenkum HAM), kemudian Bapak Supardi (Kabag Advokasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan), dan Bapak Yudi dari KLH dan Kehutanan. Terima kasih, Yang Mulia.
5.
KETUA: ANWAR USMAN Ya, baik. Pemohon mengajukan dua orang ahli dan lima saksi, ya?
6.
KUASA HUKUM PEMOHON: GUNTUR RAMBE Benar, Yang Mulia. 1
7.
KETUA: ANWAR USMAN Jadi, sudah hadir semua, ya?
8.
KUASA HUKUM PEMOHON: GUNTUR RAMBE Sudah, Yang Mulia.
9.
KETUA: ANWAR USMAN Ya, nanti waktunya ya bisa dibagi, ya. Maksudnya ya tidak terlalu banyak pertanyaan, poin-poinya saja. Sebelumnya, dipersilakan pada Ahli dan Para Saksi untuk tampil ke depan untuk diambil sumpahnya terlebih dahulu. Silakan. Jadi, ada yang beragama Kristen Protestan ya, sama Islam. Ya, Saksi ini semua beragama Islam, ya? Ya, ini Saksi dulu. Mohon kesediaan Yang Mulia Pak Wahiduddin.
10.
HAKIM ANGGOTA: WAHIDUDDIN ADAMS Untuk saksi ikuti lafal yang saya tuntunkan. “Bismillahirrahmaanirrahiim. Demi Allah, saya bersumpah sebagai Saksi akan memberikan keterangan yang sebenarnya, tidak lain dari yang sebenarnya.”
11.
PARA SAKSI YANG BERAGAMA ISLAM BERSUMPAH: Bismillahirrahmaanirrahiim. Demi Allah, saya bersumpah sebagai Saksi akan memberikan keterangan yang sebenarnya, tidak lain dari yang sebenarnya.
12.
KETUA: ANWAR USMAN Ya, terima kasih. Sekarang Ahli, ya. Yang Mulia Pak Maruarar dulu. Mohon kesediaan Ibu Maria.
13.
HAKIM ANGGOTA: MARIA FARIDA INDRATI Mohon ikuti saya. “Saya berjanji sebagai Ahli akan memberikan keterangan yang sebenarnya sesuai dengan keahlian saya. Semoga Tuhan menolong saya.”
2
14.
AHLI DARI PEMOHON: MARUARAR SIAHAAN Saya berjanji sebagai Ahli akan memberikan keterangan yang sebenarnya sesuai dengan keahlian saya. Semoga Tuhan menolong saya.
15.
HAKIM ANGGOTA: MARIA FARIDA INDRATI Terima kasih, Bapak.
16.
KETUA: ANWAR USMAN Ya. Terima kasih, Yang Mulia. Untuk Ahli yang beragama Islam. Sekali lagi mohon kesediaan Yang Mulia Pak Wahiduddi.
17.
HAKIM ANGGOTA: WAHIDUDDIN ADAMS Untuk ahli ikuti lafal yang saya tuntunkan. “Bismillahirrahmaanirrahiim. Demi Allah, saya bersumpah sebagai Ahli akan memberikan keterangan yang sebenarnya, sesuai dengan keahlian saya.”
18.
AHLI DARI PEMOHON: MAHMUD MULYADI Bismillahirrahmaanirrahiim. Demi Allah, saya bersumpah sebagai Ahli akan memberikan keterangan yang sebenarnya, sesuai dengan keahlian saya.
19.
KETUA: ANWAR USMAN Terima kasih. Mohon kembali ke tempat. Siapa terlebih dahulu Ahli atau Saksi?
20.
KUASA HUKUM PEMOHON: GUNTUR RAMBE Kami mohon Ahli, Yang Mulia.
21.
KETUA: ANWAR USMAN Ya, baik.
22.
KUASA HUKUM PEMOHON: GUNTUR RAMBE Pak Prof. Maru.
3
23.
KETUA: ANWAR USMAN Ya. Silakan, Yang Mulia. Ya, mohon kira-kira waktunya bisa di apa … diatur sedemikian rupa kebetulan masih ada sidang. Silakan, Yang Mulia.
24.
AHLI DARI PEMOHON: MARUARAR SIAHAAN Ya. terima kasih, Pak Ketua. Sebenarnya sangat panjang keterangan saya, tetapi tadi power point-nya hilang, sehingga tinggal judulnya barangkali ini dan saya minta maaf lagi pertama terlalu banyak saya tampil di sini agak sungkan juga sebenarnya, seolah-olah saya tahu semua, padahal tidak. Hanya saja untuk kehutanan ini karena sejak Putusan Nomor 45 yang lalu itu tahun 2011, banyak pertanyaan terhadap saya, sehingga saya oleh LSM dibawa kemana-mana ini. Dan saya menyimpulkan sebenarnya saat ini pertarungan antara warga desa yang bisa mengklaim diri warga masyarakat hukum adat dengan pemodal. Dan saya minta maaf juga sekarang, dalam pertarungan di lembaga kajian MPR dikatakan, “Tampaknya kecenderungan penyelenggara pemerintahan sekarang itu mendataris pemodal.” Ini kosakata yang dipilih oleh seorang mantan menteri yang ikut di dalam lembaga kajian dan itu salah satu juga yang menjadi soal sekarang mengapa GBHN begitu agak muncul karena kebijakan-kebijakan tampaknya melenceng dari Undang-Undang Dasar Tahun 1945, sehingga mereka mau ... mau lagi GBHN itu, padahal sebenarnya itu tidak jaminan. Nah, saya memberi judul ini karena analogi tadi pagi baru saya dapat ini sebenarnya ketika saya ikut berbicara tentang hukum acara pidana di sini, bagaimana the illegally obtained evidence atau bukti yang diperoleh dalam hukum acara Amerika secara tidak sah. Bisa juga dia membimbing kepada alat bukti lain yang kemudian menjadi tidak sah karena dia adalah buah daripada alat bukti yang tidak sah ini. Nah, saya kira Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 ini tampaknya memang sangat mulia, dia punya tujuan, Ya, melestarikan alam, tetapi … nah inilah kemarin juga menjadi persoalan besar dalam kebijakan itu tidak terkordinasi sekarang. Saya pernah ikut dalam suatu apa ... diskusi di Setneg, ternyata karena adanya akses politik kementerian kadang-kadang sebagai pembantu Presiden bersaing juga masuk membawa rancangan itu untuk langsung diterobos, tidak ada sinkronisasi dengan kementerian hukum. Saya kira Yang Mulia Bapak Wahiduddin bisa ada mengalami itu. Sehingga kemudian tampak tidak ada suatu integrasi daripada kebijakan dan dalam koran dua ... kira-kira seminggu yang lalu atau dua minggu yang lalu, ada yang mengatakan bahwa terjadi pembajakan kebijakan itu dari ... dari Era Reformasi. Dan salah satu yang menjadi perhatian kita, yaitu Putusan Nomor 45 yang 4
menyatakan, Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Kehutanan itu, yaitu Pasal 1 angka 3 bahwa penentuan kawasan hutan itu di ... dengan cara yang menyimpang dari Pasal 15 undang-undang ... undang-undang apa ... Nomor 41 Tahun 1999. Di dalam undang-undang itu sendiri dinyatakan itu boleh, hanya ditunjuk begitu saja. Di tunjuk. Penunjukkan. Padahal Pasal 15-nya menyatakan, “Harus ada empat tahap.” Mulai dari penunjukkan, penataan kawasan, pemetaan, sampai ... sampai pemetaan. Oleh karena itu MK mengatakan, “Kalau hanya penunjuukkan, wah itu otoriter.” Nah itulah yang menjadi masalah sekarang. Undang-Undang Kehutanan menyatakan, “Penunjukkan itu otoriter,” berarti melawan hukum (inkonstitusional), tapi buah daripada Pasal 81 Ketentuan Peralihan yang dinyatakan, “Penenjukkan sebenarnya sah,” kira-kira sebenarnya menyatakan bahwa putusan MK itu bersifat prospektif itu, tapi ketentuan peralihan itu sah penunjukkan. Nah, inilah contradiction yang terjadi, ketika kita melihat bahwa suatu pernyataan penunjukkan tidak sah (inkonstitusional). Saya ingin mengingatkan lagi konflik yang terjadi lagi sekarang di hampir ... tapi di Jawa tidak ada karena domein verklaring tahun 1870 dari agrarische besluit tidak pernah sebenarnya diperlakukan di luar Jawa, terutama sekali Sumatera. Karena di dalam konstitusi kita sebelum perubahan juga jelas dikatakan zelfbesturen kermisattractie atau kesatuan-kesatuan yang berdiri sendiri, memerintah sendiri, termasuk masyarakat hukum adat. Oleh karena itu, kalau kita lihat pertarungan ini sekarang, termasuk saya telah dibawa ke pedalaman Ketapang sana karena beberapa rakyat ditangkap, orang Dayak ditangkap karena konflik dengan perusahaan-perusahan perkebunan besar, dan kemudian di Sumatera Utara di Tapanuli Selatan sekarang yang seluruhnya hanya berdasarkan penunjukkan. Padahal kalau kita lihat permohonan Nomor 45 itu di Palangkaraya, rumah … mungkin, rumah bupati pun sudah masuk ... masih masuk kawasan hutan berdasarkan SK Menteri Pertanian. Kalau di Sumatera Utara SK Menteri Pertanian tahun ... Nomor 923 mungkin tahun 1982 itu semua masih masuk itu. Padahal masyarakat hukum adat yang sejak zaman Belanda, kalau saya menggunakan istilahnya sejak nenek moyang sudah di situ, yang memiliki hutan-hutan dan diturunkan kepada mereka, ternyata kalau dia membawa apa … sekarang sepotong kayu dari sana, dari tempat dia itu, dengan Undang-Undang Nomor 18 bisa ditangkap, bisa ditahan, dan diadili. Oleh karena itu, saya melihat bahwa ketidaktaatan kebijakan publik di dalam banyak hal dan benturan ataupun ego sektoral, Kementerian Kehutanan yang sekarang yang mungkin paling berkuasa itu. Karena dia bisa menunjuk satu kawasan, kawasan hutan, padahal agraria sudah memberikan sertifikat. Jadi kita tak tahu bagaimana rakyat ini melihat masalah ini. Karena hanya berdasarkan penunjukkan yang 5
oleh MK menyatakan praktek otoriter dan inkonstitusional itu, tetapi masih terus berlangsung. Seandainya pun misalnya kita mengatakan bahwa ke depan berlakunya undang-undang ... eh, putusan MK, maka Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 adalah undang-undang yang lahir sesudah putusan Mahkamah Konstitusi. Seharusnya putusan MK itu merupakan politik hukum yang dianut apalagi kalau kita gandengkan ini, Pasal 33 itu sudah hampir mati sebenarnya itu. Oleh karena itulah, menjadi berdasar sebenarnya untuk kembali ke Undang-Undang Dasar Tahun 1945 menurut versi yang lama itu dalam artian dalam kerangka mempertahankan Pasal 33. Meskipun menurut saya itu tidak benar. Tetapi memang kehilangan suatu arah panduan di dalam menyusun perundangan-undangan karena kementerian sebagai pembantu Presiden dengan ego sektoralnya bisa lewat. Saya bertanya waktu itu sama Kementerian Kehakiman di Istana Negara, tidak ada harmonisasinya, Pak, lewat saja begitu, kita sudah beri ingatan. Tapi akses politik tentu tidak bisa pejabat-pejabat setingkat direktorat jenderal misalnya menahan. Oleh karena itu, kalau saya melihat bahwa tujuan mulia dalam Undang-Undang Nomor 18 itu untuk melestarikan hutan harus pertamatama dulu melaksanakan policy yang ada di dalam Putusan MK Nomor 45 Tahun 2011, Nomor 35 Tahun 2012, Nomor 55 saya kurang tahu ingat tahunnya, Nomor 34 lagi, semuanya adalah pengakuan kepada masyarakat hukum adat. Persoalan bangsa kita sekarang dalam konflik antara modal dengan rakyat biasa yang mungkin mereka menerima hakhaknya dari masyarakat hukum adat di masa lalu, tetapi tentu tidak hilang. Persoalannya pemerintahan sekarang, penyelenggara pemerintahan, ketika menyatakan sesuatu kawasan hutan dan bertanya kepada rakyat, dia hanya bertanya, “Mana hakmu?” Hukum adat tidak tertulis. Jadi hukum adat yang tidak tertulis dengan hukum yang diinginkan dengan izin-izin tertulis dalam izin pengolahan hutan, izin perkebunan, hak guna usaha, dan lain sebagainya tentu kemudian oleh penyelenggara atau aparat keamanan yang tertulis yang dibawanya, lupa kita bahwa negara kita mengakui keberadaan dan juga berasal daripada masyarakat hukum adat itu. Oleh karena itu, menjadi suatu persoalan besar sekarang, ketika misalnya kontestasi itu terjadi, rumus yang menyebabkan ini keliru seluruhnya karena kita melihat bahwa orang harus menunjukkan surat. Hukum adat tidak mengenal surat. Masyarakat hukum adat ditunjuk saja, bahkan kadang-kadang penunjukkannya itu, “Mana batasnya?” Katanya. “Itu.” Katanya. Padahal enggak tahu lagi batas sampai mana karena nenek moyangnya berada di situ. Saya kira saya akan sampai saja kepada suatu pertanyaan besar ini. Apakah di dalam pembangunan negara ini masih konsisten kita bahwa rakyat sebagai pemegang kedaulatan itu masih bagian daripada apa yang menjadi tujuan kemerdekaan untuk meningkatkan 6
kesejahteraan, memajukan kesejahteraan, dan meningkatkan kecerdasan bangsa itu. Itu masih terus tidak? Kalau, ya, dan saya berpendapat putusan MK itu merupakan suatu legal policy yang merupakan directive atau arah yang harusnya dipatuhi. Undang-Undang Nomor 18 harusnya melihat bahwa memang penunjukkan tidak bisa, semua izin yang dikeluarkan dan penunjukkan kawasan hutan itu pasti semua warga masyarakat hukum adat akan ditangkap. Padahal di masa lalu di daerah itu misalnya sudah dikeluarkan izin HPH, kemudian ditinggalkan begitu saja meskipun mereka memiliki kewajiban reboisasi, itu tidak terlaksana. Sehingga kita menyatakan heran, di mana pengawasan yang pernah dilakukan? Oleh karena itu, saya sampai kepada suatu masalah ini, kriminalisasi warga masyarakat hukum adat dengan alasan melanggar hak investor, berdasarkan HGU dan izin pemanfaatan hasil hutan penyebabnya terletak pada penafsiran yang dilakukan yang justru tidak memungkinkan eksistensi masyarakat hukum adat dapat terus berlangsung karena didasarkan pada izin-izin dan hak-hak tertulis dalam pengelolaan tanah. Nah, saya sampai kepada bagian akhir ini. Ini sudah saya bicarakan, Pak, ini. Kesimpulan saja. Kesimpulan saya, Undang-Undang Nomor 18 itu, ya, bertentangan secara conditionally unconstitutional menyeluruh dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Tetapi kita tidak ... saya mengatakan tadi ini tujuannya mulia, melestarikan. Tetapi kita harus menunda keberlakuan ini sampai Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 mematuhi Putusan Nomor 45. Penataan itu dilakukan berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999, tanpa itu konflik tidak akan berhenti. Saya telah ikut kepedalaman-kepedalaman karena LSM membawa saya dan saya merasa prihatin juga. Seolah-olah bangsa kita tadi membenarkan apa yang dikatakan mantan menteri di dalam sidang lembaga kajian bahwa penyelenggara negara menjadi mandataris pemodal. Kebijakan juga dibajak. Dan oleh karena itu menurut saya conditionally unconstitutional tetapi tidak dibatalkan, tetapi ditunda pelaksanaannya sampai penataan itu dilakukan. Ini yang bisa saya katakan, Yang Mulia. Dan panjang lebar sebenarnya keterangan saya hanya sedikit yang ingin dikatakan. Kurang dan lebih saya mohon maaf. Terima kasih. 25.
KETUA: ANWAR USMAN Ya, terima kasih, Yang Mulia. Sangat padat, tapi sangat jelas. Ahli berikutnya, silakan Bapak Dr. Mahmud Mulyadi. Ya, kiranya bisa disampaikan poin-poin seperti Yang Mulia Pak Maruarar tadi. Silakan.
7
26.
AHLI DARI PEMOHON: MAHMUD MULYADI Terima kasih, Yang Mulia. Assalamualaikum wr. wb. Salam sejahtera bagi kita semua, saya diminta oleh Pemohon untuk membahas tentang asas nonretroaktif. Saya tidak banyak buat tulisan, cuman ada beberapa lembar, makanya akan saya bacakan saja supaya lebih sistematis, Yang Mulia. Bicara soal asas nonretroaktif, maka tentunya ini tidak akan terlepas dari asas legalitas. Oleh karena itu, saya tentunya akan membahas asas legalitas yang akan diderivasi nanti akan menjadi adanya asas nonretroaktif. Ada tiga poin yang ingin saya bahas, pertama dari sisi esensi keberadaan asas legalitas itu sendiri, kemudian juga dari sisi eksistensi dalam peraturan perundang-undangan, dan ada juga satu yurisprudensi Mahkamah Konstitusi yang menerobos asas legalitas, sehingga ini bisa menjadi parameter apakah asas non retroaktif itu bisa diterobos atau tidak nantinya dalam konteks penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara. Dari sisi esensi, Yang Mulia, asas legalitas mengusung tema tentang perlunya jaminan perlindungan hak-hak warga negara dengan membatasi kekuasaan raja dan membatasi kewenangan hakim yang dituangkan dalam undang-undang hukum pidana. Dua hal ini mengapa terjadi? Karena kita tidak akan terlepas dari konteks kesejarahan lahirnya asas ini, yaitu kita akan secara imajiner melakukan perjalanan ke abad pertengahan, yaitu abad 5 sampai abad 15 Masehi, setelah kemunculan jatuhnya kekaisaran Romawi Barat oleh seorang ... serangan Bangsa Jerman. Dinamika hubungan negara dan gereja sangat mempengaruhi kekuasaan raja, bangsa Jerman yang mulai mendirikan empiriumnya atau kerajaan besar yang salah satunya Kerjaan Franka pada abad 8. Kerajaan ini bekerja sama dengan gereja untuk menyebarkan Agama Kristen dan membina kepentingan-kepentingan manusia baik dunia maupun kepentingan akhirat. Raja mempunyai kekuasaan di bidang kenegaraan, sedangkan Paus berkuasa atas persoalan yang terkait gereja. Pada pertengahan abad ke 9, Kerajaan Franka mengalami perpecahan dan melahirkan kekaisaran Romawi suci yang pada tahun 1962 Masehi, saat itu pula kekuasaan Paus semakin besar dan bahkan bisa menggulingkan kekuasaan kaisar. Konflik antara kaisar dengan Paus semakin mendalam semenjak abad ke 12 dengan ditandai persaingan perebutan kekuasaan di antara raja dan gereja. Gereja menuntut kekuasaan yang lebih besar dan luas meliputi urusan agama dan urusan dunia, sedangkan kaisar menolak ikut campur Paus untuk alasan dunia. Muncullah pertentangan antara kaum kanonis dan kaum legis yang berdiri di masing-masing pihak. Kaum legis mengajarkan bahwa kaisar adalah penguasa tertinggi seperti kaisar Romawi dahulu kala, mereka menganggap bahwa negara bertujuan juga untuk mencapai kehidupan 8
yang etis berupa mempertahankan hukum dan nilai-nilai keadilan yang selama ini ajaran tersebut didominasi oleh gereja. Pada abad ke 11 mereka mendirikan berbagai sekolah yang mengajarkan hukum-hukum Romawi di Italia. Sedangkan kaum kanonis berusaha mempertahankan hukum gereja menyerang pendapat kaum legis dengan menyatakan bahwa kekuasaan gereja lebih mulia dan lebih penting dari kekuasaan negara. Kebanyakan kaum kanonis terhadap kaum Legis ini selama tiga abad, yaitu abad ke 12 samai abad 14 yang saat itu kekuasaan negara merupakan subordinasi dari kekuasaan gereja. Pada akhir abad ke 14 kekuasaan gereja semakin melemah dengan dikuasainya ke-Pausan oleh raja Prancis dan pada akhir abad ke 16 kekuasaan raja di Prancis secara utuh berhasil mengenggam kekuasaan di tangannya. Demikian dibolehlah kekuasaan absolut di tangan raja, hal ini misalnya ditandai dengan doktrin hanya rajalah yang berhak membuat undang-undang dan pembentukkan undang-undang ini hanya adalah kekuasaan atau kewenangan yang tidak terbatas. Raja adalah undangundang yang hidup. Pada abad ke 16 ini juga muncul ajaran doktrin tentang pendapat hakim atau arbitrium judicis yang memberikan kewenangan kepada hakim untuk melakukan kualifikasi terhadap perbuatan pidana dan sanksi pidana model pendapatnya sendiri. Doktrin ini mendapat tantangan dan kritikan keras pada abad 18 di seluruh wilayah Prancis karena para hakim telah menjalankan secara sewenang-wenang, warga negara Prancis sangat mendambakan peradilan pidana yang dirasakan pada jaminan perlindungan hak-hak individu warga negara. Puncaknya adalah dengan terjadinya Revolusi Prancis pada tahun 1789, hal ini mengadakan ... menandakan bahwa berakhirnya peradilan pidana sistem arbitrium judicis dan berakhirnya abosulutisme kekuasaan raja dan hakim. Peristiwa Revolusi Prancis menjadikan dasar legalitas sebagai pilar utama dan menjadikan seni dasar hukum pidana dan sistem peradilan pidana. Pada tahun 1781 disusun Kode Penal yang kemudian diganti oleh Napoleon Bonaparte dengan Kode Penal Tahun 1804. Tahun 1808 dibelah hukum acara pidananya, asas legalitas dimuat dalam Pasal 4 Kode Penal Prancis Tahun 1791 dan tahun 1804. Hadirnya Kode Penal di Prancis ini sangat mempengaruhi negara-negara lain di Eropa Barat, termasuk daerah jajahan Eropa Barat dan termasuk juga salah satunya di Indonesia. Perumusan asas legalitas ini merupakan titik awal yang dibangunnya sistem peradilan pidana yang memberikan jaminan perlindungan terhadap hak-hak individu warga negara. Di Inggris sebenarnya sudah lama muncul gagasan ini, mulai dari Bill of Rights tahun 1628, dan juga sebelumnya di munculnya Magna Charta tahun 1215, kemudian ada Habeas Corpus 1769.
9
Nah, secara esistensi … secara esistensi asas legalitas. Asas legalitas dicantumkan dalam Pasal 8 deklarasi tentang hak-hak manusia dan warga negara di Prancis yang menyatakan bahwa diperlukan undang-undang yang tegas dan jelas, serta tidak ada perbuatan yang dapat dihukum kecuali oleh undang-undang yang dibuat dan dirumuskan sebelum pelanggaran itu terjadi. Kemudian Pasal 4 Kode Penal Prancis menyatakan, “Tiada suatu delik atau tiada suatu perbuatan pidana dan tiada kejahatan jika tidak terdapat ancaman pidana yang dinyatakan dalam undang-undang terlebih dahulu.” Kode Penal Prancis ini diberlakukan di Belanda oleh Napoleon Bonaparte karena awal abad ke-19 Belanda ditekuk oleh Prancis. Pada tahun 1918 Hindia Belanda diberlakukan Wetboek van Strafrecht Voor Nederlandsch Indie, asas legalitas diatur dalam Pasal 1 ayat (1) yang berbunyi, “Tiada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan, ketentuan pidana dalam undang-undang yang ada terlebih dahulu.” Setelah Indonesia merdeka tetap menggunakan WVS Nederlandsch Indie yang mengatur asa legalitas tetapi dalam Pasal 1 ayat (1) ditambahkan perubahan sedikit dengan rumusan kata-kata, “Tiada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam perundang-undangan yang telah ada sebelum perbuatan dilakukan.” Feuerbach menyatakan pada tahun 1801 bahwa ada merumuskan 3 adagium yang terkait dengan asa legalitas, yaitu . 1. Nulla poena sine lege artinya tiada pidana tanpa undang-undang. 2. Nulla poena sine crimine artinya tiada pidana tanpa kejahatan. 3. Nullum crimen sine poena lege tiada kejahatan tanpa pidana menurut undang-undang. Adagium yang ketiga ini juga dikenal dengan Nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenali tiada delik atau tiada pidana tanpa undang-undang pidana lebih … terlebih dahulu, yang menandakan asas legalitas memang memasuki wilayah ekstensi dalam berbagai peraturan perundang-undangan di berbagai negara. Cesare Beccaria berkebangsaan Italia sangat banyak mendorong terjadinya Revolusi Prancis. Beccaria berpendapat bahwa setiap individu harus mendapat perlindungan dari tindakan sewenang-wenang. Perlindungan dilakukan dengan membuat suatu hukum atau undangundang sebelum delik tersebut terjadi yang mengatur secara jelas dan tegas tentang perbuatan pidana tersebut. Inti dari ajaran Cesare Beccaria adalah. 1. Diperlukan perlindungan terhadap hak-hak individu dan pembatasan kekuasaan raja dan hakim, sehingga tidak terjadi tindakan sewenangwenang.
10
2. Perlu dibuat undang-undang yang jelas (lex certa) dan tegas (lex scripta) untuk menjamin perlindungan terhadap hak-hak individu di atas. Suatu perbuatan bisa dituntut hanya berdasarkan undang-undang yang telah berlaku dan dilarang penerapan undang-undang pidana secara berlaku surut. Nah, sebenarnya di Indonesia, Yang Mulia, asas legalitas ini bukan barang yang baru karena ketika saya telusuri dalam disertasi saya, waktu saya mencoba untuk meneliti tentang kearifan lokal di masyarakat Sumatera Selatan bahwa ada Undang-Undang Sibur Cahaya. UndangUndang Sibur Cahaya ini berlaku abad ke-16 ketika Kesultanan Palembang berkuasa setelah Sriwijaya abad 12, kemudian juga Majapahit masuk, kemudian berdiri kerajaan-kerajaan Islam Kesultanan Palembang. Di Undang-Undang Sibur Cahaya Pasal 6 Bab 2 tentang ad … tentang adat perhukuman dinyatakan bahwa segala perkara yang menjadi risalah pada aturan raja atau pada adat, hendak pasirah proatin periksa dan hukum bagaimana tersebut di dalam undang-undang ini. Nah, ini menandakan bahwa penghukuman, atau penjatuhan pidana, atau menjadikan kriminalisasi terhadap suatu perbuatan itu harus berdasarkan suatu peraturan perundang-undangan yang telah ada. Karena ini akan dirasakan bertentangan dengan … dengan nuansa keadilan, bahkan kepastian, serta kemanfaatan, serta melanggar hak asasi manusia. Oleh karena itu, berdasarkan uraian-uraian di atas maka secara eksistensinya, maka asas legalitas membawa kepada konsekuensi. Pertama undang-undang bahwa penuntutan dan pemidanaan harus berdasarkan undang-undang yang tertulis karena sifat melawan hukum dalam hukum pidana itu ketika terjadi suatu delik pidana maka tentunya kita akan menggunakan sifat melawan hukum formil yaitu melawan peraturan perundang-undangan. Kedua retroaktif bahwa asas legalitas melarang pemberlakuan undang-undang secara surut karena itu pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Dan ketiga lex certa, pembuat undang-undang harus membuat rumusan secara jelas dan rinci mengenai perbuatan pidana sehingga tidak terjadi multitafsir atas perumusan tersebut. Analogi tidak diperkenankan dalam penafsiran hukum pidana. Yang terakhir saya ingin menyampaikan bahwa ada yurispudensi Mahkamah Konstitusi 013/PUU-I/2013 tanggal 22 Juli 2004 dalam perkara judicial review Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2003 tentang Penetapan Perpu Nomor 2 Tahun 2002 tentang Pemberlakuan Perpu Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme pada peristiwa bom Bali tanggal 12 Oktober 2002 menjadi undangundang. Nah, undang-undang ini memberlakukan asas retroaktif … memberlakukan asas berlaku surut, tetapi tentunya ada argumen yang bisa menjadi parameter mengapa diberlakukan surut. Sedikit saya 11
sampaikan argumennya itu bahwa pokok pikiran dalam pertimbangan hukum hakim menyatakan bahwa menyetujui pemberlakuan undangundang pidana secara retroaktif yang merupakan tuntutan dari rasa keadilan. Hal ini karena sangat bertentangan dengan moral manusia. Apabila HAM pelaku yang dilindungi dengan dalil pelarangan retroaktif, yang mana hal itu justru membiarkan pelanggaran HAM yang lebih parah. Oleh karena itu, keadilan merupakan landasan yang rasional untuk menyampingkan asas dan … retroaktif dalam keadaan tertentu secara terbatas. B. Dalam penerapan asas dan retroaktif juga harus diperkirakan apakah dengan menerapkan cara kaku demikian akan menimbulkan ketidakadilan, merongrong nilai-nilai agama, dan keamanan, dan ketertiban umum? Satu titik keseimbangan harus ditemukan di antara kepastian hukum dengan keadilan hukum dengan mencoba memahami Pasal 28I ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dengan tidak hanya mendasarkan pada tesnya saja, melainkan juga mempelajari pengertian asas tersebut dari sejarahnya, praktik tafsir secara komparatif. Dan C. Ukuran untuk menentukan keseimbangan kepastian hukum dan keadilan, khususnya dalam menegakkan asas retroaktif boleh dilakukan dengan formula sebagai berikut. Pertama, nilai keadilan tidak boleh dari tingginya nilai kepastian hukum, melainkan dari keseimbangan perlindungan hukum atas korban dan pelaku kejahatan. Dua, semakin serius suatu kejahatan, maka semakin besar nilai keadilan yang harus dipertahankan lebih dari nilai kepastian hukum tersebut. Tentunya ini menjadi parameter apakah suatu asas retroaktif dalam suatu perundangundangan boleh diberlakukan. Namun demikian, saya punya pendapat lain, saya tidak dalam konteks tujuan … tujuan hukum pidana, termasuk tujuan hukum secara keseluruhan bahwa tujuan hukum itu punya tiga. Pertama, untuk kepastian hukum, kedua untuk keadilan hukum, dan ketiga untuk kemanfaatan hukum. Dalam praktik penegakan hukum di Indonesia, Mahkamah Agung pun mempertentangkan ketiga tujuan ini. Dalam berbagai teori-teori juga dikatakan bahwa terjadi norma versus norma antara keadilan dengan kepastian hukum, tetapi saya tidak menentangkan antara ketiga ini dengan logika berpikir bahwa sebuah tujuan tidak akan mungkin itu bertentangan. Kalau sebuah tujuan bertentangan, maka hukuman atau putusan hakim akan multitafsir tergantung selera masing-masing. Itu yang terjadi di Indonesia. Menurut saya, Pak, menurut analisa saya antara keadilan, kepastian, dan kemanfaatan itu tidak perlu diharmoni karena mereka adalah satu aliran. Kenapa? Kalau kita bicara kepastian hukum, kapan dikatakan hukum itu pasti? Hukum pasti ketika suatu putusan inkracht. 12
Artinya, mau dihukum berapa pun, dia dalam hukum pidana, dikatakan hukum pasti dia inkracht, mau 4 tahun, 8 tahun, atau sebagainya. Kapan dikatakan hukum membawa manfaat? Dalam hukum pidana, hukum membawa manfaat ketika hukum itu membawa suatu deterrence efek. Efek penjeraan bagi pelaku special deterrence bahwa pelaku menginsafi apa perbuatannya. Dan kedua, namanya general deterrence bahwa masyarakat tidak mau mencontoh antara pelaku dan korban merasa puas dengan peradilan tersebut. Nah, kalau kita letakkan antara kepastian dan kemanfaatan, Yang Mulia, maka dia adalah produk, kalau pabrikan dari sebuah proses dari input ke output, maka dia output sebuah produk. Sebuah produk itu dia berakhir di ujung suatu proses, tapi keadilan itu adalah suatu nilai yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa sebagai suatu asas, landasan. Oleh karena itu, seharusnya kepastian hukum yang merupakan produk itu dia mengacu pada sebuah keadilan. Kemanfaatan hukum harus mengacu pada keadilan. Misalnya, dalam penyidikan bahwa ada hak-hak tersangka, ada hak-hak terdakwa misalnya, atau ada kewajiban kepolisian yang mengarah kepada proses keadilan. Tidak boleh ada penyiksaan, misalnya, supaya adil dan sebagainya. Oleh karena itu, Yang Mulia, tentunya keadilan menjadi landasan kepastian hukum dan kemanfaatan hukum. Imam Ali bin Abi Thalib pernah ditanya oleh seorang sahabat bahwa lebih utama apa, keadilan dengan kedermawanan? Imam Ali bin Abi Thalib menyatakan bahwa dia tidak menjawab lebih utama keadilan atau kedermawanan, tapi dia membawa suatu ukuran yang universal, dia katakan bahwa kedermawanan itu adalah mengeluarkan sesuatu dari tempatnya. Orang yang punya uang mengeluarkan sesuatu dari tempatnya. Itu kedermawanan. Dan … sementara keadilan meletakkan sesuatu pada tempatnya. Oleh karena itu, mulia keadilan daripada kedermawanan. Karena kalau mengeluarkan sesuatu dari tempat tidak tepat sasaran, maka ini tidak adil. Yang kedua bahwa kedermawanan itu adalah melekat hanya subjektif seseorang, dia berlaku khusus hanya orangorang yang punya yang bisa dermawan. Tapi keadilan dambaan semua umat manusia. Oleh karena itu, keadilan ini menjadi landasan untuk kepastian dan kemanfaatan hukum, sehingga dia tidak bisa … maksud saya tidak perlu diharmoni karena dia satu rangkaian dalam penegakkan hukum. Inilah, Yang Mulia yang dapat saya sampaikan. Terima kasih. Wassalamualaikum wr.wb. 27.
KETUA: ANWAR USMAN Ya, terima kasih, Ahli. Selanjutnya, untuk Saksi, apakah sesuai dengan nomor urut ini atau siapa yang lebih dulu?
13
28.
KUASA HUKUM PEMOHON: GUNTUR RAMBE Ya, sesuai dengan nomor urut, Yang Mulia.
29.
KETUA: ANWAR USMAN Apakah mau keterangannya?
30.
dipandu
atau
langsung
menyampaikan
KUASA HUKUM PEMOHON: GUNTUR RAMBE Ya, dipandu, Yang Mulia.
31.
KETUA: ANWAR USMAN Baik. Silakan, Pak Sapri, di podium. Pertanyaannya langsung saja terkait dengan permohonan, ya.
32.
SAKSI DARI PEMOHON: SAPRI Terima kasih, Yang Mulia. Pertama, sebelum saya menyampaikan kepada Bapak-Bapak yang hadir semua, kami dari Desa Lubuk Besar, Kecamatan Kemuning, Kabupaten Indragiri Hilir, Provinsi Riau. Kami dilahirkan di Lubuk Besar pada tanggal 26 November tahun 1962. Jadi, umur saya kurang-lebih 54 tahun. Diangkat jadi sekretaris desa itu kurang-lebih, Pak, 20 tahun 6 bulan, dan pada tanggal tahun 2007 baru diangkat jadi PNS sampai sekarang. Artinya, sudah 27 tahun. Jadi, maksud kami, Pak. Desa Lubuk Besar itu sebelum saya menjabat itu sudah ada kepemimpinan. Kalau boleh kami bilang, itu sudah lima penghulu, Pak. Artinya, Desa Lubuk Besar itu ratusan tahun sudah, Pak, ratusan tahun. Nah, jadi perlu kami sampaikan Desa Lubuk Besar itu dengan jumlah penduduk 1.048 jiwa terdiri dari 11 RT, 6 RW, dan 3 kadus … 3 dusun maksudnya, Pak. Perlu kami sampaikan mata pencaharian masyarakat Lubuk Besar itu adalah dari hasil peninggalan moyang bahkan datuk itu … itulah yang diwariskan kepada anak-anak, cucunya sekarang, Pak. Artinya, sebelum ada pembukaan lahan sawit itu di … ditinggalkan, artinya kebun karet, dukuh, durian. Nah, sementara … untuk sementara ini bahwa Desa Lubuk Besar dengan adanya pembukaan lahan sawit, artinya condong ke arah ke kebun sawit. Nah, itu sepengetahuan saya, Pak. Barangkali ada yang nanti mungkin ada Teman-Teman saya yang bisa menyampaikan lebih lanjut, Pak.
14
33.
KETUA: ANWAR USMAN Ya, baik. Terima kasih. Silakan duduk, nanti saja didalami.
34.
SAKSI DARI PEMOHON: SAPRI Assalamualaikum wr. wb.
35.
KETUA: ANWAR USMAN Waalaikumsalam wr. wb. Ya, Saksi berikutnya? Atau langsung saja di itu … Pak Muhammad Din, ya?
36.
SAKSI DARI PEMOHON: MUHAMMAD DIN Assalamualaikum wr. wb. Nama saya Muhammad Din, umur 57 tahun, lahir di Desa Lubuk Besar. Saya akan berbicara tentang Desa Lubuk Besar. Di sini saya akan membicarakan, saya dibesarkan di Desa Lubuk Besar. Saya lahir tahun 1958 dan sampai sekarang saya di Desa Lubuk Besar masih tinggal di situ. Sejak tahun 1973, saya sudah bertani di Lubuk Besar dan sampai sekarang. Dari tahun 1998, jadi di sana menjelang 1998 kami bertani, berkebun, berladang padi secara liar namanya, berpindah-pindah, Pak. Dari tahun ini, pindah ke sini. Dari tahun ini, pindah ke sini. Menurut orang-orang tua kami dahulu begitu. Alhamdulillah, Pak, sampai 1998 adalah perusahaan ingin bekerja sama dengan kami di Desa Lubuk Besar yaitu perkebunan kelapa sawit. Alhamdulillah, masyarakat Lubuk Besar sangat gembira mendengar ini, namanya perusahaan itu Agro Raya Gema Trans. Nah, jadi di sekian bulan dia bekerja, maka tidak ada rejeki kami di situ, gagal dia. Apa arti … apa maksudnya dia gagal, kami tidak mengerti itu, Pak, kegagalan dia. Jadi, kami sangat kecewa kegagalan ini tadi. Setelah dia tahu dia gagal tidak mau lagi bekerja di desa kami, kami disuruh di … di oleh kepala desa di sini berangkatlah masyarakat berkebun sendiri-sendiri secara semampu masyarakat. Dari 1998 itu sampailah sekarang sudah menjadi kebun masyarakat sedikit, sebanyaknya semampunya dia bekerja. Akhirnya sampai 19 … sampai 2014 datanglah dua buah plang, Pak, dari … dari mana arahnya saya tidak tahu. Plang ini ditancapkan diatas kebun sawit masyarakat yang dibikin masyarakat tadi. Setelah plang ini berdiri itu bukan main resahnya masyarakat, Pak. Dibaca oleh perempuan pun itu bukan main ribut, apalagi yang sudah mengerti bahwa ini tanah habis. Di situ isinya PT SHM (Sari Hijau Mutiara), katanya, “Ini lahan kami yang diambil masyarakat Lubuk Besar.” Banyak 15
20.000 hektar, sedangkan lahan Lubuk Besar itu, Pak, cuma sekitar 7.500 atau 7.000. Kemana kami mau pergi? Inilah keresahan kami waktu itu, tidak dapat berbuat apa-apa kami. Sampai sekarang belum juga hilang keresahan kami, sedangkan kami dari nenek moyang kami di situ sudah ratusan tahun tinggal di Lubuk Besar. Di situ diplang itu ada kami tengok 2008 izin SHM keluar di plang ini. Di situ masyarkat keresahannya 20.000 hektar itu habis semuanya, tanaman dari nenek moyang kami habis, kuburan nenek moyang kami habis, lalu rumahrumah kami itu bakal habis, tidak ada tinggal, Pak, bahkan menjalar ke desa-desa tetangga kami. Jadi kesimpulannya sekarang saya mohon, Pak, mohon saya beribu-ribu mohon saya, tanah kami ini nanti ke mana nanti kalau memang betul-betul SHM ini duduk di situ. Dan permohonan kami ini tolong, Pak, cabut izin SHM di atas kebun-kebun nenek moyang kami ini atau di kebun sawit yang kami bikin ini. Kami merasa tidak pernah mengambil sejengkal pun tanah SHM, tidak pernah, Pak, tahu-tahunya 2014 itu sudah ditancapkan plang dua biji. Sekian, Pak, terima kasih. Assalamualaikum wr. wb. 37.
KETUA: ANWAR USMAN Waalaikumsalam wr. wb. Ya, untuk berikutnya, ya, di tempat saja enggak usah di podium, biar cepat. Saksi Pak Suardi, silakan di situ saja. Kasih miknya itu.
38.
SAKSI DARI PEMOHON: SUARDI Yang Mulia. Assalamualaikum wr. wb. Yang Mulia, izinkanlah saya berbicara pada waktu dan kesempatan ini. Nama saya Suardi, umur 57 tahun, tinggal di Kemuning Muda, alamat RT 01, RW 01, Kemuning Muda, Kecamatan Kemuning, Kabupaten Indragiri Hilir. Kemuning … sejak dari muning, moyang, datuk, mama, ayah, kami ada 5 sampai 7 turun kami tinggal di situlah. Jadi kami berusaha di situ dan sudah menjadi penduduk tempatan yang asli, kami merasa berusaha untuk menanam padi, karet, duku, duren, dan buah-buahan dari peninggalan nenek kami dulu sampai bapak kami dahulu. Jadi kami sekarang telah berusaha untuk sisanya untuk menanam kebun kelapa sawit sealakadarnya sampai tanah itu sudah kami habiskan sebanyak mungkin. Jadi kami telah berusaha untuk ... sampai sekian saya merasa tidak enak berat badan. Assalamualaikum wr. wb.
16
39.
KETUA: ANWAR USMAN Waalaikumsalam wr. wb. Ya, terima kasih. Berikut Pak Ardi, silakan.
40.
SAKSI DARI PEMOHON: ARDI MUKLIS Bismillahirrahmanirahim. Terima kasih, Yang Mulia. Assalamualaikum wr. wb. Di sini saya tidak mau panjang lebar untuk berbicara di hadapan Bapak-Bapak karena saya berbicara seadanya, terutama sekarang kami berbicara masalah desa. Desa Kemuning Muda, Bapak Hakim Yang Terhormat, sudah ada jauh sebelum penjajahan Belanda. Jauh sebelum penjajahan Belanda sudah ada desa Kemuning Muda. Dan sampai saat ini desa tersebut sudah terdaftar di Negara Republik Indonesia. Maka dari itu kami menjabat sebagai kepala desa baru 3 bulan, Pak, dilantik. Jadi dengan artian baru belum sampai seumur jagung. Dengan belum sampai seumur jagung, kami ditimpa oleh permasalahan-permasalahan. Terutama sekarang saya ingin memaparkan bentuk desa kami, bagaimana desa kami. Desa kami nun jauh di sana, Pak. Itu mempunyai 13 RT, 17 RW, dan 3 kadus. Dengan artian, kami sudah memenuhi syarat-syarat untuk menjadi desa. Jadi di dalam struktur desa tersebut, Pak, sudah ada salah sarana-sarana desa seperti alat olahraga, sarana pendidikan, dan sarana rumah ibadah. Rumah ibadah ini pun didirikan itu jauh sebelum penjajahan zaman Belanda. Dan setelah terdiri sekian abad desa tersebut, maka kita dijajah Belanda, Pak. Dijajah Belanda, negeri Kemuning disuruhlah untuk bertani. Karena memang mayoritas penduduk kami itu pekerjaannya petani, Pak. Pertama petani padi, dan padi tersebut sistem nomaden, berpindahpindah. Jadi di situ nenek moyang kami, ketua kami mempunyai adat. Jadi adat dahulu, Pak, kami tidak memiliki surat dari … resmi dari pemerintah. Yang menjadi adat istiadat sudah digarap oleh moyang, silakan diambil oleh datuk. Datuk langsung turun temurun seperti itu. Maka sampai sekarang, sampai saat ini yang ada itu kalau surat keluar tahun 1999 itu sudah ada prona, Pak. Sudah ada tahun 1999, tapi tahun 1999 ke bawah itu kebanyakan itu hanya surat, surat dari desa, dari kepala desa. Itu pun kalau memerlukan umpamanya ada sengketa, gaya begitu penyelesaiannya. Nah, dari itu kalau kami lihat Pak, kami tinjau. Memang desa Kemuning Muda itu tidak ada di dalam, termasuk di dalam surat yang dibuat di plang, di desa tetangga, di desa Lubuk Besar. Tetapi kami baca sebanyak 20.000 hektare, jangankan Pak, jangankan tanah kami sedikit umpamanya diambil. Ini dapur kami pun habis diambil, Pak. Jadi kalau memang dapur kami diambil, dusun kami diambil, ke mana masyarakat 17
kami yang sekian ribu itu untuk hidup? Karena Bapak-Bapak Hakim semua sudah mengetahui. Kesejahteraan masyarakat itu lebih diutamakan. Jadi kami mohon dengan sangat kami minta dengan ketegasan Bapak, kami minta keadilan. Tolong cabut PT apapun yang belum pernah ada sosialisasi terhadap desa-desa kami. Nah, jadi saya pun mewakili dari Teman-Teman. Jika ada pembicaraan ini kurang lancar, Pak. Itu berarti bukan kesaksiannya yang tidak … tidak jelas, bukan kesaksiannya, istilahnya mengada-ada. Tetapi itulah adanya, Pak, kami masyarakat dari pedalaman. Jadi seperti itulah yang harus kita ayomi, kita lindungi. Jangan kita umpamanya berpihak kepada PT yang pintar, yang banyak uangnya. Kalau kami sudah seperti itu, Pak, ke mana lagi kami harus mengadu. Dan saya akhiri dengan wabillahitopikwalhidayah assalamualaikum wr. wb. Dan terima kasih. 41.
KETUA: ANWAR USMAN Ya, baik. Terakhir, Pak Muhammad Rais. Silakan.
42.
SAKSI DARI PEMOHON: MUHAMMAD RAIS Assalamualaikum wr. wb. Nama saya Muhammad Rais. Umur 42 tahun. Alamat, Jalan Penunjam, Desa Tuk Jimun, Kecamatan Kemuning, Kabupaten Indragiri Hilir, Provinsi Riau. Saya di Desa Tuk Jimun, Desa Tuk Jimun itu, Pak, sudah lama beradanya. Di zaman belum merdeka sudah berdiri Desa Tuk Jimun. Sekarang jumlah penduduk Desa Tuk Jimun berjumlah 726 orang dan KK, 236 KK. Dengan luas wilayah sekitar lebih-kurang 3.000 hektare. Yang semenjak nenek moyang kami ditanami karet, dan duku, durian, rambutan, dan sebagainya sekitar 1.000 hektare. Dan sekarang sudah ditanam semua kebun sawit sekitar 2.000 hektare. Jadi kami ke sini diamanah oleh masyarakat karena resahnya ada PT yang masuk setahu masyarakat di tahun 2014. Jadi masyarakat di desa kami terlalu resah karena PT masuk, katanya. Jadi tanahnya bakal terancam habis, diambil. Jadi saya sebagai penyampai dari masyarakat kalau bisa mohon dicabut izin PT yang tersebut, Pak. Cukup sekian dan terima kasih.
43.
KETUA: ANWAR USMAN Ya, baik. Terima kasih. Ya, Pemohon kalau masih ada hal-hal yang ingin ditanyakan atau didalami, silakan baik pada Ahli maupun Saksi. Tapi khusus Saksi ya hal-hal yang diketahuinya saja, ya. Jangan melebar yang tidak diketahui. Silakan. 18
44.
KUASA HUKUM PEMOHON: ADI MANSAR Terima kasih, Yang Mulia. Kami kepada Saksi Fakta kami dulu. Saya tidak tujukan kepada Bapak-Bapak siapa, tapi terserah siapa nanti yang akan menjawab. Dua pertanyaan saja. Satu. Apakah setahu Bapak-Bapak, PT SHM itu sudah ada aktivitasnya di lahan Bapak-Bapak itu? Itu pertanyaan yang pertama. Yang kedua. Apakah Bapak-Bapak mengetahui ada warga desa Bapak-Bapak yang dipanggil oleh kepolisian karena alasan berkebun di atas tanah yang masuk di desa Bapak-Bapak itu? Itu pertanyaan kami. Silakan. Siapa yang menjawab?
45.
SAKSI DARI PEMOHON: ARDI MUKLIS Terima kasih kepada pertanyaan (…)
46.
KETUA: ANWAR USMAN Hanya itu, ya … hanya sedikit itu saja … sebentar. Cuma itu saja pertanyaannya? Ya, baik. Silakan. Siapa yang akan menjawab?
47.
SAKSI DARI PEMOHON: ARDI MUKLIS Terima kasih, Pak Hakim Yang Mulia. Yang akan menjawab saya, Ardi Mukhlis yang berasal dari Kemuning Muda. Kalau setahu kami di Desa Kemuning Muda, Pak, tahunya PT SHM setelah dia memasang plang pada tahun 2014. Jadi, di dalam plang itulah tertera 20.000 hektare. Maka dengan adanya tertera 20.000 hektare tersebut, masyarakat merasa resah karena bakalkan hak miliknya habis. Yang kedua … pertanyaan tadi, Pak?
48.
KUASA HUKUM PEMOHON: ADI MANSAR Yang dipanggil oleh (…)
49.
SAKSI DARI PEMOHON: ARDI MUKLIS Yang dipanggil oleh kepolisian? Yang dipanggil oleh kepolisian, kami serahkan kepada bukti nyata dari Desa Lubuk Besar. Silakan, Pak.
19
50.
SAKSI DARI PEMOHON: MUHAMMAD DIN Assalamualaikum wr. wr. Yang tadi diminta oleh itu … Bapak itu, akan menerangkan ada apa tidak warga Desa Lubuk Besar yang dipanggil? Ternyata, itu ada. Yang dipanggil sampai ke pengadilan sebanyak tiga orang. Yang dipanggil kepolisian lainnya, masih ada lagi, Pak. Ada lagi, agak banyak. Sekian, terima kasih.
51.
KETUA: ANWAR USMAN Ya, baik. Kuasa Presiden, ada hal-hal yang ingin didalami ke Ahli terutama?
52.
PEMERINTAH: YUNAN HILMY Cukup, Pak.
53.
KETUA: ANWAR USMAN Cukup, baik. Dari meja Hakim? Ya, Yang Mulia Pak Patrialis.
54.
HAKIM ANGGOTA: PATRIALIS AKBAR Terima kasih, Pak Ketua. Saya ke senior, Pak Maruarar. Kalau diikuti keterangan Pak Maruarar sebagai Ahli pagi ini, saya kaget juga. Karena yang disampaikan itu adalah sesuatu yang berasal dari hati nurani kelihatannya. Melihat dari beberapa keterangan Ahli tadi, kemudian juga penjelasan dari Para Saksi, serta permohonan Para Pemohon ini. Apakah Ahli melihat ini ibaratnya bentuk penjajahan baru dalam negara setelah merdeka ini? Kalau dulu kita dijajah oleh asing, ketahuan lawannya, yaitu asing. Ya, Belanda, ya Jepang, Inggris. Tetapi sekarang, justru pemilik-pemilik modal yang seperti Ahli katakan tadi, secara leluasa menguasai ratusan ribu hektare, bayangkan. Tanah negara ini mereka klop saja. Pokoknya ini … perusahaan ini, perusahaan ini, perusahaan ini, ratusan ribu hektare. Apakah itu dibebaskan atau tidak dibebaskan, yang jelas dia yang punya. Bahkan luar biasanya lagi, mereka yang punya izin pengelolaan itu, mereka juga leluasa untuk menjual ke asing, yang di dalam tanah itu bermacam-macam isinya, berlapis-lapis. Tidak hanya untuk tanaman, ada di situ juga tambang, di bawah tambangnya ada lagi macam-macam. Nah, ketika negara ini butuh, justru kita minta izin ke asing itu. Padahal, ini negara sendiri. Dan itu fakta, Pak Maruarar. Ini kan penjajahan sebetulnya. Kalau mereka ini tinggal sudah ratusan tahun yang lalu, sebelum negara ini merdeka, sekarang dengan satu 20
lembar surat yang diberikan oleh pemerintah, apakah pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, sama saja. Terus, mereka dengan mudah … apalagi tadi sudah dipanggil, diadili, kriminalisasi. Kan pasti orang-orang ini kalah dan takut, enggak bisa ngapa-ngapain. Jadi, alat kita justru dijadikan sebagai alat untuk menjajah juga oleh para liberal itu. Di dalam Undang-Undang Pokok Agraria, kan juga sudah diatur, Pak. Meskipun itu tanah negara, tiga puluh tahun berturutturut, kan bisa berikan pengakuan. Dan itu tidak hanya terjadi di desadesa pegunungan sana, termasuk di Jakarta. Ahli lihat sendiri. Luar Batang misalnya, ratusan tahun nenek moyang tinggal di situ, digusur begitu saja tanpa memberikan ganti rugi, ya kan. Ini kan bahaya ke depan. Masyarakat ini mau ke mana? Enggak ada jalan keluar dalam kehidupan ini. Jadi, saya minta tadi Pak Maruarar secara tegas menyatakan undang-undang ini unconditional constitutional. Bagaimana sebetulnya, Pak, sebaiknya pengaturan ke depan agar penjajahan-penjajahan modern seperti sekarang ini enggak terjadi lagi? Mati semua rakyat kecil. Ya, demi kepentingan-kepentingan tertentu, ya, pengamat-pengamat tertentu karena dia kepentingan tertentu, tim sukses tertentu, ya, bahasanya berlainan, mulutnya bisa berbeda, lidahnya bisa bercabang. Jadi, rakyat sekarang mau menonton. Di mana pun republik ini sudah pemilik-pemilik modal, Bapak pergi ke Banten, kemarin kita juga menyebutkan, itu PT, PT tertentu dari ujung sampai ke ujung, Pak. Bahkan juga ada pengusaha pengembang-pengembang kecil untuk mereka membangun perumahan-perumahan kecil sudah enggak bisa. Karena sudah dimiliki oleh pemilik modal, kalau dia minta izin harus sama perusahaan itu, bukan sama negara lagi. Ini luar biasa, memang enggak bisa kita biarkan. Saya minta pikirannya yang brilliant dari Pak Maruarar. 55.
KETUA: ANWAR USMAN Baik. Berikut, ya, Yang Mulia Pak Suhartoyo dulu.
56.
HAKIM ANGGOTA: SUHARTOYO Terima kasih, Pak Ketua. Saya ke Pak Mahmud, ya. begini, Pak Mahmud. Ini terlepas bahwa masyarakat adat denga hak adat dan hak aurakyatnya yang harus kita lindungi, terlepas dari itu, ya. Saya melihat bahwa pemberlakuan asas retroaktif yang Anda sampaikan tadi, tentunyakan dihadapan pada perusahaan-perusahaan yang satu dengan yang lainnya tidak sama. Artinya kalau saya mencermati keterangan Para Saksi ini bahwa mereka juga … mohon maaf, ya, Bapak-Bapak Saksi mereka juga petani-petani atau pengepul-pengepul yang nomaden, ya, yang berpindah-pindah. Artinya dari segi legalitas, legalitasnya kan 21
masih perlu di dalami. Artinya apakah kepada Beliau-Beliau ini juga bisa juga kemudian serta-merta bahwa keberadaan selama ini, kemudian ketika serta-merta juga diberlakukan undang-undang ini kemudian juga bisa Bapak katakan bahwa mereka-mereka ini adalah korban dari pada asas retroaktif itu? Berbeda halnya dengan orang-orang yang memang secara legal barangkali punya … punya izin atau betul-betul masyarakat adat dalam perspektif denga hak ulayat dan adat … hak adatnya yang benar-benar memenuhi kaedah-kaedah itu. Tapi terhadap yang memang di lapangan saya yakin, ya. Karena saya juga lama bertugas di daerah-daerah yang mempunyai wilayah hukum itu, hutan-hutan begitu. Itu memang banyak apa … para petani-petani hutan itu juga yang notabenenya izinnya juga banyak yang dipertanyakan, wajar kalau kita pertanyakan, begitu. Artinya bukan serta-merta terus Bapak-Bapak ini kita sama kan, tidak. Artinya kita kembali ke tadi itu apakah juga berlaku asas retroaktif kepada mereka-mereka yang memang „berpindah-pindah‟ tadi ada kata liar tadi. Artinya, apakah bisa enggak diterapkan seperti itu? Karena menurut saya memang kita sepakat retroaktif itu bukan berarti tidak bisa. Bisa. Tapi kalau untuk undang-undang ini kan jelas tidak bisa karena itu hanya untuk kasus-kasus tertentu. Kemudian yang kedua, begini. Kalau memang halnya itu tidak … tidak bisa diberlakukan untuk mereka-mereka ini, Pak Mahmud. Bisa enggak mereka itu diakomodir dengan misalnya penegak hukum itu, baik yang ada di lapangan maupun para hakim yang ada di meja sidang itu, mengakomodir dengan pasal-pasal misalnya alasan pemaaf dan alasan pembenar? Jangan kemudian, serta-merta bahwa dia ini korban dari asas retroaktif, tapi digeser saja ke prinsip-prinsip bahwa merekamereka ada alasan pembenar ada alasan pemaaf. Jadi, mungkin apakah mereka sudah merupakan masyarakat adat yang harus dihormati yang memang putusan MK juga sudah pernah memberikan perlindungan kepada para penduduk yang memangmemang betul tinggal di kawasan itu. Bahkan bukan yang Perkara Nomor 45 tapi perkara yang bakalan kita putus itu juga sudah kita melegitimasi itu. Para masyarakat adat yang bertinggal di kawasan hutan itu sudah beri perlindungan. Sudah ada, Pak, nomornya saya lupa, saja. Tapi saya sudah di sini kok, 2015 atau 2016. 2015 yang pasti. Tapi saya kira itu sangat identik dengan Perkara 82 ayat (2) ini, 92, dan 93 yang Bapak mintakan itu. Itu saja Pak Mahmud barangkali. Terima kasih, Pak Ketua. 57.
KETUA: ANWAR USMAN Ya. berikut, Yang Mulia Pak Palguna.
22
58.
HAKIM ANGGOTA: I DEWA GEDE PALGUNA Pertama saya ingin begini, ya. Ya, tentu kita semua prihatin dengan apa yang disampaikan oleh Saksi, tapi ada kewajiban Pemohon, Kuasa Pemohon, untuk menerangkan bahwa Mahkamah ini tidak mempunyai kewenangan untuk mencabut izin itu, ya. Itu di tempat lain, Pak. Jadi … tetapi kami yang dipertimbangkan di sini apakah undangundangnya ini benar apa tidak? Begitulah kira-kira, ya. Supaya nanti harapannya nanti jangan ditujukan ke sini kekeliruan itu. Itu ada kewajiban dari Pemohon untuk memberitahukan kepada Saksi, ya. Berikutnya, sebagian sudah ditanyakan oleh Yang Mulia Pak Suhartoto. Saya mau tanya ke Pak Mahmud juga. Begini, kalau dalam konteks hukum pidana, ya khususnya dikaitkan dengan prinsip lex scripta, lex certa, dan lex tripta, gitu ya. Apakah penduduk-penduduk mereka … tapi saya belum tahu tadi, dipanggil polisi dianggap melakukan tindak pidana, ya? Ya, Saudara Pemohon? Ya? Dianggap melakukan tindak pidana? Apakah ini yang diterangkan ada dari penduduk mana tadi, Pak? Kemuning, ya? Apa Tuk Jimun itu? Yang di … dari Lubuk Besar? Ya, yang dipanggil polisi itu? Itu kira-kira dari konsepsi hukum pidana dia melakukan pelanggaran apa? Karena mereka kan penduduk yang sudah ada di situ. Sebelum undang-undang ini diundangkan, begitu kan. Nah, kalau sekarang yang terjadi begini, memang mereka mengatakan mereka tidak mempunyai sertifikat, tidak mempunyai ini, tapi mereka sudah beraktivitas di situ. Saya mau tahu dari Pak Mahmud, ini konstruksi pidananya bagaimana kira-kira ini kalau dia dipanggil polisi, gitu lho? Konstruksinya yang pengenaan ketentuan pidana yang sesuai prinsip lex scripta, lex certa, dan lex tripta itu. Itu bagaimana kira-kira itu? Kalau misalnya sampai … apa sudah ada yang dihukum? Sudah. Tuduhannya apa, Pak, Saudara Pemohon? Kalau saya boleh minta jawab.
59.
KUASA HUKUM PEMOHON: ADI MANSAR Tuduhannya alih fungsi kawasan, alih fungsi lahan atau hutan.
60.
HAKIM ANGGOTA: I DEWA GEDE PALGUNA Ndak, dia dihukum karena apa? Menyerobot itu atau bagaimana?
61.
KUASA HUKUM PEMOHON: ADI MANSAR Karena memang … kan izin katanya diberikan, Yang Mulia, kepada satu PT, sementara orang sudah ada di situ, mereka tanami sawit.
23
62.
HAKIM ANGGOTA: I DEWA GEDE PALGUNA Ya.
63.
KUASA HUKUM PEMOHON: ADI MANSAR Yang tiga orang ini dihukum, Yang Mulia. Empat bulan ada yang lima bulan, begitu.
64.
HAKIM ANGGOTA: I DEWA GEDE PALGUNA Ya, kira-kira bulan-bulananlah, gitu ya?
65.
KUASA HUKUM PEMOHON: ADI MANSAR Ya.
66.
HAKIM ANGGOTA: I DEWA GEDE PALGUNA Baik. Itu pertanyaan saya untuk Pak Mahmud. Terima kasih.
67.
HAKIM KETUA: ANWAR USMAN Ya, Yang Mulia Pak Aswanto.
68.
HAKIM ANGGOTA: ASWANTO Terima kasih, Ketua Yang Mulia. Saya ingin klarifikasi ke Saksi Pak siapa yang nomor urut 2 tadi? Yang tadi bicara mengenai orang yang dipanggil polisi, Pak siapa? Pak Muhammad Din, ya? Ya.
69.
SAKSI DARI PEMOHON: SAPRI Saya sendiri, Pak.
70.
HAKIM ANGGOTA: ASWANTO Bukan, bukan. Yang di samping Bapak. Nah, tadi ada yang menarik yang Bapak … Pak siapa?
71.
SAKSI DARI PEMOHON: MUHAMMAD DIN Muhammad Din, saya.
24
72.
HAKIM ANGGOTA: ASWANTO Ya, Muhammad Din. Tadi ada yang menarik yang Bapak sampaikan bahwa sebelumnya masyarakat kerjasama dengan perusahaan untuk menanam kelapa … untuk menanam sawit, gitu ya?
73.
SAKSI DARI PEMOHON: MUHAMMAD DIN Ya.
74.
HAKIM ANGGOTA: ASWANTO Perusahaan apa itu, Pak?
75.
SAKSI DARI PEMOHON: MUHAMMAD DIN Agro Raya Gema Mitran.
76.
HAKIM ANGGOTA: ASWANTO Argo Raya Gema Mitran.
77.
SAKSI DARI PEMOHON: MUHAMMAD DIN Mitran.
78.
HAKIM ANGGOTA: ASWANTO Lalu kemudian PT itu atau perusahaan itu dianggap gagal, gitu?
79.
SAKSI DARI PEMOHON: MUHAMMAD DIN Ya, dia gagal, Pak.
80.
HAKIM ANGGOTA: ASWANTO Dianggap gagal lalu mereka meninggalkan lokasi?
81.
SAKSI DARI PEMOHON: MUHAMMAD DIN Ya.
25
82.
HAKIM ANGGOTA: ASWANTO Nah, apakah perusahaan itu sudah menanam pohon-pohon sawit ketika mereka meninggalkan lokasi itu?
83.
SAKSI DARI PEMOHON: MUHAMMAD DIN Belum, Pak.
84.
HAKIM ANGGOTA: ASWANTO Belum?
85.
SAKSI DARI PEMOHON: MUHAMMAD DIN Belum.
86.
HAKIM ANGGOTA: ASWANTO Jadi setelah ada kerjasama … kerjasamanya dalam bentuk apa, Pak, kerjasamanya?
87.
SAKSI DARI PEMOHON: MUHAMMAD DIN Itu dengan masyarakat di waktu itu dibilang dia kerjasamanya pola 60-40, Pak. 60 lahan inti, 40 masyarakat. Kami gembira waktu itu, Pak.
88.
HAKIM ANGGOTA: ASWANTO Itu berapa luas lahan yang dikuasai oleh perusahaan itu?
89.
SAKSI DARI PEMOHON: MUHAMMAD DIN Sekitar 6.000 hektare.
90.
HAKIM ANGGOTA: ASWANTO 6.000 hektare.
91.
SAKSI DARI PEMOHON: MUHAMMAD DIN Ya.
26
92.
HAKIM ANGGOTA: ASWANTO Nah, setelah gagal, mereka meninggalkan lokasi itu?
93.
SAKSI DARI PEMOHON: MUHAMMAD DIN Ya.
94.
HAKIM ANGGOTA: ASWANTO Lalu lokasi itu dikuasai oleh masyarakat?
95.
SAKSI DARI PEMOHON: MUHAMMAD DIN Ya, masyarakat.
96.
HAKIM ANGGOTA: ASWANTO Dengan menanam sendiri?
97.
SAKSI DARI PEMOHON: MUHAMMAD DIN Menanam sendiri di (…)
98.
HAKIM ANGGOTA: ASWANTO Sawit?
99.
SAKSI DARI PEMOHON: MUHAMMAD DIN Ya.
100. HAKIM ANGGOTA: ASWANTO Oh, gitu. 101. SAKSI DARI PEMOHON: MUHAMMAD DIN Maka lahan itu habislah, Pak, ditanami oleh masyarakat. 102. HAKIM ANGGOTA: ASWANTO Sekarang yang jadi masalah lahan-lahan itu, Pak?
27
103. SAKSI DARI PEMOHON: MUHAMMAD DIN Itulah yang ditancapkan oleh orang-orang yang (…) 104. HAKIM ANGGOTA: ASWANTO Karena datang lagi perusahaan baru, Sari Hijau Mutiara? 105. SAKSI DARI PEMOHON: MUHAMMAD DIN Ya. 106. HAKIM ANGGOTA: ASWANTO Sari Hijau Mutiara datang menancapkan palng bahwa itu punya dia? 107. SAKSI DARI PEMOHON: MUHAMMAD DIN Menancapkan plan dua biji di kebun masyarakat ini, Pak. 108. HAKIM ANGGOTA: ASWANTO Nah, kami juga menerima surat dari PT Sari Hijau Mutiara. Makanya saya klarifikasi itu, Pak. Karena PT Sari Hijau Mutiara juga menyurat ke kami ketika di pemeriksaan Panel ya, di Panel. Mereka menganggap bahwa sebenarnya lahan yang dikuasai oleh masyarakat setempat ndak ada masalah. Yang masalah itu adalah lahan-lahan yang dikuasai oleh cukong-cukong kelapa sawit. Bapak mengerti itu maksudnya? 109. SAKSI DARI PEMOHON: MUHAMMAD DIN Begitu … tahu. 110. HAKIM ANGGOTA: ASWANTO Bagaimana itu, Pak? 111. SAKSI DARI PEMOHON: MUHAMMAD DIN Setahu saya kalau cukong-cukong itu Cina, kan, Pak, ya. Setahu saya itu tidak ada yang namanya PT masuk ke dalam. Cukong-cukong itu memang ada di dalam, Pak, tapi dia beli (…)
28
112. HAKIM ANGGOTA: ASWANTO Yang katanya bekerja sama dengan mantan kepala desa? 113. SAKSI DARI PEMOHON: MUHAMMAD DIN Itu tidak tahu saya. 114. HAKIM ANGGOTA: ASWANTO Bapak tidak tahu itu? 115. SAKSI DARI PEMOHON: MUHAMMAD DIN Ya, tapi yang jelas dia punya surat ada orangnya yang menjual, masyarakat yang menjual itu. 116. HAKIM ANGGOTA: ASWANTO Oh, jadi yang dianggap cukong-cukong itu sebenarnya sudah membeli dari masyarakat? 117. SAKSI DARI PEMOHON: MUHAMMAD DIN Dari masyarakat. 118. HAKIM ANGGOTA: ASWANTO Baik, cukup. 119. SAKSI DARI PEMOHON: MUHAMMAD DIN Satu lembar, satu orang itu, Pak. 120. HAKIM ANGGOTA: ASWANTO Ya. 121. KETUA: ANWAR USMAN Baik. Ada tambahan dari saya sedikit untuk Para Ahli paling tidak untuk Pak Mahmud dan mungkin juga untuk Yang Mulia Pak Maruarar. Jadi begini, tadi dikutip pendapat atau sikap Ali bin Abu Thalib dalam memahami atau menegakkan sebuah keadilan. Begitu pentingnya sampai dikatakan bahwa nilai keadilan lebih tinggi dari nilai 29
kedermawanan dan itu saya rasa semua ajaran agama mana pun menempatkan keadilan itu di atas segala-galanya. Aristoteles juga mengatakan bahwa keadilan … keadilan distributif menurut Aristoteles itu diberikan kepada seorang sesuai dengan hak dan kewajiban. Jadi, memang makna keadilan sekali lagi memang sangat tinggi, sehingga sering saya juga kutip surat An-Nisa ayat 58 itu bagaimana perintah untuk meningkatkan keadilan. Juga bagaimana Nabi Sulaiman yang dalam Injil disebut Solomo ketika menghadapi kasus dua orang ibu memperebutkan seorang bayi tanpa ada bukti yang kuat. Beliau mencari berijtihad maka bayi ini dipotong … harus dipotong dibagi dua untuk menemukan keadilan dan kebenaran seseorang harus mampu mencari cara walaupun mungkin itu enggak masuk akal seorang bayi dipotong. Tapi itulah untuk mencari sebuah kebenaran mencari sebuah keadilan harus ada cara untuk mencapai itu dan berdirilah seorang ibu yang tidak rela si bayi ini dipotong. Nurani manusia manapun akan mengatakan tidak akan ada seorang manusia apalagi seorang ibu yang membiarkan anaknya dipotong berarti yang punya anak ini adalah itu. Ya sama dengan kasus-kasus yang dihadapi saat ini seperti yang disampaikan oleh Yang Mulia Pak Patrialis, Pak … Yang Mulia Pak Suhartoyo, Pak Palguna, dan Pak Aswanto. Nah, kewajiban kita semua termasuk Para Ahli tentunya yang memberikan sumbangsih yang luar biasa dalam persidangan ini bahwa keadilan itu sebenarnya tidak hanya atau tidak harus diberikan oleh seorang hakim. Keadilan ya terutama dari ini sisi perundang-undangan, dari sisi kebijakan. Tidak semua masalah tidak semua kasus masuk di pengadilan yang terutama adalah dari segi pembuat kebijakan yang terkait dengan pembentuk undang-undang, ya. Khusus yang terkait dengan pasal yang diuji ya mungkin tadi masukan dari Para Ahli Yang Mulia Pak Maruarar dan Pak Mahmud ini cukup berarti bagi Mahkamah untuk menyikapi permohonan Pemohon. Walaupun ini bukan menguji atau mengadili kasus konkret tetapi paling tidak untuk pintu masuknya. Bagaimana mencari nilai-nilai kebenaran dan keadilan. Ya Mahkamah Konstitusi pun memutus perkara walaupun bukan kasus konkret tetap ya mengambil keputusan dengan judul demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, termasuk juga ya semua kasus, kasus apa pun. Tadi sudah disebut kasus di Luar Batang atau kasus yang dihadapi oleh Para Pemohon atau Saksi, termasuk dalam menyikapi asas tadi, retroaktif. Memang asas ini tidak berlaku secara kaku, ya, artinya bisa sewaktu-waktu … termasuk putusan Mahkamah Konstitusi pun. Pernah diberlakukan secara retroaktif, misalnya masalah keberadaan 19 wakil menteri, 19 kalau tidak salah itu, begitu. Jadi, bagaimana ya menurut Para Ahli mengenai apa yang saya sampaikan termasuk masalah asas retroaktif tadi? Terima kasih. Silakan mungkin siapa dulu Pak Yang Mulia Pak Maruarar atau Pak Mahmud. Silakan. 30
122. AHLI DARI PEMOHON: MARUARAR SIAHAAN Terima kasih, Pimpinan sidang. Kalau saya melihat apa yang terjadi sebenarnya di negara kita sekarang ini sebenarnya dengan satu putusan saja dari MK tentang penunjukkan kawasan hutan dengan segala implikasinya, sebenarnya itu seperti membuka kotak pandora. Bagaimana sebenarnya problematik bangsa kita sekarang secara sosial, politik, ekonomi, yang sebenarnya sangat kompleks. Nah di satu sisi, kita melihat tekat kita akan melindungi segenap bangsa, tetapi tampak seperti sukarela, misalnya rakyat yang mau dilindungi itu ya tunduk juga kepada percukongan tadi yang disebutkan itu. Tetapi yang paling sulit adalah ketika kebijakan publik itu bisa dengan mudah dibelokkan karena kekuatan modal. Saya misalnya seperti sekarang itu melihat di daerah Tapsel yang juga menjadi masalah ini sekarang, bagaimana suatu wilayah disebutkan kawasan hutan. Di situ dalam inventarisasi yang dibuat oleh tim independent, 43 perusahaan di kawasan itu, tetapi dengan preferensi daripada … apa namanya ... penyidik dan penuntut umum satu ditarik, yang lain tidak ditarik, nah itu pastilah diskriminasi juga itu. Oleh karena itu, kalau kita lihat apa yang disebutkan kebijakan publik sekarang dibajak, itu saya kira memang penyelenggaraan negara dari tingkat atas itu yang tidak kukuh sebenarnya dalam misi yang diemban dari Undang-Undang Dasar Tahun 1945 itu dengan segala instrumen kontrolnya. Beberapa minggu ... beberapa bulan yang lalu, kita ikut juga dalam diskusi tentang gugatan dari pemerintah c.q. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan terhadap suatu perusahaan yang timbul kebakaran di Sumatera Selatan. Tetapi yang menjadi tercengang saya bahwa perusahaan itu memperoleh lahan izin untuk 110.000 hektare, Bapak bisa bayangkan itu 110.000 hektare dan rakyat yang di situ tidak ikut. Seharusnya memang kalau kita mau membangun sumber daya ini dan juga memanfaatkan semua sumber daya ini, tentu ada suatu kebijakan yang mengikutsertakan rakyat. Apakah itu … kalau saya tidak salah, dulu apa yang disebutkan perkebunan inti rakyat, di mana rakyat ikut serta dan kemudian dia mengerjakan, lahannya dia punya tetapi dijual kepada pengusaha, dan mereka bersama-sama membagi hasilnya. Saya kira ini yang tidak terjadi, sehingga dengan mudah sebenarnya rakyat kita itu bisa tunduk. Siapapun saya kira, tidak usah saya kira rakyat, pejabat pun mudah tunduk kepada modal. Itu yang disebutkan oleh seorang mantan menteri, kita menjadi mandataris daripada pemodal, bukan mandataris MPR lagi. Jadi itu sebabnya dia mengatakan, “Lebih baik kembali kepada Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yang lama, lebih bagus jadi mandataris MPR, daripada mendataris pemodal,” gitu. 31
Nah oleh karena itu, bagaimana caranya? Saya kira ini kita butuhkan juga … apa namanya ... integrasi kebijakan itu di tangan pemimpin pemerintahan, tetapi juga memang semua melakukan bagiannya, saya selalu cenderung melihat bagaimana di lapangan kehutanan melarang, tadi seperti undang-undang itu, Undang-Undang Nomor 18 yang dipakai itu ketentuan pidananya, yaitu menduduki lahan tanpa izin, menduduki kawasan hutan, tentu menjadi persoalan. Yang mana kawasan hutan? Itu persoalan. Mengalihkan fungsi kawasan hutan, membawa kayu dari kawasan hutan, semuanya Undang-Undang Nomor 18 itu mengacu kepada apa yang disebutkan induk dalam menentukan kawasan hutan tapi dicucuk begitu saja. Sedangkan stakeholder, rakyat kita di sana, ya sudah dikatakan berabad-abad, saya kira benarlah itu. Karena Belanda pun tidak berani, zaman dulu menyatakan domein verklaring dalam agrarisch besluit untuk Sumatera dan Kalimantan karena memang rakyat tinggal di hutan itu. Kalau dilihat di Dayak itu, mereka menyusu kepada hutan, terus ditraktor, tanam sawit, bagaimana konflik yang kita lihat itu terjadi. Sangat sebenarnya menyedihkan. Ditangkap karena mereka memegang izin tertulis, rakyat memegang izin dari Tuhan tidak diakui. Karena memang parameternya adalah surat, ya bagaimana hukum adat memang tidak disuratkan, tidak dituliskan. Ini menjadi satu konflik saya kira yang terjadi ini dan saya kira negara memang di dalam kebijakan publik, pembuatan undang-undang, ini merupakan pintu masuk regulasi dan melalui kebijakan-kebijakan dalam regulasi itu. Sudah sebenarnya bisa diuji, ini salah satu cara. Kalau tadi surat izin itu, bisa juga diuji di TUN, saya kira kalau perlu dicabut. Tetapi yang menjadi soal saya pelajaran dari Sumatera Selatan, ditanya kepada saya, “Bagaimana putusan hakim ini?” Tidak ada yang salah putusan itu, tapi yang salah pemerintah dia memiliki kekuasaan negara, memberi izin seharusnya instrumen izin itulah alat control. Ngapain menguggat di pengadilan? Cabut izin, sudah itu lelang lagi itu, atau direformasi kebijakan itu. Tetapi turun dia sederajat dengan pengusaha, ya, saya kira pasti dia kalah kalau menurut terminologi saya. Dia leluasa, pengusaha, pemerintah tidak leluasa. Nah, inilah barangkali jalan yang kita akan tempuh ke depan, barangkali. Bagaimana kembali kebijakan publik itu setia kepada … apa namanya ... arahan daripada Undang-Undang Dasar Tahun 1945, tetapi juga pemerintah melaksanakan putusan MK karena itu adalah politik hukum yang diturunkan daripada Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Saya kira inilah sumber masalah ini. Mulia Undang-Undang Nomor 18, tapi dia tidak menata dulu tugasnya. Kawasan hutan harus ditata dengan empat tahap, tidak dilakukan. Ditunjuk saja begini dan ini yang menjadikan seluruhnya menjadi amburadul. Di tangan Kementerian Kehutanan boleh itu dia 32
terjadi kekuasaan itu secara sektoral dia sendiri, tapi di tempat yang ditunjuk kawasan hutan sudah ada sertifikat juga, itu terjadi di daerah Tapanuli Selatan. Sekarang mereka adalah pembantu Presiden, samasama melaksanakan kebijakan berdasarkan konstitusi, tapi benturan itu mengorbankan rakyat yang seharusnya dilindungi. Inilah problematik saya kira yang ada di ... harusnya di dalam pimpinan negara. Terima kasih, Pak, itu yang bisa saya jawab. 123. HAKIM ANGGOTA: PATRIALIS AKBAR Pak Maruarar, satu saja, Pak. Jadi saya kira banyak tadi jalan keluar, ya, yang harus bisa kita ambil ke depan. Antara lain mengikutsertakan rakyat memperoleh hasilnya bersama-sama, kemudian ada satu integrasi dalam kebijakan, tentu juga dengan mengutamakan kepentingan semua pihak. Barangkali juga persoalan ganti rugi bisa dimungkinkan juga, Pak, salah satu? 124. AHLI DARI PEMOHON: MARUARAR SIAHAAN Saya kira memang demikian, sebenarnya bagaimana mengkuantifikasi hak ulayat itu kalau dimanfaatkan oleh investor dan bisa dikonversi menjadi sesuatu … apa namanya ... sumber daya ekonomi menjadi modal, saya kira itu menjadi kebijakan yang harus diambil pemerintah, tetapi tidak semata-mata memberikan kepada pengusaha suatu lokasi, meskipun di situ disebutkan sebenarnya harus menyelesaikan hak-hak masyarakat tetapi tidak ada yang kontrol. Ibaratnya mereka leluasa mengklaim, seperti yang dikatakan patok, padahal di dalam izin itu saya menduga pasti ada selesaikan hak-hak rakyat yang ada di sana, tapi kan rakyat itu dengan mudah bisa dikesampingkan itu karena mereka tidak memiliki kekuatan menghadapi … apa namanya ... pengusaha. Yang kalau saya mengatakan di daerah Kalimantan Barat itu Ketapang ke pedalaman, ketika saya dibawa ke sana, mereka menggunakan aparat juga untuk menangkapi semua, hanya modal surat itu. Dengan mudah masuk semua ke penjara, tetapi saya menjelaskan dengan Putusan 45, tidak ada itu, lepaskan semua. Saya kira ini karena Hakim Konstitusi tidak bisa diundang ke lapangan menjelaskan itu, ya, sayalah yang diundang, padahal saya kurang mengerti juga seluruhnya itu. Tapi intinya tidak boleh menetapkan kawasan hutan dengan hanya nunjuk-nunjuk begini dan tanpa melakukan suatu pemetaan, penataan tentang apa yang menjadi hak masyarakat berdasarkan hukum adat. Saya kira itu saja yang bisa saya jawab, Yang Mulia. Kurang lebih saya mohon dimaafkan.
33
125. KETUA: ANWAR USMAN Ya, terima kasih, Yang Mulia. Terakhir, Pak Mahmud. Silakan. 126. AHLI DARI PEMOHON: MAHMUD MULYADI Terima kasih, Yang Mulia, atas pertanyaan-pertanyaan ini dan juga saya senang untuk share di forum ini, mudah-mudahan kita menemukan satu solusi, ya. Yang Mulia I Dewa Gede Palguna. Bahwa dengan hadirnya asas legalitas sebenarnya itu menandakan perpindahan kekuasaan raja dan pendapat hakim saat itu yang penye ... yang sewenang-wenang dipindahkan menjadi undang-undang. Nah, undang-undang ini dimaksudkan terutama Cesare Beccaria menyatakan bahwa dibuatnya undang-undang ini, itu untuk membantu kekuasaan, sehingga intervensi kekuasaan tidak boleh lagi, intervensi penafsiran sewenang-wenang tidak terjadi lagi dengan syarat pembuatan undang-undang ini harus orang-orang yang benar. Dalam berbagai buku yang saya melihat, yang ditulis oleh beberapa pakar … mohon maaf maksud saya begini, Cesare Beccaria ini adalah salah satu tokoh aliran positif yang melahirkan namanya legisme, yaitu hakim terompet undang-undang. Ini yang dimana lahirnya kepastian hukum. Tetapi sebenarnya ada yang ... yang menurut saya tidak jelas disampaikan dalam berbagai buku itu bahwa sebenarnya maksudnya perpindahan tadi bahwa dengan syarat pembuat undangundang itu orang-orang yang betul-betul baik, sehingga dia membuat undang-undang secara jelas, membuat undang-undang secara keadilan, sehingga ini tidak bisa diintervensi hanya untuk kepentingan masyarakat. Nah, jadi kepastian hukum dalam konteks ini sebenarnya tidak ... tidak apa ... tidak terpisah dengan konteks keadilan tadi, maksudnya begitu, Yang Mulia. Sehingga akan membawa manfaat. Nah, oleh karena itu, dalam hukum pidana konstruksinya jelas, hukum pidana itu sangat terukur, ya, makanya ada tempus, ada do ... ada tempus kapan terjadi dan ada dolus ... ada tempus, ada locus. Ya, ada tempus, ada locus dulu. Nah, tempat dan kapan waktu terjadi, ini untuk menandakan dapat tidak suatu peraturan perundangan di … diberlakukan. Oleh karena itu, saya melihat pada kasus ini sebenarnya kalau kita jawab juga dengan kaitan pertanyaan Yang Mulia Suhartoyo tidak terjadi tindak pidana apa pun oleh masyarakat karena penguasaan itu lebih dahulu dibandingkan keberlakuan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003. Artinya apa yang terjadi, Yang Mulia? Kita yang terjadi hari ini adalah saya catat kondisi kegelapan dalam penegakan hukum sebenarnya. Mohon maaf, saya pribadi saya telpon abang saya yang
34
kepala desa, saya bilang, “Bang, berhenti bang. Tolong bang, jadi kepala desa bang.” “Kenapa adinda?” “Karena Abang akan banyak uang datang, ngucur ke desa bang, tak terukur bang, nanti daripada masuk penjara saya repot.” Saya berhentikan abang. Saking saya takutnya karena saya mengetahui punya prediksi ke depan seperti itu. Nah, artinya hari ini kekuatan raja itu dibungkas oleh undangundang. Ada yang salah dalam penegakan hukum sebenarnya, Yang Mulia. Oleh karena itu menurut saya, saya tidak tahu apakah berwenang Mahkamah Konstitusi juga ikut melihat itu atau pun memang mencoba untuk melihat penegakannya? Sehingga apakah ada yang tidak jelas dalam undang-undang itu? Sehingga makin diperjelas, sehingga aparat tidak bisa memberlakukan surut. Sebenarnya Pasal ... Undang-Undang Nomor 18 tidak bisa berlaku surut pada konteks apapun. Karena berlaku surut itu, Yang Mulia, ditegaskan dalam peraturan perundang-undangan. Contoh, misalnya tentang undang-undang tentang bom Bali tadi kan ditegaskan secara undang-undang. Artinya keberlakuan surut pun ditegaskan secara legalitas gitu, Yang Mulia. Nah, Undang-Undang Nomor 18 tidak menegaskan secara legalitas, artinya murni ini terjadi kriminalisasi oleh aparat penegak hukum. Nah, saya bingung juga ketika saya tanya pada Pemohon, Kuasa Pemohon, kenapa mengadu ke Mahkamah Konstitusi? Oh, maksudnya kami minta tolong diperjelas lagi undang-undang ini bahwa ini tidak boleh berlaku surut. Kalau itu mungkin menurut saya adalah salah satu solusi, Yang Mulia. Karena mohon maaf, Yang Mulia, banyak sekali undang-undang itu menurut saya dalam konteks ... konteks apa ya, konteks penegakkan hukumnya disimpangi oleh aparat penegak hukum. Contoh misalnya salah satu yang dikatakan asas retroaktif itu keberlakuannya adalah contoh kasus Pak Bisma Siregar memutus ... apa ... memutus perkara perkosaan menjadi pencurian, itu dia menggunakan analogi yang kemudian dibatalkan Mahkamah Agung. Nah, analogi itu memang tidak diperbolehkan dengan asal legalitas, kenapa? Karena analogi ini esensinya berbeda. Kita dari esensi ke esensi lagi, kalau dia perkosaan ke pencurian esensi barang akan berbeda. Kenapa? Kalau diuji lebih cepat ... mohon maaf, lebih tepat perusakan barang daripada pencurian barang, sebenarnya itu. Mohon maaf, bukan saya semi porno karena kan perkosaan itu harus dibuktikan misalnya adanya visum et repertum adanya paksaan, makanya saya katakan lebih dekat perusakan barang, sehingga barang ini tidak bisa dianalog ke pencurian. Tetapi pada kasus misalnya Raffi Ahmad, Raffi Ahmad menggunakan katinon, katinon tidak ada dalam daftar dalam peraturan perundang-undangan, yang ada adalah metilon. Tetapi esensinya adalah sama metilon sama katinon, zat pembentuk esensinya, sehingga eksistensinya akan menyebabkan yang sama. Sama dengan 35
Alquran, Alquran itu melarang khamar, bukan red wine, bukan Topi Miring, red wine, yaitu yang merusak akal, makan dan minum pun kalau merusak akal jadi haram dia. Jadi, sebenarnya esensinya sama, logika hukumnya, Yang Mulia, tidak masuk akal ketika kita nanti para pengedar narkoba, misalnya, akan beralih kepada zat-zat yang di luar. Misalnya kucubung campur daun apa jadilah alat yang tidak ada dalam peraturan perundangundangan, sehingga setiap hari kita akan menguji daftar ini. Nah, ini menurut saya digunakan penafsiran ekstensif, diperbolehkan oleh hukum pidana, tetapi aparat penegak hukum tidak menerapkan ini. Nah, makanya saya katakan kita berada pada kondisi kegelapan dalam penegakan hukum. Oleh karena itu, Yang Mulia, saya melihat bahwa saya ingin buat satu statement yang mudah-mudah, Yang Mulia, jangan tertawa ya karena ini jarang saya keluarkan statement ini dan juga ... maksud saya begini, mengapa kita mengutamakan juga hukum adat, di rancangan KUHP juga sudah diutamakan hukum adat, artinya sedikit menyimpangi aspek legalitas dengan diakuinya hukum di dalam masyarakat. Terutama juga memang kita lihat dalam konteks hukum adat yang ada di wilayah perdesaan ya yang kadang memang surat dan suaranya itu tidak ... apa ... tidak ada. Delik adat ini sebenarnya dalam sejarah hukum pidana, delik paling tua. Kalau di dunia yang paling tua itu pembunuhan antara Habil dan Qabil atau Ken dan Habel, tetapi sesungguhnya hukum pidana itu telah terjadi di akhirat. Kenapa? Ketika Iblis tidak mau sujud kepada Adam, Iblis kena delik adat oleh Tuhan, pengusiran dari kampung halaman, itu adalah delik adat, Yang Mulia. Orang berzina di kampung saya diusir dari kampung halaman. Nah, ketika Iblis tidak patuh pada Adam, maka Iblis diusir dari kampung halaman, itu adalah delik adat yang pertama. Kemudian baru muncul hukum perdata, Iblis dan Tuhan membuat perjanjian, perjanjiannya para pihak untuk menggoda umat manusia sampai akhir zaman. Setelah itu muncul hukum perkawinan, Hawa diciptakan. Setelah itu pelanggaran kembali lagi delik adat memakan buah khuldi, maka diusir dari kampung halaman ke dunia, baru muncul hukum agraria karena bersentuhan sama tanah. Nah, jauh delik adat lebih ... sebenarnya lebih menopangi, memayungi secara filosofis, Yang Mulia. Makanya saya katakan jarang ini saya keluarkan statement ini, Yang Mulia. Karena ini berbicara esensi, filosofis teologis, hasil perenungan saya sebenarnya, Yang Mulia. Karena belum ada dalam buku-buku seperti itu, mengemukakan itu. Nah, oleh karena itu … itu yang paling … yang paling … yang paling kita harus perhatikan. Oleh karena itu juga, letaknya di mana keadilan dalam hukumnya sebagai suatu konstruksi untuk meletakkan keadilan, kepastian, dan kemaatan … kemanfaatan? Sesungguhnya tindak pidana-tindak pidana yang diatur di dalam … di luar KUHP 36
termasuk Undang-Undang Kehutanan ini, Undang-Undang Pencegahan Perusakan Hutan ini adalah termasuk domain administrative Penal Law yaitu hukum pidana yang terjadi pada domain sebagai wilayah hukum perdata, hukum kebijakan dan administrasi. Oleh karena itu, hukum pidana tidak boleh maju terlebih dahulu. Kenapa? Karena berlaku asas ultimum remedium. Misalnya, Yang Mulia, tidak ada parameter hukum pidana sebenarnya di dalam pasal … misalnya 92, apa itu misalnya? Tanpa izin. Jadi hukum pidana, polisi tidak boleh maju dulu sebenarnya karena seharusnya diuji dulu antara hak kepemilikan masyarakat dengan hak kepemilikan perusahaan. Nah, tetapi kadang perusahaan itu mempunyai kekuatan modal, ini namanya kepentingan yang tadi, Yang Mulia, sehingga masyarakat selalu dikalahkan. Padahal parameter hukumnya sudah jelas. Hukum pidana polisi tak boleh menangkap orang dulu dong karena dia bicara izin, polisi tidak paham izin. Seharusnya di hired ahli. Apakah betul mendudukkan? Apalagi ini hak milik. Ahli hukum agrarian juga. Ini yang terjadi sehingga tidak mendudukkan perbuatan itu secara jelas. Sehingga apa yang dikatakan unsur pembenar itu, Yang Mulia, pada konteks misalnya polisi menyatakan ini pembenaran dia melakukan ini, tidak … tidak pas dengan alat bukti. Dikatan polisi, “Oh, mereka benar melakukan perbuatan.” Ya, walaupun unsur pembenar itu, sebenarnya, Yang Mulia, dia menghapus sifat melawan hukum. Nah, artinya unsur pembenaran ini lahir dari perundangundangan. Diuji dulu peraturan perundang-undangan ini. Apakah masyarakat dan PT yang berhak? Kalau pun maaf ini, menghapuskan sifat pertanggungjawab pidana, Yang Mulia, yaitu mens rea yaitu karena kita mengenal asas dualisis dalam hukum pidana, yang memisahkan antara perbuatan pidana dengan pertanggungjawaban pidana, maka dibuktiin dulu PMH-nya dulu (perbuatan melawan hukumnya) terlebih dahulu. Nah, jangankan membuktikan, mendudukkan saja sekarang ini sudah sangat sulit karena kepentingan. Makanya yang terjadi di sini, Yang Mulia, menurut saya adalah kriminalisasi. Tinggal bagaimana undang-undang … permohonan saya dalam kondisi ini sebagai Ahli bahwa memang undang-undang itu kalau ahli pidana menyatakan tidak ada retroaktif, tapi bagaimana masyarakat atau sengaja apa … aparat menyimpang ini karena tidak tulisan. Seolah-olah harus ada tulisan yang jelas di dalam sisi peraturan perundang-undangan itu. Oleh karena itu, Yang Mulia, terakhir ingin saya sampaikan kepada, Yang Mulia Anwar Usman. Bahwa keadilan, kepastian, dan kemanfaatan ini satu … sejalan, Yang Mulia. Karena begini, tidak logis tujuan itu dia tiga. Tujuan itu biasanya kalau dicantumkan dalam pembuatan plocat dia bulat, artinya satu kesatuan. Seperti yang saya terangkan bahwa antara bahwa kepastian itu harus melan … dilandasi oleh keadilan dan kemanfaatan. Jelas keadilan baru hukum itu menjadi pasti. 37
Keadilan ini lahir dari falsafah hukum alam dengan tokoknya Thomas Aquinas, kemudian juga Ikmal khan, juga Hegel. Thomas Aquinas menyatakan bahwa jangan berbuat jahat, harus berbuat baik. Memang dibelah. Di Alquran dikatakan dalam surat Yasin, “Salamun qaulam mirrabir rahim. Masuklah wahai orang-orang yang memang berbuat baik.” “Wamtazul yauma ayyuhal mujrimun. Silakan masuk orang-orang yang berbuat jahat.” Memang kebaikan dan kejahatan dibelah dia, tidak boleh abu-abu. Nah, negara kita kadang abu-abu. Nah, artinya apa? Pada konteks keadilan ini maka memang dia bicara pada konsepsi bahwa ada hubungan ketika Tuhan, alam … kalau segitiga kita katakan Tuhan di atas, alam, dan manusia, keadilan di tingkat tengah sebagai hukum yang diciptakan oleh Tuhan. Bahkan secara radikal Tuhan harus tunduk pada keadilan yang diciptakan karena kalau Tuhan tidak adil maka Dia bukan Tuhan. Oleh karena itu, penciptaan alam untuk dikelola manusia ada hukum keadilan dan manusia bertanggung jawab dengan Tuhannya yang memberikan ini, saking mulia keadilan. Sehingga sumber kepastian, sumber kemanfaatan harus mengacu pada konteks keadilan ini. Ini maksud saya yang tidak terpisah itu, Yang Mulia. Sehingga lahirnya peraturan perundangundangan pun harus mengacu kepada ini. Saya sepakat, Yang Mulia, tindak keadilan itu tidak ditangan … hanya ditangan oleh majelis hakim, tetapi juga pada proses pembuatan undang-undang harus adil. Nah, yang terjadi adalah terkadang pembuatan undang-undang penuh intervensi, penuh kepentingan. Makanya cukup sedih sebenarnya melihat kondisi negara kita, padahal kalau kita lihat misalnya Jeremy Bentham mengatakan sebuah undangundang yang bermanfaat adalah the greatest happiness of the greatest number yang memberikan kebahagian sejati bagi seluruh masyarakatnya. Bahkan dihukum alam menguji, undang-undang yang baik adalah undang-undang yang adil. Artinya kalau undang-undang tidak adil, maka dia bukan sebuah undang-undang, bukan sebuah hukum. Ini konteksnya, Yang Mulia. Terima kasih. Wassalamualaikum wr. wb. 127. HAKIM ANGGOTA: PATRIALIS AKBAR Pak Mahmud Mulyadi, ya? 128. AHLI DARI PEMOHON: MAHMUD MULYADI Siap, Yang Mulia. 129. HAKIM ANGGOTA: PATRIALIS AKBAR Ini tolong CV-nya ada enggak? Belum dikasih, ya? 38
130. KUASA HUKUM PEMOHON: ADI MANSAR Terima kasih, Yang Mulia. Tadi kami sudah serahkan, tapi baru satu, Yang Mulia. 131. HAKIM ANGGOTA: PATRIALIS AKBAR Oh, ya. Soalnya menarik ini, saya baru dengar Saudara Mahmud Mulyadi, cukup menarik sebagai Ahli hukum pidana, ya. Oke, tapi saya hanya satu saja komentarnya, yang lain-lain saya respect pada Anda. Tentang masalah keadilan, ya, kita tentu enggak bisa menyamakan konsep keadilan dalam perspektif kehidupan secara hukum dan keadilan menurut Tuhan karena Tuhan itu kan sumber keadilan. Jadi, kita tidak bisa juga mengkualifikasi bahwa Tuhan itu harus adil. Tuhan itu maha adil dan keadilan itu adalah janjinya Allah, janjinya Tuhan. Jadi, tidak bisa kita harus menyamaratakan posisi itu, nanti kita salah sebagai manusia. Ya, enggak boleh kita menyatakan Allah pun, Tuhan pun harus tunduk kepada keadilan. Justru yang punya keadilan itu adalah Beliau. Dan itu janji dan Allah tidak pernah sesat sama janjinya sama sekali. Saya hanya ingin meluruskan itu saja, tapi perspektif lain saya setuju. Tapi tentu kalau bicara keadilan, persoalan filsafat itu membedakan antara apa itu norma keadilan. Keadilan itu dalam perspektif pidana adalah antara kepastian hukum dan kesebandingan, ya kan. Sebanding pasti dengan sebanding. Itu harus jelas. Makanya dalam rancangan, dalam undang-undang kita dihukum setinggi-tingginya itu adalah dalam rangka perspektif kesebandingan, tergantung dari kesalahan. Kalau dia enggak salah, ya enggak bisa dong. Kalau orang enggak salah, berarti kepastian hukumnya bagaimana? Antara kepastian hukum dengan kesebandingan. Tapi enggak apa-apa, oke, perspektifnya berbeda-beda, tapi itu bagus. Itu saja satu catatan saya. Terima kasih. 132. AHLI DARI PEMOHON: MAHMUD MULYADI Izin, Yang Mulia, makanya tadi memang saya terlepas karena saya radikal saya katakan, agak-agak radikal. Sebenarnya ini tak bisa diomongkan, harus berdua ngomongnya, diskusi malam sebenarnya persoalan ini, Yang Mulia, saya paham itu, ya kan. Nah, saya memang membantah, Yang Mulia. Bahwa saya memang membantah dari tadi bahwa keadilan itu lahir dari kepastian dan kesebandingan. Saya membantah itu karena saya tidak memisahkan ketiganya, Yang Mulia. Itu saja perbedaan kita, Yang Mulia. Terima kasih.
39
133. KETUA: ANWAR USMAN Baik, terima kasih. Jadi, cukup menarik dan cukup bermanfaat bagi Mahkamah apa yang disampaikan oleh Para Ahli. 134. HAKIM ANGGOTA: WAHIDUDDIN ADAMS Sedikit saja tambahan kepada Pemerintah. 135. KETUA: ANWAR USMAN Ya, silakan. 136. HAKIM ANGGOTA: WAHIDUDDIN ADAMS Mungkin sedikit bisa dijawab juga. Jadi, banyak sekali permohonan dan gugatan terhadap undang-undang yang baru ini, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013. Pertanyaan pertama, kan di undang-undang itu disebut akan dibentuk lembaga pencegahan pemberantasan perusakan hutan di Pasal 54 dan disebutkan itu akan dibentuk oleh Presiden paling lambat dua tahun. Ini sudah lewat. Apakah itu sudah ada? Lembaga itu yang akan menangani apa … masalahmasalah yang terkait ini. Nah, kemudian yang kedua, pada waktu disusun rancangan undang-undang ini yang sekarang banyak dipersoalkan, itu kan bersamaan dengan juga mulai dibahas Rancangan Undang-Undang tentang Masyarakat Hukum Adat. Yang waktu itu ditunjuk oleh Presiden sebagai legal leading sectornya justru Kementerian Kehutanan dan itu sudah jalan pada waktu itu. Nah, itu supaya imbang bahwa ada hak-hak masyarakat hukum adat, bahkan ditunjuk Kementerian Kehutanan karena akan banyak bersinggung dengan kehutanan. Nah, itu apakah itu sudah akan diproses lagi, diprogramkan lagi? Karena banyak tergambar di rancangan itu sebetulnya seperti yang diresahkan sekarang. Dan di undang-undang ini juga sebetulnya apa yang disampaikan oleh Pak … Ahli, Prof. Maru tadi bahwa Putusan MK yang Nomor 45 Tahun 2011 itu juga sudah dimuat di undang-undang ini. Artinya, haruslah itu menjadi bagian. Nah, itu pertanyaan saja, apakah lembaga itu sudah ada? Yang kedua, apakah Rancangan Undang-Undang tentang Perlindungan Masyarakat Adat, tidak ada hukum, kalau masyarakat adat itu sudah … juga sudah disiapkan? Terima kasih.
40
137. KETUA: ANWAR USMAN Baik. Untuk Pemohon sudah cukup, ya? Eh, Pemerintah. Oh, ya, Pemerintah tadi. Silakan. 138. PEMERINTAH: SUPARDI Terima kasih, Yang Mulia. Assalamualaikum wr. wb. Terkait dengan pertanyaan Hakim Wahiduddin Adams pertama bahwa lembaga itu sampai sekarang belum terbentuk. Sampai saat ini memang belum terbentuk. Kemudian yang kedua, Rancangan Undang-Undang tentang MHA itu seharusnya tahun kemarin selesai, seharusnya, tetapi ternyata enggak selesai juga. Sampai sekarang belum masuk prolegnas untuk tahun sekarang, mungkin tahun depan masuk prolegnas. Saya kira begitu. Terima kasih. 139. KETUA: ANWAR USMAN Ya, cukup, ya. Baik, Pemohon ada mengajukan bukti tambahan, ya? 140. KUASA HUKUM PEMOHON: GUNTUR RAMBE Ada, Yang Mulia, P-11 sampai P-35. 141. KETUA: ANWAR USMAN Baik, untuk P-11 sampai dengan P-35 sudah diverifikasi dan dinyatakan sah. KETUK PALU 1X Saksi dan Ahli sudah cukup, ya? 142. KUASA HUKUM PEMOHON: GUNTUR RAMBE Cukup, Yang Mulia, tapi keterangan Prof. Maru tadi ada kami (…) 143. KETUA: ANWAR USMAN Ya, nanti diserahkan ke Kepaniteraan. 144. KUASA HUKUM PEMOHON: GUNTUR RAMBE Ya, terima kasih. 41
145. KETUA: ANWAR USMAN Habis sidang. Kemudian untuk Kuasa Presiden apa akan mengajukan ahli atau saksi, atau cukup? 146. PEMERINTAH: YUNAN HILMY Terima kasih. Dari Kuasa Presiden akan mengajukan dua ahli. 147. KETUA: ANWAR USMAN Oh, dua ahli? 148. PEMERINTAH: YUNAN HILMY Ya. 149. KETUA: ANWAR USMAN Baik. Ya, nanti CV-nya nanti diserahkan terlebih dahulu, ya. 150. PEMERINTAH: YUNAN HILMY Baik. 151. KETUA: ANWAR USMAN Kemudian untuk sidang berikutnya itu ditunda hari Rabu, tanggal 4 Mei 2016, pukul 11.00 WIB. Ya, agendanya mendengarkan keterangan DPR dan dua ahli dari Kuasa Presiden. Terima kasih pada Yang Mulia Pak Maruarar dan Pak Dr. Mahmud, dan Para Saksi yang telah memberikan keterangan. Dengan demikian, sidang selesai dan sidang ditutup. KETUK PALU 3X SIDANG DITUTUP PUKUL 13.02 WIB Jakarta, 19 April 2016 Kepala Sub Bagian Risalah,
Rudy Heryanto NIP. 19730601 200604 1 004 Risalah persidangan ini adalah bentuk tertulis dari rekaman suara pada persidangan di Mahkamah Konstitusi, sehingga memungkinkan adanya kesalahan penulisan dari rekaman suara aslinya.
42