DIREKTORAT
JENDERAL
BULETIN DWI WULAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KONSTRUKSI KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT
BINA
Edisi IV / 2015
Pemenang I Kategori Arsitektur, Judul Karya Maya sanur resort and spa Pengaju : Ir. Budiman Hendropurnomo, IAI,FRAIA / PT. Duta Cermat Mandiri Dalam Rangka Konstruksi Indonesia 2015
KEBIJAKAN KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT DALAM RANGKA PENYELENGGARAAN INFRASTRUKTUR BERKELANJUTAN FORUM EKSPOR KONSTRUKSI INDONESIA
PENYETARAAN BADAN USAHA Buletin Direktorat Jenderal Bina JASA KONSTRUKSI ASING (BUJKA)
PERCEPATAN SERTIFIKASI Konstruksi Edisi IV KERJA / 2015 KONSTRUKSI TENAGA 1
redaksi
BU LE T IN D I R E K TO R AT JE N DE RA L BIN A KO NSTR UKS I
Pembina/Pelindung: Direktur Jenderal Bina Konstruksi Dewan Redaksi: Sekretaris Ditjen Bina Konstruksi; Direktur Bina Investasi Infrastruktur; Direktur Bina Penyelenggaraan Jasa Konstruksi; Direktur Bina Kelembagaan dan Sumber Daya Jasa Konstruksi; Direktur Bina Kompetensi dan Produktivitas Konstruksi; Direktur Kerjasama dan Pemberdayaan.
Salam Redaksi
I
nfrastruktur mempunyai peran strategis dalam pembangunan suatu bangsa. Kualitas kehidupan masyarakat di suatu negara ditandai oleh kondisi infrastruktur di negara tersebut karena aset infrastruktur yang handal akan memungkinkan terjadinya diversifikasi produksi, pengembangan perdagangan, pemerataan pembangunan dan pengentasan kemiskinan, serta peningkatan kualitas hidup secara umum. Oleh karena itu, infrastruktur yang diselenggarakan dengan memperhatikan semua isu tersebut di atas sangat mendesak untuk diterapkan. Dengan demikian, praktek-praktek penyelenggaraan konstruksi yang lebih efisien dan ramah lingkungan akan memberi manfaat ekonomi, sosial, dan lingkungan yang signifikan. Hal inilah yang disebut dengan konstruksi berkelanjutan (sustainable construction).
Pemimpin Redaksi: E. Hardiansyah P. Putra
Selain itu dalam edisi ini kami menghadirkan Forum Ekspor Konstruksi Indonesia (FEKI) yang dideklarasikan oleh stakeholder 11 Juni 2014 merupakan media utama untuk menkonsolidasikan seluruh stakeholder dalam rangka menghasilkan kebijakan terobosan berupa Strategic Actions bagi tercapainya kinerja ekspor konstruksi tersebut.
Penyunting / Editor: Dendy Rahadian Kunthi Adinegoro Maria Ulfah Indri Eka Lestari
Serta Penyetaraan Badan Usaha Jasa Konstruksi Asing (BUJKA) dan Percepatan Sertifikasi Tenaga Kerja Konstruksi Sertifikasi yang harus diselesaikan ditengah tantangan pembangunan infrastruktur yang makin masif dan arus liberalisasi perdagangan gencar berjalan. Selamat membaca!
Pemimpin Umum: Nanan Abidin
Redaksi Sekretariat: Dicki Rinaldi Gigih Adikusomo Bagus Wicaksono Nurasih Asriningtyas Yunita Wulandari Gama Ayuningtyas Administrasi dan Distribusi: M. Aldenny Merti Kristina Bastari Agus Firngadi Desain dan Tata Letak: Nanang Supriadi Fotografer: Sri Bagus Herutomo Ganep Pratomo Aji Alamat Redaksi:
Daftar Isi >> Salam Redaksi .......................................................................
2
>> Forum Ekspor Konstruksi Indonesia ...................................................................
3
>> Hasil kunjungan market Sounding Investasi Infrastruktur ke Malaysia dan Korea Selatan ................................................................................................ Penyelenggaraan Infrastruktur Berkelanjutan ....................................................
6
>> Penyetaraan Badan Usaha Jasa Konstruksi Asing (BUJKA) ......................................
8
>> Aturan Pengadaan Barang/Jasa Bidang Pekerjaan Konstruksi Butuh Perlakuan Khusus ......................................................................................... Indonesia untuk di sertifikat ........................................................................
13
>> Inovasi Terbaru Dari Semen ..........................................................................
15
>> Introduksi Produktivitas Tenaga Kerja .............................................................
16
>> Ketahanan Masyarakat Jasa Konstruksi dalam Menghadapi Pasar Bebas .............
19
>> Status Perubahan Rancangan dalam Menghadapi Pasar Bebas ...........................
22
>> Pentingnya Penerbitan Formulir Standar Perjanjian Kerja Sama Operasi demi menjamin kesetaraan Kedudukan antara Negara Pemberi Pinjaman dengan
Jl. Pattimura No.20 - Kebayoran Baru
2
10
>> Ditjen Bina Konstruksi mendorong 7,2 juta Tenaga Kerja Konstruksi di
Gedung Utama Lt. 10
Negara Penerima Pinjaman dalam Konstrak Konstruksi ........................................
24 31
Jakarta Selatan
>>
Risha : Bangun Cepat, Biaya Hemat ......................................................................
Tlp/Fax. 021-72797847
>>
Evaluasi
E-Mail :
[email protected]
5
>> Kebijakan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dalam rangka
Kerja
dan (SMK3)
Implementasi
Sistem
Keselamatan
dan
kesehatan
.......................................................................................
Buletin Direktorat Jenderal Bina Konstruksi Edisi IV / 2015
33
FORUM EKSPOR
KONSTRUKSI INDONESIA gai media untuk mengkonsolidasikan kekuatan bangsa agar berhasil dalam ekspor konstruksi. Keberhasilan ekspor konstruksi tidak hanya dilihat dari perspektif mendapatkan proyek (to get projects), tetapi juga mendapat keuntungan (to get profits) serta mendapatkan nilai tambah (to get values).
Latar Belakang Terbentuknya Forum Ekspor Konstruksi Indonesia Posisi Indonesia sedang mengalami liberalisasi perdagangan, yang dimana tentunya Indonesia memerlukan peningkatan ekspor konstruksi. Peningkatan ekspor sangat mungkin dilakukan jika dilihat banyak kontraktor Indonesia sudah memasuki banyak negara seperti United Arab Emirates, Arab Saudi, Aljazair, Myanmar dan Timor Leste. Industri konstruksi adalah kegiatan ekonomi produksi yang mengolah bahan alam atau bahan pabrikan menjadi produk bangunan (Infrastruktur) melalui kegiatan rancang bangun dan perekayasaan serta penyelenggaraan proyek tertentu melibatkan seluruh rantai pasok mulai dari konsultan, arsitek, insinyur, kontraktor, subkontraktor, vendor, supplier, distributor dan pabrikator. Dan, Ekspor Konstruksi merupakan kegiatan pengembangan pasar ke luar negeri oleh
pelaku usaha Indonesia yang terlibat dalam industri konstruksi. Salah satu kontrak Kinerja dalam masa Pemerintahan Jokowi-JK adalah meningkatkan nilai ekspor 2015-2019, banyak berbagai pihak terus mendorong dan memfasilitasi upaya-upaya strategis dari stakeholder melalui kebijakan transformatif untuk mecapai target kinerja tersebut. Forum Ekspor Konstruksi Indonesia (FEKI) yang dideklarasikan oleh stakeholder 11 Juni 2014 merupakan media utama untuk menkonsolidasikan seluruh stakeholder dalam rangka menghasilkan kebijakan terobosan berupa Strategic Actions bagi tercapainya kinerja ekspor konstruksi tersebut. FEKI berperan sebagai wadah komunikasi dan koordinasi bagi upaya-upaya pengembangan ekspor konstruksi Indonesia ke berbagai negara. Forum Ekspor Konstruksi Indonesia (FEKI) seba-
Forum Ekspor Konstruksi Indonesia Forum Ekspor Konstruksi Indonesia telah melaksanakan kegiatan yang pertama pembahasan dan perumusan strategic actions oleh berbagai stakeholders diperlukan agar terjadi konvergensi perspektif dan sinergitas tindakan dalam mewujudkan keberhasilan ekspor konstruksi. FEKI_1 memiliki maksud dan tujuan sebagai evaluasi kinerja ekspor konstruksi 2010-2014 dan tindakan strategis untuk fasilitasi ekspor konstruksi 2015-2019. Dan, membahas dan merumuskan strategic actions oleh berbagai stakeholders agar terjadi konveregensi perspektif dan sinergitas tindakan dalam mewujudkan keberhasilan ekspor konstruksi. Kegiatan ini dilaksanakan pada hari Selasa tanggal 11 Agustus 2015 di Hotel Amos Cozy Jakarta. Target peserta pada FGD “ Forum Ekspor Konstruksi Indonesia (FEKI) 1 Tahun 2015: Fasilitasi Pemerintah dalam Meningkatkan Nilai Ekspor Konstruksi 20152019” berdasarkan undangan adalah sebanyak 40 orang. Peserta ini berasal dari Kementerian PUPR, Kementerian terkait, dan pemangku kepentingan sektor ekspor konstruksi Indonesia serta khususnya para deklarator FEKI. Kegiatan Forum Ekspor Konstruksi Indonesia (FEKI) 1 Tahun 2015: Fasilitasi Pemerintah dalam Meningkatkan Nilai Ekspor Konstruksi 2015-2019 dibuka oleh Kepala Subdit Bidang Pasar Infrastruktur Darwis Daraba, ST, M.Si. Kemudian langsung dilanjutkan dengan diskusi panel;
Kegiatan Forum Ekspor Konstruksi Indonesia (FEKI) 1 Tahun 2015: Fasilitasi Pemerintah dalam Meningkatkan Nilai Ekspor Konstruksi 2015-2019 adalah sebagai:
tujuan ekspor serta dukungan pemerintah terhadap pelaku industri konstruksi yang melaksanakan ekspor.
(1) Penerbitan Surat Perintah Tentang Pembentukan Tim Transisi Di Lingkungan Direktorat Bina Investasi Infrastruktur, Direktorat Bina Investasi Infrastruktur, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat oleh Kepala Pusat Pembinaan Sumber Daya Investasi (2) Melakukan koordinasi dengan narasumber dan moderator terkait kesediaan serta kesiapan materi paparan (3) Membuat rancangan jadwal acara dengan daftar materi yang sebelumnya dikoordinasikan dengan masing- masing narasumber (4) Penerbitan surat undangan kepada peserta (5) Melakukan koordinasi dengan peserta terkait jumlah total peserta yang dapat hadir (6) Mempersiapkan proses pengadaan mencakup tempat, konsumsi, seminar kit, dan sebagainya.
1. Darwis Daraba, ST, M.Si (Kasubdit Pasar Investasi Infrastruktur) 2. Bapak Adrianus Hadiwinata (Ketua Bidang Internasional AKI) 3. Ir. Oding Hirawan, MBA (Praktisi) Dengan fasilitator adalah Ir. Akhmad Suraji MT, PhD. Untuk mendorong kegiatan ekspor maka yang menjadi ujung tombak adalah unit kerja di negara tujuan ekspor dengan melakukan market intelligence. Pendapat para peserta dari instansi-instansi tertentu mengungkapkan pendapat dan masukan untuk FEKI ke depan, seperti memanfaatkan Kemenlu semaksimal mungkin sebagai Market Intelligence di luar negeri, atau melakukan pengenalan, percobaan, pemeliharaan dalam pelaksanaan Market Intelligence, tentu dengan peran Kemelu sebagai tombak. FEKI memiliki seifat berkesinambungan seperti melakukan pameran ke negaranegara tujuan ekspor. Indonesia perlu mengambil strategi mengurangi ketergantungan impor konstruksi sambil terus menerus meningkatkan dan memperluas ekspor. Strategi ini memerlukan prasyarat utama yaitu peningkatan daya saing industri konstruksi Indonesia secara terus menerus, pengetahuan pasar konstruksi di negara
4
Ekspor konstruksi sebagai ekspor nonmigas dapat dipilih sebagai terobosan Indonesia untuk meningkatkan nilai perdagangan. Hal ini juga diharapkan untuk dapat menciptakan perubahan cara pandang atau persepsi terhadap Indonesia yang selama ini lebih banyak dikenal hanya sebagai pengekspor tenaga kerja konstruksi saja. Indonesia menargetkan negaranegara tujuan ekspor sebagai sasaran untuk meningkatkan jasa konstruksi ialah Timur Tengah, Afrika Utara dan ASEAN. Negara-negara Timur Tengah dan peluang pertumbuhan pasar konstruksi di ASEAN, tentu saja ini bisa menjadi peluang ekspor bagi pelaku usaha di semua rantai pasok dalam industri konstruksi Indonesia. Disamping tentu saja Indonesia harus memiliki daya saing menghadapi ekspansi para pelaku usaha asing. Dengan nilai pasar ekspor sebesar lebih dari US$ 2 Triliun di negara-negara Timur Tengah dan ASEAN, tentu saja peluang ini tidak bisa dibiarkan saja jika Indonesia ingin mengurangi defisit perdagangan jasa dan menjadikan sektor konstruksi sebagai andalan ekspor. Tujuan misi konstruksi Indonesia ini adalah meningkatkan kerjasama bilateral guna memperluas akses pasar bagi ekspor konstruksi Indonesia di Saudi Arabia dan Aljazair. Ekspor konstruksi merupakan salah satu pilihan ekspor barang / jasa arsitektur, rekayasa dan konstruksi (architecture, engineering & construction) serta industri bahan bangunan untuk menghasilkan produk bangunan infrastruktur maupun properti (perumahan) oleh perusahaan Indonesia.
Buletin Direktorat Jenderal Bina Konstruksi Edisi IV / 2015
Konstruksi Indonesia melakukan pertemuan dengan pihak Kementerian Perumahan, Kementerian Pekerjaan Umum, Chambre Algerienne de Commerce et d’Industrie (KADIN), National Agency of Investment Development (ANDI), perusahaan konstruksi Aljazair Al Hadad, Konsorsium Kontraktor Jepang (COJAAL) dan PT Wijaya Karya termasuk tenaga kerja konstruksi Indonesia di Aljazair, Seperti halnya Arab Saudi, sektor konstruksi di Aljazair merupakan sektor ekonomi yang terbesar kedua setelah sektor minyak. Hal ini sejalan dengan kebutuhan Aljazair untuk melakukan pembangunan infrastruktur, baik jalan dan jembatan, bandara, pelabuhan maupun perumahan dan perkantoran di seluruh 48 wilayah Aljazair. Pemerintah Aljazair secara serius mengundang perusahaan konstruksi Indonesia untuk segera masuk di sektor konstruksi Aljazair (tidak hanya PT Wijaya Karya). Bukti bentuk keseriusan ini antara lain: Delegasi Konstruksi Indonesia saat pertemuan di Kementerian PU diterima oleh Sekretaris Jenderal dan di Kementerian Perumahan diterima oleh Sekretaris Jenderal dan dua orang Direktur Jenderal. Para pejabat tinggi kedua kementerian tersebut menjanjikan perlakuan khusus, yaitu berupa kemudahan bagi perusahaan konstruksi Indonesia untuk mendapatkan proyek di Aljazair. Indonesia memiliki keunggulan tenaga kerja muslim dan sikap kerja yang baik dan terbuka dalam mengerjakan proyek konstruksi di Aljazair. Kinerja baik tersebut telah dibuktikan oleh salah satu perusahaan konstruksi Indonesia yang sudah masuk ke Aljazair, yaitu PT Wijaya Karya, yang telah menyelesaikan pekerjaan pembangunan East – West Motorway Project sepanjang 150 km dari total proyek 800 km. Saat ini, PT. Wijaya Karya telah membentuk perusahaan Joint Venture dengan perusahaan konstruksi lokal Aljazair untuk bekerjasama dalam mengerjakan pekerjaan pembangunan perumahan sebanyak 3.100 unit di Annaba dan Constantine. Sebagai informasi, pekerjaan pembangunan perumahan tersebut didapatkan melalui penunjukkan langsung. v
LAPORAN KHUSUS
Hasil Kunjungan Market Sounding Investasi Infrastruktur ke Malaysia dan Korea Selatan Kuala Lumpur, Malaysia 21-23 Oktober 2015 Tujuan misi kunjungan Market Sounding ialah mengetahui ketertarikan investor Malaysia terhadap investasi infrastruktur di Indonesia. Tim Delegasi Bina Investasi melakukan diskusi khusus dengan UKAS_JPM, KBRI, CIDB Malaysia dan MBAM. Malaysia telah menerapkan PPP sejak tahun 1983 dan telah berhasil membangun jalan tol, powerplant, rumah sakit dan universitas. Investor Malaysia sedang mencari peluang investasi di Indonesia, sehingga contoh investor Malaysia di cipali menjadi hal menarik para investor Malaysia ke Indonesia. bangkan peluang kerjsama antara institusi di Korea dan Direktorat Jenderal Bina Konstruksi Kementerian Pekerjaan Umum. Para delegasi Indonesia melakukan pertemuan dengan 6 institusi di Korea yaitu KBRI Korea, Directorate General of Construction Policy Berau, Ministry of Land, Infrastructure dan Transportation (MOLIT), Korean Trade Promotion Agency (KOTRA), Macquire Korea Infrastructure Fund (MKIF), International Contractors Association of Korea (ICAK) dan Construction Management Association of Korea (CMAK). Investor malaysia sangat berminat berinvestasi powerplant di Indonesia. Para investor Malaysia menyatakan pembebasan lahan dan isu sosial menjadi faktor kritikal dalam investasi infrastruktur, dan hal perijinan kerja dan persyaratan bagi para profesional Malaysia di Indonesia serta kekurangan tenaga kerja di konstruksi menjadi isu kritikal berinvestasi di Indonesia
Pada prinsipnya Indonesia salah satu negara tujuan utama investasi oleh para
pelaku usaha Korea. Faktor ketertarikan para investor Korea terhadap peluang investasi infrastruktur di Indonesia meliputi : (a) ptensi pasar yang besar (b) stabilitas ekonomi. Secara umum, investor Korea tertarik pada investasi air minum (water supply) meskipun juga tertarik untuk investasi jalan tol serta jalan rel (railways). Berdasarkan pengalaman dan praktek baik (best practices) di Korea tentang implementasi kerjasama pemerintah dan badan usaha dalam investasi infrastruktur, pola investasi dengan BOT, BOO dan BLT sangat diminati oleh investor Korea. v
Seoul, Korea Selatan 27-29 Oktober 2015 Tujuan misi Market Sounding di Korea adalah mempromosikan atau memasarkan potensi investasi infrastruktur di Indonesia melalui kerjasama pemerintah dan badan usaha (KPBU) dan mengemBuletin Direktorat Jenderal Bina Konstruksi Edisi IV / 2015
5
LAPORAN UTAMA
KEBIJAKAN KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT
DALAM RANGKA PENYELENGGARAAN INFRASTRUKTUR BERKELANJUTAN
I
nfrastruktur mempunyai peran strategis dalam pembangunan suatu bangsa. Kualitas kehidupan masyarakat di suatu negara ditandai oleh kondisi infrastruktur di negara tersebut karena aset infrastruktur yang handal akan memungkinkan terjadinya diversifikasi produksi, pengembangan perdagangan, pemerataan pembangunan dan pengentasan kemiskinan, serta peningkatan kualitas hidup secara umum. Namun, pada setiap pembangunan infrastruktur, dapat dipastikan akan mengubah kondisi dan fungsi lingkungan hidup, baik alam maupun kehidupan sosial dalam siklus hidupnya mulai tahap konstruksi hingga pemeliharaan dan demolisi, mengkonsumsi energi serta menghasilkan limbah dalam jumlah yang besar. Oleh karena itu, infrastruktur yang diselenggarakan dengan memperhatikan semua isu tersebut di atas sangat mendesak untuk diterapkan. Dengan demikian, praktek-praktek penyelenggaraan konstruksi yang lebih efisien dan ramah lingkungan akan memberi manfaat ekonomi, sosial, dan lingkungan yang signifikan. Hal inilah yang disebut dengan konstruksi berkelanjutan (sustainable construction). Dengan penerapan pendekatan konstruksi berkelanjutan, maka penyelenggaraan infrastruktur dilakukan secara menyeluruh, sehingga semua tahapan kegiatan akan menghasilkan infrastruktur berkelanjutan dan memberikan kontribusi tercapainya tujuan akhir dari
6
infrastruktur berkelanjutan itu sendiri berupa pembangunan berkelanjutan. Selain itu, setiap kegiatan terkait penyelenggaraan infrastruktur berkelanjutan akan lebih efisien, lebih efektif, lebih produktif, dan lebih ramah lingkungan. Pemerintah memiliki kewenangan dalam hal regulasi yang sifatnya wajib (mandatory) bagi masyarakat, sehingga diharapkan dengan adanya regulasi yang mendukung pembangunan infrastruktur yang berkelanjutan membuat industri infrastruktur berkembang ke arah yang lebih baik. Berdasarkan penelitian, industri konstruksi memiliki sumbangsih terhadap peningkatan ekonomi, kerusakan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat, sehingga harus dicari jalan tengah agar pembangunan tidak mengorbankan generasi yang akan datang. Dalam suatu studi kelayakan maka manfaat harus lebih besar dibandingkan dengan biaya yang akan dikeluarkan. Manfaat yang diterima tidak hanya manfaat langsung bangunan infrastruktur tersebut tapi juga manfaat akibat lingkungan yang terjaga. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat melalui Direktorat
Buletin Direktorat Jenderal Bina Konstruksi Edisi IV / 2015
Jenderal Bina Konstruksi pada saat ini telah menerbitkan perangkat kebijakan mengenai konstruksi berkelanjutan (sustainable construction) yaitu Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor: 05/PRT/M/2015 tentang Pedoman Umum Implementasi Konstruksi Berkelanjutan pada Penyelenggaraan Infrastruktur Bidang Pekerjaan Umum dan Permukiman. Peraturan ini disusun dengan maksud sebagai acuan bagi penyelenggara in-
Penyelenggaraan infrastruktur berkelanjutan dalam pembangunan infrastruktur PU, sesuai dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor: 05/PRT/M/2015 dilaksanakan dengan prinsip berkelanjutan yaitu: 1. Kesamaan tujuan, pemahaman serta rencana tindak; 2. Pengurangan penggunaan sumber daya, baik berupa lahan, material, air, sumber daya alam maupun sumber daya manusia (reduce); 3. Pengurangan timbulan limbah, baik fisik maupun nonfisik; 4. Penggunaan kembali sumber daya yang telah digunakan sebelumnya (reuse); 5. Penggunaan sumber daya hasil siklus ulang (recycle); 6. Perlindungan dan pengelolaan terhadap lingkungan hidup melalui upaya pelestarian; 7. Mitigasi risiko keselamatan, kesehatan, perubahan iklim dan bencana; 8. Orientasi kepada siklus hidup (life cycle); 9. Orientasi kepada pencapaian mutu yang diinginkan; 10. Inovasi teknologi untuk perbaikan yang berlanjut; dan 11. Dukungan kelembagaan, kepemimpinan dan manajemen implementasi. frastruktur bidang pekerjaan umum dan permukiman dalam mengimplementasikan konstruksi berkelanjutan pada penyelenggaraan infrastruktur bidang pekerjaan umum dan permukiman, dan bertujuan mendorong terwujudnya infrastruktur bidang pekerjaan umum dan permukiman yang memenuhi persyaratan keandalan teknis dan prinsip-prinsip berkelanjutan. Tahapan Penyelenggaraan Infrastruktur Hal-Hal penting yang diatur: • Penerapan prinsip-prinsip konstruksi berkelanjutan wajib diterapkan pada setiap tahapan penyelenggaraan infrastruktur bidang pekerjaan umum dan permukiman.
• K ewajiban Unit Organisasi Teknis menyelenggarakan infrastruktur dengan penerapan konstruksi berkelanjutan. • Rencana penyelenggaraan infrastruktur berkelanjutan tertuang dalam Renstra atau dokumen perencanaan lain. • Jika belum tercantum dalam Renstra, Unit Organisasi Teknis wajib menetapkan paling sedikit 1 (satu) kegiatan penyelenggaraan infrastruktur berkelanjutan di unit kerjanya. • Petunjuk teknis dalam penyelenggaraan infrastruktur berkelanjutan pada setiap tahapan penyelenggaraan mengacu kepada persyaratan teknis dan persyaratan teknis infrastruktur berkelanjutan yang harus ditetapkan oleh masing-masing Unit Organisasi Teknis. • Petunjuk Teknis yang dimaksud memuat persyaratan teknis, persyaratan teknis infrastruktur berkelanjutan, target umum pengurangan emisi karbon minimal, dan kriteria penilaian (rating tools). • Dalam hal Unit Organisasi Teknis belum mempunyai peraturan persyaratan teknis infrastruktur berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka dapat berpedoman pada peraturan dan praktek penyelenggaraan infrastruktur berkelanjutan yang sudah ada (best practices),
Sumber daya yang dimaksud adalah: a. Lahan,; b. Energi; c. Air; d. Material, dan e. Ekosistem.
•
•
• •
•
•
sampai ditetapkannya persyaratan teknis infrastruktur berkelanjutan. Dalam hal Unit Organisasi Teknis telah mempunyai persyaratan teknis infrastruktur berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebelum Peraturan Menteri ini berlaku, maka persyaratan teknis tersebut harus disesuaikan dengan Peraturan Menteri ini. Penyelenggaraan infrastruktur yang sudah atau sedang dilaksanakan, setelah ditetapkan oleh Menteri, dapat ditingkatkan fungsi/kinerjanya menjadi infrastruktur berkelanjutan dengan berpedoman pada Peraturan Menteri ini. Kegiatan pada setiap tahap penyelenggaraan infrastruktur berkelanjutan. Langkah-langkah dan teknik pengelolaan kegiatan pada setiap tahapan penyelenggaraan infrastruktur berkelanjutan. Menteri membentuk Komisi Implementasi Konstruksi Berkelanjutan, yang terdiri atas Unit Organisasi Eselon I di lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Pembinaan oleh Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, melalui Unit Eselon 1 yang melakukan pembinaan konstruksi.
Dengan terselenggaranya infrastruktur bidang pekerjaan umum dan permukiman yang sesuai dengan pendekatan konstruksi berkelanjutan, maka akan terciptalah infrastruktur berkelanjutan. Terciptanya infrastruktur berkelanjutan di bidang pekerjaan umum dan permukiman ini pada akhirnya merupakan kontribusi Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dalam pembangunan berkelanjutan. v
Buletin Direktorat Jenderal Bina Konstruksi Edisi IV / 2015
7
PENYETARAAN BADAN USAHA JASA KONSTRUKSI ASING (BUJKA) Oleh : DR. Ir. Putut Marhayudi Juli Simangungson, ST
F
ilosofi yang mendasari amanat untuk melakukan sertifikasi penyetaraan bagi Badan Usaha Jasa Konstruksi Asing (BUJKA) yang terlibat dalam pasar konstruksi Indonesia sesungguhnya untuk memberikan perlindungan Kepada Masyarakat Jasa Konstruksi Nasional. Sebab, proses penyetaraan ini merupakan saringan untuk memastikan bahwa BUJK Asing yang masuk ke Indonesia adalah pelaku usaha jasa konstruksi yang mampu memberikan added value bagi BUJK Nasional yang menjadi mitra kerjanya. Sesuai dengan kesepakatan antara Indonesia dan negara-negara anggota WTO yang telah diratifikasi melalui UndangUndang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia), akses pasar jasa konstruksi untuk badan usaha jasa konstruksi asing yang akan melaksanakan kegiatan konstruksi di Indonesia dilakukan melalui 2 cara, yaitu joint venture dan joint operation. Melalui mekanisme Joint Venture, BUJK Asing bersama BUJK Nasional membentuk perusahaan penanaman modal asing (PMA) yang berbadan hukum (PT) sehingga dikenal dengan sebutan PT. PMA atau BUJK PMA. Persyaratan di Bidang Penanaman Modal, dinyatakan bahwa maksimal kepemilikan saham asing untuk perusahaan penanaman modal asing bidang pelaksana jasa konstruksi adalah sebesar 67%, dan untuk bidang jasa konsultan sebesar 55%.
Melalui mekanisme Joint Operation, BUJK Asing yang akan berpartisipasi dalam pekerjaan konstruksi di Indonesia wajib mendirikan kantor perwakilan (Representative Office) di Indonesia dan melakukan joint operation (kerjasama operasi) dengan BUJK Nasional untuk setiap pelaksanaan pekerjaan konstruksi. Pedoman persyaratan pemberian Izin Perwakilan BUJK Asing sudah diatur secara jelas dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 10/PRT/
M/2014 sebagai pengganti Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05/ PRT/M/2011 tentang Pedoman Persyaratan Pemberian Izin Perwakilan Badan Usaha Jasa Konstruksi Asing. Dengan terbukanya pasar jasa konstruksi nasional terhadap pelaku usaha jasa konstruksi asing, pemerintah Indonesia telah menetapkan beberapa kebijakan sehingga kehadiran pelaku usaha jasa konstruksi asing ini dapat mem-
berikan manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat jasa konstruksi nasional. Salah satu kebijakan tersebut adalah bahwa BUJK Asing hanya diijinkan mengerjakan pekerjaan konstruksi yang beresiko besar, berteknologi tinggi dan berbiaya tinggi sehingga dipastikan pelaku usaha jasa konstruksi asing yang masuk dalam pasar jasa konstruksi nasional adalah pelaku usaha yang memiliki kualifikasi besar yang dapat mengaplikasikan Transfer of Knowledge kepada BUJK Nasional dan tenaga kerja konstruksi nasional yang terlibat dalam proyek-proyek yang ditangani oleh BUJK Asing. Khusus untuk pelaku usaha jasa konstruksi asing yang masuk melalui skema joint operation dengan mendirikan kantor perwakilannya di Indonesia, pemerintah Indonesia mewajibkan untuk mendapatkan pengakuan terhadap klasifikasi dan kualifikasi atas kompetensi dan kemampuan usaha di bidang jasa konstruksi. Pengakuan terhadap klasifikasi dan kualifikasi BUJK Asing ini menjadi sangat penting karena akan menunjukkan kemampuan dari BUJK Asing tersebut. Sesuai dengan Pasal 28 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 92 Tahun 2010 tentang perubahan kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2000 tentang usaha dan peran masyarakat jasa
konstruksi, menugaskan kepada lembaga (LPJK) untuk melakukan registrasi Badan usaha jasa konstruksi yang meliputi klasifikasi dan kualifiaksi. Registrasi yang dilaksanakan LPJK khususnya LPJK Nasional bukan hanya badan usaha jasa konstruksi nasional, namun termasuk BUJK Asing.
Proses penyetaraan terhadap sertifikat BUJK Asing ini berkaitan erat dengan PPH final yang menjadi kewajiban BUJK Asing. Sesuai dengan PP Nomor 51 Tahun 2008, tariff PPH final untuk penghasilan dari usaha jasa konstruksi adalah sebagai berikut : a. 2% (dua persen) untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang memiliki kualifikasi kecil b. 4% (empat persen) untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang tidak memiliki kualifikasi usaha c. 3% (tiga persen) untuk pelaksanaan konstruksi yang dilakukan oleh selain Penyedia jasa sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b d. 4% (empat persen) untuk Perencanaan Konstruksi atau Pengawasan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia jasa yang memiliki kualifikasi usaha e. 6% (enam persen) untuk Perecanaan Konstruksi dan pengawasan konstruksi yang dilakukan oleh penyedia jasa yang tidak memiliki kualifikasi usaha.
Lebih lanjut Pasal 9 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 10 /PRT/M/2014 tentang Pedoman Persyaratan Pemberian Izin Usaha Jasa Konstruksi Asing juga telah mempersyaratkan kepada BUJK Asing untuk mendapatkan Izin kantor perwakilan di Indonesia harus di awali dengan melakukan sertifikasi penyetaraan klasifikasi dan kualifikasi di LPJK Nasional..
Untuk mengimplementasikan kebijakan pengaturan terkait penyetaraan sertifikat BUJK Asing tersebut di atas, Direktorat Jenderal Bina Konstruksi bekerjasama dengan LPJK Nasional telah memberikan pembekalan kepada BUJK Asing yang kemudian dilanjutkan dengan proses penyetaraan sertifikasi. Tarif PPh final di atas juga berlaku bagi BUJK Asing. Jika BUJK Asing tidak memiliki sertifikat penyetaraan maka dari sisi aturan perpajakan, BUJK Asing tersebut dianggap tidak memiliki klasifikasi dan kualifikasi usaha, sehingga PPh Final yang dikenakan sebesar 4 % (empat persen) untuk pelaksana konstruksi dan sebesar 6 % (enam persen) . Jadi jelas bahwa nilai yang diusung untuk melakukan penyetaraan sertifikasi BUJK Asing ini disamping merupakan filter akses terhadap BUJK Asing guna memastikan kemampuan dan kompetensinya juga sekaligus sebagai terobosan untuk menarik minat usaha di sector jasa konstruksi karena adanya perlakuan tariff PPh lebih rendah (3 %) jika BUJK Asing tersebut memiliki sertifikat penyetaraan. Momen ini merupakan peluang yang pastinya ditunggu-tunggu oleh BUJK Asing, sehingga beban pajak penghasilan yang mereka tanggung berkurang cukup signifikan. v
INFO UTAMA
ATURAN PENGADAAN BARANG/JASA BIDANG PEKERJAAN KONSTRUKSI BUTUH PERLAKUAN KHUSUS
K
ompleksitas pekerjaan yang tinggi di sektor Konstruksi berbeda apabila disandingkan dengan sektor lain, tidak jarang dalam hal pengadaan barang / jasa di sektor ini menimbulkan perdebatan yang berimplikasi pada tuntutan perubahan dari Peraturan Presiden tentang Pengadaan Barang / Jasa Pemerintah yang ada saat ini. Perbedaan timbul dalam sudut pandang kalangan stakeholder konstruksi khususnya di Pemerintahan, “karakteristik pengadaan barang/jasa yang dilakukan di pekerjaan konstruksi butuh special treatment”,
10
ujar Dirjen Bina Konstruksi. Untuk itu dibutuhkan pengaturan pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (PBJP) yang terpisah dengan pengaturan penyelenggaraan Pekerjaan Konstruksi, bisa berupa Perpres tersendiri dan atau bab khusus dari aturan pengadaan barang dan jasa pemerintah yang ada saat ini. Direktur Jenderal Bina Konstruksi, Kementerian PUPR, Yusid Toyib berbincang dengan para kalangan pemangku kepentingan khususnya pada Lembaga Kebijakan Pengadaaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) dalam sebuah fo-
Buletin Direktorat Jenderal Bina Konstruksi Edisi IV / 2015
rum diskusi yang juga dihadiri dengan Anggota Komisi V DPR RI, Kepala LKPP, para pakar / ahli konstruksi, serta LPJK Nasional dan Provinsi, terkait kajian pengembangan iklim usaha nasional dalam perluasan kesempatan usaha di Bidang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah khususnya Bidang Pekerjaan Konstruksi, Selasa (2/12), di Jakarta. Kemudian, dikatakan oleh Direktur Jenderal Bina Konstruksi, dibutuhkan kesepahaman pemeriksa dalam hal ini BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) terkait pengawasan yang harus memiliki pema-
haman yang sama tentang kerugian negara, misal pada jenis kontrak lump sum. Salah satu audience, perwakilan LPJK Provinsi Sumatera Barat, Muhammad Dien, mengutarakan, “Karena adanya perbedaan pemahaman antara penyedia jasa dan pemeriksa, dalam hal ini pemeriksaan BPK, banyak yang sebenarnya pekerjaan kontraktor tersebut “benar” dari sisi ilmu ke-teknik-an tapi, nasibnya tragis harus masuk tahanan karena dianggap telah merugikan Negara karena perhitungan yang tidak sepaham, ini tidak bisa dibiarkan karena banyak pengusaha / penyedia jasa yang ketakutan dan gulung tikar hanya karena masalah aturan yang seperti ini. Bagaimana usaha penyedia jasa didaerah bisa maju dan berkembang?”, ujarnya. Anggota Komisi V DPR RI, Syukur Nababan, mengiyakan fakta tersebut, “Sebaiknya ada dewan khusus, atau semacam komite etik yang menilai jika terjadi kegagalan bangunan, atau wanprestasi, harus diselesaikan dengan cara khusus dengan melibatkan tim ahli konstruksi yang independen, sebelum masuk ke pihak berwajib”, kata Syukur. DJBK, Kementerian PUPR, mendorong jika ada kegagalan bangunan pengaduan dari masyarakat maka proses pemeriksaan oleh aparat penegak hukum dilakukan berdasarkan hasil pemeriksaan keuangan dari lembaga Negara (APIP) yang memiliki tugas untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan Negara. Ketentuan tersebut dikecualikan jika terjadi kerugian keamanan dan keselamatan akibat kegagalan bangunan
dan kegagalan pekerjaan konstruksi, serta tertangkap tangan melakukan tindak pidana korupsi. KONTRAKTOR SPESIALIST DIDORONG UNTUK TERUS TUMBUH Tantangan lain pengembangan iklim usaha nasional dalam perluasan kesempatan usaha bidang pekerjaan konstruksi yaitu mengenai kontraktor specialist. Data LPJKN menunjukan jumlah kontraktor kualifikasi kecil saat ini sebesar 87 % dan pada umumnya berada di daerah, di mana perbandingan Kontraktor General dan kontraktor spesialis tidak porposional. “Kami sepakat untuk mendorong tumbuhnya kontraktor spesialis dengan mengarahkan kontraktor kualifikasi kecil menjadi kontraktor spesialis, perlu ada pengaturan yang sifatnya jaminan bahwa kontraktor umum ketika mengikuti tender sudah menggandeng kontraktor spesialis sehingga pekerjaan spesialis akan diberikan kepada kontraktor, Pekerjaan spesialis di tenderkan untuk kontraktor spesialis”, kata Yusid. Selain itu dibutuhkan pengaturan untuk memperbesar pasar bagi kontraktor spesialis, dimana kontraktor general tidak boleh menjadi kontraktor spesialis, serta Pengembangan pasar konstruksi spesialis dengan cara membolehkan kontraktor spesialis untuk menjadi kontraktor utama. Akhmad Suraji, pakar dari Universitas Andalas mengatakan, “pasar untuk kontraktor specialist harus diciptakan, serta pemberian reward berupa repeat order kepada kontraktor yang berkinerja baik diperlukan.” Selama DJBK ini melalui kegiatan Konstruksi Indonesia telah diberikan reward kepada BUJK yang memiliki kinerja baik berdasarkan kinerja proyek yang sedang dilaksanakan. Ke depan akan diperhatikan juga proses kualifikasi dan evaluasi penilaian perlu dipertimbangkan untuk diatur melalui metode penilaian berdasarkan “best value”, bukan berdasarkan lowest Bid. Selain itu ke depan diharapkan ada aturan dimana harus ada pengalaman kontraktor yang terdokumentasi dengan baik dan terverifikasi, serta diusulkan untuk diatur terkait registrasi pengalaman BUJK dalam RUU JK
Buletin Direktorat Jenderal Bina Konstruksi Edisi IV / 2015
11
REMUNERASI TENAGA KERJA KONSTRUKSI Sementara itu tentang tenaga kerja konstruksi, pakar dari ITB, Prof. Rizal Tamin, sempat mengemukaan kepada forum bahwa Indonesia yang kekurangan tenaga ahli dari sektor konstruksi merupakan pekerjaan rumah yang harus segera di bereskan, khususnya dalam hal penetapan standar minimal remunerasi untuk para tenaga ahli tersebut. “jangan salahkan para tenaga terbaik sektor konstruksi kita malah memilih berkarir di sektor perbankan, atau migas, karena di jasa konstruksi ia hanya menerima Rp.3-4 juta per bulan, dengan tanggungjawab pekerjaan yang tinggi dan berat, yang seharusnya ia berpendapat 80-100 jt per bulan”, Ujar Tamin. “Sebenarnya sudah ada pengaturan terkait renumerasi Tenaga Ahli seperti yang tertuang dalam Biling rate”, tambah Dirjen Bina Konstruksi. Namun pengaturan tersebut dalam implementasinya belum berjalan dengan baik dikarenakan standar remunerasinya maksimal. Dalam aturan ke depan diusulkan untuk pengaturan remunerasi terhadap tenaga kerja konstruksi meliputi : Pengaturan standar renumerasi minimal, Pengguna dan penyedia jasa memberlakukan standar remunerasi minimal. Sempat mengemuka isu bahwa tenaga kerja ahli / akademisi dari perguruan tinggi, dalam hal ini para dosen, sebagaimana fungsi tridarma perguruan tinggi yang salah satunya adalah pengabdian kepada masyarakat, kalangan akademisi akan dituntut berkontribusi langsung, “bagaimana caranya para akademisi yang memiliki ilmu yang selalu update ini dapat berpraktek langsung ke dunia pembangunan infrastruktur, tentu dengan cara yang dilegalkan, karena selama ini selalu berbenturan dengan aturan bahwa para akademisi khususnya aparatur negara tidak bisa bekerja di proyek, kita komunikasikan hal ini dengan Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi, juga Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, khususnya dalam hal tenaga kerja konstruksi terampil, dari SMK (Sekolah Menengah Kejuruan) dalam proses pemagangan di proyek strategis. Hal ini juga sempat dikemukan oleh Menteri PUPR, Basuki Hadimuljono, bahwa Kementerian PUPR mendorong percepatan sertifikasi tenaga kerja konstruksi dengan mengerahkan seluruh potensi engineer idle di Indonesia, mulai dari perguruan tinggi, asosiasi, lembaga penelitian untuk memenuhi kebutuhan engineer di Indonesia”, terangnya.
PEMBERDAYAAN BUJK DAERAH Dalam RUU Jasa Konstruksi yang diinisiasi DPR RI, diupayakan pemerintah daerah diberikan peluang untuk membuat kebijakan khusus dalam upaya memberdayakan BUJK (Badan Usaha Jasa Konstruksi) di daerah. Kebijakan khusus tersebut, Join operation dengan BUJK lokal, Subkon dengan kontraktor lokal, Penggunaan tenaga kerja lokal. Hal ini akan terjadi transfer knowledge. BUJK yang ada di daerah kami dorong agar lebih bisa bersaing dengan BUMN karena fungsi BUMN didirikan itu memang khusus, mereka adalah perintis jangan orientasi profit, namun juga harus dapat membimbing para kontraktor kecil dan menengah khususnya di daerah untuk lebih berkembang. Dalam diskusi ini pun membicarakan juga tentang harus adanya regulasi yang berpihak pada BUJK Kecil dan Menengah. Permen PU Nomor 31 Tahun 2015 sudah mengatur terkait segmentasi pasar untuk BUJK kualifikasi Kecil, Menengah dan Besar. Terkait segmentasi pasar untuk kualifikasi Kecil, Menengah dan Besar diusulkan pengaturan yang lebih tegas meliputi: BUJK kualifikasi Kecil hanya dapat menyelenggarakan jasa konstruksi yang beresiko kecil, teknologi sederhana dan biaya kecil, BUJK kualifikasi menengah hanya dapat menyelenggarakan jasa konstruksi yang beresiko menengah, teknologi madya dan berbiaya sedang, BUJK kualifikasi Besar hanya dapat menyelenggarakan jasa konstruksi yang beresiko Besar, teknologi tinggi dan berbiaya tinggi. Selain itu, butuh partisipasi Kementerian Keuangan, khususnya jenis pajak yang dikenakan kepada para penyedia jasa, secara tidak langsung, sehingga dapat mendorong percepatan pembangunan infrastruktur di Indonesia. “Diperlukan payung regulasi dari Kementerian keuangan kepada perbankan untuk memberikan dukungan financial dengan bunga yang rendah bagi kontraktor yang menang tender. Misalkan dalam hal pengadaan peralatan maupun dalam pelaksanaan pekerjaan”, Kata Dirjen Bina Konstruksi. Kepala LKPP, Agus Prabowo, mengatakan be berapa poin yang menjadi tindaklanjut untuk kebijakan LKPP ke depan, yaitu pengadaan barang/jasa sektor konstruksi tidak cocok dilakukan full e-tendering, khususnya pada proses aanwijzing, selain itu pada, jasa konsultansi tidak cocok untuk diterapkan kontrak lum sump. Selain itu masukan-masukan lain juga akan menjadi perhatian LKPP untuk membuat kebijakan ke depan. Agus pun menyampaikan harapannya terkait revisi UU Jasa Konstruksi yang sedang dibahas oleh DPR, bahwa UndangUndang ini pun harus memperhatikan output terkait Quality Assurance atas produk infrastruktur yang dihasilkan. “Diharapkan ada sebuah badan yang bertanggungjawab dan berwenang dalam menilai sebuah produk yang dihasilkan, bahwa produk itu sangat aman dan terjamin dari segi kualitas, kita benchmarking dari industri konstruksi penerbangan di dunia”, Tutupnya (Dnd).
INFO UTAMA
DITJEN BINA KONSTRUKSI MENDORONG 7,2 JUTA TENAGAKERJAKONSTRUKSI DIINDONESIAUNTUKSEGERADISERTIFIKAT
P
ertumbuhan rata-rata tenaga kerja konstruksi hanya mencapai 6% per tahun, sementara pertumbuhan rata-rata nilai konstruksi sebesar 21 % per tahun, hal ini menjadi perhatian karena pertumbuhan sektor konstruksi di Indonesia seharusnya dapat menyerap seluruh tenaga kerja konstruksi Indonesia. Khusus dalam menghadapi MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN), SDM Sektor Konstruksi di Indonesia tidak perlu takut terhadap ancaman semakin berkurang lahan pekerjaan karena diambil oleh orang asing, karena berbagai upaya dan strategi disiapkan, diantaranya rencana mensertifikasi seluruh tenaga kerja konstruksi yang sedang bekerja pada proyek-proyek di Indonesia, dengan ketentuan jika mereka melakukan kesalahan atau dikomplain oleh para
Demikian diutarakan Ditjen Bina Konstruksi, Yusid Toyib, dihadapan para anggota DPR Provinsi dan Kota, Asosiasi Profesi & Badan Usaha, Pengurus LPJK Provinsi Sumsel, Pakar Perguruan Tinggi, Asessor & Ahli, serta anggota DPR di wilayah Sumatera Selatan, hari Senin (16/11) di Palembang.
jadi jalan tol terpanjang di luar jawa, disamping proyek pembangunan untuk mendukung pelaksanaan Asian Games pada tahun 2018. Atas hal-hal tersebut selain dukungan regulasi, metode, penyedia jasa yang handal, dukungan kompetensi tenaga kerja nasional sangat dibutuhkan, tak terkecuali SDM Sektor Konstruksi wilayah Sumatera Selatan, karena dengan SDM Konstruksi yang handal dan produktif menjadi salah satu kunci keberhasilan pembangunan infrastruktur.
Pembangunan infrastruktur di Indonesia sangat masif dilakukan termasuk di wilayah Sumatera Selatan, terdapat 2 (dua) proyek besar yang harus segera dilaksanakan, diantaranya, Jalan Tol Palembang Indralaya, Jalan Tol Kayu Agung – OKI – Betung yang akan men-
SDM Pelatihan Konstruksi di wilayah Sumatera Selatan harus memiliki ciri khas, sebagai contoh, Jawa Timur, diarahkan untuk menjadi tempat spesialist terbaik bidang pengelasan (welding), dukungan atas fasilitas untuk menjadi tempat pelatihan Las terbaik di Indonesia akan
pengguna jasa maupun penyedia jasa karena tidak cakap dalam bekerja, mereka akan ditarik dan diberikan pendidikan dan pelatihan.
Buletin Direktorat Jenderal Bina Konstruksi Edisi IV / 2015
13
dan 9) Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi. “Hal ini tidak dapat berjalan tanpa dukungan para mitra kerja, dan jangan hanya mengandalkan APBN saja, melainkan dibutuhkan dukungan APBD, para Badan Usaha, milik Negara maupun swasta, termasuk didalamnya industri terkait konstruksi, seperti perusahaan Semen, Baja, dll, semua harus bersatu padu bekerjasama”, seru Yusid.
di berikan ke Surabaya, sedangkan di Sumatera Selatan, didukung untuk menjadi specialist di bidang perkayuan, jadi ketika para penyedia jasa, atau pengguna jasa mencari tempat pelatihan yang memiliki fasilitas bidang perkayuan yang terbaik di Indonesia, Palembang yang dituju. “kami akan memberikan dan menyiapkan semua fasilitas yang dibutuhkan jika itu dikehendaki oleh masyarakat”, ujar Direktur Jenderal Bina Konstruksi. Adanya sinergi antara para pelaku dan pemangku kepentingan di bidang jasa konstruksi merupakan hal yang mutlak untuk mewujudkan infrastruktur yang handal dan berkualitas di Indonesia, juga termasuk salah satu indikatornya adalah melakukan percepatan sertifikasi kepada para SDM sektor Konstruksi. Kondisi Indonesia yang luas dan beragam, mengharuskan keterlibatan seluruh stakeholder jasa konstruksi, melalui kerjasama. Kerjasama dibangun dengan 9 (sembilan) mitra kerja Ditjen Bina konstruksi, diantaranya, 1) Kementerian/ Lembaga (misalnya: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan; Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi; Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan lain-lain); 2) Pemerintah daerah (provinsi dan kabupaten/kota) melalui Tim Pembina Jasa Konstruksi Daerah; 3) Asosiasi Profesi; 4) Asosiasi Perusahaan; 5) Badan Usaha; 6) Instansi Pendidikan (SMK dan Politeknik); 7) Pemerintah/Organisasi luar negeri; 8) Kelompok masyarakat;
14
Dahulu pemerintah dalam melaksanakan program kerjanya melaksanakan sendiri kegiatan pelatihan/sertifikasi dengan keterbatasan anggaran, hal ini berdampak pada capaian yang sempit dan sedikit. Dengan kondisi sekarang tidak mungkin lagi pola pelaksanaan seperti itu dilaksanakan namun lebih kepada penerapan pola kerjasama dan sharing yang terus digalakan. “Eranya kerjasama untuk menciptakan sinergi pelaksanaan program”, Ujar Dirjen Bina Konstruksi. Proses sertifikasi yang berlangsung cukup beragam baik dari segi biaya, proses, maupun lamanya waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan sebuah sertifikat. Beberapa kendala/hambatan para SDM sektor konstruksi untuk mendapatkan pengakuan kompetensinya akan berdampak pada terhambatnya proses pelelangan untuk mendapatkan pekerjaan, selain itu dapat memperlambat penciptaan tenaga kerja konstruksi yang kompeten untuk memenuhi kebutuhan pasar. Te r o b o s a n LPJK Provinsi Sumatera Selatan Sementara itu, Ketua LPJK Provinsi, Sastra Suganda, mengutarakan bahwa butuh dukungan penuh dari seluruh stake-
Buletin Direktorat Jenderal Bina Konstruksi Edisi IV / 2015
holder karena proses sertifikasi kepada para SDM sektor konstruksi di Indonesia merupakan amanat dari Undang-Undang Jasa Konstruksi. Sastra berujar, “Kami mengupayakan untuk bisa mendorong pensertifikatan sebanyak-banyaknya untuk para SDM sektor Konstruksi bagaimanapun caranya, jika diperlukan pemangkasan dari sisi biaya untuk tidak mempersulit untuk kemajuan sektor jasa konstruksi nasional khususnya di Sumatera Selatan”. Link and Match Dunia Pendidikan dengan Dunia Jasa Konstruksi Dari sisi dunia pendidikan khususnya Pendidikan Tinggi di Sumatera Selatan, Rektor Terpilih Universitas Sriwijaya, Anis Saggaff, mengakui bahwa terobosan-terobosan untuk melakukan program link and match antara dunia pendidikan dengan dunia kerja terus mengalami perkembangan yang baik, seiring dengan disahkannya UU nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi yang mewajibkan kepada para lulusan perguruan tinggi, pada tahun 2016 / 2017, selain memiliki ijazah kelulusan harus memiliki sertifikat kompetensi atas prestasi lulusan yang sesuai dengan keahlian yang digunakan sebagai syarat untuk memperoleh pekerjaan tertentu, Perguruan Tinggi akan bekerja sama dengan organisasi profesi, lembaga pelatihan, atau lembaga sertifikasi yang terakreditasi kepada lulusan yang lulus uji kompetensi. Selain itu dosen dosen praktisi akan diberdayakan lebih banyak lagi dengan porsi sekitar 20 – 40 % pada syarat SKS yang wajib dipenuhi untuk jenjang pendidikan tinggi (DND). v
INFO UTAMA
Inovasi Terbaru dari Semen
A
nda tentu tahu Candi Borobudur yang terletak di Jawa Tengah atau Piramida di Mesir. Kedua situs bersejarah tersebut rupanya dibangun dengan menggunakan semen sebagai material pengikatnya. Ya, sejak dulu semen sudah menjadi material utama dalam membuat sebuah bangunan. Davy Sukamta, Ketua Himpunan Ahli Konstruksi Indonesia (HAKI), mengungkapan penggunaan semen sudah diakui bahkan jauh sebelum serbuan gedunggedung pencakar langit yang saat ini memenuhi ibu kota. Hanya saja, komposisi material pembentuk semen dulu dan sekarang cukup berbeda. Dulu, semen diperoleh dari hasil pencampuran abu vulkanik dan batu kapur. Saat ini, semen terbuat dari campuran silika (sejenis mineral berbentuk pasir), aluminium oksida (alumina), dan oksida besi. Seluruh bahan tersebut kemudian diolah untuk dapat menghasilkan partikel-partikel kecil. Untuk dapat membuat sebuah bangunan yang kokoh, semen harus dicampur dengan air dan pasir, lalu bisa digunakan untuk berbagai keperluan seperti spasi antarbata, plesteran dinding, lantai, dan trasraam. Jika ingin dibuat beton untuk stuktur kolom, lantai, dan dak beton, semen harus dicampur air, pasir, dan batu kerikil. Untuk dapat menghasilkan sebuah adonan semen yang kuat dan kokoh dibutuhkan produk semen yang berkualitas. Tak heran jika para produsen terus melakukan riset guna mendapatkan kualitas semen yang lebih baik dan menciptakan inovasi semen baru sesuai permintaan pasar. Setelah kita diperkenalkan dengan semen konvensional dan semen instan, kini ada inovasi terbaru lagi di dunia semen. Apa sajakah inovasinya?
Kabar bahagia datang bagi dunia kontruksi Indonesia. Campur tangan teknologi di dunia bahan bangunan melahirkan inovasi baru di bidang material, khususnya semen. Inovasi apakah itu?
1. Semen Tahan Panas Semen tahan panas ini adalah inovasi yang dilakukan oleh salah satu produsen semen. Menurut salah satu manager perusahaan tersebut semen tahan panas dirancang khusus untuk beton kontruksi besar yang rentan terjadi keretakan. Misalnya pembangunan jembatan, pondasi rakit atau mat foundation (pondasi yang digunakan untuk mendukung bangunan yang terletak di tanah lunak), dan gelagar (konstruksi baja atau beton yang membentuk bentangan jembatan, dermaga, atap).
Semen tahan panas ini dapat mencegah keretakan yang diakibatkan oleh panas hidrasi yang terjadi akibat perubahan suhu pada proses pembuatan beton. Biasanya, proses keretakan akan berlangsung bersamaan dengan proses pengerasan beton ini. Selain itu, semen ini memberikan keunggulan lain, seperti menghemat waktu pengerjaan, mengurangi biaya pembangunan, kuat tekan lebih tinggi di atas 56 hari, dan mengurangi permeabilitas (daya resap) air ke dalam beton.
2. Semen Anti-air Semen anti-air ini merupakan jawaban atas segala permasalahan konstruksi yang rentan terhadap air. Diproduksi oleh salah beberapa produsen semen di Indonesia, semen anti-air ini merupakan semen yang dirancang khusus untuk melindungi bagian-bagian tertentu yang sering bersinggungan dengan air, seperti area luar, atap dak beton, kamar mandi, dan kolam renang. Setelah semen diproses jadi sebuah benda (atap, dinding, plat lantai, kolom struktur, balok struktur, dan masih banyak lagi), maka benda tersebut akan memiliki kerekatan pori-pori yang sangat bagus sehingga mampu menahan intensitas air yang masuk. Semen dengan teknologi waterproofing berfungsi untuk mengurangi daya serap air ke dalam tembok sehingga mencegah timbulnya bercak dan rembes. Bila semen sudah diaplikasikan ke tembok, mungkin airnya masih akan terserap tapi jumlahnya akan jauh lebih sedikit sehingga tidak akan muncul bercak atau rembes. Bahan pengikat khusus yang terdapat di dalam semen ini menjadi salah satu faktor yang membuat air tidak mudah masuk ke dalam beton. Semen ini dapat diaplikasikan di semua sudut yang rawan terkena air, seperti dinding kamar mandi dan fasad bangunan. 3. Semen Kering 1 Jam Biasanya, adukan semen membutuhkan waktu pengeringan 28—30 hari hingga siap dilakukan proses berikutnya. Semen dapat langsung digunakan atau dibebankan dalam waktu 1 jam setelah proses pemberian adukan semen. Racikan semen khusus membuat semen ini dapat gunakan dalam waktu singkat.
Namun, keunggulan tersebut justru menjadi kelemahannya. Waktunya yang begitu cepat kering, membuat semen ini tidak bisa digunakan pada bidang yang lebih luas. Pasalnya, sifat adonan semen yang mudah mengeras membuat proses pengerjaan dikhawatirkan akan mengering sebelum pekerjaan selesai dilakukan. Hal ini lebih cocok digunakan sebagai material untuk perbaikan, seperti perbaikan retak, perbaikan lantai/dinding, perbaikan beton, perbaikan retak beton, pengisian kekeroposan, dan segala jenis perbaikan lainnya. Buletin Direktorat Jenderal Bina Konstruksi Edisi IV / 2015
15
INTRODUKSI PRODUKTIvITAS TENAGA KERJA Oleh : Ir. Indra Sjafei, M.Si Immanuel Bonardo H, ST, MT Pendahuluan Memasuki penghujung tahun 2015, wacana mengenai Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) semakin membahana. Peringkat Indonesia berdasarkan Laporan World Economic Forum pada Tahun 2015 berada pada posisi 37 (turun 3 peringkat) masih berada di bawah Singapura (2), Malaysia (18), Thailand (32), sedangkan Filipina (47) dan Vietnam (56) masih berada dibawah Indonesia. Peringkat Daya Saing tersebut disusun berdasarkan 113 indikator yang mempengaruhi produktivitas suatu negara. Indikator tersebut antara lain, infrastruktur, inovasi, dan lingkungan makro ekonomi. Pilar Infrastruktur yang menjadi salah satu pilar utama untuk mendukung Daya Saing berada pada peringkat 62 perlu mendapatkan perhatian khusus dengan menjaga agar kondisi Sektor Konstruksi Nasional lebih siap menghadapi arus jasa dan arus tenaga terampil yang lebih bebas diantara Negara ASEAN. Meningkatkan kemampuan Daya Saing Indonesia dengan berfokus kepada Infrastruktur dengan menciptakan ketahanan Masyarakat Jasa Konstruksi yang mendukung target pembangunan Infrastruktur Pemerintah merupakan suatu keniscayaan yang membutuhkan dukungan semua pihak. Pasar jasa konstruksi di Indonesia pada 2014 mencapai 278 miliar dollar AS atau senilai Rp 3.530 triliun dengan asumsi nilai tukar Rp 12.700 per dollar AS tidak boleh jatuh ke tangan negara lain. Defenisi Produktivitas Secara umum Produktivitas dapat diartikan sebagai Keluaran (Output) dibagi dengan Masukan (Input). Produktivitas di Sektor Konstruksi sebagai industri padat karya lebih umum diartikan sebagai Produktivitas tenaga kerjanya. Sum-
bangsih faktor lainnya seperti peralatan dan modal dirasakan memiliki bagian yang lebih kecil. Menurut Sumbodo (2010), OECD mendefinisikan daya saing sebagai tingkat kemampuan suatu negara menghasilkan barang dan jasa yang sesuai dengan tuntutan pasar internasional dan bersamaan dengan itu kemampuan menciptakan suatu kesejahteraan berkelanjutan bagi warganya. Michael Porter secara tegas menyatakan produktivitas merupakan akar penentu
but. Thomas (1990) membagi pengukuran Produktivitas ini menjadi beberapa bagian : a. Model Ekonomi Model ekonomi menggunakan Produktivitas sebagai suatu nilai Total Productivity Factor (TFP)
Total Putput TPF
= Tenaga Kerja + Material + Peralatan + Energi + Modal
Gambar 1 : TFP menggunakan satuan nilai uang (Rupiah)
tingkat daya saing baik baik pada level individu, perusahaan, industri maupun pada level negara. Produktivitas sendiri merupakan sumber standar hidup dan sumber pendapatan individual maupun
b. Model Proyek Defenisi yang lebih akurat yang digunakan oleh Lembaga Pemerintah untuk perencanaan program yang lebih spesifik dan estimasi konseptual. Output
Produktivitas
= Tenaga Kerja + Peralatan + Material Meter Persegi
Produktivitas
= Rupaih
perkapita. Jadi terdapat hubungan yang sejalan antara tingkat produktivitas dan tingkat daya saing. Produktivitas dapat dibedakan menjadi beberapa kriteria pengukuran. Perbedaan kriteria pengukuran ini bergantung kepada tujuan dari pengukuran terse-
c. Model Berorientasi Aktivitas Defenisi yang sering digunakan oleh Kontraktor dengan menggunakan versi lebih detail dari persamaan Model Proyek.
Output Produktivitas Tenaga Kerja = Biaya Tenaga Kerja atau Output Produktivitas Tenaga Kerja = Jam Kerja
III. Kondisi Produktivitas Tenaga Kerja Konstruksi Indonesia Produktivitas Tenaga Kerja dapat diartikan sebagai Output dari tenaga kerja dibagi dengan Input dari tenaga kerja tersebut. Dalam melakukan peningkatan dan pengembangan, tentunya diperlukan pengetahuan mengenai kondisi dasar. Kondisi dasar adalah kondisi yang menjadi baseline sebelum dilakukannya penanganan. Untuk mengetahui kondisi dasar ini maka perlu dilakukan pengukuran dengan menggunakan kriteria pengukuran yang diinginkan. Berdasarkan data dari Asian Productivity Organization (APO) Produktivitas Tenaga Kerja Indonesia yang dihitung dari nilai GDP pada Tahun 2012 sebesar 20.000 dollar AS dan jauh berada dibawah Singapura dan Malaysia. Data lebih lengkap disediakan oleh tabel dibawah ini :
Dari tabel diatas dapat terlihat bahwa Indonesia jauh tertinggal dari Malaysia dan Singapura yang secara peringkat GCI memang berada diatas Indonesia. Terlihat juga bahwa pertumbuhan produktivitas Tenaga Kerja Sektor Konstruksi berada pada angka 1,1% per tahun (belum memenuhi target Outcome Direktorat Jenderal Bina Konstruksi sebesar 2% pertahun dan 27% dalam lima tahun).
Dampak dari Produktivitas Tenaga Kerja yang rendah adalah menurunkan efesiensi dan efektivitas pekerjaan konstruksi yang berakibat pada lambat dan menurunnya kualitas pekerjaan. Dengan melihat pentingnya Produktivitas Tenaga kerja maka pengukuran Produktivitas Tenaga kerja dilakukan secara berkesinambungan. Pengukuran Produktivitas Tenaga Kerja adalah indikator kinerja waktu konstruksi. Nilai Produktivitas tenaga kerja digunakan dalam perencanaan dan penjadwalan konstruksi, pengendalian biaya dan performa pekerja, serta estimasi dan akunting. Apabila sebuah perusahaan ingin mengurangi resiko, meningkatkan keuntungan atau mendapatkan pangsa pasar, maka data yang akurat akan Produktivitas Tenaga Kerja sangat diperlukan sebagai dasar penentuan strategi dan kebijakan peningkatan Produktivitas Tenaga Kerja tersebut.
Sumber : APO Productivity Databook, 2014
IV. Metode Pengukuran Produktivitas Tenaga Kerja Pengukuran Produktivitas Tenaga Kerja dibagi menjadi dua jenis yaitu berbasis akuntansi dan berbasis rekayasa teknik. Pengukuran dengan metode akuntansi mengandalkan analisis dari data historis akuntansi untuk menentukan persyaratan jam kerja bagi jenis pekerjaan spesifik. Pengukuran dengan metode
rekayasa teknik dilakukan dengan meneliti proses pekerjaan kompleks menjadi bagian-bagian kecil dan menganalisis bagian tersebut untuk mendapatkan jangka waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan proses tersebut. Pengukuran dengan metode akuntansi cukup mudah dilaksanakan namun tidak memotret variasi lingkungan kerja. Pengukuran dengan metode rekayasa teknik melibatkan pengukuran pekerjaan, pengambilan sampel pekerjaan, Analisa Time and Motion, serta Pemodelan. Pengukuran pekerjaan adalah pengamatan individu dalam bekerja dan mengklasifikasikan hasil pekerjaan tersebut sebagai produktif atau tidak produktif, Hal ini berguna untuk menentukan tingkat produktivitas dengan tujuan sebagai perbandingan. Analisis Time and Motion dikatakan sebagai metode paling akurat untuk menghasilkan standar produktivitas. Pemodelan berdasarkan faktor produktivitas disebutkan sebagai metode paling mudah diterapkan untuk industri Konstruksi dan memiliki potensi untuk menghasilkan data yang berguna. V. Strategi Peningkatan Produktivitas Tenaga Kerja Paradigma baru peningkatan kualitas tenaga kerja bertumpu pada tiga pilar utama, yaitu standar kompetensi kerja, pelatihan berbasis kompetensi serta sertifikasi kompetensi oleh lembaga yang independen. Untuk menciptakan tenaga kerja konstruksi yang kompeten dapat dilakukan dengan pelatihan/ pendidikan dan uji kompetensi dengan mengacu kepada standar kompetensi (SKKNI) yang telah ditetapkan. Kompetensi tenaga kerja yang semakin tinggi, tentunya akan meningkatkan nilai tambah yang dihasilkannya, lalu akan semakin tinggi pula produktivitas tenaga kerja yang bersangkutan, dan akhirnya akan semakin tinggi daya saing tenaga kerja yang bersangkutan. Selanjutnya apabila dilihat secara agregat, semakin tinggi kompetensi rata-rata tenaga kerja, maka akan semakin tinggi PDB per kapita, yang berarti semakin tinggi produktivitas rata-ratanya, akhirnya semakin tinggi daya saingnya. Berdasarkan keterangan diatas dapat dilihat bahwa peningkatan kompetensi Tenaga Kerja dapat menjamin peningkatan Produktivitas yang akan bermuara pada peningkatan Daya Saing.
Berdasarkan banyak penelitian sebelumnya, terlihat bahwa peningkatan Upah/ Billing Rate tidak semerta-merta meningkatkan produktivitas tenaga kerja dalam suatu Proyek Konstruksi. Soekiman dkk (2011) menyatakan bahwa Produktivitas Tenaga Kerja konstruksi dipengaruhi oleh beberapa faktor utama yaitu pengawasan, material, dan pelaksanaan rencana kerja. Faktor lain yang juga memberikan pengaruh cukup signifikan adalah peralatan, pemilik perusahaan dan K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja). Kebijakan dalam meningkatkan Produktivitas Tenaga Kerja seyogianya mempertimbangkan pembahasan diatas. Perumusan kebijakan terkait Produktivitas Tenaga Kerja Sektor Konstruksi diperlukan dalam menciptakan sistem terstruktur yang memiliki tujuan akhir “Meningkatkan Produktivitas Rakyat dan Daya Saing Di Pasar Internasional” sesuai dengan Nawacita Presiden Joko Widodo. Kebijakan yang sinergis dan melibatkan seluruh unsur pemangku kepentingan Industri Konstruksi harus dirumuskan sesegera mungkin mengingat sudah terikatnya Indonesia dengan komitmen MEA 2015. Kementerian PU-PERA dalam merumuskan kebijakan dapat berkoordinasi dengan Kementerian Tenaga Kerja sebagai partner bersama terkait Ketenagakerjaan dan Badan Pusat Statistik sebagai instrumen penyedia data Produktivitas secara makro. Strategi AIM (Awareness, Improvement dan Maintenance) yang selama ini diterapkan oleh Kemenaker sebagai Liason Officer dari APO (Asian Productiv-
Peningkatan Produktivitas Berkesinambungan Sumber : Payaman (2015)
ity Organization) dapat diterjemahkan menjadi rencana kerja yang disesuaikan dengan keunikan Sektor Konstruksi dibandingkan dengan Sektor lainnya. Pelaksanaan strategi juga perlu diikuti dengan monitoring secara langsung dan pendampingan terhadap Stakeholder
sebagai perwujudan hadirnya keterlibatan Pemerintah dalam meningkatkan Produktivitas Sektor Konstruksi. Menerjemahkan dan melaksanakan strategi yang mampu diimplementasikan menjadi kegiatan terarah dan terlaksana dengan baik membutuhkan Komitmen, Kapabilitas dan Kontinuitas dari seluruh pihak. Pembangunan Awareness Produktivitas Tenaga Kerja Sektor Konstruksi sebagai inisiasi awal menjadi tugas perdana Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Fokus pada tenaga kerja diharapkan dapat menjadi Leverage bagi Industri Konstruksi yang berkarakter padat karya secara keseluruhan dengan tetap melakukan inisiasi terhadap pengembangan di faktor pendukung Produktivitas Konstruksi lainnya. v
INFO UTAMA
Ketahanan Masyarakat Jasa Kontruksi
Dalam Menghadapi Pasar Bebas Oleh : M. IRFAN H
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat melalui Direktorat Jenderal Bina Kontruksi semakin memberi perhatian serius terhadap Ketahanan Masyarakat Jasa Konstruksi (KMJK) agar siap menghadapi liberalisasi perdagangan barang dan jasa dari Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2016
J
ika dulu pemerintah hanya konsen memperkuat ketahanan di beberapa bidang saja, seperti ketahanan pangan, ketahanan energi, dan ketahanan sosial budaya, kini semua aspek sudah mulai memperkuat dan berbenah diri. Tak terkecuali dengan ketahanan di bidang jasa kontruksi. Perkuatan ini salah satunya dipengaruhi oleh faktor liberalisasi perdagangan dan jasa dari Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang akan dimulai per awal Januari 2016. Artinya, waktu menuju liberalisasi perdagangan dan jasa tinggal menunggu hitungan bulan. Di komandoi Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melalui Direktorat Jenderal Bina Kontruksi (Dirjen BK), pemerintah memberi perhatian yang sangat serius dalam menyiapkan diri agar Ketahanan masyarakat Jasa Kontruksi (KMJK) tetap menjadi tuan di rumahnya sendiri. KMJK ini menjadi perhatian serius dikarenakan memiliki keterkaitan yang tinggi dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi, terwujudnya ketahanan pangan, peningkatan konektivitas dan aksesibilitas, yang pada akhirnya berujung pada peningkatan kualitas hidup masyarakat. Apalagi, diketahui bahwa sektor konstruksi di Indonesia rata-rata mengalami pertumbuhan sekitar 7% per tahun dan berkontribusi signifikan terhadap
PDB (Product Domestic Bruto) Nasional sebesar 10%. Selain itu, sektor konstruksi berkontribusi terhadap pembentukan modal, tenaga kerja, dan memberikan banyak efek yang berkaitan dengan sektor lain. Mengingat pentingnya peran jasa kontruksi di Indonesia, jangan sampai jasa kontruksi menjadi bidang yang terpinggirkan dan harus dapat menjadi tuan di rumahnya sendiri. Tantangan Besar Ir. Yusid Toyib, M.Eng.Sc, Direktur Jenderal Bina Kontruksi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mengungkapkan bahwa untuk membuat jasa kontruksi menjadi bidang yang tak terpinggirkan dan tetap menjadi tuan di rumahnya sendiri merupakan pekerjaan rumah yang besar. “Tapi saya percaya, tantangan besar ini tidak mustahil untuk ditaklukan sehingga Ketahanan Masyarakat Jasa Kontruksi tetap bertahan dan berkembang,” ucap Ir. Yusid Toyib, M.Eng.Sc. Tantangan dunia jasa konstruksi saat ini terkait dengan banyak aspek yang mana semuanya harus segera diperbaiki sehingga Ketahanan Masyarakat Jasa Kontruksi menjadi lebih baik lagi. Berbagai aspek itu seperti meminimalisir disharmoni antara pelaku jasa konstruksi dan meningkatkan daya saing bagi semua Badan Usaha Jasa Konstruksi (BUJK), memperbaiki sistem rantai pasok, mem-
prioritaskan penggunaan teknologi dan produksi dalam negeri, menjaga mutu konstruksi, memperbaiki sistem penyelenggaraan konstruksi, memberi dukungan akses permodalan/pembiayaan bagi para pelaku usaha sektor jasa nasional, membuka akses selebar-lebarnya berkaitan dengan informasi konstruksi, meningkatkan jumlah tenaga kerja konstruksi yang bersertifikat, meminimalisir tingginya angka kecelakaan kerja, dan meningkatkan efisiensi serta produktivitas dalam penyelenggaraan konstruksi. Tentu semua ini perlu kerjasama yang baik antar-banyak pihak secara berkesinambungan. Karena, Ketahanan Masyarakat Jasa Kontruksi ini akan berhasil jika adanya swadaya gotong royong dan kebersamaan dari masyarakat jasa kontruksi, yang dalam hal ini meliputi para stakeholder, pemilik proyek atau pengguna jasa, penyedia jasa—bisa berasal dari sektor pemerintah, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), swasta, Lembaga Pelatihan Jasa Kontruksi (LPJK), asosiasi, serta SDM— yang bekerja di sektor kontruksi harus memiliki produktifitas yang tinggi, ulat, dan tangguh, sehingga mampu menghadapi dan mengatasi segala tantangan yang ada. Ini Dia Strateginya! Pemerintah selaku pembina jasa konstruksi di Indonesia juga telah menyiapkan beberapa strategi dalam membuat
Buletin Direktorat Jenderal Bina Konstruksi Edisi IV / 2015
19
pengaturan, pemberdayaan, dan pengawasan, terhadap bidang kontruksi. Hal ini tertuang dalam Permen PU no.10/2014 tentang “Pedoman Persyaratan Pemberian Izin Perwakilan Badan Usaha Jasa Konstruksi Asing”. Isinya adalah untuk semua pekerjaan konsultansi, yaitu kerja sama operasi antara Badan Usaha Jasa Kontruksi Asing (BUJKA) dengan Badan Usaha Jasa Kontruksi (BUJK) Nasional, dilakukan dengan persyaratan seluruh pekerjaan perencanaan teknis dilakukan di dalam negeri dan paling sedikit 50% (lima puluh persen) dari nilai pekerjaan perencanaan konstruksi dikerjakan oleh BUJK. Bisa juga dibuat regulasi, pekerjaan konsultansi di bawah Rp750 juta diperuntukkan hanya khusus bagi usaha kecil. “Regulasi dalam menghadapi liberalisasi perdagangan barang dan jasa, tentunya tidak dibuka secara 100%. Ini untuk menjaga Ketahanan Masyarakat Jasa Kontruksi Indonesia agar tetap kuat,” kata Yusid Toyib. Ia mencontohkan, untuk pergerakan Tenaga Kerja Asing (TKA) yang masuk ke Indonesia tetap dibatasi hanya di level manajemen dan ahli, serta dibatasi pada tiga status: business visitor, intra-corporate (dalam satu peru-
sahaan), dan contracted person (tenaga kerja yang dipekerjakan oleh perusahaan asing yang telah mendapat kontrak kerja). Selebihnya, pekerjaan di luar itu masih dipegang oleh orang Indonesia. Selain itu, harus adanya Mutual Recognition Agreement, yaitu pengakuan penyetaraan kompetensi antarnegara anggota ASEAN. Tujuannya, agar tidak terjadi ketimpangan dalam hal standar pekerjaan untuk posisi yang sejajar. Jika semua program ini konsisten dijalankan dengan baik, maka KMJK Indonesia akan tetap jadi tuan di rumahnya sendiri. Perbanyak Tenaga Ahli Beberapa program juga dijelaskan Ir. Yusid Toyib, M.Eng.Sc mengenai target yang ingin dicapai pemerintah untuk mendukung Ketahanan Masyarakat Jasa Kontruksi yang akan dilaksanakan pada tahun 2015-2019. Program yang disusun oleh Direktorat Jenderal Bina Konstruksi itu meliputi pekerjaan konstruksi yang menerapkan manajemen mutu dan tertib penyelenggaraan konstruksi sebesar 40%, penggunaan beton pracetak sebesar 30%, peningkatan 125 BUJK ke klasifikasi besar B2, dan nilai ekspor jasa konstruksi ke luar negeri sebesar Rp15 triliun.
Dari sisi masyarakat jasa kontruksi, pemerintah juga melakukan pembekalan dengan memberikan pelatihan kepada tenaga terampil yang diwujudkan dalan 200 kerjasama strategis antara kementerian, pemerintah daerah, perguruan tinggi, Lembaga Pelatihan Jasa Kontruksi (LPJK), asosiasi, Badan Usaha Jasa Kontruksi (BUJK), proyek, dan masyarakat jasa konstruksi. Selain itu, program pemberdayaan masyarakat ini dilakukan melalui pelatihan Mobile Training Unit (MTU) dan pelatihan menggunakan metode plasma. Total tenaga ahli yang rencananya diberi pelatihan hingga memiliki sertifikat keahlian jumlahnya ditargetkan sebagai berikut: 50.000 insinyur, 200.000 teknisi, 500.000 tenaga terampil, 10.000 instruktur atau asesor pelatihan konstruksi, 10.000 tenaga ahli atau manajer proyek terlatih, dan 40.000 supervisor atau foreman terlatih. Ini dapat Anda lihat ditabel berjudul “Kebijakan dan NSPK”. Pentingnya Sertifikasi Berkaitan dengan sertifikasi yang sedang digalakkan pemerintah dan Lembaga Pelatihan Jasa Kontruksi (LPJK), menurut Ir. Yusid Toyib, M.Eng.Sc bahwa memiliki tenaga kerja yang berkompeten dan ber-
sertifikat itu penting. “Namun, yang ingin saya tekankan, bukan sertifikat saja, tetapi lebih kepada kompetensi tenaga kerja itu sendiri. Percuma sertifikat dimiliki, jika kemampuan yang diujikannya itu tidak dipergunakan,” ucapnya. Sebagai contoh, tenaga kerja terampil yang telah dilatih, lalu diuji, dan akhirnya lulus dapat sertifikat, tetapi ia malah bekerja sebagai tukang parkir. Ini percuma! Seperti yang diutarakan, poinnya adalah kompetensi. Sedangkan sertifikat adalah tanda bukti yang dimiliki atas sebuah kompetensi, baik dari sisi kognitif dan psikomotorik. Dari sisi kognitif tenaga kerja memiliki pengetahuan khususnya tentang teknik pekerjaan, lalu pemahaman akan material dan peralatan yang dipergunakan. Jangan sampai pekerja menggunakan bahan dan alat yang asal dan tidak standar. Selain itu, dari sisi psikomotorik/pratek tenaga kerja har-
us cakap dalam bekerja, terampil, dan memiliki keahlian. Optimis Bisa! Tak hanya sebatas strategi dan wacana, langkah maju pun sudah mulai dilakukan Direktorat Jenderal Bina Kontruksi dengan membuat pembaharuan program baru ke arah pembangunan infrastruktur nasional berbasis pemberdayaan masyarakat. Pada program pengenalan Rumah Instan Sederhana (RISA), contohnya. Dulu, pelatihan RISA sempat diperkenalkan dan dibangun di Jogjakarta, tetapi pekerja bangunan yang dibawa bukan berasal dari Jogjakarta. Yang ada, tak hanya program ini yang tidak berkembang, tetapi pemberdayaan masyarakat kurang maksimal. Kini, setiap ada pengenalan dan pembangunan RISA, tukang yang dilatih adalah masyarakat sekitar yang sudah memiliki
dasar menukang, sehingga program ini pun diharapkan akan lebih maksimal. Masyarakat jadi mengenal programnya, mengaplikasi, dan menerapkannya. Selain itu, pemerintah tak canggung untuk turun tangan mencari tukang dan memberi pelatihan agar sertifikasi benar-benar terealisasi. Dengan semua usaha yang telah dilakukan dan perencanaan matang, dunia jasa konstruksi dengan segala problematika dan tantangannya, Ir. Yusid Toyib, M.Eng.Sc optimis bahwa Ketahanan Masyarakat Jasa Kontruksi tetap bisa bertahan menghadapi liberalisasi perdagangan dan jasa dari Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2016. “Siap tidak siap kita harus hadapi, untuk itu Ditjen Bina Konstruksi ada,” tutupnya. v
Dukungan Kebijakan Pemerintah Dalam Menghadapi MEA Ada beberapa dukungan kebijakan yang dikeluarkan pemerintah untuk melindungi Ketahanan Masyarakat Jasa Kontruksi (KMJK) agar terus dapat bertahan dan tidak hanyut terbawa arus liberalisasi perdagangan dan jasa, khususnya dari Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Dukungan itu berupa peraturan-peraturan yang tertuang sebagai berikut. 1. Revisi Permen PU 05/2011 Isinya adalah sebagai berikut. “Untuk pekerjaan konsultansi, kerja sama operasi antara BUJKA dengan BUJK Nasional dilakukan dengan persyaratan: • seluruh pekerjaan perencanaan teknis dilakukan di dalam negeri; dan • paling sedikit 50% (lima puluh persen) dari nilai pekerjaan perencanaan konstruksi dikerjakan oleh BUJK. 2. PERMEN PU 08/2011 Isinya adalah sebagai berikut. • Mendorong Agar Usaha Jasa Konsultan Nasional Memiliki Spesialisasi Melalui Persyaratan Penanggung Jawab Subklasifikasi Adalah Tenaga Ahli Tetap Dengan Bidang Keahlian Yang Sesuai.
• P enyelarasan subklasifikasi dengan standar internasional (CPC). • Penambahan Subklasifikasi Usaha Jasa Enjiniring Terpadu untuk kualifikasi besar dan pekerjaan kompleks, berisiko tinggi, berteknologi tinggi dan berbiaya besar.(rencana revisi PERMEN OU 08/2011 3. SE Menteri PU Nomor: 03/SE/M/2013 Isinya tentang: Remunerasi tenaga ahli konstruksi. 4. Permen PU 14/2013 Isinya tentang: Pekerjaan konsultansi di bawah Rp750 juta diperuntukkan bagi usaha kecil. 5. UU KEINSINYURAN Isinya adalah sebagai berikut. • Memberikan jaminan bagi praktik keinsinyuran yang berazaskan profesionalisme dan bertanggung jawab, serta meningkatkan daya saing insinyur Indonesia. • Meningkatkan jumlah Insinyur Indonesia.
Buletin Direktorat Jenderal Bina Konstruksi Edisi IV / 2015
21
INFO UTAMA
Status Perubahan Rancangan
undang-undang jasa konstruksi
J
asa Konstruksi mempunyai peranan penting dan stategis, karena menghasilkan produk akhir berupa bangunan atau bentuk fisik yang menunjang prasarana dan sarana sebagai pendukung terhadap bidang ekonomi, sosial, dan budaya. Selama ini sektor jasa konstruksi nasional berjalan menggunakan Undang-undang Nomor 18 Tahun 1999, dalam perjalanan kurang lebih 16 tahun tersebut, memang telah banyak hasil dan manfaat yag dapat dirasakan oleh seluruh pemangku kepentingan jasa konstruksi nasional. Namun, hal tersebut tidak selalu berjalan mulus, terdapat beberapa hambatan yang kerap kali terjadi dalam implementasi Undang-undang tersebut beserta produk statuternya. Hingga akhirnya melakukan revisi atau bahkan penggantian undangundang jasa konstruksi. Pembahasan mengenai undang-undang jasa konstruksi memang masih terus berlanjut. Hal tersebut memang memakan waktu cukup lama, pasalnya rancangan undang-undang jasa konstruksi memiliki peranan penting dan stategis. Saat ini materi rancangan undang-undang jasa konstruksi (RUUJK) sudah lengkap, termasuk kepentingan dari asosiasi sudah terakomodir dengan baik. Dimana, rancangan Undang-undang Jasa Konstruksi sudah terakomodir secara universal kepentingan jasa konstruksi nasional ynag sudah mensetarakan antara penyedia jasa dengan pengguna jasa. Hanya saja hal tersebut belumlah cukup, butuh pengawasan pemerintah guna mengatur aspek-aspek khusus didalamnya.
Bina Konstruksi di dampingi oleh Direktur Kelembagaan dan Sumber Daya Jasa Konstruksi Yaya Supriyatna. Menurut Yaya Supriyatna, pemerintah saat ini tengah mendiskusikan dengan stakeholders jasa konstruksi yakni asosiasi, pakar/perguruan tinggi agar dapat menghasilkan usulan kosilidasi. Stakeholders tersebut juga diharapkan akan menghadiri Focus Group Discussion (FGD) yang rencananya akan dilaksanakan di 3 provinsi yakni Bali, Jawa Timur, dan Sumatera Utara. Sekaligus mendampingi kunjungan kerja komisi V DPR ke Korea dan Kanada. Mengikuti Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Lembaga Pengembang Jasa Konstruksi (LPJK), Gapensi, gapeksindo, Gapenri, AKI, Inkindo, dan Perkindo. Direktur Jenderal Bina Konstruksi Yusid Toyib juga menambahkan perlu untuk mengadakan FGD dengan tenaga ahli, peneliti, dan legal drafting, bersama sekretariat Komisi V DPR serta berbagai pemangku kepentingan seperti internal satminkal, Kementerian PUPR, Asosiasi, perguruan tinggi, dan LPJK. Baru, setelah itu semua terlaksana sidang paripurna dan menetapkan RUUJK insiatif DPR pada minggu ke II bulan Oktober 2015. Para perwakilan dari beberapa kontraktor BUMN seperti Wijaya Karya, WASKITA, Hutama Karya, Adhi Karya, Yodya Karya, Indah Karya, Brantas, Istaka Karya, AKA, PP, dan Amarta karya berkumpul bersama mendiskusikan terkait rancangan undang-undang jasa konstruksi yang tengah digodok bersama pemerintah melalui Kementerian PUPR melalui Ditjen Bina Konstruksi dan DPR RI Komisi V. Timeline Penyusunan RUUJK
Rancangan Undang-undang Jasa Konstruksi yang diusulkan oleh Dewan perwakilan Rakyat RI bukanlah revisi dari UU Nomor 18 tahun 1999, melainkan produk undang-undang baru yang judulnya jasa konstruksi. Sedangkan terminologi atau ruang lingkupnya berubah dan paling dominan adalah hilangnya peran masyarakat di dalam rancangan undang-undangyang baru tersebut isinya bukan jasa konstruksi melainkan sektor konstruksi. Rancangan Undang-undang Jasa Konstruksi yang diusulkan oleh Dewan perwakilan Rakyat RI bukanlah revisi dari UU Nomor 18 tahun 1999, melainkan produk undang-undang baru yang judulnya jasa konstruksi. Sedangkan terminologi atau ruang lingkupnya berubah dan paling dominan adalah hilangnya peran masyarakat di dalam rancangan undang-undang yang baru tersebut isinya bukan jasa konstruksi melainkan sektor konstruksi Beberapa waktu lalu diadakan diskusi antara Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahaan Rakyat melalui Direktorat Jenderal Bina Konstruksi dihadapan para pekerja dan penyedia jasa konstruksi, hadir sebagai narasumber Yusid Toyib, Dirjen
22
Gambar 1 Saat ini, penyelengaraan jasa konstruksi memiliki tantangan yang tidak mudah, investasi konstruksi yang semakin besar dan pasar jasa konstruksi yang semakin terbuka secara global khususnya dengan terbentuknya pasar Masyarakat Ekonomi
Buletin Direktorat Jenderal Bina Konstruksi Edisi IV / 2015
Asean 2016 hal inilah yang melatarbelakangi penyusunan rancangan undang-undang jasa konstruksi. Tidak hanya itu faktor lingkungan yang strategis telah berubah secara signifikan sehingga memerlukan harmonisasi antara pemberlakuan Undangundang ketenagakerjaan dan terbentuknya BNSP dan LSP, pemberlakuan standar internasional terkait usaha jasa konstruksi, pemberlakuan Undang-undang keprofesian seperti Insinyur dan arsitek, pemberlakuan terkait sektor jasa konstruksi (ESDM). Keperluan mendesak dalam upaya meningkatkan efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan berdasarkan hasil pembelajaran dalam penerapan UU 18/1999 yang mencakup antara lain: aspek pembinaan, penyelenggaraan, penegakkan ketertiban/hukum, partisipasi masyarakat, dan keamanan keselamatan dan kesehatan konstruksi. Kerangka Rancangan Undang-Undang Jasa Konstruksi versi DPR RI
Dalam setiap jenis pekerjaan konstruksi harus terintregasi dengan jelas (DB, EPC,PBC). Sertifikasi tenaga kerja konstruksi diharmonisasikan dengan undang-undang keprofesian dan undang-undang ketenagakerjaan. Hal ini sangat penting karena banyak sarjana muda jurusan teknik atau arsitek yang tidak melanjutkan pekerjaannya dalam bidang konstruksi setelah lulus perguruan tinggi. Sertifikasi hingga kini masih menjadi pekerjaan rumah Direktorat Jenderal Bina Konstruksi sebagai pembina para tenaga kerja konstruksi yang berkompeten. Dalam memberikan sertifikasi kepada pekerja konstruksi Pemerintah, melalui Ditjen Bina Konstruksi tidak bisa sendiri melainkan perlu kerja sama dari para asosiasi untuk memberikan sertifikasi bagi tenaga kerja yang berkompeten. Dari beberapa pokok-pokok perubahan substansi RUUJK, yang terakhir adalah pencegahan terjadinya kriminalisasi dalam pengikatan kontrak. Tidak Hanya para stakeholders, masyarakat jasa konstruksi juga diharapkan dapat ikutserta dalam perancangan undangundang jasa konstruksi. Karena masyarakat jasa konstruksi dapat berperan sebagai forum penyampaian aspirasi. Masyarakta jasa konstruksi juga diharapkan dapat menjadi dewan pengurus LPPJK, melalui asosiasi usaha penyelangaraan sertifikasi badan usaha dapat terlaksana. Asosiasi profesi dapat membentuk USTK untuk menyelenggarakan sertifikasi tenaga kerja konstruksi, LPPJK juga dapat melakukan pengembangan jasa konstruksi termasuk meregristasi Sbu/SKA/SKKT.
Gambar 2 Direktorat Jenderal Bina Konstruksi sebagai pembina pekerja dan penyedia jasa konstruksi mengharapkan perubahan subatansi dalam rancangan undang-undang jasa konstruksi seperti pembinaan dan pembagian tugas pembinaan antara pusat, provinsi, dan kabupaten/kota diperjelas. Seiring dengan berkembangnya sektor konstruksi di Indonesia, perkembangan pekerja dan penyedia konstruksi pun menjadi meningkat, haltersebut ditandai dengan maraknya pekerja dan penyedia jasa konstruksi asing yang masuk ke Indonesia. Melihat fenomena tersebut, menjadi alasan perlunya pengaturan badan usha jasa konstruksi asing. Pembinaan Jasa Konstruksi Gambar 3 Dengan adanya sinergitas antara Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi, pekerja konstruksi, penyedia jasa konstruksi, dan masyarakat konstruksi dapat terus berkerjasama dalam mewujudkan rancangan undang-undang jasa konstruksi agar dapat segera disahkan oleh para Dewan Perwakilan Rakyat RI, melalui sidang paripurna dan ditetapkan sebagai Undang- undang Jasa Konstruksi. v
JURNAL
PENTINGNYA PENERBITAN FORMULIR STANDAR PERJANJIAN KERJA SAMA OPERASI DEMI MENJAMIN KESETARAAN KEDUDUKAN ANTARA NEGARA PEMBERI PINJAMAN DENGAN NEGARA PENERIMA PINJAMAN DALAM KONTRAK KONSTRUKSI Oleh: Lya Trisnawati, SH
ABSTRAKSI Agar kehadiran dan aktivitas Badan Usaha Jasa Konstruksi Asing yang notaben sebagai negara pemberi pinjaman pada kegiatan jasa konstruksi di Indonesia dapat berjalan dengan baik, Pemerintah Indonesia telah menerbitkan peraturan melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat yakni Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 10/PRT/M/2014 tentang Pedoman Persyaratan Pemberian Izin Perwakilan Badan Usaha Jasa Konstruksi Asing. Selain dari peraturan yang telah ada, ternyata diperlukan juga formulir standar perjanjian kerja sama operasi (joint operation) agar dapat terindikasi acuan yang jelas dalam mengendalikan kegiatan badan usaha jasa konstruksi asing di Indonesia sehingga cita-cita bangsa untuk dapat memberi manfaat yang sebesarbesarnya bagi peningkatan kemampuan usaha jasa konstruksi nasional dapat tercapai. Hasil kajian menunjukkan bahwa dengan tidak adanya formulir standar perjanjian kerja sama operasi dapat menyebabkan Badan Usaha Jasa Konstruksi Nasional di Indonesia tidak memiliki kedudukan yang setara dalam hal melakukan kerja sama dengan Badan Usaha Jasa Konstruksi Asing. Ketidaksetaraan kedudukan ini diakibatkan karena Badan Usaha Jasa Konstruksi Asing memiliki modal yang besar sehingga Badan Usaha Jasa Konstruksi Nasional harus memenuhi keinginan dan persyaratan yang dibuat oleh Badan Usaha Jasa Konstruksi Asing untuk dapat memberikan pinjaman dalam melaksanakan kegiatan kontsruksi di Indonesia. Usaha yang dapat dilakukan pemerintah Indonesia dalam menjamin kesetaraan kedudukan antara Badan Usaha Jasa Konstruksi Asing dan Badan Usaha Jasa Konstruksi Nasional adalah dengan menerbitkan formulir standar perjanjian kerja sama operasi. Kata Kunci
: Joint Operation, Joint Operation Agreement, Pemerintah, Badan Usaha Jasa Konstruksi Asing, Badan Usaha Jasa Konstruksi Nasional, Pinjaman luar negeri.
PENDAHULUAN Sesuai dengan Pasal 11 ayat (1) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 10/PRT/M/2014, Badan Usaha Jasa Konstruksi Asing, yang selanjutnya akan disingkat BUJKA, wajib membentuk ikatan kerja sama operasi dengan Badan Usaha Jasa Konstruksi Nasional, yang selanjutnya akan disingkat BUJK, untuk setiap pekerjaan konstruksi. Dalam hal proyek konstruksi memerlukan subkontrak untuk mengerjakan bagian dari pekerjaan, BUJKA wajib menunjuk
24
BUJK yang memiliki SBU dan IUJK. Dalam Peraturan Menteri ini juga diatur bahwa BUJKA yang telah membentuk ikatan kerja sama operasi dapat melaksanakan pekerjaan konstruksi yang dibiayai dengan APBN/APBD, pinjaman dan/atau hibah luar negeri, penanaman modal asing dan dalam negeri, atau dana swasta sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Selain itu, BUJKA hanya diizinkan mengerjakan proyek konstruksi yang kompleks, beresiko besar dan/atau berteknologi tinggi.
Buletin Direktorat Jenderal Bina Konstruksi Edisi IV / 2015
Pada umumnya, pemerintah Republik Indonesia lebih melihat bahwa joint operation lebih baik karena kontraktor nasional akan bersanding dan setingkat dengan mitranya dari luar negeri. Lain halnya dengan posisi subkontraktor yang hanya mengerjakan perintah perusahaan asing yang menjadi kontraktor utama dan sangat terlihat jelas bahwa posisi subkontraktor tidak setingkat dengan kontraktor luar negeri sebagai mitra. Biasanya pada saat pengajuan penawaran tender, dilampirkan suatu
affidavit bahwa telah dilakukan kesepakatan joint operation dalam pelaksanaan proyek yang akan didapat, yang ditandatangani di atas materai. Affidavit dalam hal ini adalah pernyataan tertulis mengenai telah dilakukannya kesepakatan joint operation di atas sumpah oleh pemilik BUJKA, di hadapan penguasa yang berwewenang. Pada kenyataannya, dalam pelaksanaan perjanjian kerja sama operasi yang ada selama ini, jika perjanjian kerja sama operasi sejenis ini terus dilakukan ke depan, keberadaan kontraktor nasional yang menjadi mitra kontraktor asing akan terus dirugikan akibat dari tidak adanya standar dalam pembuatan perjanjian kerja sama operasi yang dapat mengindikasikan kesetaraan kedudukan antara BUJKA atau kontraktor luar negeri dengan BUJK atau kontraktor dalam negeri. PEMBAHASAN Bentuk Utama Kemitraan dalam Suatu Perjanjian Kerja sama Operasi Bidang Jasa Konstruksi di Indonesia. Dalam suatu perjanjian kerja sama operasi bidang jasa konstruksi di Indonesia dikenal dua bentuk utama kemitraan, yaitu semua pekerjaan di bawah mitra utama (leading party) atau dibagi dengan setiap mitra (sharing party) untuk melaksanakan pekerjaan tertentu. Pada bentuk perjanjian kerja sama operasi pertama, yakni leading party, banyak terdapat pasal sangat unilateral. Con-
tohnya, Pasal kesatu, kedua pihak sepakat menunjuk mitra perusahaan asing dengan porsi saham 60 persen sebagai leading institution dan project manager. Pasal kedua, mitra perusahaan asing tersebut berhak menunjuk seorang general super intendant yang dapat bertindak sendiri dengan tanggung jawab yang sifatnya sole responsibility, dengan catatan dalam beberapa hal khusus yang sangat substansial harus mendapat persetujuan lebih dulu dari Komite Pengawas dengan komposisi keanggotaan 2 berbanding 1. Dari sini dengan mudah dapat dipahami bahwa tindakannya pastilah demi keuntungan sepihak, yakni kontraktor luar negeri. Pasal ketiga, para pihak memberikan kuasa kepada mitra perusahaan asing tersebut sebagai leader dan pengelola proyek (project manager) untuk dan atas nama joint operation sebagai penandatangan tunggal dari kontrak-kontrak dengan semua subkontraktor, pemasok, dan lain sebagainya. Dari ketiga pasal di atas, jelas terlihat bahwa mitra perusahaan asing, kontraktor luar negeri, menjadi mitra utama (leader) dan pengelola proyek yang mempunyai hak penuh untuk mengadakan hubungan dengan pihak ketiga dan seterusnya. Pengelola proyek bertanggung jawab kepada komite manajemen yang anggotanya adalah 3 berbanding 1, sehingga apa pun usulan pengelola proyek, dalam kaitannya dengan hubungan kemitraannya, dapat dipastikan akan disetujui operation committee. Pasal
lainnya biasanya dikemukakan bahwa kontraktor nasional dengan saham 40 persen berhak mengusulkan seseorang sebagai wakil manajer proyek, dengan tugas pokok "patuh, mendukung, dan membantu pengelola proyek" dan bertanggung jawab kepada pengelola proyek dalam pelaksanaan pekerjaan. Hampir semua pasal penuh dengan pagar-pagar pengaman yang membatasi gerak dari kontraktor nasional. Bahkan, dalam hal kontraktor nasional lalai atau melakukan penyimpangan, pihak yang lain tidak ikut bertanggung jawab. Jadi, posisi kontraktor nasional sebagai mitra suatu joint operation dengan kontraktor luar negeri di bidang jasa konstruksi tidak lebih sebagai pelengkap untuk memenuhi aturan perundangan yang akan sangat merugikan. Kontraktor nasional wajib menyetorkan bagiannya sebe-
Buletin Direktorat Jenderal Bina Konstruksi Edisi IV / 2015
25
sar 40 persen tanpa hak apa pun dalam pengelolaan proyek sehingga tidak lebih sebagai pemberi modal bagi joint operation. Hal ini sesuatu yang penulis yakini bukanlah keinginan pemerintah saat mewajibkan kontraktor luar negeri bermitra dengan kontraktor nasional. Penulis meyakini bahwa dengan bentuk perjanjian kerja sama operasi semacam ini, tidak ada nilai tambah apa pun bagi kontraktor nasional. Perjanjian kerja sama operasi bentuk kedua, yakni dimana setiap pihak melaksanakan bagian tertentu dari pekerjaan, biasanya terdapat pula suatu pasal yang merupakan tambahan pasal yang ada pada hampir semua perjanjian kerja sama operasi bentuk ini, yang menyebutkan bahwa kerugian akibat kelalaian setiap pihak merupakan tanggung jawab sendiri. Melihat kedua bentuk dasar perjanjian kerja sama operasi di bidang jasa konstruksi di atas, sebenarnya joint operation dengan pihak asing tak punya nilai tambah bagi kontraktor nasional. Pembelajaran teknis maupun pembelajaran manajemen kontrak tidak akan didapat oleh kontraktor nasional dengan bentuk perjanjian kerja sama operasi semacam ini. Kerja Sama Operasi (Joint Operation). Kerja sama operasi (joint operation) adalah kerja sama usaha antara satu BUJKA dengan satu atau lebih BUJK, bersifat sementara untuk menangani satu atau beberapa pekerjaan konstruksi dan tidak merupakan suatu badan hukum baru berdasarkan peraturan perundangundangan Indonesia. Bentuk kerja sama operasi atau istilah yang lebih dikenal di masyarakat jasa konstruksi yakni joint operation adalah merupakan perkumpulan dua badan atau lebih yang bergabung untuk menyelesaikan suatu proyek, penggabungan ini bersifat sementara sampai proyek tersebut selesai. Pada dasarnya kerja sama operasi dapat terbagi menjadi dua tipe yaitu Administrative dan Non-Administrative Joint Operation. 1. Administrative Joint Operation Tipe kerja sama operasi ini yang ser-
26
ing disebut sebagai Kerja Sama Operasi (KSO) dimana kontrak dengan pihak pemberi kerja atau Project Owner ditandatangani atas nama Joint Operation. Dalam hal ini kerja sama operasi dianggap seolah-olah merupakan entitas tersendiri terpisah dari perusahaan para anggotanya. Tanggungjawab pekerjaan terhadap pemilik proyek berada pada entitas Joint Operation, bukan pada masing-masing anggota Joint Operation. Masalah pembagian modal kerja atau pembiayaan proyek, pengadaan peralatan, tenaga kerja, biaya bersama (joint cost) serta pembagian hasil (profit sharing) sehubungan dengan pelaksanaan proyek didasarkan pada porsi pekerjaan (scope of work) masing-masing yang disepakati dalam sebuah Joint Operation Agreement. 2. Non-Administrative Joint Operation Kerja sama operasi dengan tipe ini dalam prakteknya di kalangan pengusaha jasa konstruksi sering disebut sebagai Konsorsium di mana kontrak dengan pihak Project Owner dibuat langsung atas nama masing-masing perusahaan anggota. Dalam hal ini kerja sama operasi hanya bersifat sebagai alat koordinasi. Tanggung jawab pekerjaan terhadap Project Owner berada pada masing-masing anggota. Pentingnya Pemerintah Mengatur Formulir Standar Kerja sama Operasi untuk Menjamin Keadilan Berbasis Hukum Perjanjian dan Keseimbangan. Sangat penting untuk diteliti bahwa pengguna jasa dalam hal ini pemerintah masuk lebih dalam lagi dan tak hanya percaya pada affidavit yang dilampirkan saat penyampaian tender, tetapi juga menelaah joint operation yang dibuat. Hak pengguna jasa untuk mendalami perjanjian kerja sama operasi yang dibuat oleh penyedia jasa tidak dilarang. Bahkan, dalam rangka kesetaraan hak dan kewajiban, Federasi Internasional Konsultan Engineering (Federation Internationale des Ingenieurs-Conseils/ FIDIC) yang diakui di dunia internasional sebagai lembaga yang menerbitkan standar kontrak internasional (dikenal sebagai FIDIC Conditions of Contract for Construction) menyatakan dengan jelas bahwa kontraktor harus mendapatkan
Buletin Direktorat Jenderal Bina Konstruksi Edisi IV / 2015
kejelasan dari pengguna jasa, tentang kemampuan membayar mereka yang tentunya dapat ditafsirkan bahwa pihak pengguna jasa juga punya hak mengetahui bahwa kontraktor akan dapat mengerjakan pekerjaannya sesuai kontrak dengan baik atau tidak. Perjanjian ini berusaha untuk memahami perjanjian kerja sama operasi antara negara pemberi pinjaman modal dalam pelaksanaan kegiatan konstruksi dengan negara penerima pinjaman secara yuridis, yang artinya adalah memahami objek penelitian sebagai hukum yakni sebagai kaidah hukum atau sebagai isi kaidah hukum sebagaimana yang ditentukan dalam yurisprudensi dan peraturan-peraturan yang berkaitan dengan masalah hukum perjanjian. Teori yang dipakai dalam penelitian ini adalah teori keadilan berbasis hukum perjanjian dan teori keseimbangan. Hal ini menyebutkan bahwa keadilan yang memadai harus dibentuk dengan pendekatan perjanjian. Dimana asas keadilan dipilih bersama dengan kesepakatan bersama atau penyesuaian kehendak para pihak, secara bebas, rasional dan sederajat. Melalui pendekatan perjanjian dari sebuah teori keadilan mampu untuk menjamin pelaksanaan hak dan sekaligus mendistribusikan kewajiban secara adil bagi semua orang. Oleh karenanya suatu konsep keadilan yang baik haruslah bersifat kontraktual agar sisi kepastian hukum dapat tercapai. Konsekuensinya setiap konsep keadilan yang tidak berbasis kontraktual haruslah dikesampingkan demi kepentingan keadilan itu sendiri. Sedangkan pendekatan perjanjian dari sebuah teori keseimbangan dipakai untuk mendukung prinsip dari keadilan itu sendiri, bertujuan untuk memperoleh adanya kepastian hukum para pihak yang berkedudukan setara atau seimbang dalam melakukan perjanjian kerja sama agar dapat memenuhi prestasi yang dikehendaki kedua belah pihak. Perikatan yang Diatur dalam Buku III KUH Perdata. Perbuatan hukum yang mengikat antara pihak pemberi pinjaman dengan pihak
penerima pinjaman memakai dasar hukum yang terdapat dalam Buku III KUH Perdata yaitu pengaturan perikatan pada umumnya. Kontrak kerja sama yang dilakukan ini adalah berjenis kontrak tidak bernama (innominaat) yang diatur diluar KUH Perdata, tetapi dapat dicari dasar hukumnya dari perbuatan perjanjian kerja sama ini dengan menafsirkan asas kebebasan berkontrak. Hal mana hukum kontrak innominaat merupakan bagian dari hukum kontrak pada umumnya yang diatur dalam Buku III KUH Perdata. Hukum kontrak innominaat merupakan hukum yang khusus karena adanya perjanjian kerja sama antara pihak pemberi pinjaman dengan pihak penerima pinjaman, sedangkan pengaturan kontrak merupakan ketentuan hukum yang umum. Dikatakan bersifat umum karena hukum kontrak mengkaji dua hal yaitu mengkaji kontrak yang dikenal dalam KUH Perdata dan di luar KUH Perdata. Sedangkan hukum kontrak innominaat mengkaji kontrak-kontrak yang sering timbul dan berkembang di kalangan masyarakat, salah satunya karena adanya perjanjian kerja sama operasi tersebut. Sistem pengaturan kontrak innominaat juga sama dengan sistem pengaturan hukum kontrak yaitu open system, artinya bahwa setiap orang bebas untuk mengadakan perjanjian, baik yang sudah diatur maupun yang belum diatur dalam undang-undang. Hal ini dapat ditegaskan dan disimpulkan dari ketentuan Pasal 1338 Ayat (1) KUH Perdata yang menyatakan : “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata memberikan kebebasan kepada para pihak untuk; 1. Membuat atau tidak membuat perjanjian; 2. Mengadakan perjanjian dengan siapapun; 3. Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan dan persyaratannya; dan 4. Menentukan bentuk perjanjian, yaitu tertulis maupun lisan. Suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali kecuali dengan kesepakatan kedua
belah pihak, atau karena selain adanya alasan-alasan oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu. Adapun yang menjadi objek hukum perjanjian kerja sama operasi ini berupa suatu proyek konstruksi dengan dana pinjaman yang berasal dari kontraktor luar negeri dimana persyaratan untuk dapat menjalankan proyek konstruksi di Indonesia adalah dengan melakukan kerja sama operasi dengan kontraktor dalam negeri berdasarkan syarat-syarat penunjukan kerja sama operasi yang ditetapkan oleh Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia. Perjanjian Menurut Para Ahli. Sebagian pakar hukum menerjemahkan verbintenis menjadi perutangan, ada juga yang menerjemahkannya sebagai perjanjian. Makna dari kata verbintenis berasal dari kata kerja verbinden yang artinya mengikat. Jadi verbintenis menunjuk kepada adanya ikatan atau hubungan hukum. Istilah verbintenis lebih tepat digunakan perikatan dalam kamus hukum overeenkomst berasal dari kata kerja overeenkomen yang artinya setuju atau sepakat. Jadi overeenkomst mengandung arti kata sepakat sesuai dengan asas konsensualisme yang dianut oleh KUH Perdata dalam bidang hukum perjanjian. Oleh karena pengertian overeenkomst sesuai dengan asas kata sepakat, lebih tepat diterjemahkan atau digunakan istilah persetujuan, adalah suatu perjanjian. Menurut Subekti, mengemukakan bahwa: “Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal, dikatakannya bahwa dua perkataan (perjanjian dan persetujuan itu adalah sama artinya)” Pada umumnya perjanjian tidak terikat kepada satu bentuk tertentu saja tetapi perjanjian dapat dibuat secara lisan maupun tulisan, andaikata perjanjian itu dibuat secara tulisan maka ia bersifat sebagai alat pembuktian apabila terjadi perselisihan. Selanjutnya menurut teori yang dikemukakan oleh Van Dunne, mengartikan tentang perjanjian yaitu suatu hubungan
hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kesepakatan untuk menimbulkan akibat hukum. Teori tersebut tidak hanya melihat perjanjian semata-mata, tetapi juga harus dilihat perbuatan sebelumnya atau yang mendahuluinya. Ada tiga tahap membuat perjanjian perlu diperhatikan yaitu : 1. Tahap pra contractual, yaitu adanya penawaran dan penerimaan. 2. Tahap contractual, yaitu adanya persesuaian pernyataan kehendak antara para pihak yang mengadakan perjanjian. 3. Tahap post contractual, yaitu pelaksanaan perjanjian. Setelah subjek hukum dalam perjanjian telah jelas, termasuk mengenai kewenangan hukum masing-masing pihak, maka pembuat perjanjian harus menguasai materi asas dalam perjanjian yang akan dibuat oleh para pihak. Dua hal yang penting dalam perjanjian adalah masalah objek perjanjian dan hakikat daripada perjanjian serta syarat-syarat atau ketentuan yang telah disepakati. Dalam membuat perjanjian antara para pihak pasti akan menimbulkan hubungan hukum yang kemudian disertai adanya akibat-akibat hukum, dan akibat hukum tersebut akan memikul hak dan kewajiban serta tanggung jawab diantara keduanya. Pengertian dari tanggung jawab adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatunya (kalau terjadi apa-apa boleh dituntut, dipersalahkan, diperkarakan). Berdasarkan rumusan perjanjian diatas, menurut R. Subekti dapat dijumpai beberapa unsur dalam suatu perjanjian yaitu : 1. Hubungan hukum (perikatan). 2. Subyek hukum. 3. Isi (hak dan kewajiban). 4. Ruang lingkup (lingkup hukum harta kekayaan). Dengan demikian kontrak merupakan suatu peristiwa yang konkrit dan dapat dinikmati, baik itu kontrak yang dilakukan secara tertulis maupun tidak tertulis. Hal ini berbeda dari kegiatan yang tidak konkrit, tetapi abstrak atau tidak dapat dinikmati karena perikatan itu hanya merupakan akibat dari adanya kontrak kerja sama tersebut yang menyebabkan
Buletin Direktorat Jenderal Bina Konstruksi Edisi IV / 2015
27
orang atau para pihak terikat untuk memenuhi apa yang diperjanjikan. Perjanjian Baku dalam Joint Operation Agreement. Pada dasarnya kontrak kerja sama harus dibuat berdasarkan kesepakatan bersama sesuai dengan syarat-syarat sah perjanjian didalam Pasal 1320 KUH Perdata yaitu pemenuhan syarat subjektif dan syarat objektif, bertujuan untuk melaksanakan prestasi tidak bertentangan dengan peraturan hukum yang berlaku sebagaimana ketentuan dalam Pasal 1337 KUH Perdata. Namun adakalanya “kedudukan” dari kedua belah pihak dalam bernegosiasi tidak seimbang, yang pada akhirnya melahirkan suatu perjanjian yang tidak terlalu menguntungkan bagi salah satu pihak yaitu pihak yang tergolong lemah. Hal ini terjadi dalam perjanjian kerja sama operasi antara negara pemberi pinjaman dengan negara penerima pinjaman dalam pelaksanaan kegiatan konstruksi. Bentuk kerja sama ini terdapat adanya klausula dalam pasal perihal penunjukan mitra perusahaan asing leading institution dan project manager, penunjukan seorang general super intendant yang dapat bertindak sendiri dengan tanggung jawab yang sifatnya sole responsibility, pemberian kuasa kepada leader dan pengelola proyek (project manager) untuk dan atas nama joint operation sebagai penandatangan tunggal dari kontrak-kontrak dengan semua subkontraktor, pemasok, dan lain sebagainya. Dari ketiga pasal di atas, jelas terlihat bahwa mitra perusahaan asing dan kontraktor luar negeri menjadi mitra utama (leader) dan pengelola proyek yang mempunyai hak penuh untuk mengadakan hubungan dengan pihak ketiga dan seterusnya. Dari sini dengan mudah dapat dipahami bahwa tindakannya pastilah demi keuntungan sepihak, yakni kontraktor luar negeri. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa perjanjian yang dibuat kontraktor luar negeri dengan kontraktor dalam negeri dapat digolongkan dalam jenis perjanjian baku. Perjanjian baku adalah satu wujud dari kebebasan kontraktor luar negeri me-
28
nyatakan kehendak dalam menjalankan kegiatannyanya. Setiap individu bebas berjuang untuk mencapai tujuan ekonominya walaupun mungkin akan merugikan pihak lain. Golongan ekonomi kuat selalu menang berhadapan dengan golongan ekonomi lemah, yang dalam hal ini negara pemberi pinjaman memiliki kekuatan ekonomi yang lebih tinggi dibandingkan dengan negara penerima pinjaman. Salim HS mengatakan bahwa : “Istilah perjanjian baku berasal dari terjemahan dari bahasa inggris, yaitu standard contract”. Standar kontrak merupakan perjanjian yang telah ditentukan dan telah dituangkan dalam bentuk formulir kontrak. Kontrak inilah telah ditentukan secara sepihak oleh salah satu pihak, terutama pihak ekonomi kuat terhadap pihak ekonomi lemah. Mariam Darus Badrulzaman juga mengemukakan ciri-ciri perjanjian baku adalah sebagai berikut : 1. Isinya ditetapkan secara sepihak oleh pihak yang posisinya (ekonominya) kuat. 2. Masyarakat (debitur) sama sekali tidak ikut bersama-sama menentukan isi dalam perjanjian tersebut. 3. Terdorong oleh kebutuhannya debitur terpaksa menerima perjanjian itu. 4. Bentuk tertentu (tertulis). 5. Dipersiapkan secara massal dan kolektif. Dari uraian di atas jelaslah bahwa hakikat perjanjian baku merupakan perjanjian yang telah distandarisasi isinya oleh pihak ekonominya yang lebih kuat, sedangkan pihak lainnya hanya diminta untuk menerima atau menolak isi perjanjiannya. Apabila pihak penerima pinjaman menerima isi perjanjian maka ia menandatangani perjanjian kerja sama operasi dengan pemberi pinjaman tersebut, tetapi apabila menolak maka perjanjian itu dianggap tidak pernah ada, karena penerima pinjaman tidak menandatangani perjanjian tersebut. Pada kenyataan yang sering terjadi kontraktor dalam negeri menerima isi perjanjian karena adanya dorongan atau paksaan untuk memenuhi kebutuhannya, sehingga pihak kontraktor dalam negeri
Buletin Direktorat Jenderal Bina Konstruksi Edisi IV / 2015
tersebut menerima adanya tawaran dari pihak yang lebih kuat yaitu kontraktor luar negeri. Berdasarkan uraian di atas jelaslah unsur-unsur dalam perjanjian baku itu yaitu: (1) diatur oleh kreditur atau ekomoni kuat, (2) dalam bentuk formulir (tertulis), dan (3) adanya klausul-klausul eksonerasi atau pengecualian. Oleh karena itu agar para pihak yang mengadakan perjanjian menjadi seimbang, perlu adanya penyesuaian kehendak para pihak, kepercayaan para satu sama lain, pernyataan para pihak karena hal sangat mempunyai keterkaitan yang sangat penting untuk hubungan kontraktual. Bentuk Perjanjian Baku. Perjanjian baku yang banyak terdapat di masyarakat dapat dibedakan dalam beberapa jenis, antara lain: 1. Perjanjian baku sepihak, adalah perjanjian yang isinya ditentukan oleh pihak yang kuat kedudukannya di dalam perjanjian itu. Pihak yang kuat di sini adalah pihak kreditur (BUJKA) yang lazimnya mempunyai posisi ekonomi kuat dibandingkan pihak debitur (BUJK). 2. Perjanjian baku yang ditetapkan oleh pemerintah, ialah perjanjian baku yang isinya ditentukan pemerintah terhadap perbuatan hukum tertentu. Hal ini yang diharapkan penulis dapat ditindaklanjuti oleh pemerintah dikarenakan ketidaksetaraan kedudukan antara BUJKA dengan BUJK. 3. Perjanjian baku yang ditentukan di lingkungan notaris atau advokat. Adalah perjanjian yang konsepnya sejak semula disediakan untuk memenuhi permintaan anggota masyarakat yang meminta bantuan notaris atau advokat yang bersangkutan. Secara sederhana, klausula baku mempunyai ciri berikut. 1. Sebuah klausula dalam suatu perjanjian yang dibuat secara sepihak oleh BUJKA, yang posisinya relatif lebih kuat dibandingkan BUJK; 2. BUJK sama sekali tidak dilibatkan dalam menentukan isi klausula tersebut; 3. Dibuat dalam bentuk tertulis dan massal; dan 4. BUJK terpaksa menerima isi perjanjian karena didorong kebutuhan.
Bentuk perjanjian kerja sama operasi yang ada selama ini merupakan perjanjian baku yang dibuat oleh BUJKA dan akan sangat sulit bagi BUJK untuk menolak perjanjian kerja sama operasi yang telah dibuat oleh BUJKA. Dengan demikian diperlukan campur tangan pemerintah untuk menyeimbangkan kedudukan negara pemberi pinjaman/ BUJKA dengan negara penerima pinjaman/BUJK dengan membentuk suatu formulir standar perjanjian kerja sama operasi antara BUJKA dengan BUJK. Pemberlakuan Prinsip-Prinsip Umum dalam Kontrak. Dalam kehidupan masyarakat sering terjadinya hubungan kontrak kerja sama, yang sebagaimana dalam penelitian ini membahas kontrak kerja sama antara kontraktor luar negeri dengan kontraktor dalam negeri, harus memperhatikan segala ketentuan yang berlaku dan perlu dijaga segala prinsip umum dalam hukum kontrak tersebut. Dengan demikian hak dan kewajiban para pihak akan terlindungi. Jika antara kepentingan hak dan kewajiban para pihak tidak dijalankan dengan ketidakseimbangan, maka akan terjadinya suatu konflik atau perselisihan kepentingan para pihak tersebut, sehingga menimbulkan perbuatan wanprestasi atau perbuatan melanggar hukum. Sistem hukum kontrak memiliki sejumlah prinsip umum sebagai berikut: a. Kebebasan Berkontrak (Freedom of Contract) Prinsip kebebasan berkontrak terdapat dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata. Kebebasan dalam membuat perjanjian dimana para pihak dapat dengan bebas mengatur hak dan kewajiban dalam perjanjian yang disepakati. Menurut Subekti, kebebasan berkontrak adalah suatu asas yang menyatakan bahwa setiap orang pada dasarnya boleh membuat kontrak (perjanjian) yang berisi apapun asal tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum.
Prinsip kebebasan berkontrak adalah suatu prinsip yang memberikan kebebasan para pihak untuk:
• Membuat atau tidak membuat perjanjian, • Mengadakan perjanjian dengan siapapun, • Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya, dan • Menentukan bentuknya perjanjian, yaitu tertulis atau lisan. b. Mengikat Sebagai Undang-Undang (Pacta Sunt Servanda) Prinsip ini tercantum dalam pasal yang sama dengan pasal yang berisi kebebasan berkontrak, yaitu Pasal 1338 KUH Perdata, yang menyatakan bahwa “Semua kontrak yang dibuat secara sah akan mengikat sebagai undang-undang bagi para pihak dalam kontrak tersebut”. Perjanjian mengikat pihak-pihak yang mengadakannya atau setiap perjanjian harus ditaati dan ditepati. Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya dan perjanjianperjanjian itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan para pihak atau karena alasan-alasan yang telah ditetapkan oleh undangundang. c. Konsensualisme (persesuaian kehendak) Sebagaimana yang tersirat dalam Pasal 1320 KUH Perdata, bahwa sebuah kontrak sudah terjadi dan karenanya mengikat para pihak dalam kontrak sejak terjadi kata sepakat tentang unsur pokok dari kontrak tersebut. Dengan kata lain, kontrak sudah sah apabila sudah tercapai kesepakatan mengenai unsur pokok kontrak dan tidak diperlukan formalitas tertentu. d. Itikad Baik/Moral (good will) Prinsip itikad baik dalam suatu perjanjian terdapat dalam Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata, yang menyatakan persetujuan-persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik. Dalam prakteknya, itikad baik sering ditafsirkan sebagai hal yang berhubungan dengan kepatuhan dan kepantasan dalam melaksanakan suatu kontrak.
e. Kepercayaan (vertrouwensbeginsel) Seseorang yang mengadakan perjanjian dengan pihak lain, menumbuhkan kepercayaan (trust) di antara kedua pihak itu bahwa satu sama lain akan memegang janjinya. Dengan kata lain, akan memenuhi prestasinya di belakang hari. Tanpa adanya kepercayaan tersebut, maka perjanjian itu tidak mungkin akan diadakan oleh para pihak. Dengan kepercayaan ini, kedua pihak mengikatkan dirinya dan untuk keduanya perjanjian itu mempunyai kekuatan mengikat sebagai undang-undang. f. Persamaan Hukum Prinsip ini menempatkan para pihak di dalam persamaan derajat, tidak ada perbedaan, walaupun ada perbedaan kulit, bangsa, kekayaan, kekuasaan, jabatan, dan lain-lain. g. Keseimbangan/Proporsionalitas/Kesetaraan Prinsip ini menghendaki kedua pihak memenuhi dan melaksanakan perjanjian itu. Prinsip keseimbangan/proporsionalitas/kesetaraan ini merupakan kelanjutan dari asas persamaan. Kreditur mempunyai kekuatan untuk menuntut prestasi dan jika diperlukan dapat menuntut pelunasan prestasi melalui kekayaan debitur. Namun, kreditur memikul pula beban untuk melaksanakan perjanjian itu dengan itikad baik. Dapat dilihat di sini bahwa kedudukan kreditur yang kuat diimbangi dengan kewajibannya untuk memperhatikan itikad baik sehingga kedudukan kreditur dan debitur seimbang. h. Kepastian Hukum Perjanjian sebagai suatu figur hukum harus mengandung kepastian hukum. Kepastian ini terungkap dari kekuatan mengikat perjanjian itu, yaitu sebagai undang-undang bagi para pihak. i. Kepatutan Prinsip ini dituangkan dalam Pasal 1338 KUH Perdata. Prinsip kepatutan di sini berkaitan dengan ketentuan mengenai isi perjanjian. Menurut hemat penulis, asas kepatutan ini harus dipertahankan karena melalui
Buletin Direktorat Jenderal Bina Konstruksi Edisi IV / 2015
29
prinsip ini ukuran tentang hubungan ditentukan juga oleh rasa keadilan dalam masyarakat. j. Kebiasaan Prinsip ini diatur dalam Pasal 1338 jo. 1347 KUH Perdata, yang dipandang sebagai bagian dari perjanjian. Suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk apa yang secara tegas dinyatakan.
Prinsip-prinsip hukum bersifat abstrak, yang terdiri dari nilai yang merupakan akar dari hukum positif lembaga legislatif dan pengadilan wajib berupaya menentukan bahwa hukum positif berupa perundangundangan dan putusan wajib mampu mewujudkan prinsip-prinsip tersebut.
KESIMPULAN DAN SARAN Tidak adanya formulir standar perjanjian kerja sama operasi antara negara pemberi pinjaman yang dalam hal ini dalam bentuk kontraktor luar negeri/Badan Usaha Jasa Konstruksi Asing dengan negara penerima pinjaman yang dalam hal ini dalam bentuk kontraktor dalam negeri/Badan Usaha Jasa Konstruksi Nasional menyebabkan ketidaksetaraan kedudukan/pengaruh/kekuatan dalam melaksanakan proyek konstruksi. Kesetaraan tidak dapat diwujudkan dalam pengambilan keputusan-keputusan penting yang sangat berpengaruh besar dalam proyek.
Selain itu diperlukan juga Petunjuk Teknis Penilaian Indikasi Sleeping Partner antara BUJKA dan BUJK Nasional sehingga Pemerintah dapat memberikan penilaian terhadap kondisi Joint Operation yang terjadi di berbagai pekerjaan konstruksi yang melibatkan BUJKA. DAFTAR REFERENSI : Sarwono Hardjomuljadi, Perlindungan Kontraktor Nasional, Kompas 31 Maret 2015. Agus Yudha Hernoko. 2008. Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas Dalam Kontrak Komersial, Laksbang Mediatama, Yogyakarta Satjipto Rahardjo. 1985. Ilmu Huku. Mandar Maju, Bandung. Sri Soedewi Masjchoen Sofwan. 1980. Hukum Perdata ‘Hukum Perutangan (Bagian A&B) Seksi Hukum Perdata. FH UGM, Yogyakarta. M. Yahya Harahap. 1986. Segi-Segi Hukum Perjanjian. Alumni, Bandung. R. Subekti. 1995. Aneka Hukum Perjanjian. PT. Citra Aditya Bakti, Jakarta. Mariam Darus Badrulzaman. 1994. Aneka Hukum Bisnis. Alumni, Bandung. Lely Nirwan. 1987. Hukum Perjanjian. Dewan Kerja Sama Ilmu Hukum Belanda dengan Indonesia Proyek Hukum Perdata, Yogyakarta.
Sehingga untuk menghindari terjadinya ketidaksetaraan kedudukan dalam kegiatan konstruksi ini, Pemerintah harus turun tangan dalam menerbitkan formulir standar perjanjian kerja sama operasi untuk dipakai oleh Badan Usaha Jasa Konstruksi Asing yang akan memberikan pinjamannya dalam proyek konstruksi di Indonesia. Perlu segera diterbitkannya Formulir Standar Perjanjian Kerja Sama Operasi Antara Badan Usaha Jasa Konstruksi Asing dengan Badan Usaha Jasa Konstruksi Nasional yang mengacu pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 10/ PRT/2014 tentang Pedoman Persyaratan Pemberian Izin Perwakilan Badan Usaha Jasa Konstruksi Asing.
30
Buletin Direktorat Jenderal Bina Konstruksi Edisi IV / 2015
Salim HS. 2002. Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Mataram. Kamus Besar Bahasa Indonesia. 1999. Balai Pustaka, Jakarta. R. Subekti. 1984. Hukum Perjanjian. Intermassa, Jakarta. Mariam Darus Badrulzaman. 2001. Kompilasi Hukum Perikatan. Citra Adtya Bakti, Bandung. R.Subekti dan R.Tjitrosudibio. 1996. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Pradnya Paramitha, Jakarta. Abdulkadir Muhammad. 1986. Hukum Perjanjian. Penerbit Alumni, Bandung. Setiawan. 1999. Pokok-Pokok Hukum Perikatan. Putra Abardin, Jakarta. Bambang Waluyo. 1998. Penelitian Hukum. Ghalian Indonesia, Jakarta. Priyanto Rustadi. 1989. Perpajakan Join Operation Usaha Jasa Konstruksi. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 10/PRT/M/2014 tentang Pedoman Persyaratan Pemberian Izin Perwakilan Badan Usaha Jasa Konstruksi Asing. v Staf Direktorat Bina Kelembagaan dan Sumber Daya Jasa Konstruksi, Direktorat Jenderal Bina Konstruksi
INFO UTAMA
RISHA: BANGUNCEPAT,BIAYAHEMAT Oleh : M. IRFAN H
Pemerintah melalui Puslitbang Permukiman, yang bernaung di bawah Balitbang Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) membuat sebuah produk inovasi membangun rumah yang dikenal dengan nama RISHA (Rumah Instan Sederhana Sehat).
D
irjen Pembiayaan Perumahan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Maurin Sitorus menuturkan, sektor perumahan Indonesia masih menghadapi tantangan serius. “Saat ini, backlog perumahan sebesar 13,5 juta unit berdasarkan kepemilikan. Sebanyak 7,6 juta unit berdasarkan kepenghunian, dan terdapat rumah tidak layak huni sebanyak 3,4 juta unit. Sementara, kebutuhan perumahan per tahunnya mencapai 800.000 unit,” kata Maurin. Tentunya, kebutuhan akan rumah ini harus dijawab dengan percepatan pem-
bangunan rumah dengan yang harganya terjangkau. Dengan latar belakang ini, Pemerintah melalui Puslitbang Permukiman, yang bernaung di bawah Balitbang Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) merasa memiliki tanggung jawab dalam menghadirkan inovasi produk membangun rumah yang cepat dengan harga terjangkau. Inovasi ini dapat diaplikasi langsung pemilik rumah (end user) atau pengembang perumahan. Bentuk inovasi ini terwujud dalam sebuah produk bernama RISHA (Rumah Instan Sederhana Sehat).
RISHA menjadi begitu istimewa karena rumah ini bisa dirakit di lokasi dengan sangat cepat atau dikenal dengan istilah knockdown. Sistem knockdown atau rakit ini sebenarnya bukan sistem baru di dunia desain. Sistem ini biasanya diaplikasi di furnitur, lalu dikembangkan ke dalam skala yang lebih luas, yaitu membangun rumah. Untuk masalah keamanan, Anda tidak perlu khawatir. Semua elemen yang digunakan dalam membangun RISHA ini sudah diuji terlebih dahulu sehingga kualitasnya terjamin. Berstandar SNI dan Tahan Gempa Meski bersifat knockdown, konstruksi RISHA terbilang kuat dan tahan dihan-
Strategi Baru Ir. Yusid Toyib, M.Eng.Sc, Direktur Jenderal Bina Kontruksi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mengungkapkan bahwa masyarakat tidak perlu takut menerapkan RISHA sebagai hunian. Masyarakat bahkan akan banyak diuntungkan karena secara pengerjaan dan biaya, menggunakan RISHA jauh lebih hemat. “Hemat waktu, hemat biaya, rumah pun bisa cepat dihuni,” ucap Yusid Toyib.
Realisasinya, jika dulu Dirjen BK hanya memperkenalkan RISHA melalui seminar dan pengenalan produk dengan menggandeng para ahli kontruksi saat membangun rumah, hal ini tidak berlaku lagi. Dirjen BK langsung menggandeng masyarakat sekitar untuk membuat material, melihat proses kerja, melaksanakan proses pembangunan, hingga akhirnya mereka bisa melihat hasil karya mereka sendiri dalam wujud rumah jadi.
Demi lebih memperkenalkan produk inovasi dari Balitbang Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) ke masyarakat, Direktorat Jenderal Bina Kontruksi (Dirjen BK) siap mendukung program ini. Bahkan, mereka mulai membuat terobosan baru dalam hal memperkenalkan produk ini agar masyarakat lebih yakin lagi bahwa produk ini adalah solusi bagi semua orang yang ingin segera memiliki rumah, tetapi terkendala biaya.
“Jika dulu, kami bangun rumah di Balikpapan, tetapi orang yang membangun rumah itu orang Jawa. Kini, kami membuat strategi baru. Dimanapun RISHA dibangun, maka kami akan memaksimalkan penggunaan orang sekitar rumah. Jadi, masyarakat bisa mengaplikasi langsung produk ini saat membangun rumah,” ucap Yusid Toyib. Dengan semua inovasi ini, semoga masyarakat makin terbantu dalam mewujudkan mimpinya membangun rumah.
Buletin Direktorat Jenderal Bina Konstruksi Edisi IV / 2015
31
tam gempa. Bahkan, materialnya sudah diuji dan disesuaikan dengan standar nasional Indonesia (SNI). “Sistemnya sudah diuji dengan skala penuh. Hasilnya, RISHA aman dibangun pada kawasan rawan gempa yang memiliki zonasi 6, yang merupakan daerah yang paling tinggi risiko gempanya,” ucap Dr. Ir. Arief Sabaruddin, CES., Peneliti Madya Bidang Perumahan dan Permukiman Pusat Litbang Permukiman Kementerian Pekerjaan Umum. Saat ini, RISHA sudah dibangun dan dihuni di beberapa wilayah Indonesia, seperti lokasi bencana tsunami Nangroe Aceh Darussalam, Medan, Pariaman (Sumatera Barat), Parung Bogor (Jawa Barat), dan Bandung. Konstruksi RISHA terbaru diaplikasikan pada pembangunan kampung deret di Petogongan, Jakarta Selatan.
10mm. Khusus untuk pondasi, disarankan untuk menggunakan jenis baut galvanis agar tak berkarat. Material Lantai, Dinding, Atap Setelah struktur utamanya berdiri, barulah atap, dinding, dan lantai dipasang. Untuk dinding tersedia 3 komponen. Pertama, partisi masif yang merupakan pembatas tidak tembus padang, terbuat dari panel gipsum. Berikutnya adalah panel pintu dan jendela. Ketiga partisi (panel) ini memiliki ukuran sama, yaitu 120cm x 140cm. Untuk atap, bisa menggunakan rangka atap biasa dari material kayu atau baja ringan dan penutup atap dari seng atau fiber semen bergelombang. Sedangkan lantai, bisa menggunakan bahan lantai yang dikembangkan para peneliti RISHA, seperti ubin PC abu-abu. Tetapi, material
ini bisa Anda modifikasi kembali dengan menggunakan penutup lantai lainnya yang dijual di pasaran. Semua komponen pembentuk RISHA dirancang sedemikian rupa agar mudah dibongkar pasang. “Pola pembangunannya mengacu pada permainan anak, Lego dan Tamiya,” ujar Arief Sabaruddin. “Jika semua komponennya sudah tersedia, pengerjaan satu unit rumah seluas 36m2 hanya membutuhkan waktu 3 hari,” tambah Arif Sabaruddin. Tidak hanya itu, secara hitungan biaya per m2nya pun, harga rumah knockdown sangat murah. “Hanya Rp1,4 juta per m2. Untuk rumah siap huni seluas 36m2, biayanya Rp50,4 juta,” ujar pencetus RISHA ini. Dengan proses pembangunan yang cepat dan biaya hemat ini, semoga masyarakat makin terbantu dan segera memiliki rumah. Menarik, kan? v
Panel Beton Untuk Struktur Keunggulan RISHA terletak pada sistem strukturnya. Tidak seperti rumah pada umumnya, komponen struktur utamanya berupa panel beton bertulang yang terdiri dari 3 ukuran, yakni panel P1 berukuran 10cm x 30cm x 120cm, panel P2 berukuran 10cm x 20cm x 120cm, dan panel P3 (simpul) berbentuk “L”, dengan ukuran 10cm x 30cm x 30cm. Ketiga jenis panel beton itulah yang digunakan untuk membuat konstruksi sebuah rumah. Bahkan, untuk pondasi dan sloof, panelpanel itu juga yang dimanfaatkan. Panel-panel ini kemudian digabungkan dengan baut biasa yang banyak ditemukan di pasaran. Baut yang digunakan untuk merakit panel-panel struktur ini berdiameter 12mm, sedangkan untuk bagian non-struktural berdiameter
Ramah Lingkungan Tak hanya murah. Rumah berkonstruksi RISHA juga ramah lingkungan. Rumah knockdown ini menggunakan bahan bangunan utama (semen, pasir, kayu, dan baja tulangan) 40—50% lebih sedikit dibandingkan dengan teknologi konvensional. Ini artinya, dengan konsumsi bahan bangunan yang sama, jumlah konsumsi bahan bangunan untuk 1 unit rumah konvensional dapat membuat 2 unit RISHA tipe yang sama. Inilah yang menjadikan teknologi RISHA lebih ramah lingkungan.
32
Buletin Direktorat Jenderal Bina Konstruksi Edisi IV / 2015
INFO UTAMA
Evaluasi dan Implementasi SistemKeselamatandan KesehatanKerja(SMK3)
S
istem Manajemen Keselamatan Kesehatan Kerja (SMK3) masih saja dipandang sebelah mata. Tidak heran, belakangan kecelakaan pekerja konstruksi terus bertambah dan hal tersebut menjadi perhatian khusus dari pemerintah. Pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahaan Rakyat tidak bosan untuk selalu mengingatkan para pengusaha konstruksi untuk menerapkan SMK3 bagi pekerja konstruksi dilapangan. Dalam upaya percepatan pembangunan infrastruktur di Indonesia, pekerjaan konstruksi merupakan pilar penting dalam mewujudkan program tersebut. Beberapa waktu lalu Kementerian PUPR, melalui Ditjen Bina Konstruksi melakukan peninjauan lapangan pada 3 proyek konstruksi yang sedang berlangsung di daerah Jakarta seperti paket proyek jalan tol Bekasi-Cawang-kampung Melayu, paket pembangunan jalan layang non tol Tendean - Ciledug, dan proyek konstruksi di tanjung priok. Dalam pengamatan langsung oleh perwakilan Kementerian PUPR, para pekerja konstruksi masih belum memenuhi standar sistem manajeman keselamatan dan kesehatan kerja. Bahkan terlihat dalam salah satu proyek kurang mendapat pengawasan dari tim pengawas perusahaan. Melihat hasil dilapangan yang mengecewakan, Direktorat Jenderal Bina Konstruksi menyelengarakan pertemuan secara langsung dengan para kontraktor dan konsultan bidang konstruksi yang bertajuk Evaluasi Pelaksanaan Implementasi Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3), dipimpin Menteri PUPR, Basuki Hadimuljono dan
di dampingi oleh Dirjen Bina Konstruksi Yusid Toyib dan Sesditjen Bina Konstruksi, Panani Kesai. Dalam laporannya Sekretaris Direktorat Jenderal Bina Konstruksi Kementerian PUPR Panani Kesai mengatakan, tujuan diselenggarakannya kegiatan ini adalah untuk memotret kondisi terhadap implementasi Sistem manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) Bidang Kontruksi yang ada di lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Dikesempatan yang sama Dirjen Bina Konstruksi Yusid Toyib menyampaikan beberapa permasalahan yang muncul terkait implementasi SMK3 yakni, Kasus kecelakaan kerja sektor konstruksi, realita Implementasi SMK3 di Lapangan, Target Implementasi SMK3 konstruksi Kementerian PUPR, serta Model Praktik Baik (Good Practice) Implementasi SMK3 Konstruksi. Tingkat kepedulian terhadap Sistem Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (SMK3) dibidang Kontruksi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat masih rendah. Berbagai upaya bersama baik dari pemerintah, dunia usaha dan pemangku kepentingan terkait lainnya, sangat diperlukan untuk dapat menekan kecelakaan kerja kontruksi. Penegasan tersebut disampaikan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono dalam arahannya pada acara Evaluasi Pelaksanaan Sistem Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (SMK3) pada proyek-proyek infrastruktur di Kantor Kementerian PUPR, Jakarta (13/10), lalu.
Beberapa kali Menteri PUPR melakukan kunjungan ke lapangan, didapati bahwa di lapangan sudah mulai tidak tertib dalam pengimplementasian SMK3. Hal tersebut membuat Menteri PUPR, secara pribadi merasa nelongso. Beliau sangat mengharapkan agar kita bangga sebagai penyedia jasa konstruksi sipil. SHE (safety healthy environment) dalam bidang migas itu sangat ketat, namun berbanding terbalik dengan pekerja di sektor civil works. Contoh di proyek MRT, bekerja untuk civil works, semua kontraktor yang bekerja sama, ada Wijaya Karya dan Utama Karya, tapi performancenya jauh berbeda dengan yang bekerja di MRT. Targetnya adalah ingin memperbaiki dan ada kesepakatan antara kementerian dan kontraktor. “Kalau sampai ada penyedia jasa yang bekerja di PU dan meninggal, pasti tidak akan saya proses hukumnya, tapi saya blacklist dan saya sudah buktikan itu”. Tegas Menteri PUPR, Basuki Hadimuljono “Kemarin di Jawa Timur, saya langsung menelepon Direkturnya dan blacklist. Jadi nanti kita bicarakan bagaimana mengimplementasikannya dengan baik dan benar. Mari kita pegang teguh SHE di civil works. Kalau kontraktor-kontraktor besar saja tidak menerapkan SHE, bagaimana dengan yang lainnya. Untuk kontraktor dan konsultan, saya mohon dengan sangat betul, nanti akan saya ubah dengan sanksi yang keras. Memang kalau disiplin itu harus dengan paksaan, saya ingin keras supaya kita bisa maju. Kontraktor harus diperhatikan betul K3nya. Pekerjaan yang di Jakarta saja, saat saya berhenti di Kuningan, ada proyek yang pipanya tidak diikat ditaruh
Buletin Direktorat Jenderal Bina Konstruksi Edisi IV / 2015
33
diatas, dan bawahnya itu perempatan Kuningan, ini sangat sembrono. Jangan main-main dengan SHE. Kami sebagai Pembina jasa konstruksi tidak hanya sebagai pengguna jasa konstruksi, tapi juga Pembina jasa konstruksi. Kita adalah satu tim, harusnya kita malu dengan ini.” Tutur Pak Basuki di hadapan para konsultan dan kontraktor. Dalam kesempatan yang sama Direktur Jenderal Bina Konstruksi, Yusid Toyib juga memapar mengenai upaya pemerintah untuk mengatasi hal tersebut yaitu dengan diterbitkan Peraturan menteri Pekerjaan Umum Nomor 05/ PRT/M/2014 Tentang Pedoman Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) konstruksi Bidang Pekerjaan umum yang merupakan pengganti dari Peraturan Menteri PU Nomor 09/ PRT/M/2008 sebagai tindak lanjuut Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Dengan telah ditetapkan Peraturan Menteri tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05/PRT/M/2014 ini merupakan tantangan bagi para penyelenggaran dan pelaksana konstruksi di Indonesia khususnya di lingkungan yang menjadi kewenangan Kementerian Pekerjaan Umum untuk dapat menerapkan pelaksanaan konstruksi yang aman dari terjadinya kecelakaan kerja konstruksi dan penyakit akibat kerja
Budaya SMK3 harus didorong terus menerus, supaya dapat membudaya, bukan hanya mengibarkan bendera K3. Ada tiga cara untuk membudayakan hal ini, yang pertama yaitu untuk terus mengingatkan akan pentingnya K3. Kedua, harus ada contoh bagaimana untuk melaksanakan penerapan SMK3. Ketiga yaitu menerapkan aturan dan sanksi yang benar. (Hari Sudarto) Membangun budaya itu diperlukan suatu komitmen yang tinggi. Pihak yang bersangkutan harus dapat menepati janji. Peringatan harus terus menerus dilakukan, perlu dilihat adanya pelatihan yang rutin dan setiap disiplin ilmu harus mencakup K3. Hal ini agar pengimplementasian K3 mencakup semua aspek pekerjaan. Selanjutnya, untuk membangun kebudayaan K3 harus dimulai dari yang kecil. Mungkin hal seperti ini perlu dilakukan secara kontinu. Perlu dilihat apakah evaluasi yang dilakukan sudah diperbaiki, dengan demikian dapat dilihat keseriusan para kontraktor. (Ahmad Khairi) Peraturan ini harus segera diganti, yaitu tujuannya jangan hanya untuk keselamatan pekerja dan kesehatan, selain itu keadaan lingkungan dan masyarakat umum harus diperhatikan. Sanksi yang ada hanya sanksi administrasi, jika ingin menghukum, peraturan juga harus diubah. Sanksi yang disarankan adalah pencabutan Sertifikat Badan Usaha, nanti kalau ada tender dicabut sertifikat, kemudian baru di black list. (Burhanuddin) Sangat mengapresiasi acara ini dan dengan keterlibatan Menteri langsung menunjukkan keseriusan dalam lembaga ini. Pengimplementasian SMK3 pada jasa konstruksi harus seketat migas. Harus disamakan dengan migas, dalam konteks seperti migas memiliki sanksi administrasi dimana aturanaturan tersebut yang harus dipatuhi semua oran dan bukan hanya sanksi, tapi juga apresiasi. Sebelum tender, mereka harus menyerahkan nilai proyek sebelumnya, track record harus menjadi rekam jejak yang digunakan perusahan tersebut. Dari hal hal tersebut, kita harus melihat kedalam, dimana faktor pemberi kerja itu sangat kuat, pemberi kerja yang menentukan budaya kerjanya seperti apa. Seperti contoh-contoh tadi, seharusnya lokasi harus ditertibkan sebelum pekerjaan dimulai lagi. Pertama penerapannya, kedua, konsekuensinya, dan yang ketiga konsistensi. Konsistensi dari penerapan harus jelas, dari sisi pemberi kerja jika dalam waktu jam kerja tidak ada kecelakaan, maka bisa diberikan apresiasi dengan menambahkan skor. (Hasan Dinata) (dri)
Untuk proyek-proyek di lingkungan Kementerian PUPR sendiri, sampai dengan tahun 2014 penerapan SMK3 baru terlaksana pada 19% proyek konstruksi yang ada. Kondisi tersebut di atas menunjukkan bahwa tingkat kepedulian terhadap K3 masih sangat rendah. Dengan pertemuan ini mulai dari pemerintah, dunia usaha dan pemangku kepentingan terkait lainnya, diharapkan dapat menekan kecelakaan kerja konstruksi. Menanggapi pernyataan tegas dari Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahaan Rakyat, para kontraktor pun memiliki tanggapan yang positif seperti :
34
Buletin Direktorat Jenderal Bina Konstruksi Edisi IV / 2015
Buletin Direktorat Jenderal Bina Konstruksi Edisi III / 2015
27
DIREKTORAT JENDERAL BINA KONSTRUKSI KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT
KOMPETENSI INTEGRITAS TRANSPARANSI AKUNTABILITAS