MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 82/PUU-XIII/2015
PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2014 TENTANG TENAGA KESEHATAN TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945
ACARA MENDENGARKAN KETERANGAN AHLI/SAKSI PEMOHON (V)
JAKARTA RABU, 30 SEPTEMBER 2015
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 82/PUU-XIII/2015 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan [Pasal 1 angka 1 dan angka 6, Pasal 11 ayat (1) huruf a dan huruf m, ayat (2), dan ayat (14), Pasal 12, Pasal 21 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), ayat (6), Pasal 34 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (5), Pasal 35, Pasal 36 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), Pasal 37, Pasal 38, Pasal 39, Pasal 40 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 90 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), serta Pasal 94] terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 PEMOHON 1. Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) 2. Pengurus Besar Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PB PDGI), dkk ACARA Mendengarkan Keterangan Ahli/Saksi Pemohon (V) Rabu, 30 September 2015, Pukul 11.15 – 13.36 WIB Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat SUSUNAN PERSIDANGAN 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7)
Arief Hidayat Anwar Usman Aswanto I Dewa Gede Palguna Maria Farida Indrati Patrialis Akbar Suhartoyo
Achmad Edi Subiyanto Pihak yang Hadir:
(Ketua) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) Panitera Pengganti
i
A. Pemohon: 1. Zainal Abidin (Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI)) 2. Sukman Tulus Putra (Komisioner Konsil Kedokteran Indonesia) 3. I Oetama Marsis (Komisioner Konsil Kedokteran Indonesia) 4. Farichah Hanum (Ketua Umum Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Gigi Indonesia (PB PDGI)) 5. Latief Mooduto B. Kuasa Hukum Pemohon: 1. Muhammad Joni 2. Zulhain Tanamas C. Ahli dari Pemohon: 1. Yusuf Shofie 2. Zaura Kiswarina D. Saksi dari Pemohon: 1. Martini Nazief E. Pemerintah: 1. Budi Irawan 2. Sundoyo 3. I Gede Budi 4. Jaya 5. Tri Rahmanto 6. Nasrudin
ii
SIDANG DIBUKA PUKUL 11.15 WIB 1.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Bismillahirrahmaanirrahiim. Sidang dalam Perkara Nomor 82/PUUXIII/2015 dengan ini dibuka dan terbuka untuk umum. KETUK PALU 3X Saya cek kehadirannya, Pemohon yang hadir siapa? Saya persilakan.
2.
KUASA HUKUM PEMOHON: MUHAMMAD JONI Terima kasih, Yang Mulia. Assalamualaikum wr. wb. Selamat pagi untuk kita sekalian. Atas perkenaan Yang Mulia, hadir hari ini kami selaku kuasa Pemohon, saya sendiri Muhammad Joni, S.H., M.H., Advokat. Zulhain Tanamas, S.H., Advokat. Hari ini hadir juga Pemohon, pertama dari PB Ikatan Dokter Indonesia, Dr. Zainal Abidin, M.H., selaku ketua umum. Kemudian ketua PB PDGI Drg. Farichah Hanum, M.Kes., dan Prof. Dr. Drg. Latief Mooduto, M.S., Sp., KG. Kemudian hadir dari Konsil Kedokteran Indonesia, Dr. Sukman T. Putra, Sp.A., Prof. Dr. I. Oetama Marsis, Sp.Og, dan segenap pengurus PB IDI, dan PB PDGI, serta KKI. Yang Mulia, kami hari ini menghadirkan, mendatangkan saksi fakta Ibu Martini Nazief. Yang kedua adalah Ahli, pertama, Dr. drg. Zaura Kiswarina Anggraini. Yang kedua, Dr. Yusuf Shofie, S.H., M.H. Terima kasih, Yang Mulia.
3.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik, terima kasih, Kuasa Pak Muhammad Joni. Ini Pak Muhammad Joni ini lama-lama saya lihat sudah kayak dokter saja ini. Dari Pemerintah yang mewakili Presiden, saya persilakan.
4.
PEMERINTAH: BUDI IRAWAN Baik, terima kasih, Yang Mulia. Dari Pemerintah, saya Budi Irawan dari Kementerian Kesehatan. Di sebelah kiri saya, Bapak Sundoyo juga dari Kementerian Kesehatan. Di sebelah kanan saya, Bapak I Gede Budi dari Kumham dan Bapak Jaya. Demikian terima kasih, Yang Mulia.
1
5.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik, terima kasih. Hari ini agendanya adalah mendengarkan keterangan ahli dan saksi dari Pemohon. Sebelum memberikan keterangan, saya persilakan untuk maju ke depan terlebih dahulu. Saya persilakan Pak dr. Yusuf Shofie dan kemudian Ibu dr. ... dr. Zaura, saya persilakan. Sekaligus Ibu Martini, saya persilakan maju ke depan untuk diambil sumpahnya terlebih dahulu. Saya persilakan Yang Mulia Pak Wakil untuk mengambil sumpahnya.
6.
HAKIM ANGGOTA: ANWAR USMAN Mohon ikuti saya, Ahli ya. Ini Saksi?
7.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ini ahli. Ahli dulu, Beliau berdua.
8.
HAKIM ANGGOTA: ANWAR USMAN Ya, Ahli. “Bismillahirrahmaanirrahiim. Demi Allah saya bersumpah sebagai Ahli akan memberikan keterangan yang sebenarnya sesuai dengan keahlian saya.”
9.
SELURUH AHLI BERAGAMA ISLAM BERSUMPAH: Bismillahirrahmaanirrahiim. Demi Allah saya bersumpah sebagai Ahli akan memberikan keterangan yang sebenarnya sesuai dengan keahlian saya.
10.
HAKIM ANGGOTA: ANWAR USMAN Ya, terima kasih. Saksi sekarang, ya. Ya, mohon ikuti saya. “Bismillahirrahmaanirrahiim. Demi Allah saya bersumpah sebagai Saksi akan memberikan keterangan yang sebenarnya, tidak lain dari yang sebenarnya.”
11.
SAKSI BERAGAMA ISLAM BERSUMPAH: Bismillahirrahmaanirrahiim. Demi Allah saya bersumpah sebagai Saksi akan memberikan keterangan yang sebenarnya, tidak lain dari yang sebenarnya.
2
12.
HAKIM ANGGOTA: ANWAR USMAN Ya, terima kasih.
13.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Terima kasih, Yang Mulia Pak Wakil. Saya persilakan untuk duduk kembali. Baik, saya tanya kepada Pemohon Pak Joni, siapa dulu yang akan didengar keterangannya? Ahli atau Saksi?
14.
KUASA HUKUM PEMOHON: MUHAMMAD JONI Mulia.
15.
Mohon berkenan untuk pertama keterangan dari saksi fakta, Yang
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik.
16.
KUASA HUKUM PEMOHON: MUHAMMAD JONI Beliau adalah pernah melakukan pelaporan terhadap disiplin di MKDKI, terima kasih.
17.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik, silakan Ibu Martini untuk memberikan keterangan di mimbar. Langsung memberikan keterangan atau dipandu oleh Pak Joni? Saya persilakan. Dipandu? Langsung?
18.
KUASA HUKUM PEMOHON: MUHAMMAD JONI Ya, Yang Mulia.
19.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik, silakan Bu Martini.
20.
SAKSI DARI PEMOHON: MARTINI NAZIEF Assalamualaikum wr. wb.
21.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Waalaikumsalam wr. wb. 3
22.
SAKSI DARI PEMOHON: MARTINI NAZIEF Nama saya Martini Nazief, saya pernah melapor di MKDKI pada Desember ... November 2010, kasusnya kasus waterbirth, waktu itu anak saya meninggal pada ... pada November 2010. Kasusnya bermula waktu itu saya kan hamil. Hamil, terus waktu melahirkan saya mintanya dioperasi cesar, tapi dokternya menyarankan supaya waterbirth. Saya mula-mula enggak mau. Tapi karena dokter menyarankan, akhirnya saya mau. Pas tanggal ... pas sudah 40 hari ... 40 minggu 6 hari belum terjadi pembukaan dan dokternya menyarankan saya untuk ke rumah sakit. Sampai di rumah … saya sebenarnya pasien St. Mary tapi tiba-tiba dokternya bilang enggak boleh kalau melahirkan di St. Mary, mesti harus ke Asri atau MMC. Tapi karena Asri … Rumah Sakit Asri lebih dekat saya memilih ke Rumah Sakit Asri. Pas tanggal 5, itu saya sudah masuk rumah sakit pas jam 17.00. Dokternya bilang sudah ada pembukaan 1, tapi ternyata susternya bilang belum ada pembukaan 1. Terus saya diinduksi berkali-kali sampai dengan tanggal 8. Tanggal 7-nya baru ada pembukaan 1 jam 18.00 dan pembukaan 3 pas jam 06.00. Jam 08.30 baru ada pembukaan 6, baru saya masuk ke dalam kolam waterbirthnya, dokternya belum datang. Sudah pembukaan 10 pun dokternya belum datang. Apa … belum datang, terus dokternya ditelepon-telepon enggak diangkat-angkat. Akhirnya dokternya baru datang jam 10.00. Jadi, sudah setengah jam saya pembukaan 10 dokternya belum juga datang. Waktu saat yang bersamaan, di ruang sebelah juga ada yang melahirkan waterbirth, cuma ada terhalang dengan sekat doang dengan dokter yang sama, mestinya kan enggak boleh begitu. Akhirnya dokternya datang, dokternya enggak mengarahkan saya buat … buat melakukan persalinan waterbirth, dia asyik main apa … asyik pegang handphone, balas SMS. Saya pikir, “Kok dokter kayak begitu?” Padahal kan saya dalam posisi mau melahirkan, dokternya seperti kayak cuek begitu. Terus habis itu saya sudah ngeden-ngeden, kepala anak saya sudah keluar, tapi belum juga … belum bisa saya ngeden itu. Terus dokternya bilang, “Bu, ayo ngeden lagi.” Katanya begitu. Saya bilang, “Saya sudah enggak kuat ngeden Dokter, saya mau operasi sesar saja.” Saya bilang begitu. Dokternya bilang, “Enggak usah operasi sesar, divakum saja.” “Kalau divakum saya enggak mau, Dokter.” Saya bilang begitu. Terus dokternya terus pergi lagi ke ruang sebelah. Pergi lagi ke ruang sebelah, periksa yang lain yang pasien yang waterbirth juga yang mau melahirkan. Jadi, dokternya dengan satu dokter menangani dua pasien begitu. Sudah jam … terus habis itu dokternya apa itu … dengan peralatan yang kayaknya enggak memadai, cuma memadai buat satu pasien saja. Terus habis itu jam 12.00 yang teman saya di sebelah sudah melahirkan, sayanya juga belum melahirkan. Bayangkan saya di kolam 4
waterbirth itu sampai jam 14.15 baru anak saya melahirkan … baru melahirkan. Terus anak saya ditaruh di dada saya, tiba-tiba dokternya langsung bilang … langsung diambil, langsung pergi. Terus saya enggak tahu habis itu kejadiannya bagaimana saya ditinggalkan saja di kolam waterbirth itu sendirian dalam posisi ari-ari saya masih di dalam … masih di dalam apa … rahim saya. Mestinya itu … terus dokternya enggak tahu kenapa padahal kan saya sudah bilang kalau saya itu takut sama darah, kolamnya itu banyak darahnya. Terus dokternya baru bilang … waktu itu jam 16.00 baru saya diangkat ke mana … ke tempat tidur mau dijahit. Dokternya setelah jahit, baru bilang kalau anak saya meninggal. Terus dokternya minta maaf, saya enggak mau karena gampang banget dia kayak begitu, menyia-nyiakan saya dan anak saya. Mestinya kan enggak seperti itu. Karena dokternya kurang profesional, dia menyia-nyiakan saya dan anak saya kayak begitu. Rumah sakitnya juga enggak profesional, mestinya kan dengan adanya pasien yang dua melahirkan sekaligus bukan satu dokter, mestinya dikasih ke dokter yang lain juga untuk menangani. Enggak mesti satu dokter itu. Habis itu kakak saya datang, saya ceritakan kejadiannya, kakak saya langsung panggil pengacara. Pengacara terus diadakan diskusi, tapi enggak putus di situ, habisnya … habis itu pengacara saya bilang, “Kita lapor saja ke MKDKI.” Makanya saya sangat berterima kasih sekali dengan adanya MKDKI karena MKDKI ini saya bisa mencari keadilan, kalau enggak ada MKDKI ke mana saya mesti cari keadilan, seperti itu. Akhirnya, kasusnya dokternya dinyatakan bersalah dan dihukum satu tahun tidak boleh praktik. Sekarang kasusnya masih berjalan di Pengadilan Jakarta Selatan, tapi dokternya masih banding lagi. Saya terima kasih kepada MKDKI, terutama Ibu Sri yang selalu mendampingi saya selama sidang di PTUN. 23.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik, sudah Ibu? Baik. Apakah dari Pemohon akan ada yang ditanyakan lebih lanjut kepada Saksi?
24.
KUASA HUKUM PEMOHON: MUHAMMAD JONI Ada satu pertanyaan saja, Yang Mulia. Ibu Saksi, Ibu Martini Nazief, apakah dalam laporan pengaduan yang Ibu sampaikan ke MKDKI, itu bagaimana prosesnya?
5
25.
SAKSI DARI PEMOHON: MARTINI NAZIEF Prosesnya yang mengurus pengacara saya, cuma menghadiri beberapa sidang, tapi menunggu … menunggu … menunggu hasil persidangannya kurang-lebih satu tahun. Prosesnya sih lancar.
26.
KUASA HUKUM PEMOHON: MUHAMMAD JONI Apakah sudah ada putusan yang tertulis diberikan kepada Ibu?
27.
SAKSI DARI PEMOHON: MARTINI NAZIEF Ada.
28.
KUASA HUKUM PEMOHON: MUHAMMAD JONI Cukup, Yang Mulia.
29.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik, cukup. Dari Pemerintah ada pertanyaan pada Saksi? Cukup. Dari Hakim? Cukup. Baik, Ibu Martini terima kasih telah memberikan keterangan di persidangan ini. Silakan duduk kembali.
30.
SAKSI DARI PEMOHON: MARTINI NAZIEF Sama-sama. Terima kasih.
31.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Untuk Ahli siapa dulu? Pemohon?
32.
KUASA HUKUM PEMOHON: MUHAMMAD JONI Terima kasih, Yang Mulia. Berkenaan pertama, yaitu Dr. drg. Zaura Kiswarina Anggraini. Terima kasih.
33.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik, saya persilakan Ibu Dr. drg. Zaura.
6
34.
AHLI DARI PEMOHON: ZAURA KISWARINA Terima kasih, Yang Mulia Majelis Hakim. Bismillahirrahmaanirrahiim. Assalamualaikum wr. wb. Salam sejahtera untuk kita semua. Selamat siang. Yang Mulia Majelis Hakim, perkenankan saya menyampaikan uraian perihal independensi profesi kedokteran sesuai dengan kesederhanaan pemikiran saya, tetapi dengan penuh dorongan hati dan keyakinan bahwa kemandirian profesi kedokteran ini perlu diayomi seoptimal mungkin oleh suatu tatanan yang independent pula yang berdiri di atas kebenaran ilmu dan keselamatan pasien. Majelis Hakim yang saya muliakan, menghadapi tuntutan perkembangan kesehatan saat ini dan masa mendatang, rakyat tetap harus mempunyai hak untuk mendapatkan palayanan kesehatan yang terbaik. Pemerintah Indonesia seperti yang diamanatkan pada preambule Undang-Undang Dasar Tahun 1945 agar melindungi segenap bangsa, mensejahterakan, mencerdaskan, melaksanakan ketertiban dunia yang didasari perdamaian dan keadilan sosial, alinea empat. Untuk mencapai tujuan ini, Yang Mulia, profesi kedokteran dalam hal ini adalah dokter dan dokter gigi dalam menjalankan tugas keprofesiannya memerlukan payung hukum yang sesuai dengan hakikat yang sesungguhnya dari profesi kedokteran itu sendiri. Apabila tidak, naluri keilmuan, keyakinan, dan adu kepentingan antara berbagai jenis tenaga kesehatan dapat berkembang tanpa kendali. Yang Mulia Mejelis Hakim. Dokter dan dokter gigi merupakan profesi yang mempunyai kedudukan yang khusus terkait dengan tubuh dan nyawa manusia, sehingga secara mandiri dokter dan dokter gigi dapat melakukan intervensi medis teknis dan intervensi bedah terhadap tubuh manusia yang tidak dimiliki jenis tenaga kesehatan lainnya yang dilakukan secara mandiri. Yang Mulia, kemandirian profesi dipercaya sebagai sesuatu nilai yang universal yang diberikan kepada tenaga medis, yaitu dokter dan dokter gigi disebabkan karena profesi tersebut mempunyai ciri-ciri sebagai berikut. 1. Mempunyai body of knowledge (ada di atas), yaitu atau tingkat keilmuan yang dapat diukur dan dapat dikembangkan secara berjenjang mulai dari dokter spesialis, dokter gigi, dokter gigi spesialis, sampai dengan spesialis konsultan, termasuk pengembangannya dalam jenjang akademik S-1, S-2, dan S-3. 2. Kemandirian profesi dari dokter dan dokter gigi mempunyai code of conduct atau etika kedokteran sebagai standar dari perilaku profesi. Kemudian mempunyai sifat (suara tidak terdengar jelas) atau kesejawatan, termasuk di sini bagaimana memperlakukan teman sejawat secara horizontal maupun vertikal antara dokter dengan tingkatan dokter yang lebih tinggi. 7
Berikutnya bahwa profesi dokter dan dokter gigi mempunyai sifat altruisme, yaitu meletakkan kepentingan pasien di atas kepentingan pribadi. Ini tercakup dalam etika dan disiplin profesi. Dengan demikian ciri tersebut di atas, maka profesi dokter memperoleh otonomi untuk melakukan self regulation berdasarkan kepercayaan publik atas kepercayaan terhadap profesi itu sendiri dan kepercayaan publik itu dijaga mulai dari hulu sampai hilir, di hilirnya adalah proses penegakan disiplin dokter, dokter gigi, dan yang diwakili anggotanya oleh dokter, dokter gigi, serta sarjana hukum dari masyarakat. Jadi sekali lagi, Yang Mulia. Bahwa dengan adanya kemandirian dari profesi, profesi dokter dan dokter gigi yang berdasarkan ciri-ciri tersebut di atas, maka dia mempunyai professional trust (kepercayaan pada profesi) itu yang dapat melakukan tindakan pada tubuh manusia atas dasar keilmuan yang kokoh dan atas dasar kemaslahatan, keselamatan dari pasien yang berada di dalam ciri-ciri profesi itu yaitu altruisme. Sifatnya adalah universal dan mampu bertahan sejak tahun 468 sebelum masehi, dan nilai ini ... maaf, nilai ini, nilai keprofesian ini yang berlandaskan pada kebenaran ilmu dan keselamatan pasien merupakan nilai yang luar biasa kuatnya sehingga tidak dapat diintervensi oleh kepentingan apa pun, dan selama lebih dari 1.400 tahun nilai-nilai ini berhasil dikukuhkan, ditegakkan dengan adanya sumpah hipokrates yang masih diucapkan, dilafalkan sampai sekarang oleh dokter-dokter di seluruh dunia termasuk Indonesia. Majelis, Yang Mulia. Sifat-sifat ini perlu dikawal untuk memastikan bahwa profesi dokter dan dokter gigi di Indonesia itu bermanfaat dan bermutu untuk masyarakat. Oleh sebab itu perlu dibentuk suatu wadah yang sifatnya juga harus independen sesuai dengan hakikat dari profesi dokter dan dokter gigi itu, yaitu Konsil Kedokteran Indonesia. Konsil Kedokteran Indonesia telah diamanahkan untuk ... diamanahkan oleh negara untuk menjaga mutu praktik kedokteran, membina disiplin profesi kedokteran dan memberikan perlindungan pada masyarakat. Perlindungan pada masyarakat ini merupakan suatu hal yang menjadi titik yang sangat mendasari proses kerja dari Konsil Kedokteran Indonesia. Proses pembinaan dan penegakan disiplin, termasuk mengadili pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh anggota profesi dilakukan oleh Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia, yaitu MKDKI. Anggota dari MKDKI, Majelis Yang Mulia, terdiri tidak hanya dari dokter dan dokter gigi tetapi juga sarjana hukum sebagai perwakilan dari masyarakat untuk menjamin keadilan dari keputusan yang dibuat oleh MKDKI. Majelis Hakim Yang Mulia, dengan diperlakukannya UndangUndang Nomor 36 Tahun 2014, isu yang berkembang adalah terganggunya independensi ini, terganggunya juga efisiensi dalam mengawal profesi dokter dan dokter gigi yang dikhawatirkan nantinya 8
akan dapat menurunkan kepercayaan, kepercayaan terhadap profesi dan juga kurang terjaminnya manfaat kemaslahatan bagi masyarakat sesuai dengan kebenaran ilmu, dan kebutuhan masyarakat yang diayomi oleh profesi dokter dan dokter gigi. Majelis Hakim yang saya muliakan. Di era adanya KKI, masyarakat dilayani oleh tenaga medis yang berkompeten dan bermutu. Kompetensi dikeluarkan oleh organisasi profesi melalui proses penapisan yang dilandasi pada kebenaran ilmu, profesionalisme yaitu etika, disiplin, dan aspek hukum bagi dokter tersebut. Penjaminan mutu ini melalui ujian nasional yang merupakan seleksi untuk mendapat pengakuan dari Departemen Pendidikan Nasional … dan Kebudayaan, maaf. Dengan adanya dokter dan dokter gigi yang kompeten dan bermutu, maka masyarakat akan terlindungi. Untuk itu, Yang Mulia. Perlu kiranya isu ini diselesaikan sesuai dengan hakikat dari profesi itu sendiri, kembali kepada nilai-nilai yang perlu ditegakkan. Yang Mulia, masyarakat oleh KKI dilindungi, KKI juga mempunyai fungsi meregulasi dokter dan dokter gigi agar mereka terjamin kompetensinya, itu dilakukan oleh melalui organisasi profesi, dan mutunya terjamin melalui sertifikat profesi yang dikeluarkan oleh perguruan tinggi. Jadi mengenai mutu dari dokter dan dokter gigi ada dua unsur dari pemerintah yang memainkan peran yang semuanya kemudian oleh KKI yang terdiri dari berbagai unsur yang berkepentingan yang terkait dengna kesehatan, ada di dalam KKI untuk bersama-sama melakukan regulasi. Majelis Hakim yang saya muliakan. Unsur masyarakat ini merupakan ciri yang sangat khas, ciri yang meningkatkan professional trust terhadap dokter dan dokter gigi di Indonesia. Dan berdasarkan mekanisme tadi apabila pembinaan, regulasi terjadi suatu penyelewengan maka akan … dokter dan dokter gigi akan diajukan sesuai dengan gugatan yang timbul dari masyarakat untuk diselediki apakah terjadi pelanggaran disiplin profesi oleh Majelis Kehormatan Dokter … Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia yang di dalamnya adalah IDI, PDGI, dan sekali lagi ada unsur yang nonmedis, yaitu sarjana hukum. Dengan melakukan proses perlindungan dan regulasi terhadap masyarakat terlindungi dan dokter-dokter dijamin mutunya untuk layak praktik di Indonesia, maka semuanya ini langsung dipertanggungjawabkan kepada Presiden. KKI dalam tugasnya yang diamanahkan oleh Undang-Undang Praktik Kedokteran adalah melakukan registrasi yang merupakan penjaminan atas kelayakan dokter untuk berpraktik. Kemudian di hulu, KKI mensahkan standar-standar pendidikan yang dibuat bersama-sama oleh stakeholders yang terkait. Kemudian melakukan pembinaan terhadap dokter setelah sepanjang hayatnya, dokter tersebut melakukan praktik profesinya dengan 9
melakukan resertifikasi setiap lima tahun seperti yang diamanatkan oleh Undang-Undang Praktik Kedokteran. Dengan demikian, di sini terlihat adanya independensi bahwa KKI dalam melindungi masyarakat dan menjaga keprofesionalisme dokter dan dokter gigi, itu langsung dipertanggungjawabkan kepada kepala negara. Di sini, Yang Mulia. Pada slide ini kita melihat bahwa dokter dan dokter gigi dengan ciri-ciri mempunyai body of knowledge yang kuat, mereka harus menjadi sarjana di bidang ilmu kedokteran dan dapat dikembangkan ke tingkat sarjana … S-2 dan sebagainya. Kemudian dengan adanya lingkup … lingkup garapan dari kedokteran yaitu berupa fenomena-fenomena penyimpangan, fenomena perubahan, fenomena tidak normalnya fungsi dari organ tubuh, mulai dari tingkat seluler, molekuler, organ, fungsi, serta interaksinya dengan lingkungan. Ini, Yang Mulia, memperlihatkan luasnya dan dalamnya lingkup kedokteran, keilmuan yang harus dikuasai oleh dokter dan dokter gigi termasuk keterampilan klinisnya. Penerapan ini, penerapan dari ilmu kedokteran meliputi intervensi. Intervensi itu adalah tindakan-tindakan yang bersifat medis-teknis, yang bersifat bedah, yang bersifat surgical terhadap organ tubuh. Kemudian juga intervensi perubahan perilaku dan pengendalian risiko terhadap individu di lingkungan komunitas. Dokter dengan kemampuan tersebut bertanggungjawab untuk membuat the best professional clinical judgment (keputusan klinik yang terbaik) demi kesembuhan dan keselamatan pasien. Dengan memperhatikan segala aspek bio, psiko, sosial, dari pasien itu sendiri. Oleh karenanya, Yang Mulia. Maka clinical judgement ini menjadi acuan bagi tindakan dari kesehatan … tenaga kesehatan lainnya. Jadi di sini kiranya terlihat bahwa profesi dokter dan dokter gigi ini seyogianya tidak menjadi sesama atau disejajarkan dengan pilar-pilar tenaga kesehatan yang lain. Tetapi boleh jadi dia menjadi payung yang memayungi kegiatan-kegiatan tenaga kesehatan lainnya karena dokter merupakan profesi yang secara mandiri dapat bertanggungjawab langsung pada keselamatan dan nyawa manusia. Dokter sebagai tenaga kesehatan tentunya harus tunduk pada peraturan yang ada. Peraturan administratif, Yang Mulia. Yaitu oleh Kemenkes yang mengurusi mengenai distribusi pendayagunaan dan sebagainya. Kemudian dokter sebagai tenaga kesehatan tentunya dikawal, diurus, dilahirkan melalui pendidikan kedokteran … pendidikan akademik kedokteran yang diampu atau dikelola oleh Kemristek Dikti sekarang. Tetapi dokter dengan sifat keprofesiannya tadi perlu senantiasa dijaga mutu dan disiplinnya. Oleh siapa? Tak lain, tak bukan adalah oleh orang-orang atau profesi yang paham betul tentang bagaimana mutu dokter seharusnya dan bagaimana disiplin dokter seharusnya ditegakkan. Dan ini memerlukan lembaga yang independent pula.
10
Yang Mulia, ini adalah pelaksanaan dari amanah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran Gigi yang menugaskan suatu lembaga yang disebut Konsil Kedokteran Indonesia untuk melaksanakan, mengawal semua proses tumbuh kembang dan pelaksanaan pengabdian dari profesi itu di Indonesia. Apa jadinya perubahan apa yang akan terjadi apabila UndangUndang Tenaga Kesehatan ini berlaku? Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 bahwa kenyataannya masyarakat saat ini dilayani tidak hanya oleh dokter dan dokter gigi tetapi juga dilayani oleh perawat, oleh bidan, oleh farmasi, dan oleh tenaga-tenaga kesehatan lainnya yang ada sembilan di Undang-Undang Kesehatan Tahun 2014 dan ini diamanahkan oleh Undang-Undang Nakes ini untuk membentuk konsilkonsil dari masing-masing bidang kesehatan ini. Dan juga diamanahkan, Yang Mulia. Untuk membentuk organisasi profesi yang menurut pendapat saya adalah sesuatu pengorganisasian dari individu-individu yang bekerja. Tetapi juga diamanahkan untuk membentuk kolegium. Menurut pendapat saya yang sederhana ini, Yang Mulia. Kolegium adalah pengampu ilmu. Ilmu batang tubuh body of knowledge dari pelayanan kesehatan itu utamanya adalah di body of knowledge ilmu-ilmu kedokteran. Sedangkan bidan itu merupakan bagian pendelagasian wewenang, pendelegasian dari pelaksanaan ilmu tersebut dalam batas-batas tertentu yang ilmunya sebetulnya adalah di bidang kedokteran. Jadi untuk membentuk kolegium yang sebetulnya ilmunya sama, itu merupakan suatu pemborosan dan juga akan menjadi timbulnya konflik nantinya antara mungkin konsil bidan dengan konsil kedokteran yang mengayomi para dokter-dokter kebidanan. Begitu juga mungkin dengan kedokteran gigi, maaf, Yang Mulia. Saya berasal … saya seorang dokter gigi, juga akan terjadi kerancuan apabila nanti ada konsil perawat gigi yang sebetulnya adalah pendelegasian kewenangan yang bersumber pada pokok ilmu yang sama. Oleh sebab itu, tidak perlu menurut pendapat saya untuk dibentuk suatu kolegium. Karena bukankah ilmunya sama, mengapa harus ada dua kolegium, itu yang akan memicu adanya konflik terhadap kebenaran ilmu. Belum lagi kita bicara tentang bagaimana ilmu itu akan diberikan dalam bentuk pelayanan. Jadi akan rancu ini apakah pelayanannya bersifat profesional atau pelayanan yang bersifat bukan profesional atau vokasi seperti yang dituliskan oleh Undang-Undang Tenaga Kesehatan. Yang Mulia. Ini semua yang tadinya contoh yang ada sekarang adalah baru Konsil Kedokteran Indonesia. Nantinya setelah ini terbentuk, yang menurut pendapat saya itu suatu efek yang besar, sedangkan di konsil kedokteran itu sudah mengayomi pendidikan dari hulu sampai hilir. Kalau kita bicara soal sumber ilmu yang sama, tentunya juga proses pendidikannya tidak begitu jauh berbeda, sehingga mungkin patut dilihat oleh saya terutama bahwa pembentukan ini semua merupakan suatu 11
pemborosan yang akan memicu adanya kegaduhan dan kerancuankerancuan dan masyarakat akan menjadi sangat bingung. Mereka adalah masyarakat yang tidak paham, mereka tidak tahu berobat ke perawat gigi, ke dokter gigi … maaf, tukang gigi atau ke dokter gigi. Berikutnya, KTKI ini sifatnya adalah sebagai koordinator, sedangkan sejatinya Konsil Kedokteran Indonesia itu sifatnya adalah regulator. Nah, dalam kita melakukan regulasi dokter langsung kepada masyarakat, ada kedekatan antara profesi pengampuannya, pembinaannya, dan juga pengawasannya bersama-sama dilakukan oleh masyarakat tanpa adanya … adanya keharusan untuk diinterupsi atau untuk di … adalagi jalur yang bersifat koordinatif administratif. Yang Mulia. Dengan demikian, apabila konsil ini digabungkan ke dalam suatu wadah koordinator yang pastinya tidak independent karena itu adalah aparat, perpanjangan tangan dari administrasi pemerintahan yang memang pada akhirnya nanti bertanggung jawab pada presiden, tapi melalui menteri berarti melalui birokrasi dibandingkan dengan yang ada sekarang adalah langsung antara profesi dan masyarakat mempertanggungjawabkan pembinaanya kepada kepala negara. Di sini ini KTKI, Konsil Tenaga Kedokteran Indonesia bertanggung jawab memang pada Presiden, tapi melalui Kementerian Kesehatan, apa yang terjadi apabila ini berlangsung? Saya terutama menyoroti bahwa konsil Kedokteran Indonesia yang mempunyai fungsi regulatori menjadi tidak dijamin bahwa itu akan men … independent dalam mengeluarkan regulasinya. Yang Mulia. Apabila masing-masing dari konsil ini sifatnya independent, maka mereka masing-masing juga bisa dan boleh mengeluarkan aturannya masing-masing sesuai dengan Igo dari bidang kesehatan itu, dan inilah yang kiranya akan menjadi begitu rumit dan begitu rancunya kehidupan profesi dalam menjalankan dalam membina keprofesiannya dan dalam menjalankan mencari pelayanan yang terbaik bagi masyarakat. Sekali lagi, seperti uraian pada slide sebelumnya, maka masyarakat ke mana mengadu apabila mereka merasa … merasakan ada sesuatu yang tidak adil dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang tadinya ada MKDKI yang langsung merupakan service pada masyarakat, sekarang tidak ada lagi karena akan disatukan menjadi Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan Indonesia yang dalam hal ini kedisiplinan dari masingmasing bidang ilmu itu sangat berbeda karena sifat dan ciri dari profesi itu. Di sinilah letak selain dia tidak independent, juga masyarakat kehilangan wadah untuk mencari keadilan terhadap pelayanan kesehatan yang diduga atau dirasakan tidak adil. Jadi di sini sekali lagi, Igo dari masing-masing profesi akan … atau bidang pelayanan akan muncul, akan berkembang dengan bebas karena mereka sudah mempunyai landasan hukum berupa pembentukan council dan segala kewenangannya untuk membuat peraturan-peraturan. 12
Lebih lanjut, Yang Mulia. Dengan nantinya akan ada memang Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan Indonesia, maka sanksi itu, sekali lagi seperti yang saya baca di dalam UU Nakes, itu dapat dimungkinkan untuk diintervensi oleh menteri apabila yang bersangkutan yang dikenai sanksi itu mengajukan keberatan. Alhamdulillah kalau menterinya ikutikut saja mendukung keputusan itu, tetapi apabila ada conflict of interest, siapa yang bisa menegakkan keadilan ini bagi semua pihak? Di sini masyarakat menjadi tidak percaya pada profesi, apalagi nanti ada … saya tidak ini … bicarakan. Sekali lagi, Yang Mulia, dengan adanya council-council yang sedemikian banyak, maka akan ada banyak peraturan-peraturan council yang keluar dan ini merupakan … oh sorry, aduh maaf. Oke … akan menimbulkan potensi potensi untuk chaos, terjadinya chaos yang seperti yang saya sampaikan tadi, Yang Mulia, kemudian semua merasa independent. Lalu, siapa yang menjamin bahwa tidak ada benturan-benturan kepentingan? Dengan mengedepankan Igo dari masing-masing council yang telah saya jabarkan sebelumnya, Yang Mulia, sementara KTKI dalam UU … Undang-Undang Tenaga Kesehatan berperan hanya sebagai koordinator, bukan sebagai regulator dan ini menjadi tidak independent. Maka, siapa sekali lagi yang akan mengharmonisasikan regulasi bila ada peraturan yang bertentangan? Siapa yang mau mengalah? Hal ini sangat merugikan baik profesi maupun masyarakat. Yang Mulia Majelis Hakim, slide berikut menunjukkan bahwa … maaf, dampak dari Undang-Undang Nakes ini merupakan kerugian yang dirasakan baik oleh profesi dan masyarakat. Bagi profesi, kerugiannya adalah tugas dan wewenang profesi menjadi tidak independent lagi, padahal kebenaran ilmu, keselamatan pasien, kemaslahatan umat itu harus dijunjung tinggi. Kemudian dengan adanya ketetapan sanksi pelanggaran disiplin yang dapat atau mungkin diintervensi oleh menteri, maka ini akan berdampak sekali lagi pada penurunan kepercayaan terhadap profesi maupun pelayanan kesehatan di Indonesia. Council tenaga kesehatan yang dibentuk berdasarkan UndangUndang Tenaga Kesehatan mengkoordinasikan dan merencakan kegiatan-kegiatan council yang dibiayai yang kemudian harus dipertanggungjawabkan kepada eksekutif, sehingga di sini terlihat, sekali lagi, kemandirian council sebagai professional regulatory body menjadi bias atau rancu dan terbatas. Yang Mulia Majelis Hakim, dengan menggabungkan profesi, vokasi, dan jalur akademik S-1, S-2, S-3 dalam suatu wadah council profesi menjadi tidak jelas hakikat dan kekhususan dari profesi itu, terutama profesi dokter yang merupakan captain of the team yang soyogianya mempunyai dan memang mempunyai kewenangan dalam membuat the best professional and clinical judgement. Jadi, ketidakjelasan antara batasan batas profesional medis dan vokasi
13
kesehatan semakin rancu dengan adanya undang-undang tenaga kesehatan ini. Yang Mulia Majelis Hakim, kerugian bagi masyarakat, mereka menjadi tidak percaya pada profesi dokter dan dokter gigi. Bingung membedakan tenaga medis atau tenaga nonmedis mana yang sebenarnya berwenang melakukan tindakan-tindakan medis terhadap tubuhnya. Akibat lebih lanjut dari ketidakjelasan terhadap fungsi dan peran tenaga medis dan terhadap tenaga lainnya menyebabkan kekacauan persepsi masyarakat. Ke dokter gigi mahal, ke tukang gigi murah, samasama mempunyai diwadahi di dalam undang-undang ini untuk dapat masing-masing membuat regulator. Berikutnya, kalau kita bicara sebentar lagi kita akan dihadapkan dengan MEA dengan pasar bebas ini dengan dihapuskannya KKI menjadi bagian dari KTKI, maka dengan demikian keterwakilan dari medical council and dental council di percaturan internasional itu menjadi hilang pula. Ini sesuai dengan amanat yang dituliskan pada alinea keempat pada preambule mengatakan bahwa kita ikut berpartisipasi dalam kedamaian dunia dan saya berpikir kita harus juga berpartisipasi dalam kedamaian bagaimana profesi kedokteran dan kedokteran gigi ini bisa mengabdikan keilmuannya seoptimal mungkin, setinggi-tingginya demi keselamatan dan kemaslahatan umat. Demikian Yang Mulia pemikiran kami sebagai ahli. Singkat katanya bahwa KKI Konsil Kedokteran Indonesia tidak bisa disejajarkan dengan konsil-konsil yang lain karena hakikat dari profesi, dan sifat, peran, tanggung jawab, serta lingkup garapannya sangat berbeda dengan jenis tenaga yang lain. Malahan kami mohon barangkali berharap kepada Majelis Hakim untuk dapat memberikan pertimbangan yang sangat bijak atas permohonan keadilan sesuai dengan hakikat profesi kedokteran ini yang bebas dari intervensi-intervensi administratif maupun kepentingan tertentu melainkan hanya untuk tujuan menjunjung tujuan yang luhur yaitu kemaslahatan masyarakat. Demikian Majelis Hakim yang saya muliakan, akhir dari uraian saya, pendapat saya. Terima kasih atas waktu yang diberikan. 35.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Terima kasih Ibu Zaura. Saya persilakan Pak Yusuf supaya apa agak efisien penggunaan waktunya karena kita bisa dialog.
36.
AHLI DARI PEMOHON: YUSUF SHOFIE Assalamualaikum wr. wb. Selamat pagi menjelang siang Yang Mulia. Pada sidang hari ini izinkan saya menyampaikan pokok-pokok pikiran pendapat saya menyangkut pengajuan judicial review Undang14
Undang Tenaga Kesehatan. Saya melihat pengajuan judicial review ini dengan melihat dari perspektif hukum perlindungan konsumen. Nah, rezim Undang-Undang Perlindungan Konsumen … rezim Undang-Undang Perlindungan Konsumen di sana terlihat sekali bahwa peran negara sangat besar. Peran negara di situ di dalam rangka mendekatkan masyarakat konsumen pada negara kesejahteraan. Nah, di halaman 2 di … di resume saya di sana saya sampaikan bahwa ada posisi pelaku usaha, ada posisi konsumen, dan ada posisi buruh di sana. Dan dari bagan ini akan terlihat sekali bahwa ada peran dari profesi dalam hal ini adalah karena di dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen pelaku usaha itu juga di sana adalah dokter dan juga dokter gigi itu adalah pelaku usaha. Pada awalnya memang profesi kedokteran itu menolak keberadaan Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Mereka menolak bahwa mereka bukan pelaku usaha karena mereka adalah kalangan profesi. Sambil berjalannya waktu, tidak lama kemudian ada revisi Undang-Undang Kesehatan dan kemudian juga berlakunya Undang-Undang Praktik Kedokteran tahun 2004. Kalangan dokter itu sudah menerima bahwa pasien adalah konsumen dan juga dokter adalah bagian dari pelaku usaha dan itu bisa juga dilihat di dalam situs Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, dan juga di dalam situs Kementerian Ristek dan Pendidikan Tinggi, dan juga di dalam situsnya Kementerian Perdagangan Republik Indonesia. Sampai di sini saya ingin sampaikan lebih lanjut bahwa UndangUndang Perlindungan Konsumen dalam hubungan antara dokter dengan pasien, itu juga sampai tingkatan tertentu, itu juga berlaku di sana. Hanya bedanya di dalam rezim Undang-Undang Perlindungan Konsumen, undang-undang ini menghargai keberadaan undang-undang lainnya yang sudah ada sebelum adanya Undang-Undang Perlindungan Konsumen bahkan juga setelah berlakunya Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Syarat penerapan dari Undang-Undang Perlindungan Konsumen dengan rezim perlindungan kosumen itu ada empat. Yang pertama, adanya subjek dari pelaku usaha dan konsumen di dalam satu transaksi yang … di syarat. Yang kedua, di situ adalah transaksi yang berhubungan dengan layanan kesehatan. Nah, transaksi yang berhubungan dengan layanan kesehatan ini di dalam hubungan dokter dengan pasien di dalam rezim hukum perlindungan konsumen kita sering menyebutnya sebagai transaksi trapeutik. Sampai di situ adalah kewajiban dokter memberikan yang terbaik buat pasiennya tentu juga konsekuensi-konsekuensi dari pilihan yang terbaik buat pasien itu disampaikan oleh dokter dan tentu ini yang membedakan juga dengan pelaku usaha yang lainnya yang menyangkut tentang objek transaksi yang ... yang tidak khusus seperti layanan kesehatan.
15
Syarat yang ketiga tadi, itu adalah objek transaksi tersebut hanya untuk konsumsi pemanfaatan akhir. Jadi artinya pasien sebagai penerima layanan jasa kesehatan, tidak menjadikannya kembali menjadi objek transaksi. Dan yang terakhir, syarat yang keempat, berlakunya rezim hukum perlindungan konsumen dalam hal ini adalah berlakunya kaedah hukum. Kaedah hukum perlindungan konsumen itu juga diatur di dalam UndangUndang Perlindungan Konsumen maupun di luar Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Jadi menyangkut persoalan-persoalan hukum yang banyak menjadi perhatian saya di dalam bahan ajar saya, di dalam mengajar hukum perlindungan konsumen, salah satunya adalah hubungan dokter dengan pasien, itu adalah menyangkut tentang penanganan penyelesaian sengketa yang berhubungan terhadap dokter dengan pasien. Saya melihat bahwa di dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen tidak ada satu pun kata dokter di situ, tetapi di dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen Pasal 13 ayat (2) menyebut di sana ada obat, ada obat tradisional. Dan obat, obat adalah barang ... obat sebagai barang tidak bisa dibeli konsumen begitu saja di apotik atau di pasar, tentu harus ada rekomendasi dari dokter. Sampai di sini saya ingin katakan lebih lanjut bahwa dokter sebagai pelaku usaha di situ memang pelaku usaha khusus, yang tidak sama halnya dengan pelaku usaha yang lainnya. Dan juga pasien adalah konsumen khusus yang tidak bisa menentukan pilihannya sendiri. Pilihan konsumen adalah sebagaimana yang diberikan para dokter ada beberapa konsekuensi yang tentu dokter menyampaikannya kepada konsumen. Di dalam bagan saya di halaman 6, saya ingin sampaikan bahwa isu-isu strategis mengenai perlindungan konsumen sangat luas sekali. Paling tidak di dalam pengalaman saya mengajar hukum perlindungan konsumen selama 22 tahun terakhir, sebelum adanya Undang-Undang Perlindungan Konsumen maupun setelah berlakunya Undang-Undang Perlindungan Konsumen, salah satunya yang menjadi pokok perhatian adalah isu yang kedua maupun yang ketiga. Yang kedua itu adalah yang menyangkut tentang obat yang beredar di masyarakat. Beredar di masyarakat itu tentu juga ada peran negara di sana, ada peran Badan Pengawas Obat dan Makanan, dan juga di situ juga ada peran Dinas Perdagangan. Untuk produk-produk khusus berupa obat, jamu, kosmetik, juga alat kesehatan, dan ada peran Badan Pengawas Obat dan Makanan, dan juga Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Adapun menyangkut jasa pelayanan kesehatan, itu pun juga peran profesi sangat besar di sana, saya ingin menunjukkan bahwa apabila tidak ada ... tidak ada, perhatian dari negara atau negara terlampau campur tangan terlampau jauh, justru tidak memberikan perlindungan kepada masyarakat.
16
Di bagan 7, saya ingin sampaikan, itu ada gambar yang abu-abu, lingkaran abu-abu, lingkaran hijau, maupun lingkaran warna ungu, atau maupun lingkaran warna merah. Mohon maaf, saya agak buta warna separuh jadi karena memang sudah keturunan ya. Itu yang warna merah, itu sangat berbahaya di dalam pengamatan saya karena negara menjadi sangat luar biasa sekali campur tangannya. Bagi saya yang ideal adalah pada posisi co-regulation, dalam hemat saya peran dari Konsil Kedokteran Indonesia, itu sudah masuk pada yang namanya coregulation. Sampai di situ ada independensi dari profesi untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat, perlindungan kepada masyarakat dalam hal ini pasien. Kalau ... kalau kita sampai dipaksakan masuk ke status regulation, betapa di sini apa-apa negara yang mengatur, bahkan dilengkapi pula dengan begitu banyak pasal-pasal hukum pidana, sehingga akibatnya penegakan hukum pun juga menjadi kesulitan melakukan penegakan hukum. Nah, tentu semasa belum ada Undang-Undang Perlindungan Konsumen rezim hukum perlindungan konsumen, itu juga bisa diberikan, jadi konsumen dilindungi oleh self-regulation. Kode etik kedokteran Indonesia, kode etik farmasi, dan juga kode etik yang lainnya seperti kode etik advokat, itu juga menjadi sarana instrumen perlindungan konsumen. Jadi ini kira-kira di bagan 7 ini adalah semacam gambaran saya, saya mengutip dari Ian Barte [Sic!], hanya saya coba sederhanakan karena cukup tebal, jadi saya sederhanakan pakai bagan seperti ini. Nah, di bagan selanjutnya, saya ingin sampaikan bahwa ruang lingkup hukum perlindungan konsumen itu sangat luas sekali. Di situ ada hukum ... ada hukum materil, ada hukum formil, tentu dengan adanya perumusan ini yang didasarkan asas-asas ada lima ... paling tidak lima asas, di sana ada asas kepastian hukum. Tentu sampai di sini, apabila menyangkut hubungan dokter dengan pasien, tentu adalah secara khusus tidak merujuk pada Undang-Undang Perlindungan Konsumen, tetapi merujuk pada undang-undang yang mengatur hal itu. Dalam hal Undang-Undang Praktik Kedokteran. Dan juga dalam tingkat tertentu adalah Undang-Undang Kesehatan. Dengan ... dengan bagan yang seperti ini, yang saya coba apa sarikan selama 22 tahun, saya ingin sampai pada pemahaman bahwa tujuan perlindungan konsumen yang keempat adalah terciptanya sistem perlindungan konsumen. Sistem perlindungan konsumen ini, tentu juga untuk memagari pertanggungjawaban dari para pihak di sana, juga memagari pertanggung jawaban dari profesi dokter yang di dalam Undang-Undang Kesehatan disebut tenaga medis. Dan juga di dalam Undang-Undang Tenaga Kesehatan Tahun 2014 itu juga disebut tenaga medis, hanya tidak tahu di dalam pencermatan saya di dalam UndangUndang Tenaga Kesehatan satu pun tidak ada penyebutan kata dokter. Mohon maaf, kalau saya keliru. Tapi yang jelas di situ bagi masyarakat 17
awam seperti saya, saya pun juga pada awalnya tidak memahami tenaga medis, yang mana yang dokter yang mana … saya coba membaca kembali Undang-Undang Kesehatan dan juga membaca kembali UndangUndang Praktik Kedokteran, dan juga membaca kembali Undang-Undang Tenaga Kesehatan. Saya ingin melihat ... ingin menyampaikan juga di dalam ... di dalam sidang yang mulia ini bahwa menyangkut pertanggung jawaban pelaku usaha dalam hal ini khusus untuk tenaga kesehatan di dalamnya juga ada tenaga kesehatan yang perlakuannya beda dengan tenaga kesehatan yang lainnya karena memang secara empirik yang dicari oleh pasien, yang dicari konsumen bukan perawat, yang dicari bukan ... bukan tenaga administrasi, yang dicara pertama kali kita datang ke rumah sakit atau kita datang ke fasilitas kesehatan tingkat 1, ada dokter tidak, ada dokter gigi tidak. Sampai di situ saya ingin katakan bahwa teori kepanjangan lengan dokter itu masih tetap dominan di dalam pemberian layanan kesehatan. Nah, menyangkut ... menyangkut pemberian layanan kesehatan di situ juga melekat soal pertanggungjawaban. Nah, menyangkut pertanggungjawaban, ada pertanggungjawaban etik, pertanggungjawaban perdata, pertanggungjawaban administratif, bahkan juga pertanggungjawaban pidana. Itu terlihat di dalam bagan saya di nomor ... di halaman 9. Dan yang di halaman 10, saya ingin menyampaikan di dalam rezim comprehend konsumen, mungkin dari sini bisa dilihat bahwa di mana sengketa medik itu bisa diselesaikan, ini adalah bagan yang disusun berdasarkan dinamika praktik hukum perlindungan konsumen di Indonesia, ada alternatif penyelesaian sengketa dan di dalam UndangUndang Praktik Kedokteran, itu juga dikenal alternatif penyelesaian sengketa yang tentu pasien atau konsumen tidak bisa menggunakan langsung ke instrumen hukumnya, akhirnya sebelum melalui yang tadi sudah disebutkan oleh Ahli terdahulu. Saya ingin sampaikan bahwa pendekatan sistemik dalam rezim hukum perlindungan konsumen, itu terlihat di dalam Pasal 3 huruf d. Artinya, saya ingin sampaikan di dalam Forum Yang Mulia ini bahwa Undang-Undang Perlindungan Konsumen ini tidak sekedar ada memenuhi kebutuhan “paksaan” dari IMF bahwa IMF tidak akan memberikan pinjaman kalau tidak ada Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Betapa pun lemahnya undang-undang ini, undang-undang ini sudah mendorong para stakeholder, termasuk para dokter dan juga para dokter gigi, dan juga para pelaku usaha yang lainnya untuk memberikan pelayanan yang terbaik buat para konsumennya karena betapa pun mereka hidup dari konsumen. Saya ingin sampaikan dengan pendekatan sistemik bahwa Undang-Undang Perlindungan Konsumen tidak jarang dipandang sebagai lex specialis, sedangkan undang-undang yang lainnya, peraturan18
peraturan yang lainnya disebut juga sebagai lex generalis. Nah, sebagai hukum positif, Undang-Undang Perlindungan Konsumen masih sah sebagai undang-undang paying. Jadi kalau saya ingin menyampaikan di sini menyangkut perlindungan pasien, barangkali saya akan disebut arogan, tapi memang bunyi undang-undang seperti itu. Undang-Undang Perlindungan Konsumen adalah undang-undang payung, dia mengintegrasikan penegakan hukum perlindungan konsumen. Namun setelah reformasi hukum, pascareformasi 1997, tahun 1998, penyebutan undang-undang payung memang sudah tidak dikenal, bahkan juga penyebutan undang-undang organik sudah tidak dikenal, memang demikian politik hukumnya. Tapi yang jelas dari kesimpulan yang saya sampaikan ini, saya ingin tunjukkan dari pendekatan sistem perlindungan konsumen, saya melihat bahwa tidak konsistennya apa ... politik hukum pembentukan peraturan perundang-undangan di Indonesia itu juga bisa berakibat capaian-capaian yang selama ini sudah dicapai di dalam pembinaan, di dalam pengembangan, dan juga di dalam perlindungan menjadi ... menjadi langkah mundur, tidak bisa lagi ada pencegahan supaya pasien tidak mengalami hal serupa. Terus kemudian bagaimana supaya hal serupa tidak terulang kembali, lalu bagaimana penyelesaian kasus? Sampai di sini, sub sistem perlindungan konsumen yang sudah tercipta. Saya melihat keberadaan Konsil Kedokteran Indonesia itu sebagai salah satu sub sistem perlindungan konsumen karena saya melihatnya dari perspektif hukum perlindungan konsumen. Jadi ingin saya sampaikan kepada Yang Mulia di persidangan ini, sehubungan dengan pengajuan judicial review Undang-Undang Tenaga Kesehatan, saya ingin memberikan perhat ... saya ingin memberikan kata pengantar akhir saya. Pertama, dengan pendekatan ... dengan pendekatan sistemis, ingin saya sampaikan bahwa Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan juncto Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran telah dan akan terus memberikan pelayanan jasa kesehatan dengan pendekatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang dilaksanakan secara terpadu, menyeluruh, dan berkesinambungan kepada konsumen atau pasien dengan memberikan upaya yang terbaik yang di dalam bagian ... di dalam mata ajar saya hubungan dokter dengan pasien itu merupakan perikatan daya upaya. Artinya fokusnya bukan pada sembuhnya, tetapi bagaimana proses mencapai sembuh tadi, bagaimana dokter atau dokter gigi memberikan informasi tindakan medik dan juga memberikan informasi tentang tindakan medik kepada pasien, termasuk risiko-risiko dari satu tindakan medik. Namun yang melakukan ini bukanlah tenaga kesehatan lainnya. Tentu saya ingin sampaikan pada yang pertama ini bahwa yang dicari pasien pada tataran empiris, yang dicari konsumen adalah dokter atau dokter gigi. 19
Yang kedua, Yang Mulia, ingin saya sampaikan di dalam sidang ini bahwa pada tataran empirik yang dicari oleh konsumen pada tahap awal kontrak tanda petik adalah tenaga kesehatan yang menjalankan profesi dokter atau dokter gigi, bukan tenaga kesehatan yang lainnya dan ini menegaskan pandangan saya bahwa pada tataran praksis teori kepanjangan lengan dokter itu masih tetap berlaku di dalam ... di dalam pemberian layanan kesehatan. Yang Mulia Sidang Majelis Konstitusi. Yang ketiga, ingin saya sampaikan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan telah menyalahi mandat dalam sistem kesehatan nasional, sebagaimana diamanatkan di dalam Pasal 21 bab 5, berjudul Sumber Daya di Bidang Kesehatan, bagian kesatu tenaga kesehatan, UndangUndang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, pasalnya saya kutipkan. Ketentuan mengenai tenaga kesehatan diatur dengan undangundang. Dalam penjelasan Pasal 21 ditegaskan, pengaturan tenaga kesehatan di dalam undang-undang adalah tenaga kesehatan di luar tenaga medis, dalam hal ini dokter atau dokter gigi. Artinya, mandat tersebut telah tidak dipenuhi dalam lingkup pengaturan tenaga kesehatan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan. Yang terakhir yang keempat, headline dari pokok pikiran saya sehubungan dengan pendapat nomor 1, nomor 2, dan nomor 3, saya ingin sampaikan menyangkut permohonan pengujian undang-undang tentang tenaga kesehatan. Yang pertama, capaian-capaian Konsil Kedokteran Indonesia baik Konsil Kedokteran dan Konsil Kedokteran Gigi dalam menjaga dan meningkatkan mutu layanan tenaga medis dokter atau dokter gigi demi memberikan perlindungan hukum pada konsumen/pasien menjadi tidak jelas dengan dibentuknya Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia. Diragukan indenpendensi pembentukan dan kerja KTKI, sementara selama ini KKI telah bekerja secara independen dan profesional tanpa campur tangan birokrasi demi memberikan perlindungan yang seimbang bagi tenaga medis dan konsumen/pasien. Yang kedua, bagi saya dari perspektif hukum perlindungan konsumen, menimbulkan kerawanan konflik sengketa antarsesama pelaku usaha, dalam hal ini antardokter, dokter gigi, apoteker, perawat, bidan, dan asisten tenaga kesehatan berjenjang pendidikan D3 yang disebutkan di dalam Undang-Undang Tenaga Kesehatan Tahun 2014 serta pelaku usaha tersebut, dari sisi lain dengan siapa? Dengan pasien atau konsumen akhir. Tentu potensi konflik ini juga menjadi tidak punya kepastian hukum ke mana konsumen atau pasien harus menyelesaikan sengketa yang dialaminya dan tentu ini tidak cocok dengan asas kepastian hukum sebagaimana diamanatkan di dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen.
20
Dan terakhir saya ... izinkan, Yang Mulia, saya mengutip dari resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa Nomor A/39/248 tentang Perlindungan Konsumen. Resolusi ini saya kutipkan salah satu saja adalah peran negara, negara di sini adalah sesuatu yang abstrak, konkretnya di situ adalah peran dari pemerintah. Pemerintah menyediakan atau mempertahankan kerangka dasar yang memadai bagi pengembangan, pelaksanaan, dan pengawasan kebijakan perlindungan konsumen. Perhitungan khusus diberikan agar pelaksanaan perlindungan konsumen beri manfaat bagi seluruh lapisan masyarakat, khususnya di daerah pedesaan. Dan saya melihat ke depan adanya Undang-Undang Kesehatan Nomor 2009, Undang-Undang Praktik Kedokteran, dan juga Undang-Undang Perlindungan Konsumen itu menjadi sinergi di dalam memberikan pelayanan yang terbaik buat pasien dalam hal ini umumnya adalah masyarakat. Saya kira itu, terima kasih yang dapat saya sampaikan. Assalamualaikum wr. wb. 37.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik, Pak Yusuf Shofie, terima kasih. Yang berikutnya sekarang apakah dari Pemohon akan ada yang diperdalam atau dimintakan klarifikasi pada ahli, dua ahli? Saya persilakan. Kedua ahli tolong dikumpullkan dulu tanggapan-tanggapan dan pertanyaan dari para pihak dan termasuk dari hakim nanti. Saya persilakan.
38.
KUASA HUKUM PEMOHON: MUHAMMAD JONI Terima kasih, Yang Mulia, atas perkenaan, Yang Mulia. Saya ingin melanjutkan pertanyaan kepada dan klarifikasi kepada Dr. Yusuf Shofie. Dalam kesimpulannya, di sini disebut sebagai pendapat, maksud saya mungkin ini adalah sebagai pendapat hukum dari ahli di slide nomor 14 menerangkan bahwa dalam pendekatan sistemis pasien, itu memberikan persetujuan atau concern, itu adalah kepada tenaga medis, dalam hal ini adalah dokter dan dokter gigi. Kemudian di dalam pendapat yang ketiga … pendapat yang kedua, disebutkan bahwa dalam relasi antara dokter dengan pasien dikenal teori kepanjangan lengan dokter. Selanjutnya dalam slide nomor 3 disebutkan adanya mandat yang tidak sesuai dalam pembentukan Undang-Undang Tenaga Kesehatan yang mengatur tenaga medis. Saya ingin bertanya dan mohon klarifikasi, apa artinya atau penjelasan apa yang ahli bisa berikan dalam perspektif perlindungan pasien dan juga kepada masyarakat terhadap pentingnya teori kepanjangan tangan dokter dalam melakukan tindakan medis kepada pasien? Apa penjelasan yang bisa diberikan itu? Mungkin pertanyaan negasinya adalah bisakah tenaga kesehatan lain melakukan tugas 21
sebagaimana teori kepanjangan tangan yang dimiliki oleh dokter? Itu yang pertama. Yang kedua yang ingin saya tanyakan dan dalami adalah dalam hal profesi kedokteran, tenaga medis, dokter, dan dokter gigi itu mempunyai ilmu pengetahuan sebagai basisnya yang dalam penjelasan ahli disebut upaya ... daya upaya yang terbaik sebagai dasar mengapa dokter melakukan tindakan kepada pasiennya. Di dalam Undang-Undang Tenaga Kesehatan itu Pasal 11 ayat (3) huruf l misalnya itu dikenal tenaga kesehatan tradisional, di tempat saya dikenal tukang patah tulang Kem-Kem atau di tempat lain tukang urut Cimande misalnya, apakah itu bisa masuk dalam pendekatan teori kepanjangan dokter yang ahli sampaikan tadi. Untuk Ibu Ahli yang kedua, Ibu Zaura adalah masih mirip. Tadi Ibu katakan bahwa dokter dan dokter gigi itu adalah captain of the team yang mempunyai wewenang untuk memberikan putusan, memberikan judgement apakah seorang itu diberi tindakan medis a, b, atau c, atau apa? Bahkan memperoleh concern itu sendiri persetujuan untuk tindakan medisnya. Kalaulah semua tenaga kesehatan kemudian membentuk konsil masing-masing, saya mengasumsikan dengan pendapat Ibu, mereka juga merasa sebagai captain of the team dan mempunyai wewenang untuk melakukan clinical judgement. Kira-kira bagaimana yang akan terjadi kalau ini berlangsung dan Undang-Undang Tenaga Kesehatan itu tetap berjalan? Mungkin bisa dijelaskan dengan kasus konkret akan lebih membuat gamblang duduk perkaranya. Terima kasih. 39.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik. Terima kasih. Dari Pemerintah ada atau cukup?
40.
PEMERINTAH: BUDI IRAWAN Baik, Yang Mulia. Terima kasih. Kami ada beberapa pertanyaan, nanti rekan kami akan menambahkan. Saya ingin bertanya atau mohon klarifikasi terkait juga apa yang disampaikan oleh Pengacara Pemohon tentang perpanjangan tangan atau doktrin perpanjangan tangan atau prolonge arm. Apakah hal ini masih relevan? Soalnya di dalam praktik sehari-hari di rumah sakit, misalnya dokter itu ingin konsul ahli gizi itu berdasarkan konsul dari dokter ke ahli gizi. Itu sudah biasa dilakukan. Lalu juga ke fisioterapi itu selalu ada pengantar dari dokter. Saya berpengalaman membela tenaga kesehatan baru-baru ini di Kota Tarutung, dimana ahli madya anestesi, di situ kasusnya adalah bedah, ada dokter bedah, ada dokter anestesi, ada penata anestesi. Yang dihukum itu pertanggungjawaban kepada penata anestesi dan dokter bedahnya. Dokter anestesi yang seharusnya bertanggung jawab justru tidak dikenakan hukuman. 22
Jadi, dalam hal ini mohon penjelasan, apakah kompetensi dari masing-masing itu harus dibebankan kepada dokter? Terima kasih. Rekan kami ingin menambahkan, Yang Mulia. 41.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Silakan.
42.
PEMERINTAH: SUNDOYO Terima kasih, Yang Mulia, atas perkenaan Yang Mulia kami ingin menyampaikan beberapa klarifikasi dan pertanyaan kepada Saudara Ahli. Yang pertama, di dalam tenaga kesehatan, baik itu dokter, dokter gigi, termasuk juga tenaga kesehatan yang lain, itu ada yang disebut dengan kompetensi dan kewenangan. Di dalam Undang-Undang Tenaga Kesehatan juga ditegaskan bahwa tenaga kesehatan itu berhak untuk memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kompetensi dan kewenangannya. Ketika tadi disebut bahwa dari apa yang disampaikan oleh ahli, baik ahli yang pertama maupun ahli yang kedua, itu adalah oleh dokter, begitu. Bagaimana pandangan Ahli terkait dengan apa yang ada di dalam Undang-Undang Kesehatan Pasal 21 sampai dengan Pasal 29 dan juga Undang-Undang Tenaga Kesehatan yang menyatakan bahwa tenaga kesehatan itu adalah memberikan pelayanan sesuai dengan kompetensi dan kewenangannya? Yang kedua, kami ingin juga bertanya kepada Saudara Ahli yang kedua. Di dalam kesimpulan dari kesaksian Ahli, Ahli berpendapat di slide 16 menyatakan bahwa saya ingin kutip secara lengkap. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan telah menyalahi mandat dalam sistem kesehatan nasional sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 21 Bab 5 Sumber Daya di Bidang Kesehatan Bagian Kesatu Tenaga Kesehatan Undang-Undang Nomor 36 tentang Tenaga Kesehatan sebagai berikut. Norma di dalam batang tubuh dikutip lengkap, “Ketentuan mengenai tenaga kesehatan diatur dengan undang-undang.” Lalu dalam penjelasannya juga dikutip secara lengkap oleh Saudara Ahli bahwa pengaturan tenaga kesehatan di dalam undang-undang adalah tenaga kesehatan di luar tenaga medis (dokter dan dokter gigi). Yang ingin kami klarifikasi adalah begini. Di dalam membentuk peraturan perundang-undangan, itu tentunya tunduk kepada UndangUndang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Di dalam Undang-Undang Nomor 12 itu ada batang tubuh, ada juga lampiran yang dinyatakan di dalam lampiran itu adalah satu kesatuan dan mempunyai kekuatan hukum yang sama. Saya ingin kutip di dalam poin 176 terkait dengan Undang-Undang Nomor 12, dikatakan begini, “Penjelasan berfungsi sebagai tafsir resmi pembentuk 23
peraturan perundang-undangan atas norma tertentu dalam batang tubuh.” Lalu dijelaskan, “Penjelasan sebagai sarana untuk memperjelas norma dalam batang tubuh tidak boleh mengakibatkan terjadinya ketidakjelasan dari norma yang dimaksud.” Poin 177 dinyatakan secara tegas bahwa penjelasan tidak dapat digunakan sebagai dasar hukum untuk membuat peraturan lebih lanjut dan tidak boleh mencantumkan rumusan yang berisi norma. Kami ingin mendapat penjelasan dari Saudara Saksi Ahli yang kedua, terkait dengan pendapat Ahli yang menyatakan bahwa menyalahi mandat karena didasarkan pada penjelasan Pasal 21. Terima kasih, Yang Mulia. 43.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Terima kasih, baik. Sekarang dari meja Hakim. Yang Mulia Pak Suhartoyo, saya persilakan.
44.
HAKIM ANGGOTA: SUHARTOYO Terima kasih, Pak Ketua Yang Mulia. Satu pandangan saya dari Bu Zaura. Begini Ibu, salah satu kewenangan yang hilang ketika KTKI ini terbentuk adalah masalah ujian kompetensi yang semula ada di lembaga KTKI, kemudian … lembaga KKI, kemudian rencana dipindahkan ke akademis kan, ke kampus. Barangkali kalau kita cermati bahwa unsur-unsur daripada para akademis ini kan juga sebenarnya unsur-unsur yang ada di KKI juga sebenarnya. Bahkan guru-guru besar di sana kan sebenarnya juga orang kampus yang sebenarnya kalau itu ada kekhawatiran bahwa fungsi kontrol, fungsi kendali, dan fungsi pengawasan sebenarnya ada di ujian kompetensi, kenapa tidak diberdayakan saja fungsi-fungsi itu di kampus? Semua kan juga berpaling kepada integritas sebenarnya, Ibu. Artinya, siapa pun yang melaksanakan ujian, kan personal-personalnya dokterdokternya juga kembali kepada integritasnya masing-masing sebenarnya. Karena kalau kita contohkan juga waktu kasus Bu Martini juga sebenarnya KTKI belum ada kan, Ibu, ya? Belum ada kan, Bu, yang kasus yang melahirkan kemudian … 2010 sudah ada KTKI belum? Belum ada, kan? Artinya, kekhawatiran-kekhawatiran itu kemudian menjadi berbanding terbalik ketika kok juga masih ada kasus yang dialami Bu … Bu Martini ini, Bu. Yang melahirkan kemudian tidak ada kepedulian yang tinggi dari dokter yang bersangkutan. Nah, artinya apakah fungsi-fungsi dari KKI yang semula memang salah satunya adalah memegang fungsi utama untuk meloloskan seorang dokter untuk keluar STR itu adalah harus uji ujian kompetensi, 24
enggak bisa di … diawasi di pintu itu, Ibu, maksud saya. Saya mohon pandangan itu. Kemudian yang kedua, Pak … Pak Shofie, ya. Kalau Bapak, Pak, Bapak kan lawyer juga. Ya, kan? Kemudian biasa membela kepentingankepentingan konsumen, barangkali kan? Beberapa riwayat … daftar riwayat hidup Bapak, saya lihat sering membela di perkara-perkara pengadilan yang berkaitan dengan hak-hak konsumen. Kalau begitu, dengan adanya KTKI yang sebenarnya juga ada unsur kehadiran negara dalam hal ini, terlepas bahwa kehadiran negara itu mengurangi independensi apa tidak, kalau kita berpikir secara positif, artinya bahwa apakah tidak justru lebih menguntungkan kalau kita dari perspektif konsumen, dalam hal ini pasien, dokter selaku pelaku usaha, kan, ketika itu kemudian dihadapkan, apakah tidak kemudian justru menguntungkan bagi pasien, konsumen, kalau ada kehadiran negara di situ, sehingga persoalan-persoalan yang ketika kemudian ada persoalanpersoalan yang menjadi keberatan, komplain, dan lain sebagainya tidak semata-mata di … ditampung atau di … diakomodir oleh organisasi yang sebenarnya “murni independent”? Saya mohon pandangan Anda. Jangan kemudian Anda sekarang duduk di pihak pelaku usaha dokter dan bagaimana ketika itu dihadapkan pada Anda ketika berposisi sebagai membela kepentingan konsumen? Barangkali itu, Pak Yusuf. Terima kasih. 45.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik. Yang Mulia Pak Patrialis, saya persilakan.
46.
HAKIM ANGGOTA: PATRIALIS AKBAR Terima kasih, Pak Ketua. Ini kepada Ibu Zaura, ya. Mungkin juga ada hubungan dengan Pak Yusuf nanti. Saya melihat bahwa dari prinsip cara memandang terhadap tenaga medis yang disampaikan dengan Undang-Undang Tenaga Kesehatan ini antara Ahli dengan undang-undang ini, pijakannya sudah berbeda ya, cara memandangnya. Karena Ahli hampir sama dengan Pemohon. Samalah ya bahwa harus membedakan tenaga medis itu dengan tenaga kesehatan, kan begitu. Atau tenaga medis yang lebih profess … yang profesional dengan tenaga advokasi. Tadi dijelaskan bahwa dengan undang-undang ini … UndangUndang Kesehatan ini, maka akan terjadi sesuatu … bahkan ngerinya chaos ke depan, ya. Nah, pertanyaan saya adalah dengan kehadiran Undang-Undang Tenaga Kesehatan ini, ini kan sebetulnya juga tidak menghilangkan pengaturan-pengaturan pokok yang berada pada undang-undang lain 25
yang lebih khusus, misalnya Undang-Undang Praktik Kedokteran, Undang-Undang tentang Perawat, gitu. Ini bagaimana kekhawatiran Ibu tadi apalagi semua konsil-konsil itu disatukan dengan KTKI dengan undang-undang yang baru, sedangkan Undang-Undang Praktik Kedokteran kan masih ada, ya, kemudian undang-undang lain maksudnya, Undang-Undang Keperawatan kan juga masih ada karena ini saya melihat yang dipersoalkan ini jantungnya undang-undang ini, jadi pijakannya saja sudah berbeda ini, ya kan. Yang kedua, kelihatannya ada suatu confusing ke depan bagi masyarakat atau konsumen kalau terjadi persoalan, mereka mau mengadu ke mana. Pertanyaan saya adalah apakah dengan UndangUndang Kesehatan ini MKDKI dibubarkan? Ya, tadi dalam paparan Ibu, saya belum melihat itu, tapi semua konsil-konsil dikoordinasikan, ya, oleh KTKI, sedangkan MKDKI kan perannya sudah disebutkan tadi oleh Saksi, ya, Ibu Martini bahwa justru telah melakukan suatu yang terbaik. Yang terakhir, persoalan independensi. Apakah ... kalau tadi kan prinsipnya hampir sama bahwa tenaga medis ini tanggung jawabnya adalah ke presiden sebagai kepala negara, tetapi sekarang ada melalui Menteri Kesehatan. Nah, seakan-akan dikhawatirkan itu akan mengurangi independensinya. Apakah itu memang merupakan kekhawatiran saja, toh Menteri Kesehatan kan bagian dari pemerintah, apakah memang sudah ada gejala-gejala atau fakta-fakta yang mengarah kepada kekhawatiran itu? Itu. Terus terakhir saya mau konfirmasi saja kepada Pemohon ini, Pak Joni, ya. Pak Joni ini minta penjelasan saja, kenapa Konsil Kedokteran Gigi dan MKDKI enggak ikut sebagai Pemohon? Padahal Undang-Undang Kesehatan ini kan juga tidak berkaitan dengan Konsil Kedokteran Indonesia saja, ya, tapi di sini ada IDI, ya, walaupun kedokteran gigi di sini diwakili oleh Pengurus Besar Persatuan Dokter Gigi Indonesia. Saya tanyakan konsilnya kenapa enggak ikut? Apa ada perbedaan pandangan atau bagaimana? Untuk minta klarifikasi saja. Terima kasih. 47.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik. Yang Mulia, Prof. Aswanto, silakan.
48.
HAKIM ANGGOTA: ASWANTO Terima kasih, Yang Mulia Ketua. Saya minta pandangan dari Ahli Ibu Zaura. KTKI sekarang kan belum terbentuk, Bu, ya? Ya, karena ini undang-undang baru, relatif baru, 2014. Di dalam undang-undang ini kalau kita coba memperhatikan pengelompokan-pengelompokan tenaga kesehatan itu kan didasarkan pada bidang dan disiplin masing-masing, misalnya untuk dokter, dokter spesialis, dokter gigi, dan dokter spesialis 26
gigi itu menjadi satu kelompok tenaga kesehatan medis. Lalu ada lagi kelompok-kelompok tenaga kesehatan lain misalnya kebidanan, kefarmasian, keperawatan, dan bahkan ada lagi satu kewenangan ada tenaga apa ... tenaga medis lain yang bisa diapa ... dibentuk berdasarkan keputusan menteri. Nah, tadi Ibu menggambarkan bahwa mestinya apa yang ada di tenaga medis, yaitu dokter, dokter gigi itu mestinya menjadi captain of team, gitu. Nah, mungkin Ibu punya gambaran kalau menganggap bahwa pengelompokan yang ada di dalam ini seolah-olah masa dokter disetarakan dengan dukun, gitu kan, ya gitu. Mungkin ada gambaran yang Ibu bisa berikan, mestinya pengelompokan yang benar seperti ini. Maksud saya ada gagasan Ibu sebagai Ahli bahwa sebenarnya pengelompokan yang dilakukan di dalam Undang-Undang Tenaga Kesehatan ini sebenarnya tidak terlalu tepat, gitu, mungkin ada yang tepat. Misalnya dokter di atas, lalu yang lain-lain itu pendukung, misalnya. Sekaitan dengan itu juga tadi pihak Pemerintah mengajukan pertanyaan, apakah kalau ada seorang pasien yang mestinya ditangani oleh katakanlah yang tadi ditanyakan oleh Pihak Pemerintah, misalnya soal ketika ada seseorang yang akan dioperasi, tentu dibutuhkan beberapa ahli di situ, antara lain misalnya anestesi ya, atau mungkin yang mau melahirkan dibutuhkan bidan misalnya. Nah, bagaimana bentuk koordinasinya yang ideal menurut Ibu karena Ibu mengatakan bahwa ini enggak benar ini pengelompokan begini? Ya, itu yang pertama, Ibu. Yang kedua, tadi Ahli menyampaikan bahwa dengan adanya undang-undang ini, maka independensi profesi kedokteran menjadi terganggu, gitu. Kalau kita coba lihat apa yang dimohonkan oleh Para Pemohon. Ini banyak sekali pasal, kalau enggak salah ada 13 pasal yang diminta untuk diuji oleh Pemohon. Bisakah Ahli menggambarkan persoalan yang paling prinsip yang menurut Ahli benar-benar mengganggu independensi profesi kedokteran … independensi profesi dokter dengan adanya Undang-Undang Nomor 36? Yang terakhir, Ibu. Kalau kita lihat struktur KTKI. KTKI itu kan tadi Ibu menyampaikan bahwa dia koordinatif dan tidak independen karena tidak langsung ke Presiden tetapi di bawah Menteri Kesehatan. Kalau kita melihat bahwa unsur-unsur yang ada di dalam … unsur-unsur yang ada di dalam KTKI itu adalah perwakilan dari masing-masing kelompok tenaga kesehatan. Apakah ini tidak lebih apa … lebih mudah dilakukan koordinasi seperti yang dipersoalkan juga oleh Kuasa Pemerintah tadi? Kalau misalnya masing-masing kelompok tenaga kesehatan itu lalu ada perwakilannya yang kemudian duduk di sebuah lembaga yang namanya KTKI, sehingga kalau ada persoalan-persoalan bisa lebih mudah dilakukan koordinasi. Ya memang ada kekhawatiran Ibu tadi soal ... soal apa namanya … soal uji kompetensi. Tapi uji kompetensi kan tadi Yang Mulia Pak Suhartoyo sudah menyampaikan. Itu dikembalikan ke 27
perguruan tinggi dan saya kira kalau dikembalikan ke perguruan tinggi, soal keprofesionalan di sana tidak perlu kita ragukan, gitu. Saya kira itu, minta klarifikasi dari Ahli. Terima kasih, saya kembalikan ke Yang Mulia. 49.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Terima kasih, Prof. Berikutnya Yang Mulia Prof. Maria, ya persilakan.
50.
HAKIM ANGGOTA: MARIA FARIDA INDRATI Terima kasih, Pak Ketua. Ya, saya mau melihat dari segi perundang-undangannya, Pak Yusuf Shofie. Memang Anda menyatakan sekarang dalam kesimpulan Anda halaman 6 slide Nomor 12. Dikatakan bahwa setelah reformasi, maka tidak ada penyebutan Undang-Undang Payung atau Undang-Undang Organik, ya. Anda dari UI ini, saya tahu ya. Sebetulnya undang-undang ini saya sudah bisa melihat bahwa akan terjadi suatu kegaduhan, gitu. Karena sebelum saya masuk ke sini, saya dipanggil oleh IDI untuk membahas RUU Rumah Sakit di Gedung IDI. Dan saya mengatakan di dalam … lihat dalam prolegnasnya mengatakan di sana ada RUU tentang Praktik Bidan, Praktik Keperawatan, Praktik Kefarmasian, RUU tentang Pendidikan Kesehatan, dan beberapa RUU lagi yang masuk dalam kewenangannya Menteri Kesehatan, gitu ya. Saya mengatakan apakah kalau ada undang-undang ini, RUU ini semua menjadi undang-undang, apakah tidak akan terbentuk juga satu lembaga-lembaga yang semuanya kemudian mempunyai sifat independent? Seperti yang dikemukakan oleh Ibu Zaura. Nah, saya melihat di sini bahwa kalau kemudian dibuka dengan pernyataan dari Pemerintah tadi. Di sini dikatakan, “Ketentuan mengenai tenaga kesehatan diatur dengan undang-undang.” Tapi penjelasannya mengatakan, “Pengaturan tenaga kesehatan di dalam undang-undang adalah tenaga kesehatan di luar tenaga medis dokter dan dokter gigi.” Ada sesuatu yang memang bisa dibilang apakah kemudian tenaga dokter dan tenaga dokter gigi tidak termasuk tenaga kesehatan? Itu yang menjadi permasalahan nantinya. Karena kemudian di sini dalam Undang-Undang Tenaga Kesehatan, kalau gitu dokter sendiri dong? Dokter dan dokter gigi pakai aturan sendiri dan tenaga kesehatan yang lain pakai undang-undang yang lain. Nanti kalau semua RUU tadi sudah menjadi undang-undang semua, jadi semua mengatakan, “Kami tenaga kesehatan bidan.” “Saya tenaga kesehatan perawat.” Dan sebagainya. Apakah semua tidak menjadi lebih ramai, begitu? Secara perundang-undangan mungkin apakah kalau semua … kalau misalnya yang ada hanya Undang-Undang Kesehatan, Undang28
Undang Praktik Dokter, dan semuanya itu kemudian menjadi peraturanperaturan yang setingkat lebih rendah, begitu, peraturan-peraturan pemerintah itu, kalau tadi dikatakan KKI itu mestinya menjadi kaptennya, begitu. Jadi yang lainnya mestinya ikut mereka, begitu. Kalau misalnya Undang-Undang Praktik Kedokterannya saja ada dan semuanya itu diterapkan dalam peraturan yang lebih rendah, begitu, misalnya. Tetapi tentu harus melihat pada perubahan undang-undangnya karena sekarang ini kecenderungan semua orang pinginnya membuat undangundang bukan peraturan di bawah undang-undang, begitu. Tapi pertanyaan saya adalah apakah mencukupi kalau misalnya sudah ada Undang-Undang Kesehatan kemudian ada undang-undang Praktik Kedokteran, sehingga semuanya kemudian tidak perlu membuat KTKI tapi semua tunduk pada KKI? Ini dari segi perundang-undangannya, saya akan bertanya seperti itu. Terima kasih. 51.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Terima kasih, Prof. Yang Mulia Pak Palguna? Cukup, ya. Saya ada beberapa permasalahan, tapi sudah disinggung, tapi saya akan menekankan satu yang penting untuk dijawab secara komprehensif, kalau tidak bisa dijawab lisan sekarang, saya mohon bisa ditambahkan nanti keterangan tertulis, supaya nanti bisa disampaikan melalui Pemohon untuk Ibu Dr. drg. Zaura. Tadi berkaitan dengan munculnya banyak konsil yang dikoordinasikan oleh KTKI itu bisa menim … karena masing-masing independent dan akan mempunyai Igo, itu bisa menyebabkan chaos itu tadi. Nah, itu saya pingin bisa dijelaskan kalau menurut Ibu dari konsep yang tadi selalu mengemuka bahwa dokter adalah captain of team dari keilmuan dan dari memberikan apa … pelayanan kesehatan yang profesional berdasarkan keilmuan, itu bagaimana supaya tidak ada chaos, supaya tidak muncul Igo, itu harusnya bagaimana? Apakah cukup dengan konsil-konsil itu tidak ada, tapi satu konsil kemudian itu hanya muncul KTKI saja atau bagaimana? Itu saya anu … berdasarkan keahlian dan pengalaman praktik selama ini dari Bu Dr. Zaura, ya. Itu saja yang dari saya karena akan memberikan gambaran yang makro. Kalau itu klir, nanti yang lain saya kira bisa akan kita … apa namanya … kita dudukkan dalam satu kerangka yang profesional. Karena itu sebetulnya apa … permasalahan utama yang menurut saya dari Pemohon itu intinya di situ, kalau itunya klir, maka yang lain-lain bisa kita ikut jernihkan juga. Saya mohon penjelasannya itu, makanya saya minta penjelasan itu komperhensif. Kalau tidak bisa lisan sekarang, bisa saya mohon bisa ditambahkan, sehingga akan memperkaya Majelis ini dalam mempertimbangkan pengambilan putusan.
29
Saya kira itu. Saya persilakan Bu Dr. Zaura dulu, atau Pak Dr. Shofie, saya persilakan siapa dulu silakan. 52.
AHLI DARI PEMOHON: ZAURA KISWARINA Terima kasih, Yang Mulia Majelis Hakim atas pertanyaan yang diberikan dan juga kepada Wakil dari Pemerintah, unsur pemerintah serta dari Pengacara Bapak Joni. Saya menjawab semuanya, ya. Jadi saya urutkan saja sesuai apa yang saya catat di sini. Dari Bapak Joni … ini Bapak Joni, maaf.
53.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Pak dr. Joni itu.
54.
AHLI DARI PEMOHON: ZAURA KISWARINA Pak dr. Joni tadi bertanya pada saya, Pak, ya. Yang … maaf ini agak … kalau ada konsil KTKI, apakah mereka captain of the team? Baik. Izinkan saya untuk menjawab, Yang Mulia. Jadi begini, Pak Joni, yang disebut captain of the team adalah seseorangt tenaga yang mempunyai kewenangan untuk berdasarkan keilmuannya dan berdasarkan profesionalisemnya untuk menetapkan apa yang perlu dilakukan terhadap pasien atau ya … pasien yang dihadapi, sehingga interfensi yang diperlukan tadi seperti yang saya katakan bisa interfensi medis teknis saja, bisa interfensi bedah, itu atau interfensi lain yang nonmedis misalnya perilaku, itu bisa didelegasikan, tetapi decision pasien ini diapakan oleh siapa, di mana, berapa lama, dengan apa, itu seyogianya dan harusnya memang merupakan kewenangan dari seseorang tenaga prosefional yang memang dididik sesuai dengan kedalaman keilmuannya untuk menentukan kasus-kasus, di dalam dokter pun ada kasus yang sederhana, ada kasus spesialistik, ada kasus sub spesialistik. Jadi, dari ilmu kedokteran, segi ilmu kedokteran bahwa kemampuan dan kewenangan untuk melakukan intervensi pada tubuh manusia harus dilandaskan pada dasar keilmuan yang kokoh. Siapa yang menentukan bahwa dokter itu berhak atau tidak berhak? Bahwa dokter itu layak untuk menjadi captain of the team atau tenaga lain tidak layak untuk menjadi captain of the team, itu adalah para pengampu ilmu yang berasal dari pakar-pakar yang menguasai, yang paham betul tentang keilmuan tersebut. Sehingga sekali lagi, demi dan atas nama keselamatan pasien, maka istilah captain of the team ini merupakan sesuatu yang patut kita tempatkan dengan wajar yang tidak mencampuradukkan kewenangan itu dengan jenis-jenis tenaga yang bukan merupakan captain of the team. Captain of the team ini sifatnya universal dan itu sudah ada kesepakatan. Kesepakatan-kesepakatan di 30
tingkat internasional tentang captain of the team dan itu bergabung di … kalau kami kedokteran gigi, World Federation of the Dental International, itu adalah gabungan dari organisasi-organisasi profesi yang didalamnya ada pakar-pakar keilmuan yang kita sebut … yang biasa tergabung dalam … yang kita sebut Koligim. Koligim itu adalah pengampu keilmuan. Mereka adalah pakar yang menentukan untuk melakukan sesuatu, seseorang harus dididik bagaimana lingkup kewenangannya apa, kompetensinya apa, berapa lama, di mana, oleh siapa. Jadi sekali lagi, rasanya kalau istilah captain of the team ini digunakan di luar medis, itu kurang pas, tetapi kalau untuk perubahan perilaku, intervensi-intervensi epidemiologis, intervensi kesehatan lingkungan dan lain-lainnya, pakar-pakar untuk program itu bisa menjadi captain of the team kesehatan tetapi bukan captain of the team untuk tindakan medis yang sifatnya adalah klinis. Tapi mohon maaf, Pak Joni. Bahwa sebagian dari tindakantindakan yang dilakukan oleh tenaga non-medis, dokter atau dokter gigi dilakukan tadi delegated function, perpanjangan tangan kewenangan yang diberikan, tetapi kewenangan yang diberikan itu juga tidak sertamerta, itu juga harus ada keputusan dari pakar yang mana yang bisa diberikan kepada siapa, yang mempunyai pendidikan seperti apa, berapa lama, di mana, dan lain sebagainya. Jadi, Bapak Joni. Kiranya itu adalah jawaban dari saya sehingga dengan demikian kesimpulannya bahwa dokter dan dokter gigi sebagai captain of the team dengan sifat-sifat mengapa mereka disebut captain of the team itu tidak bisa disamaratakan. Bukannya harus tinggi atau rendah, bisa koordinasi tetapi bukan dalam hal keprofesian. Dalam hal administratif, dalam hal bagaimana pendayagunaan, monggo, silakan. Itu masalah koordinasi dari segi administratif. Tetapi dari segi keprofesian, harus orang yang betul-betul paham. Sedangkan di sini kami melihat, mengapa itu menjadi kekhawatiran yang sangat besar? Karena di sini KTKI itu mempunyai tugas membina dan mengawasi council masing-masing tenaga kesehatan. Saya mempertanyakan sekali ini karena ini bukan terdiri melulu dari pakar. Apakah council KTKI dan diturunkan lagi di tingkat … kalau enggak salah di tingkat wilayah juga mempunyai tugas dan fungsi yang serupa di tingkat daerah. Itu mungkin menjawab sekalian pertanyaan dari Bapak Hakim Yang Mulia, tadi saya lupa namanya. Tapi untuk singkatnya, Pak Sundoyo dari Pemerintah mempertanyakan tenaga medis dan kesehatan yang mempunyai kompetensi berhak dan mempunyai kewenangan … ya, berhak sesuai dengan kewenangannya. Betul, Pak Sundoyo. Bahwa … saya melihat bahwa ada kewenangan-kewenangan yang ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan yang tentunya mungkin dibicarakan bersama-sama dengan organisasi profesi. Tetapi saya merasa bahwa dari pengamatan beberapa belas tahun yang lalu, dalam pelimpahan kewenangan tadi, ada 31
ketidaksingkronan antara kurikulum dengan standar kompetensi, “Kok enggak match?” Antara kurikulum standar kompetensi, “Oke, match.” “Tapi kok dengan standar pelayanannya tidak match.” Sehingga ini kalau ini sampai ada council sendiri yang kemudian dikukuhkan kekuatannya sebagai yang berwenang untuk membuat peraturan-peraturan, saya yakin dengan Igo dari masing-masing tenaga kesehatan itu, ini keyakinan dari hati bahwa ini sangat meresahkan, akan timbul tadi chaos. Chaos itu di tingkat atas, di tingkat provider, tetapi bagaimana chaos itu diturunkan menjadi lebih chaos lagi untuk masyarakat kita yang tidak paham, yang tidak tahu, yang belum sampai ke sana bisa menentukan memilih mana yang baik atau tidak baik. Sehingga dalam hal ini adalah sekali lagi kami di bidang kedokteran sangat concern terhadap passion safety, tidak hanya bagaimana pandainya dokter, tetapi bagaimana seorang dokter bisa seutuhnya melindungi pasien dalam arti yang seluas-luasnya dan itu ada di dalam lafal sumpah yang dilahirkan oleh Hippocrates. Jadi, Bapak Majelis dan Ibu Hakim Yang Mulia, walupun dokter secara mandiri, dia sebetulnya scientist yang mengerjakan pekerjaan keprofesiannya secara mandiri tanpa harus ada pengawas-pengawas di sekitarnya tetapi insya Allah di dalam batinnya itu karena kami dididik dengan ruh sumpah Hippocrates, maka serasa di pundak kami itu ada yang mengawasi yang lebih daripada kekuatan birokrasi atau kekuatan apa pun melainkan kekuatan dari Yang Maha Kuasa. Jadi, itulah kemuliaan the nobility dari profesi dokter yang kalau ketemu pasien, save the patient, selamatkan pasien-selamatkan pasien. Jadi, itu bukannya kami menginginkan sesuatu yang spesial untuk profesi kedokteran tetapi letakkanlah pengurusan tentang keprofesian ini mandiri sendiri karena kami rasa kami dengan adanya unsur dari masyarakat juga di situ dan juga ada unsur dari pemerintah atau negara terwakili semua, pemerintah dan masyarakat, di dalam konsil itu mudahmudahan keyakinan ini semakin bisa ditumbuhkan sehingga perlindungan pada masyarakat, kepercayaan masyarakat, itu semakin besar. Dan saya yakin Bapak Majelis Hakim yang saya muliakan, sekarang ini masyarakat sudah jauh lebih aware, lebih sadar, akan hak dan kewajibannya. Walaupun pada kasus-kasus tertentu berlebihan, ada yang memanfaatkan secara kurang benar, kurang pas. Tetapi saya yakin dari pengalaman saya puluhan tahun, saya mendidik dokter gigi sampai sekarang pun saya masih kerja sebagai staf pengajar, dokter-dokter dan dokter gigi itu semakin hati-hati. Jadi, kalau pun ada kasus, ini sekalian menjawabnya boleh ya, Hakim, ada kasus tadi yang dipertanyakan apakah tidak bisa dicegah, Bapak Hakim Yang Mulia Pak Suhartoyo, di pintu ketika memberikan STR? Di dalam suatu keluarga besar ada selalu anak yang terperosok, yang tergelincir, yang jatuh tapi kita harus lihat apakah itu secara intentional dan sebagian besar kasus yang masuk ke 32
MKDKI yang diadukan oleh masyarakat memang ada kelemahan, tetapi dalam hal kelemahan komunikasi dan itu menjadi kelemahan di dalam pendidikan. Sehingga kemudian di konsil yang kami juga mengawal standar pendidikan dari hulu, kami juga menekankan bahwa harus ada pendidikan keprofesian, pendidikan etika, pendidikan disiplin, dan pendidikan hukum yang lebih kuat lagi sekarang dan di masa mendatang. Jadi, kemudian apabila dokter tersebut nakal, anak nakal juga ada di hukum tapi tidak di hukum begitu saja Bapak Hakim Yang Mulia. Ada pembinaan yang dilakukan oleh organisasi profesi, ada pembinaan yang (suara tidak terdengar jelas) juga yang re-schooling sekolah kembali. Jadi, saya kembali kepada pertanyaan dari Pemerintah, mohon maaf melantur ke sana ke mari. Sekali lagi, kewenangan itu harus dilakukan melalui kajian-kajian dari pakar yang mengayomi ilmu tersebut. Jadi, bukan kajian dari birokrasi semata, tapi saya yakin Kementerian Kesehatan juga sering bekerja sama, sering mengundang kami dari … dari fakultas, mengundang juga dari organisasi profesi, tapi sekali lagi selalu ada saja benturan-benturan Igo. Itu yang kita mengurangi sebanyak mungkin benturan itu dimulai dari penataan dari aspek pengaturan peraturan perundang-undangan. Pak Sundoyo bagaimana … saya maju ke Pak Hakim Yang Mulia Bapak Suhartoyo. Mohon izin untuk menjawab Pak Suhartoyo. Uji kompetensi tidak dilakukan oleh KKI. Jadi, tidak ada pemindahan ketika nanti ada KTKI uji kompetensi dilakukan oleh KKI. Yang melakukan uji kompetensi … uji kompetensi untuk diakui dia layak untuk praktik, itu dilakukan oleh organisasi profesi. Kemudian bahwa dia sudah layak memenuhi persyaratan untuk diluluskan menjadi dokter itu oleh pihak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, tetapi sekarang itu menjadi satu sehingga anak-anak kita tidak perlu ujian dua kali. Karena begini Bapak Majelis Hakim yang saya muliakan. Bahwa lulusan dari berbagai universitas tidak bisa dijamin bahwa mereka itu setara dalam arti kata mungkin ada yang sub-standar, ada yang sudah memenuhi standar. Nah, untuk pemastian itu, organisasi profesi IDI dan PDGI, ketika menerima lulusan juga ingin memastikan bahwa lulusan itu mempunyai kesetaraan sesuai dengan standar kedokteran yang praktik. Jadi aspek etikanya, aspek profesionalism-nya, dan lain sebagainya. Sehingga uji kompetensi itu insya Allah masih tetap dilakukan oleh organiasasi profesi, berkoordinasi dengan perguruan tinggi. Bapak Suhartoyo yang saya muliakan, jadi akhirnya keanggotaan yang guru besar di konsil itu tidak ada hubungannya sama sekali dengan proses pe ... uji kompetensi. Tetapi beberapa waktu yang lalu memang ada sengketa, ada disharmonisasi dan KKI memang berperan memfasilitasi agar ditemukan solusi yang sebaik-baiknya mengenai uji
33
kompetensi sehingga dipastikan bahwa yang lulus itu benar-benar kompeten. 55.
HAKIM ANGGOTA: SUHARTOYO Di permohonan Pemohon nanti kita klirkan bersama, kalau enggak sekarang, persidangan yang akan datang bahwa kekhawatiran itu di dalam posita permohonan bahwa tujuan kompetensi yang semula dilakukan KKI itu untuk mengeluarkan STR, dikhawatirkan diambil alih oleh perguruan tinggi yang apa … Ibu yang kalau Ibu yang benar tentunya saya nanti minta pertanggung jawaban atau saya sendiri yang salah, nanti minggu depan saya klirkan. Terima kasih, Ibu.
56.
AHLI DARI PEMOHON: ZAURA KISWARINA Mohon izin untuk melanjutkan untuk menjawab Yang Mulia Hakim Bapak Patrialis Akbar. Pijakan berbeda, yaitu memang yang menjadi concern dari uraian saya bahwa pijakan independensi dari profesi kedokteran untuk mengatur, untuk membina keprofesiannya itu perlu dilakukan secara independent oleh orang-orang atau pihak-pihak internal profesi yang betul-betul paham. Di dalam proses itu kita berbagi, berbagi peran untuk meningkatkan kredibilitas, yaitu satu, contohnya di KKI, ada unsur masyarakat di situ ikut memonitor, ikut membina, memberi masukan bagaimana mulai dari hulu, standar pendidikan seharusnya. Kemudian ketika dia akan diluncurkan untuk berpraktik dengan mengeluarkan STR itu juga ada keterlibatan. Dan seterusnya. Jadi, di sini dengan spesifisitas dari profesi dokter yang tidak dipunyai oleh tenaga lain karena tadi ciri-ciri tanggung jawab pendidikan dan sebagainya, tetapi yang paling penting adalah pembinaan profesionalism, tidak bisa dilakukan oleh orang yang bukan ahlinya. Tetapi kalau masalah pendayagunaan, masalah administrasi lain-lainnya, silakan kita sebagai warga negara yang baik, para dokter juga adalah warga negara yang harus tunduk, tetapi soal mengatakan, “Dokter itu layak atau tidak layak.” Dan sebagainya itu adalah profesi yang mempunyai kapasitas (capability) dan mempunyai kewenangan. Ya, ini tadi chaos itu akan terjadi peraturan ... timbul peraturanperaturan yang begini, KTKI itu sebetulnya dengan sama begitu, saya tidak mengatakan harus lebih tinggi, bukan. Tetapi harus mengakomodasikan kekhususan, kekhasan, sehingga profesi yang diatur itu menjadi tidak terbelenggu. Bisa secara benar dan secara baik untuk memgembangkan keprofesiannya, demi pengabdiannya menjadi lebih baik untuk masyarakat. Dengan demikian masyarakat akan lebih terlindungi. Kalau memang soal koordinasi, itu bisa. Tetapi, sekali lagi,
34
kalau soal profesi, itu tidak bisa tawar-menawar. Kebenaran ilmu di atas segala-galanya. Jadi … dan kebenaran ilmu itu bisa dipertanggungjawabkan, Bapak Majelis Hakim karena ini berlaku universal dan juga terus-menerus dikembangkan secara terarah melakui penelitian-penelitian yang sangat rigid, yang sangat kuat, dan harus dilakukan … apa namanya ... testing dengan segala pihak ... dengan pihak yang sangat banyak, dan tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di ... secara global. Jadi menurut pendapat saya sekali lagi Pak Patrialis, dengan adanya perbedaan pijakan ini, sebetulnya yang kami mohonkan adalah peraturan, apa pun peraturan harus mampu memberdayakan dan mengajukan apa yang diatur, tidak membelenggu karena yang rugi adalah negara dan juga negara dalam arti kata pemerintah dan rakyat. Tadi tanggung jawab melalui menteri, apakah mengurangi independensi? Kalau menurut pengalaman saya, terasa Hakim. Terutama dari segi administratif. Jadi banyak hal yang seharusnya kami bisa lakukan tetapi karena alasan finansial, alasan administrasi yang mestinya cepat jadi lambat, akhirnya tidak bisa terlaksana. Jadi independency bukan hanya dalam segi bagaimana membina profesionalisme dan juga bagaimana kita mengayomi masyarakat, tetapi juga independency dari pembiayaan segi pendanaan (…) 57.
HAKIM ANGGOTA: PATRIALIS AKBAR Bu, bisa di ini, Bu, bisa dikonkretkan. Sebelum ada undangundang ini, apa yang Ibu sampaikan ternyata bisa berjalan. Tapi setelah ada undang-undang ini, justru malah jadi hambatan. Coba dikomparasi yang mana.
58.
AHLI DARI PEMOHON: ZAURA KISWARINA Ya, mohon maaf, Pak Hakim Yang Mulia. Bahwa KTKI ini belum berjalan, tetapi kalau kita mengkaji, saya tidak pandai di segi hukum, tapi kalau baca artinya mengerti sekali. Bahwa tugas dari Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia memfasilitasi dukungan pelaksanaan tugas konsil masing-masing, bisa mendukung, bisa enggak mendukung. Mendukungnya itu bisa ... arahnya bisa positif, bisa negatif begitu. Kemudian mengevaluasi tugas konsil masing-masing, kemudian membina dan mengawasi konsil masing-masing, itu sudah ... dan ini tanggung jawabnya kepada menteri untuk diteruskan pada presiden. Padahal sekarang adalah langsung pada presiden. Yang Mulia Hakim Aswanto, pengelompokan. Pengelompokan, kami tidak memohonkan siapa di atas, siapa di bawah, tetapi dari segi logikan keilmuan yang seperti saya katakan tadi bahwa keutuhan body of knowledge itu yang paling utuh adalah pada profesi dokter dan 35
tingkatannya, dan dokter gigi, yang lainnya adalah delega ... delegated function atau malah ada yang bukan delegated function nanti kalau misalnya dia tradisional. Dengan demikian, maka yang dimintakan, yang dimohonkan dengan segala hormat adalah meletakkan kembali hakikat dari suatu profesi yang tidak bisa dicampur karena kondisi-kondisi tadi, yang tidak bisa dicampur pengaturan secara administratif, oke, tetapi kalau sudah sampai mencederai independency itu, maka kita mengalami kerugian yang luar biasa baik negara maupun profesi itu sendiri. Struktur-struktur di KTKI itu merupakan perwakilan dari konsil. Perwakilan dari konsil itu hanya dari segi koordinasi, tetapi kalau tadi sinergi ... tadi apa ... persoalannya itu bisa lebih ... sebentar ... memudahkan koordinasi tadi kata-katanya, ya, koordinasi, program, dan sebagai, tapi masalah pembinaan profesi dan perlindungan masyarakat bagaimana seharusnya menuruf profesi, itu yang sulit untuk dikoordinasi. Tetapi karena pelayanan kesehatan adalah menjadi rumpun dari kedokteran, maka program yang bersifat administratif bisa dikoordinasikan tapi tidak perlu membentuk konsil yang kemudian me … apa namanya ... mem ... mereduksi peran dari konsil dari segi makna kenapa konsil itu dibentuk awalnya. Yang paling awal konsil terbentuk konsil di negara ini di bidang kesehatan adalah Konsil Kedokteran dan Konsil Kedokteran ... Konsil Kedokteran Indonesia, yang nafasnya adalah pure professionalism dan keselamatan patient safety, gitu. Jadi, Yang Mulia Prof. Maria tidak bertanya pada saya, maaf. Yang Mulia Hakim Arief, saya terharu sebetulnya mendapatkan undangan, undangan ... pertanyaan atau ... ya, undangan untuk menyampaikan jawaban secara tertulis, secara komprehensif, insya Allah akan saya siapkan Bapak Hakim, dan mengenai captain of the team bukan captaincaptain-an, tetapi maknanya sebetulnya selain tadi membuat the best clinical professional judgement juga nilai-nilai keilmuan dan cara-cara bagaimana ilmu itu dipraktikkan itu menjadi acuan bagi pelayanan kesehatan yang berkaitan dengan medis, dengan tubuh manusia. Demikian. Demikian, mungkin saya akhiri jawaban atas pertanyaanpertanyaan yang diajukan kepada saya. Terima kasih. 59.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik, terima kasih, Ibu Dr. Zaura. Waktunya kurang-lebih tinggal, ya, 10 menit begitu, Pak Shofie, ya. Bisa untuk di ... lebih komprehensif jawabnya, tapi kalau memang masih kita butuhkan nanti bisa saja Pemohon bisa minta tertulis, nanti disampaikan pada kita karena sangat bermanfaat. Ini kan jawaban dari Pemohon ... Ahli Pemohon kan untuk kepentingan Pemohon, jadi Pemohon kalau bisa disampaikan juga secara
36
tertulis, ya. Karena kita masih ada persidangan-persidangan yang lain, ya. Silakan, Pak Dr. Shofie. 60.
AHLI DARI PEMOHON: YUSUF SHOFIE Bismillahirrahmaanirrahiim. Terima kasih, Yang Mulia Majelis Hakim Konstitusi. Izinkan saya menyampaikan jawaban atas pertanyaanpertanyaan dari Hakim ... Majelis Hakim Konstitusi, dan juga dari wakil dari Pemerintah, maupun dari Pemohon. Yang Mulia Hakim Suhartoyo, tadi Bapak menyebut bahwa saya adalah seorang advokat. Betul. Dan profesi itu saya jalani hingga hari ini, tetapi saya karena saya sebagai pejabat publik sejak 2009 sampai hari ini, saya tidak menangani perkara perlindungan konsumen karena harus patuh pada undang-undang advokat dan bagi saya pendalaman tentang masalah-masalah yang dialami konsumen selama saya berkarir di Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia sejak tamat dari Fakultas Hukum UI tidak ada pegangannya secara teoritik di dalam ilmu hukum, cukup dijawab pakai buku ketiga Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Sehingga di dalam perjalanan saya memahami apa yang bagi konsumen itu sebagai suatu persoalan besar sehingga terpaksa kami pada saat itu selama hampir 10 sampai 15 tahun Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia kalau berbicara tentang pelayanan kesehatan sangat keras sekali kepada teman-teman dokter, begitu. Baru pada setelah berlakunya Undang-Undang Praktik Kedokteran, teman-teman dari kedokteran itu bisa menerima posisi mereka bahwa mengapa dokter itu sebagai pelaku usaha, begitu. Sehingga sampai di sini ingin saya sampaikan bahwa sehubungan dengan posisi saya sebagai advokat, saya tidak berada dalam konflik kepentingan sehingga ketika ... ketika kuasa Pemohon menghubungi saya, saya pun sudah saya tegaskan saya yang saya sampaikan tidaklah berhubungan dengan adanya permohonan, tidak, tapi saya jawab berdasarkan ilmu, begitu. Jadi apa yang saya sampaikan tadi resumenya termasuk baganbagan itu adalah suatu proses panjang selama karir saya mendalami perlindungan konsumen. Dengan mendengar konsumen ratusan sampai ribuan, kita bisa melihat bahwa posisi konsumen itu lemah dan tentu sehubungan dengan ini, berbagai peraturan perundang-undangan yang telah dikeluarkan, termasuk dengan berlakunya Undang-Undang Tenaga Kesehatan, itu mohon izin pula saya juga menjawab apa yang disampaikan oleh wakil dari Pemerintah bahwa yang disampikan memang benar demikian, tapi faktanya di dalam Undang-Undang Kesehatan Nomor 2009 bunyinya seperti itu dan masyarakat tahunya seperti itu, gitu. Dan kami pun, mohon maaf pada forum pada sidang Yang Mulia hari ini, saya tidak mendapat mandat dari Badan Perlindungan Konsumen Nasional karena posisi saya wakil ketua 37
sekaligus merangkap anggota, jadi yang saya sampaikan di sini adalah berdasarkan keilmuan saya. Saya ingin sampaikan di hadapan Yang Mulia di persidangan ini, banyak badan yang telah didirikan oleh negara dan lima, enam bulan belakangan beberapa dibubarkan oleh pemerintah, salah satunya adalah Komisi Hukum Nasional yang tidak ada dasar undang-undangnya dan kami pun juga Badan Perlindungan Konsumen Nasional mengalami proses itu karena kami dibentuk berdasarkan undang-undang tentu belum bisa dibubarkan oleh pemerintah. Tapi badan-badan yang lainnya, ada sekitar 10 dalam pemantauan kami, Pak, Pak … Majelis yang terhormat, salah satunya adalah yang berhubungan dengan orang-orang cacat, orang-orang cacat itu juga konsumen, tidak ada upaya bagaimana supaya orang cacat itu mendapatkan pelayanan yang lebih baik. Itu yang kami melihatnya, jadi kalau kembali bahwa nanti akan muncul banyak undang-undang yang lainnya itu sudah satu risiko politik hukum yang ditempuh oleh negara ini, gitu. Bagi saya dari kerangka teori, saya juga belajar dari para guru saya dulu, Prof. Maria Farida, aliran kodefikasi itu sudah kehilangan, karena apa? Keadaan kodefikasi tidak bisa memberikan solusi bagi kebutuhan masyarakat sehingga lahir banyak peraturan perundang-undangan, sampai di situ pada akhirnya juga negara juga kewalahan sehingga kami pun ... saya pun sebagai unsur akademisi di dalam Badan Perlindungan Konsumen Nasional, kalau ini boleh saya sampaikan karena ini adalah kewenangan saya sebagai dari unsur akademisi menyampaikan pandangan-pandangan di dalam forum Yang Mulia ini bahwa ada risiko nanti akan dibentuk badan-badan lainnya, itu adalah satu hal yang saya kira itu juga diperhitungkan costnya dan memang rezim hukum perlindungan konsumen itu memerlukan cost, tapi negara mungkin lupa berapa banyak yang dibayar oleh konsumen lewat pajak, lewat retribusi, dan juga berapa banyak pajak yang juga dibayar oleh para dokter yang mereka juga berpraktik. Sampai di sini sebenarnya adalah fungsi daripada negara itu adalah tetap memberikan perhatian. Hanya saja di sini kalau menyangkut tentang teknik pembentukan peraturan perundang-undangan, saya memang tidak kompeten di bidang ini, tapi saya mengalami proses ini juga di dalam revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 yang revisinya juga sudah kita ... sudah dirilis resmi oleh Badan Perlindungan Konsumen di tahun 2012. Yang Mulia, ingin juga saya sampaikan karena keterbatasan waktu tidak bisa satu per satu saya sebut pertanyaan dari Yang Mulia dan juga dari wakil dari Pemohon atau pun ... dari Pemohon maupun dari Pemerintah. Tentang chaos ingin saya sampaikan bahwa dari rezim perlindungan konsumen kita sudah punya sekitar seperempat badan penyelesaian sengketa konsumen se-Indonesia dari 500 sekian kabupaten/kota. Dan di dalam pemantauan kami terhadap BPSK-BPSK itu, mereka memenuhi arahan-arahan dari Badan Perlindungan 38
Konsumen Nasional. Mereka tidak menangani sengketa medis karena memang kita arahkan selesaikan dulu di M ... Majelis Kehormatan ... Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI) tadi sudah disebut oleh ahli terdahulu. Kalau tidak demikian, tentu hal yang chaos ini kalau MKDKI dibubarkan, tidak ada lagi, nanti akan perkara tentang sengketa medis nanti juga akan lari ke badan penyelesaian sengketa konsumen yang jumlahnya baru mencapai sepertiga atau seperempat dari seluruh kabupaten/kota se-Indonesia sejak berlakunya UndangUndang Perlindungan Konsumen pada Tahun 2000 hingga hari ini. Sampai hari ini pun pemerintah mengambil keputusan bahwa keberadaan BPSK, rapat di Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet itu akan tetap dipertahankan. Hanya saja di dalam arahan kami, Badan Perlindungan Konsumen Nasional juga arahan dari Kementerian Perdagangan, BPSK tidak menangani sengketa malpraktik medis. Jadi, yang ditangani adalah yang berhubungan dengan sengketa-sengketa kecil nilainya. Ini dari sudut kelembagaan. Lalu kemudian, menyangkut tentang kepanjangan … masih menyangkut soal penjelasan tadi, penjelasan undang-undang yang ditanyakan dari Pemerintah. Pada dasarnya saya mengikuti pemikiran alm. Prof. Harun Al-Rasyid, penjelasan itu bukan bagian dari UndangUndang Dasar Tahun 1945. Kalau kita konsisten tentunya juga penjelasan bukan bagian dari satu undang-undang. Tapi sampai hari ini semua undang-undang pakai penjelasan. Jadi, sampai di sini tentu kalau Bapak bertanya kepada saya, saya tentu tidak konsisten menyampaikan di dalam forum ini bahwa di dalam penjelasannya dinyatakan demikian. Saya malah lebih melihat bahwa kalau ingin tahu penjelasan itu lewat satu kasus, kemudian apa … ditelusurilah secara historis bagaimana proses terjadinya satu pasal itu dan tentu juga di Dewan Perwakilan Rakyat catatan-catatan proses terjadinya undang-undang itu juga sudah cukup terdokumentasi dengan baik. Termasuk Undang-Undang Perlindungan Konsumen pun juga itu sudah … salah satu termasuk undang-undang yang terbaik dokumentasinya dari prosesnya. Ada sekitar 1.500 halaman sekian dari pembahasan Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Nah, tentu menyangkut tentang tadi teori kepanjangan lengan dokter, saya melihatnya dari perspektif riset-riset empiris yang pernah dilakukan di Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia. Saya menyebut Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia karena memang tidak mungkin saya tidak bisa menyebut karena itu adalah hidup saya, perjalanan karier saya sampai saya menjadi dosen di Fakultas Hukum Universitas Yarsi dan saya mengajar hukum perlindungan konsumen dan tindak pidana ekonomi. Saya melihat bahwa hal yang banyak menjadi perhatian serius dari masyarakat konsumen terhadap profesi dokter karena langsung berhubungan dengan masyarakat. Kalau dikatakan bahwa dokter itu menerima honorarium, ya betul, tetapi sampai di situ tetap di posisi 39
pasien, pasien tetap membayar. Sampai di situ makanya di dalam pandangan saya dokter tetap adalah sebagai seorang pelaku usaha. Nah, bagaimana dengan hubungan dengan teori kepanjangan lengan dokter tadi? Masyarakat tahunya dokter. Nah, bagaimana dengan tenaga kesehatan lainnya, seperti perawat, misalnya, salah apa … di dalam memasukkan jarum infuse, itu saya berkali-kali dan itu saya tidak tahu saya harus mengatakan apa. Apakah itu sebagai malpraktik dokter? Karena ketika pas suster memasukkan dan itu dialami oleh anak saya sendiri, jadi berhubungan dengan pengalaman saya sendiri. Tapi juga kami juga menerima pengaduan-pengaduan itu di masa lalu, cerita-cerita para konsumen. Kalau yang saya lihat sendiri sampai berapa kali tusuk gagal semua, sampai saya harus berhenti dulu panggil pak dokter, saya sampai bilang begitu. Sampai di situ, apakah dokter itu proporsional memberikan arahan kepada seorang suster yang dia baru berapa bulan menjadi seorang suster terus kemudian dia menyuntik apa memasukkan jarum? Sampai di situ kalau saya sebagai seorang advokat, pertanggungjawaban hukum akan saya buat dan seorang perawat tadi dan tentu akan dilihat dari standar yang tadi. Jadi bagi saya, kalau saya mengatakan teori kepanjangan lengan dokter bukan tanpa resiko pertanggungjawaban, tentu juga harus proporsional. Termasuk di dalam dokter melakukan tindakan medis berupa kalau dulu pakai jalur operasi untuk apa … batu ginjal, sekarang menggunakan alat teknologi ESWL. Ternyata dengan pengunaan alat teknologi ESWL itu pun juga apakah seorang dokter tidak bisa dimintai pertanggungjawaban ketika pasiennya di-ESWL, dokter spesialis ginjal tadi, ureter tadi … urologi, dokter spesialis urolog tadi, dia pergi begitu saja? Saya membayar, konsumen membayar, dan di dalam kajian-kajian kami, kami juga mengutus para informan kami di lapangan. Betapa pun konsumen tidak membayar pakai yang namanya BPJS, sebenarnya konsumen membayar lewat yang namanya asuransi dan juga ada yang namanya partisipasi dari pemerintah kabupaten/kota lewat Jamkesda, begitu. Jadi, sedemikian jauh tentu saya tidak mungkin dengan keterbatasan saya mencoba menjawab pertanyaan semua. Tapi yang jelas pertanggungjawaban itu harus dilihat pada mata rantainya. Terjadinya akibat-akibat hukum yang dilarang oleh undang-undang itu ada pada tahap apa. Nah, tentu adanya ke depan kalau memang ada yang namanya Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia, konsil ini mestinya bisa menjalin … membuka ruang komunikasi bagi para … bagi konsilkonsil yang ada, begitu, bukan mengambil peran dari … taruhlah kalau saya baca dari undang-undang, mohon diluruskan kalau saya keliru. Kalau saya membaca pasal yang saya sebutkan di dalam highlight saya, Pasal 90 tadi, itu mengambil … mengambil apa yang sudah dilakukan oleh Konsil Kedokteran Indonesia dan tentu kalau itu sudah diambil belum tentu akan menjadi lebih baik. Tentu ya tidak … saya juga tidak 40
akan bisa mengatakan apakah menjadi lebih buruk atau lebih baik. Tapi yang jelas saya sebagai pengajar hukum perlindungan konsumen, saya melihat apa yang sudah dilakukan Konsil Kedokteran Indonesia itu sudah proaktif pada konsumen, pada pasien, dan mereka berusaha menjaga mutu pasien dengan peran yang dijalani oleh Konsil Kedokteran Indonesia. Dan tentu kalau soal … soal beda perspektif, memang beda perspektif, akan selalu terjadi dari tataran akademik karena bidang saya adalah hukum perlindungan konsumen. Dan tentu ke depan, saya juga ingin berharap bahwa badan-badan yang ada itu tidak begitu saja dibubarkan, sementara dibentuklah badan-badan baru. Kalau memang politik hukum yang membentuk batang … badan-badan baru, badanbadan yang sudah ada yang sudah menjalankan tugasnya, tentu ya tidak perlu dibubarkan. Kalau harus dibubarkan, memang kewenangan Yang Mulia Majelis Mahkamah Konstitusi ini untuk menilai masih penting tidaknya badan-badan yang ada. Saya kira itu yang dapat saya sampaikan. Mohon maaf. Terima kasih. 61.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik, terima kasih. Yang belum anu, mungkin bisa secara tertulis nanti. Pak Dr. Suhartoyo masih ada?
62.
HAKIM ANGGOTA: SUHARTOYO Sedikit, Yang Mulia.
63.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Silakan.
64.
HAKIM ANGGOTA: SUHARTOYO Begini Pemohon, Anda memang banyak menguraikan tentang uji kompetensi, ya. Kenapa menjadi pertanyaan besar saya, kok Ahli kemudian tidak mendukung keterangannya di persidangan ini. Apakah Ibu selaku Ahli yang belum membaca permohonan Pemohon ini ataukah bagaimana? Karena justru uji kompetensi itu yang dimintakan oleh KKI Pemohon III supaya ini dinyatakan inkonstitusional. Karena apa? Dilakukan oleh perguruan tinggi itu. Itu yang kemudian menghilangkan kewenangan yang semula ada di lembaga uji profesi … lembaga uji profesi itu beralih ke perguruan tinggi, kekhawatiran. Makanya pertanyaan saya tadi, Ibu, saya menggunakan istilah salah satu kekhawatiran. Di awal pertanyaan saya kan seperti itu.
41
Nah, coba nanti di … dianu ini … di halaman 109. Tapi Anda uraikan dari 103 itu sebenarnya, Pak Joni. Itu, makanya jangan kemudian ini menjadi jebakan-jebakan bahwa tidak semua Hakim ini juga menguasai masalah kedokteran dan kesehatan. Sehingga pasti rujukannya dari permohonan Anda ini. Baru kami belajar di rumah, mendalami. Terima kasih, supaya nanti dijelaskan, ya. 65.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik.
66.
HAKIM ANGGOTA: SUHARTOYO Terima kasih, Yang Mulia.
67.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Terima kasih, Yang Mulia. Saya kira untuk Ahli sudah cukup. Nanti yang belum nanti kami mohon bisa tertulis. Terima kasih, Bu Dr. Zaura dan Pak Dr. Yusuf yang telah memberikan keterangan, begitu juga dengan Bu Martini. Dari Pemohon itu tadi ada beberapa hal yang minta diklarifikasi. Apa akan … ya, silakan.
68.
KUASA HUKUM PEMOHON: MUHAMMAD JONI Mohon izin satu menit, Yang Mulia.
69.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya, silakan.
70.
KUASA HUKUM PEMOHON: MUHAMMAD JONI Klarifikasi dari Yang Mulia Dr. Patrialis Akbar perihal mengapa Konsil Kedokteran Gigi dan Konsil Kedokteran tidak menjadi Pemohon. Yang Mulia Dr. Patrialis Akbar bahwa Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) itu sesuai dengan Undang-Undang Praktik Kedokteran ada kamar-kamar, yaitu kamar Konsil Kedokteran dan kamar Konsil Kedokteran Gigi. Jadi, dia dalam satu Konsil Kedokteran Gigi. Sehingga legal standing-nya adalah pada Konsil Kedokteran Indonesia. Yang kedua, MKDKI. Yang Mulia, MKDKI itu adalah lembaga otonom yang ada melekat di Konsil Kedokteran Indonesia yang perannya sebagai mekanisme pengawasan disiplin. Sesuai dengan jurisprudence 42
MK bahwa dokter dan dokter gigi itu terikat dengan norma hukum, norma disiplin, dan norma etika. Untuk penegakan norma disiplin, mediumnya adalah MKDKI. Persis seperti DKPP untuk urusan etika disiplin pemilu atau lembagalembaga peradilan etika/disiplin yang lain. Sehingga MKDKI itu adalah legal standing-nya melekat pada KKI. Dan Undang-Undang Nakes tidak mendesain MKDKI seperti yang ada di KKI. Yang kedua, mohon izin untuk Yang Mulia Dr. Suhartoyo perihal uji kompetensi itu menjadi pokok permohonan kami, Yang Mulia, berkaitan dengan Pasal 21 dan beberapa pasal yang lain yang pada pokoknya bahwa uji kompetensi menurut Undang-Undang Nakes itu diselenggarakan oleh perguruan tinggi. Ini yang kami mohon pengujiannya karena berdasarkan Undang-Undang Praktik Kedokteran dan keilmuan yang ada dalam organisasi profesi bahwa uji kompetensi itu adalah diselenggarakan organisasi profesi. Dalam hal ini adalah IDI atau pun PDGI melalui Kolegium. Dengan demikian, maka itu adalah yang ingin kami uji. Saya lulus fakultas hukum dapat gelar sarjana hukum, tapi ketika menjadi advokat, saya harus diuji oleh Peradi. Kira-kira demikian, Yang Mulia. Terima kasih. 71.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya, baik. Baik, tapi yang jelas MKDKI bukan bagian dari MKRI. Baik, saya menanyakan pada Pemohon, apakah masih ada ahli atau saksi yang akan diajukan atau sudah cukup?
72.
KUASA HUKUM PEMOHON: MUHAMMAD JONI Terima kasih, Yang Mulia. Sudah memadai dan kami cukupkan, Yang Mulia.
73.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Cukup. Baik, dari Pemerintah?
74.
PEMERINTAH: BUDI IRAWAN Terima kasih, Yang Mulia Ketua. Kalau Pemerintah mendapat giliran, kami akan siapkan nanti ahli dan saksi, Yang Mulia.
75.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya, baik, untuk anu ... saya inventarisir dulu, berapa ahli dan berapa saksi yang akan diajukan? 43
76.
PEMERINTAH: BUDI IRAWAN Kami akan siapkan dua ahli.
77.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik, dua ahli. Saksi perlu?
78.
PEMERINTAH: BUDI IRAWAN Dua, mungkin dua.
79.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Dua, ya. Kalau begitu akan didengar keterangannya semuanya pada persidangan yang akan datang.
80.
PEMERINTAH: BUDI IRAWAN Baik, terima kasih, Yang Mulia.
81.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Sebelum memberikan keterangan nanti curicullum vitae dan identitas dari saksi bisa diserahkan ke Kepaniteraan lebih dahulu, ya. Baik, kalau begitu kita masih ada persidangan lagi dengan mendengarkan keterangan ahli dari presiden, dari Pemohon sudah selesai jatahnya. Sidang yang akan datang akan kita selenggarakan pada hari Senin, 12 Oktober 2015 waktunya pada Pukul 11.00 WIB dengan agenda untuk mendengarkan keterangan dua ahli dan dua saksi dari presiden, ya. Ya, baik, sudah cukup Pemohon?
82.
KUASA HUKUM PEMOHON: MUHAMMAD JONI Satu lagi, Yang Mulia. Sampai hari ini kami belum menerima keterangan tertulis dari Pemerintah yang mohon berkenan menjadi bagian penting dari permohonan kami untuk keadilan ini. Terima kasih, Yang Mulia.
83.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya, baik. Kita juga belum terima itu. Ya, nanti dari Pemerintah keterangan tertulisnya.
44
84.
PEMERINTAH: BUDI IRAWAN Baik, Yang Mulia.
85.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Segera disampaikan karena nanti akan dipelajari baik oleh Pemohon maupun oleh Majelis untuk meluruskan menindaklanjuti kalau dari Pemohon nanti untuk anu ... pembuatan kesimpulan saya kira juga sangat penting, gitu ya.
86.
PEMERINTAH: BUDI IRAWAN Baik, mohon izin Yang Mulia. karena penanggung jawab dari jawaban ini sedang berhaji jadi mungkin insya Allah (...)
87.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Oh, begitu, ya didelegasikan kepada yang lain.
88.
PEMERINTAH: BUDI IRAWAN Tanggal 20 ini sudah kembali, terima kasih.
89.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ibu dokter staf ahli itu, ya?
90.
PEMERINTAH: BUDI IRAWAN Betul, ya.
91.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Koordinatornya. Ya, maka sidang ini kurang meriah enggak ada bu dokter ahli itu tadi. Baik, terima kasih. Jadi sidang berikutnya akan kita selenggarakan pada hari Senin, 12 Oktober Tahun 2015 pada Pukul 11.00 WIB dengan mendengarkan keterangan dua ahli dan dua saksi dari presiden.
45
Sidang selesai dan ditutup. KETUK PALU 3X SIDANG DITUTUP PUKUL 13.36 WIB Jakarta, 30 September 2015 Kepala Sub Bagian Risalah, t.t.d Rudy Heryanto NIP. 19730601 200604 1 004
Risalah persidangan ini adalah bentuk tertulis dari rekaman suara pada persidangan di Mahkamah Konstitusi, sehingga memungkinkan adanya kesalahan penulisan dari rekaman suara aslinya.
46