MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 117/PUU-XIII/2015
PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2009 TENTANG PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN JUNCTO UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2009 TENTANG PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945
ACARA MENDENGARKAN KETERANGAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA (KPPU) (VIII)
JAKARTA KAMIS, 31 MARET 2016
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 117/PUU-XIII/2015 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan [Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 30 ayat (2)] juncto Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 PEMOHON 1. Ashwin Pulungan 2. Waryo Sahru 3. AA. Suwargi, dkk. ACARA Mendengarkan Keterangan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) (VIII) Kamis, 31 Maret 2016 Pukul 11.12 – 12.32 WIB Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat SUSUNAN PERSIDANGAN 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8)
Arief Hidayat Anwar Usman Aswanto I Dewa Gede Palguna Manahan MP Sitompul Maria Farida Indrati Suhartoyo Wahiduddin Adams
Ery Satria Pamungkas
(Ketua) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) Panitera Pengganti i
Pihak yang Hadir: A. Pemohon: 1. Ashwin Pulungan B. Kuasa Hukum Pemohon: 1. Syuratman Usman 2. Rojikin 3. Sigit Pambudi C. Pemerintah: 1. Mulyanto 2. Jaya 3. Zulkifli 4. Joko Supriyanto 5. Yulies Noor 6. Jamarizal D. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU): 1. Muhammad Syarkawi Rauf
ii
SIDANG DIBUKA PUKUL 11.12 WIB 1.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Bismilahirrahmaanirrahiim. Sidang dalam Perkara Nomor 117/PUU-XIII/2015 dengan ini dibuka dan terbuka untuk umum. KETUK PALU 3X Saya cek kehadirannya. Pemohon yang hadir siapa? Saya persilakan.
2.
KUASA HUKUM PEMOHON: SYURATMAN USMAN Terima kasih, Yang Mulia. Assalamualaikum wr. wb.
3.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Waalaikumsalam wr. wb.
4.
KUASA HUKUM PEMOHON: SYURATMAN USMAN Kami dari Kuasa Hukum Pemohon, saya sendiri Syuratman Usman, S.H. Sebelah kanan saya Rojikin, S.H. Dan Sigit Pambudi, S.H. Terima kasih.
5.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Yang lain Prinsipal, ya?
6.
KUASA HUKUM PEMOHON: SYURATMAN USMAN Prinsipal, Yang Mulia.
7.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya, baik.
8.
KUASA HUKUM PEMOHON: SYURATMAN USMAN Terima kasih.
1
9.
KETUA: ARIEF HIDAYAT DPR tidak hadir. Dari Pemerintah yang mewakili Presiden, saya persilakan.
10.
PEMERINTAH: MULYANTO Terima kasih, Yang Mulia. Assalamualaikum wr. wb. Kami dari Pemerintah. Kami Pak Mulyanto. Sebelah kanan saya Pak Jaya dari Kemenkumham. Sebelah kiri saya Pak Zulkifli dan Pak Joko, terus Ibu Yulis dan Jamarizal dari Kementerian Pertanian. Demikian, Yang Mulia. Terima kasih.
11.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik. Yang di depan Majelis, dari Komisi Pengawas Persaingan Usaha, silakan siapa yang hadir?
12.
KPPU: MUHAMMAD SYARKAWI RAUF Terima kasih, Yang Mulia. Saya Syarkawi Rauf (Ketua KPPU). Di kanan saya ini ada deputi pencegahan, ada deputi penindakan.
13.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik.
14.
KPPU: MUHAMMAD SYARKAWI RAUF Terima kasih.
15.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Agenda kita pada pagi hari ini hanya satu untuk mendengarkan keterangan dari KPPU. Saya persilakan siapa yang akan menyampaikan? Di mimbar sebelah kiri boleh, di sebelah kanan boleh.
16.
KUASA HUKUM PEMOHON: SYURATMAN USMAN Assalamualaikum wr. wb.
17.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Walaikum salam wr. wb. 2
18.
KUASA HUKUM PEMOHON: SYURATMAN USMAN Yang Mulia Majelis Hakim Konstitusi yang saya hormati, Bapak/Ibu sekalian yang saya banggakan. Terkait dengan permintaan kepada KPPU untuk memberikan pendapat terhadap materi keterangan judicial review Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 jo UndangUndang Nomor 41 Tahun 2014, presentasi kami bisa dilihat di powerpoint berikut. Next. Pertama, saya ingin memaparkan terlebih dahulu apa tugas KPPU. Kemudian yang kedua, fokus dari judicial review ini apa. Kemudian yang ketiga, masalah integrasi vertikal dan pengertian hajat hidup orang banyak seperti yang menjadi fokus dari judicial review ini. Kemudian yang keempat, seperti apa kinerja industri perunggasan kita secara nasional. Kemudian yang kelima, apa pendapat KPPU. Dan keenam, kesimpulan. Next. Next. Yang pertama, kalau kita melihat KPPU ini didirikan berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, kita punya empat tugas pokok. Yang pertama adalah melakukan advokasi kebijakan. Fungsi advokasi kebijakan ini adalah memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah terkait dengan permasalahanpermasalahan ekonomi nasional yang ada kaitannya dengan persaingan usaha. Khusus untuk industri perunggasan, sejak 2 minggu yang lalu KPPU sudah mengirim surat kepada Presiden sejumlah saran dan pertimbangan bagaimana menata industri perunggasan kita ke depan. Kemudian yang kedua, penegakan hukum juga menjadi kewenangan KPPU. Terkait dengan perunggasan, KPPU sedang memperkarakan 12 perusahaan unggas yang diduga melakukan kartel dalam hal hal afkir dini, (suara tidak terdengar jelas) stock dari ayam ini. Kemudian yang ketiga, pengendalian merger. KPPU juga ditugaskan oleh undang-undang untuk melakukan merger kontrol, kenapa harus dilakukan itu? Karena penggabungan dua perusahaan bisa menyebabkan munculnya satu perusahaan monopoli yang bisa abuse of monopoly power yang membuat konsumen menjadi dirugikan. Kemudian yang keempat, KPPU juga sangat fokus. Menurut Undang-Undang UMKM untuk melakukan pengawasan kemitraan dalam konteks industri perunggasan, KPPU juga sedang melakukan penyelidikan terhadap dugaan abuse of bargaining position di dalam konteks hubungan antara perusahaan besar, perusahaan inti dengan mitra-mitra yang kecil-kecil itu yang di banyak tempat. Saya, Majelis Hakim Yang Mulia, dengan 9 komisioner KPPU, saya sudah datang ke Makassar, datang ke Surabaya, datang ke Jawa Tengah, datang Ke Yogya, datang ke Pontianak, ke Bandung, kemudian ke Sumatera Utara. Yang kami saksikan adalah ada tendensi untuk abuse di dalam konteks bargaining power itu. 3
Next. Ini tugas KPPU berdasarkan Pasal 35. Kemudian, wewenang KPPU berdasarkan Pasal 36, saya kira saya enggak usah jelaskan. Next, next. Terkait dengan fokus judicial review yang pertama adalah Pasal 2 ayat (3). Sori, Pasal 2 ayat (1) tentang integrasi. Kita, teman-teman di KPPU sudah membahas persoalan ini dengan berkali-kali. Kemudian, kaitannya dengan Pasal 33 ayat (1) dan ayat (4) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 saya kira ini kami cantumkan di power point. Salah satu persoalan utama di sini, Yang Mulia, dulu ada UndangUndang Nomor 6 Tahun 1967 yang juga mengatur tentang Perunggasan. Sekarang, ada Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 juncto UndangUndang Nomor 41 Tahun 2014 yang juga mengatur tentang perunggasan. Salah satu poin penting bagi kami di KPPU dalam konteks persaingan adalah adanya perubahan paradigma dari undang-undang ini. Jadi, ada perubahan cara berpikir yang terlalu ekstrem di dalam perubahan undang-undang itu dari pengusahaan perunggasan yang awalnya berbasis rakyat menjadi pengusahaan perunggasan menjadi berbasis perusahaan terintegrasi yang mungkin bahasa korannya biasa disebut sebagai peternakan yang berbasis konglomerasi yang terintegrasi mulai dari hulu sampai ke hilir. Kalau kita lihat di dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945, khususnya di Pasal 33 maupun di dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 yang menjadi asas pendirian Komisi Pengawas Persaingan Usaha salah satu aspek yang paling pokok itu adalah bagaimana mengelola ekonomi nasional berdasarkan prinsip-prinsip demokrasi ekonomi dengan mengacu pada asas efisiensi, tapi bukan efisiensi an sich karena kalau merujuk ada faktor efisiensi saja, maka ekonomi nasional akan mengarah ke perekonomian yang berbasis neoliberal. Makanya UndangUndang Dasar Tahun 1945 kita menyebutkan bahwa efisiensi yang harus kita bangun itu adalah efisiensi yang berkeadilan, artinya apa? Distribusi kepemilikan tidak boleh terkonsentrasi pada satu, dua, tiga pelakupelaku usaha besar. Next. Kemudian, terkait dengan menguasai hajat hidup orang banyak. Kemudian, keterlibatan asing di dalam pengusahaan komoditi yang menguasai hajat hidup orang banyak, kami juga sudah berdiskusi panjang di KPPU. Kemudian, kami melihatnya dari sisi Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Kemudian, dari sisi Undang-Undang Persaingan Usaha. Kemudian, dari sisi Undang-Undang Perdagangan, dan Keppres Nomor 71 Tahun 2015 yang menetapkan salah satu komoditas strategis itu adalah ayam atau unggas. Next. Next. Secara teoretis, integrasi vertikal itu adalah suatu ... ini dalam konteks Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 khususnya di Pasal 14 itu menyebutkan bahwa pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan untuk menguasai produksi sejumlah produk yang termasuk dalam rangkaian produksi 4
barang dan/atau jasa tertentu yang mana setiap rangkaian produksi merupakan hasil pengolahan atau proses lanjutan, baik dalam satu rangkaian langsung maupun tidak langsung yang dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat dan/atau merugikan masyarakat. Majelis Hakim Yang Mulia, dalam konteks persaingan usaha, pasal ini kita sebut sebagai pasal yang bersifat rule operation. Kenapa disebut rule operation? Karena penerapan dari pasal tentang integrasi vertikal ini membutuhkan pembuktian dari Majelis Komisi di KPPU apakah proses integrasi vertikal itu nyata-nyata mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat dan/atau merugikan masyarakat. Next. Ini saya kira teoretis bahwa yang dimaksud dengan integrasi vertikal di dalam konteks pengelolaan bisnis ada yang pemasok sampai ke pengecer atau dari hulu sampai ke hilir, baik yang bersifat backward integration maupun yang bersifat forward integration. Next. Integrasi vertikal yang dilarang, Majelis Konstitusi yang saya muliakan. Pertama, integrasi veritikal yang menutup akses terhadap input penting atau pasokan penting. Ini integrasi yang tidak diperbolehkan di dalam konteks Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, bisa dibaca di dalam pedoman Pasal 14 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. Yang kedua, integrasi vertikal yang menutup akses terhadap pembeli utama. Artinya, mereka membuat integrasi vertikal. Kemudian karena integrasi hulu hilir itulah menciptakan barrier to entry bagi pelaku-pelaku usaha baru untuk masuk ke dalam suatu industri atau untuk masuk mengusahakan suatu komoditi. Kemudian yang ketiga, integrasi vertikal yang digunakan sebagai sarana untuk koordinasi kolusi. Nah, Bapak Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi yang saya muliakan, dalam banyak kasus yang ditangani oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha seperti dalam dugaan kartel daging sapi, sumber permasalahan utamanya adalah berasal dari regulasi yang kurang pas. Mulai dari undang-undang, turun ke kebijakan Menteri Pertanian saat itu, turun lagi ke aturan-aturan teknis yang ada di bawahnya. Bayangkan, Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi yang saya muliakan, tahun 2009 itu kita masih mengimpor 60% kebutuhan daging nasional. Oleh Pemerintah saat itu diumumkan untuk mencapai swasembada daging sapi pada tahun 2014, artinya 5 tahun setelahnya sudah harus swasembada daging sapi. Padahal per definisi swasembada daging sapi itu adalah kalau kurang dari 10% kebutuhan daging sapi nasional kita impor, artinya apa? Pemerintah harus mengurangi kuota impor daging sapi 10%, 10%, 10% setiap tahun selama 5 tahun sehingga impor kita kurang dari 10%.
5
Implikasinya apa? Implikasinya adalah harga daging … belum sampai di tahun 2014, harga daging kita sudah mencapai sekitar Rp90.000,00/kg yang sebelumnya hanya Rp45.000,00-Rp65.000,00/kg. Bahkan tahun 2015 kemarin oleh kebijakan Kementrian Pertanian yang mengurangi kuota impor daging sapi juga yang sebelumnya kita mengimpor sekitar 700-750.000 ekor sapi bakalan. Kemudian, dikurangi kuotanya menjadi hanya sekitar 400.000 ekor sapi bakalan pada tahun 2015. Implikasinya adalah seminggu sebelum Hari Raya Idul Fitri tahun 2015, harga sapi sudah mencapai sekitar Rp130.000,00/kg. Ini sebulan setelahnya, Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi yang saya muliakan, para rumah potong hewan maupun retailer di pasarpasar di Jakarta melakukan mogok penjualan. Kenapa? Karena harga daging saat itu sudah Rp135.000,00 bahkan sampai Rp145.000,00/kg. Harga itu oleh konsumen terlalu berat sehingga mereka berhenti untuk mengkonsumsi daging sapi sehingga yang terjadi adalah kerugian di pihak RPH maupun di pihak konsumen sendiri. Kemudian yang kedua, Majelis Hakim Yang Mulia, ini perlu saya sampaikan juga dalam konteks bawang putih. Indonesia ini mengimpor 97% kebutuhan bawang putih nasional. Oleh Pemerintah waktu itu dibuat kebijakan kuota impor. Untuk apa? Seolah-olah untuk mencapai swasembada, padahal itu enggak mungkin sama sekali karena menurut Ahli yang kami datangkan di KPPU, Indonesia ini secara alam dari sisi kondisi alam tidak mungkin bisa bertanam bawang putih karena bawang putih itu hanya cocok di kondisi alam dengan kelembaban yang seperti di puncak gunung di daerah Malang sana, Pak. Nah, sehingga kebijakan kuota impor di bawang putih juga itu kurang realistis. Dan akibatnya apa, Pak? Februari tahun 2013, teman-teman di Surabaya itu membeli bawang putih sekitar Rp120.000,00/kg yang normalnya hanya sekitar Rp15.000,00-Rp25.000,00/kg. Nah, ini juga bersumber dari kebijakan yang kurang pas dan, Majelis Hakim Yang Mulia, 19 importir bawang putih kita perkarakan di KPPU dan kita sudah hukum dan sekarang lagi proses keberatan ke pengadilan negeri. Ini hampir semua komoditas pangan di … di Indonesia polanya kurang lebih sama, Majelis Hakim Yang Mulia. Ada regulasi yang kurang pas, kemudian berdampak pada praktik bisnis yang mengarah ke kartel dan lain-lain sebagainya. Next, next. Pertama, khusus untuk industri perunggasan, terus terang yang kami tangkap di KPPU adalah sama dengan daging dan bawang putih, Majelis Hakim Yang Mulia. Ada keinginan Pemerintah untuk mendorong konsumsi daging ayam perkapita yang awalnya hanya sekitar 7,35kg/kapita menjadi 14,99/kapita pada tahun 2017 sehingga untuk mendorong konsumsi yang berlipat dua seperti ini tidak mungkin dilakukan hanya dengan berbasis pada peternakan rakyat. Oleh sebab itu, diubahlah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1967 menjadi Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 untuk memberikan 6
kesempatan kepada perusahaan-perusahaan besar itu untuk juga ikut melakukan budi daya kemudian menjual ke pasar-pasar tradisional yang oleh Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1967 ini tidak diperkenankan atau berdasarkan perpres … Keppres Nomor 22 Tahun 1990 yang mengatur pembagian pasar antara peternakan terintegrasi atau peternakan yang dikelola secara konglomerasi dengan peternakan rakyat yang jumlahnya kecil-kecil. Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Yang Mulia, terus terang saya dengan teman-teman komisioner 9 orang di KPPU, kami datang ke daerah Pallangga di Gowa, benar-benar peternak kita itu peternak yang kalau kecil benar-benar kecil, Pak Majelis Hakim. Mereka itu bahkan sampaikan ke kami di KPPU, di kita itu ada istilah ayam makan rumah, Pak. Kenapa? Rumahnya digadaikan ke bank, kemudian uang itu dipakai bangun kandang Rp50.000.000,00 per kandang terus bikin peternakan, pada saat mau panen, mau jual ke pasar harga yang sudah terlalu rendah. Nah, ini semua terjadi menurut teman-teman peternak yang kecilkecil itu berawal dari perubahan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1967 ke Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 juncto Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014, dimana model pengusahaan peternakan dilakukan secara terintegrasi dari hulu ke hilir. Kemudian, menghilangkan segmentasi pasar. Kemudian yang ketiga, harga berfluktuasi dimana harga pokok penjualan selalu berada di bawah harga yang ada di peternakan. Next. Nah, ini, Majelis Hakim Yang Mulia, ini angka-angka yang juga kami peroleh dari GPPU. Kalau tujuan Pemerintah waktu itu mengubah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1967 menjadi Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 untuk mendorong efisiensi, tapi kalau kita lihat di data GPPU sendiri, feed conversion ratio atau kebutuhan pakan yang diperlukan untuk menghasilkan 1 kilogram daging ayam, justru pada tahun 2012 itu 1,45 kilogram pakan menghasilkan 1 kilogram daging ayam. Pada tahun 2017 itu diperkirakan malah naik, Majelis Hakim Yang Mulia, menjadi 1,7 kilogram pakan menghasilkan 1 kilogram daging ayam. Kalau saya membaca, kami teman-teman di KPPU membaca data ini, ini bukan increasing efficiency, tetapi justru menjadi semakin tidak efisien dengan peningkatan feed conversion ratio yang semakin tinggi itu. Next. Ini dari sisi harga DOC juga sama, Yang Mulia Majelis Hakim. Terus terang, kami datang ke Bandung bersama-sama dengan Gubernur Ahmad Heryawan, saya datang langsung ke Pasar Suci, Majelis Hakim. Waktu itu yang saya temukan adalah harga daging ayam di sana itu sekitar Rp40.000,00 di pasar-pasar itu. Terus setelah dari pasar, saya masuk ke peternakan, rupanya di peternakan harga ayam per kilonya,
7
itu masih ayam hidup belum dagingnya, itu sekitar Rp20.000,00, Rp20.500,00 per kilonya. Terus saya tanya peternak-peternak mandiri itu, kenapa kok yang biasanya jualan Rp18.000,00 kok sekarang jualan Rp20.500,00? Mereka menyatakan, “Kami jualan Rp20.500,00 itu satu karena harga DOC yang memang meningkat.” Dan memang pada tahun 2015 data yang kami peroleh dari Gopan, harga DOC itu naik, mulai dari Juni sampai dengan Desember 2015. Dan yang paling aneh, Majelis Hakim Yang Mulia, Januari saya datang ke Bandung juga, kita menemukan dengan teman-teman komisioner di KPPU pasokan DOC berkurang, tapi bulan Februari kami datang lagi ke Bandung, harga ayam turun karena pasokan ayam yang banyak. Nah, ini logikanya bagaimana? Padahal yang dibesarkan di kandang itu adalah Day Old Chick atau DOC yang berusia 1 hari. Nah, saya enggak tahu, ini kita KPPU lagi melakukan proses investigasi terhadap ini, nanti di depan kami akan sampaikan ada 6 investigasi yang sedang kami lakukan. Next. Nah ini, Majelis Hakim Yang Mulia, ini kalau kita lihat harga ayam di pasar itu selalu di atas, tapi harga di peternak itu selalu di bawah, bahkan di bawah dari biaya pokok di petenakan. Nah, ini enggak mungkin ada peternak yang bisa eksis dengan perkembangan harga yang seperti ini. Next. Pendapat KPPU tentang permohonan judicial review terhadap 2 materi yang disampaikan ke kami. Pertama, dari sisi filosofis maupun sosiologis. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 yang pertama adalah prinsip dasarnya harus ada kesempatan berusaha yang sama di dalam suatu komoditi. Kemudian, pengusahaan suatu komoditi harus didasarkan pada prinsip persaingan yang sehat dan wajar. Untuk apa? Untuk mencapai kesejahteraan rakyat seperti yang dicita-citakan di dalam UndangUndang Dasar Tahun 1945. Next. Ini, Majelis Hakim Yang Mulia, ini mohon maaf, saya akan sedikit berlama-lama menjelaskan bagan ini. Yang pertama di pasar hulu, penguasaan integrasi vertikal yang kami … kami lihat, kami investigasi, kami teliti sekarang di KPPU adalah pertama di pasar hulu. Di hulu itu mulai dari GGPS ada great grand parent stock, itu buyutnya ayam. Kemudian, ada grand parent stock, itu nenek-kakeknya ayam. Kemudian, parent stock, induknya ayam, turun ke DOC. Kemudian, ada pakan di situ, ada vaksin di situ, ada obat di situ, ada disinfectant di situ. Ini terkonsentrasi hanya pada satu, dua, tiga perusahaan besar yang kemudian menjual ke peternak, baik itu peternakan terafiliasi maupun peternakan mitra tipe 1. Kenapa kita sebut mitra tipe 1? Karena tipe 1 ini adalah perusahaan … perusahaan kecil-kecil yang langsung bermitra dengan perusahaan-perusahaan yang besar-besar itu. 8
Kemudian, ada mitra tipe 2 yang kemitraannya itu dilakukan tidak langsung dengan perusahaan-perusahaan besar yang punya GGPS sampai pakan dan sebagainya, tapi dia bermitranya dengan perusahaan inti yang perusahaan inti ini terus terang di KPPU sedang kami investigasi juga ownership-nya ini siapa karena banyak laporan yang masuk ke kami bahwa perusahaan-perusahaan inti ini juga terintegrasi dengan perusahaan-perusahaan yang ada di … di hulu yang ada kuranglebih sekian belas perusahaan yang penguasaannya kurang-lebih 80% semua bisnis di hulu ini baik pakan, vaksin, maupun GGPS sampai DOC hanya pada dua perusahaan besar. Nah, implikasinya apa, Majelis Hakim? Pertama, diskriminasi dalam hal penjualan DOC. Kami menemukan di Makassar sampai ke Medan, peternak mandiri atau peternak rakyat yang kecil-kecil itu bahkan di Pontianak, saya ketemu yang namanya Agustinus. Agustinus itu dulu peternak mandiri, kemudian menjadi peternak mitra. Setelah menjadi peternak mitra, keluar lagi menjadi peternak mandiri. Yang disampaikan oleh Pak Agustinus kepada kami di komisi … di KPPU adalah kalau saya beli DOC ke perusahaan A, maka tidak boleh membeli pakan selain ke perusahaan yang bersangkutan. Artinya, ada tying agreement, ada exclusive dealing di dalam penjualan DOC dan pakan. Kemudian yang kedua, kualitas DOC yang diperoleh oleh Pak Agustinus di Kalimantan Barat itu biasanya DOC yang berkualitas nomor 2 dibandingkan dengan peternakan yang terafiliasi langsung dengan perusahaan-perusahaan besar itu maupun peternak-peternak mitra. Nah, ini juga sedang kami investigasi. Kemudian yang ketiga, Majelis Hakim Yang Mulia yang saya hormati, penentuan harga di peternakan itu dilakukan di posko. Posko ini di berbagai daerah berbeda-beda. Di Makassar, kami menemukan menurut informasi dari peternak sendiri ada 14 perusahaan yang bernegoisasi di posko. Kemudian, menetapkan harga referensi sebagai harga pembelian oleh broker ke peternak mandiri maupun ke peternak mitra. Tapi di daerah lain seperti di Medan, itu hanya ada dua perusahaan besar. Di Bandung, kami memperoleh informasi bahwa hanya ada satu perusahaan besar. Kemudian di Jawa Tengah, kuranglebih ada dua perusahaan besar yang mendominasi keputusan di posko itu. Di dalam konteks Undang-Undang Persaingan, kalau ini ada alat buktinya, maka ini yang kami sebut sebagai kartel harga karena mereka melakukan praktik oligopsoni dimana pembeli hanya ada dua-tiga perusahaan besar, kemudian mereka yang menentukan harga dimana si penjual tidak memiliki bargaining position yang kuat untuk berhadapan dengan para oligopsoni ini. Kemudian persoalan lain yang muncul, Majelis Hakim Yang Mulia, di dalam konteks integrasi vertikal ini adalah sering kali terjadi harga ayam di peternakan itu sebulan, dua bulan yang lalu, itu sekitar 9
Rp8.500,00 bahkan Rp10.000,00 di daerah Jawa Tengah. Tetapi di pasar, di end user, di pasar hilir harganya masih di atas Rp30.000,00. Nah, artinya ada persoalan di dalam rantai distribusi yang terlalu panjang mulai dari broker masuk ke bandar, masuk ke bakul, bakul masuk ke retailer, retailer sampai ke end user. Bahkan di Makassar, kami bertanya kepada salah satu perusahaan yang memang spesifik memasok ke pasar-pasar modern. Kalau kita lihat pembentukan harganya dengan rantai distribusi yang hanya dua rantai, harga di pasar tradisional dengan harga di pasar modern ini kurang-lebih sama dengan rantai distribusi yang lebih pendek. Artinya apa? Ada di tengah-tengah (middleman) yang menerima manfaat ekonomi yang terlampau besar di dalam konteks integrasi vertikal hulu ke hilir itu, sehingga … next … Sehingga KPPU, satu, kita lagi menyelidiki penyalahgunaan integrasi vertikal dalam industri peternakan. Kemudian yang kedua, kita menyelidiki perjanjian (exclusive tying in) di dalam pembelian DOC dan pakan ternak, kartel dalam penetapan harga ayam hidup, predatory pricing, Majelis Hakim Yang Mulia, dimana predatory pricing itu adalah perusahaan-perusahaan besar yang mengelola peternakan dalam skala yang sangat besar dengan sengaja menjual di bawah harga rata-rata dengan tujuan untuk mematikan pesaing, setelah pesaingnya mati baru mereka mulai menaikkan harga. Kemudian yang kelima, diskriminasi harga DOC dan pakan terhadap peternakan mandiri. Kemudian yang keenam, penyalahgunaan posisi tawar, abuse of bargaining position di dalam konteks hubungan kemitraan. Next. Nah, ini landasan yuridis dari pandangan kami, Majelis Hakim Yang Mulia. Pertama, prinsip dasar yang harus kita pegang adalah bahwa setiap negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak. Yang kedua, cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. Kemudian, dalam menjalankan kegiatan bisnis di Indonesia harus didasarkan pada prinsip demokrasi ekonomi. Satu, mengacu pada efisiensi yang berkeadilan dengan menjaga keseimbangan antara kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional, makanya, Majelis Hakim Yang Mulia, kita di KPPU sudah berdiskusi panjang dengan teman-teman bahwa kita tidak mungkin menolak kemajuan teknologi di industri perunggasan dengan munculnya peternakan close house, peternakan rumah tertutup ya, dibandingkan dengan peternakan yang selama ini dikelola dengan terbuka (open house). Nah, tetapi sesuai dengan landasan yuridis yang kami sebutkan di atas, ownership-nya yang harus diatur dimana pengelolaannya sama seperti misalnya sharing economy yang lagi berkembang dalam konteks
10
industri taksi atau industri transportasi, ada grabbike, ada uberbike, dan segala macam. Majelis Hakim Yang Mulia, lagi-lagi persoalan di industri transportasi itu karena undang-undang yang lambat menyesuaikan dengan perkembangan, kebijakan yang lambat menyesuaikan dengan perkembangan sehingga muncul tindakan diskriminasi. Nah, kurang lebih hal yang sama, kita tidak mungkin menolak teknik beternak dengan close house yang memang sangat kapital intensif, tetapi yang perlu diatur adalah ownership-nya dimana kalau di KPPU sering kami membahas Rabobank itu adalah bank yang berasal dari Belanda yang ownership-nya yang kepemilikannya adalah di tangan para peternakpeternak sendiri. Kemarin kami didatangi oleh perusahaan pakan ternak dari Belanda, mereka itu sudah invest di Vietnam, invest di Myanmar, dimana kepemilikan induk perusahaannya itu adalah bukan oleh satu orang, tetapi pemilik dari bisnis itu adalah para peternak-peternak independent, mereka menyebutnya sebagai independent broiler farmers yang memiliki industri pakannya sehingga industri pakannya itu menjadi lebih berkesinambungan dan ini yang sedang dikembangkan oleh temanteman di Vietnam maupun di Myanmar. Next. Tentang cabang produksi yang juga dimintakan pendapat kepada kami. Pertama, daging ayam dalam Perpres 71, Majelis Hakim Yang Mulia, itu dikategorikan sebagai komoditas strategik karena merupakan barang kebutuhan pokok. Kemudian yang kedua, barang kebutuhan pokok adalah barang yang menyangkut hajat hidup orang banyak dengan salah … pemenuhan kebutuhan yang tinggi, serta menjadi faktor pendukung kesejahteraan rakyat. Ini ada di dalam Pasal 1 Perpres Nomor 71 Tahun 2015 yang mengacu pada Undang-Undang Perdagangan yang baru. Kemudian, harus terjamin ketersediaannya dalam jumlah kualitas dan harga yang wajar. Kemudian, ketersediaan kualitas maupun harga atas barang input ataupun produk akhir daging ayam diduga dikendalikan oleh pelaku pasar yang menguasai pasokan. Kemudian, dapat diusahakan sebagian besar oleh rakyat kalau kita kategorikan sebagai komoditas strategik sebagaimana yang tertuang di dalam Undang-Undang Perdagangan, kemudian diturunkan menjadi Perpres 71 Tahun 2015. Ini masih ada waktu, Majelis Hakim Yang Mulia? Next. Kesimpulan dari KPPU, satu, integrasi vertikal dalam pengusahaan peternakan ayam saat ini tidak selaras dengan prinsip-prinsip persaingan usaha yang sehat sehingga tidak menciptakan kesejahteraan rakyat. Yang kedua, pengusahaan peternakan ayam merupakan cabang produksi yang penting dan menguasai hajat hidup orang banyak.
11
Yang ketiga, proses produksi komoditas strategik selayaknya dapat diusahakan oleh sebagian besar rakyat karena potensi rakyatnya yang sangat besar. Kemudian yang keempat, untuk menjamin aspek keadilan dalam pengusahaan peternakan ayam, maka perlu adanya segmentasi pasar yang akan melindungi peternak rakyat dari persaingan bebas dengan peternak terintegrasi. Next. Ini hanya sebagai refleksi, kami menyampaikan ide baru tentang sharing economy atau collaborative economy. Will be the new mode of production, artinya semua bisnis di dunia ini sedang mengarah kepada model bisnis baru yang disebut sebagai sharing economy. Saya kira itu yang kami bisa sampaikan, Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Yang Mulia. Assalamualaikum wr. wb. 19.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Walaikum salam. Terima kasih, Pak Ketua, silakan duduk kembali. Apakah Para Hakim ada? Prof. Aswanto juga ya, enggak? Pak Palguna? Saya persilakan, Yang Mulia.
20.
HAKIM ANGGOTA: I DEWA GEDE PALGUNA Terima kasih, Yang Mulia. Ini menarik nih, paparan dari KPPU ini. Tapi yang … dari seluruh konstruksi penjelasan dari KPPU yang saya tangkap itu adalah bahwa timbulnya kejadian negatif atau kejadian buruk yang terjadi belakangan itu khususnya yang berkaitan dengan peternak ayam, itu penyebabnya atau nenek moyang dari penyebabnya itu adalah adanya praktik integrasi vertikal, gitu ya? Nah, yang menjadi persoalan sekarang pertanyaan saya adalah dan KPPU sendiri juga menyimpulkan ada implikasi dari penerapan … apa … Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 dan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 itu adalah ada … ada 3 tadi, ya. Ya, ya, ada 3. Model pengusahaan yang dilakukan secara terintegrasi dari hulu ke hilir. Kemudian, menghilangkan segmentasi pasar dimana pasar didominasi oleh peternak tertentu dengan secara vertikal, gitu ya. Kemudian, harga berfluktuasi ya, dan seterusnya itu. Tapi yang menjadi pertanyaan saya kemudian adalah begini. Dari mana kesimpulan atau … karena tidak disebutkan tadi di dalam … di dalam uraian kecuali nanti bisa mohon dijelaskan, dari mana KPPU menarik kesimpulan bahwa penyebab praktik integrasi vertikal itu adalah undang-undang ini? Karena kalau saya membaca di Pasal 2, ini di bagian asas dan tujuan. Berarti ini adalah nyawanya dari undang-undang ini. Itu tegas disebutkan, “Peternakan dan kesehatan hewan dapat diselenggarakan di seluruh wilayah negara kesatuan Republik Indonesia yang dilaksanakan tersendiri dan/atau melalui integrasi dengan budi 12
daya tanaman pangan, holtikultura, perkebunan, perikanan, kehutanan, atau bidang lainnya.” Sehingga yang diatur di dalam undang-undang ini adalah … apa namanya … integrasi horisontal. Mungkin seperti tumpang sari kalau zaman dalam pertanian dulu itu kalau dalam pemahaman saya. Jadi, dari mana KPPU itu memperoleh kesimpulan bahwa implikasi dari penerapan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 dan ini … itu menciptakan integrasi vertikal itu? Pertanyaan saya begini. Penyebabnya adakah di undang-undang ini ataukah di undang-undang tentang persaingan usaha, ataukah di undang-undang penanaman modal, atau di undang-undang yang lain mungkin yang tidak kami tahu? Ataukah ini adalah sebagai pembiaran praktik? Yang penyebab utamanya sesungguhnya adalah berada mungkin di tempat lain? Sehingga penyakitnya sementara bukan berada di undang-undang ini, tapi berada di tempat lain. Ini yang tidak tertangani. Makanya dalam sidang yang dulu kami masih menanyakan. Menanyakan kepada Pemerintah dan sekarang sudah dijawab. Apakah yang … hal-hal yang diperintahkan oleh undang-undang ini, yaitu adanya pengaturan yang diharapkan akan lebih memberi perlindungan kepada peternak itu sudah dilaksanakan apa belum? Ternyata sebagian sudah dilaksanakan dan sudah dijawab oleh Pemerintah ini karena ada PP yang diperintahkan, ada peraturan menteri dan seterusnya, itu sudah. Nah, sehingga ini pertanyaan saya. Dari mana KPPU itu menarik kesimpulan bahwa penyebab … bahwa undang-undang ini adalah menyebabkan terjadinya integrasi vertikal yang kemudian berimbas kepada segala hal buruk yang kemudian dialami oleh peternak kita sekarang ini. Mungkin itu singkatnya karena yang saya harapkan itu ada clearance mengenai soal ini sebab secara implisit sebenarnya di dalam undang-undang ini setelah saya baca bolak-balik, saya pelajari dengan sungguh-sungguh undang-undang ini karena dampaknya luar biasa kepada peternak itu. Saya pelajari bolak-balik. Justru undang-undang ini sangat mengharapkan terjadinya … bukan integrasi vertikal yang diharapkan terjadi. Tapi integrasi horizontal itu yang tujuannya justru seperti filosofi yang tadi di ujung akhir dari KPPU sampaikan itu. Tapi yang terjadi di lapangan justru sebaliknya. Nah, ini apakah karena penyebab praktik yang … apa namanya … sumber penyakitnya ada di tempat lain, ataukah bagaimana? Itu yang saya mohon penjelasan, Yang Mulia. Terima kasih. 21.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ada lagi? Silakan. Prof. Aswanto? Tidak? Silakan, Pak Suhartoyo. Silakan, Yang Mulia.
13
22.
HAKIM ANGGOTA: SUHARTOYO Terima kasih Pak Ketua Yang Mulia. Saya ingin barangkali action yang konkret saja dari KPPU untuk case yang … khusus yang masalah perunggasan ini, apa saja, ya? Mungkin dalam yang referensif … yang represif apa? Yang prefentif, apa? Ataukah mungkin sudah ada yang tahap penyelidikan, penyidikan, bahkan sampai di persidangan? Atau barangkali sudah ada putusan? Apakah kemudian … ada yang kemudian mengajukan keberatan ke Mahkamah Agung? Apakah langsung final dan mengikat? Meskipun final mengikat ini masih debatable, ya. Saya pengin data itu supaya ini persidangan terbuka untuk umum sehingga para pencari keadilan ini juga bisa tahu kalau itu memang sudah ada penanganan yang … yang khusus dari KPPU dan itu memang lembaga yang … yang expert dan memang berkewajiban menangani soal itu. Dan mungkin juga ke depan nanti kan, Mahkamah akan bisa mengetahui putusannya seperti apa supaya kami juga punya pedoman meskipun belum tentu kami akan mengikat dengan putusan itu. Itu saja, Pak Ketua. Terima kasih.
23.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik. Terima kasih, Yang Mulia. Kalau sudah tidak ada lagi, saya akan menambahkan sedikit untuk … apa … mendapat penjelasan dari KPPU. Begini, saya berangkat dari kasus ini. Sebetulnya, undang-undang itu harus menguntungkan rakyat, undang-undang itu harus menguntungkan seluruh warga negara Indonesia, rakyat Indonesia, tanpa kecuali. Kalau melihat judicial review ini, mengenai pasal-pasal yang diujikan itu seolah-olah kan, ada kerugian yang dialami oleh para peternak mandiri, rakyat karena berkembangnya peternakan besar yang mempunyai kapital yang banyak, modal yang besar, sehingga dia bisa bermain untuk mematikan industri rakyat. Tapi, kita tidak ... saya tidak berangkat dari situ. Apakah itu peternakan rakyat? Ataukah industri besar? Yang penting adalah yang menguntungkan rakyat Indonesia secara keseluruhan, tidak menguntungkan hanya peternakan rakyat atau yang mandiri, tidak menguntungkan peternakan yang (suara tidak terdengar jelas). Orientasi undang-undang itu harus begitu, ya. Meskipun juga harus memberikan tadi … dalam bisnis memberikan kesempatan yang sama kepada masingmasing pihak dalam rangka untuk berusaha di Indonesia. Kan, begitu? Nah, saya melihat … saya akan menanyakan. Dari konstruksi yang tadi dijelaskan oleh Pak Ketua KPPU, yang menyangkut … tadi disebut ada predatory price. Saya juga bisa menyebut sebagai … apa namanya 14
… distruction price, gitu kan? Ini merusak harga dulu karena dia mempunyai modal yang besar sehingga saingannya itu pada mati dulu, gitu. Begitu mati, dia akan menguasai pasar, kemudian dia seenaknya sendiri memainkan harga karena memang itu yang dibutuhkan. Kan, gitu? Tapi, predatory price dan sebagainya itu, untuk sementara itu menguntungkan rakyat karena tadinya mungkin harga yang tadi dikatakan yang menyangkut prinsip efisiensi. Kan, gitu? Tapi, efisiensi ini tidak berkeadilan. Kan gitu tadi, toh? Nah, sekarang begini, dengan perusahaan besar yang menguasai pasar, kemudian dia bisa memberikan harga yang murah, itu kan, rakyat diuntungkan sebetulnya. Tapi, Para Pemohon ini kemudian jadi … apa … usahanya mati semua. Tapi, pada satu titik dia menguasai pasar, dia akan memainkan harga, menaikkan harga, yang akhirnya keuntungan sesaat diperoleh rakyat, oleh masyarakat. Tapi keuntungan jangka panjang, itu tidak diperoleh. Nah, apakah … saya … pertanyaan saya yang akan saya mintakan anu … apakah modal konstruksi yang demikian ini, itu dihasilkan oleh karena undang-undang ini yang bisa memungkinkan terjadi integrasi vertikal? Itu, ya karena sama dengan … misalnya begini, dia bisa memainkan itu, itu karena memang regulasinya yang tidak anu … nah, tadi saya menyambung dari apa yang disampaikan oleh Pak Palguna. Apakah betul karena … dikarenakan undang-undang ini? Atau memang undang-undang yang lain sebetulnya? Kita harus juga melihat ada kaitannya dengan Undang-Undang Penanaman Modal, kita melihat Undang-Undang tentang Persaingan Usaha. Itu yang harus kita anukan … tapi, yang prinsip bahwa undangundang itu kita lihat harus betul menguntungkan rakyat secara keseluruhan. Jadi, kita tidak mau misalnya mengabulkan permohonan Pemohon hanya untuk kepentingan Pemohon. Kita itu mengabulkan Pemohon, hanya untuk kepentingan rakyat secara keseluruhan karena itulah yang menjadi tugas kita, menjaga, jangan sampai undang-undang yang dihasilkan oleh pemerintah dan DPR itu bertentangan dengan konstitusi yang kemudian sangat merugikan rakyat, dalam pengertian yang keseluruhan. Ini saya mohon tanggapan sehingga itu menyangkut penentuan yang disebut. Memang kelihatannya masyarakat diuntungkan dengan adanya predatory price atau distraction price tadi. Tapi pada jangka yang panjang itu kan, mereka sangat dirugikan. Nah, ini bisa ditunjukkan enggak? Saya mohon dijelaskan supaya bisa memperoleh pemahaman yang agak komperhensif, supaya kita bisa memutus dengan sebaikbaiknya. Silakan, Pak. 24.
KPPU: MUHAMMAD SYARKAWI RAUF Terima kasih, Majelis Hakim Yang Mulia. Pertama, dari pertanyaan pertama terkait dengan … apa… ada bunyi pasal di dalam Undang15
Undang Nomor 18 Tahun 2009 yang memperolehkan adanya intergrasi vertikal dan dampak buruknya kita rasakan sekarang ini. Pertama, kalau kita lihat di Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 seperti yang dibacakan oleh Majelis Hakim Yang Mulia tadi, peternakan dan kesehatan hewan dapat diselenggarakan di seluruh wilayah negara Republik Indonesia yang dilaksanakan secara tersendiri dan/atau melalui integrasi dengan budidaya tanaman pangan, ini masih integrasi yang sifatnya horizontal. Kemudian, holtikurtura ini masih bersifat melebar ke horizontal. Kemudian, perikanan masih bersifat melebar, tetapi khusus untuk holtikultura, Majelis Hakim Yang Mulia. Ini saya enggak tahu teknisnya seperti apa, tapi kalau di situ ada jagung, di situ ada bahan pokok untuk pakan ternak, maka modal integrasinya itu bukan lagi sekadar integrasi horizontal, tetapi ini menjadi integrasi yang bersifat vertikal, Majelis Hakim Yang Mulia. Kemudian, Majelis Hakim Yang Mulia, perlu kita juga melihat misalnya dalam konteks tanaman pangan. Tanaman pangan yang berpotensi menjadi pakan ternak itu apa saja di perunggasan. Nah, mungkin Majelis Hakim perlu menghadirkan ahli pakan yang kira-kira jenis komoditi yang disebutkan di dalam undang-undang ini, misalnya tanaman pangan apa saja yang berpotensi mejadi pakan ternak diunggas, kalau itu ada berarti integrasinya vertikal. Kemudian, holtikultura kalau itu ada yang berpotensi menjadi pakan ternak berarti itu ada integrasi vertikal. Kemudian, diperikanan, saya enggak tahu mungkin ahli peternakan yang bisa menjawab. Apakah ada produk perikanan kita yang bisa diolah menjadi pakan ternak yang dipakai untuk membesarkan ayam? Nah, kalau itu ada, ini vertical integration. Kemudian, di kehutanan juga seperti itu, kalau ada produk kehutanan yang bisa digunakan untuk membesarkan ayam, berarti ini related dengan support dengan industri perunggasan. Ini bisa menjadi vertikal, bisa menjadi horizontal. Kemudian, konstruksi di Pasal 2 ayat (1) itu ada istilah bidang lainnya yang terkait. Nah, ini kalau kita lihat rencana kebijakan industri di Kementerian Perindustrian, mereka itu mau membangun pohon industri, dimana ada core industry di-support oleh supporting industry, di-support lagi oleh related industry. Jadi, ada industri pendukung, kemudian ada industri terkait. Nah, khusus di industri perunggasan, bidang lain yang terkait ini kalau kita terjemahkan sesuai dengan rencana pembangunan industri nasional, maka dia bisa masuk di related industry, dia juga bisa masuk menjadi supporting industry sehingga dia bisa membangun integrasi yang bersifat vertikal sekaligus membagun integrasi bersifat horizontal dan ini saya kira di dalam Undang-Undang Perindustrian disebutkan 16
bahwa kita ingin membangun pohon industri dari hulu ke hilir dimana ada core industry di-support oleh supporting industri ada lagi related industry, itu yang kami pahami Majelis Hakim Yang Mulia, sehingga kami membuat kesimpulan di akhir tadi bahwa undang-undang ini memberikan peluang bagi terjadinya integrasi vertikal, apalagi di dalam pendefinisian mengenai bidang lainnya yang terkait. Nah, ini misalnya kami tadi menyampaikan di powerpoint bahwa di hulu ada GGPS ada GPS, ada PS ada DOC. Kemudian, di situ ada pakan ternak itu jelas bidang lain yang terkait, di situ ada vaksin, di situ ada obat-obatan, di situ ada disinfektan, jelas itu adalah kegiatan yang terkait. Dan ini disebutkan di dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009. Saya kira itu penjelasan kami terkait dengan apakah ada integrasi vertikal di dalam Pasal 18 … apa … Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009. Kemudian, terkait dengan pertanyaan yang kedua dari Majelis Hakim. Apakah ada kasus-kasus yang kadang ditangani oleh KPPU terkait dengan industri perunggasan? Majelis Hakim Yang Mulia, kami ingin sampaikan bahwa 12 perusahaan kami duga melakukan kartel dalam konteks afkir dini, perenstok dari ayam. Kenapa kami pada akhirnya melakukan investigasi terhadap ini? Karena ada keputusan dari … atau yang diimbau oleh Kementerian Pertanian untuk mendorong afkir dini terhadap parent stock dengan alasan bahwa kita ada over supply di parent stock. Oleh kami di KPPU, pada bulan 12 tahun 2015, bulan Januari 2016, bulan Februari 2016, kami datang ke daerah-daerah, yang kami temukan adalah adanya harga ayam yang naik. Kalau harga ayam naik, dalam logika ekonomi sederhana kalau ada kejadian di mana over supply kelebihan pasokan, maka signal yang paling gampang kita tangkap di pasar itu adalah harga yang rendah. Tetapi faktanya yang kami temukan adalah over supply justru menyebabkan harga DOC menjadi tinggi yang biaya pokoknya itu hanya sekitar Rp3.750,00 per DOC kemudian dijual pada harga sekitar Rp6.000,00. per DOC. Kemudian yang kedua, harga di peternakan waktu itu naik dari yang biasanya hanya Rp18.000,00, Rp18.500,00 menjadi Rp20.500,00. Kemudian yang ketiga, harga di end user Pasar Suci di Bandung waktu itu sekitar Rp35.000,00 sampai Rp40.000,00 per kilonya. Nah, ini jelas bertentangan dengan logika over supply di parent stock. Saya kira itu, Majelis Hakim Yang Mulia. Terkait dengan apakah ada putusan KPPU terhadap ini, terus terang untuk dugaan praktik kartel dalam konteks perunggasan ini, ini baru dalam proses pemeriksaan pendahuluan dimana para terlapor atau para tersangka dalam konteks hukum pidana … kami di KPPU menyebutnya terlapor, para terlapor baru dalam tahap mendengarkan laporan dugaan pelanggaran. Nanti kita akan masuk ke pemeriksaan 17
lanjutan dimana para terlapor akan mengajukan saksi, ahli, alat bukti dokumen maupun keterangan dari si terlapor sendiri untuk membantah LDP yang disampaikan oleh investigator-investigator di KPPU. Kami tidak keberatan untuk membagi informasi hasil penyelidikan yang kami lakukan kalau ini atas perintah dari Hakim Mahkamah Konstitusi yang sebenarnya itu rahasia dalam konteks undang-undang persaingan. Kemudian terkait dengan pertanyaan yang ketiga, mengenai predatory pricing. Ini mungkin, Majelis Hakim Yang Mulia, saya langsung di ujungnya dulu. Predatory pricing di dalam konteks undang-undang persaingan itu adalah kalau ada perusahaan yang menjual di pasar dimana harga itu dia tetapkan jauh di bawah biaya rata-rata dalam berproduksi, maka patut diduga dia sedang mempraktikkan predatory pricing yang oleh Majelis Hakim menyebutnya sebagai destruktif price. Nah, ini yang sedang kami lakukan penelitian. Kami, Majelis Hakim, belum melakukan ke tahap penyelidikan. Tapi baru dalam tahap penelitian terhadap adanya dugaan predatory pricing di industry perunggasan ini. Terkait dengan argumentasi Majelis Hakim yang menyebutkan bahwa predatory pricing yang mengeset harga jauh di bawah average cost, jauh di bawah marginal cost, itu menguntungkan rakyat. Kami setuju bahwa itu menguntungkan dalam jangka pendek (in the short time). Tetapi, dalam konteks jangka panjang karena sifat dasar dari predatory pricing itu adalah menurunkan harga di bawah average cost dalam … sampai jangka waktu tertentu dan setelahnya dia akan mulai menaikkan harga ketika para pesaing sudah keluar dari pasar. Pada saat itulah dia memperoleh keuntungan yang tinggi dimana rakyat atau di konsumen tidak lagi menikmati surplus seperti yang dinikmati pada saat harga itu sangat ... sangat rendah. Nah, ini terus terang, Majelis Hakim, belum kami lakukan penyelidikan, tetapi baru tahap penelitian terhadap dugaan adanya praktik predatory pricing. Kemudian, apakah ada di dalam Undang-Undang Nomor 18 tahun 2009 yang merugikan peternak, baik itu peternak yang terintegrasi, peternak mandiri, maupun peternak mitra? Terhadap pertanyaan itu, kami ingin menyatakan bahwa pada tahun 1967 dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1967 itu undangundang mengenai … yang mengatur tentang peternakan, para investor asing diperbolehkan masuk ke Indonesia dengan satu catatan bahwa mereka bisa berinvestasi di pakan ternak tanpa ikut terlibat langsung di dalam proses budi daya untuk memenuhi permintaan di pasar-pasar tradisional. Saya kira mudah-mudahan datanya benar. Tahun 1974, perusahaan-perusahaan itu baru mulai masuk ke dalam konteks budi daya, tapi budi daya untuk jualan kepentingan industri hilir dari perusahaan yang bersangkutan atau industri turunan dari unggas itu ataupun untuk dijual ke pasar ekspor. 18
Nah, oleh Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 semuanya diperbolehkan akhirnya masuk ke pasar tradisional dengan satu keinginan mau melipatgandakan konsumsi daging ayam per kapita dari 7,35kg per kapita menjadi 14,79kg atau 77kg per kapita itu karena tidak mungkin bisa melipatgandakan produksi unggas nasional dengan hanya berbasis peternakan rakyat. Itu logika yang dibangun di dalam UndangUndang Nomor 18 Tahun 2009, padahal menurut kami di berbagai kegiatan, di berbagai sektor ekonomi pelipatgandaan produksi tidak mesti dilakukan secara integrasi vertikal. Seperti yang disampaikan Majelis Hakim penanya pertama tadi bahwa ini bisa saja dilakukan dengan membangun integrasi yang bersifat horizontal dan faktanya di berbagai negara khususnya Rabobank yang juga sudah berinvestasi di Indonesia toh sukses menjalankan bisnis dengan model kepemilikan yang di-share kepada farmers-farmers atau petani-petani yang sekaligus menjadi pemilik dari bank yang bersangkutan. Nah, kalau model bisnis seperti perunggasan dikelola dengan struktur kepemilikan yang sharing seperti itu, maka pertanyaan Majelis Hakim Yang Mulia bahwa apakah sikap dari … dari KPPU bisa menguntungkan semua pihak? Saya kira dengan model integrasi yang bersifat horizontal itu dengan share kepemilikan seperti yang dilakukan oleh Rabobank di Belanda maupun mereka sudah berinvestasi di Indonesia itu tidak hanya menguntungkan petani, tidak hanya menguntungkan pemilik modal, tetapi juga menguntungkan seluruh rakyat dengan bunga yang sangat rendah dibandingkan dengan bunga yang dimiliki oleh bank-bank konvensional yang ada di Indonesia sehingga, Majelis Hakim Yang Mulia, mengubah model bisnis di perunggasan dengan integrasi vertikal yang memungkinkan terjadinya integrasi yang bersifat horizontal dengan sharing ownership itu akan menguntungkan bukan hanya rakyat, tetapi juga si pemilik modal yang bersangkutan. Kenapa? Karena bisnis akan jauh lebih sustainable. Kemarin minggu lalu, Majelis Hakim Yang Mulia, kami baru pulang dari Jepang ketemu dengan Japan Fair Trade Commission Chairman-nya itu menyebutkan … menyatakan kepada kami di KPPU bahwa kami di Jepang sekarang sedang muncul dengan slogan baru, no competition no growth. Bahwa tidak mungkin suatu negara mencapai taraf ekonomi yang maju dengan pertumbuhan yang tinggi, pertumbuhan bisnis yang sustainable kalau tidak mendorong ke arah persaingan yang sehat. Nah, model persaingan yang sehat di Jepang yang diterangkan kepada kami adalah misalnya produsen mobil Jepang yang terbesar, saya kira saya tidak perlu sebut brand-nya, tapi itu ada di Indonesia itu dikelola dengan model kemitraan dimana perusahaan A membina perusahaan B, perusahaan B membina perusahaan C, perusahaan C membina perusahaan D sampai ke turunan ketujuh dan proses 19
pembinaan seperti ini diawasi oleh otoritas persaingan yang ada di Jepang. Nah, itu yang sedang kami usahakan di KPPU dalam konteks kewenangan yang sedang kami yang sudah diberikan kepada kami dalam hal pengawasan kemitraan. Saya kira itu yang bisa kami sampaikan, Majelis Hakim Yang Mulia. Lebih dan kurangnya saya mohon maaf. 25.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Terima kasih, Pak Ketua atas penjelasannya secara panjang lebar. Sebelum saya mengakhiri persidangan pada hari ini, saya akan menanyakan pada Pemohon dan Pemerintah. Setelah kita mendengarkan bersama penjelasan dari KPPU, Majelis masih membuka kemungkinan terbatas apakah Pemohon akan mengajukan tambahan ahli, begitu juga Pemerintah menanggapi apa yang sudah disampaikan oleh KPPU ini. Kalau tidak, berarti rangkaian persidangannya sudah selesai, tapi kalau masih maka mungkin satu atau dua dari Pemohon atau satu, dua dari Pemerintah menanggapi apa yang disampaikan oleh KPPU, tapi bukan menanggapi keterangan KPPU, tapi mendatangkan ahli yang bisa memberikan penjelasan lebih lanjut atau wawasan lebih lanjut supaya persidangan ini lebih komprehensif. Dari Pemohon atau sudah cukup?
26.
KUASA HUKUM PEMOHON: SYURATMAN USMAN Yang Mulia, dari kami sudah cukup. Terima kasih.
27.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik. Dari pemerintah?
28.
pemerintah
mungkin?
Ada
enggak
kalau
dari
PEMERINTAH: ZULKIFLI Ada sedikit, Yang Mulia. Izin.
29.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya.
20
30.
PEMERINTAH: ZULKIFLI Kami dari Pemerintah, pertama ingin menyampaikan informasi terkait pada tanggal 21 Maret 2016 Pemerintah c.q. Kementerian Pertanian mempunyai komitmen yang kuat, kami sudah sampaikan di keterangan tambahan sudah terjadi nota kesepahaman yang dihadiri juga dari unsur polda, KPPU juga ikut hadir menyaksikan penandatanganan yang hadir di situ (suara tidak terdengar jelas). Kami sudah lampirkan, termasuk para Pemohon. Di situ ada target-target jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang yang akan dilakukan dalam rangka menyelesaikan perunggasan di Indonesia.
31.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Oh, begitu. Jadi ada keterangan tambahan yang diterima oleh Mahkamah pada tanggal 31 Maret ini, ya?
32.
PEMERINTAH: ZULKIFLI Betul, Yang Mulia.
33.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik. Ini saja tambahannya?
34.
PEMERINTAH: ZULKIFLI Betul, Yang Mulia.
35.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya, baik. Terus ahli sudah enggak perlu, ya? Sudah cukup, ya?
36.
PEMERINTAH: ZULKIFLI Untuk ahli, kami rasa sudah cukup.
37.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik.
21
38.
PEMERINTAH: ZULKIFLI Insya Allah yang ini sedikit tambahan saja bahwa nanti nota kesepahaman ujung muaranya akan diatur dalam produk output akhirnya Peraturan Menteri Pertanian, Bapak Yang Mulia.
39.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik.
40.
PEMERINTAH: ZULKIFLI Terima kasih.
41.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik. Kalau begitu, seluruh rangkaian persidangan dalam Perkara 117/PUU-XIII/2016 ini sudah selesai, tindak lanjutnya yang terakhir adalah Pemohon, Pemerintah, dan DPR bisa memberikan kesimpulan dari seluruh rangkaian persidangan ini. Kesimpulan diserahkan paling lambat pada hari Jumat, 8 April 2016, pada pukul 14.00 WIB. Jadi, Pemohon, DPR, dan Pemerintah, kesimpulan dapat diserahkan ke Mahkamah langsung, tidak ada persidangan, Jumat, 8 April 2016, pada pukul 14.00 WIB. Sekali lagi terima kasih kepada jajaran KPPU yang telah memberikan keterangan yang panjang lebar, yang tentu sangat bermanfaat bagi persidangan kali ini. Dari Pemohon, cukup?
42.
KUASA HUKUM PEMOHON: SYURATMAN USMAN Cukup, Yang Mulia. Terima kasih.
22
43.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Cukup. Baik, Pemerintah cukup? Baik, sidang selesai dan ditutup. KETUK PALU 3X SIDANG DITUTUP PUKUL 12.32 WIB Jakarta, 31 Maret 2016 Kepala Sub Bagian Risalah, t.t.d Rudy Heryanto NIP. 19730601 200604 1 004
Risalah persidangan ini adalah bentuk tertulis dari rekaman suara pada persidangan di Mahkamah Konstitusi, sehingga memungkinkan adanya kesalahan penulisan dari rekaman suara aslinya.
23