PENGARUH METODE TAPPS TERHADAP HASIL BELAJAR DAN KEAKTIFAN BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS X SMA NEGERI 2 SALATIGA SEMESTER 2 TAHUN AJARAN 2014/2015 Widya Pratiwi1, Kriswandani2, Erlina Prihatnani3 Program Studi Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Kristen Satya Wacana Jl. Diponegoro 52-60 Salatiga 50711 1 Mahasiswa Pendidikan Matematika FKIP UKSW, email:
[email protected] 2 Dosen Pendidikan Matematika FKIP UKSW, email:
[email protected] 3 : Dosen Pendidikan Matematika FKIP UKSW, email:
[email protected] ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh metode TAPPS terhadap hasil belajar dan keaktifan belajar matematika siswa kelas X SMA Negeri 2 Salatiga semester 2 Tahun Ajaran 2014/2015. Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X SMA Negeri 2 Salatiga semester 2 Tahun Ajaran 2014/2015 sebanyak 281 siswa. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik Cluster Random Sampling dan diperoleh siswa kelas X-3 sebagai kelompok eksperimen dan siswa kelas X-4 sebagai kelompok kontrol dengan jumlah siswa untuk masing-masing kelas 36 siswa. Desain penelitian ini menggunakan PretestPostest Control Group Design dengan kondisi awal baik hasil belajar maupun keaktifan belajar matematika siswa dalam kondisi seimbang. Hasil uji normalitas posttest menghasilkan nilai signifikansi untuk kelas eksperimen sebesar 0,093 dan untuk kelas kontrol sama atau lebih dari 0,200. Hal ini berarti nilai posttest pada setiap kelas masing-masing berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Hasil uji hipotesis data untuk hasil belajar menunjukkan antara kelas eksperimen dan kelas kontrol menghasilkan nilai signifikansi 0,022, yang berarti terdapat pengaruh metode TAPPS terhadap hasil belajar matematika siswa kelas X SMA Negeri 2 Salatiga semester 2 Tahun Ajaran 2014/2015. Hasil uji normalitas keaktifan belajar akhir menghasilkan nilai signifikansi untuk kelas eksperimen sama atau lebih dari 0,200 dan untuk kelas kontrol sebesar 0,061. Hal ini berarti keaktifan belajar akhir pada setiap kelas masing-masing berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Hasil uji hipotesis data untuk keaktifan belajar akhir menunjukkan antara kelas eksperimen dan kelas kontrol menghasilkan nilai signifikansi mendekati 0 dan kurang dari 0,05, yang berarti terdapat pengaruh metode TAPPS terhadap keaktifan belajar matematika siswa kelas X SMA Negeri 2 Salatiga semester 2 Tahun Ajaran 2014/2015. Kata Kunci : metode TAPPS, hasil belajar, keaktifan belajar
PENDAHULUAN Tujuan pembelajaran matematika yang diungkapkan dalam Garis-garis Besar Program Pengajaran (GBPP) matematika menurut Suherman, dkk (2003: 58) meliputi dua hal, yaitu mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan keadaan di dalam kehidupan dan di dunia yang selalu berkembang melalui latihan bertindak atas dasar pemikiran secara logis, rasional, kritis, cermat, jujur, efisien, dan efektif serta mempersiapkan siswa agar dapat menggunakan matematika dan pola pikir matematika dalam kehidupan sehari-hari dan menerapkannya dalam mempelajari ilmu pengetahuan lainnya. Menurut Djamarah (2000: 25), salah satu indikator tercapai atau tidaknya tujuan pembelajaran adalah dengan melihat hasil belajar yang dicapai oleh siswa. Hasil belajar adalah hasil dari suatu interaksi tindak belajar mengajar dan biasanya ditunjukkan dengan nilai tes yang diberikan guru, tes tersebut misalnya ulangan harian, tugas1
tugas pekerjaan rumah, tes lisan yang dilakukan selama pembelajaran berlangsung, tes akhir semester, dan sebagainya (Nasution, 2006: 36). Selain itu, Tirtonegoro (2001) mengatakan bahwa hasil belajar adalah penilaian hasil usaha kegiatan belajar yang dinyatakan dalam bentuk simbol, angka, huruf maupun kalimat yang dapat mencerminkan hasil yang sudah dicapai oleh setiap siswa dalam periode tertentu. Kenyataan menunjukkan bahwa hasil belajar matematika merupakan masalah utama dalam pembelajaran matematika (Suhendra, dkk., 2007). Masalah hasil belajar pada pembelajaran matematika juga dialami oleh siswa kelas X SMA Negeri 2 Salatiga. Permasalahan yang terjadi adalah belum optimalnya hasil belajar matematika siswa. Hal tersebut diantaranya dapat dilihat dari nilai siswa kelas X-3 pada tes akhir semester 1 yang hanya mencapai rata-rata 57,75. Data menunjukkan bahwa dari 36 siswa, hanya 7 siswa yang dapat mencapai nilai pada kategori tinggi dengan rentang nilai 68 – 101. Selain permasalahan hasil belajar, juga terdapat permasalahan tentang keaktifan belajar siswa. Sudjana dan Rivai dalam Agung (2010: 74) mendefinisikan keaktifan belajar sebagai peristiwa dimana siswa terlibat langsung secara intelektual dan emosional sehingga siswa betul-betul berperan dan berpartisipasi aktif dalam suatu kegiatan yang dilakukan selama proses pembelajaran. Siswa dikatakan memiliki keaktifan apabila siswa terlibat langsung secara aktif dalam suatu kegiatan baik secara intelektual dan emosional. Hal tersebut didukung oleh pendapat Sanjaya (2006: 141) yang menyebutkan bahwa ada 3 ciri-ciri keaktifan belajar siswa, yaitu 1) adanya keterlibatan siswa baik secara fisik, mental, emosional maupun intelektual dalam setiap proses pembelajaran; 2) adanya keterlibatan siswa dalam melakukan prakarsa seperti menjawab dan mengajukan pertanyaan, berusaha memecahkan masalah yang diajukan atau timbul selama proses pembelajaran berlangsung; dan 3) terjadinya interaksi yang multi arah, baik antara siswa dengan siswa atau antara guru dengan siswa. Keaktifan belajar siswa menurut Sugandi (2007: 75) tidak hanya keterlibatan dalam bentuk fisik seperti duduk melingkar, mengerjakan atau melakukan sesuatu, akan tetapi dapat juga dalam bentuk proses analisis, analogi, komparasi, penghayatan, yang kesemuanya merupakan keterlibatan siswa dalam hal psikis dan emosi. Sejalan dengan pendapat tersebut, Diedrich dalam Sardiman (2007) mendefinisikan bahwa terdapat 8 indikator keaktifan belajar, yaitu kegiatan visual (visual activities), kegiatan lisan (oral activities), kegiatan mendengarkan (listening activities), kegiatan menulis (writing activities), kegiatan menggambar (drawing activities), kegiatan emosional (emotional activities), kegiatan motorik (motor activities), dan kegiatan mental (mental activities). Keaktifan belajar siswa 2
dapat diukur dengan cara mengamati siswa dengan lembar observasi dan angket keaktifan belajar siswa. Hasil observasi dan wawancara guru matematika kelas X SMA Negeri 2 Salatiga menunjukkan bahwa guru masih menggunakan metode ceramah. Siswa cenderung kurang aktif untuk berpartisipasi pada proses pembelajaran di kelas. Hal tersebut ditunjukkan dengan masih sedikitnya siswa yang mengemukakan pendapat saat pelajaran, siswa berbicara sendiri saat guru menerangkan, banyak siswa tidak mencatat apa yang dituliskan guru, dan kebanyakan siswa tidak bersemangat dalam mengikuti pembelajaran. Berdasarkan hasil observasi menggunakan lembar observasi dan hasil perhitungan angket keaktifan belajar yang sudah diisi oleh siswa, dari 36 siswa banyak siswa yang masuk kategori tinggi yaitu sebanyak 33 siswa, sedangkan 3 siswa yang lain masuk kategori sedang. Roestiyah (2008) mengungkapkan bahwa salah satu upaya untuk memperbaiki hasil belajar dan keaktifan belajar siswa adalah dengan pemilihan dan penggunaan metode pembelajaran yang tepat. Metode pembelajaran menurut Sutikno (2009: 88) adalah cara-cara menyajikan materi pelajaran yang dilakukan oleh pendidik agar terjadi proses pembelajaran pada diri siswa dalam upaya untuk mencapai tujuan. Salah satu metode pembelajaran yang menitikberatkan pada peran serta siswa dalam belajar adalah metode Thingking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS). Barkley (2012: 257) mendefinisikan metode TAPPS sebagai teknik dimana siswa menyelesaikan masalah secara lisan untuk menunjukkan penalaran mereka kepada temannya yang mendengarkan. Metode ini sangat berguna untuk menekankan proses penyelesaian masalah (bukan hasilnya) dan membantu siswa mengidentifikasikan kesalahan-kesalahan logika atau proses. Sejalan dengan pendapat tersebut, Stice (2012) mengungkapkan bahwa metode pembelajaran ini merupakan salah satu metode pembelajaran yang menekankan pada keaktifan siswa dalam menggunakan semua indera dan kemampuan berpikir untuk memahami konsep yang dipelajari. Pembelajaran dengan metode TAPPS mencakup tiga peranan, yaitu fasilitator yang merupakan peran guru serta problem solver dan listener sebagai peran dari siswa. Menurut Stice (2012), setiap peranan memiliki tugas masing-masing yang akan mengikuti aturan tertentu. Fasilitator bertugas untuk mengatur, memonitor, membimbing, dan mengevaluasi jalannya diskusi. Problem solver bertugas untuk membaca soal dengan suara cukup keras, menyelesaikan soal dengan cara sendiri, dan mengungkapkan segala hasil pemikirannya kepada listener. Adapun listener bertugas untuk bertanya, mengoreksi, dan memastikan pekerjaan problem solver dalam menyelesaikan permasalahannya. Langkah-langkah pembelajaran metode TAPPS yang dilaksanakan di dalam kelas menurut Timarna (2013) 3
adalah 1) Pendahuluan, yang meliputi menyampaikan tujuan pembelajaran, memberikan apersepsi, dan memotivasi siswa agar berpartisipasi aktif dalam pembelajaran; 2) Kegiatan inti, yang meliputi menjelaskan materi, membagi siswa menjadi beberapa kelompok, mengarahkan siswa untuk menentukan siapa yang akan menjadi problem solver dan listener dalam kelompok tersebut, memberikan tugas untuk siswa pecahkan, berkeliling untuk memantau kegiatan siswa, bersama siswa membahas bersama masalah yang diberikan, memberikan tes akhir untuk dikerjakan secara individu, membahas posttest tersebut bersamasama, dan memberikan penghargaan kepada siswa atau kelompok yang berhasil menjawab soal dengan benar; 3) Penutup, yang meliputi membimbing siswa untuk merangkum apa yang telah dipelajari dan menyimpulkan hasil dari pembelajaran. Kelebihan pembelajaran dengan metode TAPPS menurut Sanjaya (2007: 218-219) diantaranya 1) menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan untuk menemukan pengetahuan baru bagi siswa, 2) siswa lebih memahami isi pelajaran karena pembelajaran dilakukan dengan teknik pemecahan masalah, 3) membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggung jawab dalam pembelajaran yang siswa lakukan, 4) mengembangkan minat siswa untuk secara terus menerus belajar sekalipun belajar pada pendidikan formal telah berakhir, dan 5) memberikan kesempatan kepada siswa mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata. Terdapat beberapa penelitian yang menggunakan metode TAPPS sebagai metode pembelajaran, seperti penelitian yang dilakukan Frisca (2013) yang menyimpulkan bahwa metode TAPPS dapat meningkatkan prestasi dan aktivitas belajar siswa kelas VIII J SMPN 15 Mataram Tahun Ajaran 2012/2013 pada materi pokok bangun ruang sisi datar. Penelitian lain oleh Fatimah (2013), menyimpulkan bahwa hasil belajar matematika siswa kelas V SD Darul Falah dapat ditingkatkan dengan menggunakan metode TAPPS. Selain itu juga terdapat penelitian Mukaromah (2013) yang menyimpulkan bahwa metode pembelajaran TAPPS lebih efektif daripada metode konvensional (diskusi) yang selama ini digunakan guru mata pelajaran biologi di SMP Negeri 10 Jember. Bertolak dari permasalahan hasil belajar dan keaktifan belajar serta adanya teori dan hasil penelitian terkait metode TAPPS, maka dirumuskan masalah: 1) Apakah terdapat pengaruh metode TAPPS terhadap hasil belajar matematika siswa kelas X SMA Negeri 2 Salatiga semester 2 tahun ajaran 2014/2015? dan 2) Apakah terdapat pengaruh metode TAPPS terhadap keaktifan belajar matematika siswa kelas X SMA Negeri 2 Salatiga semester 2 tahun ajaran 2014/2015? Tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah untuk: 1) Mengetahui ada tidaknya pengaruh metode TAPPS terhadap hasil belajar matematika siswa 4
kelas X SMA Negeri 2 Salatiga semester 2 Tahun Ajaran 2014/2015 dan 2) Mengetahui ada tidaknya pengaruh metode TAPPS terhadap keaktifan belajar matematika siswa kelas X SMA Negeri 2 Salatiga semester 2 Tahun Ajaran 2014/2015.
METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu (quasi experiment), disebut eksperimen karena adanya pemberian perlakuan terhadap kelas eksperimen dan disebut semu karena peneliti tidak dapat mengontrol seluruh variabel luar yang berpengaruh terhadap hasil penelitian. Hal ini berarti bahwa hasil belajar dan keaktifan belajar kedua kelompok setelah diberi perlakuan tidak hanya dipengaruhi oleh metode pembelajaran saja, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor yang lain. Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 2 Salatiga yang berlokasi di Jalan Tegalrejo No.79, Kecamatan Argomulyo, Salatiga pada semester 2 Tahun Ajaran 2014/2015. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X SMA Negeri 2 Salatiga semester 2 Tahun Ajaran 2014/2015 yang berjumlah 281 siswa yang terbagi dalam 8 kelas. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan Cluster Random Sampling dan diperoleh dua kelas sampel yaitu siswa kelas X-3 sebagai kelas eksperimen dan siswa kelas X-4 sebagai kelas kontrol dengan jumlah siswa untuk masing-masing kelas 36 siswa. Kelas eksperimen adalah kelas yang diberi perlakuan menggunakan metode TAPPS sebanyak 4 kali pertemuan yang masing-masing pertemuan lamanya 2x40 menit, sedangkan kelas kontrol adalah kelas yang menerapkan metode ceramah tanpa menggunakan metode TAPPS. Variabel bebas pada penelitian ini adalah metode TAPPS, sedangkan variabel terikatnya adalah hasil belajar dan keaktifan belajar. Desain dalam penelitian ini adalah Pretest-Postest Control Group Design, yaitu desain yang menggunakan dua kelas yang dipilih secara random, kemudian kedua kelas diberi pretest untuk mengetahui keadaan awal adakah perbedaan antara kelas eksperimen dan kelas kontrol selanjutnya diberikan posttest untuk mengetahui pengaruh dari penerapan metode setelah diberikan perlakuan (Sugiyono, 2012: 112). Teknik pengumpulan data menggunakan metode dokumentasi yang digunakan untuk memperoleh data nilai tes akhir semester 1 yang dijadikan data pretest, metode tes yang digunakan untuk mengukur hasil belajar matematika siswa, serta metode observasi dan angket yang digunakan untuk mengukur keaktifan belajar matematika siswa. Instrumen yang digunakan adalah tes hasil belajar, angket keaktifan belajar, dan lembar observasi keaktifan belajar. Instrumen tes hasil belajar berupa 8 soal uraian yang disusun berdasarkan SK, KD, dan indikator materi. Instrumen angket keaktifan belajar terdiri dari 40 pernyataan yang 5
disusun berdasarkan indikator keaktifan belajar menurut Diedrich. Angket disusun atas dasar skala Likert dimana pernyataan-pernyataan yang diajukan dinilai oleh subjek dengan pilihan sangat sesuai, sesuai, tidak sesuai, dan sangat tidak sesuai. Instrumen lembar observasi keaktifan belajar terdiri dari 8 pernyataan yang disusun berdasarkan indikator keaktifan belajar menurut Diedrich. Sebelum digunakan untuk pengukuran, dilakukan uji validitas untuk soal posttest serta uji validitas dan reliabilitas untuk angket keaktifan belajar. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa instrumen layak digunakan untuk pengukuran. Hasil pengujian validitas angket keaktifan belajar diketahui bahwa dari 40 item pernyataan, 23 item dinyatakan valid karena memiliki nilai r ≥ 0,3 dan 17 item dinyatakan tidak valid karena memiliki nilai r ≤ 0,3. Selanjutnya, analisis reliabilitas instrumen memberikan koefisien reliabilitas sebesar 0,808. Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa instrumen layak digunakan untuk mengukur variabel penelitian.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Awal sebelum diberi Perlakuan 1.
Hasil Belajar Analisis hasil belajar awal menggunakan data tes akhir semester 1 (pretest). Hasil analisis deskriptif pretest dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Hasil Deskripsi Statistika Nilai Pretest N Eksperimen Kontrol Valid N (listwise)
36 36 36
Minimum Maximum 30 33
87 85
Mean
Std. Deviation
57.75 58.25
13.832 14.076
Berdasarkan Tabel 1, terlihat bahwa rata-rata nilai pretest kelas kontrol yaitu 58,25 lebih tinggi dibandingkan kelas eksperimen yaitu 57,75. Selain itu, nilai minimal kelas kontrol yaitu 33 juga lebih tinggi dibandingkan kelas eksperimen yaitu 30. Namun demikian, nilai maksimal kelas kontrol yaitu 85 lebih rendah dibandingkan kelas eksperimen yang bisa mencapai 87. Selain itu, standar deviasi dari nilai kelas kontrol pun yaitu 14,076 lebih tinggi daripada kelas eksperimen yaitu 13,832. Hal ini berarti keberagaman nilai kelas kontrol lebih tinggi daripada kelas eksperimen. Sebaran nilai pretest kelas baik kelas eksperimen maupun kelas kontrol dapat dilihat pada Tabel 2.
6
Tabel 2. Kategori Nilai Pretest No.
Interval
Kategori
1 2 3
68 – 101 34 – 67 0 – 33
Tinggi Sedang Rendah
Eksperimen Jumlah Siswa % 7 9,72 26 36,11 3 4,17
Kontrol Jumlah Siswa 8 26 2
% 11,11 36,11 2,78
Berdasarkan tiga pengkategorian pada Tabel 2, dapat dilihat bahwa sebagian besar siswa baik kelas eksperimen maupun kelas kontrol masuk dalam kategori sedang dengan jumlah siswa yang sama yaitu 26 siswa. Adapun yang masuk kategori tinggi dan sedang untuk kelas eksperimen dan kontrol hanya berselisih 1 untuk masing-masing kategori. Siswa yang masuk kategori tinggi untuk kelas eksperimen 7 siswa dan kelas kontrol 8 siswa, sedangkan siswa yang masuk kategori rendah untuk kelas eksperimen 3 siswa dan untuk kelas kontrol hanya 2 siswa. Tabel 3. Hasil Uji Normalitas Nilai Pretest Kolmogorov-Smirnova Statistic Eksperimen Kontrol
df
.102 .077
Sig. 36 36
.200* .200*
a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance.
Selain analisis deskriptif, guna menguji keseimbangan kondisi awal hasil belajar matematika siswa juga digunakan analisis inferensial. Hasil perhitungannya dapat dilihat pada Tabel 3. Hasil uji normalitas dengan uji Kolmogorov-Smirnov untuk kelas eksperimen dan kontrol keduanya menghasilkan nilai signifikansi sama atau lebih dari 0,200. Keduanya lebih dari 0,05. Hal ini berarti nilai pretest pada setiap kelas masing-masing berasal dari populasi yang berdistribusi normal, maka dapat dilakukan uji selanjutnya yaitu uji homogenitas dengan Levene dan uji beda rerata dengan independent sample t-test. Hasil perhitungannya dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Hasil Uji Independent Sample t-test Nilai Pretest Levene's Test for Equality of Variances
Nilai Equal awal variances assumed Equal variances not assumed
t-test for Equality of Means
Sig. (2Mean tailed) Difference
F
Sig.
t
df
.107
.744
-.152
70
.880
-.500
-.152
69.979
.880
-.500
7
Std. Error Difference
95% Confidence Interval of the Difference Lower
Upper
3.289
-7.060
6.060
3.289
-7.060
6.060
Berdasarkan Tabel 4, hasil uji homogenitas menghasilkan nilai signifikansi sebesar 0,744 > 0,05 yang berarti data berasal dari populasi yang memiliki variansi sama (homogen). Oleh karena itu, uji independent sample t-test yang digunakan adalah uji independent sample t-test jenis equal variances assumed. Uji tersebut menghasilkan nilai signifikansi 0,880. Nilai signifikansi lebih dari 0,05 sehingga H0 diterima. Hal ini berarti nilai hasil belajar kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dalam kondisi seimbang. 2.
Keaktifan Belajar Hasil analisis keaktifan belajar awal siswa menggunakan data hasil perhitungan jumlah skor angket dan lembar observasi keaktifan belajar awal siswa. Hasil analisis deskriptif keaktifan belajar awal dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Hasil Deskripsi Statistika Keaktifan Belajar Awal N Eksperimen Kontrol Valid N (listwise)
36 36 36
Minimum Maximum 65 69
96 96
Mean
Std. Deviation
77.33 78.22
7.006 6.321
Berdasarkan Tabel 5, terlihat bahwa rata-rata skor keaktifan belajar kelas kontrol yaitu 78,22 lebih tinggi dibandingkan kelas eksperimen yaitu 77,33. Selain itu, skor minimal kelas kontrol yaitu 69 juga lebih tinggi dibandingkan kelas eksperimen yaitu 65. Skor maksimal kelas kontrol sama dengan kelas eksperimen yaitu 96. Standar deviasi dari skor kelas kontrol yaitu 6,321 lebih rendah daripada kelas eksperimen yaitu 7,006. Hal ini berarti keberagaman skor kelas eksperimen lebih tinggi daripada kelas kontrol. Sebaran skor keaktifan belajar awal kelas baik kelas eksperimen maupun kelas kontrol dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Kategori Skor Keaktifan Belajar Awal No.
Interval
Kategori
1 2 3
68 – 101 34 – 67 0 – 33
Tinggi Sedang Rendah
Eksperimen Jumlah Siswa % 33 45,83 3 4,17 0 0
Kontrol Jumlah Siswa 36 0 0
% 50 0 0
Berdasarkan tiga pengkategorian pada Tabel 6, dapat dilihat bahwa tidak ada siswa baik kelas eksperimen maupun kelas kontrol yang masuk kategori rendah. Selain itu, semua siswa dari kelas kontrol yaitu 36 siswa masuk pada kategori tinggi. Adapun untuk kelas eksperimen hanya 33 siswa yang masuk pada kategori tinggi, sedangkan 3 siswa yang lain masuk pada kategori sedang.
8
Tabel 7. Uji Normalitas Keaktifan Belajar Awal Kolmogorov-Smirnova Statistic Eksperimen Kontrol
df
.130 .144
Sig. 36 36
.127 .056
a. Lilliefors Significance Correction
Selain analisis deskriptif, guna menguji keseimbangan kondisi keaktifan belajar awal juga digunakan analisis inferensial. Hasil perhitungannya dapat dilihat pada Tabel 7. Hasil uji normalitas dengan uji Kolmogorov-Smirnov menghasilkan nilai signifikansi untuk kelas eksperimen sebesar 0,127 dan untuk kelas kontrol sebesar 0,056. Keduanya lebih dari 0,05. Hal ini berarti keaktifan belajar pada setiap kelas masing-masing berasal dari populasi yang berdistribusi normal, maka dapat dilakukan uji selanjutnya yaitu uji homogenitas dengan Levene dan uji beda rerata dengan independent sample t-test. Hasil perhitungannya dapat dilihat dalam Tabel 8. Tabel 8. Hasil Uji Independent Sample t-test Keaktifan Belajar Awal Levene's Test for Equality of Variances
F Skor Equal variances assumed
.173
Equal variances not assumed
Sig. .679
t-test for Equality of Means
t
95% Confidence Interval of the Difference Sig. (2Mean Std. Error tailed) Difference Difference Lower Upper
df
-.866
70
.389
-1.389
1.603 -4.586
1.808
-.866 69.737
.389
-1.389
1.603 -4.586
1.808
Berdasarkan Tabel 8, hasil uji homogenitas menghasilkan nilai signifikansi sebesar 0,679 > 0,05 yang berarti data berasal dari populasi yang memiliki variansi sama (homogen). Oleh karena itu, uji independent sample t-test yang digunakan adalah uji independent sample t-test jenis equal variances assumed. Uji tersebut menghasilkan nilai signifikansi 0,389. Nilai signifikansi lebih dari 0,05 sehingga H0 diterima. Hal ini berarti kondisi awal keaktifan belajar siswa antara kedua kelompok sampel seimbang. B. Kondisi Akhir setelah diberi Perlakuan 1.
Hasil Belajar Analisis hasil belajar akhir menggunakan data hasil posttest. Hasil analisis deskriptif posttest dapat dilihat pada Tabel 9. 9
Tabel 9. Hasil Deskripsi Statistik Nilai Posttest N Eksperimen Kontrol Valid N (listwise)
Minimum Maximum
36 36 36
53 43
90 85
Mean
Std. Deviation
71.69 65.58
10.212 11.814
Berdasarkan Tabel 9, terlihat bahwa rata-rata nilai posttest kelas eksperimen yaitu 71,69 lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol yaitu 65,58. Nilai minimal kelas eksperimen yaitu 53 lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol yaitu 43, selain itu nilai maksimal kelas eksperimen yaitu 90 juga lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol yaitu 85. Standar deviasi dari nilai kelas kontrol yaitu 11,814 lebih tinggi daripada kelas eksperimen yaitu 10,212. Hal ini berarti keberagaman nilai kelas kontrol lebih tinggi daripada kelas eksperimen. Sebaran nilai posttest kelas baik kelas eksperimen maupun kelas kontrol dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Kategori Nilai Posttest No.
Interval
Kategori
1 2 3
68 – 101 34 – 67 0 – 33
Tinggi Sedang Rendah
Eksperimen Jumlah Siswa % 20 27,78 16 22,22 0 0
Kontrol Jumlah Siswa 18 18 0
% 25 25 0
Berdasarkan tiga pengkategorian pada Tabel 10, dapat dilihat bahwa tidak ada siswa baik kelas eksperimen maupun kelas kontrol yang masuk kategori rendah. Adapun untuk kelas kontrol, siswa yang masuk kategori tinggi dan sedang jumlahnya setara yaitu 18 siswa. Jumlah tersebut selisih 2 siswa untuk masingmasing kategori tinggi dan sedang pada kelas eksperimen, yaitu 20 siswa untuk kategori tinggi dan 16 siswa untuk kategori sedang. Tabel 11. Uji Normalitas Posttest Kolmogorov-Smirnova Statistic Eksperimen Kontrol
.107 .089
df
Sig. 36 36
.200* .200*
a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance.
Selain analisis deskriptif, guna menguji keseimbangan kondisi akhir hasil belajar matematika siswa juga digunakan analisis inferensial. Hasil perhitungannya dapat dilihat pada Tabel 11. Hasil uji normalitas dengan uji Kolmogorov-Smirnov menghasilkan nilai signifikansi untuk kelas eksperimen sebesar 0,093 dan untuk kelas kontrol sama atau lebih dari 0,200. Keduanya lebih dari 0,05. Hal ini berarti nilai posttest pada setiap kelas masing-masing berasal dari populasi yang 10
berdistribusi normal, maka dapat dilakukan uji selanjutnya yaitu uji homogenitas dengan Levene dan uji beda rerata dengan independent sample t-test. Hasil perhitungannya dapat dilihat dalam Tabel 12. Tabel 12. Hasil Uji Independent Sample T-test Posttest Levene's Test for Equality of Variances
F Nilai Equal variances assumed
.474
t-test for Equality of Means
Sig.
t
.494
Equal variances not assumed
95% Confidence Interval of the Difference Sig. (2Mean Std. Error tailed) Difference Difference Lower Upper
df
2.348
70
.022
6.111
2.603
.920 11.302
2.348 68.564
.022
6.111
2.603
.919 11.304
Berdasarkan Tabel 12, hasil uji homogenitas menghasilkan nilai signifikansi sebesar 0,494 > 0,05 yang berarti data berasal dari populasi yang memiliki variansi sama (homogen). Oleh karena itu, uji independent sample t-test yang digunakan adalah uji independent sample t-test jenis equal variances assumed yaitu 0,022. Nilai signifikansi kurang dari 0,05 sehingga H0 ditolak dan H1 diterima, berarti ratarata nilai hasil belajar antara kelas eksperimen dan kelas kontrol tidak sama. Ratarata nilai hasil belajar kelas eksperimen 71,69 lebih tinggi daripada kelas kontrol 65,58. Jadi, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan metode TAPPS berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. 2.
Keaktifan Belajar Hasil analisis keaktifan belajar akhir siswa menggunakan data hasil perhitungan skor rata-rata angket dan lembar observasi keaktifan belajar akhir siswa. Hasil analisis deskriptif keaktifan belajar akhir dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Hasil Deskripsi Keaktifan Belajar Akhir N Eksperimen Kontrol Valid N (listwise)
Minimum Maximum
36 36 36
69 66
92 81
Mean
Std. Deviation
80.06 73.56
5.767 3.946
Berdasarkan Tabel 13, terlihat bahwa rata-rata skor keaktifan belajar kelas eksperimen yaitu 80,06 lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol yaitu 73,56. Selain itu, skor minimal kelas eksperimen yaitu 69 juga lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol yaitu 66. Skor maksimal kelas kontrol pun yaitu 81 lebih rendah 11
dibandingkan kelas eksperimen yang bisa mencapai 92. Standar deviasi dari skor kelas kontrol yaitu 3,946 lebih rendah daripada kelas eksperimen yaitu 5,767. Hal ini berarti keberagaman skor kelas eksperimen lebih tinggi daripada kelas kontrol. Sebaran skor keaktifan belajar akhir kelas baik kelas eksperimen maupun kelas kontrol dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Kategori Keaktifan Belajar Akhir No.
Interval
Kategori
1 2 3
68 – 101 34 – 67 0 – 33
Tinggi Sedang Rendah
Eksperimen Jumlah Siswa 36 0 0
Kontrol Jumlah Siswa 35 1 0
% 50 0 0
% 48,61 1,39 0
Berdasarkan tiga pengkategorian pada Tabel 14, dapat dilihat bahwa tidak ada siswa baik kelas eksperimen maupun kelas kontrol yang masuk kategori rendah. Selain itu, semua siswa dari kelas eksperimen yaitu 36 siswa masuk pada kategori tinggi. Adapun untuk kelas eksperimen hanya 35 siswa yang masuk pada kategori tinggi, sedangkan 1 siswa yang lain masuk pada kategori sedang. Tabel 15. Uji Normalitas Keaktifan Belajar Akhir Kolmogorov-Smirnova Statistic Eksperimen Kontrol
.087 .143
df
Sig. 36 36
.200* .061
a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance.
Selain analisis deskriptif, guna menguji keseimbangan kondisi akhir keaktifan belajar siswa juga digunakan analisis inferensial. Hasil perhitungannya dapat dilihat pada Tabel 15. Hasil uji normalitas dengan uji Kolmogorov-Smirnov menghasilkan nilai signifikansi untuk kelas eksperimen sama atau lebih dari 0,200 dan untuk kelas kontrol sebesar 0,061. Keduanya lebih dari 0,05. Hal ini berarti keaktifan belajar pada setiap kelas masing-masing berasal dari populasi yang berdistribusi normal, maka dapat dilakukan uji selanjutnya yaitu uji homogenitas dengan Levene dan uji beda rerata dengan independent sample t-test. Hasil perhitungannya dapat dilihat dalam Tabel 16.
12
Tabel 16. Hasil Uji Independent Sample T-test Keaktifan Belajar Akhir Levene's Test for Equality of Variances
F Skor
Equal variances assumed Equal variances not assumed
5.196
Sig. .026
t-test for Equality of Means
t
95% Confidence Interval of the Difference Sig. (2Mean Std. Error tailed) Difference Difference Lower Upper
df
5.582
70
.000
6.500
1.165
4.177
8.823
5.582 61.880
.000
6.500
1.165
4.172
8.828
Berdasarkan Tabel 16, hasil uji homogenitas menghasilkan nilai signifikansi sebesar 0,026 > 0,05 yang berarti data berasal dari populasi yang memiliki variansi tidak sama (tidak homogen). Oleh karena itu, uji independent sample t-test yang digunakan adalah uji independent sample t-test jenis equal variances not assumed yaitu mendekati 0,000. Nilai signifikansi kurang dari 0,05 sehingga H0 ditolak dan H1 diterima. Hal ini menunjukkan bahwa keaktifan belajar kelas eksperimen lebih tinggi daripada keaktifan belajar kelas kontrol. Jadi, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan metode TAPPS berpengaruh terhadap keaktifan belajar siswa. C. Pembahasan 1.
Hasil Belajar Hasil perhitungan data pretest dengan uji independent t-test menghasilkan nilai signifikansi sebesar 0,880 > 0,05, maka dapat dikatakan bahwa kondisi awal hasil belajar matematika siswa antara kedua kelas seimbang. Tindakan yang dilakukan berikutnya adalah pelaksanaan pembelajaran selama 3 kali pertemuan untuk masingmasing kelas. Pembelajaran yang dilakukan pada kelas eksperimen dilakukan dengan diterapkannya metode TAPPS, sedangkan kelas kontrol menggunakan metode ceramah tanpa penggunaan metode TAPPS. Setelah proses pembelajaran berakhir, kemudian kedua kelas diberikan tes untuk mengukur hasil belajar matematika siswa setelah adanya perbedaan perlakuan dalam proses pembelajaran. Hasil perhitungan data posttest dengan uji independent t-test menghasilkan nilai signifikansi sebesar 0,022 < 0,05 sehingga H0 ditolak, hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar matematika siswa antara kelas eksperimen dan kelas kontrol setelah diberikan perlakuan. Berdasarkan kedua hasil tersebut maka dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh metode TAPPS terhadap hasil belajar 13
matematika siswa kelas X SMA Negeri 2 Salatiga semester 2 tahun ajaran 2014/2015. Hasil ini sesuai dengan rumusan hipotesis dalam penelitian ini. Adapun perbedaan yang signifikan antara hasil belajar matematika siswa yang diajar dengan metode TAPPS dengan siswa yang diajar tanpa metode TAPPS dikarenakan pembelajaran dengan metode TAPPS lebih ditekankan pada proses dimana siswa dapat memecahkan masalah dengan pikirannya sendiri (Musanif, 2007: 1). Hal ini mengakibatkan siswa lebih memahami apa yang siswa kerjakan dengan memperhatikan langkah demi langkah penyelesaiannya. Berbeda dengan pembelajaran tanpa metode TAPPS yang pembelajarannya dilakukan dengan lebih banyak ceramah dan pemberian contoh soal dengan hanya berpatokan pada rumus yang sudah ada. Hal tersebut akan mengakibatkan pemikiran siswa hanya terbatas pada hafalan. Pembelajaran dengan metode TAPPS juga mengajarkan kepada siswa untuk bertanggung jawab dalam menyelesaikan suatu permasalahan dan atas apa yang siswa kerjakan. Hal ini sesuai dengan peranan siswa sebagai problem solver yang dituntut untuk memberikan informasi permasalahan serta penyelesaiannya dengan memperhatikan darimana penyelesaian itu berasal. Bagitu juga dengan siswa yang berperan sebagai listener, metode TAPPS mengajarkan siswa untuk lebih teliti dalam memperhatikan penyelesaian dari problem solver. Hal itu dikarenakan sebagai listener dituntut untuk membantu dan memastikan pekerjaan problem solver dalam menyelesaikan permasalahannya (Stice, 2012). Apabila listener kurang teliti maka akan berakibat keduanya memiliki pemahaman yang salah mengenai penyelesaian tersebut. Pada pembelajaran yang tanpa menggunakan metode TAPPS, ada juga peran listener namun karena problem solvernya guru maka siswa enggan bertanya. Kemampuan guru dalam menerapkan metode ini juga diuji dikarenakan guru ikut berperan sebagai fasilitator. Sebagai fasilitator guru berperan untuk mengatur, memonitor, membimbing, dan mengevaluasi jalannya diskusi. Namun, dikarenakan pembagian kelompok yang masing-masing kelompok terdiri dari 2 siswa dan jumlah siswa ada 36, jadi ada 18 kelompok yang harus diatasi, maka menjadikan guru kesulitan mengatasi siswa yang ramai. Hal itu mengakibatkan guru kurang maksimal dalam menjalankan tugasnya sebagai fasilitator. Permasalahan tersebut dapat diatasi dengan cara pembagian kelompok yang lebih besar, yaitu masing-masing kelompok terdiri dari 9 siswa yang terbagi menjadi 4 kelompok, sehingga guru lebih mudah dalam memonitor jalannya diskusi. Namun demikian, pembelajaran dengan metode 14
TAPPS berlangsung dengan baik karena kebanyakan siswa dapat mudah menangkap arahan dan penjelasan dari guru. Siswa juga dapat mengingat materi yang pernah siswa pelajari dengan baik, hal itu memudahkan dalam proses diskusi kelompok. 2.
Keaktifan Belajar Sebelum diberi perlakuan, kedua kelas yaitu kelas eskperimen dan kontrol diberikan angket keaktifan belajar awal untuk diisi oleh masing-masing siswa dan dilakukan pengamatan terhadap proses pembelajaran dari masing-masing kelas untuk memperoleh data awal keaktifan belajar matematika siswa. Hasil perhitungan data keaktifan belajar awal dengan uji independent t-test menghasilkan nilai signifikansi sebesar 0,389 > 0,05, maka dapat dikatakan bahwa kondisi awal keaktifan belajar matematika siswa antara kedua kelas seimbang. Selama proses pembelajaran, dilakukan pengamatan terhadap proses pembelajaran dari masingmasing kelas untuk masing-masing pertemuan dan setelah proses pembelajaran berakhir, kembali kedua kelas diberikan angket keaktifan belajar akhir untuk diisi oleh masing-masing siswa untuk mengukur keaktifan belajar matematika siswa setelah adanya perbedaan perlakuan dalam proses pembelajaran. Hasil perhitungan data keaktifan belajar akhir dengan uji independent t-test menghasilkan nilai signifikansi sebesar 0,000 < 0,05 sehingga H0 ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan keaktifan belajar matematika siswa antara kelas eksperimen dan kelas kontrol setelah diberikan perlakuan. Berdasarkan kedua hasil tersebut maka dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh metode TAPPS terhadap keaktifan belajar matematika siswa kelas X SMA Negeri 2 Salatiga semester 2 tahun ajaran 2014/2015. Hasil ini sesuai dengan rumusan hipotesis dalam penelitian ini. Adapun perbedaan yang signifikan antara keaktifan belajar matematika siswa yang diajar dengan metode TAPPS dengan siswa yang diajar tanpa metode TAPPS dikarenakan pembelajaran dengan metode TAPPS menekankan pada keaktifan siswa dalam menggunakan semua indera dan kemampuan berpikir untuk memahami konsep yang dipelajari (Stice, 2012). Hal ini mengakibatkan siswa lebih aktif daripada guru. Berbeda dengan pembelajaran tanpa metode TAPPS yang pembelajarannya dilakukan dengan lebih banyak ceramah dan pemberian contoh soal untuk dikerjakan. Hal tersebut akan mengakibatkan siswa cenderung kurang aktif karena didominasi oleh guru.
15
Pembelajaran dengan metode TAPPS secara tidak langsung menumbuhkan keaktifan siswa dikarenakan tuntutan peranan dari masing-masing siswa yang mengharuskan siswa berpartisipasi aktif dalam proses diskusi kelompok. Hal ini melatih siswa untuk terbiasa aktif dalam proses pembelajaran, entah itu aktif berbicara, mengemukakan pendapat, dsb seperti halnya 8 indikator keaktifan belajar yang dikemukakan oleh Diedrich dalam Sardiman (2007), yaitu kegiatan visual (visual activities), kegiatan lisan (oral activities), kegiatan mendengarkan (listening activities), kegiatan menulis (writing activities), kegiatan menggambar (drawing activities), kegiatan emosional (emotional activities), kegiatan motorik (motor activities), dan kegiatan mental (mental activities). 8 indikator tersebut dapat dicapai oleh siswa melalui penerapan metode TAPPS karena langkah-langkah dalam metode ini sudah disusun sedemikian rupa sehingga siswa aktif segalanya. Kegiatan yang dilakukan siswa adalah diskusi dengan bimbingan dari guru. Pelaksanaan pembelajaran pada pertemuan pertama masih belum maksimal karena siswa belum terbiasa belajar secara berkelompok. Beberapa siswa masih tidak terlibat
aktif
dengan
kelompoknya.
Pelaksanaan
pembelajaran
pertemuan
selanjutnya sudah cukup baik karena siswa sudah mulai terbiasa. Siswa lebih merasa tertantang karena dalam pembelajaran siswa dituntut harus menguasai apa yang siswa kerjakan, mengingat siswa harus menerangkan kepada pasangannya sampai siswa itu mengerti. Siswa dapat memahami materi dengan mudah karena selain siswa belajar sendiri, temannya juga menerangkan materi tersebut. Namun, terkadang siswa ribut sendiri dengan siswa lain yang bukan pasangannya membicarakan materi yang sedang siswa itu kerjakan. Hal itu membuat guru sulit untuk mengontrol siswa karena siswa terlihat begitu semangat dalam pembelajaran. Semangat dan antusias siswa dalam pembelajaran di kelas ditunjukkan dengan semakin banyak kelompok yang ikut aktif berdiskusi dan menanggapi kelompokkelompok yang mempresentasikan hasil diskusi. Proses tanya jawab dari kelompok yang berpresentasi dan kelompok lain berjalan dengan baik. Pada akhir presentasi hasil diskusi kelompok, guru bersama siswa membuat kesimpulan dari hasil diskusi untuk menguatkan jawaban siswa.
16
SIMPULAN Nilai signifikansi hasil uji independent sample t-test untuk hasil belajar dan keaktifan belajar berturut-turut sebesar 0,022 dan mendekati 0 namun tetap kurang dari 0,050. Oleh karena itu, dapat disimpulkan metode TAPPS berpengaruh terhadap hasil belajar matematika siswa kelas X SMA Negeri 2 Salatiga semester 2 tahun ajaran 2014/2015 dan metode TAPPS berpengaruh terhadap keaktifan belajar matematika siswa kelas X SMA Negeri 2 Salatiga semester 2 tahun ajaran 2014/2015, dengan kata lain hasil belajar matematika siswa kelas eksperimen lebih baik daripada kelas kontrol dan keaktifan belajar matematika siswa kelas eksperimen lebih baik daripada kelas kontrol.
DAFTAR PUSTAKA Agung, Iskandar. 2010. Meningkatkan Kreativitas Pembelajaran Bagi Guru. Jakarta: Bestari Buana Murni. Barkley, dkk. 2012. Collaborative Learning Techniques: Teknik-Teknik Pembelajaran Kolaboratif. Bandung: Nusa Media. Djamarah, Syaiful Bahri. 2000. Psikologi Belajar. Banjarmasin: Rineka Cipta. Fatimah. 2013. Penerapan Model Kooperatif Tipe TAPPS (Thinking Aloud Pair Problem Solving) sebagai Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Matematika dengan Materi Perbandingan dan Skala pada Siswa Kelas V SD Darul Falah Tahun Ajaran 2012/2013. Skripsi. Jakarta: Universitas Islam Negeri. Frisca, dkk. 2013. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) dengan Pendekatan Resource Based Learning (RBL) pada Materi Pokok Bangun Ruang Sisi Datar untuk Meningkatakan Aktivitas dan Prestasi Belajar Siswa Kelas VIII J SMPN 15 Mataram Tahun Pelajaran 2012/2013. Skripsi. Mataram: Universitas Mataram. Mukaromah, Mazwin. 2013. Efektivitas Model Pembelajaran Kooperatif dengan Metode Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) terhadap Hasil Belajar Biologi dan Aktivitas Siswa Kelas VIII Semester Genap Tahun Ajaran 2012/2013 di SMP Negeri 10 Jember. Skripsi. Jember: Universitas Jember. Nasution, S. 2006. Berbagai Pendekatan Dalam Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta. Roestiyah, N.K. 2008. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.
17
Sanjaya, Wina. 2006. Strategi Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. _____. 2007. Buku Materi Pokok: Kajian Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung: Sekolah Pasca Sarjana Universitas Pendidikan Indonesia. Sardiman, AM. 2007. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Slameto. 2010. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi. Jakarta: Rineka Cipta. Stice, J.E. 2012. Teaching Problem Solving. Diakses melalui http://www.csi.unian.it pada September 2014. Sugandi, Achmad, dkk. 2007. Teori Pembelajaran. Semarang: UPT UNNES PRESS. Suhendra. 2007. Strategi Belajar Mengajar Matematika. Bandung: UPI PRESS. Suherman, Erman, dkk. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: UPI PRESS. Sutikno, Sobry. 2009. Belajar Dan Pembelajaran. Bandung: Cetakan Kelima. Timarna, Gesit. 2013. Penerapan Pembelajaran Kolaboratif Tipe Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) untuk Meningkatkan Keaktifan dan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas XI IPS 3 SMA Negeri 1 Karanganyar Tahun Ajaran 2013/2014. Skripsi. Surakarta: Universitas Negeri Surakarta. Tirtonegoro, Sutratinah. 2001. Penelitian Hasil Belajar Mengajar. Surabaya: Usaha Nasional.
18