MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 43/PUU-XIII/2015
PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 49 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM, UNDANG-UNDANG NOMOR 50 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA, DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 ACARA MENDENGARKAN KETERANGAN AHLI PIHAK TERKAIT (KY, FKHK, DAN GMHJ) DAN PIHAK TERKAIT (MAHKAMAH AGUNG) (VII)
JAKARTA SELASA, 28 JULI 2015
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 43/PUU-XIII/2015 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum [Pasal 14A ayat (2) dan ayat (3)], Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama [Pasal 13A ayat (2) dan ayat (3), dan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara [Pasal 14A ayat (2) dan ayat (3)] terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 PEMOHON 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Imam Soebechi Suhadi Abdul Manan Yulius Burhan Dahlan Soeroso Ono, dkk.
ACARA Mendengarkan Keterangan Ahli Pihak Terkait (KY, FKHK, dan GMHJ) dan Pihak Terkait (Mahkamah Agung) (VII) Selasa, 28 Juli 2015 Pukul 14.06 – 15.45 WIB Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat SUSUNAN PERSIDANGAN 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8)
Arief Hidayat Anwar Usman Aswanto Maria Farida Indrati Patrialis Akbar Suhartoyo Wahiduddin Adams Manahan MP Sitompul
Ida Ria Tambunan
(Ketua) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) Panitera Pengganti
i
Pihak yang Hadir: A. Pemohon: 1. Imam Soebechi 2. Burhan Dahlan 3. Abdul Manan B. Kuasa Hukum Pemohon: 1. Teguh Satya Bhakti 2. Fauzan S. Bhakti C. Pihak Terkait (FKHK): 1. Victor Santoso Tandiasa 2. Saefudin Firdaus 3. Bayu Sagara 4. Kurniawan 5. Okta Heriawan 6. Sodikin D. Ahli dari Pihak Terkait (FKHK): 1. Zainal Arifin Mochtar E. Pihak Terkait (GMHJ): 1. Lintar Fauzi 2. Wahyu Ningsih F. Pihak Terkait (KY): 1. Taufiqurrohman Syahuri 2. Jaja Ahmad Jayus 3. M. Selamat Jupri G. Ahli dari Pihak Terkait (KY): 1. Saldi Isra
ii
SIDANG DIBUKA PUKUL 14.06 WIB 1.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Bismillahirrahmaanirrahiim. Sidang dalam Perkara Nomor 43/PUUXIII/2015 dengan ini dibuka dan terbuka untuk umum. KETUK PALU 3X Saya cek kehadirannya, Pemohon yang hadir siapa? Silakan.
2.
KUASA HUKUM PEMOHON: FAUZAN S. BHAKTI Terima kasih, Yang Mulia. Izinkan memperkenalkan dari Pihak Pemohon, Prinsipal Dr. H. Imam Soebechi sebagai Ketua Umum Pusat … Pengurus Pusat Ikatan Hakim Indonesia, Prof. Dr. Abdul Manan sebagai Komisi Publikasi dan Penelitian Ilmiah IKAHI, Dr. Burhan Dahlan sebagai Komisi Advokasi IKAHI Indonesia. Saya Fauzan, Kuasa dari IKAHI dan Teguh Satya Bhakti sebagai Kuasa Pemohon. Terima kasih.
3.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik. Terima kasih. Ini dari DPR dan pemerintah belum ada yang hadir ini, tapi menurut hukum acara masih bisa tetap berjalan, berlangsung. Pihak Terkait, yang hadir dari Komisi Yudisial terlebih dahulu, silakan.
4.
PIHAK TERKAIT: M. SELAMAT JUPRI (KY) Izin, Yang Mulia, pada kesempatan hari ini yang hadir Bapak Dr. Taufiqurrahman Syahuri selaku Ketua Bidang Rekrutmen Hakim. Dan yang kedua, Bapak Dr. Jaja Ahmad Jayus dari selaku Ketua Bidang Sumber Daya Manusia dan Advokasi Penelitian dan Pengembangan. Saya sebagai pendamping, M. Selamat Jupri dan beberapa Rekan di belakang, Yang Mulia. Terima kasih.
5.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik. Terima kasih. Dari FKHK yang hadir?
6.
PIHAK TERKAIT: SAEFUDIN FIRDAUS (FKHK) Assalamualaikum wr. wb.
1
7.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Waalaikumsalam wr. wb.
8.
PIHAK TERKAIT: SAEFUDIN FIRDAUS (FKHK) Terima kasih, Yang Mulia. Saya Saefudin Firdaus selaku Sekjen dari Forum Kajian Hukum dan Konstitusi sekaligus Mahasiswa Pascasarjana Universitas Gajah Mada bersama Kawan-Kawan FKHK ada di belakang, yaitu Ketua Umum, Victor Santoso Tandiasa, ada Bayu Sagara, Kurniawan, Okta Heriawan, dan beserta Sodikin. Terima kasih, Yang Mulia.
9.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik. Terima kasih. Dari GMHJ yang hadir?
10.
PIHAK TERKAIT: LINTAR FAUZI (GMHJ) Assalamualaikum wr. wb. Selamat siang, Yang Mulia, saya Lintar Fauzi selaku Koordinator Umum Gerakan Mahasiswa Hukum Jakarta dan pada hari ini hadir juga bersama Kawan-Kawan di belakang dari Gerakan Mahasiswa Hukum Jakarta. Terima kasih, Yang Mulia.
11.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik, terima kasih. Sebelum persidangan dimulai, saya sampaikan Selamat Hari Raya Idul Fitri, mohon maaf lahir batin pada yang hadir pada kesempatan siang hari ini. Semoga kesejahteraan dan kebahagiaan selalu melimpah pada kita semua. Agenda pada hari ini kita akan mendengarkan juga ada Pihak Terkait yang kita undang itu dari Mahkamah Agung Republik Indonesia, itu hadir juga, ya? Baik. Saya persilakan.
12.
PIHAK TERKAIT: MUHAMMAD SYARIFUDDIN (MA) Bismillahirrahmaanirrahiim. Assalamualaikum wr. wb. Yang Mulia Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi. Dari Mahkamah Agung kami ditunjuk oleh pimpinan atas nama Dr. H. Muhammad Syarifuddin S.H., M.H., untuk hadir sebagai Pihak Terkait pada hari ini. Namun karena Surat Kuasa penunjukkan itu baru kami terima pada hari ini, Yang Mulia, sehingga kami belum bisa menyampaikan materi pada hari ini. Kalau diperkenankan kami mohon kesempatan kepada kami diberikan … ditunda untuk paling lama satu minggu. Terima kasih.
2
13.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Terima kasih. Baik. Semestinya ini persidangan yang terakhir, tapi karena ada permintaan untuk kita mendengarkan Pihak Terkait dari Mahkamah Agung harus kita hormati juga, nanti persidangan akan kita selenggarakan satu kali lagi. Baik. Agenda hari ini kita akan mendengarkan keterangan ahli yang diajukan oleh Komisi Yudisial, Ahlinya sudah hadir, Prof. Saldi Isra. Kemudian dari FKHK, Pak Zainal Arifin Mochtar sudah hadir juga, maka kita dengar keterangan ahli, kemudian nanti persidangan yang berikutnya keterangan dari Pihak Terkait, Mahkamah Agung pada persidangan yang berikutnya. Baik. Saya persilakan Prof. Saldi dan Dr. Zainal Arifin untuk maju ke depan untuk diambil sumpahnya terlebih dahulu. Baik. Saya persilakan Yang Mulia Dr. Wahiduddin untuk memandu pengambilan sumpah ini.
14.
HAKIM ANGGOTA: WAHIDUDDIN ADAMS Untuk Ahli untuk mengikuti lafaz yang saya ucapkan. “Bismillahirrahmaanirrahiim. Demi Allah, saya bersumpah sebagai Ahli akan memberikan keterangan yang sebenarnya sesuai dengan keahlian saya.”
15.
PARA AHLI YANG BERAGAMA ISLAM BERSUMPAH: Bismillahirrahmaanirrahiim. Demi Allah, saya bersumpah sebagai Ahli akan memberikan keterangan yang sebenarnya sesuai dengan keahlian saya.
16.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Terima kasih, Yang Mulia. Silakan kembali ke tempat, Prof. dan Pak Zainal. Baik, sesuai dengan yang sudah kita agendakan, urutannya keterangan Ahli dari Komisi Yudisial terlebih dahulu. Prof. Saldi, saya persilakan untuk memberikan keterangan Ahli.
17.
AHLI DARI PIHAK TERKAIT (KY): SALDI ISRA Terima kasih, Yang Mulia. Majelis Hakim Konstitusi yang saya muliakan. Pemohon dan Kuasa Pemohon. Pihak Terkait yang saya hormati. Hadirin sekalian yang berbahagia. Assalamualaikum wr. wb. Selamat siang dan salam sejahtera untuk kita semua. 3
Perkenankan saya menyampaikan keterangan ini dengan merujuk kembali gagasan-gagasan dan perkembangan pemikiran di sekitar arus deras reformasi kekuasaan kehakiman dalam proses perubahan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berlangsung dari tahun 1999-2002. Hal ini penting dirujuk kembali karena adanya pembentukkan Komisi Yudisial tak mungkin dilepaskan dari arus besar keinginan melakukan reformasi mendasar kekuasaan kehakiman. Tidak bisa dinafikan, arus besar tersebut ada karena merosotnya kewibawaan lembaga peradilan ketika itu dengan alasan hendak menegakkan supremasi hukum dengan prinsip-prinsip konstitusional bahwa Indonesia adalah negara berdasarkan hukum. Para pengubah Undang-Undang Dasar Tahun 1945 melakukan lompatan besar dengan membuat desain baru pemegang kekuasaan kehakiman. Selain menegaskan secara eksplisit bahwa kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk melakukan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan, kekuasaan kehakiman tak hanya dilakukan oleh Mahkamah Agung dan lingkungan peradilan yang ada di bawahnya, tetapi juga dilaksanakan oleh mahkamah … oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. Selain itu pula, dalam rangka menjaga dan menegakkan keluhuran martabat serta perilaku hakim, dibentuk pula Komisi Yudisial. Bila … bilamana dibaca secara teliti dan seksama, kehadiran Komisi Yudisial dapat dikatakan muara dari perdebatan yang panjang dan melelahkan. Meski secara sebutan atau nama, atau identitas lembaga belum muncul pada perubahan pertama, spirit esensial Komisi Yudisial telah hadir pada perdebatan pengubah Undang-Undang Dasar sejak tahun 1999, yaitu saat perdebatan reformasi konstitusi mulai bergulir. Misalnya dalam Panitia Ad Hoc I … Ad Hoc III Badan Pekerja MPR pada 12 Oktober 1999, Hamdan Zoelva dari Fraksi PBB telah memulai menggagas seputar pentingnya pengawasan bagi hakim. Tak hanya itu, pada hari berikutnya 13 Oktober 1999 dalam forum sidang yang sama, salah seorang bengawan hukum tata negara Indonesia Prof. Dr. Sri Soemantri mengingatkan para pengubah UndangUndang Dasar untuk memberikan perhatian pada pentingnya Hakim Agung memenuhi unsur jujur, adil, berwibawa, dan berkelakuan tidak tercela. Sebagai sebuah nomenklatur yang akan diatur di dalam konstitusi, nama Komisi Yudisial muncul secara eksplisit dalam Rapat ke-41 Panitia Ad Hoc I Badan Pekerja MPR pada 20 … pada 8 Juni tahun 2000. Saat itu, Agun Gunanjar menggagas bahwa pada Mahkamah Agung dibentuk Komisi Yudisial yang berfungsi memberikan rekomendasi pada MPR mengenai pengangkatan dan pemberhentian, termasuk melakukan pengawasan terhadap Hakim Agung. Setelah itu perubahan di sekitar sifat komposisi keanggotaan dan wewenang Komisi Yudisial menjadi 4
salah satu fokus sentral di tengah gagasan reformasi kekuasaan kehakiman. Merujuk perdebatan yang ada, kulminasi perdebatan di sekitar Komisi Yudisial terjadi dalam Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Bila hendak disimpulkan, perdebatan yang terjadi berkisar pada empat isu mendasar. Pertama, ikhwal posisi kelembagaan. Kedua, susunan keanggotaan. Ketiga, kewenangan. Keempat, bagaimana pengaturan dalam konstitusi dan pengaturan di dalam undang-undang. Dari empat besar … dari empat isu besar yang mendasar tersebut, bilamana dikaitkan dengan permohonan yang diajukan Para Pemohon, dua isu terakhir yaitu kewenangan dan bagaimana pengaturan dalam konstitusi dan undang-undang adalah isu yang relevan untuk dibahas dalam keterangan ini. Bagaimanapun kedua isu tersebut punya kaitan kuat dengan konstruksi Pasal 24B ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yang menyatakan, “Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan Hakim Agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluruhan martabat, serta perilaku hakim.” Jikalau hendak ditelusuri kehadiran Pasal 24B ayat (1) UndangUndang Dasar 1945 tersebut tidak terlepas dari perdebatan yang terjadi selama masa perubahan kedua dan perubahan ketiga, terutama yang terkait dengan Komisi Yudisial. Majelis Hakim Konstitusi yang saya muliakan, Pemohon dan Kuasa Hukum Pemohon, Pihak Terkait, dan Hadirin sekalian yang berbahagia. Dalam hal pengisian hakim, ketika merespon rumusan sementara yang dihasilkan sepanjang perdebatan dalam perubahan kedua dan gagasan tim ahli bidang hukum yang disampaikan oleh Prof. Jimly Asshiddiqie pada Rapat Panitia Ad Hoc I Badan Pekerja MPR ke-14 tanggal 10 Mei Tahun 2001, Jacob Tobing mengemukakan “Rekrutmen hakim adalah hakim di semua tingkatan karena itu,” tambah politisi senior PDI-P ini, “Komisi Yudisial ini lebih sedikit diperkaya.” Melacak gumpalan perdebatan yang terjadi hampir dapat dipastikan frasa sedikit diperkaya yang dimaksud Jacob Tobing adalah memperkaya wewenang Komisi Yudisial. Bahkan dalam rapat lanjutan yang dipimpin Jacob Tobing pada 29 Mei 2001, Politisi PDI-P lainnya Pataniari Siahaan secara eksplisit menyampaikan bahwa seleksi terhadap calon hakim agung dan terhadap hakim-hakim ditangani oleh satu lembaga yang lebih baik. Sejalan dengan unsur tersebut ketika memimpin Rapat Panitia Ad Hoc I Badan Pekerja MPR pada 26 September 2001, dalam pengantar awal Harun Kamil menegaskan dalam bentuk pertanyaan “Mengapa Komisi Yudisial hanya merekrut Hakim Agung saja? Mengapa mekanisme serupa tidak dilakukan juga untuk hakim tinggi dan hakim di tingkat pertama?” Menegaskan pertanyaan awal ini, lebih jauh Harun Kamil menghendaki kehadiran Komisi Yudisial menjadi cara untuk mengubah 5
rekrutmen hakim. Amat mungkin didorong banyaknya gagasan tersebut Agun Gunanjar dari Fraksi Partai Golkar menghendaki pengaturan yang lebih detail soal Komisi Yudisial di tingkat undang-undang. Melanjutkan gagasan yang ada pada Rapat Panitia AD Hoc I Badan Pekerja MPR pada 26 September 2001, Jacob Tobing kembali menegaskan keberadaan Komisi Yudisial harusnya menyangkut Hakim Agung, hakim tinggi, dan hakim tingkat pertama. Dalam posisi demikian menurut Jacob Tobing, “Rekrutmen adalah suatu tempat paling krusial dalam menentukan kehandalan hakim, oleh karena itu perlu dibentuk sebuah komisi yang bersifat permanen.” Selanjutnya dalam Rapat Panitia Ad Hoc I Badan Pekerja MPR pada 10 Oktober 2001, Harjono dari PDI-P menghendaki Komisi Yudisial mempunyai posisi menentukan dalam proses seleksi hakim, yaitu Hakim Agung dan hakim-hakim yang berada di bawah lingkup Mahkamah Agung. Pandangan-pandangan tersebut memberi gambaran pada kita bagaimana kaitan antara reformasi kekuasaan kehakiman dengan perekrutan calon hakim. Karena itu tidak bisa dinafikan besarnya arus pemikiran peran Komisi Yudisial dalam proses seleksi hakim dapat dibaca dalam draf rumusan Pasal 24C ayat (1) yang disampaikan oleh Jacob Tobing dalam Rapat Badan Pekerja MPR ke 5 pada tanggal 23 Oktober 2001 di hadapan Ketua MPR Amien Rais. Dari rumusan usulan tersebut dapat dibaca, Komisi Yudisial bersifat mandiri yang wewenangnya mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian Hakim Agung dan hakim lain (dengan memberikan masukan dari masyarakat, memperhatikan masukan masyarakat, dan/atau berdasarkan masukan dari masyarakat). Begitu kuatnya keinginan ini konstruksi draf usul Pasal 24C ayat (1) sama sekali tidak menyediakan alternatif lain, sekalipun dalam pembahasan ketika itu masih ada pendapat yang menghendaki wewenang Komisi Yudisial harus diberi catatan, namun pendapat yang menghendaki catatan dan pendalaman sangat minoritas di tengah arus besar yang ada. Karena itu dalam pembahasan akhir rumusan-rumusan yang dikemukakan Jacob Tobing tidak mengalami perubahan. Meskipun demikian dalam rumusan final terjadi perubahan, menjadi Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan Hakim Agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim. Namun perlu dicatat bahwa ide yang berkembang ditampung dalam frasa mempunyai wewenang lain, sebagaimana termaktub dalam Pasal 24B ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945. Kalau dibaca dan dilacak dalam Risalah Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 tidak ada penjelasan memadai ihwal munculnya frasa tersebut dan hilangnya frasa
mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian Hakim Agung, dan
6
hakim lain (dengan memperhatikan masukan dari masyarakat atau berdasarkan masukan dari masyarakat). Dari
penelurusan
risalah
juga,
pernah
muncul
ide
frasa
mempunyai wewenang lain dalam rangka ... tersebut, namun ide ini
diikuti dengan penegasan bahwa hal ini terkait dengan wewenang Komisi Yudisial dalam rekrutmen hakim. Artinya bilamana hendak diikuti semangat para pengubah Undang-Undang Dasar 1945 frasa mempunyai wewenang lain tersebut sejalan dengan wewenang Komisi Yudisial dalam proses rekrutmen calon hakim. Yang jauh lebih penting kehadiran aturan ini tidak menabrak ketentuan apapun di dalam Undang-Undang Dasar 1945. Majelis Hakim Konstitusi yang saya muliakan. Dengan paparan arus utama perdebatan di sekitar kehadiran Komisi Yudisial tersebut, saya ingin menyatakan bahwa lembaga ini dengan segala wewenang termasuk dalam proses calon hakim adalah semangat yang tertampung dan tertuang dalam pemikiran para pengubah Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Kalaupun kemudian gagasan tersebut tidak muncul secara eksplisit dalam Pasal 24B ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 adalah sebuah kekeliruan besar dan mendasar bahwa perintah undangundang melibatkan KY atau Komisi Yudisial dalam proses seleksi Calon Hakim Agung sebagai ide atau norma yang dinialai bertentangan dengan Undang-Undang Dasar atau inkonstitusional. Bila boleh menyederhanakan adanya frasa mempunyai wewenang lain dalam Pasal 24B ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 tersebut adalah untuk memberi ruang kepada pembentuk undangundang dalam melakukan pilihan hukum di tingkat undang-undang untuk mendesain Komisi Yudisial. Dengan menggunakan cara berpikir seperti itu, para pembentuk undang-undang telah melakukan langkah dan pilihan yang tepat. Bagaimanapun pada saat undang-undang memberikan wewenang kepada Komisi Yudisial terlibat dalam proses rekrutmen calon hakim, pembentuk undang-undang dapat dinilai telah menjemput kembali semangat dan arus besar yang menghendaki paling tidak mayoritas dari mereka yang menghendaki KY terlibat dalam … yang mereka kehendaki dalam proses perubahan Undang-Undang Dasar Tahun 1945, utamanya mereka yang tergabung dalam panitia ad hoc reformasi kekuasaan kehakiman. Karena itu menjadi sebuah kekeliruan yang amat mendasar seandainya ada pendapat yang mengatakan bahwa keterlibatan Komisi Yudisial dalam proses rekrutmen calon hakim dapat mengganggu independensi kekuasaan kehakiman. Bahkan dalam batas penalaran yang wajar, melibatkan Komisi Yudisial dalam seleksi calon hakim dapat menjadi strategi pembentuk undang-undang mewujudkan amanat Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yang menyatakan bahwa kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum
7
dan keadilan. Bagaimanapun dengan proses seleksi yang berkualitas diharapkan dapat dihasilkan calon hakim yang berkualitas pula. Tidak hanya soal upaya pemenuhan amanat Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 tersebut. Secara teoritis, kemandirian kekuasaan kehakiman hanya mungkin terganggu jika pemegang kekuasaan kehakiman secara struktural, dependen, atau tergantung, atau tidak mandiri dari cabang-cabang kekuasaan yang lain. Selain itu kemandirian hanya mungkin dapat terganggu jikalau pemegang kekuasaan kehakiman tidak mandiri dalam memeriksa dan memutus perkara. Pertanyaan mendasar yang patut dikemukakan. Apa kaitan kemandirian hakim dengan pemberian wewenang kepada Komisi Yudisial dalam keterlibatan merekrut calon hakim? Soal berikutnya, kalau memang karena alasan keterlibatan Komisi Yudisial dalam menyeleksi perekrutan hakim bisa mengganggu kemandirian atau independensi kekuasaan kehakiman, mengapa pula Undang-Undang Dasar Tahun 1945 menyerahkan atau memberikan wewenang proses seleksi Calon Hakim Agung kepada Komisi Yudisial? Dalam batas penalaran yang wajar pula, sebagai posisi yang berada di puncak jajaran peradilan bukankah jauh lebih berisiko memberikan wewenang bagi Komisi Yudisial merekrut Calon Hakim Agung? Dengan rangkaian pertanyaan tersebut, kekhawatiran peran Komisi Yudisial dalam seleksi Calon Hakim Agung … dalam seleksi calon hakim jelas tidak memiliki dasar dan dapat dikatakan sangat berlebihan. Majelis Hakim Konstitusi yang saya muliakan. Bilamana keinginan pembentuk undang-undang memberikan wewenang bagi Komisi Yudisial dalam proses seleksi calon hakim dengan arus besar reformasi kekuasaan kehakiman dalam perubahan Undnag-Undang Dasar Tahun 1945. Proses seleksi merupakan salah satu faktor kunci. Dengan kekuasaan besar yang dimiliki pemegang kekuasaan di bidang peradilan adalah tidak … menjadi tidak masuk akal, menghilangkan dan meniadakan keterlibatan pihak lain. Karena itu para pengubah UndangUndang Dasar Tahun 1945 berpandangan bahwa rekrutmen hakim menjadi salah satu faktor kunci dalam bingkai besar reformasi kekuasaan kehakiman. Dalam posisi seperti itu, saya sependapat dengan Profesor Mahfud MD yang menyatakan bahwa pemberian kewenangan bagi Komisi Yudisial untuk seleksi pengangkatan hakim justru dimaksudkan guna memperkuat tampilan lembaga yudikatif yang merdeka plus kuat, bersih, dan profesional. Secara filosofis kewenangan besar yang menegasikan keterlibatan peran pihak lain sangat mungkin menghadirkan kekuasaan yang korup. Dalam hal ini Postulat Lord Acton mengatakan bahwa power tends to corrupt, absolute power, corrupt absolutely. Dengan menggunakan postulat tersebut boleh jadi pemberian wewenang bagi Komisi Yudisial dalam proses seleksi calon hakim ditujukan untuk mencegah terbukanya 8
ruang penyalahgunaan wewenang. Bagaimanapun proses seleksi sangat rawan dengan praktik curang. Biasanya praktik curang alias penyalahgunaan kekuasaan dapat diminimalisir dengan proses terbuka partisipatif diantaranya dengan melibatkan pihak lain. Terkait dengan hal tersebut, dalam desain bernegara yang terjadi saat ini. Seleksi mulai dengan … sudah dimulai dengan proses terbuka dengan melibatkan pihak lain di luar lembaga yang akan diisi. Sekarang ini misalnya, pengisian eselon I dilakukan dengan proses terbuka dan partisipatif. Di antara tujuan mengintrusir proses demikian adalah untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan kekuasaan. Dengan cara begini, terbuka kemungkinan untuk mendapatkan calon yang memiliki kualitas terbaik. Namun anehnya di tengah perubahan tersebut, keterlibatan pihak lain dalam hal ini Komisi Yudisial dalam proses seleksi calon hakim justru menimbulkan kecurigaan dan pertanyaan besar. Apakah penolakan ini memang didasarkan pada pemikiran mengganggu kemandirian kekuasaan kehakiman atau ancaman terhadap gangguan atas zona nyaman (comfort zone) yang dalam proses seleksi Calon Hakim Agung yang telah berlangsung selama ini? Oleh karena itu, disebabkan alasan mendasar untuk melanjutkan reformasi kekuasaan kehakiman. Majelis Mahkamah tentunya memiliki tanggung jawab sejarah pula, menjaga, dan juga melanjutkan semangat para pengubah Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Demikianlah keterangan ini disampaikan, semoga menjadi pertimbangan bagi Majelis Hakim Yang Mulia dalam memutus perkara ini. Terima kasih. Billahi taufik wal hidayah. Assalamualaikum wr. wb. Selamat siang. 18.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Terima kasih, Prof. Saldi Isra. Berikutnya, Pak Dr. Zainal Arifin, saya persilakan.
19.
AHLI DARI PIHAK TERKAIT (FKHK): ZAINAL ARIFIN MOCHTAR Bismillahirrahmaanirrahiim. Assalamualaikum wr. wb.
20.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Waalaikumsalam wr. wb.
21.
AHLI DARI PIHAK TERKAIT (FKHK): ZAINAL ARIFIN MOCHTAR Ketua dan Anggota Majelis Hakim … Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi yang saya hormati, Pihak DPR, dan Pemerintah yang saya
9
hormati, Pemohon atau Kuasa Hukum Pemohon yang saya hormati, Hadirin sekalian yang saya hormati. Pada dasarnya, permohonan ini didasarkan atas dalil bahwa terjadi pelanggaran atas Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dengan adanya ketentuan tentang pengisian jabatan hakim yang saat ini tidak lagi hanya melibatkan Mahkamah Agung semata, tetapi juga memberikan porsi yang cukup besar kepada Mahkamah … kepada Komisi Yudisial. Bahasan yang jelas menyatakan bahwa proses seleksi pengangkatan hakim dilakukan bersama antara MA dan KY. Proses bersama inilah yang dianggap sebagai pelanggaran atas Undang-Undang Dasar Tahun 1945, khususnya perihal kewenangan MA dan KY dalam Pasal 24A dan Pasal 24B Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Dalam pandangan saya, dengan ini saya akan menyatakan beberapa hal yang berkaitan dengan pengujian undang-undang tersebut. Dalam membedah dan merumuskan argumen konstitusional sebagai sebuah aturan konstitusi … yang konstitusional, kembali saya menggunakan pandangan Philip Bobbit Tahun 1991 yang terkenal dengan teori six modalities of constitutional argument. Dia membaginya ada enam setidaknya, konstitusional argumen yang bisa dipakai untuk membedah sebuah aturan, apakah konstitusional atau tidak? Yang pertama adalah historikal, artinya berbasis pada keinginan pembentuk undang-undang. Yang kedua adalah tekstual, pemahaman teks secara langsung. Yang ketiga adalah struktural, bagaimana struktur aturan ini sebenarnya diinginkan oleh Undang-Undang Dasar dan aturan di bawahnya. Yang keempat adalah doktrinal, berbasis pada doktrin yang ada, teori yang ada, maupun berbasis pada praktik yang ada di berbagai negara lain. Yang kelima adalah etikal, merusuk … merujuk pada komitmen moral dan etos yang dibangun oleh konstitusi. Dan yang keempat adalah prudensial yang hitung-menghitung secara cost and benefit dari sebuah peraturan perundang-undangan. Pertama, kita membahas dari segi … segi sudut pandang historikal. Jika dilihat secara historik, desain pembentukan KY, kemunculan atau kehadiran sebagai gelombang refor … jauh sebelum gelombang reformasi datang. Gagasan pembentukan KY dimulai pada tahun 1968 dengan nama Majelis Pertimbangan Peneliltian Hakim (MPPH), berfungsi mempertimbangkan dan mengambil keputusan terkait pengangkatan, promosi, mutasi, dan tindakan indisipliner terhadap hakim … para hakim. Cikal bakal perumusan ini tidak pernah lepas dari pengaruh … pengarus Negara Perancis, yang pada tahun 1946 membentuk organ yang mem … yang bernama high council for magistrature. Fungsinya serupa dengan MPPH, yakni mengatur birokrasi manajerial di tubuh kekuasaan yudikatif. Namun, gagasan MPPH lama dipeti es kan, hingga kemudian dibahas ketika gelombang reformasi
10
datang dan menjadi dalah satu prioritas di masa perubahan UndangUndang Dasar Tahun 1945. Perubahan berantai konstitusi berhasil mendaur ulang MPPH menjadi organ negara independent bernama Komisi Yudisial. Hampir seluruh fraksi menyepakati bahwa KY hadir sebagai kehendak politik untuk mengurai benang kusut independensi dan akuntabilitas peradilan yang telah lama berada di bawah bayang-bayang kekuasaan eksekutif. Perdebatan panjang, perubahan konsitulis … konstitusi telah mendorong KY untuk menjalankan fungsi kontrol dan rekrutmen hakim dalam rumpun kekuasaan yudikatif. Oleh karena itu, tidak dapat dinafikan bahwa KY merupakan organ negara yang didesain untuk menangani sistem rekrutmen hakim (judicial recruitment) yang dulunya dinilai secara bermasalah. Hal itu misalnya tertangkap dari pandangan fraksi-fraksi di badan pekerja MPR yang mengusulkan adanya lembaga negara independent untuk melakukan kontrol dan pengawasan atas kekuasaan kehakiman. Salah satu yang paling getol dan mendapatkan banyak dukungan adalah usulan dari Fraksi PDI Perjuangan melalui anggota-anggotanya. Salah satunya yang di … yang di … yang dianelis … yang dikatakan oleh I Dewa Gede Pal … I Dewa Gede Palguna yang dengan panjang lebar menyata … menjelaskan pentingnya kehadiran KY yang nantinya juga akan melakukan rekrutmen Hakim Agung hingga di tingkat daerah untuk pengadilan negeri dan pengadilan tinggi dengan melibatkan unsur-unsur tertentu, semi … misalnya praktisi hukum dan akademisi. Hal ini dapat dilihat di buku 6 kekuasaan kehakiman naskah komprehensif perubahan Undang-Undang Dasar Tahun 1945, halaman 415 dan sampai 417. Usulan ini mendapatkan beberapa catatan beragam, meskipun sebagian … sebagian besar menyetujui porsi yang ada … yang diusulkan oleh Fraksi PDI Perjuangan tersebut. Salah satunya dikemukakan oleh fraksi reformasi melalui Anggota Patrialis Akbar, yang menyatakan bahwa usulan mengenai KY sama persis dengan apa yang dikemukakan oleh Fraksi PDI Perjuangan, kecuali tentang adanya pelibatan pengacara dalam proses seleksi Anggota KY dengan alasan bahwa pengacara ada organisasi tertentu, sehingga usulah FPDI … PDIP tersebut sebaiknya menjadi praktisi hukum saja. Hal ini juga dapat dibaca dalam buku naskah kekuasaan kehakiman, khususnya pada pasal … halaman 420 hingga 421. Hal tersebut juga dikuatkan dan diamini oleh fraksi PPP melalui Lukman Hakim Saifud … Lukman Hakim Saifuddin, yang kemudian menitik beratkan pentingnya KY dengan mengingatkan soal selisih sistem seleksi hakim yang ada di daerah. Tidak heran jika kemudian lahir klausula rancangan rumusan kewenangan KY sebagai hasil kerja PAH I Oktober 2001 adalah KY bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian Hakim Agung serta hakim lainnya berdasarkan masukan masyarakat (dengan mempertimbangkan masyarakat … usulan masya … 11
mempertimbangkan masukan masyarakat). Hal ini dapat dilihat dalam halaman 463 buku 6, naskah komperhensif perubahan Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Walau kemudian dapat juga penekanan soal etika dan perilaku hakim. Membaca rentetan historik tersebut, mudah untuk membaca, sekaligus saya mengatakan untuk menduga bahwa hasil terakhir yang menjadi kesepakatan pembentuk Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dengan konsep yang mengatakan, “KY bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan Hakim Agung dan mempunyai kewenangan lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim, merupakan konsep yang mustahil dilepaskan dari berbagai usulan yang mengemuka pada pandangan … pada pembahasan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 tersebut.” Makanya tidak mengherankan jika kemudian berbagai undang-undang yang lahir setelah kehadiran KY memberikan porsi kepada KY untuk juga terlibat dalam seleksi hakim, sebagai bagian dari frasa kewenangan lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim. Ketua dan Anggota Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi yang saya hormati. Pihak DPR dan Pemerintah yang saya hormati. Pemohon atau Kuasa Hukum yang saya hormati. Hadirin sekalian yang saya hormati. Selain cara pandang historic juga dapat dilihat secara pandang tekstual, jika melihat pada bunyi teks konstitusi secara langsung terdapat … seakan-akan terdapat dikotomi terhadap jabatan hakim. Pada Pasal 24B Undang-Undang Dasar Tahun 1945 pasca amandemen, terdapat istilah Hakim Agung dan hakim. Hakim Agung seakan-akan ditujukan pada kewenangan KY yang dalam hal ini terkait dengan rekruitmen pengangkatan. Sementara kata hakim tidaklah … tidaklah masuk dalam ranah kewenangan KY khusus rekruitmennya. Tentu saja dikotomi ini adalah corak pandang yang tidak tepat, apalagi harus diingat. Terdapat beberapa alasan yang mendasari dikotomi antara … seakan-akan ada dikotomi antara Hakim Agung dan hakim. Alasan pertama adalah ketergesa-gesaan proses legislasi. Tidak dapat dipungkiri bahwa amendemen konstitusi yang terjadi empat kali, sering kali dapat dibaca tidak by design tapi melalui konsep yang by accident. Oleh sebab itu, terdapat inkonsistensi terhadap subjek hakim yang dimaksud dalam Pasal 28B. Hal ini terbukti pada tahun 2006, Mahkamah Konstitusi terpaksa harus menjadi wasit untuk melakukan interpretasi terhadap ambiguitas, subjek pengawasan hakim yang menjadi ranah kewenangan KY. Artinya terdapat norma kabur dalam pola penentuan subjek hakim dalam materi muatan Undang-Undang Dasar tersebut. Alasan kedua adalah sedikit banyaknya dipengaruhi oleh sejarah kelam Bangsa Indonesia dengan sistem rekruitmen Hakim Agung. Kondisi legislasi pada saat itu sangat rentan dengan pengalaman pahit 12
sistem pengangkatan Hakim Agung yang sangat bias kepentingan politik. Tidak heran jika kooptasi terhadap jabatan hakim hingga sampai Ketua Mahkamah Agung dihalalkan dalam praktik yang terjadi dalam era Orde Baru. Luapan kekecewaan tersebut membawa ambisi untuk memutuskan dominasi eksekutif terhadap pengangkatan Hakim Agung. Oleh karena itu, terjadi … oleh karena itulah pembenahan sistem rekruitmen Hakim Agung saja yang seakan-akan menjadi concern perdebatan berantai dalam sistem kewenangan KY. Bagaimana dengan sistem rekruitmen pengangkatan hakim biasa? Apakah secara otomatis menutup jalan KY dalam sistem rekruitmen hakim biasa? Jawabannya jelas tidak. Pertama, bisa dipahami dengan creative interpretation untuk memahami Pasal 24 ayat (1) … 24B ayat (1) secara tekstual. Bahkan dapat dikotomi Hakim Agung juga dapat tidak mungkin karena Hakim Agung juga dapat dianggap hakim karir. Karena pada hakikatnya Hakim Agung sebagian besar juga berasal dari hakim karir. Bahkan kalau mau ditafsirkan lebih inovatif, Hakim Mahkamah Konstitusi pun sebagian besar berasal dari hakim karir. Baik hakim karir, maupun Hakim Mahkamah Agung, maupun hakim konstitusi merupakan jabatan hakim yang “jenis kelaminnya” merupakan pejabat negara, maka sebenarnya tidak lazim untuk mendikotomikan status jabatan hakim. Oleh karena itu, KY juga dapat difungsikan sebagai organ yang mengusulkan pengangkatan hakim dalam hal ini hakim karir yang dalam makna yang lebih luas termasuk hakim biasa. Kedua, KY mempunyai peran dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim. Artinya proses pengawasan tidak hanya ditujukan … ditunjukkan secara represif dalam rangka kinerja hakim, melainkan juga harus dikontrol secara preventif mulai dari sistem rekruitmen sampai dengan pengangkatannya. Maka ini dapat menjadi pembenar ketika Odette Buittendam menyatakan bahwa hal yang sangat dikenal dengan good judge are not born but made, hakim yang baik sesungguhnya tidak dilahirkan, tapi dia dibuat. Oleh karena itu, KY merupakan organ yang mempunyai peran penting dalam menjaga akuntabilitas peradilan sistem seleksi dan pengangkatan hakim biasa, hakim karir atau hakim biasa. Ketiga, saya menggunakan sudut pandang struktural. Sebenarnya kekuasaan yudikatif membutuhkan sistem rekruitmen yang lebih merit. Jika dulu pengangkatan hakim karir hanya menjadi domain Mahkamah Agung, maka sudah seharusnya KY dilibatkan untuk membuat sistem rekrutmen yang lebih bermutu. Sistem ini merupakan jawaban agar sistem rekrutmen hakim dilakukan secara partisipatif, transparan, dan akuntabel. Ketika KY mempunyai wewenang melakukan sistem rekrutmen terhadap Hakim Agung, maka sudah menjadi seharusnya hakim karir juga menjadi ranah kewenangan KY. Logika ini menjadi benar karena seharusnya KY tidak hanya berperan pada proses di hilirnya melainkan juga harusnya berperan pada proses hulunya. 13
Hubungan kausalitas tersebut membuat sistem tentunya akan menjadi lebih merit karena Hakim Agung pun sebenarnya berasal dari hakim karir biasa, sebagian besar. Tidak hanya itu, keterlibatan KY dalam sistem seleksi dan pengangkatan hakim karir merupakan cara adopsi perspektif masyarakat sipil termasuk di dalamnya screening terhadap rekam jejak bakal calon. Artinya melibatkan keterlibatan KY dalam proses seleksi dan pengangkatan hakim karir, masyarakat benar-benar dapat dilibatkan mulai dari proses seleksi hakim sampai dengan kemungkinan pemberhentian hakim. Sesuatu yang memiliki maksud tentunya, maknanya adalah pelibatan KY dalam proses seleksi hakim yang termaktub dalam berbagai undang-undang yang diujikan bukanlah cacat secara sejarah tetapi sesuatu yang memiliki alasan dan tujuan yang sesungguhnya mulia. Keempat, kita bisa lihat juga dari sudut pandang doktrinal teoritik maupun komparatif. Pada dasarnya, KY hadir sebagai instrument balancing dalam kekuatan yudikatif. Wim Voermans 2004 menyatakan, “Negara-negara di Uni Eropa judicial counsil dibentuk untuk memberikan sumbangsih meningkatkan independensi dan efesiensi administrasi manager peradilan termasuk dalam hal ini rekrutmen hakim.” Hal yang sama juga dikatakan oleh Nuno Garoupa dan Tom Ginsburg pada tahun 2008 yang menyatakan, ”Judicial counsil hadir untuk memperkuat sertamerta menyeimbangkan prinsip independensi dan akuntabilitas peradilan, institusi ini didesain untuk merumuskan sistem yang merit dalam proses seleksi dan pengangkatan hakim.” Paul Gilligan dalam penelitiannya tentang berbagai Mahkamah Konstitusi di berbagai negara menyimpulkan bahwa the most widely recognised power of a judicial counsil is its role in the appointment of judges. Beberapa pendapat di atas telah merumuskan bahwa salah satu karakteristik utama adalah melakukan seleksi dan pengangkatan hakim. Praktik ini juga ada di berbagai negara yang mendeskripsikan hal yang kurang lebih sama. Di negara Uni Eropa, Italy, Prancis, dan berbagai negara yang melibatkan KY dalam proses seleksi sampai dengan promosi dan mutasi hakim. Bahkan di Irak pun seleksi hakim dilakukan dengan organ sejenis KY yang bernama The Higher Judicial Counsil. Pengalaman di negara … pengalaman di berbagai negara menunjukkan bahwa KY memainkan peranan besar dalam sistem rekrutmen hakim pada masingmasing negara. Saya kemudian mencantumkan beberapa negara yang sepemahaman saya memberikan kesempatan besar pada KY terlibat dalam proses seleksi hakim. Bagaimana dengan Indonesia? Kewenangan KY terkait seleksi hakim karir sebagaimana diperintahkan undang-undang merupakan wujud akuntabilitas dalam rumpun yudikatif. Sebab keterlibatan KY dalam proses seleksi sampai dengan pengangkatan hakim karir justru membuat proses seleksi menjadi jauh lebih transparan dan akuntabel. 14
Apalagi putusan MK tahun 2006 telah mendudukkan KY sebagai mitra utama, partnership Mahkamah Agung dalam menjaga keseimbangan independensi dan akuntabilitas peradilan. Artinya, tidak dapat dipandang seleksi hakim oleh KY adalah bagian dari intervensi tetapi haruslah dipandang sebagai bagian dari memperkuat independensi. Sesungguhnya jangan sampai ada kesan bahwa yang dimaksud independensi adalah ketaatan pada Mahkamah Agung. Jika jajaran Mahkamah Agung menganggap hal tersebut akan mengsubordinasi atau menggerogoti independensi peradilan, itu justru sungguh tidak beralasan. Justru melalui mekanisme yang lebih merit, kewenangan MA dalam proses seleksi hakim karir dapat diimbangi dengan KY … oleh KY. KY hadir sebagai balancing terhadap potensi sebab … KY hadir sebagai balancing terhadap potensi abused of power Mahkamah Agung. Bahkan tidak menutup kemungkinan kewenangan KY juga berimbas dalam mengawal pola promosi dan mutasi hakim karir di MA. Jika MK setuju dengan model ini sesungguhnya MK telah melakukan pemurnian atau purifikasi terhadap kewenangan KY. Ketua dan Anggota Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi yang saya hormati. Pihak DPR dan Pemerintah yang saya hormati. Pemohon atau Kuasa Hukum yang saya hormati. Hadirin sekalian yang saya hormati. Sudut pandang kelima saya menggunakan sudut pandang ethical. Dalih kemerdekaan kekuasaan kehakiman sebagaimana yang dijaminkan oleh konstitusi tampaknya telah ditafsirkan terlalu liberal. Implikasinya kita mempunyai masalah besar dengan praktik one roof system judicative. Potensi monopoli kekuasaan pada pelaku kekuasaan yudikatif bukanlah tidak beralasan. Harus diakui model satu atap yudikatif ini perlahan-lahan dapat berubah menjadi instrument kekuasaan bergaya hak milik. Ini menjadi persoalan pelik yang membuat relasi menjadi tidak berimbang bahkan boleh jadi menjadi saling timpang atau striking the balance. Dengan dalih konstitusional independent, Mahkamah Agung sangat mungkin menjadi gamang untuk diimbangi kekuasaan lainnya. Bayang-bayang intervensi eksekutif masa lalu justru mebuat Mahkamah Agung seringkali menjadi paranoid apabila menyangkut relasi kekuasaan extra judicial. Ancaman terbesar dari system satu atap bahkan dapat berimbas pada abused of power atau otoritarianusme dengan berbagai nama. Dalam kedudukan yang demikian hukum besi kekuasaan Lord Acton menjadi … menjadi aktual bahwa power tends to corrupt and absolute power corrupts absolutely. Dengan melampaui batas-batas independensi akuntabilitas yang menjerumuskan kekuasaan yudikatif menjadi beraroma tirani atau monster kekuasaan, oleh karena itu dibutuhkan organ untuk mengimbangi kekuasaan Mahkamah Agung sebagaimana … Mahkamah Agung sebagai akibat dari penerapan sistem satu atap. Sudah
15
seharusnya KY dapat melakukan balancing dalam ranah yang bersifat non-yustisi. Dan yang keenam dan terakhir adalah sudut pandang prudential. Sebenarnya Mahkamah Agung sangat diuntungkan oleh adanya Komisi Yudisial, sudah semestinya terdapat pembagian tugas secara berimbang antara KY dan Mahkamah Agung dalam ranah non-yustisi. Sebab tanpa disadari sebenarnya ledakan pemekaran daerah membuat birokrasi manajerial Mahkamah Agung menjadi tambun dan membengkak. Tugas Mahkamah Agung akan menjadi sangat berat dalam melakukan seleksi, promosi, sampai dengan mutasi. Di samping tugas berat tersebut, Mahkamah Agung tetap dituntut untuk konsisten menghasilkan putusan yang berkualitas. Oleh karena itu, peralihan sebagian besar atau pembagian sebagian besar urusan non-yustisi kepada KY dapat diangap sebagai momentum penting dalam menjaga tiang independensi dan akuntabilitas dalam rumpun kekuasaan kehakiman. Izinkan saya membacakan kesimpulan. Kesimpulan, dengan teori six modalities of constitution argument yang telah saya sampaikan, kita tidak mungkin menampikan pentingnya peran KY dalam melakukan judicial recruitment bagi para calon hakim. six modalities of constitution argument sudah memetakan secara jelas bahwa konstitusionalitas KY dalam melakukan seleksi terhadap hakim. MK sebagai penjaga dari konstitusi dapat meneguhkan hal tersebut agar tidak lagi menjadi sengkarut perdebatan konstitusional. Demikian keterangan ini semoga dapat membantu memberikan perspektif dalam pengujian undang-undang yang diujikan tersebut. Terima kasih. Assalamualaikum wr. wb. Salam sejahtera. 22.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Waalikumsalam wr. wb. Terima kasih, Pak Dr. Zainal Arifin Muchtar, silakan kembali ke tempat. Berikutnya, saya menanyakan kepada Komisi Yudisial dan Pihak Terkait FKHK, apakah … dari Komisi Yudisial terlebih dahulu, apakah ada yang akan diperdalam dengan keterangan Ahli yang disampaikan oleh Prof. Saldi Isra? Silakan.
23.
PIHAK TERKAIT: TAUFIQURROHMAN SYAHURI (KY) Terima kasih, Pimpinan Yang Mulia. Dari Pemohon itu ada pertanyaan atau pernyataan bahwa Undang-Undang Dasar itu hanya limitative, ya, menyebutkan bahwa KY mengajukan nama-nama Calon Hakim Agung untuk diminta persetujuan DPR dan selanjutnya dilantik oleh Presiden. Jadi di situ tidak ada kalimat hakim, tapi ada kalimat
16
kewenangan lain. Nah kesimpulan Pemohon kalau tidak salah, maka KY hanya diberikan kewenangan untuk rekrutmen hakim agung. Nah, apakah kalau kesimpulan ini dikenakan juga pada Pasal 24, dimana disebutkan bahwa Mahkamah Agung itu juga tidak ada kalimat untuk seleksi pengangkatan hakim. Tapi yang ada adalah kewenangan lain, kewenangan lain yang ada di dalam Mahkamah Agung itu juga terkait dengan masalah penegakan hukum dan peradilan. Nah jadi kalau di KY itu kewenangan menjaga dan menegakan kehormatan, keluhuran, dan martabat, perilaku hakim, tapi kalau di dalam bab … pasal di Mahkamah Agung itu kewenangan lain yang terkait dalam rangka melaksanakan peradilan. Nah ini, kalau logika limitatif yang digunakan oleh Pemohon ini dikenakan kepada Mahkamah Agung, apakah berarti Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial itu bisa disimpulkan tidak punya kewenangan seleksi hakim? Nah ini yang ingin saya tegaskan karena itulah yang menjadi persoalan adanya permohonan ini. Itu yang pertama, Pak Majelis, saya kira itu dulu. 24.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya.
25.
PIHAK TERKAIT: TAUFIQURROHMAN SYAHURI (KY) Dan nanti saya mohon izin, ada hal yang ingin saya sampaikan untuk setelah ini. Terima kasih.
26.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Oh, apa? Langsung saja sampaikan seluruhnya kepada Prof. Saldi.
27.
PIHAK TERKAIT: TAUFIQURROHMAN SYAHURI (KY) Baik. Ya, jadi saya ingin menyampaikan mengenai hubungan antara Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung yang sebagian ada yang salah persepsi seakan-akan tidak harmonis atau tidak produktif. Jadi saya hanya ingin menyampaikan kepada Majelis Yang Mulia. Bahwa sebenarnya hubungan antara Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung itu hubungannya sangat produktif. Bisa saya berikan contohcontoh di sini, yang pertama Komisi Yudisial sejak periode kedua ini telah berhasil merumuskan peraturan bersama Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial itu (…)
17
28.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Enggak, ini kaitannya dengan Ahli.
29.
PIHAK TERKAIT: TAUFIQURROHMAN SYAHURI (KY) Bukan, hanya akan saya sampaikan makanya saya bilang nanti setelah itu.
30.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Di dalam kesimpulan saja. Dalam kesimpulan Pihak Terkait.
31.
PIHAK TERKAIT: TAUFIQURROHMAN SYAHURI (KY) Ya.
32.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Gitu nanti.
33.
PIHAK TERKAIT: TAUFIQURROHMAN SYAHURI (KY) Bisa disampaikan nanti dalam kesimpulan, Pak, ya.
34.
KETUA: ARIEF HIDAYAT He eh, dengan Pihak Terkait.
35.
PIHAK TERKAIT: TAUFIQURROHMAN SYAHURI (KY) Baik, terima kasih.
36.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Kalau ini tidak menyangkut keterangan Ahli ini.
37.
PIHAK TERKAIT: TAUFIQURROHMAN SYAHURI (KY) Oke, terima kasih.
38.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya, baik. Ini Prof. Saldi, tadi ada pertanyaan itu, ya. Kalau enggak nanti yang merekrut malah MK lho. 18
39.
AHLI DARI PIHAK TERKAIT (KY): SALDI ISRA Terima kasih, Yang Mulia. Terima kasih juga pertanyaan yang disampaikan oleh Komisioner Komisi Yudisial Pak (...)
40.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Kita lanjutkan saja, dikompilasi dulu. Kemudian dari Pihak Terkait FKHK, supaya waktunya efisien. Apa ada yang akan diperdalam sehubungan keterangan Pihak Terkait Pak Zainal Arifin Muchtar?
41.
PIHAK TERKAIT: SAEFUDIN FIRDAUS (FKHK) Sudah cukup jelas, Yang Mulia.
42.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Cukup, ya?
43.
PIHAK TERKAIT: SAEFUDIN FIRDAUS (FKHK) Cukup.
44.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik. Dari Pihak Pemohon, ada yang akan disampaikan untuk kedua Ahli dari Pihak Terkait ini?
45.
KUASA HUKUM PEMOHON: FAUZAN S. BHAKTI Terima kasih, Yang Mulia. Terkait dengan Prof. Saldi, terima kasih, Beliau telah memaparkan perdebatan pada saat proses kelahiran KY itu, perdebatan, apakah KY punya kewenangan merekrut Hakim Agung, hakim tingkat banding, dan pertama itu perdebatan. Tetapi kemudian faktanya Pasal 24 itu menyatakan kewenangan KY itu bla, bla, bla. Oleh karena itu, forum ini adalah forum tafsir terhadap undangundang organik, terhadap taks Pasal 24 Undang-Undang Dasar Tahun 1945 itu, saya kira di situ. Sehingga nanti klir karena di dalam hermeneutika, di dalam penafsiran itu, di dalam taks itu kita kenal dengan hukum beti. Makna atau paham itu harus diturunkan dari taks, tidak boleh disimpulkan. Itu satu. Terima kasih kepada Prof. Saldi, tetapi memang harus titik tolak penafsiran harus dari fakta Pasal 24 UndangUndang Dasar Tahun 1945, dari sana penafsiran yang berkembang di dalam proses itu sudah selesai dan kita titik tolaknya setelah reformasi ada KY, ada kewenangan. Satu. 19
Yang kedua, kaitan dengan Bapak Dr. Zainal Arifin. KY sebagai yang Bapak sampaikan, di Uni Eropa, Itali, kemudian termasuk di Belanda, dan lain sebagainya itu merupakan sub sistem, sub organik dari pelaku kekuasaan kehakiman, Pak. Oleh karena itu, Ketua Mahkamah Agung adalah ex officio Ketua Komisi Yudisial. Oleh karena itu, ada relevansinya. Beda dengan hukum ketatanegaraan di Indonesia, KY bukanlah pelaku kekuasaan kehakiman. Tugas dan kewenangan KY di dalam konstitusi jelas. Oleh karena itu, seluruh frasa di dalam undang-undang organik dari turunan Pasal 24 yang masuk di dalam kekuasaan ... pokok kekuasaan kehakiman yang dilakukan oleh Mahkamah Agung dan MK adalah inkonstitusional. Satu. Yang kedua, kaitan dengan rekrutmen hakim sejak reformasi yang melahirkan KY, itu sudah puluhan kali, Pak, sudah 10 kali rekrutmen hakim dan praktik itu menjadi hukum, dan praktik itu menjadi hukum. Andaikan ada kekurangan, kelemahan, mestinya bukan normanya yang dicabut kemudian diganti dengan norma baru tetapi sistem atau kelemahan-kelemahan itu yang harus diperbaiki. Di dalam rekrutmen itu ada manajemen, di dalam tugas pokok kekuasaan kehakiman itu ada manajemen. Manajemen terhadap organisasi, administrasi, keuangan, dan kemudian teknis. Prof. Mahfud, kemudian Pak Syahuri ... Pak Taufiqurrohman Syahuri selalu bertanya, apakah Mahkamah Agung merekrut hakim itu ada dasarnya? Mahkamah Agung di dalam melaksanakan tugas pokok di bidang organisasi, administrasi, dan finansial itu berlandaskan kepada Keppres Nomor 13 Tahun 2005. Kemudian di dalam pelaksanaan, apa administrasi peradilan atau perkara itu mengacu kepada Keppres 12 Tahun 2005. Oleh karena itu, sebenarnya tugas pokok masing-masing itu sudah klir. Problemnya adalah kenapa KY masuk, lalu kemudian masuk ke dalam rumah orang, lalu kemudian mengatur rumah orang itu, ini problemnya, Pak. Oleh karena itu, perlu organik ... peraturan organik, norma organik yang bertentangan dengan konstitusi harus diluruskan. Kalau memang harus ada tugas pokok tambahan, berangkatnya bukan dari peraturan organik tetapi undang-undang harus di amandemen. Saya kira itu, Pak, dari kami. Terima kasih. 46.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik, terima kasih. Ada lagi?
47.
KUASA HUKUM PEMOHON: TEGUH SATYA BHAKTI Ada, Yang Mulia.
20
48.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Silakan.
49.
KUASA HUKUM PEMOHON: TEGUH SATYA BHAKTI Terima kasih, Yang Mulia. Mohon izin. Kepada Ahli Prof. Saldi dan Dr. Zainal Asikit ... Dr. Zainal Arifin. Kami ada tiga hal yang kami ingin kritisi dari paparan yang sudah disampaikan tadi secara tekstual dan kontekstual, dan futuistis. Secara tekstual, tadi sudah dijelaskan bahwa Undang-Undang Dasar Tahun 1945 itu mengatur tentang tugas dan kewenangan tiap-tiap lembaga. Terkait dengan perkara ini, khususnya menyangkut kekuasaan kehakiman. Pasal 24 ayat (1) dan pasal ... juncto ayat (2) nya menjelaskan tentang tugas dan kewenangan dari Mahkamah Agung, berikut dengan badan peradilan di bawahnya dan Mahkamah Konstitusi terkait dengan kewenangan KY diatur dalam Pasal 24B … 24B ayat (1), ya. Ya, seperti tadi dijelaskan oleh Prof. Saldi. Nah, pertanyaannya adalah dimana ada frasa secara tekstual frasa yang menjelaskan atau menerangkan bahwa tugas dan kewenangan Komisi Yudisial itu merekrut ... bisa merekrut calon-calon hakim di badan peradilan yang ada di bawah Mahkamah Agung, itu secara tekstual. Tadi sudah dijelaskan secara historis dengan tasfir historisnya dengan berikut dengan teori-teori yang disampaikan Dr. Zainal Arifin, tetapi ini bicara tentang apa yang ada di ... di dalam konstitusi saja, itu secara tekstual ya. Secara kontekstual , kami ingin menyampaikan bahwa pasal yang kami uji ini pasal mati, tidak bisa diimplementasikan, terhitung sejak dia disahkan tahun 2009 itu tidak bisa dilaksanakan. Tidak tahu ini bagaimana Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial itu. Tapi kami di lapangan kebutuhan di depan mata itu lima tahun tidak ada perekrutan hakim, pasal ini tidak bisa dilaksanakan sama sekali. Norma ini adalah norma-norma mati, mungkin adagium yang mengatakan itu, pasal yang tidak bisa dilaksanakan itu adalah pasal mati, gitu, itu ya. Tadi Ahli juga mengatakan bahwa keterlibatan Komisi Yudisial ini akan melahirkan ... tujuannya akan melahirkan peradilan yang jujur dan bersih, kira-kira seperti itu ya yang kami tangkap, ya. Pertanyaan kami adalah apakah keterlibatan KY ini menjamin akan melahirkan suatu peradilan yang jujur dan bersih, sebagaimana yang dimaksud oleh Ahli tadi? Kami ingin mengundang perhatian Ahli bahwa ilmu itu tidak melahirkan iman, ilmu itu dari akal, rasionalitas, sementara iman itu dari hati. Boleh jadi seandianya misalnya perekrutan calon hakim itu dia bagus berilmu dia bilang, akhaknya bagus katanya, tapi di suatu masa boleh jadi dia akan ditempatkan di lain tempat, pindah-pindah, moralnya itu berubah, gitu. Itu kami ingin ... apa namanya ... menyampaikan 21
kepada Ahli bahwa sesungguhnya ilmu itu mengantarkan kita pada suatu tujuan, mempercepat kita untuk mencapai suatu tujuan untuk menciptakan peradilan yang jujur dan bersih. Tetapi moral ini, ini yang ... apa namanya ... yang perlu mendapat perhatian ini karena moral itu bisa berubah-ubah sesuai dengan tempat dan ruang dan waktunya. Nah, di sinilah kami ingin menyatakan bahwa Komisi Yudisial itu fungsinya di sini sesuai dengan amanat Pasal 24B ayat (1) itu dia menjaga, menjaga barang yang sudah ada, belum dia ikut-ikutan untuk merekrut barang yang belum ada, dia menjaga perilaku, menegakkan kehormatan hakim, hakim yang sudah ada secara terus menerus supaya dia tidak berubah itu ... apa namanya ... moralitasnya itu, kira-kira seperti itu. Dan secara futuristis, kami ingin menyampaikan bahwa judicial review yang diajukan oleh IKAHI ini tidak dimaksudkan untuk memangkas kewenangan KY terlibat di dalam ... apa ... perekrutan calon hakim ini, tapi ingin mengambalikan Komisi Yudisial ini sesuai dengan fitrahnya selaku lembaga pengawas, gitu, bukan dia equal, tapi supporting, supporting gitu, dia mengawasi perekrutan calon hakim yang kalau Mahkamah Konstitusi mangabulkan, yang diselenggarakan oleh Mahkamah Agung, gitu. Jadi dia tidak bersama-sama ikut terlibat, tetapi supporting dia, dia tidak equal. Kira-kira itu yang ingin kami sampaikan pesan moral terkait dengan judicial review yang diajukan oleh IKAHI. Terima kasih atas perhatiannya. Terima kasih, Yang Mulia. 50.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik, dari meja Hakim? Sudah cukup? Ada, Yang Mulia silakan.
51.
HAKIM ANGGOTA: MANAHAN MP SITOMPUL Terima kasih kepada Yang Mulia, kepada kedua Ahli. Tadi kita sudah sama-sama menyimak apa yang dikemukakan oleh kedua Ahli, kita sudah melihat ada beberapa di situ uraian tentang penafsiran, historikal, dan selanjutnya tekstual, dan selanjutnya. Namun, kali ada hal yang luput mungkin dari pemaparan di sana, bagaimana itu dilihat dari konteks pelaksanaannya? Saya melihat di tataran pelaksanaan itu memang sudah ada kerja sama dari Komisi Yudisial dengan Mahkamah Agung dengan terbitnya perma atau peraturan bersama, ya. Bukan peraturan Mahkamah Agung. Peraturan Bersama Nomor 1 Tahun 2012. Nah, dikaitkan dengan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2012 ini, timbul pertanyaan bagaimana Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman yang telah mengatur di Pasal 19 dan Pasal 13 itu bahwa hakim itu pejabat negara. Tentu menjadi pertanyaan di dalam hal pengangkatan ini dalam pelaksanaannya, apakah memang hakim itu sudah diatur tentang bahwa dia sudah ditetap sebagai pejabat negara? Itu menjadi satu pertanyaan. 22
Kemudian yang kedua, apakah kalau belum hakim itu ditetapkan sebagai pejabat negara, tentu kita merujuk kepada peraturan bersama dan nampaknya itu relevan dengan pelaksanaan yang selama ini bahwa hakim itu dimulai dengan perekrutannya sebagai calon hakim. Calon hakim itu adalah merekrut untuk calon pegawai negeri sipil, jadi ada hubungannya dengan tadi pejabat negara, apakah pejabat negara itu mesti PNS dulu atau langsung diangkat menjadi pejabat negara? Nah, tentu hal inilah mungkin di lapangan menjadi sesuatu hal yang harus kita analisa, bagaimana sebenarnya pengangkatan hakim ini? karena kalau saya baca di Perma Nomor 1 Tahun 2012 itu sepertinya ada dua hal yang harus dilakukan di situ. Pertama, rekrutmen calon hakim dengan status pegawai negeri sipil. Kemudian baru tahap kedua ada pengangkatan hakim menjadi hakim penuh, artinya pengangkatan sebagai hakim. Nah, ini lah barangkali pertanyaan kepada kedua Ahli, bagaimana analisa dari kedua Ahli mengenai ini? Ini di tataran pelaksanaannya. Jadi bukan dari atas ke bawah, ini saya melihat dua coba … dari tatanan pelaksanaannya baru kita lihat nanti ke atas. Barangkali itu pertanyaan saya. Terima kasih. 52.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik, Yang Mulia, terima kasih. Ada lagi? Cukup. Saya persilakan, Prof. Saldi untuk menjawab, kemudian nanti Pak Zainal.
53.
AHLI DARI PIHAK TERKAIT (KY): SALDI ISRA Terima kasih, Yang Mulia. Terima kasih juga pertanyaan dari KY, dari Pemohon, kemudian dari Yang Mulia Hakim Manahan. Ini soal limitasi, nah kalau kita baca tekstual sebetulnya enggak ada kewenangan dua-dua institusi. Kalau tekstual konstitusinya dibaca untuk merekrut hakim. Jadi, kalau bacaannya mengapa KY dilarang atau tidak boleh? Karena Pasal 24B ayat (1) itu tidak menyebutkan masuk kewenangan itu, itu tekstualnya. Tapi kalau kita baca tekstual lagi di konstitusi Pasal 24A ayat (1) juga ndak disebutkan bahwa Mahkamah Agung punya kewenangan itu. Ini teks di konstitusi. That’s why jika orang belajar konstitusi, itu teks kan tidak cukup menjelaskan, perlu dicari apa maksud teks itu. Itu yang … yang saya pahami kalau orang membaca norma. Bedanya orang hukum membaca norma pasal dibandingkan orang bukan hukum karena orang hukum diajarkan metode mengetahui ada apa dibalik norma itu. Nah, ini … ini sebetulnya yang bisa membantu kita untuk menjelaskan soal kealpaan atau ketiadaan poin yang kita apa … perdebatkan dalam forum ini. Jadi, saya menganggap, Majelis Hakim Konstitusi Yang Mulia, membaca Pasal 24B ayat (1) tidak cukup membaca teks. Kalau membaca 23
teks, maka pemahamannya seperti itu, KY tidak berwenang. Tapi kan teks itu hadir dengan proses menuju teks itu sendiri. Nah, saya mengatakan … apa namanya … di runut dari awal, itulah hasilnya. Bahwa kewenangan lain itu menjadi norma, mungkin Yang Mulia Bapak Patrialis bisa menjelaskan, ketika ia disepakati disampaikan oleh panitia ad hoc ke dalam forum yang dihadiri oleh anggota lain, itu jelas kewenangan lain itu termasuk hakim lainnya. Tapi tiba-tiba perumusan norma akhirnya hilang itu, dan enggak ada penjelasannya, biasa lah di perubahan konstitusi itu ada memang yang diperdebatkan terbuka yang bisa muncul di apa … di risalah, tapi ada yang tidak … yang tidak … kita tidak bisa tangkap di risalah. Namun dari penelusuran saya, saya baca apa itu … risalah itu, kewenangan lainnya itu, itu pernah dibicarakan, yang dimaksud di dalamnya termasuk seleksi hakim di tingkat bawah dan itu ada di risalah. Makanya berdasarkan penafsiran historis itu adalah keliru menurut saya kalau kemudian kewenangan lain itu mengatakan kewenangan untuk menyeleksi hakim di tingkat bawah itu tidak bisa dimasukkan menjadi kewenangan Komisi Yudisial. Itu apa … historisnya begitu. Jadi menurut saya … apa namanya … itu kan ada mirip walaupun tidak sama antara rumusan yang ada dalam Pasal 24A soal kewenangan Mahkamah Agung dan Pasal 24B ayat (1) Kewenangan Komisi Yudisial, dan saya memang lebih menelusuri soal Pasal 24B ayat (1) itu. Soal praktik, itu kan soal lain, jadi kalau undang-undang sudah memberikan karena memang dua-dua pasal, Pasal 24B ayat (1) dan Pasal 24 itu kan di ujungnya ada perintah kepada undang-undang. Jadi menurut saya, sesuatu yang tidak terurai secara eksplisit itu menjadi wilayah undang-undang. Jadi, pemberian kewenangan itu kan tidak menabrak apa-apa di konstitusi. Tidak ada satu pun norma yang ditabrak dengan pemberian kewenangan untuk merekrut calon hakim itu, kecuali … apa namanya … konstitusi mengatakan hitam, lalu di bawah rumusan mengatakan putih. Nah, itu bertentangan. Nah, ini soal teks, jelas, makanya dirujuk ke belakang itu. Soal tugas masing-masing, di mana pun konstitusi di dunia ini menurut saya tidak ada yang selesai mengatur semuanya. Dan Yang Mulia Bapak Patrialis, di dalam persidangan itu berkali-kali harus diberikan catatan, harus didalami lagi, dan itu bersahutan dengan keinginan detailkan di tingkat undang-undang. Dan itu bisa dibaca semuanya di risalah. Artinya apa? Rumusan terbatas yang diberikan oleh konstitusi, itu menjadi ranah undang-undang memberikan wilayah berikutnya, terutama untuk menjelaskan soal-soal yang terkait dengan kewenangan. Soal kejujuran, itu tidak bisa dijamin dari proses awal. Saya mau ceritakan untuk sedikit gambaran. Di Jepang, itu merekrut hakim sama sekali tidak ada peran Mahkamah Agung Jepang. Di Jepang itu hakim direkrut oleh komisi yang independent, badan independent, nanti hasil 24
akhirnya baru sampai di Mahkamah Agung atau pemegang kekuasaan kehakiman, termasuk merekrut apa … merekrut jaksa, merekrut pengacara. Jadi, dibuat sebuah tim yang orang-orang yang lulus disekolahkan di situ, hampir 13 bulan, lalu kemudian proses itu yang menentukan orang ini cocok jadi jaksa, cocok jadi pengacara atau advokat, atau cocok menjadi hakim. Nah, itu proses kalau di tempat lain kalau mau melakukan studi komparasinya. Moralitas ya, itu ditugaskan oleh Mahkamah Konstitusi … oleh konstitusi kepada apa … kepada Komisi Yudisial, tapi tidak salah, makanya saya menggunakan logika, kalau memang seleksi itu dianggap mempengaruhi independensi, mestinya para pengubah konstitusi sudah mendeteksi jauh lebih berbahaya memberikan rekrut Hakim Agung dibandingkan calon hakim. Karena itu berada di puncak peradilan, tapi mahkamah apa … konstitusi memberikan otoritas itu kepada Komisi Yudisial, apalagi untuk soal-soal yang ada di bawahnya, apalagi untuk hakim yang ada di level bawahnya. Dan itu berkali-kali disebut oleh pembentuk konstitusi soal-soal yang seperti ini. Kita memang kesulitan dibandingkan Undang-Undang Dasar sebelum perubahan, dulu ada penjelasan, sekarang kita tidak memiliki penjelasan. Lalu bagaimana merujuknya? Merujuk kepada apa? Ada 2 cara sebetulnya, orang kalau melihat tafsir historis. Pertama, dari perdebatan yang ada, jadi pendapat-pendapat orang yang muncul dalam perdebatan itu dikemukakan. Tapi di atas itu pendapat itu disimpulkan dan semua yang dikutip itu, hampir sebagian besar yang saya kutip, itu adalah simpulan-simpulan yang dibawa ke forum. Mudah-mudahan saya tidak keliru menjelaskan karena ada pelakunya di sini. Itu dibawa pimpinan-pimpinan apa … panitia ad hoc yang menyampaikan ini kesimpulannya, ini kesimpulan, ini kesimpulan. Bahkan tidak hanya kesimpulan saja, sudah dibuatkan dalam bentuk norma, rancangan norma. Makanya saya mengatakan kuat basis konstitusional mengatakan bahwa kalau mau ikut dalam proses seleksi itu tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Saya kira itu, kalau poin terakhir, Pak Hakim Yang Mulia, Pak Manahan itu soal … apa namanya … sebagian juga sudah saya sebutkan, sudah saya coba menjelaskan. Soal pejabat negara, sebetulnya tidak semua juga pejabat negara kita harus jadi pegawai negeri terlebih dahulu, banyak juga undang-undang kita memberikan simbol pejabat negara, tapi tidak dimulai dengan menjadi PNS. Boleh dilacak, banyak. Salah satunya, DPR kan disebut juga pejabat negara. Hakim Agung disebut juga pejabat negara yang mungkin tidak berasal dari pegawai negeri dari awalnya. Jadi, jadi ruang pejabat negara itu tidak hanya karena PNS saja, tapi diberikan oleh undang-undang status itu karena itu ada hubungan dengan soal protokoler dan segala macamnya. Jadi, tidak ada hubungan, tidak terlalu kuat hubungan harus dulu pejabat dan segala macam itu. Itu poin yang bisa saya jelaskan. Terima kasih. 25
54.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Silakan, Pak Zainal.
55.
AHLI DARI PIHAK TERKAIT (FKHK): ZAINAL ARIFIN MOCHTAR Terima kasih, Yang Mulia. Yang pertama, pertanyaan berkaitan dengan pasal … teks Pasal 24B. Kenapa orang sering mengatakan bahwa harus ada six modalities in constitutional interpretation. Karena memang mustahil, lagi-lagi mustahil hanya menggunakan teks untuk menjelaskan sebuah konstitusi. Pendekatan teks itu hanyalah satu di antara sekian banyak. Apalagi kalau dilacak secara historis apa yang saya tuliskan maupun Pak Saldi tuliskan sebenarnya, itu sudah jelas bahwa pada hakikatnya pembahasannya itu sebenarnya KY memang mau diberikan porsi untuk rekrutmen MA, Hakim Agung maupun hakim biasa. Walaupun … bahkan kesimpulan terakhir sudah begitu. Walaupun kemudian keluarnya di ujungnya, bunyinya menjadi kewenangan lain, bukan seleksi hakim lain. Padahal di awalnya itu menjadi rumusan. Mau … saya mau barangkali Pak Patrialis Akbar bisa menceritakan jauh. Yang Mulia Patrialis Akbar bisa menceritakan jauh lebih detail. Awalannya itu, walaupun kemudian diubah menjadi kewenangan lainnya dan di situlah pembahasan kenapa kewenangan lain itu diubah, ya karena salah satunya karena ya perkembangan dianggap sudah memasukkan hakim lain, dianggap memasukkan pengawasan etika, bisa menjatuhkan sanksi, dan lain sebagainya. Nah, jadi mustahil untuk mendekatkan sebuah konstitusi hanya dengan menjelaskan pasal. Dan kalau kita berakhir dengan hanya menjelaskan berdasarkan teks, tidak semua yang tidak ada di teks, itu tidak boleh ada. Kalau begitu di Undang-Undang Dasar tidak ada kejaksaan. Apakah Pemohon mau menjadi … Pemohon untuk membubarkan kejaksaan, misalnya. Kan itu mustahil. Dengan hanya berdasarkan teks karena teksnya ndak ada di Undang-Undang Dasar. Kejaksaan juga enggak ada, bubarkan. Kan tidak mungkin. Memang ada yang harus ada interpretasinya. Kenapa kejaksaan hadir? Ya karena diinterpretasikan badan peradilan lain yang disebutkan di Pasal 24 Undang-Undang Dasar, kan begitu. Ini namanya interpretasi. Bagaimana melacaknya? Melacaknya dari historic. Karena memang di historic ditafsirkan bahwa badan peradilan ini termasuk badan peradilanperadilan lainnya. Ya, kalau mau pakai teks, selesai. Bahkan kita bubarkan saja semuanya. OJK, kita bubarkan. KPK, kita bubarkan. Kan banyak sekali yang tidak ada dalam Undang-Undang Dasar. Nah, tidak berarti tidak ada dalam Undang-Undang Dasar tidak berarti tidak konstitusional. Ada namanya spirit konstitusi. Dan kalau 26
dibaca teks Undang-Undang Dasar, tidak ada satu pun yang tersakiti dengan kewenangan KY. Ikut … bahasanya ya, bahasa di undangundangnya, “Ikut pengangkatan bersama dengan Mahkamah Agung dalam pengangkatan hakim.” Ndak ada yang tersakiti. Jadi, saya mengaggap bahwa itu satu di antara sekian banyak teks. Yang pertama. Yang kedua. Kalau selalu menganggap bahwa sudahlah ini sudah berlangsung lama, sudah dilakukan, kita perbaiki saja yang ada. Ini adalah cara pandang yang menolak kehadiran cara pandang reformasi itu sendiri. Kalau kita mau perbaiki, Mahkamah Konstitusi bahkan tidak pernah ada. Usulan soal Hakim Agung … balai agung itu sudah ada dan mau disematkan kepada Mahkamah Agung dulunya. Jadi, kalau kita selalu berpandangan bahwa kita perbaiki saja yang sudah ada, tidak perlu ada lembaga lain yang membantu proses balancing, process check and balances, kita melakukan cara pandang yang keliru menurut saya. Dan pascareformasi, kita dihadirkan pada kenyataan lahirnya lembaga-lembaga negara independent yang sangat banyak. Memang di satu sisi ada ketidaksadaran. Sampai sekarang kita belum detail membicarakan soal lembaga negara independent itu apa. Tapi di lain sisi, kehadiran lembaga negara independent ini sudah sangat banyak sekarang dan … dan menghiasi kenapa kejaksaan dan kepolisian dihadirkan KPK? Ya karena dianggap tidak mampu. Kenapa KY dihadirkan? Ya karena dianggap Mahkamah Agung melakukan beberapa kesalahan. Kenapa KPI hadir? Ya karena dianggap Kementerian Informasi tidak mampu menyediakan informasi dengan baik, dilahirkan KPI. Kenapa Dewan Pers ada? Karena Kementerian Penerangan tidak bagus. Itu adalah bagian dari proses bernegara, ijtihad negara, bangsa ketika mengeluarkan itu. Dan ijtihad itu seingat saya, Pak Yang Mulia Wahiduddin Adams barangkali bisa menjelaskan. Ya, kalau pun keliru paling tidak dapat satu pahalalah. Kalau benar, ya kira-kira dua perkara, kira-kira begitu. Dan itu saya memandang ini ijtihad negara. Membangun lembaga negara independent yang merupakan teguran terhadap lembaga negara lama yang tidak mampu menyelenggarakan fungsi dengan baik itu bagian dari ijtihad negara dan kita harus hormati proses ijtihad negara ini, begitu. Yang ke … soal beberapa contoh, benar, beberapa contoh itu memasukkan, tapi saya menggunakan cara pandang Paul yang mengatakan bahwa itulah esensi. Dia mengatakan dan dia meneliti semua, kalau tidak salah hampir 70-an … 60-an negara kalau tidak salah. Saya akan lihat kembali. Dia mengatakan, “Esensi yang dimaksud Komisi Yudisial sebenarnya, dia terlibat dalam proses seleksi hakim.” Sebagian memang benar, masuk menjadi bagian dari kewenangan … masuk menjadi bagian dari Mahkamah Agung. Tapi yang lainnya tidak. Dia mengatakan, “Ini esensinya.” Esensinya adalah dia terlibat. Itu
27
barangkali pot apa … es apa … urgensi kenapa saya mengutip Paul di … di … di dalam tulisan ini. Pertanyaan berikutnya soal ini ketentuan yang tidak dapat dilaksanakan. Ada perbedaan mendasar antara tidak dapat dilaksanakan dan tidak mau dilaksanakan. Mohon di … dipikirkan baik-baik. Kalau tidak dapat dilaksanakan, kenapa peraturan bersamanya sudah disepakati secara bersama, walaupun belum diundangkan. Kenapa berbagai banyak peraturan bersama yang tadi disebutkan oleh Yang Mulia Manahan, sudah terjadi. Kalau mau dianggap ini tidak dapat dilaksanakan, menurut saya sesungguhnya bisa dilaksanakan. Pertanyaannya adalah mau dilaksanakan atau tidak? Pertanyaan itu barangkali terpulang kepada kita semua, khususnya kepada Mahkamah Agung. Karena begini, jangan menuduh bahwa MA … MK … KY mau mengambil kewenangan orang. Ini kan enggak ada kewenangan KY mau mengambil kewenangan orang. KY ditugaskan oleh pembentuk undang-undang sebagai penafsiran terhadap Pasal 24B dan itu perintah yang harus dilaksanakan oleh bersama oleh MA dan KY, apalagi perintahnya jelas. Pengangkatan hakim secara bersama oleh MA dan KY, selesai. Nah, yang harus dipikirkan adalah mau tidak ini dilaksanakan? Kalau tidak dapat dilaksanakan saya tidak tahu apakah ini tidak dapat dilaksanakan. Karena rasanya tidak mungkin tidak dapat dilaksanakan karena berbagai langkah sudah dilakukan. Problemnya adalah mau dilaksanakan atau tidak dan pertanyaan itu berpulang kembali kepada KY dan Mahkamah Agung, mau enggak melaksanakan ini atau tidak? Dan kalau mau sesungguhnya pasti bisa karena terbukti berbagai langkah dalam kerja sama yang tadi disebutkan oleh Pak Taufik Komisioner KY mengatakan bahwa hubungannya sebenarnya sudah produktif selama ini, artinya kalau relasi itu terbangun terus bayangan saya barangkali akan lebih jauh menarik. Yang berikutnya, apakah menjamin apabila diserahkan kepada KY? Siapa yang bisa menjamin di dunia ini, kalau Anda bertanya di tingkat sesuatu itu sama dengan ... pernyataan itu menurut saya sama dengan penilainya pertanyaan anak SD yang mengatakan semua orang harus bernafas. Itu sudah pasti, kalau dibilang dari MA tidak terlalu baik, apakah menjamin KY lebih baik? Tidak ada jaminan, tidak ada satupun orang yang bisa menjamin karena itu kebenaran pasti, kata itu kebenaran pasti, tetapi kita sedang membangun sistem. Adagiumnya standar twice better then one eye, dua mata lebih bagus daripada satu mata. Dengan membangun konsep dua, yaitu bagian dari ijtihad kita untuk memperbaiki proses. Pertanyaan yang sama barangkali bisa kita sampaikan, buat apa negara ini membuat proses legislasi menjadi dua kamar, kalau dikatakan satu kamar saja cukup, DPR saja cukup? Kenapa kita membuat dua kamar karena itu bagian dari istihad negara dengan konsep check and balances di dalam parlemen, artinya apa? Twice better then one eye, apakah menjamin dua kamar menjadi lebih baik legislasi? 28
Belum tentu, tidak ada yang bisa menjaminkan tetapi itu adalah ijtihad, upaya dengan adagium kira-kira secara logis dengan dua yang mengerjakan itu akan menjadi jauh lebih baik dibanding dikerjakan oleh satu, lebih menutup kemungkinan terjadinya abuse of power jika dilakukan oleh dua dibanding dilakukan oleh satu, kenapa? Karena kalau dilakukan oleh dua sekurang-kurangnya akan ada check and balances diantara mereka. Nah, itu moral sebenarnya. Kalau ditanya apakah menjamin? Itu pertanyaaan menurut saya pertanyaan yang sudah basi, tidak perlu ditanyakan lagi, tidak ada jaminan tentu, tidak ada satupun orang di dunia ini bisa menjamin. Tapi kita sedang membangun sistem, kita sedang membangun cara, kita sedang membangun ... kita sedang berijtihad dalam bahasa kasarnya, dan kita melakukan banyak itu. Kenapa kita tarik apa ... kewenangan untuk legislasi kita bikin menjadi dua kamar, untuk melakukan proses seleksi hakim tidak lagi menjadi presiden ... kita tarik menjadi DPR juga ada, itu adalah bagian dari check and balances. Jadi kalau Anda mengatakan … kalau sampai mengatakan tidak ada jaminan memang tidak ada jaminan, tetapi paling tidak kita sedang membangun prinsip check and balances. Yang berikutnya membaca putusan MK soal main and supporting organs, saya sedikit berbeda membaca putusan MK. Ketika MK mengatakan bahwa KY adalah supporting organs tentu dalam kaitan kewenangan non ... kewenangan … membantu proses yustisial dia menjadi supporting, tetapi kalau di wilayah ranah rekrutmen hakim agung siapa bilang supporting? Pasti KY menjadi main organs karena kalau tidak ada KY tidak ada hakim agung jadinya, main dan supporting itu adalah titik berat dalam konteks penafsiran saya dalam pembahasan secara konstitusi, titik berat, di mana titik beratnya? Dia akan menjadi main maka yang lainnya akan menjadi supporting untuk menguatkan main-nya ini. Nah, kalau dikatakan bahwa KY adalah supporting? Ya, di satu sisi, tapi di lain sisi untuk seleksi Hakim Agung enggak mungkin KY dikatakan menjadi supporting, KY itu adalah main organ untuk itu. Nah, makanya pembahasan main dan supporting organs ini saya berbeda dengan cara Pemohon tadi menanyakan soal supporting dan main organs, dalam bahasan saya kita harus lihat pada fungsinya termasuk ketika saya menjadi Ahli di sini kewenangan KPK misalnya, saya katakan bahwa untuk perkara korupsi maka KPK menjadi main organs, kejaksaan dan kepolisian menjadi supporting. Berbeda untuk kasus biasa apa ... pidana biasa tidak ada kewenangan KPK di situ, dia hanya menjadi supporting apa ... kepolisian dan kejaksaan menjadi main organs, begitu. Jadi memaknai main dan supporting ini tentu sangat berbeda. Terakhir pertanyaan dari Yang Mulia Pak Manahan Sitompul. Yang pertama saya sepakat dengan apa yang dikatakan Pak Saldi tidak ada 29
kaitannya tentu saja dalam kaitan harus menduduki jabatan ke-PNS-an. Tetapi intinya begini, apapun makna yang diinginkan oleh undangundang, apakah pengangkatan hakim yang dimaksud di dalam berbagai undang-undang yang diujikan ini adalah pengangkatan dari hak … dari CPNS menjadi hakim, ataukah dari orang biasa menjadi CPNS? Itu adalah terserah urusan internal bagaimana MA dan KY membangun hubungannya, terserah pemaknaannya. Tetapi bagi saya perintah undang-undang sudah jelas mengatakan bahwa KY terlibat secara bersama dengan MA dalam pengangkatan hakim, nah proses seleksi dalam pengangkatan hakim, dalam bahasa undang-undang. Nah, apapun pemaknaan, itu terserah, tetapi kalau mau dilihat moralnya kelihatannya kenapa kemudian diserahkan kepada KY. Ya lagi-lagi memang karena berbagai cara untuk menutup apa … praktik-praktik yang tidak terlalu baik yang selama ini terjadi. Saya ada ingat sebuah data yang … saya wujudkan nanti saya sampaikan kalau bisa saya dapatkan datanya. Misalnya ada … ada semacam survey untuk mengatakan … yang mengatakan bahwa kebanyakan hakim, bapaknya pasti hakim juga. Saya lupa kalau enggak salah 50 berapa persen dari survey itu, bisa dilihat nanti. Untuk mengatakan bahwa betapa … betapa berbahayanya yang kayak gini, ini. Kita tidak melakukan tuduhan bahwa ini pasti telah terjadi proses nepotisme. Tetapi ini menjadi early warning system buat kita. Sistem peringatan dini bahwa jangan sampai yang beginian ini akan bisa dituding macam-macam. Sehingga pengangkatan hakim dari bawah itu biasanya harusnya adalah ada notabene, kedekatan dengan hakim, dan lain sebagainya, baru bisa menjadi hakim. Nah, menutup itu lagi-lagi adalah membangun sistem yang bisa check and balances. Jangan dilakukan sendirian oleh Mahkamah Agung tapi kemudian ada KY akan mengimbangi dan membangun sistem yang lebih transparan dan akuntabel. Begitu pandangan saya. Terima kasih, Yang Mulia. 56.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Terima kasih. Yang Mulia, silakan.
57.
HAKIM ANGGOTA: PATRIALIS AKBAR Terima kasih, Pak Ketua. Saya mau menitip pertanyaan saja kepada Pak Dr. M. Syarifuddin dari Mahkamah Agung. Kalau mengenai penjelasan yang disampaikan oleh Pak Saldi Isra sama Pak Zainal. Saya kira mungkin bukan di sini tempatnya karena posisi saya sebagai bagian dari MK jadi mohon dimaklumi agar tidak ada sesuatu yang kurang pada tempatnya.
30
Saya dengan tidak mengurangi rasa hormat saya kepada Mahkamah Agung terutama Pak Syarifuddin. Di dalam memberikan keterangan sebagai Pihak Terkait. Ada satu hal yang saya ingin titip pertanyaan, Pak. Sebab besok sudah terakhir kita enggak sempat lagi menanyakan ini. Walaupun terungkap hanya sedikit tapi bagi saya ini amat dalam, ada dua hal yang terungkap. Pertama, tadi Pak Taufiqurrohman Syahuri walaupun sebentar, walaupun itu sebetulnya bisa masuk kesimpulan. Menyatakan bahwa hubungan antara KY dan MK sebetulnya … dengan MA sebetulnya selama ini bagus. Bahkan sudah mampu merumuskan berbagai macam kebijakan untuk bisa bekerja sama. Di sisi lain, dari Kuasa Hukum Pemohon juga terungkap bahwa ada persoalan yang agak mengkhawatirkan juga bahwa sudah hampir lima tahun tidak ada rekrutmen hakim. Ini kan sesuatu yang sebetulnya ambivalensi juga, gitu ya antara dua penjelasan ini. Meskipun ini bukan persoalan konstitusionalitas norma tapi kita kan juga tidak bisa melihat adanya suatu keadaan, kebutuhan kedua kelembagaan yang sangat terhormat ini di dalam penyelenggaraan kekuasaan kehakiman. Meskipun KY bukan penyelenggara kekuasaan kehakiman tapi kan diberikan kewenangan untuk masuk dalam hal-hal yang ditentukan dalam Pasal 24A ayat (3) maupun dalam Pasal 24B ayat (1) tadi. Jadi saya mohon pertanyaan tadi, Pak. Bisa nanti sekaligus dijelaskan ya bagaimana kondisi yang dua hal yang kayaknya antara timur dan barat ini, ketemu ini. Terima kasih. Terima kasih, Pak Ketua. 58.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik, terima kasih. Ada sedikit untuk Prof. Saldi atau Pak Zainal yang menjawab saya persilakan. Tadi disebutkan ijtihad negara dalam rangka untuk memperbaiki seleksi pengangkatan hakim, baik di pengadilan negeri, pengadilan agama, maupun pengadilan tata usaha negara. Apakah bisa ditafsirkan begini, supaya itu analog dengan yang frasa dari kewenangan lain. Seleksi pengangkatan hakim pengadilan itu apakah negeri, agama, tata usaha negara, dilakukan oleh Mahkamah Agung dan diawasi oleh Komisi Yudisial. Apakah bisa ditafsirkan demikian? Kalau pasal yang sekarang itu dilakukan bersama oleh Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial. Kalau frasa itu kemudian diganti, bagian dari ijtihad itu. Rekrutmen dilakukan oleh Mahkamah Agung, diawasi, atau dijaga oleh … jadi seleksi dilakukan oleh Mahkamah Agung, diawasi oleh Komisi Yudisial. Apakah bisa ditafsirkan demikian, Pasal 24 itu? Silakan. Karena ada sisi yang saya tangkap itu ijtihadnya dalam rangka memperbaiki secara eksplisit tidak ada aturan di konstitusi yang anu itu. Tapi kalau ijtihadnya begini, betul apa enggak itu? Bisa dikomentari. Silakan, Prof. Saldi. 31
59.
AHLI DARI PIHAK TERKAIT (KY): SALDI ISRA Terima kasih, Yang Mulia Hakim Arief Hidayat. Kalau dibaca perdebatan yang terjadi di risalah, maksudnya tidak begitu.
60.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik, cukup. Terima kasih. Baik. Seluruh rangkaian persidangan pada sore nampaknya sudah selesai karena sudah akan memasuki (…)
61.
hari
ini
PIHAK TERKAIT (FKHK): SAEFUDIN FIRDAUS Mohon izin, Yang Mulia.
62.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya.
63.
KUASA HUKUM PEMOHON: TEGUH SATYA BHAKTI Mohon izin, Yang Mulia.
64.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Siapa ini? Sebentar. Apa? Ini dari (…)
65.
PIHAK TERKAIT (FKHK): SAEFUDIN FIRDAUS Dari FKHK, Yang Mulia.
66.
KETUA: ARIEF HIDAYAT FKHK. Apa ... ada apa?
67.
PIHAK TERKAIT (FKHK): SAEFUDIN FIRDAUS Saya ingin mengonfirmasi bahwa kami telah mengajukan surat keberatan ke Panitera pada tanggal (…)
68.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Keberatan mengenai?
32
69.
PIHAK TERKAIT (FKHK): SAEFUDIN FIRDAUS Mengenai persidangan ini, pada tanggal 22 Juli (…)
70.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Keberatannya mengenai apa?
71.
PIHAK TERKAIT (FKHK): SAEFUDIN FIRDAUS Berdasarkan Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Bahwa Pasal 17 ayat (5) dikatakan bahwa seorang hakim atau panitera wajib mengundurkan diri dari si … persidangan (…)
72.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Oke, sudah saya tangkap.
73.
PIHAK TERKAIT (FKHK): SAEFUDIN FIRDAUS Ya, kami hanya (…)
74.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ini ... ini penafsiran Anda yang enggak benar, ya. Kalau begitu, saya tidak bisa berdiri di sini karena undang-undang itu dibuat oleh DPR. Saya berada di sini karena saya rekrutmen dari DPR.
75.
PIHAK TERKAIT (FKHK): SAEFUDIN FIRDAUS Bukan seperti itu, Yang Mulia.
76.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ha?
77.
PIHAK TERKAIT (FKHK): SAEFUDIN FIRDAUS Maksudnya bahwa di sini, permohonan ini (…)
78.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Supaya hakim yang dari MA tidak bisa ikut di sini, kan?
33
79.
PIHAK TERKAIT (FKHK): SAEFUDIN FIRDAUS Ya, Yang Mulia.
80.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Lah, kalau begitu, saya dalam rangka pengujian undang-undang ... undang-undang itu yang buat DPR bersama dengan Pemerintah/Presiden, saya berada di sini dari unsur rekrutmen DPR. Apakah saya tidak boleh kalau itu undang-undang yang dibuat oleh DPR? Prof. Maria direkrut dari Presiden, apakah tidak boleh pengujian undangundang kalau itu Prof. Maria ikut mengadili? Apakah kalau tiga orang hakim ini kemudian tidak boleh ikut mengadili perkara ini, apakah sidang bisa berlangsung? Harus dihadiri oleh minimal tujuh orang Hakim. Itu logika pikir yang salah dari seorang mahasiswa. Cukup saya kira, tidak perlu dilanjutkan, ya.
81.
KUASA HUKUM PEMOHON: TEGUH SATYA BHAKTI Mohon izin, Yang Mulia.
82.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Dimatikan itu! Saya harus memberikan pendidikan yang benar di sini ya kepada Pihak Terkait! Saya persilakan, apa Pemohon?
83.
KUASA HUKUM PEMOHON: TEGUH SATYA BHAKTI Terima kasih, Yang Mulia. Kami hanya ingin menyampaikan beberapa pandangan kami terkait dengan penjelasan Ahli dari pertanyaan kami sebelumnya.
84.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik.
85.
KUASA HUKUM PEMOHON: TEGUH SATYA BHAKTI Kami hanya ingin mengatakan bahwa tafsir yang digunakan oleh Ahli di dalam menelaah (suara tidak terdengar jelas) sengketa ini terkait dengan tafsir historis Beliau. Kami hanya ingin mengatakan bahwa itu hanya mengungkap sebagian dari kebenaran.
34
86.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik. Kalau begitu anu … jadi, tidak harus apa yang disampaikan oleh Ahli itu disetujui oleh Pemohon atau sebaliknya Ahli harus sepakat dengan Pemohon, itu juga tidak. Yang menilai nanti kita, ya. Dan kalau itu ada ketidaksetujuan dari keterangan Ahli, sampaikan saja nanti di dalam kesimpulan, ya? Baik, gitu.
87.
KUASA HUKUM PEMOHON: TEGUH SATYA BHAKTI Baik. Terima kasih, Yang Mulia.
88.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik, terima kasih. Persidangan pada sore hari ini sudah selesai (…)
89.
PIHAK TERKAIT: M. SELAMAT JUPRI (KY) Izin, Yang Mulia.
90.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya?
91.
PIHAK TERKAIT: M. SELAMAT JUPRI (KY) Apabila diperkenankan (…)
92.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya, apa lagi?
93.
PIHAK TERKAIT: M. SELAMAT JUPRI (KY) Kami dari Pihak Terkait langsung ingin mengajukan bukti tambahan, Yang Mulia.
94.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Silakan. Sudah siap bukti tambahannya?
95.
PIHAK TERKAIT: M. SELAMAT JUPRI (KY) Besok, pertemuan selanjutnya, Yang Mulia. 35
96.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Oh ya, nanti disampaikan pada sebelum persidangan berikutnya (…)
97.
PIHAK TERKAIT: M. SELAMAT JUPRI (KY) Baik, Yang Mulia.
98.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Supaya nanti bisa di … apa … divalidasi dan di anukan bukti tambahan itu (…)
99.
PIHAK TERKAIT: M. SELAMAT JUPRI (KY) Baik.
100. KETUA: ARIEF HIDAYAT Nanti akan disahkan persidangan berikutnya, ya?
pada
persidangan
sekaligus
pada
101. PIHAK TERKAIT: M. SELAMAT JUPRI (KY) Baik, Yang Mulia. 102. KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik. Baik. Persidangan sore hari ini sudah selesai. Sebelum saya tutup, maka persidangan yang berikutnya kita akan mempunyai agenda mendengarkan keterangan Pihak Terkait dari Mahkamah Agung yang sudah memberi Kuasa kepada Yang Mulia Dr. Pak Syarifuddin, ya? Nanti pada persidangan berikutnya, Yang Mulia, disampaikan. Kemudian, juga kalau dari Gerakan Mahasiswa Jakarta, kalau mau ada ahli masih bisa ditambahkan. Ada ahli, enggak? 103. PIHAK TERKAIT: LINTAR FAUZI (GMHJ) Ya, Yang Mulia. Kebetulan hari ini berhalangan hadir, coba nanti saya konfirmasi. 104. KETUA: ARIEF HIDAYAT Masih ada? 36
105. PIHAK TERKAIT: LINTAR FAUZI (GMHJ) Ya, nanti saya konfirmasi (…) 106. KETUA: ARIEF HIDAYAT Kalau begitu, nanti disiapkan pada persidangan yang berikutnya, ya? 107. PIHAK TERKAIT: LINTAR FAUZI (GMHJ) Ya. Terima kasih, Yang Mulia. 108. KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik. Kalau begitu, nanti pada persidangan yang akan datang pada hari Selasa, 11 Agustus Tahun 2015, pukul 11.00 WIB, kita akan ada persidangan sekali lagi dengan mendengarkan keterangan Pihak Terkait Mahkamah Agung dan ahli dari Gerakan Mahasiswa Hukum Jakarta, ya? Baik, terima kasih. Seluruh rangkaian persidangan selesai. Sidang ditutup. KETUK PALU 3X SIDANG DITUTUP PUKUL 15.45 WIB Jakarta, 28 Juli 2015 Kepala Sub Bagian Risalah, t.t.d Rudy Heryanto NIP. 19730601 200604 1 004
Risalah persidangan ini adalah bentuk tertulis dari rekaman suara pada persidangan di Mahkamah Konstitusi, sehingga memungkinkan adanya kesalahan penulisan dari rekaman suara aslinya.
37