MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 50/PUU-XIII/2015
PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945
ACARA MENDENGARKAN KETERANGAN PRESIDEN DAN DPR (III)
JAKARTA SELASA, 9 JUNI 2015
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 50/PUU-XIII/2015 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang [Pasal 69 ayat (2) huruf a] terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 PEMOHON 1. Tato Suwarto ACARA Mendengarkan Keterangan Presiden dan DPR (III) Selasa, 9 Juni 2015 Pukul 14.10 WIB – 15.06 WIB Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat
SUSUNAN PERSIDANGAN 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8)
Anwar Usman Aswanto I Gede Dewa Palguna Manahan MP Sitompul Maria Farida Indrati Patrialis Akbar Suhartoyo Wahiduddin Adams
Wiwik Budi Wasito
(Ketua) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota)
Panitera Pengganti
i
Pihak yang Hadir: A. Pemohon: 1. Tato Suwarto B. DPR: 1. Didik Mukrianto 2. Agus Tri C. Pemerintah: 1. Budijono 2. Wicipto Setiadi 3. Diryono
ii
SIDANG DIBUKA PUKUL 14.10 WIB 1.
KETUA: ANWAR USMAN Sidang Perkara Nomor 50/PUU-XIII/2015 dibuka dan dinyatakan terbuka untuk umum. KETUK PALU 3X Assalamualaikum wr. wb. Selamat siang dan salam sejahtera untuk kita semua. Agenda persidangan untuk Perkara 50/PUU-XIII/2015 untuk mendengarkan keterangan DPR dan Kuasa Presiden. Namun sebelumnya, dipersilakan kepada Pemohon untuk memperkenalkan diri terlebih dahulu. Pakai mik.
2.
PEMOHON: TATO SUWARTO Bismilliahirrahmaanirrahiim. Assalamualaikum wr. wb. Nama saya Tato Suwarto sebagai Pemohon. Terima kasih.
3.
KETUA: ANWAR USMAN Ya, baik. Dari DPR? Walaupun sudah kenal.
4.
DPR: DIDIK MUKRIANTO Terima kasih Majelis Mahkamah Konstitusi yang kami muliakan. Hadir dalam persidangan kali ini, saya Didik Mukrianto dari DPR didampingi oleh bagian hukum kesekjenan kita yaitu Bapak Agus Tri. Demikian, Yang Mulia. Terima kasih.
5.
KETUA: ANWAR USMAN Ya, terima kasih. Dari Kuasa Presiden, silakan.
6.
PEMERINTAH: BUDIJONO Terima kasih, Yang Mulia. Hadir dari Pemerintah mewakili presiden, dari sebelah kiri Bapak Dr. Wicipto Setiadi, Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan dan Bapak Diryono dan saya sendiri Budijono. Terima kasih, Yang Mulia.
1
7.
KETUA: ANWAR USMAN Ya, terima kasih. Pertama, kita dengarkan dulu keterangan dari DPR. Silakan, Pak Didik.
8.
DPR: DIDIK MUKRIANTO Bismillahirrahmaanirrahiim. Assalamualaikum wr. wb. Selamat siang dan salam sejahtera untuk kita semuanya. Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi yang kami muliakan, wakil dari Pemerintah dan Pemohon yang kami hormati, izinkanlah saya Didik Mukrianto bersama-sama dengan seluruh pimpinan Komisi III dan beberapa Anggota Komisi III yang dalam hal ini mewakili DPR-RI berdasarkan surat keputusan atau Keputusan Pimpinan DPR-RI Nomor 341/PIMP/I/2014-2015 untuk memberikan keterangan sehubungan dengan permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang selanjutnya disebut Undang-Undang KPKPU yang diajukan oleh Pemohon yaitu Bapak Tato Suwarto yang dalam hal ini selaku Direktur PT Batamas Jala Nusantara dalam Perkara Nomor 50/PUU-XIII/2015. Sehubungan dengan hal tersebut, dengan ini DPR menyampaikan keterangan sebagai berikut. Terkait dengan kedudukan hukum atau legal standing Pemohon, kami DPR menyerahkan sepenuhnya kepada Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Yang Mulia untuk mempertimbangkan dan menilai apakah Pemohon memiliki kedudukan hukum atau tidak, sebagaimana ditentukan oleh Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi maupun berdasarkan putusan-putusan Mahkamah Konstitusi yang terdahulu. Pengujian atas Pasal 69 ayat (2) huruf a Undang-Undang KPKPU. Terhadap permohonan pengujian Pasal 69 ayat (2) huruf a UndangUndang KPKPU, DPR menyampaikan keterangan sebagai berikut. Bahwa ketentuan Pasal 69 ayat (2) huruf a Undang-Undang KPKPU adalah ketentuan yang mengatur mengenai kewenangan dari kurator dalam melaksanakan tugas yang diamanatkan oleh undangundang dan di sisi lain berisi perihal pembatasan terhadap hak dan/atau kewajiban dari debitur pailit terhadap harta kepailitan termasuk kepengurusannya, pembatasan hak dan/atau kewajiban mana dimaksudkan timbul dari status Pemohon yang oleh putusan Majelis Hakim dinyatakan tidak cakap secara hukum atas harta pailit atau budel. Bahwa Pemohon dalam permohonannya kepada Mahkamah Konstitusi mendalilkan Pasal 69 ayat (2) huruf a KPKPU bertentangan dengan hak konstitusional dari Pemohon, baik secara langsung maupun tidak langsung dengan Pasal 28F Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yang menyatakan, “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan 2
memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya serta berhak untuk mencari, memproleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.” Bahwa perlu dipahami bahwa berdasarkan Pasal 15 ayat (1) dan Pasal 16 ayat (1) Undang-Undang KPKPU dinyatakan secara tegas bahwa kurator merupakan orang yang ditunjuk oleh pengadilan niaga dalam suatu putusan pailit yang memiliki kewenangan untuk melaksanakan pengurusan atau pemberesan atas harta pailit semenjak putusan pailit diucapkan. Ketentuan ini secara mutatis mutandis memberikan kewenangan kepada kurator untuk dan atas nama debitur pailit melakukan pengurusan dan pemberesan atas harta pailit meliputi pencocokan atas utang, pelaksanaan perjanjian yang disepakati antara debitur dengan pihak lain sebelum putusan pailit dijatuhkan, melaksanakan pembayaran, meningkatkan jumlah harta pailit baik melalui hipotik, gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, dan lain sebagainya dalam rangka pelunasan atas utang debitur terhadap kreditur. Bahwa kewenangan dan tugas yang melekat pada kurator tersebut dilaksanakan tanpa harus memperoleh persetujuan dan menyampaikan laporan terlebih dahulu kepada debitur meskipun keadaan di luar kepailitan atau sembari menunggu putusan pailit ditetapkan oleh pengadilan. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga harta pailit dari penyalahgunaan wewenang oleh debitur, sehingga dikhawatirkan pengurusan dan pemberesan atas harta pailit tidak dapat dilaksanakan. Pelaksanaan atas tugas dan wewenang dari kurator tersebut berada di bawah pengawasan hakim pengawas yang ditunjuk oleh pengadilan niaga tempat dimana putusan pailit ditetapkan vide Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang KPKPU. Bahwa Pemohon menyatakan Pasal 69 ayat (2) huruf a UndangUndang KPKPU dianggap tidak memberikan ruang gerak bagi debitur pailit untuk mengetahui (know it) dan memperoleh informasi (to inform) pengurusan dan pemberesan harta yang dilakukan oleh kurator. Terkait dengan hal tersebut, DPR menerangkan bahwa hak untuk mengetahui (right to know) dan hak untuk memperoleh informasi (right to inform) sebagaimana didalilkan oleh Pemohon bukanlah hak yang bersifat mutlak atau non derogable rights melainkan termasuk ke dalam kelompok hak yang dapat dikesampingkan atau derogable rights, sehingga ketentuan dalam Pasal 69 ayat (2) huruf a Undang-Undang KPKPU tidaklah bertentangan dengan Pasal 28F Undang-Undang Dasar Tahun 1945 karena pembatasan untuk mengetahui dan hak untuk memperoleh informasi dalam … eh … sebagaimana diatur dalam Pasal 69 ayat (2) huruf a Undang-Undang KPKPU dimaksudkan untuk melindungi hak dan kepentingan kreditur preference dan concurrence 3
dari penyalahgunaan wewenang atas harta pailit sesuai dengan prinsip keadilan dan kepastian hukum. Bahwa Pemohon dalam permohonannya mendalilkan oleh karena ketentuan Pasal 69 ayat (2) huruf a Undang-Undang KPKPU menyebabkan Pemohon tidak memperoleh informasi terkait tindakan pengurusan dan pemberesan yang dilaksanakan oleh kurator atas harta pailit. Permohonan Pemohon mendalilkan pula tindakan kurator untuk mengumpulkan para pemegang saham PT Batamas Jala Nusantara untuk mengadakan RUPSLB atau Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa di luar sepengetahuan Pemohon adalah melampaui tugas dan wewenang kurator terhadap pengurusan dan pemberesan harta pailit. Bahwa terkait dengan hal tersebut DPR menjelaskan bahwa Pemohon sebagai individu oleh putusan pengadilan ditempatkan di bawah pengampuan atau curatele dan dipandang tidak cakap untuk bertindak di bidang … di muka hukum, terutama berkaitan dengan pengurusan atas harta pailit. Oleh karenanya, Pemohon tidak dibenarkan untuk dan atas nama PT Batamas Jala Nusantara melakukan hubungan hukum dengan pihakpihak lain yang dikhawatirkan dengan hal tersebut, maka penjaminan adanya suatu proses yang jujur dan adil dalam pemenuhan kewajiban dan/atau pembagian harta kekayaan debitur yang dinyatakan pailit kepada krediturnya tidak dapat terlaksana, sehingga kurator dibenarkan untuk mengakomodasi Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa sebagai langkah perdamaian atau homologasi guna menyelamatkan aset PT Batamas Jala Nusantara agar tidak terlikuidasi. Bahwa apabila ketentuan frasa tidak diharuskan dalam Pasal 69 ayat (2) huruf a Undang-Undang KPKPU dinyatakan bertentangan dengan konstitusi, sehingga tidak berbunyi atau setidak-tidaknya memiliki makna yang berlainan, maka akan menimbulkan akibat hukum yang dikhawatirkan nantinya tidak akan memenuhi prinsip keadilan dan penegakan hukum dalam perkara kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang ke depannya. Jika kurator dari dan untuk melaksanakan tugasnya diharuskan memperoleh persetujuan dan/atau diwajibkan melakukan pemberitahuan dari dan untuk debitur pailit yang tidak cakap hukum, maka hal tersebut adalah bertentangan dengan prinsip-prinsip umum Hukum Keperdataan, sepanjang pengaturan mengenai orang atau badan yang ditaruh di bawah pengampuan yang tidak layak untuk bertindak atau cakap mengurusi harta pailit. Bahwa ketentuan yang tertuang dalam bunyi Pasal 28F UndangUndang Dasar Tahun 1945, tidaklah dapat diartikan memiliki makna tanpa batas atau sebebas-bebasnya. Batasan terhadap pelaksanaan hak asasi manusia terhadap hak untuk mengetahui dan hak untuk
4
memperoleh informasi tertuang dalam redaksi Pasal 28J ayat (2) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 sebagai berikut. Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang, dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain, dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis. Dengan demikian, apa yang didalilkan oleh Pemohon mengenai hak untuk mengetahui dan hak untuk memperoleh informasi, merupakan hak yang pelaksanaannya tunduk kepada ketentuan hukum yang berlaku. Hal ini sesuai dengan prinsip relativisme hak asasi manusia yang memandang hak asasi manusia merupakan hak universal yang tunduk pada hukum yang dianut oleh masing-masing bangsa. Pemohon yang mendalilkan bahwa akibat ketentuan dari Pasal 69 ayat (2) huruf a Undang-Undang KPKPU merugikan hak-haknya untuk memperoleh informasi dan mengetahui pengurusan dan pemberesan harta pailit adalah bersifat imparsial. Dalam Pasal 69 ayat (2) huruf a Undang-Undang KPKPU yang dimohonkan untuk diuji oleh Majelis Mahkamah Konstitusi Yang Mulia, bukan hanya berisi mengenai syarat tidak menyampaikan pemberitahuan semata kepada kreditur pailit, melainkan juga berisi mengenai syarat tidak memerlukan persetujuan dari debitur pailit untuk melakukan pengurusan, pemberesan, peningkatan nilai harta pailit, dan pembayaran utang-utang debitur kepada kreditur. Apabila ketentuan Pasal 69 ayat (2) huruf a hanya dipandang perihal informasi semata dan menafikan perihal tidak diperlukannya persetujuan, dan hal ini kemudian dinilai bertentangan dengan UndangUndang Dasar Tahun 1945, maka ketentuan umum Hukum Kepailitan tidak lagi dapat ditegakkan dan berguna dalam mengatur hubunganhubungan hukum yang timbul dalam dunia usaha. Di samping itu, frasa tidak memerlukan persetujuan bukanlah bagian dari tidak menyampaikan pemberitahuan. Keduanya harus dipandang sebagai frasa yang berbeda dan merupakan perbuatan hukum yang berbeda, sehingga tidaklah tepat apabila Pemohon menggunakan Pasal 28F Undang-Undang Dasar Tahun 1945 sebagai norma penguji karena dalam norma tersebut mengatur mengenai hak untuk berkomunikasi, memperoleh informasi, mengembangkan pribadi dan lingkungan sosial, serta hak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia. Dalam norma yang dijadikan norma uji dalam dalil-dalil Pemohon, tidak terdapat perihal hak untuk memberikan persetujuan dan/atau hak yang melekat pada kewenangan untuk menyetujui suatu perbuatan hukum tertentu. 5
Dengan demikian, dalil-dalil yang dimohonkan oleh Pemohon bersifat imparsial atau di ... dapat dikatakan samar dan kabur (obscuur libel). Dengan demikian, adalah tidak benar dan tidak beralasan dalildalil yang dikemukakan oleh Pemohon yang menyatakan bahwa Pasal 69 ayat (2) huruf a Undang-Undang KPKPU telah merugikan hak konstitusionalnya dan bersifat diskriminatif. Dalil Pemohon yang mempertentangkan 69 ayat (2) huruf a Undang-Undang KPKPU dengan Pasal 28F Undang-Undang Dasar Tahun 1945 adalah tidak tepat. Demikian, keterangan DPR-RI ini kami sampaikan untuk menjadi bahan pertimbangan bagi Yang Mulia Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa, mengadili, dan memutus perkara pengujian Undang-Undang KPKPU terhadap Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Demikan keterangan DPR-RI ini kami sampaikan. Akhirulkalam, wabillahi taufik wal hidayah, wassalamualaikum wr. wb. 9.
KETUA: ANWAR USMAN Terima kasih, Pak Didik. Selanjutnya dari Kuasa Presiden, silakan.
10.
PEMERINTAH: WICIPTO SETIADI Assalamualaikum wr. wb. Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi, dari DPR dan dari Pemohon, izinkanlah kami membacakan keterangan presiden atas permohonan pengujian UndangUndang Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Yang bertanda tangan di bawah ini, Yasonna H. Laoly (Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia), bertindak untuk dan atas nama Presiden Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Pemerintah. Perkenankan kami menyampaikan keterangan presiden atas permohonan pengujian ketentuan Pasal 69 ayat (2) huruf a UndangUndang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang atau Undang-Undang UU KPKPU terhadap ketentuan Pasal 28F Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang dimohonkan oleh Saudara Tato Suwarto. Selanjutnya perkenankanlah Pemerintah menyampaikan keterangan atas permohonan pengujian Undang-Undang KPKPU sebagai berikut. Satu. Pokok permohonan Pemohon. Izin, Yang Mulia, untuk tidak membacakan isi pokok permohonan karena dianggap sudah dimengerti dan dipahami.
6
Kedua. Kedudukan hukum Pemohon. Sehubungan dengan kedudukan hukum Pemohon, Pemerintah memberikan keterangan sebagai berikut. 1. Bahwa dalam uraian Pemohon, uraian permohonan Pemohon yang mempermasalahkan ketentuan Pasal 69 ayat (2) huruf a sebagai ketentuan yang telah mengakibatkan Pemohon telah dicurangi oleh kurator dengan bekerjasama dengan partner usahanya sendiri dengan iktikad buruk telah mempailitkan Pemohon. Menurut Pemerintah, terhadap permasalahan Pemohon tersebut bukanlah menjadi ranah kewenangan Mahkamah Konstitusi yang menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Terhadap permasalahan Pemohon adalah kasus konkret yang sepatutnya diajukan ke pengadilan negeri. Dengan demikian, permasalahan Pemohon bukanlah isu konstitusionalitas keberlakuan norma dengan batu ujinya. 2. Bahwa menurut Pemerintah ketentuan Pasal 69 ayat (2) UndangUndang KPKPU sangat berkaitan dengan ketentuan Pasal 16 undangundang a quo yaitu mengenai kurator yang hampir sama dan pernah diajukan ke Mahkamah Konstitusi dalam Perkara Nomor 144/PUUVII/2009 dan telah diputus oleh Mahkamah Konstitusi dengan amar putusan menolak keseluruhan pokok permohonan Pemohon. Oleh karena itu, didasarkan pada ketentuan Pasal 60 Undang-Undang Mahkamah Konstitusi, yang menyatakan, “Terhadap materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian dalam undang-undang yang telah diuji tidak dapat dimohonkan kembali.” Pemerintah berpendapat terhadap ketentuan a quo yang dimohonkan oleh Pemohon yang dimaksud dan tujuan yang seolah-olah berbeda tetapi sebenarnya sama, sehingga menurut Pemerintah terhadap permohonan ini dinyatakan nebis in idem. Berdasarkan hal tersebut di atas, Pemerintah berpendapat Pemohon dalam permohonan ini tidak memenuhi kualifikasi sebagai pihak yang memiliki kedudukan hukum. Oleh karena itu, menurut Pemerintah adalah tepat jika Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi secara bijaksana menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima atau NO. 3. Keterangan presiden atas materi permohonan yang dimohonkan untuk diuji. Sebelum Pemerintah menyampaikan keterangan terkait norma materi muatan yang dimohonkan untuk diuji oleh Pemohon, Pemerintah terlebih dahulu menyampaikan landasan filosofis UndangUndang KPKPU sebagai berikut. Perkembangan perekonomian dan perdagangan serta pengaruh globalisasi yang melanda dunia usaha dewasa ini memberi pengaruh terhadap pembangunan perekonomian nasional. Telah banyak perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan, bahkan sebagian telah berada di ambang kebangkrutan dan sebagian besar 7
perusahaan atau pengusaha tidak dapat dapat membayar utangpiutangnya mengingat modal yang dimiliki oleh para pengusaha pada umumnya sebagian besar merupakan pinjaman yang berasal dari berbagai sumber, baik dari bank, penanaman modal, penerbitan obligasi, maupun cara lain yang diperbolehkan telah menimbulkan banyak permasalahan penyelesaian utang-piutang dalam masyarakat. Akibatnya, kemampuan dunia usaha dalam mengembangkan usahanya sangat terganggu, bahkan untuk mempertahankan kelangsungan kegiatan usahanya juga tidak mudah. Hal tersebut sangat ... maaf … sangat mempengaruhi kemampuan untuk memenuhi kewajiban pembayaran utangnya. Keadaan tersebut berakibat timbulnya masalah-masalah yang berantai yang apabila tidak segera diselesaikan akan berdampak lebih luas, antara lain hilangnya lapangan kerja dan permasalahan sosial lainnya. Untuk kepentingan dunia usaha dalam menyelesaikan masalah utangpiutang secara adil, cepat, terbuka, dan efektif sangat diperlukan perangkat hukum yang mendukungnya yang telah diatur dalam Undang-Undang KPKPU yang dibentuk sesuai dengan amanat Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Adapun maksud dan tujuan dibentuknya undang-undang tersebut adalah sebagai berikut: 1. Untuk melindungi kepentingan kreditor yang pelunasan kewajiban oleh di … debitur. 2. Untuk menghindari perebutan harta debitur apabila dalam waktu yang sama ada beberapa kreditor yang menagih piutangnya dari debitur. 3. Untuk menghindari adanya kreditor pemegang hak jaminan kebendaan yang menurut haknya dengan cara menjual barang milik debitur tanpa memperhatikan kepentingan debitur atau para kreditor lainnya. 4. Untuk menghindari adanya kecurangan-kecurangan yang dilakukan oleh salah satu kreditor atau oleh debitur itu sendiri. Misalnya debitur berusaha untuk memberi keuntungan kepada seseorang atau beberapa orang kreditor tertentu, sehingga kreditor lainnya dirugikan atau adanya perbuatan curang dari debitur untuk melarikan semua harta kekayaannya dengan maksud untuk melepaskan tanggung jawabnya terhadap para kreditor. Bahwa dalam Undang-Undang KPKPU didasarkan pada beberapa asas, antara lain sebagai berikut: A. Asas keseimbangan. Undang-undang ini mengatur beberapa ketentuan yang merupakan perwujudan dari asas keseimbangan yaitu di satu pihak terdapat ketentuan yang dapat mencegah terjadinya penyalahgunaan pranata dan lembaga kepailitan oleh debitur yang tidak jujur, di lain pihak terdapat ketentuan yang 8
dapat mencegah terjadinya penyalahgunaan pranata dan lembaga kredit lembaga kepailitan oleh kreditor yang tidak beritikad baik. B. Asas kelangsungan usaha. Dalam undang-undang ini terdapat ketentuan yang memungkinkan perusahaan debitur yang prospektif tetap dilangsungkan. C. Asas keadilan. Dalam kepailitan, asas keadilan mengandung pengertian bahwa ketentuan mengenai kepailitan dapat memenuhi rasa keadilan bagi para pihak yang berkepentingan. Asas keadilan ini untuk mencegah terjadinya kesewenangwenangan pihak penagih yang mengusahakan pembayaran atas tagihan masing-masing terhadap debitur dengan tidak mempedulikan kreditor lainnya. D. Asas integrasi. Asas integrasi dalam undang-undang ini mengandung pengertian bahwa sistem hukum formil dan hukum materiilnya merupakan satu kesatuan yang utuh dari sistem hukum perdata dan hukum acara perdata nasional bahwa hakikat kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitur pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan hakim pengawas. Dalam Pasal 2 ayat (1) undang-undang a quo dinyatakan bahwa debitur yang memiliki dua atau lebih kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh dan dapat ditagih dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih kreditornya. Sehubungan dengan dalil Pemohon yang pada intinya menganggap ketentuan a quo bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 karena telah mengakibatkan hilangnya hak Pemohon untuk mengurus harga pailit yang termasuk dalam sita umum kepailitan yang pengurusannya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan hakim pengawas dan telah diberikannya hak tidak terbatas terhadap kurator dengan menempatkan kedudukan debitur selaku pemilik harta pailit sebagai pihak luar dalam proses pengurusan dan pembereasan harta pailit. Terhadap anggapan para Pemohon tersebut, Pemerintah memberikan keterangan sebagai berikut. 1. Bahwa pada dasarnya kepailitan merupakan sita umum atas semua kekayaan debitur pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan hakim pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang KPKPU. Sebagai akibat putusan pailit, debitur demi hukum kehilangan haknya untuk menguasai dan mengurus kekayaannya yang termasuk dalam harta pailit sejak tanggal putusan pernyataan pailit diucapkan, vide Pasal 24 undang-undang a quo. Dengan ditiadakannya hak debitur secara hukum untuk mengurus kekayaannya, maka menurut UndangUndang KPKPU sejak tanggal putusan pernyataan pailit ditetapkan, 9
2.
3.
4.
yang berhak melakukan pengurusan dan pemberesan harta pailit adalah kurator di bawah pengawasan hakim pengawas. Berdasarkan dari kewenangan kurator tersebut dalam menjalankan tugasnya, kurator diberikan wewenang untuk tidak diharuskan memperoleh persetujuan dari atau menyampaikan pemberitahuan terlebih dahulu kepada debitur atau salah satu organ debitur meskipun dalam keadaan di luar kepailitan, persetujuan atau pemberitahuan demikian dipersyaratkan, vide Pasal 69 ayat (2) undang-undang a quo. Bahwa kurator dalam menjalankan tanggung jawabnya harus independent serta bebas dari benturan kepentingan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3) undang-undang a quo yang menyatakan independent dan tidak mempunyai benturan kepentingan. Artinya bahwa kelangsungan keberadaan kurator tidak tergantung pada debitur atau kreditor, dan kurator tidak memiliki kepentingan ekonomis yang sama dengan kepentingan ekonomis debitur atau kreditor. Bahwa debitur pailit dapat ditahan setelah adanya putusan pailit atas usul hakim pengawas, permintaan kurator, atau atas permintaan seorang kreditor, atau lebih dari … lebih dan setelah mendengar hakim pengawas, vide Pasal 93 undang-undang a quo. Hal ini dilakukan dalam upaya untuk mengamankan harta pailit dengan meminta penyegelan harta pailit kepada pengadilan melalui hakim pengawas, vide Pasal 98 dan Pasal 99 undang-undang a quo. Hal ini dilakukan apabila debitur tidak kooperatif, sehingga diupayakan untuk mengamankan harta pailit dengan meminta penyegelan harta pailit. Bahwa permasalahan Pemohon sebenarnya dapat diupayakan dengan cara upaya hukum yang termuat dalam Undang-Undang KPKPU sebagaimana pernah dianjurkan dalam pertimbangan Mahkamah Konstitusi dalam Putusan Nomor Perkara 144/PUUVII/2009 sebagai berikut. Dalam rangka mencegah penyalahgunaan wewenang atas harta pailit yang dilakukan oleh kurator, telah tersedia upaya hukum yang dimuat dalam Undang-Undang Kepailitan yaitu Pemohon dapat mengajukan keberatan atas tindakan yang dilakukan oleh kurator, baik melalui penggantian kurator maupun permintaan pertanggungjawaban secara perdata kepada pengadilan. Dalam hal kepailitan, baik pihak debitur, kreditor, maupun kurator, memiliki potensi untuk melakukan penyalahgunaan kewenangannya atau bertindak dengan iktikad buruk. Oleh karena itu, untuk menghindarkan atau meminimalkan hal tersebut, tersedia upaya-upaya hukum dalam Undang-Undang Kepailitan yang dapat dilakukan oleh pihak yang dirugikan.
10
Dengan demikian, terhadap kewenangan yang melekat yang diberikan Undang-Undang KPKPU, kurator tidak begitu saja terbebas dari pertanggungjawaban hukum perdata jika akibat kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan kerugian pihak-pihak yang berkepentingan terhadap harta pailit. Bahkan tidak hanya debitur, namun kreditor juga dapat menggugat secara perdata terhadap tindakan kurator sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 undangundang a quo yang menyatakan kurator bertanggung jawab terhadap kesalahan atau kelalaiannya dalam melaksanakan tugas pengurusan dan/atau pemberesan yang menyebabkan kerugian terhadap harta pailit. Berdasarkan uraian di atas, terhadap dalil Pemohon yang merasa dirugikan hak konstitusionalnya dengan ketentuan a quo, menurut Pemerintah tidak terbukti secara jelas dan fakta bahwa kerugiannya disebabkan oleh ketentuan a quo, melainkan permasalahan implementasi norma dalam penegakan hukum, sehingga menurut Pemerintah adalah tepat jika Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi secara bijaksana menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima atau NO. Petitum. Berdasarkan keterangan di atas, Pemerintah memohon kepada Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia yang memeriksa, mengadili, dan memutus permohonan Pengujian Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dapat memberikan putusan sebagai berikut. 1. Menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya atau setidaktidaknya menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima atau NO. 2. Menerima keterangan Presiden secara keseluruhan. 3. Menyatakan Ketentuan Pasal 69 ayat (2) huruf a Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang tidak bertentangan dengan Pasal 28F UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Atas perhatian Yang Mulia Ketua Hakim Mahkamah Konstitusi, diucapkan terima kasih. Jakarta, Juni 2015, hormat kami, Kuasa Hukum Presiden Republik Indonesia, Menteri Hukum dan HAM, Yasonna H. Laoly. Terima kasih. Assalamualaikum wr. wb. 11.
KETUA: ANWAR USMAN Terima kasih, Pak Dirjen. Dari meja Hakim, mungkin ada yang ingin didalami atau ditanyakan? Ya, Yang Mulia, Pak Suhartoyo, silakan.
11
12.
HAKIM ANGGOTA: SUHARTOYO Terima kasih, Pak Ketua Yang Mulia. Dari keterangan Pihak DPR dan Presiden memang sudah cukup responsif. Artinya, norma-norma yang ada di dalam Undang-Undang Kepailitan ini memang sudah ... sudah cukup me-cover. Artinya, apa yang mestinya dikeluhkan atau yang dialami oleh Pemohon ini mestinya bisa disalurkan ketika mengalami kerugian kemudian mengajukan tuntutan-tuntutan secara keperdataan dalam norma-norma yang diatur dalam pasal-pasal yang di luar yang sekarang sedang diajukan permohonan ini. Tapi, perlu kita sadari bersama bahwa memang di dalam Pasal 69 ini yang diajukan pengujian oleh Pihak Pemohon ini memang di situ sangat ... sangat krusial ya, Bapak-Bapak, sangat mendasar, ya. Ketika seorang debitur pailit yang sudah tidak mempunyai keberdayaan apaapa karena secara hukum dia dianggap sudah tidak cakap untuk mengurus harta kekayaannya yang selama ini dia kumpulkan dari, mungkin dari usaha kecil, kemudian bisa besar, akhirnya bisa berhasil. Tapi kemudian, ada putusan pailit oleh ... yang dinyatakan oleh hakim, tiba-tiba harta tersebut menjadi seolah bukan miliknya dia lagi karena sudah ... dia tidak mempunyai kewenangan lagi, sudah dianggap tidak cakap, dianggap sudah (suara tidak terdengar jelas) istilahnya. Bahwa akhirnya, seseorang yang dinyatakan pailit yang akhirnya menjadi debitur pailit ini betul-betul barangkali hanya sebagai penonton ketika kemudian harta-hartanya itu dilakukan sita umum oleh pihak kurator. Dalam hal ini, tentunya ada kejadian-kejadian di luar sana yang kemudian memberikan kewenangan yang cukup luar biasa kepada pihak kurator. Meskipun dalam tugas dan kewenangannya kurator selalu diawasi oleh bagian pengawas, tapi kejadian bisa lain ketika ketentuan Pasal 69 ini kalau kita cermati, paling tidak kalau tidak minta persetujuan, memang kalau persetujuan barangkali tidak mungkin, ya. Karena apa? Kalau minta persetujuan seseorang mau disita, pasti tidak mungkin dia akan memberikan persetujuan, kan. Apalagi ini untuk kepentingan pembayaran utangnya. Kalau dia sudah memang mau membayar utang ya, sebelum ada gugatan pailit, ya kan, Pak, ya? Ya, kalau Bapak beriktikad baik, jujur, kan diberesi saja sebelum perkara itu ada, kan. Jangan sampai ada perkara ke pengadilan, ini perkara sudah ... sudah selesai dan sampai hartanya sudah disita oleh kurator dan akhirnya sudah dieksekusi, barangkali sudah dilelang untuk memenuhi kewajiban-kewajiban kepada para kreditor, baik konkuren, baik yang pajak, upah buruh segala macam, kan itu ada ... apa ... skala prioritasnya. Barangkali sekali lagi kalau kita kembali ke Pasal 69 tadi, bagaimana kalau norma ini karena strategis tadi, krusial tadi, paling tidak pemberitahuan supaya ... supaya debitur pailit ini benar-benar masih … masih diorangkanlah. Artinya, bagaimana dia sekadar diberi informasi, 12
diberitahukan bahwa harta miliknya yang masuk dalam budel pailit itu yang kemudian akan dijadikan untuk memenuhi kewajiban-kewajiban kepada para kreditor pailit itu supaya dia bisa mengetahui, paling tidak merupakan penghargaanlah bahwa siapa tahu malah justru nanti bisa ikut memberikan kontribusi di situ untuk ikut membantu tugas-tugas kurator, sehingga di dalam pemberesan itu juga bisa … bisa klir. Artinya, jangan kemudian kejadian-kejadian selama ini yang memberi pembatasan yang luar biasa kepada kurator yang “sering disalahgunakan” oleh kurator itu bisa dibatasi. Barangkali coba direnungkan oleh Pihak Pemerintah dan DPR, bagaiamana kalau norma ini … kalau toh tidak persetujuan, bagaimana kalau pemberitahuan. Memang Bapak dari Presiden … dari wakil Presiden Pak Dirjen tadi mengatakan sudah ada pengujian ke Mahkamah Nomor 144/PUUVII/2009. Kemudian, malah di sini datanya sudah puluhan, Pak. Sudah ada puluhan ini pengujian tentang Undang-Undang Kepailitan ini. Tapi memang sebagian besar ditolak dan di-NO. Dikabulkan hanya ada dua, tapi ini enggak tahu ini pasalnya apa, meng … mengenai apa. Tapi tentang pasal yang Bapak tunjuk, Pasal 16 tadi hanya tugas kepailitan … tugas kurator, bukan tentang kewajiban untuk minta persetujuan dan memberitahukan itu. Ada dua hal yang berbeda menurut Mahkamah. Coba, apa bisa itu di … di … di wacana dari Mahkamah ini Bapak … bisa Bapak tanggapi atau bagaimana supaya Pemohon pun juga barangkali sebagai masyarakat bisa memahami kenapa untuk memberitahukan saja kok, pemerintah dan DPR itu tidak … tidak bisa memberi perlindungan kepada rakyatnya, gitu. Jangankan … janganlah kalau persetujuan. Kalau pemberitahuan bagaimana? Coba mohon … mohon tanggapan dari pihak pemerintah dan DPR. Terima kasih, Pak Ketua. 13.
KETUA: ANWAR USMAN Terima kasih. Masih ada sebelah kanan? Sudah enggak ada. Sebelah kiri, Yang Mulia Pak Patrialis.
14.
HAKIM ANGGOTA: PATRIALIS AKBAR Terima kasih, Pak Ketua. Jadi, apa yang keterangan yang disampaikan oleh DPR, kemudian juga oleh pemerintah itu memang merupakan sesuatu hal yang begitulah adanya selama ini. Meskipun dalam pengujian undang-undang ini dari Pemohon ini tidak bisa melepaskan dari persoalan-persoalan kasus konkret yang 13
dialami, akan tetapi Pemohon merasa hak-hak konstitusionalnya dirugikan. Apalagi dalam kasus yang beliau hadapi ada dua hal besar yang agak menjadi temuan di dalam persidangan ini. Pertama adalah putusan badan peradilan yang dialami oleh beliau ini sebetulnya adalah putusan yang bersifat verstek. Artinya yang bersangkutan belum sempat mempergunakan hak-hak jawabnya secara normal terhadap persoalan yang sedang dihadapi. Apa pun alasannya tentu karena putusan verstek itu akhirnya juga sudah mempunyai kekuatan hukum tetap, maka secara hukum putusannya mesti dilaksanakan. Yang kedua yang menjadi masalah adalah bahwa meskipun beliau juga mengakui adanya beberapa kewajiban-kewajiban yang mesti dibayarkan, akan tetapi yang menjadi masalah adalah harta yang disita itu ibarat siang dan malam. Yang disita itu segunung, yang dibayar itu mestinya hanya setumpuk. Jadi, yang besar ini di gunung, sehingga tadinya beliau ini adalah miliuner, sekarang menjadi orang yang berstatus sebagai orang miskin, akibat harta-harta yang dimiliki itu disikat habis dengan putusan badan peradilan yang bersangkutan belum sempat sama sekali memberikan … melakukan pembelaan diri. Kami juga paham ada kasus-kasus konkret yang disampaikan DPR dan juga Pemerintah. Oleh karena itu, Pemohon ini kan, hanya minta bagaimana kalau dalam hal yang seperti itu apalagi keadaan yang seperti yang dialami, ya diberitahukanlah, gitu. Kalau diberitahukan, kan bisa juga me … apa namanya … mengajukan upaya-upaya hukum lain. Apakah itu (suara tidak terdengar jelas) dan segala macam terhadap mungkin ada harta pihak ketiga. Di dalamnya masih ada hubungan apa. Tapi beliau sudah tidak bisa ngapa-ngapain. Kita juga ingin … makanya kita hanya ingin mendengar dari Pemerintah dan DPR keadaan yang dialami oleh rakyat kita, seperti itu. Itu saja yang saya ingin sampaikan. Jadi kalau yang disampaikan tadi itu dalam keadaan normal, memang enggak ada cerita. Kurator itu kan, sudah sistem, apalagi ada hakim pengawas. Itu. Terima kasih. 15.
KETUA: ANWAR USMAN Ya, terima kasih, Yang Mulia. Sudah cukup. Silakan, kalau mau dijawab sekarang atau mungkin mau secara tertulis juga silakan. Silakan, Mas Didik lebih dulu.
14
16.
DPR: DIDIK MUKRIANTO Terima kasih, Yang Mulia. Mohon izin perkenaannya. Kami DPR akan memberikan kesepahaman atau jawaban terkait dari 2 pendapat atau pun himbauan atau pun pertanyaan dari Majelis Hakim tadi untuk kami konsultasikan di DPR dan akan kami sampaikan secara tertulis kepada Majelis Hakim Yang Mulia. Terima kasih, Yang Mulia.
17.
KETUA: ANWAR USMAN Ya, baik, terima kasih, Pak Didik. Pak Dirjen.
18.
PEMERINTAH: WICIPTO SETIADI Terima kasih, Yang Mulia. Yang disampaikan Yang Mulia Hakim Suhartoyo dan Yang Mulia Pak Patrialis, saya kira ini memang menjadi perhatian kami ya, di dalam kedudukannya sebagai pembentuk undangundang. Nanti dengan DPR untuk membicarakan masalah ini. Dan memang ada ketidakseimbangan antara tadi yang disampaikan Yang Mulia Pak Patrialis yang disita segunung, yang dibayar hanya setumpuk saja.
19.
HAKIM ANGGOTA: PATRIALIS AKBAR Jadi, Pak Dirjen, jadi yang asetnya itu ada $82 juta.
20.
PEMERINTAH: WICIPTO SETIADI Ya.
21.
HAKIM ANGGOTA: PATRIALIS AKBAR Sementara hutangnya hanya $361,271. $82 juta disikat, coba.
22.
PEMERINTAH: WICIPTO SETIADI Ya, sebetulnya memang tadi pemberitahuan atau persetujuan kepada debitur pailit memang tidak ada diatur di dalam Pasal 69. Tapi sebetulnya kalau kita baca di Pasal 77, debitur pailit itu bisa menyampaikan keberatannya kepada hakim pengawas. Jadi, hakim pengawaslah yang punya peran untuk menindaklanjuti keberatankeberatan yang diajukan oleh para pihak. Ini memang barangkali ini praktik di pengadilan yang belum sebaik seperti apa yang diatur dalam undang-undangnya. Nanti kami akan lengkapi dalam keterangan pemerintah lebih lanjut. Terima kasih, Yang Mulia. 15
23.
KETUA: ANWAR USMAN Sudah? Baik, terima kasih, Pak Dirjen. Pemohon, apakah akan mengajukan ahli atau saksi?
24.
PEMOHON: TATO SUWARTO Terima kasih, Yang Mulia. Kami sebetulnya membuka ini kepada masyarakat luas untuk juga bisa mengetahui mengenai keadaan yang berkaitan dengan pengaturan mengenai masalah soal kepailitan ini karena kepailitan ini menyangkut kehidupan keseluruhan perekonomian. Kalau seandainya pengusaha-pengusaha yang sudah mantap hanya dengan utang sedikit saja, begitu jatuh pailit. Menurut kami itu adalah (…)
25.
KETUA: ANWAR USMAN Enggak, ya Pak, ini … Pemohon. Apakah akan mengajukan ahli atau saksi?
26.
PEMOHON: TATO SUWARTO Baik, kami tadi sudah menyampaikan bahwa ini adalah terbuka buat masyarakat, sehingga kami mengajukan ada tiga pihak dan tiga pihak itu kami tidak mempunyai pretensi untuk mengajukan, tergantung kepada mereka yaitu yang pertama adalah kepada Kadin Indonesia untuk bisa menyampaikan ahlinya atau saksi ahli karena kalau kita bicara soal debitur (…)
27.
KETUA: ANWAR USMAN Enggak, enggak, gini, Pak. Nanti Mahkamah akan mengambil kebijakan.
28.
PEMOHON: TATO SUWARTO Baik.
29.
KETUA: ANWAR USMAN Nah, sekarang pertanyaannya apakah Bapak siapkan sendiri ahli atau tidak? Gitu saja.
16
30.
PEMOHON: TATO SUWARTO Kami sudah mengajukan, Yang Mulia. Dan suratnya sudah juga ditembuskan kepada Mahkamah.
31.
KETUA: ANWAR USMAN Oh, gitu.
32.
PEMOHON: TATO SUWARTO Demikian.
33.
KETUA: ANWAR USMAN Oh, enggak bawa sendiri. Jadi. enggak ada ya. kecuali yang tadi minta surat?
34.
PEMOHON: TATO SUWARTO Ada tiga dari Asosiasi Kurator.
35.
KETUA: ANWAR USMAN Ya, artinya itu kan, masih memerlukan tanggapan dari sana, ya.
36.
PEMOHON: TATO SUWARTO Betul. Baik, Yang Mulia.
37.
KETUA: ANWAR USMAN Baik, baik, ya. Sudah jelas, Pak?
38.
PEMOHON: TATO SUWARTO Terima kasih.
39.
KETUA: ANWAR USMAN Ada tiga tadi, ya?
17
40.
PEMOHON: TATO SUWARTO Yang pertama dari IKADIN Indonesia dari pihak pengusaha. Kemudian, Asosiasi Kurator. Asosiasi Kurator itu ada tiga yaitu Ikatan Kurator dan Pengurus Indonesia atau AKPI … IKPI. Kemudian, Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia (AKPI). Dan satu lagi adalah Himpunan Kurator dan Pengurus Indonesia (HKPI). Dan yang satu lagi adalah dari orang yang memang membidangi masalah soal informasi atau instansi yang membidangi masalah informasi yaitu dari Komisi Informasi Pusat. Demikian, Yang Mulia. Terima kasih.
41.
KETUA: ANWAR USMAN Ya, baiklah. Pemohon akan ditindaklanjuti nanti ya, oleh Mahkamah. Nanti kita lihat pada sidang yang akan datang, ya? Rencananya, sidang berikut hari Senin, tanggal 22 Juni 2015, pukul 11.00 WIB. Terima kasih, Pak Didik, Pak Dirjen, dan kawan-kawan. Jadi, begitu, Pemohon, ya? Karena Pemohon tidak mengajukan ahli dan saksi, ya nanti Mahkamah … Mahkamah Konstitusi yang akan menindaklanjuti. Dengan demikian, sidang selesai dan sidang ditutup.
KETUK PALU 3X SIDANG DITUTUP PUKUL 15.06 WIB Jakarta, 10 Juni 2015 Kepala Sub Bagian Risalah, t.t.d. Rudy Heryanto NIP. 19730601 200604 1 004
Risalah persidangan ini adalah bentuk tertulis dari rekaman suara pada persidangan di Mahkamah Konstitusi, sehingga memungkinkan adanya kesalahan penulisan dari rekaman suara aslinya.
18