MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 113/PUU-XIII/2015
PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945
ACARA PERBAIKAN PERMOHONAN (II)
JAKARTA SELASA, 13 OKTOBER 2015
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 113/PUU-XIII/2015 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan [Pasal 5 ayat (4)] terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 PEMOHON 1. Iwan Jaya ACARA Perbaikan Permohonan (II) Selasa, 13 Oktober 2015 Pukul 10.36 – 10.53 WIB Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat SUSUNAN PERSIDANGAN 1) Wahiduddin Adams 2) Suhartoyo 3) Maria Farida Indrati Mardian Wibowo
(Ketua) (Anggota) (Anggota) Panitera Pengganti
i
Pihak yang Hadir: A. Kuasa Hukum Pemohon: 1. Heriyanto Citra Buana 2. Boy Tidarwarman Putra
ii
SIDANG DIBUKA PUKUL 10.36 WIB 1.
KETUA: WAHIDUDDIN ADAMS Sidang Perkara Nomor 113/PUU-XIII/2015 tentang Pengujian Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan dibuka dan terbuka untuk umum. KETUK PALU 3X Silakan Pemohon atau Kuasanya, ini Kuasanya yang hadir untuk memperkenalkan diri.
2.
KUASA HUKUM PEMOHON: HERIYANTO CITRA BUANA Baik. Terima kasih, Yang Mulia, atas perkenannya. Saya perkenalkan kami Kuasa Hukum mewakili Pemohon, saya sendiri Heriyanto Citra Buana dengan rekan kami, Boy Tidarwarman Putra. Bahwa atas hasil sidang yang terdahulu bahwa hari ini kami sudah menyiapkan perbaikan permohonan. Kalau boleh mungkin bisa langsung kami bacakan, begitu.
3.
KETUA: WAHIDUDDIN ADAMS Agenda kita hari ini adalah perbaikan permohonan. Untuk itu dipersilakan untuk menyampaikan pokok-pokok perbaikan permohonannya karena yang tertulis sudah disampaikan kepada Majelis. Oleh sebab itu, pokok-pokoknya saja yang disampaikan, tidak usah dibacakan seluruhnya, bagian-bagian mana yang diperbaiki atau tidak diperbaiki, sampaikan pokok-pokoknya saja. Silakan.
4.
KUASA HUKUM PEMOHON: HERIYANTO CITRA BUANA Baik. Terima kasih, Yang Mulia. Bahwa pengujian yang kami maksudkan sebagaimana permohonan yang sudah kami ajukan dengan perbaikannya, yaitu pengujian penjelasan Pasal 5 ayat (3) dan Pasal 5 ayat (4) penjelasannya, Yang Mulia. Pemohon Iwan Jaya tetap sama, kemudian kami Kuasa Hukum. Objek permohonannya pengujian penjelasan pasal yang berada di dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Perubahan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan. Kewenangan Mahkamah Pemohon dianggap sudah dibacakan saja, Yang Mulia. Sama seperti yang kemarin tidak ada perubahan. Kemudian untuk legal standing (kedudukan hukum) Pemohon dapat kami bacakan bahwa memang ada beberapa yang kami 1
tegaskan di dalam perubahan perbaikan itu. Bahwa Pemohon adalah warga negara Indonesia yang melaksanakan tugas negara sebagai Kepala Seksi Kepabeanan dan Cukai Kantor Pengawasan Pelayanan Bea Cukai Entikong Kalimantang Barat Periode September 2008 sampai dengan Maret 2011. Ini ada kasus konkretnya yang … yang terdahulu, yang kemudian merasa hak konstitusionalnya dirugikan dengan adanya penafsiran atas penjelasan Pasal 5 ayat (3) dan ayat (4) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan. Bahwa ketika dalam penjelasan Pasal 5 ayat (3) dan ayat (4) pada undang-undang a quo tidak mengatur secara tegas terkait dengan kawasan pembedaan antara kawasan pabean dan kantor pabean kemudian hal ini bertentangan dengan Pasal 23 ayat (1), (2), (3a), Pasal 28D ayat (2) sebagai batu uji UndangUndang Dasar Tahun 1945. Norma yang kami ajukan untuk diuji, norma materiilnya yaitu Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan yang secara lengkap berbunyi, Pasal 5 ayat (3) redaksi pasalnya adalah untuk pelaksanaan dan pengawasan pemenuhan kewajiban pabean ditetapkan kawasan pabean, kantor pabean, dan pos pengawasan pabean. Dengan penjelasan … penjelasannya resmi kami kutip pada Lembaran Negara, “Untuk keperluan pelayanan pengawasan kelancaran lalu lintas barang dan ketertiban bongkar muat barang, serta pengamanan keuangan negara undang-undang ini menetapkan adanya kawasan pabean di pelabuhan laut, bandar udara, atau tempat lain yang sepenuhnya berada di bawah pengawasan direktorat jenderal bea dan cukai dan menetapkan adanya kantor pabean.” Di situ kami garis bawahi. Kemudian, “Penujukan pos pengawasan pabean dimaksudkan untuk tempat pejabat bea dan cukai melakukan pengawasan. Pos tersebut merupakan bagian dari kantor pabean dan di tempat tersebut tidak dapat dipenuhi kewajiban pabean.” Selanjutnya pada Pasal 5 ayat (4) berbunyi, “Penetapan kawasan pabean, kantor pabean, dan pos pengawasan pabean dilakukan oleh menteri dengan penjelasan cukup jelas.” Bahwa dengan tidak ada batasan pemaknaan dalam penjelasan tersebut memang sudah ada norma di dalam pasal tentang kawasan pabean dan kantor pabean, hanya saja di dalam penjelasan … redaksi penjelasan di ayat (3) berhenti pada menetapkan adanya kantor pabean. Di sini kemudian menurut kami ada ruang di situ untuk ditafsirkan bermacam-macam. Bahwa kemudian seolah-olah frasa menetapkan adanya kantor pabean itu hanya sebagai pelengkap, padahal semestinya sebagaimana juga dijelaskan di Pasal 5 ayat (1) tentang kantor pabean bahwa kegiatan pemenuhan kewajiban pabean itu yang melaksanakan adalah kantor pabean, bukan kawasan pabean. Nah tapi ini ditafsirkan beda, seolah-olah semuanya adalah kegiatan ekspor impor ... impor ekspor dengan PIB itu adalah kegiatan kawasan pabean, padahal ini 2
seharusnya kegiatan kantor pabean, kawasan pabean hanya sarana, sehingga tidak adanya kawasan pabean pun sebenarnya tidak apa-apa, gitu lho. Karena itu hanya untuk mempermudah saja. Itu yang ditafsirkan, akhirnya bagi kami itu menjadi multitafsir, ketika hanya berhenti sampai di situ. Yang pada akhirnya nanti di bagian akhir kami meminta … apa namanya ... untuk penambahan norma dan lain sebagainya. Kemudian, untuk norma Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yang sebagai batu uji yaitu Pasal 23 ayat (1) tentang anggaran pendapatan dan belanja negara sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggungjawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Kemudian Pasal 23A Undang-Undang Dasar Tahun 1945 tentang pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang. Kemudian Pasal 28D ayat (2) UndangUndang Dasar Tahun 1945, yang berbunyi, “Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapatkan imbalan dan perlakuan adil dan layak dalam hubungan kerja.” Ini yang kemudian kami jadikan batu uji di dalam menguji penjelasan yang kami rasa mengandung multitafsir tersebut, Yang Mulia. Kami teruskan. Bahwa alasan-alasan Pemohon tentang undangundang a quo yang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yaitu bahwa Pemohon sebagai pegawai negeri sipil melaksanakan tugas negara, menjalankan perintah kabatan, barangkali seperti itu, punya payung undang-undang, dijerat dengan kasus pidana yang berangkat dari penafsiran yang barangkali tidak tepat dari penjelasan Pasal 5 ayat (3) dan Pasal 5 ayat (4) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006. Bahwa klausula yang tertuang dalam penjelasan Pasal 5 ayat (3) dan ayat (4) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, mengenai pelayanan, pengawasan, kelancaran lalu lintas barang dan ketertiban bongkar muat, serta pengamanan keuangan negara, undangundang ini menetapkan adanya kawasan pabean di pelabuhan laut, bandar udara, atau tempat lain yang sepenuhnya berada dalam pengawasan direktorat jenderal bea dan cukai, dan menetapkan adanya kantor pabean, yang kemudian dalam penjelasan tersbeut tidak secara tegas tentang fungsi, tidak dijelaskan secara tegas tentang fungsi kantor pabean, sehingga berpotensi menimbulkan norma baru dan bahkan bertentangan atau semacam sebuah perubahan yang terselubung dari norma yang terkandung di dalam substansi dan pokok isi Pasal 5 ayat (3) Undang-Undang Kepabeanan yang dijelaskan tersebut. Bahwa hal ini bermula pada sekitar bulan Agustus 2014, Pemohon dikejutkan dengan dikenakan perkara tindak pidana korupsi terhadap dirinya atas sesuatu yang sudah dikerjakannya beberapa tahun yang lalu. 3
Bahwa dasar persangkaan pidana korupsi yang disangkakan kepada Pemohon adalah adanya kegiatan ekspor impor di PPLB Entikong dengan menggunakan dokumen PIB yang menurut penafsiran penegak hukum baik Polri maupun kejaksaan bahwa pos pemeriksaan lintas batas yang berada di wilayah pengawasan, kantor pengawasan Bea dan Cukai Entikong atau dalam hal ini kantor bea cukai, tidak berhak melakukan kegiatan ekspor impor. Nah di sini kami garis bawahi karena memang ada ... ada kesesatan disitu ternyata, dikarenakan para aparat penegak hukum memahami penjelasan Pasal Pasal 5 ayat (3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, hanya sebatas pada untuk keperluan pelayanan, pengawasan, kelancaran lalu lintas barang dan ketertiban bongkar muat barang, serta serta pengamanan keuangan negara, undang-undang ini menetapkan adanya kawasan pabean, di situ kami garis bawahi, di pelabuhan laut, bandar udara, atau tempat lain yang sepenuhnya berada di bawah pengawasan direktorat jenderal bea dan cukai. Dengan mengesampingkan frasa dan menetapkan adanya
kantor pabean. 5.
KETUA: WAHIDUDDIN ADAMS Mohon maaf, ini sudah ada di sini kan ya?
6.
KUASA HUKUM PEMOHON: HERIYANTO CITRA BUANA Sudah, Yang Mulia.
7.
KETUA: WAHIDUDDIN ADAMS Ya, ya, saya kira sudah cukup. Jadi pokok-pokoknya saja apa yang sudah diperbaiki dari nasihat Majelis Panel pada waktu yang lalu, itu saja, dan apakah ada perubahan misalnya di petitum. Ya kalau tidak ada, ya cukup karena ini tertulis sudah.
8.
KUASA HUKUM PEMOHON: HERIYANTO CITRA BUANA Ada perubahannya, Yang Mulia, pada petitum.
9.
KETUA: WAHIDUDDIN ADAMS Ya.
4
10.
KUASA HUKUM PEMOHON: HERIYANTO CITRA BUANA Mohon izinkan kami untuk membacakan yang petitumnya. Barangkali satu lagi untuk yang positanya, Yang Mulia.
11.
KETUA: WAHIDUDDIN ADAMS Ya, ya, silakan.
12.
KUASA HUKUM PEMOHON: HERIYANTO CITRA BUANA Bahwa selanjutnya, penjelasan Pasal 5 ayat (3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan ini kemudian bertentangan dengan Pasal 28D ayat (2) Undang-Undang Dasar Tahun 1945, yang menyebutkan, “Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapatkan imbalan dan perlakuan adil dan layak dalam hubungan kerja.” Hal ini dapat dilihat bahwa Pemohon selaku Kepala Seksi Kepabeanan Bea Cukai Periode 2008-2011 (...)
13.
KETUA: WAHIDUDDIN ADAMS Sudah diulang itu, ya.
14.
KUASA HUKUM PEMOHON: HERIYANTO CITRA BUANA Sudah, ya.
15.
KETUA: WAHIDUDDIN ADAMS Ya, ya. Saya kira kalau pertama memang itu bukan tambahan. Yang kedua, sudah ada di sini, ya sudah.
16.
KUASA HUKUM PEMOHON: HERIYANTO CITRA BUANA Baik, langsung pada petitumnya, Yang Mulia.
17.
KETUA: WAHIDUDDIN ADAMS Ya.
18.
KUASA HUKUM PEMOHON: HERIYANTO CITRA BUANA 1. Memohon untuk mengabulkan permohonan pengujian penjelasan Pasal 5 ayat (3) dan ayat (4) Undang-Undang 17 5
Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 2. Menyatakan penjelasan Pasal 5 ayat (3) dan ayat (4) UndangUndang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan UndangUndang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan mengandung multitafsir dan bertentangan dengan Pasal 23 ayat (1), Pasal 23A, dan Pasal 28D ayat (2) Undang-Undang Dasar Tahun 1945. 3. Menyatakan Pasal 5 ayat (3) dan ayat (4) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan tetap berlaku dan mempunyai kekuatan hukum mengikat dengan tafsir konstitusional terhadap penjelasan Pasal 5 ayat (3) dan ayat (4) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan dengan menyatakan konstitusional bersyarat pada masing-masing penjelasan ayatnya. Satu. Penjelasan Pasal 5 ayat (3) menjadi berbunyi, “Untuk keperluan pelayanan, pengawasan, kelancaran lalu lintas barang, dan ketertiban bongkar muat barang, serta pengamanan keuangan negara, undang-undang ini menetapkan adanya kawasan pabean di pelabuhan laut, bandar udara, atau tempat-tempat lain yang sepenuhnya berada di bawah pengawasan direktorat jenderal bea dan cukai dan menetapkan adanya kantor pabean untuk pelaksanaan pemenuhan kewajiban pabean. Ada penambahan di situ, Yang Mulia. Kemudian penunjukan pos pengawasan pabean diperlukan untuk membantu pejabat bea dan cukai melakukan pengawasan pabean. Ada pemotongan frasa di situ yang kami mintakan dalam penjelasan itu. Kemudian untuk penjelasan Pasal 5 ayat (4) yang semula berbunyi cukup jelas, maka kami memohonkan untuk apa ... ditetapkan adanya norma baru dalam penjelasan itu yang berbunyi, “Penetapan kawasan pabean dimaksudkan untuk memudahkan pengawasan pabean sambil menunggu penyelesaian pabeannya, prosedur penyelesaian kewajiban pabean dapat dilakukan di tempat-tempat yang belum ditetapkan sebagai kawasan pabean atau tempat lain asalkan di tempat tersebut dapat dilakukan pengawasan pabean. Penetapan kantor pabean bertujuan untuk pelaksanaan pemenuhan kewajiban pabean. Kemudian penetapan pos pengawasan pabean diperlukan sebagai tempat pejabat bea dan cukai melakukan pengawasan dan pos tersebut merupakan bagian dari kantor pabean. 4. Memerintahkan untuk memuat putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya. 5. Apabila Majelis Mahkamah Konstitusi berpendapat lain mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono). 6
Terima kasih, Yang Mulia. 19.
KETUA: WAHIDUDDIN ADAMS Baik, saya kira sudah disampaikan, ya, pokok-pokok headline dari perbaikan dari permohonan sebelumnya, setelah ada nasihat dari Majelis Panel Hakim pada waktu yang lalu dan ini sudah disampaikan juga perbaikan permohonannya secara tertulis, sudah diterima Panel dan ... ya. Jadi ini nanti akan disampaikan informasi selanjutnya dari Kepaniteraan karena akan dilaporkan kepada Rapat Permusyawaratan Hakim untuk penanganan selanjutnya, ya. Dan pada kesempatan ini juga bukti P-16 dan P-17 ini tidak ada bukti fisik, ya. Kalau P-1 sampai dengan P-21 sudah ada, ya. Sudah ... belum disahkan, ya. Ya, jadi P-1 sampai P-21 kita sahkan, tapi bukti P-16, P-17 (...)
20.
KUASA HUKUM PEMOHON: HERIYANTO CITRA BUANA Sudah ... sudah kami serahkan, Yang Mulia.
21.
KETUA: WAHIDUDDIN ADAMS Oh, sudah.
22.
KUASA HUKUM PEMOHON: HERIYANTO CITRA BUANA Itu KTP dengan kartu PNS, sudah kami serahkan.
23.
KETUA: WAHIDUDDIN ADAMS Ya, jadi bukti KTP dan PNS itu P-14 dan P-15, bukan P-16 dan P17. P-16 dan P-17 ini tidak ada di daftar bukti, ya.
24.
KUASA HUKUM PEMOHON: HERIYANTO CITRA BUANA Oh, salah penomoran, Yang Mulia.
25.
KETUA: WAHIDUDDIN ADAMS Ya. Ya, nanti hal itu di apa ... klarifikasi di Kepaniteraan, ya. Ya, KTP 14 dan fotokopi kartu pegawai. Ya, name tag-nya ini P-15, ya. Jadi P-16, P-17 itu tidak ada di daftar bukti, tapi nanti diklarifikasi lagi ke Kepaniteraan, ya. Yang ada ini kita sahkan dulu, ya. KETUK PALU 1X 7
Baik, nanti kelanjutan dari apa ... permohonan ini akan dilaporkan dulu Rapat Permusyawatan Hakim, bagaimana penanganan selanjutnya akan disampaikan kepada Pemohon dan Kuasanya untuk nanti melalui Kepaniteraan. 26.
KUASA HUKUM PEMOHON: HERIYANTO CITRA BUANA Mohon maaf, Yang Mulia.
27.
KETUA: WAHIDUDDIN ADAMS Tidak ada lagi hal-hal yang mau dikemukakan?
28.
KUASA HUKUM PEMOHON: HERIYANTO CITRA BUANA Barangkali untuk terkait dengan apa ... harmonisasi penomoran tadi itu kami langsung saja ke Kepaniteraan (...)
29.
KETUA: WAHIDUDDIN ADAMS Ya, ya. Baik, saya kira ketidak ada lagi. Jadi persidangan hari ini cukup dan sidang dinyatakan ditutup. KETUK PALU 3X SIDANG DITUTUP PUKUL 10.53 WIB Jakarta, 13 Oktober 2015 Kepala Sub Bagian Risalah, t.t.d Rudy Heryanto NIP. 19730601 200604 1 004
Risalah persidangan ini adalah bentuk tertulis dari rekaman suara pada persidangan di Mahkamah Konstitusi, sehingga memungkinkan adanya kesalahan penulisan dari rekaman suara aslinya.
8