Bulletin No. 1/2015
www.reksis.com
Bulletin Reksis Consulting Penanggung jawab
Pengantar Redaksi Banjir merupakan bencana yang sering menimpa Indonesia, khususnya ibukota Jakarta. Curah hujan yang tinggi dan resapan air yang rendah membuat air yang jatuh ke bumi tidak terserap tanah, tidak mengalir ke laut. Walau secara makro dapat dilihat bahwa masalah banjir adalah masalah pengelolaan daerah, pelaku bisnis akan terkena dampak yang besar selama masalah ini belum tertangani. Pelaku bisnis tidak perlu menunggu pemerintah membuat kebijakan penanggulangan banjir untuk menyelamatkan bisnis dari genangan air dan lalu tenggelam. Business Continuity Management (BCM) membuat pelaku bisnis dapat bertindak proaktif dalam menghadapi insiden. Operasi usaha akan menurun, tetapi, kontinuitasnya tetap terjaga pada level minimal yang ditetapkan. Mari persiapkan diri kita sebelum terlambat.
Pemimpin redaksi
Keuangan
Marketing
Redaksi
Flood… and the comeback Although no one understood we were holding back the flood, Learning how to dance the rain. We were holding back the flood they said we’d never dance again. Hari itu, Sutikno bersiap untuk berangkat kerja. Pegawai sebuah workshop otomotif di Kelapa Gading ini mengurungkan niatnya pergi kerja ketika ia ditelepon rekan kerjanya bahwa workshop mereka terendam banjir. Lebih baik menunggu air surut, kata atasannya. Tentu saja, masih banyak orang-orang seperti Sutikno. Orang-orang yang tidak berangkat kerja karena banjir.
Business Continuitas Management Bencana atau insiden yang berulang kali terjadi di Indonesia, seharusnya membuat pelaku bisnis sudah menyiapkan langkah-langkah darurat bencana. Seharusnya pula, kondisi dimana ada pemberhentian
operasi tidak perlu banyak terjadi. Pelaku usaha dapat menerapkan Business Continuity Management di organisasinya. Business Continuity Management (BCM/Manajemen Keberlangsungan Bisnis) memungkinkan organisasi untuk mengidentifikasi berbagai macam resiko, dan mempersiapkan sumber daya untuk memberikan kesiapan menghadapi resiko yang terjadi dan BCM merupakan sistem menajemen yang berlangsung secara berkesinambungan. Berjangka panjang, fact-based, BCM didesain untuk memenuhi business objectives, dan di saat yang bersama menjamin tetap terlaksananya operasional, sekalipun banyak resiko dan ancaman yang menghadang. Dunia bisnis sekarang mengalami ancaman yang terus-menerus, yang baik secara langsung atau tidak, akan memberikan resiko kepada personel, aset, dan brand perusahaan/organisasi, sehingga BCM sangat
diperlukan untuk memberikan kerangka respon yang paling cepat dan paling efektif dalam meminimalisir efek insiden yang dialami perusahaan.
Langkah penerapan BCM Tujuan utama penerapan BCM adalah melindungi orang dan aset selama krisis berlangsung dan memberikan respon yang paling optimal untuk memberikan standar pelayanan. BCM terutama berdiri pada empat elemen utama: 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Policy and Program Management Embedding Business Continuity Analysis Design Implementation Validation
Di tengah tantangan organisasi, mengapa kita tidak mengajukan pertanyaan, “Bila insiden yang katastropik terjadi, apa efeknya pada perusahaan kita?” “Jika insiden itu mengganggu operasi kita, apa yang dapat kita lakukan untuk mengurangi efeknya bagi perusahaan kita?” Skenario pertanyaan “jika-maka” ini dapat menjadi langkah awal bagi organisasi untuk mulai menerapkan BCM. Di tengah tantangan organisasi, mengapa kita tidak mengajukan pertanyaan, “Bila insiden yang katastropik
Wawancara dengan Haldi Panjaitan (Ahli BCM Reksis Consulting)
Kesadaran akan BCM di Indonesia Masih Rendah Di Indonesia sering terjadi peristiwa bencana, bagaimana lagkah perusahaan untuk dapat selalu siap menghadapi segala insiden/bencana? Pada dasarnya dari sejarah kita bisa belajar dari peristiwa banjir Nuh bagaimana sekelompok komunitas manusia, tumbuhan dan hewan bisa selamat dari banjir besar yang melanda dunia ketika itu melalui perahu Nuh. Begitu juga sebuah Organisasi atau Perusahaan perlu mempersiapkan “perahu Nuh” nya masing-masing untuk menjamin keberlangsungan bisnisnya bisa tetap tercapai walaupun terjadi insiden/bencana yang menganggu/merusak/menghentikan kegiatan bisnisnya. Nah, “perahu Nuh” dalam sebuah sistem manajemen Perusahaan itu namanya an di Organisasi atau Perusahaan untuk menjamin agar operasional bisnisnya tetap dapat berlangsung dengan baik pada saat terjadinya insiden/bencana. Pemerintah Indonesia
melalui beberapa regulasinya di Indonesia saat ini 82 tahun 2012, PBI No. 9/15/PBI/2007, dan Permen BUMN No. PER-02/MBU/2013 sudah mewajibkan agar Perusahaan-Perusahaan di Indonesia menerapkan Business Continuity Management untuk menjamin keberlangsungan bisnis mereka di Indonesia ketika terjadi insiden/bencana.
Dapat diterangkan bagaimana disiplin Business Continuity Management (BCM) berkembang? Business Continuity Management bermula dari bidang Teknologi Informasi (IT), di mana para pakar IT Management merumuskan sebuah sistem yang bisa menjamin ketersediaan (availability) dan keberlangsungan (continuity) layanan IT kepada Perusahaan dalam keadaan terjadinya insiden/bencana, yang sistem perencanaanya dinamakan Disaster Recovery Plan, di mana salah satu
gambaran implementasinya adalah perlunya Disaster Recovery Center sebagai backup Data Center IT. Oleh para pakar manajemen, konsep Disaster Recovery Plan IT ini kemudian dikembangkan menjadi Business Continuty Plan, karena tidak cukup hanya layanan IT saja yang tetap hidup, tetapi operasional bisnis utamanya tidak berjalan. Kemudian dari Business Continuity Plan ini dikembangkan lagi oleh para pakar manajemen menjadi sebuah sistem lifecycle manajemen (Plan-Do-Check-Act) yang dikembangkan di Perusahaan secara permanen baik dalam kondisi normal maupun pada saat terjadinya insiden/bencana, sehingga kemudian dinamakan sebagai Business Continuity Management.
Bisa disebutkan organisasi atau perusahaan yang pernah Bapak tangani dan bantu dalam penerapan BCM? Sejak tahun 2008 saya sudah memberikan konsultasi kepada beberapa Organisasi/Perusahaan dalam menerapkan dan mereview Business Continuity Management mereka, antara lain Bank Indonesia, Indosat, XL, CSUL Finance, PNM, Indonesia Power, Askes (BPJS Kesehatan), Telkom, Telkom Sigma, PLN DIstribusi Jawa Barat & Banten.
Selama menjadi tenaga ahli BCM di Indonesia, bagaimana tanggapan Bapak terhadap kesadaran organisasi perusahaan di Indonesia terhadap BCM? Kesadaran organisasi atau perusahaan-perusahaan di Indonesia terhadap pentingnya menerapkan Business Continuity Management masih rendah, padahal potensi insiden/bencana di Indonesia tidak kalah tingginya dibanding Jepang. Kalau di Jepang, baik Pemerintah, sector swasta, maupun masyarakat sudah sangat tinggi kesadaran dan kesiapan infrastrutkur tanggap bencananya. Salah satu hal yang mencolok di Indonesia juga adalah perusahaan-perusahaan atau organisasi yang sudah menerapkan Business Continuity Management baru sekedar memiliki kelengkapan dokumen yang dipersyarakatkan Regulator saja, belum mengimplementasikan sistem manajemen, program, dan infrastruktur pendukung Business Continuity Management dengan utuh. Hal ini menyebabkan banyak perusahaan yang tetap berhenti operasionalnya
ketika terjadi insiden/bencana walaupun sudah menerapkan Business Continuty Management.
Apakah komitmen Leaders dalam perusahaan penting dalam penerapan BCM? Apa langkah yang pertama diambil dalam penerapan BCM? Leaders haruslah menjadi promotor utama penerapan Business Continuity Management di Perusahaan, sekaligus menjadi pihak yang memastikan, memonitor, dan mengevaluasi penerapan Business Continuity Management di Perusahaannnya melalui evaluasi manajemen secara berkala. Bentuk-bentuk komitmen yang perlu diwujudkan oleh Leaders adalah menjadikan Business Continuity Management sebagai kebijakan resmi, strategi, dan arah Perusahaan, mengintegrasikan prinsip-prinsip dan persyaratan Business Continuity Management ke dalam tata kelola dan proses bisnis Perusahaan, menyediakan anggaran dan sumber daya yang dibutuhkan dalam penerapan Business Continuity Management, serta mengkomunikasikan Business Continuity Management ini ke seluruh stakeholders Perusahaan. Langkah pertama yang yang perlu diambil dalam penerapan BCM adalah mengidentifikasi fungsi-fungsi bisnis, sistem, dan sumber daya kritikal yang akan memberikan dampak risiko yang besar bagi Perusahaan apabila terhenti. Fungsi-fungsi bisnis, sistem, dan sumber daya kritikal inilah yang perlu dilindungi, dipersiapkan backup system-nya, dan dipastikan keberlangsungan operasionalnya apabila terjadi insiden/bencana, sehingga tidak menimbulkan dampak risiko yang besar bagi perusahaan.
Apakah BCM hanya Berguna ketika Tertimpa Bencana? Ketika gempa 9 skala Richter, yang kemudian disusul dengan terjadinya Tsunami menghampiri Jepang, BCM team dari Systems on Sylicon Manufaturing Company (SSMC) langsung mengadakan pertemuan darurat dan langsung mengaktifkan Disaster Recovery Planning (DRP) pada sore hari setelah kejadian. Simulasi dan uji coba bencana baru saja mereka lakukan beberapa saat sebelumnya, dan ditambah dengan keadaan Jepang yang sering terkena bencana alam, membuat mereka dapat merespon kejadian gempa bumi tersebut secara cepat.
Kesempatan dalam Bahaya Dengan besarnya suplai industri semikonduktor Jepang terhadap kebutuhan dunia, kurang lebih sekitar 60% pangsa pasar, adanya gempa dan tsunami akan menumbulkan ketidakstabilan industri. Bahkan ada kesempatan tersembunyi dari bencana itu. SSCM, yang berkedudukan di Singapura, berhasil menambah penjualan ketika bencana gempa dan tsunami melanda Jepang. Keberhasilan ini tidak terlepas dari kesadaran SSCM akan pentingnya BCM pada daerah yang sering terkena bencana. Melalui BCM, SSCM melakukan identifikasi bencana, jika Jepang terkena bencana akan merusak rantai suplai bagi produsen semikonduktor disana, sehingga SSCM memitigasi bencana dengan diversifikasi rantai suplai dengan berbagai vendor, bahkan melakukan kontrak suplai di depan.
Kesadaran sejak awal SSCM merupakan perusahaan yang termasuk early adopter BCM. BCM telah terintegrasi dalam kultur dan kebijakan perusahaan, yang jika dirunut, telah dilakukan sejak tahun 2002. BCM di SSCM dimulai dengan memiliki mindset yang jelas tentang pentingnya manajemen resiko sebagai fondasi penghantaran produk dan servis sejak awal. Sebagai bagian yang terintegrasi dari kerangka kerja perusahaan, kebijakan manajemen resiko di perusahaan kami berusaha keras untuk melindungi stakeholgers, aset dan operasi,” ujar Mr. Jagadis CV, Chief Executive Officer SSMC. Practice Makes Perfect Walau telah memiliki kerangka kerja BCM di perusahaanya, SSCM melakukan usaha-usaha yang signifikan untuk memastikan BCM benar-benar berfungsi. Sejak tahun 2004, SSCM melakukan review tahunan dan melakukan simulasi dan uji coba berkala dengan berbagai skenario setiap tahun. Sejak tahun 2010, SSCM melakukan review untuk semua vendor perusahaan dan menemukan supply chain sebagai titik tekan yang kritis. Simulasi yang dilakukan memberikan gambaran yang bagus dan ini menjadi sangat berguna ketika gempa dan tsunami melanda Jepang.
Reksis Consulting Reksis Consulting adalah salah satu kosultan pertama BCM di Indonesia dan terus-menerus memperbaiki layanan dan pengetahuan kami di bidang BCM Indonesia. Hal ini sangat penting karena Indonesia salah satu wilayah yang sangat sering tertimpa bencana. Tenaga ahli Reksis telah menjadi konsultan Business Continuity Management di Bank Indonesia, XL Axiata, Indosat, Indonesia Power, Biofarma, PT. Kapal Api, CSUL Finance, Bank Jatim, dll.
Klien Kami
Dengan pengetahuan yang sangat ekstensif ini kami melayani end-to-end konsultasi Business Continuity Mangement. Dari mulai perencanaan hingga implementasi, kami akan meningkatkan kapabilitas Company Resilience dari organisasi anda dengan maksimal.