MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 89/PUU-XIII/2015
PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN DAN PENGUJIAN UNDANGUNDANG NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945
ACARA MENDENGARKAN KETERANGAN PRESIDEN, DPR, DAN PIHAK TERKAIT (KEPOLISIAN) [III]
JAKARTA SENIN, 7 SEPTEMBER 2015
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 89/PUU-XIII/2015 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian [Pasal 15 ayat (2) huruf b dan huruf c] dan Pengujian Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Agkutan Jalan [Pasal 64 ayat (4) dan ayat (6), Pasal 67 ayat (3), Pasal 68 ayat (6), Pasal 69 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 72 ayat (1) dan ayat (3), Pasal 75, Pasal 85 ayat (5), Pasal 87 ayat (2) dan Pasal 88] terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 PEMOHON 1. Alissa Q. Munawaroh Rahman 2. Hari Kurniawan 3. Malang Corruption Watch (MCM), dkk ACARA Mendengarkan Keterangan Presiden, DPR, dan Pihak Terkait (Kepolisian) [III] Senin, 7 September 2015 Pukul 14.13 – 15.47 WIB Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat SUSUNAN PERSIDANGAN 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7)
Arief Hidayat Aswanto Manahan MP Sitompul Maria Farida Indrati Patrialis Akbar Suhartoyo Wahiduddin Adams
Wiwik Budi Wasito
(Ketua) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) Panitera Pengganti
i
Pihak yang Hadir: A. Pemohon: 1. Hari Kurniawan B. Kuasa Hukum Pemohon: 1. Erwin Natosmal Oemar 2. Bahrain 3. Jeremiah Limbang 4. Wahyu C. DPR: 1. John Kenedy Azis D. Pemerintah: 1. Heni Susila Wardoyo 2. Jujun E. 3. Umar Aris 4. Hary Kris 5. Nasrudin 6. Sri Lestari E. Pihak Terkait (Polri): 1. Condro Kirono 2. Mochammad Iriawan 3. Ricky Herbert Parulian Sitohang 4. Sam Budi Gustian 5. Agung Makbul 6. Bimo Anggoro Seno 7. Dr. Krisnanda 8. Baharudin
ii
SIDANG DIBUKA PUKUL 14.13 WIB 1.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Bismillahirrahmaanirrahiim. Sidang dalam Perkara Nomor 89/PUU-XIII/2015 dengan ini dibuka dan terbuka untuk umum. KETUK PALU 3X Baik, saya cek kehadirannya dulu. Pemohon yang hadir siapa?
2.
KUASA HUKUM PEMOHON: ERWIN NATOSMAL OEMAR Selamat siang, Yang Mulia. Hari ini hadir, saya Erwin Natosmal Oemar, Kuasa Hukum. Di sebelah kanan saya ada Wahyu Nandang Herawan, Kuasa Hukum. Sebelah kanannya lagi Pak Bahrain, Kuasa Hukum, dan Jeremiah Limbang. Sebelah kiri saya Pemohon II, Hari Kurniawan, Pemohon Prinsipal. Terima kasih, Yang Mulia.
3.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Kuasa Hukum I-nya enggak pakai toga atau belum pengacara?
4.
KUASA HUKUM PEMOHON: ERWIN NATOSMAL OEMAR Sudah pengacara, Yang Mulia.
5.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Kenapa enggak pakai toga?
6.
KUASA HUKUM PEMOHON: ERWIN NATOSMAL OEMAR Ada masalah teknis sehingga tidak bisa.
7.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya, lain kali harus pakai toga, ya karena sudah bersertifikat, pengacara harus pakai toga di persidangan. Kalau tidak, tidak boleh masuk lain kali, ya.
1
Baik. Dari DPR yang hadir siapa? Saya persilakan meskipun sudah tahu. 8.
DPR: JOHN KENEDY AZIS Terima kasih, Yang Mulia. Dari DPR hadir H. John Kenedy Azis, Yang Mulia. Terima kasih.
9.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Terima kasih. Dari Pemerintah yang mewakili Presiden?
10.
PEMERINTAH: HENI SUSILA WARDOYO Baik. Terima kasih, Yang Mulia. Assalamualaikum wr. wb. Salam sejahtera untuk kita semua. Dari Pemerintah hadir, kami perkenalkan dari ujung sebelah kiri, Yang Mulia. Ibu Jujun, Direktur Bina Sarana Transportasi Perkotaan, Kementerian Perhubungan. Berikutnya, Bapak Umar Aris, Staf Ahli … maaf … berikutnya Bapak Hary Kris, Sesdikjen Hubungan Darat. Kemudian, Bapak Djoko Sasono, Dirjen Hubungan Darat. Kemudian, Bapak Nasrudin, Direktur Litigasi dan sekaligus nanti akan membacakan keterangan presiden. Berikutnya, Bapak Umar Aris, Staf Ahli Hukum dan Reformasi Birokrasi. Dan berikutnya, Ibu Jujun, Direktur … Ibu Sri Lestari, Karo Hukum dan KSLM. Kami sendiri, Heni Susila Wardoyo. Demikian. Terima kasih, Yang Mulia.
11.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik. Pihak Terkait dari Kepolisian Republik Indonesia. Siapa yang akan memperkenalkan diri, pangkat yang paling tinggi ini, Pak. Silakan.
12.
PIHAK TERKAIT: CONDRO KIRONO Terima kasih, Yang Mulia. Kami sendiri mewakili Pihak Terkait dari Polri, Irjen Pol. Condro Kirono. Di sebelah kiri kami Kadiv Hukum Polri, Irjen Pol. Mochammad Iriawan. Kemudian, dari Divkum Polri, Irjen Pol. Parulian Sitohang. Kemudian, sebelah kirinya lagi, Brigjen Pol. Sam Budi Gustian dari Wakaporlantas. Kemudian, Kombes Pol. Agung Makbul dari Divkum dan Kombes Pol. Bimo Anggoro Seno dari Korlantas. Sebelah kanan kami, Kombes Pol. Dr. Krisnanda dari Mabes Polri. Kemudian, Kombes Pol. Dr. Baharudin. Demikian, Yang Mulia.
2
13.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya. Baik, terima kasih Pak Condro. Persidangan siang hari ini tampak meriah ini, banyak yang hadir dan ramai sekali. Baik. Agenda kita pada siang hari ini adalah mendengarkan keterangan DPR, kemudian nanti keterangan presiden dan kemudian terakhir dari Pihak Terkait. Saya persilakan Pak Azis terlebih dahulu untuk menyampaikan keterangannya.
14.
DPR: JOHN KENEDY AZIS Bismillahirrahmaanirrahiim. Assalamualaikum wr. wb. Yang Mulia, sebelum kami membacakan keterangan dari Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, mohon berikan izin kepada kami dari seluruh keterangan kami yang kami sampaikan nanti kepada Yang Mulia, tidak … mengingat waktu, tidak seluruhnya kami bacakan. Terima kasih, Yang Mulia. Keterangan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia atas permohonan uji materiil Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam Perkara Nomor 89/PUU-XIII/2015. Kepada Yang Terhormat Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia di Jakarta, berdasarkan Keputusan Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor 341/PIMP/I/2014-2015 tanggal 28 November 2014 telah menugaskan Pimpinan Komisi III DPR RI yaitu Dr. H. Muhammad Aziz Syamsuddin, S.H., M.H., nomor Anggota 2A248, Trimedya Panjaitan, S.H., M.H. nomor anggota 127, Desmond Junaidi Mahesa, S.H., M.H., nomor anggota A376, Dr. Benny Kabur Harman, S.H., M.H., nomor anggota A444, Mulfachri Harahap, S.H., nomor anggota 459, dan saya H. John Kenedy Azis, S.H., nomor anggota A240 dalam hal ini baik secara bersama-sama maupun sendiri-sendiri bertindak untuk dan atas nama Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia yang selanjutnya disebut DPR. Sehubungan dengan permohonan pengujian Pasal 15 ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia dan Pasal 64 ayat (4), Pasal 64 ayat (6), Pasal 67 ayat (3), Pasal 68 ayat (6), Pasal 69 ayat (2), Pasal 69 ayat (3), Pasal 72 ayat (1), Pasal 72 ayat (3), Pasal 75 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan terhadap Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang diwakili kuasa hukumnya Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Polri (Koreksi) selaku perorangan warga negara Republik Indonesia, berkedudukan di kantor 3
YLBHI, Jalan Diponegoro Nomor 74 Jakarta Pusat untuk selanjutnya disebut Pemohon. Dengan ini, DPR menyampaikan keterangan terhadap permohonan pengujian atas Pasal 15 ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia (untuk selanjutnya disebut dengan Undang-Undang Polri) dan Pasal 64 ayat (4), Pasal 64 ayat (6), Pasal 67 ayat (3), Pasal 68 ayat (6), Pasal 69 ayat (2), Pasal 69 ayat (3), Pasal 72 ayat (1), Pasal 72 ayat (3), Pasal 75 UndangUndang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan untuk selanjutnya disebut dengan (Undang-Undang LLAJ) terhadap Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945 untuk selanjutnya disebut dengan undang-undang … dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dalam perkara Nomor 89/PUU-XIII/2015 sebagai berikut. a. Ketentuan Undang-Undang Polri dan Undang-Undang LLAJ yang diujikan terhadap Undang-Undang Dasar Tahun 1945 tidak kami bacakan dan dianggap dibacakan. b. Hak dan/atau kewenangan konstitusional yang dianggap para Pemohon telah dirugikan oleh berlakunya Pasal 15 ayat (2) huruf b Undang-Undang Polri dan Pasal 64 ayat (4), Pasal 64 ayat (6), Pasal 67 ayat (3), Pasal 68 ayat (6), Pasal 69 ayat (2), Pasal 69 ayat (3), Pasal 72 ayat (1), Pasal 72 ayat (3), Pasal 75 Undang-Undang LLAJ kami anggap dibacakan karena tidak dibacakan. c. Keterangan DPR Republik Indonesia. Terhadap dalil para Pemohon sebagaimana diuraikan dalam permohonan a quo, DPR Republik Indonesia dalam penyampaian pandangannya terlebih dahulu menguraikan mengenai kedudukan hukum (legal standing) dapat dijelaskan sebagai berikut. 1. Kedudukan hukum (legal standing) para Pemohon Menanggapi permohonan para Pemohon a quo, DPR Republik Indonesia berpandangan bahwa para Pemohon harus dapat membuktikan terlebih dahulu apakah benar para Pemohon sebagai pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan atas berlakunya ketentuan yang dimohonkan untuk diuji, khususnya dalam mengkonstruksikan adanya kerugian terhadap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya sebagai dampak dari diberlakukannya ketentuan yang dimohonkan untuk diuji. Juga apakah kerugian konstitusional Pemohon yang dimaksud bersifat spesifik atau khusus dan aktual atau setidaknya bersifat potensial yang menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan akan terjadi dan apakah ada hubungan sebab akibat/causal verband antara kerugian dan berlakunya undang-undang yang dimohonkan untuk diuji. Terhadap kedudukan hukum atau legal standing tersebut, DPR Republik Indonesia menyerahkan sepenuhnya 4
2.
kepada Kuasa atau Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Yang Mulia untuk mempertimbangkan dan menilai apakah para Pemohon menilai kedudukan hukum atau legal standing atau tidak sebagaimana diatur oleh Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang tentang Mahkamah Konstitusi dan berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 006/PUU-III/2005 dan Perkara Nomor 11/PUU-V/2007. Pengujian atas Pasal 15 ayat (2) huruf b Undang-Undang Polri dan Pasal 64 ayat (4), Pasal 64 ayat (6), Pasal 67 ayat (3), Pasal 68 ayat (6), Pasal 67 ayat (2), Pasal 69 ayat (3), Pasal 72 ayat (1), Pasal 72 ayat (3), Pasal 75 Undang-Undang LLAJ terhadap permohonan ketentuan a quo, DPR Republik Indonesia terlebih dahulu menyampaikan keterangan sebagai berikut. a) Bahwa menyelenggarakan registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor (pengurusan SIM, STNK, dan BPKB) oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia, merupakan bagian dari tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia yang tercantum dalam Pasal 30 ayat (4) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yang menyatakan bahwa Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat serta penegakan hukum. b) Bahwa menyelenggarakan registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan bagian dari kegiatan yang terintegrasi dengan penegakan hukum oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia. c) Bahwa Kepolisian Republik Indonesia ... bahwa Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan salah satu lembaga pemerintah yang memberikan pelayanan kepada masyarakat. Fungsi pemerintahan yang dijalankan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia terutama yang bersangkutan dengan penegakan hukum, pengayoman, perlindungan, pelayanan, pembimbingan kepada masyarakat, tugas-tugas ini berkaitan erat dengan tugas-tugas sosial yang sehari-harinya berhadapan dengan masyarakat. Di dalam menjalankan tugasnya, Kepolisian Negara Republik Indonesia menjalankan kegiatan pencegahan dan penegakan hukum. d) Bahwa kewenangan Kepolisian Negara Republik Indonesia menyelenggarakan registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor merupakan tugas pokok dari Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat yang sesuai dengan ketentuan Pasal 13 Undang-Undang Polri yang 5
merupakan salah satu wujud dari Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam rangka pelayanan kepada masyarakat sebagai aparatur negara atau pelayan masyarakat yang memberikan pelayanan. e) Bahwa menyelenggarakan registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan salah satu pelayanan dasar administratif yang penting dan efektif mengingat penyelenggaraan registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan peruwujudan dari pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat dalam kehidupan bernegara melalui lembaga-lembaga yang telah dibentuk sesuai dengan fungsi-fungsinya. f) Bahwa memindahkan kewenangan yang selama ini dimiliki oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia itu tidak selalu akan menyelesaikan masalah jika lembaga baru yang diberikan kewenangan itu tidak lebih baik dari Kepolisian Negara Republik Indonesia, maka pemindahan kewenangan yang dilakukan ke lembaga lain belum tentu menjadi lebih baik. Dan yang paling penting untuk diperhatikan dan dilakukan adalah peningkatan secara terus-menerus mutu pelayanan registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor oleh lembaga yang saat ini berwenang agar pelayanan registrasi dan identifikasi kendaraan kepada masyarakat semakin menjadi lebih baik. g) Berdasarkan uraian di atas, DPR berpendapat bahwa ketentuan Pasal 15 ayat (2) huruf b Undang-Undang Polri, dan Pasal 64 ayat (4), Pasal 64 ayat (6), Pasal 67 ayat (3), Pasal 68 ayat (6), Pasal 69 ayat (2), Pasal 69 ayat (7), Pasal 72 ayat (1), Pasal 72 ayat (3), dan Pasal 75 Undang-Undang Lalu Lintas Angkutan Jalan Raya ... Lalu Lintas Angkutan Jalan, tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Demikian keterangan Dewan Perwakilan Rakyat ini kami sampaikan untuk menjadi bahan pertimbangan bagi Yang Mulia Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi, untuk memeriksa, memutus, dan mengadili perkara a quo. Terima kasih, wabillahi taufik wal hidayah wr. wb. 15.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Walaikum salam. Terima kasih, Pak Azis yang telah memberikan keterangan mewakili Dewan Perwakilan Rakyat. Yang selanjutnya dari Pemerintah yang mewakili Presiden, Pak Nasrudin, saya persilakan. 6
16.
PEMERINTAH: NASRUDIN Bismillahirrahmaanirrahiim, Assalamualaikum wr. wb. Yang Mulia Ketua, Anggota Mahkamah Konstitusi, yang terhormat Para Pemohon, Para Terkait, dan Wakil dari Pemerintah. Mohon izin untuk membacakan keterangan Presiden atas permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan terhadap UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Yang bertanda tangan di bawah ini. Nama : 1. Yasonna H Laoly (Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia) 2. Ignasius Jonan (Menteri Perhubungan) Dalam hal ini baik bersama-sama maupun sendiri-sendiri, bertindak untuk dan atas nama Presiden Republik Indonesia yang dalam hal ini disebut sebagai Pemerintah. Perkenankanlah kami menyampaikan keterangan Presiden, baik lisan maupun tertulis yang merupakan satu kesatuan yang utuh dan tak terpisahkan atas permohonan pengujian ketentuan Pasal 15 ayat (2) huruf b dan huruf c Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian, selanjutnya disebut Undang-Undang Kepolisian serta ketentuan Pasal 64 ayat (4) dan ayat (6), Pasal 67 ayat (3), Pasal 68 ayat (6), Pasal 69 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 75, Pasal 85 ayat (5), Pasal 87 ayat (2), dan Pasal 88 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan selanjutnya disebut Undang-Undang LLAJ. Terhadap ketentuan Pasal 30 ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, selanjutnya disebut UUD 1945 yang dimohonkan oleh Alissa Q. Munawaroh Rahman dan kawan-kawan, dalam hal ini memberikan kuasa hukum kepada Abdul Wahid, S.H. dkk. untuk selanjutnya disebut sebagai Para Pemohon sesuai registrasi di Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi Nomor 89/PUU-XIII/2015, dengan perbaikan perkara tanggal 19 Agustus 2015. Selanjutnya, perkenankanlah Pemerintah menyampaikan keterangan atas permohonan pengujian Undang-Undang Kepolisian dan Undang-Undang LLAJ sebagai berikut. I. Pokok permohonan Para Pemohon. Mohon izin, Yang Mulia, untuk tidak membacakan pokok permohonan Para Pemohon karena dianggap sudah diketahui oleh Para Pemohon dan Pihak Terkait. II. Kedudukan hukum Para Pemohon. Sehubungan dengan kedudukan Para Pemohon, Pemerintah memberikan keterangan sebagai berikut. 1. Bahwa terhadap keberatan Para Pemohon yang menganggap ketentuan a quo berpotensi merugikan hak konstitusionalnya 7
dikarenakan penyelenggaraan urusan registrasi, pemberian SIM, serta identifikasi kendaraan bermotor berada di tangan Kepolisian Negara Republik Indonesia, sehingga Pemerintah perlu mempertanyakan kepada Para Pemohon, apakah sudah tepat sebagai pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangannya dirugikan atas berlakunya ketentuan tersebut. Juga apakah terdapat kerugian konstitusional Para Pemohon yang dimaksud bersifat spesifik dan aktual atau setidaknya bersifat potensial yang menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan akan terjadi, dan apakah ada hubungan sebab akibat antara kerugian dan berlakunya undang-undang yang dimohonkan untuk diuji, serta apakah Para Pemohon dihalanghalangi hak konstitusionalnya. 2. Terhadap permohonan Para Pemohon, baik posita maupun petitumnya yang memohon agar Mahkamah Konstitusi dapat menafsirkan dan memaknai ketentuan a quo, Pemerintah berpendapat hal tersebut tidak tepat mengingat kewenangan Mahkamah Konstitusi adalah mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, sedangkan kewenangan untuk melakukan usulan dari suatu perubahan undang-undang berada di tangan legislative review. Berdasarkan keterangan tersebut di atas, Pemerintah berpendapat Para Pemohon dalam permohonan ini tidak memenuhi kualifikasi sebagai pihak yang memiliki kedudukan hukum, sebagaimana dimaksudkan oleh ketentuan Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Agung ... tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 serta berdasarkan putusan-putusan Mahkamah Konstitusi terdahulu. Oleh karena itu, menurut Pemerintah adalah tepat jika Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi secara bijaksana menyatakan permohonan Para Pemohon tidak dapat diterima. III. Keterangan Pemerintah atas materi permohonan yang dimohonkan untuk diuji. Sebelum Pemerintah menyampaikan keterangan terkait norma materi muatan yang dimohonkan untuk diuji oleh Para Pemohon, Pemerintah terlebih dahulu menyampaikan landasan filosofis Undang-Undang Kepolisian dan Undang-Undang LLAJ sebagai berikut. Ketentuan Pasal 30 ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 berbunyi, “Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat negara yang menjaga keamanan 8
dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta menegakkan hukum.” Jika ketentuan ini dicermati, ada tiga aspek yang harus dipahami yaitu: 1. Pasal ini memberikan kedudukan kepada Polri sebagai penjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, sebagai salah satu tujuan dari bangsa dan negara. Sebagai alat negara, polisi harus mampu mewujudkan kondisi dan rasa aman serta kondisi tertib dalam kehidupan masyarakat, baik sosial maupun ekonomi, serta politik. 2. Pasal ini juga memberikan tugas kepada Polri untuk melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, dan menegakkan hukum agar dapat mewujudkan keamanan dan ketertiban masyarakat. Tugas Polri inilah yang kemudian dijabarkan ke dalam berbagai kewenangan dalam beberapa undang-undang terakait yang di antaranya Undang-Undang Kepolisian dan Undang-Undang LLAJ, khususnya terkait dengan registrasi kendaraan bermotor dan surat izin mengemudi. Namun, semua kewenangan tersebut tetap harus diorientasikan pada terwujudnya keamanan dan ketertiban masyarakat. Bahwa ketentuan Pasal 30 ayat (5) UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bersifat open norm, artinya penambahan, pengurangan, ataupun penugasan sesuatu kewenangan yang terkait dengan Polri merupakan kewenangan dari pembentuk undang-undang yaitu Dewan Perwakilan Rakyat dengan persetujuan bersama Presiden vide Pasal 20 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Oleh karenanya, kewenangan Polri di bidang registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor dan penerbitan SIM merupakan kebijakan terbuka pembentuk undang-undang untuk menentukannya yang selanjutnya ditegaskan kembali dalam Undang-Undang Kepolisian dan Undang-Undang LLAJ. Istilah keamanan dan ketertiban masyarakat sebagai salah satu tujuan negara yang diamanatkan Pasal 30 ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 kepada Polri untuk diwujudkan dapat dimaknai dan dijabarkan sebagai berikut. Makna konsep keamanan. Istilah keamanan mengadung makna sebagai kondisi kehidupan masyarakat yang tentram, damai dan terbebas dari gangguan yang mengancam jiwa raga dan harta benda. Gangguan berupa tindak pidana, baik kejahatan maupun pelanggaran atau kerusuhan sosial yang dapat mengancam dan/atau menimpa jiwa dan raga serta harta benda warga masyarakat.
9
Makna konsep ketertiban. Ketertiban mengandung makna sebagai kondisi kehidupan masyarakat yang berlangsung secara teratur sesuai dengan norma atau ketentuan hukum yang berlaku tanpa diwarnai oleh konflik yang terus menerus. Kehidupan yang teratur atau tertib menunjukkan adanya kepatuhan hukum warga masyarakat. Dari makna konsep keamanan dan ketertiban di atas, keduanya mempunyai keterkaitan satu dengan lainnya. Kehidupan masyarakat dinyatakan aman jika tidak ada gangguan terhadap jiwa raga dan harta benda. Gabungan … gangguan dinilai tidak ada jika kehidupan masyarakat berlangsung tertib yang ditunjukkan oleh adanya kepatuhan masyarakat terhadap norma hukum yang berlaku. Untuk menciptakan kehidupan masyarakat yang aman dan tertib itulah Polri diberi tugas untuk melakukan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat serta penegakan hukum terhadap kejahatan dan pelanggaran yang akan dan sudah terjadi. Tugas memberikan perlindungan bermakna bahwa Polri wajib menjaga agar masyarakat terhindar dari bahaya atau gangguan yang mengancam jiwa raga dan harta benda mereka. Tugas memberikan pengayoman mengandung makna bahwa Polri wajib berupaya menciptakan rasa aman dan kondisi tertib dalam kehidupan masyarakat. Tugas memberikan pelayanan bermakna bahwa Polri wajib membantu, mendorong, dan memfasilitasi warga masyarakat untuk memperoleh kehidupan aman, tentram, dan tertib, serta berkontribusi pada terciptanya suasana aman dan tertib. Tugas melakukan penegakan hukum bermakna bahwa Polri wajib melakukan tindakan pencegahan terhadap potensi gangguan atau tindak pidana yang akan menimbulkan ketidakamanan dan ketidakteraturan, serta mengambil tindakan hukum terhadap pelaku tindak pidana untuk mengembalikan pada suasana aman dan tertib dalam masyarakat. Bahwa terhadap anggapan Para Pemohon yang menyatakan ketentuan Pasal 15 ayat (2) huruf b dan huruf c UndangUndang Kepolisian dan ketentuan Pasal 64 ayat (4) dan ayat (6), Pasal 67 ayat (3), Pasal 68 ayat (6), Pasal 69 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 75, Pasal 85 ayat (5), Pasal 87 ayat (2), dan Pasal 88 Undang-Undang LLAJ dianggap bertentangan dengan Pasal 30 ayat (4) Undang-Undang Dasar Tahun 1945, pemerintah memberikan penjelasan sebagai berikut.
10
Bahwa di antara objek dari tugas Polri dalam rangka membangun keamanan dan ketertiban masyarakat, khususnya di bidang lalu lintas dan jalan raya terdapat: a. Perlindungan dan pengayoman terhadap kepemilikan kendaraan bermotor. Berdasarkan Undang-Undang Kepolisian dan Undang-Undang LLAJ, Polri diberi tugas untuk memberikan perlindungan dan pengayoman terhadap kepemilikan kendaraan bermotor sebagai harta benda yang dipunyai warga masyarakat. Wujud dari upaya pemberian perlindungan, pengayoman, dan pelayanan tersebut adalah diberikannya kewenangan kepada Polri untuk melakukan registrasi kendaraan bermotor. Dalam proses registrasi kendaraan bermotor, Polri wajib memberikan pelayanan dan menerbitkan buku kepemilikan kendaraan bermotor atau BPKB yang berfungsi sebagai alat bukti kepemilikan kendaraan bermotor. Dengan adanya BPKB terdapat jaminan terhadap 3 hal yaitu: 1) Kepastian atau kejelasan hubungan hukum kepemilikan antara seseorang dengan kendaraan bermotor yang dimiliki karena data mengenai identitas kendaraan bermotor dan identitas objek pemiliknya tercatat dan terekam dalam database atau pangkalan data kendaraan bermotor di unit kerja lalu lintas Polri. 2) Jaminan ketertiban administratif terkait dengan kepemilikan kendaraan bermotor karena setiap kepemilikan dan peralihan serta perubahan data mengenai identitas kendaraan bermotor dan pemiliknya harus diregistrasi. 3) Jaminan keamanan terhadap kepemilikan kendaraan bermotor lebih mudah diberikan. Jika terdapat tindak pidana pencurian terhadap kendaraan bermotor yang dimiliki seseorang, data kendaraan bermotor dan pemilik yang tersimpan dalam pangkalan data Polri dapat dipergunakan sebagai dasar untuk melacak tindak pidana pencurian dimaksud. Atau jika terdapat tindak pidana lain, termasuk terorisme yang dilakukan dengan menggunakan kendaraan bermotor, maka data kendaraan bermotor dan pemilik dapat dipergunakan untuk melacak pelaku tindak pidana lain atau terorisme dimaksud. Hal ini dimungkinkan karena data kendaraan bermotor dan pemilik yang tersimpan dalam pangkalan data Polri berfungsi juga sebagai data forensik kepolisian. b. Perlindungan dan pengayoman jika … jiwa raga pemakai atau pengguna jalan ketika berlalu-lintas. 11
Berdasarkan Undang-Undang Kepolisian dan UndangUndang LLAJ khususnya pasal-pasal yang dimohon uji materi, terkandung semangat pemberian tugas kepada Polri untuk melindungi dan mengayomi jiwa raga setiap warga masyarakat ketika berlalu-lintas di jalan. Wujud dari upaya pemberian perlindungan dan pengayoman ini yaitu: 1) Pemberian jaminan legitimasi terhadap kendaraan bermotor yang akan digunakan di jalan. Pemberian jaminan legitimasi kepemilikan kendaraan bermotor di jalan dilakukan melalui proses registrasi dan identifikasi kepemilikan kendaraan bermotor. Pemberian jaminan legitimasi kepemilikan kendaraan bermotor dimaksudkan disamping memberikan identitas kendaraan bermotor juga sebagai pertanda kelayakan kendaraan bermotor untuk dapat dioperasikan di jalan. Dalam rangka registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor, Polri diberi kewenangan untuk menerbitkan Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor atau STNK dan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor atau TNKB. 2) Pemberian jaminan legitimasi pemenuhan kompetensi pengemudi berlalu lintas. Jaminan terpenuhinya kompetensi pengemudi diupayakan melalui serangkaian proses uji kompetensi yang dimulai dari tes kesehatan jasmani dan rohani, kompetensi pengetahuan tata cara berlalu lintas, kompetensi keterampilan mengemudi di lapangan, praktik, dan di jalan. Seseorang yang dinyatakan lulus serangkaian proses uji kompetensi jika memenuhi kondisi sehat jasmani dan rohani, memahami tata cara berlaku berlalu lintas dengan benar, mampu menerapkan tata cara itu dengan benar ketika mengemudi kendaraan bermotor di jalan. Sebagai tanda bukti lulus uji kompetensi tersebut kepada yang bersangkutan diterbitkan dan diberikan surat izin mengemudi. Dengan kata lain, SIM merupakan tanda bukti bahwa pemegang SIM sudah memenuhi kompetensi untuk mengemudi kendaraan bermotor di jalan. Harapannya, pemegang SIM dapat mengemudi dengan baik dan benar sesuai tata cara berlalu lintas, sehingga yang bersangkutan tidak menjadi faktor penyebab terjadinya kecelakaan lalu lintas. Pemegang SIM tidak menjadi aktor yang mengancam keselamatan jiwa raga dirinya sendiri maupun pengguna jalan yang lain. Dengan demikian, SIM 12
mempunyai keterkaitan dengan upaya untuk menciptakan ketertiban warga masyarakat dalam berlalu-lintas. Ketika warga masyarakat mengemudikan kendaraan bermotor di jalan dengan tertib, maka ancaman terhadap jiwa raga diri sendiri dan pengguna jalan, baik berupa kematian maupun luka ringan dan berat serta kerusakan kendaraan bermotor dapat diminimalisir. Di sinilah letak bahwa kewenangan pemberian SIM menjadi bagian tugas Polri, memberikan pengayoman dan perlindungan kepada pemakai jalan dalam rangka menciptakan keamanan dan ketertiban masyarakat. IV.
V.
Kesimpulan Berdasarkan keterangan dan argumen pemerintah tersebut di atas, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut. 1. Bahwa secara yuridis konstitusional, kewenangan Polri di bidang registrasi kendaraan bermotor dan surat izin mengemudi dapat ditempatkan sebagai bagian dari tugas pengayoman dan perlindungan dalam rangka terwujudnya keamanan dan ketertiban masyarakat, khususnya terkait dengan kepemilikan kendaraan bermotor serta jiwa raga warga masyarakat ketika berlalu-lintas di jalan. 2. Bahwa secara historis, kewenangan penerbitan STNK dan TNKB serta SIM sudah ada sebelum Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian diundangkan. Petitum Berdasarkan penjelasan dan argumentasi tersebut di atas, pemerintah memohon kepada Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia yang memeriksa, mengadili, dan memutus permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dapat memberikan keputusan sebagai berikut. 1. Menolak permohonan pengujian Pemohon seluruhnya atau setidak-tidaknya menyatakan permohonan pengujian para Pemohon tidak dapat diterima. 2. Menerima keterangan presiden secara keseluruhan. 3. Menyatakan Ketentuan Pasal 15 ayat (2) huruf b dan huruf c Undang-Undang Kepolisian serta Ketentuan Pasal 64 ayat (4) dan ayat (6), Pasal 67 ayat (3), Pasal 68 ayat (6), Pasal 69 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 75, Pasal 85 ayat (5), dan Pasal 87 ayat (2), dan Pasal 88 Undang-Undang LLAJ tidak bertentangan dengan Pasal 30 ayat (4) Undang-Undang Dasar Tahun 1945. 13
Atas perhatian Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Konstitusi Republik Indonesia, kami ucapkan terima kasih. Jakarta, 7 September 2015. Kuasa Hukum Presiden Republik Indonesia, Menteri Perhubungan Ignasius Jonan, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Yasonna H. Laoly. Demikian, terima kasih, Yang Mulia. Assalamualaikum wr. wb. 17.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Walaikum salam wr. wb. Terima kasih, Pak Nasrudin. Berikutnya, keterangan dari Pihak Terkait, saya persilakan. Pak Condro Kirono, silakan.
18.
PIHAK TERKAIT: CONDRO KIRONO Assalamualaikum wr. wb. Shalom. Om swastiastu. Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, yang kami hormati perwakilan dari Pemerintah, yang kami hormati dari DPR RI, yang kami hormati, Para Pemohon. Izinkan pada kesempatan ini kami membacakan keterangan Kepolisian Negara Republik Indonesia selaku Pihak Terkait yang mewakili Bapak KaPolri sebagai berikut. Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, dengan hormat, sehubungan dengan permohonan pengujian Pasal 15 ayat (2) huruf b dan huruf c Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia selanjutnya disebut Undang-Undang Polri serta Pasal 64 ayat (4) dan ayat (6), Pasal 67 ayat (3), Pasal 68 ayat (6), Pasal 69 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 72 ayat (1) dan ayat (3), Pasal 75, Pasal 85 ayat (5), Pasal 87 ayat (2), dan Pasal 88 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan untuk selanjutnya disebut UU LLAJ terhadap Pasal 30 ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 untuk selanjutnya disebut UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang dimohonkan oleh Para Pemohon sesuai dengan register di Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi Perkara Nomor 89/PUU-XIII/2015 tanggal 1 Juli 2015 dengan perbaikan permohonan tanggal 19 Agustus 2015, perkenankanlah Polri selaku Pihak Terkait menyampaikan keterangan tertulis atas permohonan pengujian Undang-Undang Polri sebagai berikut. Sebelumnya kami mohon izin pada Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi, nanti ada beberapa hal yang kami langsung lewat. I. Pokok Permohonan Para Pemohon Merujuk pada permohonan Para Pemohon pada intinya menyatakan bahwa Pasal 15 ayat (2) huruf b dan huruf c Undang-Undang Polri, serta Pasal 64 ayat (4) dan ayat (6), Pasal 67 ayat (3), Pasal 68 14
II.
ayat (6), Pasal 69 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 72 ayat (1) dan ayat (3), Pasal 75, Pasal 85 ayat (5), Pasal 87 ayat (2), dan Pasal 88 UU LLAJ bertentangan dengan Pasal 30 ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dengan alasan: 1. Bahwa kewenangan Polri di bidang registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor serta penerbitan surat izin mengemudi sebagaimana diatur dalam pasal-pasal Undang-Undang Polri dan Undang-Undang LLAJ hanyalah perluasan atau penyimpangan kewenangan Polri di bidang keamanan dan ketertiban masyarakat sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 30 ayat (4) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 2. Bahwa terjadinya perluasan kewenangan dimaksud telah menyebabkan berkurangnya perhatian atau tidak maksimalnya Polri dalam melaksanakan kewenangan di bidang keamanan dan ketertiban masyarakat. 3. Bahwa berkurangnya perhatian Polri dalam melaksanakan kewenangan bidang keamanan dan ketertiban masyarakat telah menyebabkan munculnya potensi kerugian bagi masyarakat, khususnya bagi diri Para Pemohon. Kedudukan Hukum Para Pemohon Para Pemohon menyatakan bahwa pemberian kewenangan kepada Polri terkait registrasi kendaraan bermotor dan surat izin mengemudi yang diminat … yang dimintakan uji materi dianggap berpotensi menimbulkan kerugian terhadap hak-hak konstitusional masyarakat dan diri Para Pemohon untuk mendapatkan rasa aman dan tertib serta menghadapi kemacetan berlalu lintas yang menimbulkan berbagai kerugian. Terhadap dalil dan anggapan Para Pemohon tidak mendapatkan keamanan dan ketertiban yang optimal karena Polri diberi kewenangan registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor dan surat izin mengemudi, Polri menyatakan bahwa dalil dan anggapan tersebut tidak mempunyai pijakan secara rasional dan faktual karena pemberian kewenangan registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor dan penerbitan surat izin mengemudi kepada Polri tidak mungkin menimbulkan kerugian bagi hak konstitusional masyarakat ataupun Para Pemohon, baik secara potensial maupun aktual. Hal ini dapat kami jelaskan sebagai berikut. 1. Pemberi kewenangan registrasi dan identifikasi kendaaraan bermotor dan penerbitan surat izin mengemudi secara rasional tidak mungkin menjadi faktor penyergap … penyebab kerugian hak konstitusional masyarakat berupa tidak maksimalnya jaminan keamanan dan ketertiban masyarakat oleh Polri. Dengan kata lain, tidak mungkin ada hubungan kausalitas atau causa verband antara kewenangan Polri dimaksud dengan kemungkinan terjadinya potensi kerugian konstitusional 15
2.
3.
4.
dimaksud. Hal ini dikarenakan meskipun kewenangankewenangan Polri berbeda-beda dan dilaksanakan unit-unit kerja yang berbeda, namun antarunit kerja yang berbeda tersebut masih saling berkaitan dan berkontribusi terhadap pelaksanaan tugas keamanan dan ketertiban masyarakat. Pemberian kewenangan registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor dan surat izin mengemudi kepada Polri justru menjadi faktor penguat dan bagian integral terhadap pelaksanaan kewenangan Polri di bidang keamanan dan ketertiban masyarakat. Hal ini dikarenakan data identitas kendaraan bermotor dan mengemudi menjadi data forensik kepolisian yang dapat digunakan untuk melacak pelaku tindak pidana, baik tindak pidana umum maupun tindak pidana terhadap kendaraan bermotor, maupun tindak pidana yang menggunakan kendaraan bermotor, serta kasus-kasus terorisme. Kami contohkan bahwa data identitas kendaraan bermotor dalam proses pelacakan pelaku tindak pidana adalah pada saat pengungkapan pelaku bom Bali, bom di depan Kedutaan Australia, dan tindak pidana narkoba, maupun tindak pidana pencucian uang lainnya. Kasus bom Bali dapat terungkap dari pengolahan TPK dan potongan nomor mesin dan nomor rangka yang kondisinya sudah hancur dan dihapus, namun melalui fungsi forensik kepolisian, nomor mesin dan nomor rangka kendaraan bermotor dapat dimunculkan kembali. Dari nomor mesin dan nomor rangka kendaraan bermotor itulah dilakukan pengidentifikasian dan melalui database yang ada pada Polri akhirnya Polri mampu menelusuri riwayat kepemilikannya dan mengungkap pelaku bom Bali dan kasus-kasus yang lain. Para Pemohon sebenarnya belum mampu menunjukkan dan menjelaskan bentuk kerugian konstitusional yang spesifik, baik potensial maupun aktual yang akan atau sudah dialami terkait dengan pemberian dan pelaksanaan kewenangan registrasi kendaraan bermotor dan surat izin mengemudi kepada Polri. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa kewenangan Polri dimaksud tidak berpotensi menimbulkan pelemahan terhadap pelaksanaan tugas keamanan dan ketertiban masyarakat, namun justru memperkuatnya. Para Pemohon hanya menerangkan penerapan norma dari Undang-Undang Polri dan Undang-Undang LLAJ, namun tidak dapat menjelaskan dan menunjukkan pertentangan antara norma yang diatur dalam Pasal 30 ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dengan norma yang diatur dalam Undang-Undang Polri dan Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Seharusnya, norma yang 16
diatur dalam Undang-Undang Polri dan Undang-Undang LLAJ ditunjukkan dan dijelaskan pertentangan dengan Pasal 30 ayat (4) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Hampir seluruh dalil yang diajukan Para Pemohon merupakan penerapan norma Undang-Undang Polri dan Undang-Undang LLAJ dengan mempermasalahkan penambahan kewenangan Polri untuk melaksanakan registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor dan menerbitkan surat izin mengemudi. Padahal, jika mencermati Ketentuan Pasal 30 ayat (5) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, susunan dan kedudukan Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia, hubungan kewenangan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia di dalam menjalankan tugas, syarat-syarat keikutsertaan warga negara dalam usaha pertahanan dan keamanan negara, serta hal-hal yang terkait dengan pertahanan dan keamanan diatur dengan undang-undang, maka sangat jelas UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 memberikan norma terbuka (open norm) untuk menambah, mengurangi, atau memberikan kewenangan lain selain yang telah ditentukan dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 kepada Polri. Kewenangan tersebut sepenuhnya berada di tangan Dewan Perwakilan Rakyat dengan persetujuan Presiden melalui Undang-Undang Polri dan Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, DPR dan Presiden memberikan fungsi kepada Polri yaitu registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor dan menerbitkan surat izin mengemudi. Selain dalil di atas, berikut kami sampaikan penjelasan mengenai dalil yang dinyatakan oleh Para Pemohon. a. Pemohon I 1) Pemohon I mendalilkan bahwa pajak yang dibayarkan Pemohon, baik dalam periode tahunan atau setiap transaksi tidak dijalankan dengan optimal oleh negara karena buruknya pengelolaan lalu lintas. Terhadap dalil ini, Polri memberikan tanggapan bahwa sesungguhnya pernyataan ini sebagai akibat Pemohon belum memahami hakikat, fungsi, dan tujuan registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor dan penerbitan SIM yang menjadi kewenangan Polri. Hal ini disebabkan karena pajak merupakan lingkup kewenangan dari Kementerian Keuangan dan pajak kendaraan bermotor merupakan kewenangan dari pemerintah daerah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah. Oleh karenanya, buruknya pengelolaan lalu lintas tidak semata disebabkan oleh 17
2)
kewenangan Polri di bidang registrasi kendaraan bermotor dan penerbitan SIM. Pernyataan Pemohon I bahwa setiap hari mengalami kemacetan di jalan raya yang secara langsung dan tidak langsung juga mengalami kerugian material dan imaterial. Polri sebagai Pihak Terkait menyatakan bahwa kemacetan lalu lintas tidak mungkin disebabkan oleh adanya registrasi kendaraan bermotor dan penerbitan surat izin mengemudi. Kemacetan disebabkan oleh adanya ketidakseimbangan antara pertambahan jumlah kendaraan bermotor dengan pertambahan ruang dan panjang jalan, juga tingkat pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor yang sangat pesat, bertumpuknya semua pengguna jalan pada ruang jalan yang terbatas, dan banyaknya para pengguna jalan yang tidak patuh. Dengan melihat perbandingan ini, sudah sepantasnya kemacetan menjadi warna kehidupan sehari-hari karena tidak seimbangnya panjang jalan dengan jumlah kendaraan bermotor. Pertambahan pesat jumlah kendaraan bermotor merupakan salah satu indikator keberhasilan di bidang ekonomi sebab dengan begitu berarti tingkat kesejahteraan masyarakat juga meningkat. Meskipun demikian, peningkatan jumlah kendaraan bermotor yang pesat tanpa diikuti dengan pertambahan ruang jalan dan panjang jalan sudah pasti akan menyebabkan kemacetan. Polri tidak mempunyai kewenangan untuk membatasi jumlah kendaraan dan penambahan panjang jalan. Kedua aspek ini merupakan kewenangan dari kementerian lain yaitu pembatasan jumlah produk kendaraan menjadi kewenangan Kementerian Perindustrian dan Perdagangan, sedangkan pertambahan ruas dan panjang jalan merupakan kewenangan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Polri hanya diberi kewenangan melakukan registrasi kendaraan bermotor yang sudah dibeli masyarakat agar terlindungi kepemilikannya dan memiliki kepastian hukum dan legitimasi untuk mengoperasikan di jalan. Yang Mulia, kami mohon izin langsung ke halaman 8. Bertolak pada faktor penyebab terjadinya kemacetan di atas, sungguh sangat tidak relevan menghubungkan antara kemacetan dengan wewenang dan fungsi registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor dan penerbitan SIM. Apabila Pemohon beranggapan bahwa kemacetan disebabkan oleh keberadaan petugas Polri 18
3)
yang seharusnya berada di jalan, tetapi justru melakukan pelayanan di bidang registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor dan penerbitan SIM, lebih sangat tidak relevan lagi mengingat anggota Polri yang dilibatkan sebagai petugas pelayanan registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor dan penerbitan SIM secara keseluruhan hanya berjumlah 6.603 orang dari 427.470 personel Polri atau hanya 1,5% saja. Selain itu juga, anggota Polri yang dilibatkan di bidang tersebut pada jam-jam sibuk juga digelar untuk melaksanakan tugas-tugas operasional di lapangan. Pemohon menyatakan bahwa tidak ada keterpaduan pengelolaan registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor dan penerbitan SIM dengan kebijakan lalu lintas oleh negara yang disebabkan oleh kewenangan registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor dan penerbitan SIM diberikan kepada Polri dan Polri tidak seharusnya memiliki kewenangan yang luas dalam pengelolaan kebijakan lalu lintas. Atas pernyataan ini, Polri menanggapi bahwa kebijakan pengelolaan lalu lintas merupakan keterpaduan dari beberapa kementerian dan nonkementerian. Kebijakan pengembangan jalan merupakan lingkup kewenangan Kementerian Pekerjaan Umum. Kebijakan pengembangan sarana transportasi merupakan lingkup kewenangan Kementerian Perhubungan. Kebijakan produksi atau impor kendaraan merupakan lingkup kewenangan Kementerian Perindustrian dan kebijakan pengembangan teknologi lalu lintas dan jalan merupakan lingkup Kementerian Riset dan Teknologi serta urusan Pemerintah di bidang registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor dan pengemudi, penegakan hukum, operasional manajemen rekayasa lalu lintas merupakan kewenangan dari Kepolisian Negara Republik Indonesia. Apabila dikaitkan dengan penyediaan data tingkat pertumbuhan kendaraan bermotor sebagai basis dalam menentukan kebijakan pengelolaan lalu lintas, Polri telah memberikan data kendaraan bermotor yang digunakan sebagai basis pajak kendaraan bermotor oleh Dinas Pendapatan Daerah Tingkat Provinsi. Dalam melaksanakan registrasi kendaraan bermotor, Polri juga harus berkoordinasi dengan Kementerian Perhubungan melalui proses penerbitan sertifikasi uji tipe dan surat registrasi uji tipe sebagai dasar dilakukannya registrasi kendaraan bermotor. Oleh sebab itu, sangat tidak beralasan bahwa kewenangan Polri dalam 19
b.
c.
menyelenggarakan fungsi regident tidak melakukan koordinasi dengan pembina lalu lintas jalan lainnya. Pemohon II. Pemohon II sebagai penyandang disabilitas menyatakan bahwa hak konstitusionalnya dirugikan atau setidaknya berpotensi dilanggar sebagai akibat dari kewenangan penerbitan SIM berada pada Polri. Polri tidak memberikan pelayanan dan/atau tidak menyediakan sarana dan prasarana yang mengakomodir bagi penyandang disabilitas untuk mendapatkan SIM. Atas pernyataan Pemohon, Polri menilai bahwa pernyataan ini tidaklah benar dengan penjelasan yang pertama, UndangUndang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sudah tegas memperbolehkan penyandang cacat atau disabilitas untuk mendapatkan SIM golongan D jika memenuhi syarat dan prosedur yang berlaku yaitu lulus dari uji kompetensi pengetahuan tata cara berlalu lintas, lulus dari keterampilan mengemudi kendaraan bermotor dengan modifikasi yang sesuai dengan bentuk kecacatan dan dari penyandang cacat dan lulus dari uji penerapan pengetahuan berlalu lintas di lapangan, ujian, dan di jalan umum. Kedua, faktanya berdasarkan data yang ada, Polri telah menerbitkan sekitar 1.133 SIM golongan D di seluruh Indonesia. Tiga, jika penyandang cacat di beberapa daerah masih mengalami hambatan dalam pelayanan mendapatkan SIM, maka hal tersebut bukanlah terletak pada kewenangan yang diberikan oleh Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 kepada Polri, melainkan terkait dengan kompetensi. Pemohon III. Pemohon selaku lembaga swadaya masyarakat menyatakan haknya dirugikan akibat kewenangan fungsi regident diberikan kepada Polri sebab Polri tidak fokus dalam tugas penegakan hukum, berpotensi melakukan abuse of power, serta rentan melakukan praktik korupsi. Atas pernyataan ini Polri menyatakan tidak memahami ke mana arah pernyataan Pemohon karena tidak terurai dengan jelas serta tidak didukung dengan bukti. Pernyataan lebih bersifat asumsi, persepsi, dan kecurigaan atas implementasi tugas yang dilaksanakan Polri dalam menyelenggarakan fungsi-fungsi Kepolisian, termasuk penyelenggaraan fungsi regident. Pelayanan Polri sudah dilakukan sesuai dengan UndangUndang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik dan
20
d.
apabila ada penyimpangan-penyimpangan, ada dari komponen eksternal maupun internal yang akan melakukan pengawasan. Pemohon IV. Pemohon merasa dirugikan karena diberikannya kewenangan penyelenggaraan fungsi regident kepada Polri, sehingga Polri tidak lagi murni sebagai penjaga keamanan dan ketertiban, akibat lanjutan urusan keamanan tidak dijalankan secara maksimal. Atas pernyataan ini, Polri memberikan tanggapan bahwa pernyataan ini memberikan gambaran kurangnya pemahaman Pemohon atas tugas pokok Polri sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Tugas pokok Polri bukanlah sematamata sebagai pemelihara kamtibmas, tetapi juga merupakan satu kesatuan yang utuh antara pemelihara kamtibmas, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, serta penegakan hukum. Bahwa penyelenggaraan fungsi regident menerbitkan BPKB, STNK, dan SIM juga merupakan bagian dari tugas pemeliharaan kamtibmas, perlindungan dan pengayoman bermasyarakat sekaligus dalam rangka mendukung tugas penegakan hukum melalui pencegahan terjadinya konflik akibat kepemilikan ranmor, memberikan kepastian hukum kepemilikan ranmor, dan memberikan perlindungan, baik atas kepemilikan ranmor maupun atas ancaman ketika kendaraan bermotor dioperasionalkan di jalan atau dikemudikan di jalan. Pernyataan Pemohon juga tidak jelas dan tidak spesifik menguraikan urusan keamanan mana yang tidak maksimal dilaksanakan oleh Polri dalam menjalankan tugas pokoknya. Tingkat capaian pengungkapan kasus pada tahun anggaran 2014 mencapai 68% atau lebih dari target capaian 60% yang telah ditetapkan. Keberhasilan dalam mengawal Pemilu 2014, arus mudik lebaran yang lebih baik dibanding tahun-tahun sebelumnya dimana kecelakaan lalu lintas secara kuantitas turun 11% dan secara kualitas korban meninggal dunia turun 9%. Proses pembangunan … arus mudik lebaran yang terus membaik dari tahun ke tahun serta terus berlangsungnya proses pembangunan nasional di segala aspek kehidupan tanpa adanya hambatan dari aspek keamanan, hal ini merupakan wujud nyata dari pelaksanaan tugas pokok Polri secara keseluruhan. Belum lagi kalau dikaitkan dengan keberhasilan Polri dalam mengungkap kasus-kasus kejahatan terorisme, sesungguhnya tidak ada relevansi pernyataan Pemohon bahwa urusan keamanan tidak berjalan maksimal apabila … apalagi bila dikaitkan dengan kewenangan fungsi regident diserahkan kepada Polri. 21
e.
Pemohon V. Pemohon Kelima sebagai Pengurus Pusat Pemuda Muhammadiyah menyatakan hak konstitusional dirugikan sebagai akibat sesat pikir undang-undang a qua … a quo atas alasan kelemahan-kelemahan Polri dalam menyelenggarakan fungsi regident dan tingginya kecelakaan lalu lintas. Atas pernyataan ini, Polri menyatakan bahwa Polri tidak bisa memahami artikulasi sesat pikir yang dimaksudkan Pemohon karena Pemohon tidak menjelaskannya. Kemudian, atas pernyataan tingginya angka kecelakaan yang rata-rata 80 orang per hari dan mencapai 25.000 orang sepanjang 2013 sebagai akibat penyelenggaraan fungsi regident ranmor dan pengemudi. Atas pernyataan itu, Polri memberikan tanggapan bahwa faktor yang menjadi penyebab kecelakaan ada empat hal. Yang pertama adalah faktor kendaraan. Yang dimaksud dengan faktor kendaraan dalam konteks ini adalah kendaraan yang secara teknis, misalnya sistem rem yang tidak berfungsi, ban yang gundul, kendaraan tua, dan sebagainya. Kelayakan operasional merupakan lingkup kewenangan kementerian di bidang perhubungan dan dilakukan melalui uji tipe dan uji berkala. Dua, faktor jalan. Faktor jalan jelas sama sekali tidak terkait dengan kewenangan Polri dalam menyelenggarakan fungsi registrasi, baik kendaraan bermotor maupun pengemudi karena faktor jalan ini langsung di bawah kewenangan Kementerian Pekerjaan Umum. Tiga. Kecelakaan lalu lintas juga bisa disebabkan karena faktor alam, baik itu banjir, angin ribut, asap, dan sebagainya, dan itu bukan merupakan lingkup kewenangan Polri. Empat, faktor pengemudi. Faktor pengemudi memiliki kaitan, baik secara langsung maupun tidak langsung dengan penyelenggaraan fungsi regident pengemudi dan/atau menerbitkan SIM. Namun demikian, Polri perlu menjelaskan bahwa dalam proses menerbitkan SIM yang dijamin oleh Polri adalah kecakapan, kompetensi atau keterampilan. Yang meliputi kecakapan terkait dengan pengetahuan akan peraturan berlalu lintas dan tata cara berlalu lintas yang baik di jalan serta keterampilan praktik mengemudikan kendaraan di jalan, sedangkan kecelakaan juga disebabkan faktor perilaku pengemudi di jalan. Perilaku justru lebih erat kaitannya dengan sikap atau nilai-nilai moral yang ada dalam diri seseorang. Nilai-nilai moral bukanlah semata menjadi tanggung jawab Polri, apalagi pengemban fungsi regident pengemudi. Nilai moral merupakan tanggung jawab bersama, 22
baik itu pendidik, lembaga, agama, lingkungan, sosial, dan pemerintah secara umum. Atas dasar alasan di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa kewenangan-kewenangan Polri yang diatur dalam pasal-pasal yang dimohon uji materi tidak mungkin menimbulkan kerugian kepada masyarakat, termasuk Pemohon. Namun sebaliknya, kewenangan tersebut justru memberikan perlindungan hukum dan ketertiban serta keamanan kepada masyarakat, termasuk kepada diri Pemohon. Untuk itu, Polri memohon kepada Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi untuk menyatakan bahwa: 1. Tidak ada hubungan kausalitas antara kewenangan Polri yang dimohon uji materi dengan kemungkinan adanya kerugian secara potensial atau aktual bagi hak konstitusional warga masyarakat dan khususnya bagi Para Pemohon. 2. Para Pemohon dinyatakan tidak mempunyai kedudukan hukum (legal standing) untuk mengajukan permohonan uji materi Undang-Undang Polri. 3. Keterangan Polri selaku Pihak Terkait terhadap materi yang dimohonkan untuk diuji, materi muatan Pasal 15 ayat (2) huruf b dan c Undang-Undang Polri serta Pasal 64 ayat (4) dan ayat (6), Pasal 67 ayat (3), Pasal 68 ayat (6), Pasal 69 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 72 ayat (1) dan ayat (3), Pasal 75, Pasal 85 ayat (5), Pasal 87 ayat (2), dan Pasal 88 Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan oleh Pemohon dinilai bertentangan dengan Pasal 30 ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Alasan yang dikemukakan bahwa kewenangan registrasi kendaraan bermotor dan Surat Izin Mengemudi bukan bagian dari tugas Polri di bidang keamanan dan ketertiban masyarakat. Kedua, kewenangan dinilai oleh Para Pemohon sebagai perluasan dan bahkan penyimpangan dari tugas Polri di bidang keamanan dan ketertiban masyarakat, sebagaimana diamanahkan oleh Pasal 30 ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Penilaian beserta alasan sebagaimana tersebut di atas, menunjukkan bahwa: 1. Pemohon hanya sekadar membaca dan memahami Pasal 15 ayat (2) huruf b dan c Undang-Undang Polri serta pasalpasal Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan tersebut dan Pasal 30 ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 secara tekstual, namun tidak memahami dari aspek kontekstual dan 23
semangat yang terkandung di dalamnya. Secara tekstual, antara kewenangan regident ranmor dan Surat Izin Mengemudi dengan tugas Polri bidang kamtibmas memang tidak mengandung rumusan kata yang sama. Namun, jika dipahami secara kontekstual dan konsepsual antara keduanya mengandung substansi dan semangat yang sejalan. Artinya, kewenangan regristasi kendaraan bermotor dan penerbitan surat izin mengemudi oleh Polri harus ditempatkan sebagai bagian dari penjabaran Pasal 30 ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 2. Pemohon hanya memahami ketentuan Undang-Undang Polri dan Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dimaksud secara parsial atau bagian per bagian dan tidak mencoba memahami secara komprehensif konsekuensinya. Pemahaman secara parsial telah mendorong pada kesimpulan yang salah mengenai hubungan hierarkis antara ketentuan Pasal 30 ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dengan ketentuanketentuan Undang-Undang Polri dan Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang dimohonkan uji materi. Selain itu yang dipermasalahkan oleh Para Pemohon adalah penerapan pasal dari undang-undang dan bukan pertentangan antara norma yang terdapat dalam sebuah undang-undang dengan ketentuan yang terdapat dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Penjelasan atas pasal-pasal yang dimohonkan diuji materi. Polri sebagai pihak Terkait menyampaikan keterangan bahwa kewenangan registrasi kendaraan bermotor dan penerbitan SIM sebagai lanjutan dari pengujian kompetensi pengemudi dapat ditempatkan sebagai bagian dari kedudukan Polri sebagai penjaga keamanan dan ketertiban masyarakat. Hal ini didasarkan pada penjelasan perlindungan sebagai berikut. 1) Secara yuridis konstitusional (…) 19.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Maaf, Pak Condro, supaya agak dipersingkat karena bagian yang disampaikan secara lisan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari yang tertulis, maka mohon agak dipercepat atau dipersingkat hal-hal pokok saja karena kita bisa membaca yang tertulis secara lengkap.
24
20.
PIHAK TERKAIT: CONDRO KIRONO Terima kasih, Yang Mulia.
21.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Silakan, dilanjutkan.
22.
PIHAK TERKAIT: CONDRO KIRONO Kami lanjutkan ke Pasal 27 … kami masuk ke halaman 27. Dari uraian di atas dapat ditarik logika bahwa secara yuridis konstitusional, kewenangan Polri di bidang registrasi kendaraan bermotor dan surat izin mengemudi dapat ditempatkan sebagai bagian dari tugas pengayoman dan perlindungan dalam rangka terwujudnya keamanan dan ketertiban masyarakat, khususnya terkait dengan pemilikan kendaraan bermotor serta jiwa raga masyarakat ketika berlalu lintas di jalan. Hal ini baik secara deduktif maupun induktif antara Pasal 30 ayat (4) UndangUndang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 dengan Pasal 15 ayat (2) huruf b dan c Undang-Undang Polri serta Pasal 64 ayat (4) dan ayat (6), Pasal 67 ayat (3), Pasal 68 ayat (6), Pasal 69 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 72 ayat (1) dan ayat (3), Pasal 75, Pasal 85 ayat (5), Pasal 87 ayat (2), dan Pasal 88 Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan mengandung konsistensi. Antara ketentuan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dengan Undang-Undang Polri dan Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dimaksud tidak mengandung pertentangan satu dengan yang lainnya. Secara historis dan sosioligis, secara politis pendistribusian kewenangan negara kepada alat perlengkapan termasuk bidang eksekutif atau pemerintahan sepenuhnya tergantung pada kebijakan dan keputusan dari Dewan Perwakilan Rakyat dan/atau Presiden sebagai kepala pemerintah. Berkenaan dengan kewenangan penyelenggaraan regident ranmor dan penerbitan SIM, DPR sudah mengambil kebijakan dan keputusan untuk menyerahkan kepada Polri yang dituangkan dalam dua undang-undang yaitu Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Secara historis, penyelenggaraan regident kendaraan bermotor dan penerbitan SIM sejak awal berkembangnya kendaraan bermotor di Indonesia sudah diserahkan dan ditempatkan sebagai bagian dari tugas Kepolisian. Dengan pengalaman historis yang demikian, Kepolisian sudah mengembangkan sumber daya manusia pelaksana kegiatan regident ranmor dan pengemudi serta semakin meningkatkan profesionalisme dimana dari 6.663 sudah 970 anggota yang sudah memiliki kompetensi di bidang regident ranmor dan pengemudi. 25
Kedua, sarana dan prasarana yang semakin baik dibidang registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor dan pengemudi serta pengujian SIM yang semakin cepat dengan tetap menjamin perlindungan dan kepastian hukum dimana tahun 2015 ini Kepolisian Negara Republik Indonesia akan me-launching SIM online pada 45 satpas dimana masyarakat yang akan memperpanjang SIM di 34 provinsi tidak usah harus kembali ke daerah asalnya. Selain itu juga, Polri terus mengembangkan sarana dan prasarana berupa SIM keliling, Samsat keliling, gerai-gerai SIM yang dibuka di berbagai mal, kesemuanya itu untuk mempercepat dan mempermudah masyarakat untuk memperpanjang dan … memperpanjang SIM maupun memperpanjang STNK-nya. Untuk mengembangkan kualitas sumber daya manusia yang semakin profesional serta penyediaan sarana dan prasarana, diperlukan waktu dan biaya yang tidak sedikit. Apabila terjadi pengalihan tugas penyelenggaraan regident ranmor serta pengujian dan penerbitan SIM kepada lembaga lain, maka akan terjadi pembuangan sumber daya manusia yang terdidik dan memerlukan dana pembinaan sumber daya manusia yang tidak sedikit serta perlu waktu yang cukup lama untuk sampai pada kualifikasi yang mendekati profesional. Begitu juga keperluan dana yang tidak kecil untuk penyediaan sarana dan prasarana baru, namun aspek yang paling tidak mudah adalah terciptanya suatu budaya kerja yang profesional di lingkungan kepolisian yang walaupun saat ini belum sempurna, namun Polri terus melakukan reformasi dalam rangka upaya meningkatkan budaya kerja yang lebih baik. Secara sosiologis, di dalam masyarakat sudah tertanam suatu pemahaman dan kesadaran bahwa regident, ranmor, dan SIM berada di tangan kepolisian. Kesadaran demikian memberikan kontribusi dan menjadi faktor pendukung bagi tertib dan taatnya warga masyarakat pemilik kendaraan bermotor dan calon pengemudi kendaraan bermotor untuk mendaftarkan kepemilikan kendaraan bermotor, untuk menempuh ujian kompetensi mengemudi, dan bahkan kesadaran itu juga telah berkontribusi terhadap upaya pemerintah daerah meningkatkan pendapatan asli daerahnya melalui pembayaran pajak kendaraan bermotor. Berdasarkan penjelasan dan argumentasi tersebut di atas, Polri sebagai Pihak Terkait memohon kepada Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi untuk mempertimbangkan dengan sungguhsungguh dampak negatif jika permohonan uji material ketentuan Undang-Undang Polri dan Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dimaksud dikabulkan yaitu: a. Dampak sosiologis berupa pelemahan semangat Kops Kepolisian dalam mengemban tugas-tugas konstitusional.
26
b. Dampak sosiologis berupaya ketidakpastian bagi masyarakat yang memerlukan tindakan kepolisian. Atas dasar pertimbangan-pertimbangan tersebut, Pihak Terkait memohon kepada Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa, memutus, dan mengadili permohonan pengujian ketentuan Undang-Undang Polri dan Undang-Undang LLAJ dimaksud terhadap Undang-Undang Dasar Tahun 1945 serta dapat memberikan putusan sebagai berikut. 1. Menyatakan Para Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum atau legal standing. 2. Menolak permohonan pengujian Para Pemohon untuk seluruhnya atau setidak-tidaknya menyatakan permohonan pengujian Para Pemohon tidak dapat diterima. 3. Menerima keterangan Polri selaku Pihak Terkait secara keseluruhan. 4. Menyatakan ketentuan Pasal 15 ayat (2) huruf b dan c UndangUndang Polri serta Pasal 64 ayat (4) dan ayat (6), Pasal 67 ayat (3), Pasal 68 ayat (6), Pasal 69 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 72 ayat (1) dan ayat (3), Pasal 75, Pasal 85 ayat (5), Pasal 87 ayat (2), dan Pasal 88 Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan tidak bertentangan dengan Pasal 30 ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Atas perhatian Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, kami mengucapkan terima kasih. Wabillahi taufik wal hidayah, wassalamualaikum wr. wb. Om santi santi santi om. 23.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya, baik. Keterangan tertulis sudah lengkap dan ditandatangani oleh Kapolri Republik Indonesia. Baik. Terima kasih, Pak Condro yang telah memberikan keterangan secara lisan dan sudah lengkap. Sekarang agenda berikutnya adalah apakah dari Yang Mulia Para Hakim ada pertanyaan atau meminta klarifikasi baik pada DPR, pada Pemerintah, maupun pada Pihak Terkait? Yang Mulia Pak Wahiduddin, kemudian Yang Mulia Prof. Aswanto. Saya persilakan. Yang Mulia Pak Wahiduddin terlebih dahulu.
24.
HAKIM ANGGOTA: WAHIDUDDIN ADAMS Terima kasih, Yang Mulia Ketua. Saya ingin dari Pihak Terkait untuk … mungkin nanti di dalam kelengkapan keterangan Pihak Terkait menambahkan beberapa keterangan, kemudian juga praktik pengalaman apa yang sebetulnya dikeluhkan atau alasan pengujian dari pasal-pasal a quo.
27
Pemohon menggambarkan dua alasan pokok. Pertama, sejarah dari kewenangan pengurusan registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor dan Surat Izin Mengemudi. Yang kedua, adanya perbandingan di beberapa negara mengenai pengurusan SIM yang dilakukan oleh organ-organ atau kementerian yang menangani hal tersebut. Isu mengenai dua hal ini, masalah identifikasi dan registrasi kendaraan dan SIM ketika pembahasan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 … tahun … akhir 1990 ini juga sudah muncul dan cukup kuat dipersoalkan, sehingga lahirlah kemudian Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 yang memberikan kewenangan peraturan ini didelegasikan kepada peraturan pemerintah yang kemudian lahirlah PP Nomor 44 Tahun 1993. Artinya, kewenangan ini pada level pelaksanaan undang-undang yang jenis hierarkinya peraturan pemerintah. Kemudian ketika Undang-Undang Kepolisian Negara Republik Indonesia, ini di Pemohon hanya menyebutkan Undang-Undang Kepolisian ya, supaya dilengkapi ya, untuk menulisnya karena semua di Pemohon Undang-Undang Kepolisian, lengkapnya Undang-Undang Kepolisian Negara Republik Indonesia itu … itu karena perintah MPR. Di Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 masuklah yang DPP 4493 ini menjadi muatan undang-undang. Kemudian ketika pembahasan undang-undang yang kemudian melahirkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 yang sekarang ini kewenangan itu ada di undang-undang. Ini artinya dari sisi hierarki peraturan perundang-undangannya ini naik yang tadinya PP menjadi kewenangan yang diberikan langsung oleh undang-undang dan di dalam undang-undang itu terkait dengan registrasi dan identifikasi masalah SIM ini akan diatur lebih lanjut oleh peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia. Nah, apa yang disampaikan oleh Pihak Terkait mengenai hal-hal yang selama ini sudah dilakukan upaya-upaya untuk menjawab hal-hal yang dikemukakan oleh Pemohon dari sisi hal-hal disebut bukan soal norma tapi pelaksanaannya, ya meskipun tadi di keterangan kepolisian belum digambarkan antara perkembangan penanganan kendaraan dan SIM antara tahun 1992 dan sekarang 2009 ke sini, jumlah kendaraan yang demikian banyak dan kebijakan otomotif kita yang masih mungkin perlu diperbaiki ke depan itu belum digambarkan sebetulnya Polri menghadapi juga berbagai perkembangan yang tidak harus segera cepat diselesaikan itu. Nah, saya ingin pada waktunya nanti secara tertulis tidak saja digambarkan tadi apa yang telah dilakukan, tapi peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia yang mengenai registrasi identifikasi dan SIM itu bagaimana? Sebab boleh jadi apa yang disampaikan oleh Pemohon yang oleh Pihak Terkait dan juga Pemerintah ini pada tatanan implementasinya ini mungkin bukan hanya diduga 28
bersumber dari kewenangan ini, tapi bersumber atau keadaan-keadaan yang ada di peraturan ini yang lebih rendah walaupun nanti tentu bukan kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk menangani hal itu, tapi apa yang digambarkan oleh Pihak Terkait tadi saya melihat tentang sarana, SDM, sistem ini sumbernya di mana? Seolah-olah ini sumbernya langsung dari undang-undang, padahal di undang-undang itu bahwa kewenangan pengaturan itu ada di peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia. Nah, saya … tidak digambarkan bahwa sudah cukup banyak atau garis besar dari peraturan kepala kepolisian terkait dengan registrasi, identifikasi, dan masalah SIM ini. Jadi, untuk menggambarkan, ya bahwa ya dari segi undang-undang peraturannya kemudian apa yang sudah dilakukan itu bisa menggambarkan apa yang sebetulnya diuji oleh Pemohon, terlepas nanti Hakim juga akan menilai apakah ini bertentangan dengan pasal yang ada di Undang-Undang Dasar Tahun 1945, Pasal 30. Nah, ini saya kira demikian juga kepada pemerintah saya pikir akan lebih juga komprehensif ya, apabila juga digambarkan, ya bahwa pada waktu pembahasan rancangan undang-undang ini, ini cukup lama dibahas dan isu-isu seperti ini juga sudah dikemukakan dan lalu Presiden dan DPR telah memutuskan untuk pertama ketika Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2002 tentang (suara tidak terdengar jelas) dan ketika Undang-Undang LLAJ yang mencabut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992. Sebetulnya ini sudah dibicarakan, tapi coba digambarkanlah, sehingga apa yang disebutkan oleh Pemohon sejarah kewenangan pengurusan registrasi ini hanya kronologis lahirnya undang-undang, tapi kronologis masalah waktu itu dibicarakan dan mengapa lalu yang PP Nomor 44 Tahun 1993 itu justru dimasukkan menjadi materi dari Undang-Undang Kepolisian dan juga Undang-Undang LLAJ. Saya kira itu yang ingin saya nyatakan. Terima kasih. 25.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik. Ini Yang Mulia Pak Wahiduddin kan, tahu ikut membuat undang-undang itu, jadi minta original in time-nya itu, sejarahnya gimana? Terus kemudian kalau dari Pihak Terkait, penataan dan pengaturan lebih lanjutnya melalui Keputusan Kapolri itu bagaimana penataan ini? Supaya lebih komprehensif disebutkan, Kapolri sudah melakukan apa saja? Ya, baik. Yang Mulia, Prof. Aswanto saya persilakan.
26.
HAKIM ANGGOTA: ASWANTO Terima kasih. 29
KETUA: ARIEF HIDAYAT Nanti, Yang Mulia Pak Patrialis juga. Prof. Aswanto, saya persilakan. 27.
HAKIM ANGGOTA: ASWANTO Terima kasih, Yang Mulia. Saya ingin pendalaman pada Pihak Terkait, terlepas dari apa yang sudah diuraikan tadi sangat panjang saya kira sampai 32 halaman, dari sisi pelayanan, keamanan, dan penegakan hukum, kira-kira problem apa yang bisa timbul atau muncul atau terjadi seandainya kewenangan Polri yang berkaitan dengan penyelenggaran registrasi dan identifikasi kendaraan serta penerbitan SIM itu tidak diberikan kepada kepolisian? Memang sudah diurai tadi, tetapi saya ingin, mungkin di dalam contoh-contoh konkret, sehingga kita yakin benar bahwa persoalan pelayanan dan penegakan hukum akan terganggu ketika ini ditangani oleh pihak di luar kepolisian. Ya, tadi Pihak Terkait juga sudah menyampaikan bahwa ada dampak psikologis, ada dampak sosiologis, terlepas dari dampak itu, ini yang terkait dengan betul-betul persoalan keamanan. Dan kalau bisa diberi contoh yang lebih ... lebih konkret, sehingga kita mudah memahami. Itu yang pertama. Yang kedua, Pemohon mendalilkan bahwa tugas kepolisian dalam melindungi, mengayomi, melayani masyarakat serta menegakkan hukum, harus betul-betul dalam bingkai menjaga keamanan dan ketertiban. Uraian yang panjang tadi sebenarnya kita bisa melihat bahwa ada poin yang ... atau Pihak Terkait selalu berlandas pada tugas identifikasi, tugas registrasi itu dalam bingkai keamanan ... dalam bingkai pelayanan ketertiban dan kemananan. Nah, saya ingin Pihak Terkait juga membuat yang lebih komprehensif, lebih komprehensif dan lebih konkret, apakah betul bahwa identifikasi kendaraan, registrasi kendaraan bahkan penerbitan surat izin mengemudi kendaraan bermotor itu betul-betul dalam bingkai tugas pelaksanaan keamanan dan ketertiban masyarakat, sehingga tidak dianggap atau tidak menjadi sesuatu yang menurut Para Pemohon itu tidak konstitusional. Nah, ini mohon digambarkan secara komprehensif, sehingga kami yakin bahwa memang ini bagian yang tidak terpisahkan dari pelayanan keamanan dan ketertiban masyarakat. Demikian, Yang Mulia. Terima kasih.
28.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Saya kira tadi waktu Pak Condro menguraikan legal standing yang berkaitan dengan terungkapnya bom Bali dan terungkapnya kasus 30
pembunuhan di Garut itu kan, menunjukkan ada kaitan yang sangat langsung itu ya, Pak, diuraikan itu. Baik. Yang Mulia Pak Patrialis, saya persilakan. 29.
HAKIM ANGGOTA: PATRIALIS AKBAR Terima kasih, Yang Mulia Pak Ketua. Saya juga mau minta beberapa klarifikasi kepada Pihak Terkait, tentunya ada kaitannya dengan permohonan Para Pemohon ini, Pemohon I sampai dengan V. Ya, memang di dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dalam Pasal 30 meskipun TNI dan Polri merupakan bagian dari pemerintahan negara ... kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia, tapi memang sangat istimewa setelah kita melakukan perubahan konstitusi, fungsi, tugas, dan kewenangan TNI-Polri itu langsung disebutkan di dalam konstitusi. Ini untuk menunjukkan bahwa TNI dan Polri adalah satu lembaga penyelenggaraan pemerintah negara yang sangat diperhatikan oleh pembuat Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Kebetulan saya juga sebagai salah seorang pelaku di dalam membuat rumusan pasal-pasal konstitusi kita. Nah, di dalam Pasal 30 ayat (4) itu memang tugas-tugas kepolisian itu dirinci besarannya yaitu melindungi, setelah melindungi mengayomi, setelah itu melayani masyarakat, dan penegakan hukum. Penegakan hukum adalah the last resort, jadi yang terakhir dari tugastugas kepolisian. Tentu tadi juga ada pendapat DPR, kemudian juga Pemerintah yang juga dihadiri oleh Kementerian Perhubungan di sini maupun juga kepada Pihak Terkait. Tiga pihak ini nampaknya memang satu suara dalam Pasal 34 ya, memang cukup berbeda dengan penafsiran yang dilakukan oleh Para Pemohon. Nah, kaitan dengan itu, agar adanya satu klarifikasi di dalam persidangan ini meskipun saya juga ingin mengatakan berkaitan dengan persoalan-persoalan implementasi karena memang dalam masyarakat kadang-kadang antara norma dengan implementasi itu susah dibedakan karena memang masyarakat kadang-kadang merasakan. Apa yang dirasakan, itu yang disampaikan. Padahal Mahkamah ini kan, menguji sesuatu yang bersifat normatif. Nah, yang saya ingin klarifikasi pertama adalah mengenai pajak ya, mengenai pajak. Itu bagaimana sistem penerimaan pajak di tingkat kepolisian? Apakah itu an sich hanya dilakukan oleh kepolisian atau bersama-sama dengan instansi lain, apakah itu pemerintah daerah atau dinas pajak ya, ini tolong dijelaskan karena Pemohon I menyinggung masalah pajak ini, jadi perlu klarifikasi bagaimana sebetulnya. Itu satu. Yang kedua. Tentang masalah fasilitas ya, fasilitas pembuatan SIM, salah satu di antaranya yang dikeluhkan oleh Pemohon II. Saya 31
juga senang ini, Pemohon II Prinsipal langsung hadir, Pak Hari Kurniawan, ya. Pak Hari, ya. Nanti saya juga mau minta klarifikasi dari Pak Hari. Saya ingin menanyakan berkaitan dengan paparan yang disampaikan tadi tentang masalah sudah disediakannya fasilitas oleh para penyandang cacat. Apakah fasilitas yang digambarkan tadi itu diberlakukan di seluruh Indonesia khususnya di kantor-kantor polisi yang mengeluarkan surat izin pengemudi, apakah itu sudah tersedia di seluruh republik ini? Nah, untuk itu saya tanya sama Pak Hari, ya, nanti Pak Hari yang jawab ya, tidak boleh diwakili. Apakah Pak Hari Kurniawan pernah mengajukan SIM di Lumajang, ya. Kemudian, bagaimana tindak lanjutnya? Kesulitan apa yang pernah dirasakan kalau memang itu pernah? Tapi kalau belum pernah, Pak Hari katakan sejujurnya, ya, Pak Hari, ya. Supaya kita ingin klarifikasi. Saya kira itu cukup dua hal. Terima kasih. 30.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik, terima kasih, Yang Mulia Pak Patrialis Akbar. Saya kira tadi permintaan penjelasan lebih lanjut dan klarifikasi dari Para Yang Mulia, diminta secara tertulis supaya dilengkapi, jadi tidak perlu dijawab secara lisan, baik kepada Pemerintah maupun kepada Pihak Terkait, ya. Kemudian Pak Hari, saya persilakan kalau akan mengklarifikasi apa yang disampaikan oleh Yang Mulia Pak Patrialis Akbar.
31.
PEMOHON: HARI KURNIAWAN Baik, terima kasih, Yang Mulia Majelis Hakim yang kami hormati. Saya sangat berbangga sekali bahwa hari ini saya sebagai insan konstitusional dapat menghadiri sidang di Mahkamah Konstitusi. Adapun dari pertanyaan dari Yang Mulia Bapak Patrialis Akbar tentang apakah memang benar belum ada sarana dan prasarana pada saat pengadaan … apa namanya ... SIM di Lumajang, memang benar pada saat itu tahun 2013, saya kebetulan bersama teman-teman di Lumajang ingin melakukan … apa namanya ... melakukan pendaftaran SIM di Kabupaten Lumajang secara massal. Namun, ditolak pada saat itu karena Kepolisian Resort Lumajang menyatakan bahwa belum ada sarana dan prasarana tes praktik, sehingga penolakannya … sampai saat ini teman-teman di Lumajang … apa namanya ... tidak punya SIM dan sempat kita mengadukan juga ke … apa ... di bagian Lantas Polda Jatim, mereka bilang bahwa ini diserahkan kepada masing-masing daerah tentang … apa namanya ... ketentuan ... apa namanya ... sarana dan prasarana tes praktik untuk kendaraan roda tiga. 32
Terus terkait juga di samping itu, ini juga tadi sebelum saya mendatangi persidangan juga mendapatkan banyak SMS dari temanteman tuna rungu wicara bahwa teman-teman tuna rungu wicara pun tidak dapat mengakses SIM baik itu SIM D maupun SIM C karena masih terdapat ... apa namanya ... persyaratan ini, ya ... karena mereka dianggap tidak bisa mendengar, padahal keseharian kami bahkan karena saya tidak bisa mengakses SIM, akhirnya kendaraan saya ... kendaraan bermotor saya jadi menganggur, saya sering berboncengan dengan teman-teman tuna rungu wicara, bahkan mereka sangat fokus dan tidak pernah terjadi kecelakaan, tapi kenapa pada saat mereka mengajukan permohonan SIM, mereka ditolak. Jadi, terus mereka mau pakai SIM apa? Padahal mereka sangat ... apa namanya ... mematuhi peraturan itu. 32.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik, cukup ya, Pak Hari, ya. Terima kasih atas (...)
33.
HAKIM ANGGOTA: PATRIALIS AKBAR Pak Ketua?
34.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Masih ada.
35.
HAKIM ANGGOTA: PATRIALIS AKBAR Jadi, nanti Pak Condro tolong juga dijelaskan persyaratanpersyaratan yang harus ya, diwajibkan meskipun itu kepada penyandang cacat. Tapi tadi Pak Hari sudah mengatakan ada persoalan, ya. Tuna rungu wicara tentu juga enggak bisa dengar barangkali ya, itu kan, memang persoalan. Jadi, tolong itu dijelaskan persyaratan-persyaratan itu. Dan terakhir, Pak Ketua, saya ingin juga mendapat gambaran dari pemasukan yang … pungutan-pungutan biaya yang masuk ke kepolisian itu bagaimana bentuk pengawasannya, Pak? Apakah itu sudah diperiksa secara terus menerus oleh lembaga yang memang berwenang? Kemudian juga dalam pelaksanaannya apa juga ada pengawas yang cukup ketat karena ini ada kaitan dengan permohonan para Pemohon dalam tanda kutip yang Bapak jelaskan tadi, ada “corruption” yang disampaikan. Jadi, kita ingin tahu sampai di mana bentuk pengawasannya? Klir apa enggak, ya? Supaya ini bisa terbuka.
33
Jadi, anggapan-anggapan, asumsi-asumsi tentu harus diklirkan dalam persidangan ini, jangan sampai asumsi itu menjadi sesuatu yang dibicarakan di tengah-tengah masyarakat. Saya kira begitu, terima kasih, Pak. 36.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Terima kasih, Yang Mulia. Sebelum saya akhiri persidangan hari ini, agendanya sudah selesai, kita mendengar keterangan dari DPR, terima kasih Pak Azis. Kemudian dari pemerintah, terima kasih. Dan dari Pihak Terkait, terima kasih. Saya menanyakan pada Pemohon apakah akan mengajukan ahli atau saksi?
37.
KUASA HUKUM PEMOHON: ERWIN NATOSMAL OEMAR Akan, Yang Mulia, akan. Kami sudah menyiapkan beberapa saksi faktual dan saksi ahli dan kami sampaikan, itu pertama. Yang kedua yang menarik dalam persidangan ini kami minta dihighlight pada hari ini ketiga lembaga yaitu DPR, pemerintah, dan kepolisian mempunyai tafsir yang berbeda mengenai Pasal 30 ayat (4) konstitusi, tolong dicatat hari ini. Meskipun kesimpulannya sama, tapi mempunyai argumentasi yang berbeda.
38.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Enggak usah disuruh, kita sudah pasti catat ini.
39.
KUASA HUKUM PEMOHON: ERWIN NATOSMAL OEMAR Ya.
40.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ini ada risalah resmi yang dicatat.
41.
KUASA HUKUM PEMOHON: ERWIN NATOSMAL OEMAR Saya minta di-highlight itu, artinya ... bahkan para pembuat kebijakan kita, DPR dan pemerintah mempunyai tafsir yang berbeda mengenai Pasal 30 ayat (4).
42.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya, enggak usah dikemukakan, kita sudah mencatat. 34
43.
KUASA HUKUM PEMOHON: ERWIN NATOSMAL OEMAR Saya pikir (...)
44.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Berapa ahli yang akan diajukan?
45.
KUASA HUKUM PEMOHON: ERWIN NATOSMAL OEMAR Saat ini ada sekitar 6, Yang Mulia. Sama saksi faktual.
46.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ahlinya berapa?
47.
KUASA HUKUM PEMOHON: ERWIN NATOSMAL OEMAR Enam.
48.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Enam ahli. Kemudian saksinya?
49.
KUASA HUKUM PEMOHON: ERWIN NATOSMAL OEMAR Saksi ada sekitar 4, Yang Mulia.
50.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Empat saksi, ya. Kalau begitu besok pada persidangan yang akan datang dihadirkan 2 orang ahli dulu ya, 2 ahli dan 4 orang saksi sekaligus.
51.
KUASA HUKUM PEMOHON: ERWIN NATOSMAL OEMAR Faktual?
52.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Saksi faktualnya, ya. Kalau ahlinya 2 orang dulu, ya. Untuk ahlinya nanti curriculum vitae-nya ya, kira harapkan memang betul-betul ahli dalam bidang ini, tidak ahli yang tidak kompeten. Ya, nanti
35
curriculum vitae ahli dan saksinya, identitas saksi fakta supaya juga sudah difotokopi ... anu ... jelas, ya. Baik, persidangan yang akan datang akan diselenggarakan pada hari Rabu, 16 September tahun 2015 pada pukul 11.00 WIB, dengan agenda untuk mendengarkan dua keterangan ahli dari Pemohon dan empat orang saksi dari Pemohon. Terima kasih, sidang selesai dan ditutup. KETUK PALU 3X SIDANG DITUTUP PUKUL 15.47 WIB Jakarta, 8 September 2015 Kepala Sub Bagian Risalah,
t.t.d Rudy Heryanto NIP. 19730601 200604 1 004
Risalah persidangan ini adalah bentuk tertulis dari rekaman suara pada persidangan di Mahkamah Konstitusi, sehingga memungkinkan adanya kesalahan penulisan dari rekaman suara aslinya.
36