Lex et Societatis, Vol. III/No. 1/Jan-Mar/2015 PENGAWASAN DAN PENINDAKAN KEIMIGRASIAN BAGI ORANG ASING YANG MELEBIHI BATAS WAKTU IZIN TINGGAL DI INDONESIA1 Oleh : Alan Hasan2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaturan izin tinggal orang asing di Indonesia dan bagaimanakah penindakan keimigrasian terhadap orang asing yang melebihi batas waktu izin tinggal yang diberikan (overstay). Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normative, maka dapat disimpulkan: 1. Izin tinggal yang diberikan oleh suatu Negara kepada orang asing adalah suatu wujud kedaulatan Negara sebagai suatu Negara hukum yang memiliki kewenangan sepenuhnya untuk menentukan dan mengatur batasan-batasan bagi orang asing untuk tingla di suatu Negara. Izin tersebut bukanlah hal dari seseorang asing, tetapi merupakan privilege yang diberikan oleh Negara kepada orang asing. Selain itu batasan-batasan mengenai izin tinggal adalah untuk melindungi kepentingan bangsa dari aspek-aspek sosial, budaya, ekonomi, ketenagakerjaan, keamanan dan ketertiban. 2. Penindakan berdasarkan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian terhadap perbuatan melampaui batas waktu izin tinggal (overstay) dilaksanakan dalam dualisme sistem penegakan hukum yaitu didasarkan pada hukum pidana dan hukum administratif. Tindakan keimigrasian secara administratif lebih efektif dan efesien, dalam hal penegakan hukum terhadap perbuatan overstay apabila dilandasi atas asas subsidaritas hukum pidana yakni mengedepankan prinsip ultimum remedium
dalam hukum pidana maka penyelesaian secara adminsitratif adalah kebijakan yang lebih tepat dan mengenai sasaran. Kata kunci: Orang asing, izin tinggal. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penulisan Hukum Internasional memberikan hak dan wewenang kepada semua negara untuk menjalankan yurisdiksi atas orang dan benda serta perbuatan yang terjadi di dalam wilayah negara tersebut. Hal ini juga berarti bahwa setiap negara berhak untuk merumuskan hal ikhwal lalu lintas antar negara baik orang, benda maupun perbuatan yang terjadi di wilayahnya. Pengaturan terhadap lalu lintas antar negara yang menyangkut orang di suatu wilayah negara, adalah berkaitan dengan aspek keimigrasian yang berlaku di setiap negara memiliki sifat universal maupun kekhususan masing-masing negara sesuai dengan nilai dan kebutuhan kenegaraannya.3 Keamanan dalam negeri suatu negara adalah suatu keadaan yang ditandai dengan terjaminnya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum serta terselenggaranya perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Keamanan dan ketertiban masyarakat adalah suatu kondisi dinamis masyarakat sebagai prasyarat terselenggaranya proses pembangunan nasional dalam rangka tercapainya tujuan nasional yang ditandai oleh terjaminnya keamanan, ketertiban, dan tegaknya hukum serta terbinanya ketentraman yang mendukung kemampuan membina serta mencegah dan menanggulangi segala bentuk pelanggaran hukum dan bentuk-bentuk gangguan lainnya yang dapat meresahkan
1
Artikel Skripsi. Dosen Pembimbing : Frans Maramis, SH, MH; Petrus Sarkol, SH, MH; Daniel F. Aling, SH, MH 2 Mahasiswa pada Fakultas Hukum Unsrat. NIM. 090711150
3
Wahyudin Ukun, Deportasi Sebagai Instrumen Penegakan Hukum dan Kedaulatan Negara di Bidang Keimigrasian, (Jakarta: PT. Adi Kencana Aji, September 2004), hal. 31.
5
Lex et Societatis, Vol. III/No. 1/Jan-Mar/2015 masyarakat.4 Untuk mengatur berbagai macam warga negara asing yang keluar dan masuk ke wilayah Indonesia, kebijakan pemerintah di bidang keimigrasian menganut prinsip selective policy yaitu suatu kebijakan berdasarkan prinsip selektif. Berdasarkan prinsip ini, hanya orang-orang asing yang dapat memberikan manfaat bagi kesejahteraan rakyat, bangsa dan Negara Republik Indonesia, yang tidak membahayakan keamanan dan ketertiban serta tidak bermusuhan baik terhadap rakyat maupun Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945), yang diizinkan masuk atau keluar wilayah Indonesia, dan untuk itu perlu ada pengaturan dan batasan berupa perizinan yang diberikan kepada orang asing apabila hendak tinggal di Indonesia.5 Berdasarkan ketentuan keimigrasian yang bersifat universal, setiap negara berwenang untuk mengizinkan atau melarang seseorang untuk masuk maupun keluar suatu negara. Berdasarkan pengakuan universal tersebut, keberadaan peraturan keimigrasian merupakan atribut yang sangat penting dalam menegakkan kedaulatan hukum suatu negara di dalam wilayah teritorial negara yang bersangkutan, dan setiap orang asing memasuki wilayah suatu negara akan tunduk pada hukum negara tersebut sebagaimana halnya warga itu sendiri.6 Indonesia sebagai negara yang berdaulat mempunyai tujuan untuk mensejahterakan rakyatnya, hal ini harus diwujudkan. Adanya perlindungan segenap kepentingan 4
Awaloedin Djamin, Administrasi Kepolisian RI Menghadapi Tahun 2000, (Lembang: Sanyata Sumasana Wira), hal. 23. 5 Muhammad Indra, “Perspektif Penegakan Hukum dalam Sistem Hukum Keimigrasian Indonesia”, Disertasi, Program Doktor Pasca Sarjana Universitas Padjadjaran, Bandung, 23 Mei 2008), hal.2. 6 Yudha Bhakti, Hukum Internasional: Bunga Rampai, (Bandung: Alumni, 2003), hal. 19-17.
6
bangsa, keikutsertaan dalam melaksanakan ketertiban dunia dalam hubungannya dengan dunia internasional, semua aspek keimigrasian harus didasarkan pada apa yang telah digariskan dalam UndangUndang Dasar Tahun 1945 sebagai hukum dasar untuk pengaturan implementasi tugas-tugas keimigrasian secara operasional. Jika dikaji dasar pertimbangan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992 tentang keimigrasian, maka pengaturan dan pelayanan di bidang keimigrasian merupakan hak dan kedaulatan negara Republik Indonesia sebagai negara hukum.7 Selanjutnya negara Indonesia untuk menjaga keamanan dalam negerinya terhadap orang yang masuk atau datang ke Indonesia dan keluar dari Indonesia wajib memiliki dokumen perjalanan yang sah dan masih berlaku. Proses penegakan hukum keimigrasian, pandangan tersebut sangat penting karena penentuan suatu kasus pelanggaran diselesaikan dengan proses hukum pidana atau administratif diletakkan pada kewenangan (diskresi) pejabat imigrasi. Untuk itu perlu ada batasan dan kategorisasi yang tegas dalam proses penegakan hukum yang dapat ditempuh yaitu antara tindakan hukum pidana dengan tindakan hukum administratif, sehingga tidak lagi digantungkan pada penilaian pejabat imigrasi tetapi didasarkan sistem atau peraturan perundangundangan dengan memperhatikan proses penyelesaian perkara keimigrasian secara cepat, efektif dan efisien.8 Berdasarkan latar belakang tersebut maka tesis ini akan menganalisa masalah Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian terhadap Izin Tinggal Orang Asing di Indonesia.
7
Dasar Pertimbangan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian. 8 Muhammad Indra, Op.Cit., hlm. 16.
Lex et Societatis, Vol. III/No. 1/Jan-Mar/2015 B. Perumusan Masalah 1. Bagaimanakah pengaturan izin tinggal orang asing di Indonesia? 2. Bagaimanakah penindakan keimigrasian terhadap orang asing yang melebihi batas waktu izin tinggal yang diberikan (overstay)? C. Metode Penelitian Penelitian yang dilakukan untuk penulisan skripsi ini menggunakan penelitian normatif (kepustakaan). Penelitian normatif adalah penelitian hukum kepustakaan. . Studi kepustakaan dilakukan dengan maksud memperoleh data sekunder yaitu melalui serangkaian kegiatan membaca, mengutip, menelaah perundang undangan yang berkaitan dengan permasalahan. PEMBAHASAN A. Sistem Pengawasan Keimigrasian Pembenahan sistem agar lebih optimal dan tepat agar mengurai keluhan-keluhan yang bersifat negatif, perlu dilakukan dengan membentuk grand design sistem informasi manajemen, informasi keimigrasian. Kebijakan yang telah diambil, sebagaimana dirumuskan dalam panca program keimigrasian pada rapat kerja 2002 yang memunculkan berbagai implikasi bagi pelaksanaan fungsi, tugas dan wewenang keimigrasian yang menyangkut bidang-bidang peraturan perundangundangan, kelembagaan, ketatalaksanaan, sumber daya manusia serta bidang sarana dan prasarana. Adapun sistem pengawasan keimigrasian yang ada meliputi dua cara: 1. Pengawasan administrasi, diatur dalam Pasal 40 huruf a, b, d dan e UndangUndang Nomor 9 Tahun 1992, yakni: melakukan pemeriksaan dan penelitian terhadap surat perjalanan, surat atau dokumen lain, daftar cekal, pemotretan, pengambilan sidik jari dan pengelolaan data keimigrasian daripada warga
Negara Indonesia maupun orang asing, pemeriksaan dilakukan sewaktu memberikan atau menolak memberikan perizinan keimigrasian di tempat pemeriksaan imgrasi, kantor imigrasi, bidang imigrasi pada kantor wilayah Departemen Hukum dan HAM maupun perwakilan Republik Indonesia di luar negeri dan Direktorat Jenderal imigrasi. 2. Pengawasan operasional, diatur dalam Pasal 40 huruf c dan e Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992. Yakni melakukan kegiatan rutin dan operasi di lapangan dengan melakukan serangkaian pemantauan atau penyelidikan secara wawancara, pengamatan dan penggambaran, pengintaian, penyadapan, pemotretan, penyurupan, penjejakan, penyusupan, penggunaan informasi dan kegiatan lain. Kesemua kegiatan tersebut adalah untuk memperoleh bahan keterangan atau informasi yang dibutuhkan pada pengambilan keputusan dalam rangka merumuskan dan menetapkan kebijakan keimigrasian, khususnya dalam hal mengawasi setiap orang baik warga negara Indonesia maupun orang asing yang masuk dan keluar wilayah Indonesia, mengawasi keberadaan dan kegiatan orang asing yang melanggar atau tidak melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku, berbahaya bagi keamanan dan ketertiban umum, permusuhan terhadap rakyat dan Negara Kesatuan Republik Indonesia, untuk kelancaran dan keberhasilan penyelidikan, dilakukan tindakan pengamanan dan penggalangan. Konsepsi kebijakan keimigrasian di Indonesia adalah merujuk pada tujuan nasional daripada mendirikan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), sebagaimana dimaksud alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Hal ini, menjadi dasar dan acuan bagi 7
Lex et Societatis, Vol. III/No. 1/Jan-Mar/2015 penyelenggara negara khususnya dalam hal merumuskan kebijakan di bidang Keimigrasian. Kemudian politik Indonesia dalam bidang keimigrasian sekarang bukan politik pintu terbuka tetapi politik saringan yang berarti bahwa pemerintah hanya mengizinkan masuk orang asing yang akan mendatangkan keuntungan untuk 9 Indonesia. B. Penegakan Hukum Terhadap Pelanggaran Batas Izin Tinggal Orang Asing Di Indonesia Untuk mewujudkan peradilan yang bersih memang harus dimulai dari kalangan hakim, sebagai sub sistem dari Sistem Peradilan Pidana Terpadu (Integrated Criminal Justice System), dan selanjutnya penegak hukum lainnya harus memiliki sikap mental, moral yang baik, kemampuan substansial secara profesional serta komitmen yang tinggi terhadap penegakan hukum sesuai dengan tuntutan masyarakat an tuntutan Era Reformasi, dan selain itu perlu dilakukan pengawasan secara terus menerus terhadap aparat penegak hukum baik secara institusional maupun oleh masyarakat. Pengaturan untuk menghindari terjadinya perbuatan melampaui batas waktu izin tinggal oleh orang asing yang berada di Indonesia kebijakan hukumnya harus diarahkan sebagai berikut: 1. Perbuatan melampaui batas waktu izin tinggal berada dalam domain pelanggaran hukum administratif, sehingga proses penegakan hukumnya berada di luar sistem peradilan pidana, dengan bentuk keputusan pejabat imigrasi. 2. Kriteria dan pertimbangan pengenaan jenis-jenis tindakan keimigrasian diatur secara ketat demi menjaga terwujudnya 9
Wahyudin Ukun, Deportasi Sebagai Instrumen Penegakan Hukum dan Kedaulatan Negara di Bidang Keimigrasian, Op.Cit. hlm.8.
8
prinsip keadilan, kepastian hukum dan persamaan di muka hukum. Namun demikian sebagai bentuk keputusan administratif, tetap ada diskresi pejabat imigrasi untuk menilai secara langsung duduk perkara dan alasan-alasan lain yang melatarbelakangi terjadinya pelanggaran melampaui batas waktu izin tinggal kasus per kasus. 3. Mekanisme keberatan atas keputusan administratif disusun sesuai dengan prinsip-prinsip yang berlaku dalam hukum administrasi negara (tata usaha negara). 4. Perluasan jenis tindakan keimigrasian dengan mencantumkan pengenaan denda (biaya beban) pada perumusan saksi atas perbuatan pelanggaran melampaui batas waktu izin tinggal. Denda yang selama ini merupakan bentuk pidana ditarik menjadi salah satu bentuk tindakan keimigrasian. Denda tersebut setelah setuju dibayarkan menjadi Pemerintahan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang harus disetorkan ke Rekening kas Negara. 5. Upaya preventif terhadap pelanggaran melampaui batas waktu dilakukan oleh sistem informasi keimigrasian yang dilakukan pada saat pengajuan permohonan visa dan izin tinggal, serta sistem peringatan ketika orang asing tersebut berada di Indonesia.10 Tindakan Keimigrasian atau Tindakan Administratif di luar Sistem Peradilan Pidana, dan aspek penegakan hukum secara pro yustitia (proses peradilan) yang termasuk di dalam Sistem Peradilan Pidana (Criminal Justice System). Keseluruhan peraturan perundang-undangan keimigrasian pada dasarnya termasuk dalam keluarga Hukum Administrasi, oleh karenanya Penalisasi dalam UndangUndang Keimigrasian dapat dibenarkan (Administrative Penal Law), secara umum 10
Muhammad Indra, Op.Cit, hlm. 124.
Lex et Societatis, Vol. III/No. 1/Jan-Mar/2015 biasanya sanksi penal dalam Hukum Administratif adalah ringan, namun dalam kenyataannya sanksi pidana dalam UndangUndang Keimigrasian karena memuat ancaman sanksi pidana penjara dan sebagian besar digolongkan sebagai tindak pidana kejahatan yang dianggap berat. Beberapa pertimbangan yang menyebabkan sanksi pidana dalam Undang- Undang Keimigrasian yang termasuk dalam Hukum Administratif di mana ancaman pidananya tergolong berat, tidak ringan sebagaimana lainnya, yaitu: 1. Keimigrasian berkaitan erat dengan penegakan kedaulatan negara, ketentuan-ketentuan keimigrasian merupakan bagian dari instrumen penegakan Kedaulatan Negara. 2. Keimigrasian berkaitan erat dengan Sistem Keamanan Negara, aspek keimigrasian terkait langsung dengan kegiatan intelijen, dukungan terhadap penegakan hukum secara umum misalnya pemeriksaan terhadap pelaku kejahatan dan sebagainya. 3. Keimigrasian berkaitan dengan aspek pencapaian kesejahteraan masyarakat, melalui pelayanan keimigrasian terhadap para wisatawan, investor asing dan lain-lain kegiatan yang mempunyai dampak langsung ataupun tidak langsung dalam rangka Pembangunan Nasional. 4. Keimigrasian berkaitan dengan hubungan internasional baik dalam bentuk pelayanan maupun penegakan hukum ataupun dalam bentuk kerjasama secara bilateral maupun internasional. 5. Keimigrasian berkaitan langsung dengan upaya-upaya memerangi kejahatan yang bersifat terorganisir dengan scope international, sesuai dengan konvensikonvensi PBB, termasuk dalam hal penanganan refugee dan asylum seekers. 6. Keimigrasian berkaitan dengan tuntutan universal, mengenai hak-hak sipil dan
hak-hak asasi manusia yang sudah berlaku secara universal.11 Berdasarkan hal-hal di atas pertimbangan mengenai sanksi pidana dalam Undang-Undang Keimigrasian yang digolongkan ke dalam rumpun hukum administratif menjadi sesuatu yang khusus dibandingkan dengan peraturan perundang-undangan lainnya yang sejenis dalam hukum administratif. Berdasarkan ketentuan Undang-Undang No. 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian diatur mengenai kewajiban, yaitu setiap orang asing yang berada di wilayah Indonesia wajib: a. Memberikan keterangan yang diperlukan mengenai identitas diri dan atau keluarganya. b. Perubahan status sipil dan kewarganegaraannya serta perubahan alamatnya. Yang dimaksud status sipil dalam kalimat ini adalah perubahan yang menyangkut perkawinan, perceraian, kematian, kelahiran anak, pindah pekerjaan dan berhenti dari pekerjaan. Pengawasan orang asing dilaksanakan dalam bentuk dan cara: a. Pengumpulan dan pengolahan data orang asing yang masuk atau keluar wilayah Indonesia. b. Pendaftaran orang asing yang berada di wilayah Indonesia. c. Pemantauan, pengumpulan dan pengolahan bahan keterangan dan informasi mengenai kegiatan orang asing. Yang dimaksud dengan pemantauan dalam kalimat ini adalah kegiatan-kegiatan yang dilakukan untuk mengetahui secara dini peristiwa-
11
M. Imam Santoso, Prospek UndangUndang Keimigrasian Indonesia dalam Kaitannya dengan Konvensi PBB Menentang Kejahatan Transnasional Terorganisasi dan Protokolnya, Disertasi, Progam Doktor, Program Pascasarjana, (Universitas Padjadjaran, Bandung, 2006), hlm. 223.
9
Lex et Societatis, Vol. III/No. 1/Jan-Mar/2015 peristiwa yang diduga mengandung unsur-unsur pelanggaran keimigrasian. d. Penyusunan daftar nama-nama orang asing yang tidak dikehendaki masuk atau keluar wilayah Indonesia. e. Kegiatan lainnya. Pengawasan orang asing pada dasarnya mencakup pengawasan yang bersifat administratif yaitu termasuk di dalam hal pengumpulan dan pengolahan data keluar masuk orang asing di wilayah Indonesia. Kemudian, pengawasan yang bersifat operasional, pelaksanaan pengawasan terhadap orang asing yang berada di wilayah Indonesia dilakukan secara terkoordinasi. Ada dua hal yang menjadi sasaran pengawasan terhadap orang asing di Indonesia, yaitu pengawasan terhadap keberadaannya (secara immigratoir) dan pengawasan terhadap kegiatan orang asing selama berada di Indonesia. Aspek pengawasan kegiatan orang asing memerlukan suatu kegiatan terkoordinir antar instansi dalam hal pelaksanaan pengawasannya. Menteri Kehakiman selaku koordinator Tingkat Pusat (Nasional) bersama badan atau instansi pemerintah lainnya yang terkait sebagai pelaksana pengawasan orang asing secara terkoordinasi yang disebut Koordinasi Pengawasan Orang Asing (SIPORA). Pada dasarnya pengawasan orang asing menjadi tanggung jawab Menteri Kehakiman dalam hal ini Pejabat Imigrasi selaku operator pelaksana. Mekanisme pelaksanaannya harus dilakukan dengan mengadakan koordinasi dengan badan atau instansi pemerintah yang bidang tugasnya menyangkut orang asing, badan atau instansi tersebut antara lain Departemen Luar Negeri, Departemen Dalam Negeri, Departemen Pertahanan Keamanan, Departemen Tenaga Kerja, Kejaksaan Agung, Badan Intelijen Negara dan Kepolisian Negara Republik Indonesia. Koordinasi Pengawasan Orang Asing 10
(SIPORA) dilakukan secara terpadu, dan SIPORA dibentuk di tingkat Pusat, di tingkat Propinsi dan di tingkat daerah. Penegakan Hukum merupakan penyelenggaraan hukum oleh petugas penegak hukum oleh orang-orang yang berkepentingan sesuai dengan kewenangan masing-masing menurut aturan hukum yang berlaku. Sedangkan implementasi penegakan hukum keimigrasian sesuai dengan aturan hukum yang ada adalah berupa tindakan yang bersifat administratif dan tindakan melalui proses peradilan (pro justitia). Sedangkan petugas penegak hukum keimigrasian ditentukan oleh UndangUndang adalah Pejabat Imigrasi yang dalam hal ini sekaligus sebagai Penyidik Pegawai Negeri Sipil Keimigrasian (PPNS Imigrasi). Dalam prosesnya maka penegakan hukum keimigrasian dimulai dari titik tolak hal ikhwal keimigrasian yang meliputi pengawasan terhadap lalu lintas orang yang masuk dan keluar wilayah negara Republik Indonesia dan pengawasan orang asing di wilayah Indonesia. Disebutkan dalam Pasal 18 UndangUndang Keimigrasian Nomor 9 Tahun 1992 secara spesifik mengenai pengawasan orang asing ada tiga hal sebagai berikut: 1. Masuk dan keluarnya orang asing ke/dari wilayah Indonesia. 2. Keberadaan orang asing di wilayah Indonesia. 3. Kegiatan orang asing di wilayah Indonesia. Instrumen penegakan hukum dalam hal pengawasan lalu lintas orang antar negara adalah12: a. Dilakukan penolakan untuk masuk terhadap orang yang terkena penangkalan khususnya orang asing dan dapat berlaku juga terhadap warga 12
Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1994 tentang Pengawasan Orang Asing dan Tindakan Keimigrasian.
Lex et Societatis, Vol. III/No. 1/Jan-Mar/2015 negara Indonesia (yang terkena penangkalan). b. Dilakukan penolakan untuk berangkat keluar negeri terhadap orang-orang yang terkena pencegahan berlaku terhadap orang Indonesia maupun orang asing. c. Dilakukan proses keimigrasian apabila pada saat pemeriksaan kedatangan maupun keberangkatan, diketemukan orang-orang yang diduga melakukan pelanggaran hukum keimigrasian, misal: visa palsu, izin keimigrasian yang tidak beriaku lagi, paspor palsu (termasuk pengertian pemalsuan baik sebagian ataupun seluruhnya dari suatu dokumen). Ketiga hal tersebut di atas adalah suatu proses awal dari upaya penegakan hukum keimigrasian pada saat dilakukan pemeriksaan oleh Pejabat Imigrasi di Tempat Pemeriksaan Imigrasi. Dalam rangka pengawasan orang asing yang menyangkut aspek keberadaan dan pengawasan dan kegiatan orang asing, oleh masing-masing Kantor Imigrasi dilakukan kegiatan Pemantauan terhadap Orang Asing yang berada di wilayah kerjanya, baik pengawasan dari aspek keberadaan maupun dari aspek kegiatan. PENUTUP A. Kesimpulan 1. Izin tinggal yang diberikan oleh suatu Negara kepada orang asing adalah suatu wujud kedaulatan Negara sebagai suatu Negara hukum yang memiliki kewenangan sepenuhnya untuk menentukan dan mengatur batasanbatasan bagi orang asing untuk tingla di suatu Negara. Izin tersebut bukanlah hal dari seseorang asing, tetapi merupakan privilege yang diberikan oleh Negara kepada orang asing. Selain itu batasan-batasan mengenai izin tinggal adalah untuk melindungi kepentingan bangsa dari aspek-aspek
sosial, budaya, ekonomi, ketenagakerjaan, keamanan dan ketertiban. 2. Penindakan berdasarkan UndangUndang Nomor 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian terhadap perbuatan melampaui batas waktu izin tinggal (overstay) dilaksanakan dalam dualisme sistem penegakan hukum yaitu didasarkan pada hukum pidana dan hukum administratif. Tindakan keimigrasian secara administratif lebih efektif dan efesien, dalam hal penegakan hukum terhadap perbuatan overstay apabila dilandasi atas asas subsidaritas hukum pidana yakni mengedepankan prinsip ultimum remedium dalam hukum pidana maka penyelesaian secara adminsitratif adalah kebijakan yang lebih tepat dan mengenai sasaran. B. Saran 1. Perlu diupayakan lebih memberikan kepastian hukum dalam penegakan hukum keimigrasian, khususnya dalam menangani perbuatan melampaui batas waktu izin tinggal. Selanjutnya harus dilakukan oleh pihak-pihak pemangku kepentingan (stakeholders) diantaranya: a. Upaya adanya pembaharuan sistem penegakan hukum keimigrasian juga harus diikuti dengan pembaruan hukum acara penegakan hukum keimigrasian baik terhadap pelanggaran yang termasuk pelanggaran pidana dan pelanggaran administratif. Prosedur penegakan hukum administratif harus mengacu pada asas-asas umum penyelenggaraan pemerintahan yang baik (good governance) sehingga hukum acara yang dilandasi mekanisme kontrol dan jaminan keadilan dalam proses penindakan pada akhirnya aparatur 11
Lex et Societatis, Vol. III/No. 1/Jan-Mar/2015 penegak hukum keimigrasian dipersempit ruangnya untuk melakukan penyimpangan. b. Perlu melibatkan penyidik Polri dalam melakukan penyidikan tindak pidana keimigrasian untuk membantu penyidik PNS Imigrasi. Kemudian untuk penyelesaian pelanggaran hukum keimigrasian misalnya overstay tidak perlu dikriminalisasikan karena perbuatan tersebut hanyalah pelanggaran administratif. Dan penyelesaiannya secara jelas diatur dan dilakukan secara administratif, untuk itu cukup penyidik PNS imigrasi yang melakukannya sedangkan tindakan pemalsuan dokumen, memberikan keterangan palsu dan tindakantindakan yang dapat dikatagorikan kriminalisasi lain, selain melibatkan penyidik PNS imigrasi harus juga penyidik Polri untuk ikut terlibat dalam melakukan penyidikan. 2. Penegakan hukum keimigrasian disesuaikan dengan perkembangan hukum internasional dan kepentingan nasional di masa datang, maka perlu dilakukan sebagai berikut : a. Harus meningkatkan sarana dan prasarana keimigrasian dengan menggunakan Teknologi Informasi guna penguatan sistem informasi keimigrasian yang terintegrasi agar mampu memberikan sistem peringatan dengan memberikan data yang akurat dan mutakhir dalam mengantisipasi penegakan hukum keimigrasian baik secara preventif maupun represif. b. Harus lebih meningkatkan sumber daya manusia personil imigrasi melalui pendidikan dan pelatihan agar lebih memahami substansi yang lebih manusiawi yang berlandaskan nilai-nilai HAM dan pelaksanaan Good Governance dan 12
Clean Governance serta diikuti dengan peningkatan kesejahteraan yang sejalan dengan ketegasan dalam pemberian punishment and reward. DAFTAR PUSTAKA A. Buku Awaloedin Djamin, Administrasi Kepolisian RI Menghadapi Tahun 2000, Lembang: Sanyata Sumasana Wira. Barda Nawawi Arief, Masalah Penegakan Hukum, Kebijakan Penanggulangan Kejahatan, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2001. Koemiatmanto Soetorawiro, Hukum Kewarganegaraan dan Keimigrasian Indonesia, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1996. Lili Rasjidi dan Putra, I. B. Wyasa, Hukum Sebagai Suatu System, Bandung: Remaja Rosdakarya. M. Imam Santoso, Perspektif Imigrasi dalam Pembangunan Ekonomi dan Ketahanan Nasional, Jakarta: UI Press, 2004. Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori-Teori dan Kebijakan Pidana, Bandung: Alumni, 1984. Muhammad Indra, .Perspektif Penegakan Hukum dalam Sistem Keimigrasian Indonesia, Disertasi, Progam Doktor Program Pascasarjana, Bandung: Universitas Padjadjaran, 2008. Prayudi Atmosudirdjo, Hukum Administrasi Negara, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1988. Sudarto, Hukum dan Hukum Pidana, Bandung: Alumni, 1986. _________, Kapita Selekta Hukum Pidana, Bandung: Alumni, 1993. _________, Hukum dan Perkembangan Masyarakat, Bandung: Sinar Baru, 1983. Wahyudin Ukun, Deportasi Sebagai Instrumen Penegakan Hukum dan Kedaulatan Negara di Bidang Keimigrasian, Jakarta: PT. Adi Kencana Aji, 2004.
Lex et Societatis, Vol. III/No. 1/Jan-Mar/2015 Yudha Bhakti, Hukum Internasional: Bunga Rampai, Bandung: Alumni, 2003. B.Peraturan Perundang-Undangan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian. Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1994 tentang Tata Cara Pencegahan dan Penangkalan. Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1994 tentang Pengawasan Orang Asing dan Tindakan Keimigrasian. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1994 tentang Visa, Izin Masuk dan Izan Keimigrasian. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1994 tentang Surat Perjalanan RI. Keputusan Menteri Kehakiman RI Nomor M.04-PW.9.02 Tahun 1995 tentang Pendaftaran Orang Asing. Keputusan Menteri Kehakiman RI Nomor M.02-PW.09.02 tahun 1995 tentang Tata Cara Pengawasan, Pengajuan Keberatan Orang Asing dan Tindakan Keimigrasian. Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor M-02-IZ.01.10 Tahun 1995 tentang Visa Singgah, Visa Kujungan, Visa Tinggal Terbatas, Izin Masuk dan Izin Keimigrasian.
13